Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006 Selama triwulan III-2006, kondisi moneter menun menunjjukkan perkembangan yang semakin membaik. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh kecenderungan inflasi yang terus menurun, nilai tukar rupiah yang stabil disertai penurunan volatilitas yang signifikan, serta kondisi likuiditas yang tetap terjaga. Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut serta prospek inflasi ke depan yang diperkirakan sesuai dengan target yang ditetapkan untuk 2006 dan 2007 yaitu masing-masing sebesar 8±1% dan 6±1%, penuruanan BI Rate teus dilakukan secara bertahap. Selama triwulan III-2006, penurunan BI Rate telah dilakukan selama tiga kali dengan total penurunan sebesar 125 bps hingga level BI Rate menjadi 11,25%. Sinyal penurunan BI Rate yang ditempuh sejak Mei 2006 telah direspon positif oleh para pelaku di sektor keuangan. Di perbankan, meskipun masih terbatas, sinyal penurunan BI Rate telah ditransmisikan ke suku bunga dana dan kredit bank. Fungsi intermediasi yang sebelumnya relatif terkendala, menunjukkan peningkatan cukup besar pada Agustus 2006, tercermin dari kenaikan kredit sebesar Rp 10,8 triliun. Perkembangan ini disertai dengan perbaikan risiko kredit, sebagaimana menurunnya rasio kredit bermasalah (NPL) menjadi 5,0 % (neto) dan 8,8% (gross). Penurunan suku bunga juga telah mendorong kegairahan di pasar modal tercermin dari meningkatnya IHSG menjadi 1.535 dan turunnya rata-rata yield Surat Utang Negara menjadi 10,77% pada akhir triwulan III-2006. Di sektor riil, sinyal penurunan suku bunga juga telah meningkatkan optimisme para pelaku ekonomi.
INFLASI Inflasi IHK sampai dengan September 2006 tetap terkendali dan terus menurun. Penurunan inflasi IHK didorong oleh faktor non-fundamental, yaitu karena minimalnya dampak inflasi administered prices dan rendahnya inflasi volatile foods. Minimalnya inflasi administered prices disebabkan karena tidak %, yoy
terdapat kebijakan yang strategis. Sementara itu, rendahnya
%, yoy
25
50 IHK Inti
20
45 40
Volatile Foods Administered Prices (skala kanan)
15
5
perkembangan tersebut, inflasi IHK secara tahunan masih
30
menunjukkan kecenderungan menurun. Laju inflasi IHK pada
20
triwulan III-2006 secara tahunan mencapai 14,55% (y-o-y),
15
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15,53%
10 5
0
1
2
3
4
5
6 7 2005
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5 6 2006
7
8
9
Grafik 3.1 Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
makanan yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Dengan
35
25 10
inflasi volatile foods didorong oleh kondisi pasokan bahan
0
(y-o-y) (Grafik 3.1). Sementara itu, secara triwulanan inflasi IHK mencapai 1,16% (q-t-q), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,87% (q-t-q). Sedangkan secara tahun kalender, laju inflasi sepanjang 2006 mencapai 4,06% (y-t-d), lebih rendah dibandingkan laju inflasi kalender pada 2005 yang
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
mencapai 6,39% (ytd). Selama triwulan laporan, kelompok Bahan Makanan
1,27
barang yang dominan dalam menyumbang inflasi adalah
Sumbangan TW III- 2006 (qtq)
kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta kelompok
Inflasi TW III-2006 (qtq)
Makanan Jadi, Minuman, dan Rokok
0,80
bahan makanan (Grafik 3.2).
