AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR
SKRIPSI AI NURI PRATIWI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Ai Nuri Pratiwi. D24104034. 2008. Aktivitas Pola Makan dan Pemilihan Pakan pada Lutung Kelabu Betina (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi-Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota I Pembimbing Anggota II
: Ir. Didid Diapari, MS. : Ir. Wirdateti, MSi. : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc.
Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus) merupakan salah satu jenis satwa langka dari kelompok Old World Monkey. Populasi lutung saat ini diperkirakan menurun setiap tahun (vurnerable) dan kemungkinan di masa mendatang keberadaannya akan hilang. Penangkaran secara ex situ merupakan salah satu metode konservasi untuk mempertahankan populasi lutung. Manajemen pemberian pakan di penangkaran merupakan faktor penting dalam pemeliharaan lutung. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola aktivitas makan lutung kelabu betina yang terdapat di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi, Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni – Agustus 2007 sampai dengan bulan September 2007 di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi. Materi yang digunakan adalah tiga ekor lutung kelabu betina, terdiri dari lutung 1, lutung 2 dan lutung 3. Jenis pakan yang digunakan adalah pohpohan (Pilea trinervia), bayam (Amaranthus spp. L), kangkung (Ipomea aquatica), daun sawi hijau (Brassica juncea, L), daun melinjo (Gnetum gnemon), dan ubi jalar merah (Ipomea batatas, P) yang telah direbus. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah aktivitas harian lutung (makan, minum, defekasi, urinasi, lokomosi, grooming dan istirahat) dan pemilihan jenis pakan. Metode pengamatan pada penelitian ini menggunakan metode one zero sampling, yaitu dengan memberikan nilai satu apabila terjadi aktivitas dan nilai nol apabila tidak terjadi aktivitas. Waktu pengamatan aktivitas lutung dimulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Data yang telah diamati dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Hasil pengamatan menunjukkan persentase aktivitas makan lutung sebesar 10,49 % dari persentase semua aktivitas yang diamati. Aktivitas makan tertinggi terjadi pada pukul 08.00 WIB sebesar 4,38 %. Urutan pemilihan pakan mulai dari jenis pakan yang pertama diambil sampai terakhir diambil adalah sebagai berikut : ubi jalar, daun sawi, pohpohan, kangkung, bayam, dan daun melinjo. Pakan yang paling disukai adalah ubi jalar, namun dari semua jenis pakan lutung paling banyak mengkonsumsi dedauanan. Rataan konsumsi segar hijauan sebesar 434,33 g/ekor/hari, sedangkan umbi-umbian sebesar 195,48 g/ekor/hari. Lutung menyukai jenis pakan daun yang masih muda atau berupa pucuk.
Kata kunci
: aktivitas makan, pemilihan pakan, lutung kelabu, tingkah laku makan, Pusat Penyelamatan Satwa Gadog.
ABSTRACT Feeding Activity and Feed Preference of Female Leaf Grey Monkey (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) in Gadog Wildlife Rescue Center, Ciawi Bogor A. N. Pratiwi, D. Diapari, Wirdateti, and A. S. Tjakradidjaja
Leaf grey monkey (Trachypithecus cristatus) is one species of Old World Monkey group. This species will be entirely disappeared due to reduction in its population. One method to conserve the species is by captive breeding program (ex situ). This experiment was conducted to study feeding behaviour and feed preference of female leaf grey monkey. Information of feeding behaviour of leaf grey monkey is important, feeding behaviour will provide valuable information for obtaining maximal management. Therefore, an experiment of feeding behaviour of female leaf grey monkey in captivity was conducted at Gadog Wildlife Rescue Centre. The study use materials were three female leaf grey monkeys. Type of diets for leaf grey monkey were creeping water-plant (Ipomea aquatica), pohpohan (Pilea trinervia), spinach (Amaranthus spp. L), green brassica leaf (Brassica juncea, L), a fruit-tree leaf (Gnetum gnemon), and boiled sweet potato (Ipomea batatas P). The observation of leaf grey monkey activity was started from 06.00 a.m until 06.00 p.m with interval time was 15 minutes. Variables measured were feeding activity, drinking activity, defecation, urination, locomotion, grooming and resting activity. Data were analyzed using descriptive analysis with one zero sampling method. The result demonstrated that the percentage value of feeding activity, drinking activity, defecation, urination, locomotion, grooming and resting activity, respectively were : 10.49 %, 3.87 %, 10.33 %, 4.35 %, 19.71 %, 23.05 % and 28.19 % of total activities. Leaf grey monkey preferred to eat the following feeds from the first until the last feeds, were boiled sweet potato, green brassica, creeping water-plant, spinach and a fruit-tree. Keywords :Feeding activity, behaviour, leaf grey monkey, feeding preference, Gadog Wildlife Rescue Centre
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sahma Sunarya dan Ibu Endah Nurwiati. Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 1986. Pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri Lontong pada tahun 1992. Penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Cadasngampar pada tahun 1998, kemudian tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMU Negeri 2 Cimalaka, Sumedang. Penulis melanjutkan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana pada tahun 2004 di Institut Pertanian Bogor, program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif berorganisasi di Himpunan Mahasisiwa Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Aktivitas Pola Makan dan Pemilihan Pakan pada Lutung Kelabu Betina (Trachypithecus cristatus) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi-Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog mulai dari bulan Agustus 2007 sampai bulan September 2007. Populasi lutung kelabu sebagai satwa liar keberadaannya di alam diperkirakan menurun (vurnerable) dan terancam kelestariannya. Penangkaran merupakan salah satu cara dalam menyelamatkan kepunahan lutung kelabu sebagai satwa liar. Namun informasi mengenai pola dan tingkah laku makan lutung kelabu di penangkaran masih sangat terbatas, sehingga hal ini mendorong penulis melakukan penelitian tersebut. Aktivitas makan sangat mempengaruhi pakan yang dikonsumsi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi, kesehatan dan kesejahteraan satwa. Apabila kesejahteraan sudah dicapai, maka diharapkan kelestariaannya dapat terjaga. Faktor lain yang perlu dipelajari adalah pemilihan pakan, karena hal ini akan menunjukkan preferensi lutung terhadap jenis pakan. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Bogor, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .......................................................................................................
ii
ABSTRACT ..........................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................... 1 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2 Tujuan ....................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata ............................................................................................ Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus) ................................................ Penyebaran ..................................................................................... Status Konservasi ........................................................................... Klasifikasi ...................................................................................... Morfologi ....................................................................................... Habitat ............................................................................................ Tingkah Laku ............................................................................................. Tingkah Laku Makan ................................................................................. Pemilihan dan Konsumsi Pakan................................................................. Jenis Pakan ................................................................................................ Bayam (Amaranthus spp. L) ..........................................................
3 3 3 3 4 4 5 6 9 10 12 12
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) ........................................... Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Poir) ....................................... Melinjo (Gnetum gnemon Linn) .................................................... Sawi (Brassica juncea, L) dan Pohpohan (Pilea trinervia) .......... Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi ..................................................
13 14 14 15 16
METODE Lokasi dan Waktu ..................................................................................... 17 Materi ........................................................................................................ 17 Metode ................ ..................................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum ....................................................................................... 21 Pemilihan Pakan dan Konsumsi Pakan Segar........................................... 22 Aktivitas Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus) ................................ 28 Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung ....... 31 Aktivitas Makan ........................................................................... 32 Aktivitas Minum .......................................................................... 34 Aktivitas Defekasi ........................................................................ 35 Aktivitas Urinasi ........................................................................... 36 Aktivitas yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Kelabu ..................... 36 Aktivitas Lokomosi ........................................................................ 37 Aktivitas Grooming ....................................................................... 39 Aktivitas Istirahat ........................................................................... 40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 42 Saran ....................................................................................................... 42 UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 44 LAMPIRAN ........................................................................................................
47
DAFTAR TABEL
Nomor 1
Halaman
Komposisi Zat Nutrien pada Berbagai Jenis Pakan dalam 100 g Bahan Dapat Dimakan .....................................................
16
2
Urutan Pemilihan Pakan Lutung Kelabu pada Pagi dan Siang Hari ......
24
3
Pemberian dan Rataan Konsumsi Pakan Segar pada Lutung (gram/ekor/hari)................................................................... ....................
26
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Saluran Pencernaan Colobin ................................................................
11
2
Tempat Minum ....................................................................................
18
3
Tempat Pakan ......................................................................................
18
4
Persentase Aktivitas Lutung Selama Pengamatan ..............................
29
5
Aktivitas Lutung yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung .............................................................................
31
6
Aktivitas Makan Lutung .....................................................................
34
7
Aktivitas Mempengaruhi Pola Makan Lutung ....................................
37
8
Aktivitas Tidur Lutung ........................................................................
40
9
Aktivitas Tidur Lutung ........................................................................
40
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Data Aktivitas Lutung Kelabu Selama Penelitian ..................................
48
2
Rataan Aktivitas Lutung Kelabu Selama Pengamatan ............................
60
3
Persentase Rataan Aktivitas Lutung Kelabu Selama Pengamatan ..........
60
4
Data Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan ....................................
61
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan flora dan fauna. Kekayaan ini merupakan aset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa depan Indonesia. Salah satu dari keragaman fauna tersebut adalah satwa lutung dari jenis primata, dimana populasinya pada saat ini diperkirakan menurun dan terancam punah, sehingga sangat penting bagi semua warga Indonesia untuk mencegah kepunahan satwa liar dengan cara mempertahankan dan menjaga populasi yang ada. Lutung kelabu (Trachypithecus cristatus, Raffles) adalah salah satu satwa liar yang dilindungi, hal ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna, 2000). Kepunahan satwa liar ini pada umumnya disebabkan oleh tingkah laku manusia yang tidak bertanggungjawab. Perburuan liar dan penjualan satwa ilegal sangat banyak terjadi. Kebanyakan satwa liar tersebut akan berkurang populasinya karena tempat hidup yang sudah tidak ada lagi, sehingga populasi satwa tersebut semakin berkurang di alam, di samping itu hutan-hutan yang merupakan habitat asli dari satwa liar, banyak dijadikan sebagai lahan perkebunan untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Di kawasan Cangar- Kabupaten Malang sekitar 10 tahun lalu masih terdapat tujuh kelompok lutung, tetapi kini hanya tinggal satu kelompok, bahkan di kawasan gunung Vanderman tidak ada lutung yang hidup, padahal dulu banyak sekali terdapat lutung di daerah tersebut. Lutung ini biasanya diambil dagingnya dan dijual dari daerah Banyuwangi ke Bali (Mawuntyas, 2006). Metode konservasi dengan sistem penangkaran (ex situ) adalah upaya untuk mempertahankan populasi satwa liar yang mulai terancam kepunahannya. Prinsip yang harus diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah memenuhi kebutuhan satwa untuk hidup layak dengan mengkondisikan lingkungannya seperti pada habitat alaminya, sehingga satwa tersebut dapat berproduksi dengan baik. Selain itu keberhasilan usaha budidaya dari suatu spesies, sangat didukung oleh pengetahuan
pola tingkah laku untuk mencari, mendapatkan, dan menyeleksi pakan yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan hewan tersebut. Jadi, pengetahuan tentang cara pemberian pakan dan perilaku makan tersebut merupakan faktor penentu yang sangat penting untuk mempertahankan populasi satwa liar tersebut. Informasi mengenai perilaku makan lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) di penangkaran masih sangat terbatas, padahal perilaku tersebut dapat memberikan gambaran dan informasi tentang cara makan, konsumsi, waktu pemberian makan dan pola makan lutung kelabu. Informasi ini dapat menunjang sistem pemeliharaan yang lebih baik, dengan demikian populasi lutung kelabu di masa yang akan datang setidaknya dapat dipertahankan dan lebih dikembangkan lagi. Perumusan Masalah Lutung kelabu merupakan salah satu satwa liar yang mulai langka keberadaannya akibat dari tingkah laku manusia maupun karena bencana alam. Untuk menjaga kepunahan lutung ini maka diperlukan adanya suatu pemeliharaan khusus yaitu penangkaran. Informasi mengenai manajemen pemeliharaan lutung kelabu, khususnya pemberian makan di penangkaran masih sangat terbatas. Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui informasi mengenai pola perilaku makan lutung tersebut. Informasi ini diharapkan dapat membuat manajemen pemberian pakan pada lutung kelabu di penangkaran dapat lebih baik dan efisien, sehingga lutung dapat berkembang lebih baik untuk mempertahankan populasinya dari kepunahan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari aktivitas perilaku makan serta mencari pakan yang paling disukai lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) dengan metode cafeteria yang terdapat di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi.
TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua subordo, yaitu Prosimii dan Anthropoidea. Subordo Anthropoidea terbagi menjadi New World Monkey, Old World Monkey, Apes, dan manusia. Lutung termasuk ke dalam grup Old World Monkey (Sajuthi, 1984). Ciri-ciri Old World Monkey adalah sebagai berikut : 1) Mempunyai ischial pads, 2) Mempunyai colon yang terbagi atas bagian ascending, transverse dan descending (adanya sigmoid flexure) dan 3) Tidak mempunyai appendix (Sajuthi, 1984). Pemeliharaan satwa primata meliputi cara pemberian makanan, jenis pakan yang diberikan, minuman, pembersihan kandang dan pemeriksaan kesehatan satwa. Untuk golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan makanan yang mengandung 15 % protein, untuk betina bunting dan menyusui sebesar 25 % protein (Sajuthi, 1984). Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus) Penyebaran Penyebaran Trachypithecus cristatus terdapat di daerah Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan Semenanjung Malaysia (Supriatna, 2000). Daerah sebaran lutung kelabu adalah hutan hujan tropis, hutan bakau, dan hutan-hutan sekitar pantai dan sungai di Indocina, Thailand, semenanjung Melayu, P. Sumatera, P. Kalimantan dan beberapa pulau kecil lainnya (Wikipedia, 2007). Selain itu, lutung juga dapat ditemui di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Gunung Arjuna, Pegunungan Hyang, Taman Nasional Alas Purwa, Taman Nasional Baluran, Pulau Sempu, dan Taman Nasional Merubetiri (Grehenson, 2008). Status Konservasi Lutung kelabu adalah salah satu satwa liar yang dilindungi, hal ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999 dan tercantum dalam Appendix II CITES (Suyanto et al., 2002). IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi lutung
kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna, 2000). Selain itu lutung juga dilindungi oleh UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, satwa langka tersebut tidak boleh diperjualbelikan. Bagi pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dikenakan hukuman penjara maksimum 5 tahun dan denda Rp 100 juta (Antara News, 2007). Klasifikasi Klasifikasi ilmiah lutung kelabu (T. cristatus Raffles) menurut Wikipedia (2007) dan Napier & Napier (1967) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Anthropoidae
Famili
: Cercopithecidae
Subfamili
: Colobinae
Genus
: Trachypithecus
Spesies
: Trachypithecus cristatus Raffles 1812
Lutung kelabu (T. cristatus) dibagi menjadi beberapa subspesies, yaitu T. cristatus villosus, T. cristatus vigilans, T. cristatus caudalis (Rowe, 1996). Morfologi Lutung kelabu (T. cristatus) memilki ciri-ciri muka berwarna hitam tanpa lingkaran putih di sekitar mata dan rambut diatas kepalanya meruncing dengan puncak di tengahnya. Seperti jenis lutung lainnya, lutung kelabu memiliki ekor panjang berukuran sekitar 75 cm (Wikipedia, 2007). Tangan dan kaki merupakan anggota badan yang prehensile yaitu yang digunakan untuk memegang atau mencengkeram, tidak memiliki rambut dan umumnya berwarna hitam (Napier dan Napier, 1985). Lutung jantan dan betina hampir tidak dapat dibedakan. Hanya ada perbedaan yang jelas yaitu suatu bidang putih yang tidak beraturan di bagian panggul
betina. Selain itu jantan berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina. Betina memiliki bobot sekitar 89 % dari bobot tubuh jantan (Bedore, 2005 dalam Prayogo, 2006). Lutung biasanya beranak satu, dengan masa kehamilan tujuh bulan. Bayi lutung kelabu yang baru lahir akan berwarna jingga dengan tangan, muka dan kaki berwarna putih. Setelah berumur tiga bulan, rambut warna jingga ini akan berubah menjadi rambut tubuh kelabu kehitaman seperti lutung dewasa. Lutung dapat hidup hingga 20 tahun (Wikipedia, 2007). Panjang badan lutung jantan berkisar dari 52,4 hingga 56,0 cm, sedangkan betina berukuran sekitar 46,5 – 49,6 cm. Keduanya baik jantan ataupun betina mempunyai ekor yang berukuran lebih panjang daripada panjang tubuhnya, kisaran panjang ekornya sekitar 63 – 84 cm. Jantan memiliki bobot tubuh rata-rata 7,1 kg dan betina sekitar 6,2 kg. Individu yang baru lahir memiliki bobot badan 0,4 kg dan panjang tubuh 20 cm. Individu ini mencapai ukuran dewasa pada usia sekitar lima tahun (Napier & Napier, 1967 dalam Prayogo, 2006). Formulasi gigi lutung kelabu adalah 2:1:2:3 (Napier dan Napier, 1985). Habitat Habitat lutung untuk hidup terutama adalah di hutan hujan (Wikipedia, 2007). Namun kadang-kadang lutung juga sering dijumpai di daerah perkebunan karet, hutan primer pegunungan atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 meter dpl (Nurwulan, 2002). Lutung termasuk hewan siang (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 9 - 30 ekor terdiri dari satu lutung jantan dewasa dan lutung-lutung betina yang secara komunal membesarkan anak lutung. Jantan dewasa melindungi kelompok dan wilayahnya dari lutung-lutung lain. Lutung kelabu adalah hewan arboreal yaitu hewan yang hidup di atas pepohonan, sehingga jarang lutung meninggalkan pohon-pohon besar tempatnya tinggal secara alami. Kadang-kadang lutung turun ke tanah, tetapi akan cepat-cepat kembali ke atas pohon jika merasa ada bahaya atau ancaman (Wikipedia, 2007). Menurut Yasuma dan Alikodra (1992), sebagai adaptasi hidup di pohon, hewan yang hidup jauh dari tanah dan bersifat diurnal, maka mata primata semakin bergeser ke bagian depan wajah agar dapat mengukur jarak, menyebabkan nilai indera penglihatan semakin meningkat, namun indera penciumannya berkurang.
Tingkah Laku Perilaku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera, perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Ada dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan dorongan alat insentif sebagai akibat aktivititas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Satwa liar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerjasama untuk mendapatkan makanan (ingestif), perilaku membuang kotoran (eliminatif), perilaku seksual, perilaku pemeliharaan (efimeletik), perilaku mendekati yang memelihara (et-epimeletik), perilaku menentang/konflik (agonistik), perilaku meniru (alelomimetik), perilaku mencari perlindungan (shelter seeking) dan perilaku memeriksa (investigatory) (Alikodra, 1990). Tomaszewska et al. (1991) menyatakan bahwa tingkah laku satwa dapat diklasifikasikan dalam 10 macam : 1. Ingestif : Tingkah laku makan, minum, menyusui dan kegiatan lain yang berhubungan dengan hal tersebut. 2. Shelter seeking : Tingkah laku pencarian tempat berteduh, berlindung dari panas matahari atau suhu udara yang sangat dingin. 3. Investigatory : Tingkah laku ini merupakan karakteristik yang penting satwa untuk memudahkan melihat keadaan bahaya atau menemukan temannya. 4. Alelomimetik : Tingkah laku yang mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok dan terikat. Tingkah laku ini merupakan karakteristik dari hewan yang sudah didomestikasi.
5. Agonistik : Tingkah laku menonjolkan postur, melakukan pendekatan, menakut-nakuti, dan berkelahi. Tingkah laku ini berhubungan dengan agresivitas. 6. Eliminatif : Tingkah laku membuang kotoran seperti urinasi dan defekasi. Tingkah laku ini dapat dimanfaatkan untuk menandai aktivitas seksual (misalnya ternak betina jongkok waktu kencing) dan untuk menandai daerah kekuasaannya. 7. Epimeletik (care-giving) : Tingkah laku pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour). 8. Etepimeletik (care-soliciting) : Perilaku meminta dipelihara, yaitu perilaku individu muda untuk dipelihara oleh individu yang dewasa. 9. Social or reproductive : Tingkah laku kopulasi dan yang berkaitan dengan hubungan satwa jantan dan betina. 10. Play : Tingkah laku yang sering terlihat pada hewan yang masih muda dan sehat, ini dapat dimanfaatkan dalam proses mempelajari beberapa kejadian yang berguna kelak pada saat hewan tersebut dewasa. Menurut Linburgh (1980) dalam Sumiyarni (2005), aktivitas primata (monyet) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Makan, yaitu aktivitas pengambilan makanan, mulai dari mengumpulkan sampai mengunyah yang dilakukan pada pohon yang sama 2. Berpindah, yaitu pergerakan dari suatu tempat ke tempat yang lain. 3. Istirahat, yaitu aktivitas diam, duduk, dan tidur. Kadang-kadang istirahat dilakukan bersamaan dengan perilaku grooming. 4. Berkelahi (agressive), yaitu aktivitas yang ditandai dengan ancaman dan mimik muka atau gerakan badan, menyerang dan memburunya serta baku hantam diakhiri dengan kekalahan lawan. 5. Menyelisik (grooming), yaitu aktivitas merawat/membersihkan diri, mencari kotoran atau ektoparasit dari tubuh sendiri atau tubuh individu lainnya. 6. Kawin (reproduksi), yaitu aktivitas yang dimulai dari pengejaran terhadap betina dan diakhiri dengan turunnya jantan dari betina setelah kopulasi.
7. Bermain (play), yaitu aktivitas yang meliputi aktivitas berayun, berkejarkejaran, berguling, dan latihan baku hantam dengan individu lain. Aktivitas bermain ini biasa terjadi pada anak-anak. Kebanyakan perilaku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur dan seksual) terdiri dari tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut yaitu perilaku apetitif, konsumatoris dan refraktoris. Tahap apetitif meliputi, mencari dari perilaku yang diubah, dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung untuk konsisten, memperlihatkan sedikit perbedaan dari individu yang satu terhadap individu lain, dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Menurut Fleagle (1978), pergerakan lutung dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan penggunaan tungkainya, yaitu: 1. Quadrupedal : berjalan dan berlari, yaitu bergerak secara kontinyu, biasanya bergerak horizontal menggunakan keempat tungkainya. 2. Leaping : melompat secara terputus-putus dan berlangsung sangat cepat, gerakan ini menggunakan dua tungkai belakang. Pada saat mendarat menggunakan tungkai depan atau tungkai belakang, gerakan ini bila dilakukan secara terus-menerus disebut hopping. 3. Climbing : gerakkan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal menggunakan variasi antara keempat tungkainya, kedua tangannya digunakan untuk menarik tubuhnya ke atas, sedangkan kedua kakinya digunakan untuk mendorong tubuhnya dari bawah. 4. Arm-swinging : gerak menggantung dan mengayun dari satu pohon ke pohon lainnya. Arm-swinging disebut juga dengan brachiation, yaitu bergerak menggantung hanya pada satu batang pohon dengan arah gerakan ke kiri dan ke kanan dengan sudut rotasi dapat mencapai 1800 (Napier dan Napier, 1985). Lutung bergerak secara quadrupedal, yaitu bergerak dengan menggunakan keempat tungkainya (Fleagle, 1978). Di atas tanah dan percabangan yang besar lutung dapat berlari atau berjalan secara cepat. Loncatan terjauh antara 10–12 meter
pada sudut miring, sedangkan pada arah horizontal lutung kelabu mampu melompat sejauh 4 meter. Tidur dan makan pada posisi duduk di cabang pohon, ekor tergantung kebawah dan berfungsi sebagai penstabil posisi tubuh (Napier dan Napier, 1967). Aktivitas umum yang dilakukan oleh lutung seperti grooming, seksual dan memamerkan daerah teritorial biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Di alam lutung kelabu jantan menghabiskan waktu harian untuk makan sebesar 24 %, sedangkan betina 30,4 % (Rowe, 1996). Aktivitas makan dilakukan pada pagi hari, istirahat pada siang hari, sedangkan aktivitas bergerak mencari pohon tidur dilakukan pada sore hari (Alikodra, 1990). Aktivitas istirahat berlangsung apabila satwa primata relatif tidak bergerak, misalnya duduk, berdiri, tidur atau berbaring pada tenggeran. Kegiatan istirahat pada primata termasuk lutung umumnya dipengaruhi oleh tingkat suhu dan kelembaban (Prayogo, 2006). Aktivitas istirahat terbagi ke dalam dua tipe yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya lutung melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur, sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan diantara aktivitas hariannya. Waktu istirahat penting dilakukan oleh lutung dan primata lainnya untuk mencerna dedaunan yang telah dikonsumsinya (Alikodra, 1990). Tingkah Laku Makan Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada di tempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Lutung makan dengan menggunakan kedua tangannya. Biasanya setelah mengambil makanan lutung membawa makanannya ke atas atau batang pohon yang sengaja diletakkan di dalam kandang. Posisi yang sering dilakukan lutung ketika makan adalah duduk di batang pohon atau di atas jeruji besi dengan posisi tangan kiri memegang besi dan tangan yang lainnya digunakan untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya (Nurwulan, 2002). Menurut Tomaszewska et al. (1991), tingkah laku makan, minum dan kegiatan lain yang berhubungan dengan hal tersebut, digolongkan ke dalam tingkah laku ingestif. Lutung merupakan satwa primata yang bersifat folivorus (banyak
makan daun), maka umumnya pakannya adalah dedaunan, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncupkuncup daun muda, dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan makanan primata (Rijksen, 1978). Dedaunan dan pucuk-pucuk daun ini terletak di ujung-ujung ranting pohon, posisi tubuh lutung akan berada di atas cabang yang besar dan meraih ranting tersebut atau lutung duduk di atas ranting lain yang masih mampu menopang tubuhnya, kemudian baru mengambil daun yang berada di cabang ranting lain (Fleagle, 1978). Lutung memiliki gigi molar yang lebar dan besar, hal ini menunjukkan adanya adaptasi anatomi terhadap berbagai jenis makanan (Suwelo, 1982). Daun yang dikonsumsi umumnya daun muda yaitu 3 lembar pucuk di bagian ranting, selanjutnya bunga dan buah. Daun, bunga atau buah tersebut dapat diambil secara langsung dengan menggunakan mulut atau dengan cara memetiknya terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam mulut. Daun dimakan satu persatu atau dengan cara menggabungkan dua atau lebih daun sekaligus untuk digigit, setiap gigitan dikunyah antara 10 – 30 kali (Prayogo, 2006). Pemilihan dan Konsumsi Pakan Segar Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) diartikan sebagai jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indera hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah (Arora, 1989). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi pakan pada hewan, apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewska et al., 1991). Rowe (1996) menyebutkan bahwa lutung memakan daun kurang lebih 80 % dari kebutuhan hidupnya, sedangkan sisanya berupa pakan buah-buahan. Bagian daun yang dimakan ujung daun, sedangkan bagian yang terbuang sebesar 10 – 66 %.
Untuk daun yang masih muda biasanya dimakan habis, apabila daunnya sudah cukup tua maka yang dimakan hanya bagian ujung daun saja. Hal ini terjadi karena lutung dapat memilih jenis pakan yang sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan daun yang sudah tua kandungan nutrisinya sudah berkurang, selain itu bagian ujung daun diduga rasanya lebih enak karena kandungan nutrisinya lebih banyak daripada bagian pangkal daun (Prayogo, 2006). Lutung lebih menyukai daun dengan pucuk-pucuk muda karena pada daun ini sedikit mengandung lignin dan tanin daripada daun yang sudah tua. Lutung kelabu termasuk ke dalam primata golongan colobin dan memiliki perut yang besar. Perut lutung sangat kompleks, berbeda jika dibandingkan dengan primata lain yang memiliki perut kecil, sederhana dan tidak dapat mencerna daun secara baik. Ada dua keuntungan dengan memiliki perut seperti ini. Pertama bakteri khusus yang tertentu dapat memecahkan selulosa, menyediakan bagi lutung untuk makan banyak daun dan membuat nutrisi yang baik bagi tubuh. Kedua, bakteri dapat membantu memecahkan dan menguraikan toksin yang potensial, membuat colobine dapat memakan makanan yang jenis primata lain tidak dapat memakan (Prayogo, 2006). Perut colobin terbagi menjadi 4 bagian, yaitu dua bagian besar, diikuti oleh bagian lambung yang berbentuk pipa memanjang. Usus belakang meliputi kantung kolon (besar dan panjang) dan cecum. Keberadaan organisme mikroba dan adanya proses fermentasi mikroba yang luas pada colobin memperlihatkan pencernaan serupa dengan ruminansia, pH usus colobin adalah antara 5 – 6,7 (Edwards et al., 1997). Gambar saluran pencernaan colobin dapat dilihat pada Gambar 1.
