PERBEDAAN KADAR CD4 SEBELUM DAN SESUDAH PENGGUNAAN ANTI RETROVIRAL TERAPI PADA PENDERITA HIV DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAHURIPAN KECAMATAN TAWANG KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2014 Prayitno) Hidayanti2) Program Studi Fakultas Ilmu kesehatan Siliwangi Universitas Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tlp (0265) 330634 Tasikmalaya 46115 e-mail:
[email protected] ABSTRAK
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah penderita HIV-AIDS di seluruh dunia meningkat jumlahnya hingga mencapai 5,2 juta jiwa. AIDS telah merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah penyakit jantung, hipertensi atau stroke, dan infeksi saluran pernapasan. Kombinasi antiretroviral merupakan dasar penatalaksanaan pemberian antiretroviral terhadap pasien HIV/AIDS, karena dapat mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga penularan, infeksi oportunistik dan komplikasi lainnya dapat dihindari serta meningkatkan kualitas dan harapan hidup dari pasien HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah untuk perbedaan kadar CD4 sebelum dan sesudah penggunaan anti retroviral therapy pada penderita HIV di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya tahun 2014. Metode penelitian ini eksperimen dengan rancangan One Group Pretest-Postest. Analisa data menggunakan uji t berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum diberikan terapi Antiretroviral di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya sebesar 144 sel/l, sedangkan setelah terapi sebesar 274,4 sel/l. Ada perbedaan CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan terapi Antiretroviral di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya dengan nilai p sebesar 0,000. Perlu penelitian lebih luas di beberapa rumah sakit dengan jumlah pasien lebih banyak, untuk menilai keamanan dan efikasi kombinasi obat antiretroviral mengingat obat-obat ini harus diberikan seumur hidup, sehingga profil keamanan menjadi penting selain profil efikasinya. Kata kunci : CD4, HIV, obat antiretroviral Kepustakaan : 15 (2002-2011)
LATAR BELAKANG MASALAH HIV-AIDS telah melanda dunia, tidak terkecuali Indonesia. Secara nasional kejadian HIV-AIDS di Indonesia mungkin masih tergolong rendah dibandingkan dengan banyak negara lainnya. Perkembangan kasus yang muncul dalam beberapa tahun terakhir ini sungguh sangat mengkhawatirkan, data Kemenkes tahun 2011 didapatkan jumlah kumulatif kasus HIV dari tahun 1987 sampai tahun 2011 adalah 26.483 dan terdapat kasus baru pada tahun 2011 sebanyak 2.352 kasus. Sebanyak 78% diantaranya berusia reproduksi aktif yaitu 20-39 tahun (Kemenkes, 2011). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi setelah Papua yang memiliki HIV-AIDS terbanyak dengan jumlah ODHA sebanyak 23.413. Faktor penularan terbanyak melalui penasun 70,03%, heteroseksual 21,02%, perinatal 3,47%, homoseksual 2,20%. Kelompok umur terbanyak 20-29 tahun 56,96%, 30-39 tahun 31,35%, 40-49 tahun 4,38%, 1-4 tahun 2,12%. Jumlah perempuan yang tertular HIV/AIDS di provinsi Jawa Barat diperkirakan mencapai 1.548 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2011). Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota di Jawa Barat sebagai penyumbang HIV-AIDS. Kasus HIV-AIDS di Kota Tasikmalaya sampai Desember tahun 2011 ini mencapai 209 orang dengan kasus HIV sebanyak 78 orang dan kasus AIDS sebanyak 131 orang. Kasus terbaru ditemukan
67 orang yang
terinfeksi HIV-AIDS, di antaranya 14 orang adalah ibu rumah tangga (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2011). Kombinasi antiretroviral merupakan dasar penatalaksanaan pemberian antiretroviral terhadap pasien HIV/AIDS, karena dapat mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga penularan, infeksi oportunistik dan komplikasi lainnya dapat dihindari serta meningkatkan kualitas dan harapan hidup dari pasien HIV/AIDS. Terapi secara dini dapat melindungi sistem kekebalan tubuh dari kerusakan oleh HIV. Kerusakan kekebalan dialami sebagai jumlah Cluster of Differentiation 4 (CD4) yang lebih rendah dan viral load (VL) yang lebih tinggi (Mc Evoy, 2004). Saat yang paling tepat untuk memulai pengobatan dengan antiretroviral (ARV) adalah sebelum pasien jatuh sakit atau munculnya infeksi oportunistik (IO) yang pertama. Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila terapi ARV dimulai saat CD4 < 200 sel/ mm3 dibandingkan bila terapi dimulai pada CD4 di
atas
jumlah
tersebut
(WHO,
2004).
