Analisa Temperatur Transisi Gelas dan Kelengketan pada Pengujian Pengering Semprot untuk Campuran Air Tomat dan 25% Maltodextrin Wuwut Riza Fauli, Engkos Achmad Kosasih Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Abstrak Pada proses pengeringan semprot apabila temperatur pengeringan terlalu rendah maka yang terjadi pada bahan cenderung mengalami kelengketan dan partikel serbuk menggumpal. Tomat memiliki moisture content yang rendah tetapi memiliki kadar gula dan likopen yang tinggi sehingga dalam proses pengeringan semprot diperlukan maltodextrin sebagai zat pengikat nutrisi dalam tomat yang berfungsi untuk meningkatkan temperatur gelas transisi (Tg) dan mengurangi kelengketan. Temperatur gelas transisi yang tinggi mampu mengurangi kelengketan. Temperatur transisi gelas (Tg) yang terlalu tinggi akan cepat mengering tetapi partikel bahan akan amorf membentuk kristalisasi dan Tg yang terlalu rendah partikel akan melumer dan lengket. Kondisi droplet untuk temperatur pengeringan jika diatas Tg akan lengket tetapi jika temperatur pengeringan dibawah Tg maka droplet akan kering. Analisa perhitungan temperatur transisi gelas untuk larutan tomat adalah 22,8 °C. Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan fase setelah tahap pengeringan dalam perubahan temperatur dimana partikel padat amorf “kaca” berubah menjadi seperti liquid “karet”
Abstract Spray drying of process if too low drying temperature then occur at substance inclined particle stickiness and agglomerate. Tomato has low moisture content but have to high sugar value and lycopene until process to spray drying needful maltodextrin as nutrition essence on tomato which serves to increase glass transition temperature (Tg) and reducing stickiness. High glass transition temperature (Tg) capable reducing stickiness. Very high glass transition temperature will running dry faster but matter of particle will amorphous crystallization shaping and very low glass transition temperature so particle will be melting and stickiness. Droplet conditions for drying temperature if above of Tg will stick but if the drying temperature is below of Tg so droplet will dry. Analysis calculation glass transition temperature for tomato liquidsis 22,8 °C . Glass transition temperature (Tg) is phase after drying stage in change temperature when amorphs solid particle become as liquid rubber.
Keywords: glass transition temperature; maltodextrin; stickiness
1
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
Universitas Indonesia
2
1. Pendahuluan Pada industri pangan proses pengeringan digunakan untuk pengawetan makanan yaitu dengan cara mengurangi kadar air sampai batas tertentu pada bahan tersebut untuk disimpan dalam jangka waktu lama. Efek lainnya dari pengeringan juga akan menurunkan kualitas kandungan materialnya, misal serat, kandungan vitamin dan bahkan perubahan warna pada temperatur tertentu[1]. Pada proses pengeringan semprot apabila temperatur pengeringan terlalu rendah maka yang terjadi pada bahan cenderung mengalami kelengketan dan partikel serbuk menggumpal. Jika temperatur pengeringan terlalu tinggi maka partikel amorf kristalisasi[2]. Pada pengeringan semprot tomat ditemukan temperatur transisi gelas (Tg) yang rendah dan berat gula yang terkandung banyak sehingga sangat sulit untuk proses pengeringan sehingga cenderung lengket. Oleh karena tomat mengandung moisture content yang rendah tetapi banyak mengandung kadar gula yang tinggi (dextrose dan levulose) maka diperlukan penambahan maltodextrin untuk mengurangi kelengketan selama proses pengeringan[3]. Temperatur transisi gelas (Tg) yang tinggi menghasilkan stabilitas produk serbuk kering yang baik[4]. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dirumuskan dengan melakukan eksperimen dan pengujian untuk mengetahui karakteristik (sifat) kelengketan bahan pengering semprot pada kondisi temperatur transisi gelas dengan beberapa variasi parameter pengeringan yang sudah disesuaikan. Seberapa pengaruh kelengketan saat temperatur gelas transisi (Tg) terhadap laju alir massa bahan, laju alir udara, tekanan alir bahan, kelembaban udara dengan temperatur pengeringannya. Serbuk bahan produk yang dihasilkan tidak mengalami kelengketan selama proses spray drying atau terjadi penggumpalan partikel lengket pada chamber serta hasil produk lebih sempurna. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh temperatur gelas transisi terhadap karakteristik kelengketan pada bahan uji dengan penambahan maltodextrin dengan memvariasikan temperatur pengeringan.
