ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses kultur plankton di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali. Manfaat Manfaat praktek kerja lapang ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa di lapangan dalam kegiatan kultur plankton yang baik dan benar sesuai prosedur dan memahami faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan permasalahan dalam kegiatan kultur plankton terutama Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mampu mengatasi permasalahan yang ada di lapang. PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG Kegiatan teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp.
skala
laboratorium dan skala massal ini dilakukan di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali pada tanggal 20 Januari – 15 Februari 2014. Metode kerja yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. Persiapan Peralatan Kultur Persiapan Benih Kegiatan kultur plankton di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali dimulai dengan persiapan peralatan, sterilisasi alat dan persiapan benih. Peralatan untuk kultur seperti toples, tutup toples, selang aerasi, beaker glass, gayung, saringan dan peralatan lain dicuci dengan detergen lalu dibilas dengan air tawar hingga bersih dan kemudian dikeringkan. Hal ini
Artikel TEKNIK Ilmiah KULTUR Chaetoceros sp. DAN Skeletonema sp. SKALA
TIARA HAPSARI
LABORATORIUM DAN SKALA MASSAL UNTUK PAKAN LARVA UDANG VANNAMEI DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN KARANGASEM, BALI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sesua i dengan pernyataan Cahyaningsih (2009) bahwa seluruh peralatan harus dicuci dan dikeringkan sebelum digunakan. Seluruh peralatan yang akan digunakan harus disemprot terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Sedangkan khusus untuk peralatan seperti gelas ukur, beaker glass, pipet kaca, laboratorium erlenmeyer dan petri dish harus dimasukkan kedalam autoclave selama 20 menit dengan tekanan 1 atmosfer dan suhu 121°C. Alat-alat yang digunakan juga harus dipanaskan dengan menggunakan autoclave. Pada kultur plankton skala laboratorium, air yang digunakan harus bersih dan steril. Air yang digunakan untuk media kultur adalah air laut. Air laut yang dialirkan pada balai BPIU2K
memiliki salinitas 32 ppt, sementara salinitas
optimal untuk kultur Skeletonema adalah 28 ppt, sehingga perlu dilakukan penurunan sesuai kebutuhan. Kegiatan Kultur Skala Laboratorium Pada kultur skala laboratorium, benih awal Chaetoceros dan Skeletonema untuk toples dua liter diperoleh dari BPPBL Gondol. Setelah seluruh benih disaring, benih Skeletonema dan Chaetoceros bisa mulai dikultur. Proses kultur plankton dimulai dari toples dua liter dengan benih yang digunakan adalah satu liter dan air yang digunakan adalah satu liter. Selanjutnya plankton diberi pupuk cair dan silikat dengan dosis 1ml/L. Masa pemeliharaan Chaetoceros dan Skeletonema berbeda. Chaetoceros dipelihara maksimal selama enam hari sementara Skeletonema maksimal dipelihara selama tiga hari. Setelah memasuki hari ke-enam, Chaetoceros dipindahkan pada toples volume 12 liter, begitu juga dengan Skeletonema. Setelah masa pemeliharaan tiga hari, Skeletonema dipindahkan pada toples 12 liter. Untuk toples volume 12 liter, benih yang dituang adalah tiga liter. Selanjutnya plankton diberi pupuk cair dan silikat dengan dosis 1ml/L. Plankton yang telah dikultur pada toples ukuran 12 liter kemudian dipelihara hingga kepadatan maksimal dan kemudian dipanen untuk selanjutnya dikultur pada skala masal.
