ANALISIS PENERAPAN INTERNET REPORTING DAN PENILAIAN KINERJA KEUANGAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh: Dewi Supriyatin 1113082000051
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1.
Nama
: Dewi Supriyatin
2.
Tempat, Tanggal Lahir
: Tegal, 19 Januari 1995
3.
Alamat
: Jl. Rivaria Dalam RT 04/RW 01 no. 14
4.
Agama
: Islam
5.
Nama Ayah
: Kisnoto
6.
Nama Ibu
: Tuniroh
7.
Nomor Telepon
: 08986342375
8.
E-mail
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1.
SDN Bedahan 01
Tahun 2001-2007
2.
SMPN 10 Depok
Tahun 2007-2010
3.
SMAN 5 Depok
Tahun 2010-2013
4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013-2017
III. PENGALAMAN ORGANISASI 1.
Rohis SMAN 5 Depok sebagai Koordinator DKM (2010–2011)
2.
LDK Komda FEB sebagai Koordinator Akhwat Syiar (2014–2015)
3.
LDK Syahid sebagai Anggota Dana Usaha (2015 – 2016)
4.
GenBI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai anggota Dept Ekonomi (2014-2015)
v
ANALYSIS OF APPLICATION OF INTERNET REPORTING AND ASSESSMENT OF FINANCIAL PERFORMANCE OF ZAKAT MANAGERS ORGANIZATIONAL
ABSTRACT This study aims to determine the level of accountability and success of Zakat Management Organization in managing zakat funds through the implementation of internet reporting and financial performance assessment of zakat management organizations. Sample in measurement of internet reporting application is Zakat Management Organization website registered in Directorate General of Taxation Regulation No. PER-15 / PJ / 201. In addition, in measuring financial performance, there are seven objects of research are: Bamuis BNI, Dompet Dhuafa, PKPU, RZ, BAZNAS, BMH and YBM BRI. The method of research analysis used is content analysis and performance measurement of prime part of financial performance issued by Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) in Indonesia Zakat Development Report (IZDR) 2011. The results of the study found that overall the average level of Zakat Management Organization accountability remained at a very low level of 39%. Only two Zakat Management Organization have reached the middle website accountability level by obtaining a percentage of more than 60%, namely BAZNAS and PKPU, while the rest are at very low accountability levels of less than 50%. The assessment of financial performance in general is considered quite good. Bamuis BNI financial performance ranked first, YBM BRI ranks second, RZ ranks third, BAZNAS ranks fourth, BMH and PKPU ranks fifth, and Dompet Dhuafa ranks sixth.
Keywords: Zakat Management Organization, accountability, internet reporting and financial performance
vi
ANALISIS PENERAPAN INTERNET REPORTING DAN PENILAIAN KINERJA KEUANGAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat akuntabilitas dan keberhasilan Organisasi Pengelola Zakat dalam mengelola dana zakat melalui penerapan internet reporting dan penilaian kinerja keuangan organisasi pengelola zakat. Sampel dalam pengukuran penerapan internet reporting adalah website Organisasi Pengelola Zakat yang terdaftar dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.PER-15/PJ/201. Selain itu, dalam mengukur kinerja keuangan, terdapat tujuh objek penelitian yaitu: Bamuis BNI, Dompet Dhuafa, PKPU, RZ, BAZNAS, BMH dan YBM BRI. Metode analisis penelitian yang digunakan adalah analisis konten dan pengukuran kinerja prima bagian kinerja keuangan yang dikeluarkan oleh Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) dalam Indonesia Zakat Development Report (IZDR) 2011. Hasil penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan rata-rata tingkat akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat masih berada pada tingkat yang sangat rendah yaitu sebesar 39%. Hanya dua Organisasi Pengelola Zakat yang telah mencapai tingkat akuntabilitas website menengah dengan memperoleh persentase lebih dari 60%, yaitu BAZNAS dan PKPU, sedangkan sisanya berada pada tingkat akuntabilitas yang sangat rendah yaitu kurang dari 50%. Penilaian kinerja keuangan secara umum dinilai cukup baik. Kinerja keuangan Bamuis BNI menempati urutan terbaik pertama, YBM BRI menempati urutan kedua, RZ menempati urutan ketiga, BAZNAS menempati peringkat keempat, BMH dan PKPU menempati urutan kelima, dan Dompet Dhuafa menempati urutan keenam. Kata Kunci: Organisasi Pengelola Zakat, akuntabilitas, internet reporting dan kinerja keuangan
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh AlhamdulillahiRabbil’aalamiin. Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat iman, Islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Penerapan Internet Reporting dan Penilaian Kinerja Keuangan Organisasi Pengelola Zakat”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, limpahan kasih dan sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendoakan anaknya supaya mendapat kemudahan dalam urusannya. Kakak dan adikku tersayang yang selalu menjadi motivasi bagi penulis. 3. Ibu Dr. Rini, M.Si.,Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Semoga Allah membalas dengan sebaik-baiknya balasan. 4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu, pengalaman serta nasihatnya sehingga menjadi bekal menjalani kehidupan setelah lulus kuliah.
viii
5. Akuntansi angkatan 2013, terkhusus akuntansi B, sahabat terbaikku Hani, Fatimah, Nurul, Weni, Anis, Tatil, Tuti, dan Akmalia, yang selalu membersamai penulis selama sekian tahun berjuang bersama. 6. Keluarga Besar LDK Syahid spesial Forkat Al-Anfal, sahabat terbaikku Ai, Mahda, Rifa, Wati, Juni, dan Dila, syukran atas bantuan, inspirasi, semangat maupun do’anya. 7. KKN Cocos Nucifera 2016, yang seakan menjadi sebuah keluarga baru tersendiri yang tidak akan mampu penulis lupakan. Thanks atas candaannya yang membuat penulis selalu terhibur. 8. Keluarga Besar TK Islam Azkia Hanifa, terkhusus Ibu Ana, Bapak Wawan, Ibu Ria, Ibu Rizky, dan Ibu Istin yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 9. Keluarga Besar Rohis SMAN 5 Depok, terkhusus Forkat Asyaroh, sahabat seperjuangan Luki, Nufita, Nova, Puti, Zahara, dan Medina yang selalu setia memberikan semangat maupun do’anya kepada penulis. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Jakarta, Agustus 2017
Dewi Supriyatin
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................ iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Perumusan Masalah ................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 10 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 12 A. Tinjauan Literatur ...................................................................... 12 1. Zakat ...................................................................................... 12 2. Organisasi Nirlaba ................................................................. 43 3. Organisasi Pengelola Zakat .................................................... 44 4. Akuntabilitas .......................................................................... 52 5. E-Governance ........................................................................ 52 6. Kinerja .................................................................................... 54 B. Penelitian Terdahulu .................................................................. 71 C. Kerangka Pemikiran ................................................................... 77
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 78 A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 78 x
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................... 80 C. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 81 D. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 81 E. Metode Analisis Data ................................................................. 82 F. Pengukuran Penerapan Internet Reporting dan Penilaian Kinerja Keuangan Organisasi Pengelola Zakat ....................................... 84 1. Kriteria Penerapan Internet Reporting Organisasi Pengelola Zakat .................................................................................... 84 2. Pengukuran Kinerja Keuangan ............................................ 88 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................... 92 A. Analisis Penerapan Internet Reporting Organisasi Pengelola Zakat ........................................................................................... 92 1. Pengukuran Atas Aspek Isi Dari Isi dari Penerapan Internet Reporting Organisasi Pengelola Zakat ................................... 94 2. Pengukuran Atas Aspek Penyajian dari Penerapan Internet Reporting Organisasi Pengelola Zakat ................................... 104 3. Hasil Pengukuran Tingkat Akuntabilitas Pengungkapan Internet Reporting .................................................................. 112 B. Analisis Pengukuran Kinerja Keuangan Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia ...................................................................... 115 1.
Kriteria Penilaian Efisiensi Keuangan .............................. 120
2. Kriteria Penilaian Kapasitas Organisasi ............................. 132 3. Kriteria Penilaian Laporan Keuangan ................................ 4. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan Organisasi Pengelola Zakat ................................................................................... 134 BAB V
PENUTUP ..................................................................................... 136 A. Kesimpulan ................................................................................ 136 1. Penerapan Internet Reporting Organisasi Pengelola Zakat .... 136 2. Penilaian Kinerja Keuangan Organisasi Pengelola Zakat ..... 136 B. Saran ............................................................................................ 137
xi
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 138 LAMPIRAN .................................................................................................... 143
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Dana Perolehan ZIS Nasional ................................................. 3
1.2
Kasus Penyelewengan Zakat .................................................... 6
2.1
Kadar Wajib Zakat pada Unta ................................................. 24
2.2
Kadar Wajib Zakat pada Sapi .................................................. 25
2.3
Kadar Wajib Zakat pada Kambing (Domba) ........................... 25
2.4
Penelitian Terdahulu ................................................................. 71
3.1
Kepemilikan Website Organisasi Pengelola Zakat ................... 78
3.2
Pengukuran Penerapan Internet Reporting ............................... 86
3.3
Kriteria Tingkat Pengungkapan ................................................ 88
3.4
Kriteria Penilaian Laporan Keuangan ..................................... 88
3.5
Kriteria Keuangan Efisiensi dan Kapasitas Organisasi ............ 89
3.6
Nilai Ranking Setiap Angka ..................................................... 90
4.1
Alamat Website Organisasi Pengelola Zakat ............................ 93
4.2
Panel A: Akuntansi dan Informasi Keuangan .......................... 95
4.3
Panel B: Informasi Tata Kelola Organisasi Pengelola Zakat ... 98
4.4
Panel C: Rincian Kontak dan Informasi Lainnya ..................... 100
4.5
Panel D: Keterbukaan Pertanggungjawaban Sosial ................. 103
4.6
Panel E: Ketepatwaktuan Informasi ......................................... 105
4.7
Panel F: Vitur Teknologi .......................................................... 108
4.8
Panel G: Fasilitas untuk Mempermudah Pengguna dalam mengakses website.................................................................... 111
4.9
Tingkat Pengungkapan atau Tingkat Akuntabilitas ................. 113
4.10
Kriteria Penilaian Efisiensi Keuangan...................................... 116
4.11
Kriteria Penilaian Efisiensi Dan Kapasitas Organisas.............. 121
4.12
Kriteria Penilaian Laporan Keuangan ......................................
4.13
Konversi Nilai Kinerja Keuangan OPZ .................................... 134 xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
2.1
Keterangan
Halaman
Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Lembag Zakat Penelitian Abd. Halim Mohd Noor ........................................................... 70
2.2
Skema Kerangka Pemikiran.... ................................................. 83
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Laporan Keuangan Badan Amil Zakat Nasional ...................... 143
2
Laporan Keuangan Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia................................................................................... 144
3
Laporan Keuangan Baitul Maal Hidayatullah .......................... 145
4
Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Republika ....................... 148
5
Laporan Keuangan Pos Keadilan Peduli Ummat ..................... 156
6
Laporan Keuangan Rumah Zakat Indonesia ............................ 156
7
Laporan Keuangan Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia................................................................................... 160
8
Penilaian Efisiensi Keuangan ................................................... 162
9
Penilaian Kapasitas Organisasi................................................. 163
10
Penilaian Laporan Keuangan .................................................... 167
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Zakat merupakan salah satu pilar dalam agama Islam yang wajib dilaksanakan. Sebagian besar umat Islam meyakini bahwa zakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemberdayaan dan memajukan sektor ekonomi umat. Namun faktanya, negara-negara dengan mayoritas penduduk penganut agama Islam, masih tergolong sebagai negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi (Miftah, 2008). Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim dan merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data yang di peroleh, dari 6,8 Milyar penduduk dunia 23% atau sekitar 1,57 Milyar adalah jumlah penduduk muslim dan sebanyak 202.867.000 atau 12,9% diantaranya berada di Indonesia (Laela, 2010). Menurut data pertumbuhan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, pada tahun 2012 penduduk Indonesia berjumlah 244.775.796 jiwa dan 88% atau sekitar 182.570.000 jiwa diantaranya beragama Islam (Prasetyoningrum, 2015), sedangkan berdasarkan data terkini yang di keluarkan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan sebanyak 255,5 juta jiwa (Hartono, Direktorat Jendral Pajak, 2016).
1
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh negara berkembang khususnya dengan negara yang mayoritas berpenduduk muslim termasuk Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2016 BPS menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebesar 28.005.410 jiwa atau 11% dari total penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2016). Meskipun demikian jumlah ini menurun sebesar 0,22% dari 11,22% pada Maret tahun 2015 (Badan Pusat Statistik, 2017). Salah satu faktor terjadinya kemiskinan khususnya diberbagai negara berkembang termasuk Indonesia adalah eksploitasi penjajah, dualisme ekonomi, dualisme keuangan, kesenjangan, produktifitas SDM yang rendah, inefisiensi dan ketidaksempurnaan pasar yang menyebabkan distribusi kekayaan dan pendapatan tidak merata (Bank Indonesia dan Universitas Islam Indonesia, 2016). Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukannya optimalisasi peran zakat sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat. Namun sangat disayangkan bahwa, sampai dengan saat ini para ulama dan pemerintah belum memberikan perhatian khusus terhadap zakat sebagai salah satu instrumen pembangun negara. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh BAZNAS dan IPB, berdasarkan PDB tahun 2010 potensi zakat di Indonesia sebesar Rp217 Triliun. Dengan metode esktrapolasi, potensi zakat tahun 2015 sebesar Rp280 Triliun dan realisasinya diperkirakan Rp4 Triliun atau kurang dari 1,4% dari potensinya (Hartono, Direktorat Jendral Pajak, 2016). Sedangkan menurut data yang diperoleh dari BAZNAS, realisasi penghimpunan dana ZIS secara nasional selama 2013 hingga 2015 ditunjukan pada tabel berikut. 2
Tabel 1.1 Dana Perolehan ZIS Nasional 2013 BAZNAS Kab/ Kota BAZNAS Provinsi BAZNAS
2014
2015
281.687.974.612
10,67%
1.422.364.285.476
43,10%
885.309.169.850
24,25%
1.645.482.867.203
62,34%
415.451.020.092
12,59%
642.797.514.841
17,61%
59.238.304.066
2,24%
82.293.545.780
2,49%
94.068.893.820
2,58%
LAZNAS
653.194.923.848
24,75%
1.379.891.148.652
41,81%
2.028.193.434.453
55,56%
Total
2.639.604.069.730
100,00%
3.300.000.000.000
100,00%
3.650.369.012.964
100,00%
Sumber: (Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional, 2016)
Potensi zakat yang sangat besar ini dapat menjadi sumber dana bagi masyarakat dan pemerintah selain dari dana pajak, dana zakat dapat dugunakan untuk menggerakan perekonomian, menghapuskan kesenjangan sosial sehingga mampu menghapuskan kemiskinan. Namun, adanya perbedaan angka yang cukup besar antara potensi dan realisasi penerimaan zakat menyiratkan adanya permasalahan dalam pengelolaan zakat (Hartono, Direktorat Jendral Pajak, 2016), meskipun jumlah zakat yang dihimpun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Terdapat berbagai macam permasalahan dalam pengelolaan zakat di Indonesia, seperti; pertama, zakat hanya dipandang sebagai suatu kewajiban agama untuk membersihkan harta milik. Pemahaman masyarakat yang seperti ini, akhirnya tidak melihat kemanfaatan zakat yang dapat memainkan peran penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumen. Kedua, meningkatnya kesadaran umat Islam dalam membayar zakat tidak disertai dengan pengumpulan dan penyaluran yang terencana secara komprehensif. Pengelolaan yang tidak baik dan profesional menjadikan zakat tidak produktif dalam ikut andil mengembangkan ekonomi umat. Walaupun telah ada Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat 3
(LAZ), namun sistem kelembagaan zakat tidak sama dengan kelembagaan pajak yang sudah dinilai kuat, BAZ/LAZ dinilai masih terkesan lemah dan tidak mudah menetapkan target, ditambah lagi dengan persoalan amanah yang kurang dimiliki oleh penyelenggara zakat. Ketiga, sisi pendukung legal formal kurang proaktif dalam melihat potensi zakat yang sekaligus sebagai aplikasi dari ketaatan kepada agama bagi umat Islam (Mughni, 2015). Untuk mengoptimalkan peran zakat, Islam mendorong tumbuhnya lembaga-lembaga sosial untuk saling menolong di masa-masa sulit (Yuniartati, 2012), salah satu lembaga yang penting adalah Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). OPZ merupakan lembaga non-profit yang bertujuan membantu umat Islam menyalurkan zakat, infak, shodaqoh kepada yang berhak. Aktivitas pengelolaan zakat melibatkan beberapa pihak yang saling terkait yakni pemberi zakat, pengelola, dan penerima (Rahmayati, 2015). Namun, dalam pengelolaan tersebut terkadang pengelola dana bukanlah orang-orang atau institusi yang benar-benar dikenal oleh pemberi dana, dan karena OPZ baik LAZ maupun BAZ tergolong ke dalam katagori lembaga publik yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari masyarakat, sehingga memunculkan kebutuhan akan adanya akuntabilitas dan transparansi dalam pengungkapan kinerja pengelolaan dana zakat. Karena itu, menjadi penting bagi lembaga pengelola zakat untuk bisa menyusun laporan keuangan yang baik dan transparan (Ari Kristin, 2011). Terdapat tiga kata kunci yang harus dipegang oleh organisasi pengelola zakat agar menjadi good organization governance, yaitu Amanah, Professional dan Transparan. Transparansi dan akuntabilitas merupakan hal yang sangat 4
penting dalam pelaporan kinerja pengelolaan dana zakat. Karena, salah satu faktor penyebab tidak tercapainya penerimaan zakat yang optimal dari para muzaki adalah masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat pada organisasi pengelola zakat (Septiarini, 2011), hal ini dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) pada tahun 2007 di 11 kota besar di Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 2.000 orang yang menjelaskan bahwa terdapat pola kecenderungan penyaluran ZIS, sebanyak 59% responden menyalurkan zakat melalui amil masjid disekitar rumah, atau langsung kepada yang berhak, dan melalui BAZ dan LAZ sekitar 6% dan 1,2% (PIRAC, 2007). Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan Dompet Dhuafa Republika tahun 2009 tentang persepsi publik terkait zakat mal dan pengelolaan zakat untuk wilayah jabodetabek diperoleh hasil bahwa, muzaki yang membeyarkan zakatnya secara langsung ke mustahiq sebesar 33,2%, masjid sebesar 18,3%, BAZ dan LAZ sebesar 2,1%, kiai/ulama sebesar 2,1%, dan yayasan sosial sebesar 2,1%, serta sisanya tidak menjawab (Nurul huda, 2015). Rendahnya kepercayaan masyarakat kepada OPZ disebabkan oleh banyaknya kasus penyelewengan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dari organisasi pengelola zakat, seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut.
5
Tabel 1.2 Kasus Penyelewengan Zakat No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kasus November 2013, mantan Kepala Baitul Mal Aceh Besar, Dr Armiadi Musa MA ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelewengan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) Aceh Besar tahun 2010 dan 2011. Pengungkapan kasus ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI pada tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa dana zakat tahun 2011 sebesar Rp 7 M yang dihimpun Unit Pengumpul Zakat (UPZ) telah digunakan tanpa mengikuti mekanisme APBK (Tribunnews, 2017). Januari 2015, Polresta Pagaralam, Sumatera Selatan menetapkan empat PNS dikota tersebut sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana BAZ senilai Rp461 juta yang berasal dari dana zakat yang dipotong dari gaji para PNS di empat satker perangkat daerah Pemerintah Kota Pagaralam sejak tahun 2004 hingga tahun 2014 (Viva, 2017). Desember 2016, Penyidik Kejari Parigi Moutong (Parmout) menahan dan menetapkan Hari Tamsul J Soda yaitu mantan bendahara BAZ Kabupaten Parigi Moutong sebagai tersangka atas tindak korupsi yang dilakukan pada tahun 2011 hingga 2015 atas dana zakat sebesar Rp375 juta yang berasal dari pemotongan gaji PNS di lingkup Pemkab Parmout (Trimedianews, 2017). November 2015, Kejati Lampung mendalami dugaan penyelewengan dana zakat sebesar Rp750 juta di Kementrian Agama yang berasal dari pemotongan gaji PNS dengan dalih penyaluran ZIS (Harian Pilar, 2017). Agustus 2013, terdapat dugaan penyelewengan dana zakat dan shadaqah di BAZ Kabupaten Pasaman Barat oleh pengurus dengan mengalihkan dana zakat yang berada dalam pengelolaannya, dana zakat sebesar Rp5,2 M disalurkan setengahnya kepada yang berhak, sedangkan sisanya disimpan pada beberapa bank dalam bentuk tabungan dan di pinjamankan pada pihak ketiga, hal ini melanggar UU No 23 tahun 2011 (Pasamanbarat, 2017). Pada tahun 2011, Kejati Riau menangani kasus dugaan penyelewengan dana badan amil zakat daerah (bazda) Kabupaten Kampar sebesar 1 M pada tahun 2011. Kasus ini melibatkan pengurus BAZDA Kampar periode 2007 – 2009 (Rini, 2016). Kapten Chb Ismail didakwa menyelewengkan uang zakat sebesar Rp10.500.000. September 2011, karena memanipulasi data penyaluran dana zakat di Masjid Agung Sudirman Denpasar. Berdasarkan keputusan pengadilan militer, terdakwa mengembalikan dana tersebut pada Maret 2012 (Rini, 2016). Walikota Surabaya, Risma pernah membekukan dana bazda Surabaya sebesar 300 juta rupiah. Hal ini karena buruknya tata kelola BAZDA, dimana terdapat dugaan penyelewengan sebesar 50%. Penyelewengan ini berupa gaji yang besar, dana studi banding yangbesar, sehingga penyaluran hanya 50% (Rini, 2016). Sumber dana Badan Amil Zakat Kabupaten OKU Timur digelapkan dengan dugaan kerugian dari empat SKPD ditaksir sekitar Rp400 juta, yang dilakukan pengelola zakat (bendahara) kurun waktu sejak 2014 silam (Pagaralampos 2015, Tribunnews 2015). Dalam kasus tersebut Polres Pagar Alam menetapkan 4 tersangka (Rini, 2016).
Sumber: (Rini, 2016) dan dioleh dari berbagai referensi Kasus penyelewengan dana zakat diatas menunjukkan masih buruknya tata kelola OPZ di Indonesia yang disebabkan ketidakterbukaan sistem pengelolaan zakat yang dihimpun, serta kurang dilakukannya evaluasi untuk mengukur kinerja OPZ. 6
Untuk meningkatkan kepercaayaan masyarakat, transparansi dan akuntabilitas atas aktivitas operasional OPZ perlu dilakukan. Menurut Fikri yang dikutip oleh Rini, organisasi non-profit memiliki berbagai kelemahan terkait akuntabilitas karena minimnya penyampaian informasi kepada masyarakat. Namun, seiring dengan berkembangannya kemajuan teknologi, OPZ dapat memanfaatkan internet sebagai salah satu media informasi kepada masyarakat luas, yaitu dengan membangun website (Gatot Soepriyanto, 2011). Dengan adanya situs website ini, pelaporan keuangan melalui internet (Internet Financial Reporting atau IFR) juga turut berkembang. IFR memberikan penghematan yang besar dalam biaya produksi dan distribusi informasi keuangan (Rini, 2016). IFR juga memberikan jangkauan informasi yang lebih luas, sehingga relatif lebih murah (Shamharir Abidin, 2014). Penerapan IFR menunjukan adanya dukungan terhadap akuntabilitas organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penelitian mengenai internet reporting telah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut hanya berfokus pada sektor komersial (Shamharir Abidin, 2014), sedikit sekali penelitian terkait dengan isu yang sama dijumpai pada sektor non-komersial atau nirlaba, bahkan penelitian mengenai IFR pada OPZ belum ditemukan (Rini, 2016). Penerapan IFR penting dilakukan OPZ sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap penggunaan sumber daya kepada publik. Sebab, dana yang digunakan dan dikelola oleh OPZ pada dasarnya berasal dari masyarakat dan masyarakat berhak mendapatkan informasi atas penggunaan dana tersebut.
