TESIS
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY
NI MADE YUNARSIH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
i
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY
NI MADE YUNARSIH NIM. 1092061006
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program studi Kimia Terapan Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI MADE YUNARSIH NIM. 1092061006
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 September 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc NIP. 19601007 198603 1 001
Dr. Manuntun Manurung, M.S NIP. 19610525 199009 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kimia Terapan, Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M.Si NIP. 19540101 198603 1 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 16 September 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No:
tanggal 16 September 2013
Ketua
: Dr. Drs. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc.
Sekretaris
: Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S.
Anggota
:
1. Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si. 2. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phil. 3. Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.si.
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa , karena atas berkat dan rahmat-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drs. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc. dan Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S. sebagai pembimbing I dan II yang dengan sungguh-sungguh memberikan dorongan, semangat dan bimbingan selama penulis menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ketua Program Studi Kimia Terapan, Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si. atas kesempatan dan petunjuk yang diberikan sehingga penulis bisa mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terimakasih penulis juga disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih sepenuhnya penulis ucapkan kepada para penguji tesis yaitu Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phil. Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.si. yang telah berkenan memberikan saran, masukan dan kritikan yang bersifat membangun sehingga tesis ini menjadi lebih baik. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu sampai penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa memberikan rahmatnya dan menunjukkan cahaya terang dalam setiap langkah kita semua untuk memajukan ilmu pengetahuan.
Denpasar, 16 September 2013 Penulis
vi
ABSTRAK
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY
Penanggulangan terhadap pencemaran air limbah yang mengandung senyawa fosfat terutama yang berasal dari air limbah laundry dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi membran. Membran dapat dibuat dari bahan polimer alam yaitu senyawa khitosan yang diperoleh dari khitin yang terdapat di dalam kulit udang. Khitin yang diperoleh dari kulit udang galah dapat diubah menjadi khitosan melalui proses deasetilasi dengan menggunakan NaOH 50%. Kualitas khitosan yang diperoleh pada penelitian ini ditentukan dengan FTIR diperoleh derajat deasetilasi (DD) 66.27%. Khitosan dilarutkan dalam asam asetat 1%, selanjutnya digunakan untuk membuat membran dengan variasi konsentrasi khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Membran tersebut digunakan untuk menurunkan kadar foksfat larutan standar KH2PO4 10 ppm dengan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit merupakan membran terbaik karena mampu menurunkan kadar fosfat larutan standar KH2PO4 10 ppm secara optimal. Kondisi ini diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat total yang terdapat dalam air limbah laundry. Hasil pengamatan menunjukkan dapat menurunkan kadar fosfat total sampai 97.40% setelah dilakukan filtrasi empat kali dan perubahan pH larutan dari 9 menjadi 8.
Kata kunci : Derajat deasetilasi, Membran Khitosan, Fosfat.
vii
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF CHITOSAN MEMBRANE MADE OF CRAYFISH SHRIMP SHELL (Macrobanchium Rosenbergii) TO REDUSE PHOSPHATE IN WASTEWATER OF LAUNDRY
Countermeasures against pollution waste water containing phosphate compounds derived primarily from laundry wastewater can be performed using membrane technology . Membranes can be made from natural polymers are compounds derived from chitin chitosan contained in the shrimp shells. Chitin obtained from prawn shell can be converted to chitosan by deacetylation process using 50% NaOH. Quality chitosan obtained in this study was determined by FTIR obtained degree of deacetylation ( DD ) 66.27 %. Chitosan dissolved in 1% acetic acid, then used to make membranes with various concentrations of chitosan 1%, 2%, 3%, 4% and 5%. The membrane is used to reduce levels of phosphate standard solution of KH2PO4 10 ppm with a contact time 30, 60, 90 and 120 minutes. 3 % chitosan membrane and contact time of 60 minutes is the best because the membrane is able to reduce levels of phosphate standard solution of 10 ppm KH2PO4 optimally. This condition is applied to reduce the total phosphate content contained in laundry wastewater. The results showed lower levels of phosphate can total up to 97.40 % after filtration four times and the pH of the solution changes from 9 to 8.
Keyword : degree of deacetylation, chitosan membrane, phosphate.
viii
RINGKASAN
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY
Usaha pelestarian lingkungan dan upaya menekan timbulnya dampak terhadap pencemaran lingkungan dari limbah cair yang berasal dari limbah laundry dapat dilakukan dengan menggunakan metode dari yang paling sederhana sampai penggunaan teknologi membran. Membran merupakan suatu selaput semipermaeabel yang dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan material yang lain. Membran dapat dibuat dari bahan polimer ataupun keramik, pada penelitian ini dipilih polimer yang melimpah keberadaannya di alam seperti senyawa khitosan yang terdapat pada khitin dari kulit udang. Penelitian ini berjudul “Efektifitas Membran Khitosan dari Kulit Udang Galah (Macrobanchium rosenbergii) untuk Menurunkan Fosfat dalam Air Limbah Laundry” bertujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa khitosan sebagai membran dapat menurunkan kadar fosfat total termasuk mengetahui besarnya fluks yang dihasilkan dari membran khitosan. Senyawa khitosan dapat diperoleh dari proses deasetilasi khitin dengan basa kuat. Khitosan yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki derajat deasetilasi (DD) 66.27% dan digunakan membuat membran dengan melarutkan khitosan dalam asam asetat 1%. Membran khitosan dibuat dalam berbagai kosentrasi khitosan mulai dari 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%, selanjutnya dipergunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam larutan standar fosfat 10 ppm dengan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Membran khitosan secara optimum dapat menurunkan kadar fosfat dalam larutan standar fosfat 10 ppm yaitu pada konsentrasi 3% dan waktu kontak 60 menit. Kondisi ini diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat total yang terdapat pada air limbah laundry. Melalui proses penyaringan (filtrasi) bertingkat diperoleh penurunan kadar fosfat total dalam air limbah laundry mencapai 97.40% setelah empat kali filtrasi sedangkan fluks membran optimum dengan melewatkan air pada membran khitosan diperoleh pada konsentrasi membran 3%.
ix
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL .......................................................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................
v
ABSTRACT ..................................................................................................
vi
RINGKASAN ...............................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .....................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Detergen ...............................................................................
7
2.1.1 Fosfat .........................................................................
9
2.1.2 Pemisahan Fosfat ......................................................
11
2.2 Pengertian Membran Secara Umum ....................................
11
2.2.1 Parameter Utama Proses Pemisahan Membran ........
13
2.2.2 Model Aliran Umpan pada Membran ......................
16
2.3 Klasifikasi Membran ............................................................
17
2.3.1 Membran Ultrafiltrasi ...............................................
18
2.3.2 Mekanisme Transfort pada Membran UF ................
21
2.4 Khitin dan Khitosan .............................................................
25
2.5 Derajat Deasetilasi ...............................................................
31
2.6 Tinjauan tentang Spektro Ultra Violet-Visible (UV-Vis) ....
32
x
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep .................................................................
35
3.2. Hipotesis ...............................................................................
37
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian.................................................................
38
4.2 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
38
4.3 Rancangan Penelitian ...........................................................
38
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................
39
4.5 Bahan dan Alat Penelitian ....................................................
39
4.5.1 Bahan Penelitian .........................................................
39
4.5.2 Alat Penelitian ............................................................
39
4.6 Prosedur Penelitian...............................................................
40
4.6.1 Isolasi Khitin dari Kulit Udang ................................
40
4.6.1.1 Pembuatan Tepung Kulit Udang ................
40
4.6.1.2 Proses Deproteinasi ....................................
40
4.6.1.3 Proses Demineralisasi ................................
41
4.6.1.4 Proses Depigmentasi ..................................
41
4.6.1.5 Uji Khitin ...................................................
41
4.6.2 Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan ............
42
4.6.3 Pembuatan Membran Khitosan ................................
42
4.6.4 Analisis Uji Tarik .....................................................
43
4.6.5 Analisis Fosfat dalam Air Limbah Laundry dengan Spektro UV-Vis ........................................................
43
4.6.6 Proses Pengolahan air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan ...................................................
BAB V
43
HASIL PENELITIAN 5.1 Isolasi Khitin dari Kulit udang .............................................
45
5.1.1 Tepung Kulit Udang ................................................
45
5.1.2 Proses Deproteinasi ..................................................
45
5.1.3 Proses Demineralisasi ..............................................
46
xi
5.1.4 Uji Khitin .................................................................
47
5.2 Proses Deastilasi Khitin Menjadi Khitosan..........................
47
5.3 Pembuatan Membran Khitosan ............................................
48
5.4 Analisis Uji Tarik .................................................................
49
5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi dengan Larutan Standar Fosfat ......................................................................
55
5.6 Hasil Pengukuran Fluks Membran Khitosan Menggunakan Air.................................................................
55
5.7 Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan ...............................................................
56
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Isolasi Khitin dari Kulit udang .............................................
58
6.1.1 Proses Deproteinasi .................................................
58
6.1.2 Proses Demineralisasi ..............................................
58
6.2 Proses Deastilasi Khitin Menjadi Khitosan..........................
60
6.3 Pembuatan Membran Khitosan ............................................
61
6.4 Analisis Uji Tarik .................................................................
62
6.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat .........................
64
6.6 Perhitungan Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air.................................................................
64
6.7 Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan ...............................................................
65
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ..............................................................................
69
7.2 Saran .....................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
71
LAMPIRAN
76
..............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR
Halamam Gambar 2.1.
Lambang Umum untuk Surfaktan ........................................
8
Gambar 2.2.
Proses Pemisahan Membran ................................................
12
Gambar 2.3.
Fluks sebagai Fungsi dari Waktu .........................................
15
Gambar 2.4.
Model Proses Aliran Umpan pada Operasi Membran .........
17
Gambar 2.5.
Struktur Cross-Section Membran UF Simetrik dan Asimetrik ..............................................................................
Gambar 2.6.
Konsep Dasar Pemisahan dengan Membran dan Polarisasi Konsentrasi pada Kondisi Steady-State ...............................
Gambar 2.7.
20
22
Tipe Resistensi pada Membran saat Perpindahan Massa Melewati Membran dengan Driving Force Tekanan ...........
25
Gambar 2.8.
Struktur Senyawa Khitin ......................................................
26
Gambar 2.9.
Adisi Nukleofilik Bentuk Anion ..........................................
29
Gambar 2.10.
Transfer Proton pada Anion .................................................
30
Gambar 2.11.
Tahap Protonasi pada Nitrogen Amida ................................
30
Gambar 2.12.
Tahap Pelepasan N Terprotonasi .........................................
31
Gambar 2.13.
Mekanisme Serapan UV-Vis................................................
34
Gambar 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian ................................................
37
Gambar 5.1.a. Kulit Udang .........................................................................
45
Gambar 5.1.b. Tepung Kulit Udang.............................................................
45
Gambar 5.2.a. Pengaduk Magnetik ..............................................................
46
Gambar 5.2.b. Khitin Kasar .........................................................................
46
Gambar 5.3.
Khitin ...................................................................................
46
Gambar 5.4.
Khitosan ...............................................................................
48
Gambar 5.5.
Membran Khitosan ...............................................................
49
Gambar 6.1.
Grafik Hubungan antara Tegangan dan Regangan Membran Khitosan ...............................................................
xiii
63
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1.
Karakteristik Khitin Kulit Udang .............................................
27
Tabel 2.2.
Karakteristik Khitosan Kulit Udang .........................................
29
Tabel 5.1.
Hasil Karakteristik Khitin Kulit Udang ....................................
47
Tabel 5.2.
Hasil Karakteristik Khitosan Kulit Udang ................................
48
Tabel 5.3.
Data Uji Tarik Membran Khitosan 1% .....................................
50
Tabel 5.4.
Data Uji Tarik Membran Khitosan 2% .....................................
51
Tabel 5.5.
Data Uji Tarik Membran Khitosan 3% .....................................
52
Tabel 5.6.
Data Uji Tarik Membran Khitosan 4% .....................................
53
Tabel 5.7.
Data Uji TarikMembran Khitosan 5% ......................................
54
Tabel 5.8.
Absorbansi Larutan Standar Fosfat ...........................................
55
Tabel 5.9.
Fluks Membran Khitosan..........................................................
56
Tabel 5.10. Absorbansi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm ...............
56
Tabel 5.11. Karakteristik Air Limbah Laundry ...........................................
57
Tabel 5.12. Konsentrasi Permeat Air Limbah Laundry ...............................
57
Tabel 6.1.
Hasil Uji Tarik Membran Khitosan ..........................................
63
Tabel 6.2.
Hasil Perhitungan Fluks Membran Khitosan ............................
65
Tabel 6.3.
Konsentrasi Standar Fosfat 10 ppm sebelum dan setelah Perlakuan ......................................................................
Tabel 6.4.
67
Konsentrasi Fosfat dalam Air Limbah Laundry sebelum dan setelah Perlakuan .................................................
xiv
67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Skema Isolasi Khitin dari Kulit Udang menjadi Khitosan .......
77
Lampiran 2 Skema Pembuatan Membran Khitosan .....................................
78
Lampiran 3 Uji Tarik Membran Khitosan Menggunakan Alat Screw Test Stand ......................................................................
80
Lampiran 4 Skema Penggunaan Membran Khitosan untuk Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar Fosfat (Larutan KH2PO4 10 ppm) ......................................................................
86
Lampiran 5 Skema Mekanisme Penggunaan Membran Khitosan ...............
87
Lampiran 6 Perhitungan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat ............................
88
Lampiran 7 Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar Fosfat 10 ppm setelah di lewatkan pada Membran Khitosan berbagai Konsentrasi dan Waktu Kontak ................................................
90
Lampiran 8 Perhitungan Data Statistik Absorbansi Larutan Standar Fosfat 10 ppm setelah di lewatkan pada Membran Khitosan (1%, 2%,3%, 4% dan 5%) dan Waktu Kontak 30, 60, 90 dan 120 menit............................................................................
92
Lampiran 9 Perhitungan Derajat Deasetilasi Senyawa Khitosan dengan Metode Garis ................................................................
97
Lampiran 10 Perhitungan Persentase deasetilasi khitin menjadi Khitosan ....................................................................................
98
Lampiran 10 Spektra FTIR Senyawa Khitin ..................................................
99
Lampiran 11 Spektra FTIR Senyawa Khitosan ..............................................
