METODE TANYA JAWAB DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-ANBIYÂ 7, AL-QÂRI’AH 1-2, AL-BAQARAH 28, ATTAKWÎR 26-27, AR-RAHMÂN 13, AL-BAQARAH 245)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Syifa Syarifah NIM 1112011000107
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
ABSTRAK Syifa Syarifah (1112011000107). Metode Tanya Jawab Dalam Al-Qur`ân (Tafsir Surat Al-Anbiyâ ayat 7, Al-Qâri’ah ayat 1-2, Al-Baqarah 27, AtTakwîr ayat 26-27, Ar-Rahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245) Al-Qur`ân merupakan pedoman hidup manusia dalam berbagai persoalan, demikian juga yang terkait dengan persoalan pendidikan. Terkait pendidikan tentunya tidaklah luput dari proses pembelajaran, metode pembelajaran, materi pembelajaran, evaluasi dan lain-lain. Metode pembelajaran tidak kalah pentingnya dari penguasaan materi pembelajaran. Dalam ayat al-Qur`ân, banyak kita temui ayat dengan jawabnya secara langsung. Hal ini mengindikasikan bahwasanya metode tanya jawab merupakan salah satu metode pembelajaran. Sebagaimana yang terkandung dalam Surat al-Anbiyâ ayat 7, al-Qâri’ah ayat 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr ayat 26-27, Ar-Rahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245. Namun pada pelaksanaan pembelajaran, metode tanya jawab semakin jarang digunakan oleh para pendidik. Pada proses pembelajaran siswa pun cenderung pasif dan minim rasa ingin tahu baik melalui membaca ataupun bertanya. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tafsir serta kandungan metode tanya jawab yang terdapat dalam surat al-Anbiyâ ayat 7, al-Qâri’ah ayat 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr ayat 26-27, ArRahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan dengan teknik analisis deskritif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan pembahasan dan permasalahanya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya. Bedasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya dalam Surat Al-Anbiyâ ayat 7, Al-Qâri’ah ayat 1-2, Al-Baqarah 27, At-Takwîr ayat 26-27, Ar-Rahmân ayat 13, Al-Baqarah ayat 245 mengindikasikan adanya metode tanya jawab. Pada surat al-Anbiyâ ayat 7, terdapat perintah untuk bertanya apabila seseorang tidak mengetahui akan suatu hal. Sedangkan dalam menggunakan metode tanya jawab, pendidik dapat menggunakan jenis-jenis pertanyaan seperti pertanyaan yang meminta perhatian, pertanyaan yang mengandung peringatan, pertanyaan ta’ajjub, pertanyaan analisa, pertanyaan argumentasi, pertanyaan yang mengarahkan dan pertanyaan yang diberikan saat diawal pelajaran, ditengan pelajaran, dan diakhir pelajaran.
Kata kunci: Metode Tanya Jawab.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alâmîn. Demikianlah ucapan yang bisa penulis ucapkan sebagai rasa syukur penulis kepada Allah Swt atas segala rahmat, anugerah dan ridhoNya lah skripsi yang berjudul “Metode Tanya Jawab dalam al-Qur‟ân (Kajian Tafsir Surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri‟ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, alBaqarah 245)” bisa terselesaikan. Karena dengan nikmat kesehatan dari-Nya lah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada kekasih Allah, pejuang agama Islam, nabi akhir zaman, guru terhebat sepanjang sejarah dan uswah hasanah bagi umatnya yaitu nabi besar kita Muhammad Saw, dan juga kepada keluarga, sahabat dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis tidaklah menyelesaikan dengan sendirian. Akan tetapi banyak pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Baik dalam bentuk bimbingan, arahan, motivasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada; 1. Rektor Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. 2. Ketua Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Abdul Majid Khan, M.Ag. 4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Abdul Ghofur, MA. yang senantiasa telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
ii
5. Dosen Pembimbing Akademik, Ibu Marhamah Saleh, M.A., yang telah memberikan banyak nasihat, serta saran kepada penulis selama masa perkuliahan. 6. Seluruh Dosen Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Untuk orang tuaku tercinta, Ayahanda Saljum Siregar, S.Pd dan Ibunda Arwati, S.Pd, bukan hanya materi yang telah beliau berdua beikan tetapi juga do‟a dengan penuh ketulusan dari ayah dan mama serta motivasi dan dukungan moril dalam setiap langkah penulis khususnya dalam penulisan skripsi ini. 8. Kepada adik ku Ahmad Balyan yang karena candaan dari-nya lah maka penulis pun termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 9. Kepada segenap keluargaku, ua, tulang, nantulang, bou, amaboru, abang, kaka, dan adik yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini 10. Untuk segenap keluarg besar PAI UIN‟12 khususnya PAI C UINJKT yang senantiasa bersama-sama berjuang, dan berjuang bersama dan saling bertukar pikiran dalam pengerjaan skripsi ini. 11. Tak lupa pula kepada sahabat yang selalu mensupport, menemani, berkeluh kesah selama penulisan skripsi ini, terimakasih kepada Rini F, Ranty TK, Fuji I., Zairina, Nurmala, serta Een H. 12. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatunya. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan atas kerja sama, dukungan, bantuan, dorongan dan kesetiaan selama ini. Sekali lagi penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. حسَنَ الْجَزَاء ْ َجَزَاكُمُ اهللُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَ ا
Jakarta, 20 Desember 2016
Syifa Syarifah
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Transliterasi kata-kata Arab dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Huruf Latin
ا ث ح خ ذ
Tidak dilambangkan Ś ḥ Kh Ż
ش ص ض
Sy ș đ
Huruf Arab ط ظ ع غ ة
Huruf Latin ţ ť „ ģ h
2. Vokal Tunggal Tanda
Huruf Latin
Tanda dan Huruf
Huruf Latin
A
ۑﱻ
ai
I
َ و ُ ی
au
u 3. Madd (Panjang) Harakat dan Huruf
Huruf Latin
ۑﱯ
î
ىﻮ ُ
û
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ................................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. iv DAFTAR ISI ............................................................................................................ v BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 10 C. Pembatasan Masalah...................................................................................... 10 D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 10 E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 11 F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ................................................................ 11 BAB II : KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Metode Tanya Jawab ................................................................... 12 B. Tehnik Penggunaan Metode Tanya Jawab .................................................... 15 C. Prosedur Pelaksanaan Metode Tanya Jawab ................................................. 22 D. Implementasi Metode Tanya Jawab .............................................................. 29 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian .......................................................................... 31 B. Metode Penelitian .......................................................................................... 31 C. Fokus Penelitian............................................................................................. 33 D. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 34 BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tafsir Surat Al-Anbiyâ ayat 7, Al-Qâri‟ah ayat 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245 1. Tafsir Surat Al-Anbiyâ ayat 7
v
a. Teks Ayat dan Terjemah Surat Al-Anbiyâ 7 ..................................... 37 b. Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 37 c. Tafsir Surat Al-Anbiyâ ayat 7 ........................................................... 38 2. Tafir Surat Al-Qâri‟ah 1-2 a. Teks dan Terjemahan Surat Al-Qâri‟ah ayat 1-2............................... 47 b. Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 48 c. Tafsir Surat Al-Qâri‟ah 1-2 ............................................................... 48 3. Tafir Surat Al-Baqarah ayat 28 a. Teks dan Terjemahan Surat Al-Baqoroh ayat 28 .............................. 52 b. Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 53 c. Tafsir Surat Al-Baqoroh ayat 28 ....................................................... 54 4. Tafir Surat At-Takwîr ayat 26-27 a. Teks dan Terjemahan Surat At-Takwîr ayat 25-27 ........................... 57 b. Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 58 c. Tafsir Surat At-Takwîr ayat 26-27 .................................................... 58 5. Tafir Surat Ar-Rahmân ayat 13 a. Teks dan Terjemahan Surat Ar-Rahmân ayat 13............................... 61 b. Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 61 c. Tafsir Surat Al-Rahmân ayat 13 ........................................................ 62 6. Tafir Surat Al-Baqarah 245 a. Teks dan Terjemahan Surat Al-Baqarah 245 .................................... 65 b. Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 65 c. Tafsir Surat Al-Baqarah 245.............................................................. 66 B. Analisis Metode Tanya Jawab yang terdapat dalam surat Al-Anbiyâ 7, AlQâri‟ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245 1. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Anbiyâ ayat 7 .............................. 69 2. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Qâri‟ah ayat 1-2 .......................... 72 3. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Baqarah ayat 28 .......................... 75 4. Metode Tanya Jawab dalam Surat At-Takwîr ayat 26-27 ....................... 77 5. Metode Tanya Jawab dalam Surat Ar-Rahmân ayat 13 .......................... 79
vi
6. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Baqarah ayat 245 ........................ 81 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................... 85 B. Implikasi ........................................................................................................ 88 C. Saran .............................................................................................................. 88 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 90 LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidaklah luput dari masalah pendidikan. Maka dari itu debat akademik menganai pendidikan tidak pernah selesai. Hal inilah yang membuat perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari nilai-nilai luhur yang dicita-citakan. Manusia juga mampu membuat pertanyaan-pertanyaan yang menjadikan perkembangan pendidikan semakin maju dan semakin modern untuk mencari makna luhur yang dita-citakan tersebut. Akan tetapi, manusia belum mendapatkan jawaban final yang memuaskan hidupnya.1 Sebagaimana diketahui al-Qur`ân adalah mukjizat yang diturunkan Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang benar. Al-Qur`ân merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam berbagai persoalan kehidupan. Karena al-Qur`ân merupakan kitab universal dan menyeluruh yang berlaku untuk semua kehidupan manusia dari berbagai aspek kehidupan. Kitab suci al-Qur`ân juga diperkuat dengan kemujuan ilmu pengetahuan.2 Al-Qur`ân disebut juga al-Kitâb, adalah wahyu–wahyu-Nya yang diturunkan Allah kepada rasulnya melalui perantara malaikat Jibril, untuk disampaikan kepada manusia.3 Al-Qur`ân merupakan petunjuk bagi manusia, didalamnya juga terdapat berbagai macam solusi untuk berbagai permsalahan kehidupan. Islam telah mengatur segala kehidupan manusia dari hal yang terkecil maupun persoalan yang besar, dan tak terkecuali persoalan pendidikan.
1
Mastuhu, Memperdayakan Sistem Penddikan Islam, (Ciputat, Logos; 1999), h. 29 Manna Khalil al-Qattan, buku Studi Ilmu – Ilmu Qur‟an terj. Dari Mabaahist fii „Ulumil Qur‟an oleh Mudzakir AS, (Bogor; Pustaka Litera Antar Nusa, 2010). Cet. 13, h 1 3 Hamka, Tafsir Al Azhar, ( Jakarta, Pustaka Panjimas; 2001 ), h. 9 2
1
2
Isi kandungan al-Qur`ân mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Didalamnya tak hanya dibahas soal akidah melainkan juga soal hukum. AlQur`ân juga bukan hanya membahas sejarah umat terdahulu namun juga soal etika dan akhlak. Al-Qur`ân membahas nilai etis dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan. Disebut nilai etis karena al-Qur`ân misalnya tak membahas soal sistem pemerintahan dan sistem ekonomi tertentu.4 Hal ini menyatakan bahwa al-Qur`ân merupakan kitab yang dijadikan pedoman dan dijadikan rujukan dalam berbagai hal dan permasalahan kehidupan. Tak terkecuali dalam hal pendidikan khususnya pendidikan Islam. Pendidikan Islam hendaklah merujuk kepada al-Qur`ân dalam berbagai hal. Seperti, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sikap pendidik dan peserta didik, dan lain sebagainya. Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses transfer budaya dari generasi tua kepada generasi muda, maka proses turunnya al-Qur`ân merupakan panduan bagi umat Islam dan secara kesuluruhan merupakan bagian dari proses pendidikan. Ini disebabkan setiap kali rasulullah menerima wahyu langsung disampaikan kepada pengikutnya. Selain itu al-Qur`ân diturunkan secara berangsur-angsur sebagaimana proses pendidikan yang berlangsung secara perlahan. Dengan demikian maka nabi Muhammad Saw adalah pendidik utama dalam Islam. Bahkan dalam beberapa ayat al-Qur`ân ditegaskan bahwa tugas rasul adalah yang mengajarkan kitab, hikmah, dan segala yang tidak diketahui umatnya.5 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 129;
Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah di tengah
mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat4
Lilik Ummu Kaltsum dan Abdul Maqsith Ghazali, Tafsir Ahkam, (Ciputat, UIN PRES; 2015), h. 10 5 Profesi Guru dalam Lintasan Sejarah Islam (Refleksi Undang-Undang Guru dan Dosen, Nizamia Jurnal Pendidikan Islam, Vol 9 Nomor 1 tahun 2006, h. 41
3
Mu, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka dan mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” Selanjutnya Firman Allah yang terdapat dalam surat Al-Jumu’ah 2;
Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (as Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata Adapun Moh. Arifin dalam bukunya Ilmu Pedidikan Islam berpendapat bahwa: “pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara
sadar
mengarahkan
dan
membimbing
pertumbuhan
serta
perkembangan fitrah peserta didik melalui ajaran Islam kearah titik pertumbuhan dan perkembangannya”.6 Selain itu, Omar Muhammad al- Toumy al-Syaibani berpendapat bahwa pendidikan adalah: “Proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakt, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi – profesi asasi dalam masyarakat”7 Ali Khalil al-Ainaini juga memberikan pendapatnya terkait dengan pendidikan yaitu sebagai berikut: “Pendidikan Islam berusaha menjadikan peserta didiknya menjadi hamba Allah yang sholeh, menjadi muslim dan mukmin, yang hanya mengharapkan keridhoan Allah, berpikir sampai ketingkat ma’rifat Allah, 6 7
h. 28
Moh. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Bui Aksara; 1989), h. 22 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Rawamangun, Kencana Prenada Media Grup; 2010),
4
memegang teguh sunnah, dan tidak memperturutkan hawa nafsu, tidak mau bertaqlid, memiliki pribadi yang seimbang, berpegang teguh dengan nama Allah, sehat jasmani, berakhlak, berjiwa seni dan berjiwa social.”8 Pendidikan Islam merupakan suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT., cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan Negara serta agama.9 Sedangkan tujuan pendidikan Islam, Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-Asas Pendidikan Islam mengatakan bahwasanya tujuan pendidikan Islam tidak lah terlepas dari pada tujuan hidup manusia.10 Adapun tujuan hidup manusia tidak lain adalah menyembah kepada Allah SWT. sebagaimana Firman Allah dalam surat adz-Dzariyât ayat 56:
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. Hal ini dikarenakan tujuan hidup manusia merupakan sasaran daripada tujuan pendidikan Islam yaitu menyembah kepada Allah. Pendidikan lebih mengarahkan tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan kepribadian manusia yang memiliki ruang lingkup pada proses yang mempengaruhi dan membentuk kemampuan kognitif, dan afektif serta psikomotorik dalam diri manusia.11 Adapun menurut penulis pendidikan merupakan cara untuk terwujudnya peserta didik yang taqwa dan hanya menyembah kepada Allah Swt dan menjadi manusia yang berilmu serta berkepribadian yang cakap. Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untuk mengantarkan pendidikan kepada tujuannya. Bagaimana pun baik dan 8
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h. 120 Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2002), h 3 10 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta, Pustakan al-Husna, 2008), h. 27 11 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2010), cet. 5, h 91 9
5
sempurnya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak akan berarti apa-apa jika
tidak
memiliki
metode
atau
cara
yang
tepat
dalam
proses
pembelajarannya. Ketidak tepatan memilih metode secara praktis akan menghambat proses pembelajaran, yang akhirnya justru berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara percuma. Metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Metode merupakan persoalan esensial pendidikan Islam, yaitu tujuan pendidikan dapat tercapai secara tepat, apabila jalan yang ditempuh menuju cita-cita itu betul-betul tepat.12 An-Nadwi mempertegas bahwa pendidikan dan pengajaran ummat Islam itu harus bersumber kepada aqidah Islamiya. Menurut beliau lagi sekiranya pendidikan ummat Islam itu tidak didasari kepada aqidah yang bersumber kepada al-Qur`ân dan al-Hadits, maka pendidikan itu bukanlah pendidikan Islam, tetapi pendidikan asing.13 Oleh sebab itu maka pendidikan Islam hendaknya didasari oleh al-Qur`ân dan al-Hadits dikarenakan al-Qur`ân dan al-Hadits merupakan dasar dari pendidikan Islam. Pengajaran lebih menitik beratkan usahanya kearah terbentuknya kemampuan intelektual yang maksimal dalam menerima, memahami, mengahayati, dan menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan.14 Proses pembelajaran dapat diartikan bukan hanya proses transformasi ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman dan keterampilan kepada peserta didik, melainkan juga menggali, mengarahkan dan membina seluruh potensi yang ada dalam diri peserta didik, sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Proses pembelajaran tersebut harus berjalan secara efektif yaitu proses pembelajaran yang, menyenangkan, bergairah dan penuh motifasi tidak membosankan serta menciptakan kesan yang baik pada diri peserta didik.15
12
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta, Ar Ruzz Media, 2014),h 103 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h 281 14 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2010), cet. 5, h 91 15 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Presfektif Al-qur‟an, (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005), h 225 13
6
Proses pembelajaran merupakan inti dari pendidikan. Yang mana pendidik sebagai aktor utama dalam proses pembelajarannya.
Proses
pembelajaran banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dapat terjadi dalam berbagai model, pendekatan, maupun metode pembelajaran yang akan digunakan.16 Dengan demikian seorang pendidik hendaknya memperhatikan betul halhal inti dalam proses pembelajaran, untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Seorang pendidik tidak hanya sekedar menguasai materi yang akan diajarkan. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pembelajaran pun harus dikuasai oleh seorang pendidik, tidak hanya penguasaan materi saja, pendidik juga harus menguasai metode pembelajaran yang akan digunakan pada proses pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan hal yang perlu dikuasai oleh seorang pendidik. Karena melalui metode seorang pendidik bisa mengantarkan kepada hasil yang diharapkan oleh pendidik dan tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk itu seorang pendidik hendaknya menguasai berbagai metode yang akan digunakan dalam suatu mata pelajaran, seperti bercerita, bertanya, mendemonstrasikan, mencobakan, memecahkan masalah, mendiskusikan yang digunakan oleh ahli pendidikan islam pada zaman dahulu sampai sekarang, dan mempelajari prinsip metodologi dalam ayat-ayata al-Qur`ân dan asSunnah Rasulullah.17 Demikian juga Omar at-Toumy as-Syaibany dalam bukunya Filsafat Pendidikan menyebutkan beberapa metode pembelajaran diantaranya; metode pengajaran sambil bekerja, metode cerita, metode tauladan yang baik, metode pengajaran dari sejarah, metode pemberian perumpamaan (amstal), metode menarik dan menakutkan, metode dialog dan tanya jawab.18 Adapun Abd. Rahwan an-Nahlawi menggali prinsip-prinsip mengajar dalam al-Qur`ân. Dari hasil tersebut ia temukan berbagai metode
16
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h 4 17 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h 280 18 Omar Muhammad al-Toumy al-Syaybany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. (Jakarta, Bulan Bintang; 1979), h. 568
7
pembelajaran dalam al-Qur`ân yang dapat menggungah perasaan dalam rangka menambahkan rasa iman dan cinta kepada Allah SWT., rasa nikmatnya beribadah, rasa hormat kepada orang tua dan sebagainya.19 Dalam al-Qur`ân tidak sedikit ayat-ayat dalam bentuk pertanyaan atau yang kita kenal dengan al-Istifhâmu fil Qur‟an, baik pertanyaan dengan menggunakan
adawâtul
Istifhâm
ataupun
dengan
pertanyaan
yang
jawabannya lebih umum dari pertanyaannya, ataupun pertanyaan dengan jawaban yang lebih sempit dari apa yang ditanyakannya.20 seperti yang terdapat dalam al-Qur`ân diantaranya Qur’an surat al-A’rof ayat 172:
Artinya: Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belulang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka seraya berfiman: “Bukankah Aku ini tuhanu?” mereka menjawab: Betul Engkau tuhan kami, kami bersaksi,” (kami melakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”. Selanjutnya yang terdapat dalam Qur’an surat al-Ankabut 61:
Artinya: Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?”, pasti mereka akan menjawab “Allah”. Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran).