Universitas Indonesia Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
3
2. Menganalisa hubungan kelengketan dengan temperatur transisi gelas (Tg) pada kondisi pengeringan. 3. Membandingkan dan menganalisa hasil beberapa produk dengan temperatur, flow udara, flow bahan dan kelembaban udara yang berbeda pada masing– masing serbuk partikel. Batasan masalah 1. Analisa perhitungan untuk temperatur transisi gelas menggunakan metode prediksi dengan perkiraan yang telah diasumsikan. 2. Pembahasan tidak terlalu menekankan terhadap bentuk dan ukuran droplets dikarenakan keterbatasan alat. 2. Dasar Teori Pengaruh dari beberapa pengeringan seperti inlet temperatur udara, feed flow rate dan penambahan konsentrasi maltodextrin digunakan sebagai zat dalam spray drying untuk mengurangi kelengketan[5]. Produk sticky sulit untuk di spray dryer pada kondisi normal karena banyak kandungan gula (sukrosa, glukosa, laktosa dan fruktosa) dan asam organik (citric, malic dan tartaric acid) (Bhandari, Senoussi, Dumoulin, & Lebert, 1993; Roos, Karel, & Kokini, 1996). Konsentrasi maltodextrin yang tinggi juga menghasilkan moisture content yang tinggi. Bagaimanapun reaksi proses dari produk nonsticky lebih lambat dibandingkan produk sticky. Kelengketan dapat dikurangi dengan penambahan maltodextrin. Maltodextrin menyebabkan peningkatan hasil pengeringan dan daya larut namun meningkatkan bulk density, kandungan uap dan aktivitas air[6]. Sari buah tomat adalah contoh jenis produk yang sangat sulit untuk dilakukan pengeringan semprot dikarenakan tomat memiliki temperatur gelas transisi yang rendah dan kadar air yang terkandung didalamnya tinggi[7]. Keuntungan bentuk bubuk adalah lebih awet, ringan, volumenya lebih kecil sehingga dapat mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan. Atas dasar itulah dilakukan penelitian dan pengujian penyemprot kering tomat. Kemudian untuk pembuatan serbuk contohnya bahan buah tomat diperlukan penambahan filler (pengisi) karena total padatan terkandung dalam tomat sangat kecil. Filler berfungsi sebagai pengikat nutrisi yang terkandung dalam tomat. Maltodekstrin merupakan gula tidak manis dan berbentuk tepung berwarna putih dengan sifat larut dalam air. Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
4
Maltodekstrin dihasilkan dari hidrolisis pati jagung secara tidak sempurna dengan asam atau enzim dan juga merupakan polimer sakarida[8]. Dikarenakan pada pengeringan semprot buah tomat mengandung kadar kandungan gula yang tinggi sehingga tomat sangat sukar untuk dilakukan proses pengeringan karena cenderung mengalami kelengketan pada bahan. Oleh karena itu sari tomat perlu ditambahkan maltodextrin sebesar 25% dari berat total massa ekstrak sari tomat yang akan dikeringkan. Angka persentase penambahan maltodextrin ini tidak mutlak karena pada awal percobaan dengan penambahan maltodextrin 8% masih lengket. Proses pengeringan suatu material terjadi melalui dua proses yaitu proses pemanasan (heating) dan proses pengeringan (drying). Proses pemanasan (heating) dilakukan untuk memperoleh udara panas dan untuk menurunkan kelembaban relatif dari udara sekitar. Sedangkan proses pengeringan (drying) dilakukan untuk menurunkan temperatur udara karena terjadi perpindahan panas dari udara ke bahan yang akan dikeringkan (udara memberikan kalor laten untuk menguapkan kandungan air dari bahan yang dikeringkan. Temperatur transisi gelas (Tg) adalah fase setelah tahap pengeringan dalam perubahan temperatur dimana partikel padat amorf “kaca” berubah menjadi seperti liquid “karet”[9]. Peralatan Pengering Semprot
Gambar 2.1 Skema Rangkaian Pengeringan Semprot
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
5
Peralatan pengeringan semprot sesuai dengan standar spray dryer model Departemen Teknik Mesin (DTM FTUI) Laboratorium Perpindahan Kalor Lt.3 FTUI Depok, Indonesia. Secara umum dan sederhana peralatan pengering semprot yang digunakan dalam proses pengambilan data meliputi chamber, pemanas listrik dan cyclone terpasang pada rangka besi penopang. Sedangkan sistem pengkondisian udara yang terdiri dari evaporator, kondensor, blower, manometer dan compressor.
