ANALISA RESIKO SOSIAL PADA JALUR PIPA LNG TELUK BENOA BALI Nur Hayati*, Ir. Dwi Priyanta M.SE,**, Prof. Dr. Ketut Buda Artana, S.T., M.Sc.** *)Mahasiswa Teknik Sistem Serkapalan. **) Dosen Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Abstrak Penelitian ini membahas tentang proses desain pipa gas serta analisa resiko sosial pada jalur pipa gas alam dari Terminal Regasifikasi LNG di Pelabuhan Teluk Benoa, menuju PLTG, yang direncanakan akan dibangun di lokasi PLTD Pesanggaran, Bali. Desain Pipa akan melewati lokasi-lokasi pemukiman yang telah disegmentasi berdasarkan kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan. Material Pipa telah didapatkan melalui serangkaian tahapan perhitungan sehingga dipilih spesifikasi API 5L X52 seamless steel dengan diameter dalam 22 inch, diameter luar 24 inch, serta ketebalan 0.969 inch. Analisa Resiko yang dilaksanakan menggunakan pendekatan Quantitative Risk Assessment dan metode Event Tree untuk identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul. Kemudian simulasi konsekuensi yang mungkin timbul pada masing-masing segmen disepanjang jalur pipa gas juga telah dibangun menggunakan ShellFRED dengan fokus analisa pada peristiwa Jet Fire dan Explosion akibat kebocoran dan pecahnya pipa gas. Dari simulasi tersebut diperoleh hasil bahwa jalur pipa tersebut relatif aman jika terjadi bocor dan pecah. Hasil tersebut disajikan dalam kurva FN dan hanya pada koneskuensi Jet Fire dengan lubang 0.3 m dan Explosion saja yang diperlukan beberapa mitigasi. Kata Kunci: Desain pipa gas, Resiko Sosial, Jet Fire, Explosion, FN Curve
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit listrik di Bali masih belum mencukupi kebutuhan energi listrik di Bali sehingga masih mengandalkan suplai tambahan dari pembangkit-pembangkit yang berada di pulau jawa. Karena itu PLN berinisiatif untuk menyuplai kebutuhan listrik di Bali secara mandiri salah satu cara yang digunakan adalah mendapatkan bahan bakar gas dari Ladang Tangguh ke Bali sehingga Bali membutuhkan terminal penerima LNG untuk bongkar muat yang kemudian LNG diubah ke dalam bentuk Gas Alam Murni dan dialirkan ke PLTG Pesanggaran Bali. Pemilihan letak terminal penerima dan Unit Regasifikasi LNG yang paling optimal adalah pada Teluk Benoa Bali karena letaknya yang dekat dengan PLTG Pesanggaran sehingga distribusi Gas Alam lebih ekonomis dengan menggunakan pipeline dibandingkan dengan sistem distribusi yang lain.
Jalur pipa Gas Alam dari pelabuhan ke terminal penerima ke PLTG Pesanggaran Bali direncanakan mengikuti jalur pipa minyak solar untuk PLTD di lokasi yang sama dan dapat dipastikan melewati pemukiman penduduk sehingga bila terjadi kecelakan akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik itu materiil maupun korban jiwa. Oleh karena itu untuk meminimalkan resiko tersebut perlu diadakan studi teknis dahulu mengenai penyebab-penyebab dan risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi, juga seberapa besar kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat terjadi dan juga seberapa besar bahaya yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada sepanjang jalur pipa di pelabuhan, hingga ke PLTG Pesanggaran tersebut. Untuk menganalisa resiko-resiko dari desain jalur pipa yang direncanakan, dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mendesain jalur pipa sesuai kebutuhan Pembangkit di PLTG serta menampilkan risk 23
assessment untuk melihat risiko yang di timbulkan oleh desain pipeline tersebut terhadap lingkungan dan terutama kepada keselamatan jiwa penduduk sekitar. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengelolaan resiko yang dianjurkan untuk meminimalkan resiko kematian. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan pokok pada penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana mendesign jalur pipa Gas alam antara terminal penerima dan Regasifikasi LNG ke PLTG Pesanggaran 2. Bagaimana mengaplikasikan risk assessment pada segmen-segmen pipa di jalur operasi dari terminal penerima dan unit regasifikasi di pelabuhan Teluk Benoa, menuju PLTG Pesanggaran 3. Risiko apa saja yang akan terjadi pada jalur pipa yang telah didesain. 4. Bagaimana tingkat fatalitas dan toleransi dari masing-masing segmen pipa untuk skenario Jet fire dengan size holes 0.0025 inch, 0.1inch, dan 0,3 inch, Explosion, dan Dispersion. 5. Apa saja rekomendasi yang akan diberikan dari hasil societal risk assessment terhadap jalur pipa Gas Alam tersebut terkait dengan risiko yang terjadi. 1.3. Batasan Masalah Untuk menegaskan dan lebih memfokuskan permasalahan yang akan dianalisa dalam penelitiaan skripsi ini, maka akan dibatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Risiko-risiko yang akan diukur adalah risiko tentang Jet fire, Explosion dan Dispersion pada jalur pipa Gas Alam saat distribusi sedang berlangsung. 2. Jalur pipa pada penulisan skripsi ini Didesain mengikuti Jalur Pipa Bahan Bakar Pelabuhan Benoa – PLTD
Pesanggaran dan di bagi menjadi beberapa segmentasi berdasarkan kepadatan penduduk 3. Design yang di lakukan hanya pada jalur pipa dari terminal penerima dan unit regasifikasi LNG ke PLTG Pesanggaran 4. Letak Pemilihan Terminal Penerima dan Unit Regasifikasi LNG adalah mengacu pada penelitian sebelumnya. 1.4. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dari skripsi ini antara lain: 1. Mendapatkan design pipelines jalur distribusi Gas Alam dari terminal penerima dan regasifikasi LNG ke PLTG Pesanggaran Bali 2. Mendapatkan nilai-nilai risiko dari risk assessment pada jalur pipa LNG 3. Mendapat nilai fatalitas dan toleransi dari masing-masing segmentasi jalur pipa berdasarkan simulasi masing-masing konsekuensi 4. Mendapatkan rekomendasi dari societal risk assessment yang telah di lakukan 1.5. Manfaat Penulisan Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membahayakan pada proses distribusi gas melalui jalur pipa gas alam dan risikorisiko apa saja yang dapat terjadi pada sepanjang jalur pipa gas tersebut. 2. Mengetahui seberapa besar bahaya yang dapat ditimbulkan akibat beroperasinya jalur pipa distribusi gas di daerah Teluk Benoa, Bali, sehingga dapat dijadikan dasar kewaspadaan pihak-pihak yang berkepentingan
24
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Gambar 2.1 Pulau Bali Beban listrik di Bali saat ini sekitar 600 MW, dengan pertumbuhan normal 7% setiap tahunnya Berdasarkan data PLN Bali, pasokan listrik di Pulau Dewata sebesar 620 MW saat ini diperoleh dari kabel bawah laut (200 MW), PLTG Gilimanuk (130 MW), PLTG Pemaron (135 MW), dan PLTG Pesanggaran 155 MW. Beban puncak rata-rata pada siang hari mencapai 440 MW. Sedangkan untuk malam hari, ada kekurangan daya sampai 37,5 MW. Kekurangan itu membuat sejumlah daerah di Bali masih terkena pemadaman bergilir, terakhir terjadi pada Maret 2011. II.2 Risk Assessment Risk assessment merupakan suatu cara pengujian risiko dengan cara mengidentifikasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dan memberikan sebuah nilai bahaya dalam skala tertentu. Di dalam sebuah risk assessment dilakukan juga identifikasi terhadap faktor penyebab dari setiap kejadian, dimana terdapat beberapa macam faktor yang mungkin terjadi.
