PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR :
08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG
INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,
Menimbang
:
a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi telah diatur ketentuan tentang interkoneksi penyelenggaraan telekomunikasi; b. bahwa untuk menjamin kepastian dan transparansi penyediaan dan pelayanan interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi, perlu ditetapkan ketentuan tentang interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor : 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor: 3881); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor : 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3980); 3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.4 Tahun 2001 tentang Penetapan Fundamental Technical Plan Nasional 2000 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 28 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2005; 4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.29 Tahun 2004; 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.30 Tahun 2004;
1
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.23 Tahun 2002 tentang Internet Teleponi untuk Keperluan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2005; 7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.31 Tahun 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia; 8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P./M./KOMINFO/04/05 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 33 Tahun 2004 tentang Pengawasan Kompetisi yang Sehat dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Jasa Teleponi Dasar; 10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3/P./M. Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI INFORMATIKA TENTANG INTERKONEKSI
DAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda; 2. Biaya interkoneksi adalah biaya yang dibebankan sebagai akibat adanya saling keterhubungan antar jaringan telekomunikasi yang berbeda, dan atau ketersambungan jaringan telekomunikasi dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi; 3. Dokumen Penawaran Interkoneksi yang selanjutnya disebut DPI adalah dokumen yang memuat aspek teknis, aspek operasional dan aspek ekonomis dari penyediaan layanan interkoneksi yang ditawarkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi kepada penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa lainnya;
2
4. Pencari akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang mengajukan permohonan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya; 5. Penyedia akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang menyediakan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi bagi penyelenggara jaringan atau penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya; 6. Penyelenggara asal adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi dari mana trafik berasal atau yang membangkitkan trafik interkoneksi kepada penyelenggara telekomunikasi berikutnya dalam suatu panggilan interkoneksi; 7. Penyelenggara tujuan adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang mengakhiri suatu panggilan interkoneksi; 8. Titik interkoneksi (Point of Interconnection) adalah titik atau lokasi dimana terjadi interkoneksi secara fisik, dan merupakan batas bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan yang satu dari bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa yang lain, yang merupakan titik batas wewenang dan tanggung jawab mengenai penyediaan, pengelolaan dan pemeliharaan jaringan; 9. Titik pembebanan (Point of Charge) adalah titik referensi yang merupakan lokasi geografis untuk menetapkan besaran biaya interkoneksi dan tanggung jawab terhadap panggilan interkoneksi; 10. Originasi adalah pembangkitan penyelenggara asal;
panggilan
interkoneksi
dari
jaringan
11. Transit adalah penyaluran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan melalui penyelenggara jaringan lainnya; 12. Terminasi adalah pengakhiran penyelenggara tujuan;
panggilan
interkoneksi
di
jaringan
13. Formula perhitungan adalah formula yang ditetapkan dan digunakan dalam menghitung besaran biaya interkoneksi; 14. Metode alokasi biaya dan laporan finansial kepada regulator untuk keperluan interkoneksi adalah tata cara dalam pencatatan segala aktivitas akuntansi dari suatu penyediaan layanan telekomunikasi; 15. Laporan finansial kepada regulator (Regulatory Financial Report) adalah bentuk pelaporan keuangan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dalam rangka menghitung besaran biaya interkoneksi dari layanan interkoneksi yang disediakan oleh penyelenggara tersebut; 16. Mediasi adalah penyelesaian perselisihan interkoneksi oleh BRTI bertindak sebagai mediator atau penengah; 17. Arbitrase perselisihan interkoneksi adalah interkoneksi yang dilaksanakan oleh BRTI;
3
penyelesaian
yang
perselisihan
18. Hari kerja adalah hari Senin sampai dengan Jumat, kecuali hari hari libur nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah; 19. Jam kerja adalah pukul 07.30 WIB sampai dengan 16.30 WIB; 20. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi; 21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi; 22. BRTI adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
BAB II INTERKONEKSI ANTAR PENYELENGGARA JARINGAN TELEKOMUNIKASI Bagian Pertama Penyelenggaraan Interkoneksi Pasal 2 (1)
Interkoneksi wajib dilaksanakan untuk memberikan jaminan kepada pengguna agar dapat mengakses jasa telekomunikasi;
(2)
Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disediakan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi berdasarkan permintaan. Pasal 3
(1)
Dalam memberikan jaminan kepada pengguna agar dapat mengakses jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), penyelenggara jaringan telekomunikasi menyediakan ketersambungan dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi.
(2)
Ketersambungan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara transparan dan tidak diskriminatif.
Bagian kedua Jenis Layanan Interkoneksi Pasal 4 Layanan dari interkoneksi dan ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dapat terdiri dari: a. b. c.
Layanan originasi; Layanan transit; Layanan terminasi.
4
Pasal 5 (1)
Layanan originasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf a. merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari satu penyelenggara kepada penyelenggara lain;
(2)
Pembangkitan panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari: a. Penyelenggara jaringan tetap lokal; b. Penyelenggara jaringan bergerak selular; atau c. Penyelenggara jaringan bergerak satelit.
(3)
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memberikan layanan originasi : a. b. c. d. e.
lokal; jarak jauh; internasional; bergerak selular; atau bergerak satelit.
(4)
Layanan originasi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. merupakan pembangkitan panggilan oleh penyelenggara jaringan asal dimana titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang sama dengan area pembebanan penyelenggara tujuan;
(5)
Layanan originasi jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. merupakan pembangkitan panggilan oleh penyelenggara jaringan asal dimana titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang berbeda dengan area pembebanan penyelenggara tujuan;
(6)
Layanan originasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. merupakan pembangkitan panggilan oleh penyelenggara jaringan asal dengan menggunakan kode akses milik penyelenggara jasa teleponi dasar sambungan internasional;
(7)
Layanan originasi bergerak selular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d. merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari penyelenggara jaringan bergerak selular kepada penyelenggara tujuan;
(8)
Layanan originasi bergerak satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e. merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari penyelenggara jaringan bergerak satelit kepada penyelenggara tujuan. Pasal 6
(1)
Layanan transit sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf b. merupakan penyediaan jaringan atau elemen jaringan untuk keperluan penyaluran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan panggilan interkoneksi;
(2)
Layanan transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri dari: a. lokal; atau b. jarak jauh.
5
(3)
Layanan transit lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. merupakan layanan transit dengan menggunakan 1 (satu) sentral atau trunk;
(4)
Layanan transit jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. merupakan layanan transit dengan menggunakan 1 (satu) atau lebih sentral atau trunk dengan jaringan transmisi milik penyelenggara jaringan tetap jarak jauh. Pasal 7
(1)
Layanan terminasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf c. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan.
(2)
Pengakhiran panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh penyelenggara jaringan: a. tetap lokal; b. bergerak selular; atau c. bergerak satelit.
(3)
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memberikan layanan terminasi: a. b. c. d. e.
lokal; jarak jauh; internasional; bergerak selular; atau bergerak satelit.
(4)
Layanan terminasi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara tujuan dimana titik interkoneksi berada dalam area pembebanan yang sama dengan area pembebanan penyelenggara asal;
(5)
Layanan terminasi jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dimana titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang berbeda dengan area pembebanan penyelenggara tujuan;
(6)
Layanan terminasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. merupakan pengakhiran panggilan jasa teleponi dasar sambungan internasional;
(7)
Layanan terminasi bergerak selular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara jaringan bergerak selular;
(8)
Layanan terminasi bergerak satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara jaringan satelit.
6
Pasal 8 (1)
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mencantumkan setiap jenis layanan interkoneksi yang disediakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi;
(2)
Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi menyediakan layanan interkoneksi yang tidak termasuk dalam interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka interkoneksi beserta layanannya harus dicantumkan dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi;
(3)
Pencantuman jenis layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus menyertakan skenario panggilan dan letak titik interkoneksi;
(4)
Tata cara perumusan Dokumen Penawaran Interkoneksi dilakukan berdasarkan Petunjuk Penyusunan Dokumen Penawaran Interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga Jenis Biaya Interkoneksi dan Perhitungannya Pasal 9 (1)
Biaya Interkoneksi merupakan biaya yang timbul akibat penyediaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
(2)
Jenis biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri dari: a. Biaya originasi; b. Biaya transit; atau c. Biaya terminasi.
Pasal 10 Biaya originasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) huruf a. terdiri dari: a. b. c. d. e.
lokal; jarak jauh; internasional; bergerak selular; atau bergerak satelit. Pasal 11
Biaya transit sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) huruf b terdiri dari: a. b.
Biaya transit lokal; atau Biaya transit jarak jauh.
7
Pasal 12 Biaya terminasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) huruf c terdiri dari: a. b. c. d. e.
lokal; jarak jauh; Internasional; bergerak selular; atau bergerak satelit. Pasal 13
(1)
Perhitungan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan secara transparan dan berdasarkan formula perhitungan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri ini;
(2)
Perhitungan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada: a. ketentuan metode pengalokasian biaya dan laporan finansial kepada regulator sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan Menteri ini; b. buku panduan dan perangkat lunak formula perhitungan biaya interkoneksi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal. Pasal 14
(1)
Besaran biaya interkoneksi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 merupakan biaya interkoneksi yang harus dicantumkan dalam DPI penyelenggara telekomunikasi;
(2)
Besaran biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan nilai ekonomis;
(3)
Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disesuaikan dengan kapasitas permintaan dan jumlah trafik yang dikomitmenkan oleh penyelenggara telekomunikasi yang meminta layanan interkoneksi;
(4)
Tata cara penetapan nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dicantumkan dalam DPI.
Bagian Keempat Pembebanan dan Penagihan Biaya Interkoneksi Pasal 15 (1)
Biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara tujuan panggilan kepada penyelenggara asal panggilan yang mempunyai tanggung jawab atas panggilan interkoneksi.
(2)
Dalam hal tanggung jawab panggilan interkoneksi dimiliki oleh penyelenggara tujuan atau penyelenggara jasa telekomunikasi, biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan;
8
(3)
Tanggung jawab atas panggilan interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi tanggung jawab atas kualitas layanan, proses billing tarif pungut, penagihan kepada pengguna, dan piutang tak tertagih;
(4)
Tanggung jawab selain kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh penyelenggara yang menyalurkan trafik interkoneksi;
(5)
Dalam hal tanggung jawab dilaksanakan oleh penyelenggara jaringan yang menyalurkan trafik interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara yang menyalurkan trafik interkoneksi dapat mengenakan biaya atas pelaksanaan tanggung jawab tersebut yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama;
(6)
Besaran biaya pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara transparan dan tidak diskriminatif. Pasal 16
Penagihan biaya interkoneksi dilakukan berdasarkan kesepakatan antar penyelenggara. Pasal 17 Pembebanan dan penagihan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus dicantumkan dalam DPI.
Bagian Kelima Pelaporan Perhitungan Biaya Interkoneksi Pasal 18 (1)
Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib menyampaikan perhitungan besaran biaya interkoneksinya kepada BRTI;
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
laporan
a. Laporan finansial kepada regulator sebagaimana dimaksudpada Pasal 13 ayat (2); b. Dokumentasi perhitungan dan perangkat lunak perhitungan berupa spreadsheet; atau c. Alokasi biaya sebagaimana diatur dalam Metode Pengalokasian Biaya dan Pelaporan Finansial kepada Regulator sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2). (3)
Laporan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BRTI dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebelum diimplementasikan.
9
BAB III DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI Pasal 19 (1)
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan dan mempublikasikan DPI selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak tanggal ditetapkan Peraturan Menteri ini sesuai pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 Peraturan Menteri ini;
(2)
DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dievaluasi oleh BRTI setiap tahun. Pasal 20
(1)
DPI milik penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pendapatan usaha (operating revenue) 25% atau lebih dari total pendapatan usaha seluruh penyelenggara telekomunikasi dalam segmentasi layanannya, wajib mendapatkan persetujuan BRTI;
(2)
BRTI harus melakukan evaluasi dan menetapkan penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pendapatan usaha (operating revenue) 25% atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun;
(3)
BRTI melakukan evaluasi terhadap DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 21 Evaluasi DPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dilakukan sebelum dipublikasikan dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Usulan DPI diserahkan kepada BRTI selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak tanggal ditetapkan Peraturan Menteri ini;
b.
Persetujuan atau penolakan BRTI diberikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya usulan DPI;
c.
BRTI dalam menyetujui atau menolak sebagaimana dimaksud dalam butir b. wajib memperhatikan masukan dari publik;
d.
Publikasi usulan DPI penyelenggara dilakukan selambat-lambatnya 5 hari kerja sejak tanggal diterimanya usulan DPI penyelenggara dalam situs internet milik BRTI dan Direktorat Jenderal;
e.
Masukan sebagaimana dimaksud dalam butir c. harus diterima BRTI selambat-lambatnya 5 hari kerja terhitung sejak tanggal dipublikasikannya usulan DPI penyelenggara;
f.
Dalam hal masukan sebagaimana dimaksud dalam butir c. ditolak, BRTI harus menyampaikan alasan penolakannya selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya masukan dari publik;
10
g.
Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir b. usulan DPI dianggap disetujui dan dapat dipublikasikan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi;
h.
Dalam hal usulan DPI ditolak oleh BRTI, usulan DPI wajib diperbaiki dan diserahkan kembali kepada BRTI selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya penolakan dari BRTI;
i.
Persetujuan atau penolakan oleh BRTI terhadap perbaikan usulan DPI diberikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan DPI hasil perbaikan;
j.
Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir h. usulan DPI dianggap disetujui dan dapat dipublikasikan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi;
k.
Dalam hal perbaikan sebagaimana dimaksud dalam butir h. ditolak oleh BRTI, maka BRTI menetapkan DPI dimaksud selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan DPI hasil perbaikan.
Pasal 22 (1)
Setiap perubahan DPI sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 harus mendapat persetujuan BRTI;
(2)
Persetujuan atau penolakan oleh BRTI terhadap usulan perubahan DPI diberikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan perubahan DPI;
(3)
Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPI dianggap disetujui dan penyelenggara dapat mempublikasikan perubahan DPI;
(4)
Dalam hal perubahan DPI ditolak oleh BRTI, penyelenggara wajib memperbaiki DPI dimaksud dan menyerahkan kembali kepada BRTI selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya penolakan dari BRTI;
(5)
Persetujuan atau penolakan oleh BRTI terhadap DPI hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya DPI;
(6)
Dalam hal perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditolak oleh BRTI, maka BRTI menetapkan perubahan DPI penyelenggara dimaksud selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya DPI hasil perbaikan;
(7)
Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPI dianggap disetujui dan penyelenggara dapat mempublikasikan DPI;
(8)
Publikasi perubahan DPI dilakukan melalui penyelenggara, BRTI dan Direktorat Jenderal.
11
situs
internet
milik
Pasal 23 (1)
Publik dapat mengusulkan perubahan atas DPI penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 yang telah disahkan dan dipublikasikan oleh BRTI, beserta alasannya, khususnya yang menyangkut kepentingan masyarakat pengguna layanan telekomunikasi;
(2)
Usulan atas perubahan DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis;
(3)
Dalam hal usulan perubahan atas DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima, BRTI akan mempertimbangkan masukan tersebut pada evaluasi DPI sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2);
(4)
Dalam hal usulan perubahan atas DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, BRTI menyampaikan alasan penolakannya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal usulan diterima.
BAB IV PERMINTAAN DAN JAWABAN LAYANAN INTERKONEKSI Bagian Pertama Penyusunan Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 24 Permintaan layanan interkoneksi harus disusun oleh pencari akses dengan mengacu kepada DPI penyedia akses. Pasal 25 (1)
Pencari akses dapat meminta informasi tambahan kepada penyedia akses terkait dengan DPI penyedia akses;
(2)
Penyedia akses harus menyediakan informasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan disampaikan oleh pencari akses.
Pasal 26 Permintaan layanan interkoneksi oleh pencari akses sekurang-kurangnya harus dilampirkan: a.
Nama penyelenggara dan nama pejabat yang berwenang;
b.
Izin penyelenggaraan telekomunikasi;
c.
Jenis layanan interkoneksi yang diminta;
d.
Penjelasan bahwa layanan interkoneksi yang diminta belum disediakan oleh penyedia akses;
12
e.
Penjelasan permintaan tambahan jenis dan kapasitas layanan interkoneksi apabila permintaan layanan interkoneksi yang diminta adalah penambahan jenis dan kapasitas layanan interkoneksi;
f.
Lokasi geografis dan tingkat fungsional dari titik interkoneksi yang dibutuhkan;
g.
Rencana kerangka waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi kondisi dalam jaringan telekomunikasi;
h.
Proyeksi ke depan (forecast) atas kebutuhan kapasitas interkoneksi.
Bagian Kedua Pemrosesan Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 27 (1)
Penyedia akses wajib menggunakan sistem antrian dengan mendahulukan pencari akses pertama yang menyampaikan permintaan layanan interkoneksi;
(2)
Sistem antrian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyertakan permintaan interkoneksi oleh penyelenggara lain yang hak pengelolaannya berada pada pihak yang sama dengan penyedia akses.
Pasal 28 (1)
Posisi antrian permintaan layanan interkoneksi dari pencari akses wajib disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan layanan interkoneksi;
(2)
Posisi antrian permintaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan penyedia akses dengan mempertimbangkan kemampuan dari pencari akses dalam memenuhi kondisi dan persyaratan yang ditetapkan;
(3)
Dalam hal penyedia akses tidak menyampaikan posisi antrian permintaan layanan interkoneksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencari akses dapat meminta mediasi untuk memperoleh status permintaan interkoneksinya;
(4)
Permintaan mediasi dilakukan dengan mengacu kepada Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi yang ditetapkan dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Penolakan Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 29
(1)
Penyedia akses dapat menolak permintaan layanan interkoneksi yang disampaikan oleh pencari akses.
(2)
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bila:
13
a.
Pencari akses tidak menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
b.
Jenis dan layanan interkoneksi yang diminta tidak terdapat dalam DPI penyedia akses;
c.
Melebihi kapasitas interkoneksi yang tersedia.
Pasal 30 (1)
(2)
Penolakan permintaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus disampaikan: a.
kepada pencari akses selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan layanan interkoneksi;
b.
secara tertulis disertai alasan penolakannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
Dalam hal pencari akses keberatan, pencari akses dapat meminta penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam lampiran 5 Peraturan Menteri ini. Bagian Keempat Jawaban Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 31
(1)
Setiap penerimaan permintaan layanan interkoneksi yang memenuhi syarat wajib dijawab oleh penyedia akses;
(2)
Jawaban penyedia akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain memuat:
a.
nama dan jabatan yang berwenang dari pihak penyedia akses;
b.
kondisi teknis dan operasional meliputi antara lain: 1) jaringan pencari akses harus sesuai dengan persyaratan teknis penyedia akses; 2) berbagai opsi yang berkaitan dengan interkoneksi yang diminta; 3) indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan interkoneksi; 4) daftar layanan interkoneksi dan kewajiban para pihak yang berinterkoneksi untuk melakukan pemesanan suatu kapasitas interkoneksi tertentu; 5) diagram yang merupakan ringkasan prosedur untuk membangun interkoneksi, meliputi waktu dari setiap aktivitas dan acuan kepada tabel yang berisikan daftar setiap aktivitas;
14
6) rincian dari seluruh titik interkoneksi yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, dimensi dan spesifikasi lainnya. c.
Daftar dan biaya layanan utama interkoneksi dan penjelasan cara memisahkan trafik untuk setiap layanan interkoneksi pada titik interkoneksi;
d.
Biaya langsung meliputi biaya pengadaan link interkoneksi, perubahan sistem pada penyedia akses, dan penggunaan sarana dan prasarana penunjang;
e.
Informasi pelaksanaan proses administrasi dalam penyediaan layanan interkoneksi. Pasal 32
Penyedia akses wajib memberikan asistensi kepada pencari akses dalam memahami jawaban permintaan layanan interkoneksi. Pasal 33 (1)
Jawaban permintaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus disampaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan layanan interkoneksi;
(2)
Dalam hal penyedia akses tidak menjawab permintaan layanan interkoneksi kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencari akses dapat meminta mediasi dan atau arbitrase dengan mengacu kepada Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini.
Bagian Kelima Tanggapan atas Jawaban Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 34 (1)
Pencari akses wajib memberikan tanggapan atas jawaban permintaan layanan interkoneksi yang disampaikan oleh penyedia akses sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya jawaban permintaan layanan interkoneksi;
(2)
Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi penjelasan posisi pencari akses atas jawaban permintaan layanan interkoneksi yang disampaikan oleh penyedia akses;
(3)
Dalam hal pencari akses tidak memberikan tanggapan atas jawaban permintaan tidak disampaikan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permintaan layanan interkoneksi tersebut dianggap gugur.
15
BAB V NEGOSIASI PENYEDIAAN LAYANAN INTERKONEKSI Pasal 35 (1)
Berdasarkan jawaban permintaan layanan interkoneksi yang diberikan penyedia akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), pencari akses dapat mengajukan permohonan negosiasi kepada penyedia akses atas permintaan layanan interkoneksi atau akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi.
(2)
Negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diselesaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan negosiasi oleh penyedia akses;
Pasal 36 (1)
Penyedia akses dan pencari akses yang sepakat untuk berinterkoneksi wajib mengesahkan Perjanjian Kerjasama Interkoneksi antara kedua belah pihak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku;
(2)
Penyedia akses dan pencari akses yang telah mengesahkan Perjanjian Kerjasama Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melakukan negosiasi untuk menyepakati Perjanjian Pokok Akses terhadap Fasilitas Penting untuk Interkoneksi;
(3)
Negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan berdasarkan Aturan Pokok Akses Terhadap Fasilitas Penting untuk Interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 Peraturan Menteri ini. Pasal 37
Dalam hal negosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak dapat diselesaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja akibat adanya ketidaksepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan permintaan mediasi dan atau arbitrase dengan mengacu kepada Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini.
BAB VI PENGALIHAN TRAFIK
Pasal 38 (1)
Setiap penyelenggara yang berinterkoneksi wajib menyediakan layanan akses secara langsung untuk keperluan penyaluran trafik interkoneksi;
(2)
Dalam hal layanan akses secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memungkinkan, pengalihan trafik dapat dilakukan melalui penyelenggara jaringan lain yang disepakati kedua belah pihak;
16
(3)
Setiap penyelenggara telekomunikasi yang berinterkoneksi dilarang melakukan pengalihan trafik dalam rangka memanfaatkan perbedaan biaya interkoneksi. BAB VII PELAPORAN Pasal 39
(1)
Pencari akses yang telah menandatangani perjanjian interkoneksi serta perjanjian pokok akses terhadap fasilitas penting dengan penyedia akses wajib menyampaikan laporan kepada BRTI;
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain memuat: a. daftar layanan berinterkoneksi;
interkoneksi
dan
kewajiban
para
pihak
yang
b. besaran biaya interkoneksi yang disepakati; c.
penetapan nilai ekonomis dari besaran biaya interkoneksi yang disepakati;
d. rincian dari seluruh titik interkoneksi yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, dimensi dan spesifikasi lainnya; dan e. masa berlaku kesepakatan interkoneksi; (3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BRTI selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditandatanganinya kesepakatan.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 40 (1)
Perjanjian teknis interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi yang ada tetap dapat digunakan, sepanjang kedua belah pihak sepakat dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
(2)
Dalam hal salah satu pihak menginginkan perubahan dari perjanjian teknis interkoneksi yang ada berdasarkan Peraturan Menteri ini, perubahan tersebut dapat dilakukan setelah diterbitkannya pengesahan DPI oleh BRTI;
(3)
Pelaporan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2007 selambat-lambatnya telah diserahkan akhir September 2006 dengan menggunakan data tahun 2005;
(4)
Dalam melakukan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2007 sebagaimana dimaksud ayat (3), seluruh penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi harus sudah menerapkan prinsip pengalokasian biaya sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran 2 Peraturan Menteri ini;
17
(5)
Pencatatan pengalokasian biaya dengan menggunakan daftar perkiraan sesuai dengan metode pengalokasian biaya Lampiran 2 Peraturan Menteri ini mulai berlaku efektif terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini maka : a.
Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 46/PR.301/MPPT-98 tentang Tarif Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi antar Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
b.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 37 Tahun 1999 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 46/PR.301/MPPT-98 tentang Tarif Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi antar Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
c.
Surat Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KU.506/I/I/MPPT97 tentang Perubahan Bagi Hasil Pendapatan antara PT. Telkom dan PT. Ratelindo;
d.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2004 tentang Biaya Interkoneksi Penyelenggaraan Telekomunikasi.
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 42 Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan di Pada tanggal
: :
JAKARTA 8 Pebruari 2006
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA.
SOFYAN A. DJALIL
Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 3. KPPU; 4. YLKI; 5. Sekjen, Irjen, Para Dirjen, Staf Ahli Bidang Hukum dan Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika; 6. Para Kepala Biro dan Para Kepala Pusat di lingkungan Setjen Departemen Komunikasi dan Informatika.
18
LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN IFORMATIKA NOMOR
:
TANGGAL :
/Per/M.KOMINF/02/2006 Pebruari 2006
METODE PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI
DAFTAR ISI 1.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
2.
DAFTAR ISTILAH ...............................................................................
2
3.
SUMBER DATA...................................................................................
4
4.
JENIS LAYANAN INTERKONEKSI ....................................................
4
4.1.
Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Tetap ..............
5
4.1.1.
Layanan Originasi.........................................................
5
4.1.2.