Pylorus
Lambung sejati Usus halus Sekum Usus besar Anus Gambar 1. Saluran Pencernaan Colobin (Prayogo, 2006)
Jenis Pakan Bayam (Amaranthus spp. L) Bayam (Amaranthus spp. L) memiliki sekitar 60 genera, yang masing-masing jenisnya mempunyai daerah sebar yang sangat luas karena mampu hidup di ekosistem yang beragam (Hadisoeganda, 1996). Taksonomi tanaman bayam menurut Wikipedia (2007) adalah sebagai berikut : Alam
: Tumbuhan
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Caryophyllales
Famili
: Amaranthaceae
Genus
: Amaranthus
Bayam merupakan sayuran yang telah lama dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh petani di seluruh wilayah Indonesia. Di Indonesia hanya dikenal dua spesies bayam budidaya, yaitu Amarantus tricolor dan A. hybridus. Jenis A. tricolor biasa ditanam sebagai tanaman cabut dan terdiri dari dua varietas, yaitu bayam hijau dan bayam merah. Bayam hijau biasa ditanam sebagai bayam petik (Bandini dan Azis, 1995). Sistem perakaran menyebar dangkal pada kedalaman antara 20 – 40 cm dan berakar tunggang. Daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan urat hijau muda daun yang jelas. Warna daun bervariasi, mulai dari hijau muda sampai warna merah. Daun bayam liar umumnya bertekstur kasar dan kadang berduri, sehingga tanaman bayam liar ini merupakan gulma bagi tanaman lain. Namun bayam juga sering dijadikan sebagai pakan ternak (Bandini dan Azis, 1995). Kandungan nutrisi tanaman bayam cukup banyak mengandung protein, mineral, kalsium, zat besi, dan vitamin. Kandungan protein bayam tinggi akan asam amino lisina, yang biasanya rendah pada protein nabati lainnya. Kadar protein biji bayam sekitar 16 %, sedangkan pada gandum antara 12 – 14 %, beras 7 – 19 % dan pada jagung 9 – 10 %. Kandungan asam amino lisina pada bayam, yaitu sekitar 0,174 % (Asiamaya, 2007) setara dengan lisina yang terkandung dalam susu (Hadisoeganda, 1996). Selain itu kandungan vitamin dan mineral pada bayam juga cukup tinggi. Di dalam zat hijau daun terdapat karoten yang merupakan provitamin A yang akan diubah dalam tubuh menjadi vitamin A. Kandungan vitamin A ini
berguna untuk ketahanan tubuh dalam menanggulangi penyakit mata, sakit pernafasan, kesehatan kulit dan selaput lendir (Bandini dan Azis, 1995). Komposisi zat nutrisi bayam ditampilkan pada Tabel 1. Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) Kangkung merupakan sejenis tumbuhan yang dikenali sebagai sayur-sayuran dan ditanam sebagai makanan. Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai di kawasan berair. Kangkung mempunyai daun licin berbentuk mata panah, sepanjang 5-6 inci, berbentuk tirus. Ia mempunyai batang menjalar dengan daun berselang dan batang menegak pada pangkal daun. Tumbuhan yang boleh dimakan ini berwarna hijau pucat dan menghasilkan bunga berwarna putih, yang menghasilkan pod empat biji benih. Terdapat juga jenis daun lebar dan daun tirus. Kangkung tua mempunyai serabut, kangkung pucuk muda lebih disukai. Kangkung dapat dimakan mentah (seperti kerabu) atau dimasak seperti bayam. Kangkung juga biasa diberikan untuk hewan, misalnya kelinci dan kura-kura (Wikipedia, 2007). Kangkung termasuk ke dalam tanaman yang mengandung SOD, yaitu Super Oksida Dismutase, yang merupakan antioksidan yang berupa enzim, diproduksi oleh tubuh dan bekerja dengan enzim lain yaitu glutathione dan katalase. SOD sangat berperan aktif dalam menangkal serangan radikal Superoksid. Menurut Wikipedia (2007), klasifikasi kangkung adalah sebagai berikut : Alam
: Tumbuhan
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Solanales
Famili
: Convolvulaceae
Genus
: Ipomoea
Spesies
: Ipomoea aquatica
Menurut Setiawan (2007), kangkung mempunyai rasa manis, tawar dan sejuk. Sifat tanaman ini masuk ke dalam meridian usus dan lambung. Efek farmakologis tanaman ini sebagai antiracun (antitoksik), anti radang, peluruh kencing (diuretik), menghentikan perdarahan (hemostatik), sedatif (obat tidur). Kangkung juga bersifat
menyejukkan dan menenangkan. Kandungan nutrisi kangkung dapat dilihat pada Tabel 1. Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Poir) Ubi jalar ini tergolong umbi-umbian dari tumbuhan semak bercabang. Batangnya gundul dan kadang-kadang membelit. Dari batangnya terdapat getah. Daunnya berbentuk segitiga berlekuk dan menjadi 3-5 lekukan dengan tangkai yang panjang. Bunganya berbentuk payung, terdapat di setiap ketiak tangkai daun. Bunganya sering kali tak menjadi buah. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) terbukti mengurangi resiko buta pada anak balita. Oleh karena kandungan vitamin A ubi jalar cukup tinggi, yaitu sebesar 2310 mg (Budi, 2006). Hal itu terungkap dalam hasil penelitian Muhilal (1991) dan para peneliti dari Puslitbang Gizi Depkes. Selain kandungan betakaroten dan vitamin A yang tinggi, ubi jalar mengandung banyak karbohidrat (75-90 %) yang terdiri dari pati (60-80 % berat kering), gula (4-30 % berat kering), selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Komposisi nutrisi ubi jalar ditunjukan pada Tabel 1. Tingginya kandungan karbohidrat dalam ubi ini menyebabkan ubi jalar banyak digunakan untuk mengobati penyakit kembung. Oligosakarida pada ubi jalar cukup banyak sehingga akan menimbulkan flatulens. Namun hal itu tidak terlalu bermasalah, karena oligasakarida tersebut bermanfaat untuk kesehatan, khususnya untuk mencegah timbulnya konstipasi. Satu porsi ubi rebus yang berwarna kuning emas, sekitar 200 gram saja misalnya, mampu menyediakan betakaroten sekitar 5400 mikrogram, atau setara dengan 900 retinol ekivalen (RE) (Harli, 2000). Melinjo (Gnetum gnemon Linn) Melinjo (Gnetum gnemon L.) atau dalam bahasa Sunda disebut Tangkil adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat. Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang berbiji dua (dikotil). Batangnya kokoh dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (Wikipedia, 2007). Daunnya berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing, bewarna hijau dan tulang daunnya menyirip (Susilowati, 2003). Panjang daunnya rata-rata 7,5 cm – 20 cm, lebarnya 2 cm – 10 cm. Setiap 100 gram daun melinjo mengandung nilai vitamin A sebesar 3000 RE
(Yunita, 2002). Menurut Wikipedia (2007), klasifikasi tanaman melinjo adalah sebagai berikut : Kingdom
: Tumbuhan
Divisi
: Gnetophyta
Kelas
: Gnetopsida
Ordo
: Gnetales
Famili
: Gnetaceae
Genus
: Gnetum
Spesies
: Gnetum gnemon
Sawi (Brassica juncea, L) dan Pohpohan (Pilea trinervia) Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah pegunungan. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga sawi dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Balai Pusat Penelitian Teknologi, 2005). Kandungan zat nutrisi sawi dapat dilihat pada Tabel 1. Sawi mempunyai bentuk daun yang lonjong, halus dan tidak berbulu, serta urat daun utama lebih sempit dari petsai. Akar berbentuk tunggang dengan penyebaran akar-akar yang banyak pada setiap samping tanaman sawi. Kandungan vitamin A dan B cukup banyak dalam sawi dan sedikit kandungan vitamin C (Sunarjono, 2002). Kandungan zat nutrisi daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 1. Pohpohan adalah sejenis tumbuhan bawah, tumbuh baik di bawah naungan tajuk pohon hutan pada ketinggian 500 – 1300 meter dpl (Priana, 2004). Daunnya berbentuk elips memanjang dengan tulang daun menyirip, selain itu daunnya ditutupi oleh bulu-bulu halus dan ujung-ujung daunnya sedikit bergerigi, ukurannya bervariasi dengan panjang 6 – 15 cm dan lebar 2,5 – 7 cm. Batangnya tidak berkayu dan berwarna abuabu hijau. Kandungan zat nutrisi berbagai jenis pakan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi Zat Nutrien pada Berbagai Jenis Pakan dalam 100 g Bahan Dapat Dimakan Zat Nutrisi Kadar Air (%) Protein Kasar (g) Lemak Kasar (g) Energi (kkal)
Kangkung 1) Ubi Jalar 2) 91,2 1,9 0,4 28
68,5 2,7 0,79 123
Sawi 3) 85,1 6,99 1,6 7,3
Pohpohan 4) Bayam 1) 87,4 2,5 0,8 3,7
92,9 2,1 0,2 21
Sumber : 1)Kumalaningsih (2008), 2)Harli (2000), 3)Nurwulan (2002), 4) Hardinsyah dan Briawan (1994).
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi Pusat penyelamatan satwa Gadog (PPSG) terletak di jalan raya Gadog Rt. 01 Rw. 01 Desa Sukakarya Kecamatan Megamendung, Ciawi Kabupaten Bogor, yang tidak jauh dari Kota Bogor yaitu sekitar kurang lebih 10 Km, dengan ketinggian 650 m di atas permukaan laut. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog telah berdiri sejak tanggal 25 September 2003 yang merupakan sebuah organisasi non pemerintahan dan bersifat nirlaba. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog bergerak dalam penanganan masalah satwa liar dan habitatnya. Pusat Penyelamatan Satwa dijadikan sebagai salah satu tempat transit satwa sebelum dilepaskan ke habitat aslinya. Kegiatan di PPS Gadog meliputi penyediaan fasilitas (sarana dan prasarana) tempat transit, pengolahan, penanganan satwa liar, dan sosialisasi program kepada masyarakat. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog berkonsentrasi pada program berikut : (a) Pemberian dukungan teknis kepada pihak yang berwenang dalam melakukan operasi penyitaan satwa – satwa liar yang dilindungi dan diproses hukum, (b) Pemulihan kondisi fisik dan psikologis satwa liar sitaan, (c) Mempersiapkan pelepasan kembali satwa hasil pemulihan ke habitat aslinya yang pernah tercatat dan melakukan kampanye dan pengadaan kepada masyarakat mengenai pentingnya melindungi dan menyelamatkan satwa liar. Usaha perlindungan satwa liar dilindungi dalam SK menteri Kehutanan No.447/ KVTSS-11 tahun 2003.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPS Gadog – Ciawi Bogor. Waktu pengamatan dalam penelitian ini dimulai dari bulan Agustus 2007 sampai dengan September 2007. Materi Hewan Penelitian Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lutung kelabu (T. cristatus Raffles 1812) berasal dari Sumatera sebanyak 3 ekor, terdiri dari lutung 1, lutung 2, dan lutung 3. Jenis kelamin lutung yang diamati semuanya betina yang berumur sekitar 3 – 5 tahun. Pakan Pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 jenis pakan, yaitu pohpohan (Pilea trinervia), bayam (Amaranthus spp L), kangkung (Ipomea aquatica), daun sawi hijau (Brassica juncea, L), daun melinjo (Gnetum gnemon), dan ubi jalar merah (Ipomea batatas P) yang telah direbus. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu yang dapat digunakan untuk hewan beraktivitas dan dilengkapi dengan tempat tidur berbentuk kotak dan terbuat dari triplek. Selain itu kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Bahan kandang dibuat dari beton yang dibentuk berupa jeruji-jeruji, sedangkan atapnya menggunakan tipe atap semi tertutup dengan bahan terbuat dari asbes. Ukuran kandang yang digunakan yaitu sebesar 5,80 m x 1,80 m x 3 m (p x l x t), sedangkan tempat pakan (Gambar 2b) berukuran 30 x 40 cm, tempat minum (Gambar 2a) berupa mangkuk yang terbuat dari stainless steel yang berukuran diameter sebesar 20 cm, dan tempat tidur berbentuk kotak terbuat dari triplek yang berukuran 40 cm x 50 cm x 40 cm (p x l x t). Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut : baki plastik, timbangan, kamera digital, jam tangan atau pencatat waktu, peralatan kebersihan kandang (sapu lidi, pengki, selang air), alat tulis (untuk mencatat data pengamatan), dan hygrotermometer (untuk
mengukur suhu dan kelembaban). Tempat pakan dan tempat minum yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Tempat Minum
Gambar 3. Tempat Pakan
Metode Prosedur Pengamatan Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan terlebih dahulu penelitian preliminary yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan selama satu minggu. Tujuan dilakukan preliminary adalah untuk mengetahui aktivitas yang berhubungan dengan makan dan aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung. Selain itu preliminary juga bertujuan untuk mendekatkan pengamat pada satwa sebagai adaptasi. Metode yang digunakan dalam penelitian preliminary adalah ad libitum, yaitu mengamati semua perilaku pada lutung. Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Waktu pengamatan dibagi tiga periode yaitu pagi hari (06.00 – 10.00 WIB), siang hari (10.00 – 14.00 WIB) dan sore hari (14.00 – 18.00 WIB). Periode pengamatan dilakukan dengan interval waktu selama 15 menit. Aktivitas yang diamati kemudian dicatat. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi pukul 06.00 WIB, siang pada pukul 12.00 WIB, dan sore hari pada pukul 15.00 WIB. Persiapan yang dilakukan sebelum pengamatan adalah membersihkan kandang, penyediaan air minum dan penimbangan pakan. Pemberian pakan dilakukan selama dua kali, yaitu pada pukul 07.30 - 08.00 WIB (pagi) dan pukul 13.30 – 14.00 WIB. Setelah pakan diberikan, kemudian dilakukan pengamatan pada pemilihan makanan dengan cara melihat pakan pertama sampai pakan terakhir yang diambil lutung dari semua jenis pakan yang diberikan. Preferensi lutung terhadap pakan yang diberikan juga diamati dan kemudian dicatat.
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengamatan urutan pengambilan dan pemilihan jenis pakan yang dikonsumsi. Peubah ini mengamati pemilihan jenis pakan yang artinya, mengamati jenis pakan yang paling disukai oleh lutung yang diindikasikan oleh banyaknya jumlah konsumsi jenis makanan tersebut. Urutan pengambilan pakan diamati dengan cara melihat dari jenis pakan yang pertama kali dikonsumsi oleh lutung sampai jenis pakan yang terakhir dikonsumsi oleh lutung. 2. Pengamatan aktivitas lutung yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan, terdiri dari : -
Aktivitas
makan,
yaitu
memasukkan
makanan
ke
dalam
mulut,
mengunyahnya dan kemudian menelannya. -
Aktivitas minum, yaitu memasukkan air/cairan ke dalam tubuh melewati mulutnya.
-
Aktivitas defekasi, yaitu aktivitas mengeluarkan kotoran dalam bentuk padat.
-
Aktivitas urinasi, yaitu aktivitas mengeluarkan kotoran berbentuk cair.
3. Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan, terdiri dari : -
Lokomosi, yaitu aktivitas menggerakkan tubuh dengan cara berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, bermain dan bersuara.
-
Grooming, yaitu aktivitas membersihkan diri atau merawat tubuh seperti, menjilat dan menggaruk.
-
Istirahat, yaitu tidak adanya aktivitas yang terjadi, apabila lutung dalam keadaan diam atau tidur dan duduk.
