II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMBERDAYAAN (EMPOWERMENT) Pemberdayaan merupakan proses peningkatan otonomi dan keleluasan kepada pekerja untuk mengerjakan tugasnya hingga tahapan pekerja tersebut diperbolehkan membuat keputusan sendiri terhadap pekerjaannya (Greenberg dan Baron, 2003). Robbins (2003) memberikan pengertian bahwa pemberdayaan adalah menempatkan pekerja untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing atau apa yang dikerjakan. Wibowo (2007) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses menjadikan orang lebih berdaya atau lebih berkemampuan
untuk
menyelesaikan
masalahnya
sendiri
dengan
cara
memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Dalam pemberdayaan terdapat pendelegasian wewenang yang diberikan kepada
karyawan
tertentu
dalam
pengambilan
keputusan
sejauh
tidak
menyimpang dari kebijakan perusahaan. Pemberdayaan karyawan berimplikasi pada kebebasan dan kemampuan karyawan tertentu untuk membuat keputusan dan komitmen, bukan hanya berbagi informasi dan saran-saran. Pemberdayaan menyangkut tentang kewenangan dan penguatan otoritas dari karyawan tertentu. Seibert et al. (2004), membedakan pemberdayaan menjadi dua perspektif yaitu makro dan mikro. Perspektif makro berhubungan dengan struktur organisasi dan kebijakan organisasi, sedangkan perspektif mikro berhubungan dengan reaksi psikologis yang dimiliki karyawan terhadap struktur organisasi dan kebijakan organisasi. Terdapat tiga pendekatan utama dalam melihat suatu pemberdayaan yaitu pendekatan struktural relasional (structural relational) atau perubahan sosial (social exchange), pendekatan kepemimpinan (leadership), dan pendekatan perspektif motivasi (motivational perspectives) (Barnes, 2006). 1. Pendekatan struktural relasional (structural relational) atau perubahan sosial (social exchange) terfokus pada transfer kekuasaan dan pembuat keputusan dari pemilik kekuasaan kepada anggota organisasi pada level yang lebih rendah. Sementara itu menurut Spreitzer (1995), pendekatan struktural
4
menggunakan pemberdayaan sebagai proses pembagian kuasa yang dinamis di antara pemegang kuasa dan partisipan yang kurang berdaya dan dipandang pemberdayaan sebagai serangkaian upaya memberdayakan. 2. Pendekatan kepemimpinan (leadership) terfokus pada kepemimpinan yang dapat membuat bawahannya atau pengikut organisasi berusaha keras untuk tujuan organisasi tersebut. Pendekatan kepemimpinan memiliki perluasan (extension)
yang
disebut
dengan
pemberdayaan
transformasional
(transformational empowerment) yang menangkap akibat atau efek psikologis dari pemberdayaan. Pemberdayaan pada perspektif ini dipandang sebagai keadaan kognitif yang merupakan ciri khas dari penerima kendali, kompetensi dan tujuan (Menon, 1999). 3. Pendekatan perspektif motivasional (motivational perspectives) terfokus terhadap gagasan motivasional. Perspektif ini melihat kekuatan yang dimiliki oleh watak motivasional pelaku. Teknik manajerial melihat kekuatan pekerja yang dimiliki, baik kebutuhan self determination (hak menentukan nasib sendiri) atau kepercayaan self efficacy (keberhasilan diri) yang menyebabkan pekerja lebih kuat (Conger dan Kanungo, 1988). Pendekatan perspektif motivasional
memiliki
perluasan
(extension)
yang
disebut
dengan
pemberdayaan psikologi (pyschological empowerment). Pendekatan tersebut mempertimbangkan pemberdayaan sebagai kepercayaan motivasional yang internal bagi individu. Tujuannya meningkatkan perasaan berdaya bagi individu yaitu sebagai sebuah persepsi bahwa individu dapat menangani lingkungan yang mereka hadapi. Beberapa
metode
pengukuran
dari
pemberdayaan
telah
banyak
diaplikasikan dalam tiga level yang berbeda yaitu secara individual (psikologi), sosiologi, dan manajemen (organisasional). Beberapa metode pengukurannya sebagai berikut, Conditions for Work Effectiviness Questionnaire (CWEQ I) dan (CWEQ II) berupa kuisioner yang memiliki empat dimensi pengukuran kesempatan, dukungan, informasi dan sumberdaya. Perception of Empowement Instrument (PEI) yaitu metode pengukuran pemberdayaan dengan menggunakan tiga dimensi yaitu autonomy (otonomi), participation (partisipasi) dan responsibility (tanggung jawab). The Psychological Empowerment Instrument
