Seminar Nasional Ke β III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Analisis Aliran Rembesan (Seepage) Menggunakan Pemodelan 3D Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner Studi Kasus Bendung Alam Wae Ela, Ambon
Gumilar Utamas Nugraha1, Andi Agus Nur2, Boy Yoseph CSSSA2, Pulung Arya Pranantya3 Nanang Dwi Ardi4, 1Program
Magister Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl.Dipati Ukur no.35 Gedung 2 lt.2 Bandung, 40132, Jawa Barat Email:
[email protected]
2Fakultas
3Balai
Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363, Jawa Barat Email:
[email protected]
Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Jl.Ir.H.Djuanda no.193 Bandung, 40135, Jawa Barat Email:
[email protected]
4Jurusan
Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl.Dr.Setiabudi no.229 Bandung, 40154, Jawa Barat Email:
[email protected]
Abstrak Bendung alam Wae Ela adalah bendung yang terbentuk karena proses longsornya bukit disekitar sungai Wae Ela yang kemudian menutup aliran sungai tersebut. Terdapat tiga puluh delapan titik rembesan (seepage) disekitar bendung alam tersebut. Rembesan (seepage) adalah salah satu penyebab utama dari kerusakan suatu bendungan, hal ini karena rembesan mengakibatkan suatu erosi internal pada suatu tubuh bendung. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis aliran rembesan (seepage) di bendung alam Wae Ela melalui pemodelan 3D sebagai bahan evaluasi. Metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner dengan enam lintasan pada area sekitar bendung alam Wae Ela dilakukan untuk memetakan kondisi bawah permukaan area rembesan. Hasil inversi menunjukkan bahwa kedalaman rembesan di bendung Wae Ela berada pada kedalaman sekitar 5 sampai 35 meter dengan nilai resistivitas 5-40 Ξ©π. Visualisasi model penampang 2D (mapping) dan penampang 3D (solid model) menunjukkan bahwa pola aliran rembesan memiliki kecenderungan yang dominan ke arah timur laut. Dengan berhasilnya pemodelan 3D data resistivitas untuk kasus rembesan ini, maka diharapkan dapat menjadi model untuk bendung lainnya guna tindakan preventif sebelum terjadinya bencana jebolnya bendung. Kata Kunci : Bendung, Rembesan (seepage), Geolistrik Resistivitas, Konfigurasi Wenner
βPeran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaanβ
Seminar Nasional Ke β III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Pendahuluan Bendung Alam Wae Ela adalah bendung yang terbentuk karena proses alamiah, yang bermula dari longsor bukit terjal akibat curah hujan yang tinggi. Material longsoran berupa tanah dan bebatuan dengan volume yang sangat besar, menutup aliran sungai Wae Ela. Longsoran tersebut telah mengakibatkan sungai Wae Ela membentuk bendung alam. Tiga puluh delapan titik rembesan ditemukan tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Provinsi Maluku pada bendungan alamiah tersebut. Rembesan (seepage) adalah salah satu penyebab utama dari kerusakan suatu bendung, hal ini karena rembesan mengakibatkan suatu erosi internal pada bendung dan sebanyak 46 % kerusakan bendung yang ada disebabkan oleh rembesan (seepage) (Ikard, 2009). Metode geolistrik resistivitas digunakan untuk penyelidikan bawah permukaan (Sjodahl, 2006). Metode ini banyak dipergunakan di bidang geoteknik (Dahlin, 1993)(Dahlin, 1996) misalnya untuk monitoring rembesan (seepage) yang terdapat di satu bendung (Sjodahl, 2006) lalu Monitoring rembesan (seepage) dalam media berpori menggunakan geolistrik di Earthen DAM (Ikard, 2009). Dengan memperhatikan sifat listrik batuan yang tersaturasi fluida di bawah permukaan maka keberadaan aliran rembesan (seepage) dapat diprediksikan. Tinjauan Pustaka Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode geolistrik yang mempelajari sifat-sifat aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Besaran fisis yang dipelajari adalah resistivitas batuan akibat adanya medan potensial dan arus yang terjadi di bawah
permukaan bumi. Prinsip kerja metode resistivitas ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensial, dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu dapat ditentukan variasi harga resistivitas masing-masing lapisan batuan di bawah titik ukur. (Modul, 2002) Konfigurasi Wenner diambil dari nama Frank Wenner yang mempelopori penggunaannya di Amerika Serikat. Pada susunan elektroda Wenner posisi elektroda arus AB dan elektroda potensial MN yang simetri terhadap titik pusat pada kedua sisinya. Jarak antara keempat elektroda sama, yaitu π dengan dipol potensial P1 dan P2 berada di tengah-tengah antara C1 dan C2.