Analisis Data Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kuantitatif dan deskriptif. 1. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui persentase aktivitas lutung yang telah diamati dengan menggunakan metode one zero sampling. Nilai satu diberikan apabila ada aktivitas dan nilai nol diberikan apabila tidak terjadi aktivitas (Martin dan Batesson, 1988). Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dengan interval waktu pengamatan 15 menit. Apabila
terjadi aktivitas dalam waktu 15 menit tersebut maka dicatat angka satu dan angka nol apabila tidak terjadi aktivitas. Pencatatan ini terus berulang sampai waktu akhir pengamatan yaitu pukul 18.00 WIB. Penghitungan persentase aktivitas setiap individu adalah sebagai berikut : Persentase Aktivitas = (A/B) x 100 % A = Rata-rata aktivitas yang diamati dalam perlakuan B = Total semua aktivitas yang diamati 2. Analisis Deskriptif Data yang sudah dianalisis secara kuantitatif, kemudian dianalisis dengan cara deskriptif dengan cara dibuat dalam bentuk tabel dan grafik/diagram. Hasil tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam suatu kalimat yang dapat menjelaskan dan menyimpulkan hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Satwa Populasi lutung di PPSG sebanyak 6 ekor, yang terdiri dari 5 ekor betina dan 1 ekor jantan. Lutung kelabu (T. cristatus) sebanyak 4 ekor dengan jenis kelamin betina, sedangkan dua ekor lutung lainnya merupakan spesies lutung Jawa (T. auratus) yang terdiri dari 1 ekor jantan dan 1 ekor betina. Lutung yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 ekor, yaitu lutung kelabu (T. cristatus) dengan jenis kelamin betina. Kondisi lutung jawa tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai objek penelitian, karena menderita penyakit tuberkulosis dan masih dalam kondisi penyembuhan. Apabila dilakukan penelitian pada lutung jawa dikhawatirkan akan menularkan penyakit pada peneliti. Kondisi tubuh lutung kelabu sudah cukup sehat dan dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Kondisi lutung kelabu yang sehat dapat dilihat dari pergerakannya yang aktif. Lingkungan Kondisi lingkungan yang berada di sekitar kandang terdiri dari, lokasi kandang, tingkat kebisingan, suhu dan kelembaban. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi aktivitas lutung yang diamati. Tingkat kebisingan ditimbulkan oleh suara-suara yang berasal dari lingkungan sekitar, seperti suara satwa lain dan suara manusia. Kandang lutung ditempatkan dengan kandang satwa primata lainnya seperti siamang dan owa. Suara yang paling mengganggu adalah suara siamang, selain jumlahnya cukup banyak, intensitas bersuaranya cukup sering yaitu sekitar satu jam sekali. Hal ini tentu sangat mengganggu aktivitas lutung dan sering membuat lutung ketakutan dan stres, selain itu waktu penangkaran lutung yang masih belum cukup lama (sekitar 1-2 tahun) di PPSG sehingga lutung belum cukup beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Keadaan stress yang dialami oleh lutung ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tiba-tiba menjadi aktif. Selain suara siamang, suara elang jawa juga cukup mengganggu aktivitas lutung karena kandangnya yang cukup dekat dengan kandang lutung. Umumnya satwa-satwa tersebut bersuara karena ada rangsangan dari lingkungan sekitar, seperti adanya orang asing yang lewat di sekitar kandang dan
pada waktu pemberian pakan. Kehadiran orang asing juga merupakan hal yang mengganggu dari lingkungan sekitar dan akan mempengaruhi aktivitas lutung. Keadaan suhu dan kelembaban udara lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas lutung. Rataan suhu selama penelitian adalah sebesar 19,5 0C (pagi), 31,9 0C (siang), dan 30,3 0C (sore), sedangkan rataan kelembaban udara yang dicatat setiap pagi, siang dan sore, masing-masing sebesar 94,1 % ; 56,1 % ; dan 54,8 %. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari akan menyebabkan udara yang sangat dingin. Kondisi seperti ini akan menyebabkan lutung banyak melakukan pergerakan dan biasanya mencari tempat yang cukup sinar matahari untuk menghangatkan tubuhnya. Suhu pada siang hari meningkat hampir setengah dari suhu pagi hari, sedangkan kelembaban menurun dibandingkan pada pagi hari. Hal ini akan menyebabkan lutung tidak banyak melakukan aktivitas lokomosi dan banyak melakukan aktivitas istirahat. Pada sore hari, perubahan suhu dan kelembaban tidak berbeda jauh dengan suhu dan kelembaban pada siang hari, sehingga aktivitas lutung pada sore hari hampir sama dengan aktivitas lutung pada siang hari. Sukandar (2004) menyatakan bahwa kondisi suhu lingkungan di habitat alami lutung adalah berkisar antara 20 0C – 30 0C dan kelembaban 80 %. Kondisi suhu di PPS Gadog sangat tinggi pada siang hari (31,9 0C), sehingga kondisi seperti ini akan sangat mempengaruhi aktivitas lutung yang diamati. Kisaran kelembaban udara yang terlalu rendah dan tinggi (54,8% - 94,1%) apabila dibandingkan dengan kelembaban udara di habitat alami lutung. Oleh karena kondisi suhu dan kelembaban di PPSG kurang optimum, lutung akan melakukan proses adaptasi terhadap suhu yang kurang optimal tersebut, sehingga akan mempengaruhi aktivitas yang dilakukan oleh lutung. Pemilihan Pakan dan Konsumsi Pakan Segar Pemilihan pakan (preferensi) dapat menunjukkan jenis pakan yang paling disukai oleh lutung dan pakan yang paling tidak disukai. Selain itu tingkat kesukaan jenis pakan dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah konsumsi pakan (palatabilitas). Church (1976) mengatakan bahwa hewan memiliki sifat seleksi yang cukup tinggi terhadap pakan yang tersedia, sehingga akan lebih banyak memakan jenis pakan yang paling disukainya.
Jenis pakan yang diberikan pada penelitian ini terdiri atas 6 macam, yaitu ubi jalar merah yang sudah direbus, daun pohpohan, bayam, kangkung, daun sawi dan daun melinjo. Pemberian ubi jalar sudah biasa dijadikan sebagai pakan lutung di penangkaran dan pusat penyelamatan satwa, namun terdapat perbedaan cara penyajian ubi yang diberikan pada lutung di Taman Margasatwa Ragunan dengan pemberian ubi di PPSG. Ubi jalar yang diberikan di PPSG biasanya direbus terlebih dahulu sebelum diberikan pada lutung, namun di Taman Margasatwa Ragunan ubi jalar tersebut tidak direbus dahulu melainkan langsung diberikan pada lutung. Perebusan ubi jalar ini bertujuan untuk meningkatkan kecernaan ubi jalar, menghilangkan zat antinutrisi, dan untuk meningkatkan palatabilitas. Urutan pemilihan pakan sebagai pendekatan untuk mengetahui tingkat kesukaan pakan yang diberikan. Ranking pakan pada pagi hari dan sore hari tidak terjadi perbedaan. Urutan ranking pakan mulai dari ranking 1 sampai 6 masingmasing adalah ubi jalar merah, daun sawi hijau, daun pohpohan, kangkung, bayam, dan daun melinjo. Pakan yang diberikan pada pagi dan sore hari biasanya sebagian besar langsung habis. Hanya pakan yang kurang disukai seperti daun melinjo dan bayam masih tersisa dalam jumlah sedikit. Waktu makan lutung berkisar antara 10 sampai 15 menit. Hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi urutan pengambilan pakan antar individu lutung. Lutung 1 lebih menyukai daun pohpohan daripada daun sawi hijau, sehingga daun pohpohan mendapatkan urutan kedua, sedangkan daun sawi mendapatkan urutan ketiga. Lutung 2 dan lutung 3 lebih menyukai daun sawi hijau daripada daun pohpohan, hal ini dapat dilihat pada urutan pakan yang menunjukkan daun sawi mendapat urutan kedua dan daun pohpohan mendapat urutan ketiga. Variasi urutan pemilihan pakan dapat terjadi karena adanya perbedaan daerah asal tempat lutung hidup di habitat alaminya. Dari hasil data pengamatan diperoleh bahwa jenis pakan yang paling disukai oleh lutung adalah ubi jalar merah yang telah direbus. Warna orange ubi jalar membuat lutung tertarik dan mengambil untuk pertama kalinya jenis pakan ubi jalar tersebut. Lutung membuang kulit ubi jalar sebelum dimakan, cara membuangnya dapat menggunakan giginya atau bahkan menggunakan kedua tangan dan jarinya, tetapi kadang lutung langsung memakan ubi jalar tanpa mengupasnya terlebih
dahulu. Selain itu aroma ubi jalar yang telah direbus membuat lutung menyukai jenis pakan ubi. Urutan pemilihan atau ranking dari jenis pakan yang diberikan dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Urutan Pemilihan Pakan Lutung Kelabu pada Pagi dan Siang Hari Jenis
Lutung 1
Pakan
Lutung 2
Lutung 3
Pagi
Sore
Pagi
Sore
Pagi
Sore
Pagi
Sore
Total
Ranking
Total
Ranking
Ubi Merah
1
1
1
1
1
1
3
1
3
1
Sawi Hijau
3
3
2
2
2
2
7
2
7
2
Pohpohan
2
2
3
3
3
3
8
3
8
3
Kangkung
4
4
4
4
4
4
12
4
12
4
Bayam
5
5
5
5
5
5
15
5
15
5
6
6
6
6
6
6
18
6
18
6
Daun Melinjo
Keterangan : angka 1 sampai dengan angka 6 menunjukan nomor urutan pemilihan pakan dari pakan yang pertama kali dipilih sampai pakan yang terakhir dipilih untuk dikonsumsi.
Jenis pakan yang kedua paling disukai lutung adalah sawi hijau. Warna hijau yang lebih muda dibandingkan dengan warna daun jenis pakan lainnya, sehingga lutung menyukai sawi daripada jenis pakan sayuran yang lain (pohpohan, kangkung, bayam, dan melinjo). Lutung biasanya memakan sawi pada bagian daun terlebih dahulu, kemudian baru bagian batangnya. Pohpohan merupakan urutan jenis pakan yang disukai lutung setelah sawi, yaitu mempunyai urutan ketiga. Cara memakannya biasanya diawali dengan memakan daunnya terlebih dahulu, kemudian batangnya. Batangnya hanya sebagian dimakan oleh lutung, sehingga pada saat penghitungan sisa konsumsi pohpohan ini kadang masih tersisa yaitu pada bagian batang. Kangkung mempunyai urutan keempat dalam ranking pakan yang paling disukai oleh lutung. Kangkung yang diberikan kadang sudah sangat tua, hal ini terlihat dari warna daunnya yang sudah hijau tua. Lutung memakan kangkung dimulai dengan daunnya, lalu bagian batang mulai dimakan apabila bagian daun sudah habis. Daun melinjo merupakan jenis pakan yang paling tidak disukai oleh lutung. Warna daun yang sudah hijau tua membuat lutung sangat tidak menyukai daun melinjo tersebut. Penentuan jenis pakan yang paling disukai dapat juga diamati berdasarkan palatabilitas pakan, yaitu dengan cara menghitung jumlah konsumsi pakan.
Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses memilih pakan dan proses mengkonsumsi pakan. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah (Arora, 1989). Ranking pakan berdasarkan palatabilitas sama dengan ranking pakan berdasarkan urutan pengambilan pakan (preferensi), kecuali pada jenis pakan pohpohan dan kangkung. Pengamatan palatabilitas dapat diketahui dengan cara menghitung konsumsi pakan segar. Tingkat palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aroma, tekstur, suhu lingkungan, rasa, dan nutrien pakan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan satwa liar yang dipelihara di penangkaran adalah saluran pencernaannya. Lutung sebagai primata folivora, sehingga jenis pakan yang diberikan berupa daun-daunan. Hal ini dilakukan agar lutung dapat mendapatkan pakan sesuai dengan di alam sebagai habitat aslinya. Jumlah pakan segar total yang diberikan adalah sebesar 700 g/ekor/hari, terdiri dari 500 g/ekor/hari jenis pakan sayuran/hijauan dan 200 g/ekor/hari jenis pakan umbi-umbian. Jumlah rataan konsumsi hijauan segar sebesar 434,33 gram/ekor/hari, dengan demikian lutung membutuhkan hijauan minimal 434,33 gram/ekor/hari. Jenis pakan lain seperti umbi-umbian, hanya dibutuhkan lutung sekitar 195,48 gram/ekor/hari. Konsumsi pakan segar pada lutung selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan rataan konsumsi pakan, dapat diketahui urutan konsumsi pakan dari yang paling tinggi sampai dengan konsumsi paling rendah, yaitu ubi jalar merah (195,48 g/ekor/hari), daun sawi hijau (95,23 g/ekor/hari), kangkung (94,67 g/ekor/hari), daun pohpohan (93,04 g/ekor/hari), bayam (89,08 g/ekor/hari) dan daun melinjo (61,50 g/ekor/hari). Ubi jalar merah merupakan konsumsi pakan tertinggi, yaitu sebesar 195,48 gram/ekor/hari, maka palatabilitas mempunyai ranking yang pertama. Hal ini sama dengan pengamatan pada preferensi ubi, yaitu ubi menempati ranking pertama. Jumlah pemberian pakan dan sisa pakan serta ranking pakan sesuai dengan jumlah konsumsi segar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel Jenis Pakan
3. Pemberian dan Rataan Konsumsi Pakan Segar pada Lutung (gram/ekor/hari) Pemberian pakan
Rataan Konsumsi
Total Rataan
Ranking Pakan
Ubi Jalar Rebus
200
195,48 ± 3,5
195,48 ± 3,5
1
Sawi Hijau
100
95,23 ± 4,22
2
Kangkung
100
94,67 ± 3,69
3
Pohpohan
100
93,94 ± 4,89
Bayam
100
89,09 ± 3,59
5
Daun Melinjo
100
61,4 ± 13,08
6
434,33 ± 14,44
Keterangan : angka 1 sampai dengan angka 6 menunjukan nomor urutan konsumsi pakan dari pakan yang paling banyak dikonsumsi sampai pakan yang paling sedikit dikonsumsi. Sumber : Kurniawati (data yang belum dipublikasikan).
Matsuzawa (1950) menyatakan bahwa primata pada umumnya menyukai pakan dengan rasa manis. Tingginya kandungan karbohidrat ubi jalar merah, yaitu sekitar 75 – 90 % (Harli, 2000) menyebabkan rasa manis sehingga lutung menyukainya. Ubi jalar yang diberikan di PPSG biasanya direbus terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk meningkatkan palatabilitas dan daya cerna ubi. Dengan demikian lutung lebih menyukai ubi jalar yang telah direbus dengan alasan rasanya yang sangat palatabel dan mudah untuk dicerna. Farida (2000) melaporkan bahwa contoh jenis pakan lutung yang diberikan di Taman Nasional Gunung Halimun sebagian besar berupa daun-daunan, seperti panggang cucuk (Trevesia sundaica), bihbul (Chilocarpus suaveolens), saninten (Castanopsis), harendong (Melastoma polyantheus), cempaka (Michelia montana), dan masih banyak jenis daun lainnya. Jenis pakan daun-daunan yang diberikan untuk pakan lutung di PPSG adalah daun sawi hijau, kangkung, daun pohpohan, bayam dan daun melinjo. Konsumsi segar daun sawi hijau mendapat ranking pada urutan kedua setelah ubi jalar. Rataan jumlah konsumsi segar daun sawi sebesar 95,23 g/ekor/hari. Ranking pakan pada pengamatan palatabilitas sawi sama dengan ranking hasil pengamatan preferensi sawi. Lutung lebih menyukai jenis pakan sawi hijau daripada jenis pakan daun-daunan lainnya, karena kandungan protein sawi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 6,99 g (Nurwulan, 2003) apabila dibandingkan dengan pakan sayuran lainnya.