5
didesain pengukurannya dari empat dimensi yaitu meaning, competence, self determination dan impact. Beberapa manfaat pemberdayaan (Fulbertus dan Kusuma, 2009) : 1. Bagi individu a. Memiliki
kesempatan
untuk
meningkatkan
kemampuan-kemampuan
bekerja. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal merencanakan,
mengkomunikasikan,
mengkoordinasi,
memotivasi,
mengendalikan, mengarahkan dan memimpin. b. Karyawan memiliki rasa berprestasi lebih besar, sehingga karyawan akan memberikan makna tugas yang lebih tinggi dan kesadaran atas pentingnya pekerjaan tersebut. c. Dapat mengurangi rasa stres karyawan, sebab pemberdayaan akan menyebabkan karyawan dapat membuat keputusan sendiri. 2. Bagi Organisasi a. Organisasi akan menjadi lebih efektif dikarenakan berkurangnaya pengendalian ketat dari manajemen. b. Manajemen akan menjadi lebih fleksibel dengan memberdayakan pekerjanya, sehingga keputusan dapat diambil secara cepat, tepat dan lebih fokus ke depan. B. PEMBERDAYAAN TIM (TEAM EMPOWERMENT) Kerja tim merupakan strategi kunci dalam memberdayakan individu (orang) dan memperbaiki kinerja organisasional. Anggota tim akan merasa memiliki kepuasan sewajarnya, apabila bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah tim. Hal ini dikarenakan lebih produktif dan lebih efisien daripada individu bekerja sendiri. Hasil kerja tim akan lebih besar daripada penjumlahan hasil kerja individu-individu (Wibowo, 2007). 1. Pengertian Tim (Team) dan Kelompok (Group) Kelompok (group) didefinisikan sebagai kumpulan dua atau lebih individu yang saling berinteraksi dan saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (Shih, 2006). Cohen dan Bailey (1997)
6
mendefiniskan kelompok sebagai kumpulan orang yang memiliki kesamaan sasaran atau tujuan. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa penggunaan kata kelompok dan tim dapat saling menggantikan (Shih, 2006). Cohen dan Bailey (1997) menyatakan pendapat yang sama mengenai penggunaan kata kelompok dan tim, namun Cohen dan Bailey (1997) menambahkan bahwa penggunaan kata kelompok cenderung digunakan untuk penulisan pada bidang akademik, seperti dinamika kelompok (group dynamics) dan efektivitas kelompok (group effectiveness). Sedangkan untuk literatur atau tulisan dalam bidang manajemen populer, penggunaan kata “tim” lebih sering digunakan untuk menggantikan kata “kelompok”, seperti pemberdayaan tim (team empowerment) dan kualitas peningkatan tim (quality improvement teams). Menurut Katzenbach dan Smith (2005), tim dan kelompok jika dibandingkan akan terlihat bahwa tim memiliki derajat komitmen dan hubungan antar anggotanya lebih tinggi dibandingkan kelompok. Hal utama yang membedakan antara tim dengan bentuk kerja kelompok lainnya adalah kinerja atau prestasinya. Kelompok adalah tempat para anggotanya secara individu berkontribusi untuk prestasi bersama, sedangkan tim adalah tempat para individu berusaha keras untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan individu yang dimiliki dalam mencapai prestasi. Cohen dan Bailey (1997) mendefinisikan tim sebagai kumpulan para individu yang saling membutuhkan dalam mengerjakan tugasnya serta berbagi tanggung jawab untuk mencapai hasil yang terbaik dengan saling memperhatikan satu sama lain sebagai satu kesatuan sosial yang utuh. Sebuah kelompok akan berubah menjadi sebuah tim apabila orang-orang yang berada di kelompok tersebut berkomitmen satu sama lain dan mengubah tujuan individu masing-masing menjadi tujuan kelompok. Keefektivitas sebuah tim dapat terlihat dari tiga hal yaitu kualitas produk, perilaku anggota tim seperti kepuasan kerja, komitmen dan kepercayaan dan tindakan yang dikeluarkan seperti tingkat kehadiran, keamanan dan tingkat keluar-masuk anggota pada tim.
