5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan dan pendapatan. Total produksi perikanan di LCS sekitar 5 juta ton dari hasil tangkapan setiap tahun dan produksi ini adalah sekitar 10 % dari total hasil tangkapan dunia (http://na.nefsc.noaa.gov/lme/text/lme36.htm). Produksi perikanan perairan LCS wilayah Indonesia sebesar 2 093 174 ton thn-1, yang terdiri dari 1 956 513 dari perikanan tangkap dan 136 661 dari budidaya perikanan atau sekitar 20% dari total produksi 7 negara di LCS. Sedangkan untuk kontribusi dunia, meningkat dari tahun 1988 sebesar 19 375 USD menjadi 56 145 USD di tahun 1992 atau sekitar 2,95 % dari total kontribusi dari 6 negara (tidak termasuk Cina) di sekitar LCS yaitu sebesar 1 904 795 USD (McManus 2000). LCS merupakan satu dari sebagain besar perikanan komersil yang penting dan melimpah di dunia. Ikan pelagis yang merupakan stok bersama seperti ’scad dan mackerel’ dan spesies lain yang bersifat migrasi tinggi seperti tuna merupakan stok komersil secara umum di wilayah ini (Khemakorn 2006). Perairan bagian selatan LCS tergolong dangkalan benua dengan kedalaman rata-rata 70 m, dan termasuk kategori perairan neritik. Potensi sumberdaya ikan pelagis di wilayah pengelolaan LCS dengan luas sebaran 550 000 km2 sebesar 506 000 ton thn-1 dan tingkat pemanfaatannya sebesar 38,2 % (Sumadiharga 2000). Menurut Badrudin (1986), stok pelagis kecil di gugusan perairan Anambas sekitar 183 000 ton dan di perairan Natuna 150 000 ton. Yanagawa (1995) menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok jenis ikan pelagis kecil yang mendominasi hasil tangkapan di perairan LCS termasuk wilayah Indonesia yaitu: layang (Decapterus spp.), banyar (Rastrelliger kanagurta dan R. faughni) serta kembung (R. brachysoma). Sedangkan menurut Mertha dan Nurhakim (1995), ikan sardine (Sardinella spp.) mendominasi hasil tangkapan diikuti oleh jenis banyar/kembung (Rastrelliger spp.).
110
Metode akustik dapat digunakan untuk menduga keberadaan ikan, baik untuk ikan pelagis maupun demersal (Mitson 1983). Beberapa keuntungan metode akustik adalah tidak tergantung pada statistic hasil tangkapan, tidak memerlukan waktu yang terlalu lama untuk mendapatkan nilai hasil pengamatan, dan biaya yang relative lebih murah untuk penelitian suatu wilayah laut yang luas dibandingkan dengan metode pendugaan lainnya serta kemampuan dalam menduga populasi absolut/sebenarnya (Thorne 1979). Dalam 30 tahun terakhir, penggunaan survey hidroakustik untuk pendugaan stok meningkat dan telah diperluas kemungkinananya untuk penyelidikan struktur spasial dan temporal dari ikan pelagis di laut terbuka (Maclennan dan Simmonds 1992). Penggunaan echosounder dan echo integrator untuk keperluan eksplorasi sumberdaya perikanan dewasa ini telah berkembang dengan pesat terutama di negara-negara maju dan pada beberapa lembaga penelitian. Secara umum peralatan hidroakustik digunakan untuk mendapatkan informasi sekitar objek bawah air yang dilakukan melalui pemancaran gelombang suara dan pengamatan dari echo yang dipantulkan. Prinsip ini mengikuti prinsip kerja sonar dengan peralatannya adalah echosounder. Komponen utama dalam sistem echosounder adalah unit pemancar (transmitter), transducer, unit penerima (receiver amplifier), dan unit pencatat (recoder unit, time base dan display unit). Suara dihasilkan dari perangkat pemancar kemudian dipancarkan secara vertikal melalui transducer ke dalam kolom air dan bila mengenai target akan dipantulkan kembali dan direkam pada kertas pencatat. Penelitian secara langsung seperti penelitian ichtioplankton, trawl, penelitian akustik atau perhitungan secara visual (metoda sensus) adalah ditujukan untuk menentukan kelimpahan dan komposisi umur dari sumberdaya perikanan (Gunderson 1993). Metode echo integrasi diketahui sebagai suatu teknik yang tepat dan efektif untuk pengkajian stok, khususnya untuk ikan pelagis (MacLennan dan Simmonds 1992). Metode akustik dapat digunakan untuk menggambarkan biomasa dan distribusi klas ukuran ikan pada skala spasial dan temporal yang luas, tanpa mengganggu lingkungan dan ikan itu sendiri. Kini, teknik hidroakustik sering digunakan untuk menduga kelimpahan dan biomasa ikan. Dalam hal ini,
