LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ASTAXANTHIN DARI LIMBAH KULIT UDANG
Oleh : Sitti Saleha, M.Si Dra. Murniana, M.Si
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2009 Nomor : 068/H11/LK-PNBP/2009 Tanggal 27 Mei 2009
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOPEMBER 2009
RINGKASAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ASTAXANTHIN DARI LIMBAH KULIT UDANG Sitti Saleha, Murniana dan Maria Ulfa
Reaksi oksidasi memiliki pengaruh besar terhadap kualitas makanan, karena dapat menyebabkan perubahan flavour dan tekstur bahan makanan. Oleh karena itu, tindakan pencegahan reaksi oksidasi menjadi perhatian utama pada industri makanan. Penggunaan senyawa antioksidan sintetik untuk mencegah reaksi oksidasi telah berlangsung sejak lama dan keamanannya dipertanyakan oleh konsumen. Dewasa ini dikembangkan penelitian untuk mencari senyawa alami yang memiliki aktivitas antioksidan. Di dalam tubuh, radikal bebas menyerang asam lemak jenuh pada biomembran dan menyebabkan peroksidasi lipid, penurunan permeasi serta kerusakan membran yang berakibat pada inaktivasi sel. DNA juga dapat mengalami mutasi dan menyebabkan kanker. Senyawa antioksidan berperan sebagai pemutus reaksi berantai yang disebabkan oleh radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk penentuan aktivitas antioksidan astaxanthin dari limbah kulit udang. Ekstraksi astaxanthin dilakukan dengan menggunakan kloroform dan methanol secvara berturut-turut. Perlakuan saponifikasi dengan larutan KOH jenuh bertujuan untuk memperoleh astaxanthin dalam bentuk bebasnya. Karakterisasi astaxanthin dilakukan berdasarkan reaksi degradasi oksidatif dengan KMnO4. Penentuan aktivitas antioksidan astaxanthin dilakukan dengan metode bleaching -karoten. Persentase aktivitas antioksidan ekstrak astaxanthin diperoleh sebesar 88%.
SUMMARY ANTIOXIDANT ACTIVITY OF ASTAXANTHIN FROM SHRIMP PEEL Sitti Saleha and Murniana
Oxidation directly affects food quality, and is commonly associated with changes of flavour and texture. Therefore, prevention of lipid oxidation has been of concern in the food industry. The use of synthetic antioxidants is an old practice and their safety could be questioned by the consumer. The alternative natural compounds with efficient antioxidative activity, have been paid increasing attention. Free radicals attack the saturated fatty acids in biomembrane. They cause lipid peroxidation, permeation decrease and protein membrane damage, resulting in cellular inactivation. DNA is also subject to mutations which lead to cancer. Antioxidant acts as breakers of chain-reactions caused by free radicals. The objective of this study were determined
antioxidant activity of
astaxanthin from shrimp peel. Astaxanthin extracted with chloroform. Saturated potassium chloride solution were added to chloroform extract. Free astaxanthin form was found in non saponification filtrate. Astaxanthin extracted furthermore with methanol. Oxidative degradation reaction were used to astaxanthin characterization. Antioxidant activity of astaxanthin determined by -carotene bleaching method. The percentage of antioxidant activity of astaxanthin extract were 88%.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian Dosen Muda dengan judul : “Aktivitas Antioksidan Astaxanthin dari Limbah Kulit Udang” pada waktu yang telah ditetapkan. Kegiatan penelitian merupakan salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan oleh staf pengajar. Melalui kegiatan ini mudah-mudahan dapat menambah ilmu serta pengalaman staf pengajar. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada 1. Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini. 2. Dekan FMIPA Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitiani ini. 3. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ini dengan menggunakan fasilitas laboratorium di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala. 4. Para staf pengajar, teman sejawat, mahasiswa dan laboran yang telah banyak memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama pelaksanaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, 12 Nopember 2009 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... i A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN DAN SUMMARY.............................................................. ii PRAKATA.................................................................................................. iv DAFTAR ISI .............................................................................................. v BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .............................. 