7
Pada penelitian ini, pengertian tim dan kelompok tidak berbeda dan saling menggantikan, namun penggunaannya akan lebih banyak kata tim dibandingkan kelompok. Jenis tim dapat dikelompokan menjadi dua kelompok utama yaitu tim permanen dan tim sementara. Cohen dan Bailey (1997) membagi tim menjadi tim kerja, tim paralel, tim proyek, dan tim manajemen. Tim kerja adalah tim yang bekerja secara berkala untuk memproduksi sebuah produk atau jasa, tipe anggotanya adalah tetap dan biasanya bekerja dalam waktu penuh. Tim paralel adalah sekumpulan orang yang berkerjasama dan berasal dari berbagai unit kerja yang berbeda untuk memperbaiki prestasi sebuah organisasi, biasanya tim paralel digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah atau kegiatan berorientasi pengembangan. Tim proyek adalah tim yang memiliki jangka waktu tertentu, tim ini menghasilkan satu hasil (output) seperti produk baru atau pembuatan sistem informasi baru. Tim manajemen adalah tim yang bertanggung jawab atas semua prestasi dari suatu bisnis, dan memiliki kemampuan untuk memberikan arahan ke semua tim yang berada di bawahnya. Jenis tim yang dijadikan penelitian didefinisikan sebagai jenis tim permanen yang memiliki unit kerja yang sama atau dinamakan seksi oleh PT X. 2. Pengertian Pemberdayaan Tim Pemberdayaan tim (team empowerment) dapat diartikan sebagai peningkatan motivasi kerja atau tugas yang disebabkan kerjasama anggota tim dan penilaian positif mengenai tugas-tugas tim dalam sebuah organisasi, sehingga terjadi pergesaran kekuasaan kepada tim pekerja yang diperbolehkan untuk membuat keputusan sendiri. Pemberdayaan memiliki peranan sangat besar untuk memotivasi pekerja dalam mengerjakan sesuatu dengan benar (Kirkman
dan
Rosen,
1999).
Swenson
(1997)
menyatakan
bahwa
pemberdayaan tim adalah suatu fungsi yang memiliki kekuasaan, sumber daya, informasi dan perhitungan dalam suatu pekerjaan atau dengan kata lain merupakan kemampuan tim untuk mengontrol dan memodifikasi proses dan prosedur tim tersebut. Individu yang tidak diberdayakan sebelum pelaksanaan pemberdayaan tim akan mudah beradaptasi ketika pemberdayaan tim diaplikasikan,
8
dikarenakan individu tersebut diajak untuk belajar menyalurkan idenya dalam pemgambilan
keputusan
tim.
Berbeda
dengan
individu
yang
telah
diberdayakan dan berpengaruh besar atas keputusan kerja pada tim, pengaplikasian pemberdayaan tim akan mengancam perasaan dari individu tersebut dikarenakan individu tersebut merasa kehilangan beberapa pengaruh yang dimiliki kepada timnya (Barnes, 2006). Sifat alami dari sebuah tim adalah dinamis atau berubah berdasarkan fungsi tim, input, proses dan output. Pemberdayaan tim merupakan konsep motivasional yang dinamis, sehingga motivasi seorang anggota tim diberdayakan atau tidak tergantung terhadap penilaian anggota tim atas pekerjaan dan karakteristik organisasi. Salah satu karakteristik pemberdayaan tim adalah kemampuan ketua tim untuk mengajak anggotanya dalam pengambilan suatu keputusan tim, walaupun tim tersebut tidak memiliki akses atau sumber penting yang berperan dalam pengambilan keputusan (Kirkman dan Rosen, 1999). Pemberdayaan dalam level tim berbeda dengan pemberdayaan pada level individu, perbedaan tersebut adalah pada level individu merupakan paket dari ide individu, sedangkan pada level tim merupakan ide kolektif dari masingmasing anggota tim dan menjadi konsep sosial untuk merepresentasikan penilaian tim terhadap pekerjaannya serta kondisi sekitar tim mereka. Selain itu, setiap tim memiliki perbedaan masing-masing, tidak ada satu metode yang dapat dimplimentasikan secara pasti dan sejalan yang menghasilkan sesuatu yang sama persis antara tim satu dengan tim lainnya. Tim-tim tersebut harus mencari cara sendiri untuk mencapai kesuksesan. Dalam pengukuran pemberdayaan tim atau menilai suatu tim diberdayakan atau tidak, terdapat beberapa metode pengukuran. Diantaranya dengan menggunakan QUEST (The Quality Empowerment Survey for Teams) yang diperkenalkan oleh Smialek (1998). Pengukuran ini membantu sebuah tim untuk menunjukkan tantangan yang dihadapi dalam meraih kesuksesan dan lebih maju, baik yang berasal dari kekuatan individu sebagai anggota tim maupun timnya itu sendiri. Hasil dari pengukuran ini adalah kekuatan dan kelemahan dari suatu tim yang dapat meningkatakan efektivitas dari sebuah