Layanan Transit............................................................
7
4.1.3.
Layanan Interkoneksi – Terminasi................................
11
Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Bergerak.........
16
4.2.1 Layanan Originasi ..........................................................
16
4.2.2 Layanan Terminasi.........................................................
18
4.1.
4.2.
Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit ........................................................................................
24
Halaman i dari iii
5.
4.3.1. Layanan Originasi .........................................................
24
4.3.2. Layanan Terminasi.........................................................
26
PROSES PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI...........................
28
5.1.
Membangun Model Konfigurasi Jaringan yang digunakan dalam perhitungan. ...................................................................
28
5.2.
Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC). .........
29
5.3.
Melakukan inventarisasi semua jenis elemen jaringan yang digunakan dalam menyalurkan semua jenis trafik. ...................
30
5.4.
Memformulasikan Faktor Ruting (Routing Factors)...................
32
5.5.
Melakukan Prediksi Demand ....................................................
37
5.6.
Melakukan Prediksi Trafik .........................................................
37
5.7.
Menghitung jumlah elemen jaringan yang diperlukan dalam membangun model jaringan......................................................
5.8.
Melakukan perhitungan biaya investasi yang diperlukan untuk membangun model jaringan......................................................
5.9.
42
42
Melakukan perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan pada setiap elemen jaringan ..............................................................
43
5.10. Melakukan perhitungan biaya pengembalian investasi (return on investment ) pada setiap elemen jaringan............................
44
5.11. Melakukan perhitungan biaya depresiasi dan amortisasi pada setiap elemen jaringan ..............................................................
45
5.12. Melakukan perhitungan biaya total elemen jaringan setiap tahun .........................................................................................
45
5.13. Melakukan perhitungan total biaya setiap Layanan setiap tahun .........................................................................................
45
5.14. Melakukan perhitungan biaya Mark-Up ....................................
46
Halaman ii dari iii
5.15. Melakukan perhitungan biaya setiap layanan interkoneksi .......
47
5.16. Melakukan Perhitungan Biaya Setiap Layanan Interkoneksi +
6.
Mark-up.....................................................................................
47
PENUTUP ............................................................................................
47
Halaman iii dari iii
1. PENDAHULUAN Dalam rangka mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia, Pemerintah telah menetapkan kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi dari yang sebelumnya bersifat monopoli menjadi mengarah kepada iklim kompetisi yang fair dengan membuka peluang bagi penyelenggara baru untuk menjadi pemain dalam penyelenggaraan bisnis telekomunikasi di Indonesia. Dengan adanya iklim kompetisi tersebut, ketersambungan antar pengguna tidak lagi hanya sebatas internal satu jaringan (in-bound) akan tetapi merupakan hubungan pengguna jaringan penyelenggara yang berbeda atau any-to-any. Untuk
mendukung
penyelenggaraan
interkoneksi
antar
penyelenggara
telekomunikasi, perlu adanya pengaturan interkoneksi baik dari sisi ekonomis dan teknis. Salah satu hal yang penting dalam pengaturan interkoneksi tersebut adalah penetapan biaya interkoneksi yang dapat dijadikan acuan bagi para penyelenggara dalam melakukan interkoneksi. Penetapan biaya interkoneksi ini tentunya harus mendorong terjadi peningkatan dalam penyediaan interkoneksi dan mendorong tumbuhnya industri. Untuk mendorong tumbuhnya penyelenggaraan telekomunikasi yang kompetitif, Pemerintah menetapkan metode perhitungan biaya interkoneksi menggunakan Long Run Incremental Cost (LRIC). Penetapan metode perhitungan ini dilakukan dalam rangka : a. Memacu penyelenggara telekomunikasi untuk lebih efisien b. Mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia c. Penyelenggara telekomunikasi baru tidak dibebani biaya sebagai akibat inefisiensi dari penyelenggara telekomunikasi lainnya d. Setiap penyelenggara telekomunikasi mempunyai pilihan membangun atau menyewa jaringan dari penyelenggara lain dalam melakukan interkoneksi
Halaman 1 dari 47
Pertimbangan lainnya dalam menetapkan metode LRIC sebagai metode perhitungan biaya interkoneksi karena metode ini sudah digunakan secara internasional pada industri yang kompetitif. Metode LRIC yang digunakan dalam perhitungan interkoneksi adalah pendekatan
bottom-up.
mengembangkan
model
Pendekatan konfigurasi
bottom-up jaringan
dilakukan
yang
efisien
dengan dengan
mempertimbangkan kondisi jaringan yang eksisting.
2. DAFTAR ISTILAH Istilah
Arti
F
Penyelenggara Jaringan Tetap (Fixed)
M
Penyelenggara Jaringan Bergerak Selular (Mobile)
S
Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit
ITKP
Penyelenggara Internet Teleponi untuk Keperluan Publik
F intern
Penyelenggara sambungan internasional
Local
Panggilan Lokal
LD
Panggilan Jarak Jauh
OLO
Penyelenggara Telekomunikasi Lainnya
F to F
Layanan terminasi dari penyelenggara jaringan tetap (Fixed) kepada penyelenggara jaringan tetap lainnya.
F to M
Panggilan interkoneksi dari penyelenggara jaringan tetap (Fixed) kepada penyelenggara jaringan bergerak selular (Mobile) untuk panggilan originasi, terminasi, maupun transit
M to F
Panggilan interkoneksi dari penyelenggara bergerak selular (Mobile) kepada penyelenggara jaringan tetap (Fixed) untuk panggilan originasi, terminasi, maupun transit
Halaman 2 dari 47
M to M
Panggilan interkoneksi dari penyelenggara jaringan bergerak selular (Mobile) kepada penyelenggara jaringan bergerak selular (Mobile) untuk panggilan originasi, terminasi, maupun transit
F to S
Panggilan Interkoneksi dari penyelenggara jaringan tetap (Fixed) kepada penyelenggara jaringan bergerak Satelit untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh
M to S
Panggilan dari penyelenggara jaringan bergerak selular Mobile kepada penyelenggara jaringan bergerak satelit untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh
S to F
Panggilan dari penyelenggara jaringan bergerak satelit kepada penyelenggara jaringan tetap untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh
S to M
Panggilan dari penyelenggara jaringan bergerak satelit kepada penyelenggara jaringan bergerak selular untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh
VoIP to F
Panggilan dari penyelenggara ITKP kepada penyelenggara jaringan tetap untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh
VoIP Mobile F to VoIP
Mobile VoIP F to FIntern M to FIntern FIntern to F
to Panggilan dari penyelenggara ITKP kepada penyelenggara jaringan bergerak selular untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara jaringan tetap kepada penyelenggara ITKP untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh to Panggilan dari penyelenggara bergerak selular kepada penyelenggara ITKP untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara jaringan tetap kepada penyelenggara Sambungan Internasional untuk panggilan originasi. Panggilan dari penyelenggara bergerak selular kepada penyelenggara Sambungan Internasional untuk panggilan originasi. Panggilan dari penyelenggara Sambungan Internasional kepada penyelenggara jaringan tetap untuk panggilan terminasi.
Halaman 3 dari 47
FIntern to M
Panggilan dari penyelenggara Sambungan Internasional kepada penyelenggara bergerak selular untuk panggilan terminasi.
PoI
Titik interkoneksi (Point of Interconnection) adalah titik atau lokasi dimana terjadi interkoneksi secara fisik, dan merupakan batas bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan yang satu dari bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa yang lain, yang merupakan titik batas wewenang dan tanggung jawab mengenai penyediaan, pengelolaan dan pemeliharaan jaringan. Titik pembebanan (Point of Charge) adalah titik referensi yang merupakan lokasi geografis untuk menetapkan besaran biaya interkoneksi dan tanggung jawab terhadap panggilan interkoneksi.
PoC
3. SUMBER DATA Data yang dipakai dalam proses perhitungan biaya interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi adalah sebagai berikut: a. Laporan finansial kepada regulator (Regulatory Financial Report) yang disampaikan oleh penyelenggara telekomunikasi kepada regulator. b. Data pelanggan, semua jenis jasa layanan telekomunikasi yang terkait dengan pendudukan elemen jaringan, trafik semua jasa telekomunikasi baik internal maupun antar penyelenggara telekomunikasi, harga satuan dari setiap elemen jaringan, konfigurasi jaringan yang bersumber dari data operasional penyelenggara. c. Data indek harga, tingkat suku bunga, dan data ekonomi makro lainnya yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) atau lembaga resmi lainnya.
4. JENIS LAYANAN INTERKONEKSI Jenis layanan interkoneksi yang akan dihitung dalam model ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
Halaman 4 dari 47
1. Layanan interkoneksi pada jaringan tetap terdiri dari: •
Layanan Originasi
•
Layanan Transit
•
Layanan Terminasi
2. Layanan interkoneksi pada jaringan bergerak seluler terdiri dari: •
Layanan Originasi
•
Layanan Terminasi
3. Layanan interkoneksi pada jaringan bergerak satelit terdiri dari: •
Layanan Originasi
•
Layanan Terminasi
Jenis layanan interkoneksi yang dihitung adalah seluruh layanan interkoneksi yang pengoperasiannya menduduki elemen-elemen jaringan.
4.1.
Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Tetap
4.1.1. Layanan Originasi a.
Layanan Originasi Lokal dari Penyelenggara Jaringan Tetap ke Penyelenggara Jasa Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari :
Halaman 5 dari 47
2.1
Originasi Fixed Lokal ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
F1
F M
SLJJ
S
2.1
Jenis Layanan
Biaya Interkoneksi
Originasi Lokal F1 to P Jasa
Orig. F Local A# - POI
Keterangan
Originasi Fixed Lokal ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
POC-3
F1 F
SLJJ
M S
Jenis Panggilan
Tarif Interkoneksi
Originasi Lokal F1 to P Jasa
Orig. F Local A# - POI
b.
Keterangan
Layanan Originasi Jarak Jauh dari Penyelenggara Jaringan Tetap ke Penyelenggara Jasa (Originating interconnected – Long Distance Fixed WL to OLO fixed). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.1
Originasi Fixed Jarak Jauh ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
F1
F2
SLJJ
M S
Jenis Layanan Originasi JJ F1 to P Jasa
Biaya Interkoneksi Orig. F JJ
A# - POI
Keterangan F sebagai P Jartap Lokal dan JJ
Halaman 6 dari 47
2.1
Originasi Fixed Jarak Jauh ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
POC-2
F1
F2
SLJJ
M S
Tarif Interkoneksi
Jenis Panggilan Originasi JJ F1 to P Jasa
c.
Orig. F JJ
A# - POI
Keterangan F sebagai P Jartap Lokal dan JJ
Originasi Internasional dari Penyelenggara Jaringan Tetap ke Penyelenggara Jasa Internasional. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.9
Originasi Internasional dari Fixed POC-1
POC-2
Pemilik Jasa : SLI
S Jenis Panggilan Orig.Intern. F to P Jasa
F
M
Biaya Interkoneksi Orig. F Intern.
Keterangan
A# - POI
4.1.2. Layanan Transit a. Layanan Transit Lokal (Transit 1-trunk switch: OLO to Fixed-WL to OLO). Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari :
Halaman 7 dari 47
4.1
Transit Lokal POC-1
POC-2
A# M1 POI M2
B#
4.1
F
Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
Keterangan
M to M Local via F
TrL + TermL M
Direct
TrL + TermL M TermL M
Cascade
TrL TermL M
: Transit Lokal : Terminasi Lokal Mobile
Transit Lokal POC-1
POC-2
A# F1 POI B#
F2
M2
Jenis Panggilan
Tarif Interkoneksi
Keterangan
F1 to M Local via F2
TrL TermL M
Direct
TrL + TermL M TermL M
Cascade
TrL TermL M
: Transit Lokal : Terminasi Lokal Mobile
b. Layanan Transit Jarak Jauh (Transit 2-trunk switch: OLO to FixedWL to OLO). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
Halaman 8 dari 47
4.2
Transit Jarak Jauh POC-1
POC-2
POI
A# M1
F
M1
F
POI M2 B# Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
Keterangan
M to M JJ via F
TrJJ TermL M
Direct
TrJJ + TermL M TermL M
4.2
Cascade
TrL TrJJ TermL M
: Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Mobile
Transit Jarak Jauh POC-1
POC-2
POI F2
A# M
F2
F1
POI F3 B# Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
Keterangan
M to F1/3 JJ via F2
TrJJ TermL F
Direct
TrJJ + TermL F TermL F
4.2
Cascade
TrL TrJJ TermL F
: Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Fixed
Transit Jarak Jauh POC-1
POC-2
POI F2
A# F1
F2
F1
POI F3 B# Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
Keterangan
F1 to F3 JJ via F2
TrJJ TermL F
Direct
TrJJ + TermL F TermL F
Cascade
TrL TrJJ TermL F
: Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Fixed
Halaman 9 dari 47
4.2
Transit Jarak Jauh POC-1
POC-2
POI F2
A# F1
F2
M
POI B# Jenis Panggilan
Tarif Interkoneksi
Keterangan
F1 to M JJ via F2
TrJJ TermL M
Direct
TrJJ + TermL M TermL M
Cascade
TrL TrJJ TermL M
: Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Mobile
c. Layanan transit untuk panggilan internasional (Transit to IGW OLO to Fixed-WL to OLO) Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
4.3
Transit dari Gateway Internasional POC-1
POI POC-2
Luar Negeri
Finte F
F POI
POI
M
M
Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
Keterangan
F Inter. to M via F
TrGI TermL M
Direct
TrJJ + TermL M TermL M
Cascade
TrGI TermL M
: Transit dari Gateway Internasional : Terminasi Lokal Mobile
Halaman 10 dari 47
4.3
Transit dari Gateway Internasional POC-1
POI POC-2
Luar Negeri
Finte ## F1
F1 POI
POI
F2
F2
Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
Keterangan
F Inter. to F2 via F1
TrGI TermL F
Direct
TrJJ + TermL M TermL F
Cascade
TrGI TermL F
: Transit dari Gateway Internasional : Terminasi Lokal Fixed
4.1.3. Layanan Interkoneksi – Terminasi a.
Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan tetap lainnya (Terminating interconnected OLO fixed to Local Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari :
3.1
Interkoneksi Terminasi - Lokal ke Lokal POC-1 B#
POC-2
F1 POI F2 Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
F to FOLO Local
Term. Lokal JJ POI - B#
Halaman 11 dari 47
b.
Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan bergerak selular (Terminating interconnected - OLO mobile to Local Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.2.
Interkoneksi Terminasi - Local (OLO mobile to Fixed-WL) POC-1 B#
POC-2
F POI M Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
M to F Local
Term. Lokal JJ POI - B#
c.
Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan bergerak satelit (Terminating interconnected - OLO satellite to Local Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.3
Interkoneksi Terminasi - Local (OLO satellite to Fixed-WL) POC-1 B# - Domestik
POC-2
F POI S Jenis Panggilan
Biaya Interkoneksi
S to F Lokal
Term. Lokal JJ POI - B#
d.
Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari
Penyelenggara
jaringan
tetap
lainnya
(Terminating
interconnected - OLO Fixed to Long Distance Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
Halaman 12 dari 47
3.5
Terminating Interconnect - Long Distance (OLO fixed to Fixed-WL) POC-1 B#
POC-2 F1
F1
terminasi near end
POI F2 Jenis Panggilan F to FOLO JJ
3.5
Tarif Interkoneksi Term. F JJ
POI - B#
Terminating Interconnect - Long Distance (Fixed-WL to OLO fixed) POC-1 B#
POC-2
F1
POC-3 F1
terminasi far end
POI F2
Jenis Panggilan F to FOLO JJ
e.
F2
Tarif Interkoneksi Term. F JJ
POI - B#
Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari
Penyelenggara
jaringan
bergerak
selular
(Terminating
interconnected - OLO mobile to Long Distance Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.6
Terminating Interconnect - Long Distance (OLO mobile to Fixed-WL ) POC-1 B#
POI POC-2 F
F
POI terminasi near end M Jenis Panggilan M to F JJ
Tarif Interkoneksi Term. F JJ
POI - B#
Halaman 13 dari 47
3.6
Terminating Interconnect - Long Distance (OLO mobile to Fixed-WL ) POC-1 POC-2 B# F
POC-3 F POI M
M Tarif Interkoneksi
Jenis Panggilan M to F JJ
f.
Term. F JJ
terminasi near end
POI - B#
Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari
Penyelenggara
jaringan
bergerak
satelit
(Terminating
interconnected - OLO Satellite to Long Distance Fixed WL).. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
s
Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO satellite to Fixed-WL) POC-1 B# - Domestik
POC-2 F
F
POI S Tarif Interkoneksi
Jenis Panggilan S to F JJ
g.
Term. F JJ
Layanan
POI - B#
Terminasi
Lokal
dari
Penyelenggara
Jasa
ke
Penyelenggara Jaringan Tetap. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
Halaman 14 dari 47
2.1
Terminasi Fixed Lokal dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1
POC-2
F2
M
SLJJ
S Jenis Panggilan Terminasi Lokal P Jasa to F
2.1
Tarif Interkoneksi Term. F Local B#
Keterangan
POI -
Terminasi Fixed Lokal dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1
POC-2
F2
M
SLJJ
S Jenis Panggilan Terminasi Lokal P Jasa to F
h.
Tarif Keterangan Interkoneksi Term. F Local POI B#
Layanan Terminasi Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Tetap. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.1
Terminasi Fixed Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1
POC-2
POC-2
F2
M
SLJJ
S Jenis Panggilan Terminasi JJ P Jasa to F
Tarif Interkoneksi Term. F JJ
Keterangan
POI - B#
Halaman 15 dari 47
2.1
Terminasi Fixed Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1
POC-2
POC-2
F2
M
SLJJ
S Tarif Interkoneksi
Jenis Panggilan Terminasi JJ P Jasa to F
i.
Term. F JJ
Keterangan
POI - B#
Layanan Terminasi Internasional dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Tetap. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.9
Terminasi Internasional ke Fixed POC-1 Pemilik Jasa :
POC-2
SLI
S
4.2.
F
M
Jenis Panggilan
Tarif Interkoneksi
Terminasi Intern. P Jasa to F
Intern. F Term.
Keterangan
Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Bergerak
4.2.1. Layanan Originasi
a. Layanan Originasi Lokal dari Penyelenggara Jaringan bergerak selular ke Penyelenggara Jasa. Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari :
Halaman 16 dari 47
2.1
Originasi Mobile Lokal ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
M1
F2 M
SLJJ
S Jenis Layanan Originasi Lokal M1 to P Jasa
2.1
Tarif Interkoneksi Orig. F Local
Keterangan
A# - POI
Originasi Mobile Lokal ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
POC-3
M F
SLJJ
M S
Jenis Layanan Originasi Lokal M to P Jasa
Tarif Interkoneksi Orig. M Local
Keterangan
A# - POI
b. Layanan originasi Jarak Jauh dari Penyelenggara Jaringan bergerak selular ke Penyelenggara Jasa Jenis layanan originasi ini adalah sebagai berikut : 2.1
Originasi Mobile Jarak Jauh ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
M1
F
SLJJ
M S
Jenis Layanan Originasi JJ M1 to P Jasa
Tarif Interkoneksi Orig. M.JJ
Keterangan
A# - POI
Halaman 17 dari 47
2.1
Originasi Mobile Jarak Jauh ke Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
POC-2
M
F2
SLJJ
M S
Tarif Interkoneksi
Jenis Layanan Originasi JJ M1 to P Jasa
Orig. M.JJ
Keterangan
A# - POI
c. Layanan originasi internasional dari Penyelenggara Jaringan bergerak selular ke Penyelenggara jasa. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.9
Originasi Internasional dari Mobile POC-1 Pemilik Jasa : SLI
S
F
POC-2
M
Jenis Layanan
Tarif Interkoneksi
Originasi Intern. M to P Jasa
Intern. M orig.
Keterangan
4.2.2. Layanan Terminasi a.
Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan bergerak dari Penyelenggara jaringan tetap (Terminating interconnected - OLO Fixed to Local mobile). Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari :
Halaman 18 dari 47
3.1.1 Terminating Interconnect - Local (from Fixed) POC-1 B#
POC-2
M POI F Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
F to M Local
Local Mobile term. POI B#
b.
Keterangan
Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan bergerak dari Penyelenggara jaringan bergerak selular lainnya (Terminating interconnected - OLO mobile to Local mobile). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.1.2 Terminating Interconnect - Local (from mobile) POC-1 B#
POC-2
M1 POI M2 Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
M to M Local
Local Mobile term. POI - B#
c.
Keterangan
Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan bergerak dari
Penyelenggara
jaringan
bergerak
satelit
(Terminating
interconnected - OLO satellite to Local mobile). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
Halaman 19 dari 47
3.1.3 Terminating Interconnect - Local (from satellite) POC-1 B#
POC-2
M POI S Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
S to M Local
Local Mobile term. POI B#
d.
Keterangan
Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan bergerak
dari
Penyelenggara
jaringan
tetap
(Terminating
interconnected - OLO fixed to Long distance mobile). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.2.1 Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Fixed POC-1 B#
POI POC-2 M
M
terminasi far end
POI F Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
F to M JJ
Term Mobile JJ POI - B#
Keterangan
3.2.1 Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Fixed POC-1 B#
POC-2
M
POC-3
M terminasi far end
terminasi near end
POI F
Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
F to M JJ
Term Mobile JJ POI - B#
F
Keterangan
Halaman 20 dari 47
e.
Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan bergerak
dari Penyelenggara jaringan bergerak selular lainnya
(Terminating interconnected - OLO mobile to Long distance mobile). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.2.2 Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Mobile lainnya POC-1 B#
POI POC-2 M1
M1
POI
terminasi far end
M2 Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
M to M JJ
Term Mobile JJ POI - B#
Keterangan
3.2.2 Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Mobile lainnya POC-1 B#
POC-2
M1
POC-3
M terminasi near end
POI M2
Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
M to M JJ
Term Mobile JJ POI - B#
f.
M2
Keterangan
Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan bergerak dari Penyelenggara jaringan bergerak satelit (Terminating interconnected - OLO satellite to Long distance mobile). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
Halaman 21 dari 47
3.2.3 Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Satelit POC-1 B#
POC-2 M
M
POI S Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
S to M JJ
Term Mobile JJ POI - B#
g.
Keterangan
Interkoneksi Terminasi SMS ke Penyelenggara Jaringan bergerak dari Penyelenggara jaringan bergerak selular lainnya (Terminating interconnected – OLO mobile to SMS mobile).
h.
Layanan
Terminasi
Lokal
dari
Penyelenggara
Jasa
ke
Penyelenggara Jaringan Mobile. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.1
Terminasi Mobile Lokal dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1
POC-2
M
Jenis Panggilan Terminasi Lokal P Jasa to M
2.1
M
SLJJ
S Tarif Interkoneksi Term. M Local
Keterangan
POI - B#
Terminasi Mobile Lokal dari Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
F1 M
SLJJ
S Jenis Panggilan Terminasi Lokal P Jasa to M
Tarif Interkoneksi Term. M Local
M
Keterangan
POI - B#
Halaman 22 dari 47
i.
Layanan Terminasi Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Mobile. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.1
Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
POC-2
F1 M
SLJJ
S Jenis Panggilan Terminasi JJ P Jasa to M
2.1
Tarif Interkoneksi Term. M JJl
M
Keterangan
POI - B#
Terminasi Mobile Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa POC-1 A#
POC-2
POC-2
F1 M
SLJJ
M
S Jenis Panggilan Terminasi JJ P Jasa to M
j.
Tarif Interkoneksi Term. M JJl
Keterangan
POI - B#
Layanan Terminasi Internasional dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Mobile. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
Halaman 23 dari 47
2.9
Terminasi Internasional ke Mobile POC-1 Pemilik Jasa : SLI
S
4.3.
F
POC-2
M
Jenis Panggilan
Tarif Interkoneksi
Terminasi Intern. P Jasa to M
Intern. M Term.
Keterangan
Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit
Jenis layanan interkoneksi pada jaringan bergerak satelit adalah layanan interkoneksi terminasi. Adapun jenis layanan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
4.3.1. Layanan Originasi
a.
Layanan Originasi Lokal dari Penyelenggara Jaringan bergerak satelit ke Penyelenggara jaringan tetap Jenis layanan originasi ini dapat terdiri dari :
Halaman 24 dari 47
2.1
Originasi Lokal Satelit POC-1
POC-2
A# S
F2 M
SLJJ Tarif Interkoneksi
Jenis Layanan Originasi Lokal
2.1
Orig. S Local
Keterangan
A# - POI
Originasi Lokal Satelit POC-1
POC-2
POC-3
A# M F
SLJJ Tarif Interkoneksi Orig. S Local A# - POI
Jenis Panggilan Originasi Lokal
b.
M
Keterangan
Layanan Originasi internasional dari Penyelenggara Jaringan bergerak satelit ke Penyelenggara jaringan tetap sambungan Internasional Jenis layanan originasi ini adalah sebagai berikut :
2.9
Originasi Internasional dari Satelit POC-1 Pemilik Jasa : SLI
S
F
POC-2
M
Jenis Panggilan
Tarif Interkoneksi
Originasi Intern. S to P Jasa
Intern. S orig.
Keterangan
Halaman 25 dari 47
4.3.2. Layanan Terminasi
a.
Layanan Terminasi ke Penyelenggara Jaringan bergerak satelit dari Penyelenggara jaringan tetap (Terminating interconnected - OLO Fixed to satellite). Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari :
3.1.1 Terminating Interconnect - Local (from Fixed) POC-1 B#
POC-2
S POI F Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
F to S
Satelit term. POI - B#
b.
