ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Bisnis merupakan salah satu aktivitas kehidupan manusia dan bahkan telah merasuki semua sendi kehidupan masyarakat modern. Dengan fenomena ini mustahil orang terlepas dari pengaruh bisnis. Sebagai konsekuensinya, masyarakat adalah konsumen yang menjadi sasaran para produsen dimana-mana karena itu sangatlah logis jika dikatakan bahwa bisnis adalah bagian integral dari masyarakat di mana pun mereka berada dan akan mempengaruhi kehidupan mereka, baik positif maupun negatif.1 Berdasarkan kenyataan di atas, dari perspektif hukum, segala aktivitas bisnis dituntut untuk menawarkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, dalam arti, tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.2 Diharapkan dengan adanya aktivitas bisnis yang sehat, tujuan pembangunan nasional negara kita dapat tercapai yaitu, mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
1
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan Syariah, UIN-MALIKI PRESS, Malang, 2013, h.409.
2
Ibid.
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilakukan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional. Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya pada masa kini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan. Secara umum perbankan adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bagi kelancaran lalu lintas pembayaran. Akan tetapi, perbankan yang banyak kita kenal sekarang adalah perbankan konvensional dengan menggunakan sistem bunga atau riba sehingga perlu diperkenalkan perbankan yang operasinya sesuai syariah. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan riba diharamkan di dalam agama Islam. Seiring perkembangan perbankan di Indonesia, mulailah didirikan bank syariah. Pendirian bank syariah ini dengan harapan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan industri perbankan, terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat yang masih enggan berhubungan dengan bank, sebab bank dianggap mempraktikan riba dalam transaksi yang dilakukannya. Padahal riba itu haram hukumnya dalam syariat Islam. Diharapkan, dengan lahirnya bank syariah ini, masyarakat Islam yang tadinya enggan berhubungan dengan bank, akan merasa terpanggil untuk berhubungan dengan bank syariah. Bank Syariah sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi salah satunya adalah menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Pembiayaan ini terdiri dari berbagai pola, yang pertama adalah pola jual beli dalam bentuk murabahah, istishna dan salam. Kedua, pola bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Ketiga, pola sewa dalam bentik ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik.3 Produk pembiayaan di bank syariah yang paling banyak digunakan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah ini merupakan konsep jual beli yang diperbolehkan dalam syariah dengan berdasarkan margin keuntungan. Istilah murabahah dalam akad murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Akan tetapi, didalam prakteknya, akad murabahah ini dibuat secara sepihak oleh bank dan disodorkan kepada nasabahnya dengan mencantumkan klausula eksonerasi yang memberatkan salah satu pihak sedangkan klausula eksonerasi ini berisi pembebasan atau pembatasan tanggung jawab dari kreditor (pelaku usaha) terhadap risiko dan kelalaian yang harus ditanggungnya.
3
Ismail, Perbankan Syariah, Kencana, Jakarta, 2013, h.135.
2. Rumusan Masalah
a.
Klausula eksonerasi (eksemsi) dalam akad pembiayaan murabahah.
b.
Perlindungan hukum terhadap nasabah dengan adanya klausula eksonerasi pada akad pembiayaan murabahah.
3. Tujuan Penelitian a. Untuk menganalisa klausula eksonerasi (eksemsi) dalam akad pembiayaan
murabahah. b. Untuk menganalisa perlindungan terhadap nasabah dengan adanya klausula
eksonerasi pada akad pembiayaan murabahah.
4. Tinjauan Pustaka
a. Akad Pembiayaan Bank Syariah Pengertian akad diatur di dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (yang selanjutnya akan disebut dengan Undang-Undang Perbankan Syariah) menetapkan sebagai berikut :
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
“Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.” Ketentuan mengenai bank syariah ini diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Perbankan Syariah, yaitu : “Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Bank Syariah sebagai entitas bisnis akan melaksanakan kegiatan usaha layaknya perbankan pada umumnya yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang mebutuhkan dalam bentuk pembiayaan.4 Pengertian pembiayaan ini diatur dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang menetapkan sebagai berikut : “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Sedangkan pengertian Pembiayaan diatur dalam Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah yang menetapkan sebagai berikut : “penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam muntahiya bittamlik;
bentuk ijarah
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
4
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, Cet.2. Refika Aditama, Bandung,2013, h.35.