7 BAB IV. METODE PENELITIAN ........................................................... 8 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 11 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 14 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 15 LAMPIRAN................................................................................................ 16 B. DRAF ARTIKEL ILMIAH C. SINOPSIS PENELITIAN LANJUTAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Udang adalah komoditas andalan sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia. Dari proses pembekuan udang (cold storage) dalam bentuk udang beku headless atau peeled untuk ekspor, 60-70 % dari berat udang menjadi limbah. Limbah sebanyak ini, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, karena dapat meningkatkan biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD). Selama ini pemanfaatan limbah kulit udang hanya terbatas untuk campuran pakan ternak serta sumber khitin dan khitosan. Salah satu alasan pemanfaatan limbah kulit udang sebagai pakan ternak adalah kandungan pigmen astaxanthin pada kulit udang yang dapat meningkatkan warna kuning telur ayam dan itik serta memelihara warna kulit pada ikan hias. Astaxanthin adalah pigmen karotenoid, dengan struktur molekul yang mirip dengan -karoten (Gambar 1). Astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan, seperti halnya senyawa karotenoid yang lain. Astaxanthin menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan -karoten dalam menetralisir keganasan radikal bebas sebagai penyebab penuaan dini dan pencetus aneka penyakit degeneratif seperti kanker dan penyakit jantung.
-karoten
astaxanthin Gambar 1.1. Struktur molekul -karoten dan astaxanthin
Astaxanthin alami memiliki keunggulan dibandingkan astaxanthin sintetik. Astaxanthin alami terdapat dalam bentuk mono- dan di- ester dari asam lemak, sementara
astaxanthin
sintetik
memiliki
gugus
hidroksil
bebas.
Dalam
penggunaannya, bentuk ester memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan bentuk bebas, karena lebih terlindungi terhadap oksidasi.
1.2 Perumusan Masalah Berbagai jenis senyawa antioksidan yang terdapat dalam makanan telah terbukti memberikan kontribusi terhadap pencegahan penyakit, namun penelitian tentang aktivitas antioksidan lebih difokuskan pada tiga jenis antioksidan, yaitu vitamin E, vitamin C dan karotenoid, karena berperan penting sebagai nutrien yang diperlukan dalam metabolisme tubuh manusia. Astaxanthin adalah karotenoid alami pemberi warna merah pada crustaceae (kepiting, udang, lobster). Pada penelitian ini dilakukan penentuan aktivitas antioksidan terhadap astaxanthin dari limbah kulit udang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Udang adalah hewan yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua genangan air yang berukuran besar, baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang diklasifikasikan ke dalam Filum Arthropoda, Subfilum Crustaceae, Kelas Malacostraca dan Ordo Decapoda. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood). Sama seperti seafood lainnya, udang mengandung sejumlah besar kalsium dan protein, tetapi rendah kalori. Makanan dengan bahan utama udang merupakan sumber kolesterol. Dewasa ini budi daya udang tambak telah berkembang dengan pesat, karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat diandalkan dalam meningkatkan ekspor non migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia dengan nilai ekspor antara 850 juta sampai 1 miliar dollar AS per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2006). Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya. Limbah udang yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 60-70 % dari berat udang. Dengan demikian, jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Limbah kulit udang
mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen dan abu. Di Indonesia saat ini ada sekitar 170 industri pengolahan udang dengan kapasitas produksi sekitar 500.000 ton per tahun. Diperkirakan, dari proses pengolahan oleh seluruh unit pengolahan yang ada, akan dihasilkan limbah sebesar 325.000 ton per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2006). Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sebab limbah tersebut dapat meningkatkan biological oxygen demand dan chemical oxygen demand. Sebagian kecil dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak serta pupuk. Pemanfaatan limbah udang tidak hanya memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang, 1993).