Perumahan
0,78
Sandang
Tekanan inflasi administered prices selama triwulan III-2006
0,57
Kesehatan
sangat kecil sejalan dengan minimnya kebijakan administered
0,70 7,44
Pendidikan, Rekr & OlahRaga Transportasi dan Komunikasi
inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan tarif
0,08
-0,1
prices yang bersifat strategis. Selama triwulan laporan, tekanan
0,9
1,9
2,9
3,9
4,9
5,9
PAM pada bulan Juli 2006. Walaupun demikian, kenaikan tarif
6,9
PAM ini hanya berpengaruh sedikit terhadap inflasi IHK. Selain
Grafik 3.2
kenaikan tarif PAM, tekanan inflasi juga datang dari kenaikan
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok
harga minyak tanah di tingkat eceran. Hal ini disebabkan oleh
Triwulan III-2006 (q-t-q)
kelangkaan pasokan akibat gangguan distribusi di beberapa daerah. Sementara itu, selama triwulan III-2006 terjadi penurunan harga BBM non-subsidi (Tabel 3.1). Berhubung BBM non-subsidi masih tercampur dalam komoditas bensin, maka penurunan inflasi BBM non-subsidi juga turut mempengaruhi inflasi administered. Dengan demikian, pada triwulan III-2006 inflasi kelompok administered prices secara tahunan menurun menjadi 28,6% (y-o-y) dari 30,01% (y-o-y) pada triwulan II-2006. Secara triwulanan, inflasi administered prices pada akhir triwulan III-2006 mencapai 0,22% (q-t-q), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan III-2005 yang mencapai 1,32% (q-t-q) maupun dibandingkan triwulan II-2006 sebesar 0,56% (q-t-q). Inflasi nflasi volatile foods pada
Tabel 3.1
triwulan laporan menurun
Penurunan Harga Bensin Non-subsidi
Rata-rata kenaikan/penurunan (%)
dibandingkan
triwulan
Juli
Agustus
1 September
19 September
sebelumnya, yakni mencapai
0
-1,66
-1,21
-7,27
17,57% (y-o-y) dibandingkan 19,70% (y-o-y) pada triwulan sebelumnya.
Sementara
secara triwulanan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 1,31% (q-t-q) lebih tinggi dibandingkan 0,62% (q-t-q) pada triwulan sebelumnya. Lebih tingginya inflasi triwulanan tersebut merupakan pola musiman inflasi volatile foods. Namun, inflasi
volatile foods pada triwulan III-2006 ini jauh lebih rendah bila dibandingkan triwulan yang sama tahun 2005, disebabkan karena membaiknya pasokan bahan makanan. Sementara itu, inflasi inti masih berada pada level yang tinggi yakni sebesar 9,13% (y-o-y) meski lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,58%, yo-y). Secara triwulanan, inflasi inti meningkat sebesar 1,51% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,08% (q-t-q). Tingginya inflasi inti tersebut terutama disebabkan oleh ekspektasi masyarakat yang masih tinggi. Tingginya ekspektasi inflasi tercermin pada hasil Survei Persepsi Pasar dan Consensus Forecast yang menunjukkan bahwa responden survei memproyeksikan inflasi masih akan berada pada level yang cukup tinggi. Hasil kedua survei tersebut juga didukung
14
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006
oleh Survei Konsumen yang menunjukkan bahwa ekspektasi 160
Indeks
pedagang dan konsumen untuk 3 bulan yang akan datang masih meningkat. Walaupun demikian, ekspektasi inflasi pedagang
150
maupun konsumen untuk 6 bulan yang akan datang kembali 140
menurun (Grafik 3.3). Sementara itu, tekanan dari faktor eksternal dan kesenjangan output (output gap) masih relatif
130
minimal. Tekanan dari faktor eksternal yang berasal dari imported 120
110
inflation dapat diredam oleh penguatan nilai tukar. Adapun tekanan kesenjangan output masih minimal karena belum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2003
2004
2005
pulihnya daya beli masyarakat, yang menyebabkan permintaan
2006
Grafik 3.3
agregat belum kuat di tengah terjaganya pasokan. Hal ini
Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan
tergambar dari pertumbuhan indeks penjualan eceran √ dari hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia √ pada triwulan II-2006 yang masih negatif (Grafik 3.4).
