4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari bulan Juli sampai bulan Desember 2005 di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat yang terletak pada posisi geografis 107o52’ - 108 o36’ Bujur Timur dan 6o 14’ - 6 o 40’ Lintang Selatan.
Penelitian ini difokuskan pada 16 wilayah sentra produksi
perikanan laut di daerah pesisir Kabupaten Indramayu yaitu Tegal Agung, Dadap, Juntinyuat, Lombang, Limbangan, Majakerta, Balongan, Singaraja, Karangsong, Brondong, Sindang, Cangkring, Eretan Wetan, Eretan Kulon, Bugel, dan Ujung Gebang (Gambar 5).
Gambar 5 Lokasi penelitian. 4.2 Kerangka Metodologi Kerangka metodologi sebagaimana diuraikan pada Gambar 6, meliputi analisis keberlanjutan sumber daya ikan dengan menggunakan metode RAPFISH dan analisis efisiensi atau optimalisasi penggunaan alat tangkap ikan
dengan menggunakan metode Data Envelope Analysis (DEA) atau Frontier
analysis. Dimensi Keberlanjutan SDI Ekologi Ekonomi
Analisis RAPFISH
Analisis DEA
Tingkat Pemanfaatan SDI
Status Keberlanjutan
Rekomendasi Optimalisasi Alat Tangkap
Produksi Perikanan Tangkap
Sosial
Faktor Pengungkit
Teknologi
Jumlah Alat Tangkap
Etika Renstra Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Indramayu
Kelembagaan
Rencana Pengelolaan
Gambar 6 Kerangka metodologi.
4.3 Pengumpulan Data 4.3.1 Jenis data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data yang dikumpulkan adalah data potensi sumber daya ikan, produksi ikan, jenis dan jumlah alat tangkap, jenis dan jumlah armada kapal, rumah tangga perikanan (RTP), kondisi hutan mangrove, kondisi terumbu karang, sosial ekonomi masyarakat, kebijakan perikanan tangkap, serta kondisi pembangunan perikanan tangkap ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya (Tabel 3).
71
Tabel 3 Jenis dan sumber pengambilan data
4.3.2 Metode pengumpulan data Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, diskusi dan wawancara menggunakan kuesioner dengan stakeholders. Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan perikanan tangkap serta alternatif kebijakan yang perlu diambil untuk mengatasi permasalahan di Kabupaten Indramayu. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka/literatur dan berbagai laporan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah digunakan untuk mendeskripsikan keadaan umum wilayah penelitian meliputi aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya wilayah pesisir Indramayu, sebagai dasar perumusan kebijakan.
72
Responden
yang
dijadikan
sample
dalam
kajian
ini
ditentukan
berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan, bahwa responden adalah pelaku (individu atau lembaga) yang terlibat dalam kegiatan perikanan tangkap. Responden adalah para pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan anggota masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan analisis stakeholder, jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang dan 11 orang diantaranya sebagai responden utama (key stakeholders) Rapfish dan 8 orang, sebagai responden utama DEA.
4.4 Analisis Data dan Informasi 4.4.1 Teknik RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries) Keberlanjutan
(sustainability)
merupakan
kunci
kebijakan
yang
dibutuhkan untuk perikanan di seluruh dunia. Sampai saat ini masih sulit untuk menghitung perikanan berkelanjutan, khususnya ketika dihubungkan dengan informasi dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Teknik RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries) adalah suatu metode multi disiplin terkini yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan perikanan berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai. Ordinasi RAPFISH dibentuk oleh aspek
ekologi,
ekonomi,
etika,
sosial
dan
teknologi.