Keterangan
Layanan Terminasi ke Penyelenggara jaringan bergerak satelit dari Penyelenggara Jaringan bergerak (Terminating interconnected OLO mobile to satellite ). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
3.1.2 Terminating Interconnect - Local (from mobile) POC-1 B#
POC-2
S POI M Jenis Panggilan
Jenis Tarif Interkoneksi
M to S
Satelit term. POI - B#
Keterangan
Halaman 26 dari 47
c.
Layanan
Terminasi
Satelit
dari
Penyelenggara
Jasa
ke
Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.1
Terminasi ke Satelit POC-1
POC-2
A# M1
F2 M
SLJJ
S Jenis Panggilan Terminasi
d.
Tarif Interkoneksi Terminasi S POI - B#
Keterangan
Layanan Terminasi Internasional dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut :
2.9
Terminasi Internasional ke Satelit POC-1
POC-2
SLI
S Jenis Panggilan Terminasi Intern. P Jasa to S
Tarif Interkoneksi Terminasi S
Keterangan
POI - B#
Halaman 27 dari 47
5.
PROSES PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI Proses perhitungan biaya interkoneksi dari layanan interkoneksi yang disediakan oleh penyelenggara jaringan tetap dan jaringan bergerak terdiri dari 16 (enam belas) langkah sebagai berikut:
5.1 Membangun Model Konfigurasi Jaringan yang digunakan dalam perhitungan. Model konfigurasi jaringan yang dipergunakan dalam perhitungan dibangun dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Mengadopsi
elemen-elemen
jaringan
dari
jaringan
eksisting
kedalam model yaitu elemen jaringan yang sudah menunjukkan keterhubungan antar elemen jaringan yang dimiliki oleh satu penyelenggara dan keterhubungan dengan elemen jaringan milik penyelenggara lain. b. Melakukan
pemodelan
konfigurasi
jaringan
dengan
metode
schorched node, yaitu dengan cara : i. mengambil lokasi dan jumlah node jaringan saat ini sebagai basis untuk topologi jaringan yang dimodelkan ii. Mengasumsikan
keberlanjutan
penyampaian
trafik
(traffic
conveyance) yang ada dan pengaturan ruting. iii. Mengasumsikan bahwa fungsi setiap node adalah tetap seperti yang ditentukan penyelenggara saat ini. c. Selanjutnya berdasarkan model schorched node yang telah diperoleh,
dilakukan
pemodelan
konfigurasi
jaringan
masa
mendatang dengan mempertimbangkan aspek prediksi demand, trafik, network desain parameter, dan trend teknologi.
Halaman 28 dari 47
5.2
Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC). Perhitungan WACC dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut :
WACC
pre tax
= rDebt post tax
(
D E + rEquity post tax D + E D + E
)
(1 − T c )
Dengan: r Debt post tax
=
(Risk free rate + debt risk premium) x (1 – Tc)
r Equity post tax
=
Risk free rate + Beta x market risk premium
Tc
=
Marginal tax rate
D
=
Market value of debt
E
=
Market value of equity
Sumber data untuk variabel risk free rate, debt risk premium,
beta,
market risk premium, marginal tax rate, market value of debt, dan market value of equity menggunakan data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal Bank Indonesia hanya menerbitkan data yang digunakan dalam menghitung variabel di atas, maka besaran variabel yang digunakan merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan data tersebut.
Halaman 29 dari 47
5.3
Melakukan
inventarisasi
semua
jenis
elemen
jaringan
yang
digunakan dalam menyalurkan semua jenis trafik. Inventarisasi semua jenis elemen jaringan dilakukan dengan cara mendefinisikan elemen jaringan yang akan dipakai dalam proses perhitungan dengan merujuk kepada model konfigurasi jaringan yang dibangun pada proses dalam butir 4.1, dimana sekurang-kurangnya elemen jaringan yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Elemen Jaringan Tetap adalah sebagai berikut : Elemen jaringan RSU LS TD TR IGW IN IBIL CNMS SIG SC TR-RSU-LS TR-LS-LS TR-LS-TD TR-LS-TR TR-TD-TD TR-TD-TR TR-TR-TR TR-TR-IGW TR-IGW-IGW
Deskripsi Remote Switching Unit Sentral Lokal Sentral Tandem Sentral Trunk Gateway International Intelligent Network Platform Interconnect Billing Core Network Management System Signalling System Synchronisation Clock Transmisi RSU ke LS Transmisi LS ke LS Transmisi LS ke TD Transmisi LS ke TR Transmisi TD ke TD Transmisi TD ke TR Transmisi TR ke TR Transmisi TR ke IGW Transmisi IGW ke IGW
Halaman 30 dari 47
b. Elemen Jaringan Fixed Wireless Access (FWA) adalah sebagai berikut: Elemen jaringan FWA TRX BTS BSC MSC SMSC HLR PRP VMS NMS MD PLNT PDSN AAA TR-BTS-BSC TR-BSC-MSC TR-MSC-TD TR-MSC-TR
Deskripsi Transceiver unit Base station system Base station controller Mobile Switching centre SMS centre Home Location register Prepaid platform Voicemail platform Network management system Mediation Device Planning Tool Packet Data Serving Node Authentication Authorization Accounting Server Transmisi BTS ke BSC Transmisi BSC ke MSC Transmisi MSC ke TD Transmisi MSC ke TR
c. Elemen Jaringan Bergerak Selular adalah sebagai berikut: Elemen Jaringan TRX BTS BSC MSC GW IGW HLR NMS PRP VMS IBIL DAP TR-BTS-BTS TR-BTS-BSC TR-BSC-MSC TR-MSC-MSC TR-MSC-GMSC
Deskripsi Transceiver unit Base Station Base Station Controller Mobile Switching Centre Interconnect Gateway International Gateway Home Location Register Network management System Pre-play Platform Visitor Location register Interconnect Billing System Data Platform Transmission - BTS-BTS Transmission - BTS-BSC Transmission - BSC-MSC Transmission - MSC-MSC Transmission - MSC-GW
Halaman 31 dari 47
d. Elemen Jaringan Bergerak Satelit adalah sebagai berikut: Elemen Jaringan SAT NCC ANT TCE
GSC MSC
VMS MD
IBIL
5.4
Deskripsi
Satelit Garuda Network Control Center Antenna Stasium Bumi termasuk RFS (Radio Frequency SubSystem). Peralatan ini berisi peralatan kanalisasi (TCE), sinkronisasi (Network Synchronization Sub-system NSS) dan komunikasi antar station (Inter Station Comonucation Sub-System ICS) Perangkat GSC (Gateway Station Controller) berisi peralatan pengontrol TCE Peralatan MSC (Mobile Switching Center) atau sentral mobile dan pusat pengoperasian jaringan sampai Digital Distribution Frame (DDF) termasuk peralatan data base pelanggan : HLR dan VLR dan data base perangkat (Equipment Identity Register - EIR) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan VMS (Voicemail platforms) yang berisi server untuk voice mail Mediation Device (MD) merupakan Peralatan interface antara MSC dengan Billing System untuk kebutuhan call data record panggilan termasuk prepaid platform Peralatan Billing interkoneksi antar penyelenggara
Memformulasikan Faktor Ruting (Routing Factors) Faktor Ruting ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. menggunakan model konfigurasi jaringan telekomunikasi dari penyelenggara sebagaimana telah dibangun pada proses butir 4.1 sebagai acuan. b. menginventarisir semua jenis jasa layanan telekomunikasi (layanan retail dan layanan interkoneksi) yang dimiliki penyelenggara dan dalam pelayanannya menggunakan elemen jaringan. c. menginventarisir semua jenis elemen jaringan yang dilewati trafik jasa layanan telekomunikasi d. memformulasikan perilaku trafik jasa layanan telekomunikasi yang dimiliki secara keseluruhan e. membuat tabel matrik semua jenis jasa layanan telekomunikasi (baris) dan network elemen jaringan (kolom) dengan contoh sebagai berikut:
Halaman 32 dari 47
RSU-T-CS
RSU-T-DS
LS-T-CS
LS-T-DS
TD-CS
TD-DS
TR-CS
TR-DS
IGW-CS
IGW-DS
RSU-LS-CS
RSU-LS-DS
LS-LS-CS
LS-LS-DS
LS-TD-CS
LS-TD-DS
LS-TR-CS
LS-TR-DS
TD-TD-CS
TD-TD-DS
TD-TR-CS
TD-TR-DS
TR-TR-CS
TR-TR-DS
TR-IGW-CS
TR-IGW-DS
IGW-IGW-CS
IGW-IGW-DS
IBIL
1) Faktor Ruting Jaringan Tetap
On-net - Local (Fixed-WL to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
On-net - Local (Fixed-WL to FWA)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
On-net - Long distance (Fixed-WL to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
On-net - Long distance (Fixed-WL to FWA)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
On-net - Internet (Dial-up to 0809 numbers) (Fixed-WL to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
On-net - Other (emergency etc) (Fixed-WL to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO fixed)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO mobile)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO satellite)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO VoIP)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO fixed)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Long Distance (Fixed-WL to OLO mobile)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO satellite)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO VoIP)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Originating interconnected - International (Fixed-WL to OLO international)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Local (OLO fixed to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Local (OLO mobile to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Local (OLO Satellite to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Local (OLO VoIP to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Long distance (OLO fixed to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Long distance (OLO mobile to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Long distance (OLO satellite to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - Long distance (OLO VoIP to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Terminating interconnected - International (OLO international to Fixed-WL)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Transit 1-trunk switch (OLO to Fixed-WL to OLO)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Transit 2-trunk switches (OLO to Telkom-WL to OLO)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Transit to IGW (OLO to Fixed-WL to OLO)
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Unallocated
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Halaman 33 dari 47
TRX-DS
BTS-CS
BTS-DS
BSC-CS
BSC-DS
MSC-CS
MSC-DS
SMSC-CS
SMSC-DS
HLR
PRP
DAP
BTS-BTS-CS
BTS-BTS-DS
BTS-BSC-CS
BTS-BSC-DS
BSC-MSC-CS
BSC-MSC-DS
MSC-TD-CS
MSC-TD-DS
MSC-TR-CS
MSC-TR-DS
VMS
IBIL
On-net - Local (Fixed-WL to Fixed-WL) On-net - Local (Fixed-WL to FWA) On-net - Long distance (Fixed-WL to Fixed-WL) On-net - Long distance (Fixed-WL to FWA) On-net - Internet (Dial-up to 0809 numbers) (Fixed-WL to Fixed-WL) On-net - Other (emergency etc) (Fixed-WL to Fixed-WL) Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO fixed) Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO mobile) Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO satellite) Originating interconnected - Local (Fixed-WL to OLO VoIP) Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO fixed) Originating interconnected - Long Distance (Fixed-WL to OLO mobile) Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO satellite) Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO VoIP) international) Terminating interconnected - Local (OLO fixed to Fixed-WL) Terminating interconnected - Local (OLO mobile to Fixed-WL) Terminating interconnected - Local (OLO Satellite to Fixed-WL) Terminating interconnected - Local (OLO VoIP to Fixed-WL) Terminating interconnected - Long distance (OLO fixed to Fixed-WL) Terminating interconnected - Long distance (OLO mobile to Fixed-WL) WL) Terminating interconnected - Long distance (OLO VoIP to Fixed-WL) WL) Transit 1-trunk switch (OLO to Fixed-WL to OLO) Transit 2-trunk switches (OLO to Telkom-WL to OLO) Transit to IGW (OLO to Fixed-WL to OLO)
TRX-CS
2) Faktor Ruting Jaringan Tetap FWA
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Halaman 34 dari 47
TRX-DS
BTS-CS
BTS-DS
BSC-CS
BSC-DS
MSC-CS
MSC-DS
GMSC-CS
GMSC-DS
SMSC
HLR
PRP
DAP
VMS
IBIL
BTS-BTS-CS
BTS-BTS-DS
BTS-BSC-CS
BTS-BSC-DS
BSC-MSC-CS
On-net voice - Local On-net voice - Long distance On-net voice - other traffic On-net SMS On-net MMS On-net other data Originating interconnected voice - Local (Telkomsel to OLO fixed) Originating interconnected voice - Local (Telkomsel to OLO mobile) Originating interconnected voice - Local (Telkomsel to OLO satellite) Originating interconnected voice - Long distance (Telkomsel to OLO fixed) Originating interconnected voice - Long distance (Telkomsel to OLO mobile) Originating interconnected voice - Long distance (Telkomsel to OLO satellite) Originating interconnected voice - International (Telkomsel to OLO international) Originating interconnected SMS (Telkomsel to OLO mobile) Originating interconnected SMS (Telkomsel to OLO satellite) Originating interconnected MMS (Telkomsel to OLO mobile) Originating interconnected MMS (Telkomsel to OLO satellite) Originating interconnected other data (Telkomsel to OLO mobile) Originating interconnected other data (Telkomsel to OLO satellite) Terminating interconnected voice - Local (Telkomsel to OLO fixed) Terminating interconnected voice - Local (Telkomsel to OLO mobile) Terminating interconnected voice - Local (Telkomsel to OLO satellite) Terminating interconnected voice - Long distance (Telkomsel to OLO fixed)
TRX-CS
3) Faktor Ruting Jaringan Bergerak Seluler
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Halaman 35 dari 47
Services
SAT
NCC
ANT
TCE
GSC
MSC
VMS
MD
IBIL
4) Faktor Ruting Jaringan Bergerak Satelit
On-net voice (PSN - PSN) On-net voice (PSN - OLO Satelit, sesuai coverage ACes) On-net voice other (to IN, Voicemail etc) On-net other data Originasi Satelite ke OLO Fixed Originasi Satelite ke OLO Mobile Originasi Satelite ke OLO Internasional Terminasi Satelite dari OLO Fixed Terminasi Satelite dari OLO Mobile Terminasi Satelite dari OLO Internasional
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
Halaman 36 dari 47
f. Routing faktor di atas dapat dibaharui berdasarkan jenis layanan interkoneksi yang disediakan masing-masing penyelenggara. g. mengisi prosentasi penggunaan setiap elemen jaringan dari setiap jasa layanan telekomunikasi dengan mempertimbangkan perilaku trafik secara menyeluruh. h. memformulasikan matrik faktor ruting dari setiap jenis jasa layanan telekomunikasi di atas yang sudah mencerminkan prosentasi total penggunaan setiap elemen jaringan. 5.5
Melakukan Prediksi Demand Prediksi demand dilakukan dengan cara : a. Melakukan prediksi jumlah pelanggan sampai dengan 5 tahun yang akan datang, berdasarkan data historis pelanggan penyelenggara telekomunikasi
dengan
strategis
realisasinya
dan
mempertimbangkan dalam
rencana-rencana
menjalankan
bisnis
jasa
telekomunikasi. b. Menggunakan
hasil
prediksi
di
atas
sebagai
bahan
dalam
menentukan volume trafik, desain jaringan dan aspek lainnya yang terkait. 5.6
Melakukan Prediksi Trafik Prediksi trafik dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Mengalokasikan setiap data trafik kepada setiap elemen jaringan yang terlibat dalam menyalurkan semua trafik jasa teleponi yang dilewatkan ke komponen jaringan penyelenggara. b. Melakukan prediksi trafik untuk setiap jenis layanan yang dimiliki (interkoneksi dan retail) sampai dengan 5 tahun yang akan datang dengan menggunakan metode prediksi yang diyakini oleh operator baik dan benar dengan mempertimbangkan hasil prediksi demand dan parameter-parameter trafik. Prediksi trafik dilakukan dengan definisi trafik sebagai berikut :
Halaman 37 dari 47
1) Trafik On-net
merupakan trafik internal penyelenggara
jaringan tetap (atau bergerak), dimana panggilan ini diawali dan berakhir dalam jaringan penyelenggara yang sama. 2) Trafik Interkoneksi merupakan trafik
yang diawali dari
jaringan penyelenggara tetap (atau bergerak) dan berakhir di jaringan lainnya. Trafik interkoneksi juga meliputi layanan transit, yaitu originasi dan atau terminasi yang terjadi pada jaringan penyelenggara lainnya. Contoh dari prediksi trafik dapat terdiri dari : a) Trafik Jaringan Tetap Layanan Panggilan Internal (On-net) On-net - Lokal (Layanan Fixed-WL to Fixed-WL) On-net - Lokal (Layanan Fixed-WL to FWA) On-net – Jarak jauh (Fixed-WL to Fixed-WL) On-net – Jarak Jauh (Fixed-WL to FWA) On-net - Internet (Dial-up to 0809 numbers) (Fixed-WL to Fixed-WL) On-net - Lainnya (emergency call, dan lainnya) (Fixed-WL to Fixed-WL)
Layanan Interkoneksi - Originasi Interkoneksi Originasi - Lokal (Fixed-WL to OLO fixed) Interkoneksi Originasi - Lokal (Fixed-WL to OLO mobile) Interkoneksi Originasi - Lokal (Fixed-WL to OLO satellite) Interkoneksi Originasi - Lokal (Fixed-WL to OLO VoIP) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (Fixed-WL to OLO fixed) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (Fixed-WL to OLO mobile) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (Fixed-WL to OLO satellite) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (Fixed-WL to OLO VoIP) Interkoneksi Originasi - Internasional (Fixed-WL to OLO international)
Halaman 38 dari 47
Layanan Interkoneksi - Terminasi Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO fixed to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO mobile to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO Satellite to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO VoIP to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO fixed to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO mobile to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO satellite to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO VoIP to Fixed-WL) Interkoneksi Terminasi - Internasional (OLO international to Fixed-WL)
Layanan Interkoneksi Transit Interkoneksi Transit 1-trunk switch (OLO to Fixed-WL to OLO) Interkoneksi Transit 2-trunk switches (OLO to Fixed-WL to OLO) Interkoneksi Transit to IGW (OLO to Fixed-WL to OLO)
b) Trafik FWA
Layanan Interkoneksi Internal (On-net) On-net - Lokal (FWA to FWA) On-net - Lokal (FWA to Fixed-WL) On-net – Jarak Jauh (FWA to FWA) On-net - Jarak Jauh (FWA to Fixed-WL) On-net - Internet (Dial-up to 0809 numbers) (FWA to Fixed-WL) On-net - Lainnya (emergency etc) (FWA to Fixed-WL) On-net - SMS
Halaman 39 dari 47
Layanan Interkoneksi - Originasi Interkoneksi Originasi - Lokal (FWA to OLO fixed) Interkoneksi Originasi - Lokal (FWA to OLO mobile) Interkoneksi Originasi - Lokal (FWA to OLO satellite) Interkoneksi Originasi - Lokal (FWA to OLO VoIP) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (FWA to OLO fixed) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (FWA to OLO mobile) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (FWA to OLO satellite) Interkoneksi Originasi - Jarak Jauh (FWA to OLO VoIP) Interkoneksi Originasi - Internasional (FWA to OLO international) Interkoneksi Originasi - SMS
Layanan Interkoneksi - Terminasi Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO fixed to FWA) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO mobile to FWA) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO VoIP to FWA) Interkoneksi Terminasi – Jarak Jauh (OLO fixed to FWA) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO mobile to FWA) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO satellite to FWA) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO VoIP to FWA) Interkoneksi Terminasi – Internasional (OLO international to FWA) Interkoneksi Terminasi - SMS
c) Trafik Jaringan Bergerak Seluler Layanan Interkoneksi Internal (On-net) On-net - Lokal (Mobile to mobile) On-net - Jarak Jauh (Mobile to mobile) On-net - lainnya (Mobile to mobile) On-net – SMS (Mobile to mobile)
Halaman 40 dari 47
Layanan Interkoneksi - Originasi Interkoneksi Originasi - Lokal (mobile to OLO fixed) Interkoneksi Originasi - Lokal (mobile to OLO mobile) Interkoneksi Originasi - Lokal (mobile to OLO satellite) Interkoneksi Originasi – Jarak Jauh (mobile to OLO fixed) Interkoneksi Originasi – Jarak Jauh (mobile to OLO mobile) Interkoneksi Originasi – Jarak Jauh (mobile to OLO satellite) Interkoneksi Originasi – (mobile to OLO international) Interkoneksi Originasi - SMS (mobile to OLO mobile)
Layanan Interkoneksi – Terminasi Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO fixed to mobile) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO mobile to mobile) Interkoneksi Terminasi - Lokal (OLO satellite to mobile) Interkoneksi Terminasi – Jarak Jauh (OLO fixed to mobile) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO mobile to mobile) Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO satellite to mobile) Interkoneksi Terminasi – (OLO international to mobile) Interkoneksi Terminasi SMS (OLO mobile to mobile)
d). Trafik Jaringan Bergerak Satelit Layanan Interkoneksi Internal (On-net) On-net voice (PSN - PSN) On-net voice (PSN - OLO Satelit, sesuai coverage ACes) On-net voice other (to IN, Voicemail etc) On-net other data
Layanan Interkoneksi - Originasi Originasi Satelite ke OLO Fixed Originasi Satelite ke OLO Mobile Originasi Satelite ke OLO Internasional
Halaman 41 dari 47
Layanan Interkoneksi – Terminasi Terminasi Satelite dari OLO Fixed Terminasi Satelite dari OLO Mobile Terminasi Satelite dari OLO Internasional
c. Selanjutnya menggunakan hasil prediksi trafik sebagai dasar untuk membuat model jaringan pada tahapan berikutnya beserta kapasitas yang harus dibangun dengan mempertimbangkan network desain parameter
5.7
Menghitung
jumlah
elemen
jaringan
yang
diperlukan
dalam
membangun model jaringan. a. Menghitung jumlah elemen jaringan setiap tahun yang diperlukan untuk merealisasikan hasil pemodelan jaringan berdasarkan hasil pemodelan jaringan pada proses dalam butir 4.6. b. Menentukan
kebutuhan
tambahan
elemen
jaringan
dengan
mengasumsikan bahwa akan dibangun dan direalisasikan setiap tahun sesuai dengan perkembangan demand dan trafik di masa mendatang sesuai dengan hasil prediksi.
5.8
Melakukan perhitungan biaya investasi yang diperlukan untuk membangun model jaringan. a. Menentukan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk membangun dan merealisasikan elemen jaringan yang telah ditetapkan pada proses dalam butir 4.7. Penentuan besarnya biaya investasi dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1)
Melakukan perkalian antara jumlah elemen jaringan dengan harga satuan elemen jaringan sebagai dasar dalam menghitung biaya investasi model jaringan yang lengkap.
Halaman 42 dari 47
Investasi NE i t = Q’ty NE i * Unit Price NEi t …………….(1) dimana : Investasi NEi t : besarnya investasi elemen jaringan i pada tahun ke t : jumlah elemen jaringan tiap tahun Q’ty NEi Unit Price NEi t : harga satuan elemen jaringan i pada tahun ke t
2)
Menggunakan harga perubahan setiap tahun dari elemen jaringan sebagai dasar penentuan biaya investasi dimasa mendatang.
b. Menghitung biaya investasi tambahan dengan formula sebagai berikut : Investasi Tambahan NE i t = ∆ Q’ty NE i * Unit Price NEi t Unit Price NEi t + 1 = Unit Price NEi t * ( 1 + ∆ Unit Price ) ……( 2 ) dimana : Investasi Tambahan NEi t : besarnya investasi tambahan elemen jaringan i pada tahun ke t ∆ Q’ty NEi : tambahan jumlah elemen jaringan tiap tahun : harga satuan elemen jaringan i pada Unit Price NEi t tahun ke t Unit Price NEi t + 1 : harga satuan elemen jaringan i pada tahun ke t + 1 ∆ Unit Price : perubahan harga satuan elemen jaringan i tiap tahun 5.9
Melakukan perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan pada setiap elemen jaringan Menghitung besarnya biaya operasi selama satu tahun untuk setiap elemen jaringan dihitung dengan formula sebagai berikut :
Halaman 43 dari 47
O & M NEi t = % O&M NE i t * Investasi NEi
…………………………( 3 )
% O&M NE i t + 1 = % O&M NE i t ( 1 + ∆ O&M NE i ) ………………..…… ( 4 ) dimana : O & M NEi t % O&M NE i t Investasi NEi % O&M NE i t + 1 ∆ O&M NE i
5.10
: biaya operasi dan pemeliharaan dari elemen jaringan i pada tahun ke t : nilai persentase biaya operasi dan pemeliharaan terhadap biaya investasi elemen jaringan i pada tahun ke t : besarnya investasi tambahan elemen jaringan i pada tahun ke t : nilai persentase biaya operasi dan pemeliharaan terhadap biaya investasi elemen jaringan i pada tahun ke t + 1 : perubahan biaya operasi dan pemeliharaan selama satu tahun untuk elemen jaringan i.
Melakukan perhitungan biaya pengembalian investasi (return on investment ) pada setiap elemen jaringan Menghitung biaya pengembalian investasi pada setiap elemen jaringan dengan mengalikan biaya investasi elemen jaringan dengan
WACC,
dengan formula sebagai berikut : ROI NE-i = WACC * Investasi NE-i …………………………………… ( 5 ) dimana : ROI NE-i
:
WACC : Investasi NE-i :
Biaya pengembalian investasi / return on investment dari elemen jaringan i. weighted average cost of capital (WACC), biaya investasi dari elemen jaringan i
Halaman 44 dari 47
5.11
Melakukan perhitungan biaya depresiasi dan amortisasi pada setiap elemen jaringan Menghitung biaya depresiasi dan amortisasi dengan menggunakan umur ekonomis dari masing-masing elemen jaringan dengan menggunakan metode perhitungan garis lurus (straight line method). Depresiasi t =
InvestasiNE-i i=a
∑t
.......................................................... ( 6 )
i
i=1
dimana: Investasi NE-i : t : a :
5.12
biaya investasi dari elemen jaringan i tahun perhitungan umur ekonomis
Melakukan perhitungan biaya total elemen jaringan setiap tahun Melakukan perhitungan biaya total elemen jaringan dengan formula sebagai berikut : BT NE-i
= O & M NEi t + ROI NE-i
+ Depresiasi …………………… ( 7 )
dimana :
5.13
BT NE-i O & M NEi t
: :
ROI NE-i
:
Depresiasi
:
biaya total elemen jaringan i selama satu tahun biaya operasi dan pemeliharaan dari elemen jaringan i selama satu tahun biaya pengembalian investasi / return on investment dari elemen jaringan i. biaya depresiasi dan amortiasi dari elemen jaringan i
Melakukan perhitungan total biaya setiap Layanan setiap tahun Melakukan perhitungan biaya total dari setiap jasa layanan setiap tahun dihitung dengan mempertimbangkan routing factor dari setiap jasa
Halaman 45 dari 47
layanan dan besar biaya total dari elemen jaringan secara menyeluruh, dengan formula sebagai berikut :
i=n
BTJasa-j =
∑ RF
ji
* BT NE-i
…………………………………………( 8 )
1
dimana : BTJasa-j RFj i BT NE-i
5.14
: biaya total layanan ke-j setiap tahun : routing factor dari layanan j pada network elemen ke i : biaya total elemen jaringan i selama satu tahun
Melakukan perhitungan biaya Mark-Up Perhitungan biaya mark-up dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Menghitung seluruh biaya yang dikategorikan sebagai common cost dan overhead cost. b. Membebankan biaya common cost dan overhead cost kepada layanan interkoneksi, retail (on-net) dan lainnya. Yang dimaksud dengan layanan lain-lainnya antara lain: 1) Penyediaan jaringan dan atau jasa di luar layanan interkoneksi dan layanan retail, seperti penyediaan layanan pelanggan, sirkit sewa dan layanan kolokasi; 2) Penyediaan layanan untuk penyelenggara jasa internet.
c. Menghitung persentase mark-up yang direncanakan dengan membagi common cost dan overhead cost dengan total biaya setiap layanan. d. Regulator melakukan uji mark-up yang diajukan oleh penyelenggara telekomunikasi.
Halaman 46 dari 47
5.15
Melakukan perhitungan biaya setiap layanan interkoneksi Melakukan perhitungan biaya setiap layanan interkoneksi dengan mempertimbangkan total biaya selama satu tahun dan total trafik dari layanan tersebut selama satu tahun dengan formula sebagai berikut : Bjasa j = TBJasa-j / Trafik jasa j
………………………………………… ( 9 )
dimana : Bjasa j : Biaya layanan j TBJasa-j : biaya total layanan ke-j setiap tahun Trafik jasa j : Total trafik dari layanan j setiap tahun 5.16
Melakukan Perhitungan Biaya Setiap Layanan Interkoneksi + Markup Melakukan perhitungan biaya setiap layanan interkoneksi + mark-up dengan formula sebagai berikut : Tarif Jasa j = Bjasa j * ( 1 + Mark up ). ………………………………… ( 10 ) dimana : Tarifjasa j TBJasa-j Mark up
6.
: Besarnya hasil perhitungan tarif untuk layanan j : Biaya total layanan ke j setiap tahun : Nilai besaran biaya mark-up
PENUTUP Ketentuan teknis yang terdiri dari buku panduan (manual books) dan perangkat lunak (software) model perhitungan biaya interkoneksi ini, ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Ditetapkan di
:
Pada tanggal
:
JAKARTA Pebruari 2006
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN A. DJALIL
Halaman 47 dari 47
LAMPIRAN 2 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN IFORMATIKA NOMOR
:
TANGGAL :
/Per/M.KOMINF/02/2006 Pebruari 2006
METODE PENGALOKASIAN BIAYA DAN LAPORAN FINANSIAL KEPADA REGULATOR
DAFTAR ISI 1.
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Tujuan dari Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator dan Sasaran dari Panduan mengenai Tata Cara Pengalokasian Biaya dan Pelaporan Keuangan ................................. 1 1.2 Penerapan .......................................................................................... 2
2.
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... 3
3.
PRINSIP DAN METODE............................................................................. 4 3.1 Dasar Penyiapan Pelaporan dan Pengalokasian Biaya ...................... 4 3.2 Format................................................................................................. 4
4.
DAFTAR PERKIRAAN (CHART OF ACCOUNT) ...................................... 5 4.1 Tata Cara Penyusunan Daftar Perkiraan ............................................ 5 4.2 Tata Cara Penyesuaian Daftar Perkiraan ......................................... 21 4.3 Pemisahan Akuntansi (Accounting Separation) ................................ 22
5.
METODOLOGI PENGALOKASIAN BIAYA (COST ALLOCATION METHOD) ................................................................................................. 25 5.1 Prinsip Pengalokasian Biaya............................................................. 25 5.2 Metodologi Pengalokasian Biaya ...................................................... 27 5.3 Pengalokasian dari Opex dan Capex................................................ 28 5.4 Kelompok Biaya (Cost Pool Groups)................................................. 31
Halaman i dari ii
5.5 Tata Cara Penghubungan Biaya ....................................................... 32 5.6 Alokasi dari Elemen jaringan ke jasa atau Layanan.......................... 33 5.7 Perpindahan beban biaya (Transfer Charges) .................................. 33 5.8 Biaya Modal (Cost of Capital) ........................................................... 34 6.
SISTEM PELAPORAN ............................................................................. 35 6.1 Laporan Keuangan Regulator (Regulatory Financial Report) ........... 35 6.2 Kebutuhan Informasi Lebih Lanjut .................................................... 54
7.
HUBUNGAN METODE PENGALOKASIAN BIAYA DAN LAPORAN FINANSIAL KEPADA REGULATOR DENGAN FORMULA PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI................................................ 55 7.1 Pendahuluan ..................................................................................... 55 7.2. Penyesuaian CCA dan Metode Valuasi ............................................ 55 7.3 Perhitungan dalam Penyesuaian CCA.............................................. 57 7.4 Long Run Incremental Cost (LRIC) ................................................... 59
8.
PROSEDUR ADMINISTRATIF ................................................................. 64 8.1 Kerahasiaan...................................................................................... 64 8.2 Penyimpanan Dokumen.................................................................... 64 8.3 Persyaratan Audit.............................................................................. 64
Halaman ii dari ii
1.
PENDAHULUAN Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator merupakan panduan mengenai tata cara pengalokasian biaya dan pelaporan
keuangan
kepada
regulator,
dimana
penyelenggara
telekomunikasi yang menyediakan layanan interkoneksi, wajib memenuhi ketentuan tersebut dalam rangka memenuhi tujuan regulasi. Penyelenggara Telekomunikasi tersebut di atas, wajib menerapkan metode pengalokasian biaya dan metode pelaporan keuangan kepada regulator (Regulatory Financial Statement) yang selanjutnya disebut RFS wajib dilaporkan setiap tahun kepada BRTI. 1.1
Tujuan dari Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator dan Sasaran dari Panduan mengenai Tata Cara Pengalokasian Biaya dan Pelaporan Keuangan a. Memberikan keuntungan bagi konsumen dari layanan yang baik dan kompetitif; b. Mendorong penyelenggara telekomunikasi untuk menambah akses sesuai kebutuhan pasar (demand); c. Menciptakan industri telekomunikasi yang efisien dan kompetitif; d. Mencegah penyelenggara telekomunikasi agar tidak melakukan perilaku anti kompetisi; e. Mencegah penyelenggara telekomunikasi agar tidak melakukan diskriminasi; f. Mendorong penetapan biaya interkoneksi dan tarif pungut yang berbasis biaya;
Halaman 1 dari 66
g. Memberikan transparan
kerangka dan
dasar
konsisten
untuk dalam
pendekatan memonitor
yang kinerja
penyelenggara telekomunikasi. 1.2
Penerapan Untuk
tahap
awal,
penyelenggara
telekomunikasi
wajib
menyerahkan RFS yang disusun berdasarkan data keuangan tahun 2005 kepada BRTI dan diserahkan paling lambat tanggal 30 September 2006. RFS untuk tahun berikutnya diserahkan paling lambat setiap tanggal 30 September yang disusun berdasarkan Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator dalam lampiran ini.
Halaman 2 dari 66
2.
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan BRTI Capex CARM CVR DGPT DLRIC EPMU FCM FTNS FWA GRC MEA NRC OCM Opex RFR RFS WACC WL
Arti Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Capital expenditure Cost Allocation and Reporting Manual Cost Volume Relationship Director General of Post & Telecommunications Distributed Long Run Incremental Cost Equi-Proportionate Mark Up Financial Capital Maintenance Fixed Network Telecommunications Network comprising WL and FWA Fixed Wireless Access Gross Replacement Cost Modern Equivalent Aset Net Replacement Cost Operational Capital Maintenance Operating expenses Regulatory Financial Reports Regulatory Financial Statements Weighted Average Cost of Capital Wire-line
-
Halaman 3 dari 66
3.
PRINSIP DAN METODE Data keuangan yang dilaporkan harus sesuai dengan ketentuan pengalokasian
biaya
sebagaimana
tercantum
dalam
Metode
Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator ini, dan tidak merupakan laporan keuangan yang disusun dengan basis konsolidasi. Penyelenggara telekomunikasi yang menyelenggarakan layanan yang berbeda dengan izin yang berbeda wajib memisahkan pembukuannya termasuk pemisahan identifikasi aset, pendapatan, dan biaya. 3.1
Dasar Penyiapan Pelaporan dan Pengalokasian Biaya Dasar penyiapan pelaporan dan Pengalokasian Biaya dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Mencatat biaya historis berdasarkan akumulasinya; b. Mencatat perolehan aset yang berasal dari pinjaman dan harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia; c. Semua satuan uang (Currency) harus menggunakan mata uang Rupiah dengan pembulatan dalam jutaan Rupiah.
3.2
Format Semua dokumen harus dibuat secara tertulis dan disahkan oleh direksi yang memiliki kewenangan, sedangkan untuk dokumen softcopy harus dibuat dalam format Microsoft Excel.
Halaman 4 dari 66
4.
DAFTAR PERKIRAAN (CHART OF ACCOUNT) 4.1 Tata Cara Penyusunan Daftar Perkiraan Daftar perkiraan atau Chart of Account yang selanjutnya disebut COA merupakan sistem pencatatan informasi akuntansi yang digunakan untuk keperluan laporan keuangan kepada BRTI. Tata cara pengelompokan COA sesuai dengan kebiasaan yang lazim kecuali kelompok aktiva dan biaya yang berkaitan dengan karakteristik dari industri telekomunikasi. Dalam penyusunan COA harus
sesuai ketentuan Peraturan
Menteri ini, apabila penyelenggara memiliki sistem COA yang berbeda, maka dalam penyusunan laporan kepada regulator operator
harus
menyediakan
petunjuk
memungkinkan COA yang dilaporkan
manual
yang
dapat ditelusuri ke COA
operator. Ketentuan penomoran yang digunakan dalam daftar perkiraan terdiri dari 5 digit kode “xx- -xxx” yang dibagi kedalam dua bagian: a.
Kode pertama – judul rekening (Accounts) keuangan (kelompok biaya);
b.
Kode kedua – Rekening (Accounts) yang berdiri sendiri.
Struktur daftar perkiraan untuk akuntansi keuangan disusun berdasarkan kategori sebagai berikut : Kode Pertama 01 02 03 04 05 06 07 08
Judul Akuntansi Keuangan Aktiva lancar (Current Assets) Aktiva tidak lancar (Non Current Assets) Utang lancar (Current Liabilities) Utang tidak Lancar (Non Current Liabilities) Modal (Equity) Pendapatan (Revenue) Biaya penjualan Langsung (Direct Cost of Sales) Biaya jaringan (Network Costs)
Halaman 5 dari 66
09 10 11 12 13
Sales & Marketing (Sales and Marketing) Biaya Umum dan Administrasi (General and Administration) Penyusutan dan Amortisasi (Depreciation & Amortisation) Pendapatan dan pengeluaran bukan operasi (Non-Operating Income and Expenditure) Pajak Penghasilan (Income Tax)
Sedangkan untuk kode kedua merupakan penjabaran lebih detail dari kelompok akuntansi kode pertama. COA standar untuk perhitungan biaya interkoneksi yang harus dipenuhi setiap penyelenggara adalah sebagai berikut :
Halaman 6 dari 66
Struktur Daftar Perkiraan Kode Pertama
Kode Kedua
(Current Assets)
Aktiva lancar Kas pada Rekening Bank Kas pada Perusahaan Deposito pada bank Investasi jangka pendek (maksimal 1 tahun) seperti saham, obligasi,dan lainnya serta merupakan alternatif investasi sementara
1 1 1
001 002 003
Cash in bank Cash on hand Short term deposits
1
004
Short term investments
1
101
Accounts receivable
1
102
Amounts due from affiliates
1
103
Other receivables
1
104
Provision for non recoverable accounts Prepaid expenses
1
105
1
106
Prepaid taxes
1 1 1
201 202 203
Inventories for resale Inventories for repairs and maintenance Other Inventories
204
Provision for stock obsolecense
300
Others
1
Penjelasan
Daftar Perkiraan
Piutang usaha yang harus diterima dalam waktu 1 tahun Piutang usaha dari pihak afiliasi (pihak yang mempunyai hubungan istimewa) Piutang lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan usaha termasuk dari afiliasi Bagian piutang yang diragukan penerimaannya beban dibayar dimuka, diamortisasi sesuai masa manfaatnya dengan menggunakan metode garis lurus. pajak-pajak yang dibayar dimuka Persediaan untuk penjualan Persediaan sparepart untuk perbaikan dan pemeliharaan Persediaan lainnya Cadangan penghapusan persedian untuk mengantisipasi penurunan nilai karena menjadi ketinggalan, perubahan teknologi, atau tidak terpakai lagi Aktiva lancar Lainnya yang tidak termasuk aktiva lancar diatas seperti dana yang dibatasi penggunaannya dan lainlain
Halaman 7 dari 66
Non - Current Assets Land & Buildings 2
201
Land
2 2
202 203
Buildings - Administrative Buildings - Network
2
204
Buildings - Other
2
205
2
211
2
212
2
213
Tandem switches
2
214
Trunk switches
2
215
International gateway switches
2
216 217
Intelligent Network equipment Signalling equipment (STP/SCP)
2
221
Infrastructure Copper
2
222
Fibre cable
Leasehold improvements Fixed Switching Equipment Remote Subscriber Units (RSU)
Local switches
Aktiva tidak lancar Tanah dan Gedung Tanah yang digunakan untuk gedung, tower, sarana penunjang, dan lainnya Gedung untuk alokasi kegiatan administrasi Gedung untuk alokasi jaringan telekomunikasi Gedung untuk alokasi lainnya, di luar kegiatan administrasi dan jaringan Biaya renovasi yang dikapitalisasi Peralatan Sentral untuk Penyelenggara Jaringan Tetap Peralatan RSU dan pusat pengoperasian jaringan sampai Main Distribution Frame (MDF) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan sentral lokal dan pusat pengoperasian jaringan sampai Main Distribution Frame (MDF) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan Sentral Tandem dan pusat pengoperasian jaringan sampai Digital Distribution Frame (DDF) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan Sentral Trunk dan pusat pengoperasian jaringan sampai Digital Distribution Frame (DDF) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan Sentral gateway internasional dan pusat pengoperasian jaringan sampai Digital Distribution Frame (DDF) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan untuk kebutuhan Inteligent Network Peralatan untuk kebutuhan signaling Infrastruktur kabel tembaga yang digunakan untuk jaringan lokal Jaringan kabel Serat Optik baik untuk jaringan lokal maupun untuk jaringan jarak jauh
Halaman 8 dari 66
2 2 2 2
223 224 225 226
Duct, trench and manholes Submarine cable Masts and towers Cabinets
2
227
Exchange Main Distribution Frames Transmission Equipment
2
231
Optical PDH equipment
2
232
Optical SDH equipment
2
233
2
234
Microwave PDH equipment
2
235
Microwave SDH equipment
2
236
xDSL transmission equipment
2
237
Satellite transmission systems
2
238
Submarine transmission systems
2
239
Transmission distribution frames
2
240
Digital cross connects
2
241
Other transmission equipment
Optical Dense Widelength Division Multiflexing (DWDM) equipment
Data and leased lines equipment 2
251
IP equipment
2
252
Asynchronous Transfer Mode (ATM) equipment
Sarana penggelaran dan pemeliharaan kabel Jaringan Kabel Laut termasuk landing point Menara transmisi untuk pemasangan antena microwave Kabinet untuk penempatan modul-modul perangkat Peralatan Main Distribution Frames, untuk menghubungan ke jaringan kabel primer Peralatan Transmisi Peralatan transmisi optik PDH, termasuk line terminal equipment (LTE) dan multiplex dengan standar PDH Peralatan transmisi optik SDH, termasuk line terminal equipment (LTE) dan multiplex dengan standar SDH Peralatan transmisi optik DWDM, termasuk line terminal equipment (LTE) dan multiplex dengan standar SDH Peralatan transmisi radio PDH, termasuk antena, peralatan radio microwave dan multiplex dengan standar PDH Peralatan transmisi radio SDH, termasuk antena, peralatan radio microwave dan multiplex dengan standar SDH Peralatan transmisi xDSL, termasuk peralatan modem di sentral dan pelanggan Sistem transmisi satelit termasuk stasiun bumi, antena, dan alat komunikasi lainnya untuk satelit domestik Sistem transmisi kabel laut termasuk kabel serat optik bawah laut dan kabel tanam langsung (direct buried) menuju landing point Frame distribusi untuk menyambungkan saluran transmisi dengan kapasitas 2 Mbps dan diatasnya Peralatan transmisi pada standar SDH untuk sambungan digital Peralatan transmisi lainnya yang digunakan untuk menyalurkan trafik Peralatan untuk Data dan Lease Lines Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan IP termasuk server, router, dan lainnya Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan ATM
Halaman 9 dari 66
2 2 2
253 254 255
Frame relay equipment X25 equipment Leased lines equipment International equipment
2
261
Cable landing stations
2
262
Earth stations
2
263
International transmission systems
2
264
Indefeasible Right of use (IRUs) Other international equipment
2
265
2
271
2
272
Network support equipment Network management systems switching Network management systems transmission Network management systems - other
2 2
281 282
2
291
2 2 2
292 293 294
2 2 2
301 302 303
Test equipment Network power equipment Other equipment Customer Premises Equipment (CPE) Public payphone equipment Telex equipment Directory enquiry services equipment Mobile/FWA switching equipment Tranceiver units (TRX) Base Transceiver system (BTS) Base station controllers (BSC)
Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan frame relay Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan x25 Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan lease line Peralatan jaringan Internasional Cable landing stations yang digunakan untuk operasi jaringan internasional Peralatan stasiun bumi untuk transmisi satelit untuk hubungan internasional Sistem transmisi internasional termasuk jaringan kabel laut bawah tanah dan jaringan satelit Hak penggunaan transmisi internasional Peralatan internasional lainnya tetapi tidak termasuk peralatan satelit dan kabel bawah laut, termasuk peralatan switching, stasiun radio internasional, fasilitas pendukung dan peralatan manajemen jaringan Peralatan Pendukung untuk jaringan Sistem manajemen jaringan untuk memonitor performansi sentral Sistem manajemen jaringan untuk memonitor performansi transmisi Sistem manajemen jaringan untuk memonitor performansi jaringan lainnya Peralatan untuk pengujian swicth, transmisi dan lainnya Peralatan catu daya untuk elemen jaringan Peralatan Lainnya Peralatan untuk layanan konsumen termasuk terminal pelanggan dan lainya Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan telepon umum Peralatan yang digunakan untuk kebutuhan telex Peralatan yang digunakan untuk akses layanan direktori Peralatan untuk Sentral selular / FWA Peralatan TRX berisi transmiter dan receiver Perangkat BTS tetapi tidak termasuk TRX Peralatan BSC termasuk TRAU,basic rack dan extension rack
Halaman 10 dari 66
2
304
Mobile switching centres (MSC)
2
305
2
306
Gateway mobile switching centres (GMSC) Home location registers (HLR)
2
307
Visitor location register (VLR)
2 2
308 309
Equipment identity registers (EIR) Voicemail platforms (VMS)
2
310
SMSC
2 2 2 2 2
311 312 313 314 315
2 2 2 2 2
321 322 323 324 325
2
326
IT hardware
2
327
PCs and peripherals
Prepaid IN platform Other mobile IN platform GPRS Systems MMS Systems WAP Platform IT equipment Retail billing systems Interconnect billing systems Call centre equipment Provisioning system Customer care system
General equipment 2
331
Furniture and fixtures
2
332
Office plant and equipment
Peralatan sentral mobile dan pusat pengoperasian jaringan sampai Digital Distribution Frame (DDF) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan gateway MSC yang berfungsi untuk mennghubungkan ke jaringan lain Peralatan HLR yang berisi database informasi pelanggan Peralatan VLR yang berisi informasi pelanggan yang melakukan roaming Peralatan EIR Peralatan VMS yang berisi server untuk voice mail Peralatan SMS center untuk melayani pengiriman dan penerimaan pesan singkat Peralatan untuk kebutuhan prepaid IN Peralatan untuk kebutuhan mobile IN lainnya Peralatan untuk kebutuhan Sistem GPRS Peralatan untuk kebutuhan Sistem MMS Peralatan untuk kebutuhan WAP Peralatan IT Sistem IT untuk pengolahan biling retail Sistem IT untuk pengolahan billing interkoneksi Peralatan call center untuk pelayanan kepada pelanggan Cadangan perlengkapan untuk kebutuhan IT Sistem IT untuk pelayanan pelanggan Peralatan hardware IT untuk menujang pengoperasian jaringan Komputer dan peralatan lainnya yang mendukung untuk kebutuhan sistem informasi perusahaan Peralatan Umum Peralatan mebel-mebel kantor seperti meja, kursi, lemari arsip, dan lainnya Peralatan dan perlengkapan kantor seperti mesin potocopy, mesin fax, telepon, dan lainnya
Halaman 11 dari 66
2
333
Motor vehicles
2
401
Capital work in progress Capital work in progress
2
500
Others
Kendaraan bermotor baik untuk pengoperasian jaringan maupun untuk kebutuhan administrasi Pekerjaan dalam kontruksi Aset yang masih dalam konstruksi Aktiva tidak lancar lainnya yang belum tercakup, diantaranya biaya riset yang dikapitalisasi atau security deposit
Mobile Satellite switching equipment 2
601
Traffic Channel Equipment (TCE)
2
602
Gateway Station Controller (GSC)
2
603
Mobile Switching Center (MSC)
2
604
Network Controll Center (NCC)
2
605
Voicemail platforms (VMS)
2
606
Mediation Device (MD)
2
607
2
608
Interconnect Billing (IBIL) Mobile Satellite Transmission equipment Satellite (SAT)
2
609
Antenna Sub-system (ANT)
Peralatan ini berisi peralatan kanalisasi (TCE), sinkronisasi (Network Synchronization Sub-system NSS) dan komunikasi antar station (Inter Station Comonucation Sub-System ICS) Perangkat GSC berisi peralatan pengontrol TCE Peralatan sentral mobile dan pusat pengoperasian jaringan sampai Digital Distribution Frame (DDF) termasuk peralatan data base pelanggan : HLR dan VLR dan data base perangkat (Equipment Identity Register - EIR) tetapi tidak termasuk terminal dari kabel-kabel luar Peralatan pusat pengontrol call set-up termasuk perangkat SCF (Satellite Control Facility) Peralatan VMS yang berisi server untuk voice mail Peralatan interface antara MSC dengan Billing System untuk kebutuhan call data record panggilan termasuk prepaid platform Peralatan Billing interkoneksi antar penyelenggara Peralatan untuk transmisi mobile satellite Satelit Garuda Perangkat antena stasiun bumi termasuk Radio Frequency Sub-system (RFS)
Halaman 12 dari 66
Current Liabilities
3
001
Bank overdraft
3
002
Current maturities of long-term liabilities
3
003
3
004
Taxes Payable
3
005
Amounts due to affiliates
3
006
Short term borrowing's
3
007
Capitalised lease liabilities
3
008
Deferred income
3
009
Provision for profits tax
3
010
Provision for dividends
