Analisa Polimorfisme Gen BMP-15 (Bone Morphogeninetic Protein) Sapi PO (Bos Indicus) Dan Hubungannya Dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan Erni Usnia Damayanti1)*, Sri Rahayu1) 1) Laboratorium Biologi Seluler dan Molekuler Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universits Brawijaya, Malang 65145, Jawa Timur, Indonesia. E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Gen BMP-15 merupakan salah satu anggota TGF-β yang terekspresi khusus pada oosit yang sedang berkembang di ovarium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme gen BMP-15 pada sapi PO dengan menggunakan metode PCR-RFLP dan hubungannya terhadap keberhasilan inseminasi buatan sapi PO. DNA diisolasi dari 10 sampel darah sapi PO betina, yang diperoleh secara acak dari Pasuruan. Isolasi DNA dilakukan dengan metode salting out. Amplifikasi DNA dilakukan dengan PCR menggunakan primer forward 5’-GCTCTGGAATCACAAGGGG-3’ dan primer reverse 5’AGAGATGGGGAGCGATGAT-3’. Fragmen DNA yg dihasilkan dari amplifikasi sebesar 350 bp. Hasil amplifikasi gen BMP-15 dipotong dengan enzim restriksi HaeIII menghasilkan dua macam haplotip, yaitu 9 sampel merupakan haplotip satu dengan ukuran fragmen 100 bp dan 200 bp, sedangkan 1 sampel merupakan haplotip dua dengan ukuran fragmen 100 bp, 125 bp, 200 bp, 300 bp, dan 400 bp. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat polimorfisme gen BMP-15 pada sapi PO namun tidak terdapat hubungannya dengan keberhasilan inseminasi buatan. Kata Kunci : Gen BMP-15, polimorfisme, Sapi PO. ABSTRACT BMP-15 gene is a member of the TGF-β are expressed specifically in developing oocytes in the ovary. The aims of this study was to determine the BMP-15 gene polymorphism in PO cattle using PCR-RFLP method and its relationship to success of artificial insemination of PO cattle. Genomic DNA was isolated from blood of 10 PO cattle using salting out method, obtained randomly from Pasuruan. BMP-15 gene was amplified with 5'-GCTCTGGAATCACAAGGGG-3' as forward primer and 5'AGAGATGGGGAGCGATGAT-3' as reverse primer. The results of amplification is fragments DNA with the length 350 bp. The amplicon of BMP-15 gene was cut by restriction enzyme HaeIII and polymorphism are indicated by the presence of two haplotypes. The first haplotyp with 2 fragments consist of 100 bp and 200 bp and the second haplotyp with 5 fragments consist of , 100 bp, 125 bp, 200 bp, 300 bp, and 400 bp. In conclusion, there is polymorphism of PO cattle (Bos indicus) BMP-15 gene, however there is no correlation between BMP-15 gene polymorphism with success of artificial insemination of PO cattle.. Keywords : BMP-15 gene, polymorphism, PO cattle.