Hasil
statusnya
menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang disajikan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Manfaat dari teknik RAPFISH ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap perikanan dalam ekosistem laut dan dapat menduga hubungannya dengan FAO Code of Conduct (Alder et al. 2000). Penggunaan Teknik RAPFISH mempunyai berbagai keunggulan diantaranya adalah sangat sederhana, mudah dinilai, cepat
73
serta biaya yang diperlukan relatif murah (Pitcher, 1999). Selain itu, teknik ini dapat menjelaskan hubungan dari berbagai aspek keberlanjutan, dan juga mendefenisikan perikanan yang fleksibel (Gambar 7).
Gambar 7 Prosedur RAPFISH menggambarkan perikanan berkelanjutan (Alder et al. 2000). RAPFISH akan menghasilkan gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumber daya ikan, khususnya di daerah penelitian, sehingga akhirnya dapat dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, sebagaimana diisyaratkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO, 1995). RAPFISH didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan Multi-Dimensional Scaling (MDS), dengan prosedur seperti ditampilkan pada Gambar 8.
74
Gambar 8 Proses aplikasi RAPFISH untuk data perikanan (Alder et al. 2000).
Di dalam penelitian ini prosedur analisis RAPFISH
dilakukan melalui
beberapa tahapan (Fauzi dan Anna, 2005), yaitu: (1) Analisis terhadap data perikanan Kabupaten Indramayu melalui data statistik, studi literatur, dan pengamatan di lapangan. (2) Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur (aspek ekologi dari RAPFISH mengacu pada Alder et al. 2000) dengan Microsoft Excell. (3) Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada jarak Euclidian yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:
d = ( x1 − x 2 + y1 − y 2 + z1 − z 2 + ...) 2
2
2
75
Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij) sebagaimana persamaan berikut:
d ij = α + βδ ij + ε Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance=dijk) terhadap kuadrat (titik asal=0ijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut:
S=
∑ 1 m i ∑ m k =1
∑ (d j
∑ i
)
2 2 − oijk 4 ∑j oijk 2 ijk
Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis:
d ijk = ∑ wka (xia − x ja ) r
2
2
a =1
(4) Melakukan “rotasi” untuk menentukan posisi perikanan pada ordinasi “bad” dan “good” dengan Excell dan Visual Basic. Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai Stress yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan bad fit. Di dalam Rapfish, model yang baik ditunjukkan jika nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S < 0.25). (5) Melakukan
sensitivity
analysis
dan
Monte
Carlo
Analysis
untuk
memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Nilai indeks keberlanjutan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Susilo (2003) yang membagi status keberlanjutan dalam 4 kategori, yaitu (1) tidak berkelanjutan, (2) kurang bekelanjutan, (3) cukup berkelanjutan dan (4) bekelanjutan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
76
Tabel 4 Indeks keberlanjutan perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu
Nilai Indeks
Kategori
0 - 25
Tidak berkelanjutan / buruk
> 25 - = 50
Kurang berkelanjutan
> 50 - = 75
Cukup berkelanjutan
> 75 - = 100
Berkelanjutan
Sumber: Susilo, 2003 dan Hermawan, 2006
4.4.2 Analisis efisiensi/kapasitas perikanan Dalam rangka analisis efisiensi mengunakan metode Data Envelope Analysis (DEA) atau Frontier analysis. DEA menggunakan teknik seperti program matematis yang dapat menangani variabel dan kendala dalam jumlah besar, juga memudahkan kebutuhan yang sering timbul disebabkan keterbatasan data, sehingga bisa dipilih hanya beberapa variable input dan output. Perhitungan DEA menghasilkan skor efisiensi dimana alat tangkap merupakan Decision Making Unit. Hasil tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi tiap alat tangkap, dimana efisiensi tertinggi akan dijadikan acuan. Fluktuasi angka efisiensi tiap alat tangkap menggambarkan kondisi efisiensi relatif setiap alat tangkap perikanan di Indramayu secara umum apakah dalam kondisi inefisiensi. Model terpenting dari DEA adalah CCR (Charnes, Cooper and Rhodes, 1978). Menurut Cooper et al. (2004), ada dua model DEA yang berkembang yaitu CCR dan BCC (Banker-Charnes-Cooper). Model BCC merupakan pengembangan dari CCR. Perbedaan CCR dan BCC terletak pada acuan yang digunakan untuk menetukan batas titik-titik efisiensi DMU (Decision Making Unit)
77
dalam suatu frontier. Garis batas terluar efisiensi dalam CCR ditarik dari satu titik efisiensi terluar berupa garis lurus, sedangkan dalam model BCC batas efisiensi ditarik oleh garis yang menghubungkan titik-titik terluar efisiensi (Gambar 9 dan Gambar 10). Baik model CCR maupun BCC dibagi menjadi dua tipe, yaitu inputoriented dan output-oriented dengan notasi CCR-I; CCR-O; BCC-I; BCC-O. Tipe input-oriented digunakan untuk meminimalkan input, sedangkan output oriented digunakan untuk memaksimalkan output, perhitungan kedua tipe akan menghasilkan angka efisiensi yang sama (Cooper et al. 2004).
