1
Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak — Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda bentuk, geometri, ukuran dan kedalamannya. Perbedaan geometri dan ukuran korosi atau cacat yang terjadi di dalam pipa akan mempengaruhi kondisi tegangan pipa. Selain bentuk dan ukuran korosi, jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi tegangan pada pipa. Dua korosi atau dengan jarak yang berdekatan, akan dianggap sebagai sebuah kesatuan korosi karena terjadi interaksi antara keduanya. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa, serta jarak maksimum sampai tidak terjadi interaksi, maka dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai hal tersebut. Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisa numerik pada sebuah pipa yang terkena korosi. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa serta mendapatkan jarak antar korosi maksimum sampai tidak terjadi interaksi. Analisa ini menggunakan beberapa variasi yaitu variasi bentuk korosi dan kedalaman korosi. Korosi dimodelkan dalam bentuk limas persegi. Variasi kedalaman korosi adalah 20%, 50% dan 80% dari tebal pipa. Hasil analisa yang didapat adalah jarak maksimum sampai tidak terjadi interaksi yaitu, untuk korosi berbentuk limas persegi dengan kedalaman 1.9 mm pada arah longitudinal adalah sejauh 77.78 mm sedangkan pada arah circumferential sejauh 61.87 mm dengan nilai tegangan sebesar 124 MPa, korosi dengan kedalaman 4.75 mm jarak pada arah longitudinal sejauh 110.99 mm sedangkan arah circumferential sejauh 113.08 mm dengan nilai tegangan sebesar 171 MPa, dan korosi dengan kedalaman 7.6 mm jarak pada arah longitudinal adalah sejauh 129.20 mm, sedangkan pada arah circumferential sejauh 114.84 mm dengan nilai tegangan sebesar 275 MPa. Dari analisa yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa interaksi antar korosi akan mengakibatkan tegangan pada pipa menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan tegangan akibat single corrosion. Kata kunci: Interaksi Kedalaman Korosi, Jarak Longitudinal, Circumfarential.
Antar Antar
Korosi, Korosi,
I. PENDAHULUAN Korosi dapat diartikan sebagai proses kembalinya suatu material kepada bentuk aslinya[1]. Pembebanan selama pipa beroperasi akan mempercepat perkembangan korosi. Pada dasarnya, beban yang bekerja dalam pengoperasian pipeline terbagi menjadi dua, yaitu environmental load dan functional load[2]. Beban-beban ini akan mengakibatkan pipa mengalami berbagi kondisi. Agar pipa tidak mengalami kegagalan ketika beroperasi, maka diperlukan analisa yang mendalam saat tahap perancangan. Salah satu jenis korosi yang paling sering terjadi dan paling berbahaya adalah korosi sumuran atau pitting corrosion. Pitting corrosion yang menyerang pipa akan membuat kekuatan pipa berkurang jika dibandingkan dengan sebelum terjadi korosi. Pembebanan yang diberikan pada pipa juga harus disesuaikan dengan kekuatan maksimum yang dapat diterima pipa. Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda bentuk geometri, ukuran dan kedalamannya. Perbedaan geometri dan ukuran korosi atau cacat yang terjadi di dalam pipa akan mempengaruhi kondisi pipa. Akibat yang ditimbulkan oleh korosi dengan ukuran kecil dan dangkal, akan berbeda dengan korosi berukuran besar dan dalam. Untuk mencegah kegagalan, maka diperlukan penggantian atau perbaikan pipa jika korosi sudah mencapai ukuran dan kedalaman maksimumnya.