100
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan, setiap saat semua mahluk hidup memerlukan air untuk keperluan aktifitas hidupnya. Penggunaan air setiap hari semakin banyak dan dalam proses pemakaiannya dipastikan menghasilkan sisa buangan yang berupa limbah, bahkan 85% limbah masuk ke badan perairan. Limbah cair yang di buang begitu saja ke badan perairan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran limbah cair bisa bersumber dari limbah industri, limbah rumah tangga, ataupun limbah yang berasal dari proses pencucian pakaian oleh jasa laundry yang selanjutnya bisa juga disebut sebagai air limbah domestik. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Limbah cair termasuk limbah yang mempunyai sifat cair dimana komposisinya terdiri atas 99,9% air dan sisanya adalah bahan padat (Mahida, 1995). Limbah dapat berbentuk bahan tersuspensi atau lainnya dalam bentuk terlarut. Menurut Soemirat (2003), air bekas cucian, bekas kamar mandi, bekas cuci perabot dikatagorikan sebagai limbah yang mengandung detergen, sabun dan mikroorganisme. Detergen atau sabun paling banyak dipakai dalam mencuci pakaian sehari-hari. Tingkat kesibukan seseorang menyebabkan semakin banyak orang yang menggunakan jasa laundry untuk mencuci pakaian. Oleh karena itu
1
penggunaan detergen semakin banyak pula. Limbah laundry sering dibuang langsung ke saluran air (got) tanpa adanya pengolahan sebelumnya, jika terus menerus dilakukan dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kelangsungan lingkungan hidup. Detergen umumnya tersusun atas tiga komponen utama terdiri atas surfaktan (sebagai bahan dasar detergen) antara 20– 30%, bahan builder (senyawa fosfat) antara 70-80%, dan bahan aditif (pemutih, pewangi) antara 2-8%. Kandungan senyawa fosfat dalam detergen cukup besar sehingga limbah dari proses pencucian mempunyai kandungan fosfat yang cukup tinggi. Senyawa fosfat dalam air limbah dapat berupa senyawa ortofosfat, polifosfat, dan fosfat organik. Setiap senyawa tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Sumber utama pencemaran fosfat yaitu 10% dari proses alamiah, 7% industri, 11% detergen, 17% pupuk pertanian, 23% limbah manusia, dan 32% limbah peternakan. Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu fenomena eutrofikasi. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi fosfat dalam air 35-100 μg/L. Kondisi eutrofik, sangat memungkinkan alga dan tumbuhan air berukuran mikro tumbuh berkembang biak dengan cepat. Keadaan ini menyebabkan kualitas air menjadi menurun, karena rendahnya konsentrasi oksigen terlarut bahkan sampai batas nol, sehingga menyebabkan kematian makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lain yang hidup di air. Upaya penanggulangan limbah cair, metode yang digunakan diantaranya pengolahan limbah secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasinya untuk mengatasi pencemaran. Umumnya pengolahan limbah cair secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan secara floatasi dengan
2
menggunakan udara terlarut, serta pengolahan limbah cair secara biologi yaitu proses aerob dan anaerob. Proses kimia seringkali kurang efektif dikarenakan biaya untuk pembelian bahan kimianya cukup tinggi dan umumnya pengolahan limbah dengan menggunakan bahan kimia akan menghasilkan lumpur (sludge) yang cukup banyak. Pengolahan limbah cair secara floatasi akan menggunakan energi yang cukup tinggi, sedangkan proses pengolahan secara biologi memerlukan lahan yang cukup luas. Sehingga menimbulkan pemikiran untuk mengembangkan dan memodifikasi teknologi baru untuk pengolahan limbah cair (limbah laundry) yaitu dengan teknologi membran. Membran merupakan suatu lapisan penghalang (barrier) atau pembatas selektif yang di letakkan antara dua fase bersifat semipermeabel yang dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen yang lain (Mulder, 1996). Pemanfaatan teknologi membran merupakan teknologi yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan. Teknologi membran ini dapat mengurangi senyawa organik dan anorganik yang berada dalam air tanpa menggunakan bahan kimia dalam pengoperasiannya (Wenten, 1999). Membran ultrafiltrasi adalah teknik pemisahan dengan menggunakan membran untuk menghilangkan zat terlarut dengan bobot molekul (BM) tinggi, koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air. Proses pemisahan menggunakan membran ultrafiltrasi biasanya digunakan di bidang industri dan penelitian untuk penjernihan air karena pada umumnya mempunyai ukuran pori 0.1 – 0.01 µm. Kemampuan membran ultrafiltrasi dalam merejeksi COD (Chemical Oxygen Demand) pada pengolahan limbah emulsi minyak dengan sistem aliran dead-end mencapai 90% (Zulkarnein dkk, 2004). Tingkat
3
rejeksi zat organik dengan membran ultrafiltrasi sistem aliran dead-end pada pengolahan air waduk mencapai 90% (Deniva dkk, 2004). Tingkat rejeksi COD pada pengolahan limbah cair emulsi minyak dengan membran ultratrafiltrasi yang didahului dengan proses pretreatment dengan koagulan jenis Poly Aluminium Chloride (PACl) mencapai 98,56% (Mayashanty
dkk, 2004). Membran
ultrafiltrasi yang sering digunakan dalam proses pengolahan air adalah membran terbuat dari selulosa asetat, polisulfon, dan poliakrilonitril (suatu polimer) yang harganya cukup mahal. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan baku alternatif yang lebih mudah dan murah dengan memanfaatkan khitosan sebagai bahan pembuatan membran yang juga merupakan suatu polimer yang ramah lingkungan. Khitosan pertama kali ditemukan oleh Rauget pada tahun 1859 dengan cara merefluk khitin dengan KOH pekat, dan tahun 1934 dua paten didapat oleh Rigby yaitu penemuan mengenai pengubahan khitin menjadi khitosan dan pembuatan membran dari serat khitosan. Senyawa khitin pada kulit udang diubah menjadi khitosan berpotensi sebagai bahan pembuatan membran, karena khitin merupakan
polimer
alam
yang
melimpah
keberadaaanya,
mempunyai
karakteristik yang baik seperti dapat terbiodegradasi (mudah terurai), tak beracun dan khitin dapat diubah menjadi khitosan dengan proses yang sederhana. Khitosan mempunyai reaktifitas yang tinggi karena memiliki gugus amina bebas yang bersifat nukleofil kuat (Marganof, 2003). Adanya gugus amina bebas pada khitosan dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekuler atau intramolekuler sehingga menyebabkan khitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut asam lemah. Khitosan merupakan polimer alam dapat menawarkan pendekatan sebagai alat biokontrol dalam bidang pengolahan air. Menurut Liu (2003)
4
membran khitosan dapat digunakan sebagai adsorben karena khitosan dalam bentuk membran mempunyai luas permukaan yang lebih besar daripada dalam bentuk serpihan dan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya. Oetomo (2004) menyatakan bahwa penggunaan khitosan sebagai adsorben dapat digunakan untuk menurunkan kadar logam Cu pada pelapisan logam sampai 98,62% dengan metode jartes, selain itu khitosan juga dapat dibentuk menjadi film tipis (Hassan dan Sulaiman, 1996). Pada penelitian ini, membran khitosan dibuat menggunakan bahan baku kulit udang, proses pembuatannya yaitu pertama dilakukan ekstraksi khitin selanjutnya diubah menjadi khitosan kemudian dibuat menjadi membran dengan melarutkan khitosan dalam asam asetat dalam berbagai konsentrasi, yang aplikasinya digunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa masalah di dalam penelitian ini yaitu : 1. Berapakah tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari khitin kulit udang yang ditandai dengan derajat deasetilasi? 2. Berapakah konsentrasi optimum khitosan sebagai membran dan pada waktu kontak optimum dapat menurunkan kadar fosfat optimum dalam air limbah laundry? 3. Berapakah fluks terbaik (jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu)?
5
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari khitin kulit udang. 2. Membuat membran khitosan dan mengetahui pada konsentrasi serta waktu kontak, membran secara optimum dapat menurunkan kadar fosfat total dari limbah laundry. 3. Mengetahui fluks (jumlah volume permeat melewati permukaan membran dalam waktu optimum).
1.4. Manfaat Penelitian Dapat memberikan informasi kepada pemangku kepentingan baik instansi atau lembaga yang bergerak dibidang pengolahan limbah tentang penggunaan khitosan sebagai membran dalam menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry dan aktifitas lain yang penghasil limbah sejenis, sehingga tingkat pencemaran fosfat terhadap lingkungan dapat diturunkan.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Detergen Detergen berasal dari kata detergree yang merupakan bahasa latin mempunyai arti membersihkan. Detergen merupakan penyempurnaan dari produk sabun. Kelebihannya dibandingkan sabun adalah bisa mengatasi air sadah dan larutan asam, serta harganya lebih murah. Detergen sering disebut dengan istilah detergen sintetis yang dibuat dari bahan-bahan sintetis (Zoller, 2004). Detergen umumnya terdiri atas tiga komponen yaitu, surfaktan (sebagai bahan dasar detergen LAS, ABS), bahan builders (senyawa fosfat) dan bahan aditif (pemutih dan pewangi). Komponen terbesar dari detergen yaitu bahan builders antara 7080%, bahan dasar sekitar 20-30%, dan bahan aditif relatif sedikit antara 2-8%. Surfaktan (surface active agents), merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan mempunyai suatu ujung hidrofobik (satu rantai hidrokarbon atau lebih) dan satu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif. Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antar muka dinamakan surface aktive agent atau surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang menunjukkan bahwa molekul atau ion tersebut mempunyai affinitas tertentu terhadap baik pelarut polar maupun non polar. Hal ini tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus-gugus polar dan non polar yang ada padanya, amfifil dapat bersifat hidrofilik (suka air), lipofilik (suka minyak) atau bersifat seimbang di
7
antara dua sifat yang ekstrim tersebut. Lambang dari surfaktan terlihat seperti Gambar 2.1.
Ekor hidrofobik
kepala hidrofilik
Gambar 2.1. Lambang umum untuk Surfaktan
Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan penurun tegangan permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas (Meyer, 2006). Dalam pembuatan detergen, builder sering ditambahkan dengan maksud menambah kekuatan daya cuci dan mencegah mengendapnya kembali kotorankotoran yang terdapat pada pakaian yang akan dicuci. Contoh builder yang sering digunakan: Sodium Tri Poli Fosfat (STPP), Nitril Tri Acetat (NTA). Bahan tambahan (aditif) digunakan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pemutih, pelembut, pewarna, dan lain sebagainya. Bahan ini tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen, bahan ini ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah Carboxyl Methyl Cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan
8
berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut antiredeposisi. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi. 2.1.1. Fosfat Menurut Hammer dan Viesman (2005) bentuk utama dari fosfor dalam limbah domestik cair adalah fosfor organik, orthofosfat (H2PO4- , HPO42-, PO43-) dan polifosfat. Orthofosfat banyak dijumpai pada air buangan yang telah tercemari pupuk. Terdapat tiga asam fosfat asam orthofosfat H3PO4, asam pirofosfat H4P2O7, dan asam metafosfat HPO3. Diantara ketiga asam fosfat tersebut yang paling stabil adalah orthofosfat. Larutan piro dan metafosfat berubah menjadi orthofosfat perlahan-lahan pada suhu biasa, dan lebih cepat dengan dididihkan. Asam orthofosfat adalah asam berbasa-tiga, yang membentuk tiga deret garam orthofosfat primer misalnya NaH2PO4, orthofosfat sekunder Na2HPO4, orthofosfat tersier Na3PO4. Jika suatu larutan asam orthofosfat dinetralkan dengan natrium hidroksida dengan memakai metil jingga sebagai indikator, titik netral dicapai bila asam itu telah diubah menjadi fosfat primernya. Menggunakan fenolftalien sebagai indikator larutan akan bereaksi netral bila fosfat sekundernya terbentuk, dengan 3 mol alkali akan terbentuk fosfat tersier atau fosfat normalnya. NaH2PO4 bersifat netral terhadap metil jingga dan asam terhadap fenolftalien. Na2HPO4 bersifat netral terhadap fenolftalien dan basa terhadap metil jingga, Na3PO4 bersifat basa terhadap kebanyakan indikator karena hidrolisisnya yang luas (Vogel, 1985).
9
Tipe polifosfat adalah sodium hexa meta fosfat Na3(PO3)6 dan sodium pirofosfat Na4P2O7. Polifosfat berasal dari air buangan penduduk dan industri yang menggunakan detergen mengandung fosfat. Komponen fosfat dipergunakan untuk membuat detergen sebagai pembentuk buih. Sedangkan fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari orthofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya. Adanya fosfat dalam air limbah dapat menghambat penguraian pada proses biologis (Saefumilah, 2006). Konsentrasi rata-rata fosfor keseluruhan sebanyak 10 mg/l berada dalam air limbah perkotaan, kira-kira 10% dibuang sebagai bahan tak terpakai selama pengendapan primer dan 10% hingga 20% lainnya digabungkan ke dalam sel-sel bakteri selama pengolahan biologis. Sisa yang 70% dari fosfor yang masuk pada umumnya dilepaskan bersama buangan instalasi sekunder . Bila kadar fosfat pada air alam sangat rendah (<0,01 mg/l), pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan “oligotrop”. Pembuangan limbah yang banyak mengandung fosfat ke dalam badan air dapat menyebabkan pertumbuhan lumut dan mikroalga yang berlebih yang disebut “eutrophication”, sehingga air menjadi keruh dan berbau karena pembusukan lumut-lumut yang mati. Pada keadaan “eutrotop” tanaman dapat menghabiskan oksigen dalam air pada malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam keadaan sedang mencerna (digest). Saat siang hari pancaran sinar matahari ke dalam air akan berkurang, sehingga proses fotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen juga berkurang.
10
2.1.2. Pemisahan Fosfat Pemisahan fosfat secara umum meliputi 2 langkah yaitu : a. Merubah bentuk fosfor menjadi ortofosfat yang larut. b. Menentukan secara kolorimetris ortofosfat yang larut. Pemisahan fosfor kedalam bentuk ortofosfat didefinisikan secara teknis dapat dipergunakan untuk tujuan interpretasi, dimana pemisahan atau penyaringan menggunakan filter membran 0,45 μm dapat dipergunakan untuk membedakan antara fosfat total dan fosfat terlarut. Fosfat yang dapat langsung diperiksa secara kolorimetris melalui perombakan secara oksidatif dengan pemanasan sampel disebut sebagai fosfor reaktif atau ortofosfat (terdapat dalam bentuk terlarut dan partikel). Hidrolisis dengan asam pada titik didih air mengubah fosfat dalam bentuk terlarut atau fosfat partikulat yang berkondensasi menjadi ortofosfat terlarut (dikenal dengan istilah fosfat terhidrolisis asam). Metode kolorimetris yang dipergunakan adalah metode asam askorbat, yaitu menggunakan ammonium molibdat dan potassium antimonil tartrat dalam media asam dengan ortofosfat untuk membentuk asam heteropoli-asam fosfomolibdat yang tereduksi menjadi molybdenum yang berwarna biru oleh asam askorbat. Warna ini sebanding dengan konsentrasi fosfat yang ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer (Effendi, 2003). 2.2. Pengertian membran secara umum Kata membran berasal dari bahasa Latin Membrana yang berarti potongan kain. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran memiliki ketebalan yang berbeda-beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis serta ada
11
yang homogen dan yang heterogen. Ditinjau dari bahannya membran terdiri atas bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam misalnya pulp dan kapas, sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia, misalnya polimer polisulfon, akrilik, poliakrilat. Membran berfungsi sebagai penghalang (Barrier) yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen (ion-ion) tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder, 1996). Komponen aktif membran adalah suatu senyawa bermuatan atau netral yang mampu membentuk senyawa kompleks dengan ionion secara reversible dan mambawanya melalui membran organik. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut retentat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut. Proses membran melibatkan umpan (cair dan gas), dan gaya dorong (driving force) akibat perbedaan tekanan (ΔP), perbedaan konsentrasi (ΔC) dan perbedaan energi (ΔE). Proses pemisahan dengan membran dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.2. Membran Fasa 1
Fasa 2 Permeat
Retentat
Gaya Dorong Gambar 2.2. Proses pemisahan membran
12
Dalam teknologi pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai keunggulan dibandingkan dengan teknologi pemisahan yang lain yaitu : -
pemisahan membran berdasarkan ukuran molekular sehingga beroperasi pada temperatur rendah (temperatur ambient).
-
Pemakaian energi yang relatif rendah, karena biasanya pemisahan menggunakan membran tidak melibatkan perubahan fasa.
-
Tidak menggunakan zat bantu kimia sehingga tidak ada tambahan produk buangan
-
Bersifat modular artinya modul membran dapat discale-up dengan memperbanyak unitnya.
-
Proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya ( hybrid processing )
2.2.1. Parameter utama proses pemisahan membran Pada proses membran umumnya terjadi fenomena fluks berbanding terbalik dengan selektifitas. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya selektifitas dan sebaliknya, sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasis membran adalah mengoptimasi fluks dan selektifitas. A. Permeabilitas Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara umum fluks dapat dirumuskan sebagai (Mulder, 1996) :
13
…………………………………………………………(2.1) dimana : 2
J = Fluks (Lt/m .jam) V = Volume permeat (Lt) 2
A = Luas permukaan membran (m ) t = Waktu ( jam) Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu pengoperasian akibat pengendapan atau pelekatan material dipermukaan membran, yang dikenal dengan istilah fouling dan scaling. Fouling dapat didefinisikan sebagai proses terbentuknya lapisan oleh material yang tidak diinginkan pada permukaan membran. Secara teknis, scaling didefinisikan sebagai akumulasi kerak (scale) akibat adanya peningkatan konsentrasi dari materi anorganik yang melewati hasil kali kelarutannya pada permukaan membran dan menyebabkan penurunan kinerja membran.
Sehingga
definisi
fouling
sudah
termasuk
scaling.
Dalam
penggunaannya, istilah fouling lebih banyak pada materi biologis dan koloid, sedangkan istilah scaling digunakan untuk pengendapan garam atau mineral anorganik. Terjadinya fouling diawali dengan adanya polarisasi konsentrasi yaitu peningkatan konsentrasi lokal dari suatu solut pada permukaan membran, sehingga material terlarut berkumpul membentuk lapisan gel yang semakin lama menebal. Pada polarisasi konsentrasi ini, fluks mengalami penurunan karena adanya peningkatan pada tahapan hidrodinamik pada lapisan batas dan kenaikan tekanan osmotik lokal. Selain polarisasi konsentrasi, penurunan fluks dapat terjadi akibat pengaruh dari adsorpsi, pembentukkan lapisan gel (gel layer formation) dan
14
penyumbatan pada pori. Dampak langsung yang dapat diamati dan cukup signifikan yang menandai terjadinya fauling ini adalah menurunnya kinerja membran (fluks permeat menurun seiring waktu), seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Fluks sebagai fungsi dari waktu B. Selektifitas Selektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu. Selektifitas membran tergantung pada interaksi antar muka dengan spesi yang akan melewatinya, ukuran spesi dan ukuran pori permukaan membran. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan permselektifitas membran adalah koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut : …………………………………………(2.2) dimana : R = Koefisien rejeksi (%) Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
15
Dengan harga R berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga R = 1 berarti zat kontaminan ditahan oleh membran secara sempurna. Untuk mengurangi penumpukan materi pada permukaan membran, ada dua cara yang dapat diambil, yaitu (Milisic, 1996): a. Menjaga partikel mengenai membran, atau b. Membersihkan membran tersebut Untuk menjaga partikel mengenai membran, ada beberapa teknik yang digunakan seperti proses filtrasi, proses koagulasi dimana upaya-upaya tersebut lazim disebut sebagai pretreatment. Sedangkan untuk membersihkan membran dapat digunakan pembersihan membran secara periodik, atau meningkatkan tegangan geser (shear stress) pada permukaan membran dimana konstituen yang telah tertahan (fouling) akan tergeser oleh turbulensi aliran sehingga tidak terjadi penumpukan partikel. 2.2.2. Model aliran umpan pada membran Dalam operasi membran dikenal dua jenis aliran umpan, yaitu aliran crossflow dan aliran dead-end. Secara sederhana ditunjukan pada Gambar 2.4. Pada sistem cross- flow, aliran umpan mengalir melalui suatu membran, dengan hanya sebagian saja yang melewati pori membran untuk memproduksi permeat, sedangkan aliran pelarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan membran sehingga larutan, koloid dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi aliran balik. Sedangkan pada sistem deadend, keseluruhan dari fluida melewati membran (sebagai media filter) dan partikel tertahan pada membran, dengan demikian fluida umpan mengalir melalui tahanan membran dan tahanan penumpukan partikel pada permukaan membran (Mallack et al., 1997).