Pengertian daerah ALARP (As Low As Reasonably Practicable) merupakan perbatasan antara risiko itu dapat diterima atau tidak, akan tetapi masih dapat diterima dan merupakan batas minimal suatu risiko untuk dapat diterima [8]. Upaya pengurangan dari risiko harus diimbangi dengan analisa biayanya. Apabila perkiraan risiko masih tidak dapat diterima, maka usaha untuk mengurangi risiko dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu diantaranya: 1. Mengurangi frekuensi 2. Mengurangi konsekuensi, atau 3. Sebuah kombinasi dari keduanya.
II.3 Risiko (Risk) Risiko didefinisikan sebagai probabilitas dari suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian dan besarnya potensi kerugian itu [6]. Secara umum dari risiko sering diekspresikan sebagai hubungan matematis antara kemungkinan kejadian dengan konsekuensi yang dihadapinya: Risiko = (kemungkinan kejadian) x (konsekuensi kejadian) Risiko = Probabilitas x Konsekuensi Risiko harus diusahakan agar sekecil mungkin (berada pada zona hijau dan Perhitungan pengurangan frekuensi harus diprioritaskan sebelum perhitungan pengurangan konsekuensi. Intolerable region
The ALARP or tolerable region (risk is undertaken for benefit received)
Acceptable region-no need detail working to justify ALARP
Risk can not be justified save in extraordinary circumstances Tolerable if only risk reduction is impracticable or its cost is grossly disproportionate to the improvement gain Tolerable if cost of reduction would exceed the improvement gain
Necessary to maintain assurance that risk remains at this level
Gambar 2.2. Kriteria Penerimaan Risiko Proses dari analisa risiko ini terdiri dari empat langkah dasar antara lain[7]: 25
1. 2. 3. 4.
Identifikasi Bahaya (Hazard) Perkiraan Frekuensi Perkiraan Konsekuensi Evaluasi Risiko
II.4 Hazard Hazard atau potensi bahaya didefinisikan sebagai karakteristik atau kelompok karakteristik yang memberikan potensi kerugian secara spesifik. Kerugian yang dimaksud antara lain Mudah Terbakar (Flammability) dan toksisitas (Toxicity) Beberapa metodologi yang tersedia untuk mengidentifikasi bahaya dan ancaman dalam cara yang formal dan terstruktur. Metodemetode tersebut diantaranya adalah HAZOP (Hazard and Operability), Analisa Event-Tree, dan Analisa Fault-Tree dan lain-lain[6]. II.5 Konsekuensi Konsekuensi menunjukkan kehilangan dari sesuatu hal. Banyak aspek potensi kerugian yang mudah diukur. Dalam ledakan kita bisa mengukur kerugian seperti bangunan rusak, kendaraan, dan properti lainnya; biaya gangguan layanan, biaya produk hilang; biaya dari pembersihan, dan sebagainya. Konsekuensi kadang-kadang dikelompokkan ke dalam kategori langsung dan tidak langsung, di mana biaya langsung termasuk properti kerusakan. II.6 Konsekuensi Pada Jalur Pipa gas Konsekuensi yang terjadi pada jalur pipa gas antara lain Jet Fire, Dispersion, dan Explosion. II.6.1 Jet Fire Jet Fire adalah suatu peristiwa pada pipa Gas yang disebabkan gas atau fluida yang berada dalam kondisi termampatkan dari tangki penyimpanan atau saluran pipa, material-material yang terkandung akan keluar dari lubang akan membentuk semburan gas atau cairan dan bercampur dengan udara. Dalam bentuk gas, jika gas yang mudah terbakar bertemu dengan sumber letupan yang kemudian menjadikan gas tersebut berada
pada konsentrasi yang mudah terbakar (ignition) maka akan terbentuk Jet Fire atau semburan api.
Gambar 2.3 Jet Fire II.6.2 Gas dispersion Gas dispersion merupakan penyebaran gas yang mungkin terjadi pada Pipa Gas karena kebocoran pada permukaan pipa dan dapat menyebabkan kontaminasi gas di udara serta menyebar tergantung pada kondisi udara di sekitar pipa.
Gambar 2.4 gas dispersion Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran gas tersebut antara lain suhu udara, kecepatan angin, arah angin, dan kelembapan. Gas dispersion akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya jika kontaminasi dari gas telah melampaui batas yang dapat mengganggu pernapasan manusia. Jika hal tersebut terjadi maka akan mengakibatkan kematian pada manusia yang menghisap gas tersebut dalam waktu beberapa lama. Hal tersebut dikarenakan kurangnya oksigen yang bisa dihirup manusia dan juga kandungan berbahaya pada gas yang dapat membuat manusia menjadi lemas.
26
II.6.3 Explosion Jika terjadi pelepasan gas dari pipa gas ke udara dapat terjadi beberapa kemungkinan bahaya antaranya jetfire, explosion, flash fire dan gas dispersion.
