ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI DIVISI WELDING UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DI PT. XX Alfa Firdaus, Dedy Pratama Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana Jakarta ABSTRAK Tata letak fasilitas produksi merupakan salah satu elemen dasar yang penting dalam sebuah perancangan stasiun kerja. Tata letak fasilitas produksi perlu dirancang dengan baik, agar aliran produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. PT. XX merupakan perusahaan dengan produksi sesuai dengan permintaan pasar atau konsumen, yang memproduksi alat-alat kesehatan terutama incubator bayi. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan adanya indikasi di PT. XX yang memiliki tata letak lantai produksi pada divisi welding yang dirasa kurang efektif dengan pola aliran yang tidak beraturan sehingga perlu adanya usaha untuk mengatur tata letak menjadi lebih baik yaitu dengan menentukan kebutuhan jumlah mesin, peralatan dan tenaga kerja yang lebih efisien dari jumlah sebelumnya dan Memberikan usulan rancangan tata letak lantai produksi divisi welding yang lebih efektif. Hasil penelitian ini adalah perancangan layout baru dengan menggunakan metode routing sheet yang menghasilkan jumlah mesin dan operator yang lebih efisien yang dapat meningkatkan kapasitas produksi. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pada layout yang baru, terjadi pengurangan jumlah mesin sebesar 5 unit, operator sebesar 4 orang dan meningkatnya kapasitas produksi sebesar 28 unit produk / tahun ( 11 % ). Dan terjadi penurunan ongkos material handling yang dikeluarkan oleh perusahaan per produk yaitu sebesar Rp 2.862,81. Kata kunci : Plan lay out welding, kapasitas produksi 1. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi pada saat sekarang ini perusahaan dituntut untuk lebih kompetitif dan dapat melakukan perubahan yang mendukung kinerja perusahaan yang secara signifikan. Perubahan dapat terjadi dengan menerapkan strategi yang tepat untuk memberikan dampak secara langsung terhadap konsumen untuk meningkatkan posisi dan eksistensi perusahaan dimata konsumen. Ada beberapa hal yang menjadi poin penting sebagai ukuran tingkat kepuasan konsumen kepada sebuah perusahaan dan ini harus menjadi fokus utama sebuah perusahaan yaitu : Delivery Time (produk selesai dan sampai ditangan konsumen tepat waktu), harga yang bersaing (harga yang kompetitif menjadi pertimbangan), mutu (mutu harus sesuai dengan keinginan bagi konsumen), after Sales Service (pelayanan yang diberikan perusahaan untuk menjaga
hubungan antara perusahaan dan konsumen). Tata letak fasilitas yang baik akan mendukung poin-poin di atas. Hal ini dikarenakan tata letak fasilitas yang tidak teratur akan menyebabkan pola aliran zigzag handling time dari perpindahan bahan, produk, informasi, peralatan dan tenaga kerja menjadi tinggi sehingga menyebabkan waktu proses yang lama serta dapat menambah biaya produksi menjadi lebih tinggi akibat besarnya perpindahan yang terjadi. Tentunya apabila hal ini dibiarkan akan menjadi masalah bagi perusahaan karena akan berdampak pada keterlambatan pengiriman barang yang akan mengecewakan konsumen serta perusahaan juga mengalami pembengkakan biaya. PT. XX merupakan perusahaan yang memproduksi alat-alat kesehatan. PT. XX memproduksi alat incubator sesuai dengan permintaan yang masuk, tetapi
268
tidak semua produk hanya berdasarkan permintaan saja. Incubator bayi merupakan salah satu alat medis yang berfungsi untuk menjaga suhu sebuah ruangan supaya suhu tetap konstan /stabil. Incubator yang diamati adalah infant incubator TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87. Produk yang dihasilkan PT.XX sangat bervariatif, sehingga ada beberapa produk yang tidak bisa dibuat di PT. XX. Ketika ada pemintaan yang cukup tinggi dari pasar kepada perusahaan ini maka yang terjadi adalah perusahaan tidak bisa memenuhi semua permintaan tersebut, karena lay out lantai produksi welding PT XX. belum optimal disebabkan oleh aliran proses dirasa kurang teratur dan memiliki jarak yang cukup jauh sehingga waktu proses produksi lebih lama. PT. XX memiliki 5 divisi pada lantai produksinya, diantaranya adalah divisi welding, painting, flexi glass, electronic dan divisi assembling. Untuk tiap divisi mempunyai waktu pengerjaan yang berbeda-beda. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan produk oleh divisi welding lebih lama dibandingkan dengan divisi elektronik. yang mengakibatkan divisi elektronik menunggu WIP dari divisi welding. Dilihat dari permasalah tesebut dan juga pemintaan yang semakin tinggi, sehingga PT.XX ingin meningkatkan kapasitas produksinya menjadi lebih baik lagi, Oleh karena itu usaha untuk merancang tata letak lantai produksi di divisi welding yang efektif dan efisien. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan penelitian ini dengan judul“Analisa Perancangan Tata Letak Lantai Produksi Divisi Welding Untuk Meningkatkan Kapasitas Produksi PT. XX”. 1.
LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pabrik / Industri
Pabrik yang dalam istilah asingnya dikenal sebagai factory atau plant adalah setiap tempat dimana factor-faktor seperti : ( Wignjosoebroto, 2003 ) 1.2 Definisi Pearancangan Tata Letak Fasilitas Menganalisa, membentuk konsep, merancang, dan mewujudkan system bagi pembuatan barang atau jasa. Secara
umum digambarkan sebagai susunan fasilitas fisik yang meliputi perlengkapan, tanah, bangunan, dan saranya yang lainnya untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha efektiv, ekonomis, dan aman. ( Apple, 1990 ) tujuan : a. Memudahkan Proses Manufaktur b. Menjaga Keluwesan c. Memelihara Perputaran Barang setengah jadi yang tinggi d. Meminimumkan Perpindahan barang
2.3 Perancangan Kapasitas Produksi Menurut Yamit (2003), perencanaan kapasitas produksi adalah jumlah maksimum output yang dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu.
2.4 Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data Telah dikemukakan bahwa satu langkah yang dilakukan sebelum pengukuran adalah merancang suatu sistem kerja yang baik, yang terdiri dari kondisi kerja dan cara kerja yang baik. Tugas pengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena ketidakseragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang dapat "mendeteksi" hal itu. Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya enam belas kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan, selanjutnya dijalankan tahap-tahap kegiatan mengisi keseragaman data dan menghitung jumlah pengukuran yang harus dilakukan. Bila jumlah pengukuran yang dilakukan belum mencukupi, dilanjutkan dengan pengukuran tambahan, yaitu mengukur lagi untuk mengejar jumlah minimum yang diperlukan. Untuk kecermatan, setelah pengukuran memenuhi syarat kecukupan data seperti yang telah dihitung, dilakukan lagi uji keseragaman data dan penghitungan kecukupan data. Bila kali ini data yang ada terhitung cukup, barulah pengukuran dihentikan. Namun, bila belum juga cukup, tambahan pengukuran perlu dilakukan lagi, dan proses pun berulang. Pemrosesan
269
hasil pengukuran di atas dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini. 1. Kelompokkan Data-Data harga tersebut ke dalam subgrup-subgrup yang masing-masing berisi 4 harga pengukuran yang diperoleh secara berturut-turut, dan hitung harga rata-ratanya. 2. Hitung rata-rata dari harga rata-rata subgrup dengan: di mana : xi adalah harga rata-rata dari subgrup ke-i k adalah harga banyaknya subgrup yang terbentuk 3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan:
di mana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan Xi adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan. 1. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup dengan:
Dimana n adalah besarnya subgrup. 2. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dengan:
Batas-batas kendali ini merupakan batas seragam tidaknya subgrup. Jika ternyata semua data rata-rata subgrup berada dalam batas-batas tersebut. Ini berarti, karena semua rata-rata subgrup berada dalam batas kendali maka semua harga yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan, yaitu dengan menggunakan rumus:
