Abstrak
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kondisi geografis yang memiliki banyak perbukitan dan pegunungan dengan banyak kepulauan. dengan kondisi geografis tersebut banyak daerah-daerah terluar, terpencil dan tertinggal yang sulit dijangkau baik melalui darat maupun laut. Kondisi seperti ini akan mempersulit pemerintah dalam upaya membangun konektivitas antar daerah dalam upaya pemerataan pembangunan. Penerbangan perintis merupakan salah satu upaya dalam membuka daerah yang terpencil tersebut. Namun dalam kenyataannya, pelayanan penerbangan perintis belum mampu memenuhi pertumbuhan permintaan masyarakat. Kemampuan operator
angkutan udara perintis
pada tahun 2010 baru mampu mengangkut penumpang sebesar 69 persen. Faktor lain yang menjadi kendala adalah SDM penerbangan yang terbatas jika dibandingkan dengan pertumbuhan airline saat ini dan masalah teknis pengoperasian. Nyata bahwa penerbangan perintis menghadapi berbagai permasalahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian dengan tujuan untuk melakukan optimalisasi strategi penerbangan perintis di Indonesia, khususnya di wilayah bagian Timur, yang ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan Iptek (aspek sumberdaya, armada, infrastruktur
serta
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan. Data
primer yang digunakan dalam kajian ini diperoleh dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dan berbagai sumber lainnya dengan melakukan wawancara atau diskusi dan data sekunder diperoleh dari studi literatur. Selanjutnya menguraikan atau mendeskripsikan berbagai aspek dari kondisi lingkungan strategis penerbangan perintis untuk dianalisis dengan metode SWOT. Dengan menggunakan metode tersebut, dapat dianalisis faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan peluang dan tantangan yang terjadi dalam pelaksanaan penerbangan perintis nasional. Keluaran yang akan dihasilkan dari penelitian ini adalah rumusan strategis optimalisasi pengembangan penerbangan perintis di Indonesia bagian Timur. 1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau
17.508 buah, luas wilayah daratan ± 2.012.402 km2 dan luas wilayah perairan ± 5.877.879
1
km dengan panjang garis pantai ± 81.000 km.1 Secara geografis, Indonesia memiliki banyak perbukitan dan pegunungan dengan banyak kepulauan. Dengan kondisi geografis tersebut banyak daerah-daerah terluar, terpencil, dan tertinggal
yang sulit
untuk
dijangkau baik melalui darat maupun laut. Oleh karena itu, diperlukan transportasi udara untuk membangun konektivitas dan memobilisasi daerah-daerah tersebut guna pemerataan pembangunan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Memperhatikan kondisi geografis yang serba sulit dan untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara guna mengakses daerah yang belum terakses transportsi darat dan laut, penerbangan perintis sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah tersebut. Penerbangan perintis adalah rute-rute penerbangan untuk daerah yang hanya bisa dijangkau dengan pesawat udara, tidak ada jalan darat yang tembus ke pegunungan.
Penerbangan perintis merupakan sarana transportasi untuk menyatukan wilayah nusantara, membuka daerah yang terisolasi, pelayanan masyarakat, penyaluran kebutuhan pokok, sarana kunjungan aparat pemerintah dan lain-lain. Dengan menggunakan pesawat perintis akan mempersingkat waktu tempuh dan mengurangi biaya jika dibandingkan malalui darat atau harus menyeberang laut. Peran penerbangan perintis penting bagi Indonesia, disamping sebagai alat transportasi yang cepat dan kemampuan mencapai wilayah yang terpencil, juga untuk membuka, membangun dan mengembangkan
daerah-daerah
yang
terisolir
sehingga
mampu
mendorong
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sosial budaya didaerah tersebut. Selain itu pelayanan pendidikan dan kesehatan ke daerah-daerah pedalaman dapat terlayani.
Selama ini penerbangan perintis dilayani oleh beberapa operator penerbangan seperti Susi Air dengan menggunakan pesawat Cesna C 208 Grand Caravan, Trigana Air Service menggunakan pesawat DHC-6 Twin Otter dengan penumpang 9-20 orang. Namun pelayanan ini baru dapat menjangkau sebagian kecil dari daerah yang ada di wilayah tersebut.
Hal ini terjadi antara lain dikarenakan jumlah pesawat yang terbatas
dan sudah banyak yang berumur lebih dari 35 tahun atau sudah melewati laik terbang, sedangkan tingkat kebutuhan terhadap pesawat sejenis cukup tinggi.
1 Republik Indonesia 2025.www Indonesia.go.id.option.com. content & task. download. Januari 2010
2
Dalam catatan Direktorat Angkutan Udara, pada tahun 2010 kebutuhan angkutan udara perintis di Indonesia berjumlah 118 rute meliputi 14 propinsi dan 89 kota.2 Maskapai yang melayani rute perintis hanya bisa melakukan 10.546 penerbangan dari target 12.485 penerbangan. Sementara jumlah penumpang yang diangkut hanya 69 persen dari target. Dari 161.089 penumpang yang ditargetkan, yang bisa terangkut sebanyak 110.768 penumpang. Tidak tercapainya target tahun lalu banyak disebabkan oleh faktor cuaca yang ekstrem seperti di Papua, Sumatera dan Kalimantan.3
Permasalah SDM dalam penerbangan perintis adalah jumlah SDM penerbangan yang terbatas jika dibandingkan dengan pertumbuhan airline saat ini, hanya sedikit pilot yang sudah memiliki ijin terbang, ditambah lagi dengan banyaknya pilot Indonesia yang bekerja di luar negeri, rendahnya kualitas SDM maupun safety management system (SMS) di tubuh penerbangan Indonesia, pegawai bandara yang terbatas dan petugas pengamanan juga susah karena semua peralatannya serba manual
Faktor lain yang juga menjadi kendala pencapaian target adalah masalah teknis pengoperasian
pesawat.
Dimana
tidak
tersedianya
pesawat
cadangan
untuk
menggantikan pesawat yang beroperasi ketika terjadi masalah. Persoalan klasik pada penyelenggaraan transportasi udara adalah sarana dan prasarana, mulai dari alat navigasi, landasan dan pengamanan sekitar Bandar udara. Pengawasan bandara yang telah dibangun pun kurang baik, mengingat ada bandara yang sama sekali telah lama tidak dimanfaatkan karena tidak adanya operator yang melayani rute tersebut. Langkanya pilot juga berimbas pada sulitnya mencari tenaga bangsa sendiri yang mau bekerja di rute perintis, selain itu juga adanya diskriminasi dalam pembayaran upah pilot, karena ada operator yang memakai tenaga pilot asing. Permasalahan lain pada penerbangan perintis adalah
penyediaan
dan
mahalnya
bahan
bakar,
penyebabnya
adalah
biaya
pengangkutan BBM ke daerah terpencil sangat tinggi.
Dari uraian di atas nyata bahwa transportasi udara khususnya penerbangan perintis mempunyai peranan penting di Indonesia akan tetapi banyak permasalahan yang dihadapi.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kajian untuk merumuskan strategi
optimalisasi dalam pengembangan penerbangan perintis di Indonesia. Optimalisasi perlu dilakukan untuk mendukung penguatan konektivitas nasional. 2 3
Penguatan konektivitas
Kementerian Perhubungan. Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Sipil di Indonesia. Jakarta, 2010 Kementerian Riset dan Teknologi. Naskah Akademik Prototipe Pesawat N 219. www ristek.go.id. Jakarta, Juli 2011
3
nasional ini merupakan salah satu strategi utama yang ditetapkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Mei 2011 di Jakarta. 4 Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian dari 4 (empat) elemen kebijakan nasional salah satunya adalah Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Komponen Pembentuk Postur Konektivitas Nasional untuk Sistranas mencakup 7 hal, dimana komponen komponen yang khusus menyangkut transportasi ada 4 hal diantaranya : (1) keselamatan transportasi; (2) Pengusahaan Transportasi; (3) Jaringan Transportasi; (4) Peningkatan SDM dan Iptek.5
Salah satu strategi optimalisasi pengembangan penerbangan perintis adalah optimalisasi peningkatan SDM, iptek, jaringan transportasi, dan peran Pemerintah Daerah, sebagaimana rekomendasi Lokakarya Depanri pada bulan November 2011 di Puspiptek, Serpong.6 Fokus kajian dibatasi untuk wilayah Indonesia bagian Timur karena sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit atau pegunungan, dengan aksesibilitas terbatas dan masih banyak daerah yang terisolasi. Disamping
itu,
Indonesia bagian Timur
merupakan wilayah Koridor Ekonomi Indonesia yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan tetapi merupakan daerah yang masih relatif tertinggal dibandingkan wilayah Indonesia bagian Barat. 1.2.
Permasalahan Permasalah yang dihadapi oleh jasa penerbangan perintis adalah : 1. Kondisi alam yaitu faktor cuaca dan kondisi alam yang ekstrem, sehingga untuk meminimumkan terjadinya kecelakaan perlu memodernisasi teknologi, yaitu teknologi navigasi harus dimodernkan agar tidak terjadi kesalahan assessment
2. SDM meliputi penerbang, mekanik penerbang, personil pemandu lalu lintas udara 7
o
Langkanya pilot, karena penghargaan yang diskriminatif dalam pembayaran upah
o
Banyak memakai tenaga pilot asing, karena tidka adanya potensi tenaga kerja daerah
4 Kementerian Koordintor Bidang Perekonomian. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Jakarta 2011 5 Ibid 6 Lapan RI. Lokakarya DEPANRI 2011. Jakarta, Lapan, Nopember 2011 7 Capt Shadrach M. Nababan, “Prediksi Kebutuhan SDM Penerbangan (aviation professionals) Untuk Penerbangan Perintis 5 s/d 20 Tahun Mendatang, disampaikan pada Lokakarya DEPANRI, 22 November 2011
4
3. Sarana dan Prasarana Di Bandara :
Kurangnya pengamanan di bandara, sehingga orang bisa lalu lalang, karena tidak berpagar.
minim sarana pendukung, misalnya : tower, sirene
pegawai bandara yang sangat terbatas
petugas pengamanan juga susah payah lantaran semuanya serba manual.
Pesawat :
Masalah teknis pengoperasian pesawat, dimana tidak tersedianya pesawat cadangan untuk menggantikan pesawat yang beroperasi ketika terjadi masalah
Maka yang menjadi
permasalahan dalam kajian ini adalah bagaimana
mengoptimalkan pengembangan penerbangan perintis, khususnya di wilayah Indonesia bagian Timur, agar dapat melayani kebutuhan penumpang yang tumbuh pesat dan menjangkau daerah yang sulit dicapai melalui jalan darat dan laut, dalam rangka membangun konektivitas dan percepatan serta perluasan pembangunan ekonomi nasional.
1.3.
Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan yang ada dalam lingkungan
strategis pengembangan penerbangan perintis di wilayah Indonesia bagian Timur. Adapun
sasarannya adalah terumuskannya strategi optimalisasi pengembangan
penerbangan perintis yang memuat optimalisasi peningkatan SDM dan iptek termasuk di dalamnya penguasaan dalam pemilihan jenis pesawat yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia bagian Timur. 1.4.
Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam perumusan
kebijakan di bidang transportasi udara khususnya penerbangan perintis. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan informasi penting untuk mendukung industri penerbangan nasional.
5
2.
LANDASAN TEORI Pada landasan teori akan diterangkan pengertian-pengertian yang berhubungan
dengan judul kajian ini 2.1
Penerbangan Penerbangan
merupakan salah satu dari tiga moda transportasi selain dari
transportasi darat dan transportasi laut. Transportasi merupakan kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat untuk tujuan-tujuan tertentu.
Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.8 2.2.
Penerbangan (Angkutan Udara) Perintis Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang
melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.9 Daerah terpencil merupakan daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan dengan daerah lain atau sekitarnya yang dicirikan oleh adanya permasalahan seperti rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, rendahnya produktifitas,rendahnya aksessibilitas dan keterbatasan prasarana dan sarana kawasan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kawasan tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan gugus pulau terpencil, pesisir pantai atau kawasan perbatasan terpencil. Untuk membuka konektivitas daerah-daerah ini moda transportasi berupa penerbangan perintis merupakan salah satu upaya dalam membuka daerah yang terisolir, terpencil dan tertinggal tersebut. Penerbangan perintis dicirikan oleh beberapa karakteristik sebagai berikut: a. 8 9
Infrastruktur bandar udara masih terbatas
Republik Indonesia. Undang Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
ibid 6
b.
Landasan relatif pendek, unprepared dan hanya bisa didarati pesawat kecil
c.
Jumlah penumpang masih sedikit.
d.
Untuk
beberapa daerah terutama di Papua,
penerbangan dengan tingkat
kesulitan yang tinggi (kondisi geografis pegunungan tinggi. 2.3.
Rute Penerbangan Rute Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandar udara asal ke
bandar udara tujuan melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan. 2.4.
Badan Usaha Angkutan Udara Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.
2.5.
Kriteria Rute Perintis
Rute dapat dikatakan sebagai rute perintis apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 10 1. Menghubungkan daerah terpencil, dimana daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain, dan/ atau kapasitas kurang memadai. 2. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah terpencil, dimana daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan, menunjang program pengembangan dan pembangunan daerah, serta mendorong perkembangan sektor lainnya. 3. Mewujudkan stabilitas pertahanan, dimana daerah tersebut berdekatan dengan wilayah perbatasan negara lain atau daerah tersebut berpotensi untuk terjadinya kerawanan. 2.6.
Karakteristik Penerbangan Perintis:11 Penerbangan perintis dicirikan oleh beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Infrastruktur bandar udara masih terbatas 2. Landasan relatif pendek, unprepared dan hanya bisa didarati pesawat kecil 3. Jumlah penumpang masih sedikit.
10
Direktur Aerostruktur PTDI.Pengembangan Pesawat Untuk Angkutan Udara Perintis.Diskusi Pengembangan Angkutan Udara.Jakarta Bappenas RI, 27 Juli 2011. 11 ibid
7
4. Untuk beberapa daerah terutama di Papua, penerbangan dengan tingkat kesulitan yang tinggi (kondisi geografis pegunungan tinggi 2.7.
Bandar Udara Bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas
tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. 2.8.
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dalam penerbangan perintis terdiri atas sumber daya
manusia yang memiliki keahlian dan/atau ketrampilan di bidang: a.
pesawat udara, meliputi : -
personel operasi pesawat udara : penerbang dan juru mesin pesawat udara
-
personel penunjang operasi pesawat udara : personel penunjang operasi penerbangan dan personel kabin.
-
personel perawatan pesawat udara : personel yang telah memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara.
b.
angkutan udara;
c.
kebandarudaraan (SDM untuk pengoperasian Bandar udara, artinya kemampuan menangani di bidang teknis atau pengoperasian bandar udara)
d.
navigasi penerbangan;
e.
keselamatan penerbangan; dan
f.
keamanan penerbangan.
2.9.
Fasilitas Yang dimaksud dengan “fasilitas” meliputi : fasilitas keselamatan dan keamanan,
fasilitas navigasi, fasilitas landas pacu (runway); runway strip, Runway End Safety Area (RESA), landas parkir (apron); marka dan rambu; dan lain-lain. 2.10.
Navigasi Penerbangan Navigasi penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari
satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan penerbangan. Jenis pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi: a. pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic services); 8
b. pelayanan
telekomunikasi
penerbangan
(aeronautical
telecommunication
services); c. pelayanan informasi aeronautika (aeronautical information services); d. pelayanan informasi meteorologi penerbangan (aeronautical meteorological services); dan e. pelayanan informasi pencarian dan pertolongan (search and rescue).
2.11.
Keselamatan Penerbangan Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
2.12.
Strategi (Strategy) Strategi adalah suatu rencana terpadu dan komprehensif yang menghubungkan
keuntungan/keunggulan strategis dari organisasi terhadap tantangan yang timbul dari lingkungan (environments). Strategi dirancang untuk menjamin bahwa tujuan tercapai melalui pelaksanaan upaya yang tepat (produktif, efektif dan efisien). 2.13.
Optimalisasi Secara umum, pengertian optimalisasi adalah pencarian nilai “terbaik dari yang
tersedia” Indonesia optimalisasi adalah proses, cara, perbuatan mengoptimalkan (membuat paling baik, paling tinggi, dsb).
Sedangkan optimalisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencarian nilai terbaik dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi dalam penerbangan perintis yang sudah dilaksanakan saat ini. Hasil kajian merupakan strategi optimalisasi pengembangan penerbangan perintis (sesuai dengan Pasal 370, 371 dan 372 dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan) yang memuat hal-hal antara lain : • Mengoptimalkan keberadaan bandara dan lapangan perintis yang sudah ada; • Harus ada strategi dan teknologi untuk meminimalkan kecelakaan • Mengoptimlakan CNS ATM (Communication, Navigation and Surveillance serta Air Traffic Management); • Pemerintah segera mengevaluasi kembali kemampuan para pilot dan petugas bandara di daerah-daerah terpencil; • Harus ada koordinasi antara Kementerian Perhubungan dengan lembagalembaga terkait lainnya. 9
3.
METODOLOGI
3.1.
Data dan Metode Pengumpulan Data Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian
deskriptif
merupakan
metode
penelitian
yang
berusaha
menggambarkan
dan
menginterpretasikan obyek sesuai dengan apa adanya. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistimatis fakta dan karakteristik obyek dan subyek yang diteliti secara tepat.
Data atau informasi yang diperlukan dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan di lapangan,
diperoleh
melalui
wawancara/konsultasi
dengan
narasumber
untuk
memperoleh masukan terkait penerbangan perintis.
Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data melalui berbagai referensi baik buku, jurnal ilmiah, maupun sumbersumber lain yang dinilai relevan. Referensi kepustakaan diperoleh dari perpustakaan dan situs internet. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi : Dasar hukum yang menjadi arahan bagi kebijakan nasional dalam pengelolaan penerbangan perintis di Indonesia (a.l UU RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang angkutan udara, Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional); Kondisi saat ini sarana pendukung penerbangan perintis; Kebutuhan rute penerbagan perintis saat ini; Kemampuan SDM saat ini (pilot, operator, pegawai dan
petugas kemanan di
bandara); Kondisi operator pesawat (jumlah pesawat yang dimiliki, jenis dan kemampuan pesawatnya); Peran pemerintah daerah terhadap penerbangan perintis 3.2.
Metode Analisis Data ataupun informasi yang telah dihimpun selanjutnya dianalisis yaitu dengan
menguraikan atau mendeskripsikan fenomena yang diteliti dan kemudian melakukan interpretasi atas fenomena tersebut. Metodologi atau pendekatan yang digunakan adalah 10
deskriptif analisis. Analisis data akan difokuskan untuk mengetahui bagaimana optimalisasi pengembangan penerbangan perintis dengan menggunakan analisis SWOT (kekuatan/Strengths,
kelemahan/
Weaknesses,
peluang/Opportunities
dan
ancaman/Threat).
SWOT adalah suatu metode yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan12 yang terjadi dalam suatu sistem yakni pelaksanaan penerbangan perintis. Kekuatan dan kelemahan akan digali dari kondisi saat ini penerbangan perintis di Indonesia sedangkan hambatan dan tantangan diperoleh dari operator-opertor pelaksana penerbangan perintis serta arahan kebijakan yang ada di UU RI No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan,Peraturan Pemerintah dan Keputusan MenteriPerhubungan tentang Penerbangan. Selanjutnya faktor-faktor tersebut dituangkan dalam matriks SWOT sebagai berikut :13 Tabel 3-1. Matriks SWOT
Faktor Internal Strength (Kekuatan)
Weaknesses (Kelemahan)
Faktor Eskternal Opportunities (Peluang)
Strategi SO :
Strategi WO : Memanfaatkan peluang yang ada dengan me minimalkan kelemahan
Threat (Tantangan)
Memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut peluang yang sebesarbesarnya. Strategi ST :
Strategi WT :
Memantaatkan kekuatan Memantaatkan tantangan yang dimiliki untuk mengatasi untuk mengatasi kelemahan ancaman yang dimiliki Perumusan strategi dilakukan dengan penilaian terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dengan klasifikasi atau pengkategorian sebagai berikut: Peluang dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan: o
Low atau rendah, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang kecil dan peluang pencapaiannya juga kecil
12
http/Bappeda.tamiang.go.id/uploadfiles/rpjp 2007-2027 lampiran 1. metoda penelitian analisa SWOT pff. Lapoiran Akhir Studi Penyusunan RPJP Kabupaten Aceh Tamiang 2007-2027. Lembaga Penelidikan Ekonomi Masyarakat. FEUI.
13 Ibid
11
o
Moderate atau sedang, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang besar namun peluang pencapaian kecil atau sebaliknya
o
Best atau terbaik, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang tinggi serta peluang tercapainya besar
Tantangan dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan : o
Ancaman utama (major threats), adalah ancaman yang kemungkinan terjadinya tinggi dan dampaknya besar. Untuk ancaman utama ini, diperlukan beberapa contingency planning yang harus dilakukan institusi untuk mengantisipasi.
o
Ancaman tidak utama (minor threats), adalah ancaman yang dampaknya kecil dan kemungkinan terjadinya kecil.
o
Ancaman moderate, berupa kombinasi tingkat keparahan yang tinggi namun kemungkinan terjadinya rendah dan sebaliknya.
12
3.3.
Alur Pikir Alur pikir dalam menganalisis adalah sebagaimana terlihat dalam Gambar 3-1
berikut.
Arah dan kebijakan Penerbangan Perintis di Indonesia : UU RI No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara Keputusan Menteri Perhubungan No …. DEPANRI (Rekomendasi seminar tahun 2011) RPJP Kementerian Perhub 2005-2025 ttg Trans Nasional
dll
Kebutuhan Terhadap Penerbangan Perintis Komponenkomponen sistem transportasi nasional (MP3EI)
Kondisi Saat Ini Penerbangan Perintis di Indonesia Pemilahan Faktor-Faktor Lingkungan Strategis Penerbangan Perintis di Indonesia
Analisis SWOT permasalahan Penerbangan Perintis di Indonesia
RUMUSAN STRATEGI OPTIMALISASI PENGEMBANGAN PENERBANGAN PERINTIS DI WILAYAH INDONESIA BAGIAN TIMUR
Gambar 3-1. Alur Pikir Kajian. 13
Kemampuan Industri Pesawat Terbang di Indonesia (Pesawat Terbang Perintis)
4.