Gambar 1. Konfigurasi Wenner
Pengambilan data dengan metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Wenner. Pada konfigurasi ini jarak antara keempat elektroda sama, yaitu π dengan dipol potensial π1 π2 berada di tengah-tengah πΆ1 dan πΆ2 . Besarnya nilai resistivitas dirumuskan pada persamaan dibawah ini: (Telford et al.,1990) βπ π= πΌ πΎ (1) Dengan : π = resistivitas batuan (Ohm β meter) Ξπ = beda potensial antara elektroda π1 dan π2 πΌ = arus dua elektroda πΆ1 dan πΆ2 (Ampere) πΎ = faktor geometri (meter)
βPeran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaanβ
Seminar Nasional Ke β III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Pada penelitian ini menggunakan konfigurasi Wenner sehingga harga K dapat diperoleh sebagai berikut: πΌπ 1 1 π1 = 2π [π β π ] (2) πΌπ
1
2
1
1
3
π4
π2 = 2π [π β
]
(3)
βπ = π1 β π2 (4) Dengan mensubtitusikan persamaan (2) dan (3) ke persamaan (4) diperoleh persamaan (5) πΌπ 1 1 1 1 βπ = 2π [π β π β π + π ] (5) 1
2
3
4
Jika nilai spasi antar elektroda adalah π maka diperoleh nilai hambatan jenis pada persamaan (6) π=
βπ πΌ
1
2π [π β π=
1
1
1 β1
β 2π + π] 2π
2ππ πΌ βπ
βπ
(6)
(7)
π= πΌ πΎ (8) Dari persamaan (2.28) maka diperoleh nilai faktor geometri pada konfigurasi Wenner adalah: πΎ = 2ππ (9) Longsor Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 24 Oktober 2012. Daerah penelitian adalah Bendung Alam Wae Ela yang terletak di Desa Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Pulau Ambon. Alat geolistrik resistivitas yang digunakan jenis S-FIELD Earth Resistivity Instrument Multichannel Resistivity Meter 16 elektroda. Pada penelitian ini dipilih metode Wenner karena metode ini memiliki detail lateral yang baik untuk profiling, sedangkan pemilihan metode sehingga metode ini bisa memberikan informasi yang cukup untuk kedalaman dan variasi lateral yang baik. Pengukuran dilakukan di enam lintasan. Setelah diperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data.Untuk mengolah data geolistrik resistivitas tomografi ini diperlukan software Res2DInv. Res2DInv adalah program komputer yang secara automatis menentukan model resistivitas 2 dimensi (2-D) untuk bawah permukaan dari data hasil survey geolistrik resistivitas. Setelah pengolahan data menggunakan software Res2DInv selesai dilanjutkan pengolahan data menggunakan software Surfer 12 untuk mendapatkan sebaran resistivitas secara lateral (Visualisasi model 2D) di setiap kedalamannya. Software RockWorks 15 digunakan untuk mendapatkan Visualisasi model 3D aliran rembesan di Bendung Alam Wae Ela. Hasil Dan Pembahasan
Bendung Merupakan bangunan (komplek bangunan) melintasi sungai yang berfungsi mempertinggi elevasi air sungai dan membelokkan air agar dapat dialirkan secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan pengambilan data secara langsung (primer) yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR).
Gambar 2. Penampang resistivitas Lintasan 1
βPeran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaanβ
Seminar Nasional Ke β III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 3. Penampang resistivitas Lintasan 2
Gambar 4. Penampang resistivitas Lintasan 3
Gambar 5. Penampang resistivitas Lintasan 4
Gambar 6. Penampang resistivitas Lintasan 5
Gambar 7. Penampang resistivitas Lintasan 6
cokelat hingga ungu tua, zona dengan resistivitas menengah memiliki nilai yang berkisar antara 40 Ξ©π β 105 Ξ©π yang ditandai oleh warna hijau muda hingga cokelat tua, sedangkan untuk zona dengan resistivitas rendah memiliki nilai yang berkisar antara 5 Ξ©π β 40 Ξ©π yang ditandai dengan warna biru tua hingga biru muda. Dari keenam lintasan diatas zona zona dengan resistivitas yang rendah (low resistivity zone) memiliki nilai yang berkisar antara 5 Ξ©π β 40 Ξ©π yang ditandai dengan warna biru tua hingga biru muda. Zona ini diduga merupakan zona jenuh air (saturation zone). Zona ini umumnya berada dibagian kanan bawah penampang setiap lintasan zona ini diduga merupakan zona terdapat aliran air rembesan. Pada zona ini diduga terdiri dari sedimen yang tidak terkonsolodasi yang memiliki porositas serta permeabilitas yang tinggi, sehingga mudah untuk menyimpan serta meloloskan air. Zona resistivitas menengah memiliki nilai yang berkisar antara 40 Ξ©π β 105 Ξ©π yang ditandai oleh warna hijau muda hingga cokelat tua, zona ini diduga terdiri dari batuan konglomerat. Zona yang memiliki resistivitas tinggi memiliki nilai 105 Ξ©π β 230 Ξ©π yang ditandai dengan warna cokelat hingga ungu tua. Zona ini diduga terdiri dari batuan breksi. Pengolahan data menggunakan Res2DInv hanya memberikan informasi tentang kedalaman serta nilai resistivitasnya, untuk mengetahui sebaran (distribusi) aliran rembesan digunakan software Surfer 12. Berikut hasil pengolahan data menggunakan software Surfer 12
