3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk menurunkan rumus dan persamaan untuk memprediksi perilaku bahan. Walaupun begitu, teori hanya dapat digunakan dalam desain praktis jika besaran fisik bahan diketahui. Besaran ini diperoleh dari hasil eksperimen di laboratorium. Bambu sebagai bahan alami mempunyai sifat fisik dan mekanik bervariasi, baik karena pengaruh jenis, tempat tumbuh maupun karena pengaruh umur. Selain itu, dalam satu batang bambu pun terdapat variabilitas, baik secara vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun secara horizontal (kulit/luar, dalam) serta pengaruh keberadaan buku. Dalam perencanaan bambu sebagai komponen rangka batang ruang, perlu dihitung
gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing batang bambu sebagai
komponen dalam struktur yang direncanakan. Agar gaya-gaya batang dapat dihitung secara teliti, maka digunakan program analisa struktur. Untuk menjalankan program ini diperlukan masukan
berupa besaran sifat fisik dan mekanik material yang akan
digunakan; seperti : kerapatan, kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastistitas. 3.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik bambu tali yang meliputi : kerapatan, kadar air, penyusutan kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, dan modulus elastisitas, sebagai dasar pada perhitungan analisa struktur dan perancangan dimensi sambungan. 3.3. Bahan dan Metode 3.3.1. Bahan dan Alat Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) berumur lebih dari 3 tahun yang tumbuh di daerah Depok. Mengingat buluh bambu tali cenderung lurus pada bagian pangkal sampai tengah dengan ujungnya melengkung (Gambar 3.1.a.), maka bagian yang cocok dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan adalah buluh bambu bagian pangkal sampai tengah yang cenderung lurus. Berdasarkan hal tersebut penelitian yang dilakukan hanya meneliti bambu bagian pangkal dan tengah saja dengan pengambilan sampel seperti pada Gambar 3.1.b.
1m ( tengah) 2m 1m ( pangkal) 1 ruas tidak digunakan
(b) Posisi sampel pada batang (a) Bentuk rumpun Gambar 3.1. Bambu tali serta pengambilan sampel. Alat yang digunakan untuk pengujian sifat fisik diantaranya timbangan dengan ketelitian 0,01 gram, jangka sorong dan oven. Untuk pengujian sifat mekanik dipakai UTM (Universal Testing Machine) merk Instron dengan kapasitas 5000 kgf. 3.3.2. Metoda Pengujian dilakukan dengan berpedoman pada Standar ISO, yaitu ISO 221572004, tentang petunjuk pengujian sifat fisik dan mekanik bambu. Sampel dibuat menggunakan bambu dalam keadaan kering udara dengan 5 (lima) ulangan untuk masing-masing pengujian. Untuk mengukur kadar air dan penyusutan, sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 103+20C selama 24 jam (sampai mencapai berat tetap). Adapun bentuk dan ukuran sampel dapat dilihat pada Gambar 3.2.