3
011
Provision for employee entitlements
3
012
Others
Customer deposits
Hutang Lancar
Hutang kepada bank akibat transaksi melebihi batas saldo pada rekening overdraft Hutang jangka panjang yang sudah jatuh tempo Uang muka dan jaminan yang diterima dari pelanggan untuk pembelian jasa dan jaminan deposito yang diterima dari pemasok untuk kontrak-kontrak pengadaan. Pajak-pajak yang terhutang yang harus dibayar hutang jangka pendek kepada pihak afiliasi (pihak yang mempunyai hubungan istimewa) hutang jangka pendek yang harus dibayar dalam waktu 12 bulan hutang terhadap penyewaan aset dari pihak lain yang harus dibayar dalam waktu 12 bulan Pendapatan yang diterima dimuka baik dari pelanggan maupun pihak lainnya kewajiban pajak pendapatan termasuk Pajak Penghasilan Karyawan (PPh 21), pembayaran dividens yang telah diumumkan dan harus dibayar dalam waktu 12 bulan hutang gaji karyawan termasuk dana pensiun yang harus dibayar dalam waktu 12 bulan Hutang lancar lainnya diluar hutang usaha
Halaman 13 dari 66
Non-Current Liabilities 4
001
Creditors
4
002
Amounts due to affiliates
4
003
Long term borrowing's
4
004
Capitalised lease liabilities
4
005
Provision for deferred tax
4
006
Provision for employee entitlements
4
007
Others Shareholders' Funds
5
001
Share capital
5
002
Asset revaluation reserve
5
003
Share premium reserve
5
004
Capital reserve
5
005
Other reserves
5
006
Retained earnings
5
007
Minority interest
Hutang Tidak Lancar Kredit jangka panjang kepada pemasok hutang jangka panjang kepada pihak afiliasi (pihak yang mempunyai hubungan istimewa) Hutang jangka panjang yang telah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun hutang terhadap penyewaan asset dari pihak lain setelah dikurangi hutang aset yang yang harus dibayar dalam satu tahun Pajak yang ditangguhkan hutang karyawan yang pembayarannya ditangguhkan menyangkut pembayaran untuk dana pensiun, penghargaan masa kerja, dan lainnya Hutang lainnya yang tidak tercakup diatas termasuk hutang akuisisi anak perusahaan dan lain-lain Ekuitas modal yang disetor oleh pemegang saham biasanya dalam bentuk saham yang dikeluarkan dalam nilai nominal niai yang diperoleh dari adanya penyesuaian dari revaluasi asset tambahan modal disetor yang diperoleh dari hasil penjualan saham tambahan modal yang merupakan selisih dari transaksi resrtukturisasi, yaitu selisih antara jumlah yang dibayar dan diterima dari aktiva bersih yang diperoleh atau nilai buku penyertaan yang dijual tambahan yang berasal dari selisih transaksi lainnya seperti transaksi perubahan ekuitas, perubahan kurs dalam pelaporan keuangan, dan lainnya bagian laba yang tidak dibagikan bagian dari kekayaan bersih yang tidak dimilliki oleh pemegang saham yang mengontrol
Halaman 14 dari 66
Revenue
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
201 202 203 204 205 106 207 208 209 210 211 212 213
Retail services-residential customers Local call revenue National call revenue International call revenue International roaming Calls to mobile Calls to satellite Other call revenue Operator assist Connection charges Administration services Line rentals Network access Leased circuits Data services Retail services-business customers Local call revenue National call revenue International call revenue International roaming Calls to mobile Calls to satellite Other call revenue Operator assist Connection charges Administration services Line rentals Network access Leased circuits
Pendapatan Pendapatan retail dari pelanggan perorangan Pendapatan retail dari panggilan lokal Pendapatan retail dari panggilan jarak jauh Pendapatan retail dari panggilan internasional Pendapatan retail dari roaming internasional Pendapatan retail dari panggilan selular Pendapatan retail dari panggilan satelit Pendapatan retail dari panggilan lainnya Pendapatan retail dari operator pembantu Pendapatan retail dari biaya akses Pendapatan retail dari abonemen Pendapatan retail dari sewa Pendapatan retail dari jaringan akses Pendapatan retail dari sewa sirkit Pendapatan retail dari layanan data Pendapatan retail dari pelanggan korporat Pendapatan dari panggilan lokal Pendapatan dari panggilan jarak jauh Pendapatan dari panggilan internasional Pendapatan dari roaming internasional Pendapatan dari panggilan selular Pendapatan retail dari panggilan satelit Pendapatan dari panggilan lainnya Pendapatan dari operator pembantu Pendapatan dari biaya akses Pendapatan dari biaya langganan bulanan Pendapatan dari sewa Pendapatan dari jaringan akses Pendapatan dari sewa sirkit
Halaman 15 dari 66
6
214
6 6
301 302
Data services Retail services-other Payphones USC
6
303
Other
6
401
6
402
6
403
6
404
6
405
6
406
6
407
6
408
6
409
6
410
6
411
6
412
6
413
6
414
Wholesale services Interconnect charges - Local (OLO fixed) Interconnect charges - Local (OLO FWA) Interconnect charges - Local (OLO mobile) Interconnect charges - Local (OLO satellite) Interconnect charges - Long distance (OLO fixed) Interconnect charges - Long distance (OLO FWA) Interconnect charges - Long distance (OLO mobile) Interconnect charges - Long distance (OLO satellite) Interconnect charges - Transit Interconnect charges - SMS (OLO FWA) Interconnect charges - SMS (OLO mobile) Interconnect charges - SMS (OLO satellite) Interconnect charges - MMS and data (OLO FWA) Interconnect charges - MMS and data (OLO mobile)
Pendapatan dari layanan data Pendapatan retail Lainnya Pendapatan dari telepon umum Pendapatan dari USC Pendapatan retail lainnya yang berasal dari pelanggan perorangan dan korporat Pendapatan dari Layanan Wholesale pendapatan interkoneksi lokal dari OLO fixed pendapatan interkoneksi lokal dari OLO FWA pendapatan interkoneksi lokal dari OLO mobile pendapatan interkoneksi lokal dari OLO satelit pendapatan interkoneksi jarak jauh dari OLO fixed pendapatan interkoneksi jarak jauh dari OLO FWA pendapatan interkoneksi jarak jauh dari OLO mobile pendapatan interkoneksi jarak jauh dari OLO satelit pendapatan interkoneksi transit pendapatan interkoneksi SMS dari OLO FWA pendapatan interkoneksi SMS dari OLO mobile pendapatan interkoneksi SMS dari OLO satelit pendapatan interkoneksi MMS dari OLO FWA pendapatan interkoneksi MMS dari OLO mobile
Halaman 16 dari 66
pendapatan interkoneksi MMS dari OLO satelit
416 417 418 419
Interconnect charges - MMS and data (OLO satellite) CPS access charges International interconnect charges Leased circuits charges International leased circuits charges
6
501
Unregulated services Product sales
6
502
CPE lease income
6 6 6 6
503 504 505 506
Directory services Content Other non telecommunications services Other services
Pendapatan Layanan Lainnya pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk Pendapatan yang diperoleh dari sewa Customer Premises Equipment (CPE) pendapatan dari akses ke layanan direktori pendapatan dari layanan kontent pendapatan dari layanan non telekomunikasi lainnya layanan lainnya yang tidak tercantum diatas
6
415
6 6 6 6
Direct Cost of Sales 7
101
PSTS interconnect
7
102
MCTS interconnect
7
103
MSTS interconnect
7
104
International termination charges
7
105
International roaming charges
7 7 7 7 7
106 107 108 109 110
Net handset subsidisation Product maintenance Product purchases Directory services Content
pendapatan dari biaya akses CPS pendapatan interkoneksi sambungan internasional pendapatan yang diperoleh dari penyewaan sirkit domestik pendapatan sewa sirkit internasional
Biaya Langsung Penjualan biaya yang terjadi untuk penyelenggaraan interkoneksi Public Switched Telecommunications Services (PSTS) biaya yang terjadi untuk penyelenggaraan interkoneksi Mobile Cellular Telecommunications Services (MCTS) biaya yang terjadi untuk penyelenggaraan interkoneksi Mobile Satellite Telecommunications Services (MSTS) biaya yang terjadi untuk pengadaan layanan terminasi internasional biaya yang terjadi untuk penyelenggaraan layanan internasional roaming biaya yang terjadi karena tambahan handset biaya untuk pemeliharaan produk biaya untuk pembelian produk biaya yang terjadi untuk akses ke layanan direktori biaya yang terjadi untuk pengadaan jasa kontent
Halaman 17 dari 66
7
111
Other
biaya langsung lainnya yang tidak termasuk diatas
Network Costs
Biaya Jaringan
8
201
Maintenance - Direct labour
8
202
Maintenance - Direct labour on costs
8
203
8 8 8
204 205 206
Maintenance - Vehicles Maintenance - Subcontract Lease assets
8
207
Licence fees
8
208
Spectrum Utilisation Fees
8
209
USC (universal service charges)
8
210
Electricity
8
211
Other
Maintenance – Materials
Sales & Marketing 9 9 9
701 702 703
Bad & doubtful debts Billing materials Credit card charges
9
704
Collateral & materials
9
705
Commissions
Biaya personil atau staff yang secara langsung terkait dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan Biaya personil yang dialokasikan secara langsung sesui biayanya seperti biaya pengawasan, Pensiun, cuti dan lainlain biaya material untuk pemeliharaan aset
biaya kendaraan untuk pemeliharaan aset biaya subkontrak untuk pemeliharaan aset biaya sewa asset yang dibayarkan setiap tahun Biaya-biaya yang dibayar untuk kepentingan lisensi penyelenggaraan ke pemerintah atau regulator, termasuk lisensi perangkat. biaya penggunaan spektrum Biaya-biaya yang terkait dengan biaya universal service charge Beban biaya akibat pemakaian listrik Biaya lainnya yang belum termasuk diatas seperti biaya gas dan air, dan lainnya Penjualan dan Pemasaran biaya tak tertagihkan dari pelanggan biaya untuk kegiatan proses billing biaya kredit card biaya yang terkait dengan biaya produksi dan percetakan bahan-bahan untuk mensupport penjualan seperti brosur, pamlet, dan lain-lain biaya komisi penjualan
Halaman 18 dari 66
9
706
Consultants
9
707
Direct labour
9
708
Direct labour on costs
9 9 9
709 710 711
Market research Sales office disbursements Office rental
9
712
Point of sale material
9 9 9 9 9
713 714 715 716 717
Postage Product advertising Product development Public relations Sponsorships
9
718
Travel & accomodation General & Administration
10 10 10 10 10 10 10
801 802 803 804 805 806 807
Accounting & audit Bank charges Borrowing costs Consultants Electricity Entertainment General office disbursements
10
808
Indirect labour
10
809
Indirect labour on costs
10
810
IT and office systems
biaya untuk pengadaan jasa konsultan gaji langsung bagian penjualan dan pemasaran termasuk gaji dan tunjangan lain-lain gaji langsung bagian penjualan dan pemasaran termasuk gaji dan tunjangan lain-lain biaya untuk kegiatan penelitian pasar biaya untuk pengadaan kantor pemasaran biaya sewa kantor untuk kegiatan penjualan dan pemasarang Biaya ini terkait dengan pengadaan bahan-bahan yang digunakan dalam display penjualan untuk mendorong terjadinya penjualan barang dan jasa biaya jasa pos biaya untuk pengadaan iklan biaya pengembangan produk biaya untuk kegiatan hubungan masyarakat biaya dalam kegiatan sponsor biaya perjalanan dan akomodasi untuk karyawan penjualan dan pemasaran Umum dan Administrasi biaya untuk proses akuntansi dan audit keuangan biaya bank diluar biaya bunga bank biaya yang terjadi dalam kegiatan pinjaman biaya pengadaan jasa konsultan biaya listrik yang tidak terkait langsung produksi biaya entertain biaya umum kantor termasuk biaya pajak gaji pegawai tidak langsung termasuk gaji dan tunjangan lainlain gaji pegawai tidak langsung termasuk gaji dan tunjangan lainlain biaya kantor dan pengadaan jasa IT
Halaman 19 dari 66
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
811 812 813 814 815 816 817 818 819 820
Insurance Legal Motor vehicles Office rental Printing & stationary Postage Recruitment costs Security Storage Telephone & communications
10
821
Training Cost
10
822
Travel & accomodation
Biaya asuransi biaya untuk proses legal biaya kendaraan yang tidak terkait langsung produksi biaya sewa untuk kebutuhan administrasi kantor biaya percetakan dan alat tulis biaya untuk jasa pos biaya untuk pengadaan karyawan biaya pengamanan biaya penyimpanan di gudang biaya atas pemakaian telepon dan komunikasi lainnya Biaya pelatihan diluar biaya pelatihan yang telah dibebankan pada kegiatan operasi biaya perjalanan dan akomodasi untuk karyawan yang tidak terkait langsung dengan produksi
11
101
Depreciation
11
102
Goodwill amortisation
11
103
Other intangibles
Depresiasi dan Amortisasi biaya depresiasi Aset Tetap yang lakukan sesuai umur ekonomis aset berdasarkan metode garis lurus biaya amortisasi goodwill disesuaikan dengan umur ekonomi assetnya berdasarkan metode garis lurus biaya amortisasi lainnya berdasarkan metode garis lurus
12 12 12 12 12 12
101 102 103 104 105 106
Non Operating Income & Expenditure Interest income Interest expense Settlement discounts Non operating income Non operating expenses Gain/loss on asset disposals
Pendapatan dan Biaya Lain-lain Pendapatan Bunga Bank dan Lembaga Keuangan Biaya bunga Pinjaman perolehan diskon dari hasil setlement pendapatan di luar usaha. pengeluaran non operasi keuntungan / kerugian dari penjualan aset
101
Income Tax Income tax expense
Pajak Pendapatan Pajak pendapatan dan penghasilan
Depreciation & Amortisation
13
Halaman 20 dari 66
4.2
Tata Cara Penyesuaian Daftar Perkiraan Dalam hal COA sebagaimana tercantum dalam butir 3.1 tidak sesuai dengan COA yang terdapat pada sistem pembukuan Penyelenggara
Telekomunikasi,
maka
harus
dilakukan
penyesuaian dengan cara sebagai berikut: a. Menggabungkan pencatatan keuangan yang telah dipisahkan dengan merujuk kepada klasifikasi dari COA yang bersesuaian. b. Dalam hal penyelenggara telekomunikasi tidak melakukan pencatatan
keuangan
yang
dipisah-pisahkan
maka
penyelenggara telekomunikasi harus menampilkan uraian dari perhitungan
pencatatan
keuangan
tersebut.
Pencatatan
perhitungan harus dilakukan dengan menampilkan historis dari biaya yang dicatatkan. Apabila penyelenggara telekomunikasi tidak dapat menguraikan perhitungan pencatatan keuangan maka pembagian biaya historis harus dilakukan dengan metoda
Current
Cost
Accounting
(CCA)
atau
Modern
Equivalent Aset valuations (MEA). Contoh untuk pembagian CCA sebagai berikut: Nilai Buku Aset X Elemen aset X-1 (sesuai COA) Elemen aset X-2 (sesuai COA) Elemen aset X-3 (sesuai COA)
115 Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Nilai CCA
Perhitungan
Nilai Proporsional (Apportioned)
140 20
(20/140)*115
16
80
(80/140)*115
66
40
(40/140)*115
33
Halaman 21 dari 66
c. Apabila pencatatan keuangan dilakukan untuk setiap biaya yang timbul dalam menggunakan aset yang berada dalam akses dan jaringan utama, maka pencatatan biaya tersebut harus
dilakukan
dengan
perhitungan,
yaitu
membagi
berdasarkan penggunaannya atau utilisasinya. 4.3
Pemisahan Akuntansi (Accounting Separation) Pemisahan
akuntansi
membagi
pencatatan
biaya
kepada
beberapa bagian berdasarkan jenis usaha yang terkait. Dalam hal ini, jenis usaha dibagi ke dalam usaha penyediaan layanan yang diregulasi dan yang tidak diregulasi. Selanjutnya jenis usaha penyediaan layanan tersebut di bagi ke dalam bisnis jaringan dan retail. Apabila diinginkan masing-masing pembagian tersebut dapat dibagi lagi ke dalam bagian yang lebih khusus, misalnya layanan jaringan dapat dibagi menjadi layanan jaringan akses dan layanan jaringan utama. Untuk keperluan pelaporan dalam Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator ini, maka penyelenggara yang memiliki satu izin atau lebih harus memenuhi format sebagai berikut: Fixed Wireline
Fixed Wireless Access
Mobile
Satellite
Bisnis jaringan (network business) Bisnis retail (retail business) Bisnis yang tidak diatur (unregulated business)
Halaman 22 dari 66
Dimana : Bisnis jaringan
:
seluruh kegiatan yang terkait langsung dengan penyediaan layanan jaringan.
Bisnis retail
:
seluruh kegiatan yang terkait dengan penyediaan layanan retail.
Bisnis yang tidak diatur :
seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penyediaan
suatu
layanan
yang
dilakukan di luar izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimiliki. Struktur pemisahan akuntansi secara detail wajib dipenuhi oleh penyelenggara telekomunikasi, sebagai berikut :
Halaman 23 dari 66
FIXED WIRELINE
FWA
MOBILE
SATELLITE
RETAIL
NETWORK
RETAIL
NETWORK
RETAIL
NETWORK
RETAIL
UNREGULA TED
TOTAL
NETWORK
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Fixed assets Working capital
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Capital Employed
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Returns Return on capital Return on revenue
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Revenue Retail Other opeators Transfer charges Costs Own costs Transfer charges
Profit
IS Reconciliation CCA Adjustments Goodwill amortisation Interest on long term loans Taxation Other
xxx xxx xxx xxx xxx
Net profit per statutory accounts
xxx
BS Reconciliation CCA Adjustments Other
xxx xxx
Net assets per statutory accounts
xxx
Notes (1) These should net to zero
Halaman 24 dari 66
(1)
(1)
5.
METODOLOGI PENGALOKASIAN ALLOCATION METHOD) 5.1
BIAYA
(COST
Prinsip Pengalokasian Biaya a. Tujuan dari proses pemisahan akuntansi adalah untuk mempersiapkan
pengalokasian
laba-rugi
sampai
dengan
keuntungan sebelum bunga dan pajak, dan laporan modal usaha untuk bisnis yang terkait. Dengan demikian kategori laporan laba-rugi berikut ini harus dikeluarkan dalam proses alokasi biaya, yaitu : 1) Beban Bunga; 2) Beban pajak; 3) Pos-pos luar biasa. b. Modal usaha (capital employed) terdiri dari: 1) Aktiva
tidak
lancar
(tidak
temasuk
investasi
jangka
panjang); 2) Aktiva lancar; 3) Hutang lancar. c. Hutang tidak lancar (Non current liabilities) harus dikeluarkan dari proses pengalokasian biaya. d. Pengalokasian biaya harus dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Halaman 25 dari 66
1) Hubungan sebab akibat (Causality) Pendapatan,
biaya,
aset,
dan
hutang
seharusnya
dialokasikan sesuai dengan layanan yang diberikan. Pendapatan, biaya, aset dan hutang tersebut harus dihubungkan pada kelompok biaya berdasarkan bagaimana kelompok biaya tersebut menyebabkan pendapatan yang akan diperoleh, biaya yang akan dikeluarkan atau aset yang akan diperoleh atau hutang yang akan dikeluarkan.
2) Objektif (Objectivity) Komponen biaya atau pendapatan harus secara jelas merupakan bagian dari layanan yang diberikan dan tidak ditujukan
untuk
memberikan
keuntungan
bagi
Penyelenggara Telekomunikasi atau bagi Penyelenggara Telekomunikasi lain.
3) Konsisten (Consistency) Asumsi yang digunakan dalam metode dan kebijakan sistem akuntansi harus konsisten dari tahun ke tahun. Apabila terdapat perubahan yang bersifat mendasar dalam metode pengalokasian pendapatan, biaya, aset atau kewajiban, memperbaiki
maka penyelenggara telekomunikasi wajib RFS
tahun
sebelumnya
berdasarkan
perubahan tersebut.
Halaman 26 dari 66
4) Transparan (Transparency) Sistem akuntansi yang digunakan harus transparan, baik metode yang digunakan, proses perhitungan, maupun alokasi komponen biaya, sehingga mudah dipahami. Pendapatan, biaya, aset dan kewajiban yang dicatat harus dapat ditelusuri sampai ke sumbernya.
5) Praktis (Practicability) Model akuntansi biaya harus memiliki kemampuan dan mudah untuk diimplementasikan sesuai kebutuhan dan perkembangan teknologi.
6) Sampling Apabila metode sampling digunakan untuk menemukan korelasi antara pendapatan, biaya, aset, dan kewajiban, sampling tersebut harus dilakukan berdasarkan pada metode statistik yang umum diterapkan atau metoda lain yang menghasilkan korelasi yang logis. 5.2
Metodologi Pengalokasian Biaya Proses pengalokasian biaya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Proses
Penjelasan
Ambil nilai Ambil nilai perkiraan yang seimbang dari GL. perkiraan dari Kelompokkan kedalam ringkasan kelompok buku besar (GL) biaya yang sama atau petakan ke daftar perkiraan (Chart of Accounts) Lakukan penyesuaian Current Cost Accounting (CCA)
Lakukan penyesuaian CCA dengan menghitung current cost depreciation, suplementary depreciation, dan net holding gain/loss (lihat butir 6)
Halaman 27 dari 66
Pengalokasian Opex dan Capex
Alokasikan ke elemen jaringan, bisnis retail dan bisnis yang tidak diatur
Hitung dan gunakan WACC
Gunakan WACC ke elemen jaringan Capex
Hitung biaya Gunakan metode LRIC untuk menghitung elemen jaringan elemen jaringan (lihat butir 6) berbasis LRIC Alokasikan biaya Alokasikan biaya elemen jaringan ke setiap elemen jaringan layanan; biaya dialokasikan dengan ke jasa/servis memperhatikan volume trafik sensitif dan faktor ruting Buat laporan Berdasarkan beban dari bisnis jaringan ke pemisahan bisnis retail (dihitung berdasarkan yang akuntansi dimaksudkan pada langkah diatas), secara bersama-sama dengan pendapatan dan alokasi biaya retail, hitung profitabilitas bisnis dan modal usaha. Lakukan rekonsiliasi terhadap perkiraan sebelumnya. 5.3
Pengalokasian dari Opex dan Capex Tujuan dari proses ini adalah untuk mengalokasikan biaya operasi atau Operating expenses (Opex) dan biaya modal atau capital expenditure (Capex) ke bisnis jaringan, retail dan bisnis yang tidak diatur. Setiap kategori opex dan capex masuk kedalam kategori berikut ini: a. Biaya yang dapat dihubungkan secara langsung (directly attributable costs) Biaya yang dihubungkan secara langsung adalah semua biaya yang dapat secara langsung dan jelas terkait dengan satu layanan atau elemen jaringan. Berikut ini antara lain contoh dari biaya yang dapat dihubungkan langsung:
Halaman 28 dari 66
1) Pembayaran ke internasional yang dapat dialokasikan secara langsung ke panggilan internasional. 2) Biaya jasa pengembangan software yang spesifik dapat secara
langsung
dialokasikan
ke
layanan
yang
bersangkutan. b. Biaya yang secara tidak langsung bisa dihubungkan (indirectly attributable costs) Semua biaya yang tidak tercatat dalam akuntansi keuangan dalam bisnis terkait tetapi dapat dikategorikan sebagai biaya berdasarkan hubungannya dengan menggunakan cost driver yang tepat. Jenis biaya yang menggunakan cost driver diantaranya : 1) Biaya listrik jaringan dialokasikan ke peralatan utama yang terpasang berdasarkan kebutuhan daya. 2) Biaya tanah dan biaya yang terkait manajemen tanah, termasuk perawatan jalan masuk, pagar, dan lain-lain dialokasikan
berdasarkan
berapa
besar
area
yang
digunakan dalam penggunaan gedung, yang dilakukan melalui survey. 3) Biaya gedung dialokasikan berdasarkan berapa besar area yang digunakan oleh peralatan yang terpasang didalamnya. Selanjutnya area yang digunakan oleh setiap kategori dari perangkat dan peralatan dinilai berdasarkan survey.
Halaman 29 dari 66
4) Biaya staf yang melakukan O & M dialokasikan kepada setiap peralatan terpasang berdasarkan periode waktu yang dibutuhkan
untuk
melakukan
O&M
kepada
setiap
perangkat, yang dilakukan melalui survey atau sampel. Apabila
pendekatan pengalokasian tersebut tidak bisa
dilakukan, maka dapat dilakukan melalui pendekatan proporsional sesuai dengan nilai kapital dari setiap peralatan terpasang. 5) Biaya dari staf pendukung (administrasi operasional) dialokasikan secara proporsional dengan biaya dari staf operasional yang dialokasikan. 6) Biaya cadangan yang disediakan untuk peralatan yang terpasang dapat dialokasikan secara proporsional dengan nilai kapital dari perangkat yang telah terpasang. Penyelenggara
telekomunikasi
wajib
menjelaskan
penggunaan cost driver dalam laporannya. c. Biaya yang tidak dapat dihubungkan (Un-attributable costs). Merupakan semua biaya yang tidak dapat dikategorikan sebagai biaya langsung ataupun tidak langsung. Biaya ini juga merupakan
biaya yang berdiri sendiri, akan tetapi metode
pembagiannya dapat diketahui. Pengalokasian biaya ini dapat dilakukan dengan metode alokasi yang beralasan. Salah satu contoh dari kategori biaya ini adalah biaya gaji direktur, dalam hal ini pengalokasiannya dapat dilakukan secara proporsional berdasarkan total biaya dari keseluruhan aktivitas tersebut. Penyelenggara telekomunikasi wajib menjelaskan alasan pengalokasian biaya yang tidak dapat dihubungkan (Unattributable costs) didalam laporannya.
Halaman 30 dari 66
5.4
Kelompok Biaya (Cost Pool Groups) Kelompok biaya dalam pengalokasian biaya dikategorikan sebagai berikut :
Kelompok Biaya
Penjelasan
Kelompok biaya awal Biaya langsung (Direct Costs)
Biaya yang berhubungan secara langsung dengan pemakaian layanan tertentu. Contohnya pembayaran ke pengelola di luar negeri untuk terminasi panggilan Internasional
Aktifitas pendukung (Support Activity)
Semua biaya yang tidak termasuk biaya langsung atau yang tidak dapat secara langsung di masukan ke peralatan atau aktivitas utama, seperti manajemen sumber daya, pengawasan keuangan, dan overhead perusahaan lainnya
Aktivitas utama (Primary Activity)
Biaya dan modal usaha yang berhubungan dengan aktivitas utama, sebagai contoh perawatan switch.