111
hubungan kuantitatif antara ukuran ikan dan intensitas echo yang kembali dari ikan atau target strength ikan tersebut (MacLennan dan Simmonds 1992). Pada ikan, gelembung renang adalah reaksi atau penyebab dari kebanyakan suara yang dipantulkan atau hamburan balik akustik (acoustic backscattering). Perhitungan sesungguhnya sebesar 90 – 95 % dari energi echo dan faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk gelembung renang juga mempengaruhi nilai TS ikan (Foote 1980). Gelembung renang penting untuk ikan menjaga daya apungnya. Ikan yang gemuk atau yang hidup pada salinitas tinggi kemungkinan memiliki gelembung renang yang lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak spesifik yaitu yang kurus atau yang hidup di salinitas rendah (Didrikas dan Hansson 2003). Walaupun metoda hydroakoustik praktis dan baik digunakan untuk menduga stok ikan di suatu area, namun dibutuhkan juga sejumlah asumsi dan pertanyaan-pertanyaan umum yang dibuat terhadap tingkat keakuratan dan kepercayaannya, khususnya ketika diterapkan untuk evaluasi berbagai spesies (multi-species), seperti di wilayah tropis. Lebih lanjut, pengumpulan nilai Sv selama survey sejak dulu digunakan tanpa indentifikasi echo secara khusus. Umumnya sesuai untuk merepresntasikan spesies ikan guna perolehan data panjang rata-rata, berat dan umur untuk mendapatkan nilai TS dan pendugaan biomassa stok ikan, juga untuk memperoleh identifikasi yang benar. Analisis statistik secara mendalam juga penting untuk memperoleh tingkat kepercayaan dari keseluruhan data (http://td.seafdec.org/map/fishoceano2/fishbio.html). Pendugaan ikan tunggal, baik untuk ikan pelagis maupun demersal akan memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, jika dalam analisis echo, gangguan (noise) sekitarnya, baik dari permukaan (kapal) maupun echo dari dasar perairan yang bukan merupakan objek (ikan) yang di deteksi dapat dihilangkan. Dengan mengintegrasi echo pada lapisan 10 m dari permukaan dan 5 m di atas permukaan dasar, diasumsikan dapat mengeliminir gangguan (noise) yang ada. Penelitian ini ditujukan untuk menduga atau mengestimasi stok sumberdaya ikan atau “stok sumberdaya sesaat” (standing stock) yaitu pada tahun 2005 dan 2006 dengan menggunakan metoda hidroakustik. Estimasi stok sumberdaya ini berdasarkan ukuran ikan yang terdeteksi melalui nilai target strength ikan tunggal yang ditemukan selama penelitian.
112
Bahan dan Metode Data akustik yang dianalisis menyangkut nilai target strength (TS) in situ dari target (ikan) yang terekam selama pelayaran. Nilai TS hasil integrasi echo ini kemudian digunakan untuk menduga kelimpahan stok ikan. Integrasi echo merupakan metode dasar untuk memperoleh data kelimpahan ikan dengan menggunakan teknik dan peralatan hidroakustik. Metoda ini didasarkan pada prinsip bahwa energi echo dari agregasi ikan adalah proporsional terhadap ratarata voltase kuadrat yang merupakan hasil dari echo-sounder yang dioperasikan pada TVG (20 log R + 2αR), dimana α adalah koefisien atenuasi dan R adalah jarak antara target dan transduser (MacLennan dan Edmmons 1992). Integrator yang terpasang dalam echosounder melakukan integrasi terhadap keseluruhan target atau koefisien backscattering seluruh target (σbs) dalam volume sample, yaitu penjumlahan seluruh target dalam volume (V) dan koefisien back scattering strength-nya (Sv) dihitung sebagai berikut:
sv = ∑
σ bs V
............................................................................................(5.1)
Koefisien area backscattering strength (Sa) dapat diperoleh melalui rumus: z2
s a = ∫ sv dz (m2 m-2) ..............................................................................(5.2) z1
Dimana z1 dan z2 adalah jarak antar layer, atau sama dengan Nautical Area
Scattering Coeficient (NASC) yang merupakan besaran nilai acoustic backscattering strength (SA) dalam tiap milnya. Nilai SA atau NASC (m2 nm-2) ini yang sering digunakan oleh ilmuwan kelautan (MacLennan et al. 2002): S A = 4π • 1852 2 • sa (m2 nm-2) .............................................................(5.3)
Sv, Sa dan SA sering mengarah pada estimasi akustik untuk biomasa ikan yang sebenarnya. Jika suatu echosounder yang dikalibrasi dengan baik, sebagai contoh untuk bola tembaga dengan mengetahui hamburan baliknya (backscattering), hasil integrasi dapat dikonversi ke densitas akustik ikan per satuan luas (ρA) melalui persamaan:
ρA =
sA
σ
................................................................................................(5.4)
113
Dimana (σ) adalah rata-rata acoustic cross-section dari ikan tunggal. Persamaan ini digunakan untuk menghitung densitas ikan per mil laut kuadrat (ikan nm-2). Ada dua cara untuk memperoleh data dari acoustic cross-section. Melalui perhitungan nilai TS in situ yang dihasilkan dari echosounder atau dihitung dari sampel ikan target, sehingga kita dapat mengetahui TS-nya dari panjang ikan target tersebut. Untuk menduga biomassa ikan di LCS pada lokasi penelitian, perhitungannya didasarkan pada luas area penelitian (A), jumlah ikan tunggal (N) yang terdeteksi dan berat ikan tunggal (W) yang diperoleh dari hubungan panjangbobot:
W = q * Lb ..............................................................................................(5.5) Dimana W = Bobot badan ikan L = Panjang total ikan q dan b = parameter Persamaan (5.5) ini kemudian dilinierkan dengan melogaritmakan persamaan tersebut menjadi :
ln W = ln q + b * ln L atau ..................................................................(5.6) y = a + b * x ...........................................................................................(5.7) Panjang total ikan (L) yang digunakan dalam persamaan (5.6) diperoleh dari nilai
target strength ikan tunggal hasil deteksi akustik yang diperoleh dari rumus (Furusawa 1990):
TS = 20 log L − 66 ..................................................................................(5.8) Luas area penelitian dihitung dengan menggunakan rumus:
A = ( p *1852) * (l *1852) m 2 ..................................................................(5.9) Dimana p dan l merupakan panjang dan lebar lintasan dalam derajat (o). Sehingga pendugaan biomassa dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Q = N * W * A ......................................................................................(5.10) Dimana: Q = Biomassa (ton) N = Jumlah ikan tunggal (ind/ekor) W = Berat ikan tunggal (kg) A = Luas area penelitian (km²)
114