KONDISI SAAT INI PENERBANGAN PERINTIS DI INDONESIA Kondisi penerbangan perintis di Indonesia saat ini akan menguraikan tentang
kondisi sumberdaya penerbangan perintis, kemampuan industri pesawat terbang terkait dengan penerbangan perintis dan arah dan kebijakan pemerintah dalam penanganan penerbangan perintis.
4.1.
Kondisi Sumberdaya Penerbangan Perintis Sumberdaya penerbangan perintis terdiri dari SDM yang ada di sekolah
penerbangan sebagai penghasil pilot, sarana dan prasarana meliputi operator pesawat dan bandara.
4.1.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Kondisi SDM, “demand” untuk SDM penerbangan melebihi dari kemampuan “supply”. Laju SDM saat ini yang akan memasuki masa pensiun cukup besar, sedangkan animo pemuda/pemudi untuk menjadi aviation professionals kurang memadai, disertai dengan tingkat kesadaran yang rendah dari mereka terhadap adanya peluang menjadi aviation professionals. Kapasitas lembaga-lembaga pendidikan untuk menghasilkan aviation professionals masih belum mencukupi. Teknologi pelatihan belum responsive terhadap model pendidikan /pelatihan yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Mahalnya biaya pendidikan/pelatihan telah mengurangi jumlah masyarakat yang mampu atau memiliki akses ke pendidikan/pelatihan ini.14
Merespon kekurangan ini maka pemerintah telah melonggarkan persyaratan penggunaan tenaga asing dari yang tadinya dibatasi hanya boleh untuk tenaga instruktur dan tenaga yang mampu melakukan “transfer of technologi” menjadi longgar sekali dengan menambah satu peluang yaitu bila “ada kebutuhan operator penerbangan. Seiring dengan itu yang terjadi adalah semakin banyaknya perekrutan tenaga asing. Dampaknya adalah setelah mereka berhasil mengumpulkan sejumlah jam terbang yang mereka inginkan, mereka dengan berbagai alasan akan pulang dan kemudian kekosongan tersebut akan digantikan oleh temannya yang belum memiliki jam terbang.15
Langkanya pilot juga berimbas pada sulitnya mencari tenaga bangsa sendiri yang mau bekerja di rute perintis. Mereka bukannya tidak mau, namun penghargaan yang diskriminatif dalam pembayaran upah adalah salah satu penyebab enggannya pilot 14 15
Captain Shadrach M. Nababan, “Prediksi Kebutuhan SDM Penerbangan (Aviation Professionals) Untuk Penerbangan Perintis 5 s/d 20 Tahun Mendatang, disampaikan pada Lokakarya DEPANRI, 22 November 2011 ibid
14
tersebut berlama-lama di perusahaan itu, karena adanya tawaran yang menarik dari maskapai besar yang sulit untuk ditolak. Jika pemda serius dapat saja mencari putra daerahnya dan mengirim ke sekolah penerbangan dalam bentuk kontrak kerja. Sayang juga kalau ada rute perintis yang disubsidi Negara dinikmati pilot asing, hanya karena tidak adanya potensi tenaga kerja daerah setempat.
Di Indonesia saat ini terdapat 600 pilot asing, pilot-pilot Indonesia banyak yang dibajak penerbangan luar negeri. Disisi lain Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa Indonesia masih membutuhkan 400 hingga 500 orang pilot per tahun. Gambar di bawah ini menunjukkan proyeksi kebutuhan penerbangan.
Sumber : BIFA, Bali
Gambar 4-1 : Proyeksi Kebutuhan Penerbang
Untuk memenuhi kebutuhan pilot di Indonesia, sebenarnya jika dilihat dari jumlah sekolah penerbang yang ada dan kapasitas dalam menghasilkan pilot, masih mampu. Akan tetapi kenyatannya para operator masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan pilot. Berikut ini gambaran kemampuan beberapa sekolah penerbangan untuk menghasilkan pilot:
a. Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia-Curug (STPI-Curug) Didirikan di Jakarta, tepatnya didaerah Gempol-Kemayoran pada tahun 1952. Institusi pendidikan ini semula diberi nama Akademi Penerbangan Indonesia (API). Pada tahun 1954 API dipindahkan dari Jakarta ke kampusnya yang baru di wilayah kecamatan Legok, Tangerang yang lebih dikenal dengan Curug. Pada Tahun 1969, Akademi 15
Penerbangan Indonesia berubah nama menjadi Lembaga Perhubungan Udara (LPPU). Pada tahun 1978, lembaga pendidikan ini berubah nama menjadi Pendidikan dan latihan Penerbangan (PLP) yang merupakan unit pelaksana teknis dari Badan Diklat Perhubungan. Pada tahun 2000 PLP berubah nama PLP berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) hingga saat ini. Keberadaan STPI didasari oleh keputusan Presiden RI dan Menteri Perhubungan sebagai berikut : 1). Keputusan Presiden RI nomor 43 tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 tentang Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia 2)
Keputusan Menteri POerhubungan nomor 64 tahun 2000 tanggal 21 Agustus 2000 tentang organisasi dan tata kerja Sekolah Tinggi Penerbangaqn Indonesia
3). Keputusan Menteri Perhubungan nomor SK.29/DL.003/Diklat-2001 tanggal 29 Januari 2001 tentang statute Sekolsh Tinggi Pernerbangan Indonesia.
Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia merupakan salah satu perguruan tinggi kedinasan yang berada dibawah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. STPI Curug memiliki tugas dan fungsi mendidik putra putri terbaik bangsa Indonesia untuk menjadi sumber daya manusia yang ahli dan terampil di bidang penerbangan, yang diakui secara nasional maupun internasional. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya STPI memiliki 4 (empat) jurusan pendidikan yaitu : - Jurusan Penerbang - Jurusan Teknik Penerbangan - Jurusan Keselamatan Penerbangan - Jurusan Manajemen Penerbangan
Setiap jurusan pendidikan terbagi dalam beberapa program studi sesuai dengan minat dan bakat peserta pendidikan dan pelatihan. Kurikulum dan silabus pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh STPI Curug mengacu pada standar nasional (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI) dan International Civil Aviation Organization (ICAO), sehingga diharapkan setiap lulusan STPI mampu untuk bersaing di dalam negeri maupun di luar negeri. Setiap jurusan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia memiliki fasilitas kelas dan laboratorium lengkap untuk masing-masing jurusan. Pesawat latih yang dimiliki oleh STPI terdiri dari jenis : Single Engine seperti Sundowner C23, Piper Dakota PA-28 dan Tobago TB-10 serta Multi Engine seperti : Beechraft Baron B-58 dan Beechraft Baron B-58P.
16
Diskusi di Curug
Meninjau Fasilitas ATS Training Provider
Fasilitas Air Traffic Control (ATC)
Peralatan Simulator ADS CPDLC & Procedural Control
Pesawat Yang Dimiliki STPI
Pesawat Yang Dimiliki STPI
Gambar 4-2 : Kunjungan ke STPI - Curug
17
b. Bali International Flight Academy (BIFA) Latar belakang pendirian BIFA Langkanya tenaga penerbang, baik untuk kepentingan domestik maupun manca negara Kebutuhan penerbang nasional (domestik) setiap tahunnya sekitar 400 penerbang (sumber : Dirjen Perhubungan Udara) Output sekolah penerbang di Indonesia setiap tahunnya sekitar 200 penerbang, sisanya diisi output sekolah luar negeri maupun penerbang asing Disisi lain lapangan kerja yang “berkualitas”,”prospektif” dan “bernilai tinggi” bagi generasi muda di tanah air relatif sedikit Komitmen dari pendiri-pendiri BIFA yang kredibel dan berdedikasi, untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kemampuan kedirgantaraan nasional
Visi Dan Misi : Visi : menjadi sekolah penerbang termuka di kawasan ini Misi : – mendidik penerbang yang profesional dibidangnya dengan taraf internasional – Mengakomodasi kebutuhan airlines – Mengupayakan kepastian lapangan kerja bagi siswa – dan berperan serta dalam pembangunan nasional Strategi : – Kualitas, waktu pelatihan dan biaya yang kompetitif – Dukungan sumberdaya yang berstandard internasional – Terobosan untuk permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pendidikan penerbang – kerjasama dengan institusi dan lembaga terkait Sarana Pendidikan Sekolah Penerbang (sesuai ketentuan/regulasi CASR 141) Organisasi Kurikulum Instruktur Pesawat terbang latih Alat simulasi Lapangan terbang Ruang kelas dan peralatan Perawatan pesawat terbang Sarana-sarana pendukung lainnya 18
Kapabilitas BIFA 2010 Kapasitas : sampai 100 siswa per tahun, dengan “sistem kadet dan batches” Sarana Fisik: – Pesawat latih (Cessna 172) sebanyak 16 buah – Simulator ( Frasca dan Red Bird) – Bangunan: di Buleleng dan Banyuwangi terdiri dari ruang kelas; asrama; kantin; sarana olah raga, rumah instruktur, mess karyawan, kantor,dll – Hangar pesawat – Sarana latihan terbang: Gerokgak (base); Banyuwangi; Mataram; Denpasar; Solo; Cirebon; Semarang SDM : Instruktur (ground dan flight), teknisi, FOO, administrasi, keuangan dan karyawan lainnya
Program pendidikan pilot BIFA Diklat pembinaan Disiplin Mental dan survival selama 2 minggu di Rindam IX Udayana Private Pilot License (PPL) –
Ground training (classroom), selama 10 minggu
–
Flight training Device (simulator), selama 5 jam simulasi
–
Flight training aircraft, selama 55 jam terbang
Commercial Pilot License (CPL) –
Ground training (classroom), selama 7 minggu
–
Flight Training aircraft, selama 65 jam terbang
Instrument Rating (IR) –
Flight training Devices (simulator), selama 25 jam simulasi
–
Flight training aircraft, selama 20 jam terbang
Kurun waktu keseluruhan Program sekitar 12 bulan
19
ROAD MAP BIFA
Kerjasama Yang Telah Berjalan Kerjasama dengan Pemda Kabupaten Buleleng Kerjasama dengan perusahan penerbangan – Garuda Indonesia – Air Asia Indonesia Kerjasama dengan lembaga perbankan: – CIMB Niaga, Jakarta – Bank Mandiri, Jakarta Kerjasama dengan lembaga pendidikan : – Badan Diklat Perhubungan, Jakarta – Undiksha, Singaraja Alasan mendirikan sekolah di Bali : Masyarakat di daerah yang belum mengenal dengan baik “dunia penerbangan” Citra bagi masyarakat di daerah bahwa dunia penerbangan adalah kegiatan yang sangat berisiko Orientasi masyarakat di daerah bahwa pendidikan yang terbaik bagi putra/i nya lebih ke jenjang pendidikan formal/ akademis Kurang memahami prospek lapangan kerja kedepannya sebagai dampak dari era globalisasi, menurunnya sumber daya alam nasional, investasi pendidikan yang efektif, dll Lebih melihat investasi biaya pendidikan penerbang yang relatif mahal, bukan kepada “return of investment” nya 20
Diskusi di Bali International Flight Academy (BIFA)
Alat Simulator
Pesawat yang dimiliki BIFA
Gambar 4-3 : Kunjungan ke Bali International Flight Academy
c. Bandung Pilot Akademy (BPA) BPA berdiri pada bulan Agustus 2011, dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang yang dibagi dalam dua angkatan, dimana angkatan pertama berjumlah 21 orang dan angkatan ke dua sebanyak 12 orang. Lama pendidikan 18 bulan dimana diawali dengan ground school selama 3 bulan, kemudian sisanya prakter terbang.
