3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Tambakan (Helostoma temminckii) Klasifikasi ikan tambakan menurut Kottelat et al (1993) sebagai berikut : Kelas
: Actinopterygii
Subclas
: Teleostei
Ordo
: Ferciformes
subordo
: Anabantoidei
Famili
: Helostomatidae
Genus
: Helostoma
Spesies
: H. temminckii Cuvier, 1829
Nama lokal
: Ikan Biawan (Kalimantan barat) Tembakang ( Palembang ) Ikan Singkek/Bulan ( Riau )
Gambar 1. Ikan tambakan (H. temminckii) Sumber : Dokumentasi Pribadi
4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri berbentuk berlekuk tunggal, sementara sirip dadanya yang berjumlah sepasang juga berbentuk nyaris bundar. Kedua sisi tubuhnya terdapat gurat sisi, pola berupa garis tipis yang berawal dari pangkal celah insangnya sampai pangkal sirip ekornya. Kurang lebih ada sekitar 43-48 sisik yang menyusun gurat sisi tersebut. Ikan tambakan diketahui bisa tumbuh hingga ukuran 30 cm. Salah satu ciri khas dari ikan tambakan adalah mulutnya yang memanjang. Karakteristik mulutnya yang menjulur ke depan membantunya mengambil makanan semisal lumut dari tempatnya melekat. Bibirnya diselimuti oleh semacam gigi bertanduk, namun gigi-gigi tersebut tidak ditemukan di bagian mulut lain seperti faring, premaksila, dentary, dan langit-langit mulut. Ikan tambakan juga memiliki tapis insang (gill rakers) yang membantunya menyaring
partikel-partikel
makanan
yang
masuk
bersama
dengan
air.(www.Fishbase.org) 2.3. Habitat dan Distribusi Ikan tambakan senang hidup di perairan rawa (black fish) yang banyak tumbuhan air. Ikan ini dapat hidup pada perairan asam (pH 5,5-6,5) dan kadar oksigen yang relatif rendah (3-5 mg/L). Pada saat musim kemarau ikan ini cendrung tinggal di cekungan tanah pada perairan rawa (lebung) atau danau yang masih berisi air, sedangkan pada saat musim penghujan air tinggi menyebar di rawa yang lebih luas. Saat memijah (sebutan masyarakat Sumatra selatan “ngempas”) menuju tepi sungai yang landai sehingga mudah ditangkap. Penyebaran ikan ini di daerah sungai musi sering dijumpai di perairan Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Musi Rawas. Penyebaran geografi di dunia meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Thailand (Utomo dkk 2010 ).
5 2.4. Kebiasaan Makanan 2.4.1. Makanan dan Kebiasaan Makanan Makanan merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan, sedangkan macam makanan satu spesies ikan biasanya bergantung pada umur, tempat dan waktu. Kebiasaan makanan ikan adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimkan ikan. Sedangkan kebiasaan cara makan adalah halhal yang berhubungan dengan waktu, tempat dan cara mendapkan makanan (Effendi 1979). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa kebiasaan makanan pada ikan dibedakan atas empat
kategori berdasarkan persentase bagian terbesar yang terdiri dari
makanan utama, yaitu makanan yang biasanya dimakan ikan dan terdapat dalam jumlah yang sangat besar, makanan pelengkap, yaitu makanan yang ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada saluran pencernaan, dan makanan tambahan yaitu makanan yang berada pada saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat sedikit. Menurut Affandi dan Tang (2002) pada ikan-ikan yang berukuran yang sama, kapasitas lambung ikan berhubungan erat dengan kategori dan bentuk tubuh ikan. Pada ikan herbivora, ikan tidak memiliki lambung yang sesungguhnya sehingga fungsinya untuk menampung makanan digantikan oleh usus bagian depan. Usus bagian depan ini termodifikasi menjadi kantung yang membesar (menggelembung) dan selanjutnya disebut “lambung palsu”. Ikan mas merupakan salah satu ikan yang memiliki lambung palsu. Menurut Prianto et al (2006) kebiasaan makanan Ikan Biawan (H. temminckii) di Danau Sababila DAS Barito Kalimantan Tengah cenderung bersifat herbivora dengan makanan utamanya plankton. Hasil analisis dengan metode frekuensi kejadian diperoleh persentase makanan yang tertinggi adalah jenis Diatom (89,47 %), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %). Makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Untuk merangsang pertumbuhan yang optimal diperlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan cukup serta sesuai dengan dengan kondisi perairan. Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan digunakan untuk memelihara tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak (Effendie 2002).
6 2.5. Faktor Kondisi Menurut Lagler (1977) in Effendie (1979) faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokkan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi dan dari segi komersil berupa kualitas dan kuantitas daging ikan untuk dikonsumsi. Effendie (1979) menyatakan bahwa nilai faktor kondisi suatu jenis ikan dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad (TKG). Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali akan menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan karena sebagian dari makanan digunakan untuk perkembangan gonad. Menurut Lumbanbatu (1979) in Saepudin (1999) bahwa nilai faktor kondisi dapat dipengaruhi oleh aktifitas pemijahan atau kepadatan populasi ikan di suatu perairan. Ikan yang tinggal dalam lingkungan dengan tingkat kepadatan populasi yang tinggi akan memiliki nilai faktor kondisi yang relatif rendah. Faktor kondisi akan meningkat ketika kepadatan populasi dalam lingkungan tersebut berkurang. 2.6. Aspek Reproduksi Reproduksi pada ikan merupakan suatu tahapan penting dalam siklus hidupnya untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies (Effendie 2002). Menurut Nikolsky (1963) aspek-aspek reproduksi berupa faktor kondisi, nisbah kelamin, ukuran ikan pertama kali matang gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan diameter telur penting diketahui untuk kepentingan pengelolaan perikanan dan kelestarian spesies. Biologi reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek biologi yang terkait
dengan proses reproduksi, mulai dari diferensiasi seksual
hingga dihasilkannya individu baru (Affandi dan Tang 2002). 2.6.1. Nisbah Kelamin Menurut Bal dan Rao (1984), nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, yang mana nisbah 1:1 merupakan kondisi yang ideal. Akan tetapi sering kali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, antara lain karena adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antara jantan
7 dan betina, perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, penyebaran ikan jantan dan betina yang tidak merata, kondisi lingkungan serta faktor penangkapan. 2.6.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad antara lain dengan mengamati perkembangan gonad (Effendie 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat fisiologi ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah makanan, suhu dan arus (Lagler et al., 1977). Menurut Effendie (2002) penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi dan histologi. Penentuan secara morfologi dilihat dari bentuk, panjang dan warna, serta perkembangan isi gonad. Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari anatomi perkembangan gonadnya. Dalam proses reproduksi, awalnya ukuran gonad kecil, kemudian membesar dan mencapai maksimal pada waktu akan memijah, kemudian menurun kembali selama pemijahan berlangsung sampai selesai (Effendie 1979). Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikanikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan reproduksi (Effendie 2002). Pengetahuan TKG ini juga akan didapatkan keterangan waktu ikan itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Dengan memperhatikan perkembangan histologi gonadnya, akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan mendetail (Effendie 2002). 2.6.3. Indek Kematangan Gonad (IKG) Indek kematangan gonad (IKG) adalah angka (dalam persen) yang menunjukkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. IKG dapat menggambarkan ukuran ikan pada waktu memijah. Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada waktu akan terjadi pemijahan. Kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG ikan jantan (Effendie 2002).