Pedoman
WHO
tahun
2008
merekomendasikan ARV diberikan jika CD4 kurang dari 350 sel/ mm3. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari tahun 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kota Tasikmalaya diperoleh bahwa sebanyak 11 orang klien baru yang didiagnosa mengalami HIV/AIDS. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan rancangan One Group Pretest-Postest . HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi : jenis kelamin, status perkawinan, status pekerjaan, dan umur responden semenjak terjangkit
penyakit
HIV/AIDS
dan
mendapatkan
perawatan
dengan
pemberian obat ARV, berikut umur penderita HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel di bawah ini : a. Jenis Kelamin Responden Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 7 4 11
Persentase 63,6 36,4 100
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin yang mengalami HIV/ AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya adalah laki-laki yaitu sebanyak 7 orang (63,6%), sedangkan sebagian kecil adalah perempuan yaitu sebanyak 4 orang (36,4%).
b. Status Perkawinan Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini : Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawainan di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Status Perkawinan Menikah Belum Menikah Jumlah
Frekuensi 8 3 11
Persentase 72,7 27,3 100
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar status perkawiinan yang mengalami HIV/ AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya adalah menikah yaitu sebanyak 8 orang (72,7%), sedangkan sebagian kecil adalah belum menikah yaitu sebanyak 3 orang (27,3%). c. Status Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Status Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Jumlah
Frekuensi 6 5 11
Persentase 54,5 45,5 100
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar status pekerjaan yang mengalami HIV/ AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya adalah bekerja yaitu sebanyak 6 orang (54,5%), sedangkan sebagian kecil adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 5 orang (45,5%).
d. Umur Responden Karakteristik responden berdasarkan umur responden semenjak terjangkit penyakit HID/AIDS dan mendapatkan perawatan dengan pemberian obat ARV dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini : Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Nilai Statistik
Nilai
Mean
32,1
SD
5,6
Minimal
22
Maksimal
40
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata umur responden penderita HIV/AIDS adalah 32,1 tahun, standar deviasi sebesar 5,6, dengan umur minimum 22 tahun dan umur maksimum 40 tahun. 2. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel penelitian, dalam penelitian ini adalah kadar CD4 sebelum dan sesudah diberikan obat ARV. Berikut hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini : Tabel 4.6 Kadar CD4 Sebelum dan Sesudah Terapi Antiretroviral pada Penderita HIV/AIDS Di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya No Resp 1 2 3 4 5 6 7
Sebelum (sel/l) 151 103 174 176 179 165 119
Sesudah (sel/l) 266 293 292 310 234 251 233
8 9 10 11
146 120 121 130
273 294 293 279
Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa kadar CD4 paling rendah pada penderita HIV/AIDS sebelum diberikan terapi ARV sebesar 103 sel /l, sedangkan kadar CD4 paling tinggi sebesar 179 sel/l. Kadar CD4 paling rendah pada penderita HIV/AIDS setelah diberikan terapi ARV sebesar 233 sel/l, sedangkan kadar CD4 paling tinggi sebesar 310 sel/l. Berikut rata-rata peningkatan kadar CD4 sebelum dan sesudah diberikan terapi ARV dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini : Tabel 4.7 Rata-rata Kadar CD4 sebelum dan sesudah Terapi ARV pada Penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Status Mean SD Minimal Maksimal
Nilai Sebelum 114 26,9 103 179
Sesudah 274,4 25,8 233 310
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa rata-rata kadar CD4 sebelum terapi ARV sebesar 114 sel/l, sedangkan sesudah diberikan terapi ARV sebesar 274,4 sel/l. Nilai minimal kadar CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum diberikan terapi ARV sebesar 103 sel/l dan nilai maksimal sebesar sel/l, sedangkan setelah diberikan terapi ARV nilai minimal sebesar 233 sel/l dan nilai maksimal sebesar 310 sel/l. Berdasarkan hasil tersebut dapat dibuat diagram sebagai berikut :
350 300 250 200 150 100 50 0 CD4 Sebelum
CD4 Sesudah
Grafik 4.1. Rata-rata Kadar CD4 Sebelum dan Sesudah Terapi ARV pada Penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya 3. Perbedaan Kadar CD4 Sebelum dan Sesudah Terapi ARV Hasil penelitian mengenai perbedaan CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum dan sesudah terapi ARV dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini : Tabel 4.8 Perbedaan Kadar CD4 Penderita HIV/AIDS Sebelum dan Sesudah Terapi ARV di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Perlakuan Kadar CD4 sebelum pemberian ARV Kadar CD 4 setelah pemberian ARV
Ratarata
SD
t hitung
t tabel
Df
Sig
144
26,9
17,68
2,262
10
0,000
274,4
25,8
35,25
2,262
10
0,000
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-test diperoleh bahwa nilai signifikan hitung untuk kadar CD4 sebelum pemberian ARV sebesar 0,000 dan nilai thitung sebesar 17,68, sedangkan nilai thitung untuk kadar CD4 setelah pemberian ARV sebesar 35,25. Jika nilai hitung kadar CD4 sebelum pemberian ARV dibandingkan dengan kadar CD4 setelah
pemberian ARV, maka nilai thitung setelah pemberian ARV lebih besar dibandingkan dengan nilai thitung sebelum pemberian ARV (35,25 > 17,68), artinya bahwa ada perbedaan CD4 pada penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum dan sesudah dilakukan terapi obat antiretroviral (ARV). Hal ini disebabkan karena pemberian terapi ARV dapat meningkatkan jumlah CD4 pada penderita HIV/AIDS. Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (DepKes, 2006).