2.2 Astaxanthin Astaxanthin merupakan karotenoid alami dan memiliki kekuatan antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan antioksidan lain yang sudah dikenal seperti vitamin E dan C. Dalam mengikat oksigen, astaxanthin lebih kuat 550 kali dibandingkan vitamin E dan 40 kali lebih kuat dibandingkan β-karoten. Untuk menghambat peroksidasi lipid, astaxanthin bahkan lebih kuat dibandingkan vitamin E.
Astaxanthin dapat ditemukan pada mikroalga yang hidup di perairan seluruh dunia, mulai dari danau tropis sampai padang salju Antartika atau pada hewan laut seperti salmon segar, udang dan lobster. Astaxanthin memberikan warna merah muda pada hewan-hewan laut tersebut. Pengelola akuakultur memanfaatkan astaxanthin sebagai bahan pewarna dalam campuran pakan ikan peliharaannya untuk mengatasi kemungkinan kekurangan bahan tersebut pada makanannya. Disamping itu, astaxhantin merupakan bahan penting dalam pertumbuhan dan kesehatan ikan peliharaan (Torrissen and Christiansen, 1995). Kekuatan astaxanthin terletak pada potensinya dalam mencegah berbagai penyakit dan gangguan kesehatan lain. Astaxanthin, sebagai antioksidan, memiliki aktivitas menetralkan singlet oksigen dan peroksida lipid. Astaxanthin memiliki efek antiinflamasi dengan menghambat sitokin dan chemokin. Dari sisi kesehatan mata, astaxanthin dapat mencegah kelelahan mata, katarak diabetik dan mempertajam penglihatan. Astaxanthin juga berperan besar terhadap berbagai penyakit seperti hipertensi, diabetes, sindrom metabolik atau infeksi lambung oleh Helicobacter pylori. Di kedokteran olahraga, astaxanthin dapat meningkatkan daya tahan otot dan untuk kesehatan kulit, astaxanthin dapat mencegah kerut (Kurashige et. al., 1990).
2.3 Antioksidan Antioksidan
didefinisikan
sebagai
senyawa
yang
dapat
menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid.
Tubuh dapat menghasilkan antioksidan yang berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut juga ko-faktor. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh antara lain: 1. Superoksida dismutase Antioksidan ini merupakan enzim yang bekerja bila ada pembantunya yaitu berupa mineral-mineral seperti tembaga, mangan yang bersumber pada kacang-kacangan, padi-padian. Dengan demikian sangat diperlukan sekali mengkonsumsi bahan tersebut di atas. Sayangnya kita lebih senang mengkonsumsi bahan yang enak dimakan. Bagi orang yang mampu, kekurangan mineral dapat dilakukan dengan meminum multivitamin dan suplemen mineral tetapi bagi orang yang hidupnya sedang-sedang saja lebih baik mengkonsumsi mineral dari tanaman karena banyak juga tanaman yang dapat menghasilkan SOD antara lain brokoli, bayam, sawi dan juga hasilhasil olahan seperti tempe. 2. Glutathione peroksidase Adalah enzim yang berperan aktif dalam menghilangkan H2O2 dalam tubuh dan mempergunakannya untuk merubah glutathione (GSH) menjadi glutathine teroksidasi (GSSG). Enzim tersebut mendukung aktivitas enzim SOD bersama-sama dengan enzim katalase dan menjaga konsentrasi oksigen akhir agar stabil dan tidak berubah menjadi pro-oksidan. Makanan yang kaya glutahione adalah kubis, brokoli, asparagus, alpukat dan kenari. Glutathione sangat penting sekali melindungi selaput-selaput sel. Senyawa ini merupakan tripeptida yang terdiri dari asam amino glisin, asam glutamat dan sistein.