Nozzle Atomizer Atomizer merupakan bagian terpenting pada spray drier dimana memiliki
fungsi untuk menghasilkan droplet dari cairan yang akan dikeringkan. Droplet yang terbentuk akan didistribusikan (disemprotkan) secara merata pada alat pengering agar terjadi kontak dengan udara panas. Ukuran droplet yang dihasilkan tidak boleh terlalu besar karena proses pengeringan tidak akan berjalan dengan baik. Disamping itu ukuran droplet juga tidak boleh terlalu kecil karena menyebabkan terjadinya over heating.
Blower dan Inverter Digunakan untuk mendorong udara agar dapat masuk ke sistem. Tipe yang
dipakai adalah blower sentrifugal dorong. Blower ini dipasang sebagai penghasil kecepatan aliran pada sistem. Sedangkan untuk mengatur kecepatan aliran tersebut akan digunakan inverter sebagai pengatur frekwensi motor.
Orifice dan Manometer Orifice digunakan untuk mengukur kecepatan udara dari blower yang dibaca
pada manometer. Orifice terletak diantara sambungan pipa. Sedangkan manometer adalah suatu alat untuk mengukur tekanan diferensial pada suatu lokasi yang ditentukan dalam aliran fluida.
Kondensor, Kompresor, Evaporator dan Katup Ekspansi Kondensor untuk mencairkan uap refrigeran yang bertekanan dan
bertemperatur tinggi yang keluar dari kompresor. Kompresor berfungsi menaikan tekanan dan temperaturnya sehingga refrigeran akan menjadi uap jenuh lanjut. Evaporator menyerap kalor dari udara yang keluar dari blower. Proses kondensasi udara terjadi bila temperatur udara keluar evaporator lebih rendah dari titik temperatur embunnya (dew point). Keluar kondensor refrigeran masuk ke katup Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
6
ekspansi untuk menjalani proses pencekikan (throttling) sehingga mengalami penurunan tekanan dan temperatur yang berubah manjadi campuran jenuh.
Pemanas listrik, ruang pengering (chamber) dan cyclone Pemanas yang digunakan untuk menaikan temperatur udara menggunakan
pemanas listrik tipe Fin Heating Element yang dikendalikan oleh controller. Elemen pemanas ini dimasukan ke dalam ruangan tabung untuk dilewatkan udara. Udara yang telah dipanaskan akan diteruskan ke ruang pengering (chamber) yang terbuat dari kaca jenis pyrex. Penggunaan chamber kaca bertujuan agar pengamatan proses pengeringan dapat terlihat jelas khususnya bila terjadi kelengketan partikel. Cyclon digunakan sebagai separator serbuk dan udara pengering, yaitu pemisah antara udara kering dan produk serbuk.
Pengatur Tekanan (FRL Pressure Regulator) Sebagai alat untuk mengatur tekanan udara dari kompresor yang masuk ke
nozzel. Tekanan keluaran maksimum dari kompressor bisa mencapai 8 bar, Dengan regulator ini maka tekanan tersebut dapat dibatasi.
Booster dan Pompa Fluida Peristaltik Booster digunakan untuk menghisap fluida bahan dari wadah dan
mengalirkannya menuju ke pompa peristaltik. Pompa peristaltik digunakan untuk mendorong fluida bahan cair yang akan dikeringkan menuju nozzel.