Hasil dan Pembahasan Ukuran panjang dan berat ikan Analisis data hidroakustik dilakukan dengan mengintegrasi echo ikan tunggal dengan ukuran nilai target strength yang dikelompokan dalam 12 selang ukuran TS, dengan nilai TS minimum -60 dB hingga nilai maksimum -24 dB. Ukuran panjang ikan dihitung berdasarkan konversi nilai target strength ikan tunggal yang terdeteksi dengan menggunakan formula yang dikemukakan oleh Furusawa (1990). Ukuran panjang ikan yang dijumpai selama penelitian adalah 2,00 - 125,89 cm untuk nilai ikan tunggal TS -24 dB hingga -60 dB. Untuk berat ikan tunggal yang terdeteksi diperoleh dengan menggunakan formula hubungan panjang berat, dengan koefisien pertumbuhan b = 3 dan konstanta a = 0,1259, sehingga berat ikan tunggal dengan ukuran 2,00 cm seberat 1,01 gram dan bobot terbesar 251 174,35 gram untuk ikan tunggal yang panjangnya 125,89 cm. Tabel 13. Jumlah ikan pelagis dan demersal berdasarkan selang target strength (dB), ukuran panjang (cm) dan berat (gram) ikan. Lokasi A (Juni 2005)
Lokasi B (Juli 2006)
Kisaran Panjang Ikan (cm)
Kisaran Berat Ikan (gram)
-60 ~ -57
2,00–2,82
1,01–2,82
777087
44.51 116704 30.02 1203077 58.85 179775 41.89
-57 ~ -54
2,82–3,98
2,82–7,94
519912
29.78 111171 28.59
575439 28.15 133171 31.03
-54 ~ -51
3,98–5,62
7,94–22,35
301174
17.25
89887 23.12
211981 10.37
-51 ~ -48
5,62–7,94
22,35–63,02
116255
6.66
46799 12.04
Selang TS (dB)
Pelagis Jumlah
Demersal %
Jumlah
%
Pelagis Jumlah
Demersal %
47071
Jumlah
%
80209 18.69
2.30
28803
6.71
-48 ~ -45
7,94–11,22
63,02–177,82
27519
1.58
17161
4.41
6366
0.31
6146
1.43
-45 ~ -42
11,22–15,85
177,82–501,29
3504
0.20
5354
1.38
472
0.02
845
0.20
-42 ~ -39
15,85–22,39
501,29–1 413,07
320
0.02
1364
0.35
27
0.00
119
0.03
-39 ~ -36
22,39–31,62
1 413,07–3 980,04
84
0.00
290
0.07
5
0.00
28
0.01
-36 ~ -33
31,62–44,67
3 980,04–11 221,46
26
0.00
36
0.01
5
0.00
14
0.00
-33 ~ -30
44,67–63,10
11 221,46–31 629,31
12
0.00
10
0.00
2
0.00
14
0.00
-30 ~ -27
63,10–89,13
31 629,31–89 140,14
4
0.00
6
0.00
1
0.00
7
0.00
-27 ~ -24
89,13–125,89 89 140,14–251 174,35 0 Total 1745897
0.00 23 100 429154
0.01 100
0.00 6 100 388788
0.00 1 100 2044447
Berdasarkan tabel di atas, jumlah ikan pelagis yang ditemukan di Lokasi A (Juni 2005) lebih sedikit dibandingkan jumlah yang ditemukan di Lokasi B (Juli 2006), namun dari ukuran panjang ikan yang terdeteksi di Lokasi A menunjukkan jumlah yang lebih banyak pada ukuran ikan yang lebih panjang. Hal ini terlihat dari total jumlah ikan yang terdeteksi di lokasi ini, dimana ditemukan sebanyak 448 898 ekor atau 25,71 % dan merupakan ikan berukuran panjang 3,98-89,13 cm.
115
Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan pada selang ukuran yang sama di Lokasi B, dimana hanya sebanyak 265 931 ekor atau 13,01 % dari total jumlah ikan yang terdeteksi. Ikan pelagis dengan ukuran panjang 89,13-125,89 cm hanya ditemukan 1 ekor di Lokasi B. Hasil analisis untuk ikan demersal, diperoleh total jumlah ikan yang terdeteksi di Lokasi A juga lebih banyak dari Lokasi B. Berdasarkan ukuran panjang ikan yang ditemukan, ikan demersal dengan ukuran 3,98-44,67 cm ditemukan pada Lokasi A lebih banyak yaitu 160 891 ekor atau 41,38 %, dibandingkan dengan jumlah ikan dengan ukuran yang sama yang ditemukan pada Lokasi B yaitu sebanyak 116 164 ekor atau 27,07 %. Ikan dengan ukuran panjang >44,67 cm, kebanyakan ditemukan lebih banyak di Lokasi B yaitu 44 ekor dan 23 ekor diantaranya adalah ikan dengan ukuran panjang 89,13-125,89 cm, sedangkan di Lokasi A hanya 22 ekor dan 6 ekor diantarnya berukuran 89,13-125,89 cm. Hasil perhitungan hubungan panjang-berat terhadap ikan tunggal yang terdeteksi dengan menggunakan ukuran panjang ikan hasil konversi berdasarkan nilai target strengthnya, diperoleh berat ikan seberat 1,01-251 174,35 gram. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar ikan di LCSI baik ikan pelagis maupun demersal merupakan ikan-ikan kecil dengan persentase terbesar pada ukuran ≤ 5 cm dengan berat kurang dari 25 gram. Secara keseluruhan ikan yang ditemukan memiliki presentase terbesar pada ukuran kecil yang dikategorikan dalam ukuran ikan konsumsi (small food fish) yaitu berukuran < 200 gram (TS ≤ - 45 dB) yaitu lebih besar dari 95 %.
