Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (1): 35-39, Januari 2016 Website: http://journal.umy.ac.id/index.php/mrs DOI: 10.18196/jmmr.5104.
Perbandingan Efisiensi Penatalaksanaan Apendisitis Akut Pada Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Dengan Pasien Umum (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul) Agus Tri Widiyantara 1* & Arlina Dewi 2 *Penulis Korespondensi:
[email protected] 1Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul 2Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INDEXING
ABSTRACT
Keywords: efficiency, length of stay, costs.
BPJS PBI’s participants patients that a part of National Health Insurrance have financing with prospective payment system, while general patient use fee for service., To avoid losses, the hospital must manage patients more efficiently in the prospective payment system than the fee for service with strict quality control and control of costs. The type of research is a quantitative research using secondary data. Population is BPJS PBI’s patient and general patients who experiencing uncomplicated acute appendicitis and action appedictomi. There are 60 respondent. Analyses test using independent t test and Mann-Whitney test. Based on the length of stay and cost management in appendicitis procedures, BPJS PBI’s participant patients more efficient than general patients.
Kata kunci: efisiensi, lama hari rawat, biaya.
Pasien peserta Badan Pengelola Jaminan Sosial Penerima Bantuan Iuran (BPJS PBI) yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional melakukan pembiayaan dengan prospective payment system, sementara pasien umum menggunakan fee for service. Dengan kendali mutu dan kendali biaya yang lebih ketat, rumah sakit harus mengelola pasien lebih efisien pada prospective payment system dibandingkan dengan fee for service untuk menghindari kerugian. Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder. Populasi adalah pasien BPJS PBI dan pasien umum yang mengalami apendisitis akut tanpa komplikasi dan dilakukan tindakan apediktomi.Jumlah sampel 60 orang. Uji analisis menggunakan independen t test dan Mann-Whitney test. Berdasarkan lama hari rawat dan biaya, penatalaksaan apendisitis pada pasien BPJS PBI lebih efisien dibanding pasien umum. © 2016 JMMR. All rights reserved
PENDAHULUAN Untuk menyelenggarakan jaminan sosial bidang kesehatan, dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pemerintah telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Askeskin, kemudian berubah menjadi program Jamkesmas, dan akhirnya berubah menjadi program JKN yang dilaksanakan oleh BPJS sejak 1 Januari 2014 (Perpres no 12/2013). Pelaksanaan program jaminan mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU
SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif. Pada tahun 1997, pembiayaan kesehatan di Amerika kurang efisien, yang mungkin terjadi karena sistem pembiayaan kesehatannya sangat berorientasi pasar dengan pembayaran langsung oleh pasien (out of pocket) relatif tinggi yaitu kurang lebih 1/3 dari seluruh pengeluaran pelayanan kesehatan (Murti, 2000). Salah satu cara pembiayaan yang merupakan pengendalian biaya, sehingga meningkatkan aksesitas terhadap pelayanan kesehatan adalah dengan asuransi. Murti (2010) menekankan pentingnya pemerintah untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang bertujuan memperluas sistem pra-upaya (pre-paid system) dan mengurangi dengan secepat mungkin
Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (1), 35-39