di mana N adalah jumlah pengukuran yang telah dilakukan. Dengan dikumpulkannya data, selanjutnya adalah melakukan pengelompokkan data menjadi subgrup, dilanjutkan dengan menghitung harga rata-rata dari subgrup dan seterusnya sama dengan yang dilakukan tadi sampai mendapatkan BKA dan BKB baru. 2.5 Pengukuran Waktu a. Waktu Siklus : Waktu Penyelesaian Rata-rata selama pengukuran Rumus : b. Waktu Normal : Waktu
Penyelesaian rata-rata selama pengukuran ditambahkan dengan faktor penyesuaian. Waktu Normal = Waktu Siklus x Faktor Penyesuaian c. Waktu Baku : Waktu penyelesaian yang ditambahkan dengan factor penyesuaian dan faktor kelonggaran. Waktu Baku = Waktu Normal x ( 1 + Kelonggaran ) 2.6 Peta Proses Operasi Suatu peta proses operasi menggambarkan langkah-langkah operasi dan pemeriksaan yang dialami bahan (atau bahan-bahan) dalam urut-urutannya sejak awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai bagian setengah jadi. 2.7 Perhitungan Jumlah Mesin Dengan membuat routing sheet, kita dapat menentukan jumlah bahan dan jumlah mesin teoritis. Setelah mesin teoritis didapatkan maka dapat langsung menghitung jumlah mesin sebenarnya dan jumlah operator dengan menggunakan data jumlah mesin teoritis dari data routing sheet. ( Apple, 1990 ) Langkah-langkah : a. Tentukan Kapasitas Terpasang ( Produksi dari satuan barang jadi ) b. c.
Berikan Kelonggaran Untuk Buangan Menghitung Jumlah Barang Yang
dibutuhkan ( yang diminta )
270
d.
Menghitung Disiapkan
Jumlah
Barang
Yang
2.10
Area Relationship Diagram Nama
e. Menghitung Produk dengan efisiensi yaitu jumlah barang yang disiapkan dibagi
Mesin MEJA UKUR MESIN POTONG CUTTER DUDUK KIKIR
dengan effisiensi
TANGAN GUNTING PLAT
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Mesin
Mesin
Teoritis
Aktual
0.6850
1
0.1896
1
0.0021
1
0.0346
1
0.2043
1
0.0439
1
0.1973
1
0.0311
1
0.0635
1
0.2377
1
0.0012
1
0.8762
1
1
0.0450
1
1
Operator
2
MESIN
f. Menghitung Jumlah Mesin Teoritis
BOR TANGAN MESIN BOR
2.8
DUDUK MESIN TAB
Handling Planning Sheet
ZIGSAW TANGAN MESIN
MHPS yaitu tabel yang digunakan untuk mengetahui besarnya biaya penanganan material berdasarkan peralatan material handling yang digunakan Langkah pembuatan : a. Perpindahan dari mesin satu ke mesin yang lain. b. Hitung perpindahan bahan. c. Hitung Luas area asal yang didapat dari perhitungan luas lantai teoritis d. Hitung Luas area tujuan yang didapat dari perhitungan luas lantai teoritis e. Jarak /Distance didapat berdasarkan rumus sebagai berikut f. Ongkos Material Handling ( Rp ), perhitungan ini digunakan sebagai data dasar dalam perhitungan diagram dari ke atau from to chart. Dapat dihitung dengan rumus:
2.9
From To Chart
salah satu teknik yang digunakan dalam pekerjaan tata letak dan pemindahan bahan. Biasanya menunjukkan ukuran aliran bahan antara lokasi yang terlibat, misalnya jumlah satuan biaya, beban, jarak, berat, volume atau faktor lain atau kombinasi dari beberapa faktor. FTC ini dapat dihitung dengan rumus :