19
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2014), edisi baru, h. 428 Manna Khalil al-Qattan, buku Studi Ilmu – Ilmu Qur‟an terj. Dari Mabaahist fii „Ulumil Qur‟an oleh Mudzakir AS, (Bogor; Pustaka Litera Antar Nusa, 2010). Cet. 13, h. 290 20
8
Ayat-ayat di atas merupakan ayat dalam bentuk pertanyaan. ayat dalam bentuk pertanyaan pun masih banyak lagi selain dari ayat-ayat tersebut di atas. Ayat-ayat al-Qur`ân dalam bentuk tanya jawab bukanlah tanpa maksud dan tujuan. Ayat al-Qur`ân dalam bentuk tanya jawab tentu memiliki maksud dan tujuan di dalamnya. Dengan demikian dapat di pahami bahwasanya ayat-ayat dalam bentuk pertanyaan mengindikasikan bahwasanya tanya jawab merupakan suatu proses pembelajaran dan merupakan metode pembelajaran. Moh. Uzer Usman dalam bukunya menjadi pendidik profesional, terdapat 6 keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu; keterampilan bertanya (questioning skills), keterampilan memberi penguatan (reinforcement skills), keterampilan mengadakan variasi (variation skills), keterampilan menjelaskan (explaining skills), keterampilan membukan dan menutup pelajaran (set induction and closure), keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, keterampilan mengejar perseorangan. Keterampilan bertanya menjadi point pertama, hal tersebut dikarenakan bertanya dalam proses belajar mengajar menjadi hal yang penting karena pertanyaan yang tersusun dengan baik dan tehnik yang tepat akan memberikan dampak positif bagi peserta didik. 21 Seorang pendidik pun hendaknya bisa memotivasi peserta didiknya untuk berani bertanya agar tidak sesat dijalan, hal demikian pernah berkalikali dilakukan oleh Nabi Saw dalam mengajarkan sesuatu pengertian atau pengetahuan keimanan, ke-islaman ataupun ke-ihsanan serta masalah hukum syara‟ dan lain sebagainya.22 Dengan demikian kemampuan bertanya amatlah diperlukan bagi seorang pendidik. Seorang pendidik haruslah bisa mengajak peserta didiknya untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Dengan berkembangnya zaman tidak hanya teknologi saja yang berkembang, metode pembelajaran pun semakin berkembang. Hal ini terbukti dengan banyaknya metode baru yang digunakan dalam proses pembelajaran.
21
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h 74 22 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 1997), h 120
9
hal ini pun menjadikan seorang pendidik mulai jarang menggunakan metode tanya jawab ini dan lebih senang menggunakan metode-metode yang baru.23 Dalam proses pembelajaran, pertanyaan baik yang datang dari peserta didik maupun yang datang dari pendidik memiliki keutamaannya tersendiri. Karena pertanyaan yang datang dari seorang pendidik dapat menggugah rasa ingin tahu peserta didik lebih mendalam lagi. Melalui pertanyaan pendidik juga mengajak peserta didiknya untuk berfikir dan tidak pasif selama proses pembelajaran. Karena tak jarang dari peserta didik yang cenderung pasif dan menerima sepenuhnya materi yang diberikan oleh pendidik tanpa menggali lebih dalam lagi terkait materi yang berikan oleh pendidik baik melalui embaca ataupun bertanya.24 Sedangkan pertanyaan dari seorang peserta didik merupakan bentuk bahwasanya peserta didik tersebut merespon akan materi yang diberikan oleh pendidik. Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwasanya at-Thoriqu ahammu minal mâddah (metode lebih penting dari pada materi). Selain itu alQur`ân merupakan pedoman kehidupan manusia dan juga sumber pendidikan Islam. Dengan demikian pemilihan metode pembelajaran menjadi point penting yang harus diperhatikan oleh pendidik. Mengingat bahwasanya alQur`ân dan as-Sunnah merupakan sumber pendidikan Islam maka metode pembelajaran pun hendaknya bersumber dari al-Qur`ân dan as-Sunnah. Berangkat dari latar belakang serta uraian masalah tersebut maka penulis mengabil judul ”METODE TANYA JAWAB DALAM AL-QUR’ÂN (KAJIAN TAFSIR SURAT AL-ANBIYÂ
7, AL-QÂRI’AH 1-2, AL-
BAQARAH 28, AT-TAKWÎR 26-27, AR-RAHMÂN 13, AL-BAQARAH 245)”
23 24
Pengalaman PPKT Pengalaman PPKT
10
B. Identifikasi Masalah a. Pendidik mulai jarang menggunakan metode tanya jawab dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran agama Islam. b. Kurangnya pengetahuan tentang metode-metode pembelajaran yang terdapat dalam al-Qur`ân khususnya metode tanya jawab. c. Masih banyaknya dari peserta didik yang minim rasa ingin tau dan menggali lebih dalam terkait materi yang diberikan pendidik.baik melalui membaca ataupun bertanya.
C. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya identifikasi masalah di atas, penulis akan membatasi beberapa hal yang berkatian dengan masalah, yaitu: 1. Tafsir surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 2627, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 2. Metode Tanya Jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, alBaqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245
D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana penafsiran dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, alBaqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245? 2. Bagaimana analisis metode tanya jawab yang terkandung dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245? 3. Bagaimana implementasi metode tanya jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, alBaqarah 245 pada proses pembelajaran?
11
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Tafsir surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 2. Metode tanya jawab yang terkandung dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 3. Bagaimana implementasi metode tanya jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 pada proses pembelajaran?
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Adapun manfaat dan kegunaan : 1. Menambah khazanah keilmuan pada bidang tafsir pendidikan, serta membuka kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut dan peninjauan kembali dari hasil penelitian ini. 2. Memberi sumbangsih pemikiran terkait konsep dan teori tentang pendidikan dalam al-Qur`ân, serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami al-Qur`ân sebagai petunjuk. 3. Bisa dijadikan acuan dan bahan pertimbangan bagi seorang pendidik dalam memilih metode pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun pendidikan non formal 4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat terkait dengan metode tanya jawab yang terkandung dalam al-Qur`ân
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Pengertian Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah metode yang sering dipakai oleh para nabi dan para rosul Allah dalam mengajarkan agama kepada ummatnya. Bahkan par ahli pikir atau filsuf pun banyak mempergunakan metode tanya jawab. Oleh karena itu, metode ini termasuk metode yang paling tua dalam dunia pendidikan/pengajaran disamping metode cermah. Efektifitas metode ini lebih besar dari metode-metode yang lain, apalagi jika dibanding dengan metode yang bercorak one man one show seperti pidato, ceramah, dan sebagainya. Dengan tanya jawab, pengertian dan pengetahuan anak didik dapat lebih dimantapkan sehingga segala bentuk kesalah pahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari.1 Metode tanya jawab dapat membimbing orang yang ditanya untuk mengemukakan kebenaran dan hakikat yang sesungguhnya.2 Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan, yang dikemukakan oleh pendidik yang harus dijawab oleh peserta didik. Menurut sejarahnya metode ini termasuk metode yang tertua. Socrates yang hidup pada tahun 469-399 SM misalnya, telah menggunakan metode tanya jawab ini dalam mengembangkan pemikiran filsafatnya serta dalam mengajarkannya kepada masyarakat Yunani saat ini.3 Metode tanya tanya jawab merupakan suatu cara mengajar dimana seorang pendidik mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah
1
Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2010), h 172 2 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, KENCANA, 2008), h 187 3 Abuddin Nata, Presfektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta, KENCANA, 2014), h 182
12
13
mereka baca. sedangkan peserta didik memberikan jawaban berdasarkan fakta.4 Metode tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan peserta didik memberikan jawaban, atau sebaliknya peserta didik diberi kesempatan bertanya dan pendidik yang menjawab pertanyaan. Dalam proses pembelajaran melalui tanya jawab, pendidik memberikan pertanyaan–pertanyaan atau peserta didik diberikan kesempatan untuk bertanya terlebih dahulu pada saat proses pembelajran, pada saat memulai pembelajaran, pada saat pertengahan atau pada akhir pembelajaran.5 Dalam praktiknya, metode tanya jawab ini dimulai dengan mempersiapkan pertanyaan yang diangkat dari bahan pelajaran yang akan diajarkan, mengajukan pertanyaan, menilai proses tanya jawab yang berlangsung, dan diakhiri dengan tindak lanjut. Berbagai pertanyaan yang dituangkan dalam bahan tanya jawab tersebut dapat dirumuskan dengan fokus pada ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, dan aspek-aspek lainnya yang terdapat dalam ranah kognitif.6 Metode tanya
adalah metode yang banyak digunakan dalam al-
Qur`ân. Tipe pertanyaan yang diajukan memiliki berbagai dimensi, misalnya dalam rangka titik awal penjelasan sesuatu lebih lanjut, dalam rangka menciptakan dialog guna memperdalam/mempelajari persoalan dan sebagainya7. Pertanyaan sebagai titik awal perbincangan misalnya alQur`ân dalam surat al-Baqarah ayat 30, yaitu:
َ (سورة ْها ِي ُ ف ِد ْس ُف ْ ي َن َ م ْها ِي ُ ف َل ْع َج َت ا )03 :البقرة
4 5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2015), h 282 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2002),
h 43 6
Abuddin Nata, Presfektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009), cet 1, h 183 7 Ahmad Syar‟i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2011), h 72
14
Artinya: Apakah Engkau akan menciptakan makhluk yang akan membeuat kerusakan di muka bumi? Dalam sejarah islam metode tanya jawab ini pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau mengutus sahabat Mu‟az bin Jabal untuk menjadi hakim dinegeri Yaman. Rasululloh SAW bertanya kepada Mu‟az melalui sabdanya yang berbunyi:8
Artinya: Bagaimana (Mu‟az) engkau memutuskan apabila datang kepada dirimu suatu perkara? Mu‟az menjawab: aku putuskan berdasarkan Kitabulloh. Jika aku tidak temukan hukumnya dalam al-Qur`ân maka berdasarkan sunnah Rasululloh. Jika aku tidak menemukannya dalam sunnah Rasululloh, maka aku berijtihad denga pendapatku, dan aku tidak akan mengabaikan (perkara itu). Lalu Rasulullah mengusap-usap pundak Mu‟az seraya bersabda: segala puji bagi Allah yang memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah kepada sesuatu yang diridhoi Allah Metode tanya jawab banyak digunakan karena dapat menarik perhatian, merangsang daya pikir, membangun keberanian, melatih kemampuan bicara, dan berpikir secara teratur, serta sebagai alat untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik secara obyektif.9 Antara metode tanya jawab dengan metode diskusi memiliki segi-segi perbedaan. Kalau pada metode tanya jawab, pendidik pada umumnya menanyakan kepada peserta didik apakah mereka telah mengerti dan memahami pelajaran yang telah diberikan dan bagaimana proses pemikiran yang dipakai oleh peserta didik. Dalam metode diskusi, 8
Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta, Grafindo Persada, 1995), h 64 9 Abuddin Nata, Presfektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta, KENCANA, 2014), h 183
15
pertanyaan pendidik lebih dititik beratkan untuk merangsang peserta didik berpikir abstrak dan kompleks serta jawaban atas pertanyaan tersebut diharapkan tidak bersifat tunggal atau mutlak adanya, akan tetapi dapat mengandung alternative dan penafsiran yang berbeda-beda.10 Tanya jawab merupakan metode pembelajaran yang dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan. Metode tanya jawab mengajakan peserta didiknya untuk berpikir kritis dan bahkan mengajak peserta didiknya untuk menganila suatu hal. Metode tanya jawab juga dapat mejadikan peserta didik lebih interaktif lagi.
B. Tehnik Penggunaan Metode Tanya Jawab Sebelum masuk kepada tehnik penggunaan metode tanya jawab, hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu kriteria orang yang memeberikan pertanyaan, maksudnya sebuah pertanyaan itu biasanya datang atau berasal dari siapa saja?. Imam Syathibi mengungkapkan bahwa pertanyaan itu ada dua yaitu, Pertanyaan yang berasal dari seorang yang berilmu dan berasal dari orang yang tidak berilmu. Adapun maksud dari orang yang berilmu adalah mujtahid (ahli ijtihad), sementara orang yang tidak berilmu adalah muqallid (pengikut). Terhdap kedua jenis pertanyaan ini, orang yang ditanya juga ada dua macam yaitu orang yang tahu dan yang tidak tahu. Sehingga jenis pertanyaan itu ada empat, yaitu: 1. Pertanyaan yang datang dari orang yang berilmu. Biasanya jenis pertanyaan ini diberikan pada empat kondisi, yaitu: 1) untuk meyakinkan apa yang ia ketahui, 2) menghilangkan ambiguitas yang menyelimutinya, 3) mengingat-ingat sesuatu yang dikhawatirkan lupa, 4) memperingatkan orang yang ditanya atas kesalahan yang dia ucapka ketika mengajar, 5) untuk mewakili orang-orang yang hadir atau yang sedang belajar, 6) untuk mengejar ilmu yang sekiranya terlewat. 2. Pertanyaan dari seorang peserta didik kepada peserta didik lainnya. Pertanyaan ini terjadi pada empat kondisi: 1) untuk mengulangi 10
op. cit, h 61
16
pelajaran yang didapatnya, 2) meminta ilmu yang belum pernah diketahui dari orang lain yang sudah mengetahui, 3) Sebagai latihan dalam membahas berbagai permasalahan sebelum pembelajaran., 4) untuk lebih memahami apa yang disampaikan pendidik.11 3. Pertanyaan seorang pendidik kepada peserta didik lainnya. Pertanyaan jenis ini terjadi pada empat kondisi: 1) memperingatkan si peserta didik terhadap hal samar yang harus dijelaskan, 2) menguji sejauh mana peserta didiknya mengetahui pembelajaran tersebut, 3) meminta bantuan si peserta didik jika ternyata dia memiliki pengetahuan lebih, 4) memperingatkan si peserta didik supaya menggunakan ilmu yang telah dikuasainya sebagai perantara untuk meraih ilmu yang belum dikuasainya. 4. Pertanyaan yang berasal dari seorang peseta didik kepada pendidik.12 Pertanyaan dari orang yang berilmu (sudah mengetahuinya), pertanyaan dari peserta didik ke peserta didik lainnya, pertanyaan peserta didik kepada pendidiknya, dan pertanyaan dari pendidik kepada peserta didiknya merupakan pertanyaan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran. seorang peserta didik yang sudah memahami sebuah materi pelajaran bukan berarti peserta didik itu tidak akan bertanya, bisa jadi ia akan bertanya untuk lebih meyakinkan apa yang ia pahami. Bertanya merupakan salah satu cara dalam pembelajaran. Tanpa bertanya tidak akan ada proses pembelajaran. Karena dalam setia proses pembelajaran seorang pendidik perlu memberikan pertanyaan kepada peserta didiknya. Pertanyaan akan memancing kita untuk berfikir. Proses pencerahan didalam diri peserta didik juga baru terjadi kalau kita mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri. Dengan demikian kemampuan bertanya merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, baik untuk mengajukan pertanyaan kepada peserta didik 11
Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad sang guru terj. dari Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim oleh. Agus Hudlori, (Temanggung, Armasta, 2015), h. 191 12 ibid, h. 192
17
dan membuat peserta didik termotivasi untuk bertanya, serta kemampuan pendidik dalam menjawab peserta pertanyaan.13 Jika sebelumnya jenis pertanyaan itu dilihat dari siapa yang memberikan pertanyaan, maka terdapat juga jenis pertanyaan dari segi pertanyaan itu sendiri, yaitu: 1. Jenis-jenis pertanyaan yang baik a. Pertanyaan menurut maksudnya 1) Pertanyaan
permintaan
(compliance
question),
yakni
pertanyaaan yang mengharapkan agar peserta didik mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan. Contoh: Dapatkah kamu tenang agar suara bapak (ibu) bisa didengar oleh kalian? 2) Pertanyaan retoris (rethorical question) yaitu pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban, tetapi dijawab sendiri oleh pendidik. Hal ini merupakan teknik penyampaian kepada peserta didik. Contoh: “Siapakah yang menciptakan manusia dan alam semesta?” 3) Pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question), yaitu pertanyaan yang diajukan untuk member arah kepada peserta didik dalam proses berpikirnya. Hal ini dilakukan apabila pendidik mengehendaki agar memperhatikan dengan seksama bagian tertentu atau inti pelajaran yang dianggap penting. Dari segi yang lain, apabila peserta didik tidak dapat menjawab atau salah menjawab, pendidik
melanjutkan
pertanyaan lanjutan yang akan mengarahkan atau menuntun proses berpikir peserta didik dapat menemukan jawaban bagi pertanyaan pertama tadi. 4) Pertanyaan menggali (probing question), yaitu pertanyaan lanjutan yang akan mendorong peserta didik untuk lebih mendalami jawbannya terhadap pertanyaan pertama. Dengan 13
Zulfiandri, Qualitan Teaching,(Jakarta, Qualitama Tunas Mandiri, 2009), h. 163
18
pertanyaan menggali ini peserta didik didorong untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jawaban yang diberikan pada pertanyaan sebelumnya14. b. Pertanyaan menurut taksonomi bloom. 1) Pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowledge question), atau ingatan dengan menggunakan kata-kata apa, dimana, kapan, siapa, dan sebutkan. Contoh: sebutkan apa saja syarat-syarat sahnya sholat! 2) Pertanyaan pemahaman (comprehension question), yaitu pertanyaan
yang
menghendaki
jawaban
yang
bersifat
pemahaman dengan kata-kata sendiri. biasanya menggunakan kata-kata jelaskan, uraikan, dan bandingkan. Contoh: Jelaskan, bagaimana proses berdirinya dinasti Abbasiyah! 3) Pertanyaan penerapan (application question), yaitu pertanyaan yang menghendaki jawaban yang benar, tidak tunggal, tetapi lebih dari satu dan menuntut peserta didik untuk membuat ramalan (prediksi), memecahkan masalah, mencari komunikasi. Contoh: apa yang kamu lakukan bila telah masuk waktu sholat dan tidak ada air! 4) Pertanyaan evaluasi (evaluation questin), yaitu pertanyaan yang menghendaki jawaban dengan cara memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap suatu isyu yang ditampilkan15. Contoh: bagaimana pendapat anda tentang 2. Macam-macam pertanyaan Macam-macam pertanyaan ini dilihat dari waktu penyampainnya, pertanyaan dibagi menjadi tiga: a. Pertanyaan awal pelajaran, yaitu pertanyaan pendahuluan yang dimaksud untuk menghubungkan pengetahuan yang telah lalu dengan pengetahuan yang baru, merangsang minat belajar untuk 14
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h. 75 15 ibid, h 76
19
menerima pelajaran baru, dan memusatkan perhatian mereka kepada pelajaran. b. Pertanyaan
ditengah-tengah
berlangsungnya
proses
belajar-
mengajar. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan bagian-bagian pelajaran dan menarik sebagai fakta baru. c. Pertanyaan akhir pelajaran, yaitu pelajaran penutup yang dimaksudkan untuk mengulang, dan menyimpulkan materi pembelajaran16. 3. Komponen-komponen keterampilan bertanya dasar: Adapun komponen-komponen keterampilan dasar bertanya yang harus dimiliki oleh pendidik untuk mengajukan pertanyaan, adalah: a. Penggunaan pertanyaan secara jelas dan singkat. Pertanyaan pendidik harus diungkap secara jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh peserta didik sesuai dengan taraf perkembangannya. b. Pemberian acuan. Sebelum memberikan pertanyaan, kadangkadang pendidik perlu memberikan acuan yang berupa pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari peserta didik. c. Pemindahan giliran. Adakalanya suatu pertanyaan perlu dijawab oleh lebih dari seorang peserta didik karena jawaban peserta didik benar atau belum memadai d. Penyebaran. Untuk melibatkan peserta didik sebanyak-banyaknya didalam pelajaran, pendidik perlu menyebarkan giliran menjawab pertanyaan secara acak. e. Pemberian waktu berpikir. Setelah mengajukan pertanyaan kepada seluruh peserta didik, pendidik perlu memberi waktu beberapa detik untuk berpikir sebelum menunjuk salah seoarang peserta didik untuk menjawabnya.