2. Katalase Enzim katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air. Enzim-enzim tersebut di atas dalam bekerjanya sengat membutuhkan mineral-mineral penyusun sebagai berikut : • Copper (Cu) • Zinc (Zn) • Selenium (Se) • Manganese (Mn) • Besi (Fe) Berdasarkan sumbernya, antioksidan di luar tubuh dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) (Kochar and Rossell, 1990). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992). Asupan bahan makanan yang mengandung antioksidan kuat dibutuhkan bila kapasitas antioksidan dalam tubuh menurun. Terdapat banyak sekali jenis makanan yang memiliki kekuatan antioksidan, misalnya β-karoten, vitamin A, E dan C.
Dari golongan karotenoid, dikenal sekitar 732 jenis antioksidan. Karotenoid tidak bisa disintesis oleh tubuh, karena itu antioksidan jenis ini diperoleh dari asupan makanan. Terdapat dua kelas antioksidan dari kelompok karotenoid, yaitu xantofil dan karoten. Dari kelas karoten misalnya β-karoten dan likopen, sedangkan dari kelas xantofil contohnya lutein dan astaxanthin. Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibedakan atas: 1. Antioksidan primer Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena antioksidan ini dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting karena dapat melindungi sel-sel tubuh dari serangan radikal bebas. Kerja enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium yang terdapat dalam makanan. 2. Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan. 3. Antioksidan tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim, misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang
dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim ini bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker. 4. Oxygen scavenger Antioksidan yang termasuk oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C. 5. Chelator / sesquesstrant Antioksidan jenis ini mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi, misalnya asam sitrat dan asam amino. Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru. Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggungjawab atas flavor makanan berlemak (Gordon, 1990). Proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti kanker kardiovaskuler, penyumbatan pembuluh darah yang meliputi hiperlipidemik, aterosklerosis, stroke, dan tekanan darah tinggi serta terganggunya sistem imun tubuh dapat disebabkan oleh stress oksidatif. Stress oksidatif adalah keadaan tidak seimbangnya jumlah oksidan dan prooksidan dalam tubuh. Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan seluler dan
genetika. Kekurangan zat gizi dan adanya senyawa xenobiotik dari makanan atau lingkungan yang terpolusi akan memperparah keadaan tersebut. Umumnya masyarakat Jepang atau beberapa masyarakat Asia jarang memiliki masalah dengan berbagai penyakit degeneratif. Hal ini disebabkan oleh menu sehat tradisionalnya yang kaya zat gizi dan komponen bioaktif. Zat-zat ini mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, yang berperan penting dalam menghambat reaksi kimia oksidasi yang dapat merusak makromolekul dan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Peran positif antioksidan terhadap penyakit kanker dan kardiovaskuler (terutama yang diakibatkan oleh aterosklerosis/penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah) juga banyak diteliti. Antioksidan berperan dalam melindungi lipoprotein densitas rendah (LDL) dan sangat rendah (VLDL) dari reaksi oksidasi. Pencegahan aterosklerosis ini dapat dilakukan dengan menghambat oksidasi LDL menggunakan antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan. Untuk kanker dan tumor, banyak ilmuwan spesialis setuju bahwa penyakit ini berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Perubahan pada mutasi gen dapat terjadi melalui mekanisme kesalahan replikasi dan kesalahan genetika yang berkisar antara 10-15 %, atau faktor dari luar yang merubah struktur DNA seperti virus, polusi, radiasi, dan senyawa xenobiotik dari konsumsi pangan sebesar 80-85 %. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan berperan pada proses mutasi ini. Resiko ini dapat dikurangi dengan mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak astaxanthin limbah kulit udang.
3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan limbah kulit udang sebagai upaya menggali potensi organisme laut.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium penelitian Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sejak bulan Juni hingga Nopember 2009.