Pengobatan
infeksi
HIV
dengan
antiretroviral
digunakan
untuk
memelihara fungsi kekebalan tubuh mendekati keadaan normal, mencegah perkembangan penyakit, memperpanjang harapan hidup dan memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi virus HIV. Karena replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun, menyebabkan berkembangnya infeksi oportunistik, keganasan (malignasi), penyakit neurologi, penurunan berat badan yang akhirnya mendorong ke arah kematian (Schifitto dkk, 2002; Simpson dkk, 2006; Nasronudin, 2007). Respon virologi dan imunologi terhadap Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) tergantung dari VL dan jumlah CD4. Semakin tinggi CD4 Odha (orang dengan HIV AIDS) ketika memulai pengobatan HIV semakin tinggi jumlah CD4 mereka (Evans, 2007). Pasien yang memulai terapi dengan jumlah CD4 kurang dari 200 cel/mm3 hampir mendekati dua kali (HR:1,9) kegagalan pengobatan dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi dengan CD4 lebih dari 200 cel/mm3 (Robbin, 2007). Dimana respon yang cukup dari pasien yang mendapat terapi ARV didefinisikan sebagai peningkatan CD4 antara 50-150 sel/mm3, dengan respon cepat pada 3 bulan pertama pengobatan (WHO,2009). Menurut Hughes (2007) pasien yang terinfeksi HIV yang diberi obat ARV saat CD4-nya kurang dari 350 sel/mm3 lebih cepat meningkat CD4-nya hingga di atas 500 sel/mm3. Jika CD4 pasien bisa bertahan di atas 500 sel/mm3 selama lebih dari lima tahun, kemampuannya bertahan hidup hampir sama dengan orang yang tidak terinfeksi HIV.
Sampai saat ini belum ada informasi kombinasi obat antiretroviral mana yang paling baik (Burnet, 2005). Penelitian yang membandingkan efektifitas kombinasi ARV terhadap peningkatan CD4 telah dilakukan oleh Rahmadini (2006), secara retrospektif di RS Kanker Darmais Jakarta dengan pemeriksaan CD4 bervariasi selama 6-12 bulan, menyatakan bahwa kombinasi Stavudin + Zidovudin + Nevirapin meningkatkan CD4 rata-rata lebih tinggi dibanding dengan tiga kombinasi lainnya ( Lamivudin + Zidovudin + Nevirapin, Lamivudin + Zidovudin + Efavirenz dan Stavudin + Zidovudin + Efavirenz). Untuk memperoleh informasi yang lebih terpercaya mengenai kombinasi ARV mana yang mempengaruhi kenaikan CD4 lebih tinggi pada pasien HIV, diperlukan penelitian lebih luas di beberapa rumah sakit, terutama rumah sakit rujukan untuk terapi HIV. Terapi tunggal ARV menyebabkan kemunculan cepat mutan HIV yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat antiretroviral merupakan strategi yang menjanjikan secara klinik, ditunjuk sebagai terapi antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi ini mempunyai target multi langkah pada reflikasi virus sehingga memperlambat seleksi mutan HIV. Tetapi HAART tidak dapat menyembuhkan infeksi HIV, karena virus menetap pada reservoir yang berumur panjang pada sel-sel yang terinfeksi, termasuk sel T CD4 memori, sehingga ketika HAART dihentikan atau terdapat kegagalan terapi , produksi virus kembali meningkat (Jawetz, 2005). Saat yang paling tepat untuk memulai terapi ARV adalah sebelum pasien jatuh sakit atau munculnya IO yang pertama. Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila terapi ARV dimulai pada saat CD4 < 200 sel/mm3 dibandingkan bila terapi dimulai pada CD4 di atas jumlah tersebut. Apabila tersedia sarana tes CD4 maka terapi ARV sebaiknya dimulai sebelum CD4 kurang dari 200 sel/mm3Terapi ARV dianjurkan pada pasien dengan TB paru atau infeksi bakterial berat dan CD4 < 350 sel/mm3. Juga pada ibu hamil stadium klinis manapun dengan CD4 < 350 sel/mm3 (Depkes, 2007). Keberhasilan terapi ARV selain ditentukan oleh perbaikan imunitas berdasarkan penilaian kenaikan CD4 juga ditentukan berdasarkan respon virologis berdasarkan pemeriksaan viral load. WHO menyatakan bahwa tujuan utama dari terapi ARV adalah penekanan virus sampai ditemukan dibawah batas (40-75 kopi/ml). Pada banyak pasien yang patuh terhadap pengobatan ARV dan
tidak terjadi resistensi, umumnya virus berhasil ditekan pada 12-24 minggu, walaupun pada beberapa pasien memerlukan waktu yang lebih lama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadini tahun 2006, secara retrospektif di RS Kanker Darmais Jakarta dengan jumlah pasien 198 dan pemeriksaan CD4 bervariasi selama 6-12 bulan, menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna dari keempat kombinasi ARV terhadap
kenaikan
CD4
rata-rata
pasien.