4
Jenis pakan kangkung dan pohpohan menempati ranking yang berbeda antara hasil pengamatan preferensi dengan palatabilitas. Jumlah rataan konsumsi segar kangkung adalah pada urutan ketiga, yaitu sebesar 94,67 g/ekor/hari (Tabel 3). Pada pemilihan pakan (preferensi), jenis pakan kangkung menempati peringkat keempat, sedangkan pada data palatabilitas pakan kangkung adalah pada ranking ketiga. Meskipun kangkung mendapat ranking keempat dalam pengamatan pemilihan pakan, namun lutung biasanya mengkonsumsi kangkung sampai habis baik bagian batang maupun daunnya, sehingga dalam pengukuran jumlah konsumsi segar kangkung akan lebih banyak apabila dibandingkan dengan pohpohan pada posisi urutan ketiga dalam pengamatan pemilihan pakan. Konsumsi segar daun pohpohan sebesar 93,04 g/ekor/hari, hal ini membuat pohpohan pada posisi ranking keempat dalam hasil penghitungan konsumsi pakan segar. Tekstur daun yang lembut dan sedikit berbulu menyebabkan lutung suka dengan daun pohpohan. Lutung biasanya hanya memakan bagian daun dari pohpohan, sedangkan batangnya hanya sedikit yang dimakan. Tingkat preferensi daun pohpohan lebih tinggi daripada kangkung karena diduga akibat aroma daun pohpohan yang wangi. Daun melinjo adalah jenis pakan yang tidak disukai oleh lutung, hal ini dapat dilihat dari hasil penghitungan konsumsi segar daun melinjo yang paling sedikit apabila dibandingkan dengan jenis pakan lainnya. Jumlah rataan konsumsi segar daun melinjo adalah sebesar 61,50 g/ekor/hari, sehingga daun melinjo terdapat pada ranking keenam berdasarkan pengamatan palatabilitasnya. Ranking hasil pengamatan palatabilitas daun melinjo sama dengan ranking hasil pengamatan preferensi. Tekstur daun melinjo yang keras membuat lutung susah untuk mencernanya, sehingga lutung tidak menyukai daun melinjo. Tingkah laku lutung saat makan daun melinjo biasanya setelah dimakan kemudian dimuntahkan kembali. Hal ini terjadi karena lutung susah untuk mencerna daun melinjo yang sudah tua dan bertekstur keras, sehingga hanya saripati daun saja yang dimakan oleh lutung. Bagian batang daun melinjo tidak dimakan sama sekali oleh lutung. Menurut Rijksen (1978) lutung lebih menyukai tajuk dan pucuk-pucuk daun muda. Untuk mengefisienkan pemberian pakan sebaiknya daun melinjo tidak dijadikan sebagai bahan pakan untuk lutung. Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa lutung tidak
menyukai daun melinjo, bahkan daun melinjo baru dimakan apabila jenis pakan lain hampir habis. Aktivitas Lutung Kelabu (T. cristatus) Lutung merupakan satwa diurnal, yaitu aktif pada pagi hingga sore hari. Pengamatan aktivitas lutung dilakukan mulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Aktivitas lutung dimulai dengan bangun pagi hari dan melakukan aktivitas lainnya seperti grooming. Hasil penelitian Prayogo (2006) yang dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan, menyatakan bahwa lutung memulai aktivitas dengan bangun pagi, kemudian melakukan pergerakan dan mencari makan. Berbeda dengan hasil pengamatan lutung pada penelitian ini, yaitu setelah lutung bangun pagi hari dan keluar dari tempat tidurnya, lutung tersebut tidak langsung melakukan aktivitas pergerakan untuk mencari makan. Lutung hanya melakukan aktivitas grooming dan duduk di atas tempat tidur, sampai sekitar 30 menit sampai 60 menit. Hal ini terjadi karena suhu udara yang sangat dingin, sehingga lutung perlu penyesuaian kondisi tubuh. Aktivitas lain yang dilakukan setelah lutung bangun pagi adalah aktivitas defekasi dan urinasi, kemudian baru lutung melakukan aktivitas lain seperti, mencari makan atau sekedar bergerak dan bergelantungan di dalam kandang. Aktivitas lutung yang diamati pada penelitian ini adalah aktivitas makan, minum, urinasi, defekasi, lokomosi, grooming, dan istirahat. Aktivitas tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu aktivitas yang langsung berhubungan dengan makan dan aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung. Aktivitas yang berhubungan langsung dengan makan, meliputi aktivitas makan, minum, defekasi dan urinasi. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi pada lutung kelabu adalah aktivitas istirahat yaitu sebesar 28,19 %. Tingginya persentase aktivitas istirahat dapat diakibatkan oleh suhu udara lingkungan sekitar dan pengaruh dari luasan kandang yang terbatas. Tingginya suhu udara waktu siang hari (31,9 0C) akan menyebabkan lutung malas untuk bergerak untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh. Padahal kisaran suhu maksimum di habitat alami lutung sebesar 30 0C (Sukandar, 2004). Persentase aktivitas lutung selama pengamatan ditunjukkan pada Gambar 4.
28.19
Persentase Aktivitas (%)
30.00 23.05
25.00
19.77
20.00 15.00
10.50
10.00
10.33 3.87
4.29
5.00 0.00 Makan
Minum
Defekasi
Urinasi
Lokomosi Grooming Istirahat
Jenis Aktivitas
Gambar 4. Persentase Aktivitas Lutung Selama Pengamatan dari Pukul 06.00 WIB sampai dengan Pukul 18.00 WIB.
Kondisi suhu udara yang cukup panas akan membuat lutung banyak melakukan aktivitas istirahat, seperti duduk dan tidur. Hasil yang diperoleh dalam pengamatan ini sama dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Prayogo (2006) yang menyatakan bahwa persentase aktivitas istirahat lutung perak mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas lainnya. Persentase aktivitas istirahat yang diperoleh dari hasil penelitian Prayogo (2006) adalah sebesar 25,94 % yang merupakan hasil pengamatan di Taman Marga Satwa Ragunan. Aktivitas istirahat satwa primata di habitat alaminya sebesar 32 % (Duma, 2007). Aktivitas tertinggi di alam bukan aktivitas istrirahat seperti yang terjadi pada pengamatan di penangkaran, akan tetapi aktivitas tertinggi di alam adalah aktivitas makan. Hal ini terjadi karena pemberian pakan di penangkaran sudah disediakan, sehingga lutung hanya tinggal makan jenis pakan yang tersedia saja. Dengan demikian lutung tidak perlu mencari pakannya sendiri. Lutung sebagai satwa diurnal akan lebih banyak bergerak pada pagi dan siang hari. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan persentase aktivitas istirahat yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan total aktivitas lainnya, seperti makan, minum, defekasi, urinasi, lokomosi, dan grooming. Pada saat lutung melakukan aktivitas istirahat diasumsikan lutung tersebut tidak bergerak, sedangkan ketika lutung melakukan aktivitas lain (makan, minum, defekasi, urinasi, lokomosi, dan grooming) lutung melakukan pergerakan. Persentase aktivitas grooming sebesar 23,05 %, nilai ini lebih tinggi dibandingkan aktivitas lokomosi dan lebih rendah dari aktivitas istirahat. Aktivitas
grooming biasanya dilakukan diantara waktu aktivitas istirahat. Selain duduk dan tidur, kadang-kadang lutung juga melakukan aktivitas grooming seperti menggaruk tubuh, mengambil kutu, dan menjilati bulunya. Oleh karena itu, dengan tingginya aktivitas istirahat akan berpengaruh terhadap aktivitas grooming. Aktivitas lokomosi adalah perpindahan atau pergerakan lutung dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jumlah persentase aktivitas lokomosi yang diperoleh adalah sebesar 19,71 %. Aktivitas lokomosi primata di alam dapat mencapai 27 % (Chivers, 2001 dalam Duma, 2007). Ukuran kandang yang terbatas di penangkaran menyebabkan
lutung
lebih
sedikit
melakukan
aktivitas
lokomosi
apabila
dibandingkan dengan aktivitas lokomosi lutung di alam. Aktivitas makan mempunyai nilai persentase sebesar 10,50 %. Nilai ini merupakan nilai tertinggi diantara semua aktivitas yang berhubungan langsung dengan makan, seperti aktivitas minum, defekasi, dan urinasi. Aktivitas makan lutung dilakukan dengan cara duduk di atas tempat pakan sampai pakan tersebut hampir semuanya habis. Aktivitas makan pada satwa primata di alam lebih tinggi apabila dibandingkan dengan aktivitas makan di penangkaran, hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Putra (1993) yang dilakukan di Cagar Alam Situ Patengan yang menyatakan bahwa persentase aktivitas makan pada surili (Prebytis comata comata) sebesar 29,98 %. Selain itu hasil pengamatan Duma (2007) yang dilakukan di Taman Nasional Sebangau mengatakan bahwa aktivitas makan kalawet (Hylobates agilis albibarbis) sebesar 41 % dan nilai persentase makan ini merupakan nilai persentase aktivitas tertinggi apabila dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Ketersediaan pakan yang banyak terdapat di alam dan satwa dapat dengan bebas mendapatkannya, sehingga aktivitas makan satwa primata di alam lebih besar daripada aktivitas makan satwa yang berada di penangkaran. Aktivitas eliminasi yang terdiri dari defekasi memiliki nilai persentase sebesar 10,33 % dan urinasi sebesar 4,35 %. Aktivitas urinasi dan defekasi biasanya dilakukan dengan posisi duduk dan biasanya juga sudah terbiasa di suatu tempat tertentu, misalnya berjongkok di pinggir atas tempat tidur ataupun tempat pakan. Aktivitas defekasi rata-rata diawali dengan aktivitas urinasi. Aktivitas terendah adalah aktivitas minum yaitu sebesar 3,87 %. Hal ini karena air yang diperoleh dari
pakan berupa hijauan cukup tinggi. Frekuensi minum lutung sangat jarang dan biasanya hanya dilakukan setelah aktivitas makan selesai. Aktivitas lain yang diamati selain aktivitas makan, minum, defeksi, urinasi, lokomosi, grooming dan istirahat adalah aktivitas reproduksi, namun aktivitas reproduksi ini tidak dimasukkan ke dalam data hasil pengamatan. Hal ini dikarenakan aktivitas reproduksi idealnya dilakukan antara dua individu yang berbeda jenis kelamin dan berada dalam satu kandang, sedangkan pada penelitian ini hanya diamati lutung betina saja. Pada waktu pengamatan ditemukan adanya gejala menstruasi pada dua ekor lutung. Gejala menstruasi ini ditandai dengan adanya darah yang keluar dari alat reproduksi dan kadang terlihat cairan merah pada urine. Selama pengamatan ditemukan gejala menstruasi masing-masing satu kali yang terjadi pada lutung 2 dan lutung 3, hal ini dikarenakan kedua lutung tersebut sudah berumur sekitar 5 tahun yang artinya lutung sudah mengalami dewasa kelamin. Adanya kondisi ini berbeda dengan lutung 1 yang baru berumur sekitar 3 tahun, yang tidak ditemukan gejala menstruasi. Menstruasi pada lutung 2 terjadi pada hari kelima pengamatan, sedangkan pada lutung 3 menstruasi terjadi ketika waktu preliminary. Ansella (2008) menyatakan bahwa siklus estrus lutung 24 – 52 hari. Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan, meliputi aktivitas makan, minum, urinasi dan defekasi. Persentase dan alokasi waktu dari aktivitas tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. 2.50
Persentase Aktivitas (%)
makan minum
2.00
defekasi urinasi
1.50
1.00 0.50
0.00 0 .0 17
0 .0 16
0 .0 15
0 .0 14
0 .0 13
0 .0 12
0 .0 11
0 .0 10
0 .0 09
0 .0 08
0 .0 07
0 .0 06
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-0
-0
-0
00 8.
00 7.
00 6.
00 5.
00 4.
00 3.
00 2.
00 1.
00 0.
00 9.
00 8.
00 7.
Waktu Pengam atan (WIB)
Gambar 5. Aktivitas Lutung yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung
Aktivitas Makan Tingkah laku makan lutung diawali dengan pemilihan jenis pakan yang diberikan. Hasil penelitian Nurwulan (2002), membuktikan bahwa lutung biasanya makan dengan posisi tubuh bergelantungan di atas pohon. Namun pada hasil pengamatan ini, lutung makan dengan posisi tubuh yang duduk di atas pinggir tempat pakan. Hasil pengamatan pada penelitian ini didukung oleh pernyataan Alikodra (1990) yang menyatakan bahwa pakan yang diberikan pada lutung biasanya langsung dimakan di tempat atau dekat tempat meletakkan pakan. Jarang sekali pakan yang diberikan dibawa ke tempat lain untuk dimakan, kecuali saat makan dekat dengan individu yang dianggap akan membahayakan. Cara pengambilan pakan oleh lutung biasanya dengan menggunakan kedua tangannya, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Namun pada jenis pakan ubi jalar yang telah direbus, sebelum dikunyah kulit ubi terlebih dahulu dirobek dengan menggunakan gigi. Lutung memiliki kecepatan makan yang tinggi, bahkan dua jenis pakan atau lebih dimasukkan ke dalam mulut untuk dikunyah sekaligus dan kemudian dimakan. Keunikan lain dari cara makan lutung adalah kedua tangannya tidak pernah kosong dari jenis pakan, bahkan kadang-kadang kakinya pun dijadikan tempat memegang pakan, walaupun mulutnya masih mengunyah dan sudah cukup penuh dengan makanan Kedua tangannya tetap memegang pakan lain yang umumnya berbeda jenis dan siap untuk dimasukkan kembali ke dalam mulutnya apabila sudah kosong. Prehensi makan lutung kelabu dilakukan sebagai: 1. Pakan yang akan diberikan biasanya sudah disiapkan setengah jam sebelumnya dan pakan akan diletakkan di luar kandang. Hal ini akan membuat lutung menjadi aktif bergerak dan bersuara karena adanya rangsangan dari luar berupa pakan. 2. Pakan dimasukkan ke dalam tempat pakan yang telah tersedia, kemudian lutung langsung menghampirinya. Beberapa saat dilakukan pemilihan pakan terlebih dahulu sebelum akhirnya pakan tersebut dimakan. 3. Pengambilan pakan menggunakan kedua tangannya dan dimasukkan ke dalam mulut untuk dikunyah dengan menggunakan giginya dan kemudian ditelan. Aktivitas makan ini dilakukan sambil duduk di atas pinggiran tempat pakan.