7
Tidak hanya penerapan IFR yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi OPZ, internet reporting dengan menggunakan website juga dapat digunakan dalam aspek non-financial, seperti pengenalan profil OPZ, media informasi seputar zakat, penyampaian program dan kegiatan yang dimiliki OPZ. Penggunaan website juga dapat digunakan sebagai media periklanan, dan pemasaran untuk menarik minat masyarakat berzakat melalui OPZ. Urgensi atas internet reporting pada OPZ sangatlah penting dilakukan. Dengan adanya internet reporting, secara tidak langsung publik dapat mengawasi dan mempengaruhi kegiatan OPZ dalam mengelola dana zakat. Minimnya keterbukaan sistem pengelolaan zakat yang dihimpun, kurang dilakukannya evaluasi untuk mengukur kinerja OPZ juga diyakini menjadi penyebab rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena masih sedikitnya alat atau metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja OPZ. Menurut Frumking dan Keating yang dikutip oleh Agyenim Boateng (2016), menyimpulkan terdapat tiga alasan utama mengapa pengukuran kinerja pada organisasi non-profit sulit dilakukan yaitu: Pertama, tidak ada pemegang saham dalam kepemilikan saham di organisasi nirlaba yang menuntut atau membutuhkan pengukuran kinerja. Kedua, tidak ada batas bawah profitabilitas yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran. Ketiga, sifat perpaduan kepemilikan dan pemegang saham di sektor nirlaba menimbulkan masalah atas akuntabilitas sistem yang konsisten pada seluruh Sektor. Namun demikian, beberapa metode untuk mengukur kinerja organisasi nonprofit telah dirumuskan, begitu pula untuk mengukur kinerja OPZ di Indonesai, 8
salah satu diantaranya adalah pengukuran kinerja pengelola zakat yang dikembangkan oleh Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ). IMZ adalah lembaga konsultasi pemberdayaan dan manajemen organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pelatihan, konsultasi dan pendampingan, serta riset dan advokasi zakat. IMZ telah membuat pengukuran kinerja untuk OPZ yang dikemas dalam acara berupa IMZ Award. Pada tahun 2011, metode ini disempurnakan dan hasilnya dapat dilihat dalam buku IZDR 2011 (Indonesia Zakat and Development Report). Penilaian kinerja dengan pendekatan IMZ dapat menilai kinerja OPZ secara komprehensif, dimulai dari kinerja kepatuhan syariah, legalitas, kelembagaan, manajemen, keuangan, program pendayagunaan, dan legitimasi sosial. Penjabaran penilaian kedalam lima komponen yang lebih spesifik merupakan kelebihan bagi metode ini jika dibandingkan dengan metode pengukuran kinerja lainnya. Pengukuran kinerja pada OPZ mendesak dilakukan, terlebih dengan cukup banyaknya OPZ yang ada di Indonesia. Berdasarkan data yang di peroleh terdapat 38.013 Organisasi yang terlibat dalam pengelolaan zakat (Nikmatuniah, 2015). Selain itu, pengukuran kinerja ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan pengelolaan dana zakat, hal ini dilakukan tidak lain untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap OPZ. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap OPZ, perlu adanya transparansi dan akuntabilitas dalam melaporkan aktivitas OPZ yang dapat dilakukan melalui pemanfaatan internet dan melakukan evaluasi untuk menilai kinerja OPZ, terlebih lagi kinerja keuangan untuk mengetahui kemampuan OPZ dalam menjalankan 9
fungsinya yang amanah, akuntabel, dan transparan. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai pengukuran penerapan internet reporting dan penilaian kinerja keuangan OPZ berdasarkan pada pengukuran dan analisis kinerja prima yang dijelaskan dalam IZDR 2011. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penerapan internet reporting pada Organisasi Pengelola Zakat yang terdaftar dalam peraturan No.PER-15/PJ/2012 Direktorat Jenderal Pajak? 2. Bagaimana Kinerja keuangan tujuh Organisasi Pengelola Zakat yang terdaftar dalam peraturan No.PER-15/PJ/2012 Direktorat Jenderal Pajak? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penerapan internet reporting pada Organisasi Pengelola Zakat yang terdaftar dalam peraturan No.PER-15/PJ/2012 Direktorat Jenderal Pajak. 2. Mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Organisasi Pengelola Zakat yang terdaftar dalam peraturan No.PER-15/PJ/2012 Direktorat Jenderal Pajak. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak, yaitu:
10
1. Bagi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai penerapan internet reporting dan mengetahui kinerja keuangan organisasi pengelola zakat. 2. Bagi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi organisasi pengelola zakat terkait dalam melakukan internet reporting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, pengukuran kinerja keuangan dapat menjadi bahan evaluasi atas pengelolaan dana zakat oleh organisasi pengelola zakat. 3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada muzaki dan masyarakat luas mengenai penerapan internet reporting dan penilaian kinerja keuangan organisasi pengelola zakat dalam mengelola dana zakat yang mereka salurkan.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur 1. Zakat a) Pengertian zakat Zakat merupakan salah satu kewajiban yang disyari’atkan Allah kepada umat Islam, sebagai salah satu perbuatan ibadah setara dengan shalat, puasa dan ibadah haji. Akan tetapi, zakat tergolong ibadah maliah, yakni ibadah melalui harta kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang pelaksanaannya dengan fisik (BAZIS DKI Jakarta, 1999). Ditinjau dari segi bahasa, zakat berasal dari kata zakkaa, yuzakkii, zakaatan yang berarti kesuburan, kesucian, keberkahan dan kebaikan yang banyak. Dalam pengertian lain, zakat juga berarti tumbuh, berkembang dan kesuburan atau bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan. Secara istilah, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat. Menurut hukum Islam, zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Mannan mendefinisikan zakat sebagai upaya untuk menyucikan yang menumpuk. Zakat yang memiliki arti lain seperti Al-Barakatu, yang 12
bermakna penegasan bahwa orang yang selalu membayar zakat, pada hartanya akan dilimpahkan keberkahan, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab dari ‘kotoran’ dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta. Al-Numuw, yang berarti tumbuh dan bekembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Al-Thaharatu, yang artinya Zakat bermakna membersihkan atau mensucikan, hal ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah SWT dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikannya, baik harta maupun jiwa. Dan Al-Shalahu, yang artinya beres atau keberesan, bahwa orangorang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013). Dengan demikian, zakat merupakan kewajiban bagi seorang mukmin yang memenuhi syarat syariah Islam sebagai muzakki untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta guna diberikan kepada mustahiq yang telah ditetapkan Syari’at Islam (Lili Bariadi, 2005). b) Dasar hukum zakat Zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 82 kali. Hal ini menunjukan bahwa, zakat sebagai rukun Islam ketiga memiliki rujukan dan 13
dasar hukum yang sangat kuat. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang zakat semua hadir dalam bentuk umum/global. Ini menunjukkan keinginan Allah SWT agar zakat selalu dinamis, senantiasa variatif dan produktif sepanjang zaman (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013). Adapun dalil-dalil zakat dapat dilihat dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma’. 1) Dalil Al-Qur’an Adapun beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menunjukkan atas wajibnya zakat, diantaranya adalah: a. Al-Baqarah: 43 “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orag yang ruku” (Al-Baqarah: 43). b. At-Taubah: 130 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS. At-Taubah: 130). c. Al-Bayyinah: 5 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah: 5). 14
2) Hadis Selain rujukan dari Al-qur’an, penjelasan mengenai zakat juga dijelaskan dari sabda-sabda Rasulullah. Berikut merupakan beberapa Hadist Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengenai zakat. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang sah dari Anas bahwa salah seorang laki-laki dari suku Tamim datang menemui Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata, “Ya Rasulullah, saya ini berharta banyak, mempunyai kaum keluarga, kekayaan dan kawan-kawan yang datang bertamu. Cobalah katakan apa yang harus saya perbuat dan bagaimana caranya saya mengeluarkan nafkah?” lalu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Bersabda “Keluarkanlah zakat dari hartamu karena itu merupakan penyuci yang akan membersihkan kamu menyambung tali silaturahim dengan kaum keluargamu dan mengakui hak pengemis, tetangga dan orang-orang miskin” (HR. Muslim). Rasulullah
bersabda
dalam
sebuah
hadis
sahih
yang
diriwayatkan Syaikhaini, Bukhari Muslim, dalam As-Shahihin, juga diriwayatkan oleh selain keduanya dari hadis Abdullah bin Umar bin Khattab
dari
bersabda:“Islam
Nabi
Shalallahu
terbangun
di
‘Alaihi
atas
lima
Wassalam, perkara:
beliau syahadat
(persaksian) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa
15
di bulan Ramadhandan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah AlHaram” (HR. Bukhari). Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, (2011) dalam bukunya menjelaskan bahwa hadis ini berikut maknanya memberi pengertian bahwa seseorang yang bakhil dengan zakat dan tidak mau membayarnya, serta melakukan konfrontasi terhadapnya, maka ia boleh diperangi.
Sebagaimana
Abu
Bakar
pernah
memerangi
pembangkangnya, sebab menurut pendapat beliau, seseorang tidak dijaga darahnya kecuali jika mendirikan shalat dan membayar zakat. Kala itu Umar mengkritik kebijakan Abu Bakar seraya berkata “Bagaimana engkau memerangi kaum yang bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak selain kepada Allah dan Muhammad utusan Allah. Kalau mereka yang lakukan yang demikian, berarti telah mereka jaga darah dan harta mereka, kecuali jika ada hak untuk menuntut darah dan hartanya”. Kata Abu Bakar, “Bukankah zakat adalah diantara yang hak la ilaha illallah? Demi Allah akan saya perangi siapa saja yang memisahkan antara shalat dan zakat. Demi Allah kalau mereka tetap tidak mau membayar zakat yang pernah mereka tunaikan kepada Rasulullah, maka akan aku perangi mereka karena menghalanghalanginya.” 3) Ijma’ Ulama Sedangkan secara ijma’, para ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat tentang adanya kewajiban zakat dan 16
merupakan salah satu rukun Islam serta menghukumi kafir bagi orang yang mengingkari kewajibannya (Fakhruddin, 2008). c) Subjek zakat Secara umum, masyarakat mengenal subjek zakat ada dua, yaitu: muzakki dan mustahiq. Muzakki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat. muzakki adalah pemilik harta yang telah mencapai batas terendah (nisab) yang telah ditentukan dan telah sampai waktu wajib mengeluarkan zakat (haul) menurut ketentuan agama Islam. Sedangkan mustahiq adalah orang yang berhak menerima zakat (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013). Allah Subhanallahu wa ta’ala, telah menentukan golongangolongan tertentu yang berhak menerima zakat. Zakat harus dibagikan kepada golongan-golongan yang telah ditentukan sesuai dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah: 60. “Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai delapan golongan penerima zakat (Mufraini, 2006).
17
1) Fakir, ialah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka atau sering dikaitkan dengan kenihilan materi. 2) Miskin, ialah orang yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih dari kebutuhannya (tetap tidak bisa terpenuhi seluruhnya) atau sering dikaitkan dengan penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan. 3) Amil Zakat, ialah orang atau lembaga yang mendapat tugas untuk mengambil, memungut, dan menerima zakat dari para muzaki, menjaga dan memeliharanya kemudian menyalurkannya kepada mustahik. 4) Riqab, yang dimaksud menurut jumhur ulama adalah perjanjian seorang muslim (budak belian) untuk bekerja dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri. 5) Muallaf, secara prinsip pengertian muallaf adalah orang-orang yang baru memeluk agama Islam. Sedangkan menurut Yusuf Qardawi golongan muallaf terbagi menjadi tujuh golongan. Antara lain: golongan
yang
kelompoknya,
diharapkan golongan
keislamannya yang
atau
keislaman
dikhawatirkan
perilaku
kriminalitasnya, pemimpin serta tokoh masyarakat yang masuk islam 18
dan mempunyai sahabat-sahabat orang kafir (nonmuslim), pemimpin dan tokoh kaum muslim yang berpengaruh dikalangan kaumnnya akan tetapi imannya masih lemah, kaum muslim yang bertempat tinggal di benteng-benteng dan di daerah perbatasan dengan musuh, kaum muslim yang membutuhkan dana untuk mengurus dan memerangi kelompok pembangkang kewajiban zakat. 6) Gharimin, ialah orang yang memiliki kesulitan dalam hidupnya sehingga harus berhutang dan tidak dapat membayar hutangnya. Menurut madzhab Imam Maliki, Syafi’i, dan Ahmad menyatakan bahwa orang yang mempunyai utang terbagi kepada dua golongan, yaitu: Pertama, kelompok orang yang mempunyai utang untuk kebaikan dan kemaslahatan diri dan keluarganya. Kedua, kelompok orang yang berutang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain. 7) Fisabilillah, ialah orang yang sukarela menjadi pejuang Allah untuk berperang dan berjuang untuk kemaslahatan seluruh muslimin. Dana fisabilillah hanya bisa disalurkan untuk mereka yang berperang dijalan Allah atau lebih tepatnya dapat diibaratkan sebagai “dana perang umat”. 8) Ibnu Sabil, menurut para jumhur ulama adalah kiasan untuk musafir (perantau), yaitu orang yang melakukan perjalanan dari satu daerah ke daerah lain. Ibnu sabil mempunyai hak dari dana zakat apabila kehabisan dana akomodasi dan perbekalannya, walaupun pada asal kondisi ekonominya berkecukupan. 19
Sedangkan terdapat lima golongan yang tidak berhak menerima zakat (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2012). Kelima golongan tersebut yaitu: 1. Orang kaya, ialah orang yang penghasilannya mencapai nisab setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhan pokoknya. 2. Orang yang mampu dan berpeluang untuk bekerja. Diharamkan zakat bagi orang yang sehat dan kuat, karena ia masih mampu bekerja untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri tanpa harus menunggu dan menggantungkan harapan pada sedekah. 3. Non muslim, baik harbi maupun dzimmi 4. Istri, bapak keatas, ibu keatas, dan anak kebawah 5. Keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. d. Objek zakat Jumhur ulama baik salaf maupun khalaf berpendapat bahwa zakat harta wajib atas harta-harta yang memenuhi syarat-syaratnya. Kewajiban harta tidak hanya terbatas pada jenis harta yang ada pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, pada masa permulaan Islam, yaitu naqdain (emas dan perak), barang-barang dagangan, hasil pertanian, buah-buahan, binatang ternak dan nikaz (karta karun). Akan tetapi zakat wajib dikeluarkan atas semua harta yang telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Fuqaha’ kontemporer telah membagi harta dan pemasukan yang masuk dizakati ketika syarat-syaratnya terpenuhi ke dalam beberapa jenis yaitu, harta yang dirinya sendiri dan pertumbuhannya wajib dizakati, seperti barang-barang 20
dagangan, barang-barang industri, kekayaan moneter, investasi, dan aktivitas-aktivitas kontemporer yang sejenis dengannya. Dan harta yang dirinya sendiri wajib dizakati, seperti rikaz (harta karun), hasil pertanian, buah-buahan dan al-mal al-mustafad (harta yang diperoleh) (Fakhruddin, 2008). Secara garis besar, zakat dibagi menjadi dua macam, yaitu zakat mal (zakat harta) dan zakat nafs (zakat jiwa) yang dalam masyarakat dikenal dengan zakat fitrah (zakat fitri) (BAZIS DKI Jakarta, 1999). Zakat mal (harta) adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jumlah waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya idul fitri (Fakhruddin, 2008). Sayid Sabiq mendefinisikan zakat fitrah sebagai zakat yang wajib dilaksanakan, disebabkan oleh selesainya puasa ramadhan, hukumnya wajib atas setiap muslimin, baik kecil ataupun dewasa, laki-laki ataupun perempuan dan orang yang merdeka ataupun seorang budak belian. Oleh karena itu, zakat ini wajib bagi setiap muslim yang mempunyai kelebihan makanan pada waktu sehari semalam idul fitri. Dengan demikian bayipun wajib mengeluarkan zakat fitrahnya jika kelahirannya sebelum matahari terbenam pada akhir bulan ramadhan (Fakhruddin, 2008).
21
Dalam bukunya, Fakhrudin membedakan sumber-sumber zakat, yaitu sumber zakat konvensional dan sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern. 1) Sumber zakat konvensional Harta dalam bahasa Arab disebut al-amwal yang merupakan jama’ atau plural dari kata al-mal (bentuk mufrad, singular, menunjukan arti tunggal). Menurut Yusuf al-Qardhawi yang dimaksud dengan harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Dalam surat at-Taubah ayat 103 disebutkan bahwa zakat diambil dari harta-harta umat islam untuk membersikan dan mensucikan mereka dengan zakat tersebut. Berikut merupakan sumber zakat konvensional yang dijelaskan oleh Fakhrudin dalam bukunya. a) Zakat hasil pertanian (Tanaman dan Buah-buahan) “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidaksama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya
di
hari
memetik
hasilnya
(dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihlebihan” (QS: Al-An’am: 141). 22
Hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil pertanian yang digunakan sebagai makanan pokok dan tidak busuk jika disimpan, misalnya jagung, beras, dan gandum. Sedangkan jenis buahbuahan misalnya kurma dan anggur. Dengan batas minimal nisab adalah 653 kilogram. Adapun ukuran yang dikeluarkan untuk zakat pertanian adalah, Jika pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak
1 20
atau 5%, dan, Jika pertanian itu diairi dengan hujan
maka zakatnya sebanyak
1 10
atau 10%.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud dari Jabir, bahwa beliau mendengar Nabi bersabda: “Pada yang disiram hujan dan mata air dan tumbuh-tumbuhan itu hanya minum air hujan, dikenakan al-‘usyr (sepersepuluh), dan oada yang disirami dengan mengangkut air nifshu al-‘usyr (setengah dari sepersepuluh atau seperlima)” (H.R. Muslim dan Abu Daud). b) Zakat hewan ternak Fakhruddin (2008) menjelaskan, para ulama sepakat bahwa hewan ternak yang yang termasuk ke dalam bagian dari sumber zakat dan wajib dikeluarkan zakatnya ada tiga jenis, yaitu unta, sapi, dan domba. Adapun di luar dari ketiga jenis hewan tersebut, seperti kuda dan sebagainya terjadi perbedaan di kalangan ulama. 23
Menurut Abu Hanifah, kuda termasuk hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya, sedangkan menurut Imam Syafi’I dan Imam Maliki kuda tidak dizakati kecuali kalau telah merupakan barang dagang. Berikut adalah kadar wajib zakat hewan ternak. Tabel 2.1 Kadar Wajib Zakat pada Unta Nisab 5-9 ekor 10-14 ekor 15-19 ekor 20-24 ekor 25-35 ekor 36-45 ekor 46-60 ekor 61-75 ekor 76-90 ekor 91-120 ekor 121-129 ekor 130-139 ekor 140-149 ekor
Kadar Wajib Zakat 1 kambing (syah) 2 kambing 3 kambing 4 kambing 1 unta betina berumur 1 tahun 1 unta betina berumur 2 tahun 1 unta betina berumur 3 tahun 1 unta betina berumur 4 tahun 2 unta betina berumur 2 tahun 2 unta betina berumur 3 tahun 3 unta betina berumur 2 tahun 1 unta betina berumur 3 tahun dan 2 tahun 2 unta betina berumur 3 tahun dan 2 unta betina berumur 2 tahun 150-159 ekor 3 unta betina berumur 3 tahun 160-169 ekor 4 unta betina berumur 2 tahun 170-179 ekor 3 unta betina berumur 2 tahun dan 1 unta betina berumur 3 tahun 180-189 ekor 2 unta betina berumur 2 tahun dan 2 unta betina berumur 3 tahun 190-199 ekor 3 unta betina berumur 3 tahun dan 1 unta betina berumur 2 tahun 200-209 ekor 4 unta betina berumur 3 tahun 210-219 ekor 4 unta betina berumur 2 tahun dan 1 unta betina berumur 3 tahun 220-229 ekor 3 unta betina berumur 2 tahun dan 2 unta betina berumur 3 tahun 230-239 ekor 3 unta betina berumur 3 tahun dan 2 unta betina berumur 2 tahun 240-249 ekor 4 unta betina berumur 3 tahun dan 1 unta betina berumur 2 tahun Sumber: (Fakhruddin, 2008) 24
Tabel 2.2 Kadar Wajib Zakat pada Sapi Nisab 30-39 ekor 40-59 ekor 60-69 ekor 70-79 ekor
Kadar Wajib Zakat 1 sapi jantan atau sapi betina berumur 1 tahun 1 sapi betina berumur 2 tahun 2 sapi jantan berumur 2 tahun 1 sapi betina berumur 2 tahun dan 1 sapi jantan berumur 1 tahun. 80-89 ekor 2 sapi betina berumur 2 tahun 90-99 ekor 3 sapi jantan berumur 1 tahun 100-109 ekor 2 sapi jantan berumur 1 tahun dan 1 sapi betina berumur 2 tahun 110-119 ekor 2 sapi betina berumur 2 tahun dan 1 sapi jantan berumur 1 tahun 120 ekor Setiap 30 ekor: 1 sapi jantan berumur 1 tahun atau 1 sapi betina berumur 1 tahun. dan setiap 40 ekor: 1 sapi betina berumur 2 tahun Sumber: (Fakhruddin, 2008) Tabel 2.3 Kadar Zakat pada Kambing (Domba) Nisab
Kadar Wajib Zakat 1 kambing yang berjenis domba berumur 40-120 ekor 1 tahun atau 1 kambing dari jenis ma’iz (kambing kacang) yang berumur 2 tahun 121-200 ekor 2 kambing 201-300 ekor 3 kambing Setiap kelipatan 100, bertambah 1 Lebih dari 301ekor kambing sebagai wajib zakat. Sumber: (Fakhruddin, 2008) c) Zakat barang dagangan Zakat perdagangan atau zakat perniagaan adalah zakat yang dikeluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual beli. (Fakhrudin, 2008). Tarif zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% (Fakhruddin, 2008).
25
d) Zakat barang temuan (rikaz) dan barang tambang (ma’din) Rikaz menurut zumhur ulama adalah harta peninggalan yang terpendam dalam bumi atau disebut juga harta karun. Sedangkan ma’din adalah sesuatu yang diciptakan Allah dalam perut bumi baik padat maupun cair, seperti emas, perak, tembaga, minyak, gas, besi dan sulfur (Fakhruddin, 2008). Rikaz dan ma’din tidak disyaratkan mencapai haul (berlaku satu tahun), akan tetapi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat didapatkan, dan ukuran 1
zakatnya adalah 5 atau 20% (Fakhruddin, 2008). e) Zakat emas dan perak “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benarbenar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. Al-Baqarah: 34). Ayat tersebut menyatakan bahwa mengeluarkan zakat emas dan perak wajib hukumnya. Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakatai adalah emas dan perak yang sampai nisab-nya dan telah cukup setahun dimiliki dengan penuh nisabnya, terkecuali jika emas dan perak yang baru didapati dari galian
26
maka tidak disyaratkan cukup satu tahun (haul) (Fakhruddin, 2008). Adapun nisab emas mengacu pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dari Ali, bahwa Rasulullah bersabda: “Tiada engkau atas sesuatu hingga ada emas itu, 20 dinar. Apabila ada pada engkau 20 dinar itu telah sampai setahun engkau miliki, maka zakatnya setengah dinar dan yang lebih dari padanya menurut perhitungannya”. Dari hadis tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ukuran zakat emas adalah
1 40
atau 2,5% (Fakhruddin, 2008). Nisab zakat
emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat). 2) Sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern a) Zakat profesi Istilah zakat profesi menurut ulama salaf bagi zakat atas penghasilan atau profesi biasanya disebut dengan al-mal al-mustafad. Yang termasuk dalam kategori zakat ini adalah pendapatan yang dihasilkan dari profesi non-zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter dan lain sebagainya, atau rezeki yang dihasilkan secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadian (yang tidak mengandung unsur judi) dan lain-lain (Fakhruddin, 2008). Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum zakat profesi. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat profesi tidak didukung oleh adanya dalil yang jelas baik yang berasal dari Al27
Qur’an maupun al-sunnah. Bahkan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak pernah menerapkan zakat profesi dimasa beliau masih hidup, sementara sekian jenis profosi dan spesialisasi telah ada. Bahkan sampai sekian abad kemudian, umumnya para ulama pun tidak pernah menuliskan adanya zakat profesi di dalam kitab-kitab fiqih dalam bab khusus. Oleh karena itu, apabila sekarang ini ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa tidak ada zakat profesi di dalam syariat Islam, hal ini masih bisa diterima. Selanjutnya zakat profesi menurut mereka yang mencetuskannya sebenarnya bukan hal yang baru. Bahkan para ulama yang mendukung zakat ini mengatakan bahwa landasan zakat profesi atau penghasilan itu sangant kuat, yaitu langsung dari Al-Qur’an itu sendiri. Istilah yang digunakan dalam Al-Qur’an untuk zakat profesi ini adalah alkasab. Selain itu mereka juga mengatakan bahwa profesi di masa Rasulullah SAW itu berbeda hakikatnya dengan profesi di masa kini. Sebab sebenarnya yang terkena zakat itu pada hakikatnya bukan karena dia berprofesi di berprofesi apa atau berdagang apa, tetapi apakah seseorang sudah masuk dalam kategori kaya atau tidak. Masih menurut kalangan pendukung zakat profesi, maka meski di masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ada beberapa jenis profesi, namun mereka tidaklah termasuk orang kaya dan penghasilan mereka tidak besar. Maka oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, merekapun tidak dipungut zakat. sebaliknya, pada masa itu orang kaya 28
identik dengan pedagang, petani atau peternak atau mereka yang memiliki simpanan emas dan perak. Maka kepada mereka zakat itu dikenakan. Meski demikian, jelas tidak semua dari mereka adalah orang kaya, karena itu ada aturan batas minimal kepemilikan atau yang lebih dikenal dengan nisab. Para peserta muktamar internasional pertama tentang zakat di Kuwait telah sepakat tentang wajibnya zakat profesi apabila telah mencapai nisab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Oleh karena itu, dengan berbagai pertimbangan di atas, Didin Hafidhuddin menyimpulkan bahwa setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang terkait dengan orang lain, seperti seorang pegawai dan karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya telah mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Tidak ada ketetapan yang pasti tentang nisab, waktu, ukuran dan cara mengeluarkan zakat profesi. Namun demikian terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan dalam menentukan nisab, waktu, ukuran dan cara mengeluarkan zakat profesi. Hal ini sangat bergantung pada qiyas/analog yang dilakukan. Pertama, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nisab, waktu, ukuran dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak. Nisab-nya senilai 85 gram emas, ukuran zakatnya 2,5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali,
setelah
dikurangkan
kebutuhan
pokok.
Kedua,
jika 29
dianalogikan pada zakat pertanaia, maka nisab-nya senilai 653 kg padi atau gandum, ukuran zakatnya senilai 5% dan dikeluarkannya pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Ketiga, jika dikategorikan dalam zakat emas atau perak dengan mengacu pada pendapat yang menyamakan mata uang masa kini dengan emas atau perak, maka dengan demikian nisab-nya adalah setara dengan nisab emas atau perak, dan ukuran yang harus dikeluarkan adalah 2,5%. Sedangkan waktu menunaikan zakatnya adalah segera setelah menerima (tidak menunggu haul). Zakat profisi juga dapat dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak. Dari sudut nisab dianalogikan pada zakat pertanian yaitu sebesar lima ausaq yaitu senilai 653 kg padi/gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Karena dianaligikan sebagai zakat pertanian, maka bagi zakat profesi tidak ada ketentuan haul. Ketentuan waktu zakat menyalurkannya adalah pada saat menerima. Dari sudut ukuran, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarimupah dan yang lainya pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu ukuran zakatnya adalah sebesar 2,5%. b) Zakat perusahaan Pada saat ini hampir sebagian besar perusahaan dikelola tidak secara individual, melainkan secara bersama-sama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. 30
Menurut para ahli ekonomi, sekarang sebagaimana yang dikutip oleh Didin
Mafidhuddin,
paling
tidak,
jenis
perusahaan
dapat
dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, perusahaan yang menghasilkan produk tertentu. Kedua, perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan ketiga perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Adapun yang menjadi landasan hukum kewajiban zakat perusahaan adalah nash-nash yang bersifat umum, seperti yang termaktub dalam surat al-Baqarah: 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang berimah, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil dari usahamu yang baik-baik dan sebian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau nmengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Sedangkan landasan hukum zakat perusahaan dari hadits, dapat dipahami dari hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Abdillah al-Anshari dari bapaknya, ia berkata bahwa Abu Bakar r.a. telah menulis surat yang berisikan kewajiban yang diperintahkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah. Sebaliknya jangan pula dipisahkan harta yang pada mulanya bersatu, karena takut mengeluarkan zakat.” 31
Hadis tersebut pada awalnya hanya berkaitan dengan kongsi hewan ternak, sebagaimana dikeukakan dalam berbagai kitab fiqh. Akan tetapi dengan dasar qiyas dipergunakan pula untuk berbagai kitab perusahaan dan perkongsian serta kerja sama dalam berbagai bidang. Perusahaan menurut hasil muktamar internasional pertama di Kuwait termasuk kedalam syakhsan hukumiyah i’tibaran (badan hukum yang dianggap orang). Karena diantara individu itu kemudian muncul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar, dan juga menjalin kerja sama. Segala kewajiban dan hasil akhirpun dinikmati secara bersama. Termasuk didalamnya kewajiban kepada Allah Subhanahu Wata’ala dalam bentuk zakat. tetapi di luar zakat perusahaan, tiap individu wajib mengeluarkan zakat, sesuai dengan penghasilan dan nisab-nya. Sebuah perusahaan biasanya memiliki harta yang tidak akan terlepas dari tiga bentuk, yaitu pertama, harta dalam bentuk barang, baik yang berupa sarana dan prasarana, maupun yang berbentuk komoditas perdagangan. Kedua, harta dalam bentuk uang tunai, yang biasanya disimpan di lembaga keuangan. Ketiga, harta dalam bentuk piutang. Dengan demikian harta yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk harta tersebut, dikurangi harta dalam bentuk sarana dan prasarana dan kewajiban mendesak lainnya, seperti uang yang jatuh tempo atau yang harus dibayar saat itu juga. 32
Perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan perusahaan (neraca) dengan cara mengurangkan kewajiban atas aktivitas lancar. Dengan kata lain, seluruh harta (diluar sarana dan prasarana) ditambah keuntungan dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya lalu dikeluarkannya 2,5% sebagai zakat. sementara pendapat lainnya menyatakan bahwa, yang wajib dikeluarkan zakatnya itu hanyalah keuntungan/hasilnya saja. c) Zakat surat berharga Saham dan obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khususnya yang disebut “Bursa kertas-kertas berharga”. (1) Zakat saham Saham merupakan sebagian modal dari sebuah perusahaan yang akan mengalami keuntungan dan kerugian sesuai dengan keuntungan dan kerugian perusahaan tersebut. Pemilik saham merupakan salah seorang rekan kongsi di dalam sebuah perusahaan atau dengan kata lain dia merupakan pemilik sebagian dari harta perusahaan mengikuti ukuran nisbah saham-sahamnya berbanding dengan jumlah keseluruhan saham perusahaan dan pemilik saham berhak menjual sahamnya bila dikehendaki. Saham merupakan salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan dengan kepemilikan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan 33
perusahaan untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada setiap akhir tahun yang biasanya pada waktu rapat umum pemegang saham (RUPS) dapatlah diketahui keuntungan dan kewajiban zakat terhadap saham tersebut. Yusuf Qardhawi mengemukakan dua pendapat yang berkaitan dengan kewajiban membayar zakat pada saham tersebut. Pertama, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan industri murni artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan, maka perusahaan tersebut tidak wajib dikenakan zakat. Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli dan menjual barang-barang tanpa melakukan kegiatan pengelolaan, maka saham-saham atas perusahaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Landasan hukum kewajiban zakat saham pun diambil dari keumuman ayat tentang harta-harta yang wajib dizakati. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda: “Apabila kamu mempunyai 200 dirham dan telah cukup hail (genap setahun) diwajibkan zakatnya 5 dirham dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunya 20 dinar. Apabila kamu mempunya 20 dinar dan telah cukup haulnya, diwajibkan zakatnya setengah dinar. Demikian juga ukuranya jika nilainya bertambah dan tidak diwajibkan zakat bagi sesuatu harta kecuali genap setahun”.