26
300
100
300
20
10
1:20
(a)
h=D
h=D
D
D
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 3.2. Sampel pengujian sifat dasar. (a) Sampel uji tarik (ukuran dalam mm); (b) sampel uji tekan tanpa buku (c) sampel uji
tekan dengan buku; (d) sampel uji geser melalui tekan; (e) sampel uji geser melalui tarik
Untuk menghitung kerapatan, kadar air dan penyusutan, sesuai dengan ISO 22157-2004, digunakan persamaan di bawah ini : ρ (g/cm3) = KA (%) =
B KT ............................................................................................(3.1.) V KU
BKU − BKT x100% .....................................................................(3.2.) BKT
Penyusutan (% )=
L0 − L1 x100% ................................................................(3.3.) L0
dengan : ρ
= Kerapatan bambu (g/cm3)
BKT
= Berat kering tanur (g)
BKU
= Berat kering udara (g)
VKU
= Volume kering udara (cm3)
KA
= Kadar air (%)
L0
= Dimensi awal (mm)
L1
= Dimensi akhir (mm)
27
Untuk menghitung tegangan geser, tegangan tarik, tegangan tekan digunakan persamaan 3.4. dan modulus elastisitas dihitung
menggunakan persamaan 3.5. di
bawah ini : σ=
Fult ...............................................................................................(3.4.) A
E=
σ 80 − σ 20 ...................................................................................(3.5.) ε 80 − ε 20
dengan : σ
= Tegangan (MPa)
Fult = Gaya maksimum (N) A
= Luas penampang bambu (mm2)
E
= Mmodulus elastisitas (MPa) l − l0 = Regangan (tanpa satuan) = l0 = Tegangan yang merupakan 80% dari σult
ξ σ80
σ20 = Tegangan yang merupakan 20% dari σult ε80
= Regangan pada saat σ80
ε20
= Regangan pada saat σ20 3.4. Analisa data 3.4.1. Sifat Fisik Bambu Tali
Untuk hasil pengujian sifat fisik, data masing-masing sifat dianalisis dengan statistik deskriptif sederhana yang meliputi nilai rataan, maksimum, minimum, standar deviasi dan koefisien variasi. Hasil pengujian ini dan analisanya disajikan dalam bentuk tabel. 3.4.2. Sifat Mekanik Bambu Tali Hasil pengujian mekanika, pada tahap awal dianalisa secara statistik deskriptif sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya data yang dianggap dapat mewakili populasi, dianalisa berdasarkan AC 162 (Acceptance Criteria for Structural Bamboo) yang dikeluarkan oleh ICBO (International Conference for
28
Building Official) pada tahun 2000 di California. Untuk mendapatkan nilai kekuatan rencana (S), digunakan rumus :
S=
B Ca
B= (m-K.SD).DOL ......................................................................................(3.7.) dengan : B = Tegangan karakteristik m
= Tegangan rata-rata
K
= Faktor dari tabel 3 ASTM D2915
SD = Standar deviasi DOL = Faktor akibat pembebanan (Duration of Loading) 1 untuk beban tetap 1,25 untuk beban sementara 1,5 untuk beban angin dan gempa Ca
= Faktor keamanan (Tabel 3.1)
Nilai K yang akan digunakan dalam perhitungan dipilih untuk tingkat kepercayaan 75% dengan nilai persentil 5%, sedangkan faktor keamanan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Faktor keamanan untuk masing-masing besaran mekanik Besaran Faktor Keamanan Modulus Elastisitas 1,00 Kuat Tarik 2,25 Kuat tekan 2,25 Kuat lentur 2,25 Kuat geser 2,25 Sumber : International Conference of Building Official (2000) 3.5. Hasil dan Pembahasan 3.5.1. Sifat Fisik Bambu Tali 1. Kerapatan Pengujian kerapatan bambu tali yang berumur 3 tahun yang berasal dari daerah Depok dilakukan terhadap volume kering udara dan berat kering tanur. Hasil pengujian kerapatan terhadap sampel bagian pangkal dan bagian tengah dapat dilihat pada Tabel
29