Peralatan pendukung (Support Biaya dan modal yang berhubungan dengan Plant) infrastruktur Jaringan dan yang bukan jaringan, seperti pembangkit tenaga listrik dan peralatan untuk mengetesnya. Peralatan utama (Primary Plant)
Biaya dan modal usaha yang berhubungan dengan infrastruktur jaringan, seperti switch dan lines.
Kelompok biaya berikutnya Bisnis jaringan
Biaya, pendapatan, dan modal usaha yang berhubungan dengan bisnis jaringan, dipisahkan kedalam elemen jaringan, yang mewakili biaya yang sangat jelas dihubungkan kepada setiap layanan. Sebagai contoh elemen trafik sensitive dari komponen switch.
Bisnis retail
Biaya, pendapatan, dan modal usaha yang berhubungan dengan bisnis retail. Jumlah dari kelompok biaya ini mewakili biaya dari bisnis retail sebelum beban transfer dari bisnis jaringan.
Bisnis yang tidak diatur
Biaya, pendapatan, dan modal usaha yang berhubungan dengan bisnis yang tidak diatur (contohnya penjualan customer premise equipment).
Halaman 31 dari 66
5.5 Tata Cara Penghubungan Biaya Langkah-langkah penghubungan sebagai berikut: a.
Semua beban Opex dan Capex dialokasikan ke dalam kelompok biaya yang telah diterangkan diatas.
b.
Biaya langsung dialokasikan secara langsung ke komponen bisnis jaringan. Sebagai contoh beban kartu telepon umum akan dialokasikan ke komponen jaringan telepon umum.
c.
Kelompok
Beban
Peralatan
pendukung
dibagi
secara
proporsional ke kelompok beban peralatan utama, aktivitas utama menggunakan cost driver yang logis. Sebagai contoh biaya
peralatan
listrik
yang
terpasang
dibagi
secara
proporsional pada peralatan switch dan transmisi yang menggunakan listrik. d.
Beban biaya aktivitas pendukung secara tidak langsung dibagi ke aktivitas utama yang menggunakan cost driver yang logis. Sebagai contoh biaya sumber daya manusia dibagi ke aktivitas utama menggunakan jumlah staff yang diperlukan disetiap aktivitas sebagai cost driver.
e.
Biaya aktivitas utama dialokasikan ke peralatan utama yang telah terpasang dan aktivitas retail. Sebagai contoh biaya perawatan switch akan dialokasikan ke local dan trunk switches.
f.
Biaya peralatan utama yang telah terpasang dialokasikan ke elemen jaringan. Elemen jaringan yang mewakili kelompok biaya yang dapat dengan jelas di alokasikan ke setiap layanan. Sebagai contoh local switch dibagi kedalam elemen call sensitive dan line sensitive. Biaya Call sensitive dialokasikan
Halaman 32 dari 66
ke layanan yang berbasis call menit dan biaya line sensitive dialokasikan secara langsung ke jasa penyewaan akses. g.
Kelompok biaya retail secara langsung dialokasikan ke bisnis retail.
h.
Kelompok biaya elemen jaringan dialokasikan ke retail dan jasa penjualan, berdasarkan tipikal penggunaan. Alokasi dari biaya elemen jaringan ke jasa retail mewakili beban perpindahan antara semua bisnis.
i.
Pendapatan di alokasikan secara langsung kepada bisnis retail dan bisnis wholesale.
5.6
Alokasi dari Elemen jaringan ke jasa atau Layanan Elemen jaringan trafik sensitif dialokasikan ke setiap layanan berdasarkan volume trafik dari setiap layanan yang bobotnya dihitung dengan menggunakan faktor ruting. Elemen jaringan yang tidak trafik sensitif dialokasikan ke layanan berdasarkan hubungannya. Sebagai contoh elemen jaringan fixed wire-line “Local loop – PSTN” seharusnya dialokasikan penuh ke biaya langganan bulanan.
5.7
Perpindahan beban biaya (Transfer Charges) Perpindahan beban biaya adalah berdasarkan biaya termasuk pengembalian pada modal usaha atau Return on Capital Employed (ROCE) dan mempunyai hubungan dengan bisnis wholesale maupun dan bisnis retail. Dalam
perpindahan
beban
biaya
tidak
boleh
melakukan
diskriminasi, misalnya laporan yang secara eksplisit dari hubungan perpindahan beban biaya ke bisnis retail yang menggunakan
Halaman 33 dari 66
elemen jaringan pada basis yang sama seperti yang dihasilkan oleh bisnis jaringan untuk operator resmi lainnya. 5.8
Biaya Modal (Cost of Capital) Pengalokasian biaya modal dilakukan dengan menggunakan formula WACC sebagai berikut :
(
WACC pre tax = rDebt post tax
D E + rEquity post tax D + E D + E
)
(1 − T c )
Dimana:
r Debt post tax = (Risk free rate + debt risk premium) * (1 – Tc) r Equity post tax = Risk free rate + (Beta * market risk premium) Tc = Marginal tax rate D E
= Market value of debt = Market value of equity
Sumber data untuk variabel risk free rate, debt risk premium, beta, market risk premium, marginal tax rate, market value of debt, dan market value of equity menggunakan data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal Bank Indonesia hanya menerbitkan data yang digunakan dalam menghitung variabel di atas, maka besaran variabel yang digunakan merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan data tersebut.
Halaman 34 dari 66
6.
SISTEM PELAPORAN 6.1
Laporan Keuangan Regulator (Regulatory Financial Report) Penyelenggara Telekomunikasi harus membuat dan melaporkan Regulatory Financial Reports (RFR) tahunan dan dilaporkan kepada BRTI setiap tahun, terdiri dari :
Halaman 35 dari 66
a. Pengembalian asset (Assets Return) Laporan Pengembalian aset harus memenuhi format HISTORIC COST Asset Category
Land & Buildings Land Buildings - Administrative Buildings - Network Buildings - Other Leasehold improvements Fixed Switching Equipment Remote subscriber units Local switches Tandem switches Trunk switches International gateway switches Intelligent network equipment Signaling equipment (STP/SCP) Infrastructure Copper Fibre cable Duct, trench and manholes Submarine cable Masts and towers Cabinets Exchange main distribution frames Transmission Equipment Optical PDH equipment Optical SDH equipment Optical DWDM equipment Microwave PDH equipment Microwave SDH equipment xDSL transmission equipment Satellite transmission systems Submarine transmission systems Transmission distribution frames Digital cross connects Other transmission equipment Data and leased lines equipment IP equipment ATM equipment Frame relay equipment X25 equipment Leased lines equipment International equipment Cable landing stations Earth stations International transmission systems IRUs Other international equipment Network support equipment Network management systems - switching Network management systems - transmission Network management systems - other Test equipment Network power equipment
ACCUMULATED DEPRECIATION
NET BOOK VALUE
CWIP
OPENING CLOSING BALANCE BALANCE
OPENING CLOSING BALANCE BALANCE
CCA ADJUSTMENTS HOLDING CC DEPN BACKLOG GAIN/ CHARGE DEPN LOSS
ASSET LIFE
VALUATION METHOD
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
OPENING CLOSING ADDITIONS DISPOSALS TRANSFERS BALANCE BALANCE
OPENING CHARGE CLOSING DSIPOSALS TRANSFERS BALANCE FOR YEAR BALANCE
GRC GRC OPENING CLOSING
Halaman 36 dari 66
a. Pengembalian asset (Assets Return) Lanjutan .......
HISTORIC COST Asset Category
Other equipment Customer premises equipment Public payphone equipment Telex equipment Directory enquiry services equipment Mobile/FWA switching equipment Tranceiver units (TRX) Base station towers (BTS) Base station controllers (BSC) Mobile switching centres (MSC) Gateway mobile switching centres (GMSC) Home location registers (HLR) Visitor location register (VLR) Equipment identity registers (EIR) Voicemail platforms (VMS) SMSC Prepaid IN platform Other mobile IN platform GPRS Systems MMS Systems WAP Platform IT equipment Retail billing systems Interconnect billing systems Call centre equipment Provisioning system Customer care system IT hardware PCs and peripherals General equipment Furniture and fixtures Office plant and equipment Motor vehicles Satellite switching equipment Traffic Channel Equipment (TCE) Gateway Station Controller (GSC) Mobile Switching Center (MSC) Network Controll Center (NCC) Voicemail platforms (VMS) Mediation Device (MD) Interconnect Billing (IBIL) Satellite Transmission equipment Satellite (SAT) Antenna Sub-system (ANT)
ACCUMULATED DEPRECIATION
NET BOOK VALUE
CWIP
OPENING CLOSING BALANCE BALANCE
OPENING CLOSING BALANCE BALANCE
CCA ADJUSTMENTS HOLDING CC DEPN BACKLOG GAIN/ CHARGE DEPN LOSS
ASSET LIFE
VALUATION METHOD
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
CLOSING OPENING ADDITIONS DISPOSALS TRANSFERS BALANCE BALANCE
OPENING CHARGE CLOSING DSIPOSALS TRANSFERS BALANCE FOR YEAR BALANCE
GRC GRC OPENING CLOSING
Halaman 37 dari 66
b. Pengembalian Biaya modal (WACC Return) Laporan pengembalian biaya modal harus memenuhi format sebagai berikut : Variable
Description
Value
Data Source
Rf Dp Ba Rm - Rf Debt % Equity % Tc
Risk free rate Corporate debt prem ium Asset Beta Market Risk prem ium Corporate tax rate
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Rd Bc Re Post Tax W ACC Pre Tax W ACC L
Cost of debt Com pany Beta Cost of equity -
xxx xxx xxx xxx xxx
-
c. Laporan Keuangan kepada Regulator (Regulatory Financial Statement) NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
Cash at bank Cash on hand Short term deposits Short term investments
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Accounts receivable Amounts due from affiliates Other receivables Provision for non recoverable accounts Prepayments VAT Recoverable
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Inventories for resale Inventories for repairs and maintenance Other Inventories Provision for stock obsolecense
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Other
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Current Assets
Halaman 38 dari 66
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
Non - Current Assets Land & Buildings Land
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Buildings - Administrative
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Buildings - Network Buildings - Other
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Leasehold improvements
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Fixed Switching Equipment Remote subscriber units
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Local switches
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Tandem switches Trunk switches
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
International gateway switches
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Intelligent network equipment Signaling equipment (STP/SCP)
Non - Current Assets Infrastructure Copper Fibre cable Duct, trench and manholes Submarine cable Masts and towers Cabinets Exchange main distribution frames Transmission Equipment Optical PDH equipment Optical SDH equipment Optical DWDM equipment Microwave PDH equipment Microwave SDH equipment xDSL transmission equipment Satellite transmission systems Submarine transmission systems Transmission distribution frames Digital cross connects Other transmission equipment Data and leased lines equipment IP equipment ATM equipment Frame relay equipment X25 equipment Leased lines equipment International equipment Cable landing stations Earth stations International transmission systems IRUs Other international equipment Network support equipment Network management systems - switching Network management systems - transmission Network management systems - other Test equipment Network power equipment
Halaman 39 dari 66
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Non - Current Assets Other equipment Customer premises equipment Public payphone equipment Telex equipment Directory enquiry services equipment Mobile/FWA switching equipment Tranceiver units (TRX) Base station towers (BTS) Base station controllers (BSC) Mobile switching centres (MSC) Gateway mobile switching centres (GMSC) Home location registers (HLR) Visitor location register (VLR) Equipment identity registers (EIR) Voicemail platforms (VMS) SMSC Prepaid IN platform Other mobile IN platform GPRS Systems MMS Systems WAP Platform IT equipment Retail billing systems Interconnect billing systems Call centre equipment Provisioning system Customer care system IT hardware PCs and peripherals General equipment Furniture and fixtures Office plant and equipment Motor vehicles Mobile Satellite switching equipment Traffic Channel Equipment (TCE) Gateway Station Controller (GSC) Mobile Switching Center (MSC) Network Controll Center (NCC) Voicemail platforms (VMS) Mediation Device (MD) Interconnect Billing (IBIL) Mobile Satellite Transmission equipment Satellite (SAT) Antenna Sub-system (ANT)
Halaman 40 dari 66
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Current Liabilities Bank overdraft Creditors Customer deposits VAT Payable Amounts due to affiliates Short term borrowing's Capitalised lease liabilities Deferred income Provision for profits tax Provision for dividends Provision for employee entitlements Other
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
-
-
-
xxx
xxx
-
-
-
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
-
-
-
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
-
-
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Non-Current Liabilities Creditors Amounts due to affiliates Long term borrowing's Capitalised lease liabilities Provision for deferred tax Provision for employee entitlements Other
Net Assets
Halaman 41 dari 66
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Revenue Retail services-residential customers Local call revenue National call revenue International call revenue International roaming Calls to mobile Calls to satellite Other call revenue Operator assist Connection charges Administration services Line rentals Network access Leased circuits Data services Retail services-business customers Local call revenue National call revenue International call revenue International roaming Calls to mobile Calls to satellite Other call revenue Operator assist Connection charges Administration services Line rentals Network access Leased circuits Data services Retail services-other Payphones USC Other Wholesale services Interconnect charges CSP access charge Transfer charge International interconnect Leased circuits Unregulated services Product sales CPE lease income Directory services Content Other telecommunications services Other services Total Revenue
Halaman 42 dari 66
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Direct Cost of Sales PSTS interconnect MCTS interconnect MSTS interconnect International termination charges International roaming charges Net handset subsidisation Product maintenance Product purchases Directory services Content Other
Network Costs Maintenance - Direct labour Maintenance - Direct labour on costs Maintenance - Materials Maintenance - Vehicles Maintenance - Subcontract Lease assets Licence fees Spectrum Utilisation Fees USC Electricity Other
Sales & Marketing Bad & doubtful debts Billing materials Credit card charges Collateral & materials Commissions Consultants Direct labour Direct labour on costs Market research Sales office disbursements Office rental Point of sale material Postage Product advertising Product development Public relations Sponsorships Travel & accomodation
Halaman 43 dari 66
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
NETWORK
RETAIL
UNREGULATED
EXCLUDED
TOTAL
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Abnormal or Extraordinary Items
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Profit before income tax
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Income tax expense
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Profit after income tax
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
General & Administration Accounting & audit Bank charges Borrowing costs Consultants Electricity Entertainment General office disbursements Indirect labour Indirect labour on costs IT and office systems Insurance Legal Motor vehicles Office rental Printing & stationary Postage Recruitment costs Security Storage Telephone & communications Travel & accomodation
EBITDA
Depreciation & Amortisation Depreciation Goodwill amortisation Other intangibles
Non Operating Income & Expenditure Interest income Interest expense Settlement discounts Non operating income Non operating expenses Gain/loss on asset disposals
Abnormal or Extraordinary Items
Income Tax
Halaman 44 dari 66
d. Rincian Biaya Jaringan (Statement of Network Cost) Laporan rincian biaya jaringan harus memenuhi format sebagai berikut :
Halaman 45 dari 66
Network Elements
Fixed Access Network Local loop - PSTN Local loop - Payphones Local loop - Private Circuits Remote subscriber units - line sensitive Local switches - line sensitive Fixed Core Network Fixed-Switching Remote subscriber units - traffic sensitive Local switches - traffic sensitive Tandem switches Trunk switches International gateway switches Intelligent network Voicemail platform Fixed-Transmission RSU-LS LS-LS LS-TD LS-TR TD-TR TD-TD TD-TR TR-TR TR-IGW IGW-IGW Leased circuit transmission FWA Network FWA-Switching TRX BTS BSC MSC SMSC HLR Prepaid platform Data application platforms Voicemail platform FWA-Transmission BTS-BTS BTS-BSC BSC-MSC MSC-TD MSC-TR Other Network Elements Outpayments International outpayments International transmission Interconnect links Leased circuit and data platforms Broadband access equipment Internet platform Wholesale product management Total Network Business
Opex
CCA Depreciation
Capex
WACC
Capital Costs Total Costs
Volumes
Unit Cost
A
B
C
D
E=CxD
F=A+B+E
G
H=F/G
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Halaman 46 dari 66
Network Elements
Opex
CCA Depreciation
Capex
WACC
Capital Costs
Total Costs
Volumes
Unit Cost
A
B
C
D
E=CxD
F=A+B+E
G
H=F/G
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Mobile Network Switching TRX BTS BSC MSC SMSC HLR Prepaid platform Data application platforms Voicemail platform Transmission BTS-BTS BTS-BSC BSC-MSC MSC-MSC MSC-GMSC GMSC-GMSC GMSC-POI Other Network Elements Outpayments International outpayments Wholesale product management
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
Total Network Business
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Satellite Network Switching Traffic Channel Equipment (TCE) Gateway Station Controller (GSC) Mobile Switching Center (MSC) Network Controll Center (NCC) Voicemail platforms (VMS) Mediation Device (MD) Interconnect Billing (IBIL) Transmission Satellite (SAT) Antenna Sub-system (ANT) Other Network Elements Outpayments Wholesale product management
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Total Network Business
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Halaman 47 dari 66
e. Rincian Biaya Layanan Jaringan (Statement of Network Services Cost) Laporan rincian biaya layanan jaringan harus memenuhi format sebagai berikut :
Halaman 48 dari 66
On-Net Voice Services
Other Services
On-net - Local (Fixed-WL to Fixed-WL)
On-net - Local (Fixed-WL to Fixed-FWA)
On-net - Long distance (Fixed-WL to FixedWL)
On-net - Long distance (Fixed-WL to FixedFWA)
On-net - Internet (Dial-up to 0809 numbers) (Fixed-WL to Fixed-WL)
On-net - Other (emergency etc) (Fixed-WL to Fixed-WL)
Originating interconnected - Local (FixedWL to OLO fixed)
Originating interconnected - Local (FixedWL to OLO mobile)
Originating interconnected - Local (FixedWL to OLO satellite)
Originating interconnected - Local (FixedWL to OLO VoIP)
Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO fixed)
Originating interconnected - Long Distance (Fixed-WL to OLO mobile)
Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO satellite)
Originating interconnected - Long distance (Fixed-WL to OLO VoIP)
Originating interconnected - International (Fixed-WL to OLO international)
Terminating interconnected - Local (OLO fixed to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Local (OLO mobile to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Local (OLO Satellite to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Local (OLO VoIP to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Long distance (OLO fixed to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Long distance (OLO mobile to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Long distance (OLO satellite to Fixed-WL)
Terminating interconnected - Long distance (OLO VoIP to Fixed-WL)
Terminating interconnected - International (OLO international to Fixed-WL)
Transit 1-trunk switch (OLO to Fixed-WL to OLO)
Transit 2-trunk switches (OLO to Fixed-WL to OLO)
Transit to IGW (OLO to Fixed-WL to OLO)
Interconnect Services
1.01
1.02
1.03
1.04
1.05
1.06
2.01
2.02
2.03
2.04
2.05
2.06
2.07
2.08
2.09
3.01
3.02
3.03
3.04
3.05
3.06
3.07
3.08
3.09
4.01
4.02
4.03
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
x x x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
x x x x x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Rincian Biaya Layanan Jaringan Tetap Volumes Weighting Unit Costs Fixed Access Network Local loop - PSTN Local loop - Payphones Local loop - Private Circuits Remote subscriber units - line sensitive Local switches - line sensitive Fixed Core Network Fixed-Switching Remote subscriber units - traffic sensitive Local switches - traffic sensitive Tandem switches Trunk switches International gateway switches Intelligent network Voicemail platform Fixed-Transmission RSU-LS LS-LS LS-TD LS-TR TD-TR TD-TD TD-TR TR-TR TR-IGW IGW-IGW Leased circuit transmission FWA Network FWA-Switching TRX BTS BSC MSC SMSC HLR Prepaid platform Data application platforms Voicemail platform FWA-Transmission BTS-BTS BTS-BSC BSC-MSC MSC-TD MSC-TR Other Network Elements Outpayments International outpayments International transmission Interconnect links Leased circuit and data platforms Broadband access equipment Internet platform
Unit Cost Total Cost
Halaman 49 dari 66
Volumes Weighting
Mobile Network Switching TRX BTS BSC MSC SMSC HLR Prepaid platform Data application platforms Voicemail platform Transmission BTS-BTS BTS-BSC BSC-MSC MSC-MSC MSC-GMSC GMSC-GMSC GMSC-POI Other Network Elements Outpayments International outpayments Wholesale product management
Unit Cost Total Cost
Rincian Biaya Layanan Jaringan Bergerak Selular
xxx
Halaman 50 dari 66
Terminating interconnected other data (Fixedsel to OLO satellite)
Terminating interconnected other data (Fixedsel to OLO mobile)
Terminating interconnected MMS (Fixedsel to OLO satellite)
Terminating interconnected MMS (Fixedsel to OLO mobile)
Terminating interconnected SMS (Fixedsel to OLO satellite)
Terminating interconnected SMS (Fixedsel to OLO mobile)
Terminating interconnected voice - International (Fixedsel to OLO international)
Terminating interconnected voice - Long distance (Fixedsel to OLO satellite)
Terminating interconnected voice - Long distance (Fixedsel to OLO mobile)
Terminating interconnected voice - Long distance (Fixedsel to OLO fixed)
Terminating interconnected voice - Local (Fixedsel to OLO satellite)
Terminating interconnected voice - Local (Fixedsel to OLO mobile)
Terminating interconnected voice - Local (Fixedsel to OLO fixed)
Originating interconnected other data (Fixedsel to OLO satellite)
Originating interconnected other data (Fixedsel to OLO mobile)
Originating interconnected MMS (Fixedsel to OLO satellite)
Originating interconnected MMS (Fixedsel to OLO mobile)
Originating interconnected SMS (Fixedsel to OLO satellite)
Originating interconnected SMS (Fixedsel to OLO mobile)
Originating interconnected voice - International (Fixedsel to OLO international)
Originating interconnected voice - Long distance (Fixedsel to OLO satellite)
Originating interconnected voice - Long distance (Fixedsel to OLO mobile)
Originating interconnected voice - Long distance (Fixedsel to OLO fixed)
Originating interconnected voice - Local (Fixedsel to OLO satellite)
Originating interconnected voice - Local (Fixedsel to OLO mobile)
Originating interconnected voice - Local (Fixedsel to OLO fixed)
On-net other data
On-net MMS
On-net SMS
On-net voice - other traffic
On-net voice - Long distance
On-net voice - Local On-Net Services Interconnect Services Other Services
Unit Costs 1.01 1.02 1.03 1.04 1.05 1.06 2.01 2.02 2.03 2.04 2.05 2.06 2.07 2.08 2.09 2.10 2.11 2.12 2.13 3.01 3.02 3.03 3.04 3.05 3.06 3.07 3.08 3.09 3.10 3.11 3.12 3.13
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
xxx xxx xxx xxx x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx
Interconnect Services
On-net voice - (Satelit to OLO satelit sesuai coverage ACes)
On-net voice - other traffic (satelit to IN, Voicemail,etc)
On-net other data
Originating interconnected voice - (Satelit to OLO fixed)
Originating interconnected voice - (Satelit to OLO mobile)
Originating interconnected voice - (Satelit to OLO international)
Terminating interconnected voice - (Satelit to OLO fixed)
Terminating interconnected voice - (Satelit to OLO mobile)
Terminating interconnected voice - (Satelit to OLO international)
Volumes Weighting
Other Services
On-net voice - (Satelit to satelit)
On-Net Services
Rincian Biaya Layanan Jaringan Bergerak Satelit
1.01
1.02
1.03
1.06
2.01
2.02
2.03
3.01
3.02
3.03
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Unit Costs Satellite Network Switching Traffic Channel Equipment (TCE) Gateway Station Controller (GSC) Mobile Switching Center (MSC) Network Controll Center (NCC) Voicemail platforms (VMS) Mediation Device (MD) Interconnect Billing (IBIL) Transmission Satellite (SAT) Antenna Sub-system (ANT) Other Network Elements Outpayments Wholesale product management
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Unit Cost Total Cost
xxx
xxx
xxx
Halaman 51 dari 66
f. Pemisahan akuntansi (Accounting Separation ) Laporan pemisahan akuntansi harus memenuhi format sebagaimana dijelaskan dalam butir 3.3.
g. Pernyataan direktur (Directors statement) Laporan pernyataan direktur harus memenuhi format sebagai berikut : Kepada YTH : Ketua BRTI Alamat
Laporan Keuangan kepada Regulator Dengan hormat, terlampir disampaikan laporan keuangan, untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaku. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud disusun oleh : .................. (Nama Penyelenggara) untuk tahun keuangan yang dimulai pada tanggal xx xxx xxxx dan berakhir pada tanggal xx xxx xxx. Laporan dimaksud dimulai dari halaman xx sampai dengan xx dari dokumen terlampir.