%, yoy 150 125
Total
Makanan dan Tembakau
Peralatan Rumah Tangga
Pakaian
NILAI TUKAR RUPIAH
100 75
Selama triwulan III-2006 nilai tukar rupiah bergerak stabil
50
didukung oleh perkembangan neraca pembayaran yang
25
membaik. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah triwulan III-2006
0
mencapai Rp 9.124 per dolar AS atau sedikit melemah
-25
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 9.115 per dolar
-50 -75
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2004
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2005
5
6
7
8
AS (Grafik 3.5). Secara point to point, rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,4% dari Rp 9.263 menjadi Rp 9.225. Perkembangan
2006
Grafik 3.4
rupiah yang stabil ini juga tergambar pada volatilitas yang
Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran
menurun signifikan dari 3,01% menjadi 0,85% (Grafik 3.6). Faktor domestik yang mendukung stabilitas rupiah, antara lain membaiknya indikator makroekonomi, menariknya imbal hasil penanaman instrumen rupiah, dan menurunnya indikator risiko
Rp/USD
10.500
investasi. Beberapa indikator makroekonomi selama triwulan III-
Rata-rata Bulanan Rata-rata Triwulanan
2006 yang mengalami perbaikan antara lain PDB, inflasi, dan
10.000
kinerja ekspor. Sementara itu hasil investasi rupiah kembali 9.500
9.151
9.094
9.370
9.131
9.024
9.163
8.939
9.479
dibandingkan kawasan regional. Dari sisi risiko investasi, faktor 9.256
10.042
menurun sepanjang triwulan ini, namun masih tetap menarik
9.124
9.115
9.852
10.218
10.085
10.003
9.631
9.558
9.480
9.379
9.252
8.500
9.201
9.000
9.810
9.299
8.000 Jan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2005
Ags Sep Okt Nov Des Jan
Grafik 3.5
Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2006
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Ags Sep
risiko dalam negeri membaik tercermin pada peningkatan rating Indonesia, penurunan premi swap, dan stabilnya yield spread. Adapun faktor eksternal yang mendukung stabilitas rupiah antara lain adalah keputusan Bank Sentral Amerika yang mempertahankan suku bunga kebijakannya (Fed Funds Rate). Terjaganya perkembangan rupiah ditopang oleh membaiknya
kondisi makroekonomi domestik. Beberapa indikator ekonomi yaitu ekspor, PDB, serta inflasi, terus membaik sehingga turut menopang stabilitas nilai tukar rupiah. Ekspor non migas pada bulan Agustus 2006 tumbuh 30,97% (y-o-y), tertinggi dalam 5 tahun terakhir, sehingga total ekspor periode Januari-Agustus 2006 tumbuh
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
17,13% dibanding tahun sebelumnya. Meningkatnya ekspor Kurs, Rp/USD
Volatilitas, %
11.000
Kurs Harian Volatilitas
10.500
Rata-rata Volatilitas
10.000 9.500
12,0
yang didorong oleh kenaikan harga produk ekspor Indonesia
10,0
menjadikan terms of trade Indonesia membaik. Perkembangan
8,0
tersebut menyebabkan peningkatan surplus pada NPI.
6,0
9.263
9.225 4,0
9.000 3,01
2,0
8.500
Sementara itu, pertumbuhan PDB triwulan II-2006 yang mencapai 5,22% dan inflasi yang terus menurun menimbulkan ekspektasi positif terhadap membaiknya prospek ekonomi, sehingga semakin meningkatkan kepercayaan terhadap rupiah.