Stok sumberdaya ikan Estimasi sumberdaya ikan dilakukan terhadap ikan tunggal dengan ukuran
target strength rata-rata -49,5 dB hingga -25,5 dB atau untuk ikan tunggal dengan berat sekitar 37,6 – 149 624 gram. Perhitungan potensi sumberdaya ikan dilakukan berdasarkan luas area penelitian hidroakustik yang dirancang. Area penelitian hidroakustik pada Lokasi A mencakup area sekitar 105°09’48” – 108°39’54” BT dan 00°12’45” – 02°50’35” LU atau sepanjang 3,5019° BT dan 2,6308° LU, sehingga luas area penelitiannya sekitar 113 754 km². Sedangkan pada Lokasi B, areanya sekitar 106°30’34” – 108°59’46” BT dan 02°29’58” –
116
04°59’57” LU atau sepanjang 2,4868° BT dan 2,4997° LU, sehingga luas area penelitiannya sekitar 76 755 km². Hasil analisis biomasa secara keseluruhan pada Lokasi A terhadap ukuran ikan di atas dengan jumlah 217 351 ikan, diperoleh biomasa sebesar 2 055 148,61 ton dengan kepadatan 18,07 ton km-², sedangkan di Lokasi B dengan jumlah ikan 89 949 ikan, diperoleh biomasa sebesar 707 317,22 ton dengan kepadatan 9,22 ton km-². Jumlah dan biomasa ikan yang ditemukan selama penelitian di kedua lokasi seperti terlihat pada Lampiran 4 dan 5. Berdasarkan distribusi biomasa ikan pada 187 ESDU di Lokasi A, ditemukan 61 ESDU (32,6%) dengan kepadatan 100-1000 ton km-² dan mendominasi area dari bagian tengah ke bagian selatan perairan, sementara ESDU dengan kepadatan 1000 – 10 000 ton km-² dijumpai sebanyak 55 ESDU (29,4 %) dan dominan ditemukan di bagian utara perairan. ESDU dengan kepadatan lebih dari 10 000 ton km-² ditemukan di dua ESDU yaitu ESDU 135 dan 171 dengan kepadatan masing-masing sebesar 15 328,1 ton km-² dan 10 183,7 ton km-², sedangkan ESDU dengan kepadatan 0-5 ton km-² ditemukan sebanyak 25 ESDU (13,4%) dan 8 ESDU diantaranya tidak ditemukan ikan. ESDU dengan kepadatan biomasa ikan 0-5 ton km-² lebih banyak ditemukan di bagian selatan perairan yang lebih dangkal (Gambar 55a). Pada Lokasi B (Gambar 55b), kepadatan biomasa ikan lebih kecil dengan distribusi kepadatan terbesar 1000 – 10 000 ton km-² yang ditemukan pada 21 ESDU (10,5%). Pada lokasi ini, lebih banyak ditemukan area dengan kepadatan 100-1000 ton km-² dan dijumpai pada 98 ESDU (49%) serta tersebar di hampir seluruh lokasi, sedangkan kepadatan antara 0-5 ton km-² hanya ditemukan pada 18 ESDU dari 200 ESDU dan 3 diantaranya tidak ditemukan ikan yaitu pada ESDU 4, 124 dan 128.
LU
117
a
Biomasa (ton/km²)
3.0°
Kep. Anambas P. Subi
0 to 5 5 to 50 50 to 100 100 to 1000
2.0°
1000 to 10000 10000 to 15000 > 10000
P. Bintan
Skala 1 : 50 P. K alim anta n
1.0°
Kep. Tambelan
0
25
50 75 Mil laut
100
Lokasi Survei 5
0.0°
0
P. Lingga
-5
-10
Peta Indeks 100
106.0°
107.0°
108.0°
110
120
BT
109.0°
b
Biomasa (ton/km²)
5.0°
LU
105.0°
0 to 5 5 to 50 50 to 100 100 to 1000
4.0°
1000 to 10000
P.Natuna Besar Kep. Natuna
Skala 1 : 50 0
3.0°
Kep. Anambas
25
50 Mil laut
75
100
Lokasi Survei
P.Subi
5
0
2.0°
-5
-10
Peta Indeks 100
106.0°
107.0°
108.0°
109.0°
110
120
BT
Gambar 55. Distribusi kepadatan ikan (ton km-²) tiap ESDU pada: (a) Lokasi A (Juni 2005) dan (b) Lokasi B (Juli 2006).
