Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007 Kondisi selama triwulan IV-2007 menunjukkan perkembangan makroekonomi yang semakin baik dengan stabilitas yang tetap terjaga. Inflasi berhasil dikendalikan pada kisaran yang ditetapkan oleh Pemerintah, yaitu 6% ± 1%. Nilai tukar rupiah yang secara rata-rata menguat dengan tingkat volatilitas yang rendah, ditopang oleh perkembangan positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Kinerja NPI yang membaik tercermin pada meningkatnya surplus serta posisi cadangan devisa yang mencapai sekitar USD57 miliar. Sementara itu, stabilitas di pasar keuangan juga tetap terjaga. Kebijakan Bank Indonesia untuk menurunkan BI Rate di akhir triwulan laporan direspon positif oleh pasar keuangan. Di pasar saham, peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus berlangsung. Di pasar obligasi, yield Surat Utang Negara (SUN) menunjukkan penurunan meski terbatas. Dari sisi uang beredar, perkembangan M1 dan M2 didukung oleh pertumbuhan kredit yang terus berakselerasi. Kebijakan Bank Indonesia terus diarahkan untuk menciptakan stabilitas makroekonomi melalui penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) secara konsisten. Dengan penerapan ITF, Bank Indonesia meyakini bahwa pencapaian sasaran inflasi terutama dalam jangka menengah panjang akan dapat tercapai. Tercapainya stabilitas makroekonomi selanjutnya diprakirakan akan mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berimbang. Perekonomian yang semakin terkonsolidasi akan memberi ruang yang lebih luas bagi penerapan kebijakan pembangunan berkelanjutan untuk memperkuat pondasi ketahanan perekonomian nasional ditengah berbagai faktor risiko terutama terkait dengan tingginya harga minyak dunia.
INFLASI Pada triwulan IV-2007, penurunan laju inflasi IHK terus berlanjut. Laju inflasi IHK tercatat sebesar 2,09% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,28% (q-t-q). Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi tahunan pada akhir triwulan IV-2007 relatif menurun menjadi 6,59% (y-o-y) dari 6,95% (y-o-y) pada triwulan III-2007 (Grafik 3.1). Lebih rendahnya inflasi IHK di triwulan IV-2007 terutama disebabkan oleh faktor
fundamental, seperti tercermin pada penurunan inflasi inti. Sementara itu, dari sisi non fundamental, laju inflasi volatile food tercatat sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya berkaitan dengan pola musiman hari raya dan Tahun Baru. Sedangkan inflasi administered price mengalami penurunan dibandingkan triwulan III-2007.
14
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007
Berdasarkan kelompoknya, inflasi pada triwulan IV-2007, %, yoy 21 19 17
%, yoy 50
IHK Inti (trimmed) Inti (exclusion) Volatile Foods Adm Prices (RHS)
Periode 2005 2006 2007
Rata-rata (YoY) inti volatile adm 7,5 11,0 18,8 8,8 16,9 24,6 5,9 12,5 2,8
40
terutama disebabkan oleh tingginya inflasi kelompok sandang dan kelompok bahan makanan (Grafik 3.2). Secara triwulanan, peningkatan inflasi kelompok sandang sebesar 4,78%, terutama
30
15 13 11
meningkatnya harga emas internasional di triwulan IV-2007.
10
Sementara itu, peningkatan harga bahan makanan (4,43%)
0
terutama terkait dengan terbatasnya pasokan bawang merah.
-10
Inflasi pada kelompok harga yang dikendalikan pemerintah
9 7 5
didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan sejalan dengan
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2005 2006 2007
(administered prices) pada triwulan IV-2007 mencapai 0,42%
Grafik 3.1
(q-t-q) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
sebesar 1,04% (q-t-q). Relatif rendahnya inflasi administered
prices terkait dengan upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menstabilkan harga minyak tanah dengan menambah pasokan. Upaya tersebut mengakibatkan penurunan harga minyak tanah Transport, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Kesehatan
paska kenaikan harga yang cukup tinggi di triwulan sebelumnya
0.04 0.22
akibat pengurangan pasokan terkait program konversi ke elpiji.