0,85 -
8.000 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep 2005 2006
Pada triwulan III-2006 faktor risiko dalam negeri membaik,
Grafik 3.6
tercermin pada peningkatan rating Indonesia, penurunan premi
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
swap, dan stabilnya yield spread. Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor»s, pada Juli 2006 meningkatkan
sovereign rating Indonesia (long-term foreign currency debt) dari «B+« menjadi «BB-«. Lembaga pemeringkat Fitch pada 16,0
Agustus 2006 juga meningkatkan peringkat country ceiling
Persen
14,0
Indonesia dari «BB-« menjadi «BB». Sementara itu, indikator risiko
12,0
yield spread relatif terjaga dan premi swap semakin menurun
10,0
(Grafik 3.7). Perbaikan indikator risiko telah turut menopang
8,0
stabilitas rupiah di tengah kecenderungan penurunan BI rate
6,0
di mana imbal hasil rupiah tetap menarik bagi masuknya aliran
4,0
Premi 1 M Premi 6 M
2,0
Premi 3 M Premi 12 M
modal asing. Aliran masuk dana asing menambah pasokan valas di pasar
0,0 Jan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Mei Jun Jul Ags Sep
2005
2006
Sumber : Reuters (diolah)
valas perbankan domestik domestik. Pada bulan Juli 2006 terjadi aliran
Grafik 3.7
masuk dana investasi asing yang relatif besar sehingga pasar
Premi Swap Berbagai Tenor
valas mengalami ekses pasokan, yang kemudian mendorong rupiah terapresiasi. Pada bulan Agustus 2006 aliran masuk dana investasi asing melambat, namun pada saat yang sama tekanan dari ekses permintaan domestik juga menurun. Secara keseluruhan terjadi akumulasi ekses permintaan valas namun dalam jumlah yang kecil. Menjelang akhir triwulan III terjadi pelepasan aset rupiah oleh asing yang disertai dengan konversi ke valas, sehingga terjadi ekses permintaan dari pihak luar negeri. Di pihak lain, minimnya pasokan valas dari pihak dalam negeri menjadikan terjadinya ekses permintaan di pasar valas sehingga rupiah melemah terhadap dolar AS. Adapun permintaan valas dalam negeri masih didominasi oleh permintaan valas korporasi. Dengan perkembangan di atas, secara akumulasi sepanjang triwulan III-2006 terjadi aliran masuk dana asing sehingga menambah pasokan valas untuk memenuhi ekses permintaan.
KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Setelah melakukan asesmen perekonomian secara keseluruhan dan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko yang dapat mengganggu kinerja
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006
ekonomi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terus melanjutkan penurunan BI Rate. Selama triwulan III-2006, RDG pada tanggal 6 Juli 2006, 8 Agustus 2006, dan 5 September 2006 menetapkan penurunan level BI Rate masing-masing sebesar 25 bps, 50 bps, dan 50 bps hingga level BI Rate menjadi 11,25%. Langkah ini didukung dari sisi operasional di mana beberapa ketentuan telah dilaksanakan, antara lain Fixed Rate Tender dalam pelaksanaan lelang SBI 1 bulan, penjarangan SBI 3 bulan, serta diskresi (penutupan) penyediaan
window FASBI 7 hari. Secara eseluruhan, pelaksanaan kebijakan moneter selama triwulan III-2006 berjalan cukup optimal. Hal ini terlihat dari kecenderungan suku bunga PUAB yang terus mendekati BI Rate, serta turunnya suku bunga perbankan baik simpanan maupun pinjaman. Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan instrumen suku bunga, serta penyempurnaan berbagai instrumen moneter yang diperlukan. Selain itu Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi pembalikan modal secara mendadak, terutama pasca percepatan pelunasan utang IMF sebesar $ 3,8 juta yang dilakukan pada 30 Juni 2006. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memantau beberapa peraturan terkait nilai tukar terutama untuk mengendalikan tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak mempunyai transaksi ekonomi yang mendasarinya (non-underlying transactions). Peraturan tersebut antara lain seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal 14 Juni 2005. Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terus dilakukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia terus berupaya untuk bersinergi bersama pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun langkah-langkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain adalah upaya untuk mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama untuk pemerintah daerah serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim investasi dan infrastruktur.
Suku Bunga Sejalan dengan penurunan BI Rate selama triwulan III-2006, seluruh suku bunga instrumen moneter juga mengalami penurunan. Suku bunga FASBI O/N menjadi berada pada level 6,25%, dan suku bunga SBI Repo menjadi 14,25%. Sementara itu, rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N berkisar antara 9-10% dengan volatilitas PUAB O/N rata-rata mencapai 3,1-3,7%.