34
Zakat saham dianalogikan pada zakat perdagangan, baik nisab ataupun ukurannya yaitu senilai 85 gram emas dan zakatnya senilai 2,5%. Sementara itu, menurut muktamar internasional pertama tentang zakat menyatakan jika, perusahaan telah mengeluarkan zakatnya sebelum dividen dibagikan kepada pemegang saham, maka pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum mengeluarkan, maka zakat pemegang sahamlah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya. (2) Zakat obligasi Obligasi adalah kertas berharga yang berisi pengakuan bahwa bank, perusahaan atau pemerintah berhutang kepada pembawanya sejumlah tertentu dengan bunga tertentu pula. Obligasi merupakan bagian dari pinjaman yang diberikan kepada pihak perusahaan atau pihak yang mengeluarkannya. Landasan kewajiban pengambilan zakat dari obligasi diambil dari keumuman ayat tentang harta-harta yang wajib dizakati adapun dasar haditsnya adalah, Saidina Ali telah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda: “Apabila kamu mempunyai 200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun) diwajibkan zakatnya 5 dirham dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunya 20 dinar . Apabila kamu mempunyai 20 dinar dan telah cukup haulnya, diwajibkan zakatnya setengah dinar.
35
Demikian juga ukuranya jika nilainya bertambah dan tidak diwajibkan zakat bagi sesuatu harta kecuali genap setahun”. Untuk menentukan status hukum bermuamalah dengan obligasi sebaiknya dilihat pembagian jenis obligasi tersebut. Terdapat dua macam obligasi. Pertama, obligasi konvensional yang merupakan surat hutang dari suatu lembaga, perusahaan atau negara untuk jangka waktu tertentu dan dengan suku bunga tertentu. Pihak yang mengeluarkannya diibaratkan sebagai peminjam dan pembeli diibaratkan sebagai pemberi pinjaman. Para investor akan mendapatkan return yaitu bunga yang bersifat tetap, dibayarkan secara periodik atas dasar nilai nominalnya. Para ulama sependapat mengenai keharaman bermuamalah dengan obligasi jenis ini karena sarat dengan unsur ribawi. Jenis obligasi kedua adalah obligasi syariah, perbedaan yang mendasar antara obligasi konvensional dan syariah terletak pada akadnya. Pada obligasi konvensional akad yang digunakan adalah hutang piutang dengan komparasi suku bunga tertentu. Sedangkan, obligasi menggunakan akad mudharabah, dengan prosentase bagi hasil yang disetujui kedua belah pihak. Disini, status penerbit obligasi adalah sebagai penglola (mudharib), sedangkan pemberi obligasi sebagai pemilik modal (shahibul mal). Obligasi syariah hukumnya halal dan wajib dizakatkan, baik obligasinya maupun keuntungan yang diperoleh. Besarnya zakat 36
adalah 2,5% pertahun dianalogikan pada zakat komoditi perdagangan. d) Zakat madu dan produk ternak Madu adalah cairan yang keluar dari perut lebah yang mengandung berbagai macam kandungan gizi maupun obat bagi manusia. Dalam menetapkan zakat terhadap madu, M. Ali Hasan mencatat dua kelompok ulama yang berbeda pendapat. Kelompok pertama, antara lain Abu Hanifah dan pengikutnya berpendapat bahwa madu itu wajib dikeluarkan zakatnya. Dan besar zakatnya adalah 10%. Imam Ahmad juga berpendapat sama, menurutnya Umar bin Khatab pernah memungut zakat madu. Selanjutnya, M. Ali hasa mencatat tiga hadits sebagai landasan yang dipergunakan oleh Imam Abu Hanifah dan ulama yang sependapat dengannya: Hadis pertama diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Daruquthni. “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengambil zakat madu sebesar 1/10 (10%)”. (H.R Ibn Majah dan Daruquthni) Hadis kedua diriwayatkan oleh Abu Sayyarah al-Mut’i. “Sesungguhnya Abu Sayyarah al-Mut’i berkata: saya bertanya: wahai Rasulullah saya mempunyai lebah, Beliau bersabda: Keluarkanlah 1/10. Saya berkata: wahai Rasulullah jagalah hal tersebut. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjaganya hal itu (sehingga tetap menjadi milikku”. (H.R Ahmad dan Ibn Majah). 37
Sedangkan hadis ketiga diriwayatkan oleh Baihaki. “Keluarkanlah 1/10 madu kalian, dan kemudian madu itu dibawa kepada Umar dan menjualnya, lalu Umar memasukannya ke dalam zakat kaum muslimin” (H.R al-Baihaki). Kelompok kedua, antara lain terdiri dari imam Malik, Ibn Abi Laila, Hasan Abi Salih dan Ibn Al-Mundziri menyatakan bahwa madu itu bukan objek yang harus dikeluarkan zakatnya. Hal ini dikarenakan hadits diatas tidaklah kuat sehingga tidak dapat dijadikan dalil dan madu merupakan cairan yang sama kedudukannya seperti susu binatang, sedangkan susu tidak dikenakan zakat. Dari kedua pendapat tersebut, Yusuf al-Qardhawi melihat bahwa pendapat yang mewajibkan adanya kewajiban zakat madu, merupakan pendapat yang relatif lebih kuat (Qardawi, 1996). Hal ini didasarkan pada beberapan alasan. Alasan pertama, keumuman nash yang tidak memerinci antara harta dan yang lainnya, nash yang dimaksud adalah surat at-Taubah: 103. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS. AtTaubah: 130). Kedua, analogi madu dengan hasil tanaman dan buah-buahan, yakni setiap penghasilan yang diperoleh dari bumi, dinilai sama 38
dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah. Dan ketiga, terdapat beberapa hadits yang walaupun berbeda-beda periwayatannya menunjukan bahwa madu itu termasuk objek yang wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun mengenai zakat produksi hewani seperti sutra dan susu, sebagian ulama yang menyatakan buka sebagai sumber zakat sehingga tidak wajib dikeluarkan. Tetapi sebagian lagi menyatakan sebagai sumber zakat, sehingga wajib dikeluarkan, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai sumber zakat. Di samping terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan statusnya, perbedaan pendapatpun terjadi dalam analogi kewajiban zakatnya. Produk-produk hewani termasuk dalam objek zakat dan menjadi komoditas
perdagangan.
Berdasarkan
hal
tersebut
maka
penganalogian zakat ini adalah zakat perdagangan disamping pendapat
yang
menganalogikannya
kepada
pertanian.
Jika
penganalogian pada perdagangan maka nisab-nya senilai 85 gram emas dan wajib dikeluarkan zakatnya setiap tahun sebesar 2,5%. Namun, jika dianalogikan kepada pertanian, maka nisab-nya senilai 635 kg padi/gababah atau gandum dan presentase zakatnya sebesar 10% dikeluarkan setiap panen. Mazhab Imam bin Hambali menyatakan bahwa ukuran zakat madu adalah sebesar 10%. e) Zakat investasi properti
39
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Hal ini dilakukan oleh suatu perusahaan jika ia memiliki surplus anggaran untuk membiayai kegiatan pokoknya. Pada zaman ini, investasi merupakan sektor ekonomi yang amat vital. Yang dimaksud dengan zakat investasi adalah kekayaan yang tidak wajib atas materinya tetapi hasil dsri produknya. Yusuf al-Qardhawi dalam fiqh zakat mengistilahkan kegiatan ini dalam al-musthaghallat atau investasi, baik untuk disewakan maupun untuk melakukan kegiatan produksi yang kemudian di jual. Sebagian ulama seperti Ibnu Hazm dan beberapa ulama lainnya, sebagaimana yang dikutip oleh Didin Hafidhhuddin, menyatakan bahwa harta tersebut bukan merupakan sumber zakat. Karenanya zakat tidak wajib pada harta tersebut. Pendapat ini disebabkan karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak menjelaskan secara rinci sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya. Dan mereka juga berpendapat bahwa para ulama fiqh, sepanjang masa dan waktu tidak ada yang mewajibkannya. Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Yang wajib dikeluarkan zakatnya bukan dari nilai investasi, tetapi pemasukan dari investasi tersebut. Pengeluaran zakatnya bukan dihitung berdasarkan perputaran tahun, tetapi berdasarkan pemasukan hasil. Yaitu ketika penerimaan uang maka saat itu zakat dikeluarkan. Harta investasi yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil investasi itu setelah dikurangi dengan kebutuhan 40
pokok. Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa yang dikeluarkan zakatnya adalah pemasukan kotornya. Pendapat ini lebih cocok bagi pemilik investasi yang besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah sehingga pemiliknya hidup berkecukupan. Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi. Dengan demikian zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian, yaitu seharga 520 kg beras tiap panen. Zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5% atau 10%. Dengan perincian 5% untuk penghasilan kotor dan 10% untuk penghasilan bersih. Adapun nisab untuk zakat investasi mengikuti nisab zakat pertanian. Para ulama berpendapat bahwa nisab zakat investasi adalah jumlah penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan ini terjadi setiap waktu. Para ulama menganalogikan zakat investasi ini dengan zakat pertanian, yaitu antara 5% hingga 10% adapaun cara pembayaran zakatnya adalah jika perusahaan yang mengeluarkan saham itu telah membayarkan zakatnya, maka tidak ada lagi kewajiban zakat atas pemilik saham. Tetapi jika belum maka pemilik harus menzakatkannya sesuai dengan tujuan apa ia memiliki zakat tersebut. f) Zakat asuransi syariah Islam memiliki sebuah sistem yang mampu memberikan jaminan atas kecelakaan atau musibah lainnya melalui sistem zakat. bahkan 41
sistem ini jauh lebih unggul dari asuransi konvensional karena sejak awal didirikan memang untuk kepentingan sosial dan bantuan kemanusiaan. Sehingga seseorang tidak harus mendaftarkan diri menjadi anggota dan juga tidak diwajibkan untuk membayar premi secara rutin. Bahkan jumlah bantuan yang diterimanya tidak berkaitan dengan level seseorang dalam daftar peserta tetapi berdasarkan tingkat kerugisn yang menimpanya dalam musibah tersebut. Dana yang diberikan kepada setiap orang yang tertimpa musibah ini bersumber dari orang-orang kaya yang membayarkan kewajiban zakatnya sebagai salah satu rukun Islam. Asuransi syariah adalah suatu asuransi yang diperbolehkan secara syariah, jika tidak menyimpang dari prinsi-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan seperti: (1) Asuransi syariah harus dibangun atas dasar ta’awun (kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorientasi nisnis atau keuntungan materi semata. (2) Asuransi syariah tidak bersifat mu’awadhah, tetapi tabarru dan mudharabah. (3) Sumbangan (tabarru) sama dengan pemberian (hibah). (4) Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu 42
diambilnya sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan. (5) Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia biberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah. (6) Apabila uang itu akan dikembangkan, maka ia harus dijalankan menurut aturan syar’i. Perusahaan asuransi sebagi pengelola dana dapat melakukan kegiatan-kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil, seperti mudharabah, murabahah, musyarakah dan wadiah. Atas dasar itu semua, jika dilihat dari kajian zakat, perusahaan asuransi syariah termasuk dalam sumber atau objek zakat. sehingga setiap tahun wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari total aset yang dimilikinya setelah diperhitungkan rugi labanya. Demikian pula nasabah atau peserta atau ahli warisnya yang mendapatkan klaim asuransi, pada saat menerimanya ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari seluruh klaim yang diterimanya, jika jumlahnya mencapai lebih atau sama dengan senilai 85 gram emas. Zakat dari asuransi syariah pada saat menerima klaimnya jika besarnya sama atau lebih dari 85 gram emas, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%. 2. Organisasi Nirlaba 43
Organisasi nirlaba merupakan organisasi yang tidak berorientasi pada pencarian laba, melainkan organisasi yang bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan sosial masyarakat. Organisasi nirlaba meliputi sekolah, universitas,
lembaga
penelitian,
organisasi
kesehatan,
organisasi
lingkungan, organisasi hak asasi manusia, organisasi keagamaan, yayasan, organisasi sosial (Anheier, 2005), termasuk didalamnya organisasi pengelola zakat. Bagi para stakeholder organisasi nirlaba, pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai evaluasi atas akuntabilitas internal dan eksternal organisasi tersebut. 3. Organisasi Pengelola Zakat Amil atau pengelola zakat adalah orang atau sekelompok orang atau institusi
yang
bertugas
mengumpulkan,
rnendistribusikan
danmendayagunakan zakat (Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013). Menurut Yusuf Qardawi, Amil adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat, dan membagi kepada mustahiknya. Salah satu aktivitas amil adalah melakukan kegiatan penggalangan dana zakat, infaq, sedekah dan wakaf dari masyarakat, baik individu, kelompok organisasi dan perusahaan yang akan disalurkan dan didayagunakan untuk mustahik atau penerima zakat (Sucipto, 2011). Definisi amil dapat pula tercermin dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 130 yang artinya: 44
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS. At-Taubah: 130). Dalam surat At-Taubah diatas menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq). Dimana yang mengambil dan menjemput zakat tersebut adalah petugas (amil). Sementara itu pengertian pengelolaan zakat dalam UU nomor 23 tahun 2011 menjelaskan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Lebih lanjut, dalam UU nomor 23 tahun 2011 tersebut dalam melakukan pengelolaan zakat di Indonesia dapat dilakukan oleh oraganisasi pengelolaan zakat, yaitu: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yaitu lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Selain itu, terdapat Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. serta terdapat pula Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yaitu satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat. Dalam UU nomor 23 tahun 2011 pada pasal 3 menjelaskan bahwa tujuan pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efektivitas dan 45
efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan untuk meningkatkan manfaat zakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan tujuan tersebut, maka pembentukan organisai pengelola zakat penting dilakukan dengan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menunaikan danpelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan peran pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. 4. Akuntabilitas Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang saat ini sedang diupayakan di Indonesia (Sadjianto, 2000). Akuntabilitas memiliki cakupan yang luas, dan dapat lihat dari sikap dan watak manusia meliputi akuntabilitas intern dan ekstern, seperti yang diungkapkan oleh Ni Wayan yang dikutip oleh Janet Silvia (2011) menyatakan bahwa akuntabilitas secara intern disebut juga akuntabilitas secara spiritual karena merupakan pertanggungjawaban seseorang kepada Tuhannya,
sedangkan
akuntabilitas
secara
eksten
adalah
pertanggungjawaban seseorang kepada lingkungannya secara formal (terhadap atasan) maupun informal (terhadap masyarakat). Dalam organisasi profit maupun non-profit, akuntabilitas selama ini dipahami hanya terbatas pada penyusunan laporan keuangan bahkan lebih sempit lagi yaitu hanya mencakup pertanggungjawaban anggaran. Akibatnya, entitas menganggap bahwa kewajiban mempertanggung 46
jawabkan kegiatan secara memadai itu hanya sebatas melaporkan penggunaan dananya, tanpa mengevaluasi manfaat dari kegiatan tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat (Dwi Afritanti, 2015). Hal ini tidak sejalan dengan harapan masyarakat atas kondisi ideal suatu organisasi khususnya OPZ sebagai pengelola dana zakat yang berasal dari masyarakat. Menutur The Oxford Learner’s Dictionary, akuntabilitas adalah the fact of being responsible for your decisions or actions and expected to explain them when you are asked (Oxford University Press, 2016). Dengan kata lain, dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama dibidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Indikator pengukuran kinerja adalah kewajiban individu dan organisasi untuk mempertanggungjawabkan capaian kinerja melalui pengukuran yang seobjektif mungkin. Menurut J.B Ghartey akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaana yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, yang mana dan bagaimana. Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain, apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa
pertanggungjawaban
harus
diserahkan,
kepada
siapa
pertanggungjawaban itu harus diserahkan, siapa yang bertanggungjawab terhadap
berbagai
bagian
kegiatan
dalam
masyarakat,
apakah
pertanggungjawban berjalan seiring dengan kewenangan yang memadai dan 47
lain sebagainya (Lembaga Administrasi Negara, 2000). Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Evaluasi kinerja dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara bagaimana untuk mencapai semua itu. Deklarasi Tokyo mengenai akuntabilitas publik menetapkan definisi sebagai berikut, bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggungjawaban
fiskal,
manajerial,
dan
program
(Departemen Teknik Planologi ITB, 2004). Akuntabilitas merupakan perwujudan
kewajiban
seseorang
atau
unit
organisasi
untuk
mempertanggugjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan
yang
telah
ditetapkan
melalui
media
pertanggungjawaban secara periodik. Media akuntabilitas yang memadai adalah berbentuk laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian melalui pengelolaan sumber daya suatu organisasi. Media akuntabilitas ini dapat berupa laporan tahunan tentang pencapaian tugas pokok dan fungsi dengan aspek-aspek penunjangnya seperti aspek keuangan, aspek sarana dan prasarana, aspek sumber daya manusia dan lain-lain (Lembaga Administrasi Negara, 2000).
48
Akuntabilitas informasi diperlukan sebagai bantuan untuk pengambilan keputusan tentang kinerja aktual. Pada berbagai tingkat manajemen, informasi
akuntabilitas
digunakan
secara
internal
dengan
tujuan
pengendalian manajemen di seluruh siklus kegiatan manajemen seperti perencanaan dan informasi anggaran yang diperlukan untuk membangun kerangka acuan akuntabilitas. Akuntabilitas dapat dipandang dari berbagai perspektif (Sadjianto, 2000). Dari perspektif akuntansi, American Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu akuntabilitas terhadap: a) Sumber daya finansial b) Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif c) Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan d) Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian tujuan, manfaat dan efektivitas. Sedangkan dari perspektif fungsional, menurut Stewart yang dikutip oleh Sofia Yasmin (2014) menyatakan bahwa akuntabilitas dilihat sebagai suatu tingkatan dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih banyak
membutuhkan ukuran-ukuran obyektif
(legal
compliance) ke tahap yang membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif (Sofia Yasmin, 2013). Tahap-tahap tersebut adalah: a) Akuntabilitas kejujuran dan hukum
49
Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku
(compliance).
Akuntabilitas
kejujuran dan hukum, terkait dengan dilakukannya penyalagunaan, KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), sehingga dapat menjamin sebuah praktik yang sehat, sedangkan akuntabilitas hukum menjamin adanya peraturan terkait dengan supremasi hukum dan peraturan lain dalam organisasi (Janets Silvia, 2011; Sofia Yasmin, 2013). b) Akuntabilitas proses Dalam hal ini menyangkut proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing), hal ini ditekankan lebih kepada pemberian pelayanan yang cepat dan responsif. c) Akuntabilitas kinerja Pada level ini dilihat apakah kegiatan yang dilakukan sudah efisien dan juga melakukan evaluasi atas kinerja organisasi dengan membandingkan apakah kegiatan organisasi telah sesuai dengan standar yang ada. d) Akuntabilitas program Pada level ini, dilakukan suatu penilaian terhadap penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan ini berkaitan terhadap keterbukaan informasi atas aktivitas dan pencapaian tersebut. Akuntabilitas program, berkaitan dengan bagaimana organisasi 50
melahirkan sebuah program yang berkualitas serta mendukung strategi dalam pencapaian visi dan misi organisasi (Janets Silvia, 2011). e) Akuntabilitas kebijakan Dalam tahap ini, mencoba untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat bertanggungjawab atas segala pemilihan berbagai kebijakan yang dibuat, hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban yang dilakukan pembina, pengurus dan pengawas atas kebijakan yang diambil, sehingga dibutuhkan sebuah pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan. Dari perspektif sistem akuntabilitas, terdapat beberapa karakteristik pokok sistem akuntabilitas ini yaitu: a) Berfokus pada hasil. b) Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk mengukur kinerja. c) Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atas suatu program atau kebijakan. d) Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu. e) Melaporkan hasil (outcomes) dan mempublikasikannya secara teratur. Menurut Pace yang dikutip oleh Sofia Yasmin (2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara agama dan akuntabilitas. Lebih lanjut Askary dan Clarke menjelaskan bahwa, Islam memberikan perhatian yang besar terhadap akuntabilitas dan etika, dengan menyatakan bahwa akuntabilitas bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban sosial tetapi 51
utamanya untuk memenuhi kewajiban agama. Dari sudut pandang Islam, kata lain untuk akuntabilitas adalah “hesab” dimana kata ini dituliskan dalam Al-Quran sebanyak delapan puluh kali, yang menandakan pentingnya akuntabilitas untuk dilaksanakan. Selanjutnya, Baydoun dan Willett melihat akuntabilitas sosial dan keterbukaan secara penuh sebagai dasar penggugur akuntabilitas sesungguhnya dalam Islam tidakhanya kepada manusia semata tetapi kepada Allah SWT. Akuntabilitas organisasi pengelola zakat ditunjukkan dalam laporan keuangan yang diterbitkan oleh organsasi tersebut. Untuk bisa disahkan sebagai organisasi resmi, lembaga zakat harus menggunakan sistem pembukuan yang benar dan siap diaudit akuntan publik. Ini artinya standar akuntansi zakat mutlak diperlukan. Karena dalam PSAK No. 109, akuntansi zakat bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat, infak/shadaqah (Rahmayanti, 2015). 5. E-Governance Yamamoto seperti yang dikutip oleh Nurhadryani (2009) menjelaskan bahwa konsep governance merupakan hasil pergeseran wewenang atau disebut dengan pergeseran paradigma dari era ‘government’ (pemerintah) menjadi era ‘governance’ (kepemerintahan). Pergeseran yang dimaksud adalah transfer wewenang dari pemerintah kepada sektor non-pemerintah seperti sektor privat, lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat secara individual sehingga sektor non-pemerintah semakin meningkat dan terbuka aksesnya dalam proses pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan. 52
E-Governance digambarkan sebagai suatu aplikasi atas perangkat keras, perangkat lunak, internet dan teknologi informasi dan komunikasi lainnya yang dapat digunakan pemerintah untuk memberikan pelayanan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang memungkinkan maksimalnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. E-Governance merupakan suatu alat yang berguna untuk memastikan terjadinya sistem chack and balance (Hassan, 2013). E-Governance
merupakan
penggunaan
teknologi
informasi
dan
komunikasi oleh pemerintah, masyarakat, dan organisasi untuk saling berdialog dan memberikan umpan balik sebagai proses partisipasi dalam mendukung good governance (Gajendra Sharma, 2014). E-governance terdiri dari dua elemen penting yaitu ‘governance’ sebagai konsep utama dan ‘elektronik’ atau ICTs (Information’s and Communication Technologies) sebagai alat untuk meningkatkan proses governance (Nurhadryani, 2009). Menurut World Bank yang dikutip oleh Puji Lestari (2015) mengatakan bahwa e-governance mengacu pada penggunaan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, internet, dan mobile computing) oleh instansi pemerintah yang memiliki kemampuan untuk mengubah hubungan dengan masyarakat, bisnis, dan badan lain dari pemerintah yang dapat digunakan untuk menyebarkan informasi kepada sektor-sektor yang terlibat, menyelenggarakan pelayanan publik kepada sektor yang terkait dan berkomunikasi antar sektor secara elektronik. Teknologi ini dapat melayani berbagai tujuan yang berbeda seperti pengiriman yang lebih baik dari pemerintah kepada masyarakat, meningkatkan 53
interaksi dengan bisnis dan industri, pemberdayaan warga melalui akses informasi, atau manajemen pemerintah yang lebih efisien (Puji Lestari, 2015). Manfaat atas penerapan e-governance yang dihasilkan adalah dapat mengurangi korupsi, meningkatkan transparansi, akuntabilitas, cepat, mudah, biaya yang efektif dalam melakukan pelayanan dan meningkatkan partisipasi masyarakat karena kemudahan dalam mengakses setiap informasi (Kiran Yadav, 2014). Tanpa ICTs proses governance sulit atau lamban untuk terwujud (Puji Lestari, 2015). 6. Kinerja a) Pengertian kinerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kinerja adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; dan kemampuan kerja. Menurut Mahsum yang dikutip oleh Shabri (2011) menyatakan bahwa Kinerja adalah gambaran
mengenai
tingkat
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planing suatu organisasi. Sedangkan menurut Mahmudi menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu konstruksi multi dimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain: 1) Faktor personal yang meliputi pengetahuan, keterampilan fisik, kemampuan kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki seseorang.