118
Stok sumberdaya ikan pelagis Berdasarkan berat ikan tunggal dari ikan pelagis di LCSI yang ditemukan selama penelitian di Lokasi A, diperoleh ikan tunggal dengan berat 37,6 – 149 624 gram sebanyak 147 724 ikan, dan hasil analisis potensi terhadap sumberdaya ikan pelagis ini diperoleh sebesar 1 070 533,35 ton dengan densitas 9,41 ton km-². Sedangkan di Lokasi B untuk ikan tunggal dengan kisaran berat yang sama, dijumpai sebanyak 53 950 ikan, sehingga potensi sumberdaya ikan pelagis di lokasi ini sebesar 222 029,53 ton dengan densitas sebesar 2,89 ton km-². Tabel 14. Biomasa ikan pelagis di Lokasi A (Juni 2005) dan Lokasi B (Juli 2006). TS (dB) -49,5 -46,5 -43,5 -40,5 -37,5 -34,5 -31,5 -28,5 -25,5
Lokasi A (Juni 2005) Luas Area Biomasa Jlh. Ikan (km²) (ton) 37,58 113 753,73 116 254 497 025,74 105,93 113 753,73 27 519 331 588,83 298,54 113 753,73 3 504 118 995,72 841,40 113 753,73 320 30 627,90 2 371,38 113 753,73 85 22 659,30 6 683,46 113 753,73 26 19 766,99 18 836,56 113 753,73 12 25 712,75 53 088,64 113 753,73 4 24 156,12 149 624,11 113 753,73 0 Total 147 724 1 070 533,35 Berat (g)
Lokasi B (Juli 2006) Luas Area Jlh. Biomasa (km²) Ikan (ton) 76 754,52 47 071 135 787,24 76 754,52 6 366 51 757,37 76 754,52 472 10 815,52 76 754,52 27 1 743,69 76 754,52 5 910,07 76 754,52 5 2 564,93 76 754,52 2 2 891,58 76 754,52 1 4 074,79 76 754,52 1 11 484,33 53 950 222 029,53
Hasil perhitungan biomasa sumberdaya ikan pelagis di LCSI pada Tabel 14 di atas, menunjukkan bahwa di Lokasi A diperoleh biomasa ikan pelagis dengan ukuran berat < 500 g sebesar 947 606,01 ton (88,50%) dan biomasa sebesar 30 627,90 ton (2,86 %) untuk ikan pelagis dengan ukuran berat 500 – 1000 g. Biomasa dari ikan pelagis dengan berat 1,0 – 10,0 kg, 10,0 – 50,0 kg dan >50,0 kg masing-masing sebesar 42 696,05 ton (3,99 %), 25 712,75 ton (2,40 %) dan 24 156, 12 ton (2,26 %). Pada lokiasi penelitian Juli 2006, diperoleh biomasa ikan pelagis sebesar 198 360,14 ton (89,34 %) dari ikan dengan ukuran berat <5 00 g, diikuti oleh ikan-ikan dengan ukuran berat 500 – 1000 g sebesar 1 743,69 ton (0,79 %), ikanikan dengan ukuran berat 1,0 – 10,0 kg sebesar 3 475 ton (1,57 %), sedangkan jumlah biomasa sebesar 2 891,58 ton (1,30 %) diperoleh untuk ikan-ikan dengan ukuran berat 10,0 – 50,0 kg dan biomasa sebesar 15 559,12 (7,01 %) diperoleh dari ikan pelagis dengan ukuran berat >50 kg.
119
Analisis distribusi biomasa sumberdaya ikan pelagis dan demersal di LCSI dilakukan sepanjang lintasan hidroakustik atau alur pelayaran dengan jarak unit contoh terkecil (ESDU) sepanjang 5 mil laut. Pada Lokasi A dengan 187 ESDU, 15 ESDU diantaranya tidak ditemukan ikan pelagis dan hanya ditemukan satu ESDU dengan jumlah biomasa tertinggi yaitu pada ESDU 135 dengan biomasa sebesar 12 346,33 ton km-² pada area sekitar 108,3484° BT dan 1,8619° LU. Dari jumlah ESDU yang ditemukan ikan pelagis (172 ESDU), 31 ESDU diantaranya dijumpai biomasa ikan pelagis dengan jumlah >1000 ton km-², sedangkan 60 ESDU ditemukan biomasa 100 – 1000 ton km-², 22 ESDU dengan biomasa sebesar 50 – 100 ton km-², 36 ESDU dengan biomasa 5 – 50 ton km-² dan 22 ESDU dengan biomasa ikan <5 ton km-². Distribusi biomasa ikan pelagis di tiap ESDU pada Lokasi A seperti terlihat pada Gambar 56a dan Lampiran 4. Hasil analisis distribusi biomasa ikan pelagis pada lokasi penelitian bulan Juli 2006 terhadap 200 ESDU, hanya 10 ESDU yang tidak ditemukan ikan pelagis. Jumlah biomasa ikan pelagis terbesar yang diperoleh di lokasi ini adalah 2 001,79 ton km-² yaitu pada ESDU 196 di daerah sekitar 107,1910° BT dan 4,4997° LU. Selain itu pula ditemukan 3 ESDU lainnya dengan jumlah biomasa ikan pelagis > 1 000 ton km-² yaitu pada ESDU 73 (108,2839° BT dan 3,5° LU) sebesar 1 090,42 ton km-², pada ESDU 151 (108,8323° BT dan 4,4992° LU) sebesar 1 0843 ton km-² dan pada ESDU 100 (106,5043° BT dan 3,9685° LU) dengan jumlah biomasa 1 011,09 ton km-². Sedangkan 186 ESDU lainnya, 55 ESDU diantaranya ditemukan biomasa ikan pelagis sebesar 100 – 1 000 ton km-², 39 ESDU dengan jumlah biomasa 50 – 100 ton km-², 69 ESDU dengan jumlah biomasa 5 – 50 ton km-² dan 23 ESDU dengan jumlah biomasa <5 ton km-². Distribusi biomasa ikan pelagis di tiap ESDU pada lokasi ini terlihat pada Gambar 56b dan Lampiran 5.