Tanggal / Bulan / Tahun
………………………… Direktur
Halaman 52 dari 66
h. Surat Laporan audit untuk tujuan tertentu (Special Purpose Audit Report) Surat laporan audit ini diberikan apabila penyelenggara telekomunikasi menggunakan jasa audit dari auditor yang ditunjuk dalam memenuhi RFR. Dalam hal kondisi ini terjadi maka format surat laporannya adalah sebagai berikut :
Kepada YTH :
Ketua BRTI Alamat
Laporan Audit Tujuan Khusus Dengan hormat disampaikan bahwa ..................(Nama auditor) telah menyelesaikan audit
laporan
Telekomunikasi)
keuangan untuk
atas
nama
memberikan
PT…......…(Nama opini
terhadap
Penyelenggara
laporan
keuangan
PT…......…(Nama Penyelenggara Telekomunikasi) kepada regulator, dimana tahun buku dimulai pada tanggal xx xxx xxxx dan berakhir pada tanggal xx xxx xxxx. Kami menyatakan bahwa hasil audit terkualifikasi/tidak terkualifikasi (coret yang tidak penting). Dalam mengambil kualifikasi audit di atas, dilakukan dengan alasan
sebagai
berikut: •
Menyediakan salinan proses Pengalokasian Biaya dan Panduan Pelaporan keuangan yang diterbitkan oleh Menteri dan menyesuaikannya dengan kebutuhan yang ada;
•
Sesuai dengan standar pengauditan di Indonesia, dilakukan pengujian keefektifan transaksi dan pengkajian ulang prosedur untuk menentukan kondisi akuntansi dan pencatatan biaya berdasarkan Panduan pengalokasian biaya dan Pelaporan keuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
Tanggal / Bulan / Tahun Nama Auditor Jabatan
Halaman 53 dari 66
6.2
Kebutuhan Informasi Lebih Lanjut Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan informasi tambahan yang terkait dengan RFR apabila diminta oleh BRTI.
Halaman 54 dari 66
7.
HUBUNGAN METODE PENGALOKASIAN BIAYA DAN LAPORAN FINANSIAL KEPADA REGULATOR DENGAN FORMULA PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI 7.1 Pendahuluan Hubungan Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial kepada Regulator dengan formula perhitungan biaya interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, wajib dipenuhi oleh penyelenggara telekomunikasi, termasuk prinsip dan proses perhitungan dengan menggunakan metode LRIC buttom-up dalam menyediakan setiap layanan. Hubungan sebagaimana dimaksud di atas, digunakan untuk menghasilkan data-data LRIC, dengan penyesuaian CCA dan metode valuasi (valuation method) sebagaimana diuraikan berikut ini: 7.2. Penyesuaian CCA dan Metode Valuasi CCA untuk menghitung penggantian biaya dan nilai dari sarana dan peralatan yang ada dan digunakan sebagai proxy untuk menghitung efisiensi operator berdasarkan forward looking LRIC. Terdapat dua pendekatan dalam menghitung CCA, yaitu : 1)
OCM (Operation Capital Maintenance), dimana CCA dihitung dengan
mengacu
kepada
produksi
penyelenggara
telekomunikasi yang tetap sepanjang waktu; 2)
FCM (Financial Capital Maintenance), dimana CCA dihitung dengan mengacu kepada nilai modal yang ditanamkan oleh pemegang saham harus tetap dipertahankan dengan aturan biaya terkini. Dalam metode ini, aset yang ada harus dicantumkan ulang untuk mencerminkan nilai bisnis saat ini. Selisih nilai bisnis ini merupakan biaya pergantian bersih saat
Halaman 55 dari 66
ini (net current replacement cost / NRC, dan harus ditulis ulang sebagai penerimaan dalam laporan Rugi Laba. Aset-aset yang tercantum dalam modal perusahaan umumnya lebih rendah dari NRC sesuai jumlah yang dapat digantikan. NRC umumnya berasal dari biaya pergantian aset kotor (aset`s gross replacement costs / GRC), dan merupakan harga pembelian aset baru atau biaya dari Modern Equivalent aset (MEA), dengan potensi pelayanan yang sama, disesuaikan dengan umur ekonomisnya. Metode valuasi yang berbeda dapat diterapkan pada laporan biaya keuangan saat ini untuk jenis teknologi yang berbeda, sebagai berikut:
1) Teknologi yang Ada Metode penilaian ulang aset dapat dilakukan dengan metode indeksasi atau penilaian mutlak dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: a) Indeksasi, merupakan metode yang digunakan untuk menilai aset yang sedikit perubahan teknologinya dan biaya langsung yang berhubungan dengan penggantian aset baru tersebut relatif sama. NRC dihitung menggunakan indeksasi dari nilai buku bersih historis. b) Penilaian mutlak, penilaian merupakan metode penilaian aset berdasarkan jumlah dan harga aset saat ini .
2) Modern Equivalent Asset (MEA) Bagi aset yang perubahan teknologinya cukup signifikan, biaya penggantian aset harus berdasarkan MEA dan aset tersebut minimal mempunyai potensi pelayanan yang sama.
Halaman 56 dari 66
Apabila terdapat perbedaan dalam biaya operasi antara MEA dan aset eksisting, penilaian MEA harus disesuaikan dengan fungsi, umur aset,
biaya perawatan, atau output
yang
dihasilkan. Contoh pendekatan MEA yang digunakan adalah sebagai berikut: a)
Switching analog (versus digital)
b)
Kabel Tembaga (versus fiber optik)
c)
Teknologi PDH (versus SDH)
Penyelenggara Telekomunikasi harus menyatakan untuk kelas aset dimana penilaian MEA harus diterapkan, bersamaan dengan penyesuaian harga untuk merefleksikan perbedaan fungsional dari MEA.
3) Aset-aset bernilai kecil atau berumur pendek Untuk aset yang nilainya kecil atau umurnya pendek, mungkin dihitung
berdasarkan
biaya
historisnya
dan
tidak
perlu
disesuaikan dengan CCA.
4) Diskon Dalam menentukan biaya penggantian (Replecment cost), diskon dari daftar harga biasanya diterapkan untuk program pengembangan harus dimasukan dalam perhitungan.
7.3 Perhitungan dalam Penyesuaian CCA Penyesuaian
CCA
diperlukan
untuk
menghitung
Gross
Replacement Cost (GRC) yang diperoleh dari :
Halaman 57 dari 66
a. Biaya penyusutan saat ini (current cost depreciation) b. Penyusutan tambahan (supplementary depreciation) c. Total keuntungan/kerugian perusahaan (total holding gain/loss)
1) Penyusutan Biaya Saat ini Sama
seperti
Perhitungan
Biaya
Historis
(Historic
Cost
Accounting/HCA), Penyusutan dihitung berdasarkan CCA untuk mencerminkan penggunaan asset yang ada. Rumus yang digunakan untuk menghitung Penyusutan
berdasarkan pada
metode roll-forward sebagai berikut: Biaya Penyusutan CCA = (GRC awal + GRC akhir) / (GBV awal + GBV akhir ) x Penyusutan Historis
2) Nilai penyusutan tambahan Perbedaan antara penyusutan biaya historis tahun ini dan Penyusutan biaya saat ini pada periode yang sama.
3) Total keuntungan/ kerugian Perbedaan pada biaya pergantian kotor (GRC) selama setahun ditambahkan atau dikurangi dari biaya historis dalam setahun, dikurangi Penyusutan backlog. Penyusutan Backlog dihitung sebagai
penyesuaian
yang
dibutuhkan
bagi
akumulasi
pembukuan sebagai hasil dari perubahan pada biaya pergantian kotor pada tahun sekarang.
Halaman 58 dari 66
7.4
Long Run Incremental Cost (LRIC) a. Penambahan Nilai LRIC Menentukan penambahan nilai produk atau layanan terhadap biaya yang diukur. Maka dari itu, hasil analisa LRIC akan sangat bergantung pada definisi dari peningkatan nilai. Pendekatan penambahan nilai dilakukan dengan struktur sebagai berikut:
Telco
Combined Network
Access Network
Core Conveyance Network
Retail & Unregulated
FWA Network
International Network
Network Elements
Intra Access
Intra Core Conveyance
LRICs
Intra FWA
Intra International
FIXED COMMON COSTS
Intra Combined Network
Intra Telco
Kotak-kotak di atas jalur hitam dalam struktur diatas mewakili peningkatan nilai utama yang akan diukur. Hal ini kemudian dipisah kedalam: 1) Jaringan yang dikombinasikan 2) Retail dan tanpa aturan Kombinasi Jaringan tersebut kemudian lebih lanjut lagi dibagi kedalam:
Halaman 59 dari 66
a) Jaringan Akses b) Jaringan Utama c) Jaringan FWA d) Jaringan Internasional Kotak-kotak yang berada di bawah garis hitam putus-putus mewakili kelompok biaya umum tetap (fixed common cost) yang ada melebihi penambahan nilainya. Kotak-kotak tersebut diperlihatkan disepanjang penambahan nilai terhadap yang berhubungan dengannya. Pendekatan ini menimbulkan outputoutput seperti ini : (1) LRIC bagi setiap elemen jaringan (2) LRIC bagi peningkatan nilai jaringan, dan elemen jaringan LRIC tersalurkan (distributed network element LRICs/ DLRIC) pada tingkat ini (3) LRIC bagi peningkatan nilai jaringan kombinasi (combined network increment/CN), dan DLRICs pada tingkat ini (4) DLRIC plus mark-up bagi setiap elemen jaringan DLRICs mewakili komponen jaringan LRICs plus mark-up bagi biaya tetap sebagai penambah biaya . Penyelenggara
Telekomunikasi
harus
mendefinisikan
penambahan nilai berdasarkan prinsip-prinsip yang dijelaskan di atas.
b. Spesifikasi CVR Untuk
menghitung
berdasarkan
volume
LRIC,
diperlukan
jasa
pelayanan
berbagai yang
biaya
dihasilkan.
Perhitungan LRIC akan menjadikan kuantitas hubungan antara
Halaman 60 dari 66
volume jasa pelayanan yang ditawarkan dengan biaya dari menyediakan
layanan
tersebut
sebagai
suatu
variabel
penghitungan . CVR digunakan untuk memperkirakan biaya yang dibutuhkan Penyelenggara
Telekomunikasi
untuk
kapasitas
jaringan
beragam, khususnya seberapa besar variabel biaya yang tidak dihitung karena penghilangan produk atau jasa pelayanan tertentu. Hubungan yang mewakili penambahan biaya-biaya yang dihapuskan
atau
ditambahkan
oleh
pengeluaran
atas
pemasukan oleh penambahan nilai yang diketahui harus dijelaskan untuk setiap kategori biaya. Penjelasan terhadap hubungan tersebut dapat secara langsung dihubungkan pada setiap penambahan nilai yang sedang diukur, sebuah variabel langsung atau biaya tetap langsung, atau peningkatan nilai atau harga seperti halnya biaya yang termasuk ke dalam biaya umum tetap. Hubungannya dapat dipetakan dengan volume pengaturan biaya pada sumbu X dan biaya-biaya yang dihasilkan oleh pengaturan biaya, pada sumbu Y. LRIC
dari
setiap
komponen
jaringan
dihitung
dengan
menghilangkan volume yang berkaitan dengan peningkatan nilai atau harga yang tepat. Pada tahap ini penambahan biaya tetap tertentu dan biaya umum setiap komponen dalam peningkatan nilai juga dijelaskan. Pemetaan CVR kepada kategori biaya dapat satu ke satu atau satu ke banyak, karena beberapa kategori biaya merupakan cost driver yang mirip. Hubungan kapasitas dan biaya dapat dibagi dalam beberapa kategori biaya. CVR dibuat dengan
Halaman 61 dari 66
menggunakan model teknik simulasi, survei-survei statistik atau perkiraan-perkiraan manajemen.
c. Spesifikasi dari saling ketergantungan Cost Driver Semua kategori biaya dikelompokkan sebagai biaya yang berdiri sendiri (independet cost) atau saling ketergantungan (dependet cost). Kategori biaya berdiri sendiri dikendalikan oleh pengendali eksogenus, seperti waktu trafik dan jumlah pelanggan. Kategori biaya yang saling ketergantungan diatur oleh endogenus, seperti biaya gaji total atau biaya pergantian bersih dari sebuah aset. Hirarki ketergantungan antar kategori biaya adalah sebagai berikut :
Set-up-related costs
Duration-related costs
Cost
Cost
volume
volume
Network building costs Cost
Network building maintenance pay volume
Cost
Human Resources costs volume
Cost
volume
Halaman 62 dari 66
Pendekatan
ini
memungkinkan
definisi
dari
saling
ketergantungan ini khususnya berdasarkan pada elemen jaringan
yang
digunakan
untuk
mengacu
pada
biaya
peningkatan nilai atau harga bagi produk-produk eceran dan retail.
Halaman 63 dari 66
8.
PROSEDUR ADMINISTRATIF 8.1
Kerahasiaan BRTI akan menjaga dokumen RFR secara aman dan rahasia dengan membatasi akses dari penyingkapan informasi dari Penyelenggara
Telekomunikasi,
para
stafnya,
penasehat
hukumnya dan konsultan. BRTI tidak akan membeberkan RFR pada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari Penyelenggara Telekomunikasi terkait. Dalam hal mengangkat penentuan dari persoalan antara 2 atau lebih penyelenggara telekomunikasi, BRTI akan memperhatikan RFR. BRTI tidak berada dalam sebuah kewajiban untuk membatasi akses informasi yang sudah diberitakan ke publik atau yang diperlukan oleh hukum.
8.2
Penyimpanan Dokumen Penyelenggara Telekomunikasi perlu menyimpan semua dokumen yang ada selama periode minimal lima tahun dari tanggal penyerahan RFR.
8.3
Persyaratan Audit RFR yang disampaikan oleh penyelenggara dengan pendapatan usaha 25% atau lebih dari total pendapatan usaha penyelenggara telekomunikasi dalam segmentasi layanannya harus menyertakan Laporan Audit Untuk Tujuan Khusus. Laporan Audit Untuk Tujuan Khusus tersebut ditujukan untuk menjaga independensitas atau untuk konfirmasi bahwa Metodologi pengalokasian biaya dan
Halaman 64 dari 66
pelaporan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini telah dijadikan sebagai dasar dalam penyiapan dan penyusunan RFR. Penyelenggara tersebut dengan demikian harus menggunakan auditor eksternal untuk melakukan prosedur-prosedur tertentu dalam memenuhi Metodologi pengalokasian biaya dan pelaporan sebagai ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dan menyusun Laporan Audit Untuk Tujuan Khusus sebagaimana ditetapkan setiap tahunnya. Auditor eksternal yang ditunjuk harus menguasai Metodologi pengalokasian biaya dan pelaporan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri termasuk mampu merumuskan prosedur yang tepat dalam mengarahkan penyelenggara agar dapat
melakukan
pencatatan
sesuai
dengan
Metodologi
pengalokasian biaya dan pelaporan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri. Auditor eksternal diwajibkan untuk menyertakan dalam Laporan Audit
Untuk
Tujuan
Khusus
semua
pengecualian
dalam
pencatatan atau persyaratan pengalokasian biaya. Biaya yang dibutuhkan dalam menggunakan jasa auditor eksternal dibebankan kepada penyelenggara. BRTI memiliki hak untuk meminta auditor eksternal untuk melakukan
lebih
lanjut
prosedur-prosedur
dalam
menguji
pencatatan yang telah dilakukan oleh penyelenggara, atau mengamandemen Laporan Audit Untuk Tujuan Khusus yang telah disusun.
Halaman 65 dari 66
Pada tahap awal implementasi Metodologi pengalokasian biaya dan
pelaporan
sebagaimana
ditetapkan
dalam
Lampiran
Peraturan Menteri, yaitu sejak mulai diberlakukannya Peraturan Menteri ini sampai dengan September 2008, penyelenggara dapat menggunakan persyaratan audit. Pada September 2009, RFR yang disampaikan kepada BRTI wajib menyertakan persyaratan audit.
Ditetapkan di
:
Pada tanggal
:
JAKARTA Pebruari 2006
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN A. DJALIL
Halaman 66 dari 66
LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN IFORMATIKA NOMOR
:
TANGGAL :
/Per/M.KOMINF/02/2006 Pebruari 2006
PETUNJUK PENYUSUNAN DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI (P2DPI) DAFTAR ISI 1.
KETENTUAN UMUM.....................................................................................
1
2.
PENDAHULUAN DAN RUANG LINGKUP ...................................................
5
2.1
Pendahuluan ...........................................................................
6
2.1.1
Masa Berlaku ..........................................................................
6
2.1.2
Perubahan...............................................................................
6
2.1.3
Pengkajian Ulang ....................................................................
6
Ruang Lingkup ........................................................................
7
2.2.1
Layanan Interkoneksi ..............................................................
7
2.2.2
Perjanjian Kerjasama ..............................................................
7
2.2.3
Kerangka Waktu ......................................................................
7
KONDISI MANDATORI PADA INTERKONEKSI..........................................
9
3.1
Kerahasiaan Informasi.............................................................
9
3.2
Non-diskriminasi pada Layanan Interkoneksi ..........................
12
3.3
Sistem Antrian .........................................................................
13
3.4
Penyelesaian Perselisihan ......................................................
14
2.2
3.
Halaman i dari vii
4.
DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI................................................
15
4.1
Perjanjian Interkoneksi ...........................................................
16
4.2
Daftar Layanan Interkoneksi yang Ditawarkan ........................
17
4.2.1
Modul 1 : Layanan Teleponi Dasar Termasuk Fitur-Fiturnya...
18
4.2.2
Modul 2 : Layanan Tambahan Jaringan Tetap dan Jaringan Bergerak..................................................................................
19
4.2.3
Modul 3 : Layanan Lanjutan (Advance Services) ....................
19
4.2.4
Modul 4 : Layanan Seleksi Penyelenggara .............................
19
Daftar Perubahan ....................................................................
20
PERJANJIAN POKOK INTERKONEKSI ......................................................
22
5.1
Tanggal Perjanjian dan Identitas Penyelenggara ....................
23
5.2
Definisi dan Interpretasi...........................................................
23
5.3
Ruang Lingkup Perjanjian .......................................................
24
5.4
Masa Berlaku Perjanjian..........................................................
24
5.5
Hak dan Kewajiban Para Pihak ...............................................
24
5.6
Interkoneksi dan Standard.......................................................
24
5.7
Perubahan Sistem ...................................................................
24
5.8
Ruang Lingkup dan Kualitas Layanan .....................................
25
5.8.1
Ruang Lingkup Layanan..........................................................
25
5.8.2
Kualitas Layanan .....................................................................
26
Biaya Transfer Panggilan dan Layanan Baru ..........................
26
5.9.1
Biaya Transfer Panggilan ........................................................
26
5.9.2
Layanan Baru ..........................................................................
26
5.10
Kapasitas dan Forecast...........................................................
27
5.11
Penyediaan Informasi..............................................................
27
4.3 5.
5.9
Halaman ii dari vii
5.12
CLI (Calling Line Identification)................................................
28
5.13
Layanan Interkoneksi dari Para Penyelenggara......................
29
5.13.1
Layanan dari Penyelenggara Pertama ....................................
29
5.13.2
Layanan dari Penyelenggara Kedua .......................................
29
5.13.3
Perubahan Harga ....................................................................
30
5.13.4
Prosedur Perubahan Harga.....................................................
30
5.14
Pembebanan Biaya, Penagihan dan Pembayaran..................
31
5.15
Perlindungan dan Keamanan Sistem ......................................
31
5.16
Persetujuan Penyambungan Peralatan ...................................
32
5.17
Penomoran..............................................................................
32
5.18
Pengkajian Ulang (Amandemen).............................................
32
5.18.1
Pengkajian Ulang ....................................................................
32
5.18.2
Perselisihan dalam Pengkajian Ulang .....................................
33
Force Majeure dan Batas Kewajiban.......................................
34
5.19.1
Force Majeure .........................................................................
34
5.19.2
Batas Kewajiban......................................................................
34
5.20
Hak Atas Kekayaan Intelektual................................................
34
5.21
Pengalihan Atas Hak dan Kewajiban.......................................
34
5.22
Fraud .......................................................................................
34
5.23
Perselisihan.............................................................................
35
5.24
Pelanggaran, Suspensi dan Pengakhiran Perjanjian ..............
36
5.24.1
Pelanggaran Perjanjian ...........................................................
36
5.24.2
Suspensi..................................................................................
36
5.24.3
Pengakhiran ............................................................................
38
5.25
Nota Pemberitahuan................................................................
40
5.26
Keseluruhan Perjanjian dan Perubahan ..................................
40
5.19
Halaman iii dari vii
6.
5.26.1
Keseluruhan Perjanjian ...........................................................
40
5.26.2
Perubahan...............................................................................
40
5.27
Pencabutan Tuntutan ..............................................................
40
5.28
Pemegang Kontrak Independen..............................................
41
5.29
Kekuatan Perjanjian dan Hukum yang Berlaku .......................
41
5.29.1
Kekuatan Perjanjian ................................................................
41
5.29.2
Hukum yang Berlaku ...............................................................
41
DOKUMEN PENDUKUNG A : PERENCANAAN DAN OPERASI................
42
6.1
Ketentuan Informasi Jaringan..................................................
44
6.2
Ketentuan tentang Sentral Gerbang yang akan dikoneksikan.
45
6.3
Ketentuan Prinsip Ruting.........................................................
45
6.4
Arsitektur Link Interkoneksi .....................................................
47
6.5
Ketentuan Penyediaan Kapasitas ...........................................
47
6.5.1
Informasi dari Penyelenggara Kedua ......................................
48
6.5.2
Informasi dari Penyelenggara Pertama ...................................
49
6.5.3
Pembahasan Penyediaan Kapasitas.......................................
49
6.5.4
Transfer Trafik dari Pelanggan yang Ada ................................
50
Ketentuan Forecast Trafik .......................................................
50
6.6.1
Umum......................................................................................
50
6.6.2
Isi Forecast Trafik ....................................................................
51
6.6.3
Periode Forecast Trafik ...........................................................
51
6.6.4
Informasi dalam Forecast Trafik ..............................................
52
6.6.5
Evolusi Forecast Trafik ............................................................
52
6.6
6.7
6.8
Ketentuan Profil Kapasitas dan Pemesanan Kapasitas di Depan (ACO - Advance Capacity Order).................................
53
Ketentuan Penyediaan dan Pengujian Kapasitas....................
54
Halaman iv dari vii
6.8.1
Pengorderan Kapasitas ...........................................................
54
6.8.2
Kongesti ..................................................................................
54
6.8.3
Jadwal Pengujian Kapasitas Interkoneksi ...............................
55
6.8.4
Prosedur Pengujian dan Pengaktifan (Commisioning) ............
55
Ketentuan Jangka Waktu Penyediaan Kapasitas....................
56
6.9.1
Jangka Waktu Penyediaan Kapasitas .....................................
56
6.9.2
Penghapusan Kapasitas..........................................................
56
6.9.3
Perubahan Order Kapasitas ....................................................
57
6.9.4
Pengaturan Ulang Kapasitas...................................................
57
6.9.5
Pembatalan Order Kapasitas ..................................................
58
6.9.6
Ketentuan Lain dalam Order Kapasitas...................................
58
Ketentuan Penomoran.............................................................
58
6.10.1
Susunan Penomoran...............................................................
58
6.10.2
Informasi Nomor ......................................................................
59
6.11
Ketentuan Pertemuan Teknis ..................................................
59
6.12
Uji Integrasi .............................................................................
59
6.13
Transmisi dan Signalling .........................................................
61
6.13.1
Transmisi.................................................................................
61
6.13.2
Sinkronisasi .............................................................................
61
6.13.3
Echo Control............................................................................
61
6.13.4
Signalling.................................................................................
62
6.13.5
Seleksi Sirkit............................................................................
62
6.13.6
Penomoran pada Sirkit Trafik ..................................................
62
6.13.7
Answer Message .....................................................................
62
Standard Kinerja......................................................................
63
6.14.1
Umum......................................................................................
63
6.14.2
Kinerja Layanan Panggilan......................................................
64
6.14.3
Kinerja Link Interkoneksi .........................................................
65
6.9
6.10
6.14
Halaman v dari vii
6.14.4
Informasi tentang Standard Kinerja .........................................
65
Ketentuan Pengoperasian .......................................................
65
6.15.1
Umum......................................................................................
65
6.15.2
Identifikasi dan Pelaporan Kesalahan/Gangguan....................
66
6.15.3
Kecepatan Response ..............................................................
66
6.15.4
Perbaikan Layanan..................................................................
66
6.15.5
Waktu dan Prosedur Perbaikan...............................................
68
6.15.6
Pekerjaan atau Pemeliharaan yang Telah Direncanakan........
68
Layanan Tambahan.................................................................
68
6.16.1
Layanan Operator Penyambungan..........................................
69
6.16.2
Calling Line Identification (CLI)................................................
69
6.16.3
Identifikasi Panggilan yang Tidak Baik (Malicious Call)...........
70
6.16.4
Ruting dan Signalling Panggilan Darurat.................................
70
6.17
Lampiran A1 : Informasi Jaringan Penyelenggara...................
70
6.18
Lampiran A2 : Aspek Bisnis.....................................................
71
6.19
Lampiran A3 : Amandemen Manajemen Data (AMD) .............
71
6.20
Lampiran A4 : Tanggung jawab atas Jenis Trafik....................
72
6.21
Lampiran A5 : Kerja Signal Transfer Point (STP Working) ......
72
DOKUMEN PENDUKUNG B : PENAGIHAN DAN PEMBAYARAN.............
73
7.1
Perekaman Informasi Tagihan ................................................
73
7.2
Pertukaran Informasi Tagihan .................................................
74
7.3
Penagihan ...............................................................................
75
7.4
Pembayaran ............................................................................
75
7.5
Perselisihan.............................................................................
76
7.6
Perubahan pada File Tagihan Layanan Penyelenggara..........
77
6.15
6.16
7.
Halaman vi dari vii
8.
DOKUMEN PENDUKUNG C : DAFTAR LAYANAN INTERKONEKSI ........
78
8.1
Daftar Layanan Interkoneksi Bersama ....................................
79
8.2
Daftar Layanan Interkoneksi Penyelenggara Pertama ............
79
8.3
Daftar Layanan Interkoneksi Penyelenggara Kedua ...............
80
DOKUMEN PENDUKUNG D : SPESIFIKASI TEKNIS .................................