0.01 0.12
Sementara itu, inflasi kelompok administered prices pada triwulan
0.01
Sandang
0.41 0.99
Perumahan, Listrik, Air, Gas & Bhn Bkr
0.16
Mkn Jadi, Minuman, Rokok & Tbk
0.15
dengan announcement effect rencana penyesuaian tarif spesifik
Sumbangan Inflasi (m-t-m)
rokok dan ad valorum per 1 Januari 2008 dan kenaikan harga
0.63
BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax Plus) yang dipengaruhi
0.91 0.07
Bhn Mkn 0.00
IV-2007 terutama diakibatkan oleh kenaikan harga rokok terkait
0.06
oleh kenaikan harga minyak internasional . Dengan
2.47 0.50
1.00
1.50
2.00
2.50 %
triwulan IV-2007 mencapai 3,30% (y-o-y), menurun dari 3,45%
Grafik 3.2 Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok Triwulan IV-2007 (q-t-q)
perkembangan tersebut, laju inflasi tahunan administered prices (y-o-y) pada triwulan sebelumnya Sementara itu, inflasi volatile food di triwulan IV-2007 mencapai 4,39% (q-t-q), meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,16% (q-t-q). Meningkatnya inflasi triwulanan IV-2007
terutama disebabkan peningkatan harga pada beberapa komoditi seperti bawang merah, kelapa, dan minyak goreng serta beras. Namun bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, laju inflasi volatile food mengalami penurunan. Hal ini terutama disebabkan oleh relatif stabilnya harga beras sejalan dengan pasokan beras yang lebih baik. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi tahunan volatile food triwulan IV-2007 mencapai 11,41% (y-o-y), menurun dari 14,20% (y-o-y) pada triwulan sebelumnya. Laju inflasi inti pada triwulan IV-2007 mencapai 1,93% (q-t-q) sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 2,12% (q-t-q). Menurunnya tekanan inflasi inti terutama akibat relatif stabilnya nilai tukar pada triwulan IV-2007 sehingga dapat menahan laju peningkatan inflasi inti. Di sisi lain, secara tahunan inflasi inti mencapai 6,29% (y-o-y) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (y-o (y-o-- y). Meningkatnya inflasi inti terkait tekanan dari imported inflation berkaitan dengan
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007
meningkatnya harga komoditas internasional yang diperkirakan %, yoy
%, yoy 20
20 15
sebagian telah ditransmisikan ke harga output (Grafik 3.3). Bila dilihat dari komponen barangnya, pada triwulan IV-2007, emas
Depresiasi 15
10
perhiasan merupakan komoditas yang memberikan andil cukup besar terhadap inflasi, yaitu sebesar 16,7% (sumbangan 0,21%)..
5
10
Sementara itu, dari interaksi permintaan dan penawaran, tekanan
0 -5
5
Apresiasi
terhadap inflasi inti masih relatif minimal. Kondisi permintaan yang masih terus berada pada tren meningkat hingga triwulan
-10 -15
0 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2003 2004 2005 2006 2007 Depresiasi/Apresiasi Rp/USD (skala kiri) Inflasi IHPB Impor (skala kiri)
Inflasi Komoditas Impor Inflasi Core Traded
IV-2007, sebagaimana tercermin pada Indeks Penjualan Eceran (Grafik 3.4), masih dapat dipenuhi oleh sisi penawaran. Di samping itu, inflasi inti yang relatif tinggi berkaitan dengan
Grafik 3.3
ekspektasi inflasi yang masih berada pada level cukup tinggi
Depresiasi/Apresiasi Nilai Tukar dan
namun tetap terkendali. Dilihat dari hasil Survei Konsumen,
Laju Inflasi Barang Impor
ekspektasi harga konsumen untuk 6 bulan ke depan meningkat dari posisi di triwulan sebelumnya (Grafik 3.5).
NILAI TUKAR RUPIAH
%, yoy Total Peralatan Rumah Tangga Makanan dan Tembakau Kontruksi Kendaraan dan Suku Cadang
115 90 65
Nilai tukar rupiah sepanjang Tw-IV 2007 secara rata-rata masih menguat. Di awal triwulan, rupiah bergerak cukup stabil dan sempat menguat hingga mencapai Rp 9.060/USD. Memasuki
40
akhir November rupiah terdepresiasi hingga sempat mencapai
15
level terendah Rp 9.418/USD akibat sentimen negatif kenaikan
-10
harga minyak serta imbas penurunan pasar saham Amerika
-35
Serikat. Pelemahan juga terjadi di akhir Desember 2007 akibat
-60 -85 2
4
6 8 10 12 2 2004
4
6 8 10 12 2 2005
4
6 8 10 12 2 2006
4
6 8 10 2007
pesimisme pasar terhadap langkah penurunan suku bunga Fed yang tidak sesuai ekspektasi. Perkembangan tersebut menjadikan
Grafik 3.4
rupiah bergerak melemah dari level Rp 9.145/USD hingga
Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran
mencapai Rp 9.393/USD atau melemah 2,6% (point-to-point), namun secara rata-rata triwulanan rupiah masih menguat tipis 0,12% dari Rp 9.250/USD menjadi Rp 9.238/USD di triwulan IV-
Indeks 6 bln yad 3 bln yad (RHS)
150
2007 (Grafik 3.6). Meski melemah, pergerakan rupiah masih
Indeks 190
relatif lebih stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang
180
tercermin dari volatilitas yang menurun dari 2,2% (tw-III) menjadi
170
1,5% (Grafik 3.7).
160
Dari sisi fundamental, surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
150
tercatat cukup besar di triwulan IV-2007. Surplus sebesar
140
130
USD4,45 miliar menjadi penyeimbang terhadap tekanan pada 140 130
120 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2003
16
2004
2005
2006
2007
neraca transaksi modal dan finansial akibat penyesuaian portofolio asing. Kinerja NPI yang membaik ini mendorong peningkatan cadangan devisa Indonesia sebesar 7,9%
Grafik 3.5
dibandingkan posisi pada triwulan III-2007. Hingga Desember
Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan
2007, cadangan devisa telah mencapai USD56,9 miliar atau
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007
setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Dengan kecenderungan cadangan devisa yang terus
10.000 Kurs Harian
Rata-rata Triwulanan
membaik tersebut akan mampu memberikan dukungan terhadap
9.750 9393
9.500
9.299
para pelaku pasar bahwa kestabilan tersebut akan tetap dapat
9.250 9.250
9.124
9.115
9.102 9.132
kestabilan pergerakan nilai tukar rupiah, serta optimisme bagi
9.238 8.968
terjaga. Selain itu, posisi cadangan devisa yang kuat diprakirakan
9.000
dapat menjaga stabilitas makroekonomi dari potensi pembalikan
8.750
arus modal sebagai akibat pengalihan portofolio asing.
8.500
Dari sisi risiko, berbagai faktor risiko dalam negeri terpelihara
30 6 14 19 25 30 7 12 18 23 29 5 13 18 24 29 6 11 17 22 28 Des Feb Mar Apr Mei Jun Ags Sep Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Ags Sep Okt Nov Des 2005 2006 2007
stabil. Dinamika sosial politik di dalam negeri cukup kondusif
Grafik 3.6
bagi perkembangan pasar keuangan domestik. Indikator risiko
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
yang dicerminkan oleh yield spread antara obligasi valas pemerintah (dalam denominasi USD) dengan obligasi pemerintah Amerika (US T-Note) bergerak berfluktuasi antara 1,37% - 2,36% namun relatif masih terjaga (Grafik 3.8). Sedangkan indikator lainnya, yaitu premi swap pada semua tenor, terlihat masih berada
Kurs, Rp/USD
Volatilitas, %
10.000
7,0 Kurs Harian Volatilitas Rata-rata Volatilitas Triwulanan
6,0
9.500
8.500
1,51
8.000
Sementara itu, imbal hasil investasi rupiah masih tetap menarik menarik.
5,0 9.393
Imbal hasil investasi rupiah yang tercermin pada selisih yield
4,0
obligasi pemerintah Indonesia (denominasi rupiah) dengan yield
3,0
obligasi pemerintah Amerika (US T-Note) meningkat dari 4,72%
2,0 1,74
menjadi 5,83% di triwulan IV-2007. Imbal hasil ini masih jauh
1,0
lebih menarik dibandingkan imbal hasil di negara regional lainnya
-
yang berkisar antara 0,13% sampai 2,23% (Grafik 3.10). Hal ini
9.000
2,21
pada tingkat yang rendah (Grafik 3.9).
2 10 23 3 13 24 1 12 22 2 12 23 3 13 24 3 12 22 Jan Feb Mar Mei Jun Jul Sep Okt Nov Jan Feb Mar Mei Jun Jul Sep Okt Nov 2006 2007
mendorong masuknya aliran masuk modal asing yang cukup besar.
Grafik 3.7 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Di awal triwulan IV-2007, aliran masuk dana asing tercatat cukup besar. Besarnya aliran dana tersebut mampu memenuhi permintaan valas domestik yang meningkat menjelang libur hari raya. Namun, di akhir triwulan IV-2007 terjadi pelepasan
Rp/USD
%
9.700
3,00 IDR/USD Poly. (Yield Spread)
portofolio rupiah oleh asing yang disebabkan oleh kekhawatiran terhadap resesi ekonomi Amerika Serikat dan perlambatan
Yield Spread Poly. (IDR/USD)
9.500
2,50 9395 2,17
9.300
2,00
ekonomi beberapa negara maju lainnya. Keluarnya dana asing di akhir triwulan tersebut menyebabkan aliran dana asing secara keseluruhan di triwulan IV-2007 menjadi net outflow.
9.100 1,50
Permintaan valas selama triwulan IV-2007 cukup besar terutama
8.900 1,00
8.700 8.500
0,50 Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan
Mar
2006
Mei
Jul
Sep
Nov
2007
bersumber dari pelaku domestik. Permintaan valas domestik masih didominasi oleh permintaan valas korporasi sejalan dengan meningkatnya impor untuk memenuhi produksi. Jika
Grafik 3.8
ditinjau berdasarkan sektornya, permintaan korporasi terutama
Yield Spread Global Bond Indonesia dan US T-Note
berasal dari sektor makanan dan minuman serta sektor otomotif.
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007
KEBIJAKAN MONETER %
Strategi Kebijakan
10,0
Dalam periode triwulan IV-2007, Bank Indonesia memutuskan 8,0
untuk mempertahankan level BI Rate sebesar 8,25% pada 6,0
Oktober dan November 2007 dan kemudian menurunkan BI Rate
4,0
pada bulan Desember 2007 ke level 8,00%. Di awal triwulan
2,0
laporan (8 Oktober 2007 dan 6 November 2007), BI Rate dipertahankan tetap pada level 8,25%. Hal ini didasari
0,0
Premi 1 M Premi 6 M
Premi 3 M Premi 12 M
pertimbangan untuk mencermati lebih jauh dampak dan
-2,0 Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2006 Sumber : Reuters (diolah)
2007
perkembangan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk Bank Indonesia serta untuk terus menjaga
Grafik 3.9
pencapaian sasaran inflasi tahun 2007 sebesar 6%±1% dan
Premi Swap Berbagai Tenor
tahun 2008 sebesar 5%±1% dan memelihara stabilitas ekonomi makro serta sistem perbankan. Selanjutnya, pada 6 Desember 2007, Bank Indonesia
%
memutuskan untuk menurunkan level BI Rate sebesar 25 basis
10,0 8,0
Indonesia
Filipina
Thailand
Malaysia
poin menjadi sebesar 8,00%. Penurunan tersebut diputuskan
6,0
5.827
berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh terhadap perekonomian nasional yang terus mengalami peningkatan, arah perkembangan
4,0 2,0
2.227
0,0
0,835 0,134
laju inflasi, serta prospek perekonomian ke depan. Keputusan penurunan BI Rate tersebut tetap diarahkan guna menjaga pencapaian sasaran inflasi terutama dalam jangka menengah
-2,0
panjang serta identifikasi terhadap berbagai faktor risiko,
-4,0 9 Jan
28 Mar
14 Jun
31 Ags
17 Nov
3 Feb
22 Apr
2006
9 Jul
25 Sep
12 Des
terutama terkait dengan tingginya harga minyak dunia.
2007
Strategi kebijakan tersebut diterjemahkan dalam operasi
Grafik 3.10 Perbandingan Imbal Hasil Beberapa Negara
kebijakan moneter melalui pengelolaan likuiditas dalam bentuk Operasi Pasar Terbuka dan berbagai instrumen lainnya. Sejalan dgn perkembangan BI Rate, seluruh instrumen yang dikaitkan secara langsung dengan BI rate otomatis mengalami penurunan dengan besaran yang sama. Kegiatan Operasi Pasar Terbuka
Rp/USD
Juta USD 5.000 4.000
Supply-Demand LN Supply-Demand DN
8.500
Supply-Demand Total Kurs (skala kanan)
instrumen SBI 1 bulan dengan Fixed Rate TenderΩ pada level BI 9.000
3.000 2.000
9.500
Excess Supply
1.000
rate. Adapun kegiatan Operasi Pasar Terbuka non rutin berupa
Fine Tuning Operation diimplementasikan secara terbatas dan dengan pricing yang variatif menyesuaikan kondisi pasar uang.
10.000
-
Selama triwulan IV-2007, perubahan BI Rate ditransmisikan
(1.000) 10.500 (2.000)
secara berkala terutama bertumpu pada lelang mingguan
Excess Demand 11.000
(3.000) Feb
Apr
Jun Ags 2006
Okt
Des
Feb
Apr
Jun Ags 2007
Okt
melalui berbagai jalur. Di pasar uang, transmisi melalui suku bunga deposito di tenor yang lebih panjang serta suku bunga
Des
kredit menguat, dimana kedua suku bunga tersebut terlihat
Grafik 3.11
cenderung mengalami penurunan. Sementara itu, penurunan
Permintaan dan Penawaran Valas
BI Rate di akhir triwulan laporan belum dicerminkan pada suku bunga pasar uang antar bank. Di pasar saham, pelonggaran
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007
kebijakan moneter sejak Mei 2006 serta membaiknya fundamental makro ekonomi dan mikro emiten mampu mendorong kembali peningkatan kinerja IHSG baik dari sisi level maupun kualiltasnya. Di pasar obligasi, transmisi BI Rate masih terbatas sejalan dengan masih kuatnya pengaruh eksternal. Dalam tahun 2007 yield SUN hanya turun 17bps, dengan tingkat frekuensi dan volume perdagangan yang terus meningkat. Di pasar reksadana, membaiknya harga underlying assets (terutama saham) yang digunakan oleh reksadana dan meningkatnya volume penerbitan, kembali mengangkat NAB Reksadana sehingga mencapai Rp90,4 triliun. Dari sisi pembiayaan perekonomian domestik, tren penurunan BI Rate telah direspon perbankan dengan akselerasi pembiayaan ke sektor riil. Di bidang kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan melalui penerapan instrumen suku bunga moneter. Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi pembalikan modal secara mendadak. Di samping itu, penguatan strategi komunikasi serta peningkatan efektivitas peraturan prudensial dan monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang pengelolaan kebijakan tersebut. Bank Indonesia juga terus berupaya untuk bersinergi bersama pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain upaya untuk mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama untuk pemerintah daerah, serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim investasi dan infrastruktur. Pada sisi moneter, kebijakan Bank Indonesia akan terus diarahkan untuk menciptakan stabilitas makroekonomi guna mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) secara konsisten.
Suku Bunga Tidak berubahnya level BI Rate di awal triwulan laporan diikuti dengan tetapnya suku bunga instrumen moneter. Sampai dengan November 2007, suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Overnight (FASBI O/N) dan suku bunga SBI Repo Tabel 3.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga (%)
Triwulan I-2007 Jan
Feb
Triwulan II-2007 Mar
Apr
Mei
Triwulan III-2007
Jun
Jul
Ags
Triwulan IV-2007
Sep
Okt
Nov
Des
BI Rate
9,50
9,25
9,00
9,00
8,75
8,50
8,25
8,25
8,25
8,25
8,25
8,00
Penjaminan Dep 1 bulan
9,50
9,25
9,25
9,00
8,75
8,50
8,25
8,25
8,25
8,25
8,25
8,25
Dep 1 bulan (Weighted Average)
8,64
8,43
8,13
7,93
7,59
7,46
7,26
7,16
7,13
7,16
7,18
n.a
Dep 1 bulan (Counter Rate)
8,46
8,20
7,96
7,87
7,72
7,53
7,36
7,20
7,15
7,15
7,13
7,09
Base Lending Rate
14,78
14,41
14,10
14,01
13,92
13,80
13,62
13,42
13,31
13,21
13,21
13,21
Kredit Modal Kerja (KMK)
14,90
14,71
14,49
14,30
14,06
13,88
13,71
13,66
13,31
13,16
13,16
n.a
Kredit Investasi (KI)
14,85
14,71
14,53
14,38
14,16
13,99
13,82
13,75
13,45
13,28
13,19
n.a
Kredit Konsumsi (KK)
17,64
17,51
17,38
17,24
17,09
16,91
16,68
16,70
16,47
16,33
16,39
n.a
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007
tercatat sebesar 3,25% dan 11,25%. Selanjutnya, sejalan dengan penurunan BI Rate di akhir triwulan laporan, suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
Overnight (FASBI O/N) dan suku bunga SBI Repo juga mengalami penurunan mencapai 3% dan 11%. Dari pelaksanaan operasional, penurunan BI Rate langsung tercermin pada hasil lelang SBI 1 bulan. Lelang SBI 1 bulan dilaksanakan dengan sistem Fixed Rate Tender, sehingga suku bunga hasil lelang sama dengan suku bunga BI Rate, yaitu sebesar 8% pada akhir triwulan IV-2007. Dalam pelaksanaan lelang tersebut, operasi moneter tetap diselaraskan sesuai dengan arah umum kebijakan moneter Bank Indonesia. Selama triwulan IV-2007, penurunan BI Rate masih diikuti oleh penurunan suku bunga penjaminan serta suku bunga simpanan meski diindikasi mulai tertahan. Suku bunga penjaminan deposito rupiah 1 bulan tidak berubah dari triwulan sebelumnya sebesar 8,25% (Tabel 3.1). Sementara untuk suku bunga deposito 1 bulan counter rate tampak masih mengalami penurunan meskipun terlihat semakin landai, dari 7,15% pada akhir triwulan III-2007 menjadi 7,09% di akhir triwulan IV-2007. Namun secara rata-rata tertimbang % 20
(weighted average) suku bunga deposito rupiah 1 bulan pada
18
November 2007 tercatat sebesar 7,18%, sedikit meningkat
16
dibanding akhir triwulan III-2007 sebesar 7,13% (Grafik 3.12).
14 12
Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending
10 8
rate juga mengalami penurunan. Pada akhir triwulan IV-2007,
6
base lending rate sebesar 13,12% atau menurun dibanding
4 2
BI Rate*
Pnjaminan Dep
Deposito 1 bulan
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2004 2005 2006 2007
triwulan III-2007 sebesar 13.31% (Tabel 3.1). Penurunan tersebut diikuti oleh penurunan suku bunga kredit bank umum. Suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit
Grafik 3.12
Konsumsi (KK) masing-masing menurun dari 13,31%, 13,45%
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
dan 16,47% pada akhir triwulan III-2007 menjadi 13,16%, 13,19% dan 16,39% pada November 2007.
Dana, Kredit, dan Uang Beredar (%, y-o-y) 50
Total DPK Tabungan
40
Giro Deposito
Dari sisi penghimpunan dana, posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan yang semakin melandai. Pada
30
November 2007, DPK mengalami pertumbuhan tahunan sebesar
20
14,6% (Grafik 3.13). Stabilnya DPK ini mengindikasikan cukup
10
kuatnya dampak suku bunga terhadap dana ketimbang kredit
-
serta masih mencerminkan kepercayaan masyarakat yang tinggi
(10)
terhadap perbankan nasional di tengah kecenderungan penurunan suku bunga.
(20) Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov 2004 2005 2006 2007 sumber: DPNP
Grafik 3.13 Perkembangan Dana
Dari sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit terus berakselerasi melampaui perkiraan pertumbuhan awal tahun 2007. Total penyaluran kredit perbankan per November 2007 tercatat sebesar Rp 1.004,6 triliun atau meningkat sebesar Rp 47,9 triliun
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007
dibandingkan penyaluran kredit pada akhir triwulan III-2007. Secara tahunan, pertumbuhan kredit pada November 2007 telah mencapai 24,3% (Grafik 3.14). Dengan perkembangan tersebut maka secara year to date kredit telah tumbuh mencapai 20,6%, melampaui perkiraan pertumbuhan 18% sepanjang 2007. Akselerasi penyaluran kredit ini mencerminkan kinerja perbankan yang melaksanakan fungsi intermediasi, yang menunjukkan semakin meningkatnya pembiayaan ke sektor riil. Uang beredar pada November 2007 meningkat cukup tinggi. Posisi M1 tercatat sebesar Rp 424,4 triliun atau meningkat Rp 47,9 triliun dari posisi di akhir triwulan III-2007. Dibanding setahun sebelumnya, posisi M1 tersebut tumbuh 23,87% (y-oy). Sementara itu, secara riil M1 tumbuh cukup tinggi sebesar 17,16% (y-o-y) pada November 2007. Di lain pihak, posisi M2 tercatat sebesar Rp 1.556,2 triliun atau meningkat Rp 43,4 triliun dari posisi di akhir triwulan III-2007. Posisi M2 tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 16,26% (y-o-y) dibanding posisi pada bulan November setahun lalu. Sementara itu, secara riil pertumbuhan M2 pada November 2007 mencapai level yang cukup tinggi (%, y-o-y)
Suku Bunga Kredit dan Depo (%)
30
18
sebesar 9,55% (y-o-y). Peningkatan pertumbuhan uang beredar ini sejalan dengan peningkatan kegiatan domestik yaitu konsumsi
27 16 24 21
masyarakat.
14
18 Total DPK
12
15 Total Kredit 12
10
9 rKredit (rata-rata)
Pelonggaran kebijakan moneter yang ditetapkan sejak Mei 2006
8
mendorong bullishnya IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain
6
itu, membaiknya perkembangan dan prospek fundamental
6 rDepo (rata-rata) 3
Pasar Keuangan
Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov 2004 2005 2006 2007
perekonomian dan mikro emiten menjadi penggerak IHSG untuk
Grafik 3.14
tidak hanya meningkat tetapi juga tumbuh berkualitas.
Perkembangan Dana vs Kredit
Perdagangan saham yang terus meningkat menyebabkan IHSG bergerak naik hingga ditutup pada level 2.745 pada akhir triwulan IV-2007 atau menguat 52,1% dibanding akhir tahun 2006 (Grafik 3.16). Peningkatan ini menjadikan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai bursa ke-2 berkinerja terbaik untuk tahun
%, y-o-y 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 -3 -6 -9 -12
M1 Riil Currency Riil M2 Riil
2007 dibawah bursa Shenzen (163%) dan Shanghai (98%) yang keduanya berada di China.
Bullish-nya pasar saham pun tidak terlepas dari berbagai faktor positif dari domestik, regional dan global. Membaiknya kondisi makroekonomi yang dicerminkan dari tingkat inflasi yang terkendali, pertumbuhan PDB yang semakin baik, cadangan devisa yang cukup kuat, nilai tukar rupiah yang stabil, 135791135791135791135791135791135791135791135791 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Grafik 3.15 Pertumbuhan Riil M1 dan M2
peningkatan ekspansi kredit perbankan, realisasi IPO saham yang hampir dua kali lipat dari target semula serta masih meningkatnya berbagai harga komoditas di pasar internasional, diartikan oleh investor bahwa kondisi perekonomian domestik sudah mulai
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007
pulih. Sementara itu berbagai faktor positif regional yang BI Rate %
JCI
memengaruhi pergerakan IHSG terutama berasal dari
2.800 JCI
2.600
13,50
BI Rate
12,75
2.400
12,00
2.200
perkembangan di Cina. Perkembangan tersebut antara lain tercapainya level tertinggi indeks bursa saham Cina. Sedangkan
2.000
11,25
dari kawasan global, perkembangan positif yang terjadi
1.800
10,50
diantaranya membaiknya indikator ekonomi Amerika Serikat
1.600
9,75
yang ditandai dengan angka inflasi yang moderat serta
1.400
9,00
tercapainya level tertinggi indeks Dow Jones di Amerika Serikat
1.200
8,25
1.000
Feb
Apr
Jun Ags 2006
Okt
Des
Feb
Apr
Jun
Ags 2007
Okt
Des
pada level 15.336,5, membaiknya pendapatan korporasi di
7,50
wilayah Eropa dan Amerika Serikat, tren merger operator bursa
Sumber: CEIC
dunia serta keberpihakan Bank Sentral dalam penyelesaian krisis Grafik 3.16
keuangan yang terjadi selama 2007.
IHSG dan BI Rate
Dari sisi pemodal, jumlah net beli investor asing selama triwulan laporan mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian kembali aset-aset yang Miliar Rp 35.000
32.507,4
NET BELI ASING
dimiliki oleh investor asing terkait dengan kasus capital control
30.000
di Thailand, kekhawatiran pecahnya bubble di Cina serta
25.000
ekspektasi terjadinya perlambatan ekonomi dunia di tahun 2008.
20.000
Namun, posisi net beli asing di akhir triwulan IV-2007 jika
17.299,6
dibandingkan dengan posisi net beli asing di akhir triwulan-IV
15.000 11.554,9
11.650,3
2006 terlihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan
10.000 6.106,1
sebesar Rp 15,2 triliun. Posisi net beli asing di akhir triwulan IV-
3.196,1
5.000
2007 mencapai Rp 32,5 triliun, sedangkan posisi net beli asing
Tw 1
Tw 2
2006
Tw 3
Tw 4
2007
2007
di akhir triwulan IV-2006 tercatat hanya sebesar Rp 17,3 triliun. (Grafik 3.17). Peningkatan net beli asing itu didorong oleh kondisi
Grafik 3.17
masih terjadinya kelebihan likuiditas di kawasan global, dan masih
Net Beli Asing Saham
menariknya imbal hasil di pasar modal negara-negara berkembang √ termasuk Indonesia. Di pasar obligasi, kenaikan risiko global akibat krisis sub prime
mortgage Amerika Serikat dan kenaikan harga minyak dunia Vol(Rp t)
Frek 10.000
300,00 Vol
Frek
250,00
9.000
Meskipun begitu, secara rata-rata yield SUN selama tahun 2007
8.000
masih tercatat menurun sebesar 17bps dari rata-rata tahun 2006.