2 Selain bentuk dan ukuran korosi, jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi tegangan pada pipa. Dua korosi dengan jarak yang dekat, dapat dianggap sebagai satu kesatuan korosi karena adanya interaksi antara keduanya. Tegangan yang dihasilkan juga akan berbeda jika dibandingkan dengan korosi yang jaraknya jauh atau single defect II. URAIAN PENELITIAN A. Korosi Korosi didefinisikan sebagai perusakan suatu material karena bereaksi dengan lingkungannya. Korosi dapat juga diartikan sebagai proses kembalinya logam pada bentuk aslinya. Korosi adalah proses alam yang tidak dapat dicegah, tetapi dengan kemajuan teknologi korosi dapat dikendalikan sehingga dapat mengurangi kerugian serta dampak lain yang ditimbulkan. B. Hoop Stress Hoop stress atau tegangan tangensial adalah tegangan yang searah dengan garis singgung penampang pipa. Hoop stress terjadi karena adanya tekanan internal yang diakibatkan oleh aliran fluida dalam pipa. Untuk menghitung nilai hoop stress dapat menggunakan persamaan berikut[3]: σh = (1) dimana, σh : Hoop Stress, (MPa) P : Tekanan, (N/m2) D : Diameter Pipa, (m) t : tebal dinding pipa, (m) C. Longitudinal Stress Longitudinal stress adalah tegangan yang searah dengan panjang pipa. Longitudinal stress merupakan penjumlahan dari tegangan aksial (axial stress), tegangan tekuk (bending stress), dan tegangan tekan (pressure stress) yang terjadi pada pipa[4]. a. Tegangan aksial (axial stress) Merupakan tegangan yang terjadi akibat adanya gaya Fax yang bekerja searah dengan sumbu pipa. Tegangan aksial dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: σax = (2) Fax = P × Ai
(3)
Ai =
(4)
Am = (5) dimana, σax : Longitudinal Stress akibat gaya aksial, (Mpa); Fax : Gaya aksial (N);
Ai Am OD ID
area (m2) : cross sectional area of pipe (m2); : diameter luar pipa (m); : Diameter dalam pipa (m)
: Internal
b. Tegangan Tekuk (Bending Stress) Merupakan tegangan yang ditimbulkan oleh momen di ujung-ujung pipa. Bending stress dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: σb = (6) dimana, σb : Longitudinal stress akibat bending moment (MPa) Mb : Momen bending pada cross-section (Kg.m); Z : Section modulus dari pipa (m2); c. Tegangan Tekan (Pressure Stress) Merupakan tegangan yang terjadi akibat adanya gaya tekan internal (P) yang bekerja pada dinding pipa searah sumbu pipa. Pressure stress dapat dinyatakan dalam persamaan: σp = (7) dimana, σp : Longitudinal stress akibat pressure (MPa) P : Pressure (MPa); OD : Outside diameter (m); t : Tebal dinding pipa (m) Longitudinal Stress pada dasarnya merupakan penjumlahan dari ketiga tegangan diatas. Sehingga dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut: σL = (8) D. Tegangan Von Mises Untuk mendapatkan tegangan von mises dapat menggunakan persamaan berikut: σv = σ σ σ σ (9) III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan Tegangan pada Pipa Dari perhitungan manual yang telah dilakukan, didapatkan nilai tegangan hoop stress, longitudinal stress, dan von mises stress. Nilai tegangan yang didapat ini nantinya akan dibandingkan dengan nilai tegangan hasil analisa numerik. Berikut ini adalah hasil perhitungan manual yang telah dilakukan: Tabel 1. Hasil Perhitungan Tegangan
Parameter Hoop stress Longitudinal stress Von mises stress
Nilai 72,10 70,84 71,45
Satuan MPa MPa MPa
3 B. Pemodelan Korosi Berbentuk Limas Persegi pada Pipa Korosi dimodelkan berbentuk limas dengan tiga vaariasi kedalaman, yaitu 20%, 50% dan 80% dari tebal dinding pipa.
Gambar 4. Distribusi Tegangan di Sekitar Korosi pada Arah Longitudinal
Gambar 1 (a). Korosi pada Pipa; (b)Korosi pada Pipa Tampak Atas
i.
Kedalaman 20% Setelah memodelkan pipa, maka dilakukan meshing sensitivity untuk mendapat nilai tegangan pada pipa. berikut ini adalah grafik meshing sensitivity yang dihasilkan:
Gambar 5. Distribusi Tegangan di Sekitar Korosi pada Arah Circumfarential
Gambar 2. Grafik Meshing Sensitivity
Setelah mendapatkan tegangan pada single corrosion yaitu sebesar 124 MPa, kemudian memodelkan korosi kedua untuk mengetahui pengaruh interaksi antar korosi dan jarak maksimum agar tidak terjadi interaksi antar korosi pada arah longitudinal dan circumferential. Pada korosi dengan kedalaman 20% dari tebal pipa didapatkan jarak maksimum agar tidak terjadi interaksi sejauh 77,78 mm pada arah longitudinal. Sedangkan pada arah circumferential, didapatkan jarak sejauh 61,87 mm dengan distribusi tegangan sebagai berikut:
Gambar 3. (a). Tegangan pada Pipa; (b). Tegangan pada Korosi
Setelah mendapat nilai tegangan yang mulai stabil, maka dibuat path untuk mengetahui distribusi tegangan pada korosi pada arah longitudinal dan circumferential.
Gambar 6. Distribusi Tegangan Double Corrosion dengan Jarak 77,78 mm (arah longitudinal)
4 Berikut ini adalah kondisi tegangan pada pipa setelah dilakukan meshing sensitivity:
Gambar 7. (a) Kondisi Tegangan pada Pipa yang Terkorosi; (b) Tegangan pada Daerah Korosi (Tampak Atas) Gambar 11. (a). Tegangan pada Pipa; (b). Tegangan pada Korosi
Berikut ini adalah distribusi tegangan pada korosi:
Gambar 8. Distribusi Tegangan Double Corrosion dengan Jarak 61,87mm (arah circumfarential)
Gambar 12. Distribusi Tegangan di Sekitar Korosi pada Arah Longitudinal
Gambar 9. (a) Kondisi Tegangan pada Pipa yang Terkorosi; (b) Tegangan pada Daerah Korosi (Tampak Atas)
ii. Kedalaman 50% Berikut ini adalah grafik mesing sensitivity yang telah dilakukan untuk korosi dengan kedalaman 50% dari tebal pipa: Gambar 13. Distribusi Tegangan di Sekitar Korosi pada Arah Circumfarential
Gambar 10. Grafik Meshing Sensitivity
Dari grafik di atas dapat diketahui tegangan maksimum pada pipa adalah sebesar 171 MPa.
