BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Seperti diketahui kayu kelapa sawit atau KKS memiliki sifat hidrofil yang tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik dari kayu tersebut kurang baik, yang mana KKS mudah retak dan patah serta mudah rusak karena pengaruh cuaca, juga oleh rayap (Prayitno, 1995). Dikarenakan kebutuhan kayu dengan spesifikasi tertentu di Indonesia begitu meningkat sementara kurangnya pasokan kayu maka diperlukan kayu alternativ. Agar KKS dapat dijadikan kayu alternatif maka perlu ditingkatkan sifat dimensi dari KKS tersebut. Pengawetan kayu merupakan usaha untuk meningkatkan umur pemakaian kayu yang mempunyai keawetan alami rendah. Kita dapat memandang kayu melalui aspek anatomi, aspek fisika, aspek kimia dan aspek mekanika. Diketahui kayu merupakan kumpulan dari berjuta-juta sel kayu. Masing-masing kayu mempunyai kadar air, densitas dan daya kembang-susut tersendiri. Komponen kimia penyusun kayu yang utama adalah air, selulosa, hemiselulosa dan lignin. Adapun kayu mempunyai tingkat kekerasan dan kekuatannya apabila dipandang dari aspek mekanikanya. Pengawetan kayu dengan cara oven atau pengeringan dapat berlangsung secara merata sehingga pada kelembaban tertentu dimensi kayu menjadi stabil. Akan tetapi ini tidak bertahan lama, karena air dapat terdifusi kembali ke dalam kayu selama
Universitas Sumatera Utara
pemakaian. Untuk mencegah terjadinya difusi air dapat dilakukan pelapisan dengan cara mempelitur atau sejenisnya. Namun apabila terjadinya benturan kayu dengan benda lain dapat berakibat permukaan kayu terbuka sehingga air berdifusi dan kayu dapat menggembung. Pengisian pori-pori kayu dengan bahan kimia atau zat aditif dapat mengurangi hidrofilisitas kayu sehingga pengembangan atau penyusutan volume kayu berkurang. Cara ini pun kurang sempurna karena pada proses tertentu zat aditif dapat berdifusi ke luar dari pori-pori kayu. Jadi memungkinkan pori-pori mengabsorbsi air. Pembentukan ikatan kimia antara komponen utama kayu dengan bahan aditif kelihatan lebih permanen, sehingga ini dapat dijadikan metode peningkatan stabilitas kayu. Cara asetilasi dan formaldehidasi dengan pemakaian katalis asam klorida dan pelarut asetal glasial telah dikenal dengan metode cukup baik untuk meningkatkan stabilitas dimensi kayu. Pada asetilasi reaksi kimia yang terjadi adalah reaksi subsitusi nukleofilik gugus OH komponen kayu dan C karbonil dari anhidrida asetat (CH3CO)2O, sehingga gugus OH dalam komponen kayu berubah menjadi asetil – OCOCH3. Dalam hal lain formaldehidasi adalah reaksi subsitusi nukleofilik gugus OH komponen kayu dengan formaldehid (CHCO) menjadi hemiasetal R-OCH2OH atau bereaksi lebih lanjut dengan gugus OH komponen kayu yang lain membentuk asetal, R-O(CH2)-R sehingga terbentuk ikatan kimia antar komponen kayu. Ditinjau dari cara meresapkan bahan kimia ke dalam kayu, proses pengawetan modern dibedakan menjadi dua cara. Pertama proses pengawetan kayu dengan tekanan meliputi proses pengawetan sel penuh dan proses pengawetan sel kosong.
Universitas Sumatera Utara
Yang
kedua
proses
pengawetan
tanpa
tekanan
yang
meliputi
cara
penyemprotan, pencelupan perendaman dingin, perendaman panas-dingin vakum dan proses difusi. Riset baru akhir-akhir ini dapat dijadikan rujukan penelitian mengenai peningkatan dimensi dan pengawetan kayu. Pemanfaatan material berbasis polimer dengan teknik impregnasi dapat dijadikan alternatif, dikarenakan kelebihannya dalam berbagai hal yaitu ringan, mudah dibentuk, cukup kuat, relatif murah dan dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Penelitian ketahanan pengawetan kayu menggunakan gabungan fenol dengan E-glass telah dilakukan Cihat Tascioglu (2002). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan ketahanan kayu meningkat secara signifikan. Robert G (1998) telah mengkarakterisasi jaringan fenol-formaldehida yang terjadi pada kayu sehingga sifat mekanik dapat meningkat dengan terbentuknya jaringan tersebut. Guanghoo He (2004) mempelajari kinetika pematangan dari reaksi antara fenol-formaldehida dengan kayu. Dengan alat DTA dipelajari perubahan energi yang menyertai reaksi tersebut. L David Dwinell (2002) melakukan pengawetan dengan pengasapan menggunakan metil bromida sebagai katalis. Abdurrohim S dan Martono D (1997) telah pula melakukan pengawetan lima jenis kayu untuk perumahan secara rendaman dingin dengan bahan pengawet tembagakhrom-boron (CCB). Xiobing Zhou (2001) meneliti reaksi yang terjadi antara kayu dengan resin isosianat menggunakan NMR dan menyatakan bahwa reaksi yang terjadi antara gugus OH yang ada pada kayu dengan gugus uretan mampu meningkatkan sifat-sifat mekanik dari kayu.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan studi pengawetan kayu kelapa sawit (KKS) dengan pola polimerisasi melalui impregnasi kayu kelapa sawit dengan menggunakan asap cair dan direaksikan dengan formaldehid. Diharapkan penelitian ini akan menambah hasanah ilmiah untuk kemajuan di bidang material dan bahan khususnya kayu. Keuntungan lain dari pola polimerisasi menggunakan asap-cair (fenol alam) dan formaldehida adalah kemungkinan dari manipulasi sifat-sifat akhir kayu dapat dikontrol dengan melihat hasil analisa dan karakterisasi yang didapatkan. Jadi bahan-bahan reaksi polimerisasi yang terpakai dapat dikendalikan hingga menghasilkan sifat yang diinginkan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh perendaman asap cair – forlmaldehid pada sifat mekanik kayu kelapa sawit. 2. Bagaimana impregnasi asap cair – formaldehid pada kayu kelapa sawit. 3. Bagaimana analisis dan karakterisasi hasil dengan : Sifat Mekanik, DTA, SEM, GC-MS dan FT-IR. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh perendaman asap cair - formaldehid pada peningkatan sifat mekanik kayu kelapa sawit. 2. Menyelidiki hasil reaksi formaldehida dengan senyawa asap-cair dan KKS.
Universitas Sumatera Utara
3. Mendapatkan hasil analisis dan karakterisasi dengan Sifat Mekanik, DTA, SEM,GC-MS dan FT-IR. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan informasi sifat mekanik KKS setelah penambahan fenol alam. 2. Sebagai informasi mengenai reaksi polimerisasi antar fenol alam dengan formaldehida pada kayu kelapa sawit. 3. Mendapatkan KKS dengan sifat dimensi yang baik.
Universitas Sumatera Utara