54
2) Faktor kepemimpinan yang meliputi kualitas dalam motivasi, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan para pemimpin. 3) Faktor tim yang meliputi kualitas dukungan dan semangat, kepercayaan, kekompakan, dan keeratan dari rekan satu tim. 4) Faktor sistem yang meliputi sistem kerja, fasilitas, proses organisasi, dan budaya kerja dalam organisai. 5) Faktor kontekstual (situasional) yang meliputi pengaruh tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. b) Pengukuran kinerja Pengukuran kinerja adalah proses dimana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akuisisi yang dilakukan. Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk menghasilkan informasi yang relevan pada program atau kinerja organisasi yang dapat digunakan untuk memperkuat manajemen dan menginformasikan pengambilan keputusan, mencapai hasil dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan, serta meningkatkan akuntabilitas (Poister, 2003). Menurut Schuster, Berman dan West yang dikutip oleh Poister (2003) mengatakan bahwa pengukuran kinerja pada organisasi nirlaba oleh manajer dipandang sebagai usaha yang penting untuk dilakukan. Suatu organisasi dapat diketahui berjalan dengan baik setelah ada evaluasi dari kegiatan yang sudah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara mengukur kinerja, sehingga aktivitas organisasi dapat dipantau secara 55
periodik. Tujuan pokok pengukuran kinerja menurut Mulyadi yang dikutip oleh Shabri (2011) adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Penilaian kinerja dilakukan juga untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk mendorong perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta imbal balik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Taylor dan Sumariwalla yang dikutip oleh Poister (2003) menyatakan bahwa, pada awal 1990-an, kesehatan nirlaba dan lembagalembaga kemanusiaan biasanyan melakukan pengukuran mengenai akuntabilitas keuangan, produk program atau output, standard kualitas dalam pelayanan, demografi dan karakteristik lainnya, efisiensi, dan kepuasan klien. Mengingat bahwa banyak lembaga nirlaba yang bergerak untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat luas dengan tujuan melakukan perbaikan sosial, seperti yang dilakukan oleh organisasi pemerintah, dengan memperhatikan kriteria pengukuran, seperti efektivitas program, efisiensi operasi, kualitas layanan, dan kepuasan klien. Proses pengukuran kinerja sangat mirip di sektor nirlaba dan sektor publik, terutama dalam hal masalah teknis. Sistem pengukuran harus dirancang untuk mendukung dan melayani kebutuhan proses manajemen. Sistem pengukuran kinerja yang digunakan untuk mendukung berbagai fungsi manajemen, sebagai berikut: (1) Monitoring dan pelaporan, (2) Perencanaan 56
strategis, (3) Penganggaran dan manajemen keuangan, (4) Manajemen Program, (5) Evaluasi Program, (6) Manajemen kinerja, (7) Peningkatan kualitas dan perbaikan proses, (8) Manajemen kontrak, (9) Benchmarking eksternal, dan (10) Komunikasi dengan publik. Masing-masing fungsi ini dapat dilakukan dengan cara-cara untuk memfasilitasi manajemen dan dalam setiap kasus pengukuran kinerja sangat penting untuk memberikan umpan balik yang berfokus pada hasil. 1) Pengukuran kinerja organisasi nirlaba Menurut Argyris dan Bennis yang dikutip oleh Agyenim Boateng (2016), menyatakan bahwa pengukuran kinerja organisasi nirlaba saat ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pengukuran internal dan eksternal. Pengukuran internal dapat dilihat dari tingkat kesehatan organisasi terutama pada indikator keuangan seperti efisiensi pendanaan, kekurangan dana, biaya dan pertumbuhan dan kinerja keuangan. Sedangkan, pengukuran eksternal dengan memperhatikan hubungan antara organisasi dan lingkungan sekitar. Sedangkan menurut Cutt dan Murray yang dikutip oleh Agyenim Boateng (2016), mengkategorikan pengukuran kinerja dalam dua katagori, yaitu absolute dan relative standards, standar absolut dengan mempertimbangkan bagaimana organisasi mencapai tujuan spesifik, sementara standar relatif mempertimbangkan perbandingan hasil capaian antar organisasi yang sama.
57
Menurut Theodore H. Poister, terdapat banyak metode yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi nirlaba yang tentunya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, namun terdapat tujuh indikator pengukuran kinerja yang paling relevan yang dapat digunakan yaitu: (a) Pengukuran output Pengukuran output penting dilakukan karena berkaitan langsung dengan produk dan program organisasi nirlaba, seperti dengan mengukur banyaknya aktivitas program berupa pelatihan, seminar dan rutinitas kegiatan. Output juga sering diukur dari segi jumlah pekerjaan yang dilakukan, dan tahapan yang berbeda dari proses pelayanan. (b) Pengukuran efisiensi Pengukuran efisiensi atas operasi berkaitan dengan output, dengan melihat rasio efisiensi antara output dengan biaya yang dikeluarkan dalam melakukan output. (c) Pengukuran produktivitas Produktivitas merupakan indikator yang paling sering digunakan sebagai alat diukur, biasanya dilihat dari kinerja para staff atau karyawan. Perngukuran produktivitas juga dapat menggunakan rasio antara jumlah waktu penyelesaian atas tugas yang diberikan dibagi dengan jam kerja karyawan. (d) Pengukuran kualitas layanan 58
Walaupun kualitas atas layanan yang diberikan biasanya diukur secara subjektif di setiap tingkatan individu. Namun biasanya, pengukuran kualitas pelayanan pada organisasi publik dan nirlaba diukur dari kesesuaian, ketuntasan, aksesibilitas, ketepatan waktu, kesantunan, dan keamanan. (e) Pengukuran efektivitas Pengukuran efektifitas menggambarkan tingkat program yang dihasilkan dengan pencapaian hasil yang diinginkan. (f) Pengukuran efektivitas biaya Mengingat indikator pengukuran efisiensi adalah unit biaya dari produksi atas output, maka pengukuran efektivitas biaya berhubungan dengan biaya untuk mengukur output. (g) Pengukuran kepuasan pelanggan Pengukuran ini seringkali dikaitkan dengan pengukuran kualitas pelayanan, namun terdapat perbedaan dari pengukuran kinerja ini, dimana pengukuran kepuasan pelanggan sering dihubungkan dengan pengukuran efektivitas. Pengukuran ini berfokus pada output program. 2) Pengukuran kinerja organisasi pengelola zakat Sampai saat ini, belum didapatkan sebuah metodologi pengukuran kinerja untuk organisasi pengelola zakat yang paling tepat, baku dan komprehensif. Hal ini berbeda dengan pengukuran kinerja untuk perusahaan atau lembaga keuangan seperti perbankan yang telah 59
memiliki pengembangan metodologi untuk pengukuran kinerjanya. Namun demikian, upaya-upaya untuk merumuskan metode yang tepat guna mengukur kinerja organisasi pengelola zakat di Indonesia sedang diupayakan dan dilakukan baik melalui penelitian ataupun melalui agenda tertentu. Beberapa metode pengukuran yang telah dirumuskan dan digunakan dalam penilaian kinerja OPZ yang telah ada saat ini diantaranya adalah sebagai berikut. (a) Pengukur kinerja oleh FOZ dan KBC (2009) Forum Zakat, atau disingkat FOZ adalah asosiasi lembaga pengelola Zakat yang berfungsi sebagai wadah berhimpunnya Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di seluruh Indonesia. Lembaga ini didirikan pada hari Juma’at tanggal 19 September 1997 oleh 11 lembaga yang terdiri Dompet Dhuafa Republika, Bazis DKI Jakarta, Baitul Mal Pupuk Kujang, Baitul Mal PT. Pupuk Kaltim, Baitul Mal Pertamina, Telkom Jakarta, Bapekis Bank Bumi Daya, Lembaga Keuangan Syariah Bank Muamalat Indonesia, PT. Internusa Hasta Buana dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIE) Jakarta. Dalam rangka mengakomodasi secara menyeluruh Lembaga Amil Zakat baik di tingkat nasional maupun daerah, dan Badan Amil Zakat tingkat provinsi dan kabupaten atau kota, maka Forum Organisasi Zakat (FOZ) dan Karim business Consulting (KBC) mengadakan Islamic Social Responsibility (ISR) Award (Forum 60
Zakat , 2010). Ada tiga aspek yang dinilai, yakni fundraising (penghimpunan), fund distribution (penyaluran), management system development (pengembangan manajemen sistem). (b) Analisis pengukuran kinerja lembaga amil zakat oleh IMZ (2011) IMZ (Indonesia Magnifinance of Zakat) adalah sebuah lembaga konstitusi pemberdayaan dan manajemen organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pelatihan, konsultasi, dan pendampingan serta riset advokasi di bidang zakat, kemiskinan, dan pemberdayaan. Setiap tahunnya (dimulai tahun 2010), IMZ rutin melakukan penelitian mengenai zakat dan diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul IZDR (Indonesian Zakat and Development Report) salah satu penelitian yang dilakukan adalah mengenai kinerja Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) (Indonesia Magnificence of Zakat, 2017). Dalam buku tersebut, diungkapkan bahwa untuk dapat mengetahui kinerja sebuah OPZ terdapat 19 Key Performance Indicators yang dikelompokan dalam lima komponen (Indonesia Magnificence of Zakat, 2011). Penilaian kinerja dengan pendekatan IMZ ini dapat menilai kinerja OPZ secara komprehensif. Penjabaran penilaian kedalam lima komponen yang lebih spesifik merupakan kelebihan bagi metode ini jika dibandingkan dengan metode pengukuran kinerja lainnya. Kelima komponen pengukuran kinerja dalam IZDR 2011 tersebut antara lain: 1) Kinerja kepatuhan syariah, legalitas, dan kelembagaan 61
Kinerja kepatuhan syariah, legalitas, dan kelembagaan dari OPZ merupakan prasyarat dasar bagi semua OPZ untuk meningkatkan
profesionalitas
manajemen
amil
zakat.
Pengukuran kinerja kepatuhan syariah OPZ bertujuan untuk menyediakan informasi bagi masyarakat berkenaan dengan sejauh mana kesesuaian antara aktivitas, produk, atau layanan OPZ dengan batasan-batasan syariat yang mengatur pengelolaan zakat. Sedangkan pengukuran kinerja legalitas dan kelembagaan bertujuan untuk menyediakan informasi sejauh mana OPZ telah mematuhi berbagai peraturan yang berlaku dan dikelola secara profesional untuk efisiensi, transparansi dn kinerja tinggi. Penilaian untuk komponen ini terkait dengan: a) Dewan Pengawas Syariah (DPS) DPS pada OPZ bertugas mengawasi apakah pelaksanaan manajemen zakat yang dilakukan telah sesuai dengan batasan syariat. Penilaian kinerja OPZ dalam hal ini yaitu memiliki DPS yang berkompetensi, dinilai dari latar belakang pendidikan atas ilmu syariah yang dipahami agar dapat memberikan arahan yang benar pada OPZ. b) Visi dan misi Visi adalah tujuan dari organisasi, sedangkan misi adalah strategi yang dilakukan untuk mencapai visi. Visi dan misi wajib dimiliki oleh sebuah organisasi karena dengan memiliki 62
visi dan misi yang jelas maka jelas pula arah yang dituju oleh organisasi. c) Struktur organisasi Struktur organisasi OPZ memiliki empat fungsi sebagai kriterianya, yaitu: 1) fungsi pencatatan atau perhitungan yang mencakup kegiatan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan dana, 2) fungsi penghimpunan atau pemeliharaan yang mencakup kegiatan penggalangan dana ZIS, 3) fungsi penyaluran dan pendayagunaan yang mencakup kegiatan penyaluran pemanfaatan dan pengelolaan program untuk mustahiq, 4) fungsi penelitian atau pengembangan yang mencakup pengembangan terhadap muzaki dan mustahiq. d) Tingkat pendidikan pegawai Tingkat pendidikan pegawai sangat berpengaruh kepada produktifitas dan sikap kerja pegawai. Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan lebih tingi biasanya akan bekerja lebih cerdas dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah sehingga memiliki peran penting untuk memajukan OPZ. e) Program diklat reguler Program
diklat
reguler
merupakan
saran
untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap SDM. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi. 63
Kemampuan yang dimaksud adlah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diamanahkan. Keahlian yang dimaksud adalah beberapa keahlian yang diperlukan agar pekerjaan yang diselesaikan dengan baik, sedangkan sikap yang dimaksud adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar suatu pekerjaan berhasil dengan sukses. Kualitas SDM dapat meningkat dengan adanya diklat reguler, terlebih jika frekwensi diklat diberikan secara rutin. f) Presentasi pegawai full time Pegawai full time pada OPZ mengindikasikan bahwa kinerja pegawai all out atau tidak setengah-setengah. Fokus pegawai pada pekerjaannya dapat memicu tingkat efisiensi dan efektifitas kinerja. 2) Kinerja manajemen Penilaian untuk komponen ini terkait dengan: a) Standar Operasional Prosedur (SOP) SOP adalah serangkaian pedoman dalam organisasi yang menjelaskan prosedur tertentu. SOP juga disebut sebai acuan yang harus dilalui tahapannya agar segala keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dapat berjalan sesuai standar organisasi. Kriteria SOP yang baik untuk OPZ harus mencakup fungsi penghimpunan, pengelolaan, atau keuangan, pendayagunaan, dan penelitian zakat. 64
b) Rencana strategis Rencana strategis adalah rencana jangka panjang dalam waktu 5-10 tahun kedepan. Akan tetapi rencana jangka panjang ini akan dibagi–bagi kedalam rencana tahunan (workplan) karena untuk mencapai sesuatu yang besar membutuhkan sebuah proses secara bertahap. c) Penilain kinerja amil Penilain kinerja amil dapat dilakukan sebagai bahan evaluasi atau feedback atas kinerja amil, penilaian prestasi kerja amil dapat menjadi motivasi bagi amil untuk terus memberikan proses dan hasil kerja terbaiknya bagi OPZ. 3) Kinerja keuangan Komponen penilaian yang digunakan dalam kinerja keuangan adalah komponen laporan keuangan, komponen efisiensi keuangan dan komponen kapasitas organisasi. a) Laporan keuangan Laporan keuangan yang dianalisa mencakup laporan audit oleh akuntan publik, disamping internal audit, penyediaan laporan keuangan yang up date dan ketersediaan laporan keuangan untuk diakses oleh masyarakat umum seperti melalui website, harian umum atau media laiinnya. b) Efisiensi keuangan
65
Efisiensi keuangan diukur dengan operational expense ratio, yaitu total biaya operasional dibagi dengan total penggunaan dana diluar gaji untuk para amil. Semakin efisien OPZ dalam mengelola pengeluaran biaya operasionalnya, maka semakin baik kinerja yang dimiliki OPZ. c) Kapasitas organisasi Kapasitas organisasi diukur melalui empat kriteria, yaitu: 1) primary revenue ratio adalah total penerimaan dana zakat dibagi dengan total penerimaan dana infak dan sedekah; 2) primary revenue growth adalah pertumbuhan penerimaan dana khusus zakat dari tahun sebelumnya dengan tahun saat ini; 3) program expenses ratio adalah pengeluaran untuk pembiayaan program dibagi dengan total pengeluaran; 4) program expense growth adalah pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program dari tahun sebelumnya dengan tahun saat ini. 4) Kinerja pendayagunaan ekonomi Kinerja dalam pendayagunaan mendapat sorotan yang cukup kuat karena dari sisi pendayagunaan dapat diketahui keberhasilan OPZ dalam mengelola zakat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Adapun penilaian umtuk komponen yang diukur adalah: a) Kualitas program-program pendayagunaan zakat
66
Kualitas program pendayagunaan zakat diukur dengan mustahik expense, yaitu pembagian total untuk program pendayagunaan terhadap jumlah mustahik. Semakin besar jumlah dana yang diterima oleh penerima manfaat, maka semakin berkualitas pendayagunaan yang dilakukan. b) Produk untuk kegiatan ekonomi produktif Program ekonomi produktif diukur dengan economic ratio, yaitu pembagian total dana yang digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif terhadap total penggunaan dana. Program ekonomi produktif bukan program prioritas OPZ, akan tetapi perlu diketahui bagaimana alokasi dana yang diberlakukan OPZ dalam mengelola program tersebut. c) Pendampingan Pendampingan diukur dengan mengetahui frekuensi waktu pendampingan permustahik. Program pendayagunaan sebaiknya dilakukan pendampingan agar manfaatnya lebih terasa. Fungsi pendampingan sangat penting sebagai fasilitator atau
pemandu,
komunikator
atau
penghubung,
dan
dinamisator atau penggerak dalam membina dan mengarahkan kegiatan penerima manfaat. d) Pelatihan. Pelatihan diukur dengan mengetahui frekuensi pelatihan permustahik. Pelatihan diperlukan agar penerima manfaat 67
dapat menggunakan dana dari program pendayagunaan secara amanah, baik, dan benar. Fungsi pelatihan adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan tentang program yang sedang digulirkan. 5) Kinerja legitimasi sosial Kinerja legitimasi sosial diukur dengan tiga komponen yaitu biaya promosi, biaya sosialisasi dan edukasi, dan biaya advokasi. a) Biaya promosi Biaya promosi diukur dengan biaya promosi OPZ termasuk iklan dibagi dengan total biaya operasional. b) Biaya sosialisasi dan edukasi Biaya sosialisasi dan edukasi diukur dengan biaya sosialisasi dan edukasi zakat kepada masyarakat dibagi dengan total biaya operasional. Biaya sosialisasi dan edukasi adalah media untuk menambah pengetahuan seputar pengelolaan dana ZIS dan sekaligus untuk menjembatani jarak yang ada diantara masyarakat dengan OPZ agar tingkat kepercayaan masyarakat kepada OPZ dapat meningkat. c) Biaya advokasi Biaya advokasi diukur dengan biaya untuk penguatan jaringan kerja atau biaya penguatan asosiasi zakat termasuk biaya seminar untuk pegawai dibagi dengan biaya operasional. 68
Biaya advokasi harus dikelola secara efisien dan efektif. Penguatan jaringan atau asosiasi zakat diperlukan bagi OPZ untuk menciptakan sinergi yang positif antar OPZ. (c) Kerangka pengukuran kinerja oleh Abd. Halim Mohd Noor (2012) Abd. Halim Mohd Noor mengembangkan dan mengusulkan kerangka pengukuran kinerja untuk lembaga zakat. Kepercayaan dan tanggung jawab dalam mengelola dana zakat atas nama umat menekankan betapa pentingnya pekerjaan ini dilakukan secara efisien. Dengan demikian, tujuan pengukuran kinerja diperlukan untuk mengertahui apakah lembaga zakat dapat memenuhi tujuannya. Salah satu tujuan dari indikator kinerja adalah untuk mengukur
efisiensi
dan
efektivitas
lembaga
zakat
dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, dalam membuat indikator tersebut, peneliti dalam penelitian ini memperhitungkan berbagai aspek atau dimensi pengumpulan dan distribusi zakat. Setelah diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Keehley & Abercrombie, 2008 dan Abd Halim, Rozman & Ahmad, 2007), maka didapatlah bahwa kinerja lembaga zakat dipengaruhi oleh empat dimensi yaitu, input, process, output dan outcome (Abd Halim Mohd Noor, 2015). Dimensi input, proses, output dan outcome yang saling terkait, sehingga mempengaruhi pengukuran kinerja lembaga zakat secara keseluruhan. 69
Gambar 2.1 Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Lembag Zakat Penelitian Abd. Halim Mohd Noor KINERJA LEMBAGA ZAKAT
Input
Process
Output
Outcome
Sumber: diadaptasi oleh Noor, Abd. Halim Mohd et, al., (2012) dari (Keehley & Abercrombie, 2008 dan Abd Halim, Rozman & Ahmad, 2007) Dimensi pertama dari kerangka pengukuran kinerja zakat melibatkan input atau sumber daya yang tersedia. Dimensi kedua adalah proses (process), yaitu kegiatan yang dihasilkan oleh program. Dimensi ketiga adalah output yang mengacu pada aktivitas yang telah diselesaikan oleh lembaga zakat, misalkan meliputi jumlah penerima dana zakat, kegiatan dan target yang telah selesai dan dana yang telah disalurkan. Dan dimensi yang terakhir adalah (outcome) yang merupakan konsekuensi dari proses dan output. Ini adalah perubahan status dari penerima dana zakat, karena keterlibatan mereka dalam program.
70
B. Penelitian Terdahulu Berikut ini merupakan tabel 2.5 yang berisi beberapa hasil penelitian sebelumnya.
No 1
Peneliti Terdahulu Forum Organisasi Zakat, 2009
Tabel 2.5 Hasil Penelitian Terdahulu Judul Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Islamic Sama-sama meneliti Peneliti terdahulu Social tentang kinerja mengguanakan tiga metode Responsibility pengelola zakat pada penelitian yaitu fundrising, fund (ISR) organisasi pengelola distribution dan Management zakat. System. sedangkan peneliti saat ini menggunakan metode IZDR 2011 yang dikeluarkan oleh IMZ dan jugamelakukan analisis terhadap penerapan pelaporan OPZ di internet.
Bersambung ke halaman selanjutnya 71
Hasil Penelitian Tiga teratas kategori LAZNAS yaitu: Bamuis BNI, Rumah Zakat Indonesia, dan Dompet Dhuafa. Tiga teratas kategori BAZDA, yaitu: DSNI, Lembaga Manajemen Infak, dan Lampung Peduli. Tiga teratas kategori BAZ provinsi, yaitu: Baitul Maal Aceh, BAZDA Sumatera Utara, BAZDA DIY. Pemenang tiga teratas kategori BAZ Kabupaten/ Kota yaitu: BAZDA Kab. Cianjur, BAZDA Kab. Aceh Besar, dan BAZDA Kab. Tebing Tinggi. Sedankan untuk kategori Special Award, yaitu Badan Amil Zakat Nasional.
No 2
Peneliti Terdahulu Sugiyarti Fatma Laela, 2010
3
IMZ, 2011
Tabel 2.5 (lanjutan) Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Analisis Sama-sama Peneliti terdahulu menguji faktorFaktor-Faktor meneliti faktor yang memiliki pengaruh yang tentang kinerja signifikan terhadap efisiensi OPZ Mempengaruhi organisasi dengan mengunakan data survey dari Kinerja pengelola 14 sampel OPZ. Sedangkan peneliti Organisasi zakat. saat ini menggunakan metode IZDR Pengelola 2011 yang dikeluarkan oleh IMZ Zakat yang disebut dengan kinerja prima pengelola zakat dengan meneliti kinerja keuangannya dan juga melakukan analisis terhadap penerapan pelaporan OPZ di internet. Judul
Indonesian zakat development report 2011 penelitian terhadap 7 LAZNAS dan 1 BAZ.
Sama-sama meneliti tentang kinerja OPZ dan menggunakan metode pengukuran yang sama, yakni analisis kinerja prima.
Peneliti terdahulu dengan tahun penelitian 2011 dan meneliti 7 LAZNAS yaitu: BAMUIS BNI, BAZMA Pertamina, BMM, DD, DPU DT, PKPU, YBM BRI. dan 1 BAZ yaitu BAZIS DKI. Sedangkan penelitian ini dengan tahun penelitian 2015 pada OPZ dan juga melakukan analisis terhadap penerapan pelaporan OPZ di internet.
Hasil Penelitian Komposisi Dewan Pembina tidak memiliki pengruh yang signifikan terhdp efisiensi OPZ. jumlah Dewan Pengawas terhadap Direktur Pelaksana memiliki pengaruh yang signifikan perubahan kompensasi yang dibayarkan kepada pegawai, penerapan program manajemen dan sistem budaya yang efficiency emphasis, struktur kelembagaan OPZ dan ukuran (size) OPZ tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi. Peringkat OPZ menurut kinerja, yaitu: BMM, DD, PKPU, BAZIS DKI, DPU DT, BAMUIS BNI YBM BRI, dan BAZMA Pertamina.
Bersambung ke halaman selanjutnya 72
No 4
5
Peneliti Terdahulu Husni Shabri, 2011
Abd. Halim Mohd. Noor, 2012
Judul Pengukuran Kinerja Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat di Sumatera Barat
Assessing Performance of Nonprofit Organization A Framework for Zakat Institutions
Tabel 2.5 (lanjutan) Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Sama-sama Peneliti terdahulu meneliti kinerja meneliti tentang BAZDA dan LAZ di provinsi pengukuran kinerja Sumatera Barat pada tahun 2011 organisasi selain itu, peneliti terdahulu juga pengelola zakat melakukan uji beda antar sampel dengan yang digunakan. Sedangkan menggunakan peneliti saat ini selain mengukur metode pengukuran kinerja OPZ juga melakukan dalam IZDR 2011 analisis terhadap penerapan yang dikeluarkan pelaporan OPZ di internet. oleh IMZ. Sama-sama fokus Penelitian terdahulu mengusulkan pada kinerja kerangka kerja konseptual Organisasi komprehensif untuk mengukur Pengelola Zakat kinerja lembaga zakat. Dimana, kinerja lembaga zakat dipengaruhi oleh empat dimensi yaitu, input, process, output (keluaran) dan outcome (hasil). Sedangkan peneliti saat ini lebih kepada pengukuran kinerja keuangan, bukan menyediakan kerangka pengukurannya.
Hasil Penelitian Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja manajemen zakat di BAZ dan LAZ di Provinsi Sumatera Barat. Kinerja BAZ lebih baik dari kinerja LAZ terutama kinerja keuangan dan legitimasi sosial.
Menyajikan kerangka tidak hanya mencakup kinerja efisiensi organisasi Zakat tetapi juga pada evaluasi hasil yang telah didapatkan dari pendistribusian dana zakat.
Bersambung ke halaman selanjutnya 73
Tabel 2.5 (lanjutan) Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan 6 Evaluating Melakukan Penelitian sebelumnya hanya Corporate pengukuran mengukur akuntabilitas Reporting pada website melalui penerapan on the penerapan pelaporan OPZ di internet di Internet: pelaporan OPZ negara Malaysia, sedangkan The Case of di internet pada penelitian saat ini peneliti Zakat untuk menilai juga melakukan pengukuran Institutionsi akuntabilitas kinerja OPZ yang berada di n Malaysia. website. Indonesia. 7 Dwita Kinerja Sama-sama Penelitian terdahulu Darmawati, Lembaga meneliti menggunakan perspektif et., al, 2011 Amil Zakat tentang kinerja keuangan dan customer dan /LAZ dalam pengelola wilayah Kabupaten Banyumas. Perspektif zakat pada Sedangkan peneliti saat ini Keuangan Lembaga Amil menggunakan metode dan Zakat. pengukuran dalam Indonesia Customer Zakat and Development Report (Studi (IZDR) 2011 yang dikeluarkan Kasus Di oleh Indonesia Magnifinance Kabupaten of Zakat (IMZ) yang disebut Banyumas) dengan kinerja prima pengelola zakat, dengan meneliti kinerja keuangannya. Bersambung ke halaman selanjutnya No
Peneliti Terdahulu Shamharir Abidin dan Ram Al Jaffri Saad, 2014
Judul
Hasil Penelitian Sebagian besar lembaga zakat di Malaysia menyajikan informasi berupa jumlah pengumpulan dan penyaluran dana zakat, namun tidak ada satupun lembaga zakat yang menyajikan laporan keuangan. Sebagian besar lembaga zakat telah mengelola website dengan baik, dan digunakan sebagai media utama untuk berkomunikasi. Kinerja LAZ dalam perspektif keuangan (kenaikan jumlah pengumpulan dan penyaluran dana ZIS) dinilai baik. Sedangkan hasil kinerja LAZ dalam dalam perspektif customer adalah belum puasnya customer (muzakki dan mustahiq) akan pelayanan LAZ. Faktor kendala dalam memberikan pelayanan kepada customer adalah keandalan, empati dan tangible. Dan permasalahan yang dialami oleh LAZ adalah keterbatasan SDM yaitu sedikitnya jumlah SDM dibanding beban kerja; seringnya terjadi perputaran karyawan. dan status legalitas LAZ.