16
Dead-end
Cross-flow
retentat
umpan
retentat
permeat permeat Gambar 2.4. Model proses aliran umpan pada operasi membran Sistem cross-flow secara teori lebih baik dari sistem dead-end dimana laju aliran retentatg tidak seluruhnya menjadi permeat, ada bagian yang lewat menjadi laju aliran balik pada sistem cross-flow. 2.3. Klasifikasi Membran Berdasarkan struktur dan prinsif pemisahan membran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu : 1. Membran berpori (pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran partikel dengan ukuran pori membran) 2. Membran tidak berpori (pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi) 3. Membran
cair
(pemisahan
berdasarkan
sifat
molekul
pembawa
spesifik/carrier) Berdasarkan
gradient
tekanan
sebagai
gaya
dorongnya
dan
pemeabilitasnya, membran dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis yaitu (Mulder,1996): a. Mikrofiltrasi (MF), Membran jenis ini memiliki ukuran pori 0.05 – 10 µm dengan tebal 10 – 200 µm, dapat dibuat dari bahan polimer maupun
17
keramik, beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 Bar dan batasan 2
permeabilitas-nya lebih besar dari 50 L/m .jam.bar b. Ultrafiltrasi (UF), Membran jenis ini memiliki ukuran pori berkisar 0.05 – 1 µm ( 1- 100 nm), dengan tebal mencapai 150 µm, dapat dibuat dari bahan keramik atau polimer, beroperasi pada tekanan antara 1-5 Bar dan 2
batasan permeabilitas-nya adalah 10-50 L/m .jam.bar c. Nanofiltrasi, Membran ini memiliki ukuran pori 0.01 - 5 nm, dapat dibuat dari bahan poliamida (interfacial polymerisasi), beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitas-nya mencapai 1,4 – 12 2
L/m .jam.bar d. Reverse Osmosis (RO), Membran jenis ini memiliki ukuran pori lebih kecil dari 2 nm, dapat terbuat dari bahan selulosa triasetat atau aromatic poliamida, beroperasi pada tekanan antara 10-100 Bar dan batasan 2
permeabilitas-nya mencapai 0,05-1,4 L/m .jam.bar. Jenis membran yang dipakai pada penelitian ini menggunakan membran khitosan dari kulit udang, yang termasuk ke dalam membran ultrafiltrasi. 2.3.1 Membran Ultrafiltrasi Membran
ultrafiltrasi
(UF)
adalah
teknik
proses
pemisahan
(menggunakan) membran untuk menghilangkan berbagai zat terlarut BM (berat molekul) tinggi, aneka koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air. Ukuran dan bentuk molekul terlarut merupakan faktor penting, batas berat molekul membran (molecular weight cut-off, MWCO) adalah ukuran dari karakteristik pemisahan dari suatu membran dalam istilah berat atom (massa), sebagai ukuran pori-pori. Membran ultrafiltrasi mempunyai ukuran pori 1-100nm 18
(1000-106 NWCO), biasanya diukur dalam satuan Dalton. Satu Dalton adalah unit massa yang besarnya sama dengan 1/12 massa atom karbon-12 (yaitu satu satuan massa atom (atomic mass unit, amu) biasanya digunakan sebagai satuan untuk mengukur batas berat molekul (MWCO) yang dapat dipisahkan oleh membran ultrafiltrasi. Teknologi pemurnian air, menggunakan membran ultrafiltrasi dengan batas berat molekul membran (MWCO) 1000 – 20000 lazim untuk penghilangan pirogen, sedangkan berat molekul membran (MWCO) 80.000- 100.000 untuk pemakaian penghilangan koloid. Tekanan sistem ultrafiltrasi biasanya rendah, 1-10 bar (70-700 kPa), maka dapat menggunakan pompa sentrifugal biasa. Membran ultrafiltrasi sehubungan dengan pemurnian air dipergunakan untuk menghilangkan koloid (penyebab fouling) dan penghilangan mikroba, pirogen. Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa acetate (CA) ataupun jenis polimer alam (kitosan) sebagai lembaran tipis. Membran khitosan mudah diperoleh karena kelarutannya yang tinggi dalam asam asetat 1% dan membran diperoleh setelah menguapkan pelarutnya. Fluks maksimum bila membrannya anisotropik, ada lapisan tipis rapat dan berpori. Membran selulosa acetate (CA) mempunyai sifat pemisahan yang bagus namun sayangnya dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, rentan pH. Membran juga dapat terbuat dari polimer polisulfon, akrilik, juga polikarbonat, PVC, poliamida, piliviniliden fluoride, kopolimer AN-VC, poliasetal, poliakrilat dan bahan lainnya.
19
Struktur membran UF secara morfologinya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu membran simetrik dan membran asimetrik, terlihat pada Gambar 2.5. Simetrik
Asimetrik
Struktur rapat
retentat
Lapisan permukaan tipis
BERPORI Lapisan penyangga berpori
TAK BERPORI
permeat Lapisan permukaan tipis
retentat
MEMBRAN KOMPOSIT BERPORI
Lapisan penyangga berpori
struktur berpori
permeat
Lapisan penyangga tambahan
Gambar 2.5. Struktur cross-section membran UF simetrik dan asimetrik Membran simetrik (yaitu terdiri atas membran porous/berpori dan nonporous/tak berpori) ketebalannya berkisar antara 10 – 200 µm, dimana ketebalan suatu membran dapat menentukan ketahanan membran terhadap transfer massa. Pemisahan membran berpori berdasarkan atas perbedaan ukuran partikel dengan ukuran pori membran. Membran tidak berpori (membran rapat), prinsif pemisahannya berdasarkan pada perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Membran asimetrik (yaitu terdiri dari membran berpori dan komposit), membran asimetrik berpori memiliki lapisan yang sangat tipis (0,1 - 1µm) pada bagian permukaannya yang berpengaruh pada fluks dan selektifitas membran. Lapisan bawah berupa lapisan penyangga berpori dengan ketebalan 50 – 150 µm merupakan penyangga mekanis. Membran komposit pada bagian atasnya memiliki pori berukuran kecil (≤ 0,1 µm) bertindak sebagai barrier (penghalang) menghasilkan
fluks
yang
tinggi.
Bagian
20
bawah
membran
(lapisan
penyangga/pendukung) memiliki ukuran pori lebih besar, biasanya lapisan ini menggunakan jenis polimer yang berbeda dengan lapisan permukaan. 2.3.2. Mekanisme transfort pada membran UF Faktor penting yang menentukan kinerja keseluruhan sistem membran ultrafiltrasi adalah tingkat transportasi zat terlarut atau partikel dalam larutan umpan terhadap membran. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6, aliran tekanan yang digerakkan melintasi membran mengangkut zat terlarut ke permukaan membran. Jika membran ini sebagian atau sepenuhnya dapat menahan zat terlarut tertentu, tingkat awal dari transportasi zat terlarut terhadap membran akan lebih besar dari fluks zat terlarut melalui membran sehingga menyebabkan zat terlarut menumpuk di permukaan membran. Fenomena ini umumnya disebut sebagai polarisasi konsentrasi, yaitu akumulasi ion yang direjeksi saat proses pemisahan yang membentuk lapisan pada permukaan membrane (Wenten, 2004). Akumulasi zat terlarut pada permukaan membran menyebabkan aliran kembali berdifusi menuju larutan bulk. Kondisi steady state dicapai ketika transportasi konveksi dari zat terlarut ke membran adalah sama dengan jumlah dari aliran permeat ditambah transportasi difusi zat terlarut, yaitu: J.C - D
= J.Cp
…………………………………………………(2.3)
J adalah fluks permeat, C adalah konsentrasi zat terlarut dalam arah x, D adalah koefisien difusi, dan Cp adalah konsentrasi zat terlarut dalam permeat.
21
δ Gambar 2.6.
x
Konsep dasar pemisahan dengan membran dan Polarisasi Konsentrasi pada kondisi steady-state
Pada kondisi batas (boundary) jika : x = 0 x = Cw (konsentrasi zat terlarut pada permukaan membran) x = δ x = Cb (konsentrasi zat terlarut pada larutan bulk) Integrasi dari persamaan (2.3) menghasilkan : ln
=
…………………………………………(2.4)
Jika rasio antara koefisien difusi (D) dengan batas ketebalan (δ) merupakan koefisien perpindahan massa (k) yaitu :
k=
maka persamaan (2.4) menjadi : J = k ln
………………………………………(2.5)
Nilai fluks dengan total zat terlarut tertahan membentuk lapisan gel menyebabkan besar(Cp = 0) sehingga besar fluks (J) dapat dihitung dengan persamaan : J = k ln
………………………………………(2.6)
Konsentrasi zat terlarut pada permukaan membran dapat diperoleh dengan ekstrapolasi antara fluks (J) terhadap ln Cb dan informasi yang diberikan kurang
22
akurat terutama jika larutan umpan berupa macrosolutes dengan konsentrasi Cw = Cb tidak memberikan nilai fluks nol. Akumulasi zat terlarut atau partikel pada permukaan membran dapat mempengaruhi menyerap fluks dalam dua cara berbeda, yaitu pertama, akumulasi zat terlarut dapat menghasilkan cairan osmotik didorong mengalir kembali melintasi membran dari sisi permeat ke sisi umpan, sehingga mengurangi laju transportasi pelarut. Efek ini umumnya akan paling menonjol untuk zat terlarut kecil,
yang
cenderung
memiliki
tekanan
osmotik
besar
misalnya,
mempertahankan garam di reverse osmosis (Jonsson, 1984). Kemudian yang kedua, zat terlarut atau partikel ireversibel bisa merusak membran karena interaksi fisik maupun kimia yang spesifik antara membran dan berbagai komponen hadir dalam aliran proses, sehingga menambah ketahanan hydraulik terhadap aliran pelarut secara seri dengan yang disediakan oleh membran. Interaksi yang dapat menyebabkan penurunan fluks ini dapat dipengaruhi oleh adsorpsi, pembentukan lapisan gel, penyumbatan dari pori-pori membran. Penurunan fluks lebih lanjut juga diakibatkan oleh bahan membran itu sendiri, sifat zat terlarut, dan variabel lainnya seperti pH, kekuatan ion, suhu larutan dan operasi tekanan (Jonsson & Tragardh, 1990). Fluks juga dapat didefinisikan sebagai : …………………………………(2.7)
fluks = atau fluks =
………………………………………....(2.8) …………………………………(2.9)
Rtotal = Rm + Rp + Ra + Rg + Rcp
Perbedaan tekanan osmotik, Δπ yang melintasi membran dapat menyebabkan gaya dorong (driving force) menjadi besar, sehingga memberikan transfortasi membran menjadi ΔP - ζΔπ (Zeman dan Sydney, 1996). ζ adalah
23
koefisien refleksi (parameter perpindahan), menunjukkan tingkat selektivitas membran. Bila ζ = 1 zat terlarut benar-benar dipertahankan dan ketika ζ = 0 itu benar-benar permeabel. Hambatan dari zat terlarut yang terakumulasi pada permukaan membran ini disebut sebagai hydraulik resistansi, Rs. Pada keadaan ideal resistensi yang berpengaruh pada membran hanya resistensi membran itu sendiri, Rm, tetapi membran memiliki batas resistensi tertentu terhadap zat terlarut maka akan terjadi akumulasi zat terlarut yang tertahan oleh membran di sekitar permukaan membran. Hal ini menyebabkan terbentuknya lapisan zat terlarut yang terkonsentrasi,
sehingga
menimbulkan
resistensi
baru
terhadap
proses
perpindahan massa yaitu resistensi polarisasi konsentrasi, Rcp. Zat terlarut yang terkonsentrasi ini memiliki kecenderungan yang besar untuk membentuk lapisan gel dipermukaan membran dan menghasilkan resistensi lapisan gel, Rg. Pada kasus membran berpori, terdapat kemungkinan zat terlarut masuk kedalam pori membran dan menyumbat pori sehingga timbul pore blocking resistance Rp. Akhirnya, resistensi total bertambah akibat fenomena adsorpsi, Ra. Hal-hal tersebut terjadi pada semua jenis membran, baik yang berpori maupun yang tidak berpori (Mulder,1996). Jenis-jenis resistensi yang berpengaruh pada membran terlihat pada Gambar 2.7.
24
Membran
Retentat Permeat Jenis resistansi membran Rp : penyumbat pori Ra : adsorpsi Rm : membran Rg : lapisan gel Rcp : konsentrasi polarisasi
Gambar 2.7. Tipe resistensi pada membran saat perpindahan massa melewati membran dengan driving force tekanan.
2.4. Khitin dan Khitosan 2.4.1. Khitin Senyawa khitin banyak terdapat pada kulit luar hewan Artropoda, Molusca Anellida, Crustacea (jenis udang-udangan, kepiting) dan juga terdapat pada dinding sel Fungi. Khitin merupakan biopolimer rantai panjang yang lurus tersusun dari 2000 – 3000 monomer
(2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang
terangkai dengan ikatan 1,4-β-glikosida. Kitin memiliki rumus molekul [C8H13NO5]n mimiliki berat molekul 1,2 x 106 Dalton. Khitin memiliki gugus asetamida (-NHCOCH3) yang merupakan polimer berunit N-asetilglukosamin. Bentuk yang paling umum dari hkitin adalah ά-kitin, yaitu mempunyai 2 unit NN’-diasetil kitobiosa dari 2 rantai dengan susunan antiparalel (Minke dan Blackwell,1978). Sedangkan menurut Svitil, et al (1997) khitin berdasarkan susunan rantai molekulnya mempunyai 3 jenis struktur yaitu ά,β dan γ. Struktur
25
ά-khitin tersusun dalam rantai yang tidak sejajar dengan ikatan sangat kuat; βkhitin tersusun dalam rantai yang sejajar (paralel ) dan γ-khitin merupakan campuran dari rantai paralel dan antiparalel. Umumnya khitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi berbahan dasar kulit udang. Proses isolasi khitin sebagai berikut pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam kemudian kedua, deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa selanjutnya yang ketiga, dekolorisasi atau proses penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut organik (Rismana, 2006). Struktur senyawa khitin terdapat pada Gambar 2.8 :
Gambar 2.8 Struktur Senyawa Khitin Khitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan, memiliki sifat tidak beracun dan mudah terurai secara hayati (biodegradable). Khitin tidak larut dalam air, larutan basa encer dan pekat, larutan asam encer dan pelarut organik. Tetapi senyawa ini larut dalam asam mineral pekat, seperti asam klorida, asam sulfat, asam nitrat. Namun asam sulfat, asam nitrat dan asam fospat dapat merusak kitin yang menyebabkan kitin terdegradasi menjadi monomer-monomer sederhana yang lebih kecil (Bastaman, 1989). Sistem pelarut yang efektif dalam melarutkan kitin adalah campuran N,N-dimetil asetamida dan LiCl 5% terlarut (Austin, 1988). Identifikasi adanya khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink, yaitu terdiri atas larutan I2 dalam KI yang memberikan warna coklat, kemudian 26
jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukkan reaksi positif adanya khitin. Secara kuantitatif untuk mengidentifikasi suatu senyawa khitin dengan analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red ) . Hasil analisis gugus fungsi khitin dari kulit udang dengan FTIR dapat dilihat pada Tabel 2.1 Gugus Fungsi
Bilangan gelombang (cm-1) Khitin
OH 3448 N – H ulur 3300-3250 C – H ulur 2891 C = O ulur 1680-1640 N – H bengkokan 1560-1530 CH3 1419 C–O–C 1072 N – H kibasan 750-650 Tabel 2.1 Karakteristik Khitin Kulit Udang (Stuart, 2003) 2.4.2. Khitosan Khitosan adalah produk deasetilasi khitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5x105 Dalton. Khitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Khitosan tidak larut dalam air, larutan basa kuat, asam sulfat, pelarut-pelarut organik seperti dalam alkohol, aseton. Sifat khitosan sedikit larut dalam asam klorida maupun dalam asam nitrat, larut dalam asam asetat 1%-2%, dan mudah larut dalam asam format 0,2%-1,0% dengan pH sekitar 4,0. Pada pH asam cenderung terjadi pengendapan dan larutan khitosan membentuk komplek polielektrolit yang bermuatan positif dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel. Secara biologis khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradable dan polielektrolit kationik karena mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amino selain itu terdapat juga gugus hidroksil primer dan sekunder yaitu masing-masing terikat pada atom C primer dan 27
sekunder. Adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan khitosan mempunyai kereaktifitasan kimia yang tinggi. Gugus fungsi amina bebas yang bersifat nukleofilik kuat yang terdapat pada khitosan menyebabkan khitosan lebih reaktif dari senyawa khitin dan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beranekaragam. Kondisi ini menyatakan bahwa khitosan termasuk salah satu material alami yang banyak memiliki manfaat mulai dari pengolahan limbah sampai untuk dunia medis. Berbeda dengan polisakarida alami lainnya seperti selulosa, alginat, agarosa, dan pektin yang memiliki sifat netral atau asam, khitosan bersifat basa karena memiliki gugus amino dalam jumlah besar pada rantai tulang punggungnya (Mak & Sun, 2008). Gugus ini dapat mengalami protonasi pada pH kurang dari 6,5, yang menjadikan khitosan polimer kationik. Muatan positif pada khitosan kemudian dapat berikatan dengan material lain yang bermuatan negatif seperti enzim, sel, polisakarida lainnya, asam nukleat, kulit, dan rambut (Argin-Soysal, 2007). Perbedaan senyawa khitin dan khitosan adalah berdasarkan kandungan nitrogennya, bila polimer kurang dari 7% maka merupakan polimer khitin, apabila kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka merupakan polimer khitosan (Roberts, 1992). Hasil analisis gugus fungsi khitosan dari kulit udang dengan FTIR dapat dilihat pada Tabel 2.2.