16
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2014), edisi baru, h. 452
20
f. Pemberian tuntunan. Bila peserta didik itu menjawab salah atau tidak dapat menjawab, pendidik hendaknya memberikan tuntunan kepada peserta didik itu agar ia dapat menemukan sendiri jawaban yang benar17. 4. Tatacara bertanya: a. Menanyakan alasan: Contoh: 1) Apakah hal ini sesuai? 2) Mangapa kalian berfikir seperti itu? 3) Jika ada yang tidak setuju dengan pendapatmu, apa yang akan kamu ungkapkan? b. Meminta penjelasan lebih lanjut: Meminta penjelasan bisa dengan menggunaan kata tanya, apa dan dapatkah: 1) Apa contohnya? 2) Dapatkah kamu jelaskan lebih lanjut? c. Berfikir fleksibel Untuk berfikir fleksibel kita bisa menggunakan pertanyaan dengan klimat tanya: 1) Bagaimana kita dapat…… 2) Apa pendapatmu………. d. Kejujuran Untuk
menanyakan
sebuah
kejujuran
maka
bisa
menggunakan kalimat tanya seperti: 1) Apakah kamu….. e. Berfikir bersama Untuk mendorong peserta didik berfikir bersama maka kita bisa menggunakan kalimat tanya sepert: 1) Apakah kalian setuju atau tidak setuju?
17
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h. 77
21
f. Akurasi. Untuk mengetahui keakuratan sebuah jawaban atau kesimpulan bisa dengan menggunakan kalimat tanya: 1) Apakah hal itu benar? g. Pendalaman, contoh: 1) Apa hubungan……? h. Meminta untuk bertanya, contoh: 1) Pertanyaan apa yang muncul? i. Perenungan, contoh: 1) Apa yang perlu kita perbaiki? j. Keterkaitan: 1) Bagaimana hal ini dapat membntu kita? k. Kreatifitas, contoh: 1) Bagaimana jika……? l. Mencari pengertian yang paling baik: 1) Apa yang sudah kita pelajari?18 5. Dasar-dasar pertanyaan yang baik a. Jelas dan mudah dimengerti oleh peserta didik b. Berikan informasi yang cukup untuk pertanyaan yang baik. c. Difokuskan pada suatu masalah atau tugas terentu. d. Berikan waktu yang cukup kepada anak untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan. e. Bagikanlah semua pertanyaan kepada seluruh peserta didik secara merata f. Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian peserta didik untuk menjawab atau bertanya g. Tuntunlah jawaban peserta didik sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar19.
18 19
Zulfiandri, Qualitan Teaching, (Jakarta, Qualitama Tunas MAndiri, 2009), h. 162-164 op.cit, h. 75
22
C. Prosedur Pelaksanaan Metode Tanya Jawab Dalam menggunakan metode tanya jawab, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan,
seperti
langkah-langkah,
tehnik
mengajukan
pertanyaan dan lain sebagainya sebagaimana yang akan dipaparkan dibawah ini. 1. Langkah-langkah penggunaan metode tanya jawab. Adapun langkah-langkah penggunaan metode tanya jawab dalam proses pembelajaran adala: a. Menentukan tujuan yang akan dicapai b. Merumuskan pertanyaan yang akan diajukan c. Pertanyaan diajukan kepada peserta didik secara keseluruhan d. Membuat ringkasan hasil tanya jawab, sehingga diperoleh e. pengetahuan secara otomatis20 Adapun langkah-langkah
menurut Ramayulis dalam bukunya
Metodologi Pendidikan Agama Islam adalah: a. Tujuan pelajaran harus dirumuskan terlebih dahulu dengan sejelasjelasnya. b. Pendidik harus menyelidiki apakah metode ini satu-satunya metode yang paling tepat untuk digunakan c. Pendidik harus meneliti untuk apa metode ini dipakaikan: 1) Dipakaikan untuk menghubungkan pelajaran lama dengan baru. 2) Untuk mendorong peserta didik supaya mempergunakan pengetahuan untuk pemecahan suatu masalah. 3) Untuk menyimpulkan suatu uraian 4) Untuk mengingatkan kembali terhadap apa yang dihafalkan peserta didik. 5) Untuk menuntun pemikirannya. 6) Untuk memusatkan perhatiannya. 20
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2002), h 144
23
d. Kemudian pendidik harus meneliti pula, apakah: 1) Corak pertanyaan itu mengandung banyak permasalahan atau tidak. 2) Terbatasnya jawaban atau tidak 3) Hanya dijawab dengan ya atau tidak atau ada untuk mendorong peserta didik berpikir untuk menjawabnya. e. Pendidik memilih mana diantara jawaban-jawaban yang banyak itu dapat diterimah f. Pendidik harus mengajarkan cara-cara pembuktian jawaban dengan: 1) Mengemukakan suatu fakta yang dikutip dari buku, majalah, dan lain sebagainya. 2) Meneliti setiap jawaban dengan menggunakan sumbernya. 3) Dengan
menjelaskan
dipapan
tulis
dengan
berbagai
argumentasi. 4) Membandingkan dengan apa yang pernah dilihat peserta didik. 5) Menguji kebenarannya dengan orang-orang yang ahli. 6) Melakukan experiment untuk membuktikan kebenaran21. 2. Teknik mengajukan pertanyaan: Agar metode tanya jawab dalam pelaksanaannya dalam berjalan secara efektif, maka tehnik mengajukan pertanyaan perlu diperhatikan hal-hal berikut: a. Mula-mula pertanyaan dutujukan kepada semua peserta didik baru kemudian diajukan kepada peserta didik tertentu yang dapat menguasai b. Beri peserta didik untuk berfikir menjawab pertanyaan c. Pertanyaan hendaklah singkat/padat dan tidak berbelit-belit. d. Pendidik tidak menjadi hakim atas pertanyaan yang diajukannya, namun memberikan kemungkinan bagi peserta didik untuk memberikan jawaban yang benar dan memuaskan 21
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2014), edisi baru, h 457
24
Jamaludin
dalam
buku
Pembelajaran
Persfektif
menambahkan dua hal dalam pengajuan pertanyaan, yaitu:
Islam
22
a. Pertanyaan harus mengandung tujuan tertentu, yaitu apakah mengharapkan suatu reproduksi atau kemampuan berfikir peserta didik b. Pertanyaan harus sesuai dengan taraf kecerdasan serta pengalaman peserta didik23. 3. Syarat-syarat penggunaan metode tanya jawab Adapun syarat-syarat dalam menggunakan metode tanya jawab adalah: a. Pertanyaan
hendaknya
dapat
membangkitkan
minat
dan
mendorong inisiatif anak didik sehingga mereka dapat terangsang untuk bekerja sama b. Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas serta harus ada jawaban c. Peakaian metode tanya jawab adalah harus materi yang sudah disampaikan d. Pertanyaan hendaknya diajukan kepada seluruh peserta didik dikelas24. 4. Sikap pendidik dalam menerima jawaban Dapat menerima jawaban peserta didik, hendaknya pendidik bersikap sebagai berikut: a. Menghargai jawaban setiap peserta didik sehingga peserta didik tidak kehilangan keberaniannya dalam menjawab. Jangan sekalikali mengejek atau menghina jawaban peserta didik yang bagaimanapun juga adanya, karena hal itu akan mematahkan semangat atau kehilangan keberanian untuk menjawab/berbicara 22
Jamaludin dkk, Pembelajaran Presfektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2015), h
196 23
Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta, Grafindo Persada, 1995), h 63 24 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan MEtodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2002), h 143
25
b. Terbuka terhadap jawaban peserta didik, sehingga pendidik tidak merasa bahwa jawaban yang telah disediakannya sajalah yang selalu tepat dan benar. Karena mungkin sekali dapat jawaban peserta didik yang memadai dan mengandung kebenaran. c. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengoreksi atau memperbaiki jawaban yang bila dirasa salah/kurang tepat, baik yang mengenai segi bahasanya maupun segi isinya. d. Menyadari kemungkinan adanya kesalahan pada diri sendiri (mawas diri) jika kebetulan mengahadapi peserta didik yang tidak dapat menjawab pertanyaan e. Jawaban-jawaban yang salah dapat dipakai sebagai umpan balik untuk memperbaiki rumusan pertanyaan, pendekatan, dan cara penyampaiannya dalam bentuk tanya jawab25. 5. Tata cara menjawab pertanyaan Cara pendidik dalam menjawab pertanyaan bisa dengan berbagai cara, yaitu: a. Menjawab pertanyaan sesuai yang dilontarkan penanya. Rasululloh Saw, selalu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh para sahabat sesuai pertanyaan mereka. Dengan
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
itu,
beliau
mengajarkan banyak hal terkait syari‟at, hukum-hukum, serta aturan-aturan agama. Tidak hanya itu, beliau juga mendorong para sahabat untuk melontarkan pertanyaan seputar kejadian dan bencana yang meresahkan mereka, atau seputar kewajiban dan syari‟at yang perlu mereka ketahui.
26
Dalam menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan yang dilontarkan oleh seorang penanya terdapat beberapa hal, yaitu: 1) Menjawab pertanyaan sesuai yang dilontarkan oleh seorang penanya menjadi wajib jika yang bertanya adalah orang 25
Jamaludin dkk, Pembelajaran Presfektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2015), h 196 Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad sang guru terj. dari Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim oleh. Agus Hudlori, (Temanggung, Armasta, 2015), h. 190 26
26
yang berilmu dengan tujuan sebagaimana yang telah di jelaskan pada point tehnik menggunakan pertanyaan diatas hukumnya yaitu wajib jika memang yang ditanyanya pun mengetahui akan hal yang ditanya oleh si penanya.27 2) Terkadang
menjawab
pertanyaan
sebagaimana
yang
ditanyakan oleh penanya kadang menjadi tidak wajib hukumnya jika orang yang ditanya bukanlah orang yang satu-satunya mengetahui jawabannya. Hal ini juga menjadi tidak wajib jika memang yang bertanya itu dianggap belum mampu menerima jawaban akan pertanyaan itu.28 b. Memberi jawaban melebihi pertanyaan yang dilontarkan Memberi jawaban melebihi pertanyaan yang dilontarkan kepada penanya boleh dilakukan, jika sipenanya membutuhkan pengetahuan lebih dari pertanyaan-pertanyaan itu.29 c. Mengalihkan penanya dari pertanyaannya. Metode mengalikan pertanyaan ini dinamakan “metode orang bijak”, yaitu memberikan kepada penanya jawaban lain yang sebenarnya diluar pertanyaannya, namun jawaban itu dia butuhkan dan lebih bermanfaat dari yang dia tanyakan. 30 Ini dilakukan karena ada jawaban yang lebih penting dari pada jawaban yang ditanyakan oleh si penanya tersebut. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasululloh Saw, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu „Umar;
27
Ibid., h. 192 Ibid., 193 29 Ibid., h. 203 30 Ibid., h. 208 28
27
Artinya: Dari Yahya Ibnu Yahya, dari malik, dari nafi‟ dari Ibnu „Umar radhiyallohu „anhuma: ada seorang laki-laki menanyakan kepada Rasululloh SAW tentang pakaian yang akan dipakai oleh orang yang telah telah ihram (niat haji), lalu Rasululloh SAW menjawab: “Janganlah kamu pakai kemeja, jangan pula sorban, jangan pula celana, jangan pula peci dan jangan pula sepatu, kecuali bagi seseorang yang tidak mempunyai dua terompa, maka boleh dipakainya dua sepatu dan dipotongnya disebelah mata kaki. Dan jangan pula kamu pakai kain yang dicelup dengan za‟faran dan waras (sebangsa tumbuh-tumbuhan untuk pencelup berwarna kuning dan harum baunya).”31 Dalam hadist di atas, Rasulullah tidaklah menjawab pertanyaan
dari
mengalihkannya
si
penanya
tersebut,
melainkan
kepada hal-hal yang tidak boleh dipakai
ketika ihram. d. Meminta penanya mengulangi pertanyaannya. Meminta penanya mengulangi pertanyaannya sekalipun sudah menguasai jawaban jawaban pertanyaan itu. Ini dilakukan dalam rangka menambah pengetahuan si penanya tersebut, atau untuk mengetahui jawaban yang tepat baginya, atau supaya si penanya memperjelas pertanyaannya.32
31
Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shohih Muslim, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1982), Jil. V, h.
18 32
Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad sang guru terj. dari Ar-Rosul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-Ta‟lim oleh. Agus Hudlori, (Temanggung, Armasta, 2015), h. 215
28
e. Selain empat cara tersebut, dalam menjawab pertanyaan Rasululloh SAW juga pernah melimpahkan jawaban sebuah pertanyaan kepada sahabat untuk melatihnya. Rasululloh SAW, mempercayakan salah seorang sahabat untuk
menjawab
pertanyaan
yang
dilontarkan
kepada
Rasululloh. Hal ini dilakukan untuk melatih para sahabat supaya terbiasa menjawab pertanyaan berkaitan dengan masalah keilmuan. 6. Hal-hal yang perku diperhatikan. a. Kehangatan dan keantusiaan Untuk
meningkatkan
partisipasi
peserta
didik
dalam
pembelajaran, pendidik perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban peserta didik. Sikap tersebut termasuk suara, ekspresi wajah, gerakan dan posisi badan menampakkan ada tidaknya kehangatan dan keantusiasan. b. Kebiasaan yang perlu dihindari 1) Jangan mengulang-ulang pertanyaan bila peserta didik tidak mampu menjawabnya. Hal ini dapat menyebabkan menurunya perhatian dan dan partisipasi peserta didik. 2) Jangan mengulang-ulang jawaban peserta didik hal ini akan membuang waktu, peserta didik tidak memperhatikan jawaban temannya karena menunggu komentar dari pendidik 3) Jangan menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan sebelum peserta didik memperoleh kesempatan untuk menjawabnya. Hal ini akan menyebabkanpeserta didik frustasi dan tidak mau mengikuti pelajaran dengan baik. 4) Usahakan agar peserta didik tidak menjawab secera serentak
29
5) Jangan menentukan siapa yang akan menjawab, sebaiknya pertanyaan diajukan kepada semua peserta didik dalam kelas33.
D. Implementasi Metode Tanya Jawab Dalam Pembelajaran Seorang pendidik setelah memperhatikan tehnik dan prosedur pelaksaan
metode
tanya
jawab,
barulah
seorang
pendidik
bisa
mengimplementasikan metode tanya jawab dalam pembelajarannya. Adapun implementasi metode tanya jawab dalam pembelajaran adalah: 1. Pendidik memberikan pertanyaan di awal pembelajaran. pertanyaan di awal pembelajaran yang dimaksud adalah pertanyaan pendahuluan. Pertanyaan ini berfungsi sebagai pertanyaan penghubung antara materi yang lalu dengan materi yang baru. Pertanyaan ini juga untuk merangsang peserta didik untuk lebih berfikir dan mendalami materi yang diajarkan oleh peserta didik. Pertanyaan ini ditujukan kepada seluruh peserta didik tanpa terkecuali. 2. Pendidik memberikan peserta didik waktu untuk menjawab peserta didik menjawab pertanyaan tersebut. Bila dalam beberapa waktu peserta didik belum ada yang menjawabnya barulah pendidik menyebut salah seorang dari peserta didik untuk menjawab pertanyaan tersebut. 3. Selanjutnya pendidik memberikan pertanyaan yang menggali atau probing question kepada peserta didik. Hal ini untuk membuat peserta didik didorong untuk meningkatkan kualitas jawaban yang diberikan pada pertanyaan sebelumnya. 4. Pada tahap selanjutnya, pendidik memberikan yang mengarhkan atau menuntun. Pertanyaan ini disebut juga dengan prompting question. Pertanyaan ini diajukan untuk mengarahkan peserta didik dalam proses berfikirnya. 5. Pada pertengahan pembelajaran seorang pendidik juga bisa mengajak peserta didiknya untuk berfikir bersama melalui pertanyaan yang 33
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2014), edisi baru, h 456
30
diajukan oleh pendidk. Seperti pertanyaan: “Apakah kalian setuju?”. Selain itu pendidik juga bisa meminta peserta didiknya untuk mengajukan pertanyaan, seperti “apa ada pertanyaan?”. hal ini dimaksudkan untuk pendidik mengetahui apakah peserta didik tersebut sudah memahami atau belum terkait materi yang diajarkan. 6. Pendidik juga bisa memberikan pertanyaan yang tidak membutuhkan pesertanyaan atau yang disebut dengan pertanyaan retori (rhetorical question), hal ini dimaksudkan agar pendidik memberi pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan pertanyaan yang ajukan oleh pendidik. 7. Dalam sela-sela pembelajaran, pendidik juga bisa memberikan pertanyaan permintaan atau yang disebut dengan compliance question. Hal ini merupakan sebuah perintah namun dalam bentuk pertanyaan 8. Pada akhir pembelajaran, seorang pendidik bisa memeberikan pertanyaan dalam bentuk pertanyaan pengetahuan atau recall question. Hal ini untuk mengingat kembali terkait materi yang telah diajarkan dari awal proses pembelajaran. 9. Pendidik juga bisa memberikan pertanyaan evalusi. Hal ini untuk mengetahui sampai mana pemahaman siswa terkait dengan materi pembelajaran. 10. Pendidik juga bisa memberikan pertanyaan yang meminta kesimpulan terkait materi yang diajarkan pada hari itu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian Objek yang di bahas penelitian ini adalah metode tanya jawab yang terkandung dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan terhitung dari bulan Maret 2016 sampai bulan desember 2016
B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang di tujukan untuk mendeskripsikan dan menganilisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.1 Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research). Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.2 Adapun literaturliteratur yang penulis pakai untuk penelitian ini adalah:
1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya; 2013),cet. 31, h. 60 2 U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo Persada Press, 2006), h. 80
31
32
1. Data Primer Dalam hal ini data primer/utama yang penulis gunakan adalah kitabkitab tafsir, diantaranya ialah: a. Tafsir al-Maraghi b. Tafsir al-Misbah c. Tafsir Ibnu Katsir d. Tafsir al- Azhar e. Tafsir Departemen Agama RI 2. Data Skunder Dalam hal ini yang penulis gunakan untuk data sekunder adalah datadata yag mendukung pembahasan pada kitab tafsir yang menjadi data primer di atas, data skunder yang penulis gunakan diantaranya: a. Buku-Buku yang membahas tentang pengetahuan al-Qur’an b. Kamus-Kamus yang berisikan kosa-kata bahasa Indonesia yang baik dan benar c. Buku-Buku pendidikan khsusnya yang membahas tentang pendidikan khususnya metodologi pendidikan d. Buku-Buku teori kependidikan yang relavan dengan penelitian ini Mengenai analisis data, Menurut Bogdan dan Biklen, Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menajadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.3 Dalam metode penafsiran, menurut al Farmawi, metode tafsir bir ra’yi dapat dibagi menjadi empat
metode, yaitu tahlili, ijmali, muqorin dan
maudhu’i. namun dalam penelitian ini metode yang digunakan penulis adalah metode tafsir tafsir tahlili. Metode tafsir tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat–ayat al-Qur’an secara berurutan di 3
248.
Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Rosdakarya, 2013), Hal
33
tinjau dari berbagai seginya dengan memperhatikan urutan–urutan ayat dalam mushaf.4 Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tafsir tahlily. Metode tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan-kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, mufassir mengikuti runtutan ayat yang tersusun di dalam mushafnya. Tafsir ini dimulai dengan uraian yang mengemukakan arti kosakata diikuti dengan mengemukakan arti kosakata diikuti penjelasan mengenai arti global ayat. Mengemukakan munasabah atau keserasian ayat dan menjelaskan hubungan ayat ersebut satu sama lain.5 Dengan demikian metode penafsiran secara tahlily merupakan merupakan metode yang menguraikan dan menjelaskan secara runtun ayat demi ayat yang akan dikaji oleh penulis baik kosakata, munasabah, maupun asbabun nuzul yang terdapat pada ayat tersebut.
C. Fokus Penelitian Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.6 Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini, yaitu mengenai metode tanya jawab dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245 Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji tentang tafsir dan metode tanya jawab pada surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.
4
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor; Granada Sarana Pustaka, 2005). Cet I, h. 19 5 Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang, UIN Malang Press, 2007), h. 96 6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011), h.287
34
D. Prosedur Penelitian Menurut al-Farmawi, metode penafsiran tahlili adalah suatu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan memaparkan segala aspek yang terdapat di dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkan itu dan menjelaskan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Penjelasan ayat-ayat tersebut dari arti-arti kata, asbabun nuzul, munasabah ayat, penjelasan umum, serta penafsiran yang dikutip oleh nabi, sahabt, maupun tabi’in.7 Adapun metode tahlily yaitu satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan-kandungan ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum didalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayatayat ke ayat berikutnya, atau dari surat kesurat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub didalam mushhaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosakata, asbab an-nuzul, munasabat, dan lain-lain. Yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat. Setelah semua langkah tersebut di atas sudah ditempuh, mufassir tahlily lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan penjelasannya di atas dan kemudian ia memberikan penjelasan final mengenai isi dan maksud ayat al-Qur’an tersebut.8 Quraisy Shihab dalam bukunya Membumikan al-Qur’an beliau menjelaskan bahwa proses menggunakan metode tahlily adalah menguraikan segala sesuatu yang dianggap perlu oleh seorang mufassir. Adapun langkahlangkah dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode tahlily adalah: 1.