BPA yang
merupakan salah satu akademi pilot yang berupaya mencetak pilot-pilot
berkualitas,
maju,
terdidik,
berketrampilan,
berkeahlian,
bermotivasi
dan
bertanggunga jawab serta berdisiplin tinggi terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan, sesuai dengan visinya. 21
Fasilitas yang dimiliki : - Menggunakan pesawat latih Cessna 172S SP generasi terbaru, teknologi glass cockpit (G1000), dilengkapi system auto pilot dan fuel injection. - Full Motion Simulator, Menggunakan simulator C172 generasi terbaru yang telah disertifikasi FAA. - Flight Training Device, Dilengkapi Flight Training Device C 172S SP yang dilengkapi software simulator yang disertifikasi FAA. - Airport Base, Husein Sastranegara Airport Bandung - Bandung Training Area - Computer Base Training Lab - Flight Training Device Lab - Flight Simulator - English Lab - Mess Cadet - Perpustakaan dan Poliklinik
Alat Simulator yang ada di Bandung Pilot Academy (BPA)
BPA Training Area
Laboratorium
Gambar 4-4 : Kunjungan ke Bandung Pilot Academy
22
Daerah area terbang siswa BPA ada 4 area yaitu: Daerah Cirata, Cianjur, Soreang dan Banjaran. Area Cross Country antar kota a.l: Halim Perdana Kusuma, Subang, Penggung, Nusa Wiru (Pangandaran). 4.1.2. Operator Pesawat Terbang Perintis : Berdasarkan hasil lelang dan kontrak angkutan udara perintis, operator pelaksana angkutan udara perintis Tahun anggaran 2012 sebanyak 6 (enam) badan usaha angkutan udara niaga (operator) yaitu: PT. Asi Pudjiastuti Aviation (Susi Air), PT. Trigana Air Service, PT. Nusa Buana Air, PT. Merpati Nusantara, PT Aviastar Mandiri, PT Sabang Merauke Raya Air Charter. Rincian subsidi untuk operasional Rp 279,19 miliar dan penggantian bahan bakar avtur sebesar Rp 17,27 miliar. Dari tender tersebut, maskapai Nusantara Buana Air (NBA) berhasil mendapatkan kontrak terbanyak dengan nilai Rp 83,3 miliar untuk 32 rute perintis. Kemudian disusul oleh Merpati Nusantara Airlines (MNA) senilai Rp 70 miliar (40 rute), PT Sabang Merauke Air Raya Charter (SMAC) Rp 38,3 miliar (17 rute), PT Trigana Air untuk Rp 17,6 miliar (11 rute), dan PT Aviastar Mandiri sebesar Rp 10,9 miliar (4 rute), Adapun PT Asi Pudjiastuti Aviation (Susi Air) memperoleh15 rute senilai Rp 44 miliar. Wilayah operasi dan jenis pesawat dapat dilihat pada tabel berikut:16 Tabel 4-1 : Operator, Tipe Pesawat dan Wilayah Operasi No.
Perusahaan Penerbangan
Tipe Pesawat
1
PT. Merpati Nusantara
DHC 6
2
PT. Aviastar Mandiri
DHC 6
3
PT. Sabang Merauke Raya Air Charter
4
PT. Asi Pudjiastuti Aviation
5
PT. Trigana Air Service
6
PT. Nusantara Buana Air
Cassa 212 Cessna & PC6 DHC 6 Cassa 212
Wilayah Operasi Maluku, Papua Barat & Papua Kalimantan Tengah Kaltim, Sulteng, Sulbar & Sulsel Kaltim, Papua Barat & Papua Timika (Papua) Aceh, Sumut, Kalbar, NTT, Maluku & Maluku Utara
Penjelasan dari ke 6 (enam) operator tersebut adalah sebagai berikut:
a. Susi Air Susi Air melayani rute perintis dengan menggunakan pesawat jenis Pilatus Porter, Cessna Grand Caravan. Susi Air adalah operator terbesar Cessna Grand Caravan di Asia
16 Kementerian Perhubungan. Rapat Koordinasi Angkutan Udara Perintis 2012, Semarang 15-16 Pebruari 2012
23
Pasifik. Cessna Grand Caravan adalah pesawat dengan mesin turboprop tunggal, fixedgear dan merupakan pesawat regional jarak pendek dan pesawat dibangun di Amerika Serikat oleh Cessna, sedangkan Pilatus Porter adalah pesawat sipil yang dibangun oleh Pilatus Aircraft dari Swiss. Susi Air mengoperasikan penerbangan dari 5 Pangkalan Utama, yaitu di Medan (Sumatera Utara), Jakarta Timur (Jakarta), Jawa Tengah (Cilacap), Jawa Barat (Pangandaran dan Bandung), Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Jayapura (Papua). Penerbangan harian yang dijadwalkan akan beroperasi dari Medan untuk Bandar Udara Nagan Raya (Meulaboh), Bandara Lasikin (Pulau Simeulue), Bandara
Aek
Godang.
Pesawat
tersebut
dioperasikan
Bandara Silangit dan untuk
rute-rute
antar-
kabupaten/kota di pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Juga melayani jalur penerbangan Banyuwangi-Surabaya-Denpasar. Untuk mendukung dan memperluas armada maskapai penerbangan Indonesia ke depan, Susi Air bekerjasama dengan Mechtronix Systems Inc., mengembangkan Simulator Cessna Grand Caravan. Mechtronix Systems Inc., adalah anak perusahaan MWC, produsen terkemuka dunia Perangkat Pelatihan Simulasi Penerbangan – Flight Simulation Training Devices (FSTD). Menginformasikan akan memproduksi FFT X ™ untuk pesawat Cessna Grand Caravan. Berikut adalah amada yang dimiliki oleh oleh Susi Air, untuk angkutan udara perintis : 17
Tabel 4-2 :Tipe Pesawat milik Susi Air No.
Tipe Pesawat
Registrasi Pesawat
Jumlah
Keterangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Pilatus Porter Pilatur Porter Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Pilatus Porter Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan
PK-BVK PK-BVK PK-BVF PK-BE PK-BVD PK-VVQ PK-VVP PK-VVQ PK-VVR PK-VVB PK-VVT PK-VVU PK-VVD PK-BVY
1 pesawat
Ketapang
4 pesawat
Samarinda
2 pesawat
Samarinda
2 pesawat
Manokwari
2 pesawat
Sentani
1 pesawat
Timika
2 pesawat
Wamena
Total 17
14 pesawat
Bahan Rapat Koordinasi Angkutan Udara Perintis TA 2012, Semarang, 15-16 Februari 2012
24
Rencana Penambahan Armada Tahun 2012 Tabel 4-3 : Penambahan Armada No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tipe Pesawat Grand Caravan Pilatur Porter Dornier 228 Twin Otter Dornier 328
Kapasitas Seat 12 7 19 20 33 Total
Jumlah 4 4 2 1 1 12
Rencana Dioperasikan Tahun 2013 Tahun 2013 Tahun 2013 Tahun 2013 Tahun 2013
b. Trigana Air Service Trigana Air Service memiliki 3 unit pesawat jenis pesawat DHC 6-300 dan DHC 4A Twin Otter, melayani 10 rute penerbangan. Rute penerbangan perintis yang dilayani mencakup penerbangan perintis ke sejumlah distrik di Mimika seperti ke Kokonao Distrik Mimika Barat, Potowaiburu Mimika Barat Jauh, Jita, Agimuga, Jila dan Alama serta Mulut Singa Distrik Tembagapura.
Penerbangan perintis ke ibu kota distrik di pedalaman
Mimika dilakukan rutin dua kali seminggu menggunakan pesawat Trigana Air dengan kapasitas 16 penumpang dan tujuh penumpang. Selain itu, penerbangan perintis dari Timika juga melayani rute ke sejumlah kabupaten tetangga seperti Ewer Kabupaten Asmat, Kaimana, Ilaga Kabupaten Puncak, Illu dan Mulia Kabupaten Puncak Jaya, Bilogai Kabupaten Intan Jaya, Kenyem Kabupaten Duga, Kepi Kabupaten Mappi, serta Dekai Kabupaten Yahukimo. Realisasi angkutan udara perintis PT. Trigana Air Service adalah sebagai berikut :18 Tabel 4-4 : Rute Trigana Air Service No.
Rute Perintis
Pesawat
1.
TIMIKA – ILAGA ILAGA - TIMIKA TIMIKA – KOKONAO KOKONAO – TIMIKA TIMIKA – DEKAI DEKAI – TIMIKA TIMIKA – BILOGAI BILOGAI - TIMIKA TIMIKA – POTOWAI POTOWAI - TIMIKA POTOWAI - KAIMANA KAIMANA - POTOWAI TIMIKA – ILU ILU – TIMIKA TIMIKA – AGIMUGA AGIMUGA - TIMIKA AGIMUGA – EWER EWER – AGIMUGA TIMIKA – KEPI KEPI - TIMIKA TOTAL
DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6 DHC 6
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Frekuensi
Penumpang
Target
Realisasi
%
Target
Realisasi
%
104 104 95 95 96 96 95 95 51 51 51 51 48 48 99 99 99 99 46 46 1568
98 98 90 90 90 90 91 91 54 54 49 49 45 45 96 96 95 95 40 40 1496
94 94 95 95 94 94 96 96 106 106 96 96 94 94 97 97 96 96 87 87 95
1040 1040 950 950 1344 1344 950 950 510 510 510 510 480 480 990 990 792 792 368 368 15868
1591 754 867 708 1284 1167 1496 836 411 398 420 345 623 428 1245 1131 1150 1008 374 388 16624
153 73 91 75 96 87 157 88 81 78 82 68 130 89 126 114 145 127 102 105 105
18 Ibid
25
c. Nusantara Buana Air (NBA) NBA memiliki Surat Ijin Usaha Angkutan Udara Niaga Tidak berjadwal SKEP/328/XII/2006, tanggal 19 Desember 2006 dan Air Operator Certificate (AOC) dengan nomer AOC/135-041, tanggal 7 Juli 2008. Kegiatan usaha saat ini : 1.
Pelayanan Angkutan Udara Perintis di Padang, Medan, Ambon dan Ternate. Untuk melayani rute tersebut NBA memiliki 20 pilot, dibantu pilot dari Angkatan darat sebanyak 5 orang. Sejak tahun 2009 hingga saat ini (tahun 2012) NBA termasuk salah satu operator yang memenangkan lelang
2.