TEKUK
1
MESIN TEKUK
1
MANUAL MESIN LAS MESIN BUBUT
diagram balok yang menunjukkan keterkaitan kegiatan, dimana setiap kegiatan dianggap merupakan satu model kegiatan tunggal. ( Apple, 1990 ) 2.11 Area Allocation Diagram diagram yang menggambarkan tata letak produksi yang sebenarnya, pengalokasian, penjatahan, pembagian wilayah-wilayah dari mesin-mesin produksi. 2.12 Template denah pabrik dua dimensi berskala tertentu yang di dalamnya ditunjukkan aliran setiap bahan mulai dari bahan baku sampai dengan barang jadi 5. Analisa dan Pembahasan 5.1 Pembahasan Routing Sheet Berdasarkan hasil perhitungan Routing Sheet secara keseluruhan maka dapat dapat diketahui jumlah mesin secara teoritis dan jumlah operator yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.1 dibawah ini : Tabel 5.1 Jumlah Mesin dan Operator Usulan Kapasitas mesin hasil perhitungan masing-masing mesin yang dihasilkan dari perhitungan routing sheet pada tabel di atas. Dari tabel perhitungan mesin hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai mesin berdasarkan hasil perhitungan terbesar terdapat pada mesin las yaitu 0.8762 unit atau 87.62 %. Nilai jumlah mesin hasil perhitungan yang didapatkan dari mesin las tersebut ternyata belum mencapai 1 mesin atau 100 %.
271
Begitu juga dengan jumlah operator yang digunakan, operator yang dihasilkan dari perhitungan routing sheet sejumlah 8 operator atau lebih effisien dari jumlah sebelumnya yaitu sebanyak 12 operator. Artinya perusahaan hanya butuh 8 operator di bagian welding pada pengerjaan produk infant incubator type TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87 untuk mencapai target perusahaan sebesar 226 unit / tahun. Penempatan operator disini juga dapat dilihat dari kebutuhan masing-masing mesin dan melakukan konsultasi dengan para petinggi perusahaan yang terkait dengan hal ini. 5.2 Pembahasan Multi Product Process Chart Dengan melakukan perhitungan jumlah mesin dengan cara menghitung Multi Product Process Chart yang berasal dari data perhitungan routing sheet, kita dapat menghitung jumlah mesin sebenarnya pada produk infant incubator TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87 sesuai dengan kapasitas produksi yang telah ditargetkan oleh perusahaan. Kebutuhan jumlah mesin saat ini dan usulan dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah ini. Tabel 5.2 Jumlah Mesin Saat ini dan Usulan Jumlah No
Nama Mesin
Jumlah
Mesin
Mesin
Saat Ini
Usulan
1
MEJA UKUR
1
1
2
MESIN POTONG
1
1
3
MESIN TEKUK
1
1
1
1
1
1
1
1
4 5 6
MESIN TEKUK MANUAL MESIN BUBUT ZIGSAW TANGAN
7
MESIN TAB
1
1
8
CUTTER DUDUK
1
1
2
1
1
1
1
1
9
10
11
12
MESIN BOR DUDUK MESIN BOR TANGAN GERINDA POTONG GERINDA
3
1
13
MESIN POLES
2
1
14
KIKIR TANGAN
1
1
15
GUNTING PLAT
1
1
16
MESIN LAS
2
1
21
16
TANGAN
TOTAL
Dari tabel di atas, terlihat bahwa ada perbedaan jumlah mesin saat ini dengan jumlah mesin usulan. Perbedaan ini menunjukkan bahwa jumlah mesin yang digunakan saat ini tidak sesuai dengan jumlah target yang diberikan oleh perusahaaan, seperti halnya mesin Gerinda Tangan, Mesin Poles dan Mesin Las.