Bermula dari menguraikan kosakata-kosakata yang terdapat pada ayat tersebut, dalam penelitian ini berarti peneliti memulai dengan
7
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi yang disempurnakan, Mukaddimah, h. 68 8 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2004), cet. 9, h.86
35
mengartikan kosakata-kosakata yang akan diteliti oleh penulis yaitu surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245. 2. Selanjutnya menjelaskan asbabun nuzul yang terdapat pada ayat yang akan di teliti jika ada. Dalam penelitian ini penulis menguraikan asbabun nuzul yang terdapat dalam surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, alBaqarah 245. 3. Selanjutnya yaitu menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang terkait dengan ayat yang akan diteliti, dengan demikian berarti penulis menguraikan munasabah yang terkait dengan al-Anbiyâ 7, alQâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, alBaqarah 245. 4. Menjelaskan hal-hal lain yang berkaitan dengan ayat yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat yang aka diteliti yaitu surat al-Anbiyâ 7, al-Qâri’ah 1-2, al-Baqarah 28, at-Takwîr 26-27, ar-Rahmân 13, al-Baqarah 245.9
9
Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung, Mizan, 1994), cet. 7, h. 68
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV ini, akan dipaparkan tentang kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya yang terdapat dalam al-Qur‟ân. Sebagaimana dalam Ulumul Qur‟ân kata tanya dalam al-Qur‟ân disebut dengan al-Istifhâmu Fil Qur‟ân. Istifhâm merupakan masdar dari istafhama, akar kata dari fahima yang berarti meminta penjelasan atau pemahaman melalui beberapa kata tanya. Adapun kata tanya dalam istifhâm disebut dengan adawatul istifhâm. Namun sebelum kepada kaidah-kaidah dari beberapa kata tanya tersebut, akan dibahas terkait anjuran untuk bertanya. Anjuran tersebut terdapat dalam surat al-Anbiyâ ayat 7. Setelah surat al-Anbiyâ ayat 7, dilanjutkan dengan kata tanya menggunakan huruf ما. Kata tanya dengan menggunakan huruf ماuntuk mewakili dari pertanyaan “apa?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Qâri‟ah ayat 1-2. Untuk selanjutnya yaitu pertanyaan dengan menggunakan “bagaimana?”, adapun adatul istifhâm yang digunakannya adalah كيف. Pertanyaan ini terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 27. Pertanyaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan kata ايهyang berarti “kemana?”. Pertanyaan ini terdapat dalam surat at-Takwîr ayat 26-27. Selanjutnya yaitu pertanyaan “yang mana?” dengan menggunakan adatul istifhâm ٌاّي. Adapun pertanyaan dengan menggunakan ٌ اَّيterdapat dalam surat arRahmân ayat 13. Dan pertanyaan yang terakhir yaitu pertanyaan dengan menggukan adatul istifhâm مَهyang berarti “siapa?”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan hikikat dari yang berakal. Pertanyaan ini terdapat dapat dalam surat Al-Baqarah ayat 245.
36
37
A. Tafsir Surat Al-Anbiyâ 7, Al-Qâri’ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245.
1. Surat Al-Anbiyâ Ayat 7 a. Teks Ayat dan Terjemah
Artinya:
Kami
tiada
mengutus
(rasul-rasul)
sebelum
kamu
(Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui
b. Kosakata Kata
pada ayat di atas merupakan bentuk kalimat perintah
atau bentuk amr dari kata
. sebaimana dalam kamus Arab
Indonesia karya Mahmud Yunus menanyakan,1
dengan
demikian
memiliki arti meminta atau fas‟alû
bertanyalah”. Adapun masdarnya adalah
bermakna
“maka
yang berarti pertanyaan.
Dalam mu‟jam al wasith dikatakan bahwa
yang artinya
pertanyaan adalah mencari kebenaran.2 Dalam kitab Lisanul „Arobi karya Abu Fadhil Jamaluddin disebutkan bahwa3
Artinya: Obat dari kebodohan adalah bertanya
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013), h. 161 2 Ibrohim Musthofa dkk, Mu‟jam Alwasith, juz. 1-2, bab. As-sin, h. 436 3 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul „arobi, (Beirut, Daarush Shodir, 1997), juz. 14, h. 436
38
Adapun
Mahmud Yunus mengartikannya sebagai penghuni
rumah atau keluarga.4 Sedangkan kata
memiliki arti sebagai
mengingat atau ingat.5 Jika dihubungkan
merupakan keluarga
dari orang yang ingat, artinya ia adalah orang yang ingat. Apabila seseorang ingat berarti orang tersebut mengetahuinya.
c. Tafsir Munâsabah Ayat Allah telah menagaskan pada surat Al-Abiyâ ayat 7 bahwa, kaum musyrikîn itu tetap tidak beriman. Walau pun Allah telah memberikan mukjizat kepada mereka selain dari al-Qur‟ân. Maka pada surat alAnbiyâ ayat 6 Allah menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi kaum musyrikîn Makkah itu untuk mengingkari bahwa rasulrasul yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad adalah manusiamanusia biasa yang telah diberi-Nya wahyu.6 Tafsir Ayat
Kalimat pada ayat tersebut merupakan penjelasan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah adalah manusia biasa dan semuanya lakilaki. Dan mereka adalah manusia pilihan Allah yang diberikan wahyu untuk mereka dan umat mereka.7
Dalam penafsiran kalimat ini, Quraisy Shihab dalam Tafsir alMisbah menjelaskan bahwa orang-orang yang ingkar atau yang tidak 4
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013), h.
52 5
Ibid., h. 134 Departemen RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Hati 2010), jil. 7, h. 233 7 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001), Juz. 17, h. 16, Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt), Juz. 3, h. 174, Quraisy Shihab, Tafsir AlMisbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2002), Juz. 8, h. 15 6
39
mempercayai nabi Muhammad Saw hendaknya bertanya kepada orang-orang yang tahu tentang kerasulan dan kenabiyan kepada orang Yahudi dan Nashrani. Hal ini karena orang Yahudi dan Nashrani lebih tahu terkait dengan kenabiyan dan kerasulan sebab orang Yahudi dan Nashrani sudah lebih daulu ada dan mengetahui tentang kenabiyan dan kerasulan.8 Mengenai kata ahluż żikri di sini ditafsirkan sebagai orang-orang yang tahu atau yang mengetahui akan sesuatu. Sebagaimana Ibnu Katsir yang menafsirkan kata ahluż żikri sebagai ahlu ilmi9 yang mana pengertian ilmun secara bahasa adalah tahu10, maka ahluż żikri adalah orang yang tahu atau yang mengetahui. Penafsiran kata ahlu żikri pun memiliki penafsiran yang berbedaberbeda, sebagaimana dalam kitab al-Maraghi, kata ahlu żikri ditafsirkan sebagai ahlu al-kitâb11. Adapun keterangan selanjutnya terkait mengenai ahlu al-kitâb adalah orang yang terdahulu, yaitu orang Yahudi dan Nashrani.12 Sedangkan
Hamka
dalam
bukunya
Tafsir
al-Azhar
mengemukakan bahwa ahlu żikri ditafsirkan sebagai orang yang ahli peringatan, atau orang yang lebih kuat ingatannya. Adapun Sufyan dan Uyaiynah menafsirkan “Ahli Peringatan” ialah karena mereka ingat akan khabar dan berita nabi-nabi yang terdahulu dan orang Quraisy selama ini memang bertanya-tanya juga kepada ahlul kitâb tentang hal-hal yang berkenaan dengan kenabiyan.13 Dari penafsiran diatas, Allah memerintahkan para pengingkar tersebut untuk bertanya terkait dengan kerasulan dan kenabiyan karena mereka tidak memiliki pengetahuan terkait dengan dua hal 8
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat, Lentera Hati, 2002), Juz. 8, h. 15 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang: Kariyath Futiran, T.T), juz. 3, h. 174 10 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus Wa dzurriyah, 2013), h. 9
278 11
Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974) juz.17, h. 9 12 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001), juz. 17, h. 16 13 Ibid., 2001), juz 17, h. 16
40
tersebut. Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada ahluż żikri. Adapun ahluż żikri dalam ayat ini yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani. Karena orang-orang Yahudi dan Nashrani adalah orang terdahulu dan lebih mengetahui bahwa rasul itu adalah laki-laki. Sebagaimana dalam kitab al-Maraghi pun dijelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada Ahli Kitâb yaitu kaum Yahudi dan Nashrani tentang kerasulan, bahwasanya rasul-rasul yang dikirim Allah itu semuanya adalah manusia. Perintah ini untuk membuat mereka yakin dan percaya bahwa semua rasul Allah laki-laki dan semuanya adalah manusia.14 Perintah bertanya sebagaimana yang terdapat pada surat alAnbiyâ ayat 7 ini terdapat juga pada ayat lain bahkan dengan redaksi yang hampir sama. Yaitu yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 43, Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 43: Allah memerintahkan orang yang ingkar untuk bertanya kepada ahlu kitâ sebelumnya apakah yang di kirim kepada mereka seorang rasul atau malaikat? Apabila yang dikirim keapada mereka malaikat maka kamu boleh mengingkari nabi Muhammad namun apabila yang dikirim kepada mereka seorang manusia maka janganlah kamu mengingkari nabi Muhammad.15
٤ Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), kecuali orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka
14
Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974) juz.17, h. 14 15 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang: Kariyath Futiran, T.T), Juz. 2, h. 570
41
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Surat an-Nahl [16]: 43) Adapun dalam surat Al-Anbiyâ ayat 7 sebagaimana yang penulis kaji dalam skripsi ini yaitu:
Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orangorang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui. (Surat al-Anbiyâ [21]: 7) Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah mengirim rasul perempuan. Dan bertanyalah kepada ahlu żikri jika kamu tidak mengetahuinya. Dan sesungguhnya orang yang tidak mengetahui hukum, wajib baginya untuk bertanya kepada ulama ataupun orang yang memang ahli pada bidang tersebut. Adapun ahlu żikri pada surat al-Anbiyâ ayat 7 ini adalah ahlu al-„ilmi dari kalangan Yahudi dan Nashrani.16 Jika kita kaitkan dengan pendidikan maka bertanya merupakan suatu proses pembelajaran. Karena setelah bertanya yang tadinya tidak tahu maka orang yang bertanya tersebut pun menjadi tahu. Dengan demikian tanya jawab merupakan sebuah metode dalam proses pembelajaran. Perintah bertanya juga terdapat dalam ayat lain, seperti dalam surat az-Zukhruf ayat 45, Firman Allah SWT:
16
Ibid. Juz. 3, h. 174
42
Artinya: Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada Rasul-Rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, "Adakah kami menentukan tuhan-tuhan selain (Allah) yang maha pengasih untuk disembah?. (Surat az-Zukhruf [43]: 45) Dalam surat az-Zukhruf ayat 45 ini perintah bertanya yang terdapat di dalamnya adalah perintah kepada orang-orang yang ingkar dan tidak mau menyembah kepada Allah. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah seluruhnya menyeru manusia
untuk
menyembah
kepada
Allah
dan
tidak
menyekutukannya, dan melarang manusia untuk menyembah kepada patung dan andâd.17 Allah memerintahkan mereka untuk bertanya agar mereka mengetahui kebenarannya. Dari perintah untuk bertanya, dalam ayat lain justru terdapat larangan untuk bertanya. Yaitu dalam surat al-Mâidah ayat 101. Firman Allah Swt dalam surat al-Mâidah ayat 101:
Artinya:
Hai
orang-orang
yang
beriman,
janganlah
kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qurân itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (al-Mâidah [5]: 101) Pada surat al-Mâidah ayat 101 ini, merupakan adab yang harus diikuti oleh orang mukmin, bahwasanya ayat ini melarang orang mukmin untuk bertanya kepada hal yang tidak ada manfaatnya baik dalam hal mempertanyakannya maupun menyelidikinya. Karena jika
17
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang: Kariyath Futiran, T.T), Juz. 4, h. 127
43
dijelaskan tentang perkara yang mereka tanyakan bisa jadi akan menjelekkan diri mereka ataupun memberatkan mereka.18 Tidak hanya dalam al-Qur‟ân surat al-Mâidah ayat 101 saja yang melarang untuk banyak bertanya. Dalam beberapa hadits juga terdapat perintah untuk tidak banyak bertanya. Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh yang terdapat dalam shohih Bukhari, yakni;
Artinya: Berkata Isma‟il berkata kepadaku Malik, dari Abi Zinad dari Al‟araji dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda; Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan (banyaknya) penyelisihan mereka kepada para nabi mereka. Maka apabila aku melarang sesuatu kepada kalian, tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian Hadits berikutnya yang terkait dengan larangan banyaknya bertanya yaitu hadiś yang diriwayatkan oleh ayah Abi Waqash yang terdapat dalam riwayat Șahih Muslim.;
18
Ibid, Juz. 3, h. 104
44
Artinya: Dari Abdulloh Ibnu Yazid Al-Miqri dari Said berkata kepadaku ‟Uqoil dari Abu Syihab dari ‟Amir ibnu Sa‟ad ibnu Abi Waqash dari ayahnya, sesungguhnya Rasululloh SAW bersabda: ”Sesungguhnya orang islam lebih besar dosanya terhadap kaum muslimin, ialah orang yang menanyakan tentang sesuatu yang belum dilarang mereka mengerjakannya, lalu karena pertanyaannya hal itu menjadi terlarang19 Selain itu terdapat juga hadiś yang terkait dengan larangan untuk banyak bertanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang terdapat dalam hadits Şahih Muslim;
Artinya: Berkata kepadaku Harmalah Ibnu Yahya At-tujibiy mengabarkan Ibnu Wahab mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab mengabarkan Abu Salamah Ibnu „Abdur Rahman dan Sa‟id Ibnu Musayyib mereka berdua berkata Abu Hurairah berkata bahwa dia
mendengar Rasulullah şallallahu „alaihi wasallam bersabda:
“apa yang aku larang kamu untuk mengerjakannya, maka jauhilah (hentikan). Dan apa aku perintahkan kamu untuk mengerjakannya, maka kerjakanlah seberapa kesanggupanmu. Karena sesungguhnya
19
171
Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shohih Muslim, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1982), Jil. VI, h.
45
yang menyebabkan kamu binasa orang-orang sebelum kamu ialah banyak pertanyaan mereka dan menentang nabi-nabi mereka.20 Perintah yang terdapat pada surat al-Mâidah ayat 101 merupakan adab dari Allah Swt. kepada hamba-Nya yang beriman dan larangan bagi mereka untuk bertanya dari hal-hal yang tidak ada faidahnya bagi mereka. Dari surat al-Mâidah ayat 101 dan beberapa hadiś di atas seluruhnya merupakan perintah untuk tidak banyak bertanya namun dengan alasan yang berbeda. Yang mana semua alasan tersebut merupakan perintah dari Allah. Dan semua yang diperintahkan adalah hal
yang tidak perlu dipertanyakan alasan
mengapa Allah
memirintahkan hal tersebut. Demikian juga terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah, maka hal tersebut pun tidak perlu lagi untuk dipertanyakan mengapa hal tersebut dilarang. Selain itu hal tersebut pun justru akan menyusahkan kamu. Banyaknya bertanya yang terkait dengan hal-hal diatas dapat membinasakan ummat, dan tanda bahwa kita menentang akan apa yang telah diperintahkan Allah dan rasulNya kepada kita. Pertanyaan diatas merupakan pertanyaan yang tidak seharusnya dipertanyakan. Lalu pertanyaan seperti apakah yang membolehkan untuk bertanya? Dan kepada siapakah kita harus bertanya?. Dalam Surat al-Anbiyâ ayat 7 yang telah dibahas di atas, dijelaskan bahwa orang-orang yang ingkar terhadap rasul Allah itu diperintahkan Allah untuk bertanya kepada ahlu aż-żikri. Hal tersebut dikarenakan orangorang yang ingkar tersebut adalah orang-orang yang tidak mengetahui hal-hal yang terkait dengan kenabian. Dan Allah pun meminta mereka untuk bertanya kepada ahlu aż-żikri. Penafsiran terhadap ahlu aż-żikri adalah ahlul kitâb dan ada juga yang mengartikannya dengan ahlu al„ilmi. Dengan demikian bukan tanpa alasan Allah memerintahkan orang-orang yang ingkar tersebut untuk bertanya kepada alhlu al20
Fachruddin HS, Ibid., Jil. VI, h. 171
46
kitâb ataupun ahlu al-„ilmi, karena ahlu al-kitâb merupakan orangorang terdahulu yang telah mengetahui terkait hal-hal kenabian. Dengan demikian seseorang diperintahkan untuk bertanya jika orang tersebut tidak mengetahui akan sesuatu hal seperti pengetahuan atau ilmu. Dan kita diperintahkan untuk bertanya kepada orang yang mengetahui atau orang yang ahli dalam bidang yang ingin kita tanyakan. Dalam al-Qur‟ân terdapat juga ayat-ayat yang merupakan pertanyaan dan jawaban. Hal ini juga menandakan bahwa tanya jawab merpakan suatu metode yang bisa dilakukan untuk proses pembelajaran. Sebagaimana firman Allah dalam Qur‟ân surat alAn‟âm ayat 63:
Artinya:
Katakanlah
(Muhammad),
“siapa
yang
dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika kamu berdo‟a kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lembut?” (Dengan mengatakan), “sekiranya Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang yang bersyukur. ( Surat al-An‟âm [6]: 61) Dalam ayat lainnya yaitu yang terdapat dalam al-Qur‟ân surat Yûnus ayat 15;
٥١ Artinya: Dan apabila kamu dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami dengan jelas, orang-orang yang mengharapkan pertemuan
47
dengan Kami berkata, “Datangkanlah kitab selain al-Qur‟ân ini atau gantilah”, katakanlah (Muhammad, “Tidaklah pantas bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri. aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (kiamat) jika mendurhakai Tuhanku. (Surat Yûnus [10]: 15) Pada ayat yang pertanya yakni surat al-An‟âm ayat 61, pertanyaan pada ayat itu tentang siapakah yang dapat menyelamatkan nabi Muhammad dari bencana. Dan hanya Allah lah yang bisa menyelematkan nabi Muhammad dari bencana. Dari ayat ini bisa kita ambil pelajaran bahwa hanya Allah lah yang mampu menyelamatkan manusia dari berbagai macam bencana. Dan pada ayat yang kedua yaitu pada surat Yûnus ayat 15, pertanyaan yang datang kepada nabi Muhammad adalah pertanyaan dari orang yang tidak mengaharapkan pertemuan dengan Allah. Pertanyaan tersebut adalah agar nabi Muhammad mendatangkan kitab selain al-Qur‟ân atau menggantinya saja. dan dengan tegas nabi Muhammad menjawab bahwa ini adalah Firman Allah dan tidak bisa untuk digantikan. Dari kedua ayat tersebut, dan dari surat al-Anbiyâ ayat 7 yang memerintahkan seseorang yang tidak mengetahui akan suatu hal untuk bertanya kepada ahlinya menunjukkan bahwasanya tanya jawab merupakan sebuah metode dalam pembelajaran. Karena ketika memberi jawaban sama halnya dengan sedang memberikan pembelajaran ataupun pengetahuan. 2. Tafsir Surat al-Qâri’ah ayat 1-2 a. Teks dan Terjemahan surat al-Qâri’ah surat ayat 1-2
)٢-٥:
۞
Artinya: Hari kiamat - Apakah hari kiamat itu
۞
48
b. Kosakata Ayat Huruf ماpada ayat di atas merupakan Isim istifhâm yang berarti “apa”, yang mana huruf
ماmerupakan kata tanya yang digunakan
untuk menanyakan sesuatu yang tidak berakal.21 Demikian juga dalam kamus munjid dikatakan bahawa ماmenjadi isim istifhâm dan untuk menanyakan hal-hal yang tidak berakal.22 القارعةterambil dari kata قزعyang berarti mengetuk.23 dalam kitab lisaanul arabi karya Imam Jamaluddin Ibnu Fadhil, Ya‟qub mengatakn bahwa Al-Qori‟ah disini setiap bencana besar yaitu kerusakan.24 Dalam kitab lisânul „arabi karya Imam Jamaluddin dikatakan bahwa al-Qâri‟ah adalah:
Artinya: Al-Qâri‟ah merupakan masa yang dahsyat yaitu bencana
c. Tafsir Munâsabah Ayat Surat sebelum al-Qâri‟ah adalah al-„Âdiyât. Dalam surat al‟Âdiyât merupakan ancaman Allah terhadap orang yang ingkar dan sangat mencintai harta bendanya. Mereka orang yang ingkar tersebut akan mendapatkan balasan yang setimpal dihari pembalasan nanti. Akhir ayat dalam surat al-Âdiyât ditutup dengan. Pada awal surat alQâri‟ah dimulai dengan penyebutan hari kiamat pula.25
21
Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung, Refika Auditama, 2007), h. 108 22 Al-Munjid, ( Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987), h. 744 23 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat, Lentera Hati, 2009), Juz. 15, h. 558 24 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul „arobi, (Beirut, Daarush Shodir, 1997), Jilid. 8, h. 265 25 Departemen RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Hati 2010), Edisi Revisi, jil. X, h. 755
49
Tafsir Ayat
Para mufassir memiliki pendapatnya tersendiri terkait dengan kata al-Qâri„ah. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dikemukakan bahwa al-Qâri‟ah merupakan nama dari nama-nama hari kiamat seperti alQiyâmah, al-Hâqqoh, at-Ţâmmatu, as-Şâkhokh, al-Ġâsyiyah dan lain sebagainya
Sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Departemen
Agama RI dijelaskan bahwa kata al-Qâri‟ah terambil dari kata qara‟a- yaqra‟u yang berarti mengetuk. Kata al-Qâri‟ah juga diartikan sebagai suatu yang keras yang mengetuk sehingga memekakan telinga. Selain itu kata al-Qâri‟ah sendiri disebutkan empat kali dalam al-Qur‟ân dan tiga kali dari kata-kata tersebut terdapat dalam surat al-Qâri‟ah dan satu kali dalam surat al-Hâqqah ayat empat.27 Pada ayat in, Allah menyebutkan kata al-Qâri‟ah, yaitu salah satu nama hari kiamat. Hari kiamat juga disebut al-Qâri‟ah karena ia menggetarkan hati setiap orang akibat kedahsyatannya. Kata alQâri‟ah juga digunakan untuk menyebutkan suatu bencana hebat. Allah berfiman dalam surat ar-Ra‟ad ayat 31:
Artinya: Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri” (Surat ar-Ra‟ad [13]: 31) Maksudnya mereka ditimpa benecana hebat yang mengetuk hati mereka dan menyakiti tubuh mereka, sehingga mereka mengeluh karenanya.28 Quraisy Shihab dalam bukunya Tafsir al-Misbah mengemukakan bahwa al-Qâri‟ah yang berarti mengetuk dikarenakan suara 26
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang: Kariyath Futiran, T.T), Juz. 4, h. 543 Departemen Agama RI, Op. Cit., Edisi Revisi, h. 755 28 Ibid, h. 755 27
50
menggelegar yang diakibatkan oleh kehancuran alam semesta sedemikian kerasnya sehingga bagaikan mengetuk lalu memekakan telinga bahkan hati dan pikiran manusia. Ketika itulah terjadi ketakutan dan kekalutan yang luar biasa sebagai dampak dari suara yang bagaikan ketukan keras itu. Sementara ulama menegaskan bahwa pengguna bahasa arab Qar‟ah pada ayat menggunakan kata qâri‟ah dalam arti semua peristiwa yang besar dan mencekam, baik disertai suara maupun tidak. Adapun pengulangan kata qâri‟ah pada ayat kedua bertujuan menunjukkan rasa heran dan rasa takut yang mencekam. Seakan-akan keadaan ketika itu diilustrasikan walau dalam bentuk sederhana adanya seorang yang mengetuk rumah dengan sangat keras, tidak seperti apa yang selama ini dikenal sehingga yang didalam rumah bertanya sambil ketakutan “siapa yang mengetuk itu”.29
Pada ayat selanjutnya yakni ayat kedua, Allah mengulang pertanyaan terkait dengan al-Qâri‟ah dalam bentuk pertanyaan agar manusia memahami akan dahsyatnya kejadian hari kiamat dan huruhara yang membuat hati kecut, sehingga sulit menggambarkannya dengan tepat dan sulit mengetahui dengan sebenarnya.30 Dalam Tafsir al-Misbah karya Quraisy Shihab menjelaskan bahwa pertanyaan dalam surat al-Qâri‟ah ayat 2 ini merupakan pertanyaan untuk memperingati, membuat takut, dan merupakan kecaman akan dahsyatnya hari kiamat. Dan merupakan ilustrasi dari keadaan ketika itu, yaitu dengan adanya orang yang mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya dan tidak seperti biasnya orang yang
29
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz. 15, h. 559 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 10, h. 755, Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974) juz.17, h. 9 30
51
yang mengetuk pintu rumah.31 Sedangkan dalam tafsir departemen RI pertanyaan dalam ayat ini merupakan pertanyaan untuk meminta perhatian akan dahsyatnya hari kiamat.32 Pertanyaan dalam surat al-Qâri‟ah ayat satu dan dua ini adalah ما yang berarti apa. Pertanyaan dengan menggunakan “apa” biasanya digunakan untuk hal-hal yang tidak berakal. Sedangkan dalam ayat ini pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang memberitahukan bahwa hari kiamat itu benar-benar dahsyat terjadinya. Pertanyaan ini juga merupakan peringatan akan dahsyatnya hari kiamat itu. Pertanyaan dalam surat al-Qâri‟ah ayat 2 ini adalah “Apakah hari kiamat itu?”, dengan demikian maka jawabannya merupakan penjelasan tentang hari kiamat. Sebagaimana firman Allah yang tertera pada surat al-Qâri‟ah pada ayat selanjutnya yang merupakan jawaban tentang hari kiamat, yakni yang terdapat pada ayat 4-9;
۞
۞
۞
۞
۞
Artinya: Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran ۞
Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang
dihambur-hamburkan. ۞ Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, ۞ Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan ۞
Dan adapun orang-orang yang ringan
timbangan (kebaikan)nya, ۞
Maka tempat kembalinya adalah
neraka Hawiyah. (al-Qâri‟ah [101]: 4-9) Ayat tersebut merupakan penjelasan tentang hari kiamat, sebagai pertanyaan yang terdapat pada ayat 2, yakni “Apakah hari kiamat
31
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz. 15, h. 559 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 10, h. 755 32
52
itu?‟. Dengan demikian pertanyaan “apa” merupakan pertanyaan yang meminta penjelasan tentang suatu hal. Allah bertanya kepada manusia tentang hakikat hari kiamat. Adapun pertanya yang dimaksud pada ayat ini adalah untuk menakut-nakuti, mengecam dan meminta perhatian hamba-Nya akan dahsyatnya hari kiamat. Selain itu dalam kaidah istifhâm pertanyaan dengan menggunakan “Apa” merupakan pertanyaan meminta pengertian sebagaimana makna yang sesungguhnya tentang sesuatu. Pertanyaan
“Apa” juga merupakan pertanyaan subtansi dan
Eksistensi atau keberadaan akan suatu hal. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Qâri‟ah ini, melaului pertanyaan “Apakah hari kiamat itu?” dengan demiki merupakan pertanyaan yang meminta penjelasan tentang eksistensi atau keberadaan hari kiamat dan subtansi dari hari kiamat. Subtansi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seperti watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti, unsur, żat, kekayaan, harta, dan lain sebagainya.33
3. Tafsir surat Al-Baqarah 28 a. Teks dan Terjemahan surat al-Baqarah 28
Artinya: Bagaimana kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
kembali,
kemudian
kepada-Nya-lah
kamu
dikembalikan? (Surat al-Baqarah [2]: 28)
33
Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, PT Gramedia Indonesia, 2101), h. 1345
53
b. Kosakata ayat Kata كَيْفmemiliki arti “bagaimana”. Dalam kamus Munjid dikatakan bahwa kaifa adalah:
Artinya: Isim Mubham yang mabni dengan fathah dan lazimnya menjadi isthifhâm atau meminta penjelasan.34 Hal ini juga terdapat dari Mu‟jam al-Wasith yaitu:
Artinya: “Kaifa” merupaka isim yang mabni dengan fatah dan lazimnya digunakan untuk kalimat Istifhâm (meminta penjelasan), seperti contoh: (bagaimana Zaidan) atau contoh lainnya seperti dalam Firman Allah SWT dalam kitab-Nya yang mulia: “Kaifa Takfurûna billâhi amwâta” dan sesungguhnya itu agar membuat kagum”35 Adapun َ كَيْفdalam adawâtul istifhâm dijelaskan bahwa
َكَيْف
digunakan untuk menanyakan ٌ حَالyaitu keadaan sesuatu.36 Kata Amwâta merupakan bentuk jama‟ dari kata mayyitun yang artinya adalah orang yang mati.37 Kata mayyitun dalam kitab lisânul „arabi adalah membenarkan apa-apa yang sudah mati, dan yang akan mati.38
34
Al-Munjid, ( Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987), h. 705 Ibrohim Musthofa dkk, Mu‟jam Alwasith, juz. 1-2 bab “Kâf” h. 807 36 Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung, Refika Auditama, 2007), h. 108 37 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir. (Surabaya, Pustaka Progresif, 1997), h. 1366 38 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul „arobi, (Beirut, Daarush Shodir, 1997), jil 2, h, 91 35
54
c. Tafsir Surat Al-Baqoroh ayat 28 Munâsabah Ayat Ayat ini masih berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yaitu pada ayat-ayat sebelumnya merupakan peringatan Allah terhadap orangorang kafir yang mana Allah telah mengunci hati mereka sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 7, karena mereka adalah orang munafik sebagaimana yang terdapat dalam ayat 8, selanjutnya pada ayat 9 dikatakan bahwa mereka juga menipu Allah dan orang-orang yang beriman, mereka pun membuat kerusakan dimuka bumi ini sebagaimana yang terdapat pada ayat 11, dan mereka pun mengolok-olok orang yang beriman yakni yang terdapat pada ayat 14. Dan pada ayat selanjutnya pada ayat 17 sampai 20 Allah pun memberikan peringatan kepada orang-orang kafir tersebut dengan berbagai perumpamaan-perumpaan hina yang Allah berikan kepada mereka. Selanjutnya pada ayat 21-27 merupakan seruan untuk menyembah Allah dan alasan-alasan baik berupa perumpamaan ataupun janji mengapa kita harus menyembah dan beriman kepada Allah. Tafsir Ayat
Dalam ayat ini dimulai dengan pertanyaan bagaimana, dalam kaidahnya bagaimana biasanya digunakan untuk mengetahui cara cara yang bersifat indrawi. Pertanyaan ini juga mengandung unsur kecaman dan keheranan. Hal ini dikarena orang-orang tersebut masih belum beriman meskipun telah diberikan banyak penjelasan akan kebesaran Allah. Selain itu Quraisy Shihab juga mengemukakan bahwasanya pertanyaan pada ayat ini di awali dengan pertanyaan “bagaimana” dan bukanlah “kenapa”, hal ini dikarenakan bahwasanya pertanyaan
“mengapa”
merupakan
pertanyaan
analisa
dan
55
jawabannya merupakan analisis ilmiah. Dengan demikian mereka diberikan pertanyaan dengan menggunakan “bagaimana” karena orang yang beriman tersebut tidaklah menggunakan akal mereka untuk berfikir.39 Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir karya imam Ibnu Katsir mengatakan surat Al-Baqarah ayat 28 merupakan penjelasan bahwa Allah telah membuktikan keberadaan dan kekuasaan-Nya. Dan sesungguhnya Dia juga lah yang Maha Menciptakan hambahambanya. “Kaifa Takfurûna billâhi” bagaiman kalian ingkar terhadap keberadaan Allah dan menyembah selain kepada-Nya. “wa kuntum amwâta” padahal kalian tadinya mati (tidak ada) kemudian Ia menghidupkan mu (membuat mu ada).40
Pada Tafsir Departemen Agama RI kata ahyâkum ditafsirkan sebagai, Allah menghidupkan kamu. Ungkapan ini menunjuk pada tahapan dimana manusia dihadirkan Allah untuk menjalani hidup dan kehidupan di dunia. Sebelum mengalami tahap hidup di dunia, manusia mengalami tahap berada di alam roh dan alam rahim. Pada tahap ketiga (alam dunia) inilah manusia dihidupkan Allah (fa ahyâkum) maka menjalankan fungsi-fungsi utamanya, sebagai „abidullah (hamba yang beribadah kepada Allah), dan sebagai khalifah fil ard. Pada tahap keempat, manusia akan berada di alam barzakh, setelah mengalami kematian dan tahap kelima manusia akan berada di alam akhirat, semuanya dikembalikan kepada Allah. Di sana manusia menerima pembalasan yang seadil-adilnya atas semua amal yang dilakukan waktu hidup di dunia.41
39
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz. 1, h. 162-163 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt), juz. 1, h. 67 41 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 1, h. 69 40
56
Dari belum ada di dunia kemudian kamu ada ke dunia ini dengan cara dilahirkan. Di ciptakan dari mani dalam Şulbi ayah mu dan dari tarâib ibu mu, berasal dari darah, dan darah tersebut berasal dari makanan hormon, kalori dan vitamin. Kemudian kamu ada dalam rahim ibumu, dikandung ibumu berbulan-bulan dan setelahnya kamu diberi akal. Kamupun lahir ke bumi dan kamu pun bekerja untuk mencukupi keperluan-keperluan hidup kamu dan kemudian Dia pula yang mematikanmu. Dia cabut nyawamu dan dipisahkan dari badanmu. Badan pun dihantarkan kembali kepada asalnya. Datang dari tanah dan kembali ke tanah.42 Demikian juga yang terdapat dalam tafsir al-Maragi, bahwasanya ayat ini juga berkaitan dengan kejadian manusia, bahwasanya manusia
pada
mulanya
menghidupkannya
dan
adalah
mati
dan
memberikan akal
kemudian
untuk
Allah
berfikir dan
memahami akan berbagai hal. Kemudian Allah mematikan kembali dengan mencabut nyawa manusia ketika ajal sudah tiba. Dan setelah mati Allah kembali menghidupkan manusia untuk kedua kalinya. Kehidupan ini jauh lebih tinggi dan sempurna. Tapi kehidupan ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berjiwa bersih dan beramal shalih ketika di dunia.
Dan di tempat itupulalah amal
manusia dibalas dan dihitung. Hal ini menunjukkan bahwasanya Allah Maha Kuasa akan segala nikmat-nikmatnya. Hal ini juga merupakan sebuah kejelasan bagi mereka yang mengingkari dan tidak mau beriman kepada Allah.43Ayat ini merupakan peringatan dari Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman tentang beberapa hal, yaitu: a. Allah
maha
menghidupkan
dan
mematikan,
kemudian
membangkitkannya kembali setelah mati. Hanya kepa-Nyalah semua makhluk kembali. 42
Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Jakarta, Pustaka Panjimas, 2001), juz. 1, h. 194 Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974) juz.30, h. 127-128 43
57
b. Hendaknya manusia tidak hanya mementingkan duniawi saja. Karna hidup yang sebenarnya adalah di akhirat nanti. Hidup didunia merupakan hidup untuk mempersiapkan hidup yang lebih baik lagi nanti. c. Allah lah yang menentukan ukuran, dan batas waktu kehidupan makhluk, seperti kapan suatu makhluk harus ada, bagaimana keadaannya, kapan akhir adanya dan sebagainya.44 Kaifa disini merupakan bagian dari adawâtul istifhâm yang mana lazimnya digunakan untuk menanyakan tentang keadaan seseorang. Namun dalam ayat ini penggunaan istifhâm digunakan untuk ta‟ajjub yaitu keheranan atau kagum. Dalam hal ini Allah ingin membuat orang yang ingkar terebut menjadi ta‟ajjub kepada Rasul dan mengakuinya. Pertanyaan
ini
juga
merupakan
pertanyaan
epistimologi.
Epistimologi adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan. Yaitu bermaksud membecirakan dirinya sendiri, membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. Sementara itu, ada juga yang menyebut epistimologi
sebagai
filsafat
ilmu.
Karena
itu,
epistimologi
berkecenderungan berdiri sendiri, yaitu yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa epistimologi berusaha membedah pengetahuan tentang dirinya sendiri dan berusaha mengetahui metode dan sumber untuk mendapatkan pengetahuan itu.45 Contoh, “Bagaimana kamu dapat pengetahuan tentang itu?”.
4. Tafsir Surat At-Takwîr Ayat 26-27 a. Teks dan Terjemaham Surat At-Takwîr ayat 26-27
44
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 1, h. 70 45 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta, AR-Ruz Media, 2014), h. 31
58
-٧٦ :(سورة التكوير
۞
۞ )٢٧
Artinya: Maka ke manakah kamu akan pergi - al Qur‟ân itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam d. Kosakata Ayat Kata ايهmemiliki arti “mana?”. Dalam kaidah nahwu huruf ايه merupakan huruf istifhâm yang digunakan untuk menanyakan
مكان
yaitu tempat.46 Dalam hal menanyakan tempat, dalam bahasa Indonesia ada dua kata tanya yaitu kemana dan dimana. Adapun kata ايهpada ayat ini memiliki arti kemana. Dalam kamus Munjid dikatakan bahwa
ايهmerupakan isim ťaraf dan digunakan untuk
menanyakan tempat.47 Kata żikrun memiliki arti mengingat, nama baik, dan zikir.48 Dalam Lisânul „Arabi karya Imam Jamaluddin Abul Fadhil menyatakan bahwa żikrun adalah hafal akan sesuatu yang di ingatnya, dan żikrun juga memiliki arti sesuatu yang ditetapkan oleh perkataan artinya żikir adalah menetapkan sesuatu dalam perkataan.49
e. Tafsir Surat At-Takwîr Munâsabah Ayat Pada ayat-ayat yang sebelumnya yaitu surat At-Takwîr ayat 113,
Allah
menjelaskan
kedahsyatan
hari
kiamat,
kemudia
menerangkan bahwa manusia ketika itu melihat amal perbuatannya di dunia sebaga suatu fakta kenyataan dan dapat membedakan mana amal perbuatan yang diterima dan mana yang ditolak. Pada ayat-ayat berikutnya, Allah menjelaskan bahwa apa-apa yang disampaikan oleh 46
Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung, Refika Auditama, 2007), h. 109 47 Al-Munjid, ( Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987), h. 23 48 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indoensia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013), h. 134 49 Abu Fadhil Jamaluddin, Lisanul „arobi, (Beirut, Daarush Shodir, 1997), jil. 4, h. 308
59
Muhammad yaitu al-Qur‟ân yang diturunkan kepadanya, adalah ayatayat yang jelas yang memberikan petunjuk kepada jalan kebahagiaan. Apa-apa
yang
dituduhkan
oleh
orang-orang
musyrik
yang
mengatakan bahwa Muhammad itu hanya seorang tukang sihir, orang gila, pendusta, atau penyair, adalah dusta yang timbul karena rasa permusuhan, kedengkian dan kedewasaan mereka. Tafsir Ayat
Awal kata pada ayat di atas adalah kata tanya dengan menggunakan aina. Al-Maraghi mengartikan makna “aina tażhabun” yaitu jalan manakah yang hendak kalian tempuh edang bukti kebenaran telah membuktikan bahwa mereka bersalah50. Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa pada ayat ini merupakan sebuah peringatan kepada manusia, bahwa kemana ia akan pergi? Maksudnya kemana akal kalian akan pergi
ketika kalian
mendustakan al-Quran ini. Yang mana al-Qur‟ân ini sudah benarbenar nyata akan kebenarannya. Adapun Qatadah mengatakan bahwa “aina tażhabûn” yaitu pergi dari kitab Allah artinya mereka tidak lagi ta‟at kepada Allah.51 Ayat ini mengarah kepada orang-orang yang ingkar akan utusan Allan dan menolak wahyu Allah. Maka mereka dikecam dengan ayat ini dengan firman Allah “maka kemanakah kamu akan pergi?” yakni jalan apa yang kamu akan kamu tuju sehingga kamu memberikan tuduhan yang tidak benar dan berpaling darinya? Atau mau kemana kamu akan pergi, padahal al-Qur‟ân adalah petunjuk karna tidak ada jalan keselamatan selain darinya.52 Allah menerangkan bahwa orang-orang Quraisy telah sesat, dan jauh dari jalan kebenaran, serta tidak mengetahui jalan yang benar.
50
Ahmad Musthafa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974) juz.30, h. 111 51 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt),Juz. 4, h. 480 52 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz 15, h. 112
60
Sehingga Allah bertanya kepada mereka “maka kemanakah kamu akan pergi?” maksudnya ialah setelah dijelaskannya bahwa al-Qur‟ân itu benar-benar diturunkan oleh Allah dan al-Qur‟ân benar-benar merupakan petunjuk, bimbingan, pedoman hidup dan di dalamnya terdapat pelajaran dan petunjuk. Maka pertanyaan dalam firman ini, “jalan manakah yang kamu akan kamu tempuh lagi? Merupakan peringatan kepada orang kafir53
Sedangkan “żikrun lil „âlamîn” yakni al-Qu‟an ini merupakan peringatan bagi seluruh manusia dengan kata lain al-Qur‟ân ini merupakan pelajan dan nasihat untuk seluruh manusia.54 Namun demikian, jika itu kehendak kamu silakan saja karena al-Qur‟ân itu tidak lain hanyalah peringatan dan bahan pelajaran bagi semesta alam, yaitu bagi siapa diantara kamu yang hendak menempuh jalan yang lurus dan menemukan kebenaran dan kebahagiaan.55 Dan pada ayat selanjutnya Allah menyatakan bahwa al-Qur‟ân ini tidak lain hanya peringatan bagi alam semesta, bagi mereka yang mempunyai hati cenderung kepada kebaikan. Namun demikian tidak semua manusia dalam mengambil manfaat dari al-Qur‟ân ini.56 AlQur‟ân juga merupakan petunjuk bagi semua makhluk yang mengingatkan mereka kepada apa yang telah tertanam dalam tabi‟at mereka tentang kecintaan kepada kebaikan. Adapun penyebab kelalaian mereka dalam mengingat hal itu tidak lain karena kebiasaan buruk telah mewarnai mereka.57 Kalimat tanya pada ayat ini merupakan merupakan pertanyaan yang berupa peringatan. Allah memeperingatkan mereka melalui 53
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 10, h. 571 54 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt),Juz. 4, h. 480 55 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz 15, h. 112-113 56 Departemen RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Jakarta, Lentera Hati 2010), jil. 10, h. 571 57 Ahmad Mustafa Al-Maroghi, Terjemah Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974), juz. 30, h. 111
61
pertanyaan “Kemana kamu akan pergi?”. Dalam hal ini Allah sudah memberikan petunjuk kepada Manusia melalui kitab al-Qur‟ân, petunjuk yang nyata dan benar tapi manusia justru mereka malah ingkar terhadap al-Qur‟ân yang telah diturunkan oleh Allah. Pertanyaan
ayna
digunakan
untuk
menanyakan
tempat,
sebagaimana pada ayat ini “mau kemana kamu akan pergi?” dengan demikian jawaban dari pada pertanyaan tersebut tentulah tempat yaitu tempat yang akan mereka tuju atau tempat mereka akan pergi.
5. Tafsir Surat Ar-Rahmân ayat 13 a. Teks dan Terjemahan surat Ar-Rahmân ayat 13
Artinya: Maka nikmat Tuhan kamu yang mana kah yang kamu dustakan?
b. Kosakata Ayat Kata اّيmemiliki arti “sesuatu apa”. Ayyun bisa menjadi syarat jâ zimah fi‟layni contoh: ayyan tađrib ađrib dan bisa juga menjadi istifhâm contoh: ayyukum atâ? Dan menjadi maushul contoh: sallim „alâ
ayyuhum afđol, dan seterusnya.58 Kata ayyun dalam ayat ini
menjadi adatul istifhâm karena ayyun dalam ayat ini meminta pengkhususan akan suatu hal yang didustakan. Dalam kaidah ilmu nahwu
“ayyun” merupakan kata yang
digunakan untuk menanyakan dengan mengkhususkan salah satu dari dua hal yang berkaitan.59 Selanjutnya االّءmerupakan bentuk jama‟ dari kata ِاالِلي, ataupun َاالِلي, ataupun االَّيyang memiliki arti sebagai ُ الّنِعْمةyakni nikmat.60
58
Al-Munjid, ( Bairut, Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987), 22 Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung, Refika Auditama, 2007), h. 109 60 Al-Munjid, Loc. Cit., h. 17 59
62
Adapun kata ni‟matu dalam Al-Munawwir dartikan sebagai Kesenangan, Kebahagiaan ataupun anugrah.61 Tukażżibâni merupakan bentuk mustanna dengan đomirnya yaitu antuma yang berasal dari kata każżaba-yukażżibu yang artinya adalah mendustakan. Dengan demikian tukażżibâni berarti kamu (dua orang) dustakan.62
c. Tafsir Munâsabah Ayat Pada
ayat-ayat
sebelumnya,
merupakan
ayat-ayat
yang
menjelaskan tentang kebesaran-kebesaran Allah. Dan pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan pula nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dari nikmat maha pengasih-Nya Allah, nikmat
mengajarkan
al-Qurân, menjadikannya
pandai
bicara,
menjadikan bulan dan matahari, menciptakan tumbuh-tumbuhan, pepohonan, langit dan lain-lain, serta nikmat-nikmat Allah yang lain sebagainya. Dan pada ayat 13 ini Allah bertanya “Maka nikmat tuhan yang manakah yang kamu dustakan?”. Tafsir Ayat Pada surat Ar-Rahmân ayat 13 ini kata tanya dalam bentuk istifhâm yang digunakan adalah ayyun, yakni pertanyaan yang mengkhususkan sesuatu diantara beberapa lainnya. Pada ayat ini Allah meminta pengkhususan terkait nikmat-Nya yang manakah yang didustakan atau diingkari oleh manusia dan jin. Pertanyaan ayyun pada ayat ini merupakan pertanyaan yang meminta jawaban terkait nikmat yang mana yang didustakan. Yakni setelah Allah menjabarkan nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah kepada makhluk-Nya,
61
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya, Pustaka Progresif, 1997), h.
1439 62
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesi. Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013.h.
370
63
maka yang mana yang didustakan itu?. Dari sekian banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada makhluk-Nya itu.63 Menurut Quraisy Shihab kata âlâu merupakan bentuk jama‟ dari ilyi yang berarti nikmat. Penggunaan kata ini karena anugrah dan nikmat itu merupakan hal-hal yang sangat khusus yang dianugrahkan oleh
yang Maha Agung. Hal itu mengesankan sinar dan
kecemerlangan (At-Tala‟lu) dan dengan melihatnya terasa adanya kebijakan dan do‟a.64
Adapun yang dimaksud mendustakan nikmat-nikmat Allah ialah kafir terhadap tuhan mereka. Orang yang kafir atau orang yang menyembah selain Allah dalam hal ibadah maka orang itu juga termasuk kedalam orang yang kufur terhadap nikmat-nikmat Allah. Karena
nikmat-nikmat Allah adalah untuk disyukuri. Sedangkan
bersyukur itu hanya bisa dilakukan apabila adanya nikmat-nikmat tersebut mereka resapi. Adapun ungkapan dengan kata ar-Rab adalah untuk mengisyaratkan bahwa nikmat-nikmat itu adalah nikmat-nikmat dari Allah yang Maha Memiliki dan Maha Mengasuh kepada kepada manusia dan jin, yang telah menghidupkan mereka, baik tubuh mereka maupun akal mereka. Dengan demikian maka hanya Allah lah yang patut untuk disembah, dipuji dan di syukuri atas segala nikmat yang
telah
dianugrahkan-Nya
dan
dikaruniakan-Nya
kepada
hambanya dalam surat ini yakni jin dan manusia.65 Setelah ayat-ayat yang sebelum ayat 13 ini merupakan ayat tentang banyaknya nikmat-nikmat Allah, maka dengan mengecam atau menggugah jin dan manusia. “Maka nikmat tuhan pemelihara kamu berdua, wahai manusia dan jin, yang manakah yang kamu
63
Ibid., Juz 13, h. 287 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz 13, h. 287 65 Ahmad Mustafa Al-Maroghi, Terjemah Tafsir Al-Marogh, (Semarang, CV. Toha Putra Semarng, 1989), h. 191-192 64
64
berdua dustakan? Apakah nikmat-nikmat yang disebutkan itu ataukah selainnya. Adapun Kata âlâ‟u adalah bentuk jama‟ dari kata ilyi atau alyi yang artinya adalah nikmat. Penggunaaan kata ini karena anugrah dan nikmat itu merupakan hal-hal yang sangat kusus yang hanya dianugerahkan oleh Allah Yang Maha Agung. Kata itu mengesankan sinar dan kecemerlangan dan dengan melihatnya terasa adanya kebajikan dan do‟a.66 Dalam tafsir lain dijelaskan bahwa ayat ini adalah tantangan Allah kepada manusia dan jin. “maka nikmat tuhan yang manakah yang telah mereka rasakan itu yang mereka dustakan?” yang dimaksud pada pendustaan nikmat-nikmat tersebut adalah kekafiran mereka terhadap tuhan mereka, karena mempersekutukan tuhan-tuhan mereka dengan Allah. Dalam peribadatan adalah bukti tentang kekafiran mereka terhadap tuhan mereka, karena nikmat-nikmat itu harus disyukuri, sedangkan syukur artinya menyembah yang memberi nikmat-nikmat kepada mereka. Ayat ini diulang-ulang dalam surat Ar-Rahmân 13 ini sebanyak tiga puluh satu kali untuk memperkuat tentang adanya nikmat dan untuk memperingatkannya. Dari situ, sambil Allah menyebut satu persatu dari nikmat-nikmat tersebut Dia memisahkannya dengan kata-kata memperingati dan memperkuat dengan adanya nikmat-nikmat tersebut.67 Susunan kata serupa ini banyak terdapat dalam bahasa Arab, dari itu telah menjadi kebiasaan bahwa seorang mengatakan kepada temannya
yang
menerima
kebaikannya,
tetapi
ia
mengkari
kebaikannya. “Bukankah kamu dahulu miskin, lalu Aku menolongmu sehingga berkecukupan? Apakah kamu mengingkarinya? Bukankah kamu dahulu tidak berpakaian? Bukankah kamu dahulu tidak dikenal, maka Aku mengangkat derajatmu, lalu engkau menjadi dikenal, 66
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz 13, h. 287 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 9, h. 597 67
65
apakah
kamu
mengingkarinya?”.
Seakan-akan
Allah
berkata
“Bukankah aku menciptakan manusia, menajarkannya berbicara, Aku jadikan matahari dan bulan beredar menurut perhitungan, Aku jadikan macam-macam kayu-kayuan, Aku jadikan aneka ragam buah-buahan, baik di dusun-dusun maupun di Bandar-bandar untuk mereka yang beriman dan kafir kepada-Ku, terkadang Aku menyiramnya dengan air hujan, ada kalanya dengan air sungai dan alur-alur apakah kamu hai manusia dan jin mengingkari hal itu?”68
6. Tafsir surat Al-Baqarah ayat 245 a. Teks dan Terjemahan surat Al-Baqarah ayat 245
Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan
b. Kosakata Ayat Secara arti مَهberarti siapa. Dalam kaidah ilmu nahwu مَه merupakan adatul istifhâm yang mana kata tersebut digunakan untuk menanyakan tentang seseorang69. Sedangkan kata قزضmemiliki arti Pinjaman. Berasal dari kata qarađa-yaqriđu. Sedangkan dalam kitab lisânul arabi dijelaskan bahwa qarađa adalah:
68
Ibid., Edisi Revisi, jil. 9, h. 598 Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung, Refika Auditama, 2007), h. 109 69
66
Qarađa atau al-qarđu memiliki arti yaitu al-qaţ‟u yang artinya adalah potongan. Qarađahu-yaqriđuhu yaitu dengan kasrah, adapun qarđon adalah maşdarnya. Waqarrađohu yaitu qaţa‟ahu yaitu memotongnya. Adapun miqrađani atau jalamani memiliki arti gunting tidak tunggal bagi keduanya satu, ini adalah perkataan ahli bahasa. Dan Sibawaih menceritakan gunting itu di tunggalkan. Adapun guntingan adalah dengan menggunting, dan darinya juga potongan emas.
c. Tafsir Munâsabah Ayat Pada ayat-ayat yang lalu, dibicarakan masalah pembenahan intern rumah tangga, seperti talak dan sebagainya, dan pada ayat ini dijelaskan tentang pembenahan keluar, seperti masalah infak.70 Tafsir Ayat
Allah SWT. telah menganjurkan hamba-Nya untuk berinfaq di jalan Allah. Dan firman Allah yang juga memerintahkan untuk bershodaqoh dan berinfaq di jalan Allah dalam ayat lainnya71. Qard dalam konteks surat al-Baqarah ayat 245 ini memiliki arti pinjaman. Sedangkan dalam tinjauan al-Qur‟ân qard memiliki arti memotong sesuatu dengan gigi. Asal kata ini memberikan pesan bahwa pinjaman yang diberikan itu dilakukan dengan keadaan jiwa yang sedang 70
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 1, h. 358 71 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt),Juz. 1, h. 299
67
megalami kesulitan. Disisi lain pada saat orang melakukan sesuatu , jelas ia mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu. Karenanya seorang pakar tafsir mendefinisikan qard sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan mengharapkan imbalan, selanjutnya karena yang diberi pinjaman itu Allah, maka bila kita semua percaya kepada-Nya, pasti kita percaya pula bahwa pinjaman itu tidak akan hilang, bahkan akan mendapat imbalan yang wajar.72 Lebih-lebih jika pemberian atau santunannya itu diberikan kepada kaum kerabat yang terdekat. Maka, akibatnya pun positif dan hartanya akan semakin terpelihara. Apabila seseorang hidup dan di sekitarnya masih ada orang yang menderita, orang miskin, orang yang sengsara ataupun fakir maka hidupnya belumnya aman dan tentram. Kemudian Apabila menginfakkan harta di jalan Allah demi meninggikan kalamullah, maka akibat-akibat seperti tersebut tidak akan terjadi.73
Kata ađ‟af merupakan jama‟ dari kata đo‟fun yang artinya adalah dilipat gandakan beberapa kali dari modalnya.74 Pahala yang berlipat ganda ini sampai mencapai hitungan berates-ratus kali lipat, seperti yang disebutkan dalam ayat lain, yakni dalam surat al-Baqarah ayat 261;
٢٧٥
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan 72
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Abadi, 2010), Edisi Revisi, jil. 1, h. 358 73 Ahmad Mustafa Al-Maroghi, Terjemah Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974),juz. 2, h. 363. 74 Ibid., juz. 2, h. 364
68
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Allah mengumpamakan pemberian seseorang dengan tulus untuk kemashlahatan
hamba-Nya
bahwa
pinjaman
itu
kelak
akan
dikembalikan. Selanjutnya yang meminjam, makaAllah menjanjikan bahwa Allah akan melipat gandakan pembayaran pinjaman itu kepadanya didunia ataupun diakhirat. Dengan lipat ganda yang banyak seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, dan pada tiap butir terdapat seratus biji.75 Selanjutnya al-Maraghi pun mengartikan kata yaqbiđu yaitu menyempit, dan yabsuţu diartikan sebagai melebar. Arti ayat Allah mempersempit risky sebagian orang karena kesalahan mereka sendiri, yakni tidak memperhatikan sunnatullah dalam unpaya mencari penghidupan. Disamping itu, karena kemalasan mereka didalam mencari rizki di atas bumi Allah, sesuai dengan situasi yang ditetapkan untuk hamba-hamba-Nya. Dan Allah membuka pintu rizki kepada sebagian yang lain karena mereka pandai membawa diri dan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada, disertai dengan usaha mereka yang bersungguh-sungguh dan bersifat positif, sesuai dengan keadaan alam.76 Pada ayat ini kata tanya yang digunakan adalah “siapa”. Dalam hal ini kata tanya “siapa” digunakan untuk menanyakan tentang seseorang. Dalam ayat ini Allah bertanya “siapa yang ingin memberikan pinjaman kepada Allah?” pertanyaan ini ditujukan kepada hamba-Nya yakni manusia. Allah menanyakan hal ini dengan untuk mengajak hamba-Nya agar mau berinfak dan mengeluarkan hartanya dijalan Allah. Selain dalam Tafsir Departemen RI mâ dan 75
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz 1, h 641 Ahmad Mustafa Al-Maroghi, Terjemah Tafsir Al-Maroghi, (Semarang, Toha Putra Semarang, 1974),juz. 2, h. 364. 76
69
man pada dasarnya sama, bedanya mâ digunakan untuk yang tidak berakal dan man digunakan untuk menanyakan yang berakal. Sama seperti mâ, man juga digunakan untuk menanyakan subtansi dari yang berakal. Pertanyaan ini juga mengarah kepada siapa hakikat yang ingin memberikan pinjaman kepada Allah.77
B. Analisis Metode Tanya Jawab yang terdapat dalam surat Al-
Anbiya 7, Al-Qori’ah 1-2, Al-Baqarah 28, At-Takwîr 26-27, Ar-Rahmân 13, Al-Baqarah 245 1. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Anbiya ayat 7 Dalam pendidikan metode tanya jawab bukanlah metode baru. Metode ini juga sering digunakan Rasulullah untuk melakukan pembelajaran bersama para sahabat. Dalam ayat ini yaitu surat al-Anbiyâ ayat 7 ini merupakan perintah bertanya jika kita tidak mengetahui akan suatu hal. Hal ini menandakan bahwa bertanya merupakan bagian dari pada proses pendidikan dan juga proses pembelajaran dari seseorang terhadap orang lain. Pada surat Al-Anbiyâ ayat 7 ini Allah memerintahkan kita bertanya kepada orang yang memang mengetahui akan hal yang ingin kita tanyakan
Menurut Quraisy Shihab pada
ayat ini orang-orang yang tidak mempercayai rasul untuk bertanya kepada orang-orang yang sebelum mereka yaitu orang-orang yang tidak mempercayai rasul. Orang yang sebelum mereka adalah orang Yahudi dan Nasrani hal ini dikerenakan orang Yahudi dan Nasrani lebih dulu hidup dan lebih mengetahui tentang kerasulan dan kanabiyan.78 Dari ayat tersebut berarti seorang peserta didik pun diperintahkan untuk bertanya kepada pendidiknya terkait hal yang ia belum ketahui yang terdapat dalam materi yang sedang diajarkan. Hal ini dikarenakan 77
Departemen RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Hati 2010), Mukaddimah, h. 170 Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz. 8, h. 15
78
70
seorang pendidik tentu lebih memahami terkait materi yang akan diajarkan tersebut. Dan ketika seorang peserta didik bertanya kepada pendidiknya maka ketika itu pula seorang peserta didik sedang berfikir dan mencari penjelasan tentang apa yang ia tidak ketahui. Proses tersebut di atas merupakan proses belajar, melalui bertanya maka ia mendapatkan jawaban akan hal yang ia belum ketahui. Karena bertanya tentang apa yang kita tidak ketahui merupakan perintah sebagaimana yang terdapat pada surat al-Anbiyâ ayat 7 ini. Perintah ini untuk menghilangkan keambiguitasan seseorang akan hal yang belum diketahuinya. Selain itu agar seseorang tersebut menjadi tahu dan betulbetul faham akan hal tersebut, yang semula ia tidak mengetahuinya kemudian ia pun menjadi tahu setelah ia bertanya. Kadiah awal yang tertera pada ayat ini jika dikaitkan dengan pendidikan maka perintah bertanya ini dilakukan oleh seorang peserta didik
kepada pendidiknya, namun bukan berarti dalam pelaksanaan
metode tanya jawab hanya seorang peserta didik lah yang diperkenankan untuk bertanya dan pertanyaannya pun hanya ditujukan oleh pendidiknya saja. Karena metode tanya jawab juga bisa dilakukan dari berbagai arah, tidak hanya antara pendidik dengan satu peserta didik saja. bisa juga dilakukan
dengan
beberapa
peserta
didik.