9
tim, sehingga tim tersebut dapat melakukan perbaikan. Dimensi dalam penilaian QUEST adalah respect and trust (hormat dan kepercayaan), recognition (pengakuan), team communications (komunikasi tim), information (informasi), decision making and problem solving (pembuatan keputusan dan pemecahan masalah), resources (sumber daya), initiative and creativity (inisiatif dan kreativitas), goal clarity (kejelasan tujuan), teamwork (kerjasama tim), organizational systems and structure (sistem dan struktur organisasi). Selain
itu,
pengukuran
pemberdayaan
tim
dapat
menggunakan
pendekatan psikologis yang dikembangkan oleh Kirkman dan Rosen (1999) yang diadaptasi dari pengukuran pemberdayaan psikologis pada level individu oleh Spreitzer (1995). Dimensi pemberdayaan tim melalui pendekatan psikologis
terbagi
(kebermaknaan),
menjadi potency
empat (potensi),
dimensi
yaitu
autonomy
meaningfullness (otonomi)
dan
consequences/impact (konsekuensi). Kebermaknaan merupakan perasaan intrinsik anggota tim terhadap arti penting atas tugas dan pekerjaan tim. Potensi merupakan keyakinan bersama dari anggota tim bahwa tim akan menjadi lebih efektif karena memiliki kemampuan. Otonomi adalah derajat kepercayaan dari setiap anggota tim untuk membuat keputusan secara bebas. Konsekuensi merupakan kesadaran anggota tim bahwa pekerjaannya memberikan kontribusi yang signifikan untuk organisasi (Kirkman dan Rosen, 1999). Dimensi pendekatan psikologi untuk mengukur pemberdayaan baik pada level individu atau tim merupakan hal baru, namun dimensi-dimensi tersebut memiliki akar sejarah dari model-model teori sebelumnya. Sebagai contoh, konsep pemberdayaan tim secara psikologi yaitu kebermaknaan, otonomi, dan konsekuensi dibangun dari tiga “keadaan kritis secara psikologis” dalam model pekerjaan. Potensi dan otonomi adalah anologi dari kompetensi dan self determination (hak menentukan nasib sendiri) dalam teori evaluasi kognitif (Shih, 2006).
10
C. KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya diterima (Robbins, 2003). Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja merupakan sikap positif dan negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. Definisi lainnya kepuasan kerja adalah keadaan emosional pekerja atas nilai jasa atau balas jasa yang diinginkan pekerja yang diberikan oleh tim, perusahaan atau organisasi pekerja yang bersangkutan (Locke, 1976). Kepuasan kerja mencerminkan sikap yang meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik atau motivator adalah bagian dari pekerjaan itu sendiri yang mempertimbangkan kebutuhan psikologis dari seseorang, seperti pengakuan, tanggung jawab, prestasi, kemajuan atas pekerjaannya. Faktor ekstrinsik berhubungan dengan lingkungan pekerjaan, seperti kompensasi, pengawasan, kondisi pekerjaan dan peraturan perusahaan yang dapat menyebabkan ketidakpuasan. Faktor ekstrinsik ini dikatakan faktor yang tidak langsung meyebabkan kepuasan kerja, karena faktor ini tidak secara nyata meningkatkan performa atau kinerja (Robbins, 2003). Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja dinilai melalui internal diri seseorang baik yang dirasakan dan dipikirkan. Pendekatan penilaian kepuasan kerja melalui internal diri ini dapat dibagi menjadi dua pendekatan yaitu content theories dan process theories.
Content theories merupakan teori yang
berdasarkan semua yang dibutuhkan karyawan, kemampuan yang dimiliki karyawan atau apapun yang dapat memotivasi karyawan, contoh teori ini seperti Maslow Hierarchy of Needs, Herzberg Two Factor Theory dan Mc Celland’s Achievement Theory. Process theories merupakan teori yang lebih menekankan terciptanya hubungan antar variabel-variabel yang dinamis sehingga membentuk motivasi
diri.