Pelayanan Hujan Buatan Bekerjasama dengan BPPT, NBA adalah operator yang ditunjuk untuk melaksanakan proyek Teknologi Modifikasi Cuaca milik BPPT
3.
Spot Charter Saat ini NBA memberikan pelayanan sewa kepada perorangan maupun perusahaan yang membutuhkan penerbangan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sarana yang dimiliki : 1.
1 (satu) unit Casa 212-100, pesawat buatan tahun 1979 dengan kapasitas 20 (dua puluh) penumpang, adalah pesawat yang dibeli secara sewa beli.
2.
4 (empat) unit Casa 212-200, pesawat buatan tahun 1988, 1991 dan 1993 dengan kapasitas 24 (dua puluh empat) penumpang, adalah milik BPPT yang dioperasikan oleh NBA dengan kerjasama operasi selama periode 3 (tiga) tahun.
3.
1 (satu) unit Piper Chayenne, pesawat buatan tahun 1979 dengan kapasitas 6 (enam) penumpang, adalah milik BPPT yang dioperasikan oleh NBA dengan kerjasama operasi selama periode 3 (tiga) tahun
4.
2 (dua) unit helikopter Hughes 369/MD-500, pesawat buatan tahun 1988 dan 1990 dengan kapasitas 4 (empat) penumpang, adalah pesawat yang disewa dari Intan Angkasa Air Service.
Prospek Usaha : 1.
BPPT, meningkatnya kebutuhan atas Teknologi Modifikasi Cuaca, seperti menambah dan mengurangi hujan.
2.
Kementerian Perhubungan, setiap tahun naiknya anggaran untuk subsidi angkutan udara perintis.
3.
Kebutuhan Daerah (APBD) atas pelayanan angkutan udara.
4.
Permintaan rumah sakit untuk kegiatan Medical evacuation.
5.
Permintaan industri pariwisata khususnya wisatawan penyelam dan papan selancar.
6.
Permintaan Spot Charter dari perorangan dan Perusahaan yang belum terlayani.
7.
Lain-lain, antara lain foto udara dan pemetaan. 26
Kendala yang dihadapi : kendala external berupa : 1.
Infrastruktur,
banyak
badan
yang
mengelola
infrastruktur
(Angkasa
Pura,
Kementerian Perhubungan, TNI dan swasta) berdampak pada perbedaan biaya dan tarif jasa pelayanan. 2.
Fasilitas yang ada di bandara misalnya ATC, dll.
3.
Sarana di bandara misalnya security dan landasan di bandara.
Rencana penambahan armada tahun 2012 :
No.
Type Pesawat
Kapasitas Seat
Jumlah
1.
Jetstream 41
30
2
2
Dornier 228-100
19
2
Rencana Dioperasikan
d. Merpati Nusantara Airlines PT Merpati Nusantara Airlines.adalah suatu perusahaan jasa penerbangan, selain memiliki fungsi bisnis juga memiliki fungsi sebagai agen pembangunan dalam menyediakan dan menyelenggarakan penerbangan perintis untuk mengatasi isolasi wilayah Indonesia. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan, total rute yang dijalani lebih banyak dialokasikan untuk melayani penerbangan perintis (istilah dalam penerbangan disebut rute kurus) sebanyak ±74,17%, melayani rute sedang ±14,35%, dan melayani rute gemuk ±11,48%. PT. Merpati Nusantara Airlines melayani penerbangan perintis menggunakan pesawat MA 60.
Merpati melayani rute penerbangan: Makassar–Mamuju (Sulawesi
Barat), Makassar–Poso (Sulawesi Tengah), Makassar–Maumere (Nusa Tenggara Timur) dan Makassar–Baubau (Sulawesi Tenggara), Papua, Papua Barat, dan Maluku. Jalur ini resmi dibuka pada Maret 2011, kapasitas 56 kursi, pesawat tersebut terbang tiga kali dalam seminggu. Maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines (MNA) merupakan salah satu maskapai penerbangan nasional juga menggunakan pesawat Twin Otter. MNA telah menggunakan jenis pesawat ini sejak era 70-an sampai sekarang umumnya untuk melayani angkutan udara perintis ke wilayah-wilayah terisolir di kawasan timur Indonesia. Maskapai MNA mengoperasikan jenis pesawat Twin Otter DHC 6-300 berkapasitas 18 penumpang sebanyak 8 unit. Untuk melayani 40 rute perintis, tahun ini Merpati hanya menyediakan dua unit Cassa 212 berkapasitas 20 orang dan empat unit Twin Otter berkapasitas 16 orang. Keenam pesawat tersebut akan dioperasikan oleh
27
sekitar 40 pilot. PT Merpati Nusantara Airlines melayani rute perintis khusus untuk wilayah, adalah sebagai berikut:19
Tabel Realisasi Target PT. Merpati Nusantara Airlines T.A. 2011 Tabel 4-5 : Realisasi PT MNA NO. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
FREKUENSI
RUTE PERINTIS KPA Marauke Marauke – Okaba PP Marauke – Kimam PP Marauke – Bomakia PP Marauke – Mindiptana PP Tanahmerah – Bomakia PP KPA Nabire Nabire – Sinak PP Nabire – Ilaga PP Nabire – Illu PP Nabire – Fawi PP Nabire – Sugapa PP KPA Manokwari Sorong – Ayawasi PP Sorong – Inawatan PP Sorong – Teminabuan PP Sorong – Kambuaya PP Biak – Numfoor PP KPA Wamena Wamena – Mulia PP Wamena – Dekai PP Wamena – Bokondini PP KPA Jayapura Jayapura – Batom PP Jayapura – Dabra PP KPA Tual/Langgur Ambon – Kisar PP Kisar – Saumlaki PP Saumlaki – Larat PP Langgur – Larat PP Kisar – Atambua PP
TARGET REALISASI 1.068 956 208 208 274 262 208 168 274 224 104 94
PENUMPANG % 90 100 96 81 82 90
TARGET 17.088 3.328 4.384 3.328 4.384 1.664
REALISASI 8.032 1.916 2.592 908 1.976 640
% 47 58 59 27 45 38
936 208 208 208 104 208
810 180 180 146 104 200
87 87 87 70 100 96
11.232 2.496 2.496 2.496 1.248 2.496
6.050 1.364 1.230 1.212 786 1.458
54 55 49 49 63 58
1.040 208 208 208 208 208
1.040 208 208 208 208 208
100 100 100 100 100 100
15.600 3.120 3.120 3.120 3.120 3.120
8.370 1.616 1.328 1.988 792 2.646
54 52 43 64 25 85
624 208 208 208 416 208 208 624 208 104 104 104 104
266 92 112 62 380 192 188 622 208 102 104 104 104
43 44 54 30 91 92 90 100 100 98 100 100 100
8.736 2.912 2.912 2.912 6.240 3.120 3.120 9.152 3.744 1.560 1.560 1.248 1.040
1.590 578 852 160 3.018 1.418 1.600 8.638 3.744 1.208 1.256 1.330 1.100
18 20 29 5 48 45 51 94 100 77 81 107 106
Rencana penambahan armada tahun 2012 : 20
Tipe Pesawat
Kapasitas Seat
Jumlah
Rencana Dioperasikan
1.
No.
Twin Otter (DHC-6)
18
1
Dalam kesempatan pertama
2.
Cassa C - 212
20
1
Cadangan/back up
19 20
Ibid
Bahan Rapat Koordinasi Angkutan Udara Perintis TA 2012, Semarang, 15-16 Februari 2012
28
Rencana armada tahun 2013 : Tipe Pesawat
Kapasitas Seat
Jumlah
Rencana Dioperasikan
1.
No.
Twin Otter (DHC-6)
18
5
Sesuai jadwal pelaksanaan
2.
Cassa C - 212
20
3
Tender TA 2013
e.
Aviastar Mandiri AVIASTAR didirikan pada tanggal 12 Juni 2000 dan beroperasi secara penuh oleh
pilot aktif dan insinyur dengan pengalaman dan pengetahuan yang signifikan dari industri penerbangan Indonesia, terutama pada pesawat sewa dan jasa. AVIASTAR bertujuan untuk menjadi operator penerbangan yang berkomitmen untuk keamanan dan menyediakan
pelanggan
udara
yang
aman
dan
nyaman
kepuasan
piagam
layanan. Optimis, komitmen tinggi dari Direksi dapat membawa kita menjadi operator, penerbangan kredibel dapat dipercaya, dan bertanggung jawab, belum memiliki integritas menjadi yang terbaik. Realisasi angkutan udara perintis PT Aviastar Mandiri adalah sebagai berikut :21 Tabel 4-6 : Realisasi Aviastar Mandiri No. 1. 2. 3.
4.
5. 6.
Rute Perintis
Frekuensi
Pesawat
Penumpang
Target
Realisasi
%
Target
Realisasi
%
98 98 58 58 58 58
100 100 100 100 100 100
980 980 754 754 754 754
1.544 1,413 187 201 337 232
158 144 25 27 45 31
Palangkaraya-M.Teweh
DHC 6/300
M.Teweh - Palangkaraya
DHC 6/300
Palangkaraya – Buntok
DHC 6/300
Buntok – Palangkaraya
DHC 6/300
Palangkaraya – Kuala Kurun
DHC 6/300
Kuala Kurun – Palangkaraya
DHC 6/300
98 98 58 58 58 58
DHC 6/300
56
56
100
728
488
67
DHC 6/300
56
56
100
728
393
54
DHC 6/300
30
30
100
150
113
75
DHC 6/300
30
30
100
150
57
38
600
600
100
6.732
4.965
74
Palangkaraya – Kuala Pembuang Kuala Pembuang Palangkaraya Palangkaraya – Tumbang Samba Tumbang Samba Palangkaraya
TOTAL
21 Ibid
29
Armada Untuk Angkutan Udara Perintis Tahun 2012
No.
Tipe Pesawat
Registrasi Pesawat
Jumlah
Keterangan
1.
TWIN OTTER (DHC-6)
PK-BRP
1
operate
Rencana Penambahan Armada Tahun 2012 No.
Tipe Pesawat
Kapasitas Seat
Jumlah
Rencana Dioperasikan
1.
Twin Otter DHC-6/300
18
1
Penambahan armada
Rencana Penambahan Armada Tahun 2013 No.
Tipe Pesawat
Kapasitas Seat
Jumlah
Rencana Dioperasikan
1.
f.