PENDAHULUAN Pengembangan sapi potong perlu mendapatkan perhatian khusus karena secara nasional konsumsi daging sapi cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah [7]. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan daging adalah dengan meningkatkan populasi sapi PO. Dalam upaya meningkatkan populasi sapi PO ini, reproduksi memiliki peranan yang penting. Kemampuan reproduksi setiap individu berbeda-beda yang disebabkan oleh adanya variasi genetic pada populasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh pada kemampuan reproduksi adalah adanya ovulasi yang diawali oleh folikulogenesis [1]. Pematangan dan perkembangan folikel ini dipengaruhi oleh keberadaan Transforming growth factor-β (TGF-β) yang dapat memodulasi (memperkuat atau melemahkan) Jurnal Biotropika | Vol.1 No. 5 | 2013
kerja dari FSH dan LH pada ovarium. Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan prolifikasi. Gen BMP-15 diketahui memiliki peranan penting dalam meningkatkan kecepatan ovulasi dan merupakan salah satu anggota TGF-β yang dianggap sebagai major gene sifat prolifik [5]. Gen BMP-15 ditemukan terekspresi khusus pada oosit yang sedang berkembang di ovarium beberapa spesies mamalia. Fungsi BMP-15 pada setiap spesies bersifat khas (specific species) terkait dengan perbedaan laju ovulasi antar species. BMP-15 pada mamalia berfungsi sebagai faktor pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa. BMP-15 juga berperan dalam menghambat sensitivitas folikel terhadap Follicle Stimulating Hormone (FSH) dengan menekan ekspresi dari reseptor FSH [10]. 216
Gen BMP-15 merupakan gen yang terpaut kromosom X yang menyebabkan kenaikan laju ovulasi pada betina dalam keadaan heterozigot dan menyebabkan infertill pada betina dalam keadaan homozigot. Mutasi yang terjadi pada gen ini menyebabkan meningkatnya kecepatan ovulasi dan jumlah anak sekelahiran (litter size) [4]. Penelitian lain menemukan bahwa mempengaruhi laju ovulasi dan sifat prolific, antara lain FecXG(Galway) yaitu mutasi titik gen BMP-15 daerah ekson ke-2 pada ke-718, FecXB (Belclare) yaitu mutasi titik gen BMP15 daerah ekson ke-2 pada basa ke-1100 (Haranham et al, 2004), dan FecXI (Inverdale) yaitu mutasi titik gen BMP-15 daerah ekson ke-2 pada basa ke-53 [3]. Pada penelitian Galloway et al. [6] menyatakan bahwa mutasi gen BMP15 pada ruminansia kecil menyebabkan sifat prolifik pada genotip heterozigot dan sifat steril pada genotip homozigot, serta penelitian Davis [4] menyatakan bahwa mutasi heterozigot pada gen BMP-15 menyebabkan kenaikan laju ovulasi pada domba, sedangkan mutasi homozigot akan menyebabkan kegagalan proses folikulogenesis karena mengalami kerusakan pada ovarium. Penelitian mengenai polimorfisme gen BMP-15 telah banyak dilakukan seperti yang telah dilakukan oleh Zhang et al. [13] dengan menggunakan teknik PCR-RFLP mengungkapkan bahwa pada beberapa jenis sapi ditemukan adanya mutasi delesi 4 pb yang menyebabkan perubahan reading frame dan menghasilkan stop kodon prematur, namun mutasi ini tidak berkorelasi dengan sifat prolifik pada genotip heterozigot. Penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. [12] menunjukkan bahwa tikus yang sudah diinaktivasi (knock out) gen BMP15 nya tidak menunjukkan sifat steril tetapi hanya mengalami penurunan laju ovulasi (sub fertil). Sapi PO merupakan salah satu sapi local Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan populasinya. Penelitian tentang gen BMP 15 pada sapi PO untuk saat ini belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui polimorfisme gen BMP-15 pada populasi sapi PO dengan metode PCR-RFLP.