Artikel TEKNIK Ilmiah KULTUR Chaetoceros sp. DAN Skeletonema sp. SKALA
TIARA HAPSARI
LABORATORIUM DAN SKALA MASSAL UNTUK PAKAN LARVA UDANG VANNAMEI DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN KARANGASEM, BALI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Kualitas Air Kultur Skala Laboratorium Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara pengukuran kualitas air yang dilakukan setiap seminggu sekali. Kualitas air pada kegiatan kultur plankton skala laboratorium pada BPIU2K yakni, suhu 24°C, pH 7,5-8,5, Salinitas 28 ppt dan Oksigen terlarut (DO) 6. Pemanenan Kultur Skala Laboratorium Pemanenan kultur plankton skala laboratorium diperoleh dari kultur pada toples volume 12 liter. Hasil kultur yang memiliki kualitas kepadatan terbaik dapat dilihat berdasarkan warna air. Plankton jenis Chaetoceros yang berwarna coklat terang pada usia 4-5 hari berarti memiliki kualitas baik dan dapat dikultur pada skala masal. Sementara Skeletonema yang memiliki kualitas baik adalah Skeletonema yang berwarna coklat pada usia dua hari (Faisal dan Suyuti, 2011). Selain telah memenuhi kriteria tersebut, kepadatan plankton hasil kultur skala laboratorium yang layak untuk dikultur pada skala masal untuk Chaetoceros adalah 6 juta sel/ml dan untuk Skeletonema adalah 4 juta sel/ml. Pada kultur yang telah dilakukan, kepadatan plankton telah memenuhi kriteria untuk selanjutnya dapat dikultur pada kultur skala masal. Kegiatan Kultur Skala Masal Kultur skala masal antara Chaetoceros dan Skeletonema pada dasarnya sama, namun ada beberapa hal yang membedakan. Kegiatan persiapan untuk kultur skala masal dilakukan di tempat terbuka. Hal ini dikarenakan sinar matahari yang masuk sangat diperlukan untuk proses fotosintesis. Chaetoceros yang digunakan adalah sebanyak minimal empat ton pada bak berukuran enam ton, sebab Chaetoceros sangat rawan mati sehingga dibutuhkan benih lebih banyak. Sedangkan untuk Skeletonema, benih yang dibutuhkan minimal satu ton untuk bak berukuran enam ton. Baik Chaetoceros maupun Skeletonema yang digunakan adalah yang berasal dari hasil panen dari kultur skala laboratorium pada toples 12 liter. Pupuk yang digunakan untuk kultur Chaetoceros yaitu pupuk cair yang terdiri dari 40-50 ppm KNO3, 20- 25 ppm Na2HPO4, 10-15 ppm Na2SiO3, 1-5
Artikel TEKNIK Ilmiah KULTUR Chaetoceros sp. DAN Skeletonema sp. SKALA
TIARA HAPSARI
LABORATORIUM DAN SKALA MASSAL UNTUK PAKAN LARVA UDANG VANNAMEI DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN KARANGASEM, BALI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ppm FeCl3, 1-5 ppm EDTA dan Silikat. Sementara pupuk untuk kultur Skeletonema adalah pupuk yang digunakan yaitu 80-100 ppm KNO3, 5-10 ppm Na2HPO4, 5-10 ppm Na2SiO3, 1-2 ppm FeCl3,1-5 ppm EDTA dan Silikat. Kualitas Air Kultur Skala Masal Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara pengukuran kualitas air yang dilakukan setiap seminggu sekali. Kualitas air pada kegiatan kultur plankton skala masal pada BPIU2K yakni, suhu 30°C, pH 8, Salinitas 30 ppt dan Oksigen terlarut (DO) 6. Pemanenan Kultur Skala Masal Pada umumnya pemanenan hasil kultur masal Chaetoceros adalah dengan cara langsung bersamaan air media kulturnya dan digunakan secara langsung sebagai pakan larva. Chaetoceros hasil kultur skala masal dapat dipanen setelah mencapai kepadatan 4 juta sel/ml dan berumur 4-5 hari. Teknik panen yang digunakan adalah panen total yaitu dengan menggunakan pompa celup dan didistribusikan ke bak larva udang. Menurut Faisal dan Suyuti (2011), teknik panen untuk Chaetoceros sp. harus menggunakan pompa celup karena ukuran Chaetoceros sp. yang sangat kecil, sehingga tidak perlu disaring seperti Skeletonema sp. Pemanenan Skeletonema dilakukan pada pagi dan sore hari. Skeletonema yang dipanen untuk pakan larva udang vanname adalah Skeletonema yang dikultur pada skala masal dengan kepadatan 3 juta sel/ml setelah berumur 2-3 hari. Pemanenan dilakukan dengan menyaring Skeletonema dan sebelum ditebar pada bak pemeliharaan larva udang vanname. Pemanenan Skeletonema sp. harus dengan penyaringan sebab ukuran Skeletonema sp. yang beragam. Penyaringan dilakukan supaya Skeletonema sp. yang berukuran kecil yang lolos untuk digunakan sebagai pakan larva udang vannamei (Faisal dan Suyuti, 2011). Perhitungan Kepadatan Chaetoceros sp. Perhitungan kepadatan Chaetoceros pada BPIU2K menggunakan alat Haemocytometer yang diamati dengan menggunakan mikroskop. Perhitungan ini
Artikel TEKNIK Ilmiah KULTUR Chaetoceros sp. DAN Skeletonema sp. SKALA
TIARA HAPSARI