28
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm-1) Khitosan OH 3450,0 N – H ulur 3335,0 C – H ulur 2891,1 NH2 guntingan 1655,0 N – H bengkokan CH3 1419,5 C–O–C 1072,3 NH2 kibasan dan Pelintiran 850,0-750,0 N – H kibasan 715,0 Tabel 2.2 Karakteristik Khitosan Kulit Udang (Stuart, 2003) Manfaat Kitosan di berbagai bidang industri modern cukup banyak diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan. Pemanfaatan tersebut didasarkan atas sifat-sifatnya yang dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi, pengkoagulasi, pengkelat termasuk memiliki sifat fisik yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta serat yang bermanfaat dalam aplikasinya. Proses transformasi khitin menjadi khitosan adalah reaksi hidrolisis amida yang disertai dengan penambahan gugus hidroksil pada atom C dari gugus amida (adisi nukleofilik). Raksinya ada pada Gambar 2.9
Gambar 2.9. Adisi nukleofilik
29
Dilanjutkan dengan transfer proton pada anion, yaitu atom O dari gugus asetil mentrasfer elektronnya pada molekul air yang ada pada proses deasetilasi, kemudian air mentransfer proton (H+) kepada atom O dari gugus asetil kitin sehingga terbentuk gugus hidroksil. Mekanisme dari reaksinya tedapat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Transfer proton pada anion Setelah transfer proton pada anion, terjadi protonasi pada nitrogen amida yaitu, atom N dari gugus amida kitin mentransfer elektronnya pada molekul air menyebabkan molekul air mentranfer protonnya sehingga terbentuk amina dan melepaskan ion hidroksil. Reaksinya terdapat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Tahap protonasi pada nitrogen amida
30
Tahap N terprotonasi, yaitu gugus hidroksil yang dilepaskan mentransfer elektronnya ke atom H dari gugus asetil kemudian atom H tersebut akan mentransfer elektronnya ke atom O serta atom O mentransfer elektronnya ke atom N yang terprotonasi sehingga ikatan dari gugus asetil terputus membentuk molekul air, molekul asam asetat dan molekul khitosan. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada Gambar 2.12
Gambar 2.12. Tahap pelepasan N terprotonasi 2.5.Derajat Deasetilasi Khitin yang direaksikan dengan alkali dapat mengalami hidrolisis dari gugus asetamida kepada gugus amino (Kurita 2006). Proses hidrolisis ini selalu menggunakan NaOH dan KOH pada suhu tinggi. Hidrolisis dengan alkali dapat mengalami penurunan berat molekul, jika reaksi berlangsung lama. Oleh sebab itu dalam hidrolisis perlu dilakukan pemanasan dan khitosan yang dihasilkan tergantung dari konsentrasi alkali yang digunakan. Kemurnian khitosan dapat diketahui dari Derajat Deasetilasi (DD) diperoleh dan melarut dengan baik dalam asam asetat 1%. Sifat kelarutan ini disebabkan oleh deasetilasi dalam larutan alkali.
31
Metode FTIR (Fourier Transform Infra Red ) dapat digunakan untuk mengetahui Derajat Deasetilasi (DD) khitosan. Untuk menentukan DD digunakan metode garis oleh Moore dan Robert, seperti ditunjukkan dalam persamaan 2.10. A1588 DD =
1 -
1 x 100% ………..(2.10)
x A3410
1,32
Keterangan rumus : A
= log
= absorbansi -1
A1588 = Absorbansi pada panjang gelombang 1588 cm untuk serapan gugus -
amida/asetamida (CH3CONH ) -1
A3410 = Absorbansi pada panjang gelombang 3410 cm untuk serapan gugus hidroksil (OH-) 2.6.Tinjauan tentang Spektrofotometer Ultra Violet (UV-Vis) Hubungan antara radiasi yang diserap dan konsentrasi spesies penyerap dinyatakan oleh hukum Lambert-Beer. Dalam hukum Lambert Beer dinyatakan bahwa absorbansi berbanding langsung dengan konsentrasi. Rumusan Hukum Lambert Beer dapat dijelaskan sebagai berikut: bila suatu medium penyerap dibagi menjadi lapisan-lapisan imajiner yang tebalnya sama dan berkas sinar radiasi diarahkan melewati medium tersebut, maka setiap lapisan akan menyerap bagian yang sama dari radiasi. Absorpsi dapat dijabarkan secara matematis sebagai berikut: = -k. C. db .…………...………………………………………...(2.11)
32
ln
= -k. C. db ……….………...…………………………….....(2.12)
log
=
log
= -ε. b. C ….….........………….. ……..……..……………..(2.14)
. b. C atau ....…....………………….……………..(2.13)
C adalah konsentrasi larutan dalam molar. Jika konsentrasi larutan dalam bentuk gram/liter maka rumus 2.14. menjadi: log
log
= -a. b. C …………………………………………………...(2.15)
disebut optical density (OD) atau absorbansi (A), sedangkan It/I0 disebut
dengan transmitans yang merupakan proporsi radiasi yang diteruskan. Bila T dikalikan dengan 100% disebut sebagai persen transmitans. Hubungan absorbansi dengan transmitan ditunjukkan pada persamaan (2.16). A = log T = log
=- ε. b.C ………….………………………....(2.16)
Dengan ketentuan: I0
: intensitas radiasi yang dilewatkan
It
: intensitas radiasi yang diserap
a
: koefisien aktivitas (bila satuan kadar adalah gram/liter)
ε
: koefisien aktivasi molar (bila satuan kadarnya adalah molar)
C
: konsentrasi
A
: absorbansi
b
: panjang sampel /tebal kuvet
Spektrum absorpsi UV-Vis umumnya dinyatakan sebagai aluran grafik absorbansi sebagai ordinat dan panjang gelombang sebagai absis. Spektrum
33
serapan UV-Vis berasal dari transisi elektronik, tingkat energi elektronik terbagibagi menjadi tingkat energi vibrasi, rotasi dan translasi. Instrumentasi dari spektrofotometer dapat berupa susunan alat-alat, seperti sumber radiasi, monokromator, wadah sampel, detektor, penguat/amplifier, dan rekorder. Spektrum ultraviolet pada senyawa tertentu biasanya diperoleh dengan melewatkan cahaya pada panjang gelombang tertentu (cahaya monokrom) melalui larutan encer senyawa tersebut dalam pelarut yang tidak menyerap misalnya, air, etanol, dan heksana (Khopkar, 2003). Fraksi dari radiasi yang diteruskan atau ditransmisikan oleh larutan disebut transmitan. Rangkaian sistem kerja alat UVVis terdapat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Mekanisme serapan UV-Vis
34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep Air bersih menjadi ukuran tingkat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya dan hampir setiap hari kita memerlukan air untuk kepeluan hidup, baik untuk minum, memasak ataupun untuk membersihkan (mencuci). Penggunaan air tersebut sebagian besar akan terbuang kembali sebagai limbah, yang paling banyak adalah limbah dari hasil pencucian. Zaman yang serba cepat dan praktis ini banyak orang memakai jasa laundry dalam pencucian pakaian, sehingga tak terhindarkan lagi limbah laundry yang dihasilkan makin hari akan bertambah. Limbah laundry sepintas tidak begitu menunjukkan dampak yang serius bagi lingkungan, tapi jika diakumulasi keberadaanya akan menjadi masalah yang cukup mengkhawatirkan di kemudian hari bagi lingkungan. Hal yang mencemaskan tersebut terjadi karena dalam proses pencucian, limbah terbuang menggandung senyawa fosfat yang merupakan komponen builder yang ada pada detergen yang digunakan untuk mencuci. Kadar fosfat yang tinggi dalam perairan dapat memberi nutrisi pada tumbuhan air sehingga menimbulkan alga blom pada badan perairan yang menutupi permukaan air dan akhirnya keseimbangan ekosistem perairan terganggu. Penurunan kadar senyawa fosfat dalam pengolahan air limbah laundry diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan metode membran. Membran dapat dibuat dari bahan polimer alam maupun polimer sintetis. Khitosan merupakan biopolimer alam yang diturunkan dari khitin. Khitin
35
merupakan polisakarida yang ketersedianya terbesar kedua seletah selulosa. Sehingga penggunaan khitosan sebagai membran menawarkan nilai ekonomis yang tinggi bagi manfaat senyawa polimer khitosan. Telah banyak penelitian yang memaparkan manfaat kitosan di bidang lingkungan hingga kesehatan. Keserbagunaan ini dikarenakan kitosan bersifat khas. Kitosan biodegradabel, biokompatibel, non-toksik, memiliki aktivitas antimikrob, dapat mengkhelat ion logam berat, dapat membentuk gel, serta memiliki afinitas yang tinggi pada protein (Mak & Sun 2008). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Meriatna (2008) yaitu penggunaan membran khitosan untuk menurunkan kadar logam krom (Cr) dan nikel (Ni) dalam limbah cair industri pelapisan logam dapat menurunkan kadar logam Cr sampai 99,87% dan logam Ni sampai 99,13%, termasuk juga penelitian oleh Daniel (2009) tentang pembuatan dan karakteristik membran khitosan yang berasal dari kulit udang sungai Mahakam berpotensi dipergunakan sebagai membran hemodialisis karena jumlah molekul urea yang terdifusi dengan membran khitosan ini sampai sebesar 345,445 mcg/ml. Khitosan termasuk salah satu material pintar alami. Berbeda dengan polisakarida alami lainnya seperti selulosa, alginat, agarosa, dan pektin yang memiliki sifat netral atau asam, khitosan bersifat basa karena memiliki gugus amino dalam jumlah besar pada rantai tulang punggungnya (Mak & Sun 2008). Gugus ini dapat mengalami protonasi pada pH kurang dari 6,5, yang menjadikan khitosan polimer kationik. Muatan positif pada khitosan kemudian dapat berikatan dengan material lain yang bermuatan negatif seperti enzim, sel, polisakarida lainnya, asam nukleat, kulit, dan rambut (Argin-Soysal et al. 2007).
36
Dari uraian di atas, kerangka konsep penelitian yang ingin dilaksanakan pada penelitian ini adalah (terlihat pada Gambar 3.1)
Air limbah laundry (mengandung fosfat)
Pengolahan air limbah laundry dengan pemanfaatan teknologi alternatif (membran khitosan)
Membran khitosan terbuat dari bahan ramah lingkungan, menggunakan limbah kulit udang
Penurunan kadar fosfat dalam air limbah laundry
Analisis fosfat dengan spektro UV-Vis
Air yang aman dibuang ke badan perairan Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.2.Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian bahwa membran khitosan dari kulit udang dapat digunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry.
37
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian Pada penelitian ini isolasi khitin dari kulit udang menggunakan kondisi optimum
pada
penelitian
Kusumawati
(2009)
sedangkan
aplikasinya
menggunakan metoda eksperimen yang bersifat eksploratif. Data dikumpulkan dengan cara pengamatan langsung setelah obyek penelitian diberikan perlakuan, kemudian melakukan serangkaian pengujian. 4.2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah penurunan kadar fosfat total dalam air limbah laundry menggunakan membran khitosan. Sebelum membran khitosan di aplikasikan pada air limbah laundry, efektivitas membran khitosan dengan berbagai konsentrasi digunakan untuk menurunkan kadar fosfat pada larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) dan lamanya waktu kontak diamati pada selang waktu 2 jam. Kemudian dari kondisi optimum konsentrasi khitosan yang digunakan sebagai membran dan waktu optimum kontak terhadap membran sampai rentang waktu 2 jam yang diperoleh pada larutan standar fosfat dipakai untuk aplikasi menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Analisis kadar fosfat total dalam air limbah laundry dilakukan dengan spektofotometer UV-Vis sebelum dan sesudah perlakuan. 4.3. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang terdiri atas 2 faktor yaitu faktor A (konsentrasi larutan khitosan) dengan taraf 1%, 2%, 3%, 4%, 5%
38
dan faktor B (lamanya waktu kontak terhadap membran khitosan) dengan taraf 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit). Rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Analisis data dilakukan dengan ANOVA (Analysis of Varian) satu arah. 4.4. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Laboratorium bersama FMIPA Universitas Udayana (analisis Spektrofotometer FTIR) dan Laboratorium Fakultas Teknik Mesin Universitas Udayana. 4.5. Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1. Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang yang diperoleh dari limbah restoran yang ada di daerah Kuta, Badung, serta air limbah pencucian Laundry. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah : HCl (asam klorida), NaOH (natrium hidroksida), pereaksi Biuret, CH3COOH (asam asetat), I2 (iodin), KI (kalium iodida), alkohol, aseton, AgNO3 (perak nitrat), KH2PO4 (kalium dihidrogen fosfat), H2SO4 (asam sulfat), (NH4)6Mo7O24.4H2O (ammonium heptamolibdat), asam askorbat dan aquades. 4.5.2. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, diantaranya adalah gelas ukur, Erlenmeyer, pipet ukur, pipet volume, labu ukur, gelas beaker, corong, dan labu pemanas, ayakan ukuran 80 Mesh, oven, desikator, kertas saring, termometer, pH meter, bola hisap, neraca analitik, pengaduk magnetik. Peralatan instrumen yang digunakan adalah spektrofotometer fourier
39
transform inframerah (FTIR ZHIMADZU), peralatan instrumen spektrofotometer UV-Vis ZHIMADZU. 4.6. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari 5 (lima) tahap yaitu : 1. Isolasi Khitin dari kulit udang 2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan 3. Pembuatan membran Khitosan 4. Analisa fosfat dalam air limbah laundry dengan spektofotometer UV-Vis 5. Proses pengolahan air limbah laundry dengan membran Khitosan dan analisis kembali hasil penurunan fosfatnya setelah pengolahan air limbah laundry dengan alat spektrofotometer UV-Vis. 4.6.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang 4.6.1.1. Pembuatan Tepung Kulit Udang Kulit udang galah yang diambil dari limbah restoran di Kuta, dicuci dengan air yang mengalir hingga bersih kemudian direbus. Untuk menghilangkan kotorannya, setelah direbus kulit udang dicuci kembali dengan air hingga bersih kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 – 1200C sampai beratnya konstan. Setelah kering kemudian digiling dan diayak menggunakan ayakan 80 Mesh. Hasil yang lewat dari ayakan ini digunakan untuk memperoleh khitin. 4.6.1.2. Proses Deproteinasi Sebanyak 100 gram tepung kulit udang dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 1 L dan ditambahkan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1 : 10 (b/v) antara sampel dengan pelarut. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65 – 700C selama 4 jam sambil dilakukan pengadukan pada 50 rpm. Selanjutnya
40
campuran tersebut disaring, didinginkan kemudian dicuci dengan aquades sampai pH netral sehingga diperoleh khitin kasar bebas protein yang ditetapkan menggunakan uji biuret, sampai tidak terbentuk warna ungu. 4.6.1.3. Proses Demineralisasi Khitin kasar yang telah mengalami proses deproteinasi ditambah dengan HCl 1,5 M dengan perbandingan 1 : 15 (b/v) antara sampel dengan pelarut. Campuran dipanaskan pada suhu 70 – 800C selama 4 jam sambil dilakukan pengadukan pada 50 rpm kemudian disaring. Padatan yang diperoleh dicuci dengan aquades beberapa kali sampai pH netral. Untuk mengetahui HCl yang digunakan telah habis tercuci dilakukan uji terhadap air hasil cucian dengan memakai larutan AgNO3, sampai tidak diperoleh endapan putih (AgCl). 4.6.1.4. Proses Depigmentasi Khitin yang telah mengalami demineralisasi ditambahkan etanol 70% sebanyak 100 ml dilanjutkan dengan penyaringan, pencucian kembali dengan aquades panas dan aseton untuk menghilangkan warna lalu dikeringkan pada suhu 800C selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Pengeringan dan pendinginan dilanjutkan dengan penimbangan berulang kali hingga diperoleh berat konstan. 4.6.1.5. Uji Khitin Identifikasi secara kualitatif senyawa khitin dilakukan dengan uji warna Van Wesslink. Pada uji ini diambil sedikit serbuk hasil dari proses demineralisasi ditetesi dengan larutan I2 dalam KI, apabila terjadi perubahan warna dari putih krem menjadi coklat kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat terjadi
41
perubahan warna menjadi violet berarti senyawa tersebut merupakan senyawa khitin. Selain itu dilakukan karakterisasi dengan FTIR. 4.6.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan Khitin
yang
diperoleh
dari
prosedur
deproteinasi-demineralisasi,
dilakukan deasetilasi dengan menambahkan NaOH konsentrasi 50%
dengan
perbandingan 1 : 20 (b/v) antara khitin dengan pelarut. Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 1200C selama 4 jam, kemudian larutan dipisahkan, disaring kemudian dicuci dengan aquades sampai pH netral. Padatan yang diperoleh dikeringkan pada suhu 800C selama 24 jam. Secara kualitatif untuk menguji adanya khitosan dapat larut sempurna dalam asam asetat maka zat tersebut merupakan khitosan. Secara kuantitatif khitosan yang diperoleh kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR. 4.6.3. Pembuatan Membran Khitosan 1. Ditimbang sebanyak 4 gram serbuk khitosan dilarutkan dalam 200 mL asam asetat (CH3COOH) 1% pada suhu ruangan. 2. Kedua bahan yang telah tercampur dihomogenkan dengan cara diaduk mengggunakan pengaduk magnetik selama 24 jam, sehingga diperoleh khitosan 2% kemudian di tuangkan dalam cetakan (petri dish diameter 9,6 cm) sebanyak 25 gram. Kemudian cetakan yang telah terisi larutan khitosan diangin-anginkan selama 24 jam
(sampai setengah kering)
selanjutnya cetakan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 5 jam. Memastikan membran kering sempurna cetakan didiamkan selama 24 jam di udara terbuka.
42
3. Cara melepas membran dari cetakan dengan sebelumnya merendam membrane dalam NaOH 4% selama ± 2 menit, selanjutnya direndam dengan menggunakan aquabidestilat
selama ± 5 menit, kemudian
membran di lepaskan dengan hati-hati dari cetakannya. 4. Langkah cara kerja no. 1 sampai no. 3 diulang untuk konsentrasi membran khitosan 1,3,4 dan 5%. 4.6.4. Analisis Uji Tarik Uji tarik membran khitosan dilakukan pada suhu kamar. Kekuatan tarik membran dapat dilihat dari kekuatan tegangan (Nilai Load) yaitu kekuatan tarik pada saat putus (kgf) dan regangan (Nilai Stroke) yaitu kekuatan regangan pada saat putus. Nilai Load dan Stroke biasanya berbanding terbalik. 4.6.5. Analisis Fosfat dalam Air Limbah Laundry dengan Spektro UV-Vis Air limbah laundry di bawa ke laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Udayana
untuk
dianalisis
kadar
fosfat
total
dengan
alat
Spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang λ = 660 nm. 4.6.6. Proses pengolahan air limbah laundry dengan membran Khitosan Membran khitosan digunakan untuk menurunkan kadar fosfat total dalam air limbah laundry. Sebelum membran di aplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry, dilakukan simulasi penurunan fosfat menggunakan larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) Adapun tahapan cara kerjanya sebagai berikut : 1. Membran khitosan dengan konsentrasi 1% di taruh di dalam corong Buchner sampai menutupi seluruh lingkar dalam corong.