Jurnal Biotropika | Vol.1 No. 5 | 2013
METODE PENELITIAN Sampel Penelitian. Penelitian ini menggunakan 10 sampel darah sapi PO betina yang diperoleh secara acak dari Pasuruan. Data keberhasilan inseminasi buatan (IB) diperoleh secara deskritif berdasarkan keberhasilan Inseminasi Buatan atau nilai service per conception (S/C) yang dimiliki oleh masing-masing sapi PO. Isolasi DNA dilakukan dengan metode salting out. Kuantitas hasil isolasi DNA diukur dengan spektrofotometri λ260, sedangkan kualitas DNA hasil isolasi dapat diketahui dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 1%. PCR-RFLP. Amplifikasi gen BMP-15 dilakukan dengan metode PCR. Sepasang primer yang digunakan adalah BMP-15 Forward 5’-GCTC TGG AAT CAC AAG GGG-3’ dan BMP-15 Reverse 5’-AGA GAT GGG GAG CGA TGAT-3’. Komposisi PCR terdiri dari 5µl ddH2O, primer forward dan primer reverse masing-masing 2µl dengan konsentrasi 30 pmol/µl, 10 µl PCR mix dan 2 µl DNA dengan konsentrasi 2 g/l . Amplifikasi gen BMP-15 pada sapi PO dilakukan dengan metode PCR menggunakan alat Thermal cycler sebanyak 34 siklus. Program PCR dilakukan pada suhu denaturasi awal 95ºC selama 5 menit, suhu denaturasi 95ºC selama 45 detik, suhu annealing 61ºC selama 45 detik, suhu ekstensi 72ºC selama 45 detik dan suhu ekstensi akhir 72ºC selama 10 menit. Konfirmasi keberhasilan hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa 1,5%. Hasil amplifikasi kemudian dipotong dengan menggunakan enzim restriksi HaeIII. Komposisi PCR-RFLP terdiri dari 5µl ddH2O, 1µl buffer, 1µl enzim restriksi HaeIII, dan 3µl DNA hasil PCR. Dilakukan inkubasi pada suhu 37 ºC selama 3 jam. Hasil PCR-RFLP dieletroforesis menggunakan gel poliakrilamid 10% dan kemudian dilakukan pewarnaan dengan perak nitrat. Analisa Data. Analisa data dilakukan secara deskriptif, dengan melihat pola pita yang dihasilkan dari hasil PCR-RFLP dan dikorelasikan terhadap keberhasilan Inseminasi Buatan.
217
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi gen BMP-15 pada DNA sapi PO pada penelitian ini masing-masing menghasilkan satu pita dengan ukuran sekitar 350 bp (gambar 1). M
1 2
3 4
5 6
7
8
M 1 2
3
4
5
6
7 8
9 10 11
600 bp
9 10
400 bp
350 bp
200 bp
100 bp
400 bp 100 bp
Gambar 1. Hasil amplifikasi gen BMP-15. M : DNA leader 100 bp. 1-10 : fragmen DNA gen BMP-15 hasil amplifikasi Berdasarkan informasi sequen gen BMP15 pada Bos Taurus yang diperoleh dari NCBI dengan kode akses AC_000187.1, posisi primer forward yang digunakan dalam penelitian ini didesain pada urutan basa 70157033 sedangkan posisi primer reverse didesain pada urutan basa 7367-7385. Amplikon yang diperoleh berdasarkan informasi tersebut memiliki panjang sebesar 371 bp. Adanya perbedaan hasil amplifikasi dalam penelitian ini dengan yang telah diperoleh dari NCBI kemungkinan disebabkan karena bangsa sapi yang digunakan berbeda, dalam penelitian ini menggunakan Sapi PO (Bos indicus) sedangkan pada informasi NCBI adalah Sapi Eropa (Bos Taurus) sehingga terjadi perbedaan wilayah amplifikasi. PCR-RFLP dilakukan untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida DNA dengan menggunakan enzim restriksi, yang pada penelitian ini yaitu HaeIII. Enzim HaeIII merupakan enzim yang mengenali sisi pemotongan pada sekuen GG*CC [2]. Pemotongan hasil amplifikasi dengan teknik PCR-RFLP ini menghasilkan 2 variasi pemotongan yang ditunjukkan pada gambar 2 dan gambar 3.
Jurnal Biotropika | Vol.1 No. 5 | 2013
Gambar 2. Elektroforesis gel poliakrilamid 10% hasil PCR-RFLP gen BMP15. M : DNA leader 100 bp. 1-10 : DNA hasil PCR-RFLP. 11 : uncut (PCR)
Gambar 3. Zimrogram hasil PCR-RFLP fragmen gen BMP-15 dengan enzim Hae III Berdasarkan hasil PCR-RFLP gen BMP15 pada penelitian ini terdapat dua tipe haplotip, yaitu haplotip satu dan haplotip dua. Tipe haplotip tersebut ditentukan berdasarkan jumlah situs restriksi dan ukuran fragmen DNA. Sampel nomer 1-10 dapat dilihat bahwa semua DNA hasil amplifikasi terpotong oleh enzim HaeIII. Haplotip satu terpotong dengan dua ukuran fragmen yaitu 200 bp dan 100 bp, sedangkan haplotip dua yaitu terpotong dengan lima ukuran fragmen sebesar 400 bp, 300 bp, 200 bp, 125 bp, dan 100 bp (tabel 1). Variasi haplotip ini menunjukkan adanya polimorfisme gen BMP-15 pada sapi PO. Terjadinya polimorfisme gen BMP-15 pada sapi PO ini, dikarenakan adanya perbedaan susunan gen BMP-15 pada sapi PO, yang ditunjukkan dengan ukuran fragmen DNA pada haplotip dua.