ketergantungan kepada sistem membayar langsung (fee for service). Model pembayaran pelayanan kesehatan pasien keluarga miskin berdasarkan prospective payment system, yaitu sistem pembayaran pada pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan diberikan kepada pasien, tanpa memperhatikan tindakan medis yang diberikan atau lamanya hari perawatan. Sistem ini dikenal dengan istilah INA-DRG (Indonesians Diagnosis Related Groups) yang kemudian berganti menjadi Indonesians Case Base Groups (INA-CBGs). Menurut Firmanda (2008) INA-DRG casemix berisi tarif paket pelayanan kesehatan yang meliputi diagnosis, jumlah hari rawat dan besar biaya per diagnosis penyakit. Keuntungan menggunakan INADRG adalah transparansi tarif atas biaya pelayanan yang diberikan serta adanya perencanaan pelayanan pasien yang lebih baik Selain memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dengan pembiayaan kesehatan secara mandiri (fee for service), sebagai salah satu bentuk perwujudan misi, RSUD Panembahan Senopati melakukan kerjasama dengan pihak penyedia asuransi kesehatan, baik Jamsostek, Askes sosial, maupun asuransi bagi masyarakat miskin (BPJS) serta asuransi lainnya. Dalam memberikan pelayanan rawat inap bagi peserta BPJS, RSUD Panembahan Senopati juga menerapkan sistem casemix INA CBGs dalam pembiayaannya. Salah satu kasus bedah yang banyak dilayani oleh RSUD Panembahan Senopati dan termasuk dalam diagnosis yang ada dalam INA DRG/CBG’s adalah apendisitis. Dalam penatalaksanaan kasus apendisitis akut bagi pasien BPJS PBI, rumah sakit akan mendapatkan klaim pembiayaan sesuai yang tercantum dalam ketentuan tarif INA DRG/INA CBGs. Rumah sakit dituntut dapat melakukan efisiensi dalam penatalaksanaan pasien, tetapi disisi lain rumah sakit dituntut juga harus memberikan pelayanan yang bermutu bagi pasien (sistem kendali mutu dan kendali biaya). Pada pasien umum,rumah sakit akan mendapatkan pembayaran dari pasien umum sesuai dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk penatalaksanaan penyakitnya (fee for service). Dengan sistem ini rumah sakit dapat lebih leluasa dalam melaksanakan proses pengobatan, mulai dari pemeriksaan, pemeriksaan penunjang, hingga pengobatan tanpa perlu khawatir
| 36 |
memikirkan klaim pembayaran. Seluruh biaya yang dikeluarkan dapat diklaim kepada pasien. Mempertimbangkan pembiayaan bagi pasien BPJS, rumah sakit harus melakukan efisiensi dalam penatalaksanaan kasus apendisitis akut pada pasien BPJS. Selain pengendalian biaya penatalaksanaan kasus, rumah sakit juga harus memperhitungkan lama perawatan pasien. Semakin lama pasien mendapatkan perawatan di rumah sakit, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit. Menurut penelitian Septianis, Misnaniarti dan Alwi (2010), ada kecenderungan rumah sakit merugi di pelayanan tindakan medis operatif pada pasien Jamkesmas karena sebagian besar biaya tindakan tidak sesuai (lebih besar) dibanding tarif INA-DRG. Hal ini juga didukung oleh hasil perhitungan terhadap rincian komponen biaya pada tiap jenis pelayanan yang diberikan pada pasien tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efisiensi dalam penatalaksanaan pasien peserta BPJS PBI yang berbasis sistem pembiayaan sistem INA DRG / INA CGBs dibandingkan dengan pasien umum dengan sistem pembiayaan fee for service yang dirawat di Rumah Sakit Umum kelas B. Untuk mengetahui efisiensi tersebut dilakukan penelitian terhadap 30 orang pasien yang menggunakan jaminan kesehatan BPJS penerima bantuan iur biaya (PBI) dan 30 orang pasien umum kelas 3. Data diambil dari data rekam medik dan billing pasien yang ada pada bagian keuangan rumah sakit.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder untuk melihat lama hari rawat dan besaran komponen biaya yang diterima pasien sesuai dengan besaran tarif berdasarkan peraturan daerah. Data dibedakan antara data pasien BPJS PBI yang menggunakan sistem pembiayaan INA DRG/CBG dan pasien umum dengan sistem pembiayaan fee for service. Populasi penelitian ini adalah pasien BPJS PBI dan pasien umum kelas 3 yang didiagnosa mengalami apendisitis akut tanpa komplikasi dan dilakukan tindakan apendektomi di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2014 dan 2015.