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
Tabel 3.2
Penurunan BI Rate tersebut
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
diikuti pula oleh penurunan
Triwulan I-2006
Suku Bunga BI Rate Penjaminan Dep, 1 bulan Dep, 1 bulan (Weight Avg) Dep, 1 bulan (Counter Rate) Base Lending Rate Kredit Modal Kerja (KMK) Kredit Investasi (KI) Kredit Konsumsi (KK)
Triwulan II-2006
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
12,75 12,75 12,0 10,6 16,1 16,3 15,8 17,1
12,75 12,75 11,9 10,4 16,1 16,3 15,9 17,3
12,75 12,50 11,8 10,4 16,0 16,4 15,9 17,5
12,75 12,50 11,7 10,5 16,0 16,3 15,9 17,7
12,50 13,00 11,6 11,2 16,0 16,3 15,9 17,8
suku bunga penjaminan dan
Triwulan III-2006 Jun
Jul
Ags
12,50 12,50 11,3 10,4 15,8 16,2 15,9 17,8
12,25 12,00 11,1 10,2 15,8 16,1 15,9 17,9
11,75 11,75 10,8 10,0 15,7 16,1 15,9 17,8
Sep 11,25 11,25 9,8 15,5
suku bunga simpanan. Dalam triwulan III-2006 suku bunga penjaminan deposito rupiah 1 bulan menurun sebesar 125 bps menjadi 11,25% dari 12,50% di akhir triwulan II-2006. Penurunan ini selanjutnya diikuti oleh turunnya suku bunga deposito 1 bulan counter rate
menjadi 9,8% pada akhir triwulan III-2006 dari 10,4% di akhir triwulan sebelumnya (Tabel 3.2). Secara rata-rata tertimbang
Persen 20 BI Rate*
rKredit Modal Kerja
rJam.Dep.1 bln
18
(weighted average) suku bunga deposito rupiah 1 bulan pada Agustus
16
2006 tercatat 10,8%, juga menurun dibanding akhir triwulan II-2006
14
sebesar 11,3%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan
12
kelanjutan dari kecenderungan suku bunga deposito yang telah
10
menurun sejak bulan Februari 2006 (Grafik 3.8).
8
Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending
6 rKredit Investasi
rDeposito 1 bln
rKredit Konsumsi
rate juga mengalami penurunan. Pada akhir triwulan III-2006,
4 7
9
11
2004
1
3
5
7
9
11
1
2005
3
5
7
9
2006
base lending rate tercatat sebesar 15,5%, menurun dibanding
Grafik 3.8
akhir triwulan sebelumnya sebesar 15,8% (Tabel 3.2).
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Sementara itu, sampai dengan akhir Agustus 2006 suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) menurun menjadi 16,1% dari akhir triwulan II-2006 sebesar 16,2%. Adapun suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) tidak mengalami
(%, y-o-y) 50
Total DPK Tabungan
40
perubahan dibanding akhir triwulan II-2006. Dengan
Giro Deposito
menurunnya suku bunga simpanan dan perkembangan suku
30
bunga kredit yang demikian, selisih suku bunga kredit dan
20
simpanan mengalami sedikit peningkatan.
10 -
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
(10)
Penurunan BI Rate direspon oleh perlambatan pertumbuhan dana
(20) Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
2004 sumber: DPNP
2005
2006
masyarakat. Sampai dengan Agustus 2006, pertumbuhan Dana
Grafik 3.9
Pihak Ketiga (DPK) terus menurun (Grafik 3.9). Pada akhir Agustus
Perkembangan Dana
2006, pertumbuhan DPK mencapai 13,6% (y-o-y), lebih rendah dari akhir triwulan II-2006 sebesar 15,6% (y-o-y). Penurunan pertumbuhan tersebut terjadi pada komponen deposito. Sementara itu pertumbuhan giro dan tabungan sedikit meningkat dari akhir triwulan II-2006. Dengan demikian, terdapat kecenderungan masyarakat untuk menyimpan dananya dalam produk perbankan yang bersifat jangka pendek seiring dengan kecenderungan penurunan suku bunga.
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006
8
Dari sisi kredit, penurunan BI Rate sudah mulai diikuti dengan
Persen
2,60
peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Fungsi intermediasi
6
2,50
4
2,40
yang sebelumnya relatif terkendala, menunjukkan peningkatan
2
2,30
cukup besar. Hal ini tercermin dari kenaikan kredit perbankan
0
2,20
sebesar Rp 10,8 triliun selama bulan Agustus 2006. Dengan
-2
2,10
demikian, total penyaluran kredit sampai akhir Agustus 2006
-4
2,00
-6
1,90
-8 PDB
M2 Riil
1
2
3
4
1
2001
2
3
4
1
2002
2
3
4
2003
1
1,80
total pertumbuhan kredit mencapai 4,82% (y-t-d).
1,70
Perkembangan yang baik ini disertai dengan perbaikan risiko
Velocity
-10 2
3
4
1
2004
2
3
4
1
2005
2
mencapai Rp 765,3 triliun (Tabel 3.3). Secara tahun kalender,
3*
kredit, sebagaimana menurunnya rasio kredit bermasalah (NPL
2006
Grafik 3.10
√ Non Performing Loan) menjadi 5,0% (neto) dan 8,8% (gross).
Pertumbuhan Ekonomi dan Likuiditas Perekonomian
Dengan sinyal penurunan BI Rate yang tetap terbuka di masa datang, pertumbuhan kredit diharapkan dapat lebih tinggi lagi terutama memasuki triwulan IV-2006.
M2/M0 (%)
C/DPK
7,00
13,5
Dari sisi uang beredar, likuiditas perekonomian mengalami
13,0
perkembangan yang positif. Pada akhir Agustus 2006, secara
12,5
nominal M2 tumbuh sebesar 13,9% (y-o-y). Dengan
6,50 12,0
6,00
11,5 5,50 5,00 4,50 4,00
11,0
tercatat sebesar Rp 1.270,5 triliun, meningkat sebesar Rp 16,6
10,5
triliun dari akhir triwulan II-2006. Kenaikan M2 tersebut
10,0
disumbang oleh uang giral dan uang kuasi rupiah. Dari sisi faktor-
9,5 MM2 (M2/M0)
C/DPK 9,0
7
9 2004
11
1
3
5
7 2005
9
11
1
3
5 2006
pertumbuhan tersebut, pada akhir Agustus 2006 level M2
7
faktor yang mempengaruhinya, kenaikan M2 terutama disumbang oleh kenaikan posisi kredit kepada bisnis dan rumah
Grafik 3.11
tangga. Kenaikan posisi kredit tersebut terjadi baik pada kredit
Perkembangan Angka Pengganda Uang
rupiah maupun valas. Adapun secara riil, pertumbuhan M2 mulai tumbuh negatif dibanding akhir triwulan II-2006 (Grafik 3.10).
Sementara itu penciptaan uang cukup stabil pada triwulan III-2006 walaupun dengan kecenderungan yang melambat (Grafik 3.11).
Pasar Keuangan Penurunan BI Rate selama 3 kali pada triwulan III-2006 semakin mendorong maraknya perdagangan pasar modal. Reaksi pasar tersebut terlihat dari kondisi pra dan pasca penurunan BI Rate dimana perdagangan saham semakin ramai. Pada akhir periode laporan IHSG ditutup di level 1.535 atau menguat 224 (17,1%) dibanding triwulan sebelumnya. Dari sisi domestik, sentimen positif berupa kesesuaian ekspektasi pelaku pasar atas penurunan BI Rate, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2006 yang cukup baik, dan pergerakan nilai tukar yang cenderung stabil mendorong investor untuk menambah portofolio investasinya di pasar saham. Sentimen positif juga datang dari kenaikan rating utang Indonesia oleh lembaga S&P pada akhir Juli. Di sisi eksternal, kebijakan bank sentral AS yang menahan kenaikan suku bunga Fed Funds Rate untuk kedua kalinya telah mendorong pasar modal dunia untuk meningkat. Sentimen global ini kemudian ikut mendukung peningkatan IHSG. Secara keseluruhan, membaiknya kondisi
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
fundamental Indonesia serta kemungkinan penurunan suku 600,00
1700
bunga BI rate lebih lanjut semakin mendorong minat investor
1600
domestik maupun asing untuk memperbesar aktivitasnya.
200,00
1500
Perdagangan oleh investor asing masih mempengaruhi perilaku
0,00
1400
pemodal domestik. Perkembangan kondisi global, yang ditandai
Net Beli
400,00
-200,00
1300 IHSG
Net Jual
-400,00
1200
oleh bertahannya suku bunga AS menyebabkan pasar saham kembali bullish . Hal ini mendorong investor asing untuk menambah portofolio saham di Indonesia yang tercermin dari
-600,00
1100 01-Jul
11-Jul
21-Jul
31-Jul
10-Aug 20-Aug 30-Aug 09-Sep
19-Sep
29-Sep
besarnya posisi net beli asing selama periode laporan. Relatif besarnya pembelian saham oleh investor non-residen
Grafik 3.12 IHSG dan Net Beli Asing pada Triwulan II-2006
mempengaruhi pemodal lokal untuk melakukan hal yang serupa sehingga mempengaruhi kenaikan IHSG. Selama triwulan III2006, posisi net beli asing mencapai Rp 3,5 triliun (Grafik 3.12), meningkat dibanding triwulan II-2006 sebesar Rp 3,2 triliun.
Vol (Rp t)
Sementara untuk rata-rata harian, net beli asing juga meningkat
Frek 4.800
dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 52 miliar/hari menjadi
100,0
4.000
sebesar Rp 58 miliar/hari.
80,0
3.200
Penurunan BI Rate juga berdampak positif pada pasar Surat
60,0
2.400
Utang Negara (SUN), tercermin dari penurunan rata-rata yield
40,0
1.600
20,0
800
120,0 Vol
Frek
SUN menjadi 10,77% pada akhir triwulan III-2006. Sepanjang triwulan III-2006 perdagangan SUN terus mengalami
0
0,0 Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan
2005
Mar
Mei
2006
Jul
Sep
peningkatan aktivitas, baik dari sisi volume maupun frekuensi perdagangan (Grafik 3.13). Maraknya transaksi tersebut didorong oleh penurunan suku bunga yang terus terjadi sejak
Grafik 3.13
triwulan sebelumnya, serta kemungkinan akan terus berlanjutnya
Aktivitas Perdagangan SUN
kecenderungan ini hingga akhir tahun laporan. Selain itu, dukungan dari kondisi makroekonomi yang kondusif serta perkembangan pasar modal yang bullish turut mendukung peningkatan harga SUN untuk seluruh tenor, sehingga rata-rata yield SUN menurun menjadi 10,77% di akhir triwulan III-2006. Dari sisi aktivitas per kelompok, kelompok non residen masih mendominasi pembelian SUN, diikuti oleh reksadana dan asuransi. Secara keseluruhan, selama triwulan III-2006 investor asing mencatat net beli sebesar Rp 5,5 triliun sehingga selama tahun 2006, kelompok tersebut sudah menambah porsi kepemilikan SUN-nya sebesar Rp 25,9 triliun. Maraknya perdagangan SUN juga terjadi pada pasar perdana, baik dari lelang SUN reguler maupun lelang Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang mengalami oversubscribed. Dari lelang SUN reguler selama triwulan III-2006, yaitu reopening FR033 dan FR034, serta penawaran perdana FR038, FR039, dan FR040, jumlah penawaran yang masuk dan jumlah yang dimenangkan oleh pemerintah selalu jauh lebih besar dibanding targetnya. Dari sisi investor, secara umum kelompok pemodal asing tetap mendominasi pemenang lelang melalui jalur bank asing. Sementara itu, sebagai upaya pemerintah dalam manajemen profil utang dan perluasan investor, untuk
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006
pertama kalinya diterbitkan seri Obligasi Negara Ritel seri ORI-001 dengan target indikatif Rp 2,0 triliun. Minat investor retail domestik terlihat tinggi, tercermin dari penawaran yang masuk sejumlah Rp 3,3 triliun. Pemerintah kemudian menetapkan untuk memenangkan seluruhnya. Dalam perkembangannya, aktivitas pasar ORI cukup aktif sehingga harganya terus mengalami peningkatan. Di samping melakukan penerbitan SUN dan ORI, dalam upaya mengatur maturity profile utang tahun 2007-2009, dalam triwulan laporan telah dilaksanakan empat kali debt
switching. Secara keseluruhan, total obligasi yang dimenangkan dalam proses debt switching tersebut mencapai Rp 5,6 triliun.
21