Gambar 2.6 Kurva FN dengan Standar DNV
Gambar 2.5 Explosion II.7 Societal Risk assessment Societal risk menimbang besar risiko kerja suatu sistem dengan mempertimbangkan kemungkinan fatalities yang terjadi. Tidak hanya kejadian yang tidak diinginkan, namun juga jumlah pekerja dan masyarakat yang terkait dengan risiko tersebut turut dipertimbangkan. Penilaian ini menggunakan pandangan suatu kelompok masyarakat dalam menilai suatu risiko, oleh karena itu masyarakat diperlakukan secara berkelompok dengan tanpa pertimbangan pada tiap individu selama berkelompok. Societal risk dapat juga menggambarkan lingkup dari Average Societal Risk (ASR) yang juga dikenal dengan Potential Loss of Life (PLL) II.8 FN Curve Saat frekuensi dari suatu kejadian yang menyebabkan jumlah N kematian digambarkan dalam sebuah grafik fungsi banyak N akan menghasilkan kurva FN. Kurva FN ini menunjukkan bahwa suatu risiko dinilai berdasarkan nilai kehilangan hidup pertahun.
Sumbu X pada kurva FN menggambarkan nilai Number of Fatalities atau angka kematian di suatu daerah. Kemungkinan besar angka kematian dapat diketahui dari jumlah penduduk yang berada di zona berbahaya dekat sumber risiko. Oleh karena itu, untuk mengetahui banyak angka kematian, besar konsekuensi area yang akan terkena dampak harus diketahui terlebih dahulu.
Gambar 2.7 Kriteria penerimaan risiko F-N curve
27
III. METODOLOGI PENELITIAN mulai Identifikasi Permasalahan Studi literatur
· · · ·
Jurnal Tugas Akhir Class Standard Website
Data
Desain pipa Identifikasi segmentasi pipa Risk Mitigation
Hazard identifikasi Analisa Konsekuensi
Analisa frekuensi
Risk kriteria
Societal Risk Assessment Resiko dapat diterima
untuk membantu pengerjaan skripsi ini karena software tersebut merupakan software pembantu utama yang diguanakan dalam skripsi ini. III.3 Data Pengumpulan data diperlukan untuk mengetahui karakteristik LNG serta kepadatan penduduk pada jalur pipa LNG tersebut. Data yang diperlukan pada penulisan skripsi ini antara lain Data kepadatan penduduk Desain dan lay-out jalur pipa dari terminal penerima LNG sampai PLTG Pesanggrahan Bali Data pipa
tidak
ya Kesimpulan dan saran selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Skripsi Berikut ini adalah penjelasan dari gambar 3.1 mengenai alur pengerjaan skripsi yang dilakukan. III.1 Identifikasi Permasalahan Langkah pertama yang diambil adalah mengidentifikasi masalah yang terjadi. Dalam penulisan ini skripsi ini masalah yang diambil adalah jalur pipa gas dari terminal penerima LNG sampai ke PLTG Pesanggaran akan membawa risiko terbakar dan meledak. Risiko yang terjadi pada pipeline tersebut harus diukur untuk mengetahui sejauh mana dampak yang ditimbulkan terutama terhadap keselamatan jiwa penduduk. III.2 Studi Literatur Studi literatur merupakan tahap pembelajaran mengenai teori-teori dasar yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini. Studi literatur didapatkan dari pencarian pada sumber referensi yang dapat berupa buku, paper, journal, modul ajar, dan lain-lain yang mendukung bahasan skripsi ini. Kemudian juga mempelajari software Shell FRED 4.0
III.4 Desain Pipa Sebelum dilakukan risk assessment tentunya harus dilakukan desain pipa dari terminal penerima ke PLTG Pesanggaran, desain pipa LNG dilakukan berdasarkan pipa HSD dari Benoa ke PLTU Pesanggaran III.5 Identifikasi Segmentasi Pipeline Sebelum dilakukan analisa risiko perlu dilakukan segmentasi terhadap jalur pipa pada jalur distribusi LNG, segmentasi pada penulisan skripsi ini berdasarkan kepadatan penduduk. III.6 Analisa Risiko Setelah data didapat dan dilakukan desain jalur pipa LNG dari terminal penerima ke PLTG Pesanggaran maka dapat dilakukan analisa risiko III.7 Analisa Frekuensi Perkiraan frekuensi dilakukan dengan melakukan studi literatur pada riset-riset yang telah dilakukan sebelumnya dan pada datadata yang telah ada. Dari studi literatur tersebut akan dianalisa berapa banyak frekuensi akan terjadi pada setiapa kejadian. Selain dengan menggunakan data-data yang telah ada, frekuensi juga didapatkan dengan melakukan perhitungan berdasarkan skenario yang ada. 28
III.8 Analisa Konsekuensi Perkiraan konsekuensi dilakukan dengan melakukan simulasi pemodelan dengan menggunakan software Shell Fred 4.0. Software tersebut digunakan untuk menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap skenario yang dibuat. III.9 Risk Mitigation Dalam tahapan akhir yang mungkin dilakukan adalah proses mitigasi, yaitu proses untuk mengurangi risiko dari daerah yang tidak dapat diterima menjadi masuk dalam daerah yang bisa diterima atau setidaknya daerah ALARP III.10 Kesimpulan dan Saran Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan dari keseluruhan proses yang telah dilakukan sebelumnya serta memberikan jawaban atas permasalahan yang ada. Selanjutnya setelah membuat kesimpulan adalah memberikan saran berdasarkan hasil analisa untuk dijadikan dasar pada penelitian selanjutnya, baik terkait secara langsung pada skripsi ini ataupun pada data-data dan metodologi yang nantinya akan direferensi
IV. ANALISA PEMBAHASAN
DATA
DAN
IV.1 Desain Pipelines Dalam bab ini akan di bahas mengenai desain jalur pipa yang akan direncanakan. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 Jalur pipa gas tersebut akan bermula di Terminal LNG di pelabuhan Benoa menuju ke PLTD Pesanggaran.
dan pemukiman penduduk. Titik kuning pada gambar tersebut menunjukkan letak bangunan yang berpenghuni atau merupakan tempat beraktivitas. Jalur Pipa LNG yang direncanakan akan melewati daerah padat di Pelabuhan, Kawasan Wisata, dan Daerah Padat Penduduk. Berdasarkan hal tersebut maka Jalur pipa tersebut diklasifikasikan dalam bentuk 3 Zona seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Zoning Jalur Pipa Nilai yang ditetapkan untuk masingmasing zona di Gambar 4.2 digambarkan pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.2 Pembagian dan Angka Design Factor SEGMEN CLASS KETERANGAN KAWASAN DESIGN FACTOR, F
1
4
Pelabuhan, Dermaga, Perkantoran, Pergudangan, Rumah Tinggal, Jalan Raya
0.4
2
2
Kawasan Wisata, Penangkaran Satwa, Rumah Tinggal, Jalan Raya
0.6
3
4
Perkantoran, Pergudangan, Rumah Tinggal, Pabrik, Pembangkit Listrik, Jalan Raya
0.4
4
Perkantoran, Pergudangan, Rumah Tinggal, Pabrik, Pembangkit Listrik, Jalan Raya
0.4
4
Gambar 4.1 Desain Jalur Pipa Pada gambar 4.1 ditunjukkan jalur pipa gas dengan garis merah. Pipa tersebut akan melewati kawasan padat pekerja, cagar alam,
IV.1.1 Data Fluida dan Lingkungan Sebagaimana telah dijelaskan bab-bab sebelumnya bahwa Jalur direncanakan untuk transmisi NG yang memiliki kandungan seperti dikemukakan pada Tabel 4.2 dibawah.