43
2. Larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) dituang menggunakan corong sebanyak 50 mL dimasukan ke dalam biuret, kemudian alirannya diatur agar jatuh tepat di tengah-tengah corong Buchner yang telah dipasang membran khitosan. 3. Permeat yang diperoleh setiap 30 menit sampai rentang waktu 2 jam (30, 60, 90 dan 120 menit) diambil, selanjutnya permeat tersebut dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis (λ = 660 nm), untuk mengetahui penurunan kadar fosfat total tiap waktu tersebut di atas. 4. Langkah no. 1 sampai no. 3 diulangi dengan konsentrasi khitosan dalam membran 2, 3, 4 dan 5%. Berdasarkan hasil pengukuran akan diperoleh kondisi optimum konsentrasi membran khitosan dan waktu optimum penurunan kadar fosfat dalam larutan standar. Kondisi optimum yang diperoleh itu (baik konsentrasi membran khitosan dan waktu kontak) akan diaplikasi untuk mengetahui efektifitas dari membran khitosan terhadap penurunan kadar fosfat total dalam air limbah laundry.
44
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang 5.1.1. Tepung Kulit Udang Kulit udang yang digunakan dari jenis udang galah, diperoleh dari limbah restoran di daerah Kuta. Kulit udang dibersihkan kemudian dikeringkan selanjutnya dihaluskan dan diperoleh tepung kulit udang yang berwarna pink seperti yang terdapat pada Gambar 5.1b.
(a)
(b) Gambar 5.1. a. Kulit Udang b.Tepung Kulit Udang
5.1.2. Proses Deproteinasi Proses deproteinasi, ditimbang 100,07 gram tepung kulit udang direaksikan dengan 1000 mL larutan NaOH 3,5% di taruh di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 65-70oC dan pengadukkan 50 rpm selama 4 jam, setelah pengeringan diperoleh berat khitin kasar sebanyak 57,95 gram, seperti yang terdapat pada Gambar 5.2.b.
45
(a)
(b) Gambar 5.2.a. Pengaduk Magnetik b. Khitin Kasar
5.1.3. Proses Demineralisasi Proses demineralisasi, khitin kasar sebanyak 57,95 gram direaksikan dengan 869,25 mL HCl 1,5 M di taruh di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 70-80oC dan pengadukan 50 rpm selama 4 jam, setelah proses demineralisasi dilanjutkan dengan proses depigmentasi diperoleh khitin sebanyak 20,37 gram. Seperti yang terdapat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Khitin
46
5.1.4. Uji Khitin Uji adanya khitin secara kualitatif dilakukan dengan uji warna Van Wesslink, yaitu khitin yang diperoleh dari hasil isolasi dengan beberapa proses di atas direaksikan dengan I2 dalam KI hasilnya dapat menjadi berwarna coklat kemudian diteteskan H2SO4 berubah menjadi berwarna violet (keunguan) ini menunjukkan zat hasil isolasinya positif menunjukkan adanya khitin. Secara kuantitatif adanya senyawa khitin dari proses isolasi di atas dilakukan karakterisasis dengan FTIR. Spektra hasil FTIR khitin terdapat pada Lampiran 10.
Tabel 5.1 Karakteristik Khitin Kulit Udang Bilangan gelombang (cm-1) Khitin Gugus Fungsi OH N – H ulur C – H ulur C = O ulur N – H bengkokan CH3 C–O–C N – H kibasan (*Stuart, 2003)
Literatur*
Percobaan
3448 3300-3250 2891 1680-1640 1560-1530 1419 1072 750-650
3473,80 3265,49 2883,58 1647,21 1560,41 1384,89 1029,99 707,88
5.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan Khitin sebanyak 20,35 gram direaksikan dengan 407 mL NaOH 50% di letakkan di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 120oC selama 4 jam, dan setelah proses deasetilasi diperoleh khitosan sebanyak 14,23 gram (Gambar 5.4). Uji khitosan yang dihasilkan dilakukan dengan melarutkan khitosan ke dalam larutan asam asetat 1%, ternyata zat yang dihasilkan dari proses deasetilasi larut dengan baik. Berarti senyawa itu secara kualitatif merupakan senyawa khitosan,
47
dan analisis secara kuantitaif dapat dilakukan dengan analisis FTIR untuk mengetahui
gugus-gugusnya.
Derajat
deasetilasinya
diperoleh
66,27%
perhitungan derajat deasetilasi terdapat pada Lampiran 9.
Gambar 5.4. Khitosan
Tabel 5.2 Karakteristik Khitosan Kulit Udang Bilangan gelombang (cm-1) Khitosan Gugus Fungsi OH N – H ulur C – H ulur NH2 guntingan N – H bengkokan CH3 C–O–C NH2 kibasan dan Pelintiran N – H kibasan (*Stuart, 2003)
Literatur*
Percobaan
3450,0 3335,0 2891,1 1655,0
3475,73 3282,84 2879,72 1658,78
1419,5 1072,3 850,0-750,0 715,0
1423,47 1045,42 898,83 663,51
5.3. Pembuatan Membran Khitosan Pembuatan membran khitosan dengan melarutkan 4 gram khitosan dalam 200 mL asam asetat 1% (untuk konsentrasi membran khitosan 2%), kemudian dihomogenkan dengan pengadukan selama 24 jam. Campuran yang yang telah
48
homogen dibiarkan selama 24 jam baru selanjutnya dicetak menggunakan petri dish (diameter 9,6 cm). Pelarut asam asetat diuapkan, diteruskan dengan melepas membran dari cetakan secara hati-hati agar membran tidak robek. Membran yang telah dilepas dari cetakan mempunyai penampilan tipis transparan, tampak pada Gambar 5.5. di bawah ini.
Gambar 5.5. Membran Khitosan
5.4. Analisis Uji Tarik Uji tarik membran khitosan dilakukan setelah membran kering pada suhu kamar. Untuk mengetahui respon mekanik membran khitosan terhadap pembebanan tarik satu arah (uniaksial) dilakukan uji tarik menggunakan alat Screw Test Stand dengan ukuran lebar (l) = 5,79 mm dan panjang awal (Lo) = 30,15 mm yang sama untuk masing-masing konsentrasi membran khitosan. Pengukuran tebal membran dilakukan dengan menggunakan alat mikrometer skrup, dimana diperoleh hasil pengukuran dalam satuan millimeter (mm) yang dipergunakan menghitung luas penampang membran saat mengetahui kekuatan tarik membran. Gambar alat dan bentuk membran saat dilakukan uji tarik terdapat pada Lampiran 3.
49
Hasil pengukuran uji tarik masing-masing membran terdapat pada Tabel 5.3 sampai Table 5.7.
Tabel 5.3. Data Uji Tarik Membran Khitosan 1% (tebal membran 0,04 mm)
ΔL(mm) 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80
Ulangan I 0,00 0,05 0,20 0,30 0,45 0,55 0,70 0,80 0,95 1,15 1,20 1,30 1,35 1,35 putus
F(Kgf) Ulangan II 0,00 0,05 0,20 0,35 0,45 0,55 0,65 0,80 0,95 1,15 1,20 1,30 1,35 1,35 Putus
50
Ulangan III 0,00 0,05 0,20 0,35 0,40 0,50 0,65 0,85 0,95 1,15 1,20 1,30 1,35 1,35 putus
Rata-rata F(Kgf) 0,00 0,05 0,20 0,33 0,43 0,53 0,67 0,82 0,95 1,15 1,20 1,30 1,35 1,35 Putus
Tabel 5.4. Data Uji Tarik Membran Khitosan 2% (tebal membran 0,07 mm) ΔL(mm) 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 3.20 3.60 4.00 4.40 4.80 5.20 5.60 6.00 6.40 6.80 7.20 7.60 8.00 8.40 8.80 9.20 9.60 10.00 10.40 10.80
Ulangan I 0,00 0,40 0,75 1,00 1,40 1,85 2,25 2,65 3,00 3,35 3,70 4,05 4,45 4,80 5,15 5,50 5,80 6,25 6,60 6,95 7,25 7,70 7,95 8,20 8,55 9,05 9,05 putus
F(Kgf) Ulangan II 0,00 0,45 0,70 1,00 1,40 1,85 2,20 2,65 3,00 3,35 3,70 4,05 4,45 4,80 5,15 5,60 6,00 6,35 6,70 7,05 7,45 7,75 8,10 8,30 8,65 9,05 9,05 Putus
51
Ulangan III 0,00 0,45 0,75 1,05 1,40 1,80 2,20 2,65 3,00 3,35 3,70 4,05 4,40 4,80 5,20 5,50 5,90 6,30 6,70 6,95 7,35 7,75 8,05 8,30 8,65 9,05 9,05 putus
Rata-rata F(Kgf) 0.00 0.43 0.73 1.02 1.40 1.83 2.22 2.65 3.00 3.35 3.70 4.05 4.43 4.80 5.17 5.53 5.90 6.30 6.67 6.98 7.35 7.73 8.03 8.27 8.62 9.05 9.05 putus
Tabel 5.5. Data Uji Tarik Membran Khitosan 3% (tebal membran 0,09 mm) ΔL(mm) 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 3.20 3.60 4.00 4.40 4.80 5.20 5.60 6.00 6.40 6.80 7.20 7.60 8.00 8.40 8.80 9.20 9.60 10.00 10.40 10.80 11.20 11.60 12.00 12.40 12.80 13.20
Ulangan I 0,00 0,40 0,60 1,00 1,40 1,65 2,05 2,50 2,90 3,30 3,60 4,05 4,50 4,85 5,20 5,60 6,00 6,35 6,65 7,05 7,45 7,85 8,20 8,60 9,00 9,45 9,75 10,10 10,50 10,90 11,25 11,25 11,25 putus
F(Kgf) Ulangan II 0,00 0,45 0,70 1,15 1,50 1,85 2,15 2,65 3,00 3,40 3,65 4,20 4,55 4,90 5,20 5,70 6,05 6,40 6,80 7,20 7,50 7,95 8,30 8,60 9,00 9,40 9,75 10,10 10,50 10,90 11,20 11,25 11,25 putus
52
Ulangan III 0,00 0,45 0,70 1,10 1,40 1,80 2,10 2,65 2,90 3,40 3,65 4,15 4,55 4,95 5,20 5,70 6,05 6,35 6,65 7,15 7,50 7,90 8,30 8,60 9,00 9,45 9,75 10,10 10,55 10,90 11,25 11,25 11,25 putus
Rata-rata F(Kgf) 0.00 0.43 0.67 1.12 1.43 1.77 2.10 2.60 2.93 3.33 3.63 4.13 4.53 4.90 5.20 5.67 6.03 6.37 6.70 7.13 7.48 7.90 8.27 8.60 9.00 9.43 9.75 10.10 10.52 10.90 11.25 11.25 11.25 putus
Tabel 5.6. Data Uji Tarik Membran Khitosan 4% (tebal membran 0,10 mm) ΔL(mm) 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 3.20 3.60 4.00 4.40 4.80 5.20 5.60 6.00 6.40 6.80 7.20 7.60 8.00 8.40 8.80 9.20 9.60 10.00 10.40 10.80 11.20
Ulangan I 0,00 0,35 0,65 1,00 1,40 1,70 2,10 2,50 2,85 3,20 3,60 4,00 4,40 4,65 5,05 5,45 5,75 6,15 6,55 6,90 7,25 7,60 7,90 8,20 8,50 8,70 8,70 8,65 putus
F(Kgf) Ulangan II 0,00 0,25 0,60 0,80 1,30 1,60 2,00 2,45 2,85 3,10 3,50 3,90 4,30 4,65 5,05 5,50 5,80 6,20 6,55 7,00 7,30 7,70 8,05 8,20 8,60 8,75 8,80 8,80 putus
53
Ulangan III 0,00 0,30 0,70 1,05 1,30 1,60 2,10 2,45 2,80 3,10 3,50 3,90 4,30 4,65 5,05 5,50 5,80 6,15 6,55 7,00 7,35 7,70 7,95 8,20 8,60 8,75 8,80 8,85 putus
Rata-rata F(Kgf) 0.00 0.30 0.65 0.98 1.33 1.63 2.07 2.47 2.83 3.13 3.53 3.93 4.33 4.65 5.05 5.48 5.78 6.17 6.55 6.97 7.30 7.67 7.97 8.20 8.57 8.73 8.77 8.77 putus
Tabel 5.7. Data Uji Tarik Membran Khitosan 5% (tebal membran 0,12 mm) ΔL(mm) 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 3.20 3.60 4.00 4.40 4.80 5.20 5.60 6.00 6.40 6.80 7.20 7.60 8.00 8.40 8.80 9.20 9.60 10.00 10.40 10.80 11.20 11.60 12.00
Ulangan I 0,00 0,40 0,70 1,10 1,55 1,95 2,30 2,65 3,10 3,50 3,85 4,20 4,60 5,00 5,40 5,65 6,10 6,50 6,90 7,25 7,55 7,95 8,35 8,60 9,00 9,40 9,75 10,25 10,70 10,80 putus
F(Kgf) Ulangan II 0,00 0,40 0,70 1,05 1,45 1,90 2,25 2,60 3,05 3,45 3,75 4,20 4,55 4,95 5,35 5,65 6,05 6,45 6,80 7,15 7,55 7,95 8,30 8,65 9,05 9,45 9,75 10,20 10,85 10,85 putus
54
Ulangan III 0,00 0,40 0,70 0,15 1,50 1,85 2,25 2,70 3,15 3,55 3,80 4,20 4,60 5,05 5,45 5,60 6,00 6,55 6,90 7,30 7,60 8,00 8,40 8,65 9,10 9,55 9,80 10,25 10,90 10,90 putus
Rata-rata F(Kgf) 0.00 0.40 0.70 1.10 1.50 1.90 2.27 2.65 3.10 3.50 3.80 4.20 4.58 5.00 5.40 5.63 6.05 6.50 6.87 7.23 7.57 7.97 8.35 8.63 9.05 9.47 9.77 10.23 10.82 10.85 putus
5.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi dengan Larutan Standar Fosfat Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur absorbansi larutan standar fosfat yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar fosfat yang dipakai berasal dari senyawa KH2PO4 bervariasi konsentrasi (ppm) sebanyak 10 mL ditambahkan pereaksi fosfat sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan dengan sedikit asam askorbat selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit menghasilkan warna biru dan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis diukur absorbansinya pada panjang gelombang (λ = 660 nm). Data pengukuran absorbansi larutan standar fosfat terdapat pada Tabel 5.8 di dawah ini: Tabel 5.8. Absorbansi Larutan Standar Fosfat Konsentrasi (ppm) 0 1 5 10 15 20
Absorbansi (λ = 660 nm) 0,000 0,088 0,345 0,684 0,927 1,237
5.6. Hasil Pengukuran Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air Pengukuran fluks membran khitosan (jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu) dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam membran (luas membran = 6,79x10-3 m2) yang telah dipasang pada alat vakum rentang waktu 30 menit dan tekanan vacumnya sekitar 350 mbar. Hasil yang diperoleh untuk setiap membran disajikan dalam Tabel 5.9 berikut ini :
55
Tabel 5.9. Fluks Membran Khitosan Konsentrasi membran khitosan (%) Volume permeat (mL) 1 24,5 2 20,0 3 18,5 4 19,0 5 19,0
5.7. Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar Simulasi penurunan kadar fosfat pada larutan KH2PO4 10 ppm (standar fosfat 10 ppm), data kosentrasi perlakuannya seperti Tabel 5.10. Hasil terbaik penurunan konsentrasi larutan standar fosfat 10 ppm dengan membran khitosan (baik konsentrasi dan waktu kontak optimum) dipakai untuk aplikasi penurunan fosfat pada air limbah laundry. Tabel 5.10. Konsentrasi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm Konsentrasi Waktu Ulangan konsentrasi Konsentrasi membran kontak I II III rata-rata khitosan(%) (menit) 1 30 8.265140 7.449731 7.616141 7.782551 60 6.135092 6.501194 6.318143 6.318143 90 7.100270 6.784091 6.700886 6.867296 120 6.334784 5.968682 6.434630 6.251579 2 30 4.787171 4.454351 4.387787 4.537556 60 4.204736 3.805352 3.788711 3.938480 90 4.104890 4.188095 4.088249 4.121531 120 4.171454 4.204736 3.988403 4.121531 3 30 3.256199 3.489173 3.372686 3.372686 60 2.657123 2.523995 2.474072 2.557277 90 3.572378 3.805352 3.772070 3.722147 120 3.722147 3.622301 3.888557 3.738788 4 30 4.088249 4.104890 4.304582 4.171454 60 3.888557 4.054967 4.238018 4.054967 90 4.104890 4.470992 4.271300 4.287941 120 4.287941 4.154813 4.188095 4.204736 5 30 4.154813 3.888557 4.088249 4.038326 60 3.855275 3.688865 3.655583 3.738788 90 4.254659 4.005044 3.871916 4.038326 120 4.104890 4.154813 4.088249 4.121531
56
Tabel 5.11. Karakteristik Air Limbah Laundry No 1 2 3
Parameter Warna pH Absorbansi
Sebelum perlakuan Keruh 9 1.105
Sesudah perlakuan Jernih 8 0.071
5.8. Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan Hasil permeat larutan standar fosfat 10 ppm yang dipakai simulasi untuk menurunkan kadar fosfat menunjukkan pada konsentrasi membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit penurunan konsentrasinya paling rendah. Konsentrasi membran 3% dan waktu kontak 60 menit akan diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Data penurunan konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry secara filtrasi menggunakan membran khitosan konsentrasi 3% dan waktu kontak 60 menit terdapat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Konsentrasi Permeat Air Limbah Laundry Permeat tingkat ke I II III IV
Konsentrasi ulangan I II III 14.455592 13.906439 14.089490 10.944341 10.644803 10.711367 6.035246 5.386247 5.802272 0.576998 0.344024 0.443870
57
Rata-rata 14.156054 10.761290 5.735708 0.460511
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang 6.1.1. Proses Deproteinasi Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein dalam kulit udang menggunakan larutan NaOH 3,5 % pada suhu 70oC dengan pengadukan 50 rpm selama 4 jam. Apabila digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu lebih tinggi akan menyebabkan terjadi proses deasetilasi. Pengadukan dan pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat pengikatan ujung rantai protein dengan NaOH sehingga proses degradasi dan pengendapan akan berlangsung sempurna (Austin, 1981). Protein dari kulit udang akan terekstraksi dalam bentuk Na-proteinat, ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif. Pada proses deproteinasi, dari 100 gram tepung kulit udang (sampel) yang digunakan setelah proses diperoleh khitin kasar sebanyak 57,95 gram. Pengurangan massa sebanyak 42,05% merupakan jumlah protein dalam kulit udang yang sudah dihilangkan dalam proses deproteinasi. Kandungan protein dalam kulit udang berkisar antara 25 – 40% (Marganof, 2003). 6.1.2. Proses Demineralisasi Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa anorganik atau mineral yang terdapat pada kulit udang. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam jumlah kecil, mineral ini lebih mudah dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik. Pada proses demineralisasi dari 57,95 khitin kasar bebas protein yang digunakan setelah proses demineralisasi (menggunakan HCl) diperoleh khitin sebanyak 20,37 gram,
58
sehingga diperoleh persentase khitin dalam sampel sebanyak 20,37%. Hasil khitin yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan peneliti sebelumnya yang menyatakan kandungan khitin dalam kulit udang berkisar antara 15 – 20% (Marganof, 2003). Pengurangan massa sebanyak 64,85% dari khitin bebas protein, menunjukkan larutnya mineral yang terkandung dalam kulit udang sebanyak 64,85%. Kulit udang keras karena mengandung CaCO3 dan Ca3(PO4)2, penambahan HCl menyebabkan terdagradasi membebaskan gas CO2 yang ditandai dengan keluarnya gelembung gas. Reaksinya sebagai berikut: CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g) Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(aq) 3CaCl2(aq) + 2H3PO4(aq) Khitin yang dihasilkan dicuci dengan aquades sampai pH netral, selanjutnya
dilakukan
depigmentasi
dengan
aseton
dan
alkohol
untuk
menghilangkan zat warna. Proses pencucian kembali dilakukan untuk mencegah degradasi produk selama pengeringan, sehingga diperoleh serbuk khitin halus yang berwarna putih krem. Khitin yang diperoleh dikarakterisasi secara FTIR untuk identifikasi gugus-gugus aktifnya. Spektra FTIR pembentukan senyawa khitin pada penelitian ini pada daerah serapan bilangan gelombang sekitar 3473,80 cm-1 menunjukkan serapan gugus hidroksil (secara literatur serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3448 cm-1). Terjadi perbedaan serapan gugus hidroksil pada hasil penelitian ini disebabkan masih adanya gugus asetil yang terikat kuat pada struktur senyawa khitin. Sedangkan gugus amina (ikatan NH ulur) muncul di daerah 3265,49 cm-1 (literatur menunjukan di daerah 32503300 cm-1), (ikatan C-H) pada daerah 2883,58 cm-1 (literatur 2891 cm-1), gugus amida (ikatan C=O ulur) muncul di daerah 1647,21 cm-1(literatur1640-1680 cm-1),