3.2. dan hasil tersebut memperlihatkan kerapatan bambu bagian tengah lebih besar sekitar 15 % dari kerapatan bambu bagian pangkal. Tabel 3.2. Kerapatan bambu tali Ρrataan(g/cm3) ρmax(g/cm3) ρmin(g/cm3) SD CV (%) Sampel Tengah 0,77 0,86 0,69 0,06 8,01 Pangkal 0,66 0,78 0,60 0,07 11,02 Gabungan 0,71 0,86 0,60 0,08 11,69 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel
n 5 5 10
Nilai kerapatan yang diperoleh lebih besar dari nilai kerapatan hasil penelitian Syafi’i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994) yang mendapatkan nilai kerapatan sebesar 0,65 g/cm3. Demikian juga dibandingkan dengan hasil penelitian Nuryatin (2000) yang memperoleh nilai kerapatan bagian pangkal dan bagian ujung berturut-turut sebesar 0,365 g/cm3 dan 0,496 g/cm3. Baik penelitian Syafi’i maupun Nuryatin menggunakan sampel bambu tali yang berasal dari Dramaga, Bogor. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa kerapatan bagian pangkal lebih kecil dari kerapatan bagian atas. Untuk perhitungan struktur digunakan nilai kerapatan sampel gabungan yaitu 710 kg/m3 (setara dengan 0,71 g/cm3) 2. Kadar Air Pengujian kadar air dilakukan untuk melihat banyaknya air yang terkandung pada bambu dalam keadaan kering udara. Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa kadar air kering udara pada bambu bagian tengah sedikit lebih besar dari kadar air kering udara pada bambu bagian pangkal, seperti ditampilkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Kadar air kering udara pada bambu tali Sampel KArataan(%) KAmax(%) KAmin(%) SD CV(%) n Tengah 12,15 13,52 10,90 0,87 7,13 6 Pangkal 12,20 12,69 11,42 0,61 5,00 6 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan dugaan Janssen (1981) yang memperkirakan bahwa pada kelembaban relatif (RH) 90 % kadar air kering udara bambu sekitar 12,7%. Demikian juga jika dibandingkan dengan penelitian Nuryatin
30
(2000) yang mendapatkan kadar air bagian pangkal dan ujung berturut-turut 13,93 % dan 12,02%. Sementara Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan kadar air kering udara bambu tali 15,19 %. 3. Penyusutan Bambu sebagai hasil alam merupakan bahan anisotropis, oleh karena itu penelitian penyusutan bambu dilihat dari tiga arah, yaitu arah tebal, arah diameter dan arah longitudinal. Seperti halnya kayu, penyusutan bambu arah longitudinal sangat kecil (tidak mencapai 1 %), baik untuk bagian pangkal, maupun bagian tengah, sementara penyusutan diameter baik untuk bagian pangkal, maupun bagian tengah nilainya sekitar 3 %. Berdasarkan hasil pengamatan, penyusutan tebal pada bambu bagian pangkal merupakan penyusutan terbesar yaitu sebesar 3,6 %, seperti terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Penyusutan bambu tali pada berbagai arah. Sampel Pangkal
Tengah
Arah tebal diameter longitudinal tebal diameter longitudinal
rataan (%) 3,65 3,60 0,14 2,25 3,46 0,12
Max (%) 4,62 4,37 0,22 3,23 3,89 0,20
Min (%) 2,79 2,97 0,11 1,37 2,95 0,10
SD 0,87 0,58 0,05 0,71 0,40 0,05
CV(%) 23,88 16,17 35,60 31,54 11,66 37,44
n 5 5 5 5 5 5
Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa susut sampel bagian pangkal lebih besar daripada susut pada bagian tengah, sedangkan susut tebal dinding bambu tali dari kering udara ke kering tanur untuk bagian pangkal dan bagian tengah berturut-turut 3,65 % dan 2,25 %. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Nuryatin (2000) yang mendapatkan susut tebal bagian pangkal dan ujung berturut-turut 19,85 % dan 12,48%, tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Syafi’i (1984) yang meneliti penyusutan bambu tali (tanpa membedakan bagian pangkal ataupun ujung) mendapatkan susut tebal kering udara ke kering tanur sebesar 5,32 %. Seperti halnya pada kayu, penyusutan longitudinal baik pada sampel bagian pangkal maupun pada sampel bagian tengah sangat kecil.