pada Pipa mana yang
29
Tabel 4.3 Fluid Properties Carbon dioxide n-Butane Propane Ethane Methane Nitrogen Carbon dioxide
Weight Mole Critical Critical Molecular Heat of Atmos Freeze Fraction Fraction Temp Pressure Weight Comb BP °C Pt °C norm norm °C bara kg/kmol kJ/kg 0.0321 0.01 152.1 37.41 58.12 -0.5001 -138.4 45742.7 0.0487 0.02 96.7 41.91 44.1 -42.1 -187.7 46383.8 0.0829 0.05 32.18 48.08 30.07 -88.6 -182.8 47514.8 0.7966 0.9 -82.6 45.35 16.04 -161.5 -182.5 50043.9 0.0155 0.01 -146.9 33.56 28.01 -195.8 -210 0 0.0243
0.01
31.06
72.86
44.01
-86.9
-56.6
0
Sedangkan data lingkungan kawasan pelabuhan benoa dan PLTD diasumsikan dalam Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.4 Data Lingkungan Temperatur Lingkungan 30.6 Deg C Kelembapan Udara 91.70% Kecepatan Angin 16.5 mph IV.1.2 Desain Jalur dan Lokasi Pipa Gas IV.1.2.1 Section Jalur Pipa Gas Dalam desain jalur pipa gas telah ditentukan bahwa total panjang pipa dalam perencanaan adalah 3563.19 m atau 2.21Miles. Desain jalur pipa tersebut pipa direncanakan akan 6 kali melintangi jalan raya penghubung Pelabuhan Benoa – PLTD di Jl Ngurah Rai. Desain jalur pipa tersebut dibagi atas 35 buah Section sehingga Panjang masing-masing segmen adalah 101.81m, segmentasi secara visual ditunjukkan pada Gambar 4.3 berikut.
acuan standar desain pipa ASME B31.8 serta dari beberapa literatur Pipeline Engineering seperti yang diuraikan pada Daftar Pustaka Tugas Akhir ini. IV.2.1 Data Asumsi dan Kebutuhan Pembangkit Data-data asumsi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bagian, antara lain: 1. Data Asumsi Desain Berdasarkan Kebutuhan Pembangkit. Data ini diambil dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kebutuhan pembangkit. Data-data yang dimaksud terangkum kedalam Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.6 Parameter dan Asumsi Desain PARAMETER Panjang Pipa Debit Gas Desain P Desain di PLTD P Terminal (Upstream) P PLTD (Downstream) P Rata-rata pipa T Rata-rata LNG (fluida) Specific Gravity Gas Kompresibilitas Gas rata-rata Elevasi Terminus Elevasi Origin Koreksi Elevasi Faktor Efisiensi
Gambar 4.3 Section Jalur Pipa Secara detail Section tersebut ditunjukkan kedalam Tabel 4.5 berikut Tabel 4.5 Tabulasi Segmentasi Pipa SEGMEN 1 2 3 4
JARAK (m) PANJANG DESIGN ZONA SEGMEN (m) FACTOR FROM TO 0 916.25 916.25 A 0.4 916.25 2545.14 1628.89 B 0.6 2545.14 2850.56 305.42 C 0.4 2850.56 3563.2 712.64 D 0.4
JUMLAH BANGUNAN 79 11 56 83
IV.2 Desain Pipa Dalam hal ini penulis menggunakan data kebutuhan gas untuk PLTG Muara Bekasi. Selain itu penulis menggunakan dasar
SIMBOL NILAI SATUAN L 2.213 MILES Qb 400 MMSCFD Pdes 350 Psi P1 350 Psi P2 320 Psi Pavg 335.22 Psi Tavg 484.6 Deg R G 0.6 Z 0.835 h2 50 ft h1 100 ft Hc 0.026 E
0.85
Psia
2
2. Data Asumsi Kondisi Lingkungan. Data ini diambil dari kondisi lingkungan pada umumnya di lokasi jalur pipa yang direncanakan, serta dari beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan. Data-data lingkungan yang dimaksud terangkum dalam Tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.7 Parameter Lingkungan Parameter Simbol Nilai Satuan P Lingkungan Pb 14,7 Psia T lingkungan Tb 572 Deg R IV.2.2 Perhitungan Diameter Pipa Dalam Perhitungan Diameter Pipa digunakan beberapa persamaan baku yang 30
didapatkan dari referensi-referensi teknik yang penulis gunakan. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perhitungan diameter pipa gas yaitu sebagai berikut: 1. Persamaan Weymouth
( ⁄
)
[
]
….......................................….(4.1)
………………..(4.5) Terdapat beberapa jenis kecepatan yang akan penulis bahas, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kecepatan Rata-Rata Gas 2. Kecepatan Minimum Gas 3. Kecepatan Maksimum Gas 4. Kecepatan Erosional Gas
2. Persamaan Panhandle A
( ⁄ (
……………………………. (4.6)
)
√
)
[
]
.......(4.2)
]
…...…(4.3)
3. Persamaan Panhandle B
( ⁄ (
[
) )
IV.2.3 Perhitungan Diameter Hasil dari perhitungan diameter dalam pipa berdasarkan persamaan Weymouth, Panhandle A, Panhandle B dengan data parameter dan asumsi diatas adalah sebagai berikut: Dwm = 20.9 inch. DphA = 21.4 inch. DphB = 21.8 inch. Hasil perhitungan dari masing-masing persamaan tersebut terlihat berbeda dikarenakan masing-masing persamaan menggunakan pendekatan yang berbeda. Meskipun pada akhirnya akan diambil satu nilai diameter dalam pipa, namun menghitung berdasarkan masing-masing kemungkinan akan membantu analisa-analisa pada penelitian berikutnya. IV.3 Analisa Kecepatan Aliran Fluida di dalam Pipa Setelah mendapatkan nilai Diameter Dalam pipa, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa kecepatan aliran didalam pipa.