4.2 Sampel Sampel pada penelitian ini adalah limbah kulit udang yang diperoleh dari pasar ikan Peunayong.
4.3 Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah kloroform, metanol, KOH, aquades, glass wool, aluminium foil, KMnO4,
-karoten, asam linoleat dan
astaxanthin murni. Peralatan yang digunakan adalah neraca analitik, vacuum rotary evaporator, dan berbagai alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
4.4 Prosedur 4.4.1 Ekstraksi astaxanthin dari kulit udang Kulit udang dimaserasi menggunakan kloroform dengan perbandingan 1:2 (b/v), selanjutnya ditambahkan larutan jenuh KOH dalam metanol (saponifikasi), dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan selama 24 jam. Pemisahan sabun
dilakukan dengan penyaringan menggunakan glass wool. Filtrat ditempatkan dalam corong pemisah, dicuci dengan metanol dan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator.
4.4.2 Karakterisasi astaxanthin Karakterisasi ekstrak astaxanthin dilakukan menggunakan larutan KMnO4.
4.4.3 Penentuan aktivitas antioksidan astaxanthin 20 mg asam linoleat dan 200 mg Tween 80 ditempatkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 mL larutan -karoten dalam kloroform (0,2 mg/mL). Kloroform dihilangkan secara vakum pada 80oC. Kemudian ditambahkan secara perlahan 50 mL aquades dan diaduk sehingga membentuk emulsi yang stabil. 5 mL emulsi ditempatkan dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan 0,2 mL ekstrak astaxanthin dan segera diukur absorbansinya pada 470 nm. Kemudian tabung reaksi yang berisi larutan tersebut ditempatkan dalam penangas air pada suhu 50oC dan diukur absorbansinya. Aktivitas antioksidan dari ekstrak astaxanthin dihitung dari nilai absorbansi setelah 2 jam.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ekstraksi astaxanthin dari kulit udang Karotenoid bersifat lipofilik, yaitu tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik berupa aseton, alkohol, eter, heksan, toluen, kloroform dan etil asetat. Astaxanthin merupakan senyawa karotenoid xanthofil dengan dua gugus hidroksil (dihidroksikarotena), sehingga memiliki sifat lebih larut di dalam metanol dan etanol. Pada penelitian ini, ekstraksi astaxanthin diawali dengan menggunakan pelarut kloroform dan dilanjutkan dengan metanol. Tahapan saponifikasi dilakukan karena karotenoid alami terdapat dalam bentuk ester dari berbagai jenis asam lemak, berupa metil ester atau dimetil ester (Rodriquez, 2001). Penambahan larutan KOH jenuh bertujuan untuk memperoleh astaxanthin dalam bentuk bebasnya. Setelah dilakukan penyaringan dengan menggunakan glass wool, ekstrak astaxanthin diperoleh sebagai filtrat tidak tersabunkan.
5.2 Karakterisasi astaxanthin Karakterisasi astaxanthin dengan menggunakan larutan KMnO4 dilakukan berdasarkan reaksi oksidasi astaxanthin oleh KMnO4. Secara visual, reaksi ini ditunjukkan oleh hilangnya warna larutan KMnO4. Struktur molekul astaxanthin mirip dengan -karoten, sehingga reaksi oksidasi astaxanthin oleh KMnO4 mengikuti reaksi oksidasi
-karoten oleh KMnO4. Oksidasi
menghasilkan -ionon (Gambar 5.1).
