SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
SENYAWA-SENYAWA ORGANIK TANAMAN YANG MUDAH MENGUAP MERUPAKAN PERTAHANAN TERHADAP IKLIM YANG PANAS Oleh/By PARLINDUNGAN TAMBUNAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Departemen Kehutanan
ABSTRACT Volatile Organic Compounds (VOCs) are natural plant product, and is produced and emitted by many trees in tissue pass through physiological process. VOCs play an important role in atmospheric chemistry. VOCs are diverse, including isoprene, mono-and sesquiterpenes, alcohols, aldehydes, ketones, and esters. VOCs emissions measured variation at unpolluted site, including forests, croplands, and grasslands. Their concentrations of emission increase the most of effect of the global environmental change, including land use changes and warming. Study emission of VOCs (isoprene) from leaves has established in laboratory and field, and emission rate increased exponentially with increasing temperature up to 40˚C (the maximum level of emission rate of 479.1 ųmol m-2 s-1), and emission rates for light intensity maximum of 1600 µmol m-2 s-1 was 194,9 µg g-1 h-1. VOCs emissions represent a significant carbon loss in the plant photosynthesis process. These evidenced VOCs dependent on the environmental conditions and physiology of the plant. Therefore, VOCs are produced by plants both negative and positive feedback to the climate warming. Therefor, the estimates of VOCs emission from tropical forests need to be revised upward, expanded and to evaluate more precisely to other tree species in tropical area. Key words: VOCs, photosynthesis, trees, forest ecosystem, and the global environmental change. Alamat Korespondensi : Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610. Telp. 0251-631238 Fax. (0251) 7520005. E-mail:
[email protected] PENDAHULUAN Tanaman mempunyai sejumlah senyawa-senyawa organik yang mudah menguap atau Volatile Organic Compounds (VOCs), yang dijumpai terbanyak pada organ tanaman “daun”. Senyawa-senyawa organik tersebut (misalnya isoprena, mono-and sesquiterpena, alcohol, aldehyd, keton dan ester) mudah menguap tergantung kondisi temperatur dan fisiologi tanaman. Tanaman mengemisi VOCs dalam jumlah yang sangat banyak ke atmosfir, yakni sekitar 1015 g per tahun dan sekitar 80% terdiri dari unsur-unsur kimia reaktif. VOCs masuk ke atmosfir setiap tahun terbanyak dari hasil pembakaran bahan bakar (Guenther
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
dkk., 1995). Walaupun penelitianpenelitian sebelumnya telah mempertimbangkan VOCs sebagai bahan-bahan pengotor (pollutants), VOCs mempunyai peranan yang penting dalam sistem di atmosfir, yakni sebagai penentu utama kapasitas oksidasi troposfir, dinamika karbon monoksida, troposperik ozon, dan kelimpahan troposperik aerosol. Ketika level NO (nitric oxide) dan NO2 (NOx) rendah, oksidasi VOCs mengurangi ozon dari troposfir. Kemudian ketika level NOx tinggi terkontaminasi dengan pembakaran bahan bakar di udara terjadi penambahan level ozon. Hal yang penting lagi, berat molekul VOCs lebih besar dari 9 atom Carbon, dan
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
atom C organik tersebut dapat membentuk Nitrat organik, yang ditemui pada endapan air hujan (Fehsenfel dkk., 1992). VOCs diproduksi dan dikonsumsi oleh tanaman jumlahnya beragam, banyak dan sedikit sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Emisi VOCs dan
perubahan lingkungan secara global mempunyai pengaruh timbal balik (negatif dan positif) keduanya. Dengan demikian konservasi biologi merupakan salah satu usaha dalam mengatasi keseimbangan antara emisi VOCs dengan perubahan-perubahan lingkungan global.