31
3.5.2. Sifat Mekanik 1. Kuat Tarik Berdasarkan hasil pengujian didapat nilai kuat tarik maksimum sebesar 421 MPa yaitu pada sampel pangkal sebelah luar tanpa buku. Sementara nilai kuat tarik terkecil terdapat pada sampel tengah bagian dalam dengan buku yaitu sebesar 34 MPa. Nilai kuat tarik masing-masing kelompok sampel dan variabilitasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5. Secara umum, variasi nilai kuat tarik pada berbagai kelompok sampel dapat dilihat pada Gambar 3.3. Tabel 3.5. Kuat Tarik sampel pada berbagai posisi Sampel*) PL0 PL1 PD0 PD1 TL0 TL1 TD0 TD1
σrataan (MPa) σmax(MPa) σMin(MPa) 404,41 163,25 144,30 41,99 359,32 148,61 176,91 32,99
540,16 186,46 178,66 62,63 380,75 154,67 213,01 39,60
356,39 150,20 116,93 33,11 327,15 140,60 149,76 27,92
SD (MPa)
CV(%)
n
σrenc (MPa)
77,28 13,43 30,87 11,81 22,89 6,75 24,38 5,89
19,11 8,23 21,39 28,14 6,37 4,54 13,78 17,86
5 7 5 5 5 5 5 5
95,10 57,85 30,33 5,72 134,63 58,66 51,92 8,21
Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel *) P= pangkal, T= tengah, L= luar, D= dalam, 0= tanpa buku, 1= dengan buku
Hasil penelitian yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nuryatin (2000) yang memperoleh kuat tarik pangkal dan ujung berturut-turut 1.312 kg/cm2 dan 1.480 kg/cm2 yang setara dengan 129 MPa dan 145 MPa.
Kuat tarik (MPa)
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 sampel dg buku sampel tanpa Buku
404 359
177
144 163
148 42
Luar Dalam PANGKAL
33 Luar TENGAH
Dalam
Gambar 3.3. Kuat tarik maksimum rataan pada berbagai kelompok sampel 32
Berdasarkan data yang diperoleh, maka selanjutnya untuk perhitungan struktur dihitung nilai kuat rencana dengan menggunakan Persamaan 3.7. Nilai kuat tarik maksimum bambu didapatkan pada sampel bagian pangkal luar tanpa buku. tegangan maksimum yang didapat 540 MPa lebih besar dari tegangan leleh baja. Nilai terendah tegangan tarik maksimum didapat pada bagian tengah dalam dengan buku, yaitu 28,92 MPa. Nilai ini < 10% nilai tegangan tarik maksimum. Mengingat bahwa dalam pemakaian, sebagian bambu bagian dalam dibuang, maka untuk perhitungan digunakan nilai tegangan tarik rencana bagian luar yang terkecil. Berdasarkan hasil perhitungan nilai ini terdapat pada sampel bagian pangkal tanpa dengan buku yaitu 57,85 MPa. Selanjutnya untuk perhitungan analisa struktur digunakan nilai tegangan tarik rencana sebesar 57,8 MPa. Pada semua kelompok sampel nampak dengan jelas bahwa nilai tegangan tarik bambu akan berkurang lebih dari 50 % jika terdapat buku, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.3. Hal ini mungkin disebabkan arah serat pada daerah buku tidak semua lurus, karena sebagian serat berbelok ke dalam, dan sebagian kecil berbelok ke luar. Dalam pembuatan sampel uji tarik dibuat daerah kritis yang luas penampangnya kecil (Gambar 3.2.a.). Diharapkan, kerusakan akibat beban tarik terjadi pada daerah kritis, yaitu sampel putus pada daerah tersebut. Pada pengujian yang dilakukan, putusnya sampel pada daerah kritis seperti pada Gambar 3.4. tidak terjadi pada semua sampel.
Gambar 3.4. Sampel putus pada daerah kritis.
Kuat tarik bambu bagian dalam yang lebih kecil akan mengakibatkan rusaknya sampel tidak seragam; seperti terlihat pada Gambar 3.5, dimana pada daerah kritis sebelah dalam sudah putus, sementara bagian luar belum.