-karoten oleh KMnO4
-ionon
-karoten
Gambar 5.1 Reaksi degradasi oksidatif -karoten oleh KMnO4
5.3 Aktivitas antioksidan astaxanthin Penentuan aktivitas antioksidan astaxanthin dilakukan dengan metode bleaching terhadap -karoten. Pada metode ini, -karoten mengalami destruksi oleh produk degradasi asam linoleat. Destruksi terhadap
-karoten ditunjukkan oleh
penurunan absorbansi pada panjang gelombang 470 nm. Pada penentuan ini, aktivitas antioksidan astaxanthin diukur di dalam emulsi asam linoleat dan -karoten. Dalam sistem aqueous, asam linoleat membentuk miselmisel yang memiliki sifat koloidal, sehingga mempengaruhi sifat senyawa inisiator oksidasi dan senyawa antioksidan (Frankel dan Meyer, 2000). Persentase aktivitas antioksidan dari ekstrak astaxanthin terhadap -karoten sebesar 88%. Ekstrak astaxanthin menunjukkan azktivitas antioksidan yang tinggi. Sifat antioksidan dari ekstrak astaxanthin berperan dalam mencegah bleching
-
karoten. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak astaxanthin memiliki kapasitas yang baik untuk mengurangi jumlah radikal yang dihasilkan pada oksidasi asam linoleat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa astaxanthin dapat diekstraksi dari kulit udang dengan menggunakan pelarut kloroform dan metanol berturut-turut. Pada saponifikasi dengan larutan KOH jenuh, astaxanthin diperoleh sebagai filtrat tidak tersabunkan. Karakterisasi astaxantanthin didasarkan pada reaksi degradasi oksidatif oleh KMnO4. Persentase aktivitas antioksidan ekstrak astaxanthin diperoleh sebesar 88%.
6.2 Saran Untuk melengkapi hasil penelitian ini perlu dilakukan penentuan kapasitas antioksidan dengan metode DPPH untuk antioksidan hidrofobik dan metode ABTS untuk antioksidan hidrofilik.
DAFTAR PUSTAKA
Binsan, W., Benjakul, S., Visessanguan, W., Roytrakul, S., Tanaka, M. and Kishimura, H. 2008. Antioxidative Activity of Mungoong, an Extract Paste, from the Cephalothorax of White Shrimp (Litopenaeus vannamei). Food Chemistry 106: 185-193. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2006, Industri Kitin: Dari Limbah Menjadi Bernilai Tambah, Jakarta. Frankel, E.N. dan Meyer, A.S. 2000. Review: The Problems of Using Onedimensional Methods to Evaluate Multifunctional Food and Biological Antioxidants. The Science of Food and Agriculture 80: 1925-1941. Gordon, M.H 1990. The Mechanism of Antioxidants Action In Vitro. di dalam: B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London. Gorinstein, S., Huang, D., Leontowicz, H., Leontowicz, M., Yamamoto, K., SolivaFortuny, R., Belosso, O.M., Ayala, A.L.M. and Trakhtenberg, S. 2006. Determination of Naringin and Hesperidin in Citrus Fruit by High Performance Liquid Chromatography. The Antioxidant Potential of Citrus Fruit. Acta Chromatographica 17. Han, J., Weng, X. and Bi, K. 2008. Antioxidants from a Chinese Medical Herb Lithospermum erythrorhizon. Food Chemistry 106: 2-10. Kochar, S.P. and B. Rossell. 1990. Detection Estimation and Evaluation of Antioxidants in Food System. di dalam: B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elvisier Applied Science. London. Kurashige, M., Okimasu, E., Inoue, M. and Utsumi, K. 1990. Inhibition of Oxidative Injury of Biological Membranes by Astaxanthin. Physiol. Chem. Pys. & Med. 22: 27-38. Manjang, Y. 1993. Analisa Ekstrak Berbagai Jenis Kulit Udang Terhadap Mutu Khitosan. Jurnal Penelitian Andalas. 12 (V) : 138 – 143. Prasetiyo, K.W., 2009, Pengolahan Limbah Cangkang Udang, Balai Litbang Biomaterial LIPI, Jakarta. Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants from Plant Material. di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC.
Rodriquez, D.B. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Food. ILSI Press. Washington. Souza, J.N.S., Silva, E.M., Loir, A., Rees, J.-F., Rogez, H. and Larondelle, Y. 2008. Antioxidant Capacity of Four Poliphenol-Rich Amazonian Plant Extract: A Correlation Study using Chemical and Biological in vitro Assays. Food Chemistry 106: 331-339. Torrissen, O.J. and Christiansen, R. 1995. Requirements for Carotenoids in Fish Diets. Appl. Ichthyol. 11: 225-230.