59
serapan ikatan N-H bengkokan muncul pada bilangan gelombang 1560,41 cm-1 (literatur 1530-1560 cm-1), dan gugus amina (ikatan N-H kibasan) muncul di daerah 707,88 cm-1 (literatur 650-750 cm-1). Munculnya serapan amina (ikatan NH bengkokan) pada daerah 1560,41 cm-1, dimana pada daerah ini sudah melewati kisaran literatur menunjukan pada proses deproteinasi dengan basa kuat khitin kasar sedikit mengalami deasetilasi. 6.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan Proses deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (-COCH3) dari khitin menggunakan larutan alkali agar berubah menjadi gugus amina (-NH2). Khitin mempunyai struktur kristalin yang panjang dengan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai bersebelahan (Muzzarelli, 1986). Untuk memutuskan ikatan antara gugus asetilnya dengan gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH2) perlu digunakan natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 50% dan waktu deasetilasi selama 4 jam. Penggunaan larutan alkali dengan konsentrasi yang tinggi dapat mempengaruhi besarnya derajat deasetilasi yang dihasilkan, karena derajat deasetilasi sebanding dengan daya adsorpsi khitosan. Pemutusan gugus asetil pada khitin mengakibatkan khitosan bermuatan positif sehingga dapat larut dalam asam organik (Bastaman, 1989) seperti asam asetat ataupun asam formiat. Khitosan yang dihasilkan sebanyak 14,23 gram dari proses deasetilasi 20,35 gram serbuk khitin, ada pengurangan massa akibat mengalami proses deasetilasi sehingga diperoleh persentase perubahan khitin menjadi khitosan sebesar 69,93% (dapat dilihat pada Lampiran 10) dengan penampilan serbuk yang berwarna putih krem. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan penelitian
60
sebelumnya yaitu kadar khitosan dari khitin kulit udang lebih besar dari 50% (Marganov, 2003). Spektra FTIR khitosan (Lampiran 11) menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) 3475,73 (O-H stretching), 1658,78 (C=O amida). Spektra pada bilangan gelombang 1658,78 cm-1 (puncak amida) masih muncul disebabkan khitosan yang dihasilkan belum terasetilasi seluruhnya. Kualitas khitosan juga dapat diketahui dari besarnya persen derajat deasetilasi. Perhitungan derajat deasetilasi khitosan dengan metode garis Moore dan Robert digunakan untuk mengetahui persen derajat deasetilasi (DD) khitosan kulit udang. Secara umum kebanyakan publikasi menyebutkan istilah khitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar dari 70%. Pada penelitian ini diperoleh persen derajat deasetilasi sebesar 66,27% (perhitungan DD khitosan terdapat pada Lampiran 9), hal ini menunjukan belum seluruhnya khitin terasetilasi menjadi khitosan. Masih rendahnya hasil DD khitosan ini disebabkan oleh faktor pengadukan, suhu dari yang ditampilkan pada alat kurang maksimal ataupun jenis habitat serta pemeliharaan udang galah yang dipergunakan. 6.3. Pembuatan Membran Khitosan Proses pembuatan membran dengan melarutkan khitosan dalam asam asetat 1% kemudian diaduk dengan alat pengaduk magnetik selama 24 jam bertujuan agar diperoleh larutan yang homogen. Khitosan dengan konsentrasi 1% paling mudah melarut dalam asam asetat karena kondisi larutan yang encer (lebih banyak pelarutnya) menghasilkan membran yang paling tipis dan transparan. Khitosan dengan kosentrasi 2%, 3% larut dengan baik dalam asam asetat menjadi larutan yang sempurna sehingga menghasilkan membran yang halus. Sedangkan
61
khitosan dengan konsentrasi 4% dan 5% dalam asam asetat menghasilkan larutan yang agak kental karena mengalami kejenuhan. Pencetakan membran dengan konsentrasi khitosan 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% pada cetakan (petri dish), melepaskan membran setelah proses penguapan pelarutnya melalui teknik infersi fasa yaitu dengan merendam membran menggunakan NaOH 4% selama 2 menit dilanjutkan dengan menggunakan aquabides selama 5 menit. Penggunaan larutan NaOH berfungsi sebagai larutan nonpelarut yang dapat berdifusi ke bagian bawah membran yang berhimpit dengan kaca sehingga membran akan terdorong ke atas dan terkelupas. Pencucian dengan aquabides bertujuan untuk menghilangkan sisasisa NaOH sehingga pH-nya menjadi netral. 6.4. Analisis Uji Tarik Kekuatan tarik merupakan reaksi ikatan antara atom-atom atau antara ikatan-ikatan dalam polimer terhadap gaya luar atau tegangan. Melalui pengujian kekuatan tarik diperoleh kurva ζ = tegangan (stress) terhadap
= regangan
(strain). Informasi yang diperoleh dari kurva ini untuk polimer adalah kekuatan tarik dan perpanjangan dari bahan. Untuk menghitung tegangan dapat digunakan rumus ζ =
dimana ζ : tegangan (Kgf/mm2), F : tegangan (Kgf), A ; luas
penampang lintang (mm2). Sedangkan penambahan panjang (regangan) dapat dihitung dengan rumus
ε =
x100% dimana ε : regangan (%), ΔL :
pertambahan panjang (mm), Lo : panjang mula-mula (mm). Perhitungan nilai tegangan dan regangan terdapat pada Lampiran 3. Gambar grafik hubungan antara tegangan dan regangan masing-masing membran terdapat pada Gambar 6.1. sedangkan data nilai uji tarik semua membran terlihat pada tabel 6.1.
62
Tabel 6.1. Hasil Uji Tarik Membran Khitosan Tebal ΔL Lo ε F A (mm) (mm) (mm) (%) (Kgf) (mm2) 0.04 2.60 30.15 8.62 1.35 0.23 0.07 10.40 30.15 34.49 9.05 0.41 0.09 12.80 30.15 42.45 11.25 0.52 010 10.80 30.15 35.82 8.77 0.58 0.12 11.60 30.15 38.47 10.85 0.69
Membran (%) 1 2 3 4 5
ζ (Kgf/mm2) 5.83 22.33 21.59 15.15 15.62
25
σ
Tegangan
20
15
10
5
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
ε Regangan
Gambar 6.1. Grafik hubungan antara tegangan dan Regangan membran khitosan Keterangan warna pada grafik : Warna biru : kekuatan tarik membran khitosan 1% Warna merah : kekuatan tarik membran khitosan 2% Warna hijau : kekuatan tarik membran khitosan 3% Warna ungu : kekuatan tarik membran khitosan 4% Warna hitam : kekuatan tarik membran khitosan 5% Gambar grafik 6.1. menunjukkan membran khitosan dari kulit udang bersifat keras dan getas. Membran khitosan dengan konsentrasi 3% memiliki
63
kekuatan tarik dan perpanjangan (regangan) yang paling tinggi dibandingkan dengan membran khitosan konsentrasi 1%, 2%, 4% ataupun konsentrasi 5% datanya dapat dilihat pada tabel 6.1. Hal ini terjadi karena khitosan dapat larut dengan baik dalam membran khitosan 3% sehingga menghasilkan membran dengan struktur pori yang merata pada seluruh permukaannya, bersifat elastis mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan regangan semakin kuat. 6.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat Larutan KH2PO4 digunakan sebagai standar fosfat dengan menggunakan pereaksi fosfat (Ammonium Molybdat- Asam Sulfat) menghasilkan asam fosfo milibdat pada suasana asam (penambahan asam askorbat) akan mengalami reduksi menjadi molybdenum yang warna biru. Warna biru yang terjadi diukur dengan spektofotometer, dimana warna yang dihasilkan ini sebanding dengan konsentrasi fosfat
dalam
larutan
(Effendi,
2003).
Hasil
pengukuran
dengan
alat
spektofotometer berupa nilai absorbansi, sehingga dibuat kurva kalibrasi standar fosfat menggunakan larutan KH2PO4 bertujuan untuk menentukan konsentrasi fosfat dari data absorbansi yang terukur menggunakan alat spektrofotometer UVVis (λ = 660 nm). Melalui perhitungan regresi linear menggunakan persamaan y = mx + b diperoleh kurva kalibrasi standar fosfat terdapat pada Lampiran 6. 6.6. Perhitungan Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air Fluks dapat diartikan sebagai jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan (Mulder, 1996). Fluks (J) membran khitosan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
; dimana V = volume permeat, A (luas
permukaan membran) = 6,79.10-3 m2 dan t (waktu) = 0,5 jam dengan tekanan
64
yang bekerja pada pompa vakum sebesar 350 mbar. Hasil perhitungan fluks membran khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% terdapat pada Tabel 6.1. Tabel 6.2. Hasil perhitungan fluks membran khitosan Membran khitosan Volume permeat Fluks (Lt/m2.jam) (%) (10-3 Lt) 1 24,5 7,22 2 20,0 5,89 3 18,5 5,45 4 19,0 5,60 5 19,0 5,60 Fluks membran yang paling besar terdapat pada membran khitosan 1%, sedangkan fluks terkecil ada pada membran khitosan 3%.
Semakin besar
konsentrasi membran khitosan maka fluks semakin menurun, hal ini terjadi dari membran khitosan konsentrasi 1% sampai pada konsentrasi membran khitosan 3%, sedangkan pada konsentrasi membran khitosan 4% dan 5% nilai fluks mengalami kenaikkan kembali. Kondisi ini disebabkan pada membran khitosan 1% kelarutan khitosan sangat encer sehingga menghasilkan struktur membran dengan pori-pori yang tidak merata, sedangkan kondisi membran 2% dan 3% menghasilkan struktur membran dengan pori-pori yang lebih merata karena pada konsentrasi membran 2% kelarutan khitosan semakin baik dan melarut dengan sempurna pada membran khitosan 3%. Pada konsentrasi membran khitosan 4% dan 5% terjadi peningkatan fluks, kondisi ini disebabkan kelarutan khitosan pada membran 4% mengalami penurunan dan pada konsentrasi membran 5% kelarutan khitosan mengalami kejenuhan dengan timbulnya gumpalan pada larutan yang menyebabkan saat membentuk membran menghasilkan pori-pori yang tidak merata pada seluruh permukaan membran.
65
6.7. Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar Pada penelitian ini penurunan kadar fosfat dilakukan pada larutan standar fosfat dengan konsentrasi 10 ppm menggunakan membran khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% dengan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Hasil optimal pada perlakuan larutan standar fosfat 10 ppm baik konsentrasi membran khitosan maupun waktu kontak akan dipilih dan diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif ANOVA satu jalur, diketahui bahwa nilai signifikansi pada setiap unit uji berada dibawah taraf signifikansi α = 5% (p<0,05). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, sehingga membran khitosan dari kulit udang
dapat
digunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Data analisis ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 8. Perhitungan penurunan konsentrasi fosfat 10 ppm setelah perlakuan dari nilai absorbansi pengukuran menggunakan alat spektrofotometer dapat dilihat pada Lampiran 7. Konsentrasi yang paling optimal untuk menurunkan kadar fosfat dalam larutan standar fosfat 10 ppm terdapat pada membran khitosan dengan konsentrasi 3% dan waktu kontak maksmum pada 60 menit, sehingga kondisi ini dipakai untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Faktor lain yang mendukung dari sifat fisik membran yang dilakukan dengan uji tarik menunjukan kekuatan tarik dan regangan maksimum terdapat pada membran khitosan 3%.
Hasil perlakuan standar fosfat 10 ppm dengan membran khitosan
3% dan waktu kontak 60 menit seperti pada Tabel 6.3. berikut ini:
66
Tabel 6.3. Konsentrasi Standar Fosfat 10 ppm sebelum dan setelah Perlakuan Permeat tingkat Absorbansi Konsentrasi Persen (%) ke (ppm) Penurunan Konsentrasi Sebelum filtrasi 0.684 10.00 100 I 0.197 2.56 74.4 II 0.040 Tak terdeteksi Tak terdeteksi
6.8. Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan Membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit merupakan kondisi optimal, sehingga diaplikasikan untuk menurunkan fosfat total dalam air limbah laundry. Hasil konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry sebelum dan setelah perlakuan terdapat pada Tabel 6.3.di bawah ini : Tabel 6.4. Konsentrasi Fosfat dalam Air Limbah Laundry sebelum dan setelah Perlakuan Rata-rata Persen (%) Permeat tingkat Rata-rata Konsentrasi Penurunan ke Absorbanksi (ppm) Konsentrasi Sebelum filtrasi 1.105 17.667305 100.00 I 0.894 14.156054 19.86 II 0.690 10.761290 39.11 III 0.388 5.735708 67.52 IV 0.071 0.460511 97.40
Konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry sebelum perlakuan 17.67 ppm, menurun secara perlahan-lahan sampai konsentrasi 0.46 ppm (turun sampai 97.40%) setelah 4 kali filtrasi secara bertingkat menggunakan membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit. Penurunan fosfat dalam jumlah yang sedikit oleh membran khitosan pada setiap tingkat penyaringan disebabkan air limbah laundry selain memiliki kandungan fosfat juga tercampur material lain seperti lemak yang terikat oleh gugus hidrofob dari detergen selama proses pencucian ataupun surfaktan penyusun detergen itu sendiri, sehingga saat dilakukan filtrasi tidak
67
hanya tersaring fosfat tetapi material lainnya ikut tersaring menyebabkan terjadi fouling (proses terbentuknya lapisan oleh material yang tidak diinginkan pada permukaan membran). Pengendapan material lain pada permukaan membran menyebabkan penurunan kinerja membran terutama sifat kationik dan kereaktifan membran khitosan (Argin-Soysal et al. 2007) tidak berfungsi secara optimal mengikat fosfat yang terdapat pada air limbah laundry. Fosfat hanya sedikit yang tertahan pada proses filtrasi I dengan membran khitosan sehingga proses filtrasi dilanjutkan sampai kadar fosfat dalam air limbah laundry dapat turun menjadi 0.46 ppm yaitu setelah dilakukan filtrasi empat kali. Nilai pH sebelum perlakuan dengan membran khitosan yaitu 9 dan setelah perlakuan nilai pH menjadi 8, ini menunjukan selain mengikat fosfat membran khitosan juga dapat menurunkan pH, pada pH tinggi gugus amina pada khitosan mengalami deprotonasi sehingga menyebabkan terjadi penurunan pH. Menurut penelitian yang dilakukan Auliah, 2009 menggunakan lempung aktif sebagai adsorben ion fosfat dalam air menyebutkan dari larutan standar fosfat 20 ppm yang diadsopsi dengan lempung aktif diperoleh jumlah fosfat dapat teradsosorpsi 70.99% selama waktu kontak 8 jam. Penelitian Budi Sudi Setyo, 2006 penurunan kadar fosfat 25.64 ppm dalam sampel dengan penambahan kapur (lime), tawas, dan filtrasi zeolit pada limbah cair rumah sakit dapat menurunkan kadar fosfat sampai 97.92%. Melihat hasil dari kedua penelitian tersebut penurunan kadar fosfat total yang dilakukan baik dengan menggunakan lempung aktif dan penambahan kapur (lime), tawas yang dipadukan dengan filtrasi zeolit secara teknis memerlukan lahan yang luas untuk proses adsorpsi maupun koagulasinya. Sedangkan dilihat dari hasil penurunan fosfat yang diperoleh baik
68
dengan filtrasi menggunakan membran khitosan, proses adsopsi dengan lempung aktif atau koagulasi yang dipadukan dengan filtrasi zeolit, sama-sama dapat menurunkan kadar fosfat total pada tingkat persentase di atas 70%. Pengolahan limbah yang mengandung senyawa fosfat dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu proses adsorpsi, koagulasi dan filtrasi baik memakai membran ataupun zeolit. Pemilihan metode pengolahan limbah dilakukan dengan memperhatikan faktor biaya, mudah memperolehnya dan dampak terhadap lingkungan dari residu yang dihasilkan, maka lebih efektif menggunakan teknologi membran dalam pengolahan limbah yang mengandung fosfat. Teknologi membran tidak memerlukan lahan yang luas dan ramah terhadap lingkungan karena membran khitosan dapat terurai secara alami oleh mikro organisme (bersifat biodegradasi). Membran khitosan setelah dipakai dapat dimanfaatkan kembali sebagai penyubur tanah (pupuk) dengan bahan aktif mengandung nitrogen termasuk di dalamnya terikat fosfat yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
69
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan maka simpulan dari penelitian ini adalah : 1. Tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari kulit udang galah pada penelitian ini berdasarkan perhitungan derajat deasetilasinya sebesar 66,27% 2. Konsentrasi khitosan 3% merupakan konsentrasi optimum untuk membuat membran khitosan. Membran mampu menurunkan kadar fosfat total dalam air limbah laundry hingga 97.40% dalam waktu kontak 60 menit. 3. Fluks terbaik membran yaitu membran khitosan 3% dengan fluks 5.45 L/m2 jam secara optimal dapat menurunkan kadar fosfat total. 7.2. Saran 1. Khitosan digunakan sebagai membran pada penelitian ini mempunyai penampilan fisik seperti plastik PE, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan larutan khitosan untuk melapisi buah-buahan segar sehingga pelapisan dengan lilin yang sebelumnya digunakan dapat diganti dengan senyawa khitosan. 2. Khitosan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kulit udang dengan menggunakan pelarut kimia dalam isolasinya, sehingga diharapkan peneliti yang lain lagi untuk mendapatkan khitosan dari kulit udang dengan diisolasi menggunakan alternatif lain selain pelarut kimia misalnya memakai enzim.