a
Biomasa (ton/km²)
3.0°
LU
120
0 to 5 5 to 50 50 to 100 100 to 1000
2.0°
1000 to 10000 10000 to 15000 > 10000
1.0°
Skala 1 : 50 0
25
50
75
100
Mil laut Lokasi Survei 5
0.0°
0
-5
-10
Peta Indeks 100
106.0°
107.0°
108.0°
110
120
BT
109.0°
b
Biomasa (ton/km²)
5.0°
LU
105.0°
0 to 5 5 to 50 50 to 100 100 to 1000
4.0°
1000 to 10000
Skala 1 : 50 0
25
50
75
100
3.0°
Mil laut Lokasi Survei 5
0
2.0°
-5
-10
Peta Indeks 100
106.0°
107.0°
108.0°
109.0°
110
120
BT
Gambar 56. Distribusi kepadatan ikan pelagis (ton km-²) di tiap ESDU pada: (a) Lokasi A (Juni 2005) dan (b) Lokasi B (Juli 2006).
121
Stok sumberdaya ikan demersal Hasil estimasi potensi sumberdaya ikan demersal pada penelitian bulan Juni 2005 untuk berat ikan tunggal 37,6 – 149 624 gram (Tabel 15) ditemukan 71 026 ikan dengan biomasa 984 615,26 ton dan densitas sebesar 8,66 ton km-². Sedangkan pada lokasi penelitian bulan Juli 2006, ikan demersal dengan kisaran berat yang sama dijumpai sebanyak 35 999 ikan dengan potensi sumberdayanya sebesar 485 287,70 ton dan densitas sebesar 6,23 ton km-². Tabel 15. Biomasa ikan demersal di Lokasi A (Juni 2005) dan Lokasi B (Juli 2006). TS (dB)
Berat (gram)
-49,5 37,58 -46,5 105,93 -43,5 298,54 -40,5 841,40 -37,5 2 371,38 -34,5 6 683,46 -31,5 18 836,56 -28,5 53 088,64 -25,5 149 624,11 Total
Lokasi A (Juni 2005)
Lokasi B (Juli 2006)
Luas Area Biomasa Luas Area Biomasa Jlh Ikan Jlh Ikan (km²) (Ton) (km²) (Ton) 113 753,73 46 799 200 080,06 76 754,52 28803 83 088,95 113 753,73 17 161 206 780,62 76 754,52 6146 49 968,71 113 753,73 5 354 181 821,65 76 754,52 845 19 362,54 113 753,73 1 364 130 551,42 76 754,52 119 7 685,15 113 753,73 290 78 228,54 76 754,52 28 5 096,40 113 753,73 76 754,52 36 27 369,68 14 7 181,80 113 753,73 10 21 427,29 76 754,52 14 20 241,08 113 753,73 6 36 234,18 76 754,52 7 28 523,55 113 753,73 6 102 121,81 76 754,52 23 264 139,52 71 026 984 615,26 35 999 485 287,70
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa biomasa ikan demersal di Lokasi A sebesar 588 682,34 ton (59,79 %) dari ikan-ikan demersal dengan ukuran berat lebih dari 500 gram per ekor (TS ≤ -43,5 dB) dan biomasa sebesar 130 551,42 ton (13,26%) diperoleh dari ikan dengan ukuran berat 500 – 1000 g (TS -40,5 hingga -43,5 dB). Jumlah biomasa ikan sebesar 105 598,22 ton (10,72 %) dari ikan-ikan demersal yang berukuran berat 1,0 – 10,0 kg (TS -34,5 hingga -37,5 dB), selanjutnya biomasa ikan demersal dengan jumlah 21 427,29 ton (2,18 %) dan 138 355,99 ton (14,05 %) diperoleh dari ikan-ikan dengan ukuran berat untuk 10,0 – 50,0 kg (TS -31,5 hingga -34,5 dB) dan >50,0 kg per ekor (TS ≥ -28,5 dB). Total jumlah biomasa ikan demersal yang diperoleh di Lokasi B sebesar 485 287,70 ton, dan 89,34 % diantaranya (198 360,14 ton) merupakan biomasa dari ikan-ikan yang berukuran berat <500 gram per ekor, sebanyak 1 743,69 ton (0,79 %) merupakan ikan yang berukuran 500 – 1000 g, kemudian 3 475 ton (1,57 %) dari ikan berukuran berat 1,0 – 10,0 kg. Ikan demersal dengan ukuran berat 10,0 – 50,0 kg dan < 50,0 kg per ekor yang diperoleh di lokasi ini, memiliki
122