4. Jenis pakan ubi jalar merah yang telah direbus biasanya sebelum dimakan, kulitnya akan dirobek dengan menggunakan gigi dan dibuang. Kadangkadang cara pengupasan kulit ubi juga dilakukan dengan menggunakan tangan. 5. Untuk jenis pakan hijauan dan sayuran, langsung dimasukkan ke dalam mulut dan dikunyah kemudian ditelan. Bagian batang dan daun yang sudah tua biasanya tidak dimakan dan dibuang oleh lutung. Saat memakan daun melinjo yang sudah tua, lutung akan memakan dan menggigitnya kemudian dikeluarkan kembali. Jadi, yang dimakan hanya saripati dari daun melinjo dan ampasnya dikeluarkan kembali. Pakan yang diberikan langsung dimakan dan hanya sedikit yang tersisa. Waktu yang diperlukan lutung untuk makan sekitar 10 menit sampai 15 menit. Biasanya aktivitas makan ini diakhiri dengan aktivitas minum, setelah itu lutung melakukan aktivitas lain seperti grooming dan istirahat. Pagi hari aktivitas makan cukup rendah karena hanya memanfaatkan sisa-sisa pakan sore hari sebelumnya. Aktivitas makan lutung mulai terjadi peningkatan pada pukul 08.00 WIB sebesar 2,12 %, yaitu pada waktu pemberian pakan. Tingginya aktivitas makan pada pagi hari dapat disebabkan juga oleh kondisi suhu lingkungan. Rata-rata suhu udara pagi hari adalah 19,5 0C, kondisi udara tersebut cukup dingin sehingga lutung membutuhkan panas tubuh yang tinggi untuk menjaga agar kondisi tubuhnya tetap seimbang. Hal ini didukung oleh Sutardi (1980), yang menyatakan suhu yang rendah akan menyebabkan nafsu makan bertambah dan begitu juga sebaliknya apabila suhu tinggi maka aktivitas makan akan menurun. Aktivitas makan tinggi dimaksudkan agar tubuh lutung dapat lebih banyak menghasilkan panas tubuh. Aktivitas makan paling rendah terjadi pada pukul 17.00 WIB, yaitu sebesar 0,11 %, hal ini terjadi karena lutung sudah menjelang tidur. Hasil data pengamatan ini didukung oleh pernyataan Prayogo (2006), yang menyatakan bahwa aktivitas makan primata pada umumnya akan meningkat pada pagi hari. Lutung sebagai hewan diurnal akan aktif pada pagi dan siang hari, sedangkan sore hari lebih banyak digunakan sebagai waktu istirahat dan tidur. Pada penelitian ini ditemukan kebiasaan lain dari lutung yaitu memakan daun-daun kering yang jatuh ke dalam kandang. Menurut Rijksen (1978), lutung biasanya mengkonsumsi dedaunan yang masih muda
atau berupa pucuk daun. Tingkah laku lutung yang memakan daun-daun kering ini dikarenakan lutung merasa lapar dan ketersediaan pakan sudah hampir habis sehingga pakan yang tidak biasa dikonsumsi oleh lutung dimakan juga. Kehidupan lutung di alam ditemukan kebiasaan memakan tanah, hal ini terjadi karena untuk memenuhi kebutuhan mineral pada lutung atau sebagai obat. Aktivitas makan pada lutung dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Aktivitas Makan Lutung
Aktivitas Minum Aktivitas minum merupakan aktivitas yang paling rendah apabila dibandingkan dengan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh lutung. Total aktivitas minum dari semua aktivitas adalah sebesar 3,87 % dari keseluruhan aktivitas harian lutung (Gambar 4). Kandungan air dalam pakan yang cukup tinggi diperkirakan memenuhi kebutuhan air, sehingga lutung tidak banyak minum. Jenis pakan yang diberikan berupa sayuran segar yang mempunyai kadar air sekitar 80 % lebih. Aktivitas minum primata di alam jarang ditemukan, biasanya hewan tersebut memakan jenis tanaman yang kadar air pakannya cukup tinggi, seperti umbut dan pandan hutan. Kebiasaan ini dilakukan hewan pada saat pagi menjelang siang yaitu pada pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB (Putra, 1993). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang memperoleh hasil aktivitas minum tertinggi terjadi pada pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB yaitu sebesar 0,69 % (Gambar 4). Tingginya aktivitas minum pada waktu tersebut karena cuaca sudah mulai terik, sehingga lutung harus banyak minum dan ditambah lagi pada waktu sebelumnya aktivitas minum lutung sangat sedikit. Pada waktu siang hari aktivitas minum lutung tidak setinggi aktivitas minum pada pagi hari karena lutung menggunakan banyak waktunya untuk istirahat.
Almatsier (2005) mengatakan bahwa konsumsi air minum ada kaitannya dengan rasa haus dan rasa kenyang, namun pada data hasil pengamatan terlihat pengecualian dari pernyataan sebelumnya, yaitu pada pengamatan pukul 13.00 – 14.00 WIB. Aktivitas makan cukup tinggi, tetapi pada waktu tersebut aktivitas minum cukup rendah apabila dibandingkan dengan aktivitas minum pada waktu pengamatan lainnya. Rendahnya aktivitas minum ini karena kandungan air dalam pakan sudah cukup tinggi. Aktivitas minum pada lutung dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya pada air, kemudian air tersebut dihisap/disedot dengan menggunakan mulut dan lidahnya. Kedua tangan lutung memegang sisi dari tempat minum dan kadangkadang tempat minumnya diangkat dengan kedua tangan, kemudian didekatkan dengan mulutnya untuk diminum. Posisi tubuh saat minum dilakukan dengan cara duduk atau jongkok. Aktivitas minum berlangsung sekitar 0,5 – 2 menit. Setiap individu bervariasi sesuai dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan. Pada sore hari aktivitas minum mulai menurun karena lutung sudah mulai tidur dan masuk ke dalam kotak tempat tidur. Aktivitas Defekasi Aktivitas defekasi mulai dilakukan semenjak lutung memulai aktivitasnya pada pagi hari, seperti aktivitas urinasi. Tingkah laku dan posisi tubuh lutung saat melakukan defekasi mirip seperti posisi ketika lutung melakukan urinasi, yaitu dilakukan dengan cara setengah duduk atau jongkok. Kebiasaan lain yang ditemukan pada aktivitas defekasi lutung adalah ketika feses sudah keluar, tangan lutung memegang dan menggaruk-garuk bagian anusnya, kemudian didekatkan ke indera penciuman (hidung) lutung. Pada penelitian, feses yang dikeluarkan kadang tidak normal, yaitu feses berbentuk cair dan lembek. Bentuk feses yang normal pada umumnya cukup padat dan berbentuk panjang lonjong. Data hasil pengamatan menunjukkan aktivitas defekasi cukup banyak dilakukan lutung pada pagi hari dibandingkan dengan sore hari. Aktivitas defeksi tertinggi terjadi pada pukul 07.00 WIB – 08.00 WIB, yaitu sebesar 0,90 %. Tingginya aktivitas defekasi ini disebabkan oleh hasil metabolisme konsumsi pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh,
sehingga harus dikeluarkan pada pagi harinya. Nilai rataan persentase aktivitas defekasi berdasarkan alokasi waktu pengamatannya dapat dilihat pada Gambar 5. Aktivitas Urinasi Urinasi adalah aktivitas membuang kotoran yang berbentuk cair. Aktivitas urinasi biasanya diikuti oleh aktivitas defekasi, namun tidak selalu demikian. Sebelum melakukan aktivitas lain saat lutung terbangun pagi hari, pertama yang dilakukan lutung adalah aktivitas urinasi dan defekasi. Total aktivitas urinasi sebesar 10,33 % dari semua aktivitas yang diamati. Nilai ini mempunyai urutan kedua terbesar dalam hasil persentase aktivitas yang berhubungan langsung dengan makan. Aktivitas urinasi yang cukup tinggi ini dapat diakibatkan oleh terjadinya gejala menstruasi pada lutung 2 dan 3, sehingga setelah dihitung rataan aktivitas urinasi semua lutung akan tinggi. Gejala menstruasi akan menyebabkan tingginya aktivitas urinasi pada lutung tersebut. Aktivitas urinasi tertinggi dicapai pada pukul 12.00 -13.00 WIB sebesar 1,64 % (Gambar 5). Hasil ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang aktivitas urinasi pada beberapa satwa langka. Hasil penelitian Prayogo (2006) menunjukan hasil tertinggi pada aktivitas urinasi lutung adalah pada pukul 08.00 WIB – 10.00 WIB, sedangkan hasil penelitian Anggraeni (2006) aktivitas tertinggi urinasi pada walabi terjadi pada pukul 15.00 WIB – 16.00 WIB. Tingginya aktivitas urinasi lutung pada siang hari yang terjadi pada penelitian ini karena hasil metabolisme air yang diminum pada waktu sebelumnya. Konsumsi air yang terdapat dalam zat nutrien pakan akan termetabolisme dan dikeluarkan lewat urine. Kemungkinan urinasi yang tinggi pada siang hari juga berasal dari zat nutrien pakan yang dikonsumsi lutung pada pagi hari. Tingkah laku lutung saat melakukan aktivitas urinasi yaitu dengan cara jongkok atau setengah duduk dan biasanya dilakukan pada suatu tempat tertentu. Aktivitas yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung meliputi aktivitas lokomosi, grooming dan istirahat. Persentase hasil pengamatan aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung dilihat pada Gambar 7.
Persentase Aktivitas (%)
3.00
Lokomosi
2.50
Grooming Istirahat
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 00 8. -1 0 00 .0 7. 17 -1 0 00 .0 6. 16 -1 0 0 .0 5.0 15 -1 0 00 .0 4. 14 -1 0 0 .0 3.0 13 -1 0 00 .0 2. 12 -1 0 00 .0 1. 11 -1 0 0 .0 0.0 10 -1 0 00 .0 9. 09 -0 0 0 .0 8.0 08 -0 0 00 .0 7. 07 -0 0 .0 06
Waktu Pengamatan (WIB)
Gambar 7. Aktivitas Mempengaruhi Pola Makan Lutung
Aktivitas Lokomosi Lokomosi meliputi aktivitas bergerak, bermain dan bersuara. Bergerak artinya perpindahan yang dilakukan oleh lutung dari suatu titik ke titik yang lain, dapat dilakukan dengan cara berjalan, melompat, bergelantung dan berlari. Pergerakan lutung yang paling sering dilakukan adalah quadrupedal, yaitu berjalan dengan menggunakan keempat tungkainya yang dilakukan dengan arah yang horizantal ataupun vertikal (Fleagle, 1978). Lutung melakukan gerakan berjalan dengan keempat tungkainya dari sudut kandang ke sudut kandang lainnya atau dengan cara mengelilingi bagian dalam kandang, dan dilakukan dengan berulangkali. Gerakan bergelantung sangat jarang dilakukan karena fasilitas kandang yang terbatas. Namun lutung biasanya sering berjalan di dinding kandang atau di bagian dasar kandang yang terbuat dari jeruji baja. Pada penelitian ini ditemukan tingkah laku lutung yang menjilati dan menggigit jeruji kandang. Hal ini terjadi karena kemungkinan lutung tersebut kekurangan mineral, sehingga untuk mencukupi kekurangan mineral tersebut lutung menjilati besi kandang. Prayogo (2006) menyatakan bahwa aktivitas lokomosi tertinggi pada lutung betina dapat mencapai 9,51 % dalam satu jam selama satu hari pengamatan. Namun pada penelitian ini aktivitas lokomosi tertinggi hanya dicapai sebesar 2,44 % dalam satu jam selama satu hari pengamatan. Kandang yang berukuran sempit menyebabkan aktivitas bergerak atau lokomosi lutung menjadi rendah, sehingga aktivitas tertinggi tidak dapat mencapai nilai seperti yang didapat dari hasil penelitian
Prayogo (2006) yang dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan. Aktivitas lokomosi satwa primata di alam dapat mencapai 27 % (Chivers, 2001 dalam Duma, 2007). Ruang lingkup di alam yang tanpa batas menyebabkan lutung banyak melakukan pergerakan atau lokomosi. Biasanya lutung bergerak untuk mencari makan, apabila di tempat tersebut jenis pakannya telah habis maka lutung akan berpindah ke tempat lain yang banyak terdapat makanan. Mencari pakan di penangkaran, lutung tidak banyak melakukan aktivitas lokomosi karena biasanya pakan telah disimpan di suatu tempat yang sama. Aktivitas lokomosi tertinggi terjadi pada pukul 07.00 – 08.00 WIB yaitu sebesar 2,44 %. Lokomosi yang tinggi pada waktu tersebut terjadi akibat suhu udara yang rendah (19,5 0C) dan kelembaban yang tinggi (94,1%). Kondisi lingkungan seperti ini akan menyebabkan udara yang sangat dingin, sehingga lutung banyak melakukan aktivitas lokomosi untuk menjaga agar panas tubuhnya tetap stabil. Selain itu, tingginya aktivitas lokomosi pada pukul 07.00 WIB – 08.00 WIB karena lutung mendapatkan rangsangan dari luar berupa pakan yang akan diberikan. Biasanya pakan yang akan diberikan pada pukul 08.00 WIB telah disiapkan di depan kandang setengah jam sebelum diberikan. Pakan yang disimpan di luar kandang membuat lutung menjadi aktif bergerak karena lutung mempunyai rangsangan rasa lapar dan keinginan untuk mendapatkan makanan tersebut. Data hasil pengamatan menunjukkan penurunan aktivitas lokomosi pada pengamatan pukul 08.00 WIB dan 09.00 WIB, yaitu sebesar 1,80 %. Penurunan aktivitas lokomosi ini diakibatkan oleh adanya aktivitas makan yang dilakukan oleh lutung, seperti penjelasan sebelumnya tentang aktivitas makan, biasanya lutung melakukan aktivitas makan dengan cara duduk atau tidak berpindah-pindah sampai lutung tersebut merasa sudah kenyang. Aktivitas lokomosi terendah terjadi pada pukul 17.00 - 18.00 WIB sebesar 0,21 %. Pada sore hari lutung sudah mulai istirahat dan masuk ke dalam tempat tidur, sehingga aktivitas lokomosi mulai menurun pada waktu sore hari. Penurunan aktivitas lokomosi pada sore hari mulai terlihat pada pukul 15.00 – 18.00 WIB yaitu sebesar 1,43 % – 0,21 %.
Aktivitas Grooming Aktivitas grooming adalah aktivitas membersihkan diri atau merawat diri dari kotoran dan parasit yang dilakukan dengan cara mengusap, meraba, menelisik, menggaruk, menjilat dan menggigit. Menurut Prayogo (2006), aktivitas grooming dibedakan
menjadi
dua
macam,
yaitu
autogrooming
dan
allogrooming.