70
3. Menggunakan peralatan yang lebih baik, seperti sumber tekanan dari atas, pemasangan membran bukan dengan corong Buchner melainkan menggunakan kolom yang lebih permanen. 4. Pada penelitian ini pengolahan air limbah laundry hanya difokuskan pada penurunan kadar fosfat totalnya saja, diharapkan pada peneliti lain agar meneliti penurunan material lain yang terdapat pada air limbah laundry menggunakan membran khitosan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Siti, Triwidianto, 2011, Penggunaan Teknologi Membran pada Pengolahan Kelapa Sawit. Workshop Teknologi Industri Kimia dan kemasan. Ahmad, Januar B. dan Khitam, A. 1998, Transformation of Chitin to Chitosan and utilization of Chitosan as Cu, Pb and Hg Binder. Buku Acara Seminar Sehari MIPA-ITB. Argin-Soysal, S. Kofinas P, Martin, L. 2007, Effect of Complexation Condition on Xanthan-Chitosan Polyelectrolyte Complex Gel. Food Hydrocolloids. 23: 202-209. Arnol E. Greenberg, Lenore S. Cleseri, Andrew D. Easton, 1992, Standart Methods for Examination of Water and Wastewater. 18th Edition. USA. Auliah, A, 2009, Lempung Aktif sebagai Adsorben Ion Fosfat dalam Air. Jurnal Chemica Vol. 10(2), 14 – 23 pdf. Austin, P.R., 1988, Chitin Solven and Solubility Parametre. The Departement of Mechanical Manufacturing Aeronitical and Chemical Engineering. The Faculty of Engineering The Queens University of Belfast. Bastaman, S. 1989, Studies on degradation and extraction of Chitin and Chitosan from prawn shells, and the queens. University of Bfelas, England. Budi Sudi Setyo, 2006, Penurunan Fosfat dengan Penambahan Kapur (Lime), Tawas dan Filtrasi Zeolit pada Limbah Cair. Tesis Program Studi Ilmu Lingkungan Undip Semarang. Daigger, G.T., 2008, New Approaches and Technology for Wastewater Management., National Academy of Engineering Publication Vol. 38 No. 3, www.nae.com. Daniel, 2009, Pembuatan dan Karakteristik Membran Khitosan yang berasal dari Kulit Udang Sungai Mahakam. Jurnal Mulawarman Scientifie, volume 8 No. 1 ISSN1412-498x. Deniva A, Notodarmojo, 2004, Rejeksi Zat Organik dan Kekeruhan Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi Dengan Sistem Aliran Dead End. Prosiding ITB Sain dan Teknologi Vol 36 A No 1, p.63-82. ITB. Bandung. Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius Yogyakarta.
72
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1994, Organic Chemisrty, 3rd ed., a.b. Pudjatmaka, A.H., Erlangga, Jakarta. Hammer Mark, J. and Viesman, W., 2005, Water and Wastewater Technology, Third Edition, Prentice Hall International Edition. Hasan, Z, & Sulaiman, 1996, Keupayaan Membran Ferrum (III), Malays, Journal Anal. Science. Jahn, 1979, Traditional Water Purification in Tropical Developing Countries : exiting Methods and Potential Aplication. GTZ. Eschborn. Jatmika, A, 1996, Prosfek Penggunaan Teknologi Membran untuk Produksi Minyak Sawit Merah. Warta PPKS Vol4(3), 129 – 136 pdf. Jonsson, A-S and G. Tragardh G. 1990, Fundamental Principles of Ultrafiltration. Chem. Eng. Process. 27, 67 – 81. Jonsson, G. 1984, Boundary Layer Phenomena during Ultrafiltration of Dextran and Whey Protein Solutions. Desalination, 51, 61 – 77. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112, Tahun 2003, Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Khopkar, S.M. 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik. Diterjemahkan oleh A.Saptorahardjo. Jakarta: UI Press. Knorr, B. 1991, Recovery and Utilization of Chitin and Chitosan and Food Processing Waste Management. Food Technology. Januari,1991: 114 - 120. Kurita, Keisuke, 2006, Chitin and Chitosan : Functional Biopolymer from Marinr Crustaceans, Marine Biotech. Japan. Kusumawati, N. 2009, Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafiltrasi. Inotek, FMIFA Universitas Negeri Surabaya volume 13, No.2 Liu, J., 2003, Preparation and Characterization of Chitosan / Cu(II) Affinity Membrane for Urea Adsorption. Journal of Applied Polymer Science, Vol. 90, 1108-1112. Mahida, 1995, Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Jakarta CV. Rajawali Mak, A. & Sun, S., 2008, Intelligent Chitosan-based Hydrogels as Multifunctional Material. Cambridge. RSC. 447-461.
73
Mallack, H.M. & Anderson, G.K, 1997, Cross-flow Micro-Filtration with Dynamic Membrane. Journal Water Research, vol. 31, Elseveir Science. Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, Tembaga) di Perairan “Pengantar Falsafah Sains, Program Pascasarjana IPB. Mayashanty D, Suprihanto, 2004, Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak dengan Proses Membran Ultrafiltrasi Dua Tahap Aliran Cross Flow. Prosiding ITB Sains dan Teknologi. Vol 36 A p.45-62. ITB. Bandung. Meriatna, 2008, Penggunaan Membran Khitosan Untuk Menurunkan Kadar Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Tesis Teknil Kimia Universitas Sumatera Utara. Meyer, D. 2006, Surfactan Science and Technology, 3rd edition. New Jersey: Jhon Wiley and Son. Milisic, V. 1996, Antifouling Techniques in Crossflow Microfiltration, Journal of Membrane Science, Elsevier, Amsterdam. Minke, R, and Blackwell, J., 1978, The Structur of α-Chitin. Journal Molec, Biol. 120; 167-181. Mulder, M., 1996, Basic Principles of Membrane Technology. 2nd edition., London, Kluwer Academic Publishers Netherlands. Mustofa, G.M., 2007, The Study of Pretreatment Options for Composite Fouling of Reverse osmosis Membrane Used in Water Treatment and Production. School of Chemical Science and Engineering. University of South Wales. Muzzarelli, R. 1986, Filmogenik properties of chitin/chitosan. En “Chitin in nature and Technology” Editor for Muzzarelli, R.,Jeniaux, G. Ed Plenum Press. Nueva York. Nusa Idaman Said, 2009, Uji Kinerja Pengolahan Air Siap Minum dengan Proses Biofiltrasi, Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis (RO) dengan Air Baku Air Sungai. Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT Teknologi. Oetomo, B.B., 2004, Penggunaan Membran sebagai Adsorben untuk menurunkan Kadar Cu Limbah Industri Pelapisan Logam. F-MIPA Universitas Sumatra Utara. Peter, M.G. 1993, Application and Environmental Aspests of Chitin and Chitosan, University Gerhard – Str. Bonn, Germany. Rautenbach.R. & Albert. R., 1989, Membrane Process, John Wiley & Sons Ltd, New York.
74
Reynold, Richards, 1996, Unit Operation and Process in Enviromental Engineering. 2nd edition. PWS Publising Company. Ririh Asmawati, 2010, Studi Kemampuan Lumpur Alum untuk Menurunkan Konsentrasi Fosfat pada Limbah Industri Pupuk. Lab Pengendalian Pencemaran Udara,Teknik Lingkungan – ITS. Rismana, E., 2000, Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. Penelitian di P3 Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. Robert, G. A. F. 1992, Chitin Chemistry. London The MacMillan Press. Rouget C., 1859, Specialemen Artricules of Chitine. Comp Rend 48, pp 792-795. Saefumillah A, 2006, The Release of Organik Phosphorus from Aquatic Sediments. Water Studies Center, School of Chemistry, Clayton Victoria, Monash University. Soemirat Y, 2003, Toksikologi Lingkungan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Stuart, Barbara, 2003, Infrared Spectroscopy : Fundamental and application, Wiley, Chichester, UK. Sudiarti, 2011, Aplikasi Kulit Udang Galah (Macrobanchium Rosenbergii) Sebagai Pengawet Tahu. Tesis Jurusan Kimia Terapan Universitas Udayana. Suwandi, Mohd. Sale, 1999, Merebut Peluang Masa Depan dalam Teknologi Membran: pencapaian, keupayaan dan jabaran. http:www.penebit.ukm.my/f199-6htm Svitil AL, Nichadain SN, Moore JA, Kirchman DL, 1997, Chitin Degradation Proteins Produced by The Marine Bacterium Vibro Harveyii Growing on Different from Chitin. Appl Environ Microbiol 63: 408-413. Syamsu Herman, Syarfi, 2007, Rejeksi Zat Organik Air Gambut dengan Membran Ultrafiltrasi. Jurnal Sains dan Teknologi Vol 6(1), 1 – 4. Tzotzi, C., Pahiadaki, T., Yiantsios, S.G., Karabelas, A.J., Andritsos, N., 2007, “A Study od CaCO3 Scale Formation and Inhibition in RO and NF Membrane Processes.”, Desalination, Vol 296, 171-184. Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Bagian II, Terjemahan : Pujaatmaka Setiono, Edisi Kelima, Penerbit PT Heveri Indah Jakarta.
75
Wenten I Gde, 1999, Teknologi Membrane Industrial. Institut Teknologi Bandung. Wenten, I G. 2004. Industrial membrane application in Indonesia. Case study: Clean production in cassava starch industry. Regional Symposium on Membrane Science and Technology 2004. Johor. Malaysia Zeman, L.J. and Sydney. A.L, 1996. Microfiltration and Ultrafiltration: st Principles and Applications, 1 ed., Marcel Dekker Inc., New York. Zoller, U. 2004, Handbook of Detergen, Part B : Enviromental Impact, Marcell Dokter, New York. Zulkarnain T. Notodarmojo, 2004, Efek Pretreatment terhadap Pembentukan Lapisan Cake dan Struktur Membran pada Membran Ultrafiltrasi Aliran Cross Flow dalam Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak. Prosiding ITB Sains & Teknologi. Vol 36 A No 2 p.127-144. ITB. Bandung.
76
Lampiran 1 Skema Isolasi Khitin dari kulit udang menjadi Khitosan Kulit udang
Dibersihkan,direbus,dikeringkan, dihaluskan,diayak
Tepung kulit udang 1. Deproteinasi Ditambah NaOH, dipanaskan 4 jam, diaduk,disaring, dicuci Khitin kasar 2. Demineralisasi Ditambah HCl, dipanaskan 4 jam, diaduk , dicuci, disaring, dikeringkan 3. Depigmentasi Ditambah alkohol 70%, dicuci dengan aquades panas dan aseton, disaring, dikeringkan (80oC) 24 jam
Uji khitin
Khitin
4. Deasetilasi Ditambah NaOH 50%, diaduk, dipanaskan 4 jam, disaring
Diukur derajat deasetilasi
Khitosan
77
Lampiran 2 Skema Pembuatan Membran Khitosan 4 g Serbuk Khitosan
Dilarutkan dalam 200 mL CH3COOH 1% Diaduk sampai homogen (24 jam)
Larutan Khitosan 2%
Dituangkan ke dalam cetakan Diamkan pada suhu kamar (24 jam), panaskan pada 60oC, dinginkan
Film Khitosan Ditambahkan NaOH 4% (2 menit) Diamkan pada suhu kamar Dicuci berulang-ulang dengan aquades
Membran Khitosan
Uji Tarik
78
Serbuk Khitosan
Pengadukan larutan khitosan
Pencetakan membran khitosan
Membran yang masih basah
Membran yang sudah kering
79
Lampiran 3 Uji Tarik Membran Khitosan menggunakan alat Screw Test Stand
l
Lo
Membran khitosan saat dilakukan uji tarik
Perhitungan tegangan (ζ ) dan regangan (ε) dengan rumus : ζ=
dan
ε = x100%
Untuk membran khitosan 1% dengan panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm, pertambahan panjang (ΔL) = 0.20 mm, tebal membran = 0.04 mm, lebar ( l ) = 5.79 mm dan F = 0.05 Kgf. Maka nilai tegangannya adalah : ζ= = 0.215889 Kgf/mm2 Nilai regangannya adalah : ε=
x 100%
= 0.66335%
80
Perhitungan kekuatan tarik dan regangan selanjutnya disajikan dalam tabel untuk setiap konsentrasi :
1. Membran Khitosan 1% ΔL(mm) Lo(mm) ε (%) F(Kgf) 0.00 30.15 0 0.00 0.20 30.15 0.66335 0.05 0.40 30.15 1.3267 0.20 0.60 30.15 1.99005 0.33 0.80 30.15 2.6534 0.43 1.00 30.15 3.31675 0.53 1.20 30.15 3.9801 0.67 1.40 30.15 4.643449 0.82 1.60 30.15 5.306799 0.95 1.80 30.15 5.970149 1.15 2.00 30.15 6.633499 1.20 2.20 30.15 7.296849 1.30 2.40 30.15 7.960199 1.35 2.60 30.15 8.623549 1.35 2.80 30.15 9.286899 putus
Keterangan: ΔL
: Pertambahan panjang
Lo
: Panjang mula-mula
ε
: Regangan
F
: Gaya yang diberikan
A
: Luas penampang membran
ζ
: Tegangan
81
A(mm2) ζ(Kgf/mm2) 0.2316 0 0.2316 0.215889 0.2316 0.863558 0.2316 1.42487 0.2316 1.856649 0.2316 2.288428 0.2316 2.892919 0.2316 3.540587 0.2316 4.1019 0.2316 4.965458 0.2316 5.181347 0.2316 5.613126 0.2316 5.829016 0.2316 5.829016 putus putus
2. Membran khitosan 2% Memiliki: Tebal = 0.07 mm Lebar (l) = 5,79 mm Panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) 0.00 30.15 0 0.00 0.40 30.15 1.3267 0.43 0.80 30.15 2.6534 0.73 1.20 30.15 3.9801 1.02 1.60 30.15 5.306799 1.40 2.00 30.15 6.633499 1.83 2.40 30.15 7.960199 2.22 2.80 30.15 9.286899 2.65 3.20 30.15 10.6136 3.00 3.60 30.15 11.9403 3.35 4.00 30.15 13.267 3.70 4.40 30.15 14.5937 4.05 4.80 30.15 15.9204 4.43 5.20 30.15 17.2471 4.80 5.60 30.15 18.5738 5.17 6.00 30.15 19.9005 5.53 6.40 30.15 21.2272 5.90 6.80 30.15 22.5539 6.30 7.20 30.15 23.8806 6.67 7.60 30.15 25.2073 6.98 8.00 30.15 26.534 7.35 8.40 30.15 27.8607 7.73 8.80 30.15 29.1874 8.03 9.20 30.15 30.5141 8.27 9.60 30.15 31.8408 8.62 10.00 30.15 33.1675 9.05 10.40 30.15 34.4942 9.05 10.80 30.15 35.8209 putus
82
A(mm2) ζ(Kgf/mm2) 0.4053 0 0.4053 1.060943 0.4053 1.801135 0.4053 2.516654 0.4053 3.454231 0.4053 4.515174 0.4053 5.477424 0.4053 6.538367 0.4053 7.401925 0.4053 8.265482 0.4053 9.12904 0.4053 9.992598 0.4053 10.93018 0.4053 11.84308 0.4053 12.75598 0.4053 13.64421 0.4053 14.55712 0.4053 15.54404 0.4053 16.45695 0.4053 17.22181 0.4053 18.13472 0.4053 19.07229 0.4053 19.81248 0.4053 20.40464 0.4053 21.2682 0.4053 22.32914 0.4053 22.32914 0.4053 putus