Wadah Pengukur Fluida Bahan dan Timbangan Elektrik Alat ini berfungsi sebagai tempat penyimpan bahan yang akan dikeringkan
Pengurangan berat fluida bahan uji yang dialirkan diukur setiap waktu oleh timbangan elektrik.
Panel Kontrol Panel kontrol digunakan sebagai terminal atau pusat kontrol dari pemanas
listrik, untuk mengatur seberapa besar temperatur udara pengeringan yang keluar dari pemanas.
Termometer
Termometer ini digunakan untuk mengukur temperatur udara kering (dry bulb), temperatur udara basah (wet bulb) dan mengukur dew point. Termometer diletakkan diantara pipa sambungan orifice dan evaporator
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
7
Diagram Psikrometrik Proses pengeringan semprot berkaitan erat dengan dengan diagram psikometri yang memberikan pembahasan mengenai sistem yang melibatkan campuran udara kering dengan uap air. Diagram psikometrik terdapat beberapa parameter seperti temperatur bola kering, temperatur bola basah, tekanan uap air, kelembaban relatif, kelembaban absolut, titik pengembunan (dew point) volume spesifik, dan kelembaban udara. Proses yang terjadi pada mesin pengering semprot dengan diagram psikometrik : Proses pemanasan Pada proses pemanasan, terjadi peningkatan temperatur bola kering, temperatur bola basah, entalphi, dan volume spesifik dari udara lembab sedangkan pada kelembaban relatif terjadi penurunan. Perubahan tidak terjadi pada kelembaban mutlak, temperatur titik embun, dan tekanan uap parsial Proses pengeringan. Pada
proses
pengeringan,
perubahan
karakteristik
sifat-sifat
termodinamika udara serupa dengan proses pendinginan evaporatif. Berbeda dengan suhu bola kering yang mengalami penurunan yang berkebalikan dengan rasio kelembaban (ω). Proses Pendinginan Proses pendinginan adalah proses pengambilan kalor sensibel dari udara sehingga temperatur udara tersebut mengalami penurunan. Proses ini hanya disebabkan oleh perubahan temperatur bola kering udara tanpa perubahan rasio kelembaban. Garis proses pada psikometrik adalah garis horizontal ke arah kiri. Proses Pendinginan Dehumidifikasi Proses ini dilakukan dengan cara melewatkan udara pada koil pendingin atau ruangan semburan air dimana temperaturnya lebih rendah dari temperatur udara sehingga terjadi penurunan kalor laten dan kalor sensibel. 3. Metodologi Penelitian Untuk pengambilan data sampel divariasikan beberapa parameter yang mempengaruhi hasil produk terhadap kelengketan pada kondisi temperatur gelas transisi. Variasi-variasi parameter nya adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
8
4 parameter debit aliran udara dari pompa blower (dengan pengaturan inverter): 0,005; 0,007; 0,009; 0,01
(m³/s)
2 parameter laju aliran massa bahan dengan pengaturan pompa peristaltik : 1 dan 2
(rpm)
2 parameter rasio kelembaban udara (temperatur dew point) : (oC).