IV.3.1 Kecepatan Rata-rata Gas Kecepatan rata-rata gas didapatkan dengan menggunakan persamaan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, namun Tekanan Gas yang digunakan adalah tekanan rata-rata gas di setiap segmen pipa. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai kecepatan rata-rata gas dalam Tabel 4.7 berikut. Tabel 4.8 Kecepatan Rata-Rata Gas dalam Pipeline Based Flow Equation
Pseg atau Pavg
Tf atau Tavg
Us (Miles/hours)
D based on 20.89 0.835 400 weymouth
335.22
484.6
45.28
D based on 21.44 0.835 400 Panhandle A
335.22
484.6
42.96
D based on 21.76 0.835 400 Panhandle B
335.22
484.6
41.72
335.22
484.6
40.81
Desain 22”
D
22
Z
Cb
0.835 400
IV.3.2 Kecepatan Minimum Gas Seperti halnya kecepatan rata-rata, perhitungan kecepatan minimum gas menggunakan persamaan yang sama namun tekanan gas yang digunakan merupakan tekanan gas pada titik upstream, atau dengan kata lain pada titik upstream, dimana tekanan merupakan tekanan terbesar. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai kecepatan minimum gas dalam Tabel 4.8 berikut.
31
Tabel 4.9 Kecepatan Minimum Gas dalam Pipeline Based Flow Equation D based on weymouth
D
Pseg Tf atau Us Cb atau Tavg (Miles/hours) Pavg
Z
20.89 0.835 400 350
484.6
43.37
D based on 21.44 0.835 400 350 Panhandle A
484.6
41.14
D based on 21.76 0.835 400 350 Panhandle B
484.6
39.96
Desain 22”
484.6
39.09
22
0.835 400 350
IV.3.3 Kecepatan Maximum Gas Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai kecepatan maksimum gas dalam Tabel 4.9 berikut ini. Tabel 4.10 Kecepatan Maximum Gas dalam Pipeline Based Flow Equation D based on weymouth
D
Z
Pseg Tf atau Us Qb atau Tavg (Miles/hours) Pavg
20.89 0.835 400 320
484.6
47.43
D based on 21.44 0.835 400 320 Panhandle A
484.6
45
484.6
43.7
484.6 484.6
42.75 35.92
D based on 21.76 0.835 400 320 Panhandle B Desain 22” 22 0.835 400 320 Desain 24” 24 0.835 400 320
IV.3.4 Kecepatan Erosional Gas Kecepatan erosional merupakan batasan maksimum secara teoritis untuk menjamin umur pipa tetap optimal.
Tabel 4.12 Rangkuman Perhitungan Kecepatan Aliran Equation D based on Weymouth D based on Panhandle A D based on Panhandle B DESAIN 22' DESAIN 24'
Based Flow Equation D based on Weymouth D based on Panhandle A D based on Panhandle B DESAIN 22' DESAIN 24'
D
Z
G
Ue Us (Miles/ Pmin Tf or (Psi) Tavg (ft/sec) Hour)
20.89
0.835
0.6
320 484.6
88.3
60.21
21.44
0.835
0.6
320 484.6
88.3
60.21
21.76 22 24
0.835 0.835 0.835
0.6 0.6 0.6
320 484.6 320 484.6 320 484.6
88.3 88.3 88.3
60.21 60.21 60.21
Average Us (Miles/ Hour)
Minimum Maximum Erotional Us (Miles/ Us (Miles Us (Miles/ Hour) /Hour) Hour)
20.89
45.28
43.37
47.43
60.21
21.44
42.96
41.14
45
60.21
21.76 22 24
41.72 40.81 34.29
39.96 39.09 32.84
43.7 42.75 35.92
60.21 60.21 60.21
Berdasarkan ASME B36.10 tentang Dimensi dan Massa Pipa yang terangkum dalam Tabel 4.12 diatas (Hanya diambil dari NPS 22”-24”), Serta dengan mempertimbangkan hasil perhitungan serta Desain pipa yang diinginkan yakni Diameter Dalam Pipa 22 inch atau sama dengan 559 mm, maka ditentukan pemilihan schedule pipa 60 dengan Diameter 24 inch dan ketebalan 24.61mm atau 0.969 inch serta Pipa diidentifikasi masuk kedalam Grade API 5LX atau X-Strong dengan jenis pipa Seamless. Berdasarkan rumus ASME [2], untuk mendapatkan nilai Minimum Yield Strength, data Thickness dan Diameter Dalam pipa diatas disandingkan dengan dengan parameter Design Factor, Longitudinal Joint Factor, dan Temperature Derating Factor, sehingga didapatkan nilai Smin sebagai berikut. Tabel 4.14 Nilai Yield Strength Minimum Pipa SEGMEN
Tabel 4.11 Kecepatan Erosional Gas dalam Pipeline
D (inch)
Based Flow
1 2 3 4
JARAK (m) PANJANG DESIGN ZONA SEGMEN (m) FACTOR FROM TO 0 916.25 916.25 A 0.4 916.25 2545.14 1628.89 B 0.6 2545.14 2850.56 305.42 C 0.4 2850.56 3563.2 712.64 D 0.4
Smin (Psi) 9978.07018 6652.04678 9978.07018 9978.07018
Dari nilai tabel diatas dapat disimpulkan nilai Spesific Minimum Yield Strength (SMYS) pipa adalah tidak boleh kurang dari sekitar 10,000 Psi. Sehingga berdasarkan hal tersebut dipilih karakteristik pipa sebagai berikut:
Dari hasil seluruh perhitungan diatas kemudian dirangkum ke dalam Tabel 4.11 berikut ini. 32
inc h inc h
Pipe Diameter (in)
22.1
Pipe Diameter (Out)
24.0
NPS/Schedule
24/60
Wall Thickness
0.969
Pipeline Material SMYS SMTS Young Modulus Shear Modulus Corrosion Coating Pressure Design Temperature Contents Density
API 5L X52 52000 Psi 66000 Psi 207 x 103Mpa 75 x 103Mpa 5.5 mm AE 350 Psi 60 oC 729 kg/m3
inc h
IV.5.1 Data dan Asumsi IV.5.1.1 Kerapatan Populasi dan Klasifikasi Area Berdasarkan Segmentasi Pipa Telah disebutkan pada sub bab sebelumnya mengenai segmentasi jalur pipa. Segmentasi tersebut berguna untuk mengidentifikasi jalur yang dilewati pipa serta lokasi pemukiman terdekat. Berikut ini adalah gambaran dari lokasi masing-masing segmen.