SIFAT DASAR DAN FUNGSI VOCs VOCs mempunyai berat molekul yang berbeda-beda dan titik didih antara 10 – 45 oC. Umumnya VOCs ditemukan dalam konsentrasi rendah di alam. Walaupun demikian peranannya adalah sangat penting dalam atmosfir kimia. Pertumbuhan VOCs adalah sangat penting untuk adaptasi tanaman pada lingkungan yang tidak produktif. Pada tanaman, VOCs diproduksi dalam jaringan melalui proses fisiologi dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Keanekagaraman unsur-unsur dan kadar VOCs ini merupakan salah satu harta kekayaan yang tersembunyi secara alami. Kemajuan dalam teknik molekuler dan genetika, dan pengembangan peralatan baru untuk koleksi dan analisis VOCs menambah
pengetahuan dan fungsi secara alami dari VOCs. Beberapa tanaman, VOCs terakumulasi khususnya pada organ tanaman, yakni daun dan batang, dan diemisi untuk pencegahan atau pertahanan dari penyakit (pathogent) khususnya bagian yang luka, dan pemakan tumbuhan (herbivore), untuk mengundang penyerbuk (pollinator), dan komunikasi dengan tanaman dan organisme lain (Lerdau dkk., 1997). Fungsi VOCs yang lain yang menarik perhatian belakangan ini adalah kecenderungan iklim yang panas muncul produksi dan emisi VOCs, misalnya isoprena dan monoterpena, yang moyoritas memberi pertahanan terhadap temperatur tinggi.
BIOSINTESIS VOCs VOCs merupakan produk alam yang struktur kimia organiknya sangat banyak, yang secara alami VOCs terjadi dalam tiga katagori, yaitu pertama, VOCs terjadi di dalam sel yang pusat peranannya pada metabolisme dan reproduksi (disebut primary metabolites); kedua, VOCs yang berat molekul polimer tinggi , misalnya yang bentuk struktur selnya selulosa, lignin dan protein; ketiga, VOCs yang karakteristik speciesnya terbatas dan sangat menarik, karena mempunyai pengaruh biologi pada organisme-organisme (disebut secondary metabolites). VOCs dalam katagori ini lebih dari 40% melalui pengembangan kimia organik sebagai unsur pokok biologi aktif obat (farmasi). Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
VOCs dalam kelas katagori metabolit sekunder adalah sangat banyak, misalnya terpenoid. Terpenoid di alam terkumpul dari unit-unit C5 isoprenoid turunan dari isopentenyl pyrophosphate. Struktur-strukturnya dibagi dalam rantai C5 pada kepala dan ekor, seperti: C – C – C – C. Menurun jumlah C5 |C dibagi ke dalam beberapa bagian, seperti hemiterpena (C5, misalnya: isoprena, prenyresidua cyytokinene), monoterpena (C10, misalnya: α-pinene, menthol, camphor), sesquiterpena (C15, misalnya: βcaryophyllene, abcisic acid), diterpena (C20, misalnya: gibbrellin, phytole, tocopherol, retinol), triterpena (C30, misalnya: sterol, saponin), tetraterpena (C40, misalnya: caretenoid), prenol dan 67
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
CoA-Asetil lokasinya di cytosol; kedua, methylerythritol phosphate (MEP) pathway lokasinya di plastid (Gambar 1).
polyterpena (>C45, misalnya: plastochinone, ubichinone, india rubber). Formasi VOCs melalui dua jalan (pathway), yaitu pertama mevalonic acid (MVA) pathway dari Mevalonic acid (MVA) pathway
Methylerythritol phosphate (MEP) pathway
3-Asetil-CoA
GA-3P + Piruvat 1-Deoxy-D-xylulose 5-phosphate
HMG-CoA 4-Diphosphocytidyl-2-C-methyl-D-erytritol Mevalonate
4-
Diphosphocytidyl-2-C-methyl-D-erytritol
2-
phosphate 2-C-Methyl-D-arytritol 2,4-cyclodiphosphate DMAPP
IPP
DMAPP
IPP Isoprena
FPP
Sesquiterpena
GPP
Monoterpena
GGPP
Phytol
Polyterpena
Carotenoid
Gambar 1. Diagram Isoprenoid pathway Tanaman (Sumber: Juan dkk., 2001).