10 dan 17
2 parameter tekanan aliran bahan dari kompresor angin 1 dan 2
(bar)
Untuk mengetahui metode karakteristik temperatur transisi gelas dapat memakai analisa perhitungan Tg prediksi yang dikembangkan oleh Gordon dan Taylor[10]. Dengan pertimbangan berbagai hal terutama keterbatasan waktu dan alat pengukuran maka pada saat analisa menggunakan metode Tg prediksi yang sesuai dengan parameter pengeringan. Kadar Persentase pengujian : 1. Air tomat (75 %) dan maltodextrin (25%) 2. Dari air tomat (75%) masih mengandung : air 97% dan ampas ( Vitamin C, Vit A, likopen dll) = 3% 3. Ampas tomat (3%) mengandung moisture solid yang sangat kecil (1–3%) maka dalam pengeringan diasumsikan solid nya nol Tomat 0.75
Moisture Content Tomat 0.97
MD 0,25
Ampas 0.03 Moisture Solid 0.01-0,03
Gambar 3.1 Diagram Alir Persentase Kadar Tomat
Dari persentase kadar buah tomat maka dapat dicari perhitungan analisa perkiraan temperatur transisi gelas prediksi : Gordon & Taylor (1952) equation [10] : 𝑇𝑔 =
1 − 𝑥𝑚 𝑇𝑔𝑚 + 𝑥𝑤. 𝑇𝑔𝑤 0,75 × 205 − 0,97 × 135 = = 22,8℃ 1 − 𝑥𝑠 + 𝑘. 𝑥𝑚 1 + 3,7 × 0,25
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
9
Dimana : 𝑥𝑤 = moisture content air = 0,97; 𝑥𝑚 = moisture content maltodextrin = 0,25 Untuk moisture content solid 𝑥𝑠 = 0,03 diabaikan karena asumsinya nol k = konstanta parameter empiris = 4,7 (Roos & Karel 1991a)[10][11] Tgw = Tg untuk air = – 135°C (Tabel 3.2) Tgm = Tg untuk maltodextrin DE6 = 205°C (tabel 3.2) Tabel 3.2 Temperatur Transisi Gelas
Nilai Temperatur Transisi Gelas[12] Jenis Tg Tg Air
°C
Refference
-135 DSC Gordon Taylor . eq (1952)
Tg Maltodextrin
205
B. Adhikari, et al (2004)
Tg Tomat
22,8
Analisa Perhitungan
Teknik Pengolahan Perhitungan Data 𝑚𝑚𝑑 = 𝑚𝑏 × 0,25 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑙𝑡𝑜𝑑𝑒𝑥𝑡𝑟𝑖𝑛 𝑚𝑎𝑝 =
𝑥 × 𝑚𝑚𝑑 (𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘) 1−𝑥
𝑚𝑎𝑏 = 0,75 × 𝑚𝑏 (𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑎𝑛) 𝑚𝑒𝑣𝑎𝑝 = 𝑚𝑎𝑏 − 𝑚𝑎𝑝 (𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖) 𝑥=
𝑚𝑎𝑝 (𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛) 𝑚𝑎𝑝 + 𝑚𝑀𝐷
𝑄𝑒𝑣𝑎𝑝 = 𝑚𝑒𝑣𝑎𝑝 × 𝑓𝑔 (𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝𝑎𝑛) 𝑚𝑢𝑘 =
𝑚𝑢 (𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔) 1+𝜔
𝑚𝑣1 = 𝑚𝑢 − 𝑚𝑢𝑘 (𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑢𝑎𝑝 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘) 𝑚𝑣2 = 𝑚𝑣1 − 𝑚𝑒𝑣𝑎𝑝 (𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑢𝑎𝑝 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟) 𝜔2 =
𝑚𝑣2 (𝑘𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟) 𝑚𝑢𝑘
2 =
𝑄𝑒𝑣𝑎𝑝 (𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙𝑝𝑦) 𝑚𝑢𝑘 . 1
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
10
Dari parameter – parameter perhitungan tersebut dikorelasikan dengan persamaan Gordon Taylor untuk menghitung temperatur transisi gelas dan moisture content yang divariasikan. Sedangkan temperatur produk (𝑇2 ) dapat ditentukan dengan melihat diagram psikrometrik dari kelembaban udara masuk dengan titik enthalpy nya. 4. Analisa Data Eksperimen Dari hasil percobaan dengan kombinasi variasi-variasi parameter pengeringan yang telah dijelaskan sebelumnya didapatkan data-data eksperimen yang berupa laju aliran massa, tekanan kompresor aliran bahan, temperatur kelembaban udara, tekanan aliran fluida di manometer, temperatur pengeringan dan laju aliran udara di blower. Parameter – parameter tersebut divariasikan dengan temperatur gelas transisi dengan temperatur produk. Laju alir massa dan tekanan yang konstan maka temperatur pengeringan akan rendah saat laju alir