biomasa masing-masing sebesar 2 891,58 ton (1,30 %) dan 15 559,12 ton (7,01 %). Hasil analisis distribusi biomasa ikan demersal di Lokasi A terhadap 187 ESDU (Gambar 57a), ditemukan sebanyak 16 ESDU yang tidak dijumpai ikan demersal. Secara keseluruhan, biomasa ikan demersal tertinggi ditemukan pada ESDU 171 di daerah sekitar 106,7158° BT dan 2,8599° LU yaitu sebesar 7 437,66 ton km-². Dari 172 ESDU yang ditemukan ikan demersal, 27 ESDU diantaranya ditemukan ikan demersal dengan biomasa <1 000 ton km-², sementara ikan demersal dengan biomasa sebesar 100 – 1 000 ton km-² ditemukan dengan jumlah ESDU yang terbanyak yaitu 67 ESDU. Jumlah ESDU dengan biomasa 50 – 100 ton km-² ditemukan pada 15 ESDU, sedangkan 38 ESDU ditemukan dengan jumlah biomasa 5 – 50 ton km-² dan sisanya sebanyak 34 ESDU dengan jumlah biomasa ikan demersal < 5 ton km-². Distribusi ikan demersal berdasarkan ESDU dari hasil penelitian di Lokasi B menunjukkan bahwa distribusi biomasa ikan demersal hampir sama dengan di Lokasi A, dimana dari 200 ESDU, terdapat 16 ESDU yang tidak dijumpai ikan demersal. Sebanyak 184 ESDU ditemukan ikan demersal dan 62 ESDU diantaranya ditemukan ikan demersal dengan biomasa 100 – 1000 ton km-². Jumlah ESDU terbanyak berikut yaitu sebanyak 57 ESDU ditemukan dengan jumlah biomasa 5 – 50 ton km-², sebanyak 26 ESDU ditemukan dengan biomasa ikan demersal <5 ton km-² dan sebanyak 24 ESDU dengan jumlah biomasa 50 – 100 ton km-², sedangkan untuk biomasa ikan demersal > 1 000 ton km-² hanya ditemukan di 15 ESDU. Pada area penelitian lokasi ini, jumlah biomasa ikan demersal tertinggi sebesar 5 123,82 ton km-² ditemukan pada ESDU pertama yaitu di daerah sekitar 108,4248° BT dan 2,4994° LU. Distribusi biomasa ikan demersal di tiap ESDU terlihat pada Gambar 57b.
a
Biomasa (ton/km²)
3.0°
LU
123
0 to 5 5 to 50 50 to 100 100 to 1000
2.0°
1000 to 10000 10000 to 15000 > 10000
1.0°
Skala 1 : 50 0
25
50
75
100
Mil laut Lokasi Survei 5
0.0°
0
-5
-10
Peta Indeks 100
106.0°
107.0°
108.0°
110
120
BT
109.0°
b
Biomasa (ton/km²)
5.0°
LU
105.0°
0 to 5 5 to 50 50 to 100 100 to 1000
4.0°
1000 to 10000
Skala 1 : 50 0
25
50
75
100
3.0°
Mil laut Lokasi Survei 5
0
2.0°
-5
-10
Peta Indeks 100
106.0°
107.0°
108.0°
109.0°
110
120
BT
Gambar 57. Distribusi kepadatan ikan demersal (ton km-²) tiap ESDU pada: (a) Lokasi A (Juni 2005) dan (b) Lokasi B (Juli 2006).
124
Kesimpulan 1. Stok Sumberdaya ikan di LCSI di dominasi oleh ikan berukuran kecil. Ikan pelagis dengan ukuran besar (TS -25,5 dB) hanya ditemukan di lokasi penelitian bulan Juli 2006. Ukuran yang sama ditemukan pada ikan demersal di kedua lokasi, namun di lokasi penelitian bulan Juli 2006 ditemukan dengan jumlah yang lebih banyak. 2. Standing stock sumberdaya ikan di Lokasi A sebesar 2 055 148,61 ton dan di Lokasi B sebesar 707 317,22 ton. Tingginya standing stock sumberdaya ikan di Lokasi A, disebabkan karena kebanyakan ikan-ikan yang ditemukan di LCSI adalah ikan pelagis kecil yang biasanya menempati daerah yang lebih tenang dan dekat pantai (inshore), dimana daerah ini lebih banyak dijumpai di Lokasi A dibandingkan dengan Lokasi B yang jauh dari pantai (offshore).