Dari keenam lintasan di atas secara umum kontras resistivitas di lokasi penelitian dapat digolongkan memiliki 3 zona resistivitas, yaitu zona dengan resistivitas tinggi (high resistivity zone), zona dengan resistivitas menengah (mid resistivity zone), dan zona dengan resistivitas yang rendah (low resistivity zone). Zona yang memiliki resistivitas tinggi memiliki nilai 105 Ξ©π β 230 Ξ©π yang ditandai dengan warna βPeran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaanβ
Seminar Nasional Ke β III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 8. Distribusi aliran rembesan berdasarkan nilai resistivitas
Dari penampang hasil pengolahan software Surfer 12 diketahui bahwa aliran rembesan cenderung mengarah ke arah timur laut, hal ini ditandai oleh harga resistivitas yang kecil (5 β 40 Ξ©π) dengan indikasi warna biru pada penampang. Untuk lebih memudahkan visualisasi dan mendapatkan suatu tubuh (body) dari pola aliran rembesan maka dibuatlah visualisasi model 3D dari data geolistrik dan data surfer yang telah ada sebelumnya. Data-data tersebut kemudian diolah menggunakan Software RockWorks 15 untuk mendapatkan suatu visualisasi model 3D dari zona penelitian juga untuk mendapatkan suatu tubuh (body) dari suatu aliran rembesan, berikut adalah hasil visualisasi model 3D menggunakan Software RockWorks 15.
Gambar 9. Solid model Sebaran resistivitas di lokasi penelitian
Gambar 10. zona dengan resistivitas 5-40 ohm.m yang diduga sebagai aliran rembesan
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software Res2DInv, Surfer 12 dan RockWorks 15 kedalaman rembesan di bendung Wae Ela memiliki kedalaman yang bervariasi di setiap lintasan pengukuran dimulai dari kedalaman 5 hingga 35 meter, aliran rembesan secara dominan terdapat di bagian kanan penampang geolistrik resistivitas, aliran rembesan ini secara dominan mengarah ke arah timur laut bendung, dimana zona ini diduga merupakan bagian yang terdiri dari material batuan yang tidak terkonsolidasi yang disebabkan oleh jenis longsoran yang terjadi yaitu berupa longsor blok yang terjadi akibat adanya rekahan dan bidang gelincir, yang memungkinkan air untuk mengalir pada zona tersebut. Blok yang padat menempati bagian barat bendung, dan bagian runtuhan yang tidak terkonsolidasi menempati bagian timur hingga timur laut bendung. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian aliran rembesan (seepage) di Bendung Alam Wae Ela menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner, dapat disimpulkan sebagai berikut: ο· Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner dapat memetakan kondisi bawah permukaan khususnya aliran rembesan pada
βPeran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaanβ
Seminar Nasional Ke β III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
ο· ο·
ο·
ο·
suatu tubuh bendung alam dengan sangat baik Rembesan secara dominan terdapat di bagian kanan setiap penampang hasil pengolahan software Res2DInv. Berdasarkan interpretasi, bagian ini merupakan bagian yang terdiri dari material batuan yang tidak terkonsolidasi berupa alluvium yang kemudian tersaturasi air dimana pada zona ini memiliki nilai resistivitas yang rendah (low resistivity zone) yaitu 5 β 40 Ξ©π. Hal ini disebabkan oleh jenis longsoran yang terjadi yaitu berupa longsor bidang. Dimana blok padat mengisi bagian barat bendung sementara runtuhan yang tidak terkonsolidasi mengisi bagian timur bendung. Berdasarkan visualisasi model 2D dan 3D, maka kondisi rembesan di Wae Ela cenderung mengarah ke arah timur laut (north east) bendung, hal ini didukung oleh kondisi topografi bendung yang semakin curam ke arah timur laut. Kedalaman
rembesan di bendung Wae Ela berada pada kedalaman sekitar 5 sampai 35 meter. Pustaka Ikard, J Scott. (2013). Geoelectric Monitoring Of Seepage In Porous Media With Engineering Applications To Earthen Dams. (Tesis). Colorado School of Mines. Sjodahl, Pontus. (2006). Resistivity Investigation And Monitoring For Detection Of Internal Erosion And Anomalous Seepage In Embankment Dams. (Disertasi). Faculty of Engineering, Lund University. Dahlin T. (1993). On the automation of 2D resistivity surveying for engineering and environmental applications. (Ph.D. Thesis). Lund University. Dahlin T. (1996). 2D resistivity surveying for environmental and engineering applications. First Break 14(7) hlm.275-283. Modul. (2002). Pelatihan dan Pengukuran Dasar Metode Geofifika ITB. Bandung: Laboratorium Fisika Bumi Institut Teknologi Bandung. Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E. (1990). Applied geophysics. New York:Cambridge University Press
βPeran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaanβ