Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin dari laju inflasi yang menurun, nilai tukar rupiah yang cenderung menguat diiringi oleh volatilitas yang lebih rendah, serta kondisi likuiditas yang cukup untuk memenuhi aktivitas ekonomi. Membaiknya kondisi moneter tersebut serta optimisme terhadap prospek ekonomi dan meningkatnya keyakinan akan terkendalinya inflasi ke depan memberikan ruang bagi penurunan kembali BI Rate. Selama triwulan IV-2006, penurunan BI Rate dilakukan sebanyak tiga kali dengan total penurunan sebesar 150 bps (basis points) hingga level BI Rate mencapai 9,75% pada akhir tahun 2006 sehingga untuk keseluruhan tahun 2006, BI Rate mengalami penurunan sebesar 300 bps. Penurunan tersebut dimulai pada bulan Mei 2006 sekaligus menandai perubahan stance kebijakan moneter dari tighted biased menjadi cautious easing. Berlanjutnya penurunan suku bunga ini direspon positif pelaku pasar dan disambut baik dunia usaha. Hal ini tercermin dari terus meningkatnya harga saham yang ditutup pada level 1.805, menurunnya suku bunga jangka panjang (yield obligasi), dan mulai tumbuhnya keyakinan konsumen. Di sisi perbankan, kinerja perbankan nasional secara umum semakin membaik dalam menjalankan fungsi intermediasi. Sampai dengan bulan November 2006, kredit bertambah sebesar Rp 78,2 triliun (10,7%) sehingga jumlah keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 806,3 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut didanai oleh peningkatan dana pihak ketiga sebesar 123 triliun (10,9%) yang secara kumulatif meningkat menjadi Rp 1.251 triliun.
INFLASI Laju inflasi IHK pada triwulan IV-2006 terus mengalami kecenderungan menurun dari triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi IHK terutama didorong oleh minimalnya dampak inflasi harga-harga yang dikendalikan Pemerintah (administered prices) serta terkendalinya tekanan inflasi secara fundamental. Minimalnya inflasi
administered prices disebabkan oleh tidak adanya penyesuaian harga komoditas bersifat strategis yang ditetapkan pemerintah. Sementara itu dari faktor fundamental, perkembangan nilai tukar yang menguat dan terjaganya ekspektasi inflasi berdampak pada menurunnya laju inflasi inti. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK triwulan IV-2006 mencapai 6,60% (y-o-y), turun dari 14,55% (y-o-y) pada triwulan III-2006 (Grafik 3.1). Secara keseluruhan, inflasi tahun 2006 sebesar 6,60% (y-o-y) mengalami penurunan tajam dari 17,11 (y-o-y) pada tahun 2005. Penurunan tersebut didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan nonfundamental. Dari sisi fundamental, perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami apresiasi, ekspektasi inflasi yang terjaga, dan kondisi permintaan domestik yang belum sepenuhnya pulih berpengaruh pada penurunan laju inflasi
14
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006
%, yoy
inti. Dari sisi nonfundamental, penundaan kenaikan tarif dasar
%, yoy 50
25 IHK Inti Volatile Foods Administered Prices (skala kanan)
20
45
15
40
administered prices yang strategis lainnya menyebabkan
35
penurunan laju inflasi administered prices dengan sangat
30
signifikan.
25 10
20 15
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
2005
6
7
8
9
Tekanan inflasi administered prices selama triwulan IV-2006
10
relatif rendah. Rendahnya inflasi administered prices sejalan
5
dengan minimnya implementasi kebijakan administered prices
0
10 11 12
listrik (TDL) pada 2006 dan tidak adanya penerapan kebijakan
2006
yang bersifat strategis dan hilangnya dampak kenaikan harga
Grafik 3.1
BBM 1 Oktober 2005. Selama triwulan laporan, tekanan inflasi
Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
kelompok administered prices antara lain diakibatkan oleh kenaikan harga minyak tanah di tingkat pengecer yang dipengaruhi oleh kelangkaan pasokan akibat gangguan distribusi di beberapa daerah dan kenaikan harga rokok kretek filter. Sementara itu, penurunan harga BBM nonsubsidi selama triwulan
Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
0,35
Sumbangan (qtq)
IV-2006 juga turut mempengaruhi inflasi administered ,
Inflasi (qtq)
sehubungan dengan masih tercampurnya BBM non-subsidi
0,20
Kesehatan
1,76
dalam komoditas bensin sehingga masuk ke perhitungan inflasi
Sandang
1,84
administered prices. Dengan demikian, inflasi administered prices
Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar
pada akhir triwulan IV-2006 mencapai 0,57% (q-t-q), lebih
1,30
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV-2005 yang
2,24
Bahan Makanan
6,05
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
%
6,00
mencapai 26,99% (q-t-q), namun sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,22% (q-t-q). Secara keseluruhan, inflasi administered prices pada 2006 turun tajam
Grafik 3.2 Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok Triwulan IV-2006 (q-t-q)
7,00
menjadi 1,84% (y-o-y) dari 41,71% (y-o-y) pada tahun 2005. Laju inflasi volatile foods pada triwulan laporan mencapai 15,27% (y-o-y), menurun dibandingkan 17,57% (y-o-y) pada triwulan sebelumnya. Sementara secara triwulanan, inflasi volatile foods
tercatat sebesar 7,00% (q-t-q) lebih tinggi dibandingkan 1,31% (q-t-q) pada triwulan sebelumnya. Lebih tingginya inflasi triwulanan tersebut selain disebabkan pola musiman inflasi volatile foods, juga didorong oleh kenaikan harga komoditas beras yang cukup tinggi. Peningkatan harga beras tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya pasokan terkait dengan mundurnya masa tanam. Disamping itu, permintaan masyarakat diperkirakan meningkat akibat tidak ada lagi penyaluran beras raskin sejak Oktober 2006 serta perayaan hari keagamaan dan tahun baru. Faktor lain yang diperkirakan mendorong kenaikan harga beras adalah aksi spekulasi pedagang untuk mengantisipasi musim paceklik dan rencana kenaikan HPP beras pada awal 2007. Dari sisi pemerintah, secara keseluruhan tahun 2006 telah dilakukan berbagai upaya untuk menjamin kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas volatile foods untuk meredam dampak tekanan harga yang ditimbulkan harga BBM pada 1 Oktober 2005. Upaya-upaya tersebut secara umum cukup berhasil dalam mengendalikan gejolak harga komoditas volatile foods, namun belum
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
berdampak pada musim paceklik. Kondisi ini tercermin pada perkembangan laju inflasi volatile foods yang sangat tinggi pada awal dan akhir 2006. Inflasi inti selama triwulan IV-2006 tercatat sebesar 6,03% (y-o-y), turun dari triwulan sebelumnya sebesar 9,12% (y-o-y). Namun demikian, secara triwulanan inflasi inti mencapai 1,76% (q-t-q) di triwulan IV-2006, sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 1,50% (q-t-q). Tekanan inflasi inti pada triwulan IV-2006 terutama berasal dari ekspektasi inflasi masyarakat yang meningkat (Grafik 3.3). Sementara itu, faktor eksternal dan output gap belum memberikan tekanan terhadap inflasi inti. Dari sisi eksternal, meskipun terdapat sdikit kenaikan harga komoditas internasional √ khususnya harga emas dan gula √ pada triwulan laporan mengalami peningkatan namun tidak menimbulkan tekanan inflasi mengingat nilai tukar rupiah cenderung menguat. Sementara itu, tekanan kesenjangan output (output gap) masih minimal sehubungan dengan belum pulihnya daya beli masyarakat sehingga permintaan agregat belum kuat di tengah terjaganya pasokan. Selama tahun 2006, upaya Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan makroekonomi secara keseluruhan mampu meredam tekanan inflasi inti khususnya yang berasal dari faktor fundamental. Perkembangan nilai tukar yang mengalami apresiasi dan ekspektasi inflasi yang terjaga
Indeks 160
berdampak pada menurunnya laju inflasi inti. Selain itu, pada satu sisi, kondisi permintaan agregat yang belum sepenuhnya
150
pulih akibat daya beli yang masih lemah berpengaruh pada 140
minimalnya tekanan inflasi dari faktor kesenjangan output. Di sisi lain, kondisi pasokan dan distribusi barang dan jasa relatif
130
lebih baik sehingga juga meminimalkan tekanan inflasi dari faktor
120
kesenjangan output gap. Dengan perkembangan faktor-faktor 110
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2003
2004
2005
2006
fundamental tersebut, inflasi inti pada 2006 turun menjadi 6,03% (yoy) dari 9,75% (yoy) pada 2005.
Grafik 3.3 Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan
NILAI TUKAR RUPAIH Selama triwulan IV-2006 nilai tukar rupiah bergerak lebih stabil %, yoy 150
dengan kecenderungan menguat dibandingkan dengan triwulan
125
sebelumnya sebelumnya. Pergerakan rupiah yang lebih stabil tercermin pada
100
volatilitas yang menurun menjadi 0,46% dari sebesar 0,85%
75 50
(Grafik 3.6). Secara point to point, rupiah bergerak menguat
25
dari Rp 9.225/USD pada akhir triwulan III-2006 menjadi Rp 8.995/
0 -25 -50 -75
USD pada akhir triwulan IV-2006. Secara rata-rata triwulanan,
Total Peralatan Rumah Tangga Makanan dan Tembakau Pakaian
nilai tukar rupiah sedikit melemah menjadi Rp 9,132/USD dari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2004
2005
2006
triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 9,125/USD (Grafik 3.5). Terjaganya stabilitas rupiah ditopang oleh membaiknya kondisi
Grafik 3.4
makroekonomi domestik dan berkurangnya tekanan dari
Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran
eksternal. Beberapa indikator makroekonomi selama triwulan IV-2006 menunjukkan perbaikan, terutama inflasi. Disamping
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006
itu, daya tarik investasi rupiah juga relatif terjaga dengan
Rp/USD
membaiknya indikator risiko ditengah tren penurunan imbal hasil
10.500
10.000
investasi rupiah. Di sisi eksternal, kebijakan Bank Sentral Amerika
Rata-rata Bulanan
(The Fed) mempertahankan suku bunga dan tren penurunan
Rata-rata Triwulanan 9.500
harga minyak mengurangi tekanan terhadap rupiah. Sementara
Ags Sep Okt
Nov
9.132
9.082
9.174
9.138
9.153
9.094
9.370
itu, perkembangan di Thailand yang memperketat regulasi 9.131
Mar Apr
9.024
Feb
8.939
9.479
Des Jan
9.163
Jul
9.256
10.042
8.500
8.000
9.125
9.115
9.852
10.085
10.003
9.810
9.000
10.218
9.299
terhadap capital inflows berdampak minimal terhadap rupiah. Stabilitas rupiah didukung oleh kondisi fundamental ekonomi
Mei Jun
2005
Jul
Ags Sep Okt
Nov
Des
2006
yang membaik pada triwulan-IV 2006 2006. Beberapa indikator
Grafik 3.5
ekonomi √ seperti kinerja ekspor, pertumbuhan PDB dan laju
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
inflasi √ menunjukkan perkembangan yang membaik. Sejalan dengan permintaan global dan harga komoditi ekspor yang masih naik, kinerja ekspor terus meningkat dimana dalam periode Januari √ Oktober 2006 ekspor non-migas tumbuh mencapai
Kurs, Rp/USD
Volatilitas, %
10.000
7.0
19,4%. Dalam periode yang sama, impor non migas hanya
6.0
tumbuh 0,5% sehingga menghasilkan surplus transaksi berjalan
5.0
yang relatif tinggi. Harga komoditi ekspor yang terus meningkat
4.0
lebih tinggi dibanding harga impor juga meningkatkan terms of
3.0
trade Indonesia. Hal ini pada gilirannya mendorong surplus pada
Kurs Harian Volatilitas
9.750
Rata-rata Volatilitas
9.500 9.225
9.250
9.075
9.000
2.0
8.750
1.0 0.50
0.85 8.500
NPI sehingga memberikan dukungan secara fundamental terhadap nilai tukar rupiah.
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
2005
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
2006
Dari sisi risiko, pada triwulan IV-2006 faktor risiko dalam negeri
Grafik 3.6
membaik, tercermin pada penurunan yield spread dan premi
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
swap. Yield spread antara obligasi valas pemerintah dengan US T-note menurun dari 1,8% menjadi sekitar 1,3%. Premi swap untuk semua tenor juga terus menurun (Grafik 3.7). Perbaikan
indikator risiko tersebut telah turut menopang stabilitas rupiah di tengah kecenderungan penurunan BI rate di mana imbal hasil rupiah tetap menarik bagi masuknya aliran modal asing. Sementara itu, perkembangan eksternal selama triwulan IV-2006 memberikan dampak minimal terhadap depresiasi nilai tukar 16,0
%
rupiah rupiah. Keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga
14,0
pada level 5,25% serta harga minyak yang cenderung menurun
12,0
telah mengurangi tekanan depresiasi terhadap rupiah. Adapun
10,0
perkembangan eksternal lain berupa penerapan regulasi
8,0
terhadap capital inflows (unremunerated reserve requirement
6,0
atau URR) oleh Bank of Thailand juga berdampak terbatas pada
4,0 2,0 0,0
Premi 1 M
Premi 3 M
Premi 6 M
Premi 12 M
Jan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Sumber : Reuters (diolah)
2005
2006
nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah hanya tertekan pada saat regulasi tersebut dikeluarkan tanggal 18 Desember 2006, yang untuk selanjutnya kembali menguat. Hal ini tidak terlepas dari
Grafik 3.7
segera dikeluarkannya pernyataan resmi BI bahwa Indonesia tidak
Premi Swap Berbagai Tenor
akan mengikuti kebijakan Thailand tersebut. Pernyataan BI dan juga pernyataan yang sama dari Malaysia dan Filipina berhasil
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
menenangkan investor global yang bereaksi dengan menarik dananya dari kawasan. Secara keseluruhan, perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang 2006 membaik dibanding 2005 di mana rupiah cenderung menguat terhadap USD dan disertai dengan pergerakan yang lebih stabil stabil. Pada tahun 2006, rupiah secara point-to-
point menguat sebesar 8,4% dari Rp 9.831/USD pada akhir 2005 menjadi Rp 8.995 di akhir 2006. Secara rata-rata nilai tukar rupiah juga menguat dari Rp 9.713 pada tahun 2005 menjadi Rp 9.166/USD pada tahun 2006. Selain menguat, pergerakan rupiah pada 2006 relatif lebih stabil dibanding tahun sebelumnya. Hal ini tercermin pada volatilitasnya yang menurun dari 4,04% di tahun 2005 menjadi 3,79% di tahun 2006. Selama triwulan IV-2006, aliran masuk dana investasi asing Juta USD Supply-Demand LN Kurs (skala kanan)
3.000 2.000
menambah pasokan di pasar valas perbankan domestik (Grafik
Rp/USD
4.000
Inflows
8.500
3.8). Di pihak lain, ekses permintaan valas domestik juga
9.000
mengalami sedikit peningkatan dari triwulan sebelumnya.
9.500
Meningkatnya ekses permintaan valas domestik disebabkan oleh
10.000
1.000 10.500 -
11.000
(1.000)
11.500 Outflows
meningkatnya permintaan valas dari korporasi. Dengan perkembangan tersebut, pasar valas domestik secara keseluruhan masih mengalami ekses permintaan. Namun demikian, secara kumulatif jumlah ekses permintaan jauh menurun dibanding
12.000
(2.000) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2005
2006
triwulan sebelumnya. Sepanjang 2006, secara keseluruhan masih
Grafik 3.8
terjadi ekses permintaan valas namun dengan jumlah yang jauh
Permintaan dan Penawaran Valas Berdasarkan
lebih rendah dari tahun 2005. Hal ini mengindikasikan
Transaksi Spot
berkurangnya tekanan terhadap rupiah, sehingga rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS.
KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Setelah melakukan asesmen perekonomian secara keseluruhan dan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko yang dapat mengganggu kinerja ekonomi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk terus melanjutkan penurunan BI Rate. Selama triwulan IV-2006, RDG pada tanggal 5 Oktober 2006, 7 November 2006, dan 7 Desember 2006 menetapkan penurunan level BI Rate masing-masing 50 bps hingga level BI Rate menjadi 9,75%. Dengan perkembangan tersebut, hingga akhir tahun 2006 BI Rate mengalami penurunan sebesar 300 bps dari levelnya di awal tahun. Penurunan tersebut dimulai pada bulan Mei 2006 dan sekaligus menandai adanya perubahan stance kebijakan moneter dari tighted biased menjadi cautious easing. Kebijakan tersebut ditempuh dalam rangka mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi IHK yang ditetapkan yakni masing-masing sebesar 8±1% dan 6±1% (y-o-y) untuk tahun 2006 dan 2007. Langkah ini didukung dari sisi operasional di mana beberapa ketentuan telah dilaksanakan, antara lain Fixed Rate Tender dalam pelaksanaan
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006
lelang SBI 1 bulan, penjarangan SBI 3 bulan, serta diskresi (penutupan) penyediaan
window FASBI 7 hari. Secara eseluruhan, pelaksanaan kebijakan moneter selama tahun 2006 direspon positif pelaku pasar dan disambut baik oleh dunia usaha. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan harga saham hingga mencetak rekor tertinggi baru serta kecenderungan penurunan yield obligasi. Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan instrumen suku bunga, serta penyempurnaan berbagai instrumen moneter yang diperlukan. Selain itu Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi pembalikan modal secara mendadak, terutama pasca percepatan pelunasan utang IMF sebesar $ 3,8 juta yang dilakukan pada 30 Juni 2006. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memantau beberapa peraturan terkait nilai tukar terutama untuk mengendalikan tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak mempunyai transaksi ekonomi yang mendasarinya ( non-underlying
transactions). Peraturan tersebut antara lain seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal 14 Juni 2005. Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terus dilakukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia terus berupaya untuk bersinergi bersama pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun langkahlangkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain adalah upaya untuk mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama untuk pemerintah daerah serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim investasi dan infrastruktur.
Suku Bunga Sejalan dengan penurunan BI Rate, seluruh suku bunga instrumen moneter juga %
Suku Bunga
Tabel 3.1
penurunan. Suku
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
bunga FASBI O/N
Triwulan I-2006 Jan
m e n g a l a m i
Feb
Mar
Triwulan II-2006 Apr
Mei
Jun
Triwulan III-2006 Jul
Ags
Sep
Triwulan IV-2006 Okt
Nov
Des
menjadi
berada
pada level 4,75%,
BI Rate
12,75
12,75
12,75
12,75
12,50
12,50
12,25
11,75
11,25
10,75
10,25
9,75
Penjaminan Dep, 1 bulan
12,75
12,75
12,50
12,50
13,00
12,50
12,00
11,75
11,25
10,75
10,25
9,75
Dep, 1 bulan (Weight Avg)
12,0
11,9
11,6
11,5
11,5
11,3
11,1
10,8
10,5
10,0
9,5
Dep, 1 bulan (Counter Rate)
10,4
10,5
10,4
10,5
10,3
10,4
10,2
10,0
9,8
9,3
9,0
8,6
Base Lending Rate
16,1
16,1
16,0
16,0
16,0
15,8
15,8
15,7
15,5
15,1
15,1
15,0
Kredit Modal Kerja (KMK)
16,3
16,3
16,4
16,3
16,3
16,2
16,1
16,1
15,8
15,6
15,4
operasional,
dan suku bunga SBI Repo
menjadi
12,75%. Secara
Kredit Investasi (KI)
15,8
15,9