74
Tabel 2.5 (lanjutan) No 8
Peneliti Terdahulu Aulia Zahra, Prayogo P. Harto, Ahmad Bisyri AS, 2016
Judul Pengukuran Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat dengan Metode Data Envelopment Analysis
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Sama-sama meneliti Peneliti terdahulu meneliti 7 OPZ tentang kinerja tingkat nasional yang memiliki keuangan izin pemerintah yaitu RZ, Bamuis Organisasi BNI, BSM Ummat, BMH, Pengelola Zakat. BAZNAS, LAZISMU, dan YBM BRI dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Dengan variabel input: biaya personalia, biaya sosialisasi dan biaya operasional lainnya dan variabel output : jumlah dana ZIS yang terhimpun dan tersalurkan periode 2012-2014. Sedangkan peneliti saat ini meneliti penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan metode pengukuran Indonesia Magnifinance of Zakat (IMZ) Selain itu peneliti saat ini mengukur penerapan pelaporan di internet oleh OPZ.
Hasil Penelitian Kinerja OPZ pada tahun 2013 lebih baik dari tahun 2012 dan 2014. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan biaya di tahun 2013 namun tidak terjadi peningkatan efisiensi pengelolaan ZIS dari tahun 2013-2014. Kinerja OPZ sudah cukup efisien secara teknis, hal ini mengindikasikan OPZ telah memiliki manajemen yang baik dalam pengelolaan dana ZIS, namun demikian secara keseluruhan tingkat efisiensi pada OPZ masih rendah dikarenakan kondisi eksternal yang kurang baik. Perhitungan terhadap OPZ tahun 2013 menunjukan hanya 3 OPZ yang telah efisien yaitu Bamuis BNI, BSM Ummat, dan YBM BRI.
Bersambung ke halaman selanjutnya 75
No 9.
10.
Peneliti Terdahulu
Judul
Alfi Lestari, Efisiensi Kinerja 2015 Keuangan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA): Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
Rini, 2016
Penerapan Internet Financial Reporting untuk Meningkatkan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat
Tabel 2.5 (lanjutan) Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Sama-sama meneliti tentang kinerja keuangan Organisasi Pengelola Zakat.
Peneliti terdahulu meneliti BAZDA di kabupaten Lombok menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Dengan variabel input: dana ZIS yang dihimpun, aktiva tetap, gaji karyawan dan variabel output : jumlah dana ZIS yang disalurkan dan biaya operasional. Sedangkan peneliti saat ini meneliti Bamuis BNI, DD, PKPU, RZ, BMH, BAZNAS dan YBM BRI. Metode pengukuran (IMZ) dengan meneliti kinerja keuangannya. Selain itu peneliti saat ini mengukur penerapan pelaporan di internet oleh OPZ.
Sama-sama meneliti mengenai penerapan Internet Reporting, dalam hal Internet Financial Report
Peneliti terdahulu meneliti internet reporting, namun hanya dalam lingkup IFR dan tidak meneliti mengenai pengukuran kinerja OPZ.
Hasil Penelitian BAZDA Kabupaten Lombok Timur secara menyeluruh telah mampu mencapai efisiensi maksimum secara relative, sehingga bisa dikatakan bahwa BAZDA Kabupaten Lombok Timur berhasil mencapai tingkat efisiensi pada t ga periode, yaitu 2012-2014.
Dari 19 OPZ terdapat 7 OPZ yang menerapkan pelaporan keuangan melalui internet (IFR) Tingkat pengungkapan pelaporan keuangan ketujuh OPZ berdasarkan PSAK 109 masih rendah. Rata-rata tingkat pengungkapan ketujuh OPZ tersebut sebesar 43.4%.
Sumber: Jurnal-jurnal referensi 76
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar 2.2 Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada umat islam untuk membayar zakat (QS. T-Taubah:103) dan merupakan salah satu rukun islam. Dibentuknya Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) baik itu Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang bertugas melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat (UU No 23 Tahun 2011) Kurang maksimalnya pengumpulan dana zakat terbukti dari tingginya perbedaan antara potensi pengumpulan zakat dan realisasinya (Hartono, 2016). Permasalahan ini disebabkan oleh kurang profesionalnya pengelolaan zakat yang dilakukan oleh OPZ (Labib, 2015), rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat pada OPZ karena kurangnya trasnparansi dalam melaporkan kinerja keuangan dan menilai akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat dalam menyalurkan dana zakat (Septiarini, 2011).
Penerapan Pelaporan OPZ di Internet
Kinerja OPZ Kinerja keuangan
Aspek isi Aspek tampilan
Pengumpulan Data Metode Analisis Deskriptif Hasil Analisis Kesimpulan dan Saran 77
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini akan membahas mengenai penerapan internet reporting dan penilaian kinerja keuangan OPZ. Objek dalam penelitian berupa website dan laporan keuangan OPZ di Indonesia yang bisa sebagai pengurang pajak sesuai peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER15/PJ/2012. Berikut 19 OPZ yang terdaftar dalam peraturan tersebut dan kepemilikan website, diantaranya: Tabel 3.1 Kepemilikan Website No
Nama OPZ
Kepemilikan Website
1 2 3 4 5 6
Badan Amil Zakat Nasional LAZ Dompet Dhuafa Republika LAZ Yayasan Amanah Takaful LAZ Pos Keadilan Peduli Umat LAZ Baitulmaal Muamalat LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah 7 LAZ Baitul Maal Hidayatullah 8 LAZ PZU Persis (Pusat Zakat Ummat Persatuan Indonesia) 9 LAZ Bamuis BNI (Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia) 10 LAZNAS BSM Umat 11 LAZ DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) Bersambung ke halaman selanjutnya 78
Ada
Tidak
Tabel 3.1 (lanjutan) No
12 13 14 15 16 17 18 19
Nama OPZ
LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia LAZ Baitul Maal wat Tamwil LAZ Bazma (Baituz Zakah Pertamina) LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid LAZ Rumah Zakat Indonesia LAZIS Muhammadiyah LAZIS Nahdlatul Ulama
LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Sumber: Data diolah peneliti
Kepemilikan Website Ada
Tidak
Dalam masa perbaikan
Penggunaan website sebagai objek dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan internet reporting, seperti dalam penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Shamharir Abidin dan Ram Al Jaffri Saad (2014) pada lembaga zakat di Malaysia. Terdapat dua bagian pokok yang diukur dalam penelitian ini, yaitu bagian isi (content) dan bagian tampilan (presentation). Dalam bagian isi, terdapat empat sub bagian diantaranya adalah akuntansi dan informasi keuangan, informasi tata kelola OPZ, rincian kontak dan informasi lainnya, serta pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Sedangkan pada bagian tampilan terdiri dari tiga sub bagian yaitu, ketepatwaktuan informasi, vitur teknologi, dan fasilitas untuk mempermudah pengguna dalam mengakses website. Selain mengukur penerapan internet reporting, dalam penelitian ini juga akan membahas mengenai penilaian kinerja keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan OPZ dalam mengelola dana zakat berdasarkan pengukuran 79
Indonesia Zakat and Development Report (IZDR) 2011 oleh Indonesia Magnificience of Zakat (IMZ). Dalam pengukuran kinerja keuangan ini, objek yang digunakan adalah laporan keuangan periode 2015 yang penyusunannya telah sesuai dengan PSAK 101 dari OPZ yang telah menerapkan Internet Financial Reporting (IFR), yaitu diantaranya Bamuis BNI, PKPU, RZ, BMH, BAZNAS, dan YBM BRI, terdapat juga LAZ yang memiliki laporan keuangan namun tidak menerapkan IFR yaitu Dompet Dhuafa, perolehan laporan keuangan Dompet Dhuafa dilakukan setelah adanya permohonan permintaan untuk kepentingan penelitian. Ruang lingkup penelitian ini hanya mencakup pengukuran kinerja keuangan, bukan pengukuran kinerja secara keseluruhan. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh OPZ yang ada di Indonesia. Adapun metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah pemilihan sampel berdasarkan judgement sampling atau purposive yaitu pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah OPZ yang bisa menjadi pengurang pajak sesuai peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-15/PJ/2012. Terdapat 19 OPZ dalam peraturan tersebut, 16 diantaranya telah memiliki website yang dapat dijadikan objek penelitian. Sedangkan, untuk pengukuran kinerja keuangan objek yang digunakan adalah laporan keuangan dari OPZ yang telah melakukan penyusunan laporan keuangan sesuai PSAK 101, laporan yang disusun harus terdiri dari laporan perubahan dana. Terdapat 7 sempel sampel dalam penelitian ini, 6 diantaranya telah menerapkan IFR dengan menerbitkan laporan keuangan 80
periode 2015 sesuai dengan PSAK 101 dan mempublikasikannya melalui website, ke-6 OPZ tersebut diantaranya BAZNAS, Baitul Maal Hidayatullah, Pos Keadilan Peduli Umat, Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia, Bamuis BNI, dan Rumah Zakat Indonesia. Sedangkan LAZ lainnya yang memiliki laporan keuangan namun tidak menerapkan IFR yaitu Dompet Dhuafa, perolehan laporan keuangan dapat diterima setelah adanya permohonan permintaan untuk kepentingan penelitian. C. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara atau telah diperoleh dan dicatat oleh pihak lain yang umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang tersusun dalam arsip yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari website setiap OPZ baik berupa laporan keuangan maupun konten dan tampilan dari website itu sendiri. Observasi dilakukan selamua bulan Maret 2017. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian pustaka. Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, tesis, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian. Perolehan informasi atas penerapan internet reporting oleh OPZ diperoleh melalui website, begitupula dengan laporan keuangan yang dapat diperoleh melalui website.
81
E. Metode Analisis Data Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data kualitatif. Proses analisis data secara kualitatif dimulai dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber atau informasi, baik melalui wawancara maupun studi dokumentasi. Data tersebut terlebih dahulu dibaca, dipelajari, ditelaah, kemudian dianalisis. Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah konsep dari Miles dan Huberman. Menurut konsep tersebut, aktivitas dalam analisa data kualitatif harus dilakukan secara interaktif dan terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jelas. 1. Data Collection Dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data yang diperlukan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi terhadap website dengan menelaah isi dan tampilan website serta penerapan IFR dalam website tersebut. Observasi dilakukan selama bulan Maret 2017. 2. Data Reduction Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Proses reduksi data akan memfokuskan pada penerapan internet reporting oleh OPZ berdasarkan 82
pengukuran oleh Shamharir Abidin dan Ram Al Jaffri Saad, dan proses reduksi juga memfokuskan pada pengukuran kinerja OPZ berdasarkan penilaian IZDR 2011 dengan menggunakan satu komponen pengukuran yaitu kinerja keuangan. Penilaian kinerja keuangan ini dilakukan melalui pembobotan, dengan kriteria bobot nilai 1-5. Nilai tersebut adalah 5 untuk kategori nilai sangant baik, 4 untuk kategori nilai baik, 3 untuk kategori nilai cukup, 2 untuk kategori nilai kurang, dan 1 untuk kategori nilai jelek. 3. Data Display Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan sejenisnya. Miles dan Huberman menyatakan bahwa, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif, disarankan juga untuk menggunakan grafik, matriks, network dan chart. 4. Conclution Drawing atau Verification Langkah selanjutnya dalam analisis kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data maka, kesimpulan yang dikemukakan merupakan 83
kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembanga setelah penelitian. F. Pengukuran Penerapan Internet Reporting dan Penilaian Kinerja keuangan Organisasi Pengelola Zakat Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat indikator mengenai penerapan internet reporting dan penilaian kinerja keuangan OPZ. Untuk menentukan pengukuran internet reporting, peneliti mengadopsi pengukuran dari Shamharir Abidin dan Ram Al Jaffri Saad (2014) dan Rini (2016) yang telah disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Sedangkan untuk penilaian kinerja keuangan OPZ peneliti menggunakan pengukuran berdasarkan Indonesia Zakat and Development Report 2011 (IZDR 2011) oleh Indonesia Magnificience of Zakat (IMZ). 1. Kriteria penerapan internet reporting organisasi pengelola zakat Peneliti akan menganalisis secara komprehensif keterbukaan informasi di dalam website OPZ (content analysis). Pengukuran keterbukaan internet reporting dilakukan dengan membagi dua bagian utama yaitu isi (content) dan penyajian (presentation) pada website OPZ. Penelitian ini tidak hanya menganalisis jenis informasi yang disampaikan atau informasi yang disebarluaskan yang umumnya mengenai pelaporan keuangan, tapi juga bagaimana informasi tersebut ditampilkan melalui 84
penggunaan teknologi pada website yang dapat memudahkan pengunjung untuk mendapatkan informasi. Pada bagian isi terdapat empat sub bagian, diantaranya adalah akuntansi dan informasi keuangan, informasi tata kelola OPZ, rincian kontak dan informasi lainnya, serta pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Sedangkan pada bagian tampilan terdiri dari tiga sub bagian yaitu, ketepatwaktuan informasi, fitur teknologi, dan fasilitas untuk mempermudah pengguna dalam mengakses website. Dalam pengukuran ini terdapat 48 indikator pengukuran, dengan 24 indikator disetiap bagian untuk mengetahui keefektifan website OPZ sebagai media penyebaran informasi kepada masyarakat dalam mengelola dana zakat. Apabila pada setiap indikator dalam pengukuran penerapan pelaporan OPZ di internet diungkapkan dalam website, maka dalam tabel pengukuran akan diberi tanda checklist (). Selanjutnya, tanda tersebut akan dikonversi dalam suatu nilai dicotomous, nilai “Satu” (1) diberikan untuk setiap indikator yang diungkapkan, sedangkan apabila tidak diungkapkan maka diberi nilai “Nol”(0). Indikator pengukuran internet reporting dalam penelitian ini berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shamharir Abidin dan Ram Al Jaffri Saad (2014), mengenai evaluasi penerapan internet reporting lembaga zakat di negara Malaysia. Namun dalam penelitian ini, setiap indikator yang digunakan telah disesuaikan dengan menghapus indikator yang tidak relevan atau dengan menggantinya dengan yang lebih relevan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Terdapat tiga indikator yang dihapus. 85
Pada bagian isi website, indiktor yang dihapus adalah ringkasan perolehan dana zakat, ringkasan penyaluran dana zakat, dan CSR. Sedangkan terdapat satu indikator yang diubah yaitu keteribatan komunitas menjadi ruang keterlibatan relawan dan satu indikator yang ditambahkan yaitu kolom layanan donatur. Untuk bagian tampilan website, terdapat satu indikator yang ditambahkan yaitu respon terhadap pertanyaan pengunjung, sedangkan indikator yang dihapus adalah hyperlink dalam laporan keuangan. Berikut merupakan indikator penelitian yang digunakan dan telah disesuaikan. Tabel 3.2 Pengukuran Penerapan Internet Reporting Bagian
Sub Bagian
Indikator
Penerapan aspek isi atas pelaporan organisasi pengelola zakat di internet
Akuntansi dan Laporan posisi keuangan informasi Laporan perubahan dana keuangan Laporan arus kas Laporan perubahan aset kelolaan Catatan atas laporan keuangan Laporan analisis manajemen Laporan auditor tahun berjalan Laporan tahunan (3 tahun terakhir) Laporan pengumpulan dan penyaluran dana zakat tahun berjalan Informasi tata Kode etik kelola OPZ CV anggota manajemen Peramalan perolehan dana zakat Dokumentasi atas program/kegaiatan Struktur organisasi Rincian kontak E-mail dan informasi Nomor telepon lainnya Alamat Tampilan dalam versi bahasa Inggris Bersambung ke halaman selanjutnya 86
Tabel 3.2 (lanjutan) Bagian
Sub Bagian
Indikator
Frequently asked question (FAQ) Kolom layanan donatur Keterbukaan Publikasi majalah atau jurnal pertanggungLaporan kesehatan atau kondisi sosial jawaban sosial karyawan Mitra Donatur Ruang Keterlibatan relawan Penerapan Ketepatwaktuan Berita atau perilisan media terbaru aspek informasi Informasi Haul penyajian Nilai nisab terkini (harga emas) pelaporan Kalender organisasi Halaman menunjukan update terakhir pengelola Perolehan zakat bulanan atau mingguan zakat di Vitur teknologi Kecepatan sistem saat memuat–tak lebih internet dari 10 detik Teks dalam website dapat disalin Data keuangan dapat di edit Laporan tahunan dalam format pdf Laporan tahunan dalam format html Gambar grafik Efek tampilan Arsip suara Arsip video Fasilitas untuk Layanan online untuk meminta mempermudah informasi pengguna dalam Respon terhadap pertanyan pengunjung mengakses Navigasi website website. Pull down menu Mouse hover trigger Mesin pencarian internal Next previous buttons to navigate sequentially (Tombol setelah dan sebelum pada navigasi) Hyperlink langsung menuju email Tampilan jumlah pengunjung website Sumber: Shamharir Abidin dan Ram Al Jaffri Saad (2014), diolah
87
Hasil akhir pada pengukuran internet reporting ini adalah penjumlahan skor yang diperoleh pada setiap indikator dan OPZ, kemudian diperbandingkan antara total skor yang didapat dengan total skor yang diharapkan. Berikut merupakan rumus untuk menghitung tingkat pengungkapan internet reporting. 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛
Selanjutnya, untuk mengukur tingkat akuntabilitas penerapan internet reporting maka digunakanlah standar dibawah ini sebagai acuan, standar ini digunakan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rini (2016). Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Pengungkapan Persentase Pengungkapan >80% 70% s.d. 80% 60% s.d. 69% 50% s.d. 59% <50% Sumber: Haron (2006)
Tingkat Pengungkapan Sangat tinggi Tinggi Menengah Rendah Sangat rendah
2. Pengukuran kinerja keuangan Pengukuran kinerja keuangan dibagi dalam tiga kriteria penilaian yang mencakup penilaian laporan keuangan, efisiensi keuangan dan kapasitas organisasi. Metodelogi ini digunakan dalam Indonesia Magnifinance of Zakat (IMZ) dengan metode pengukuran kinerja prima, bagian kinerja keuangan. a. Kriteria penilaian laporan keuangan Laporan keuangan yang dianalisa mencakup laporan audit oleh akuntan audit (auditability), penyediaan laporan keuangan yang update 88
(time concern), dan ketersediaan laporan keuangan untuk diakses oleh masyarakat umum seperti melalui website, harian umum atau media lainnya (transparancy) (Indonesia Magnificence of Zakat, 2011). Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Laporan Keuangan Kriteria Penilaian Audit, time concern dan transparency
Jawaban
Nilai
Tidak tersedia Tersedia, tapi tidak update dan tidak diaudit Tersedia, update, tapi tidak diaudit Tersedia, update, dan diaudit tapi tidak transparan Tersedia, update, diaudit, dan transparan Arti nilai 5: sangat baik, 4: baik, 3: cukup, 2: kurang, 1: jelek Sumber: IMZ, 2011
1 2 3 4 5
b. Kriteria penilaian efisiensi keuangan Efisiensi
keuangan
(financial
eciciency)
diukur
dengan
Operational Expenses Ratio yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk menjalankan roda OPZ dibandingkan terhadap total penggunaan dana di luar gaji untuk para amil (IMZ, 2011). Tabel 3.5 Kriteria Efisiensi Keuangan Kinerja Keuangan Efisiensi (%) Operational Expenses Ratio
Konversi Nilai 1
2
>11,00 9,00 – 10,99
3
4
5
7,00 – 8,99 5,00 – 6,99 <5,00
Arti nilai 5: sangat baik, 4: baik, 3: cukup, 2: kurang, 1: jelek Sumber: IMZ, 2011
89
c. Kriteria penilaian kapasitas organisasi Kapasitas organisasi diukur melalui empat kriteria (IMZ, 2011), yaitu: 1) Primary Revenue Ratio yaitu total perolehan dana khusus zakat terhadap total perolehan dana termasuk infaq, shadaqah dan wakaf. 2) Primary Revenue Growth yaitu pertumbuhan perolehan dana khusus zakat (di luar ZISWAF) dari tahun sebelumnya. 3) Program Expenses Ratio pengeluaran untuk pembiayaan program atau penyaluran dana kepada mustahiq terhadap total penggunaan dana (tidak termasuk gaji amil/ bagian amil atas dana ziswaf). 4) Program Expenses Growth yaitu pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program atau penyaluran dana kepada mustahiq dari tahun sebelumnya. Tabel 3.6 Kriteria Kapasitas Organisasi Kinerja Kapasitas Organisasi (%) Primary Revenue Ratio Primary Revenue Growth Program Expenses Ratio Program Expenses Growth
Konversi Nilai 1
2
3
4
5
<70,00 70,00 – 74,99 75,00 – 80,00 80,00 – 84,00 >84,99 <10,00 10,00 – 14,99 15,00 – 19,99 20,00 – 24,99 >24,99 <60,00 60,00 – 69,99 70,00 – 79,99 80,00 – 89,99 >89,99 <10,00 10,00 – 14,99 15,00 – 19,99 20,00 – 24,99 >24,99
Arti nilai 5: sangat baik, 4: baik, 3: cukup, 2: kurang, 1: jelek Sumber: IMZ, 2011 Hasil akhir dari penilaian kinerja keuangan OPZ adalah penjumlahan dari seluruh nilai yang diperoleh OPZ. Seluruh nilai tersebut diperoleh melalui ketiga 90
komponen pengukuran, yang terdiri dari efisiensi keuangan, kapasitas organisasi, dan laporan keuangan. Jumlah ketiga komponen tersebut kemudian dibagi tiga sesuai dengan pengukuran yang digunakan. Selanjutnya, hasil nilai tersebut dikonversi kedalam peringkat yang telah ditetapkan dalam IZDR 2011 yang terdapat pada tabel 3.7 dibawah ini. Tabel 3.7 Nilai Ranking Setiap Angka Nilai Minimal dan Nilai Maksimal per Aspek (1-10) 9.50 9.00 8.50 8.00 7.50 7.00 6.50 6.00 5.50 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 Sumber:IMZ 2011
Nilai AAA+ AAA AAAAA+ AA AAA+ A ABBB+ BBB BBBBB+ BB BBCCC+ CCC CCC-
91
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Penerapan Internet Reporting Organisasi Pengelola Zakat Perkembangan media saat ini memainkan peranan penting dalam kegiatan kedermawanan sosial (filantropi) yang telah berkembang pesat khususnya di Indonesia. Internet tidak lagi hanya berperan sebagai media informasi dan hiburan, tapi memeperluas kiprahnya sebagai penggalang, pengelola dan penyaluran dana sosial melalui pemanfaatan sebuah website di internet oleh lembaga sosial seperti OPZ. Sebuah website pada OPZ dapat digunakan untuk mendorong masyarakat untuk lebih mengenal OPZ melalui pengenalan profil dan program/kegiatan yang dilakukan. Website juga dapat digunakan sebagai media pertanggungjawaban OPZ, yaitu dengan melakukan IFR (Internet Financial Reporting) sebagai bentuk transparansi dalam mengelola dana zakat. Berdasarkan pada rumusan dan tujuan penilitian yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, penelitian ini akan membahas mengenai akuntabilitas OPZ melalui penerapan internet reporting dan penilaian kinerja keuangan pada tujuh OPZ pada periode 2015. Berikut, merupakan hasil atas pengukuran tingkat akuntabilitas OPZ melalui penerapan internet reporting berdasarkan observasi yang telah dilakukan terhadap kepemilikan website pada setiap OPZ yang dilakukan selama bulan Maret 2017 yang ditunjukan pada tabel 4.1.
92
Berdasarkan hasil observasi tersebut, terdapat 19 OPZ yang bisa menjadi pengurang pajak sesuai peraturan Direktorat Jenderal Pajak. Kepemilikan website menunjukkan adanya usaha OPZ untuk melakukan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan aktivitasnya. Hasil observasi terhadap ke-19 website OPZ ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Alamat Website Organisasi Pengelola Zakat No.
1
Nama OPZ
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) 2 LAZ Dompet Dhuafa Republika (DDR) 3 LAZ Yayasan Amanah Takaful (YAT) 4 LAZ Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) 5 LAZ Baitulmaal Muamalat (BMM) 6 LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) 7 LAZ Baitul Maal Hidayatullah (BMH) 8 LAZ PZU Persis (Pusat Zakat Ummat Persatuan Indonesia) 9 LAZ Bamuis BNI (Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia) 10 LAZNAS BSM Umat 11 LAZ DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) 12 LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) 13 LAZ Baitul Maal wat Tamwil 14 LAZ Bazma (Baituz Zakah Pertamina) Bersambung ke halaman selanjutnya
Alamat Website
www.pusat.baznas.go.id www.dompetdhuafa.org www.amanahtakaful.org www.pkpu.or.id www.baitulmaal.org www.ydsf.org www.bmh.or.id www.pzu.or.id www.bamuisbni.or.id
www.laznasbsm.or.id www.dewandakwah.or.id www.ybmbri.org Tidak tersedia www.bazmapertamina.com
93
Tabel 4.1 (lanjutan) No.
Nama OPZ
15
LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid (DPU-DT) 16 LAZ Rumah Zakat Indonesia (RZI) 17 LAZIS Muhammadiyah (Lazismu) 18 LAZIS Nahdlatul Ulama (NU) 19 LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Persentase Kepemilikan Sumber: Data diolah peneliti
Alamat Website
www.dpudt.daaruttauhid.org www.rumahzakat.org www.lazismu.org Dalam masa perbaikan Tidak tersedia 84%
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak 84% OPZ telah memiliki website yang dapat diakses. Sedangkan terdapat tiga OPZ yang situs web-nya tidak dapat diakses, dua diantaranya yaitu LAZ Baitul Maal wat Tamwil dan LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia yang tidak memiliki website dan satu OPZ yaitu LAZIS Nahdlatul Ulama (NU) yang sedang dalam perbaikan. Hal ini sangat disayangkan, padahal pembuatan website merupakan salah satu bentuk pemanfaatan teknologi yang mudah, murah dan cepat yang dapat digunakan sebagai media untuk menunjukan akuntabilitas OPZ. 1. Pengukuran atas aspek isi dari penerapan internet reporting organisasi pengelola zakat Tabel 4.9 merupakan hasil pengukuran penerapan internet reporting secara keseluruhan. Jika ditinjau dari bagian isi dan tampilan website, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat akuntabilitas OPZ masih sangat rendah dalam melaporkan aktivitas pengelolaan dana zakat. Persentase yang 94
diperoleh sebesar 39%, yang berarti informasi yang pengunjung dapatkan dari sebuah website OPZ rata-rata hanya memenuhi 39% dari kebutuhan informasi yang diperlukan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai setiap panel pengukuran pada aspek isi dalam penerapan internet reporting oleh OPZ. a. Panel A: Akuntansi dan informasi keuangan Berikut ini merupakan tabel hasil pengukuran penerapan pelaporan akuntansi dan informasi keuangan di internet pada OPZ yang terdaftar dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak.