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
b. Akad Murabahah Akad Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biayabiaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan yang diinginkan.5 Tingkat keuntungan ini dapat dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara tunai atau dapat dilakukan di kemudian hari sesuai kesepakatan bersama. Dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan akad murabahah, Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. c. Klausula Eksonerasi Akad yang melandasi hubungan hukum antara nasabah dengan bank
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, h.83-84.
syariah dituangkan dalam bentuk baku. Kontrak baku dalam dunia bisnis dalam praktiknya tidak hanya dilakukan dalam transaksi yang berlandaskan pada prinsip syariah oleh lembaga keuangan bank maupun non bank. Hal ini menunjukkan bahwa keberlakuan kontrak baku sudah tidak asing lagi dan banyak dipergunakan oleh para pelaku usaha.6 Kontrak baku banyak dipergunakan oleh para pelaku usaha terutama pihak yang memiliki posisi yang dominan dalam melakukan transaksi. Selain itu kontrak baku juga dipakai untuk memperoleh keuntungan dengan cara mencantumkan klausula eksonerasi atau yang sering kita kenal dengan istilah klausula baku, dimana pencantuman klausula tersebut justru memberatkan salah satu pihak. Klausula eksonerasi adalah klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau dengan tidak semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian tersebut.7 Kontrak atau perjanjian pada dasarnya dibuat berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang memiliki kedudukan
6
Alamsyah, Klausula Eksemsi Dalam Kontrak Baku Syariah, Makalah, diakses tanggal 5 Agustus 2012.
7
Sutan Remy Sjahdeini, Peranan Jaminan dan Agunan Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan 1992, Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Surabaya, 1993, h.10-11. (selanjutnya disingkat Sutan Remy Sjahdeini-I)
seimbang dan kedua pihak berusaha mencapai kata sepakat melalui proses negosiasi. Akan tetapi, dalam perkembangannya justru salah satu pihak telah menyiapkan syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah ada kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk bernegosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian yang demikian disebut sebagai perjanjian baku.8 Perjanjian baku ini sering dipergunakan oleh pelaku usaha tidak terkecuali pelaku usaha dibidang jasa keuangan untuk menghemat waktu yang ada. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013) tidak merumuskan pengertian perjanjian baku tetapi hanya mengatur larangan penggunaan perjanjian baku yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Pengaturan larangan tersebut diatur pada Pasal 22 ayat (3) huruf a menetapkan sebagai berikut :
“Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang digunakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.”
8
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993, h. 65-66. (selanjutnya disingkat Sutan Remy Sjahdeini-II)
5. Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan secara statute approach dan conceptual approach. Statute approach yaitu dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.9 Pendekatan masalah berikutnya yang digunakan adalah conceptual approach, yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.10
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, terdiri dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013. Sedangkan bahan hukum Sekunder meliputi bahan hukum yang berupa buku-buku literatur, catatan ilmiah, karya ilmiah, dan
9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, h. 93.
10
Ibid., h.95.
berbagai media cetak yang berlaku dan memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas.
c. Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Bahan hukum dikumpulkan melalui menelaah dan mempelajari peraturan perundangundangan maupun literatur yang ada kaitannya dengan materi yang dibahas, kemudian diolah dengan menggunakan kajian deduktif, dalam arti menguraikan ketentuan-ketentuan umum sebagaimana yang ada pula peraturan perundang-undangan, yang dikaitkan dengan kasus yang diuraikan secara khusus agar memperoleh jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam tesis ini yaitu mengenai “Klausula Eksonerasi Dalam Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Syariah”. d. Analisis Bahan Hukum Langkah pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini adalah melalui studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum yang terkait dengan pokok permasalahan.Setelah melalui tahap inventarisasi, maka dibuatlah klasifikasi bahan
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hukum yang terkait. Bahan hukum terkait disusun dengan sistematisasi untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya. Langkah analisis dilakukan dengan menggunakan penalaran yang bersifat deduktif dalam arti berawal dari pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur, yang kemudian diimplementasikan pada permasalahan yang dikemukakan sehingga diperoleh jawaban dari permasalahan yang bersifat khusus. Selanjutnya, digunakan juga penafsiran hukum apabila suatu perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas. Penafsiran hukum yang digunakan ialah penafsiran sistematis, yaitu dengan melihat susunan Pasal yang berhubungan dengan Pasal-Pasal lainnya yang ada di dalam Undang-Undang tersebut maupun Peraturan Perundangan lainnya. 6. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan ini diuraikan secara rinci menjadi bagian tiap-tiap bab serta sub bab yang dibahas serta yang memberikan uraian-uraian yang mendukung di dalam menganalisis kasus yang dipaparkan di atas.Penulisan tesis ini dibagi menjadi 4 (empat) bab sebagai berikut :Bab I, Pendahuluan, mengenai gambaran umum permasalahan yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Sub bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan yang menguraikan setiap bagian bab dalam penulisan tesis ini. Bab II, menguraikan Klausula Eksonerasi Dalam Akad Pembiayaan. Sub bab pertama mengenai pembiayaan murabahah. Sub bab kedua mengenai analisis klausula eksonerasi dalam akad murabahah. Bab III, menguraikan Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Atas Pencantuman Klausula Eksonerasi. Sub bab pertama mengenai perlindungan nasabah. Sub bab kedua mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank pada pembiayaan murabahah.
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Bab IV, Penutup, merupakan akhir kajian masalah yang akan dibahas. Penutup terdiri dari sub bab yaitu simpulan dan saran. Sub bab simpulan memberikan konklusi terhadap seluruh uraian dan pembahasan yang telah dibahas di dalam bab III. Simpulan merupakan perumusan kembali secara singkat jawaban atas pokok permasalahan.
-
TESIS
KLAUSULA EKSONERASI ...
MELINA HARTANTO