15,9
15,9
15,9
15,9
15,9
15,9
15,7
15,5
15,4
d e n g a n
Kredit Konsumsi (KK)
17,1
17,3
17,5
17,7
17,8
17,8
17,9
17,8
17,9
17,9
17,8
karakteristik sistem lelang Fixed Rate
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
Tender, penurunan BI Rate langsung tercermin pada lelang SBI 1 bulan. Dalam pelaksanaan kebijakan operasional tersebut, operasi moneter tetap diarahkan untuk menyelaraskan arah umum kebijakan moneter yang disampaikan melalui BI Rate dengan perkembangan aktual kondisi pasar uang antar bank, baik dari sisi level maupun suku bunga yang terjadi. Penurunan BI Rate diikuti oleh penurunan suku bunga penjaminan dan suku bunga simpanan. Dalam triwulan IV-2006 suku bunga penjaminan deposito rupiah 1 bulan menurun sebesar 150 bps menjadi 9,75% dari 11,25% di akhir triwulan III-2006 (Tabel 3.1). Penurunan ini selanjutnya diikuti oleh turunnya suku bunga deposito 1 bulan counter rate menjadi 8,6% pada akhir triwulan IV-2006 dari 9,8% di akhir triwulan sebelumnya. Secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito rupiah 1 bulan pada November 2006 tercatat 9,5%, juga menurun dibanding akhir triwulan III-2006 sebesar 10,5%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan kelanjutan dari kecenderungan suku bunga deposito yang telah menurun sejak bulan Februari 2006 (Grafik 3.9). Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending
rate juga mengalami penurunan. Pada akhir triwulan IV-2006, 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
%
base lending rate tercatat sebesar 15,0%, menurun dibanding akhir triwulan sebelumnya sebesar 15,5% (Tabel 3.1). Hal tersebut diikuti oleh seluruh suku bunga kredit yang sampai dengan akhir November 2006 mengalami penurunan. Suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI), dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing menurun menjadi 15,4%, 15,4% BI Rate* Kredit Modal Kerja
Pnjaminan Dep Kredit Investasi
Deposito 1 bulan Kredit Konsumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2004 2005 2006
dan 17,8% dari level di triwulan III-2006 yang masing-masing tercatat sebesar 15,8%, 15,7% serta 17,9%.
Grafik 3.9 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Dana, Kredit, dan Uang Beredar Penurunan BI Rate diikuti dengan peningkatan penghimpunan dana masyarakat. Meskipun suku bunga deposito dan suku bunga penjaminan mengalami penurunan, penghimpunan Dana
(%, y-o-y) 50
Pihak Ketiga (DPK) masih mengalami peningkatan. Pada akhir
Total DPK
Giro
Tabungan
Deposito
40
November 2006 penghimpunan DPK tumbuh sebesar 14,7%
30
(y-o-y) sehingga secara kumulatif meningkat menjadi Rp 1.251
20
triliun. Peningkatan DPK ini mencerminkan kepercayaan
10
masyarakat yang tinggi terhadap perbankan nasional di tengah kecenderungan penurunan suku bunga.
(10) (20)
Dari sisi kredit, penurunan BI Rate diikuti dengan peningkatan Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
2004
2005
Grafik 3.10 Perkembangan Dana
2006
fungsi intermediasi perbankan. Kredit perbankan mengalami peningkatan, di mana sampai dengan bulan November 2006 kredit bertambah sebesar Rp 78,2 triliun sehingga jumlah keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 806,3 triliun.
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006
Pertumbuhan kredit tersebut didanai oleh peningkatan dana
Y-oY, % 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3
pihak ketiga sebesar 123 triliun yang secara kumulatif meningkat M1 Riil
Currency Riil
M2 Riil
menjadi Rp 1.251 triliun. Peningkatan penyaluran kredit mencerminkan kinerja perbankan yang melaksanakan fungsi intermediasi, yang diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan bagi perekonomian dan sektor riil.
0 (3) (6) (9) (12)
Dari sisi uang beredar, pada akhir November 2006 M1 dan M2 terus meningkat dan tumbuh lebih tinggi dari periode 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
sebelumnya. Secara nominal, laju pertumbuhan tahunan M1 dan M2 mencapai 23,8% dan 14,6%, meningkat dari pertumbuhan
Grafik 3.11
bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 20,8%
Likuiditas Perekonomian
dan 13,7%. Dengan pertumbuhan yang demikian, secara riil pertumbuhan M1 terus mengalami akselerasi, jauh melampaui rata-rata posisinya selama dua tahun terakhir (Grafik 3.11).
M2/M0
M1/M0
7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,0
MM1 (M1/M0)
MM2 (M2/M0)
1,5 1
3 5
7 9 11 1
2002
3 5 7
2003
9 11 1 3
5 7
9 11 1
2004
3 5
7 9 11 1 3
2005
5 7
9 11
2006
1,75 1,70 1,65 1,60 1,55 1,50 1,45 1,40 1,35 1,30 1,25 1,20 1,15 1,10 1,05 1,00
Sementara itu, M2 riil sejak Oktober 2006 kembali tumbuh positif. Dari komponen pembentuknya, kenaikan pertumbuhan M2 didukung oleh meningkatnya pertumbuhan tabungan.
Pasar Keuangan Penurunan level BI Rate sebesar 300 bps dalam tahun 2006 semakin mendorong maraknya perdagangan pasar modal. Selain itu, semakin membaiknya berbagai indikator ekonomi makro serta kembali pulihnya kepercayaan investor asing terhadap
Grafik 3.12 Perkembangan Angka Pengganda Uang
stabilitas perekonomian juga turut direspon positif pelaku pasar saham di BEJ. Perdagangan saham semakin marak dan meningkat yang menyebabkan IHSG bergerak naik hingga pada
akhir tahun 2006 ditutup pada level 1.805, menguat 55,3% dibanding akhir tahun 2005. Peningkatan ini menjadikan Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai salah satu bursa yang berkinerja terbaik sepanjang 2006. Dalam perjalanan selama tahun 2006, membaiknya fundamental perekonomian dan mikro emiten serta prospek yang tetap cerah menjadi penggerak BEJ hingga berhasil membawa indeks ke level tertinggi baru. Dari sisi domestik, tingkat inflasi yang terkendali dan cenderung menurun sehingga berada di bawah kisaran proyeksinya, membaiknya PDB, dan cadangan devisa yang cukup kuat diartikan oleh investor bahwa kondisi perekonomian sudah mulai pulih. Nilai tukar rupiah yang stabil dan cenderung menguat ikut memberikan sentimen positif terhadap imbal hasil investasi di bursa saham. Dari sisi eksternal, masih bullish-nya pasar saham dunia dan regional sebagai dampak dari kebijakan bank sentral AS yang kembali menahan suku bunganya, serta kecenderungan penurunan harga minyak dunia, secara tidak langsung juga memberikan kontribusi positif terhadap perdagangan di BEJ. Dari sisi pemodal, perdagangan oleh investor asing masih mempengaruhi perilaku investor domestik. Perkembangan kondisi global, yang ditandai oleh bertahannya
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006
suku bunga AS menyebabkan pasar saham tetap bullish. Hal ini 1800
1,750 1,550
mendorong investor asing untuk menambah portofolio saham di Indonesia yang tercermin dari semakin besarnya posisi net
IHSG
1,350 1,150
1700
beli asing selama triwulan IV-2006 dibanding triwulan sebelumnya. Relatif besarnya pembelian saham oleh investor
950 750
non-residen mempengaruhi pemodal lokal untuk melakukan hal
550 1600
Net Beli
350
yang serupa sehingga mempengaruhi kenaikan IHSG. Selama triwulan IV-2006, posisi net beli asing mencapai Rp 4,6 triliun,
150 -50 Net Jual 1500
-250 Okt-06
Nov-06
Des-06
meningkat dibanding triwulan III-2006 sebesar Rp 3,5 triliun (Grafik 3.13). Sementara untuk rata-rata harian, net beli asing
Grafik 3.13
juga meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 58 miliar/
IHSG dan Net Beli Asing pada Triwulan IV-2006
hari menjadi sebesar Rp 92 miliar/hari. Sementara itu sepanjang tahun 2006, investor asing juga tercatat melakukan net buying. Sebagai implikasi dari negara yang termasuk dalam small open
economy, sentimen dari pergerakan eksternal tidak dapat Frek
dipungkiri akan berdampak terhadap perilaku investor domestik.