0
0
13
19
Laporan Pengumpulan Dan Penyaluran Dana Zakat Tahun Berjalan (2016)
31
Laporan Keuangan (3 Tahun Terakhir) (2013-2015)
25
Laporan Auditor Tahun Berjalan (2015)
Laporan Perubahan Aset Kelolaan (2015)
38
Laporan Analisis Manajemen (2015)
Laporan Arus Kas (2015)
38
Catatan Aatas Laporan Keuangan (2015)
Laporan Perubahan Dana (2015)
BAZNAS DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT RZI Lazismu %
Laporan Posisi Keuangan (2015)
Tabel 4.2 Panel A: Akuntansi dan Informasi Keuangan
12
%
67 0 0 67 0 0 22 11 56 0 0 56 0 0 33 0 19
Sumber: Data diolah peneliti 95
Pada tabel 4.2 menunjukan bahwa, dari segi isi (content) yang dimuat pada sub bagian akuntansi dan informasi keuangan, dapat dilihat bahwa hanya 44% OPZ yang telah melakukan IFR, namun dari jumlah tersebut hanya 6 OPZ atau 38% yang melakukan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PSAK 101 mengenai Laporan Amil. Dari 6 OPZ tersebut, meskipun dalam penyusunan laporan keuangan telah sesuai berdasarkan PSAK 101, kelengkapan komponen laporan keuangan yang disusun belumlah diungkapkan secara lengkap. Komponen laporan keuangan yang diungkapkan pada setiap website OPZ berbeda-beda, pada umumnya laporan yang dibuat dan diungkapkan adalah laporan posisi keuangan dan laporan perubahan dana periode 2015. Sedangkan untuk laporan pengumpulan dan penyaluran dana zakat pada tahun berjalan hanya diungkapkan oleh 12% OPZ. Berdasarkan kriteria tingkat pengungkapan dan akuntabilitas yang ditetapkan oleh Haron, maka dapat disimpulkan bahwa hanya BAZNAS dan PKPU yang telah melakukan pengungkapan pada tingkat menengah dengan melakukan pengungkapan sebesar 67% atas informasi keuangannya. Sedangkan pada lembaga lainnya tingkat pengungkapan dan akuntabilitas atas informasi keuangan masih rendah seperti YBM BRI dan Bamuis BNI sebesar 56%. Bahkan sebagian besar OPZ atau sekitar 76%, tingkat pengungkapan terhadap informasi akuntansi masih sangat rendah, yaitu dibawah 50%.
96
Informasi akuntansi dan keuangan dapat dijadikan sebagai bahan penilaian terhadap kinerja keuangan dalam mengelola dana zakat. Laporan yang diunggah pada website seharusnya berisi mengenai laporan yang diatur oleh PSAK 101 mengenai laporan amil pada lembaga zakat secara lengkap, laporan ini terdiri atas laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan arus kas, laporan perubahan aset kelolaan, dan catatan atas laporan keuangan. Selain itu, laporan analisis manajemen, serta laporan perolehan dan penyaluran zakat periode berjalan juga penting untuk diungkapkan sebagai bentuk transparansi amil dalam mengelola dan menerima dana zakat. Sedangkan untuk pengungkapan laporan auditor, dapat memberikan keuntungan bagi OPZ untuk meyakinkan publik bahwa OPZ telah melakukan pengelolaan dana zakat secara akuntabel. Pengungkapan terhadap informasi keuangan merupakan salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas OPZ kepada muzaki dan utamanya kepada Allah SWT. OPZ harus lebih aktif dan terbuka dalam melaporkan pengelolaan dana zakat karena penerapan internet reporting dalam hal keuangan merupakan salah satu indikator utama sebagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap OPZ, sehingga penerapan IFR bukan hanya dijadikan sebagai kewajiban melainkan kebutuhan OPZ guna mengoptimalkan penerimaan dana zakat dan meningkatkan kemaslahatan umat.
97
b. Panel B: Informasi tata kelola organisasi pengelola zakat Pada sub bagian selanjutnya, yaitu penerapan internet reporting dalam hal informasi mengenai tata kelola OPZ memainkan peran yang sangat penting untuk menentukan dan menilai efektivitas kinerja para amil dalam mengelola dana zakat. Penerapan GCG dalam OPZ merupakan faktor yang penting untuk mengoptimalkan kinerja pengelola zakat dan penerapan internet reporting juga sangat penting untuk menjaga image dan meyakinkan masyarakat bahwa OPZ telah mengelola dana zakat sesuai dengan prinsip dan aturan yang berlaku. Dalam penelitian ini, terdapat lima parameter untuk menilai keterbukaan OPZ. Kelima parameter tersebut ditunjukan pada tabel 4.3 dibawah ini.
Struktur Organisasi
BAZNAS DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT Bersambung ke halaman selanjutnya
Dokumentas i Atas Program/ Kegaiatan
Foercasting Perolehan Dana Zakat (2015)
CV Anggota Manajemen
Kode Etik
Tabel 4.3 Panel B: Informasi Tata Kelola Organisasi Pengelola Zakat
%
60 20 20 60 40 40 40 20 60 40 40 40 40 40 98
Dokumentas i Atas Program/ Kegaiatan
Struktur Organisasi
RZI Lazismu % 0 13 Sumber: Data diolah peneliti
Foercasting Perolehan Dana Zakat (2015)
CV Anggota Manajemen
Kode Etik
Tabel 4.3 (lanjutan)
6
100
81
%
40 40 40
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hanya 6% OPZ yang melaporkan forecasting perolehan dana zakat, dan 94% memiliki dokumentasi atas program yang telah dilakukan. Untuk kode etik sendiri, tidak ada satupun OPZ yang menampilkan atau menjelaskannya pada website. Keterbukaan terhadap kode etik dapat mengindikasikan dan meyakinkan publik bahwa kepengurusan OPZ sungguh-sungguh dijalankan untuk mengelola dana zakat berlandaskan aturan untuk mencapai kemanfaatan dana zakat. Kode etik dapat membantu memastikan pihak eksekutif mengikuti aturan yang sama dengan anggota lainnya. Sedangkan informasi CV anggota manajemen hanya diunggah oleh 13% OPZ dan mengenai informasi struktur organisasi, sebanyak 81% OPZ telah melaporkannya pada website. Secara keseluruhan, terdapat tiga OPZ yang berada pada tingkat menengah dalam pengungkapan akuntabilitasnya terhadap tata kelola OPZ yaitu BAZNAS, PKPU, dan Bamuis BNI. Sedangkan sisanya akuntabilitas
99
terhadap tata kelola OPZ masih berada pada tingkat yang sangat rendah yaitu dibawah 50%. c. Panel C: Rincian kontak dan informasi lainnya Pada sub bagian selanjutnya yaitu mengenai rincian kontak dan informasi lainnya, berisi mengenai informasi dasar atas pendirian atau keberadaan OPZ. Keberadaan OPZ dapat diketahui dengan adanya alamat, nomor telepon, ataupun dengan alamat e-mail yang dapat digunakan untuk menghubungi OPZ. Selanjutnya, FAQ merupakan fasilitas dalam website OPZ yang memuat informasi mengenai zakat ataupun informasi kelembagaan OPZ. Sedangkan untuk kolom layanan donatur dan tampilan dalam versi bahasa Inggris dapat memudahkan pengunjung dalam mengakses informasi dan memudahkan para donatur dalam menyalurkan dannya. Hasil pengukuran mengenai keenam parameter dalam panel ini ditunjukan pada tabel 4.4 dibawah ini.
-
Kolom Layanan Donatur
BAZNAS DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH Bersambung ke halaman selanjutnya
Frequently Asked Question (FAQ)
Tampilan Dalam Versi Bahasa Inggris
Alamat
Nomor Telepon
E-Mail
Tabel 4.4 Panel C Rincian Kontak dan Informasi Lainnya
%
-
67 67 33 100 83 67 67 100
Frequently Asked Question (FAQ)
Kolom Layanan Donatur
PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT RZI Lazismu % 88 100 94 Sumber: Data diolah peneliti
Tampilan Dalam Versi Bahasa Inggris
Alamat
Nomor Telepon
E-Mail
Tabel 4.4 (lanjutan)
%
6
25
75
83 67 33 50 50 67 67 67 67 65
Berdasarkan pengukuran pada tabel diatas, menjelaskan bahwa hanya terdapat satu OPZ yang menyediakan menu tampilan dalam bahasa asing yaitu inggris dan arab. Hal tersebut sangat disayangkan karena meskipun mayoritas masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia, namun penyediaan tampilan dalam bahasa asing akan membantu kaum minoritas yang tidak menggunakan bahasa Indonesia untuk memperoleh informasi mengenai OPZ. Pada parameter selanjutnya, semua OPZ menampilkan nomor telepon, terdapat dua OPZ yang tidak menampilkan alamat e-mail, sedangkan untuk alamat terdapat satu OPZ yang tidak menginformasikannya. E-mail dan alamat merupakan informasi penting yang seharusnya ditampilkan untuk memastikan keberadaan OPZ. Selanjutnya, sebagian besar OPZ atau sekitar 75% menampilkan kolom layanan donatur yang bertujuan untuk mempermudah donatur menyalurkan 101
dananya. Sedangkan untuk FAQ hanya 25% yang memilikinya, FAQ merupakan bagian website untuk memfasilitasi pengguna memperoleh informasi yang sering ditanyakan. Tingkat akuntabilitas OPZ yang ditunjukan dengan adanya rincian kontak untuk memastikan keberadaan OPZ dan informasi lainnya untuk mempermudah pengguna website dalam mengakses informasi dan secara umum tingkat akuntabilitas OPZ yang ditunjukan pada bagian ini berada pada tingkat menengah. d. Panel D: Keterbukaan pertanggungjawaban sosial Keterbukaan akan pertanggungjawaban sosial merupakan hal yang sudah populer pada sektor komersial, hal tersebut merupakan salah satu alat untuk menganalisa peran perusahaan dan kaitannya terhadap masyarakat. CSR dalam OPZ atau organisasi nirlaba dapat diibaratkan sebagai kegiatan utama berjalannya organisasi, karena seluruh kegiatan atau program yang dilakukan pada organisasi nirlaba dijalankan untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat khususnya para mustahiq, sehingga sudah seharusnya diungkapkan. Dalam penelitian ini, terdapat empat indikator untuk menilai keterbukaan pertanggungjawaban OPZ ditunjukan pada tabel 4.5 dibawah ini.
102
Laporan Kesehatan Atau Kondisi Sosial Karyawan Commercial Sponsoring (Mitra) Ruang Keterlibatan Relawan
Publikasi Majalah atau Jurnal
Tabel 4.5 Panel D: Keterbukaan Pertanggungjawaban Sosial
BAZNAS DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT RZI Lazismu % 38 Sumber: Data diolah peneliti
0
44
31
%
75 50 25 25 25 25 25 0 25 50 25 25 0 0 50 25 28
Berdasarkan hasil observasi terhadap setiap website, sebanyak 44% OPZ menampilkan sejumlah mitra (partner) atau donatur yang secara rutin menyalurkan dananya, sedangkan untuk parameter penerbitan jurnal atau majalah sebanyak 38% yang melakukannya, jurnal ataupun majalah ini berisi informasi mengenai perkembangan zakat yang diperoleh, ulasan informasi mengenai berbagai program dan kegiatan yang telah dilakukan OPZ dalam menyalurkan dana ZIS. Jurnal ataupun majalah ini dapat digunakan sebagai media periklanan dan media transparansi dengan mempublikasikan kegiatan ataupun program yang telah dijalankan OPZ secara lebih rinci. Beberapa OPZ 103
atau 31% diantaranya juga turut membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk ikut terlibat dan bergabung dalam melaksanakan kegiatannya, hal ini menunjukan adanya keterbukaan OPZ dalam menjalankan program dan agendanya. Namun, untuk laporan mengenai karyawan sendiri, tidak satupun OPZ yang mengungkapkannya pada website, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja amil dalam mengelola dana ZIS, terlebih sebagian besar biaya operasional pada OPZ dialokasikan untuk amil. Secara umum, tingkat akuntabilitas OPZ yang ditunjukan oleh keterbukaan pertanggungjawaban sosial melalui website masih sangat rendah. Hanya BAZNAS yang telah mengungkapkan secara tinggi akuntabilitasnya yaitu sebesar 75%. penerapan
internet
reporting
dalam
hal
keterbukaan
pertanggungjawaban sosial, dapat digunakan sebagai media untuk menilai keberhasilan OPZ dalam mengelolan dana ZIS, bukan hanya dilihat dari seberapa besar dana zakat yang diterima dan seberapa banyak program yang dijalankan, namun juga bagaimana program tersebut dilaksanakan sehingga penerapan internet reporting atas pertanggungjawaban sosial ini merupakan suatu keharusan. 2. Pengukuran atas aspek penyajian dari penerapan internet reporting organisasi pengelola zakat Akuntabilitas website tidak hanya ditunjukan pada isi atau konten yang dimuat, tetapi juga bagaimana informasi tersebut ditampilkan. Untuk memudahkan para pengguna dalam mengakses dan memperoleh informasi 104
pada OPZ, maka diperlukan tampilan yang baik yang dapat pula dilengkapi dengan fasilitas tertentu pada website. Dalam pengukuran mengenai penyampaian informasi pada internet reporting, terdapat beberapa parameter yang seharusnya ada dalam tampilan website. Dalam penelitian ini, terdapat tiga sub bagian untuk mengukur penyampaian atau penyajian informasi dalam internet reporting, diantaranya ketepatwaktuan informasi, vitur teknologi, dan fasilitas untuk mempermudah pengguna dalam mengakses website. Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing-masing panel pengukuran dalam penerapan penyajian pelaporan OPZ di internet. a. Panel E: Ketepatwaktuan informasi Sub bagian pertama pada pengukuran penyajian internet reporting adalah
ketepatwaktuan
informasi
yang
dimuat
dalam
website,
ketepatwaktuan informasi merupakan hal yang penting bagi lembaga yang menggunakan
aplikasi
online
sebagai
media
komunikasi
untuk
menyampaikan informasi yang relevan dan aktual. Berikut merupakan parameter dalam sub bagian ketepatwaktuan informasi yang ditunnjukan pada tabel 4.6 dibawah ini.
Informasi Zakat dan Haul
Nilai Nisab Terkini (Harga Emas)
Kalender
Halaman Menunjukan Update Terakhir
Perolehan Zakat Bulanan atau Mingguan
%
BAZNAS
Berita Atau Perilisan Media Terbaru (2017)
Tabel 4.6 Panel E: Ketepatwaktuan Informasi
-
-
-
33
Bersambung ke halaman selanjutnya 105
Informasi Zakat dan Haul
Nilai Nisab Terkini (Harga Emas)
Kalender
Halaman Menunjukan Update Terakhir
Perolehan Zakat Bulanan atau Mingguan
%
DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT RZI Lazismu %
Berita Atau Perilisan Media Terbaru (2017)
Tabel 4.6 (lanjutan)
-
-
-
-
-
50 17 33 0 17 17 33 17
69
13
0
6
38
19
0 33 33 0 17 33 33 24
Sumber: Data diolah peneliti Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukan bahwa, sekitar 69% OPZ selalu memperbaharui berita online atau memposting kegiatan-kegiatan terbaru yang mereka adakan, dan untuk memudahkan pengunjung mengakses berita baru ataupun populer, sebanyak 38% OPZ menyediakan kolom update terbaru pada website. Sedangkan untuk informasi mengenai nilai nisab terkini tidak ditampilkan, padahal informasi ini sangat penting untuk membantu publik mengetahui dan mengatur dana zakat yang disalurkan khususnya pada zakat emas. Begitu pula mengenai informasi zakat dan haul dalam menentukan jumlah dan ketentuan pembayaran zakat hanya ditampilkan oleh 13% OPZ saja. Parameter selanjutnya yaitu 106
fasilitas kalender pada website yang hanya dimuat oleh 6% atau satu OPZ saja. Dan sayangnya, kalender yang ditampilkan tidak memuat informasi mengenai rencana kegiatan ataupun agenda amil dalam mengelola dana zakat. Untuk informasi mengenai perolehan dana zakat setiap bulan atau perminggu hanya ditampilkan oleh 19% OPZ saja. Keterbukaan mengenai pelaporan informasi terbaru pada OPZ seharusnya dapat lebih responsif dan timely basis, karena ketepatwaktuan informasi yang disampaikan merupakan faktor penting untuk menentukan apakah website telah relevan sebagai sarana keterbukaan terhadap publik. Tingkat akuntabilitas OPZ yang ditunjukan oleh ketepatwaktuan informasi masih berada pada tingkat yang sangat rendah. Hal ini disebabkan tidak disajikannya informasi yang seharusnya ditampilkan pada OPZ yang seharusnya menjadi informasi dasar OPZ dalam mengelola dana ZIS yang diperoleh. b. Panel F: Vitur teknologi Sub bagian kedua atas aspek penyajian adalah penerapan internet reporting dalam hal vitur teknologi yang merupakan komponen penting untuk menilai relevansi sebuah website. Dengan adanya kemudahan dan kesederhanaan sistem, dapat memudahkan pengunjung dalam mencari informasi dan pengambilan keputusan. Tabel 4.7 dibawah ini, merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran penerapan internet reporting pada sub vitur teknologi yang digunakan dalam website OPZ.
107
Teks Dapat Disalin
Data Keuangan Dapat di Edit
Laporan Tahunan Dalam Format Pdf
Laporan Tahunan Dalam Format Html
Gambar Grafik
Efek Tampilan
Arsip Suara
Arsip Video
BAZNAS DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT RZI Lazismu %
Kecepatan Sistem Memuat-Tidak Lebih Dari 10 Detik
Tabel 4.7 Panel F: Vitur Teknologi
%
-
-
-
-
-
56 44 22 44 44 33 33 44 44
-
-
-
33 33 67
94
10 0
0
50
0
31
2 5
0
56
33 56 33 11 40
Sumber: Data diolah peneliti Website yang baik ditentukan dengan seberapa cepat waktu yang diperlukan untuk memuat konten didalamnya, sehingga kecepatan sistem ini menentukan sikap pengguna ketika ingin mengunjungi sebuah website. Sebanyak 94% website telah memiliki sistem yang baik yang ditunjukan oleh kecepatan memuat konten yang tidak lebih dari sepuluh detik. Tampilan website yang memuat sejumlah berita maupun informasi lainnya juga dapat disalin oleh pengguna dari seluruh website OPZ, hal ini 108
memudahkan pengunjung untuk mengutip informasi yang diperlukan. Selain itu, tidak satupun OPZ yang menampilkan informasi keuangan dalam bentuk word ataupun excel sehingga tidak satupun data keuangan dari OPZ yang dapat di edit secara langsung. Sekitar 44% OPZ telah melakukan IFR dengan menggunakan format pdf, format ini dapat menyajikan informasi berupa teks, grafik, dan gambar sehingga dapat dengan mudah digunakan. Selanjutnya, tidak ada satupun OPZ yang mengunggah laporan keuangan dalam bentuk HTML (HyperText Mark up Language), karena seluruh laporan keuangan yang diunggah berbentuk pdf. Tampilan grafik pada website ditampilkan oleh 31% OPZ yang umumnya menggambarkan perkembangan dana zakat yang diperoleh dan juga struktur organisasi pada OPZ. Grafik ini dapat membantu pengguna untuk membaca informasi dengan lebih menyenangkan, karena jika ditampilkan dalam bentuk narasi secara keseluruhan, informasi yang disajikan akan terlihat membosankan jika dibaca oleh pengunjung. Selanjutnya, 25% website OPZ menerapkan flash atau efek tertentu pada tampilannya, sehingga menambah nilai estetika pada website. Sebanyak 56% OPZ memiliki arsip video yang menampilkan dokumentasi kegiatan ataupun program yang dilakukan, selain itu video ini menampilkan informasi seputar zakat, ceramah, dan informasi ke-Islaman lainnya. Dan untuk arsip suara tidak satupun OPZ yang memuatnya di dalam website. Padahal, jika sebuah website menyediakan arsip suara seperti misalnya lagu-
109
lagu Islami tertentu akan menambah kesenangan pengunjung ketika sedang menelusurinya. Secara umum, tingkat akuntabilitas website OPZ yang ditunjukan oleh penyediaan vitur teknologi, masih berada pada tingkat yang sangat rendah. Hanya YBM BRI saja yang telah mencapai tingkat menengah, sedangkan tingkat akuntabilitas yang rendah ditunjukan oleh BAZNAS dan DPUDT. c. Panel G: Fasilitas untuk mempermudah pengguna dalam mengakses website. Sub ketiga dalam internet reporting pengukuran tampilan ini adalah adanya fasilitas untuk mempermudah pengguna dalam mengakses website. Ketika sedang mengunjungi sebuah website, tak jarang pengguna merasa kesulitan menemukan informasi yang dibutuhkan karena kurangnya penyediaan fasilitas pembantu dalam website. Website yang indah memang penting, namun lebih penting lagi website yang dapat menyediakan informasi yang berguna bagi pembaca. Website yang indah namun mengandung kekurangan akan menghabiskan banyak waktu ketika sedang ditelusuri, dan umumnya pengguna lebih fokus pada konten yang disediakan dari pada tampilan. Berikut merupakan parameter fasilitas untuk mempermudah pengguna dalam mengakses sebuah website yang ditunjukan dalam tabel panel G dibawah ini.
110
Mouse Hover Trigger
Mesin Pencarian Internal
Tombol Next Dan Previous pada Navigasi
Hyperlink Langsung Menuju E-Mail
Tampilan Jumlah Pengunjung Website
25
Pull Down Menu
63
Navigasi Website
Respon Langsung Terhadap Pertanyan Pengunjung
BAZNAS DDR YAT PKPU BMM YDSF BMH PZU Bamuis BNI BSM DDII YBM BRI BAZMA DPUDT RZI Lazismu %
Layanan Online untuk Meminta Informasi
Tabel 4.8 Panel G: Fasilitas untuk Mempermudah Pengguna dalam Mengakses Website
10 0
88
31
81
75
19
0
%
89 78 56 78 56 33 33 33 33 33 67 33 56 56 67 56 53
Sumber: Data diolah peneliti Berdasarkan parameter yang terdapat pada tabel 4.8 diatas, menunjukan bahwa sebanyak 63% OPZ menyediakan kolom layanan online untuk informasi, kolom ini berfungsi untuk menanyakan atau meminta informasi tertentu yang tidak dimuat dalam website, namun dari sejumlah OPZ yang menyediakan kolom tersebut, hanya 25% saja yang merespon atau membalas pertanyaan dan permintaan dari pengunjung secara langsung, selebihnya hanya mengirimkan notifikasi bahwa pesan akan di balas secepatnya, dan setelah beberapa waktu kemudian tidak ada tindak 111
lanjut atau respon dari OPZ atas pertanyaan yang diajukan. Parameter selanjutnya yaitu table of content site map, seluruh OPZ memiliki daftar isi website, yang dapat dilihat dari navigasi, dari jumlah tersebut sebanyak 88% dapat melakukan pull down menu atau terlihatnya menu apabila kita mengklik item navigasi dalam website. Sementara itu, hanya 31% saja yang dapat melakukan mouse hover trigger, yaitu kita dapat melihat kolom deskripsi dari item yang kita klik atau pilih. Selanjutnya adalah mesin pencarian internal, fasilitas ini dapat ditemukan pada sekitar 81% OPZ, mesin pencarian ini penting karena dapat membantu pengunjung untuk menemukan informasi yang diperlukannya secara langsung. Kemudian sebanyak 19% website dapat secara langsung menghubungkan e-mail ke fasilitas online hubungan pelanggan. Dan terdapat 75% website menyediakan fasilitas tombol Next dan Previous pada navigasi pada tampilan website-nya untuk melihat informasi yang ditampilkan secara lebih cepat. 3. Hasil pengukuran tingkat akuntabilitas pengungkapan penerapan internet reporting Tabel 4.9 dibawah ini merupakan hasil pengukuran tingkat akuntabilitas penerapan internet reporting secara keseluruhan. Kriteria pengukuran ini berdasarkan pengukuran yang dibuat oleh Haron (2006), yang digunakan sebelumnya pada penelitian mengenai Penerapan Internet Financial Reporting Untuk Meningkatkan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat yang dilakukan oleh Rini pada tahun 2016. 112
Persentase pengungkapan (%)
32 21 12 29 17 14 16 16 21 12 17 22 14 17 22 15 297
48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 768
67 44 25 60 35 29 33 33 44 25 35 46 29 35 46 31 39
Tingkat pengungkapan atau Tingkat Akuntabiklitas
Total skor yang diharapkan
BAZNAS 16 16 DDR 7 14 YAT 4 8 PKPU 16 13 BMM 8 9 YDSF 7 7 BMH 9 7 PZU 7 9 Bamuis BNI 13 8 BSM 6 6 DDII 6 11 YBM BRI 11 11 BAZMA 6 8 DPUDT 6 11 RZI 11 11 Lazismu 7 8 Jumlah 140 157 Sumber: Data diolah peneliti
Total skor yang diperoleh
Total skor bagian tampilan
Total Skor bagian isi
Tabel 4.9 Tingkat Pengungkapan atau Tingkat Akuntabilitas
Menengah Sangat rendah Sangat rendah Menengah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah
Berdasarkan hasil pengukuran akhir tersebut dapat disimpulkan bahwa, secara keseluruhan tingkat akuntabilitas OPZ yang ditunjukkan oleh muatan dan penyajian dari setiap website OPZ masih sangat rendah, persentase ratarata yang diperoleh hanya sebesar 39%. Ini berarti, informasi yang diperoleh oleh pengunjung hanya terpenuhi sekitar 39% saja dari setiap muatan yang ditampilkan oleh OPZ. Secara parsial, hanya dua OPZ yang telah mencapai tingkat akuntabilitas website secara menengah atau cukup baik, yaitu BAZNAS dan PKPU. Sedangkan untuk OPZ lainnya tingkat akuntabilitas OPZ yang 113
ditunjukan melalui pelaporan di internet masih berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat akuntabilitas OPZ yang sebagian besar berada pada kondisi yang sangat rendah menunjukan bahwa, OPZ belum dapat melakukan good organization governance. Oleh karena itu, OPZ perlu meningkatkan fungsi website mereka dengan menampilkan isi atau konten penting lainnya dan mengadakan fasilitas pembantu dalam website, agar masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi yang mereka butuhkan. B. Analisis penilaian kinerja keuangan organisasi pengelola zakat di Indonesia Pada bagian sebelumnya dalam penelitian ini membahas mengenai pengukuran penerapan pelaporan di internet oleh OPZ, maka pada bagian kedua ini akan dibahas mengenai penilaian kinerja keuangan dari OPZ yang terdaftar dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak sebagai biaya yang bisa menjadi pengurang pajak. Terdapat 19 OPZ dalam peraturan tersebut, namun hanya 7 OPZ saja yang dapat digunakan sebagai sampel. 6 sampel diantaranya telah menerapkan IFR, yaitu diantaranya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Baitul Maal Hidayatullah (BMH), Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI), Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia (Bamuis BNI), Rumah Zakat (RZ), dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), sedangkan hanya satu yang tidak menerapkan IFR yaitu Dompet Dhuafa Republika (DDR) perolehan laporan keuangan Dompet Dhuafa dilakukan setelah adanya permohonan permintaan untuk kepentingan penelitian. Terdapat satu OPZ lainnya yang telah menerapkan IFR yaitu LAZ PZU Persis (Pusat Zakat Ummat Persatuan Indonesia) namun, dalam penyusunan laporan 114
keuangannya belum sesuai dengan PSAK 101 mengenai Laporan Amil sehingga tidak dapat digunakan menjadi sampel penelitian. Penilaian kinerja keuangan dalam penelitian ini berdasarkan pada pengukuran Indonesia Zakat and Development Report 2011 (IZDR 2011) oleh Indonesia Magnificience of Zakat (IMZ) yang terdiri dari tiga komponen penilaian yang digunakan, ketiga komponen ini yaitu, efisiensi keuangan, komponen kapasitas organisasi dan komponen laporan keuangan. Berikut ini akan dijabarkan hasil pengukuran pada setiap komponen penilaian pada setiap OPZ. 1. Kriteria penilaian efisiensi keuangan Efisiensi keuangan diukur dengan menggunakan rasio beban operasional. Tabel 4.10 menunjukan hasil penilaian efisiensi keuangan OPZ. Sebagian besar OPZ mendapat penilaian yang buruk untuk komponen efisiensi keuangan, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya operasional pada setiap OPZ jika dibandingkan dengan total pengeluaran dana. 6 OPZ mendapat nilai buruk karena rasio yang diperoleh untuk penggunaan dana operasional terhadap total perolehan dana lebih dari 11%. Kecuali untuk LAZ Bamuis BNI yang mendapat nilai 3 atau cukup, dengan perolehan rasio efisiensi keuangan sebesar 8,79%. Untuk mendapat nilai yang baik, OPZ harus berusaha untuk meminimalisir pengeluaran operasional hingga kurang dari 5%. Berikut ini akan dijabarkan penjelasan mengenai penilaian efesiensi keuangan untuk setiap OPZ.