PENAMBAHAN VOCs AKIBAT DARI IKLIM YANG PANAS Iklim yang panas tidak hanya mengakibatkan perubahan lingkungan secara global, bahkan juga penambahan emisi VOCs. Kenaikan konsentrasi CO2 di atmosfir adalah menambah produktivitas dan biomassa tanaman dalam waktu yang relatif singkat, selanjutnya dengan mudah menambah produksi dan emisi VOCs, sekalipun kenaikan penambahan CO2 tidak jelas. Selain itu, penambahan nitrogen juga dapat menaikkan emisi VOCs, yaitu dengan penambahan pada Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
tingkat fiksasi karbon dan aktivitas enzim. Konsentrasi emisi VOCs dapat menggambarkan adanya kenaikan konsentrasi CO2, tergantung pada kondisi fisiologi species dan lingkungan. (Kesselmeier dan Staudt, 1999). Perubahan penggunaan lahan yang dominan mengakibatkan perubahan pada spesies, secara dramatis sangat potensial mengakibatkan perubahan emisi VOCs, misalnya hutan tropika pada akhir-akhir ini banyak berubah menjadi padang 68
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
rumput (grassland) dengan berlimpah tanaman-tanaman C4, yang tidak banyak mengemisi VOCs (isoprenoid). Perubahan hutan ke fungsi lain atau perubahan asosiasi komposisi species adalah cenderung menurunkan emisi VOCs. Tetapi perubahan lahan menjadi pertanian bebas, penghijauan atau hutan tanaman dapat menaikkan emisi VOCs, misalnya hutan tanaman Eucalyptus dan Populus mengemisi lebih dari 100 nm m-2 s-1 VOCs (Harley dkk., 1999; He dkk., 2000). Dengan demikian pola perubahan emisi VOCs tergantung dengan kimia udara regional dan kontinental. Panambahan emisi VOCs di udara dengan level senyawa N rendah akan menaikkan konsentrasi Ozon. Tingginya konsentrasi ozon dapat menyebabkan kesukaran dalam pernafasan dan mengurangi produksi pertanian dan kehutanan (Runeckles and Chevone, 1992). Kemudian secara langsung dan tidak langsung pada saat penambahan VOCs hidroksil radikal berkurang akan menambah konsentrasi metan, dan dapat mempengaruhi konsentrasi gas-gas rumah kaca (greenhouse gases). Penambahan konsentrasi gas-gas rumah kaca dapat menyebabkan pemanasan global (global warming). Dengan kemampuan tanaman dapat beradapasi pada perubahan lingkungan global akan menambah jumlah tanaman yang toleran terhadap panas (thermotolerance). Data pengaruh semua perubahan global komponenkomponen lingkungan tersebut masih kurang lengkap dan tepat, lebih banyak menggambarkan pengaruh penambahan VOCs (Gambar 2). Faktor lingkungan yang dominan dan sangat mempengaruhi konsentrasi emisi VOCs adalah temperatur dan intensitas cahaya. Pertambahan temperatur hingga maksimum, dan stress panas memberi respon terhadap degradasi enzim dan fisiologi, yang sekaligus mempengaruhi pola emisi. Emisi yang dihasilkan dari difusi VOCs yang panjang, sangat
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
esensial dan relatif menghasilkan konsentrasi emisi yang tinggi. Penambahan emisi VOCs eksponensial dengan penambahan temperatur, karena aktivitas sintesis enzimatik meningkat. Hal ini dibuktikan oleh Tambunan dkk.(2006), bahwa konsentrasi emisi VOCs (isoprena) daun Ficus virgata naik secara eksponensial dengan perubahan kenaikan temperatur dari 22oC sampai 40oC (interval 2oC) dan intensitas cahaya di dalam phytotron adalah tetap 1.000 µmol m-2 s-1, rerata konsentrasi emisi isoprena adalah 54.3 µg g-1 h-1 pada normalisasi temperature daun 30oC. Kemudian pada temperature di dalam phytotron 40oC, temperatur daun maksimum 43.9oC, dan rerata konsentrasi emisi isoprena maksimum adalah 479.1 µmol m-2 s-1 (Gambar 3). Tambunan dkk. (2006) juga membuktikan pada kondisi perubahan penambahan intensitas cahaya, emisi isoprena mengalami penambahan. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4, temperatur di dalam phytotron tetap 30oC, intensitas cahaya bertahap naik dimulai dari 200 µmol m-2 s-1 sampai 1.800 ųmol m-2 s-1 dengan interval 200 µmol m-2 s-1, rerata konsentasi emisi isoprene maksimum adalah 194,9 µg g-1 h-1 dan rerata maksimum intensitas cahaya adalah 1.617 µmol m-2 s-1. Apabila dibandingkan dengan pengukuran di daerah beriklim sedang (temperate), hasil tersebut lebih besar 15% untuk perlakuan cahaya dan 80% untuk perlakuan temperatur. Perbedaan tersebut dimungkinkan penggunaan rumus Guenther dkk. (1993) untuk koefisien faktor cahaya (CL) dan temperatur (CT) tidak sesuai untuk jenis-jenis pohon di daerah subtropis dan juga di daerah tropis. Selain itu, hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis pohon Ficus virgata merupakan jenis pohon yang toleran terhadap stress cahaya dan merupakan sumber produksi isoprena yang terbesar ke atmosfir.
69
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
Perubahan Global Perubahan Penggunaan lahan
N fertilization
Penambahan CO2
Penambahan Gas Rumah Kaca
+ Pemanasan Iklim + -
+
=+? -
Kondensasi air
+ panas yang bebas
albedo
+
tersembunyi
Penambahan VOCs dari Aerosol Fotorespirasi Penambahan produksi metan dan ozon Langsung efek rumah kaca
Penambahan Volatile Organic Compounds
Penambahan Tanaman Toleran Panas
Gambar 2. Diagram interaksi antara iklim yang panas (perubahan global) dan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap (VOCs). 600 Emisi isoprena ( µg g-1 h-1 )
Guenther et al., '95 Ct1 Ct2 TM
500
IM
400
F. virgata
F. virgata
Unit
95.000 123.000 313
137.180 297.750 317
J mol-1 J mol-1 o C
107,4
479,1
µg g
-1
Guenther et al., '95 -1
h
300 200 100 0 20
25
30
35
40
45
50
55
o
Temperatur daun ( C )
Gambar 3. Pengaruh penambahan temperatur terhadap emisi isoprena daun tanaman stek Ficus virgata (Sumber: Tambunan dkk., 2006).
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
70
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
200
F. virgata
Emisi isoprena ( µg g-1 h-1 )
180
Guenther et al., '95
160 140 120 100 80 60
Guenther et al., '95 a 0,0027 CL1 1,066 IM 160,7
40 20
F. virgata 0,00101 2,4364 185,9
0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Intensitas cahaya ( µmol m-2 s-1 )
Gambar 4. Pengaruh penambahan intensitas cahaya terhadap emisi isoprena daun tanaman stek Ficus virgata (Sumber: Tambunan dkk., 2006). Kedua pembuktian tersebut walaupun dalam skala laboratorium, hal ini sangat menarik perhatian terhadap tanaman-tanaman yang tahan panas. Karena tanaman yang mengemisi isoprena banyak dapat bertahan hidup (survive) pada perubahan global atau iklim yang panas. Mekanisme proses produksi VOCs (Gambar 1) memperlihatkan keterpaduan keanekaragaman biologi. Oleh sebab itu, skrening/inventarisasi dan