udara yang diberikan tinggi. Pada laju alir massa bahan yang sama, temperatur minimum pengeringan akan rendah sekali bila rasio kelembaban udaranya juga rendah, begitupun sebaliknya. Ini disebabkan pada rasio kelembaban udara yang rendah terjadi perpindahan massa air dari bahan ke udara karena sifat diffusitas massanya. Hanya dibutuhkan sedikit kalor saja untuk membantu proses pengeringan, sehingga temperatur minimum pengeringan menjadi rendah. Laju alir massa dan tekanan yang konstan maka temperatur pengeringan akan rendah saat laju alir udara yang diberikan tinggi. Aliran bahan sangat berpengaruh untuk ukuran droplet. Aliran bahan yang rendah ukuran droplet kecil. Pada grafik diatas dapat dijelaskan bahwa 25% maltodextrin masih belum memenuhi untuk ditambahkan ke dalam tomat karena posisi 𝑇2 nya ada diatas Tg yang berarti membutuhkan maltodextrin lebih banyak atau lebih 25% maltodextrin untuk meningkatkan nilai Tg-nya dikarenakan dengan parameter pengeringan tersebut partikel itu masih lengket, solusi lainnya adalah menaikkan temperatur pengeringan dan menambah aliran udara di blower, hanya saja dengan menaikkan aliran udara, produk yang didapatkan lebih sedikit karena losses pada saluran buang di siklon tetapi partikel dapat cepat kering dengan temperatur pengeringan yang lebih rendah. Kondisi saat partikel mengering secara jelas ditunjukkan oleh grafik tetapi kenyataan yang terjadi pada saat penelitian partikel padat namun Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
11
lengket di ruang pengering. Dengan aliran udara yang dihasilkan oleh blower rendah maka (Tg) juga rendah begitupula sebaliknya. Semakin tinggi kandungan gula pada tomat maka Tg nya rendah, maka dari itu perlu ditambahkan maltodextrin sebagai zat pengikat untuk mengurangi kadar gula dan meningkatkan Tg nya agar tidak lengket[13]. Dikarenakan temperatur produk dari tomat jauh diatas temperatur transisi gelas maka tomat sukar untuk dikeringkan karena lengket. Dengan penambahan maltodextrin diharapkan terjadi peningkatan pada temperatur transisi gelas nya dan mengurangi kelengketan pada bahan. menaikkan temperatur pengeringan dan menambah aliran udara di blower, hanya saja dengan menaikkan aliran udara, produk yang didapatkan lebih sedikit karena losses pada saluran buang di siklon tetapi partikel dapat cepat kering dengan temperatur pengeringan lebih rendah. Grafik temperatur transisi gelas terhadap temperatur pengeringan produk dengan moisture content tomat yang berbeda dapat dilihat berikut ini.
Temperatur (°C)
1rpm; dp 10°C; 0,00475 m³/s 15 10 5 0 -50,746 -10 -15 -20 -25
T2 Tg 0,747
0,748
0,749
0,75
moisture content (kg/kg)
Grafik 4.1 Tg flow bahan rendah dengan debit udara terendah 1rpm; dp 10°C; 0,00974 m³/s
Temperatur (°C)
0 -50,743
0,744
0,745
0,746
0,747
-10
T2
-15
Tg
-20 -25
Moisture content (kg/kg)
Grafik 4.2 Tg flow bahan rendah dengan debit udara tertinggi
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
12
1rpm; dp 17°C; 0,00475 m³/s Tg
Temperatur (°C)
10
T2
5 0 -5 0,74
0,745
0,75
-10 -15 -20 -25
Moisture Content (kg/kg)
Grafik 4.3 Tg dew point tinggi dengan debit udara terendah 1rpm; dp 17°C; 0,00974 m³/s Temperatur (°C)
0 -50,738
0,739
0,74
0,741
0,742
-10
T2
-15
Tg
-20 -25
Moisture Content (kg/kg)
Grafik 4.4 Tg dew point tinggi dengan debit udara tertinggi
Temperatur (°C)
2rpm; dp 10°C; 0,00475 m³/s 15 10 5 0 -50,748 -10 -15 -20 -25
Tg T2
0,75
0,752
Moisture content (kg/kg)
Grafik 4.5 Tg flow bahan besar dengan debit udara terendah 2rpm; dp 10°C; 0,00974 m³/s
Temperature (°C)
15
T2
10
Tg
5 0 -50,747 -10
0,748
0,749
