IMPLEMENTASI METODE KLASIFIKASI FUZZY C-MEANS MENGGUNAKAN ALGORITMA MULTISCALE DIFFUSION FILTERING Fitri Primayunita1, Agus Zainal Arifin2, Anny Yuniarti3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember email :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Hasil dari pengolahan citra dapat bermanfaat dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang kesehatan. Dan pengklasifikasian merupakan langkah penting dalam pengolahan citra untuk menganalisis citra secara kuantitatif dengan tujuan untuk mendeteksi penyakit atau mengkuantifikasi respon penyakit terhadap terapi. Pada makalah ini diimplementasikan sebuah metode klasifikasi fuzzy c-means menggunakan algoritma multiscale diffusion filtering. Penyaringan difusi dingunakan untuk memproses citra dan membangun seri citra multiskala. Metode multiscale fuzzy c-means (MsFCM) diaplikasikan ke semua skala citra mulai yang paling kasar hingga yang paling halus. Fungsi objektif pada fuzzy c-means (FCM) konvensional dimodifikasi untuk memungkinkan proses multiskala dimana hasil dari klasifikasi citra skala kasar dapat digunakan untuk memperbaiki klasifikasi citra skala berikutnya. Dari percobaan yang dilakukan, metode ini mampu melakukan klasifikasi dengan cukup baik. Penyaringan difusi terhadap citra multiskala yang digunakan pada metode ini menjadikannya tahan terhadap noise dan kontras yang rendah. Kata kunci: Klasifikasi citra, Fuzzy C-Means, K-Means, Penyaringan difusi multiskala
1
PENDAHULUAN
Hasil dari pengolahan citra dapat bermanfaat dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang bioteknologi untuk merancang obat-obatan, dalam bidang kesehatan untuk mengklarifikasi mammogram, MRI, dan citra medis lainnya, dalam bidang ilmu lingkungan untuk penentu pola cuaca, dan dalam bidang seni untuk pembuatan citra digital film. Dan pengklasifikasian merupakan langkah penting dalam pengolahan citra, misalnya pada bidang kesehatan untuk menganalisis citra secara kuantitatif dengan tujuan untuk mendeteksi patologi atau mengkuantifikasi respon penyakit terhadap terapi. Klasifikasi citra merupakan proses untuk mempartisi sebuah gambar kedalam himpunan dari kelas-kelas yang berbeda dengan atribut-atribut yang seragam atau homogen, seperti tekstur atau intensitas. Tantangan dalam pengklasifikasian citra terletak pada adanya pengaruh beberapa faktor seperti noise, kontras yang rendah, intensitas yang tidak seragam, atau partial volume effect (efek volume sebagian) pada citra sehingga menyulitkan proses pengklasifikasian. Metode-metode klasifikasi
konvensional yang bersifat ‘keras’ membatasi setiap piksel secara eksklusif menjadi milik satu kelas sehingga metode tersebut tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti yang disebutkan di atas. Sebaliknya, metode klasifikasi fuzzy atau segmentasi yang bersifat ‘lunak’ dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena dalam metode ini setiap piksel dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas. Metode klasifikasi Fuzzy C-Means (FCM) menggunakan partisi fuzzy dan memungkinkan satu piksel menjadi milik beberapa jenis jaringan dengan keanggotaan yang berbeda dinilai antara 0 dan 1 [2]. FCM merupakan algoritma unsupervised yang memungkinkan pengelompokan yang bersifat ‘lunak’ dari setiap piksel yang mungkin terdiri dari beberapa jenis jaringan yang berbeda [5]. Sebuah metode yang berbeda, FCM yang telah dimodifikasi diusulkan sebagai kompensasi dalam bidang keberagaman MR dan untuk menggabungkan informasi ruang yang dapat megatasi kendala-kendala kesinambungan ruang melalui pengolahan lanjutan hasil yang diperoleh dari klasifikasi FCM konvensional dimana seperangkat aturan menggambarkan keseragaman daerah yang diterapkan untuk memperbarui keanggotaan fuzzy [6]. Sebuah metode geometry-guided FCM (GC-FCM) metode diusulkan, dimana informasi tetangga lokal dimasukkan ke dalam proses optimasi [4]. Baru-baru ini, beberapa pendekatan langsung menambahkan pedoman regularisasi pada fungsi objektif, sehingga menunjukkan peningkatan ketahanan dari klasifikasi terhadap citra ber-noise. Sebuah pedoman regularisasi telah diperkenalkan dalam fungsi cost FCM konvensional untuk memaksakan pengaruh neighborhood (tetangga) [1]. Sebuah piksel mungkin berada dalam kelas yang sama jika mayoritas piksel disekitarnya berada dalam satu kelas. Dengan cara ini, solusi akhir ini diarahkan pada klasifikasi piece-wisehomogeneous. Metode ini telah didemonstrasikan pada citra MR yang rusak oleh salt and pepper noise. Terinspirasi oleh Markov Random Field dan algoritma expectation-maximation [7], berbagai modifikasi dari metode FCM diusulkan dengan menggabungkan regularisasi pedoman-pedoman yang berbeda untuk mengatasi sensitivitas FCM terhadap noise [3]. Makalah ini membahas tentang implementasi pengembangan metode klasifikasi menggunakan algoritma Multiscale Fuzzy C-Means (MsFCM). Pada algoritma ini digunakan penyaringan difusi anisotropik untuk menigkatkan kehalusan citra dan untuk membangun citra multiskala. Metode klasifikasi
1
Multiscale Fuzzy C-Means diterapkan di sepanjang skala dari tingkat halus yang merupakan citra hasil dari penyaringan difusi anisotropik ke tingkat kasar atau citra asli. Fungsi objektif dari FCM konvensional dimodifikasi untuk memungkinkan pengolahan klasifikasi multiskala dimana hasil klasifikasi awal akan mengawasi klasifikasi pada skala halus berikutnya. Gambar 1 Scale space yang dibangun oleh anisotropic diffusion.
2
METODE KLASIFIKASI
2.2 K-Means
2.1 Anisotropic Diffusion Filter Penyaringan citra masukan dilakukan dengan menggunakan algoritma Anisotropic Diffusion Filtering yang secara matematis dapat didefinisikan sebagai: 𝜕𝑥(𝑖,𝑡) 𝜕𝑡
= 𝑑𝑖𝑣�𝑐 (𝑥𝑖 , 𝑡)∇𝑥(𝑖, 𝑡)�
(1)
dimana 𝑥𝑖 adalah intensitas gambar pada posisi 𝑖, 𝑥(𝑖, 𝑡) adalah intensitas gambar pada posisi 𝑖 dan pada saat 𝑡 atau pada tingkat skala 𝑡; ∇ dan 𝑑𝑖𝑣 merupakan gradien dan operator divergen. 𝑐(𝑥𝑖 , 𝑡) adalah koefisien difusi. 𝑐1 (𝑥𝑖 , 𝑡) = 𝑒 −(‖∇𝑥(𝑖,𝑡)‖/𝜅)
2
(2)
Konstanta difusi 𝜅 dipilih berdasarkan tingkatan noise dan ketebalan edge. Dan flow merupakan fungsi dari difusi konstan yang didefinisikan sebagai: Φ(𝑥𝑖 , 𝑡) = 𝑐(𝑥𝑖 , 𝑡)∇𝑥(𝑥𝑖 , 𝑡)
(3)
Maksimal flow dihasilkan pada lokasi-lokasi dimana gradien sama dengan konstanta difusi (∇𝑥 ≈ 𝜅). Ketika gradien berada dibawah 𝜅, flow menurun menuju nilai nol karena daerah tersebut merupakan daerah-daerah yang homogen. Pada saat gradien berada diatas 𝜅 fungsi flow juga menurun menuju nilai nol, proses difusi dihentikan pada lokasi-lokasi dengan gradien yang besar. Dengan kata lain proses difusi memperhalus daerah-daerah homogen (dimana ∇𝑥 ≪ 𝜅) dan mempertahankan daerahdaerah tepi (dimana ∇𝑥 ≫ 𝜅). Pendekatan multi skala yang digunakan pada proses filtering ini menghasilkan serangkaian citra dengan level resolusi spasial yang berbeda-beda. Informasi umum diekstrak dan dipertahankan pada citra-citra dengan skala yang besar. Dan pada citra-citra dengan skala kecil terdapat lebih banyak informasi lokal jaringan. Dengan kata lain, semakin tinggi skala, detail citra semakin menghilang. Pendekatan multi skala dapat secara efektif meningkatkan kecepatan pengklasifikasian dan dapat menghindari perangkap local solution. Waktu 𝑡 dianggap sebagai skala atau level. Ketika skala meningkat, citra menjadi kabur dan berisi lebih banyak informasi umum. Gambar 1 menunjukkan scale space yang dihasilkan oleh anisotropic diffusion filtering dimana t = 0 adalah citra asli. Semakin besar tingkat skala, informasi lokal yang tampak akan semakin berkurang.
K-Means adalah salah satu algoritma unsupervised learning klustering yang secara partitioning memisahkan data ke dalam kelompok yang berbeda. Dengan partitioning secara iteratif, K-Means mampu meminimalkan rata-rata jarak setiap data ke klasternya. Penerapan algoritma K-Means pada citra dengan level tertinggi yang merupakan hasil penyaringan Anisotropic Diffusion Filtering digunakan untuk melakukan proses pengklusteran awal dengan tujuan untuk memperkirakan kelas-kelas awal. Dengan demikian dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan proses klasifikasi tahap berikutnya.
2.3 Multiscale Fuzzy C-Means (MsFCM) Metode klasifikasi Multiscale Fuzzy C-Means (MsFCM) merupakan pengembangan metode klusterisasi Fuzzy C-Means (FCM) dan Modified Fuzzy C-Means (MFCM). Dalam algoritma ini digunakan filter difusi untuk memproses dan membangun serangkaian citra multiskala. Metode klasifikasi Multiscale Fuzzy C-Means diterapkan secara keseluruhan dari citra skala kasar hingga citra skala halus. Fungsi objektif pada Fuzzy CMeans (FCM) konfensional dimodifikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses klasifikasi secara bertingkat (multiscale), dimana hasil dari skala kasar akan mendasari proses klasifikasi dalam skala halus berikutnya. Metode ini tahan terhadap noise dan kontras yang rendah pada citra. Hal ini dikarenakan adanya difusi multiskala dalam skema penyaringan. Tahap awal algoritma Multiscale Fuzzy C-Means (MsFCM) adalah proses penyaringan difusi anisotropik pada citra, setelah itu dilakukan klasifikasi dari skala yang paling kasar ke skala paling baik, yaitu citra asli. Hasil klasifikasi pada level yang lebih kasar 𝑡 + 1 digunakan untuk menginisialisasi klasifikasi pada skala yang lebih tinggi yaitu level 𝑡. Klasifikasi akhir adalah hasil pada skala dengan level 0. Dalam proses klasifikasi pada level 𝑡 + 1, piksel dengan derajat keanggotaan tertinggi yang melebihi atas ambang batas diidentifikasi dan dikelompokkan dalam kelas yang sesuai. Pikselpiksel ini digunakan sebagai training data untuk tingkat berikutnya yaitu level 𝑡. Fungsi obyektif MsFCM pada level 𝑡 adalah 𝐽𝑀𝑠𝐹𝐶𝑀 = 𝑝 2 ∑𝑐𝑘=1 ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) ‖𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ‖ + 𝛼 𝑐 𝑁 𝑝 ∑𝑘=1 ∑𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) �∑𝑥𝑟∈𝒩𝑖‖𝑥𝑟 − 𝑣𝑘 ‖2 � + 𝑁𝑅
𝑝
′ 2 𝛽 ∑𝑐𝑘=1 ∑𝑁 𝑖=1�𝑢𝑖𝑘 − 𝑢𝑖𝑘 � ‖𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ‖
(4) 2
dimana 𝑢𝑖𝑘 adalah derajat keanggotaan piksel 𝑖 pada kelas 𝑘, dan 𝑣𝑘 adalah vektor dari pusat kelas 𝑘, 𝑥𝑖 merupakan intensitas piksel 𝑖 , 𝑁𝑖 adalah piksel-piksel tetangga yang berada disekeliling piksel 𝑖. Fungsi obyektif ini merupakan jumlah dari tiga suku di mana 𝛼 dan 𝛽 adalah scaling factor yang menentukan pengaruh setiap suku. Suku pertama adalah fungsi obyektif yang digunakan pada metode FCM konvensional, yang memberikan derajat keanggotaan tertinggi pada piksel yang intensitasnya dekat dengan pusat kelas. Suku kedua memungkinkan neighborhood piksel untuk mengatur klasifikasi dengan pelabelan piecewise-homogeneous. Suku ketiga digunakan untuk menggabungkan informasi yang didapat dari klasifikasi ′ dari skala sebelumnya. 𝑢𝑖𝑘 adalah derajat keanggotaan yang diperoleh dari klasifikasi dalam skala sebelumnya. ′ 𝑢𝑖𝑘 ditentukan sebagai ′ 𝑢𝑖𝑘 =�
′ 𝑡+1 𝑢𝑖𝑘 , max𝑘 (𝑢𝑖𝑘 )>𝜅 0, 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒
(5)
dimana 𝜅 adalah ambang batas untuk menentukan piksel dengan kelas yang dikenal dalam klasifikasi skala berikutnya dan ditetapkan sebagai 0.85 dalam implementasi makalah ini. Fungsi obyektif 𝐽𝑀𝑠𝐹𝐶𝑀 dapat diminimalisasi melalui turunan pertama fungsi obyektif 𝐽𝑀𝑠𝐹𝐶𝑀 terhadap 𝑢𝑖𝑘 yang dapat diselesaikan dengan menggunakan Lagrange multiplier. 𝐹𝑀𝑠𝐹𝐶𝑀 = 𝑝 2 ∑𝑐𝑘=1 ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) ‖𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ‖ + 𝛼 𝑝 2 ∑𝑐𝑘=1 ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) �∑𝑥𝑟∈𝒩𝑖‖𝑥𝑟 − 𝑣𝑘 ‖ � + 𝑁𝑅
𝑝
𝑐 ′ 2 𝛽 ∑𝑐𝑘=1 ∑𝑁 𝑖=1�𝑢𝑖𝑘 − 𝑢𝑖𝑘 � ‖𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ‖ + 𝜆 (1 − ∑𝑘=1 𝑢𝑖𝑘 ) (6)
Pada algoritma MsFCM, parameter 𝑝 ditetapkan sebagai 2 𝛿𝐹𝑀𝑠𝐹𝐶𝑀
�
𝛿𝑢𝑖𝑘 2
= 2𝑢𝑖𝑘 ‖𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ‖2 +
𝑣𝑘 ‖ � + 2𝛽�𝑢𝑖𝑘 −
′ �‖𝑥𝑖 𝑢𝑖𝑘
sehingga diperoleh 𝑢𝑖𝑘
2𝛼
𝑁𝑅
− 𝑣𝑘
𝑢𝑖𝑘 �∑𝑥𝑟∈𝒩𝑖 ‖𝑥𝑟 −
‖2
− 𝜆�
∗ 𝑢𝑖𝑘 =𝑢𝑖𝑘
𝜆 ′ ‖𝑥 2 +𝛽𝑢𝑖𝑘 𝑖−𝑣𝑘 ‖ 2 𝛼 2 2 𝑖−𝑣𝑘‖ +𝑁 ∑𝑥𝑟 ∈𝒩𝑖‖𝑥𝑟 −𝑣𝑘 ‖ 𝑅
𝑢𝑖𝑘 = (1+𝛽)‖𝑥
Oleh karena ∑𝑐𝑗=1 𝑢𝑖𝑗 = 1 didefinisikan ulang sebagai ∗ 𝑢𝑖𝑘 =
(8)
𝑁 2 2 ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) 𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ∑𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) + 𝛼 𝑁 2 2 ∑𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) ∑𝑥𝑟∈𝒩𝑖 𝑥𝑟 − 𝛼𝑣𝑘 ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) + 𝑁𝑅
2
2
′ ′ 𝑁 ∑𝑁 𝑖=1 𝛽�𝑢𝑖𝑘 − 𝑢𝑖𝑘 � 𝑥𝑖 − 𝑣𝑘 ∑𝑖=1 𝛽�𝑢𝑖𝑘 − 𝑢𝑖𝑘 � = 0 (10)
sehingga diperoleh 𝑣𝑘 𝑣𝑘∗
=
𝛼 ′ 2 ∑ 𝑥 �+𝛽 ∑𝑁 𝑖=1�𝑢𝑖𝑘 −𝑢𝑖𝑘 � 𝑥𝑖 𝑁𝑅 𝑥𝑟 ∈𝒩𝑖 𝑟 ′ 2 𝑁 2 (1+𝛼) ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘) +𝛽 ∑𝑖=1�𝑢𝑖𝑘−𝑢𝑖𝑘�
2 ∑𝑁 𝑖=1(𝑢𝑖𝑘 ) �𝑥𝑖+
(11)
2.4 Confussion Table
Confusion table atau confusion matrix berisi informasi tentang klasifikasi aktual dan klasifikasi prediksi, hasil dari sistem klasifikasi [9]. Kinerja sistem klasifikasi biasanya dievaluasi dengan menggunakan data dalam matriks. Accuracy (AC) adalah proporsi dari total jumlah prediksi yang benar. AC dapat didefinisikan dalam persamaan 𝐴𝐶 =
𝑎+𝑑
𝑎+𝑏+𝑐+𝑑
(12)
dimana, • a adalah jumlah prediksi yang benar dalam memprediksikan bahwa suatu hal adalah negatif • b adalah jumlah prediksi yang salah dalam memprediksikan bahwa suatu hal adalah positif • c adalah jumlah prediksi yang salah dalam memprediksikan bahwa suatu hal adalah negative • d adalah jumlah prediksi yang benar dalam memprediksikan bahwa suatu hal adalah positif
3
UJI COBA DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji Coba Tingkat Akurasi 1 Pada uji coba tingkat akurasi 1 ini dilakukan penghitungan nilai akurasi hasil klasifikasi terhadap citra sintetis dengan cara membandingkannya dengan citra ground truth. Proses pengklasifikasian dilakukan terhadap 5 citra sintetis. Citra hasil klasifikasi akan dihitung akurasinya terhadap citra ground truth sesuai dengan Persamaan (12). Uji coba dilakukan dengan mengambil hasil terbaik.
∀𝑖 derajat keanggotaan
2 2 𝑢′𝑖𝑗 �𝑥𝑖 −𝑣𝑗 � +𝑢′𝑖𝑘 �𝑥𝑖 −𝑣𝑘 � 2 𝛼 2 (1+𝛽)�𝑥𝑖 −𝑣𝑗 � + ∑ 𝑁𝑅 𝑥𝑟 ∈𝒩𝑖�𝑥𝑟 −𝑣𝑗 � 2 2 𝛼 (1+𝛽)�𝑥𝑖−𝑣𝑘 � + ∑ �𝑥 −𝑣 � 𝑁𝑅 𝑥𝑟 ∈𝒩𝑖 𝑟 𝑘 ∑𝑐𝑗=1 2 𝛼 2 (1+𝛽)�𝑥𝑖 −𝑣𝑗 � + ∑ 𝑁𝑅 𝑥𝑟 ∈𝒩𝑖�𝑥𝑟 −𝑣𝑗 �
1+𝛽 ∑𝑐𝑗=1
= 0 (7)
Pusat kluster 𝑣𝑘 di-update menggunakan turunan pertama 𝐹𝑀𝑠𝐹𝐶𝑀 terhadap 𝑣𝑘 yang hasilnya diatur sama dengan 0
(9) Gambar 2 Uji coba tingkat akurasi 1 pada Citra Sintetis 5 (a) Citra Masukan; dan (b) Citra Hasil Klasifikasiasi
3
Tabel 1 Hasil Uji Coba Tingkat Akurasi 1
Kelas pada Citra 2 3 3 4 5
Nama Citra Sintetis 1 Sintetis 2 Sintetis 3 Sintetis 4 Sintetis 5
Kelas Terklasifikasi 2 3 3 4 5
Tingkat Akurasi (%) 99.56 99.55 99.44 98.68 98.45
Waktu Proses (detik) 2.22 3.41 4.45 4.01 9.89
Gambar 2 menunjukkan citra masukan dan citra hasil klasifikasi. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa algoritma dapat melakukan klasifikasi dengan baik. Pada citra Sintetis 5 terdapat 5 kelas, dari tingkatan warna putih sampai hitam, yang semuanya berhasil terklasifikasi. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil uji coba menunjukkan bahwa algoritma yang diterapkan dapat menghasilkan rata-rata tingkat akurasi klasifikasi yang sangat tinggi, yaitu 99.14% dengan rata-rata waktu proses pengklasifikasian selama 4.8 detik. Dari lima citra sintetis yang diuji, objek pada masing-masing citra berhasil diklasifikasikan atau dikelompokkan dengan baik sehingga tidak ada objek citra yang terlewatkan. Pada uji coba citra Sintetis 5 terjadi peningkatan waktu yang signifikan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya jumlah kelas, akibatnya meningkatkan waktu proses pengklasifikasian.
3.2 Uji Coba Tingkat Akurasi 2 Pada uji coba tingkat akurasi 2 ini dilakukan perbandingan nilai akurasi hasil klasifikasi Multiscale Fuzzy C-Means terhadap hasil klasifikasi metode lain, yaitu Konvensional Fuzzy C-Means. Tabel 2 merupakan tabel data uji coba tingkat akurasi metode klasifikasi Konvensional Fuzzy C-Means dan Multiscale Fuzzy C-Means. Proses pengklasifikasian dilakukan terhadap 5 citra sintetis. Dan Gambar 3 merupakan grafik yang dibentuk dari data pengklasifikasian pada tabel 2. Dari Tabel 2 dan Gambar 3 dapat diketahui bahwa pengklasifikasian dengan menggunakan metode Multiscale Fuzzy C-Means menghasilkan tingkat akurasi yang lebih baik, yaitu rata-rata 99.14%, sedangkan metode Konvensional Fuzzy C-Means hanya menghasilkan tingkat akurasi rata-rata sebesar 90.86%.
120 100 80 60 40 20 0
FCM MsFCM
Gambar 3 Grafik uji coba tingkat akurasi 2
3.3 Uji Coba Parameter 1 Uji coba parameter 1 ini akan menitikberatkan pada pencarian nilai akurasi terbaik dari parameter alpha (𝛼). Proses pengklasifikasian dilakukan terhadap citra sintetis 1 dan citra sintetis 3. Noise yang akan ditambahkan pada citra masukan berjenis salt and pepper noise dengan tingkatan sebesar 0.5%, 1%, dan 3%. Dan nilai parameter betha (𝛽) yang digunakan sebesar 0.75. Gambar 4 menunjukkan citra masukan, yaitu citra Sintetis 3 dengan penambahan noise sebesar 3%. Nilai parameter alpha (𝛼) dan betha (𝛽) yang digunakan sebesar 0.95 dan 0.75. Tingkat keakuratan yang dicapai oleh contoh uji coba pada Gambar 4 adalah sebesar 98.80% dengan waktu proses yang diperlukan selama 6.57 detik. Parameter dan tingkatan noise yang sama diterapkan pada citra real 1 dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5(b) dalam waktu 8.01 detik. Dari Tabel 3 tentang hasil uji coba parameter alpha (𝛼) pada citra Sintetis 1 dan citra Sintetis 3,
Gambar 4 Uji coba parameter 1 pada citra Sintetis 3 (a) Citra Masukan; dan (b) Citra Hasil Klasifikasiasi
Tabel 2 Hasil Uji Coba Tingkat Akurasi 2
Nama Citra Sintetis 1 Sintetis 2 Sintetis 3 Sintetis 4 Sintetis 5
Tingkat Akurasi FCM 69.68% 91.33% 100% 100% 93.30%
Tingkat Akurasi MsFCM 99.56% 99.55% 99.44% 98.68% 98.45%
Gambar 5 Uji coba parameter 1 pada Citra Real 1 (a) Citra Masukan; dan (b) Citra Hasil Klasifikasiasi
4
Tabel 3 Hasil Uji Coba Parameter 1 (bagian 1)
Nama Citra
Sintetis 1
Sintetis 3
Tingkatan Noise (%) 0.5
0.5
Alpha (𝛼) 0.65 0.75 0.85 0.95 0.65 0.75 0.85 0.95
Tingkat Akurasi (%) 99.18 99.20 99.22 99.31 98.73 99.14 99.16 99.17
Waktu Proses (detik) 6.98 6.91 6.92 7.40 6.85 6.86 7.59 6.68
Tabel 4 Hasil Uji Coba Parameter 1 (bagian 2)
Nama Citra
Sintetis 3
Sintetis 3
Tingkatan Noise (%)
Alpha (𝛼)
1
3
0.65 0.75 0.85 0.95 0.65 0.75 0.85 0.95
Tingkat Akurasi (%) 98.75 99.02 99.13 99.09 98.61 98.69 98.83 98.80
Waktu Proses (detik) 6.77 6.85 6.68 6.60 6.65 6.59 6.66 6.57
Gambar 6 Uji coba parameter 2 pada citra Sintetis 4 (a) Citra Masukan; dan (b) Citra Hasil Klasifikasiasi Tabel 5 Hasil Uji Coba Parameter 2
Tingkat Akurasi (%) Betha (𝛽) 0.65 0.75 0.85 0.95
Sintetis 2
Sintetis 4
98.73 98.75 98.67 98.67
97.25 96.25 97.16 97.11
Rata-rata Tingkat Waktu Akurasi Proses (%) (detik) 97.99 10.41 97.50 9.53 97.92 10.39 97.89 12.71
menggunakan nilai maksimum alpha (𝛼) 0.95 tingkat akurasi tertinggi dicapai ketika parameter betha (𝛽) bernilai 0.65. Rata-rata akurasi sebesar 97.99% dan ratarata waktu pemrosesan selama 10.41 detik.
3.5 Uji Coba Parameter 3 untuk tingkatan noise yang sama yaitu sebesar 0.5% tingkat akurasi tertinggi dicapai ketika parameter alpha (𝛼) bernilai 0.95. Dengan rata-rata akurasi sebesar 99.24% dan rata-rata waktu pemrosesan selama 7.04 detik. Tabel 4 merupakan hasil uji coba yang dilakukan terhadap citra Sintetis 3 pada tingkatan noise 1% dan 3%. Dapat dilihat bahwa tingkat akurasi hasil klasifikasi tertinggi rata-rata sebesar 98.98% dan rata-rata waktu pemrosesan selama 6.67 detik dicapai pada nilai parameter alpha (𝛼) sebesar 0.85. Hasil uji coba menunjukkan bahwa metode klasifikasi Multiscale Fuzzy C-Means dapat mengatasi masalah noise dengan baik tanpa memerlukan waktu yang lama dalam pemrosesan.
3.4 Uji Coba Parameter 2 Uji coba parameter 2 ini akan menitikberatkan pada pencarian nilai akurasi terbaik dari parameter betha (𝛽). Proses pengklasifikasian dilakukan terhadap citra sintetis 2 dan citra sintetis 4. Noise yang akan ditambahkan pada citra masukan berjenis salt and pepper noise dengan tingkatan sebesar 0.5%, 1%, dan 3%. Dan nilai parameter alpha (𝛼) yang digunakan sebesar 0.95. Gambar 6 adalah citra Sintetis 4 sebagai citra masukan dengan penambahan noise sebesar 3%. Nilai parameter alpha (𝛼) dan betha (𝛽) yang digunakan sebesar 0.95 dan 0.75. Dari Tabel 5 tentang hasil uji coba parameter betha (𝛽) pada citra Sintetis 2 dan citra Sintetis 4, untuk tingkatan noise yang sama yaitu sebesar 3% dengan
Uji coba parameter 3 merupakan uji coba terhadap skema multiskala pada algoritma Anisotropic Diffusion Filtering. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh skema multiskala dalam mengatasi masalah noise pada citra masukan. Uji coba dilakukan pada citra Sintetis 5 dengan menambahkan noise sebesar 5% dan 7%. Gambar 7 merupakan citra sintetis 5 yang ditambahkan 5% noise kedalamnya. Filter level yang digunakan adalah 10. Tingkat akurasi yang dihasilkan adalah sebesar 96.95% dengan waktu proses selama 23.66 detik. Tabel 6 merupakan data lengkap hasil uji coba parameter 3. Dapat dilihat untuk masing-masing filter level, rata-rata tingkat akurasinya adalah 89.19%, 91.54%, dan 95.68% dengan rata-rata waktu proses selama 12.34, 15.26, dan 23.57 detik. Waktu yang diperlukan meningkat seiring dengan meningkatnya filter level yang juga menyebabkan peningkatan tingkat akurasi hasil klasifikasi.