IV.4 Pengujian Thickness Pipa Berdasarkan B31.8, thickness atau ketebalan pipa minimum dapat diuji dengan Rumus sebagai berikut:
……………….(4.7) Perhitungan ketebalan minimum pada masingmasing segmen disajikan dalam tabel 4.14 berikut ini:
Gambar 4.4 Segmen1
Gambar 4.5 Segmen 2
Tabel 4.15 Perhitungan Thickness Minimum F P D (inside) S E t (in) 0.4 350 22 5200 1 0.3702 0.6 350 22 5200 1 0.2468 0.4 350 22 5200 1 0.3702
T 1 1 1
Keterangan Area A (Class 4) Area B (Class 2) Area C (Class 4)
Dari hasil perhitungan diatas, diperlihatkan bahwa ketebalan pipa tidak boleh kurang dari 0.3702 inch. Sedangkan penulis memilih grade dan nominal pipa dengan thickness 0.969 inch, dengan demikian spesifikasi pipa yang dipilih sudah memenuhi codes ASME B31. IV.5 Analisa Risiko Jalur Pipa Dalam proses analisa risiko pada jalur Pipa perlu dilakukannya pembahasan Data dan Asumsi yang diperlukan. Diantaranya mengenai Kerapatan Populasi, Frekuensi Rilis Gas, Konsekuensi assessment, dan Tolerabilitas Risiko.
Gambar 4.6 Segmen 3 Gambar 4.7 Segmen 4 IV.5.1.2 Lokasi Bangunan Tempat Tinggal Pada masing-masing segmen terdapat bangunan-bangunan yang dihuni oleh penduduk, dan diasumsikan bahwa dalam satu bangunan dihuni oleh 4 orang sehingga jumlah populasi seperti yang terangkum dalam Tabel 4.15 berikut ini.
33
Tabel 4.16 Data Persebaran Populasi Penduduk di Sekitar Jalur Pipa SEGMEN 1 2 3 4
PANJANG SEGMEN (m) JUMLAH BANGUNAN 916.25 79 1628.89 11 305.42 56 712.64 83
POPULASI 316 44 224 332
Dari tabel 4.15 diatas terlihat bahwa daerah terpadat adalah pada segmen 4 kemudian disusul segmen 1 dan 3. IV.5.2 Frekuensi Rilis Gas IV.5.2.1 Data Historis Sebagian besar basis data laju kegagalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berasal dari UKOPA (UK Operator Onshore Pipeline Association). Database kegagalan pipa UKOPA mengindikasikan bahwa sebuah nilai laju kegagalan (yang menyebabkan rugi produk atau Product Loss ) terkait gangguan eksternal dalam periode 1962-1998 adalah sebesar 5.98E-5 per Km per tahun. IV.5.2.2 Model Probabilistik Data UKOPA menunjukkan bahwa gangguan eksternal untuk jalur pipa onshore terkubur (dari excavator mekanik, dll) merupakan penyumbang utama ke frekuensi kegagalan secara keseluruhan. Dua model probabilistik limit state yang disajikan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan risiko tusukan atau pecah karena jenis gangguan eksternal, yaitu: · ·
Puncture (Tusukan), Karena penetrasi pipa oleh gigi bucket excavator Rupture (Pecah) dan / atau Dent (Penyok) di dinding pipa mengakibatkan bocor atau pecah.
Untuk mode kegagalan lainnya, perkiraan frekuensi kegagalan menggunakan data historis atau pembanding.
IV.6 Konsekuensi Assessment IV.6.1 Permodelan Rilis Gas terkait dengan Ukuran Lubang Pemodelan rilis dari jalur pipa besar umumnya hanya menggunakan dua ukuran lubang untuk mewakili kebocoran dan pecah. Ukuran lubang menengah tidak dianggap sebagai retakan besar atau tusukan pada dinding jalur pipa gas yang cenderung meluas secara cepat menjadi lubang pecah penuh. IV.6.2 Permodelan Rilis terkait dengan Kondisi Rilis Gas - Semua rilis dihitung pada tekanan operasi normal 335.22 Psig dan desain tekanan 350 Psig. - Untuk peristiwa Lubang akibat puncture 25 mm diameter, sebarang waktu ditentukan secara bebas - Untuk kejadian Pecah laju pelepasan ratarata selama 60 detik pertama digunakan untuk perhitungan dispersi dan jarak radiasi. IV.6.3 Kebocoran/Leaks Tiga orientasi rilis gas yang berbeda dan digunakan dalam pemodelan dispersi gas dari kebocoran ini adalah vertikal, horisontal dan terkubur. Rilis vertikal dan horisontal dimodelkan sebagai sebuah jet yang terbuang ke udara dan tidak terhalang (untuk rilis horisontal ini berarti bahwa sisi kawah diabaikan). IV.6.4 Ignition Probabilitas Ignition diambil dari sejumlah sumber data yang diterbitkan. Data historis tersedia dari ratusan insiden rilis pipa yang terjadi selama jutaan km.yrs operasi pipa dan merupakan estimasi terbaik yang tersedia probabilitas pengapian. Frekuensi ignition yang digunakan dalam risk assessment pada penelitian ini didasarkan pada data yang dipublikasikan oleh EGIG pada tahun 2001) dan dibandingkan dengan sumber data UKOPA. Disajikan dalam tabel di bawah ini: 34
Tabel 4.17 Historis Probabilitas Ignition
Database historis pada tabel 4.16 diatas memuat frekuensi rilis untuk sejumlah besar pipa dengan berbagai ketebalan dinding. Sebagaimana peristiwa rilis yang disebabkan oleh gangguan eksternal memiliki probabilitas ignition lebih tinggi, maka dapat dianggap bahwa probabilitas ignition yang berasal dari Database ini merupakan asumsi konservatif yang cocok untuk pipa darat Teluk Benoa PLTG. Tabel 4.18 Nilai Probabilitas Pilihan
Keseluruhan Angka ignition dalam data EGIG tidak membedakan antara Ignition "awal" dan "terlambat", namun tidak pula mencakup semua bentuk Ignition IV.7 Tolerabilitas risiko Representasi risiko Tolerabilitas risiko biasanya ditentukan oleh otoritas yang mengotorisasi kebijakan nasional. Meski begitu beberapa konsensus tentang kriteria penerimaan berbagai risiko telah ditetapkan, dan berlaku untuk pipa onshore namun yang paling umum untuk dijadikan dasar adalah jumlah fatalitas akan ditolerir jika nilai kontur risiko bawah 10-6 per tahun (atau 1 peluang fatal dalam satu juta kejadian per tahun). IV.8 Risk Assessment IV.8.1 Modus kegagalan Gangguan Pihak ketiga Data UKOPA juga menunjukkan bahwa insiden gangguan eksternal yang kebanyakan di daerah pedesaan, kemudian diikuti berturut-turut