| 37 |
Agus Tri Widiyantara & Arlina Dewi – Perbandingan Efisiensi Penatalaksanaan…
Sampel diambil dari rekapitulasi data pasien apendisitis akut tanpa komplikasi yang dilakukan operasi apendisitis pada unit rekam medik. Variabel independen pada penelitian ini adalah kasus apendisitis akut tanpa komplikasi. Sedangkan variabel dependen penelitian meliputi lama hari rawat dan biaya penatalaksanaan pasien apendisitis akut. Variabel biaya penatalaksanaan dibagi menjadi komponen biaya tindakan operasi, biaya pemeriksaan penunjang, biaya pemeriksaan dokter, biaya perawatan, biaya obatobatan, biaya bahan medis habis pakai (BMHP) dan biaya akomodasi. Data yang terkumpul akan dilakukan analisa data dengan menggunakan uji T tidak berpasangan (independent T test) untuk mengetahui perbandingan hari rawat dan biaya antara pasien yang menggunakan sistem pembiayaan INA DRG/CBGs dan fee for service. Apabila tidak memenuhi syarat pengujian T test, data akan dianalisa dengan menggunakan uji alternatifnya sebagai uji non parametrik, yaitu MannWhitney. Hasil yang diperoleh dikatakan berbeda bermakna bila nilai p < 0,05.
PEMBAHASAN Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, pasien peserta BPJS PBI yang menggunakan sistem pembiayaan INA DRG/CBGs. Tabel 1. Hasil analisis uji Mann-Whitney hari rawat n
Media n (min-
ax) 3 4 (4-6)
BPJS PBI 0 Pasien Umum
3
p
< 0,001
6 (4-7)
0
Rata-rata hari rawat pasien umum yang menggunakan sistem pembayaran fee for service lebih lama dibanding pasien peserta BPJS PBI yang menggunakan system pembiayaan sesuai INA CBGs. Rata-rata hari rawat pasien umum 4 (4-6) hari dan pasien BPJS PBI 6 (4-7) hari dan uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.
Sehingga dari variabel hari rawat, penatalaksanan pasien apendisitis tanpa komplikasi pada pasien BPJS PBI lebih efisien dibandingkan pada pasien umum. Lama hari rawat selain menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit, juga menggambarkan aspek mutu asuhan (quality of care) yang dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis yang bekerja di rumah sakit tersebut (Mosley dan Grimmes, 1976). Dalam proses penghitungan billing biaya operasi tidak dibagi menurut unit costnya tetapi langsung ditentukan sesuai tarif operasi yang tercantum di dalam peraturan daerah. Dalam penelitian ini tidak ada perbedaan antara biaya operasi pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Rerata biaya obat yang dipergunakan pada pasien peserta BPJS PBI sebesar Rp.278.434 (208.139445.016) lebih rendah dibandingkan pasien umum Rp.677.861 (511.665-731.207). Dengan p<0,005 secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna antara biaya obat pasien peserta BPJS PBI dengan pasien umum. Adanya variasi dalam biaya obat bisa disebabkan oleh beberapa sebab, salah satunya belum diterapkannya clinical pathway dalam penatalaksanaan apendisitis. Setiap dokter yang menangani pasien dapat menentukan jenis obat yang diberikan pada pasien sesuai kebutuhan. Rerata biaya perawatan pasien BPJS PBI sebesar Rp.442.250 (303.000-688.500), sedangkan pada pasien umum rerata Rp.492.750 (194.500 -.867.500). Dari uji statistik didapatkan hasil p = 0,487 (>0,05). Dengan demikian secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara rerata biaya perawatan pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Dari hasil penelitian Gunardi (1997), rata-rata biaya perawatan pasien Askes lebih rendah dibanding perawatan pada pasien umum. Besarnya perawatan dipengaruhi oleh lama perawatan pasien di rumah sakit. Sesuai yang dikemukakan Fauzi (1995), lama hari rawat yang lebih lama mengakibatkan terjadinya peningkatan pembiayaan Penatalaksanaan penderita apendisitis yang membutuhkan asuhan keperawatan lebih tinggi biasanya pada hari-hari awal post operasi. Hari-hari selanjutnya relatif tidak membutuhkan asuhan keperawatan yang lebih intensif. Hal ini menjadi salah satu penyebab lamanya hari rawat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya biaya perawatan
Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (1), 35-39
Rerata biaya pemeriksaan dokter pasien BPJS PBI sebesar Rp.172.500 (133.000 - 277.500). sedangkan rerata biaya pemeriksaan dokter pasien umum sebesar Rp.234.000 (105.000-343.000). Secara statitik didapatkan hasil p = 0,012 (<0,05), sehingga menunjukkan ada perbedaan bermakna. Penelitian Gunardi menyebutkan bahwa rata-rata kunjungan dokter ke pasien pada pasien Askes 2,3 kali selama perawatan dan pada pasien umum sebanyak 3,4 kali. Menurut Gunardi, kemungkinan kunjungan ke pasien Askes yang lebih rendah disebabkan karena honorarium yang diterima dokter yang merawat pasien Askes lebih rendah dari pasien umum sehingga segi pelayanan ke pasien umum lebih diperhatikan. Dengan diberlakukannya remunerasi di RSUD Panembahan Senopati, kemungkinan tidak dilakukannya visite bagi pasien BPJS PBI sangat kecil. Visite baik bagi pasien BPJS maupun pasien umum akan mendapatkan jasa pelayanan yang sama. Kemungkinan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan besarnya biaya pemeriksaan dokter adalah lamanya pasien mendapatkan perawatan di rumah sakit. Semakin lama pasien di rawat, maka biaya pemeriksaan dokter juga akan semakin bertambah. Rerata biaya akomodasi pasien BPJS PBI sebesar Rp.160.000 (145.000-240.000) dan biaya akomodasi pasien umum sebesar Rp.225.000 (145.000-280.000). Dari uji statistik didapatkan hasil p <0,001 (<0,05). Dari data tersebut menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rerata biaya akomodasi pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Biaya akomodasi berhubungan dengan biaya akomodasi kamar dan pelayanan gizi selama menjalani perawatan. Besarnya biaya akomodasi ditentukan oleh lamanya hari rawat. Semakin lama hari rawat, akan semakin banyak biaya akomodasi yang dikeluarkan. Factor-faktor yang berpengaruh terhadap lama hari rawat secara otomatis akan berpengaruh terhadap biaya akomodasi. Rerata biaya BMHP pasien BPJS PBI sebesar Rp. 163.946,27±30.409,78. Dan rerata biaya BMHP pasien umum sebesar Rp.285.027,30 ±67.928. Hasil analisa statistik didapatkan hasil p < 0,001 (<0,05), menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rerata biaya BMHP pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Bahan medis yang dipakai pada waktu operasi sudah termasuk dalam tarif operasi. Dalam pemakaian bahan medis habis pakai bagi pasien umum, terdapat keleluasaan untuk mempergunakan jenis bahan medis
| 38 |
yang dipakai. Namun untuk pasien BPJS PBI ada sistem kendali biaya untuk efisiensi pembiayaannya. Rerata biaya pemeriksaan penunjang pasien BPJS PBI sebesar Rp.666.266,17 ±112.931 dan rerata biaya pemeriksaan penunjang pasien umum sebesar Rp.745.150 ±145.446,17. Uji bivariat t tidak berpasangan menunjukkan hasil p = 0,023 (<0,05), secara statistik menunjukkan ada perbedaan bermakna Saergesser (1976) merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah rutin pada semua pasien apendisitis. Pemeriksaan kimia darah, Ro thorax, EKG dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien atau komplikasi yang ada. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan tergantung kondisi pasien dan dokter yang mengajukan permintaan pemeriksaan. Karena clinical pathway belum diterapkan dengan optimal, jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan menjadi sangat bervariasi. Untuk lebih mengendalikan pemeriksaan penunjang, perlu dilakukan penatalaksanaan pasien apendisitis dengan menggunakan clinical pathway serta dilakukan penghitungan unit cost berdasar clinical pathway yang sudah disusun. Tabel 2. Hasil analisis uji t tidak berpasangan biaya total n