LABORATORIUM DAN SKALA MASSAL UNTUK PAKAN LARVA UDANG VANNAMEI DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN KARANGASEM, BALI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dilakukan setiap pagi hari. Chaetoceros mencapai pertumbuhan maksimal pada hari ke-4 dan ke-5. Puncak kepadatan Chaetoceros adalah pada hari ke-4 (BBAP Situbondo, 2012). Pada hari ke-6 Chaetoceros mulai mengalami penurunan kepadatan. Pada hari-hari selanjutnya Chaetoceros terus mengalami penurunan kepadatan hingga akhirnya mati. Chaetoceros yang mati ditunjukkan dengan warna air yang berubah menjadi hijau keruh. Penurunan kepadatan Chaetoceros disebabkan oleh faktor ketersediaan nutrien dan faktor lingkungan. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Fogg (1965) dalam Rudiyanti (2011),yakni penurunan perkembangan populasi alga kultur disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kompetisi dan kandungan nutrien media yang semakin manurun. Sementara menurut Sasmita dkk (2012), Pertumbuhan Chaetoceros sp. akan berlangsung dengan baik apabila kebutuhan nutrientnya dapat terpenuhi, selain itu kualitas air juga memiliki peranan penting karena merupakan lingkungan hidupnya. Perhitungan Kepadatan Skeletonema sp. Perhitungan kepadatan Skeletonema pada kultur yang dilakukan di BPIU2K menggunakan perhitungan manual yakni dengan pengamatan mikroskop. Perhitungan ini dilakukan setiap pagi hari. Pertumbuhan Skeletonema mencapai jumlah maksimal pada hari ke-3. Puncak kepadatan Skeletonema adalah pada hari ke-2 dan ke-3 sesuai dengan pernyataan Erlina dan Hastuti (1986). Pada hari ke-4 Skeletonema menunjukkan penurunan kepadatan. Pada hari-hari selanjutnya, Skeletonema semakin menurun kepadatannya hingga akhirnya mati. Kematian Skeletonema ini dapat dilihat dari adanya banyak endapan di dasar toples sebagai media kultur. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudiyanti (2011) yang menyatakan bahwa pada saat populasi sel mencapai titik optimal maka ketersediaan nutrien berkurang dan kualitas media air media menjadi turun, maka kebutuhan akan nutrien tidak terpenuhi dan kualitas media menjadi kurang layak untuk pertumbuhan sel. Plankton yang mati kemudian harus segera dibuang karena tidak bisa digunakan sebagai pakan larva udang. Penurunan kualitas media terjadi karena adanya sel-sel mati dan sisa
Artikel TEKNIK Ilmiah KULTUR Chaetoceros sp. DAN Skeletonema sp. SKALA
TIARA HAPSARI
LABORATORIUM DAN SKALA MASSAL UNTUK PAKAN LARVA UDANG VANNAMEI DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN KARANGASEM, BALI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
metabolisme yang kemungkinan mengendap pada dasar. Adanya sel mati dan sisa metabolisme juga menyebabkan terganggunya proses pencahayaan, karena intensitas cahaya akan berkurang dengan adanya kekeruhan. Karena adanya persaingan antar sel untuk memperebutkan nutrien dan ruang yang terbatas, sel mengalami kematian sedangkan jumlah sel yang tumbuh menjadi berkurang sehingga kepadatan sel menjadi turun. Pakan Larva Udang Vannamei Pemberian Chaetoceros dan Skeletonema sebagai pakan larva udang vanamei dilakukan secara bergantian sesuai dengan usia larva. Untuk larva pada stadia Naupli hingga Zoea 1, pakan yang diberikan adalah Chaetoceros. Chaetoceros sp. diberikan pada stadia Naupli hingga Zoea sebab ukuran bukaan mulut larva pada stadia tersebut sesuai dengan ukuran plankton jenis Chaetoceros sp. Sementara pakan yang cocok untuk larva pada stadia Zoea 2 hingga stadia Mysis adalah plankton jenis Skeletonema. Larva stadia Mysis selanjutnya akan berkembang menjadi stadia Post Larva. Pada stadia tersebut pakan alami berupa plankton tidak lagi diberikan dan digantikan dengan pakan alami berupa zooplankton (Faisal dan Suyuti, 2011). Chaetoceros dan Skeletonema yang diberikan pada larva udang vannamei adalah hasil dari kultur skala masal. Meski demikian, nilai nutritif yang terdapat dalam Chaetoceros dan Skeletonema tidak berbeda jauh dengan kultur skala laboratorium. Menurut Wirosaputro (1998)
dalam Antik dkk (2004) yakni
potensi produk phytoplankton secara massal telah dibuktikan dengan kandungan nutritif yang tidak berbeda dibandingkan dengan hasil kultur secara laboratoris. Hal ini menjadikan energi yang diperoleh dari phytoplankton pakan alami tersebut akan dikonversikan menjadi energi untuk metabolisme pada feses, urin dan proses metabolisme, serta sisa energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan biota yang mengkonsumsinya. Chaetoceros dan Skeletonema diberikan pada larva udang vannamei setiap pagi dan sore hari setelah panen skala masal dilakukan. Sebelum plankton diberikan, kelimpahan pakan pada bak pemeliharaan larva harus diperhatikan. Adanya sisa pakan yang tidak termakan mengindikasikan
Artikel TEKNIK Ilmiah KULTUR Chaetoceros sp. DAN Skeletonema sp. SKALA
TIARA HAPSARI
LABORATORIUM DAN SKALA MASSAL UNTUK PAKAN LARVA UDANG VANNAMEI DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN KARANGASEM, BALI