Ketika
pendidik
menyampaikan pembelajaran melalui pertanyaan maka tidak hanya satu peserta didik saja yang bisa menjawabnya melainkan peserta didik peserta didik yang lain pun bisa ikut serta menjawabnya. Demikian juga hal ini sering dilakukan oleh Rasulullah kepada sahabat-sahabat lainnya. Muzayyin
Arifin
dalam
bukunya
Ilmu
Pendidikan
Islam
mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan sebagai landasan dalam proses pembelajaran. Salah satu diantara beberapa landasan tersebut adalah prinsip komunikasi tersebuka. Yakni pendidik mengajak peserta didiknya untuk terbuka terhadap segala hal atau materi pelajaran yang diajarkan kepada mereka,
71
agar
mereka
dapat
menyerapnya
dan
memahaminya. 79
Dalam
membangun komunikasi antara seorang pendidik dan peserta didik bisa dilakukan dengan tanya jawab antara pendidik dan peserta didik, karena bertanya merupakan awal pembuka dalam melakukan komunikasi. Dengan demikian metode tanya jawab merupakan metode yang memiliki prinsip komunikasi terbuka. Dalam pelaksanaannya metode tanya jawab bisa saja dilakukan dengan beberapa cara seperti, seorang pendidik memberikan sebuah pertanyakan yang ditujukan kepada semua peserta didik, seorang pendidik memberikan pertanyaan hanya kepada seorang peserta didik saja, ataupun seorang pendidik meminta peserta didiknya untuk bertanya akan suatu hal. Pertanyaan seorang pendidik kepada semua peserta didiknya bisa dilakukan diawal pembelajaran, guna memfokuskan dan membangun konsentrasi peserta didik untuk materi yang akan diajarkan oleh seorang pendidik. Pertanyaan dari seorang pendidik kepada salah satu peserta didik saja bisa dilakukan pada pertengahan mata pelajaran atau pun diakhir mata pelajaran, hal ini untuk mengetahui sampai mana kepahaman peserta didik terkait dengan materi yang diajarkan oleh pendidiknya tersebut. Adapun pertanyaan yang diberikan seorang peserta didik kepada pendidiknya, ini bisa terjdi kapan saja sebagaimana kesadaran seorang peserta didik dalam belajar akan tetapi seorang pendidik bisa memberikan kesempatan yang di khususkan untuk para peserta didik yang belum memahami terkait materi yang diajarkan. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode tanya jawab bisa menjadikan proses belajar mengajar menjadi proses yang aktif dan menyenangkan. Terlebih bilamana hal ini didukung dengan kemampuan bertanya seorang pendidik dalam
memberikan pertanyaan kepada
peserta didiknya. Skill bertanya atau kemampuan bertanya merupakan suatu bagian dari kemampuan-kepampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Karena jika seorang pendidik tidak memiliki 79
Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2009), h. 148
72
kemampuan ini, maka proses pembelajaran dengan menggunakan metode ini kuranglah bisa berhasil. 2. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Qâri’ah ayat 1-2 Pada surat al-Qâri‟ah ayat 1-2 ini pertanyaan yang terdapat didalamnya adalah pertanyaan “Apa”. Dari pertanyaan “apa” kita bisa menemukan banyak pertanyaan. pertanyaan apa merupakan pertanyaan yang biasa ditanyakan dalam berbagai kondisi. Sepert, “apa yang kalian lakukan?”, “apa itu?” dan lain sebagainya. Dala surat al-Qâri‟ah 1-2 ini pertanyaan di dalamnya yaitu “Apakah hari kiamat itu?”.
Dalam proses pembelajaran pertanyaan dengan
menggukan
tentu
“apa”
amat
diperlukan.
Pertanyaan
dengan
menggunakan “apa” ini bisa digunakan sebagai pertanyaan untuk meminta pemahaman akan suatu hal atau sekedar untuk mengingatkan saja, dalam artian pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang menggali peserta didik kepada pemahaman yang lebih mendalam. Pertanyaan “apa” juga bisa digunakan dalam proses pembelajaran, baik diawal, pada pemberian materi, maupun di akhir pembelajaran. Sebagai contoh pertanyaan ini digunakan untuk pemberian materi yaitu “apa itu sholat?”. Pertanyaan ini bisa dilakukan pada awal proses pembelajaran untuk memfokuskan peserta didik terkait materi yang akan dipelajari pada hari itu. Dari pertanyaan ini juga membuat peserta didik lebih berpikir dan mencari tahu lebih banyak terkait tentang sholat. Demikian juga dengan materi-materi lainnya, misalkan: -
Apa itu zakat?
-
Apa itu taqwa?
-
Apa itu ikhfa?
-
Dan lain sebagainya….
Pertanyaan selanjutnya adalah pertanyaan yang bisa digunakan untuk menuntun ataupun mengarahkan seperti, “apa yang kalian lakukan jika kalian diberikan banyak rizki dari Allah?” hal ini guna menuntut
73
peserta didik untuk lebih berfikir lagi akan apa yang ia lakukan dan selain itu pertanyaan ini juga pertanyaan arahan yang membuat pendidik mudah mengarahkan kepada materi yang akan diberikan. Pertanyaan “apa” juga bisa digunakan diakhir pelajaran dengan maksud untuk mengulang kembali materi pembelajaran seperti, “Jadi, apa yang dimaksud dengan bersyukur?”. Selain itu pertanyaan lain diakhir pembelajaran adalah “apa kesimpulan pelajaran kita hari ini?”, pertanyaan ini merupakan pertanyaan kesimpulan dari apa yang telah dipelajari. Dalam pembelajaran kita tentu mengenal taksonomi. Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus. Dalam sebuah taksonomi pendidikan merupakan klasifikasi tujuan-tujuan.80 Taksonomi digunakan sebagai tujuan pemebalajaran dan juga sebagai asesmen atau penilaian. Menarik kesimpulan dalam table taksonomi merupakan ranah kognitif tingkat dua (c2) yaitu memahami.81 Dengan peserta didik mampu memberikan kesimpulan materi pembelajaran maka peserta didik tersebut memahami apa yang dipelajarinya. Selanjutnya kata tanya “apa” juga merupakan pertanyaan ini bisa diberikan diawal pembelajaran ataupun pada proses pemberian materi. Seperti “apakah kalian belajar?”, “apa yang kamu pelajari semalam?”. Pertanyaan ini bisa diberikan dalam proses pendahuluan pembelajaran. Hal ini untuk menuntun peserta didik dari pelajaran sebelumnya kepada pelajaran yang akan diajarkan dan juga untuk mengetahui mengetahui apa saja yang dipelajari oleh peserta didik dan apakah peserta didik mempelajari terkait materi yang akan diajarkan sebelum dipelajari di sekolah.
80
Lorin W Enderson dkk, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom‟s Taxonomy of Educational Objectives, Abriged Edision oleh Agung Prohantoro, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014), h. 6. 81 Ibid., h. 44
74
Adapun
contoh
pertanyaan
yang
diberikan
pada
proses
pembelajaran seperti, “apakah kita harus bersyukur kepada Allah?”, “apakah kalian sudah bersyukur kepada Allah?”. Dan setelahnya pendidik bisa memberikan pemahaman tentang syukur. Pertanyaan “apa” selanjutnya yaitu pertanyaan yang meinta peserta didiknya untuk membedakan akan suatu hal. seperti contoh, “apa perbedaan antara nabi dan rasul?”. Pertanyaan tersebut meminta peserta didik untuk memberikan perbedaan antara Nabi dan Rosul. Pada taksonomi pendidikan, membedakan terolong taksonomi pendidikan ranah kognitif tingkat analisis atau tingkat empat (c4).82 Jika peserta didik dapat membedakan antara nabi dan rasul maka peserta didik tersebut sudah menganalisa apa perbedaan antara nabi dan rasul. Dalam proses pembelajaran pendidik pun bisa mengajak peserta didiknya untuk bertanya seperti, “apa ada pertanyaan?”. Pertanyaan seperti ini bisa diberikan ketika pemberian materi berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh peserta didiknya betul-betul memahami akan materi yang sedang diajarkan. Pertanyaan lain dari pertanyaan “apa” merupakan pertanyaan meminta penjelasan yang lebih lanjut lagi seperti, “apa contohnya?”. Dengan meminta contoh berarti pendidik meminta peserta didiknya untuk memberikan penjelasan yang lebih lanjut. Adapun memberikan contoh dalam taksonomi pendidikan merupakan ranah memahami, yaitu ranah kognitif tingkat dua (c2).83 Pertanyaan “apa” juga bisa mengajak peserta didik untuk merumuskan suatu hal. Contoh, “apa yang kalian lakukan saat melakukan jual beli?” dari pertanyaan tersebut peserta didik akan merumuskan halhal yang mereka lakukan saat melanjutkan jual beli sesuai dengan pengalamannya
masing-masing.
dalam
taksonomi
pendidikan
merumuskan merupakan ranah kognitif tingkat enam (c6) yaitu 82 83
Ibid., h. 45 Ibid., h. 44
75
mencipta.84 Dari pengalaman masing-masing peserta didik tentu akan memberikan jawaban yang berbeda, dari peserta didik yang lebih sering berbelanja di warung, pasar tradisional, pasar modern, ataupun peserta didik yang sering berbelanja secara on line. Selain itu juga pertanyaan dengan menggunakan “apa” bisa sebagai pertanyaan
permintaan
(compliance
question),
pertanyaan
ini
mengharapkan agar peserta didik mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan.85 Seperti “apa kamu bisa membantu ibu?”, seorang pendidik bertanya demikian kepada peserta didik dalam hal ini berarti pendidik juga mengharapkan peserta didik dapat membantunya.
3. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Baqarah ayat 28 Pada surat al-Baqarah ayat 28 ini, kata tanya yang digunakan adalah كيفyang artinya “Bagaimana”. Dalam surat ini, pertanyaan ini ditujukan untuk orang yang kafir.
Artinya: Bagaimana kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, Kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
kembali,
Kemudian
kepada-Nya-lah
kamu
dikembalikan? Pertanyaan ini untuk membuat orang kafir tersebut terheran-heran dan kagum akan keagungan Allah. Karena ayat ini merupakan ayat yang mengagungkan Allah. Jika kita kaitkan dengan pendidikan, seorang pendidik pun perlu membuat peserta didiknya menjadi kagum akan suatu hal, seperti pertanyaan “bagaimana kamu tidak sopan pada ibumu padahal ibumu lah yang melahirkanmu, dan menpendidiksmu dari kamu lahir 84
Ibid., h. 44 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h. 75 85
76
sampai kamu seperti sekarang ini?” Dengan pertanyaan ini peserta didik pun menjadi kagum pada ibunya dan akan merenungi serta mengingat akan pengorbanan ibunya. Selain itu juga pertanyaan “bagaimana kalian akan bisa jika kalian tidak mau mencoba? sedangkan setelah mencoba kalian akan paham dan kalian akan bisa”. Pertanyaan tersebut juga pertanyaan seperti sebelumnya. Pendidik membuat peserta didiknya untuk mau mencoba dan tidak ragu untuk mencoba. Pertanyaan tersebut juga pertanyaan yang menuntun dan meyakinkan peserta didiknya untuk mau mencoba akan suatu hal. Pertanyaan bagaimana biasanya digunakan untuk menanyakan keadaan seseorang, seperti “bagaimana kabar kalian hari ini?”. Pertanyaan ini juga digunakan pada awal pembelajaran ataupun pada awal masuk kedalam kelas. Dengan pertanyaan tersebut pendidik bisa mengetahui keadaan peserta didik sebelum melakukan pembelajaran. Pertanyaan ini juga merupakan pertanyaan pembuka agar si anak tidak tegang dan tetap relex selama proses pembelajaran. Pertanyaan ini juga merupakan pertanyaan argumentasi seperti “bagaimana pendapatmu tentang…..?”. Dalam taksonomi pendidikan, mengemukakan pendapat merupakan bagian dari mengatribusi. Adapun mengatribusi adalah ketika peserta didik dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai, atau tujuan dibalik komunikasi86. Mengatribusi merupakan ranah kognitif tingkat empat (C4) yaitu ranah analisis87. Pertanyaan ini mengajak peserta didik berpikir lebih aktif lagi. Dengan pertanyaan ini peserta didik diminta berargumentasi dan mengeluarkan pendapatnya terkait dengan suatu hal. Pertanyaan bagaimana juga digunakan untuk menanyakan tatacara ataupun proses seperti “bagaimana tatacara berwuđu?”. Pertanyaan
86
Lorin W Enderson dkk, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom‟s Taxonomy of Educational Objectives, Abriged Edision oleh Agung Prohantoro, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014), h. 124 87 Ibid., h. 44
77
bagaimana biasanya dijawab dengan deskripsi terkait dengan bagaimana tatacara melakukan berwuđu. Pertanyaan ini pun bisa dilanjutkan dengan meminta peserta didik untuk mempraktikkannya seperti, “bagaimana tatacara berwuđu? Praktikkan!. Dengan demikian selain pendidik mengetahui secara teoritis juga bisa melihat bagaimana peserta didik mempraktikkan dan mendemonstrasikan tatacara berwuđu. Dalam taksonomi
pendidikan
mendemonstrasikan
psikomotorik tingkat dua (P2) yaitu manipulasi.
merupakan
ranah
88
Pertanyaan “bagaimana” dalam penerapannya bisa digunakan dalam hal apa saja. Pertanyaan bagaimana bisa digunakan ketika pembelajaran akan dimulai dan menanyakan kesiapan para peserta didik untuk belajar yaitu, “bagimana kesiapan kalian untuk belajar hari ini?” maka para peserta didik pun akan menjawab dengan mendeskripsikan kesiapan belajara mereka pada hari itu. Dan dari pertanyaan tersebut pun pendidik bisa mengetahui persiapan mereka dalam menghadapi pelajaran pada hari itu. Dari pertanyaan “bagaimana?” pendidik juga bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik, seperti “bagaimana kalian akan pintar jika kalian tidak belajar?” dengan pertanyaan demikian pendidik dapat memberikan pemahaman bahwa belajar itu amatlah penting agar peserta didiknya senang belajar. Selain itu pertanyaan ini bisa juga sebagai pertanyaan penuntut yang mana pertanyaan ini dapat menuntun peserta didiknya agar belajar dengan giat. Sebagaimana pertanyaan dengan menggunakan “apa?” pertanyaan dengan menggunakan kata “bagaimana?” bisa digunakan sebagai pertanyaan permintaan (compliance question seperti, “Bagaimana jika kamu menuliskannya di papan tulis?” pertanyaan ini) secara tidak langsung meminta peserta didik tersebut untuk menulsikannya dipapan tulis. 88
Enggar.net, Kata Kerja Operasional Baru-Taksonomi, (Enggar.net, 23-Juni-2016), http://enggar.net/2016/06/kata-kerja-operasional-baru-taksonomi-bloom/
78
4. Metode Tanya Jawab dalam Surat At-Takwîr Ayat 26-27 Dalam surat at-Takwîr ayat 26-27 kata tanya yang ada pada ayat ini adalah ايهyang berarti “Mana?”. Sebagaimana kita ketahui bahwa kata tanya “mana” digunakan untuk menanyakan tempat. Pada ayat ini Allah berfirman “ke mana kamu akan pergi?” ini merupakan pertanyaan yang ditujukan kepada orang-orang yang sesat dan orang yang menyimpang dari jalan Allah.89 Pertanyaan pada ayat 27 adalah اَيْهَ تَذْهَُبوْنyang berarti ke mana kalian akan pergi?. Pertanyaan tersebut pun dilanjutkan dengan Firman Allah pada ayat 27 yakni َ اِنْ ُهوَ اِالَ ذِكْزٌ لِلْعلمِيْهyang berarti al-Qur‟ân ini tidak lain adalah peringatan bagimu. Dengan demikian Allah ingin memperingatkan mereka bahwa al-Qur‟ân itu merupakan petunjuk dalam hidup dan juga pedoman. Hal ini karena mereka berada dalam kesesatan dan menyimpang dari jalan yang benar. Seorang pendidik pun bisa memberikan pertanyaan peringatan sebagaimana yang terdapat pada ayat ini seperti, “Ke Mana kalian akan mendapatkan jawabannya, jika kalian tidak mau bertanya ataupun membaca buku?”. Melalui pertanyaan ini secara tidak langsung pendidik telah memperingatkan peserta didiknya untuk mau bertanya dan rajin membaca, karena dengan bertanya dan membaca peserta didik bisa mendapatkan pengetahuan yang belum ia ketahui. Pertanyaan dengan menanyakan tempat seperti “ke Mana”, “Di mana?” dan “dari mana?” bisa digunakan oleh pendidik dalam melakakukan metode tanya jawab. “ke mana” biasanya digunakan untuk menyakan tempat yang akan dituju oleh seseorang, adapun “di mana” menanyakan keberadaan seseorang, dan “dari mana” merupakan pertanyaan tempat ataupun asal seseorang. Dari kata “dari mana?”, pertanyaan yang pendidik berikan bisa merupakan klarifikasi terhadap peserta didik. Misalkan. “dari mana kamu 89
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Semarang, Kariyath Futiran, ttt),Juz. 4, h. 542
79
mengetahui tentang ini?” pertanyaan ini merupakan sebuah klarifkasi untuk mengetahui lebih detail terkait suatu hal. dari pertanyaan ini pun pendidik bisa mendapatkan jawaban-jawaban atau petunjuk-petunjuk tentang suatu hal. Memang pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “mana” tidaklah bisa digunakan dalam berbagai hal seperti pertanyaan “apa”. karena pertanyaan dengan menggunakan “mana” digunakan untuk meanyakan tempat seperti, “mau ke mana kalian pergi?”, “Di Mana tempat tinggal mu?” ataupun “dari mana kamu berasal?”. Dalam pembelajaran pendidik pun bisa memberikan pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “mana?”. Seperti pertanyaan “ke mana umat muslim pergi untuk melaksanakan rukun Islam yang ke lima yaitu haji?” atau “di mana rasulullah pertama kali menerima wahyu dari Allah?”.
5. Metode Tanya Jawab dalam Surat Ar-Rahmân 13 Pada ayat ini kata tanya yang terdapat pada ayat tersebut adalah اّي yang berarti “yang mana?”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan pengkhususan yakni pertanyaan pilihan. Dalam ayat ini pertanyaannya adalah فَبِأَّيَ ءَاالءِ رَّبَكُمَا تُكَذِّبَانyang berarti “maka nikmat tuhan yang mana yang kamu dustakan”. Pada ayat ini Allah bertanya kepada makhluqnya akan nikmat Allah yang mana yang didustakan oleh makhluqnya tersebut. Ayat ini dalam surat ar-Rahmân 13 ini diulang sebanyak 31 kali. Penyebutan nikmat-nikmat, pemberian pertanyaan seperti pada ayat ini mengandung makna keagungan nikmat tersebut serta banyaknya manfaat yang diraih oleh penerimanya dengan tujuan menjadikannya lebih bersyukur
atau
mengecamnya
bila
tidak
bersyukur
sambil
memberitahukan bahwa sikapnya telah melampaui batas.90 Hal ini dikarenakan nikmat Allah yang begitu banyaknya akan tetapi mereka tetap tidak bersyukur.
90
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat Lentera Hati, 2002), Juz 13, h. 288
80
Pertanyaan ayyun merupakan pertanyaan pilihan, dalam taksonomi pendidikan
memilih
merupakan
bagian
dari
membedakan
dan
membedakan merupakan ranah kognitif tingkat analisa yaitu tingkat empat (C4)91. Pertanyaan pilihan dikatagorikan sebagai pertanyaan analisa dikerenakan dengan peserta didik bisa memilih berarti peserta didik bisa menganilisa akan sesuatu. Sebagai contoh pertanyaan pilihan, “setelah kalian memahami apa itu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah, dari kelima hal tersebut perkara yang manakah yang lebih dulu dikerjakan dan ditinggalkan?”. Dari pertanyaan tersebut peserta didik dapat menganalisa manakah perkara yang lebih dulu dikerjakan dan perkara manakah yang lebih dulu ditinggalkan. Dengan demikian berarti pendidik pun telah mengajak peserta didiknya untuk memilih dengan cara berpikir akan perkara yang lebih dulu dikerjakan dan ditinggalkan. Dan selain menganalisa, pendidikpun dapat memberikan penguatan materi setelah peserta didik menjawab pertanyaan yang ajukan oleh pendidik tersebut. Karena pertanyaan tersebut juga merupakan pertanyaan yang mengarahkan dan menuntun peserta didiknya. Pertanyaan tersebut diberikan ditengah proses pembelajaran. Selanjutnya misalkan, “jawaban yang mana yang menurut kalian benar?”. Pertanyaan ini mengajak seluruh peserta didik untuk berfikir akan jawaban mana yang benar. Dengan ini akan memicu peserta didik untuk berdiskusi dan mencari jawaban untuk memilih jawaban yang mana yang benar. Pertanyaan lainnya misalkan, “Sikap mana yang akan kamu ambil, pergi dan mengabaikannya atau mendekatinya dan menolongnya jika kamu melihat temanmu terjatuh dari sepeda?”. Pertanyaan tersebut memang pertanyaan analisa, namun dari pertanyaan tersebut pendidik
91
Lorin W Enderson dkk, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom‟s Taxonomy of Educational Objectives, Abriged Edision oleh Agung Prohantoro, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014), h. 121
81
bisa menilai bagaimana peserta didik terkait sikap yang dipilih oleh peserta didiknya.