Gambar 7 Uji coba parameter 3 pada citra Sintetis 5 (a) Citra Masukan; dan (b) Citra Hasil Klasifikasiasi
5
Tabel 6 Hasil Uji Coba Parameter 3
Tingkatan Noise (%) 5
7
Filter Level 3 5 10 3 5 10
Tingkat Akurasi (%) 91.14 93.68 96.95 87.23 89.40 94.42
Waktu Proses (detik) 12.52 15.04 23.66 12.15 15.48 23.48
3. Dengan adanya hasil klasifikasi dari citra skala sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai training data untuk proses klasifikasi citra skala berikutnya, metode klasifikasi Fuzzy C-Means menggunakan algoritma Multiscale Diffusion Filtering mampu secara cepat dan tepat mengklasifikasi citra. Metode Multiscale Fuzzy C-Means ini menghasilkan tingkat akurasi yang lebih baik daripada metode Konvensional Fuzzy C-Means.
5
SARAN
Adapun saran yang disampaikan untuk pengembangan lebih lanjut antara lain: 1. Perlu dilakukan pengimplementasian mengenai metode klasifikasi fuzzy c-means menggunakan algoritma multiscale diffusion filtering untuk jenis citra yang lebih beragam. 2. Perlu dilakukan skenario uji coba yang lebih variatif dan mendalam untuk menguji kehandalan dan tingkat akurasi algoritma klasifikasi ini.
REFERENSI [1]
Gambar 8 Uji coba parameter 3 pada citra Real 2 (a) Citra Masukan; (b) dan (c) Citra Hasil Klasifikasiasi
Gambar 8(a) merupakan citra real 2 yang ditambahkan noise sebesar 10%. Gambar 8(b) merupakan hasil klasifikasi MsFCM dengan filter level yang digunakan adalah 5 dan Gambar 8(c) merupakan hasil klasifikasi MsFCM dengan filter level yang digunakan adalah 20. Tampak bahwa hasil klasifikasi pada Gambar 8(c) jauh lebih baik daripada hasil klasifikasi pada Gambar 8(b). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan filter level adalah cara yang efektif untuk mengatasi masalah noise pada citra masukan.
[2]
[3]
[4]
[5]
4
SIMPULAN
Dari uji coba yang telah dilakukan dan setelah melakukan analisis hasil pengujian terhadap implementasi metode klasifikasi Fuzzy C-Means menggunakan algoritma Multiscale Diffusion Filtering ini dapat diambil beberapa simpulan, antara lain: 1. Filter level akan digunakan untuk menentukan jumlah skala dari seri citra multiskala yang akan dibangun pada proses filtering dengan menggunakan Anisotropic Diffusion. Penentuan filter level yang tepat dapat mengatasi permasalahan noise pada citra masukan tanpa membuat tepi-tepi citra menjadi kabur. 2. Penentuan nilai parameter alpha (𝛼) dan betha (𝛽) dengan tepat juga dapat meningkatkan keakuratan proses klasifikasi.
[6]
[7]
Ahmed, M.N., Yamany, S.M., Mohamed, N., Farag, A.A., Moriarty, T., 2002, A modified fuzzy c-means algorithm for bias field estimation and segmentation of MRI data, IEEE Trans, Med. Imag. 21 (3), 193-199 Bezdek, J., 1980. A convergence theorem for the fuzzy ISODATA clustering algorithms. IEEE Trans. Pattern Anal. Mach. Intell. (2), 1–8. Chen, S., Zhang, D., 2004. Robust image segmentation using FCM with spatial constraints based on new kernelinduced distance measure. IEEE Trans. Syst. Man Cybern. B 34 (4), 1907–1916. Noordam, J.C., Van den broek, W.H.A.M., Buydens, L.M.C., 2000. Geometrically guidedd fuzzy C-means clustering for multivariate image segmentation. In: Proceedings of the International Conference on Pattern Recognition, vol. 1, pp. 462–465. Pham, D.L., Prince, J.L., 1999. Adaptive fuzzy segmentation of magnetic resonance images. IEEE Trans. Med. Imaging 18 (9), 737–752. Tolias, Y.A., Panas, S.M., 1998. On applying spatial constraints in fuzzy image clustering using a fuzzy rulebased system. IEEE Signal Process. Lett. 5, 245–247. Zhang, Y., Brady, M., Smith, S., 2001. Segmentation of brain MR images through a hidden Markov random field model and the expectation-maximization algorithm. IEEE Trans. Med. Imaging 20 (1), 45–57.
.
6