7.000
200,00
6.000 150,00 100,00
IV-2007 semakin marak, terlihat dari frekuensi perdagangan SUN
4.000
yang terus meningkat. Secara rata-rata volume perdagangan SUN
2.000
tercatat sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yaitu
1.000
sebesar Rp5,5 triliun per hari. Sementara rata-rata frekuensi
Data per 28 Des 2007
0,00
Dari sisi pelaksanaan transaksi, perdagangan SUN selama triwulan
5.000
3.000
50,00
menyebabkan yield SUN di triwulan IV-2007 mengalami kenaikan.
0 Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des 2005 2006 2007
mengalami peningkatan dari 258,9 per hari pada triwulan III-2007 menjadi sebesar 279,5 per hari.
Grafik 3.18 Aktivitas Perdagangan SUN
Berbeda dengan triwulan sebelumnya, kepemilikan investor asing atas SUN kembali membukukan net beli di triwulan IV-2007.
22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007
Hal ini seiring dengan aksi Bank Sentral di seluruh dunia yang melakukan injeksi likuiditas serta menurunkan suku bunga sehingga mampu mengurangi tekanan di pasar SUN. Di triwulan IV-2007, net beli asing tercatat sebesar Rp 21,85 triliun. Sementara itu, sebagai counterpart, kelompok Bank Rekap, Bank non Rekap, Sekuritas dan lembaga lainnya masing-masing mengalami net jual sebesar Rp 10,6 triliun, Rp 32,3 triliun, Rp 4,9 triliun dan Rp 3,9 triliun. Sementara itu, di pasar reksadana, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana terus meningkat meningkat. Pada Desember 2007, NAB reksadana mencapai Rp 90,4 triliun yang dipicu oleh net inflow reksadana saham, ditambah dengan terbitnya reksadana saham berbasis Exchange Traded Fund (ETF). Kenaikan NAB tersebut merupakan imbas dari apresiasi di sisi harga maupun volume-nya. Dari sisi harga, hal tersebut tercermin dalam kenaikan harga pada underlying asset-nya terutama saham. Sedangkan dari sisi volume hal tersebut terindikasi dari net subscription (net inflow) baik dari produk reksadana lama maupun baru, termasuk penerbitan ETF pada Desember 2007. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pembiayaan dan pembentukan benchmark maturitas didalam negeri, pemerintah kembali menerbitkan SUN (jangka menengah dan panjang). Tercatat ada 5 kali lelang SUN baik perdana maupun reopening selama triwulan laporan. Dari lelang tersebut, pemerintah berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 6,6 triliun dari penawaran yang masih oversubscribe sebesar Rp 19,98 triliun. Hasil lelang yang relatif lebih sedikit dibandingkan target indikatifnya disebabkan oleh pemerintah yang sempat tidak memenangkan 1 kali lelang terkait dengan tingginya yield yang diminta peserta lelang saat itu. Kondisi demikian terkait dengan naiknya risiko global. Sementara itu, dalam upaya memperbaiki struktur utangnya, pemerintah terus melakukan buy back SUN dan debt switching. Buy back dilakukan khususnya terhadap SUN yang akan jatuh tempo sampai dengan 2 tahun ke depan. Pembelian kembali ini merupakan pelunasan sebelum jatuh tempo (redemption) dengan tunai. Selama triwulan laporan, hanya dilakukan 1 kali buy back SUN dan pemerintah berhasil melakukan pembelian kembali SUN sebesar Rp 1,2 triliun. Di lain pihak, dengan adanya perbaikan struktur melalui fasilitas debt switching diharapkan pengelolaan beban pemerintah atas utang-utang domestik yang akan jatuh tempo dapat diatur sehingga tidak akan terlalu memberatkan pada tahun anggaran tertentu. Oversubscribe Debt switching pada beberapa kali debt switching merupakan indikasi pasar SUN masih cukup diminati. Selain itu debt switching dapat diartikan sebagai komitmen pemerintah untuk memperbaiki benchmark jangka panjang dan menambah supply SUN tenor jangka panjang yang saat ini paling diminati khususnya saat suku bunga terus mengalami penurunan. Pada triwulan IV-2007, debt switching dilakukan 2 kali yaitu pada tanggal 2 Oktober 2007 dan 13 November 2007. Jumlah yang dimenangkan pemerintah adalah sebesar Rp 1,42 triliun dari jumlah penawaran yang masuk sebesar Rp 2,27 triliun dengan yield 9,79% dan 9,91%.
23