Rerata±sd
p
BPJS PBI
30
3.610.926 ± 199.217
<0,001
Pasien Umum
30
4.291.737,33 ±448.965,97
Rerata biaya total pasien BPJS PBI sebesar Rp. 3.610.926 ±199.217 dan rerata biaya total pasien umum sebesar Rp. 4.291.737,33±448.965,97. Dari analisa bivariat didapatkan hasil p< 0,001 (<0,05) yang menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rerata biaya total pasien BPJS PBI dengan pasien umum SIMPULAN Rata-rata hari rawat pasien BPJS PBI 4 (4-6) hari dan pasien umum 6 (4-7) hari. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,001) antara rerata hari rawat pasien BPJS PBI dan pasien umum yang menunjukkan
| 39 |
Agus Tri Widiyantara & Arlina Dewi – Perbandingan Efisiensi Penatalaksanaan…
tingkat efisiensi yang lebih baik pada penanganan apendisitis tanpa komplikasi terhadap pasien peserta BPJS PBI dibanding pasien umum. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) rerata beberapa komponen biaya penatalaksanaan apendisitis tanpa komplikasi ( obat, pemeriksaan dokter, akomodasi, BMHP, pemeriksaan penunjang, biaya total). Tidak ada perbedaan biaya operasi apendiktomi pada peserta BPJS PBI maupun pasien umum karena biaya operasi mengacu peraturan daerah. Pada biaya perawatan, meskipun rerata biaya perawatan pasien BPJS PBI sebesar Rp.442.250 (303.000-688.500) lebih rendah dari rerata pasien umum sebesar Rp.492.750 (194.500867.500), tetapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5. 6.
Fauzi, Muhammad 1997, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Lama Hari Rawat Pasien Bedah RSUD Tangerang, Tesis Program Pasca Sarjana Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit UI, Firmanda, D 2008, Pengendalian Mutu dan Efisiensi Pembiayaan Layanan Kesehatan dari Perspektif Rumah Sakit. Makalah Evaluasi Program Pelayanan Askes Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) diselenggarakan oleh Kantor Pusat PT Askes (Persero) di Hotel Panorama Batam 10 Desember 2008 Gunardi,Indrawati 1997, Hubungan antara system pembayaran dengan kualitas pelayanan operasi apendisitis kasus pasien Askes dan pasien umum di Unit Bedah RS Kepolisian Pusat 1995-1996, Tesis, Program Pasca Sarjana Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit UI Mosley,SK and Richard M.Grimmes 1976. The organization of efective Hospital, Health Care Management Review, Vol.1, No 32, Summer Murti, Bhisma 2000, Dasar-dasar asuransi kesehatan, penerbit Kanisius Yogyakarta Murti Bhisma 2010, Strategi untuk mencapai cakupan universal pelayanan kesehatan di Indonesia, Makalah Temu Ilmiah Reuni Akbar FK-UNS, di Surakarta, 27 November.
7.
Peraturan Presiden RI nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 8. Saergesser, Max. 1976 Spezielle Chirurgische Therapie, Verlag Hans Huber Bern, Switzerland. 9. Spencer, Schwatrz Shires, 1994: Principal of Surgery, 6th edition, Mc Graw Hill International Edition, Health Profesion series. 10. Septianis. D, Misnaniarti dan Alwi, Masnir 2010 Perbandingan biaya pelayanan tindakan medik operatif terhadap tarif INA-drg pada program jamkesmas Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, 11. Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 12. WHO 2009 World Health Statistics 2009, Geneva.