konservasi emisi VOCs individu species perlu dipertimbangkan untuk dilakukan khususnya pada daerah tropika (Indonesia). Karena daerah tropika (Indonesia) mempunyai struktur dan komposisi species yang beragam. Selain itu, ekosistem hutan tropika sangat sensitif dan spesifik terjadi perubahan penggunaan fungsi hutannya untuk penggunaan lain, seperti pertanian, perkebunan, perumahan dan pertambangan.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. (1) Fungsi VOCs pada tanaman beragam dan mempunyai pengaruh pada kimia atmosfir; (2) Emisi VOCs bertambah dengan perubahan global komponen-komponen lingkungan; (3) VOCs dapat melindungi tanaman dari intensitas cahaya dan temperatur yang tinggi, yang proses terjadinya pada saat fotorespirasi; (4) Karakteristik species tanaman, kondisi fisiologi dan lingkungan menentukan ketahanan terhadap intensitas cahaya dan temperatur; dan (5) Penambahan VOCs mempunyai pengaruh timbal balik negatif dan positif atau langsung dan tidak langsung terhadap pemanasan global. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
Rekomendasi. (1) Untuk menjawab teka-teki isu masalah lingkungan, sangat menarik dan perlu penelitian dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, diantaranya ekologi, biologi, fisika, kimia dan genetika pada tingkat individu species, ekosistim, regional dan global; (2) Penelitian konservasi emisi VOCs terfokus pada bagian yang utama, yakni perubahan penggunaan lahan dan habitat dari tanaman. Karena komposisi species mempunyai peranan yang signifikan dalam proses produksi VOCs; dan (3) Pemahaman mekanisme fisiologi VOCs sangat penting, dan membuktikan perlu studi fotorespirasi dan biosintesis VOCs. 71
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
UCAPAN TERIMA KASIH Saya mengucapkan terima kasih kepada Prof. Hirosuke Oku dan Prof. Shigeyuki Baba yang telah
membantu melengkapi pengetahuan dan data untuk dipublikasikan dalam jurnal Hutan Tropis Borneo.
DAFTAR PUSTAKA Fehsenfeld, F., J. Calvert, R. Fall, P. Goldan, A.B. Guenther, C.N. Hewitt, B. Lamb, S. Liu, M. Trainer, dan H. Wesberg. 1992. Emissions of volatile organic compounds, from vegetation and the implications for atmospheric chemistry. Global Biogeochemical Cycles 96: 389 – 430. Guenther, A., C.N. Hewitt, D. Erickson, R. Fell, C. Geron, T. Graedel, P. Harley, L. Klinger, M. Lerdau, W.A. McKay, T. Piere, B. Scholes, R. Steinbrecher, R. Tallamraju, J. Taylor, dan P. Zimmerman. 1995. A global model of natural volatile organic compound emissions. The Journal of Geophysical Research 100: 8873-8892. Harley, P.C., K.M. Russell, dan T.L. Manuel. 1999. Ecological and evolutionary aspects of isoprene emission from plants. Oecologia 118: 109 – 123. He, C.R., F. Muray, T. Lyons. 2000. Monoterpene and isoprene emission from 15 Eucalyptus species in Australia. Atmospheric Environmental 34: 645 – 655.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
Juan, M.E., C. Araceli, R. Andreas, R. Stuart, dan L. Patricia. 2001. 1-Deoxy-D-xylolose-5phosphate synthase, a limiting enzyme for plastidic isoprenoid biosynthesis in plants. The Journal of Biological Chemestry 22: 22901 – 22909. Lerdau, M., A. Guenther, dan R. Monson. (1997). Plant production and emission of volatile organic compounds. Bioscience 47: 373 – 383. Runeckles, V.C. dan B.I. Chevone. 1992. Crop responses to ozone. In AS Lefohn, ed, Surface Level Ozone Exposures and Their Effects on Vegetation, Lewis Publishers, Chelsea, pp. 189270. Tambunan, P., B. Shigeyuki., K. Ayako., I. Hironori., N. Takashi, Y. Hideo dan O. Hirosuke. 2006. Isoprene emission from tropical trees in Okinawa Island, Japan. Chemosphere 65: 2138 – 2144. Tambunan, P. 2007. Isoprene emission from tropical trees in Okinawa Island, Japan. Disertasi Doktoral Program. Universitas Kagoshima, Jepang.
SENYAWA-SENYAWA ….. (23):66-72
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
73