Gambar 9 Pembatasan produksi model CCR.
Gambar 10 Pembatasan produksi model BBC.
78
Berdasarkan data yang ada, dapat dihitung efisiensi suatu DMU menggunakan data input dan output. Jumlah variabel input dan output bisa satu atau lebih. Apabila ada n DMU: DMU1, DMU2,….., dan DMUn dimana j = 1, …., n, sedangkan ada sejumlah m input dan s output, maka input data untuk DMUj menjadi (X1j, X2j,…,Xmj) dan output datanya adalah (Y1j, Y2j,…, Ysj). Matriks input data X dan output data Y dapat ditulis sebagai berikut. x11 X = x 21 . x m1
x12 ... x1 n x22 ... x2n . . xm2 xmn
y 11 Y = y21 . y s1
y12 ... y1n y22 ... y2 n . . ys2 ysn
…..…….………………….(2.1)
……………………..……...(2.2)
Salah satu cara untuk menganalisa kapasitas perikanan adalah dengan DEA, dimana pendekatannya berdasarkan input dan output. Seperti dirujuk oleh Fauzi dan Anna (2005), konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles, Cooper, dan Rhodes atau dikenal sebagai CCR. Di Indonesia konsep ini telah diterapkan oleh Fauzi dan Anna pada tahun 2002 untuk mengukur efisiensi kapasitas perikanan di DKI Jakarta (Fauzi dan Anna, 2005). Pengukuran efisiensi pada dasarnya merupakan rasio antara output dan input, atau:
Efisiensi =
Output ........................................................................(2.3) Input
Pengukuran efisiensi yang menyangkut multiple input dan output dapat dilaksanakan dengan menggunakan pengukuran efisiensi relatif yang dibobot sebagaimana tertulis berikut:
79
Efisiensi =
Jumlah output yang sudah dibobot ............................(2.4) Jumlah input yang sudah dibobot
Atau dapat ditulis :
Efisiensi dari unit j = Keterangan : w1 y1j v1 x1j
= = = =
w1 y1 j + w2 y 2 j + ... v1 x1 j + v 2 x 2 j + ...