0,75
0,751
-15 -20 -25
Moisture Content (kg/kg)
Grafik 4.6 Tg flow bahan besar dengan debit udara tertinggi Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
13
2rpm; dp 17°C; 0,00475 m³/s
Temperatur (°C)
5 0 -5 0,74
0,744
0,748
-10
0,752 T2
-15
Tg
-20 -25
Moisture Content (kg/kg)
Grafik 4.7 Tg dew point tinggi dengan Debit Udara Terendah 2rpm; dp 17°C; 0,00974 m³/s Temperature (°C)
0 0,744 -5
0,745
0,746
0,747
-10
0,748
Tg
-15
T2
-20 -25
Moisture content (kg/kg)
Grafik 4.8 Tg dew point tinggi dengan Debit Udara Tertinggi
Pada grafik juga terlihat bahwa temperatur pengeringan produk (𝑻𝟐 ) apabila diatas dari temperatur transisi gelas maka dipastikan bahan tersebut masih lengket dan basah. Namun jika temperatur pengeringan produk dibawah dari temperatur transisi gelas maka partikel droplet/bahan kering[14]. Temperatur minimum pengeringan bergantung juga laju alir massa bahan yang akan dikeringkan. Jika laju alir massa bahan tinggi maka pengeringan juga tinggi dan sebaliknya. Sudah umum kita ketahui bahwa temperatur minimum pengeringan meningkat sejalan dengan penambahan laju alir massa bahan yang dikeringkan, karena dibutuhkan energi lebih untuk mengeringkan massa bahan yang lebih banyak. Secara umum bahwa temperatur transisi gelas (Tg) yang rendah menambah kelengketan pada partikel[15]. Untuk meningkatkan Tg dengan penambahan maltodextrin. Dari grafik pengujian apabila tidak ditambahkan maltodextrin akan membutuhkan temperatur pengeringan yang lebih tinggi karena Tg dari maltodextrin berfungsi juga untuk mengurangi temperatur maksimum pengeringan, jadi temperatur produk yang dibutuhkan untuk pengeringan bisa serendah mungkin apabila ditambahkan maltodextrin untuk meningkatkan nilai Tg-nya, selain juga mengurangi kelengketan pada partikel bahan. Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
14
Kesimpulan Dari hasil penelitian pengering semprot tomat dengan pertimbangan maltodextrin dikorelasikan terhadap
temperatur gelas transisi dan kelengketan,
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Temperatur produk diatas Tg maka partikel bahan lengket
2.
Temperatur produk dibawah Tg maka partikel bahan kering.
3.
Penambahan maltodextrin sebagai pengikat kadar gula dalam tomat berfungsi meningkatkan Tg untuk mengurangi kelengketan.
4.
Aliran bahan yang rendah serta flow udara yang tinggi dengan kelembaban yang rendah mempercepat proses pengeringan dan rasio temperatur pengeringan minimum.
Saran Adapun beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1. Proses pengambilan data untuk temperatur transisi gelas dan kelengketan sebaiknya dilakukan dengan pengukuran menggunakan alat DSC dan SEM agar dapat dibandingkan hasilnya dan data akuisisinya lebih akurat serta presisi. 2. Agar hasil produk baik sebaiknya kondisi ruang tidak lembab 3. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya tentang visualisasi droplet mengalami kelengketan pada saat temperatur transisi gelas. 4. Dimensi dari chamber sebaiknya dibuat lebih besar ukuran diameternya agar partikel tidak lengket pada dindingnya dan penambahan lagi cyclone untuk menghindari
produk
tidak
losses
serta
banyak
terbuang
keluar.
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
15
Referensi
1.
Schuck, P.(1990). Advances in Dairy Ingredients. John Wiley & Sons, Inc. and the Institute of Food Technologists.
2.
D. Chiou, T.A.G. Langrish. (2007). The effect of temperature on the crystallinity of lactose powders produced by spray drying. School of Chemical and Biomolecular Engineering, The University of Sydney, Sydney, NSW 2006, Australia
3.