Twin Otter DHC-6/300
18
1
Penambahan armada
Sabang Merauke Raya Air Charter (SMAC) PT. Sabang Merauke Raya Air Charter awalnya didirikan pada 1969 dengan nama
MAC (Malaysia Air Charter), perusahaan patungan antara Malaysia dan Indonesia partnership.In 1972, rekanan Indonesia membeli seluruh saham yang dimiliki oleh Malaysia dan mengubah nama perusahaan menjadi PT. Sabang Merauke Raya Air Charter (dikenal sebagai PT. SMAC) dan tumbuh dari pesawat, PA23 Aztec dengan lima tempat duduk. Melayani rute-rute pedalaman seperti daerah Mamuju, Toli-Toli, Tarakan, Selayar, Masamba, Samarinda. PT SMAC mulai melayani rute tersebut sejak tahun 2009. Saat ini terdapat 2 buah armada pesawat Cassa 212-200. Pada Tahun 2012 ada rencana penambahan 1 armada tipe pesawat Cessna Grand Caravan dengan kapasitas 9 tempat duduk. Target penerbangan dan jumlah penumpang yang diperkirakan akan dilayani oleh PT Sabang Merauke Raya Air Charter pada tahun Anggaran 2011, serta realisasi capaiannya adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel berikut :22
22 Ibid
30
Tabel 4-7 : Realisasi PT. SMAC
31
Rencana Penambahan Armada Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
Tipe Pesawat Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan Cessna Grand Caravan
Kapasitas Seat 9 9 9
32
Jumlah 1 1 1
Rencana Dioperasikan 2013 2013 2013
4.1.3. Bandar Udara Saat ini terdapat 300 bandara perintis di Papua tetapi hanya 30 yang mampu beroperasi. Sebagai contoh Bandara di Sugapa, kabupaten Intan Jaya Papua, memiliki panjang landasan 550 m, ketinggian landasan 7000 feet.
23
Umumnya Bandar udara yang
melayani angkutan udara perintis, masih sangat minim sarana, fasilitas keamanan penerbangan separti kendaraan PKP-PK, mesin X-Ray baik untuk kabin maupun bagasi dan WTMD, sehingga dikuatirkan sangat rawan untuk lalu lintas barang-barang berbahaya, pagar saja tidak punya sehingga warga kerap lalu lalang disana. Pegawai bandara juga sangat terbatas, kadang-kadang tidak ada ditempat. Petugas pengamanan juga susah payah lantaran semuanya serba manual.
Resiko kecelakaan kian tinggi
karena sarana penerbangan juga jelek. Di kampung Tsinga, distrik Tembagapura sudah dibangun lapangan terbang Mulu, yang berada di ketinggian sekitar 2,000 m di atas permukaan laut. Lapangan dengan panjang 600 meter dan lebar 18 meter dibangun oleh PT Freeport Indonesia telah beroperasi sejak tahun 2011 dan telah didarati pesawat perintis secara regular. Ijin operasi diberikan oleh Dinas Perhubungan Propinsi Papua. Selama ini pesawat jenis Pilatus Porter milik maskapai Susi Air rutin melayani penerbangan ke Tsinga dua kali seminggu.24 Jumlah bandar udara untuk Pelayanan angkutan perintis o o o o o o o o
Aceh – 9 Sumatera Utara – 4 Sumatera Barat – 4 Bengkulu – 3 Kalimantan Timur – 9 Kalimantan Barat – 4 Kalimantan Tengah – 6 Jawa – 2 rute
o o o o o o o o
Sulawesi Barat – 4 Sulawesi Tengah – 9 Sulawesi Selatan – 10 Maluku Utara – 7 Maluku - 12 Nusa Tenggara timur – 5 Papua Barat – 9 Papua – 43
Beberapa permasalahan pokok yang sering terjadi pada angkutan udara perintis antara lain :25 1. Faktor cuaca sangat mempengaruhi pelayanan angkutan udara perintis 2. Beberapa rute penerbangan perintis tidak/kurang efektif, dimana pada pelaksanaan angkutan udara perintis tidak ada penumpangnya 3. Kebutuhan riil masyarakat di daerah tertinggal, terdepan dan terluar pasca konflik, belum mendapatkan aksesibilitas pelayanan angkutan udara yang memadai
23
24
25
Pengembangan Pesawat Untuk Angkutan Perintis Udara, disampaikan oleh Direktur Aerostructure, PT DI, dalam acara Diskusi Pengembangan angkutan Udara, di Hotel Millenium Jakarta. “Penerbangan Perintis dari Timika Layani 17 Rute”, 23 Januari 2011, http://www.tibunnews.com/ Permasalahan Inspektorat Jenderal Pada Rapat Koordinasi Angkutan Udara Perintis I, Semarang, 15 Februari 2012
33
4. Penetapan criteria/persyaratan penetapan angkutan udara yang diberikan subsidi serta mekanisme/proses
penetapan
pendanaan
angkutan
udara
perintis
belum
mencerminkan skala prioritas pendanaan angkutan udara perintis 5. Tidak adanya jaminan operator yang memiliki pesawat udara lebih dari satu unit untuk mengantisipasi pesawat utama rusak, dan masih adanya sertifikasi kelaikan pesawat udara yang telah habis masa berlakunya. 6. Peran pemerintah daerah (pemda) setempat terhadap kebutuhan angkutn udara perintis belum optimal, karena : a. kontribusi dari pemda pada angkutan udara perintis di lingkungan atau wilayah daerah tersebut tidak berjalan efektif b. beberapa operator penerbangan perintis belum seluruhnya mengadakan joint operations atau Kerja Sama Operasi (KSO) dengan pihak pemda setempat, walaupun telah tersedia dana APBD. 7. Besaran pokok penetapan tariff penerbangan perintis tidak transparan, sehingga masyarakat pengguna transportasi angkutan udara perintis tidak mengetahui besarannya, dan dikuatirkan disalahgunakan oleh GSA/Agen penjualan tiket setempat. 8. Ketidaksiapan operasi bandara, antara lain sedang dilakukan perbaikan runway maupun kondisi bandara yang tidak layak digunakan saat hujan yang berakibat pada pembatalan penerbangan untuk beberapa lama.
Keuntungan dan Dampak Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis : 1.
Penurunan biaya transportasi mengingat tarif rendah dan memperpendek waktu tempuh
2.
Kehidupan masyarakat pedalaman tidak terisolasi lagi dengan daerah lain
3.
Mendorong pertumbuhan ekonomi peningkatan taraf hidup masyarakat
4.
Meningkatnya hubungan sosial, budaya, kemasyarakatan dan pemerintahan dengan daerah lain
5.
Mendorong perkembangan pariwisata dan sektor lainnya
6.
Meningkatnya stabilitas pertahanan dan keamanan negara Indonesia sebagai negara kepulauan
7.
Sebagai alat pemersatu bangsa
8.
Memberdayakan operator penerbangan nasional
34
4.2.
Kemampuan Industri Pesawat Terbang Di Indonesia (Khusus untuk Penerbangan Perintis)
Untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara guna mengakses daerah-daerah yang belum terakses moda transportasi darat dan laut, Direktur Industri Maritim, Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian telah berkoordinasi dengan Bappenas, Kementerian Perhubungan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini dilakukan karena jumlah pesawat yang beroperasi ke daerah-daerah cenderung makin sedikit, padahal masyarakat di daerah sangat membutuhkan.
Guna memenuhi kebutuhan, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ditunjuk untuk pembuatan pesawat untuk penerbangan perintis. Maka, sejak tahun 2006 PT Dirgantara Indonesia dan Kementerian Industri berinisiatif mengembangkan pesawat perintis yang diberi nama N-219. Kode “N” berarti Nusantara, maksudnya asli buatan Indonesia. Angka “2” berarti 2 mesin (2 baling-baling), sedangkan angka “19” berarti mampu mengangkut 19 penumpang. Pesawat N-219 merupakan pesawat generasi baru rancangan asli PT DI, yang dikembangkan berdasarkan sertifikasi FAR 23/CASR 23. Pesawat berkapasitas 19 tempat duduk ini tidak membutuhkan landasan yang luas, sehingga cocok untuk melayani penerbangan antar daerah dan antar pulau di Tanah Air yang umumnya memiliki landasan pesawat terbang yang tidak panjang.
N219 sengaja dirancang untuk penebangan jarak pendek yang harus dapat dioperasikan pada landasan tak beraspal di wilayah pegunungan. Untuk perancangan pesawat N219, PT DI telah melakukan survey langsung ke beberapa bandara yang sulit dijangkau di pegunungan wilayah Papua. N219 dapat menggantikan pesawat Twin Otter yang kini sudah tua dan tidak diproduksi.26
Pesawat N219 ditenagai oleh dua buah mesin PT6A-61 yang masing-masing berkekuatan 850 shaf horse power (SHP) buatan Pratt & Whitney dengan kecepatan jelajah maksimum 395 km/jam dan kecepatan jelajah ekonomis 352 km/jam. Secara keseluruhan, produk PT DI ini memiliki 70 % muatan local (local content). Penggunaan komponen lokal yang mencapai 70 % membuat harga pesawat ini jauh lebih murah
26
Program Pembuatan Prototipe Pesawat N219, disiapkan oleh Direktorat Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan A;at Pertahanan, Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian RI, Jakarta, 17 Maret 2011
35
dibandingkan dengan pesawat buatan luar negeri. Dari sekian banyak komponen, hanya mesin dan avionic yang masih impor dari luar negeri. 27 Pesawat N219 mempunyai karakteristik : Harga jual pesawat US$ 3.8 million kandungan industri dalam negeri tinggi Kapasitas 19 kursiKapasitas 19 kursi, pada 30” pitch Bermesin ganda masing-masing dengan 850 SHP STOL, prepared and unprepared runway capability, high wing, fixed landing gear, unpressurized cabin (Robust) Disertifikasi pada kategori CASR 23 (commuter category) Biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah Berkemampuan high and hot airfield capability Multi hop capability and quick change configuration (Multi Purpose/combi) Sederaha dan mudah pemeliharaannya Memiliki kecepatan manuver yang rendah Biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah Berkemampuan Take off & Landing di High and Hot airfield
Performance N219 : Max. Cruise Speed : 213 kts (395 km/hr) Economical Cruise Speed : 190 kts (352 km/hr) Max. ferry range : 1580 Nm Take-off Distance (35 ft obstacle) : 465 m, ISA, SL Landing Distance (50 ft obstacle) : 510 m, ISA, SL Stall speed : 73 kts Max. Take-off weight : 7270 kg (16000 lbs) Max. Payload : 2500 kg (5511 lbs) Rate of Climb 2300 ft/min all engine operative Range : 600 Nm
Pada tahun 2008, model pesawat N-219 menjalani uji aerodinamika di laboratorium uji terowongan angin di Laboratorium Aero Gasdinamika dan Getaran (LAGG) di Serpong. Model ini juga menjalani pengujian pendaratan di air (ditching) di
27
“Pengembangan Pesawat Perintis di Indonesia”, 31 Oktober 2011, Yudi Supriyono, pemerhati Alutsista dan Penerbangan, http:/suaramerdeka.com/
36
Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika (BPPH), Surabaya. Kegiatan ini melibatkan Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi (PTIST) sebagai pelaksana program, sedangkan LAGG dan BPPH sebagai pelaksana teknis.
Pada tahun 2011 pengembangan pesawat telah masuk dalam tahapan Detail Engineering Design (DED) untuk pembuatan prototype pesawat. Prototipe N219 yang dibangun berjumlah dua unit dan ditargetkan pembuatan prototype ini tuntas pada tahun 2013. Diharapkan pemerintah daerah dan maskapai penerbangan membeli pesawatpesawat kecil produksi PT DI dan mengoperasikannya ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Bagi PT DI sendiri, proyek N-219 berperan penting untuk meregenerasi tenaga ahli dan insinyur aeronotikanya. Melalui proyek pesawat perintis N219 inilah generasi insinyur yang lama bisa mengalihkan ilmunya ilmunya ke generasi berikutnya yang jauh lebih muda, sehingga menjadi jembatan alih teknologi.