Setelah mendapatkan tegangan pada single corrosion yaitu sebesar 171 MPa, kemudian memodelkan korosi kedua untuk mengetahui pengaruh interaksi antar korosi dan jarak maksimum agar tidak terjadi interaksi antar korosi pada arah longitudinal dan circumferential. Pada arah longitudinal, jarak maksimum agar tidak terjadi interaksi adalah sejauh 110,99 mm. Sedangkan arah circumferential sejauh 113,08 mm, dengan distribusi tegangan sebagai berikut:
5 iii. Kedalaman 80% Hasil meshing sensitivity untuk korosi dengan kedalaman 7,6 mm adalah:
Gambar 14. Distribusi Tegangan Double Corrosion dengan Jarak 110,99 mm (arah longitudinal) Gambar 18. Grafik Meshing Sensitivity
Gambar 15 (a) Kondisi Tegangan pada Pipa yang Terkorosi; (b) Tegangan pada Daerah Korosi (Tampak Atas)
Gambar 19. (a). Tegangan pada Pipa; (b). Tegangan pada Korosi
Berikut ini adalah distribusi tegangan pada korosi:
Gambar 16. Distribusi Tegangan Double Corrosion dengan Jarak 113,08 mm (arah circumfarential) Gambar 20. Distribusi Tegangan di Sekitar Korosi pada Arah Longitudinal
Gambar 17. (a) Kondisi Tegangan pada Pipa yang Terkorosi; (b) Tegangan pada Daerah Korosi (Tampak Atas) Gambar 21. Distribusi Tegangan di Sekitar Korosi pada Arah Circumfarential
6
Dari grafik diatas dapat diketahui tegangan maksimum terjadi pada korosi dengan kedalaman 80% dari tebal pipa adalah 275 Mpa. Selanjutnya adalah memodelkan korosi kedua untuk mengetahui pengaruh interaksi antar korosi dan jarak maksimum agar tidak terjadi interaksi antar korosi pada arah longitudinal dan circumferential. Pada arah longitudinal, jarak maksimum agar tidak terjadi interaksi adalah sejauh 129,20 mm. Sedangkan arah circumferential sejauh 114,84 mm, dengan distribusi tegangan sebagai berikut:
Gambar 25. (a) Kondisi Tegangan pada Pipa yang Terkorosi; (b) Tegangan pada Daerah Korosi (Tampak Atas)
IV. KESIMPULAN
Gambar 22. Distribusi Tegangan Double Corrosion dengan Jarak 129,20 mm (arah longitudinal)
Gambar 23. (a) Kondisi Tegangan pada Pipa yang Terkorosi; (b) Tegangan pada Daerah Korosi (Tampak Atas)
Dari analisa yang telah dilakukan, dapat disimpulkan: 1. Interaksi antar korosi mengakibatkan tegangan yang terjadi pada pipa menjadi semakin meningkat jika dibandingkan dengan single corrosion. Hal ini terjadi karena dua korosi yang saling berinteraksi tersebut menjadi satu kesatuan korosi yang berukuran lebih besar dan menghasilkan tegangan yang lebih besar juga. 2. Pada korosi jamak dengan bentuk limas persegi, jarak minimal agar tidak terjadi interaksi tegangan antar korosi adalah: Untuk kedalaman 1,9 mm sejauh 77,78 mm pada arah longitudinal dan 61,87 mm pada arah circumferential. Untuk kedalaman 4,75 mm sejauh 110,99 mm pada arah longitudinal dan 113,08 mm pada arah circumferential. Untuk kedalaman 7,6 mm sejauh 129,20 mm pada arah longitudinal dan 114,84 mm pada arah circumferential. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik dan. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
Gambar 24. Distribusi Tegangan Double Corrosion dengan Jarak 114,84 mm (arah circumfarential).
[4]
Supomo, Heri, 2003. Buku Ajar Korosi. Jurusan Teknik Perkapalan FTK – ITS Surabaya J.P. Kenny & Partner Ltd,. 1993. Structural Analysis of Pipeline Span. HSE Books. USA ASME B31.3 th.1999. Process Piping, American Society for Mechanical Engineering; New York. Kannappan Sam, P.E. 1986. Introduction to Pipe Stress Analysis. John Wiley & Sons.Inc., U.S.A.