6. Metode Tanya Jawab dalam Surat Al-Baqarah ayat 245 Pada surat al-Baqarah ayat 245 ini, kata tanya yang terdapat pada ini adalah ْ مَهyang artinya adalah siapa. Man merupakan kata tanya yang digunakan untuk menanyakan yang berakal yaitu manusia. Pertanyaan yang terdapat pada ayat ini yaitu;
Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan. Melalui pertanyaan ini, sesungguhnya Allah ingin mengajak hambaNya untuk mau bersedekah dan memberikan hartanya untuk jalan yang benar. Dan Allah pun menjanjikan akan melipat gandakan setiap apa yang sudah di investasikannya tersebut. Biasanya pertanyaan dengan menggunakan “siapa?” adalah untuk menanyakan seseorang seperti, “siapa yang suka membaca?”, “siapa nama orang tuamu?”, “siapa orang yang paling kamu sayangi?” dan lain sebagainya. Dalam konteksnya pertanyaan ma dan man merupakan pertanyaan yang sama. Hanya saja ma digunakan untuk yang tidak berakal dan man digunakan untuk yang berakal. Karena mâ dan man merupakan pertanyaan hakikat.92 Yang berbeda hanyalah jika mâ
92
Departemen RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta, Lentera Hati 2010), Mukaddimah, h.
170
82
meminta hakitan dari hal yang tidak berakal sedangkan man merupakan pertanyaan hakikat dari yang berakal. Dengan
demikian
cenderung untuk
pertanyaan
dengan
menanyakan orang.
mengganaka
Dalam
“siapa”
proses pendidikan
pertanyaan dengan menggunakan “siapa” bisa degunakan seorang pendidik untuk mengajak seorang peserta didik ataupun untuk mengetahui siapa saja peserta didik yang sudah melakukan sesuatu ataupun yang belum melakukan sesuatu. Seorang pendidik dalam memberikan materi pembelajaran bisa dengan melakukan pertanyaan seperti pada ayat ini. Misalkan, “siapa yang mau membacakan cerita nabi Nuh di depan kelas?”. Peserta didik yang menunjuk tangannya dan mau serta mampu bercerita berarti peserta didik tersebut paham dan sudah mengerti akan cerita tersebut. Bukan hanya faham, seorang peserta didik yang menunjuk tangannya berarti peserta didik tersebut sudah mengajukan dirinya untuk maju. Peserta didik yang sudah mengajukan dirinya berarti peserta didik tersebut menaggapi ataupun merespon pendidiknya. Menanggapi merupakan ranah afektif tingkat dua (A2).93 Selain itu dengan bercerita didepan kelas maka pendidik sudah melatihnya untuk berani maju ke depan kelas dan bercerita di depan teman-temannya. Pendidik juga dapat memberikan pertanyaan melalui kata tanya “siapa” pada permulaan pembelajaran seperti, “siapa yang sudah membaca pelajaran untuk hari ini?”, “siapa yang sudah siap untuk belajar?” ataupun “siapa yang tau pelajaran apa yang akan kita pelajari hari ini?”. Dengan pertanyaan yang demikian pendidik dapat memacu peserta didiknya untuk semangat belajar dan memberikan focus untuk materi yang akan dipelajari. Selain itu pendidik juga bisa mengetahui kesiapan peserta didiknya dalam mengikuti pelajaran hari itu. Karena dengan sudah membacanya peserta didik pelajaran hari itu maka peserta 93
Enggar.net, Kata Kerja Operasional Baru-Taksonomi, (Enggar.net, 23-Juni-2016), http://enggar.net/2016/06/kata-kerja-operasional-baru-taksonomi-bloom/
83
didik tersebut tentu sudah siap untuk mengikuti pelajaran pada hari itu. Dengan siapnya peserta didik dalam mengikuti proses belajar maka peserta didik akan mudah merespon pelajaran dari stimulus yang diberikan oleh seorang pendidik. Sebagaiman teori belajar behavioristik yang dicetuskan oleh Torndike stimulus dan respon akan terbentuk jika para peserta didiknya sudah memiliki kesiapan dalam belajar.94 Dalam teori bertanya terdapat juga yang dinakan dengan pretanyaan retori (rhetorical question) yaitu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban akan tetapi jawaban tersebut dijawab oleh pendidik.95 Seperti pertanyaan, “Siapakah tuhan kita yang wajib kita sembah?”, “Siapa nabi kita?” pertanyaan seperti ini tidaklah dijawab oleh peserta didik akan tetapi oleh pendidik yang mengajarkannya. Dengan pertanyaan tersebut pendidik pun dapat memberikan penguatan materi dan penjabaran yang lebih terkait jawaban dari pertanyaan tersebut. Seorang pendidik juga bisa mengajak peserta didiknya untuk bertanya dalam proses pembelajaran seperti, “Siapa yang mau bertanya?”. Pertanyaan tersebut mengajak peserta didiknya untuk bertanya jika memang ada yang ingin ditanyakan oleh peserta didiknya. Selain itu seorang pendidik juga hendaknya memberi kesempatan pada peserta didiknya untuk bertanya. Melalui pertanyaan ini pendidik juga memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk bertanya agar pendidik pun bisa mengetahui adakah peserta didiknya yang masih belum memahami terkait materi yang sedang diajarkan. Pertanyaan selanjutnya adalah “Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ibu?” melalui pertanyaan itu pendidik dapat mengetahui peserta didik mana yang sudah menguasai materi dan yang belum menguasai. Seorang pendidik juga bisa menilai keaktifan peserta didik selama dalam proses pembelajaran. selain itu melalui pertanyaan ini, 94
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Rawamangun, Kencana Media Group, 2011), h. 238 95 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Bandung), cet.24, h. 75
84
seorang peserta didik menjadi tergugah rasa ingin tahunya dan mulai mengingat kembali dan berfikir untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut. Dari kata tanya ini juga seorang pendidik bisa meminta perhatian dan meminta kepatuhan dari peserta didiknya seperti, “Siapakah yang bisa membantu ibu untuk menghapus papan tulis ini?”. Pertanyaan tersebut
hakikatnya
meminta
kepada
peserta
didiknya
untuk
membantunya melalui sebuah pertanyaan. Hal ini pun pendidik bisa mengetahui siapakah dari peserta didiknya yang mau menolong pendidiknya. Ini juga termasuk dalam ranah kognitif tingkat dua (A2) yaitu merespon.96
96
Enggar.net, Kata Kerja Operasional Baru-Taksonomi, (Enggar.net, 23-Juni-2016), http://enggar.net/2016/06/kata-kerja-operasional-baru-taksonomi-bloom/
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang terdapat pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa dari ke enam surat tersebut yaitu pada surat al-Anbiyâ ayat 7, al-Qâri’ah ayat 1-2, al-Baqarah ayat 28, at-Takwîr 26-27, arRahmân 13, al-Baqarah 245 terdapat pendekatan pembelajaran melalui metode tanya jawab. Adapun kesimpulan yang terdapat pada ke enam surat tersebut dari segi tafsirnya dan kaidah metode tanya jawabnya adalah; 1. Kesimpulan dalam surat al-Anbiyâ ayat 7: a. Pada surat al-Anbiyâ ayat 7, di dalamnya terdapat perintah untuk bertanya bagi orang yang tidak mengetahui atau memahami akan suatu hal, dan ditujukan kepada orang yang memahami akan hal yang ingin ditanyakan. b. Dari hasil penelitian penulis menyatakan bahwasanya tanya jawab merupakan sebuah metode dalam pembelajaran. karena seseorang akan mendapatkan pengetahuan setelah bertanya. c. Dalam
mengimplementasikan
metode
ini,
pendidik
bisa
menggunakannya dalam berbagai macam mata pelajaran, seperti SKI, al-Qur’ân Hadits, Fiqih, dan Aqidah Akhlak. 2. Kesimpulan pada surat al-Qâri’ah ayat 1-2: a. Pertanyaan dalam ayat ini adalah “ ”ماyang artinya adalah “apa”. ayat 1-2 ini merupakan ayat tentang hari kiamat. “Apakah hari kiamat itu?” pertanyaan yang terdapat pada ayat kedua ini merupakan pertanyaan meminta perhatian serta kecaman terhadap dahsyatnya hari kiamat. Pertanyaan “apa” juga merupakan pertanyaan eksistensi.
85
86
b. Pertanyaan yang terdapat dalam surat al-Qâri’an ini adalah pertanyaan “apa”, seorang pendidik bisa memberikan pertanyaan sepeti; pertanyaan menurut maksudnya, pertanyaan menurut taksonomi, pertanyaan menurut macamnya. c. Dalam
menggunakan
pertanyaan
ini
pendidik
bisa
menggunakannya dalam pembelajaran seperti dalam hal, memulai pembelajaran, menguatkan pemahaman, meminta peserta didik merumuskan sesuatu, menganalisa, meminta peserta didik untuk bertanya, menarik kesimpulan dan lain sebagainya. 3. Kesimpulan pada surat al-Baqarah ayat 28: a. Pada ayat ini pertanyaan di dalamnya adalah “bagaimana”, pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang mengandung unsur kecaman serta keheranan. Melalui ayat ini Allah ingin membuat hambanya menjadi keheranan dan ta’ajjub akan kebesaran Allah. Bahwasanya
Allah-lah
yang
menghidupkan
mereka
dan
mematikan mereka. b. Pertanyaan yang terdapat dalam surat ini adalah pertanyaan menurut
maksudnya, pertanyaan menurut
taksonomi, dan
pertanyaan menurut macamnya. c. Dalam menggunakan pertanyaan “bagaimana”, pendidik bisa menggunakannya
pada,
awal
pembelajaran,
pertengahan
pembelajaran, meminta argument dari peserta didik, menanyakan tatacara, meminta akan suatu hal, mengajak peserta didik untuk berfikir dan lain sebagainya. 4. Kesimpulan surat At-Takwir ayat 26-27 a. Pada surat At-Takwir ayat 26-27 pertanyaan pada ayat ini adalah pertanyaan peringatan. Melalui ayat ini Allah memperingatkan hamba-Nya bahwasanya al-Qur’an merupakan petunjuk yang nyata bagi hamba-Nya. Maka pertanyaan “kemana kamu akan pergi?” merupakan pertanyaan peringatan.
87
b. Pada ayat ini pertanyaan didalamnya adalah, pertanyaan menurut maksudnya, pertanyaan menurut taksonomi, dan pertanyaan menurut macamnya. c. Dalam
menggunakan
pertanyaan
ini,
pendidik
bisa
menggunakannya pada proses pembelajaran dalam hal, memberi peringatan, mengklarifikasi peserta didik, dan pertanyaan untuk menguatkan pemahaman peserta didik. 5. Kesimpulan dari surat ar-Rahmân ayat 13: a. Pada surat Ar-Rahmân ayat 13 pertanyaan yang terdapat di dalamnya adalah “yang mana”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang meminta pengkhususan akan suatu hal. sedangakan dalam ini pertanyaan yang terkandung di dalamnya adalah pertanyaan tantangan. Melalui ayat ini Allah menantang hamba-hamba-Nya yaitu jin dan manusia akan nikmat-Nya yang didusdatakan oleh hamba-Nya. b. Pertanyaan yang terdapat dalam ayat ini adalah, pertanyaan menurut
maksudnya, pertanyaan menurut
taksonomi, dan
pertanyaan menurut macamnya. c. Dalam
menggunakan
menggunakannya
pada
pertanyaan proses
ini,
pendidik
pembelajaran
dalam
bisa hal,
menganalisa, mengajak peserta didik untuk berfikir, dan mengarahkan peserta didik, serta lain sebagainya. 6. Kesimpulan pada surat al-Baqarah ayat 245: a. Pada surat Al-Baqarah ayat 245 terdapat di dalamnya adalah “siapa”. Melalui ayat ini Allah bertanya kepada hamba-Nya akan siapa yang ingin memberikan pinjaman kepada-Nya, dalam arti siapa yang ingin memberikan hartanya di jalan Allah.. b. Pada ayat ini di dalamnya terdapat beberapa pertanyaan, yaitu; pertanyaan menurut maksudnya, pertanyaan menurut taksonomi, dan pertanyaan menurut macamnya.
88
c. Dalam
menggunakan
pertanyaan
ini,
pendidik
bisa
menggunakannya dalam proses pembelajaran dalam berbagai hal, seperti menanyakan kesiapan peserta didik, pertanyaan yang berkaitan dengan seseorang, pertanyaan yang mengarahkan, pertanyaan untuk menambah pemahaman peserta didik, dan lain sebagainya.
B. Implikasi Proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara menyenangkan dan tidak membosankan. Seorang pendidik juga hendaknya bisa mengajak peserta didik untuk berpikir dan mau bertanya jika tidak mengetahuinya. Melalui Metode Tanya Jawab ini guru bisa menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan mengajak siswa untuk berpikir. Dalam penerapannya pendidik bisa melakukan tanya jawab dalam materi apapun seperti Fikih, Qur’an Hadits, SKI, dan Akidah Akhlak.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah penulis kemukakan di atas, maka ada ada beberapa hal yang ingin penulis kemukakan untuk dijadikan saran dan masukan dalam upaya peningkatan pendidikan salah satunya dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah: 1. Al-Qur’an merupakan pedoman bagi seluruh umat Islam dalam berbagai hal demikian juga dalam hal pendidikan. Hendaknya pendidikan dalam berbagai hal khususnya dalam pendidikan Islam tidak terlepas dari al-Qur’an. 2. Metode tanya jawab merupakan salah satu metode pembelajaran yang mengajak peserta didiknya aktif dalam pembelajaran. Dan hendaknya pendidik mengimplementasikan metode ini dalam proses pembelajaran. Selain dari pada metode ini metode tertua, metode ini juga merupakan metode yang sering digunakan oleh rasulullah dalam
89
melakukan
proses
pembelajaran.
Metode
ini
pun
bisa
dimplementasikan dalam berbagai pembelajaran. 3. Hendaknya seorang pendidik mengajak peserta didiknya untuk bertanya terkait hal yang memang belum diketahui oleh peserta didiknya.
Ini
dikarenakan
mendapatkan pengetahuan.
bertanya
merupakan
cara
untuk
DAFTAR PUSTAKA
al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Toha Putra Semarang, Juz. 2, 1974. al Munjid, Kamus Al-Munjid. Bairut: Maktabah Asy-Syarqiyyati, 1987. al-Qattan, Manna Khalil. Buku Studi Ilmu – Ilmu Qur’an terj. Dari Mabaahist fii ‘Ulumil Qur’an oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2010. al-Syaybany, Omar Muhammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam Terj. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002Mastuhu, Memperdayakan Sistem Penddikan Islam. Ciputat: Logos, 1999 Arifin, Muzayyin, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. -------, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. cet. 5. Arifin, Moh, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1989. Basri, Hasan dan Ahmad Saebani, Beni, Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2010. Buchori, Didin Saefuddin, Metodologi Studi Islam. Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005, Cet I. Djamarah, Syaiful Bahri & Zain, Aswan. Strategi belajar dan mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Cet. 3. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Hati, Juz. 1, 9, 7, 10, Mukadimah, 2010. Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Indonesia, 2001. Enderson, Lorin W, dkk, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, Abriged Edision oleh Agung Prohantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014. Enggar.net, Kata Kerja Operasional Baru-Taksonomi. Enggar.net, 23-Juni-2016, http://enggar.net/2016/06/kata-kerja-operasional-baru-taksonomi-bloom/
90
91
Ghuddah, Abdul Fattah Abu, Muhammad sang guru terj. dari Ar-Rosul alMu’allim wa Asalibuhu fi at-Ta’lim oleh. Agus Hudlori. Temanggung: Armasta, 2015. Hamka, Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, Juz. 1, 17, 2001. HS, Fachruddin, Terjemah Hadits Shohih Muslim. Jakarta: Bulan Bintang, 1982, Jil. V. Jamaluddin, Abu Fadhil, Lisanul ‘arobi. Beirut: Daarush Shodir, Juz. 2, 4, 8, 14, 1997. Jamaludin dkk, Pembelajaran Presfektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015. Kaltsum, Lilik Ummu dan Ghazali, Abdul Maqsith, Tafsir Ahkam. Ciputat: UIN PRES, 2015. Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir. Semarang: Kariyath Futiran, juz 3, t.t. Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: Syamil Al-Qur’an, 2012
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustakan al-Husna, 2008. Maman Kh, U, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada Press, 2006. Moloeng, Lexi J, Metodologi Penelitian Kuliatatif. Bandung: PT Rosdakarya, 2013. Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997 Musthofa, Ibrohim, dkk, Mu’jam Alwasith. juz. 1-2, bab. As-sin. Natta, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam. Rawamangun: Kencana Prenada Media Grup, 2010. _____, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004, cet. 9. _____, Abuddin, Pendidikan Dalam Presfektif Al-qur’an. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015. ________, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015.
92
________, Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2014. Rozak, Abd. Dkk, Kompilasi Undang-Undang dan Peraturan Bidang Pendidikan. Jakarta: FITK Press, 2010. Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran. Rawamangun: Kencana Media Group, 2011. Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an. Jakarta: Penamadani, 2005. Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1, 8, 13, 15, 1994. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta, 2011. Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2014. Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013, cet. 31. Syari’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011. Tim Penyusun, Profesi Guru dalam Lintasan Sejarah Islam (Refleksi UndangUndang Guru dan Dosen. Nizamia Jurnal Pendidikan Islam, Vol 9 Nomor 1 tahun 2006 Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1997. Ulum, Samsul, Menangkap Cahaya Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press, 2007. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002. Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, Bandung. cet.24, 2010. Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesi. Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2013. Yusuf, Tayar dan Anwar, Syaiful, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Grafindo Persada, 1995. Zaenudin, Mamat dan Nurbayan, Yayan, Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Auditama, 2007. Zulfiandri, Qualitan Teaching. Jakarta: Qualitama Tunas Mandiri, 2009.
TENTANG PENULIS Syifa Syarifah, ia lahir di Jakarta pada tanggal 04 Sepetember 1994. Syifa begitu biasa ia di panggil, lahir dari pasangan Saljum Siregar dan ibunya Arwati. Syifa masih memiliki keturunan batak Sumatra Utara dari ayahnya yang masih berdarah batak Sumatra Utara. Sedangkan ibunya lahir di Jakarta. Saat ini syifa dan keluarganya tinggal di Perum. Pakujaya, Rt 005/05 Blok. A21/ 11 Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten. Mengenai pendidikannya, syifa menamatkan sekolah dasarnya (SD) di Sekolah Dasar Negeri Margajaya, Serpong. Setelah lulus ia melanjutnya pendidikannya ke jenjang SLTP/SMP di sebuah Madrasah Tsanawiyah Daarul Muttaqien di Sepatan Tangerang. Selepas tamat dari MTs Daarul Muttaqien, ia melanjutnya studinya ke Madrasah Aliyah Daarul Muttaqien di Sepatan Tangerang. Mengenai pendidikan agamanya ia mendapatkan tambahan pendidikan agama di Pondok Pesantren Modern Daarul Muttaqien selama sekolah di MTs dan MA. Selepas lulus dari MA Daarul Muttaqien, ia melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi di Jakarta yaitu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dan ia pun menamatkan studinya di UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2017. Mengenai pengalaman organisasinya, ia menjadi pengurus Ikatan Santri Daarul Muttaqien (IKSDAM) masa khidmat 2011-2012 sebagai sekretaris IKSDAM. Pada tahun 2013 ia dilantik sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (HMJ PAI) sebagai anggota Departemen Pendidikan untuk masa bakti 2013-2014. Dan pada tahun 2015 ia dilantik sebagai pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (DEMA FITK) sebagai staf ahli bidang pendidikan, masa bakti 2015. Selain sebagai pengurus, ia juga sering menjadi panitia di berbagai kegiatan kampus.