4.3.
Arah Dan Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penerbangan Perintis Di Indonesia
4.3.1. Regulasi a. Regulasi Terkait Kegiatan Pendidikan Penerbang
ICAO Annex 1 tentang Licensing
ICAO Annex 2 tentang Rules of the air
ICAO Annex 6 tentang Operation of Aircraft
CASR part 61 tentang Licensing of pilots and Flight Instructors
CASR part 91 tentang General Operating and Flight Rules
CASR part 141 tentang Certification and Operating of Pilot School
b. Regulasi terkait dengan penanganan penerbangan perintis di Indonesia UU RI No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan - Pasal 104 : angkutan udara perintis wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga Nasional berdasarkan perjanjian dengan Pemerintah. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah wajib menyediakan lahan, prasarana angkutan udara, keselamatan dan keamanan penerbangan serta kompensasi lainnya. - Bab V : Pembinaan Pasal 10, ayat (1), (2), (6) 37
- Bab XVII : Pasal 370-372 - Bab X : Angkutan Udara pasal 104-107 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Jangka Menengah Nasional 2004-2009 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Industri Nasional Peraturan
Menteri
Perindustrian
No
:
11/M-IND/PER/3/2006
Tentang
Kandungan Lokal Peraturan Menteri Perindustrian No.125/M-IND/per/10/2009 Tentang Peta Panduan (road map) pengembangan Klaster Industri Kedirgantaraan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : - KM 49 Tahun 2005 Tentang System Transportasi Nasional (Sistranas) - KM 25 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara RPJP Kementerian Perhubungan 2005-2025 Tentang Transportasi Nasional RPJP
Kementerian
Perhubungan
tahun
2001-2025
:
TUJUAN
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI NASIONAL JANGKA PANJANG (2005 – 2025) : Pembangunan Transportasi Nasional Jangka Panjang (2005-2025) bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien guna mendukung perwujudan Indonesia yang lebih sejahtera, sejalan dengan perwujudan Indonesia yang aman dan damai serta adil dan demokratis. Sasaran Pembangunan Transportasi Nasional Jangka Panjang (2005-2025), di antaranya adalah : Terwujudnya peningkatan dan pemerataan pelayanan jasa transportasi ke seluruh pelosok tanah air dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4.3.2. Arah dan Kebijakan 1. Rekomendasi DEPANRI Indonesia harus membangun kemandirian dalam penguasaan iptek pesawat untuk penerbangan perintis28, sedangkan jangka panjang : “mengembangkan pesawat udara jarak pendek dan menengah untuk berbagai kebutuhan dalam negeri maupun ekspor” 2. Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri dan Keperintisan :
28
“Pembentukan Payung Hukum Dalam Pengembangan Prototipe Pesawat N-219, Bahan Rapat Panitia Teknis DEPANRI, Kantor LAPAN, 28 Juli 2011
38
a.
Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri diarahkan sebagai berikut :
1) Rute penerbangan dalam negeri dapat menghubungkan dan menjangkau seluruh wilayah Republik Indonesia yang terdiri dari rute utama, rute pengumpan dan rute perintis. 2) Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh wilayah, dengan menerapkan prinsip subsidi silang (keseimbangan rute) yaitu perusahaan penerbangan selain menerbangi rute sangat padat dan padat juga menerbangi rute kurang padat dan tidak padat 3) Menerapkan Multi Airlines System dimana satu rute penerbangan dilayani lebih dari satu perusahaan penerbangan untuk menciptakan iklim usaha yang berkompetisi secara sehat dan kondusif 4) Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan dalam negeri atau rute penerbangan dalam negeri dengan rute penerbangan luar negeri 5) Mendukung iklim usaha terhadap Pemegang Ijin usaha kegiatan angkutan udara niaga dan bukan niaga, pada situasi tertentu, untuk dapat melayani rute – rute tertentu yang tidak dilayani oleh angkutan udara niaga berjadwal guna mendukung iklim usaha yang kondusif dan kegiatan penduduk setempat.
b. Kebijakan Persetujuan Terbang (Flight Approval) : 1) Persetujuan Terbang (flight approval) merupakan persetujuan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara kepada pemegang izin usaha angkutan udara niaga atau pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga atau badan hukum/ perorangan asing berdasarkan izin khusus dari pemerintah atau perjanjian bilateral/ multilatera dalam rangka pengawasan kapasitas angkutan udara dan hak angkut (traffic rights). 2) Sesuai dengan semangat otonomi daerah tentang pelimpahan wewenang kepada daerah, dimungkinkan persetujuan terbang (flight approval) diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Propinsi untuk pesawat di atas 30 tempat duduk, penerbangan dalam propinsi dan bersifat tidak berjadwal 3) Persetujuan Terbang (flight approval) yang telah diberikan tidak membebaskan pemegang persetujuan terbang (flight approval) dari pelaksanaan setiap peraturan teknis operasi, keamanan dan keselamatan penerbangan.
c. Kebijakan Pengadaan Pesawat Terbang dan Halikopter : Perusahaan angkutan udara yang telah memiliki izin usaha angkutan udara niaga baik berjadwal atau tidak berjadwal dan Instansi pemerintah, Badan Hukum 39
Indonesia,
Lembaga-lembaga
tertentu
atau
perorangan
WNI
yang
telah
mendapatkan izin kegiatan angkutan bukan niaga dapat mengajukan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara permohonan pengadaan pesawat terbang dan helikopter. Pertimbangan pemberian izin pengadaan pesawat terbang dan helikopter apabila telah dipenuhinya persyaratkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 82 tahun 2004 dan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 5 tahun 2006. Disamping pertimbangan sesuai rencana operasi dan ekonomis, pengadaan pesawat yang akan dioperasikan di Indonesia memperhatikan pemenuhan standar kelaikan dan keselamatan penerbangan.
d. Kebijakan Keperintisan : Angkutan udara perintis adalah angkutan udara niaga yang melayani jaringan dan rute penerbangan perintis secara berjadwal. Rute dapat dikatakan sebagai rute perintis apabila memenuhi kriteria : 1) Menghubungkan daerah terpencil, dimana daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain, dan/ atau kapasitas kurang memadai. 2) Mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah terpencil, dimana daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan, menunjang program pengembangan dan pembangunan daerah, serta mendorong perkembangan sektor lainnya. 3) Mewujudkan stabilitas pertahanan, dimana daerah tersebut berdekatan dengan wilayah perbatasan negara lain.
3. Kebijakan Kepengusahaan di Bidang Angkutan Udara a. Kegiatan Angkutan Udara Niaga : 1)
Kegiatan angkutan udara niaga dapat dilakukan oleh : Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang berbentuk Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero) Badan Usaha Milik Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas; atau Koperasi yang memiliki status sebagai Badan Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2)
Persyaratan permohonan izin usaha angkutan udara niaga adalah sebagai berikut : Memiliki akte pendirian perusahaan yang salah satu kegiatannya harus memuat usaha angkutan udara niaga berjadwal dan atau angkutan udara 40
niaga tidak berjadwal dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri yang bertanggung jawab terhadap pengesahan akte pendirian perusahaan Layak ditinjau dari aspek ekonomi dan kemampuan secara finansial untuk dapat melakukan kegiatan angkutan udara niaga dengan menyampaikan studi kelayakan yang antara lain memuat aspek sebagai berikut : - jenis dan jumlah pesawat udara yang akan dioperasikan - rute penerbangan, bagi pemohon kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal, rencana daerah operasi bagi pemohon izin usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal - aspek pemasaran - profile organisasi perusahaan dan sumber daya manusia meliputi teknisi dan awak pesawat udara - kesiapan dan kelayakan fasilitas untuk pengoperasian pesawat udara - analisis dan evaluasi dari aspek ekonomi dan finansial. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK) Surat keterangan domisili. 3)
Untuk dapat beroperasi pemohon wajib memiliki Air Operator Certificate (AOC). Dalam rangka penanaman modal asing, pemerintah memberikan peluang untuk berusaha dibidang usaha jasa angkutan udara niaga baik berjadwal dan atau tidak berjadwal melalui kerjasama joint venture dengan Badan Hukum Indonesia yang berbetuk Perseroan Terbatas (PT), dimana mayoritas kepemilikan saham berada pada warga negara indonesia dan atau perusahaan Indonesia.
b. Kegiatan Angkutan Udara Bukan Niaga : 1) Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan oleh : instansi pemerintah badan hukum Indonesia lembaga tertentu; atau perorangan (warga negara Indonesia) 2) Persyaratan permohonan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga adalah sebagai berikut : Memiliki izin untuk melakukan kegiatan pokoknya dari instansi yang berwenang bagi pemohon yang berbentuk Badan Hukum Indonesia atau lembaga tertentu, dan tanda jati diri bagi pemohon perorangan. 41
Dinyatakan layak untuk melakukan kegiatan usaha angkutan udara bukan niaga dengan menyampaikan rencana kegiatan. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK). Surat keterangan domisili. 3) Untuk dapat beroperasi pemohon wajib memiliki Air Operator Certificate (AOC).
c. Kebijakan Angkutan Udara Bagi Perusahaan Angkutan Udara Asing : 1) Perusahaan angkutan udara asing sebelum melakukan penerbangan ke/dari Indonesia wajib memenuhi persyaratan yang dituangkan dalam peraturan keselamatan penerbangan sipil Indonesia nomor 129. 2) Perusahaan angkutan udara asing hanya dapat melakukan jasa pelayanan ground handling sendiri. 3) Kantor perwakilan dapat melakukan penjualan dan pemasaran jasa-jasa angkutan udara perusahaan angkutan udara asing. d. Kebijakan Tenaga Asing Di Bidang Penerbangan : 1) Direktorat
Jenderal
Perhubungan
Udara
terlebih
dahulu
memberikan
rekomendasi kepada Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi terhadap perusahaan penerbangan asing dan dalam negeri dalam hal Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA). 2) Pemberian rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA) hendaknya memperhatikan ketersedian sumber daya manusia di bidang penerbangan di Indonesia 3) Untuk meningkatkan kemampuan dan memberdayakan tenaga kerja dalam negeri, perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing agar melaksanakan program pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja warga negara Indonesia yang telah ditunjuk atau dipersiapkan sebagai pengganti tenaga kerja warga negara asing pendatang (TKWNAP) yang dipekerjakan sesuai jabatannya. 4. Kebijakan Kepengusahaan Bandar Udara a. Pengusahaan Jasa Di Bandar Udara : 1) Fungsi bandar udara adalah menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi pesawat terbang yang mendarat dan tinggal landas serta aktivitas diantara keduanya apabila diperlukan dan juga sebagai pusat kegiatan ekonomi yang diharapkan dapat membiayai diri sendiri dan memberi kontribusi pendapatan terhadap pengelola bandar udara 42
2) Pelayanan Jasa Kebandarudaraan pada Bandar udara umum dikelompokkan menjadi : a) Pelayanan Jasa Kegiatan Penerbangan. - Pelayanan Jasa Pendaratan Penempatan, dan Penyimanan Pesawat Udara (PJP4U) - Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) - Pelayanan Jasa Penerbangan (PJP) - Pelayanan jasa Pemakaian Counter - Pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata (Avio Bridge). b) Pelayanan Jasa kegiatan Penunjang Bandar Udara meliputi : - Pelayanan
Jasa
yang
secara
langsung
menunjang
kegiatan
penerbangan. - Pelayanan jasa yang secara langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara. 3) Pelaksanaan usaha kegiatan jasa penunjang Bandar udara dapat dilaksanakan oleh : Unit pelaksana teknis/satuan kerja Bandar udara, pada Bandar udara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/kota. unit pelaksana dari badan usaha kebandarudaraan, pada Bandar udara yang diselenggarakan oleh badan Usaha kebandarudaraan; atau Badan hukum Indonesia atau perorangan. Dalam rangka penanaman modal asing, untuk berusaha dibidang usaha kegiatan penunjang Bandar udara dipersyaratkan berpatungan dengan Badan Hukum Indonesia.
a. Penyelenggara Bandar Udara Internasional : Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, jumlah Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara Internasional
di Indonesia terdapat 27 Bandar
Udara.Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri ditetapkan berdasarkan pertimbangan beberapa aspek sebagai berikut :
Potensi permintaan penumpang angkutan udara;
Potensi kondisi geografis ;
Potensi kondisi pariwisata ;
Potensi kondisi ekonomi ; 43
Aksesibilitas dengan bandar udara internasional disekitarnya, dan ketentuan intra antar moda.