Autogrooming yaitu merawat diri yang dilakukan sendiri, sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama individu lain. Pada umumnya satwa primata di alam hidup berkelompok, maka aktivitas grooming akan dilakukan bersama-sama individu lainnya. Namun pada penelitian ini lutung ditempatkan pada kandang
individu,
sehingga
aktivitas
grooming
hanya
dilakukan
sendiri
(autogrooming). Biasanya aktivitas grooming dilakukan pada pagi hari ketika lutung mulai bangun dari tidurnya, selain itu lutung melakukan grooming pada waktu selesai makan dan minum. Aktivitas grooming tertinggi terjadi pada pukul 07.00 – 08.00 WIB, yaitu sebesar 2,49 %. Rendahnya suhu udara pada pagi hari membuat lutung banyak berjemur di bawah sinar matahari. Biasanya lutung melakukan aktivitas grooming sambil menjemur badannya di bawah sinar matahari, sehingga aktivitas grooming tertinggi dicapai pada pagi hari. Pada lutung aktivitas grooming lebih banyak dilakukan pada bagian tangan, kaki dan ekor. Selain itu terdapat juga kebiasaan lain, yaitu lutung meraba dan mengusap-usap bagian anus dan alat kelaminnya ketika lutung selesai melakukan aktivitas urinasi dan defekasi. Aktivitas seperti ini dimasukkan ke dalam aktivitas grooming. Aktivitas grooming meningkat kembali pada pukul 09.00 WIB – 13.00 WIB, yaitu sebesar 2,12 % - 2,38 %. Meningkatnya aktivitas grooming pada pukul 09.00 WIB karena lutung telah melakukan aktivitas makan, sedangkan tingginya aktivitas grooming pada pukul 13.00 WIB, karena pada waktu tersebut lutung menjelang tingginya aktivitas istirahat. Aktivitas grooming sering dilakukan di sela-sela aktivitas istirahat seperti duduk. Aktivitas grooming mulai menurun pada sore hari dan aktivitas terendah terjadi pada pukul 17.00 – 18.00 WIB, yaitu sebesar 0,64 %. Rendahnya aktivitas grooming pada sore hari karena lutung biasanya sudah mulai tidur.
Aktivitas Istirahat Aktivitas istirahat terbagi ke dalam dua tipe yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya lutung melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur, sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan diantara aktivitas hariannya. Waktu istirahat penting dilakukan oleh lutung dan primata lainnnya untuk mencerna dedaunan yang telah dikonsumsinya (Alikodra, 1990). Aktivitas istirahat biasa dilakukan lutung setelah selesai melakukan aktivitas makan, ketika suhu udara tinggi dan pada waktu sore hari. Aktivitas istirahat memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan dengan jumlah aktivitas lainnya, total nilai persentase aktivitas istirahat sebesar 28,19 %. Beberapa hasil penelitian satwa liar di penangkaran seperti Prayogo (2006) menyatakan bahwa aktivitas tertinggi yang dilakukan oleh lutung adalah aktivitas istirahat (25,94 %), sedangkan hasil penelitian Anggraeni (2006) menyatakan bahwa aktivitas istirahat walabi merupakan aktivitas tertinggi (45,62 %) dari semua total aktivitas harian walabi yang diamati. Hasil pengamatan menunjukan bahwa aktivitas istirahat tertinggi terjadi pada pukul 10.00 WIB – 13.00 WIB, yaitu sebesar 2,54 %. Tingginya aktivitas istirahat pada waktu tersebut disebabkan oleh kondisi suhu udara yang tinggi, sehingga akan membuat lutung banyak melakukan aktivitas istirahat untuk menjaga agar kondisi tubuhnya tetap stabil. Suhu udara yang tinggi akan membuat lutung banyak kehilangan energi tubuh, sehingga untuk menghindari hal tersebut lutung mengurangi aktivitas pergerakan dan banyak melakukan aktivitas istirahat. Aktivitas tidur lutung dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Lutung Tidur dalam Pembatas Kandang
Gambar 9. Lutung Tidur Telungkup
Aktivitas istirahat sementara dilakukan di antara aktivitas lain, misalnya lokomosi dan grooming. Aktivitas istirahat sementara dilakukan lutung dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan aktivitas istirahat total. Posisi tubuh lutung ketika melakukan aktivitas tidur sangat bervariasi, mulai dari duduk sampai merebahkan tubuhnya. Posisi tidur lutung pada pagi dan siang hari biasanya dilakukan sambil duduk dan matanya terpejam. Posisi tubuh telungkup juga dilakukan oleh lutung ketika tidur, namun posisi tubuh telungkup ini dilakukan apabila suhu udara sangat panas. Tingkah laku tidur lutung pada sore hari berbeda dengan aktivitas tidur pada pagi dan siang hari. Pada sore hari lutung biasanya tidur dalam kotak, yaitu tempat tidur lutung yang telah disediakan. Posisi tubuhnya kurang dapat diperhatikan, karena bentuk kotaknya yang hampir menutupi seluruh bagian tubuh lutung kecuali bagian kepala.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Aktivitas makan lutung kelabu sebesar 10,50 % dari semua total aktivitas. Nilai ini merupakan keempat tertinggi setelah aktivitas lokomosi, grooming dan istirahat yang masing-masing sebesar 19,77 %, 23,05 % dan 28,19 %. Aktivitas makan tertinggi terjadi pada pukul 08.00 WIB yaitu sebesar 2,12 %. Dari 6 jenis pakan yang diberikan, ubi jalar merah adalah pakan yang paling disukai (195,48 g/ekor/hari), kemudian daun sawi (95,23 g/ekor/hari), kangkung (94,67 g/ekor/hari), pohpohan (93,94 g/ekor/hari), bayam (89,09 g/ekor/hari), dan daun melinjo (61,40 g/ekor/hari) berdasarkan pengamatan tingkat konsumsi pakan, sedangkan urutan pakan berdasarkan pengamatan preferensinya adalah ubi jalar merah, daun sawi, pohpohan, kangkung, bayam, dan daun melinjo. Rataan konsumsi segar umbi-umbian sebesar 195,48 gram/ekor/hari dan hijauan sebesar 434,33 gram/ekor/hari. Lutung membutuhkan 70 % jenis pakan hijauan dan 30 % jenis pakan lainnya, seperti umbi-umbian. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : -
Penelitian aktivitas makan pada lutung kelabu jantan perlu dilakukan agar dapat menjadi perbandingan dari penelitian lutung kelabu betina yang telah dilakukan ini.
-
Jenis pakan daun melinjo sebaiknya diberikan daun yang relatif masih muda, atau diganti dengan jenis pakan daun lainnya.
-
Waktu pemberian pakan yang efektif dilakukan pada pukul 08.00 WIB dan 14.00 WIB dan pemberian pakan ini sebaiknya diberikan dua kali sehari untuk menghindari pakan terbuang dan agar lebih efisien.
-
Pemberian pakan di penangkaran sebaiknya dilakukan dengan cara ad libitum.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia dan nikmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Didid Diapari, MS. sebagai pembimbing utama, Ir. Wirdateti, Msi. dan Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc. sebagai pembimbing anggota yang telah memberikan bimbingan, dorongan, waktu, nasehat, kritik dan saran selama penulis mengerjakan tugas akhir. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada (alm) Dr. Ir. Rachyan G. Pratas dan Dr. Ir. Kartiarso, MSc. sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan bimbingannya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ir. Sriharini IS, MS., Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. dan Ir. Salundik, MSi. selaku dosen penguji seminar dan sidang atas saran dan kritiknya dalam perbaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pak Erwin, Pak Amir dan Mas Pur yang telah banyak membantu selama penelitian di Pusat Penyelamatan Satwa GadogCiawi. Penulis juga ucapkan terima kasih atas kerjasamanya kepada teman-teman satu team penelitian, yaitu Nia, Eci dan Sada. Terima kasih atas bantuan dan dorongannya kepada Iswatin dan Puspita (teman kost penulis), serta terima kasih kepada Rio atas dukungannya baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua rekan-rekan INTP 41 Fakultas Peternakan IPB. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Ibunda dan Nenek tercinta yang telah membesarkan, memberikan dorongan, doa dan nasehat dengan tulus. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada segenap keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan bantuannya berupa nasehat, doa, motivasi dan materil. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Bogor, Juli 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka. Jakarta. Anggraeni, R. 2006. Perilaku yang berhubungan dengan pola makan walabi kecil (Dorcopsulus vanheurni) betina di penangkaran pada siang hari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ansella. 2008. Macaca fascicularis – Morphology, Habitat and Behaviour. http://ansella.wordpress.com. [20 Mei 2008]. Antara
News. 2007. Enam Lutung Jawa Dilepas Http://www.antara.co.id [18 Nopember 2007].
Kembali
ke
Hutan.
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Asiamaya. 2007. Bayam dan Sawi. Http://www.asiamaya.com [4 Januari 2008]. Balai Pusat Penelitian Teknologi. 2005. Sawi. Http://www.iptek.net. [4 Februari 2008]. Bandini, Y dan N, Azis. 1995. Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Budi, S. 2006. Kandungan Gizi Ubi Jalar Merah. Http://wikipedia.com. [4 Januari 2008]. Church, D.C. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol 1. Digestive Physiology. 2nd Edition. Metropolitan Point. Co. Portland. Duma, Y. 2007. Kajian habitat, tingkah laku, dan populasi kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Edwards, M.S, S.D. Crissey and O.T. Offedal. 1997. Leaf Eating Primates:Nutrition and Dietary Husbandry. Nutrition Advisory Group, San Diego. Farida, W.R. dan Harun. 2000. The diversity of plant as feed resources for the Java Gibbon (Hylobates moloch), Grizzled Langur (Presbytis comata), and Silver Langur (Trachypithecus auratus) in Gunung Halimun National Park. Jurnal Primatologi Indonesia Vol 3 No 2: 57-59. Lembaga Penelitian-IPB Bogor. Fleagle, J.G. 1978. Locomotion, Posture, and Habitat Utilization in Two Sympatric Leaf-Monkey (Presbytis obscura and P. melalophos) in Conference of Arboreal Folivores. Fort Royal. Virginia. Grehenson, G. 2008. Lutung Jawa Diperdagangkan Http://bdh.fkt.ugm.ac.id. [15 Mei 2008].
Secara
Ilegal.
Hadisoeganda, W.W. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. BPPT. Bandung.
Hardinsyah dan Briawan. 1994. Keripik pohpohan. Http://sahabattelapak.multiply.com. [7 Juli 2008]. Harli, M. 2000. Ubi Jalar Kurangi Resiko Buta. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kumalaningsih, S. 2008. Antioksidan SOD. Http://antioxidantcentre.com. [27 Pebruari 2008]. Martin, P., and P. Beteson. 1988. Measuring Behaviour, An Introduction Guide. 2nd Edition. Cambridge University Press. Cambridge. Matsuzawa, T. 1950. Primate Origins Of Human Cognition and Behaviour. Kyoto University. Japan. Mawuntyas, D. 2006. Lutung Jawa Terancam http://www.tempointeraktif.com. [11 Nopember 2007].
Punah.
Muhilal. 1991. Ubi Jalar Kurangi Resiko Buta. Kompas (on-line) Jakarta. Mukhtar, A.S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan. Bogor. Napier, J.R and P.H. Napier. 1985. The Natural History of The Primates. The MIT Press, Cambridge. Massachusetts. Napier, J.R. and P.H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates – Morphology, Ecology and Behaviour of Nonhuman Primates. Academic Press. London. Nurwulan, N. 2002. Pola pemberian pakan lutung perak Kalimantan (Trachypithecus villosus) di Taman Margasatwa Ragunan. Laporan Magang. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta. Prayogo, H. 2006. Kajian tingkah laku dan analisis pakan lutung perak (Trachypithecus cristatus) di Pusat Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Priana, M.A. 2004. Identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kemandirian petani dalam melakukan usaha agroforestri (kasus usaha agroforestri pohpohan di hutan pinus dan damar Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Putra, I.M.W.A. 1993. Perilaku makan pada surili (Presbytis comata comata Desmarets, 1822) di Cagar Alam Situ Patengan Jawa Barat. Laporan Akhir. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Bandung. Rijksen, H.D. 1978. A Field Study on Sumatran Orang Utan (Pongo pygmaeus Lesson 1827). H. Veenmanzonen. Wagenigen.
Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates, Pogonias Press. East Hampton, New York. Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setiawan. 2007. Kangkung. Http://images.sudarjanto.multiply.com. [27 Pebruari 2008]. Sukandar, S. 2004. Inventarisasi Flora dan Fauna di Cagar Alam Takokak. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. Bandung. Sumiyarni, N. 2005. Aktivitas yang berhubungan dengan pola konsumsi pakan tarsius (Tarsius bancanus) di penangkaran pada malam hari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sunarjono, H. 2002. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Supriatna, J dan E. Hendras. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Susilowati, A. 2003. Stek mikro melinjo (Gnetum gnemon Linn). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Suwelo, I.S. 1982. Pola Pengelolaan Lutung (P. cristata) di Habitat Alamiahnya di Pulau Lombok NTB. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Bogor. Suyanto, A, M. Yoneda, I. Maryanto, Maharadatunkamsi and J. Sugardjito. 2002. Checklist of The Mammals of Indonesia. 2nd Edition. LIPI-JICA. PHKA. Bogor. Tanudimadja, K dan S. Kusumamihardja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tomaszewska, M.W, I.K. Sutama, T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Warsono, I.U. 2002. Pola Tingkah Laku Makan dan Kawin Burung Kasuari (Casuarrius Sp.) dalam Penangkaran di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. Http://rudict.tripod.com/sem1-023. [4 Januari 2008]. Wikipedia. 2007. Lutung Kelabu, Melinjo, Sawi, Bayam dan Kangkung. Http://www.wikipedia.com. [4 Januari 2008]. Yasuma, S. dan H.S. Alikodra. 1992. Mammal of Bukit Soeharto Protection Forest. The Tropical Forest Research Project. Spesial Publication No.1. 2nd Edition. Mulawarman University. Samarinda. Kalimantan Timur. Yunita, R. 2002. Perbanyakan dan transformasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens pada tanaman melinjo (Gnetum gnemon L) dengan teknik kultur jaringan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Aktivitas Lutung Kelabu Selama Penelitian Aktivitas Pukul 06.00 - 07.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 1 0 0 2 2 1 2 3 1 1 1 4 1 1 0 5 2 0 0 6 2 1 1 7 1 0 0 8 2 1 0 9 1 0 2 10 0 0 1 11 0 0 1 12 0 0 1 13 0 0 2 14 0 0 0 15 0 0 2 16 0 0 0 17 0 0 1 18 0 0 1 19 0 0 1 20 0 0 1 21 0 0 1 22 0 0 2 23 2 0 1 24 0 0 1 Total 15 5 22 Rataan 0.63 0.21 0.92 Sd 0.82 0.41 0.72
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 2 1 2 1 2 0 2 1 2 2 2 1 2 1 2 0 2 1 2 1 1 1 1 1 2 0 0 0 2 0 0 0 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 0 2 0 1 16 39 0.67 1.63 0.56 0.65
Total Grooming 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 0 2 0 1 0 2 1 1 2 2 2 2 0 35 1.46 0.78
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 46 1.92 0.28
7 12 10 8 9 12 8 10 9 7 6 4 8 2 7 2 7 6 6 8 8 9 9 4 178 7.42 2.60
Aktivitas Pukul 07.00 - 08.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 0 0 0 2 0 0 1 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 2 6 0 0 1 7 0 0 1 8 0 1 0 9 1 1 0 10 0 0 1 11 0 0 1 12 1 0 2 13 0 0 0 14 0 0 1 15 1 0 1 16 0 1 1 17 0 0 1 18 0 0 2 19 0 0 1 20 0 0 0 21 0 0 0 22 0 0 0 23 0 0 1 24 0 0 0 Total 3 3 17 Rataan 0.13 0.13 0.71 Sd 0.34 0.34 0.69
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 1 0 2 0 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 0 2 2 2 0 2 1 2 1 2 0 2 0 2 2 2 0 2 0 2 0 2 0 2 1 2 1 2 17 46 0.71 1.92 0.75 0.28
Total Grooming 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 47 1.96 0.20
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 47 1.96 0.20
5 7 6 7 9 8 7 8 8 9 7 11 6 8 9 8 7 10 7 6 6 6 8 7 180 7.5 2.81
Aktivitas Pukul 08.00 - 09.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 1 0 0 5 1 0 0 6 2 0 1 7 2 0 0 8 1 1 0 9 2 1 0 10 2 0 0 11 2 0 0 12 1 0 0 13 2 0 1 14 2 0 0 15 2 0 0 16 2 0 0 17 2 0 1 18 1 0 0 19 1 0 0 20 2 0 0 21 1 0 0 22 2 0 0 23 1 0 0 24 2 1 0 Total 40 3 3 Rataan 1.67 0.13 0.13 Sd 0.48 0.34 0.34
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 0 1 0 1 0 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 1 0 1 0 2 0 1 0 2 0 1 0 2 1 34 0.04 1.42 0.20 0.58
Total Grooming 2 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 0 1 36 1.50 0.59
Istirahat 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 34 1.42 0.50
6 6 5 4 4 8 6 6 9 5 8 5 10 8 7 8 7 5 5 7 4 7 4 7 151 6.29 3.04
Aktivitas Pukul 09.00 - 10.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 2 1 1 2 2 1 2 3 1 0 0 4 1 0 0 5 2 1 1 6 1 1 0 7 1 1 0 8 1 1 0 9 0 0 1 10 1 1 0 11 0 0 0 12 1 0 0 13 1 2 0 14 1 0 0 15 2 0 0 16 1 0 1 17 1 0 0 18 2 1 0 19 2 0 1 20 1 0 0 21 1 0 1 22 2 1 0 23 2 1 0 24 2 0 0 Total 31 12 8 Rataan 1.29 0.50 0.33 Sd 0.62 0.59 0.56
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 2 0 2 0 1 0 0 0 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 2 0 2 0 2 0 1 0 2 0 2 1 2 2 35 0.08 1.46 0.28 0.59
Total Grooming 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 40 1.67 0.48
Istirahat 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 47 1.96 0.20
10 11 6 4 10 7 7 7 5 6 4 6 9 5 8 6 8 8 9 7 6 9 9 8 175 7.29 3.33
Aktivitas Pukul 10.00 - 11.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 1 0 0 2 1 1 1 3 1 2 0 4 0 1 0 5 0 0 0 6 1 1 0 7 0 0 0 8 0 1 1 9 2 1 1 10 0 0 0 11 1 1 1 12 1 0 1 13 0 0 1 14 0 0 0 15 1 0 0 16 1 0 1 17 1 1 1 18 1 1 1 19 2 2 2 20 2 0 1 21 1 0 1 22 2 0 1 23 2 0 1 24 1 1 1 Total 22 13 16 Rataan 0.92 0.54 0.67 Sd 0.72 0.66 0.56
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 1 0 1 0 2 0 1 0 1 0 1 0 2 0 2 2 2 1 1 1 2 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 2 0 2 0 2 0 2 0 1 0 2 1 2 0 2 7 35 0.29 1.46 0.55 0.59
Total Grooming 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 42 1.75 0.44
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 48 2.00 0.00
6 8 9 5 5 7 6 8 12 5 10 7 4 5 5 7 9 9 12 9 7 9 10 9 183 7.63 3.52
Aktivitas Pukul 11.00 - 12.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 0 0 1 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 1 1 5 1 1 0 6 0 0 1 7 1 0 1 8 0 0 1 9 0 0 0 10 0 0 1 11 2 1 0 12 1 1 2 13 0 0 1 14 0 0 0 15 1 0 0 16 1 0 2 17 1 2 1 18 0 0 2 19 1 0 2 20 1 0 1 21 0 1 2 22 1 0 1 23 0 0 1 24 0 1 2 Total 11 8 23 Rataan 0.46 0.33 0.96 Sd 0.59 0.56 0.75
Aktivitas Defekasi Lokomosi 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 0 1 1 2 1 2 1 2 0 2 1 1 0 2 1 2 1 2 1 1 1 2 0 2 0 2 1 2 0 2 1 2 11 35 0.46 1.46 0.51 0.72
Total Grooming 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 45 1.88 0.34
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 48 2.00 0.00
6 3 5 7 7 5 7 7 4 8 10 11 7 6 6 10 11 8 10 8 9 9 7 10 181 7.54 3.47
Aktivitas Pukul 12.00 - 13.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 0 1 1 2 0 0 1 3 0 0 1 4 0 1 1 5 1 0 2 6 0 0 1 7 0 0 1 8 0 0 1 9 0 1 2 10 1 0 2 11 0 1 1 12 0 0 2 13 0 0 2 14 0 0 1 15 1 0 0 16 1 0 2 17 0 0 1 18 0 0 1 19 1 1 1 20 0 1 2 21 0 0 2 22 0 0 1 23 0 0 0 24 0 0 2 Total 5 6 31 Rataan 0.21 0.25 1.29 Sd 0.41 0.44 0.62
Aktivitas Defekasi Lokomosi 1 0 0 2 1 2 0 1 2 2 0 2 2 0 0 1 0 2 1 2 0 2 0 2 1 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 1 0 1 0 2 0 2 0 2 0 0 0 2 8 38 0.33 1.58 0.64 0.72
Total Grooming 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 45 1.88 0.34
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 48 2.00 0.00
7 7 8 7 11 7 7 6 9 10 8 8 9 7 7 9 6 6 7 9 8 6 4 8 181 7.54 3.17
Aktivitas Pukul 13.00 - 14.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 1 0 1 2 1 0 1 3 1 0 1 4 1 0 1 5 1 0 1 6 1 0 1 7 1 0 1 8 1 0 0 9 1 0 1 10 1 1 1 11 0 0 0 12 1 0 1 13 1 0 0 14 1 0 1 15 0 0 1 16 1 0 1 17 1 0 2 18 1 0 2 19 0 0 2 20 1 0 1 21 1 0 0 22 1 0 0 23 1 0 1 24 1 0 0 Total 21 1 21 Rataan 0.88 0.04 0.88 Sd 0.34 0.20 0.61
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 2 0 2 1 1 0 2 0 1 0 1 1 1 0 2 0 1 1 2 1 2 0 2 1 2 0 1 0 1 1 2 0 2 10 34 0.42 1.42 0.50 0.50
Total Grooming 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 34 1.42 0.50
Istirahat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 29 1.21 0.41
6 5 6 7 6 6 7 5 6 7 6 6 4 6 7 5 8 9 8 8 4 4 9 5 150 6.25 3.08
Aktivitas Pukul 14.00 - 15.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 1 1 1 2 1 0 2 3 1 0 1 4 1 0 0 5 0 1 1 6 0 2 2 7 1 0 1 8 1 1 1 9 0 0 1 10 2 1 0 11 1 0 1 12 1 0 1 13 0 0 0 14 1 0 0 15 2 0 0 16 2 0 0 17 2 0 1 18 1 2 2 19 2 0 1 20 1 0 0 21 1 1 1 22 1 0 0 23 2 0 0 24 1 0 0 Total 26 9 17 Rataan 1.08 0.38 0.71 Sd 0.65 0.65 0.69
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 2 0 0 0 1 0 1 0 1 0 2 1 1 0 1 0 2 0 2 0 2 1 2 0 2 1 0 0 1 0 0 0 2 0 2 1 1 0 1 1 2 0 2 0 2 1 1 6 33 0.25 1.38 0.44 0.71
Total Grooming 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 0 2 2 2 1 1 2 2 2 1 40 1.67 0.56
Istirahat 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 0 2 2 1 2 2 2 2 2 42 1.75 0.53
9 6 6 6 7 10 8 8 7 8 7 9 6 4 5 4 9 11 7 5 10 7 8 6 173 7.21 4.24
Aktivitas Pukul 15.00 - 16.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 0 0 2 2 0 0 0 3 1 1 1 4 0 1 1 5 0 0 0 6 0 0 1 7 0 0 1 8 1 0 1 9 0 0 0 10 0 1 2 11 1 1 1 12 1 0 1 13 1 0 0 14 0 0 0 15 2 1 0 16 2 1 0 17 1 0 1 18 2 1 2 19 0 0 2 20 1 0 1 21 0 0 1 22 1 0 1 23 0 0 0 24 1 0 1 Total 15 7 20 Rataan 0.63 0.29 0.83 Sd 0.71 0.46 0.70
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 0 0 2 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 2 0 1 0 1 0 1 0 0 0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 27 0.04 1.13 0.20 0.68
Total Grooming 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 0 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 38 1.58 0.58
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 48 2.00 0.00
6 6 8 7 4 6 6 7 4 9 7 6 6 2 9 9 8 11 8 6 5 6 4 6 156 6.50 3.34
Aktivitas Pukul 16.00 - 17.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 1 0 1 2 0 1 0 3 0 0 1 4 0 1 2 5 0 0 1 6 1 1 1 7 0 0 1 8 0 0 2 9 0 0 0 10 0 0 0 11 0 0 0 12 0 0 0 13 1 0 0 14 0 0 0 15 0 0 0 16 0 0 0 17 1 0 1 18 1 0 1 19 0 0 0 20 0 1 0 21 1 1 1 22 1 0 0 23 0 0 0 24 0 0 0 Total 7 5 12 Rataan 0.29 0.21 0.50 Sd 0.46 0.41 0.66
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 1 0 1 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 2 13 0.08 0.54 0.28 0.72
Total Grooming 2 2 0 2 2 2 2 2 0 0 0 0 1 0 0 0 1 2 0 1 1 1 0 0 21 0.88 0.90
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 47 1.96 0.20
7 6 4 9 5 8 5 6 2 2 2 2 6 2 2 2 6 8 2 5 7 5 2 2 107 4.46 3.65
Aktivitas Pukul 17.00 - 18.00 WIB Hari keMakan Minum Urinasi 1 1 0 1 2 0 0 1 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0 10 0 0 0 11 0 0 0 12 0 0 0 13 0 0 0 14 0 0 0 15 0 0 0 16 0 0 0 17 0 0 0 18 1 0 2 19 0 0 0 20 0 0 0 21 0 1 1 22 0 0 0 23 0 0 0 24 0 0 0 Total 2 1 5 Rataan 0.08 0.04 0.21 Sd 0.28 0.20 0.51
Aktivitas Defekasi Lokomosi 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0.00 0.17 0.00 0.48
Total Grooming 2 1 1 0 1 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 12 0.50 0.72
Istirahat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 48 2.00 0.00
7 4 3 2 3 4 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 9 2 2 6 2 2 2 72 3.00 2.20
Lampiran 2. Rataan Aktivitas Lutung Kelabu Selama Pengamatan Waktu (WIB) 06.00 - 07.00 07.00 - 08.00 08.00 - 09.00 09.00 - 10.00 10.00 - 11.00 11.00 - 12.00 12.00 - 13.00 13.00 - 14.00 14.00 - 15.00 15.00 - 16.00 16.00 - 17.00 17.00 - 18.00 Total
Makan
Minum
Defekasi
0.63 0.13 1.67 1.29 0.92 0.46 0.21 0.88 1.08 0.63 0.29 0.08 8.25
0.21 0.13 0.13 0.50 0.54 0.33 0.25 0.04 0.38 0.29 0.21 0.04 3.04
0.67 0.71 0.04 0.08 0.29 0.46 0.33 0.42 0.25 0.04 0.08 0.00 3.38
Aktivitas Urinasi Lokomosi
0.92 0.71 0.13 0.33 0.67 0.96 1.29 0.88 0.71 0.83 0.50 0.21 8.13
1.63 1.92 1.42 1.46 1.46 1.46 1.58 1.42 1.38 1.13 0.54 0.17 15.54
Total Grooming
Istirahat
1.46 1.96 1.50 1.67 1.75 1.88 1.88 1.42 1.67 1.58 0.88 0.50 18.13
1.92 1.96 1.42 1.96 2.00 2.00 2.00 1.21 1.75 2.00 1.96 2.00 22.17
7.42 7.50 6.29 7.29 7.63 7.54 7.54 6.25 7.21 6.50 4.46 3.00 78.63
Lampiran 3. Persentase Rataan Aktivitas Lutung Kelabu Selama Pengamatan Waktu (WIB) 06.00 - 07.00 07.00 - 08.00 08.00 - 09.00 09.00 - 10.00 10.00 - 11.00 11.00 - 12.00 12.00 - 13.00 13.00 - 14.00 14.00 - 15.00 15.00 - 16.00 16.00 - 17.00 17.00 - 18.00 Total Rataan Sd
Makan
Minum
Defekasi
0.79 0.16 2.12 1.64 1.17 0.58 0.26 1.11 1.38 0.79 0.37 0.11 10.49 0.87 0.63
0.26 0.16 0.16 0.64 0.69 0.42 0.32 0.05 0.48 0.37 0.26 0.05 3.87 0.32 0.21
0.85 0.90 0.05 0.11 0.37 0.58 0.42 0.53 0.32 0.05 0.11 0.00 4.29 0.36 0.31
Aktivitas Urinasi Lokomosi
1.17 0.90 0.16 0.42 0.85 1.22 1.64 1.11 0.90 1.06 0.64 0.26 10.33 0.86 0.43
2.07 2.44 1.80 1.85 1.85 1.85 2.01 1.80 1.75 1.43 0.69 0.21 19.77 1.65 0.61
Total Grooming
Istirahat
1.85 2.49 1.91 2.12 2.23 2.38 2.38 1.80 2.12 2.01 1.11 0.64 23.05 1.92 0.54
2.44 2.49 1.80 2.49 2.54 2.54 2.54 1.54 2.23 2.54 2.49 2.54 28.19 2.35 0.33
9.43 9.54 8.00 9.27 9.70 9.59 9.59 7.95 9.17 8.27 5.67 3.82 100.00 8.33 1.83
Lampiran 4. Data Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan Suhu (0C)
Hari Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Total Rataan sd
Kelembaban (%)
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
20 18.5 21 18 18.5 19.5 20.5 21 21.5 21 19 19 19.5 19.5 17.5 19 19 18.5 18 19 20.5 22 18.5 18.5
32 29 34 30.5 33.5 34 30 29 30 30.5 33.5 33.5 31 35 32 35 32 31.5 31.5 31 31.5 31 34 31
31 35 31.5 30.5 30.5 30 26.5 29 31.5 31.5 34 34 21 30.5 23 32 33 31.5 30 30 31 29 30 30
96 97 98 89 94 96 97.5 99 98 85 98 98 97 86.5 94.5 91 97 93 92.5 96.5 93.5 96 90 86.5
60 65 53 55 54 50 60.5 68 60 63 49 49 55 50 52 52 55 54 54.5 59 59 60 51.5 59
59 51 46.5 49 53.5 60 75 65 55 57 46 46 56.31 54.5 45 51.5 49 52.5 54 59 59 58 56.5 57
467.0 19.5 1.2
766.0 31.9 1.8
726.0 30.3 3.1
2259.5 94.1 4.1
1347.5 56.1 5.2
1315.3 54.8 6.7