Jumlah ketiga mesin ini terlalu banyak, jika kita melihat dari kapasitas produksi yang ada. Hasil dari perhitungan jumlah mesin yang dihitung ternyata masih sangat memungkinkan apabila kapasitas produksi yang ada saat ini dinaikkan menjadi lebih tinggi lagi. 5.3 Pembahasan Material Handling Planning Sheet atau Ongkos Material Handling Dengan dilakukannya perhitungan ongkos material handling kita dapat menentukan berapa biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiap produk lengkap yang dibuat oleh divisi welding pada pembuatan infant incubator TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam pembuatan satu produk lengkap adalah Rp. 14.892,87. Jadi jika kita kalkulasikan perusahaan akan mengeluarkan cost untuk ongkos material handling untuk 226 unit adalah sebesar Rp. 3.365.788,62. Sedangkan biaya perusahaan per produc sebelum perbaikan Rp 17.755,68 atau 4.012.783,68. Ongkos Material Handling usulan lebih efisien Rp 2.862,81 dari sebelumnya 5.4 Pembahasan From To Chart, Area Relationship Diagram dan Area Allocation Diagram Dari perhitungan from to chart yang telah dilakukan maka kita dapat menentukan faktor kedekatan mesin berdasarkan pola aliran proses tiap-tiap komponen dan ongkos material handling yang telah dihitung. Setelah itu kita dapat menentukan ARD dan AAD berdasarkan FTC in flow atau FTC out flow. Pada skripsi ini ARD dan AAD yang optimal dapat dilihat pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6. 6. KESIMPULAN Berdasarkan Pembahasan mengenai Tata Letak Lantai Produksi di bagian welding PT.XX maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perusahaan hanya butuh 8 operator Di bagian welding pada pengerjaan seluruh produk infant incubator untuk mencapai target perusahaan sebesar 226 unit / tahun.Sedangkan sebelum enelitian perusahaan memerlukan 12 operator, hal ini berarti terjadi peningkatan effisiensi sebesar 24 %. 2. Jumlah mesin, meja kerja dan fasilitas lainnya yang dihasilkan dari perhitungan Multi Product Process
272
Chat usulan ini lebih sedikit yaitu 16 unit dan sebelum penelitian sebesar 21 terjadi peningkatan effisiensi sebesar 33%. 3. Hasil dari perbaikan usulan template adalah Ongkos Material Handling usulan yang dikeluarkan oleh perusahaan per produk yaitu Rp. 14.892,87 atau Rp. 3.365.788,62 / tahun sedangkan biaya perusahaan per produk sebelum perbaikan Rp 17.755,68 atau 4.012.783,68. Ongkos Material Handling usulan lebih efisien Rp 2.862,81 dari sebelumnya. 4. Untuk peningkatan kapasitas produksi dari sebelumnya sebesar 226 menjadi 254 unit / tahun, itu berarti terjadi peningkatan sebesar 28 unit / tahun (11%) 5. Ongkos Material Handling usulan yang dikeluarkan oleh perusahaan per produk yaitu Rp. 14.892,87 atau Rp. 3.365.788,62 / tahun.
J. Steven Moore; Arun Garg, 1998, The affectiveness of participatory ergonomics in the red meat packing industri evaluation of a corporation,Journal 21 IE,47- 58 Linda theresia (1997), perancangan kursi yang ergonomis bagi anak-anak sekolah di Indonesia, thesis Teknik industri, ITB. Purnomo, Hari, 2004, Perencanaan dan Pearancangan Tata Letak Fasilitas, Graha Ilmu, Yogyakarta. Syamsul. M. Ma’arif, 2003, Manajemen Operasi, Grasindo, Jakarta Tompkins, James A., and John A. White, 2003. Facilities Planning. Jhon Wiley & Sons, Inc.,New York,. Wignjosoebroto. Sritomo, 1996, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Guna Widya, Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA Apple. James M. 1990, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Penerbit ITB, Bandung, Barnes R. M, 1980 . Motion and Time Study – Design and Measurement of Work , John Wiley & Sons .Inc, New York. Eric Min-yangwang dkk (1999); Development of antropometric work environment for Taiwanese workers. Journal.23, IE, 3 - 8. Ernest J. McCORMICK, Human Factors In Engineering And Design, Tata McGrawHill Publishing Company Limited, New Delhi. Hearagu. Sunderesh, Facilities Design, PWS Publishing Company, Boston, 1997 Iftikar Sutalaksana Z, 2006, Teknik Perancangan Sistem Kerja, Departemen Teknik Industri ITB, Bandung.
273
274