115
Tabel 4.10 Kriteria Penilaian Efisiensi Keuangan
BMH
DDR
YBM BRI
Bamuis BNI
RZ
PKPU
Operational expenses ratio(%)
Hasil Penilaian Efisiensi Organisasi BAZNAS
Kriteria Penilaian Efisiensi Keuangan
15,29
22,63
19,49
11,77
8,79
11,40
13,87
1 1 1 1 3 1 Konversi Nilai Keterangan:nilai 5: Sangatbaik, 4: Baik, 3: Cukup, 2: Kurang, 1: Buruk Sumber: Data diolah peneliti
1
a) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Hasil pengukuran kinerja keuangan dari komponen efisiensi keuangan pada BAZNAS dapat ditunjukan pada tabel 4.10. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan BAZNAS ditinjau dari rasio biaya operasionalnya dinilai buruk. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya operasional yang dikeluarkan BAZNAS dalam menjalankan aktivitas berupa kegiatan penyaluran dan pemberdayaan dana zakat yaitu sebesar 15,29% atau sebesar
Rp12.446.964.349
dari
total
pengeluaran
dana
yaitu
Rp81.388.679.735. Untuk mengurangi biaya operasional, BAZNAS perlu melakukan efisiensi terhadap aktivitas operasionalnya agar dana zakat yang disalurkan menjadi lebih bermanfaat untuk mustahiq, terlebih sumber perolehan dana BAZNAS tidak hanya diperoleh dari masyarakat, namun juga dari alokasi APBN. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh IMZ pada tahun 2011, pengukuran kinerja keuangan BAZNAS melalui rasio beban operasional 116
mengalami penurunan. Sebelumnya rasio ini menunjukan nilai yang baik yaitu sebesar 6%. Salah satu kemungkinan penyebab perbedaan tersebut adalah rendahnya dana yang didapat dan disalurkan dan sedikitnya program yang dilakukan sehingga dana yang diguanakan untuk mengelola OPZ juga kecil. b) Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Hasil pengukuran kinerja keuangan dari komponen efisiensi keuangan pada BMH dapat disimpulkan bernilai buruk. Rasio beban operasional pada BMH sebesar 22,63%. Hal ini berarti, dari total pengeluaran dana sebesar Rp90.386.476.858, dana yang digunakan untuk mendanai aktivitas operasional sebesar Rp20.454.804.018. Dari jumlah tersebut, 51% digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai, sehingga usaha efisiensi terhadap biaya operasional ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dana zakat. Selain itu, persentase biaya operasional terhadap total pengeluaran pada BMH merupakan yang terbesar dibandingkan dengan OPZ lainnya. c) Dompet Dhuafa Republika (DDR) Sama halnya pada dua OPZ sebelumnya, hasil pengukuran terhadap kinerja keuangan dari komponen efisiensi keuangan pada DDR dilihat dari rasio biaya operasionalnya dinilai buruk. Rasio yang diperoleh sebesar 19,49% atau dana sebesar Rp48.067.355.366 digunakan untuk menjalankan roda OPZ dari total pengeluaran dana sebesar Rp246.648.974.154. Dari total biaya operasional tersebut sebagian besar (47%) digunakan untuk biaya 117
personalia. Jika dibandingkan dengan OPZ lainnya jumlah biaya operasional pada DDR merupakan yang terbesar, hal ini dikarenakan ukuran OPZ yang lebih besar sehingga sumber daya yang diperlukan besar pula. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh IMZ pada tahun 2011, pengukuran kinerja keuangan melalui rasio beban operasional mengalami penurunan. Sebelumnya rasio ini menunjukan nilai yang baik yaitu sebesar 5%, meningkatnya rasio ini disebabkan oleh banyaknya program pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh DD sehingga menyebabkan biaya operasional juga meningkat. d) Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) Hasil pengukuran kinerja keuangan dari komponen efisiensi keuangan pada YBM BRI disimpulkan buruk. Rasio yang diperoleh YBM BRI pada komponen efisiensi keuangan sebesar 11,77%. Artinya dana yang digunakan untuk menjalankan roda OPZ sebesar Rp9.680.242.840 dari total pengeluaran dana sebesar Rp82.265.729.292. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh IMZ pada tahun 2011, pengukuran kinerja keuangan melalui rasio beban operasional mengalami penurunan. Sebelumnya rasio ini menunjukan nilai yang baik yaitu sebesar 6%, salah satu kemungkinan penyebab perbedaan tersebut adalah rendahnya dana yang didapat dan disalurkan dan sedikitnya program yang dilakukan sehingga dana yang diguanakan untuk mengelola OPZ juga kecil.
118
e) Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia (Bamuis BNI) Berdasarkan pengukuran rasio beban operasional, Bamuis BNI menunjukan hasil yang cukup baik, hal ini dikarenakan perolehan rasio antara beban operasional terhadap total pengeluaran dana masih dibawah 11%, atau sebesar 8,79%. Sebanyak Rp2.512.184.613 dana digunakan untuk membiayai aktivitas OPZ dari total pengeluaran dana sebesar Rp30.271.430.296, sebagian besar dana ini digunakan untuk beban personalian amil (67%) yang terdiri dari biaya gaji, pengobatan, cuti, THR dan insentif. Namun demikian, perlu diperhatikan pula walaupun rasio beban operasional pada Bamuis merupakan yang terbaik dibandingkan dengan OPZ lainnya, total penggunaan dana pada Bamuis BNI merupakan yang terendah hal ini darenakan masih kecilnya ukuran OPZ sehingga penggunaan dana tersebut tergolong kecil. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh IMZ pada tahun 2011, pengukuran kinerja keuangan melalui rasio beban operasional mengalami penurunan. Sebelumnya rasio ini menunjukan nilai yang sangat baik yaitu sebesar 3,3%, salah satu kemungkinan penyebab perbedaan tersebut adalah rendahnya dana yang didapat dan disalurkan dan sedikitnya program yang dilakukan sehingga dana yang diguanakan untuk mengelola OPZ juga kecil. f) Rumah Zakat (RZ) Berdasarkan pengukuran rasio beban operasional, kinerja RZ dilihat dari rasio beban operasional menunjukan hasil yang buruk. Hal ini disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan roda aktivitas 119
OPZ cukup besar. Rasio yang diperoleh RZ sebesar 11,04% atau dana sebesar Rp25.519.015.734 digunakan untuk membiayai operasional OPZ dari total pengeluaran sebesar Rp223.786.396.220. Biaya ini sebagain besar digunakan untuk kegiatan operasional pengelolaan (40%). g) Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) PKPU mendapatkan rasio yang buruk juga dalam efisiensi keuangan, dengan memperoleh angka sebesar 13,87%. Ini berarti biaya operasional yang dikeluarkan oleh PKPU sebesar Rp22.601.676.628 dari total pengeluaran dana sebesar Rp162.986.396.220. Dana operasional ini sebagian besar digunakan untuk gaji pegawai (56%). Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh IMZ pada tahun 2011, pengukuran kinerja keuangan melalui rasio beban operasional mengalami penurunan. Sebelumnya rasio ini menunjukan nilai yang baik yaitu sebesar 6%, salah satu kemungkinan penyebab perbedaan tersebut adalah rendahnya dana yang didapat dan disalurkan dan sedikitnya program yang dilakukan sehingga dana yang diguanakan untuk mengelola OPZ juga kecil. 2. Kriteria penilaian kapasitas organisasi Penilaian atas kapasitas organisasi diukur melalui empat kriteria. Tabel 4.11 dibawah ini menunjukan hasil penilaian kapasitas OPZ. Hasilpengukuran kinerja keuangan dari komponen kapasitas organisasi ini secara keseluruhan disimpulkan bernilai cukup baik. Berikut merupakan penjabaran rasio kapasitas organisasi untuk setiap OPZ. 120
Tabel 4.11 Kriteria Penilaian Efisiensi Dan Kapasitas Organisasi
Bamuis BNI
RZ
PKPU
Konversi Nilai Program expenses growth (%)
YBM BRI
Konversi Nilai Program expenses ratio (%)
DDR
Konversi Nilai Primary revenue growth (%)
BMH
Primary revenue ratio (%)
Hasil Penilaian Kapasitas Organisasi BAZNAS
Kriteria Penilaian Kapasitas Organisasi
82,14
30,62
52,27
98,04
98,71
43,71
29,47
4
1
1
5
5
1
1
17,76
15,26
18,81
18,04
14,73
21,18
12,10
3
3
3
3
3
4
2
91,64
88,82
89,39
94,32
96,99
92,23
94,13
5
4
4
5
5
5
5
7,32
19,91
4,90
35,54
19,66
30,29
18,49
1 3 1 5 3 5 Konversi Nilai Keterangan:nilai 5: Sangatbaik, 4: Baik, 3: Cukup, 2: Kurang, 1: Buruk Sumber: Data diolah peneliti
3
a. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Berdasarkan tabel 4.11, dapat diketahui bahwa BAZNAS mendapat predikat penilaian yang buruk pada Program expenses growth. Rasio atas Program expenses growth berarti bahwa pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq dari tahun sebelumnya hanya tumbuh 7,32%, atau meningkat sebesar Rp5.089.867.877
121
dari Rp69.497.246.778 ditahun 2014 menjadi Rp74.587.114.655 pada tahun 2015. Selanjutnya, untuk Primary revenue growth pada BAZNAS mendapat penilaian cukup. Rasio sebesar 17,76% diperoleh BAZNAS atas pertumbuhan perolehan dana khusus zakat pada tahun 2015 sebesar Rp82.272.643.293 atau meningkat Rp12.407.136.622 dari tahun sebelumnya yang memperoleh sebesar Rp69.865.506.671. Untuk meningkatkan rasio pertumbuhan zakat dan mendapat predikat penilaian yang baik di tahun mendatang, setidaknya BAZNAS harus meningkatkan perolehan dana zakat minimal sebesar 20,00% dari tahun ini. Pada Primary revenue ratio atau perolehan dana khusus zakat jika dibandingkan dengan total perolehan dana secara keseluruhan di BAZNAS menunjukan predikat baik, hal ini dikarenakan tingkat persentase yang diperoleh sebanyak 82,14%, artinya dari dana yang diperoleh BAZBAS yaitu Rp100.166.023.554, sebanyak Rp82.272.643.293 berasal dari zakat. Persentase ini lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian oleh IMZ pada tahun 2011, dimana persentase yang diperoleh hanya sebesar 50%. Dan untuk Program expenses ratio, BAZNAS mendapatkan nilai yang sangat baik. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq berhasil terealisasi sebesar 91,62% dari total penggunaan dana, atau sebesar Rp74.587.114.655 berhasil tersalurkan dari total dana sebesar Rp81.388.679.735.
122
b) Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, BMH mendapat penilaian yang buruk untuk Primary revenue ratio, artinya bahwa BMH hanya berhasil mengumpulkan dana zakat sebesar 30,62% terhadap perolehan dana secara keseluruhan atau sebesar Rp25.418.329.582 dari total perolehan keseluruhan dana yaitu Rp100.166.023.554. Dana terbesar yang berhasil BMH kumpulkan berasal dari infak yaitu sebesar 67%. Selanjutnya, untuk Primary revenue growth pada BMH mendapat penilaian cukup. Rasio sebesar 15,26% diperoleh BMH atas pertumbuhan perolehan dana khusus zakat pada tahun 2015 sebesar Rp25.418.329.582 atau meningkat Rp3.365.837.445 dari tahun sebelumnya yang diperoleh sebesar Rp22.052.492.137. Untuk meningkatkan rasio pertumbuhan zakat dan mendapat predikat penilaian yang baik di tahun mendatang, BMH harus meningkatkan perolehan dana zakat minimal sebesar 20% dari tahun ini. Untuk Program expenses ratio, BMH mendapatkan nilai yang baik. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq berhasil terealisasi sebesar 88,82% dari total penggunaan dana, atau sebesar Rp80.276.909.404 berhasil tersalurkan dari total dana sebesar Rp90.386.476.858. Besarnya nilai peringkat ini sama dengan nilai peringkat yang diperoleh oleh DDR, namun jika dibandingkan dengan OPZ lain nilai ini merupakan nilai terendah. Dan untuk program expenses growth persentase yang diperoleh sebesar 19,91%, yang berarti penggunaan dana pembiayaan program mengalami 123
kenaikan sebesar 19,91% dari tahun sebelumnya,dari Rp66.949.464.101 di tahun
2014
meningkat
sebesar
Rp13.327.445.303
menjadi
Rp80.276.909.404 pada tahun 2015.Angka ini juga menunjukan bahwa pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq cukup baik. Agar dapat mempertahankan nilai baiknya, peningkatan pembiayaan program BMH di tahun mendatang tidak boleh kurang dari 20% dari pembiayaan program tahun ini. c) Dompet Dhuafa Republika (DDR) Berdasarkan pengukuran Program expenses growth pada DDR di tabel 4.11 menunjukan bahwa pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq mendapat predikat penilaian yang terburuk jika dibandingkan dengan OPZ lain. Rasio atas Program expenses growth hanya tumbuh sebesar 4,90% dari tahun sebelumnya
atau
meningkat
sebesar
Rp10.305.618.501
dari
Rp210.161.830.144 ditahun 2014 menjadi Rp220.467.448.645 pada tahun 2015. Selanjutnya untuk Primary revenue ratio yang diperoleh oleh DDR juga mendapat penilaian buruk yaitu sebesar 52%, artinya perolehan dan khusus zakat sebesar Rp147.378.640.738 dari total keseluruhan perolehan dana yaitu Rp281.952.902.708. Namun, perolehan dana zakat di DDR merupakan yang terbesar dibandingkan dengan 7 OPZ lainnya. Untuk Primary revenue growth atau rasio pertumbuhan perolehan dana khusus zakat yang diperoleh oleh DDR tumbuh18,81% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp23.333.634.808, jika dibandingkan pada tahun 124
2014 yang memperoleh dana zakat sebesar Rp124.045.005.930 menjadi Rp147.378.640.738 di tahun 2015. Rasio ini menunjukan kinerja DDR dalam mengumpulkan dana zakat cukup baik, walaupun bila dibandingkan dengan OPZ lain, DDR memperoleh pertumbuhan dana zakat terbesar. Dan untun Program expenses ratio atau rasio pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program atupun penyaluran dana kepada mustahiq pada DDR mendapat nilai yang baik. Hal ini dikarenakan DDR berhasil merealisasikan
89,93%
dana
yang
terkumpul
atau
sebesar
Rp220.467.448.645 untuk mustahiq dari total dana yang diperoleh sebesar Rp269.046.479.170. Meskipun mendapat penilaian terendah sama dengan BMH sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan OPZ lainnya pada periode 2015 besarnya dana yang terealisasi untuk mustahiq pada DDR merupakan yang terbesar. d) Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) Berdasarkan hasil pengukuran kinerja keuangan pada YBM BRI dilihat dari komponen kapasitas organisasi maka secara keseluruhan mendapat penilaian yang baik. Namun yang turut mendapatkan perhatian lebih adalah pada Primary revenue growth atau rasio pertumbuhan perolehan dana khusus zakat yang mendapat rasio cukup baik yaitu sebesar 18,04%, artinya bahwa perolehan dana zakat yang didapatkan oleh YBM BRI meningkat sebesar 18% dari tahun sebelumnya, atau meningkat sebesar Rp13.203.160.255, dari Rp73.171.790.223 di tahun 2014 menjadi Rp86.374.950.478 pada tahun 2015. Untuk meningkatkan nilai primary 125
revenue growth menjadi baik, YBM BRI perlu meningkatkan perolehan dana zakat di tahun mendatang minimal 20% dariperolehan dana zakat tahun ini. Sedangkan untuk perolehan Primary revenue ratio, Program expenses ratio, Program expenses growth, mendapatkan penilaian yang sangat baik. Untuk Program expenses growths endiri, YBM BRI mendapatkan persentase penilaian tertinggi jika dibandingkan dengan OPZ lainnya yaitu sebesar 35,54%, hal ini berarti pertumbuhan pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq tumbuh sebesar 35,54% atau sebesar Rp20.324.422.231 dari tahun 2014 sebesar Rp66.949.464.101 menjadi Rp80.276.909.404 pada tahun 2015. Namun demikian jika dibandingkan dengan pertumbuhan penyaluran dana yang diperoleh OPZ lain, maka angka ini lebih kecil dari PKPU yang tumbuh hanya sekitar 18,49% dari periode sebelumnya. Pengukuran selanjutnya yaitu Program expenses ratio atau rasio pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq. Rasio yang diperoleh YBM BRI sebesar 94,32%, rasio ini menunjukan penilaian yang sangat baik karena YBM BRI berhasil merealisasikan dana sebesar 94,32% untuk mustahiq atau sebesar Rp77.514.976.831 dari total penggunaan dana sebesar Rp82.265.729.292. Dan untuk perolehan persentase primary revenue ratio pada YBM BRI diperoleh sebesar 98,04%, hal ini berarti perolehan dana zakat YBM BRI tahun 2015 sangat baik. Persentase ini menunjukan perolehan dana 126
zakat sebesar Rp86.374.950.478 dari total perolehan dana sebesar Rp88.104.097.550. Penilaian ini meningkat cukup signifikan jika dibandingkan pada penelitian IMZ sebelumnya di tahun 2011 yang mendapat penilaian kurang dengan mendapat persentase sekitar 72%. Hal ini menunjukan peningkatan kinerja YBM BRI dalam meningkatkan sumber dana zakat. e) Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia (Bamuis BNI) Hasil pengukuran kinerja keuangan Bamuis BNI dari komponen kapasitas organisasi secara umum menunjukan hasil yang baik. Namun yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan oleh Bamuis BNI adalah Primary revenue growth dan Program expenses growth dimana keduanya menunjukan nilai yang cukup dan untuk mendapatkan nilai yang baik maka setidaknya harus mencapai sekitar 20,00% dari tahun sebelumnya. Untuk Primary revenue growth, rasio yang diperoleh sebesar 14,73% hal ini berarti perolehan dana zakat yang didapat Bamuis BNI tahun ini mengalami peningkatan sebesar 14,73% dari perolehan zakat tahun lalu. Atau perolehan dana
zakat
mengalami
kenaikan
sebesar
Rp3.813.793.840
dari
Rp25.897.623.035 di tahun 2014 menjadi Rp29.711.416.875 di tahun 2015. Sedangkan untuk Program expenses growth Bamuis BNI perlu meningkatkan pengeluaran dana pembiayaan program di tahun mendatang. Karena pertumbuhan pengeluaran dana pembiayaan program di tahun ini sebesar 19,66% dari tahun lalu. Atau meningkat sebesar Rp4.554.739.500
127
dari Rp23.172.832.654di tahun 2014 menjadi Rp27.727.572.154 di tahun 2015. Selanjutnya untuk Primary revenue ratio atau total perolehan dana khusus zakat Bamuis BNI berhasil memperoleh nilai yang sangat baik yaitu sebesar 98,71% dari perolehan dana total. Hal ini berarti mayoritas pendapatan yang diterima berasal dari dana zakat yaitu sebesar Rp29.711.416.875 dari Rp30.098.271.266. Persentase ini merupakan yang terbesar namun, jika dibandingkan dengan OPZ lainnya dalam penelitian ini, perolehan dana zakat yang diperoleh Bamuis BNI merupakan yang terendah setelah PKPU. Hal ini berarti, Bamuis BNI masih memiliki peluang untuk memperoleh dana zakat yang lebih besar. Pada Program expenses ratio, Bamuis BNI mendapatkan nilai yang sangat baik yaitu 96,99%. Hal ini berarti pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq yang dikeluarkan oleh Bamuis BNI terealisasi sebesar 96,99% atau sebesar Rp27.727.572.154 dari total penggunaan dana sebesar Rp30.271.430.296. Persentase ini merupakan persentase tertinggi yang dicapai dan hal ini menunjukan Bamuis BNI telah mampu mengoptimalkan pengelolaan dana zakat, walaupun perolehan pengumpulan dana di Bamuis BNI merupakan yang terendah. Dan agar Bamuis BNI tetap mempertahankan nilainya yang sangat baik, dana yang dikeluarkan untuk pembiayaan program di tahun mendatang tidak boleh kurang 89,99% dari total penggunaan dananya.
128
f) Rumah Zakat (RZ) Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada terhadap kinerja keuangan RZ jika ditijau dari komponen kapasitas organisasi, secara umum menunjukan hasil yang cukup baik. Khusus untuk Primary revenue ratioatau rasio perolehan dana khusus zakat terhadap perolehan dana total, perlu mendapatkan perhatian yang serius karena RZ mendapat penilaian yang buruk, dimana RZ hanya mampu mengumpulkan dana zakat sebesar 43,71% atau sebesar Rp97.666.410.793 dari total keseluruhan dana yang diperoleh senilai Rp223.464.826.355. Perolehan dana terbesar berasal dari infak yaitu sebesar 55,49% dari total perolehan dana. Perolehan dana zakat 43,71% dinilai masih sangat kurang untuk sebuah OPZ, sehingga dinilai buruk. Perolehan dana zakat dinilai cukup jika perolehannya berkisar 75,00%-74,99%. Meskipun RZ mendapat penilaian yang buruk untuk Primary revenue ratio, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan perolehan dana khusus zakat (Primary revenue growth) dari tahun sebelumnya menunjukan nilai yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase yang diperoleh yaitu sebesar 21,18%, hal ini berarti perolehan dana zakat tahun ini meningkat 21,18% dari perolehan dana zakat tahun lalu. Atau perolehan zakat tahun lalu sebesar Rp 80.596.311.461 meningkat sebesar Rp17.070.099.332 menjadi Rp97.666.410.793 di tahun 2015. Selanjutnya untuk Program expenses ratio dan Program expenses growth pada RZ sama-sama menunjukan nilai yang sangat baik. Untuk 129
Program expenses ratio RZ memperoleh persentase sebesar 92,23%, hal tersebut berarti dana yang dikeluarkan oleh RZ untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana sebesar 92,23% atau senilai Rp206.407.010.884 dari total penggunaan dana sebesar Rp223.786.396.220. Sedangkan untuk Program expenses growth pada RZ memperoleh persentase sebesar 30,29%. Hal ini berarti dana pembiayaan program yang dikeluarkan RZ di tahun ini mengalami peningkatan sebesar 30,29% dari tahun lalu, atau mengalami peningkatan Rp47.985.798.566 dari Rp158.421.212.318 di tahun 2013 menjadi Rp206.407.010.884 pada tahun 2015. Dari segi jumlah, angka pertumbuhan ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan dari OPZ lainnya meskipun persentase pada Bamuis BNI merupakan yang tertinggi. g) Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan berkaitan dengan kapasitas organisasi untuk menilai kinerja keuangan PKPU, maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperolehan secara umum dikatakan baik. Sama dengan OPZ sebelumnya, yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan oleh PKPU dalam mengelola dana zakat adalah Primary revenue ratio. Rasio ini menggambarkan perolehan dana khusus zakat yang diperoleh PKPU jika dibandingkan dengan keseluruhan perolehan dana, PKPU mendapat nilai yang buruk karena hanya dapat mengumpulkan dana zakat sebesar 29,47% dari total penerimaan. Perolehan dana zakat hanya Rp51.370.531.824 dari total perolehan dana sebesar Rp174.318.201.094. Persentase ini merupakan yang terkecil dibandingkan dengan perolehan 130
zakat OPZ lainnya. Perolehan dana terbesar PKPU berasal dari infak, hal ini dikarenakan PKPU merupakan NGO internasional sehingga sebagian besar dananya berasal dari infak yaitu sebesar 70%, baik yang bersumber dari dalam ataupun luar negeri. Untuk memperbaiki primary revenue ratio, PKPU perlu meningkatkan perolehan dana atas zakat di tahun mendatang. Dan agar PKPU mendapatkan nilai minimal cukup baik, maka PKPU perlu meningkatkan perolehan dananya minimal 75,00% dari total perolehan dana. Perhatian lebih lanjut turut diberikan pada Primary revenue growth, rasio pada pertumbuhan perolehan dana khusus zakat menunjukan hasil yang kurang, dimana PKPU hanya dapat menumbuhkan 12,10% dari tahun sebelumnya.