218
Table 1. Haplotip Gen BMP-15 Sapi PO Haplotip Jumlah Ukuran Sampel situs fragmen no retriksi (bp) 1 2 100, 200 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 2 5 100, 125, 10 200, 300, 400 Penelitian mengenai polimorfisme gen BMP-15 juga dilakukan pada beberapa hewan lain, seperti domba dan tikus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Davis [4] menyatakan bahwa mutasi heterozigot pada gen BMP-15 menyebabkan kenaikan laju ovulasi pada domba, sedangkan mutasi homozigot akan menyebabkan kegagalan proses folikulogenesis karena mengalami kerusakan pada ovarium. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. [12] menunjukkan bahwa tikus yang sudah diinaktivasi (knock out) gen BMP15 nya tidak menunjukkan sifat steril tetapi hanya mengalami penurunan laju ovulasi (sub fertil). Hasil penelitian yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan performa reproduksi yang diperoleh berdasarkan data Inseminasi Buatan, yaitu nilai S/C (service per conception) pada masing-masing sampel Sapi PO (tabel 2). Table 2. Hubungan keberhasilan Inseminasi Buatan dengan haplotip Gen BMP-15 Sampel Haplotip Keberhasilan Inseminasi Buatan 1 1 Bunting 2 1 Bunting 3 1 Tidak Bunting 4 1 Tidak Bunting 5 1 Bunting 6 1 Bunting 7 1 Bunting 8 1 Bunting 9 1 Bunting 10 2 Bunting Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa pada haplotip satu terdapat variasi keberhasilan Inseminasi Buatan, yaitu dua induvidu yang tidak mengalami kebuntingan dan tujuh individu yang mengalami kebuntingan. Sedangkan haplotip dua terdapat Jurnal Biotropika | Vol.1 No. 5 | 2013
satu individu yang mengalami kebuntingan. Sehingga berdasarkan tabel 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara polimorfisme gen BMP-15 dengan keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi PO. BMP-15 terekspresi berlimpah pada folikel primer, yang menunjukkan bahwa transkripsi BMP-15 telah ditranslasikan pada tahap folikulogenesis. Pada manusia BMP-15 terekspresi dalam konsentrasi yang rendah [5]. Mutasi alami pada gen BMP-15 menjadi factor yang berpengaruh terhadap ovarium dan dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan ovulasi maupun fenotip infertile [5]. Mutasi pada BMP-15 menyebabkan fungsi terhadap pengaturan sirkulasi ekspresi FSH pada sel granulosa menurun. Kerusakan sistem BMP selama perkembangan folikel dapat meningkatnya rata-rata ovulasi, yang diakibatkan oleh kehilangan fungsi pada sistem BMP yang diakibatkan oleh mutasi [11]. BMP-15 meregulasi proliferasi dan differensiasi sel granulose dengan cara mempromotori mitosis sel, menekan ekspresi reseptor FSH dan menstimulasi ekspresi ligand kit, dimana semua fungsi tersebut berperan pada kesuburan mamalia betina [5] Menurut Davis [4] hilangnya fungsi pada sistem BMP-15 mengakibatkan aktivitas gen BMP-15 semakin direduksi. Berkurangnya aktifitas gen BMP-15 menyebabkan berkurangnya pengaturan sirkulasi FSH sehingga ekspresi hormone ini semakin tinggi dan memicu proses follikulogenesis pada selsel ovarium. Mutasi pada gen BMP-15 menyebabkan kehilangan fungsi pada BMP-15 yang menghambat ekspresi reseptor FSH pada granulosa cells menurun sehingga membuka peluang sensitifitas FSH menjadi lebih tinggi dan meningkatkan ekspresi dari gen BMP-15. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil pemotongan enzim restriksi HaeIII berdasarkan analisis dengan metode PCR-RFLP menghasilkan 2 haplotip, yang menunjukkan adanya polimorfisme gen BMP-15 pada Sapi PO. Namun, polimorfisme tersebut tidak ada hubungannya dengan keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi PO. TERIMA KASIH Terima kasih kepada pihak penyandang dana dan seluruh staff Laboratorium Biologi Seluler dan Molekuler, 219
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya atas fasilitas yang diberikan bantuannya selama proses penelitian ini berlangsung. DAFTAR PUSTAKA [1] Austin CR, Short RV. 1987. Reproduction In Mammals. Ed Ke-3 New York : Cambridge University Press. [2] Becker, W.M, L.J. Kleinsttonh.2000. The World Of The Cell Fourth Edition. The Benjamins Cumming Publishing Company, New York. [3] Bodin L, et al. 2007. A novel mutation in the bone morphogenetic protein 15 gene causing defective protein secretion is associated with both increased ovulation rate and sterility in Lacaune sheep Endocrinology 148 (1) : 393-400. [4] Davis GH. 2005. Major Genes Effecting Ovulation Rate In Sheep. Genet Sel Evol 37:S11-S23. [5] Dube JL et al. 1998. The Bone morphogenetic protein 15 gene is X linked and expressed in oocytes. Mol Endocrinol 12 : 1809–1817. [6] Galloway, S.M., S.M. Gregan, T. Wilson, K.P. Mcnatty, J.L. Juengel, O. Ritvos And G.H. Davis. 2002. BMP15 mutations and ovarian function. Mol. Cell. Endrocinol. 191: 15-18. ha_ternak.pdf [7] Hadi P. U. Dan N. Ilham. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Sapi Potong Di Indonesia Dalam Rangka Swasembada Daging 2005. PSE, Bogor. [8] Hanrahan, J.P., S.M. Gregan, P. Mulsant, M. Mullen, G.H. Davis, R. Powell And S.M. Galloway. 2004. Mutations in the genes for oocyte-derived growth factors GDF9 and BMP15 are associated with both increased ovulation rate and sterility in Cambridge and Belclare sheep (Ovis aries). Biol. Reprod. 70: 900-909.. [9] Lewis, R . 2003. Human Genetics: Concept and Aplication 5th edition. Mc Graw HillCo. New York. Halaman:183-184. [10] Otsuka, F. And S. Shimasaki. 2002. A Negative Feedback System Between Oocyte Bone Morphogenetic Protein 15 And Granulosa Cell Kit Ligand: Its Role In Regulating Granulosa Cell Mitosis. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 99:80608065.
Jurnal Biotropika | Vol.1 No. 5 | 2013
[11] Wilson T et al. 2001. Highly prolific Booroola sheep have a mutation in the intracellular kinase domain of bone morphogenetic protein IB receptor (ALK-6) that is expressed in both oocytes and granulosa cells. Biol Reprod 64: 1225–1235. [12] Yan C, Wang P, DeMayo J, DeMayo FJ, Elvin JA, Carino C, et al. 2001. Synergistic roles of bone morphogenetic protein 15 and growth differentiation factor 9 in ovarian function. Mol Endocrino 115: 854–866. [13] Zhang, L.P, Q.F. Gan, X.H.Zhang, H.D.Li, G.Y.Hou, J.Y.Li, X.Gao, H.Y.Ren, J.B.Chen, S.Z.Xu. 2009. Detecting a Deletion in the coding region of the Bovine Bone Morphogenetic Protein 15 Gene (BMP15). J Appl Genet 50 (2): 145-148.
220