8 2.6.4. Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah (Effendie 2002). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat di dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Royce (1972) mengemukakan bahwa fekunditas total diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama hidupnya, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan berat. Fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun itu pula (Nikolsky 1969). Menurut makmur et al (2003) ikan yang umurnya relatif lebih muda yang baru pertama kali memijah, fekunditasnya juga relarif lebih sedikit dibandingkan dengan ikan yang berumur relatif lebih tua yang telah memijah beberapa kali. Selain itu adanya fluktuasi fekunditas juga dapat disebabkan ikan-ikan yang didapat memiliki ukuran yang tidak sama, sehingga ikan yang berukuran lebih besar juga akan mempunyai fekunditas yang lebih besar. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total memperlihatkan bahwa semakin panjang tubuh ikan semakin besar pula fekunditasnya. Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di daerah permukaan sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil biasanya melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tanaman atau habitat lainnya (Nikolsky 1963). 2.6.5. Diameter Telur dan Pola Pemijahan Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur (Effendie 1997). Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat (total spawner), tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang (partial spawner) ada pada ikan yang berlangsung sampai beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis
9 tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula (Effendie 1979). Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama, menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam. Lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama besar menunjukkan waktu pemijahan yang pendek sedangkan ovarium yang mengandung telur masak dengan ukuran yang bervariasi menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terusmenerus (Hoar 1969 in Novitriana 2004). Menurut Brojo dkk (2001) gonad Pada TKG IV ikan mulai memasuki masa pemijahan, sebagian diameter telur sudah lebih besar dibandingkan dengan diameter telur gonad pada TKG III. 2.7. Kualitas Air Kondisi perairan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangbiakan suatu organisme. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Effendie 1979). Ikan - ikan di perairan tropik hidup pada lingkungan yang hangat dengan fluktuasi suhu yang kecil sehingga ikan - ikan tersebut cenderung memiliki pertumbuhan yang cepat dan siklus hidup yang singkat (Moyle & Cech 1988). Menurut Samuel et al. (2002), suhu perairan yang berada pada kisaran 25 - 29 0C masih berada dalam batas wajar dan tidak membahayakan kehidupan ikan di daerah tropik. Cholik et al. (1982) in Sinaga (1995) menyatakan bahwa suhu perairan di daerah tropik tidak banyak bervariasi dan yang terbaik untuk mendukung kehidupan organisme perairan berada pada kisaran 25 - 32 0C. Perubahan suhu lingkungan yang cepat dan besar akan berakibat fatal bagi ikan. Enzim dalam tubuh ikan yang berfungsi merangsang metabolisme hidup dalam batas suhu tertentu, akan berhenti beraktivitas jika terjadi perubahan suhu yang besar dan terjadi dalam waktu singkat (Jangkaru 2002). Semakin tinggi suhu semakin meningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik yang selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen. Suhu air maksimal yang dapat diikuti oleh perubahan suhu tubuh ikan adalah 40 0C (Jangkaru 2002). Kekeruhan dapat mempengaruhi proses fotosintesis karena bisa menghambat intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air. Selanjunya dapat
10 mempengaruhi pandangan dan pergerakan ikan sehingga ikan kesulitan untuk mencari makan, memijah, ataupun beruaya (intensitas cahaya matahari berperan sebagai perangsang alami untuk ikan dalam melakukan ruaya) yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ikan itu sendiri (Effendie 1997). Kekeruhan yang terjadi diduga disebabkan oleh adanya pencampuran massa air oleh angin dan arus pada saat terjadi banjir. Selain itu, banyaknya partikel lumpur yang terbawa arus juga mempengaruhi kekeruhan perairan. Faktor - faktor kimia perairan seperti pH, oksigen terlarut, dan alkalinitas dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan ikan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Fluktuasi pH suatu perairan sangat ditentukan oleh alkalinitas di perairan tersebut. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitasnya (Effendie 1997). Oksigen dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Oleh karena itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuan memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Kandungan oksigen dalam air tawar pada suhu 25 0C yaitu 5.77 - 8.24 mg/l dan mengalami penurunan pada suhu 30 0C yaitu 5.28 - 7.54 mg/l (Fujaya 2004). Perairan yang mengandung oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l mulai mengganggu kehidupan ikan (Jangkaru 2002).