dengan daerah pinggiran kota dan daerah perkotaan. Tabel 4.19 Tingkat Product Loss Incident dari gangguan Eksternal sesuai dengan klasifikasi masing-masing Area
Data UKOPA juga menunjukkan bahwa ketebalan dinding maksimum untuk Product Loss Incident yang dihasilkan dari gangguan eksternal adalah 12,7 mm (sedangkan ketebalan dinding pipa Benoa PLTG adalah 24.61 mm). Dibawah ini merupakan data yang disadur dari UKOPA mengenai hubungan ketebalan pipa dengan potensi Product Loss Incident. Tabel 4.20 Hubungan antara Ketebalan Pipa dengan Product Loss Gas pada Pipa
Pada tabel 4.20 UKOPA diatas ditunjukkan bahwa untuk kategori ketebalan pipa >15 mm tidak pernah terjadi kegagalan. Untuk wilayah yang sedang dianalisa, risiko gangguan dari pihak ketiga (atau eksternal) jika didaerah tersebut terdapat suatu kegiatan konstruksi, ekskavasi parit, pengeboran, dll adalah dianggap rendah. Tabel 4.21 Risiko Product Loss akibat gangguan Pihak Ketiga
35
IV.8.2 Frekuensi Kegagalan Berikut ini merupakan rangkuman dari probabilitas kegagalan dari referensi yang digunakan untuk setiap mode kegagalan yang penulis gunakan. Tabel 4.23 Frekuensi Kegagalan untuk Mode Kegagalan Spesifik Leak Frequency (perkm.yr)
rupture Frequency (perkm.yr)
Third Party Interference
4.74 x 10-7
1.13 x 10-7
5.88 x 10-7
Ground Movement
8.64 x 10-6
Inherent Defects and Construction Defects
4.62 x 10-6
9.6 x 10-7 0
4.62 x 10-6
FAILURE MODE
Total
5.53 x 10
-6
1.07 x 10
-6
Total Release Frequency (perkm.yr) 9.6 x 10-6 5.64 x 10
-6
IV.8.3 Konsekuensi Kegagalan Release rate Leaks Ukuran lubang setara 25mm telah dipilih untuk mewakili kebocoran kecil seperti dapat mengakibatkan cacat yang melekat berupa defect bawaan, kegagalan weld atau tusukan karena dampak mekanis.
Gambar 4.9 Report pada segmentasi 1 jalur pipa dengan konsekuensi Leaks Dari hasil simulasi dengan SHELLFRED 4.0 diatas, terlihat bahwa untuk besar kobocoran 25 mm, efeknya relatif tidak terlalu berbahaya bagi pemukiman penduduk disekitarnya. Hal ini dikarenakan jumlah flux yang terpapar bahkan tidak mengenai bangunan sekitar, kecuali pada segmen 4, yaitu 3 bangunan terpapar radiasi 1.5 Flux (KW/m2). Tabel dibawah ini merupakan rangkuman data dari simulasi tersebut. Tabel 4.24 Jet Fire untuk segmentasi 1
Rupture Ketika memperkirakan laju pelepasan dari pecah harus dicatat bahwa angka total rilis termasuk pembebasan dari kedua sisi pipa yang pecah. IV.9 Permodelan Api / Jet Fire Permodelan Jet Fire dilakukan terhadap pada semua segmen yaitu segmen 1, 2, 3 dan 4. Pada gambar 4.8 dibawah pemodelan untuk lubang 25mm dapat diabaikan karena hasil konsekuensinya terlihat tidak ada dampak atau efek kepada penduduk dan kawasan sekitar.
Gambar 4.8 Leaks 25 mm Pada segmen 1 Pipa
IV.10 Pemodelan Explosion Pemodelan explosion dilakukan pada segmentasi 1 sampai 4, berikut ini adalah hasil konsekuensi explosion pada segmentasi 1.
Gambar 4.10 Hasil konsekuensi Explosion untuk segmentasi 1 dengan software ShellFred 4.0 36
Dari hasil analisa konsekuensi explosion dengan menggunakan spftware ShellFred pada segmentasi 1 jalur pipa gas yang terlihat pada gambar 4.9 didapatkan efek yang terlihat membahayakan warga disekitar. IV.11 Event Tree IV.11.1 Event tree untuk Leaks Berikut ini adalah hasil Event Tree untuk leak, pada gambar 4.11 dapat terlihat bahwa jenis leak dapat di bagi menjadi 3 yaitu vertical, horizontal dan buried dapat dilihat pada tabel 4.26
IV.11.2 Event tree untuk Rupture Pada rupture dibagi menjadi 2 yaitu external impact dan penyebab selain external impact hal ini terlihat pada gambar 4.12. Untuk external impact pada rupture yang menyebabkan jetfire diberiakan nilai 1.01E-07 sedangkan untuk penyebab yang lain di berikan nilai 9.6E-08. Sehingga hasil frekuensi untuk rupture didapatkan nilai 1.07E-06, untuk lebih jelasnya Tabel 4.27 Frekuensi Keluaran untuk Kejadian Rupture
Tabel 4.26 Frekuensi Keluaran dari Event Leaks
release Frequency km/yr
release orientation
early ignition
late ignition
yes 0.002 vertical 0.25 no 0.998
yes 0
yes 0.023 horizontal 0.25 no 0.977
yes 0.023 no 0.977
yes 0.023 buried 0.5 no 0.977
frequency
vertical jet fire
no 1 Leak 5.53E-05
outcome
yes 0.023 no 0.977
2.77E-08
0.85 Flash fire followed by jet fire
0.00E+00
0.15 Flash fire followed by jet fire
0.00E+00
No Ignition
1.38E-05
Horizontal jet fire
3.18E-07
0.85 Flash fire followed by jet fire
2.64E-07
0.15 Flash fire followed by jet fire
4.66E-08
No Ignition
1.32E-05
Low Momentum Fire (Crater)
6.36E-07
0.85 Flash fire followed by jet fire
5.28E-07
0.15 Flash fire followed by jet fire
9.32E-08
No Ignition
2.64E-05 checksum
5.53E-05
Gambar 4.11 Event Tree untuk leak
37
release Frequency km/yr
Failure mode
release orientation
early ignition
late ignition
outcome
yes 0.9 external impact 0.105 no 0.1 rupture 1.07E-06
Jet Fire
yes 0.1 no 0.9
yes 0.1 no 0.9
no 0.9
1.01E-07
0.85 Flash Fire burning back to jet fire
9.58E-10
0.15 Flash Fire burning back to jet fire
1.69E-10
No Ignition
1.01E-08
Jet Fire
9.60E-08
yes 0.1 other 0.895
frequency
0.85 Flash Fire burning back to jet fire
7.35E-08
0.15 Flash Fire burning back to jet fire
1.30E-08
No Ignition check sum
7.78E-07 1.07E-06
Gambar 4.12 Event tree untuk Rupture IV.4 FN-Curve Kedua tabel dibawah ini merupakan data frekuensi kegagalan per km per tahun untuk Leaks 25 mm dan Ruptures pada masing-masing segment pipa.