Gambar 3.5. kerusakan pada daerah kritis
33
Besarnya variasi mengakibatkan permasalahan dalam pengujian tarik. Kerusakan yang terjadi tidak selalu pada daerah kritis, seperti yang diharapkan. Kerusakan dapat terjadi pada berbagai tempat seperti pada Gambar 3.6, dimana kerusakan terjadi pada daerah buku atau mengarah pada buku, seperti pada Gambar 3.7. Pada keadaan ini, kerusakan pada daerah kritis terjadi, bukan karena tarik, tetapi karena geser.
Gambar 3.6. Kerusakan sampel pada daerah buku
Gambar 3.7. Kerusakan sampel bukan pada daerah kritis.
Karena tegangan geser bambu sangat kecil bila dibandingkan dengan kuat tariknya, maka dalam pembuatan sampel, harus diusahakan agar sampel dibuat sepanjang mungkin hingga bidang gesernya sebesar mungkin. Selanjutnya untuk perhitungan struktur, nilai tegangan tarik rencana yang akan digunakan : σ
tarik
= 57,8 MPa ( ≅ 589,8 kg/cm2).
2. Kuat Tekan Bentuk bambu yang berupa tabung dengan sekat-sekat yang disebut buku, mempunyai sifat mekanis yang khusus, terutama untuk pengujian tekan. Sebagai silinder berdinding tipis, untuk pengujian tekan murni harus dihindari terjadinya tekuk, seperti pada Gambar 3.8. Untuk itu tinggi sampel harus diperhatikan, sesuai dengan standar ISO sampel yang diuji mempunyai tinggi sama dengan diameter luar.
34
Gambar 3.8. Tekuk pada silinder berdinding tipis.
Pada pengujian tekan yang dilakukan pada buluh bambu kering udara (KA= 12,3 %), diperoleh bahwa tegangan tekan maksimum terjadi pada sampel
bagian
tengah tanpa buku yaitu 50,35 MPa. Kuat tekan sampel terkecil sebesar 35,01 MPa, terjadi pada sampel bagian pangkal dengan buku, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Kuat tekan buluh bambu σmax σrataan σMin SD CV Sampel*) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (%) P0 41,21 47,41 36,37 5,04 12,24 P1 37,96 42,92 35,01 3,71 9,76 T0 46,80 50,35 42,41 2,92 6,24 T1 45,84 52,17 42,61 3,33 7,27 *) P=pangkal, T = tengah, 0 = tanpa buku, 1= dengan buku
Kuat Tekan (MPa)
50 40
Kuat Tekan Bam bu Tali 47 41 38
n 5 5 6 6
σrenc (MPa) 12,79 12,81 17,60 16,72
46
30 20 10 0 Pangkal
tanpa buku
Tengah
dgn sam bukupel
Gambar 3.9. Pengaruh buku terhadap kuat tekan buluh bambu. Berdasarkan pada Gambar 3.9., terlihat bahwa keberadaan buku pada sampel, baik pada buluh bagian tengah, maupun buluh bagian pangkal jelas terlihat memperkecil kuat tekan sampel, walaupun tidak terlalu besar. Pada bagian pangkal, keberadaan buku memperkecil kuat tekan sekitar 8 %. Pada bagian tengah, keberadaan
35
buluh memperkecil kekuatan tekan sekitar 2 %. Hal ini erat kaitannya dengan posisi dan panjang serat. Pada bagian ruas bambu, serat lebih panjang dan arahnya lurus (Suranto, 2006), sementara pada bagian buku seratnya lebih pendek dan arahnya sebagian tegak lurus sumbu batang. Dari hasil pengujian kuat tekan dengan membedakan sampel yang berasal dari pangkal dan tengah terlihat bahwa sampel bagian tengah lebih kuat dari sampel bagian pangkal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya dan erat kaitannya dengan panjang seratnya, terutama karena seratnya makin ke atas makin panjang. Selanjutnya untuk perhitungan struktur, nilai kuat tekan rencana yang digunakan: σ
tk
= 12,7 MPa ( ≅ 129,6 kg/cm2).