3. Membran khitosan 3% Memiliki: Tebal = 0.09 mm Lebar (l) = 5,79 mm Panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) 0.00 30.15 0 0.00 0.40 30.15 1.3267 0.43 0.80 30.15 2.6534 0.67 1.20 30.15 3.9801 1.12 1.60 30.15 5.306799 1.43 2.00 30.15 6.633499 1.77 2.40 30.15 7.960199 2.10 2.80 30.15 9.286899 2.60 3.20 30.15 10.6136 2.93 3.60 30.15 11.9403 3.33 4.00 30.15 13.267 3.63 4.40 30.15 14.5937 4.13 4.80 30.15 15.9204 4.53 5.20 30.15 17.2471 4.90 5.60 30.15 18.5738 5.20 6.00 30.15 19.9005 5.67 6.40 30.15 21.2272 6.03 6.80 30.15 22.5539 6.37 7.20 30.15 23.8806 6.70 7.60 30.15 25.2073 7.13 8.00 30.15 26.534 7.48 8.40 30.15 27.8607 7.90 8.80 30.15 29.1874 8.27 9.20 30.15 30.5141 8.60 9.60 30.15 31.8408 9.00 10.00 30.15 33.1675 9.43 10.40 30.15 34.4942 9.75 10.80 30.15 35.8209 10.10 11.20 30.15 37.1476 10.52 11.60 30.15 38.4743 10.90 12.00 30.15 39.801 11.25 12.40 30.15 41.12769 11.25 12.80 30.15 42.45439 11.25 13.20 30.15 43.78109 putus
83
A(mm2) ζ(Kgf/mm2) 0.5211 0 0.5211 0.825178 0.5211 1.285742 0.5211 2.1493 0.5211 2.744195 0.5211 3.396661 0.5211 4.029937 0.5211 4.989445 0.5211 5.622721 0.5211 6.390328 0.5211 6.966033 0.5211 7.925542 0.5211 8.693149 0.5211 9.403186 0.5211 9.978891 0.5211 10.88083 0.5211 11.57168 0.5211 12.22414 0.5211 12.85742 0.5211 13.68259 0.5211 14.35425 0.5211 15.16024 0.5211 15.87027 0.5211 16.50355 0.5211 17.27116 0.5211 18.09633 0.5211 18.71042 0.5211 19.38208 0.5211 20.18806 0.5211 20.91729 0.5211 21.58895 0.5211 21.58895 0.5211 21.58895 0.5211 putus
4. Membran khitosan 4% Memiliki: Tebal = 0.10 mm Lebar (l) = 5.79 mm Panjang mula-mula = 30.15 mm ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) 30.15 0 0.00 0.00 30.15 1.3267 0.30 0.40 30.15 2.6534 0.65 0.80 30.15 3.9801 0.98 1.20 30.15 5.306799 1.33 1.60 30.15 6.633499 1.63 2.00 30.15 7.960199 2.07 2.40 30.15 9.286899 2.47 2.80 30.15 10.6136 2.83 3.20 30.15 11.9403 3.13 3.60 4.00 30.15 13.267 3.53 30.15 14.5937 3.93 4.40 30.15 15.9204 4.33 4.80 30.15 17.2471 4.65 5.20 30.15 18.5738 5.05 5.60 30.15 19.9005 5.48 6.00 30.15 21.2272 5.78 6.40 30.15 22.5539 6.17 6.80 30.15 23.8806 6.55 7.20 30.15 25.2073 6.97 7.60 30.15 26.534 7.30 8.00 30.15 27.8607 7.67 8.40 8.80 30.15 29.1874 7.97 30.15 30.5141 8.20 9.20 30.15 31.8408 8.57 9.60 30.15 33.1675 8.73 10.00 30.15 34.4942 8.77 10.40 30.15 35.8209 8.77 10.80 30.15 37.1476 putus 11.20
84
A(mm2) ζ(Kgf/mm2) 0.579 0 0.579 0.518135 0.579 1.122625 0.579 1.692573 0.579 2.297064 0.579 2.815199 0.579 3.57513 0.579 4.265976 0.579 4.887737 0.579 5.405872 0.579 6.096718 0.579 6.787565 0.579 7.478411 0.579 8.031088 0.579 8.721934 0.579 9.464594 0.579 9.982729 0.579 10.6563 0.579 11.31261 0.579 12.038 0.579 12.60794 0.579 13.24698 0.579 13.76511 0.579 14.16235 0.579 14.80138 0.579 15.07772 0.579 15.1468 0.579 15.1468 0.579 putus
5. Membran khitosan 5% Memiliki: Tebal = 0.12 mm Lebar (l) = 5.79 mm Panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) 0.00 30.15 0 0.00 0.40 30.15 1.3267 0.40 0.80 30.15 2.6534 0.70 1.20 30.15 3.9801 1.10 1.60 30.15 5.306799 1.50 2.00 30.15 6.633499 1.90 2.40 30.15 7.960199 2.27 2.80 30.15 9.286899 2.65 3.20 30.15 10.6136 3.10 3.60 30.15 11.9403 3.50 4.00 30.15 13.267 3.80 4.40 30.15 14.5937 4.20 4.80 30.15 15.9204 4.58 5.20 30.15 17.2471 5.00 5.60 30.15 18.5738 5.40 6.00 30.15 19.9005 5.63 6.40 30.15 21.2272 6.05 6.80 30.15 22.5539 6.50 7.20 30.15 23.8806 6.87 7.60 30.15 25.2073 7.23 8.00 30.15 26.534 7.57 8.40 30.15 27.8607 7.97 8.80 30.15 29.1874 8.35 9.20 30.15 30.5141 8.63 9.60 30.15 31.8408 9.05 10.00 30.15 33.1675 9.47 10.40 30.15 34.4942 9.77 10.80 30.15 35.8209 10.23 11.20 30.15 37.1476 10.82 11.60 30.15 38.4743 10.85 12.00 30.15 39.801 putus
85
A(mm2) ζ(Kgf/mm2) 0.6948 0 0.6948 0.575705 0.6948 1.007484 0.6948 1.583189 0.6948 2.158895 0.6948 2.7346 0.6948 3.267127 0.6948 3.814047 0.6948 4.461716 0.6948 5.037421 0.6948 5.4692 0.6948 6.044905 0.6948 6.591825 0.6948 7.196315 0.6948 7.772021 0.6948 8.103051 0.6948 8.707542 0.6948 9.35521 0.6948 9.887737 0.6948 10.40587 0.6948 10.89522 0.6948 11.47093 0.6948 12.01785 0.6948 12.42084 0.6948 13.02533 0.6948 13.62982 0.6948 14.0616 0.6948 14.72366 0.6948 15.57283 0.6948 15.616 0.6948 putus
Lampiran 4 Skema Penggunaan Membran Khitosan untuk Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar Fosfat (Larutan KH2PO4 10 ppm) 50 mL larutan standar fosfat (10 ppm) Dilewatkan melalui membran khitosan dengan konsentrasi membran (1,2,3,4 dan 5%) selama 2 jam
Permeat
Diambil setiap
30 menit
60 menit
90 menit
Analisis fosfat dengan UV-Vis
86
120 menit
Lampiran 5 Skema mekanisme penggunaan membran khitosan.
1
2
3
4
Skema pengolahan air limbah laundry dengan membran khitosan
Keterangan gambar : 1. Biuret (tempat sampel air limbah laundry) 2. Corong Buchner 3. Membran Khitosan 4. Erlenmeyer 5. Pompa Vakum
87
5
Lampiran 6 Perhitungan kurva kalibrasi standar fosfat y = mx + b ket :
x = konsentrasi m = tetapan y = absorbansi b = tetapan m=
;
n = banyaknya pembacaan konsentrasi
–
b =
Data hasil pengukuran absorbansi standar fosfat : KONSENTRASI (x)
ABSORBANSI (y)
0 1 5 10 15 20
0.000 0.088 0.345 0.684 0.927 1.237
51
3.281
x2
y2 0 1 25 100 225 400 751
Maka nilai m dan b adalah : m=
-
= = 16.641 b = = = -0.721
88
0 0.007744 0.119025 0.467856 0.859329 1.530169 2.984123
xy 0 0.088 1.725 6.840 13.905 24.740 47.298
Nilai regresi (R) dari perhitungan adalah : –
R = –
–
= = = = 0.9987 Pembuatan kurva kalibrasi standar fosfat dari persamaan y = mx + b ; dimana nilai m = 16.641 dan nilai b = -0.721 jika : y = 0.000 maka x = -0.721 y = 0.088 maka x = 0.743 Nilai perhitungan selanjutnya terdapat pada tabel di bawah ini : Absorbansi (y)
0.000 0.043
0.088 0.345 0.684 0.927 1.237
Kurva kalibrasi larutan standar fosfat 1.400 1.200
Absorbansi
Konsentrasi (x) -0.721 0.000 0.743 5.020 10.661 14.705 19.864
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 -5
0
5
10
15
20
Konsentrasi (ppm)
89
25
Lampiran 7 Perhitungan konsentrasi larutan standar fosfat 10 ppm setelah di lewatkan pada membran khitosan berbagai konsentrasi dan waktu kontak. Misal : hasil absorbansi ulangan I pada konsentrasi membran khitosan 1% dan waktu kontak 30 menit = 0.540 maka konsentrasinya dapat dihitung dengan rumus y = mx + b, (nilai x = konsentrasi, y = absorbansi, m = 16.641, dan b = -0.721) x = 16.641 x 0.540 + (-0.721) = 8.265140 Absorbansi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm setelah Perlakuan Konsentrasi membran khitosan (%) 1
2
3
4
5
Waktu kontak (menit) 30 60 90 120 30 60 90 120 30 60 90 120 30 60 90 120 30 60 90 120
I 0.540 0.412 0.470 0.424 0.331 0.296 0.290 0.294 0.239 0.203 0.258 0.267 0.289 0.277 0.290 0.301 0.293 0.275 0.299 0.290
90
Ulangan II 0.491 0.434 0.451 0.402 0.311 0.272 0.295 0.296 0.253 0.195 0.272 0.261 0.290 0.287 0.312 0.293 0.277 0.265 0.284 0.293
III 0.501 0.423 0.446 0.430 0.307 0.271 0.289 0.283 0.246 0.192 0.270 0.277 0.302 0.298 0.300 0.295 0.289 0.263 0.276 0.289
Rata-rata 0.511 0.423 0.456 0.419 0.316 0.280 0.291 0.291 0.246 0.197 0.267 0.268 0.294 0.287 0.301 0.296 0.286 0.268 0.286 0.291
Absorbansi Permeat Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan 3% dan Waktu Kontak 60 Menit. Permeat tingkat ke I II III IV
Absorbansi ulangan I II 0.912 0.879 0.701 0.683 0.406 0.367 0.078 0.064
91
III 0.890 0.687 0.392 0.070
Rata-rata 0.894 0.690 0.388 0.071
Lampiran 8 Perhitungan data statistik absorbansi larutan standar fosfat 10 ppm setelah dilewatkan pada membran khitosan (1%, 2%, 3%, 4% dan 5%) dan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Post Hoc Tests Membran Khitosan Homogeneous Subsets ALTB Standar Fosfat 10 ppm (PAF) Penurunan Absorbansi Larutan Duncan
a,b
Subset Membran Khitos an 3% 5% 4% 2% 1% Sig.
N
1 ,24442
12 12 12 12 12
2
3
,28275 ,29450 ,29458 1,000
1,000
,985
Means f or groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b. Alpha = ,05.
Waktu Kontak Homogeneous Subsets Duncan
ALTB
a,b
Waktu Kontak 60 120 90 30 Sig.
N 15 15 15 15
4
1 ,29087
Subset 2
3
,31300 ,32013 1,000
,079
Means f or groups in homogeneous s ubsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000. b. Alpha = ,05.
92
,33060 1,000
,45200 1,000
Cas e Process ing Summ ary Cases Excluded N Percent
Included N Percent Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosf at * Membran Khitosan Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosf at * Waktu Kontak
100,0%
0
,0%
60
100,0%
60
100,0%
0
,0%
60
100,0%
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fos fat Mean ,45200 ,29458 ,24442 ,29450 ,28275 ,31365
N 12 12 12 12 12 60
Std. Deviation ,041076 ,016533 ,030832 ,008960 ,011482 ,076112
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fos fat * Waktu Kontak Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosf at Waktu Kontak 30 60 90 120 Total
Mean ,33060 ,29087 ,32013 ,31300 ,31365
N 15 15 15 15 60
Univariate Analysis of Variance Betw een-Subjects Factors Membran Khitosan
Waktu Kontak
1 2 3 4 5 30 60 90 120
Percent
60
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat * M em bran Khitosan
Membran Khitosan 1% 2% 3% 4% 5% Total
Total N
Value Label 1% 2% 3% 4% 5%
N 12 12 12 12 12 15 15 15 15
93
Std. Deviation ,096857 ,076550 ,071568 ,056042 ,076112
Tests of Between-Subjects Effects Tes ts of Betw een-Subje cts Effects
Dependent : Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat DependentVariable Variable: ALTB Source Corrected Model Intercept K WK K * WK Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares ,337a 5,903 ,307 ,013 ,017 ,005 6,244 ,342
df 19 1 4 3 12 40 60 59
Mean Square ,018 5,903 ,077 ,004 ,001 ,000
F 150,947 50220,471 653,918 36,111 11,999
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,986 (A djusted R Squared = ,980) ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 12546,349 953,651 13500,000
df 5 6 11
Mean Square 2509,270 158,942
F 15,787
Sig. ,002a
a. Predictors: (Constant), PAF 5%, PAF 4%, PAF 1%, PAF 2%, PAF 3% b. Dependent Variable: Waktu Kontak Des criptive Statistics Waktu Kontak PAF 1% PAF 2% PAF 3% PAF 4% PAF 5%
Mean 75,00 ,45200 ,29458 ,24442 ,29450 ,28275
Std. Deviation 35,032 ,041076 ,016533 ,030832 ,008960 ,011482
N 12 12 12 12 12 12
Corre lations Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Waktu Kontak PAF 1% PAF 2% PAF 3% PAF 4% PAF 5% Waktu Kontak PAF 1% PAF 2% PAF 3% PAF 4% PAF 5% Waktu Kontak PAF 1% PAF 2% PAF 3% PAF 4% PAF 5%
Waktu Kontak 1,000 -,692 -,454 ,519 ,278 ,322 . ,006 ,069 ,042 ,191 ,154 12 12 12 12 12 12
PAF 1% -,692 1,000 ,755 ,135 ,047 ,321 ,006 . ,002 ,337 ,442 ,155 12 12 12 12 12 12
94
PAF 2% -,454 ,755 1,000 ,302 -,082 ,533 ,069 ,002 . ,170 ,400 ,037 12 12 12 12 12 12
PAF 3% ,519 ,135 ,302 1,000 ,532 ,708 ,042 ,337 ,170 . ,038 ,005 12 12 12 12 12 12
PAF 4% ,278 ,047 -,082 ,532 1,000 ,144 ,191 ,442 ,400 ,038 . ,328 12 12 12 12 12 12
PAF 5% ,322 ,321 ,533 ,708 ,144 1,000 ,154 ,155 ,037 ,005 ,328 . 12 12 12 12 12 12
b Variables Entered/Rem oved
Model 1
Variables Entered PAF 5%, PAF 4%, PAF 1%, PAF 2%,a PAF 3%
Variables Removed
Method
.
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Waktu Kontak Model Summaryb Change Statistics Model 1
R R Square ,964a ,929
Adjusted R Square ,870
Std. Error of the Estimate 12,607
R Square Change ,929
F Change 15,787
df1
df2 5
6
Sig. F Change ,002
DurbinWatson 1,425
a. Predictors: (Constant), PAF 5%, PAF 4%, PAF 1%, PAF 2%, PAF 3% b. Dependent Variable: Waktu Kontak
Coefficie ntsa
Model 1
(Constant) PAF 1% PAF 2% PAF 3% PAF 4% PAF 5%
Unstandardized Coef f icients B Std. Error 45,689 226,712 -552,949 150,467 -638,239 419,683 467,414 228,745 32,186 578,559 1214,981 557,645
Standardized Coef f icients Beta -,648 -,301 ,411 ,008 ,398
t ,202 -3,675 -1,521 2,043 ,056 2,179
Sig. ,847 ,010 ,179 ,087 ,957 ,072
a. Dependent Variable: Waktu Kontak
Res iduals Statisticsa Predicted V alue Std. Predicted V alue Standard Error of Predicted V alue Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distanc e Centered Leverage Value
Minimum 12,84 -1,840
Max imum 121,90 1,389
Mean 75,00 ,000
Std. Deviation 33,772 1,000
6,551
10,482
8,846
1,150
12
-18,13 -18,556 -1,472 -1,846 -29,205 -2,565 2,053 ,000 ,187
123,75 17,157 1,361 2,279 48,129 5,682 6,688 1,563 ,608
74,80 ,000 ,000 ,005 ,201 ,220 4,583 ,223 ,417
38,941 9,311 ,739 1,071 20,346 1,958 1,379 ,437 ,125
12 12 12 12 12 12 12 12 12
a. Dependent Variable: Waktu Kontak
95
N 12 12
96
Lampiran 9 Perhitungan Derajat Deasetilasi Senyawa Khitosan dengan Metode Garis Menggunakan rumus : A1588 DD =
1
1 -
x A3410
x 100% 1,32
Perhitungan: A= log dengan Po = transmitans pada garis dasar P = transmitans pada puncak minimum A = absorbansi A1588 = log = log 1.7128 = 0.2337 A3410 = log = log 3.3491 = 0.5249 DD
= 1 -
x 100%
= (1- 0.3373) x 100% = 66.27%
97
Lampiran 10 Perhitungan persen hasil deasetilasi khitin menjadi khitosan Pada proses deasetilasi khitin dipergunakan sebanyak 20,35 gram khitin dan setelah proses diperoleh
khitosan sebanyak 14,23 gram, maka persentase
perubahan khitin menjadi khitosan dapat dihitung sebagai berikut :
Massa khitosan Persen hasil khitosan =
x 100% Massa khitin
14,23 g Persen hasil khitosan =
x 100% 20,35 g
= 69,93 %
98