Goula Athanasia M, Adamopoulos. Konstantinos G. (2004). Spray drying of tomato pulp in dehumidified air: I. The effect on product recovery. Department of Chemical Engineering, School of Engineering, Laboratory of Food Process Engineering, Aristotle University of Thessaloniki, 541 24 University Campus, Thessaloniki, Greece
4.
Vinh Truong, Bhesh R. Bhandari, Tony Howes. (2004). Optimization of cocurrent spray drying process of sugar-rich foods. Part I—Moisture and glass transition temperature profile during drying. The University of Agriculture and Forestry, HCM city, Vietnam.
5.
Lee Woun Tan, Mohd. Nordin Ibrahim. (2011). Empirical modeling for spray drying process of sticky and non-sticky products. Faculty of Engineering, Universiti Putra Malaysia, Selangor, Malaysia.
6.
Zhongxiang Fang. (2012). Comparing the efficiency of protein and maltodextrin on spray drying of bayberry juice. Zhejiang University, Hangzhou, 310058, China.
7.
Athanasia M. Goula, Thodoris D. Karapantsios. (2007). Water sorption isotherms and glass transition temperature of spray dried tomato pulp. School of Chemistry, Aristotle University, 541 24 Thessaloniki, Greece.
8.
Wei Wang. Effect of maltodextrins on water adsorption and glass transition of spray dried soy sauce powders. Department of Chemistry, National University of Singapore.
9.
N, Shah. Effect of Glass Transition Temperature on Sticky Point and Agglomeration- a review. College Of Food Processing Technology & Bio Energy, Anand Agriculture University.
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013
16
10. Wilai Sonthipermpoon. (2006). Effect of Maltodextrin on Glass Transition Temperature and Water Activity of Production Banana Flake. Faculty of AgroIndustry, Kasetsart University, Bangkok 10900, Thailand. 11. Telis, V.R.N. (2001). Glass transitions for freeze-dried and air-dried tomato. Universidade Estadual Paulista, 15054-000, Sao Jose do Rio Preto, SP, Brazil. 12. B. Adhikari, T. Howes, D. Lecomte, B.R. Bhandari. (2004). A glass transition temperature approach for the prediction of the surface stickiness of a drying droplet during spray drying. Campus Jarlard-Route de Teillet, 81013 Albi CT Cedex 09, France; School of Engineering, The University of Queensland, St. Lucia, QLD 4072, Australia. 13. Turchiuli, C. (2010). Evolution of particle properties during spray drying in relation with stickiness and agglomeration control. UMR GenIAl 1145, Agroparistech, Massy, F-91744, France. 14. Peng Zhu; Serge Méjean. (2011). Prediction of dry mass glass transition temperature and the spray drying behaviour of a concentrate using a desorption method. Agrocampus Ouest, UMR1253, F-35000 Rennes, France. 15. Abbas, K.A. (2010). The Significance of Glass Transition Temperature in Processing of Selected Fried Food Products: A Review. Department of Food Technology, Faculty of Food Science and Technology, Universiti Putra Malaysia 43400 Serdang, Selangor, Malaysia. 16. ASHRAE, (1997). Ashrae Handbook : Fundamentals. ASHRAE,Inc. 17. Cengel,
Yunus
A.,
Michael
A.
Boles .(2002).
Thermodynamics
an
Engineering Approach Fourth Edition International Edition. McGraw-Hill, Third-Edition. 18. Holman, J.P.(1976). Heat Transfer, fourth ed., Tokyo : McGraw-Hill. (1984). Metode Pengukuran Teknik, Jakarta: Penerbit Erlangga. 19. Moran, Michael.J, dan Shapiro, Howard.N. (2004). Termodinamika. Jakarta: Penerbit Erlangga. 20. Mujumdar, Arun S.(2006). Handbook of Industrial Drying. Taylor & Francis Group. 21. Tokyo Meter. Co, Operation manual Water to Air Heat Transfer. Tokyo
Universitas Indonesia
Analisa temperatur ..., Wuwut Riza Fauli, FT UI, 2013