3. Kuat Geser Sesuai dengan tujuan awal penelitian sifat dasar, yaitu untuk mencari besaran sebagai masukan dalam perhitungan, maka kuat geser yang diperlukan adalah kuat geser longitudinal dalam bidang tangensial. Hal ini perlu dicermati, karena bambu merupakan bahan yang bersifat anisotropis. Oleh karena itu, pengujian terhadap kuat geser dengan standar ISO N22157.-2004, tidak sesuai untuk digunakan karena pengujiannya dilaksanakan terhadap bidang radial, seperti pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Pengujian geser bambu berdasarkan ISO. Untuk itu pada pengujian geser, pembuatan sampel tidak dilakukan sesuai standar ISO, tetapi mengacu pada cara pengujian geser kayu (Gambar 3.2.d.) dan standar pengujian kayu lapis (Gambar 3.2.e.). Hasil pengujian kuat geser dari kedua metoda tersebut mendapatkan hasil, seperti terlihat pada Tabel 3.7. 36
Tabel 3.7. Kuat geser rataan Sampel
τrataan(MPa)
τ Max
τ Min
SD
CV(%)
n
Tkn Trk
8,46 8,43
9,69 9,46
7,92 7,10
0,66 1,07
7.90 12.70
6 6
τ renc.(MPa) 3,02 2,53
Baik pengujian geser yang dilakukan melalui tekan (mengacu pada pengujian geser kayu) maupun pengujian geser yang dilakukan melalui tarik (mengacu pada pengujian kayu lapis) kuat geser yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan. Jika dibandingkan dengan hasil pengujian kuat menurut Dransfield dan Widjaja (1995) pada Tabel 2.2., pada keadaan kering udara tanpa buku, kuat geser bambu tali rataan adalah 7,65 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa kuat geser bambu tali memang sangat kecil. Pada pengujian geser yang dilakukan melalui tekan, benda uji dibuat dengan tambahan kayu yang direkatkan pada bagian sebelah luar (kulit) dan sebelah dalam, seperti pada Gambar 3.11. Hal ini mengingat tebal bambu yang relatif tipis, sementara yang akan diukur adalah kuat geser pada bidang tangensial pada posisi setengah tebal dinding bambu. P Bidang Geser Bambu Kayu pelapis Gambar 3.11. Detail benda geser uji geser tekan. Dalam pembuatan benda uji, harus diperhatikan agar bagian yang ditekan (bagian pendek) harus merupakan bagian kulit. Jika bambu bagian dalam yang ditekan, maka kerusakan yang terjadi bukan akibat geser, tetapi akibat tekan pada bagian dalam, seperti pada Gambar 3.12a. Hal ini menunjukkan bahwa kuat tekan bambu bagian dalam sangat kecil, sementara pengujian kuat tekan bambu pada umumnya dilakukan terhadap buluh bambu, sehingga tidak terlihat kuat tekan bambu bagian luar dan kuat tekan bambu bagian dalam.
37
(a)
(b) Gambar 3.12. Kerusakan sampel uji geser (a) akibat tekan bambu bagian dalam; (b) pada uji geser tarik
Pengujian kuat geser longitudinal pada bidang tangensial lebih mudah dilakukan dengan uji geser tarik, karena selain pembuatan sampel lebih mudah, umumnya kuat tarik bambu jauh lebih besar dari kuat gesernya. Untuk perhitungan struktur selanjutnya nilai kuat geser rencana ( τ ) yang digunakan nilai : τ
rencana =
2,5 MPa ( ≅ 25,5 kg/cm2).
4. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas merupakan nilai yang menunjukkan perbandingan tegangan dan regangan, dimana tegangan adalah gaya persatuan luas penampang dan regangan adalah perbandingan perubahan dimensi dengan dimensi awal. Dengan mengetahui nilai elastisitas, dapat diketahui perubahan panjang yang akan terjadi, karena pengaruh beban yang bekerja. Sebagai contoh, kolom beton atau baja jika dibebani gaya tekan akan mengalami deformasi. Dalam hal ini, timbul perpendekan. Hanya saja, karena deformasi yang timbul kecil, maka tidak terlihat secara kasat mata. Jika gaya yang bekerja tidak melebihi batas tertentu, maka deformasi akan hilang setelah gaya dihilangkan (Timoshenko dan Goddier, 1994). Dalam mengamati modulus elastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian modulus elastisitas tekan. Hal ini mengingat bahwa sebagai komponen rangka batang ruang, maka bambu akan menerima gaya tekan atau tarik saja. Setelah dilakukan pengujian tekan serta perhitungan tegangan dan regangan pada berbagai taraf
38
beban, diagram tegangan dan regangan dapat digambarkan. Pada umumnya sumbu X menggambarkan regangan dan sumbu Y menunjukkan tegangan (Gambar 3.10.). Diagram ini memberikan infomasi tentang besaran mekanis dan perilaku bahan. σ D
σ Ult σ luluh
B C
Batas proporsional
O
A
Daerah elastis
Daerah plastis
ε
Gambar 3.13. Diagram tegangan-regangan Diagram tegangan dan regangan biasanya dimulai dengan garis lurus (garis OA). Hal ini menunjukkan hubungan tegangan dan regangan pada daerah ini linier dan proporsional. Kemiringan garis ini menunjukkan modulus elastisitas. Tegangan pada titik A disebut batas proporsional. Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati batas proposional, maka regangan meningkat secara lebih cepat (garis A-C), dan pada daerah ini bahan tidak lagi elastis, tetapi plastis. Setelah melewati tegangan luluh (titik D) bahan akan mengalami kerusakan. Tegangan maksimum terjadi pada daerah ini dan biasa disebut tegangan ultimate (titik D). Diagram Tegangan-Regangan Dalam pengujian dengan UTM merk Instron terdata besar gaya yang bekerja dan besarnya defleksi yang terjadi secara periodik. Dengan membagi besarnya gaya yang bekerja dengan luas penampang akan diperoleh besarnya tegangan secara periodik. Luas penampang sampel dihitung dengan mengasumsikan sampel berupa silinder berlubang, termasuk pada sampel dengan buku. Diameter dan tebal dinding, masing-masing diukur pada empat tempat dan dalam perhitungan digunakan rataan hasil pengukuran.
39
Berdasarkan pada data hasil pengujian (gaya, deformasi dan dimensi buluh) dan perhitungan tegangan dan regangan, maka hubungannya dapat dilihat pada Gambar
TEG (kg/cm2)
3.14, 3.15 dan Gambar 3.16. 600 500 400
h=D
300 200
D
100 0 0 T1K01 T1K04
5 T1K02 T1K05
10 T1K03 T1B06
15 20 reganganI (0.1%)
Gambar 3.14. Diagram tegangan-regangan pada sampel bagian tengah tanpa buku. 600
TEG(kg/cm2)
500 400
h=D
300 200
D
100 0 0
T1K12
5
T1K13
10
T1K14
15 20 regangan (0.1%)
TEGANGAN (kg/cm2)
Gambar 3.15. Diagram tegangan-regangan pada sampel bagian tengah dengan buku. 700 600 500 400
h=D
300 200 P1K01 P1K03 100 P1K04 0 P1K05 0 P1B06
D 5
10
15
20
regangan (0.1%)
Gambar 3.16. Diagram tegangan-regangan pada sampel bagian pangkal tanpa buku.