FN-curve berdasarkan hole size 0. 1m didapatkan jalur berada pada posisi ALARP
Tabel 4.28 Frekuensi Berdasarkan Panjang Segmen, Leaks Frekuensi PANJANG SEGMEN SEGMEN POPULASI Kegagalan (m) Total 1 916.25 316 5.53E-05 2 1628.89 44 5.53E-05 3 305.42 224 5.53E-05 4 712.64 332 5.53E-05
Frekuensi Kegagalan / Segment (/km.year) 5.07E-05 9.01E-05 1.69E-05 3.94E-05
Tabel 4.29 Frekuensi Berdasarkan Panjang Segmen, Ruptures SEGMEN 1 2 3 4
PANJANG Frekuensi Frekuensi SEGMEN POPULASI Kegagalan Kegagalan / Segment (m) Total 916.25 316 1.07E-06 (/km.year) 9.80E-07 1628.89 44 1.07E-06 1.74E-06 305.42 224 1.07E-06 3.27E-07 712.64 332 1.07E-06 7.63E-07
Dari data frekuensi kegagalan tersebut, dan dengan melihat membandingkannya dengan jumlah fatality berdasarkan simulasi SHELLFRED, maka data dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva FN dibawah sebagai berikut.
Gambar 4.13 Hasil FN-Curve untuk lubang 0,1m Berdasarkan FN-Curve diatas gambar pada segmentasi 1, 2, 3 didapatkan pada posisi dibawah batas bawah ALARP ZONE, sedangkan Segmentasi No 4 bersinggungan dengan ALARP ZONE sehingga perlu dilakukan mitigasi untuk mengurangi konsekuensi hingga berada pada posisi acceptable. Hal ini wajar dikarenakan Segmentasi No 4 merupakan kawasan yang paling padat dibandingkan Segmen lainnya, ini disebabkan segmen 4 sudah masuk pusat kota atau mendekati keramaian penduduk. FN-curve berdasarkan hole size 0.3 didapatkan 2 titik pada posisi ALARP dan 1 titik pada posisi 38
acceptable , dan 1 titik pada posisi hempir bersinggungan dengan ALARP ZONE. Hal ini berarti jalur pipa pada segmen 2 yang ada relative aman.
bahwa kejadian ini cukup berpotensi menimbulkan korban jiwa. Melihat resiko korban jiwa yang mirip dengan kejadian munculnya pecah lubang sebesar 0.3 m, maka dapat dimengerti bahwa Ledakan tetap akan terlihat sebagai efek yang sama dengan dengan lubang sebesar diameter pipa itu sendiri yaitu 0.25 hingga 0.3 m.
V. KESIMPULAN ·
Gambar4.14 hasil FN-Curve untuk risiko lubang 0,3 m
Pipe Diameter (in) Pipe Diameter (Out) NPS/Schedule Wall Thickness Pipeline Material
22.1 inch 24.0 inch 24/60 0.969 inch API 5L X52
·
Hasil FN-Curve untuk jetfire lubang 0.1m didapatkan posisi titik berada pada posisi ALARP sehingga tidak diperlukan mitigasi. Hasil FN-Curve untuk jetfire lubang 0.3m didapatkan posisi-posisi titik yang mirip dengan Hasil FN-Curve untuk explosion Hal ini dikarenakan lubang sebesar 0.3 m adalah sama dengan explosion dampak dari explosion.
·
Jalur Pipa Pelabuhan Teluk Benoa menuju rencana fasilitas PLTG Pesanggaran adalah cukup aman jika dilihat dari analisa resiko dan akan lebih aman lagi jika langkah-langkah mitigasi untuk segmen yang terkena zona alarp benar-benar dilaksanakan.
Pada segmentasi 1 dan 2 yang didapat hasil dari gambar di atas terlihat bahwa jalur pipa yang didesain cukup beresiko menimbulkan korban jiwa jika terjadi Jet Fire pada lubang dengan diameter 0.3 m. Untuk itu diperlukan mitigasi untuk mengurangi risiko yang ada Lubang 0.3 sudah merupakan lubang yang hampir menyamai diameter pipa itu sendiri sehingga kondisi kurva tidak jauh berbeda dengan kejadian explosion dibawah ini.
Desain pipa yang di pilih
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4.15 Hasil FN-Curve untuk risiko explosion Untuk explosion didapatkan bahwa terdapat dua segmentasi jalur pipa yaitu segmen 2 dan 3 yang masuk pada posisi acceptable sehingga tidak di perlukan mitigasi untuk mengurangi risiko. Namun untuk segmen 1 dan 4 terlihat
1. Mohitpour, M. Golshan, H. Murray, A. Pipeline Design and Construction, A Practical Approach. Second Edition, Trans Canada, CEPA Publication. 1998. 2. ASME B31.8: Gas Transmission and Distribution Piping System. The American Society of Mechanical Engineers. 2003 3. Liu, Henry. Pipeline Engineering. Lewis Publishers. Boca Raton, Florida. 2003 4. Alkazraji, Duraid. Pipeline Engineering, A Quick Guide. Woodhead Publishing Limited. Cambridge, England. 2008 39
5. Mc Callister, E.W. Pipelines, Rules of Thumb Handbook. Seventh Edition. Elesvier Gulf Professional Publishing. 2009. 6. Muhlbauer, W. Kent, Pipeline Risk Management Manual Third Edition, Elsevier. 2004 7. Afifah, Nurul. Analisa Konsekuensi Desain Terminal LNG di Teluk Benoa, Bali. Skripsi Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS. Surabaya. 2010
8. Hendra Pratama, Raditya. Risk Assessment Tanker LNG dalam Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa Bali. Skripsi Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS. Surabaya. 2010 9. Handaya Saputra, Asep. Ardiansyah. Penetapan Rute dan Perhitungan Keekonomian Pipa Transmisi gas Muara Bekasi-Muara Tawar Melalui Jalur Lepas Pantai. Jurnal MAKARA Teknologi, UI. 2009
40