5. Kebijakan Pentarifan a. PengaturanTarif di Bidang Angkutan Udara : Pelayanan jasa angkutan udara harus memperhatikan keselamatan, keamanan, kecepatan, kelancaran, ketertiban, keteraturan dan efisiensi dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.” Masyarakat Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmati jasa pelayanan angkutan udara dengan tarif yang dapat terjangkau dan tetap memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan. b. PengaturanTarif Angkutan Udara Dalam Negeri : Kebijakan pengaturan tarif angkutan udara dalam negeri mengacu pada hal-hal sebagai berikut : 1) Pelayanan jasa angkutan udara mengacu pada standard internasional yang dikeluarkan oleh ICAO. 2) Dalam penetapan struktur dan golongan tarif angkutan udara niaga dalam negeri, pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan penyelenggara angkutan udara niaga. 3) Struktur tarif dibedakan atas struktur tarif pelayanan ekonomi dan struktur tarif pelayanan non ekonomi. Untuk struktur tarif pelayanan ekonomi terdiri atas tarif dasar dan tarif jarak sedangkan untuk struktur tarif pelayanan non ekonomi terdiri atas tarif pelayanan ekonomi dan tarif pelayanan tambahan 4) Golongan tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dikategorikan menjadi tarif pelayanan ekonomi dan tarif pelayanan non ekonomi 5) Pemerintah menetapkan standard minimum pelayanan jasa angkutan udara. 6) Masing-masing jenis pelayanan memiliki persyaratan minimum dan dapat dikembangkan oleh masing-masing penyedia jasa. 7) Jenis tarif dibedakan berdasarkan segmen pasar yaitu :
8)
penumpang dan atau kargo angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri
tarif penumpang dan atau kargo angkutan udara niaga perintis
Tarif angkutan udara dalam negeri kelas ekonomi batas atas ditetapkan oleh Pemerintah yang berorientasi pada kepentingan dan kemampuan masyarakat.
9)
Tarif angkutan udara dalam negeri kelas non ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar dan berorientasi pada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan. 44
10) Tarif kargo diserahkan pada mekanisme pasar.
Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut penyelenggara angkutan udara niaga menetapkan tarif yang berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan udara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
c. PengaturanTarif Angkutan Udara Perintis : Kebijakan pengaturan tarif angkutan udara perintis mengacu pada hal-hal sebagai berikut : 1) Daya beli masyarakat daerah setempat; 2) Biaya operasional pesawat udara yang digunakan untuk menerbangi rute perintis; 3) Kriteria penetapan rute perintis, baik yang merupakan rute perintis yang bersifat membuka isolasi daerah terpencil dan pedalaman atau rute perintis yang bersifat merangsang pertumbuhan/ perkembangan ekonomi, daerah setempat, diharapkan dapat segera menjadi komersial. 4) Rute penerbangan yang mempunyai potensi menjadi rute penerbangan komersial, secara bertahap dinaikkan supaya pada saat menjadi rute komersial kenaikkan tarifnya tidak membebani masyarakat pengguna jasa angkutan udara. Besaran kenaikan tarif dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan besaran tarif batas atas penumpang angkutan udara niaga berjadwal kelas.
d. PengaturanTarif Angkutan Udara Luar Negeri : Dalam hal pengaturan tentang prosedur berlakunya tarif angkutan udara internasional bilateral, hampir semua perjanjian angkutan udara bilateral Indonesia menggunakan sistem “double approval” yaitu suatu tarif yang diajukan oleh kedua perusahaan angkutan udara yang ditunjuk hanya dapat diberlakukan apabila telah disetujui oleh kedua Pemerintah. Namun demikian, Pemerintah secara bertahap dan selektif akan menerapkan sistem ”double dis-approval”. Dengan tetap dimungkinkan Pemerintah campur tangan dalam pengaturan tarif guna : 1) Mencegah penetapan tarif yang tidak wajar dan bersifat diskriminatif atau tindakan-tindakan yang diskriminasi; 2) Mencegah penetapan tarif yang tidak wajar dan bersifat diskriminatif atau tindakan-tindakan yang diskriminasi; 3) Melindungi konsumen dari pengenaan tarif tinggi yang tidak wajar karena memegang posisi dominan pada suatu pasar.
45
4) Melindungi perusahaan penerbangan dari penetapan tarif yang rendah oleh perusahaan penerbangan lainnya karena subsidi langsung atau tidak langsung dari Pemerintah.
e. Pengaturan Tarif di Bidang Jasa Kebandar Udaraan : 1)
Tarif
pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara
umum ditetapkan
berdasarkan pada struktur dan golongan tarif serta dengan memperhatikan :
Kepentingan pelayanan umum ;
Peningkatan mutu pelayanan jasa ;
Kepentingan pemakai jasa ;
Penigkatan kelayakan pelayanan ;
Pengaturan biaya ; dan
Pengembangan Usaha.
2) Penetapan tarif pelayanan jasa kebandarudaraan :
Besaran tarif pelayanan jasa kebandarudaraan pada bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Besaran tarif pelayanan jasa kebandarudaraan pada Bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Propinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Besaran tarif jasa kebandarudaraan pada Bandar udara umum yang diselenggarakan
oleh
Pemerintah
kabupaten/Kota
ditetapkan
dengan
Peraturan Daerah.
Besaran tarif jasa kebandarudaraan pada Bandar udara umum yang diusahakan ditetapkan oleh Direksi Badan Usaha Kebandarudaraan setelah dikonsultasikan dengan menteri Perhubungan.
5.
KEBUTUHAN TERHADAP PENERBANGAN PERINTIS
Peran angkutan udara sangat vital di Indonesia, disamping sebagai alat transportasi yang cepat dan kemampuannya hingga mencapai ke pelosok wilayah yang terpencil di Indonesia, juga sebagai salah satu alat pemersatu bangsa. Oleh karena itu diperlukan kondisi dunia penerbangan yang solid, kuat dan terarah, sehingga mampu menghubungkan beribu-ribu pulau dan membangun setiap daerah yang ada di Indonesia secara adil dan merata. 46
Saat ini, meskipun jumlah penumpang udara di Indonesia terus meningkat sampai 40 jutaan setahun, namun umumnya masih dinikmati oleh warga di perkotaan. Penerbangan perintis masih dibutuhkan di sejumlah wilayah kepulauan. Kondisi geografis Indonesia yang serba sulit membuat kebutuhan terhadap penerbangan perintis sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah tersebut. Penerbangan ini dirasakan sangat membantu masyarakat untuk meningkatkan akses ke daerah luar. Dengan pesawat perintis waktu tempuh menjadi lebih cepat dan biaya yang lebih rendah. Penerbangan perintis digunakan untuk alat transportasi bila pemerintah berkunjung ke daerah, untuk mengangkut bahan bakar dan bahan kebutuhan pokok. Peran penerbangan perintis sangat diperlukan untuk membuka daerah-daerah terisolir, mengembangkan dan membangun
daerah
sehingga
mampu
mendorong
pertumbuhan
ekonomi
dan
peningkatan sosial budaya di daerah, untuk menopang industri pariwisata serta mampu memberikan kontribusi nyata pada pembangunan nasional. Sebagian penerbangan perintis di beberapa wilayah di Indonesia masih menggunakan pesawat perintis produksi lama. Beberapa diantaranya tidak layak pakai atau sudah uzur, sehingga diperlukan pesawat perintis yang lebih modern, cepat, ekonomis, dan nyaman untuk menjangkau antardaerah dan antarpulau. Jumlah rute penerbangan perintis di Indonesia saat ini terus berkembang, antara lain di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Maluku, Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dll. Rute Pelayanan Penerbangan Perintis seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini :29 Tabel 5-1 : Rute Penerbangan Perintis di Indonesia Propinsi
Rute yang dilayani
Frekuensi/minggu
12 5 2 4 3 5 9 8 3 11 12 6 7 44
18 7 4 7 3 9 9 10 5 18 16 8 14 67
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Bengkulu Nusatenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
29
Suryono, ”Potensi Industri Pendukung Untuk Pesawat Terbang Perintis”, Kementerian Perindusrian, disampaikan pada Lokakarya DEPANRI, Puspiptek-Serpong, 22 November 2011
47
Kebutuhan Pesawat Udara Perintis sampai dengan tahun 2025 :30 Tabel 5-2 : Kebutuhan Pesawat Udara Perintis sampai 2025
No.
Wilayah/rute
Prediksi Kebutuhan Pesawat 2010
2015
2020
2025
1
Sumatra
9-11
10-13
12-15
14-19
2
Jawa
6-9
7-10
9-14
12-17
3
Nusa Tenggara
12
15
19
23
4
Papua
6
7
7
8
5
Maluku
3
4
5
7
6
Sulawesi
9-16
10-14
13-18
15-23
7
Kalimantan
6
4
5
7
51-63
60-68
73-86
88-106
JUMLAH
Contoh Kebutuhan Pesawat Udara Kecil di Papua dan Irian Jaya Barat ( tanpa pengembangan runway )
No. 1.
Jenis Pesawat DHC-6 Series
Kebutuhan Pesawat 2015 2020 2025 7 7 8
2010 6
2030 8
*) DHC-6 merupakan pesawat terbaik untuk lingkungan operasi di Papua (pegunungan). 31
6.
STRATEGI OPTIMALISASI PENGEMBANGAN PENERBANGAN PERINTIS DI INDONESIA BAGIAN TIMUR
6.1.
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan
6.2.
Analisis SWOT
6.3.
Rumusan Strategi Optimalisasi
7.
PENUTUP
7.1.
Kesimpulan
7.2.
Saran
30
31
Hari Muhammad dan Mahardi Sadono, “Review Kebutuhan Pesawat Terbang Perintis”, disampaikan pada Lokakarya DEPANRI, Puspiptek-Serpong, 22 November 2011 ibid
48