.....................................(2.5)
Pembobotan untuk output i Jumlah output 1 dari unit j Pembobotan untuk input 1 Jumlah dari input 1 ke unit j
Namun demikian, pengukuran tersebut tetap memiliki keterbatasan berupa sulitnya menentukan bobot yang seimbang untuk input dan output. Keterbatasan tersebut kemudian dijembatani dengan konsep DEA, efisiensi tidak semata-mata diukur dari rasio output dan input, tetapi juga memasukkan faktor pembobotan dari setiap output dan input yang digunakan. Pada pembahasan DEA, efisiensi diartikan sebagai target untuk mencapai efisiensi yang maksimum dengan kendala relatif efisiensi dan seluruh unit yang tidak boleh melebihi 100%. Secara matematis, efisiensi dalam DEA merupakan solusi dan persamaan berikut:
Max Em
∑w y = ∑v y i
ijm
k
kjm
m
....................................................................(2.6)
k
Dengan kendala :
∑w y ∑v y i
ijm
k
kjm
i
≤ 1 untuk setiap unit ke j ............................................(2.7)
k
wi , vk ≥ ε Pemecahan
masalah
pemrograman
matematis
di
atas
akan
menghasilkan nilai E m yang maksimum sekaligus nilai bobot (w dan v) yang
80
mengarah ke efisiensi. Jadi jika nilai E m =1, maka unit ke m tersebut dikatakan efisien relatif terhadap unit lainnya. Sebaliknya jika nilai E m lebih kecil dari 1, maka unit yang lain dikatakan lebih efisien relatif terhadap unit m, meskipun pembobotan dipilih untuk memaksimisasi unit m. Salah satu kendala dan pemecahan persamaan (2.7) adalah persamaan tersebut berbentuk fractional sehingga sulit untuk dipecahkan melakukan pemograman linear. Namun demikian, dengan melakukan linearisasi, persamaan (2.6) dapat diubah menjadi persamaan linear sehingga pemecahan melalui pemograman linear (linear programming) dapat dilakukan. Linearisasi persamaan (2.6) di atas menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Max Em = ∑ wi yijm .......................................................................(2.8) i
Dengan kendala:
∑v
k
xkjm = ϖ
k
∑w y i
ijm
i
− ∑ v k xkjm ≤ 1
................................................................(2.9)
k
ωi , v k ≥ ε
Salah satu manfaat dilakukannya linearisasi, kita dapat melakukan pemecahan pemrograman linear di atas dengan melakukan pemecahan dual dari persamaan (2.9). Sebagaimana ciri yang dimiliki oleh pemograman linear, pemecahan baik primal maupun dual akan menghasilkan solusi yang sama, namun demikian sering pemecahan dengan dual lebih sederhana karena berkurangnya dimensi kendala. Primal dan dual variable dari persamaan (2.9) di atas dapat ditulis kembali sebagai sebagai: Model Primal
Variabel Dual
Max Em = ∑ wiy ijm
Z
i
81
Dengan kendala
∑ vkxkjm = ϖ
?o
………………(2.10 )
k
∑ wi yijm - ∑ vkxkjm ≤ 1 j i
= 1,2 ... n
k
− vk ≤ - ε k = 1,2 ... m
Sk−
− ωi ≤ −ε i = 1,2, ...t
Sk+
Dengan demikian, dual dari persamaan (2.10) dapat ditulis sebagai; min ϖ Zm -ε ∑ Si+ − ε ∑ Sk− i
k
Dengan kendala: xkj - S -k - ∑ Xkj λ j = 0 k = 1 ... m .................................................(2.11) j
S +i + ∑ yij λ j = yijm i = 1... t j
λj , S i+ , S k− ≥ 0
Hasil dari perhitungan DEA ini kemudian di plot dalam bentuk efficiency frontier untuk mengetahui posisi relatif dari hasil sensisitvity analysis dengan kondisi aktual. Analisis selanjutnya adalah memanfaatkan data 8 alat tangkap dari sampel tahun 2006 untuk menghitung efisiensi tiap kapal dengan DEA menggunakan multiple input variable dan multiple output variable. Variabel input terdiri dari investasi, biaya, effort (upaya) dalam satuan hari melaut (fishing days), dan kekuatan mesin (GT). Variabel output terdiri dari penerimaan bersih serta variabel tenaga kerja yang digunakan. Data-data tersebut dimasukan ke dalam rumus DEA sebagai berikut:
∑w y = ∑v y i
Max Em
ijm
m
k
k
kjm
Dengan kendala :
∑wy ∑v y i
ijm
k
kjm
i
≤ 1 untuk setiap unit ke j
k
82