Pada
tahun
2015,
PKPU
dapat
mengumpulkan
Rp51.370.531.824 dana zakat atau tumbuh sekitar Rp5.544.227.647 dari tahun sebelumnya yaitu Rp45.826.304.177. Agar PKPU bisa mendapatkan nilai yang baik untuk primary revenue growth-nya, PKPU perlu meningkatkan perolehan zakat di tahun mendatang, minimal 20,00% dari total perolehan dananya. Selanjutnya untuk program expenses ratio, PKPU mendapatkan nilai yang sangat baik yaitu 94,14%. Hal ini berarti, dana pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq sebesar 94,14% atau senilai
Rp153.414.255.343
dari
total
penggunaan
dana
sebesar
Rp162.986.043.222. Persentase ini meningkat cukup signifikan dari 70,32% pada tahun 2011, yang mengindikasikan semakin meningkatnya kinerja 131
PKPU dalam mendayagunakan dana zakat yang diperoleh. Meskipun dalam program expenses ratio PKPU mendapatkan nilai yang sangat baik namun untuk Program expenses growth sendiri, PKPU mendapatkan nilai cukup dengan berhasil menumbuhkan dana zakat sebesar18,49% dari tahun sebelumnya, atau sebesar Rp23.939.395.020 dari Rp129.474.860.323 di tahun 2014 menjadi Rp153.414.255.343 pada tahun 2015. Agar PKPU memperoleh nilai minimal baik, PKPU perlu meningkatkan penggunaan dana untuk pembiayaan di tahun mendatang minimal sebesar 20,00% dari tahun ini. 3. Kriteria penilaian laporan keuangan Tabel 4.12 menunjukan hasil penilaian terhadap laporan keuangan OPZ. Sebagian besar OPZ mendapat penilaian yang sangat baik. Hal ini dikarenakan tingginya kesadaran OPZ akan akuntabilitas dan transparansi dalam malaporkan aktifitas pengelolaannya kepada masyarakat melalui penyusunan laporan keuangan. Terdapat 6 OPZ yang mendapat penilaian sangat baik, karena telah mampu menerbitkan laporan keuangan secara time concern, laporan keuangan juga telah diaudit oleh KAP dan OPZ telah mengumumkannya melalui media seperti penerapan IFR dengan mengunggahnya ke website. Sedangkan, terdapat satu OPZ yang mendapat penilaian baik, yaitu DDR. Hal ini disebabkan karena DDR tidak melakukan pengungkapan terhadap laporan keuangan seperti melakukan IFR, walaupun dalam penyusunannya telah sesuai dengan PSAK 101 dan telah diaudit.
132
Tabel 4.12 Kriteria Penilaian Laporan Keuangan
Apa laporan keuangan tersedia? Apa laporan keuangan diterbitkan secara up to date (time concern)? Apa laporan keuangan diaudit oleh KAP? Apa laporan keuangan dipublikasikan? Konversi Nilai 5 5 4 5 5 5 Keterangan:nilai 5: Sangatbaik, 4: Baik, 3: Cukup, 2: Kurang, 1: Buruk Sumber: Data diolah peneliti
PKPU
RZ
Bamuis BNI
YBM BRI
DDR
BMH
Hasil Penilaian Laporan Keuangan BAZNAS
Kriteria Penilaian Laporan Keuangan
5
Namun, dari ketujuh OPZ tersebut, belum semua OPZ telah lengkap menyusun komponen laporan keuangan sesuai dengan PSAK 101. Dalam PSAK 101 diatur komponen-komponen laporan keuangan apa saja yang harus disusun oleh OPZ yaitu terdiri dari neraca (laporan posisi keuangan), laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2016). Dari tujuh OPZ yang melakukan penyusunan terhadap laporan keuangan, hanya satu yang melampirkan CALK dan membuat laporan aktivitas yaitu DDR, lima OPZ telah menyusun laporan arus kas yaitu BAZNAS, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, dan PKPU. Enam OPZ yang telah menyusun laporan perubahan aset kelolaan yaitu BAZNAS, DDR, PKPU, YBM BRI, dan Bamuis BNI. Sedangkan untuk laporan posisi keuangan dan laporan perubahan dana telah disusun oleh seluruh OPZ. 133
4. Hasil penilaian kinerja keuangan organisasi pengelola zakat Hasil akhir dari penilaian kinerja keuangan OPZ adalah penjumlahan dari seluruh nilai yang diperoleh OPZ. Seluruh nilai tersebut diperoleh melalui ketiga komponen pengukuran, yang terdiri dari efisiensi keuangan, kapasitas organisasi, dan laporan keuangan. Jumlah ketiga komponen tersebut kemudian dibagi tiga sesuai dengan pengukuran yang digunakan. Selanjutnya, hasil nilai yang diperoleh atas pembagian tersebut merupakan hasil akhir penilaian kinerja keuangan. Hasil nilai tersebut lalu dikonversi kedalam peringkat yang telah ditetapkan dalam IZDR 2011, dengan demikian diperolehlah hasil akhir peringkat disetiap OPZ dari peringkat satu sampai dengan peringkat tujuh. Peringkat ini dapat dilihat pada kolom 4.13 dibawah ini.
BAZNAS
BMH
3
1
1
1
1
1
1
Kapasitas Organisasi
16
18
15
13
11
11
9
Laporan Keuangan
5
5
5
5
5
5
4
Jumlah
24
24
21
19
17
17
14
Hasil Nilai
8
8
7
6,33
5,67
5,67
4,67
AA+
AA+
AA-
A
A-
A-
BBB
1
2
3
4
5
5
6
Huruf Peringkat
Dompet Dhuafa
RZ
Efisiensi Keuangan
PKPU
YBM BRI
Total Jumlah Konversi Nilai
Bamuis BNI
Tabel 4.13 Konversi Nilai Kinerja Keuangan OPZ
Keterangan:nilai 5: Sangatbaik, 4: Baik, 3: Cukup, 2: Kurang, 1: Buruk Sumber: Data diolah peneliti
134
Berdasarkan tabel 4.13 dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai yang sama antara Bamuis BNI dan YBM BRI yaitu 8 atau AA+. Namun, terdapat perbedaan dalam penilaian efisiensi keuangan dan kapasitas organisasi. Bamuis BNI mendapat nilai yang cukup untuk penilaian efisiensi keuangan, sedangkan YBM BRI mendapat penilaian yang buruk. Untuk penilaian kapasitas organisasi Bamuis BNI mendapat akumulasi nilai sebesar 16 sedangkan untuk YBM BRI mendapat akumulasi nilai sebesar 18. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peringkat pertama didapatkan oleh Bamuis BNI, karena penilaian pada kapasitas organisasi merupakan akumulasi dari empat kriteria, sedangkan penilaian terhadap efisiensi keuangan merupakan penilaian tunggal sehingga penilaian yang diperoleh pada efisiensi keuangan berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pada penilaian kapasitas organisasi. Kemudian pada peringkat kedua diraih oleh Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) dengan perolehan nilai 8 atau AA+. Diperingkat ketiga diraih oleh Rumah Zakat (RZ) dengan nilai 7 atau AA-, selanjutnya peringkat keempat diraih oleh BAZNAS dengan nilai total 6,33 atau A. Sedangkan diperingkat kelima diraih oleh Baitul Maal Hidayatullah dan PKPU dengan perolehan nilai yang sama yaitu nilai angka 5,67 atau A-. Terakhir diperingkat ketujuh diraih oleh Dompet Dhuafa Republika (DDR) dengan nilai 4,67atau BBB.
135
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran tingkat akuntabilitas melalui penerapan internet reporting yang dilakukan terhadap website OPZ, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tingkat akuntabilitas website OPZ masih berada pada tingkat yang sangat rendah yaitu sebesar 39%. Ini berarti, informasi yang diperoleh oleh pengunjung hanya terpenuhi sekitar 39% saja dari setiap muatan yang ditampilkan oleh OPZ. Secara parsial, hanya dua OPZ yang telah mencapai tingkat akuntabilitas website menengah atau cukup baik, yaitu BAZNAS dan PKPU dengan memperoleh persentase 67% dan 60%, sedangkan sisanya atau 14 OPZ lainnya berada pada tingkat akuntabilitas yang sangat rendah dengan memperoleh persentase dibawah 50%. Selanjutnya, berdasarkan pengukuran penilaian kinerja keuangan yang dilakukan terhadap tujuh OPZ, dapat disimpulkan secara umum, kinerja keuangan OPZ dinilai cukup baik dengan nilai angka total 6,476. Peringkat terbaik didapat oleh Baitul Mal Ummat Islam Bank Negara Indonesia (Bamuis BNI) dengan nilai angka 8 atau AA+, hasil yang sama diraih oleh Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI), Namun YBM BRI menempati peringkat kedua. Kemudian, pada peringkat ketiga diraih oleh RZ dengan nilai 7 atau AA-, selanjutnya peringkat keempat diraih oleh BAZNAS dengan nilai total 6,33 atau A. Sedangkan diperingkat kelima diraih oleh Baitul Maal 136
Hidayatullah dan PKPU dengan perolehan nilai yang sama yaitu nilai angka 5,67 atau A-. Terakhir diperingkat keenam diraih oleh Dompet Dhuafa Republika (DDR) dengan nilai 4,67 atau BBB. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan. Saran ini diharapkan dapat memberi gambaran dan peluang bagi peneliti yang akan datang untuk melakukan penelitian yang lebih baik dari penelitian ini. 1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas lingkup penelitian dengan melakukan pengukuran terhadap kinerja kepatuhan syariah, legalitas, dan kelembagaan, kinerja manajemen, kinerja pendayagunaan ekonomi dan kinerja legitimasi sosial. Hal ini bertujuan agar hasil penelitian yang dihasilkan bersifat lebih komprehensif dan andal. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tingkat akuntabilitas organisasi nirlaba khususnya OPZ melalui instrumen penelitian yang lebih baik dan memperluas penelitian dengan mengetahui kepuasan pengguna atas informasi yang di tampilkan dalam website sebagai upaya penyadaran masyarakat akan pentingnya menyalurkan zakatnya melalui OPZ.
137
DAFTAR PUSTAKA Abd Halim Mohd Noor, M. S. (2015). Efficiency of Islamic Institutions: Empirical Evidence of Zakat Organizations’ Performance in Malaysia. Journal of Economics Business and Management Vol. 3 No. 2, 283. Al-Utsaimin, M. b. (2011). Fiqih Zakat Kontemporer. Solo: Al-Qowam. Anheier, H. K. (2005). Non Profit Organization: Theory, Manajement, Policy. New York: Rountledge. Ari Kristin, U. K. (2011). Penerapan Akuntansi Zakat pada Lembaga Amil Zakat. VALUE ADDED, Vol. 7 , No.2, 72. Badan Pusat Statistik. (2016). Number and Percentage of Poor People,Poverty Line, Poverty Gap Index, Poverty Severity Index by Province,. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik. (2017, Mei 1). Persentase Penduduk Miskin Maret 2015 Mencapai 11,22 persen. Diambil kembali dari Badan Pusat Statistik: http://www.bps.go.id/ Bank Indonesia dan Universitas Islam Indonesia. (2016). Pengelolaan Zakat yang Efektif: Konsep dan Praktik di Berbagai Negara. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia. BAZIS DKI Jakarta. (1999). Mengenal Hukum Zakat dan Infak/Sedekah. Jakarta: Badan Amil Zakat Dan Infak/Sedekah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. BPS. (2016). Number and Percentage of Poor People,Poverty Line, Poverty Gap Index, Poverty Severity Index by Province,. BPS. Departemen Teknik Planologi ITB. (2004). Keterkaitan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pencapaian Good Governance. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 15 No 1, 36. Dwi Afritanti, H. G. (2015). Penilaian Indeks Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Jurnal Tata Kelola dan Akuntabilitas Keuangan Negara Vol 1 No 1 , 22. Fakhruddin. (2008). Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang : UIN Malang Press. Forum Zakat . (2010, September 2). Mengungkap Sistem Penilaian ISR Award 2009. Diambil kembali dari Forum Zakat : www.foz.org Gajendra Sharma, X. B. (2014). Public Participation and Ethical Issues on Egovernance: A Study Perspective in Nepal. Electronic Journal of eGovernment Volume 12, 84. 138
Gatot Soepriyanto, R. A. (2011). Evaluasi Pengungkapan Laporan Keuangan Daerah di Situs Internet: Studi Pada Pemerintah Daerah Indonesia. Binus Business Review Vol. 2 No. 1, 192-201. Hafidhuddin, D. (2007). Zakat dalam Perekonomian. Jakarta: Gema Insani. Harian Pilar. (2017, Februari 4). Kejati Dalami Kasus Dana Zakat Kemenag Lampung. Diambil kembali dari Harian Pilar: http://www.harianpilar.com/2015/11/05/kejati-dalami-kasus-dana-zakatkemenag-lampung Hartono. (2016, November Jumat). Direktorat Jendral Pajak. Diambil kembali dari Direktorat Jendral Pajak web site: http://pajak.go.id Hartono. (2016, November 5). Direktorat Jendral Pajak. Diambil kembali dari http://www.pajak.go.id Hassan, R. (2013). E-Governance and E-Government in Bangladesh: Performance, Challenges and Remedies. Asian Journal of Applied Science and Engineering, Volume 2 No 2, 112. Ikatan Akuntan Indonesia. (2016). Standar Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta: Graha Akuntan. Indonesia Magnificence of Zakat. (2011). Indonesia Zakat and Development Report 2011: Kajian Empiris Peran Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan. Ciputat: Indonesia Magnificence of Zakat. Indonesia Magnificence of Zakat. (2011). Indonesia Zakat and Development Report 2011: Kajian Empiris Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan. Ciputat: Indonesia Magnificence of Zakat. Indonesia Magnificence of Zakat. (2017, Mei 2). Indonesia Magnificence of Zakat. Diambil kembali dari Indonesia Magnificence of Zakat: http://www.imz.or/ Janets Silvia, M. A. (2011). Akuntabilitas dalam Perspektif Gereja Protestan (Studi Fenomenologis pada Gereja Protestan Indonesia Donggala Jemaat Manunggal Palu). Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh , 4. Kementerian Agama Republik Indonesia. (2013). Modul Penyuluhan Zakat. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2012). Laporan Kajian Islamic Publik Finance. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Kementrian Agama Republik Indonesia. (2013). Modul Penyuluhan Zakat. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia. 139
Kementrian Agama Republik Indonesia. (2013). Pedoman Penyuluhan Zakat. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia. Kiran Yadav, S. T. (2014). E-Governance in India: Opportunities and Challenges. Advance in Electronic and Electric Engineering Volume 4 Nomer 6, 676. Komite Nasional Kebijakan Governance. (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta: Komite Nasional Kebijakan Governance. Laela, S. F. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi Pengelola Zakat. TAZKIA Islamic Finance & Business Review, 126. Lembaga Administrasi Negara. (2000). Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Lili Bariadi, M. Z. (2005). Zakat dan Wirausaha. Jakarta: Centre For Entrepreneurship Development. Miftah, A. A. (2008). Pembaharuan Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Innovatio Vol VII No 14, 423. Mufraini, A. (2006). Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta: Kencana Prenada Medika Group. Mughni, L. (2015, September selasa). Permasalahan Zakat di Indonesia. Diambil kembali dari Al Ittihad darussaadah: http://www.darussaadah.or.id/ Nikmatuniah, M. (2015). Akuntabilitas Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat di Kota Semarang. Mimbar, 485-486. Nurhadryani, Y. (2009). Memahami Konsep E-Governance Serta Hubungan dengan E-Government dan E-Demokrasi. Seminar Nasional Informatika UPN”Veteran Yogyakarta,, 112. Nurul huda, N. Y. (2015). Zakat Perspektif Mikro-Makro: Pendekatan Riset. Jakarta: Prenadamedia Group. Oxford University Press. (2016, Desember 1). Oxford Learners Dictionaries. Diambil kembali dari Oxford University Press: http://www.oxfordlearnersdictionaries.com Pasamanbarat. (2017, Februari 4). Dugaan Kecurangan Pengurus BAZ Pasaman Barat Mulai Terkuak. Diambil kembali dari Pasamanbarat: http://www.pasamanbarat.com/dugaan-kecurangan-pengurus-bazpasaman-barat-mulai-terkuak/ PIRAC. (2007). Meningkat, Kesadaran dan Kapasitas Masyarakat dalam Berzakat. Jakarta: PIRAC. 140
Poister, T. H. (2003). Measuring Performance In Public And Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey Bass A wiley Imprint. Prasetyoningrum, A. K. (2015). Pendekata Balance Scorecard Pada Lembaga Amil Zakat di Masjid Agung Jawa Tengah. Economica Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam, 9-10. PT Multi Utama Indojasa. (2015, September 5). Pengertian Good Corporate Governance. Dipetik Mei 3, 2017, dari PT Multi Utama Indojasa: http://muc-advisory.com/tag/komite-cadbury/ Puji Lestari, U. P. (2015). Identifikasi Faktor Organisasional dalam Pengembangan E-Governance pada organisasi Pengelola Zakat. Mimbar Vol 31 Nomor 1, 224. Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional. (2016). 2017 Outlook Zakat Indonesia. Jakarta: Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional. Qardawi, Y. (1996). Hukum Zakat. Bandung: Mizan. Rahmayanti, A. (2015). Filantropi Islam: Model dan Akuntabilitas. Syariah Paper Accounting FEB UMS, 25. Rahmayati, A. (2015). Filantropi Islam: Model dan Akuntabilitas. Syariah Paper Accounting FEB UMS, 18. Rini. (2016). Penerapan Internet Financial Reporting untuk Mendukung Akuntabilitas pada Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Vol 7 No 2, 156-323. Sadjianto, A. (2000). Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintah. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2,, 139. Septiarini, D. F. (2011). Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Pengumpulan Dana Zakat, Infaq dan Shodaqoh pada LAZ di Surabaya. Akrual Jurnal Akuntansi, 177-180. Shamharir Abidin, R. A. (2014). Evaluating Corporate Reporting on the Internet: The Case of Zakat Institutions in Malaysia. Jurnal Pengurusan 42, 19 - 29. Sofia Yasmin, R. H. (2013). Communicated Accountability by Faith-Based Charity Organisations. Springer Science Business Media Dordrecht , 107. Sucipto, A. (2011, Maret 16). Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Lembaga Pengelola Zakat. Diambil kembali dari El Zawa Pusat kajian zakat dan Wakaf UIN MALIKI Malang: http://elzawa.uinmalang.ac.id/membangun-transparansi-dan-akuntabilitas-lembagapengelola-zakat/#more-274 141
Tribunnews. (2017, Februari 4). Kepala Baitul Maal Tersangka Penyelewengan Dana Zakat. Diambil kembali dari Tribunnews: http://www.tribunnews.com/regional/2014/01/09/kepala-baitul-maltersangka-penyelewengan-dana-zakat Trimedianews. (2017, Februari 4). Kasus Dana Zakat, Mantan Bendahara BAZ Parmout Ditahan. Diambil kembali dari Trimedianews: http://www.trimedianews.id/news/read/kasus-dana-zakat-mantanbendahara-baz-parmout-ditahan Viva. (2017, Februari 4). Empat PNS Jadi Tersangka Korupsi Dana Zakat. Diambil kembali dari Viva: http://www.viva.co.id/berita/nasional/583838-empatpns-jadi-tersangka-korupsi-dana-zakat Yuniartati, L. A. (2012). Akuntabilitas Lembaga Pengelola Zakat di Kabupaten Jember. Conference In Business Accounting and Management, 1194.
142
Lampiran 1
Laporan Keuangan Badan Amil Zakat Nasional (Laporan Perubahan Dana)
143
Lampiran 2 Laporan Keuangan Baitul Maal Ummat Islam Bank Negara Indonesia (Laporan Perubahan Dana)
Lampiran 3 Laporan Keuangan Baitul Maal Hidayatullah (Laporan Perubahan Dana)
145
(Lanjutan)
146
(Lanjutan)
147
Lampiran 4
Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Republika (Laporan Perubahan Dana)
148
(Lanjutan)
149
(Lanjutan)
150
Lampiran 5
Laporan Keuangan Pos Keadilan Peduli Ummat (Laporan Perubahan Dana)
151
(Lanjutan)
152
(Lanjutan)
153
(Lanjutan)
154
(Lanjutan)
155
Lampiran 6 Laporan Keuangan Rumah Zakat Indonesia (Laporan Perubahan Dana)
156
(Lanjutan)
157
(Lanjutan)
158
(Lanjutan)
159
Lampiran 7
Laporan Keuangan Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (Laporan Perubahan Dana)
160
(Lanjutan)
161
Lampiran 8 Penilaian Efisiensi Keuangan BAZNAS, BMH, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, RZ, dan PKPU
𝑂𝐸
Rumus
: (𝑇𝐸 𝑥 100%)
Keterangan
: OE : Operational expense, seluruh biaya yang digunakan untuk menjalankan roda OPZ TE : Total expense, total penggunaan dana (diluar dana gaji untuk amil
Organisasi Pengelola Zakat BAZNAS BMH DDR YBM BRI Bamuis BNI RZ PKPU
Penilaian Efisiensi Keuangan (Operational Expenses Ratio) Total Biaya Total Biaya Rasio Biaya Yang Operasional Operasional Dikeluarkan 12.446.964.349 81.388.679.735 15,29% 20.454.804.018 90.386.476.858 22,63% 48.067.355.366 246.648.974.154 19,49% 9.680.242.840 82.265.729.292 11,77% 2.512.184.613 28.588.097.288 8,79% 25.519.015.734 223.786.396.220 11,40% 22.601.676.628 162.986.043.222 13,87%
162
Lampiran 9 Penilaian Kapasitas Organisasi (Primary Revenue Ratio) BAZNAS, BMH, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, RZ, dan PKPU
𝑍𝑅
Rumus
: (𝑇𝑅 𝑥 100%)
Keterangan
: ZR : Zakat revenue, total perolehan dana khusus zakat TR : Total revenue, total perolehan dana
Organisasi Pengelola Zakat BAZNAS BMH DDR YBM BRI Bamuis BNI RZ PKPU
Penilaian Efisiensi Keuangan (Primary Revenue Ratio) Total Perolehan Total Dana Yang Rasio Perolehan Dana Zakat Diperoleh Dana Zakat 82.272.643.293 100.166.023.444 82,14% 25.418.329.582 83.005.745.703 30,62% 147.378.640.738 281.952.902.708 52,27% 86.374.950.478 88.104.097.550 98,04% 29.711.416.875 30.098.271.266 98,71% 97.666.410.793 223.464.826.355 43,71% 51.370.531.824 174.318.201.094 29,47%
163
(Lanjutan) Penilaian Kapasitas Organisasi (Primary Revenue Growth) BAZNAS, BMH, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, RZ, dan PKPU
𝑍𝑅𝑛−𝑍𝑅(𝑛−1)
Rumus
: (
Keterangan
: ZRn : Zakat revenue, total perolehan dana zakat tahun berjalan
𝑍𝑅(𝑛−1)
𝑥100%)
ZR(n-1) : Zakat revenue, total perolehan dana zakat tahun sebelumnya
Organisasi Pengelola Zakat
BAZNAS BMH DDR YBM BRI Bamuis BNI RZ PKPU
Perolehan Dana Zakat Tahun Berjalan (2015) 82.272.643.293 25.418.329.582 147.378.640.738 86.374.950.478
Penilaian Efisiensi Keuangan (Primary Revenue Growth) Perolehan Dana Zakat Rasio Selisih Tahun Pertumbuhan (Pertumbuhan) Sebelumnya Dana Zakat (2014) 69.865.506.671 12.407.136.622 17,76% 22.052.492.137 3.365.837.445 15,26% 124.045.005.930 23.333.634.808 18,81% 73.171.790.223 13.203.160.255 18,04%
29.711.416.875
25.897.623.035
3.813.793.840
14,73%
97.666.410.793 51.370.531.824
80.596.311.461 45.826.304.177
17.070.099.332 5.544.227.647
21,18% 12,10%
164
(Lanjutan) Penilaian Kapasitas Organisasi (Program Expense Ratio) BAZNAS, BMH, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, RZ, dan PKPU
𝑃𝐸
Rumus
: (𝑇𝐸 𝑥 100%)
Keterangan
: PE : Program expense, total pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq TE : Total expense, total penggunaan dana Penilaian Efisiensi Keuangan (Program Expense Ratio)
Organisasi Pengelola Zakat
BAZNAS BMH DDR YBM BRI Bamuis BNI RZ PKPU
Total Pengeluaran Pembiayaan Program Ataupun Penyaluran Dana Kepada Mustahiq 74.587.114.655 80.276.909.404 220.467.448.645 77.514.976.831 27.727.572.154 206.407.010.884 153.414.255.343
Total Penggunaan Dana
81.388.679.735 90.386.476.858 246.648.974.154 82.265.729.292 28.588.097.288 223.786.396.220 162.986.043.222
Rasio Biaya Program
91,64% 88,82% 89,39% 94,32% 96,99% 92,23% 94,13%
165
(Lanjutan) Penilaian Kapasitas Organisasi (Program Expense Growth) BAZNAS, BMH, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, RZ, dan PKPU
𝑃𝐸𝑛−𝑃𝐸(𝑛−1)
Rumus
: (
Keterangan
: PEn : Program expense, total pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq tahun berjalan
𝑃𝐸(𝑛−1)
𝑥100%)
PE(n-1) : Program expense, total pengeluaran untuk pembiayaan program ataupun penyaluran dana kepada mustahiq tahun sebelumnya Penilaian Efisiensi Keuangan (Primary Revenue Growth)
Organisasi Pengelola Zakat
BAZNAS BMH DDR YBM BRI Bamuis BNI RZ PKPU
74.587.114.655 80.276.909.404 220.467.448.645 77.514.976.831
Total Pengeluaran Pembiayaan Program Ataupun Penyaluran Dana Kepada Mustahiq Tahun Sebelumnya (2014) 69.497.246.778 66.949.464.101 210.161.830.144 57.190.554.600
27.727.572.154
23.172.832.654
4.554.739.500
19,66%
206.407.010.884 153.414.255.343
158.421.212.318 129.474.860.323
47.985.798.566 23.939.395.020
30,29% 18,49%
Total Pengeluaran Pembiayaan Program Ataupun Penyaluran Dana Kepada Mustahiq Tahun Berjalan (2015)
Selisih (Pertumbuhan)
Rasio Pertumbuhan Biaya Program
5.089.867.877 13.327.445.503 10.305.618.501 20.324.422.231
7,32% 19,91% 4,90% 35,54%
166
Lampiran 10 Penilaian Laporan Keuangan BAZNAS, BMH, DDR, YBM BRI, Bamuis BNI, RZ, dan PKPU
Penilaian Laporan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat BAZNAS BMH DDR YBM BRI Bamuis BNI RZ PKPU
Tidak tersedia
Tersedia, tapi tidak up to date dan tidak diaudit
Tersedia, up to date tapi tidak diaudit
(1)
(2)
(3)
Tersedia, up to date, diaudit, tapi tidak transparan (4)
Tersedia, up to date, diaudit, dan transparan (5)
167