Vol (Rp t) Vol
120,0
Perkembangan kondisi global, yang ditandai oleh relatif stabilnya
100,0
inflasi AS dan tingginya harga komoditas di pasar dunia serta
80,0
bertahannya (sementara) suku bunga AS telah memberikan
60,0
dorongan investor luar negeri untuk mencari tempat untuk
40,0
penempatan investasi. Dengan perkembangan tersebut,
Frek
20,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2005
2006
0,0
sepanjang tahun 2006 net beli investor asing tercatat sebesar Rp 17,3 triliun. Penurunan BI Rate juga direspon positif oleh pasar Surat Utang
Grafik 3.14
Negara (SUN) seperti tercermin pada peningkatan volume dan
Aktivitas Perdagangan SUN
frekuensi perdagangan SUN. Secara keseluruhan selama tahun 2006, perdagangan SUN terus mengalami penambahan aktivitas, baik dari sisi volume maupun frekuensi perdagangan. Pada tahun 2006 volume dan frekuensi perdagangan SUN meningkat sebesar 35,6% dan 36,7% dibanding tahun sebelumnya (Grafik 3.14). Kecenderungan BI Rate yang terus menurun sejak Mei 2006, perkembangan kondisi makroekonomi yang kondusif dan terus membaik, serta pasar modal yang bullish berimplikasi pada semakin meningkatnya harga SUN untuk seluruh tenor. Hal ini tercermin dari pergerakan
yield yang terus menurun. Penurunan yield terbesar terjadi pada SUN yang memiliki sisa jatuh tempo di bawah 2 tahun. Sementara itu, rata-rata yield SUN jangka menengah panjang (kurang dari 7 tahun) sudah berada di bawah sampai di kisaran BI Rate saat ini yaitu 9,75%. Dari sisi aktivitas per kelompok, kelompok non residen masih mendominasi pembelian SUN, diikuti oleh reksadana dan asuransi. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan selama tahun 2006 investor asing mencatat net beli sebesar Rp 27,3 triliun. Pelaksanaan lelang SUN diwarnai dengan maraknya tawaran yang masuk dan lebih besarnya jumlah yang dimenangkan dari target. Dalam upaya pemenuhan pembiayaan defisit APBN, pemerintah tetap memprioritaskan pembiayaan domestik
22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006
dengan menerbitkan obligasi. Sepanjang tahun 2006, pemerintah melaksanakan penerbitan perdana serta reopening obligasi negara sebanyak 16 seri dengan total penyerapan Rp 37,3 triliun. Untuk menjangkau masyarakat luas dalam berinvestasi di obligasi, pemerintah juga menerbitkan SUN Retail (ORI seri 1) pada awal bulan Agustus 2006 sebesar Rp 3,2 triliun. Secara keseluruhan, pada setiap kali pelaksanaan lelang, jumlah penawaran yang masuk selalu di atas (oversubscribed) target indikatifnya dengan yield yang sangat kompetitif. Dengan demikian, jumlah yang dimenangkan selalu lebih besar dari targetnya (kecuali lelang pada tanggal 16 Mei 2006, di mana jumlah yang dimenangkan lebih rendah dari target karena penawaran yang terlalu tinggi). Perkembangan ini mengakibatkan jumlah yang dimenangkan di luar ORI lebih besar dari keperluan dalam APBN sebesar Rp 35,8 triliun.
23