40
Dari gambar diatas terlihat bahwa garis linier baru terbentuk setelah regangan mencapai sekitar 0,5%., karena terjadinya penyesuaian kedudukan sampel (setting-up). Pada Gambar 3.14., terlihat
bahwa walaupun penyesuaian tidak seragam, tetapi pada daerah linier
kemiringannya cenderung seragam. Pada Gambar 3.15, sampel yang digunakan merupakan sampel yang mengandung buku, tetapi dalam perhitungannya luas penampang yang dihitung adalah luas penampang silinder berlubang. Sementara pada Gambar 3.16, pengujian sampel
P1B06 dihentikan sebelum tegangan ultimate tercapai karena telah mendekati kapasitas alat. Berdasarkan perhitungan dengan persamaan di atas, nilai E yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3.8. di bawah ini. Tabel 3.8. Nilai modulus elastisitas bambu tali Emax (MPa) 13.845
Emin (MPa) 10.519
SD
CV(%)
n
Tengah tanpa buku
Erataan (MPa) 12.418
1.596
12,85
5
Etekan (MPa) 8.485
Tengah dgn buku
12.234
13.261
10.784
1.291
10,56
3
9.051
Pangkal tanpa buku Keseluruhan
10.283 11.616
11.433 13.845
9.446 9.446
1.005 1.617
9,77 13,92
5 13
7.806 8.368
Kelompok sampel
14.000 12.000 10.000
12.419
12.235
8.000
10.284
E (MPa)
6.000 4.000 2.000 0 Tengah tanpa buku Tengah dgn buku Kelom pok Sam pel
Pangkal tanpa buku
Gambar 3.17. Nilai rataan elastisitas tekan (E). Nilai rataan keseluruhan sampel diperoleh E = 11.616 MPa. Dengan memperhitungkan standar deviasi menggunakan persamaan 3.7., maka nilai E untuk perhitungan struktur selanjutnya digunakan nilai 8.300 MPa. Berdasarkan uji t terhadap kesamaan dua rataan elastisitas pada sampel bagian tengah tanpa buku dan sampel bagian tengah dengan buku menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh keberadaan buku terhadap nilai elastisitas tekan bambu. Perbedaan nilai elastis secara
41
nyata terjadi antara sampel bagian tengah dengan sampel bagian pangkal (keduanya tanpa buku). Berdasarkan nilai elastisitas rataan ada kecenderungan nilai elastisitas bambu bagian tengah 20% lebih besar dari elastisitas bambu bagian pangkal. 3.6. Kesimpulan Berdasarkan data hasil perngujian dan analisanya, untuk perhitungan struktur selanjutnya akan digunakan nilai-nilai : 1. Nilai kerapatan digunakan kerapatan sampel gabungan yaitu 0,71 g/cm3 2. Kadar air kering udara bambu pada bambu bagian pangkal dan bagian tengah, berturut-turut 12,69 % dan 13,52 %. 3. Penyusutan bambu tali dari keadaan kering udara ke kering oven, pada arah tebal dinding dan diameter sekitar 3 %, sementara susut arah longitudinal di bawah 1 %. Nilai ini berlaku baik pada pangkal maupun pada bagian tengah. 4. Nilai tegangan tarik yang akan digunakan dipilih σrencana terendah pada sampel bagian luar, yaitu pada sampel pangkal bagian luar dengan buku yang nilainya :
σrenc = 57,8 MPa. 5. Tegangan tekan rencana yang akan digunakan adalah tegangan tekan sampel terkecil yaitu sebesar 12,7 MPa, terjadi pada sampel bagian pangkal tanpa buku. 6. Tegangan geser rencana longitudial pada bidang tangensial : τrenc= 2,5 MPa. 7. Nilai rataan modulus elastis yang akan dipergunakan untuk keseluruhan sampel diperoleh : E = 11.616 MPa. Dengan memperhitungkan standar deviasi serta menggunakan faktor keamanan =1, maka digunakan nilai E = 8.300 MPa.
42