Kombinasi
3TC+d4T+NVP
meningkatkan CD4 rata-rata lebih tinggi dibanding dengan tiga kombinasi lainnya (3TC+AZT+NVP,
3TC+AZT+EFV
dan
3TC+d4T+EFV).
Perbedaan
hasil
penelitian ini dapat disebabkan karena perbedaan jumlah pasien yang dianalisis dan perbedaan waktu pengukuran CD4. Pada hasil penelitian ini sampel yang diuji lebih sedikit (n=73 pasien), dan waktu pemeriksaan CD4 lebih cepat dengan rentang waktu pengukuran relatif sama yaitu antara 3 sampai 4 bulan, sehingga jumlah obat ARV yang digunakan pasien dari tiap kombinasi ARV relatif sama.
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum diberikan terapi Antiretroviral di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya sebesar 144 sel/l. 2. Rata-rata CD4 pada penderita HIV/AIDS setelah diberikan terapi Antiretroviral di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya sebesar 274,4 sel/l. 3. Ada perbedaan CD4 pada penderita HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan terapi Antiretroviral di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya dengan nilai p sebesar 0,000. B. Saran 1. Perlu penelitian lebih luas di beberapa rumah sakit dengan jumlah pasien lebih banyak, untuk menilai keamanan dan efikasi kombinasi obat
antiretroviral mengingat obat-obat ini harus diberikan seumur hidup, sehingga profil keamanan menjadi penting selain profil efikasinya. 2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai keberhasilan terapi ARV berdasarkan respon virologi berdasarkan pemeriksaan viral load. 3. Peran Farmasis (apoteker) sangat diperlukan untuk memberikan informasi
tentang
obat,
terutama
konseling
kepatuhan
karena
keberhasilan terapi ARV sangat ditentukan oleh kepatuhan pasien minum obat. DAFTAR PUSTAKA Burnet, 2005 The Leeds assessment of neuropathic pain symtoms and sign, Pain, 92: 147-157 Cherry dkk, 2009. Nucleoside analogues and HIV: the combined cost to mitochondria, Journal of Antimicrobial Chemotheraphy, 51: 1091-1093. Depkes, 2007. AIDS dan Penanggulangannya. Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2011 Profil Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Tasikmalaya. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2011. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Evans, 2007 Peripheral neuropathy in HIV: prevalence and risk factors, AIDS, 25:919–928. Fevrier, 2011. CD4+ T Cell Depletion in Human Imunodefficiency Virus (HIV) Infection: Role of Apoptosis, Viruses, 3: 586-612. Kemenkes, 2011. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta. Kresno, 2001. Uji Serologi Infeksi HIV. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. pp.369377. Li dkk, 2011 CD4+ T-cell counts and plasma HIV-1 RNA levels beyond 5 years of highly active antiretroviral therapy (HAART), J Acquir Immune Defic Syndr, 57(5): 421-428.
Lichtenstein dkk, 2005; Cornblath dan Hoke, 2006. Modification of the Incidence of Drug-Associated Symmetrical Peripheral Neuropathy by Host and Disease Factors in the HIV Outpatient Study Cohort, Clinical Infectious Diseases, 40:148–57. Nasronudin, 2007. Dasar Virologi dan Infeksi HIV, Dalam: Barakbah, J.,Soewandojo, E., Suharto, Hadi, U., Astuti, W.D., (editor), HIV dan AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial, Airlangga University Press,Surabaya, pp. 1-9. Schifitto dkk, 2002; Simpson dkk, 2006; Nasronudin, 2007 Steven, 2009 MDGs. http://www.wikipedia.org. Diakses tanggal 14 April 2012. Syahlan dkk. 2007. Seksualitas Anak dan Remaja. Grasindo. Semarang.