Teori
ini
memiliki
variabel
yang
rumit
dan
banyak
mempertimbangkan antara motivasi, kepuasan kerja dan kinerja. Beberapa teori yang termasuk teori ini seperti Equity Theory, Fulfilment Theory dan Discrepancy Theory.
11
Salah satu bentuk pengukuran kepuasaan kerja pada level individu adalah Job Diagnostic Index yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham (1975) yang mengukur kepuasan kerja dari lima dimensi pekerjaan yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan job feedback. Dalam pengukuran kepuasan kerja pada level tim salah satunya mengacu terhadap kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Thomas dan Tymon (1994) yang terfokus atas kompensasi, kesempatan promosi, hubungan anggota tim dengan sesama pekerja dan departemennya serta pekerjaan itu sendiri. Spreitzer, et al (1997) dan Hancer (2001) telah menemukan adanya hubungan antara pemberdayaan terhadap kepuasan kerja pada level individu. Penelitian lainnya, melaporkan bahwa pekerja yang berada dalam tim memiliki level kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang bekerja pada gaya tradisional di perusahaan yang sama (Cordery et al, 1991). Ciri khas yang ditemukan yaitu pekerja akan menemukan arti lebih dari pekerjaannya ketika lingkup aktivitas pekerjaannya diperluas dan kasus seperti ini biasanya terjadi pada pemberdayaan kerja tim. Penelitian Kirkman dan Rosen (1999) menemukan adanya hubungan antara kepuasan kerja pada level tim dengan pemberdayaan tim yang dilakukan pada tim tersebut. D. KOMITMEN TIM Komitmen adalah kondisi psikologis yang tidak hanya mendahulukan pembuatan keputusan, melainkan juga proses pembuatan keputusan yang menampakan hasilnya. Hal tersebut layaknya lingkaran proses, beberapa level komitmen menghidupkan proses pembuatan keputusan serta hasilnya merupakan proses pembuatan keputusan dan mengakibakan meningkatnya komitmen. Komitmen organisasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui seorang pegawai memiliki keinginan tetap bertahan pada perusahaan untuk mencapai prestasi organisasi. Kirkman dan Rosen (1999) berpendapat bahwa pengaruh komitmen akan lebih kuat terhadap karyawan yang bekerja dalam tim dibandingkan untuk organisasinya. Sebagai contoh, tidak ditemukan pengaruh otonomi untuk anggota tim pada komitmen organisasi, namum pengaruhnya sangat terlihat pada
12
komitmen tim. Cordery et al (1991), menemukan bahwa komitmen organisasi lebih tinggi pada karyawan yang memiliki otonomi dalam tim dibandingkan organisasi tradisonal pada perusahaan yang sama. Komitmen tim adalah kekuatan relatif seorang individu yang dapat didefinisikan dan menyebabkan partisipasinya pada tim tertentu (Bishop dan Scott, 2000). Sebuah tim kerja yang efektif bergantung pada komitmen terhadap tim, lingkungan kerja, divisi, dan kelompoknya. Komitmen tim menjadi salah satu hal penting untuk menjelaskan perbedaan gagasan, pengalaman, derajat partisipasi dan motivasi. Karakteristik dari komitmen tim berasal dari kepercayaan yang besar untuk mencapai tujuan dan nilai-nilai dalam tim, keinginan untuk mengeluarkan usaha maksimal demi kepentingan tim, dan kepentingan yang kuat untuk menjaga hubungan antara anggota tim. Beberapa metode pengukuran yang dikembangkan untuk mengetahui komitmen tim adalah metode yang dikembangkan Kirkman dan Rosen (1999) yang memilki tiga pernyataan pengukuran yang diadaptasi dari skala komitmen organisasi. Pernyataan tersebut mengenai persepsi anggota tim setuju atau tidak terhadap loyalitas antar anggota tim, keinginan untuk bekerjasama dalam jangka waktu yang lama dan kepercayaan antar anggota tim. Kirkman dan Rosen (1999) menemukan hubungan yang positif antara pemberdayaan tim dengan komitmen tim serta komitmen organisasi. Penelitian lainnya oleh Bishop dan Scott (2000) yang memodifikasi Organization Commitment Questionnaires (OCQ) menjadi penilaian pada level komitmen tim.
Bishop dan Scott (2000) menemukan
hubungan positif antara kepuasan kerja dengan supervisi (pimpinan) dan hubungan negatif dengan sumber masalah atau konflik yang berhubungan dengan para anggota tim.
13