81
9.1
Spesifikasi Generik Interface Fisik dan Kelistrikan ..................
82
9.1.1
Port Masukan Dan Port Keluaran ............................................
82
9.1.2
Interferensi ..............................................................................
83
9.1.3
Jitter.........................................................................................
83
9.1.4
Wander....................................................................................
83
9.1.5
Sinkronisasi .............................................................................
83
9.1.6
Karakteristik-karakteristrik Fungsional Interface ......................
84
9.1.7
Keselamatan dan Perlindungan ..............................................
84
9.2
Spesifikasi Generik Interface Signaling CCS # 7.....................
84
9.3
Spesifikasi Generik Interface Transmisi ..................................
85
9.4
Spesifikasi Generik Interface SDH ..........................................
85
10. DOKUMEN PENDUKUNG E : DEFINISI DAN INTERPRETASI...................
86
9.
Halaman vii dari vii
1.
KETENTUAN UMUM 1.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang selanjutnya disebut BRTI adalah Direktorat Jenderal Postel dan Komite Regulasi Telekomunikasi;
2.
Penyelenggara Pertama atau penyedia akses adalah penyelenggara yang menyediakan akses untuk keperluan Interkoneksi dengan penyelenggara lain;
3.
Penyelenggara Kedua atau pencari akses adalah penyelenggara yang bermaksud untuk berinterkoneksi dengan Penyedia akses ;
4.
Pihak Ketiga adalah pihak yang terkait dalam proses penyediaan akses untuk keperluan interkoneksi baik dari penyedia akses maupun pencari akses, yang keberadaannya diketahui dan atas seizin dari penyedia akses dan pencari akses atau penyelenggara lain yang bermaksud untuk berinterkoneksi dengan penyelenggara pertama atau penyelenggara kedua ;
5.
File Tagihan Layanan Penyelenggara adalah Rekaman data-data panggilan yang rinci dari layanan interkoneksi yang diberikan oleh suatu Penyelengara kepada Penyelenggara lainnya;
6.
Fasilitas Penting
Interkoneksi (FPI) adalah suatu istilah yang
dipergunakan bagi berbagai fasilitas yang merupakan infrastruktur sipil dari suatu jaringan telekomunikasi, dimana akses ke fasilitas tersebut mutlak diperlukan bagi pelaksanaan interkoneksi, guna memasang dan mengoperasikan Peralatan yang diperlukan oleh Penyelenggara Kedua untuk menyalurkan trafik interkoneksi dari/ke jaringannya. Fasilitas tersebut meliputi lokasi Sentral Gerbang dimana terdapat Titik Interkoneksi, lokasi menara transmisi, menara transmisi dan fasilitas bawah tanah (duct). FPI yang menjadi subyek
Halaman 1 dari 86
Aturan Pokok ini adalah pada kasus Penyelenggara Kedua tidak memiliki pilihan antara membangun atau menyewa akses ke FPI tersebut; 7.
Interconnect
Extension
Circuit
(IEC)
adalah
perpanjangan
(ekstension) dari sirkit interkoneksi, yang umumnya dipakai untuk sambungan menuju ke remote switch; 8.
Informasi
Rahasia
meliputi
seluruh
informasi,
idea,
konsep,
teknologi, proses manufaktur serta pengetahuan dalam berbagai bentuk alaminya tentang industri, pemasaran dan komersial yang berhubungan dengan/atau dikembangkan guna mendukung bisnis suatu Penyelenggara yang diklasifikasikan sebagai rahasia oleh pemilik informasi; 9.
Jitter adalah adalah variasi dalam jangka pendek (yang tidak kumulatif) suatu sinyal digital dari posisinya yang ideal pada skala waktu yang bersifat sesaat (instant) dan signifikan;
10.
Juklak Penyediaan adalah Dokumen petunjuk pelaksanaan yang berisi prosedur untuk penyediaan dan pengaturan kapasitas interkoneksi;
11.
Juklak Pengoperasian dan Pemeliharaan adalah Dokumen yang berisi petunjuk pelaksanaan pengoperasian dan pemeliharaan;
12.
Juklak Pengujian Operasi adalah Dokumen petunjuk pelaksanaan pengujian operasional sistem interkoneksi;
13.
Kapasitas adalah kemampuan dari fasilitas telekomunikasi untuk menyalurkan trafik dan biasanya dinyatakan satuan 2 Mbit/detik;
Halaman 2 dari 86
14.
Kejadian Suspensi berarti : a.
Kelangsungan
pemberian
akses
ke
suatu
FPI
dapat
mengakibatkan ancaman terhadap keselamatan manusia, keamanan jaringan dan/atau Peralatannya; atau b.
Penyelenggara
Kedua
tidak
dapat
melunasi
kewajiban
hutangnya; c.
Penggunaan FPI oleh Penyelenggara Kedua bertentangan dengan hukum yang berlaku;
d.
Penyelenggara Kedua mengingkari kewajibannya seperti yang tercantum dalam perjanjian akses;
e.
Penyelenggara Kedua tidak dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan kelayakan kredit seperti yang diminta oleh Penyelenggara Pertama.
15.
Koneksi Sentral Gerbang adalah peralatan penyambungan (untuk melakukan koneksi) dari switch milik para Penyelenggara untuk penyediaan layanan interkoneksi;
16.
Order
Kapasitas
adalah
pengorderan
suatu
Kapasitas
yang
dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya; 17.
Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) adalah suatu hirarki dan struktur transport digital yang distandarkan sebagai transport dengan ciri sinyal pada kondisi normal mempunyai kecepatan yang sama, dan jika terjadi penyimpangan harus dalam batas-batas yang telah ditentukan;
18.
Penyelenggara adalah sebutan untuk penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
19.
Periode ACO adalah periode (kurun waktu) yang dicakup oleh ACO (Advance Capacity Order);
Halaman 3 dari 86
20.
Persyaratan Jaminan Keuangan adalah instrumen (keuangan) yang kemungkinan
diminta
oleh
Penyelenggara
Pertama
untuk
memperoleh keyakinan bahwa Penyelenggara Kedua akan mampu memenuhi kewajiban keuangannya sehubungan dengan penyediaan akses. Contoh jaminan keuangan tersebut antara lain adalah bank garansi dan jaminan pribadi (personal guarantee) dari pimpinan perusahaan; 21.
Profil Kapasitas adalah profil dari Kapasitas yang akan diorder dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan mendatang;
22.
Rencana Induk Teknis adalah dokumen yang berisi rincian tentang perencanaan induk teknis;
23.
Synchronous Digital Hierarchy (SDH) adalah standar ITU untuk transfer data secara sinkron melalui jaringan optik;
24.
Synchronous Transfer Mode (STM) adalah sistem transmisi SDH yang memiliki tingkat transmisi berdasarkan formula 4n x 155 Mbps dimana n = 0, 1, 2, ...;
25.
Wander adalah variasi dalam jangka panjang (yang tidak kumulatif) suatu sinyal digital dari posisinya yang ideal pada skala waktu yang bersifat sesaat (instant) dan signifikan;
Halaman 4 dari 86
2.
PENDAHULUAN DAN RUANG LINGKUP UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan PP Nomor 52 Tahun
2000
mengamanatkan
tentang
Penyelenggaraan
pembinaan
telekomunikasi
Telekomunikasi menjadi
yang
tanggungjawab
Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang telekomunikasi. Menteri
menyusun
Petunjuk
Penyusunan
Dokumen
Penawaran
Interkoneksi (selanjutnya disebut P2DPI) sebagai bagian dari pelaksanaan tanggung jawabnya sebagai pembina industri telekomunikasi dalam mengembangkan suatu industri yang kompetitif. P2DPI merupakan pedoman bagi para Penyelenggara dalam menyusun Dokumen Penawaran Interkoneksi. P2DPI disusun dengan tujuan : 1. Mencegah agar suatu Penyelenggara jaringan yang memiliki “significant market
power”
(selanjutnya
disebut
SMP)
tidak
menggunakan
kekuatannya untuk mendistorsi pasar dengan menghambat pemberian layanan Interkoneksi melalui penetapan berbagai kondisi dan ketentuan dalam Perjanjian Interkoneksi yang menyulitkan Penyelenggara baru secara tidak wajar. 2. Memberikan pedoman yang jelas kepada setiap Penyelenggara jaringan dalam menyusun DPI-nya.
Halaman 5 dari 86
2.1 Pendahuluan 2.1.1 Masa Berlaku Dokumen P2DPI ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Peraturan ini sampai dengan adanya penggantian atau adanya ketetapan lain. 2.1.2 Perubahan 1. Jenis layanan Interkoneksi yang diatur dalam dokumen P2DPI ini dapat diubah dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan
penyelenggaraan
jaringan
dan
jasa
telekomunikasi. 2. Para Penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi akan diberitahu oleh BRTI tentang perubahan yang terjadi sebelum ketentuan yang berkaitan dengan perubahan tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja sebelum diberlakukan. 2.1.3 Pengkajian Ulang BRTI dapat melakukan kajian ulang terhadap ketentuan dalam dokumen P2DPI ini setiap waktu dalam rangka merespon dinamika yang terjadi dilapangan atas peraturan perundangundangan
yang
relevan,
kondisi
perizinan,
atau
perkembangan teknologi.
Halaman 6 dari 86
2.2 Ruang Lingkup 2.2.1 Layanan Interkoneksi Dokumen P2DPI ini berlaku bagi layanan Interkoneksi seperti yang dimaksud dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang terkait. 2.2.2 Perjanjian Kerjasama 1. Isi
perjanjian
kerjasama
Interkoneksi
antara
Penyelenggara Pertama dan Kedua sekurang-kurangnya memuat
ketentuan
sebagaimana
tercantum
dalam
dokumen P2DPI ini. 2. Kedua
pihak
yang
bekerjasama
dapat
membuat
persetujuan tertulis mengenai ketentuan dan kondisi mengenai
layanan
Interkoneksi
tertentu
yang
tidak
tercakup dalam dokumen P2DPI ini. 3. Perjanjian
kerjasama
menggantikan
atau
kedua
pihak
menghapuskan
tidak
kewajiban
dapat yang
tercantum dalam Peraturan Menteri ini. 2.2.3 Kerangka Waktu 1. Kerangka waktu suatu proses tertentu yang berkaitan dengan penyediaan layanan Interkoneksi harus sesuai dengan ketentuan dalam dokumen P2DPI ini, kecuali jika para penyelenggara jaringan berpendapat bahwa hal itu sulit diwujudkan dalam praktek. Pada kondisi tersebut para penyelenggara jaringan dan jasa harus memberikan
Halaman 7 dari 86
alasan dan menyepakati untuk perubahan kerangka waktu proses tersebut. 2. Dalam hal tidak dapat tercapai persetujuan mengenai perubahan
kerangka
penyelenggara
jaringan
waktu harus
tersebut, mengikuti
maka
para
Tata
Cara
Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi yang tercantum dalam Lampiran 6 Peraturan Menteri ini.
Halaman 8 dari 86
3.
KONDISI MANDATORI PADA INTERKONEKSI 3.1 Kerahasiaan Informasi 1. Penyelenggara Pertama dan Penyelenggara Kedua wajib merahasiakan Informasi Rahasia milik kedua penyelenggara sebagai akibat kerjasama Interkoneksi oleh kedua belah pihak. 2. Informasi Rahasia sebagaimana dimaksud diatas adalah informasi yang: a. Dikomunikasikan
atau
diserahkan
berkaitan
dengan
permintaan atau perjanjian Interkoneksi; dan atau b. Menjadi pengetahuan suatu Penyelenggara akibat adanya permintaan atau Perjanjian Interkoneksi. 3. Informasi Rahasia sebagaimana dimaksud diatas dilarang untuk: a. Digunakan atau digandakan kecuali untuk kebutuhan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini; dan atau b. Disebarkan atau dikomunikasikan kepada Pihak Ketiga. 4. Informasi tentang jaringan dan fasilitas Penyelenggara Pertama atau Kedua sebagai akibat penyediaan layanan Interkoneksi merupakan Informasi Rahasia. 5. Informasi Rahasia yang diperoleh Penyelenggara Pertama tentang fasilitas Penyelenggara Kedua dan sebaliknya, hanya diperbolehkan untuk: a. Dipergunakan bagi kebutuhan teknis dalam menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan layanan Interkoneksi, atau apabila diperlukan BRTI atau oleh tenaga ahli independen
Halaman 9 dari 86
yang ditunjuk sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Menteri ini; dan b. Dalam praktek, digunakan oleh tenaga teknis atau personil lainnya yang terlibat dalam tim yang bekerja untuk penyediaan layanan Interkoneksi. 6. Penyelenggara Pertama atau Kedua dapat membuka Informasi Rahasia dari Penyelenggara Kedua atau Pertama untuk hal-hal sebagai berikut : a. Kepada agen atau perwakilan yang ditunjuk mewakili salah satu pihak dimana Informasi Rahasia tersebut harus dibuka untuk kebutuhan yang berkaitan dengan permintaan atau perjanjian layanan Interkoneksi; b. Kepada tenaga profesional yang menjadi konsultan dari Penyelenggara Pertama dan Kedua, berkaitan dengan kewajiban yang timbul akibat perjanjian interkoneksi; c. Berkaitan
dengan
sebagaimana
proses
ditetapkan
hukum,
dalam
proses
Peraturan
arbitrase
Menteri
ini,
penetapan keputusan berdasarkan saksi ahli dan mekanisme lain dari penyelesaian perselisihan, atau dalam usaha untuk memperoleh saran dari tenaga ahli sehubungan dengan hal tersebut; d. Jika diperlukan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; e. Jika diperlukan sebagai aturan dari bursa saham dimana penyelenggara tersebut terdaftar; f. Berdasarkan
persetujuan
dari
penyelenggara
pemilik
informasi rahasia tersebut;
Halaman 10 dari 86
g. Jika diperlukan untuk melindungi keselamatan personil atau peralatan. 7. Penyelenggara Pertama dan Kedua harus menyusun suatu prosedur yang memadai untuk menjaga kerahasiaan dari Informasi Rahasia milik satu dan lainnya yang berkaitan dengan interkoneksi, serta menjamin bahwa para karyawan, agen dan perwakilannya merupakan pihak yang diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan informasi tersebut; 8. Dalam
hal
penyelenggara
penerima
Informasi
Rahasia
memberikan informasi rahasia kepada Pihak Ketiga maka penyelenggara yang memberikan informasi rahasia harus: a. Mewajibkan pihak ketiga untuk : i.
Menggunakan Informasi Rahasia tersebut sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dan menjaga kerahasiaan informasi tersebut;
ii.
Tidak memberikan Informasi Rahasia tersebut kepada pihak lain sebelum memperoleh izin tertulis dari pemilik informasi.
b. Memperoleh pernyataan dari pihak ketiga bahwa mereka memahami: i.
Informasi rahasia tersebut adalah (dan untuk selamanya) merupakan milik penyelenggara lain;
ii.
Kesalahan dalam penggunaan informasi rahasia dapat menimbulkan kerugian besar bagi penyelenggara pemilik informasi.
Halaman 11 dari 86
9. Penyelenggara Pertama dan Kedua wajib bekerjasama dalam: a. Saling menjaga kerahasiaan dari informasi
rahasia yang
diterimanya sebagai akibat permintaan atau kerjasama interkoneksi; b. Menjalankan ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan informasi rahasia yang diterima oleh kedua penyelenggara;
3.2 Non-diskriminasi pada Layanan Interkoneksi 1. Dalam penyediaan layanan Interkoneksi, setiap penyelenggara wajib memperlakukan penyelenggara lainnya berdasarkan prinsip non diskriminasi. Bagi Penyelenggara Pertama hal ini meliputi pengambilan setiap langkah yang beralasan guna menjamin agar Penyelenggara Kedua memperoleh layanan Interkoneksi tepat waktu
yaitu
sesuai
dengan
waktu
yang
diperlukan
jika
Penyelenggara Pertama menyediakan layanan Interkoneksi untuk kebutuhan sendiri. 2. Prinsip non diskriminasi ini tidak membatasi Penyelenggara Kedua
berdasarkan permintaan untuk memperoleh layanan
Interkoneksi dengan kualitas lebih tinggi atau lebih rendah dari kualitas layanan Interkoneksi yang digunakan sendiri oleh Penyelenggara Pertama. Dalam hal ini Penyelenggara Pertama tidak diwajibkan untuk memenuhi permintaan tersebut. Apabila Penyelenggara Pertama memenuhi permintaan tersebut, maka kondisi ini juga harus berlaku bagi semua penyelenggara yang memintanya.
Halaman 12 dari 86
3.3 Sistem Antrian 1. Penyelenggara Pertama wajib menerapkan sistem antrian dalam melayani
permintaan
layanan
Interkoneksi
sesuai
dengan
ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini. 2. Penyelenggara Pertama atau penyelenggara lain yang memiliki aliansi dengan Penyelenggara Pertama wajib untuk menyertakan permintaan layanan Interkoneksi bagi dirinya sendiri dalam sistem antrian tersebut. 3. Sistem antrian harus konsisten berdasarkan prinsip sebagai berikut : a. Sistem
antrian
Penyelenggara
Pertama
harus
non
diskriminatif; dan b. Penyelenggara Pertama harus memaksimalkan efisiensi dari sistem antrian tersebut. 4. Aturan dalam sistem antrian juga harus diterapkan pada permintaan
layanan
Interkoneksi
yang
berasal
dari
Penyelenggara Pertama atau penyelenggara lain yang memiliki aliansi dengan Penyelenggara Pertama atau hak pengelolaannya berada pada pihak yang sama, meliputi : a. Pengkajian sebelum
terhadap
dinyatakan
permintaan diterima
atau
layanan
Interkoneksi
ditolak
berdasarkan
ketentuan yang tercantum dalam dokumen P2DPI; dan b. Pelaksanaan
kewajiban
bagi
permintaaan
layanan
Interkoneksi yang diterima. 5. Penyelenggara Pertama dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah menerima
permintaan
layanan
Interkoneksi
harus
memberitahukan secara resmi kepada Penyelenggara Kedua
Halaman 13 dari 86
bahwa permintaan tersebut telah ditempatkan dalam sistem antrian. 6. Sistem antrian yang diterapkan oleh Penyelenggara Pertama harus dapat menyampaikan posisi nomor urut permintaan layanan Interkoneksi oleh Penyelenggara Kedua dari waktu ke waktu.
3.4 Penyelesaian Perselisihan 1. Apabila terjadi perselisihan dalam proses negosiasi pada pemberian layanan Interkoneksi mengenai ketentuan dan kondisi dari perjanjian Interkoneksi, para penyelenggara jaringan dan jasa harus mengusahakan penyelesaian perselisihan tersebut sesuai dengan mekanisme dan prosedur dalam Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini. 2. Perjanjian Interkoneksi harus mencantumkan pengaturan tentang penyelesaian perselisihan pada waktu implementasi layanan Interkoneksi sebagaimana diatur dalam butir 1 di atas. 3. Dalam hal terjadi perselisihan pada waktu implementasi layanan Interkoneksi, penyelesaian
para
penyelenggara
perselisihan
sesuai
harus
mengusahakan
dengan
pengaturan
penyelesaian perselisihan yang disepakati mengacu kepada butir 2 di atas.
Halaman 14 dari 86
4.
DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) adalah suatu dokumen yang berisikan : 1. Petunjuk untuk menemukan berbagai dokumen lain yang lebih rinci berkaitan dengan interkoneksi; 2. Berbagai opsi yang berkaitan dengan interkoneksi; 3. Prinsip yang menjelaskan bahwa Penyelenggara Kedua harus membuat jaringan mereka kompatibel dengan jaringan Penyelenggara Pertama; 4. Daftar layanan utama Interkoneksi yang ditawarkan disertai harganya, termasuk penjelasan bagaimana trafik untuk setiap layanan Interkoneksi dipisahkan pada titik interkoneksi; 5. Indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan Interkoneksi; 6. Kewajiban
para
pihak
yang
berinterkoneksi
untuk
melakukan
pemesanan suatu kapasitas interkoneksi tertentu; 7. Diagram yang merupakan ringkasan prosedur berinterkoneksi, mengacu pada tabel yang berisikan daftar setiap aktivitas beserta durasi waktunya; 8. Ringkasan singkat yang dilengkapi dengan diagram untuk proses forecasting dan pengorderan; 9. Rincian dari seluruh titik interkoneksi yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, dimensi dan spesifikasi lainnya; 10. Nama dan alamat personil yang dapat dihubungi berkaitan dengan permintaan layanan Interkoneksi (contact person).
Halaman 15 dari 86
DPI sekurang-kurangnya harus didukung oleh 3 (tiga) dokumen utama yang terdiri dari : 1. Perjanjian Interkoneksi; 2. Daftar Layanan Interkoneksi yang Ditawarkan; 3. Daftar Perubahan, jika ada. DPI dan dokumen pendukung lainnya dari suatu Perjanjian Interkoneksi harus tersedia bagi semua pihak yang berminat, dan sebaiknya dipublikasikan melalui website. Dokumen-dokumen tersebut dapat memiliki volume yang cukup besar sehingga sebaiknya dibuat dalam format yang mudah di-download oleh pihak yang berminat.
4.1 Perjanjian Interkoneksi Perjanjian Interkoneksi antara dua penyelenggara yang akan berinterkoneksi merupakan suatu yang harus dilakukan sebelum Interkoneksi
secara
fisik
dapat
dilaksanakan
antara
kedua
penyelenggara. Perjanjian Interkoneksi merupakan suatu perjanjian legal antara para penyelenggara yang berinterkoneksi mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing yang berkaitan dengan Interkoneksi, meliputi aspek komersial, teknis dan operasional. Dokumen Perjanjian Interkoneksi terdiri dari dokumen Perjanjian Pokok Interkoneksi yang dilengkapi dengan Dokumen Pendukung, dimana keseluruhan dokumen tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Halaman 16 dari 86
Secara keseluruhan, dokumen Perjanjian Interkoneksi terdiri dari : 1. Perjanjian Pokok Interkoneksi 2. Dokumen Pendukung A : Perencanaan dan Operasi 3. Dokumen Pendukung B : Penagihan dan Pembayaran 4. Dokumen Pendukung C : Daftar Layanan Interkoneksi dan Harga 5. Dokumen Pendukung D : Spesifikasi Teknis 6. Dokumen Pendukung E : Definisi dan Interpretasi. Rincian tentang keenam dokumen tersebut akan dijelaskan pada Bab 5 sampai dengan Bab 10.
4.2 Daftar Layanan Interkoneksi yang Ditawarkan Dokumen ini berisikan daftar layanan dan/atau fasilitas Interkoneksi yang ditawarkan oleh suatu penyelenggara. Daftar layanan tersebut harus dilengkapi dengan harga layanan serta penjelasan secara terinci tentang cara menghitung biaya suatu layanan Interkoneksi tertentu. Jika layanan tersebut merupakan gabungan dari beberapa layanan Interkoneksi, maka biaya layanan tersebut harus dapat diuraikan dalam komponen biaya layanan tersebut. Mengingat bervariasinya layanan Interkoneksi yang dapat disediakan serta perhitungan biayanya, maka harus dibuat uraian keterangan harga dalam lampiran yang terpisah bagi setiap jenis layanan Interkoneksi. DPI harus lengkap dan jelas mendefinisikan berbagai layanan Interkoneksi yang ditawarkan. DPI harus menyajikan berbagai layanan Interkoneksi berdasarkan pendekatan yang berorientasi kepada layanan end-to-end.
Halaman 17 dari 86
Layanan interkoneksi yang wajib disediakan oleh Penyelenggara Pertama adalah layanan teleponi dasar yang rinciannya mengacu kepada Lampiran 1 Peraturan Menteri ini sesuai dengan lisensi yang dimiliki oleh Penyelenggara Pertama. Layanan Interkoneksi yang ditawarkan dapat disusun berdasarkan prioritas dalam modul-modul sebagai berikut : 1.
Modul 1 : Layanan Teleponi Dasar termasuk fitur-fiturnya;
2.
Modul 2 : Layanan Tambahan PSTN dan STBS;
3.
Modul 3 : Layanan Lanjutan (advance services);
4.
Modul 4 : Layanan Seleksi Penyelenggara (carrier selection services).
4.2.1 Modul 1 : Layanan Teleponi Dasar Termasuk Fitur-Fiturnya Sebagai prioritas pertama DPI harus menyertakan layanan yang terdapat pada Modul 1, yang meliputi : 1. Layanan teleponi dasar; 2. Call Forwarding; 3. DTMF (Dial Tone Multi Frequency); 4. Akses ke layanan direktori; 5. Layanan darurat; Ketersediaan informasi CLI (Calling Line Identification) pada suatu interkoneksi
merupakan
hal
yang
direkomendasikan
guna
penyediaan layanan Tagihan Unik (Unique Billing/Itemized Billing) dan layanan CLI.
Halaman 18 dari 86
Jika dimungkinkan, disarankan agar pada Modul 1 telah disediakan layanan Tagihan Unik dan Advice of Charge (AOC). 4.2.2 Modul 2 : Layanan Tambahan Jaringan Tetap dan Jaringan Bergerak Sebagai prioritas kedua DPI dapat menawarkan layanan Interkoneksi pada Modul 2 sebagai berikut : 1. Layanan Tambahan antara dua jaringan termasuk layanan SMS dan MMS; 2. Layanan Komunikasi Data. 4.2.3 Modul 3 : Layanan Lanjutan (Advance Services) Penyediaan berbagai Layanan Lanjutan antar jaringan harus ditetapkan berdasarkan pengaturan komersial antara penyelenggara dan Penyedia Layanan (Service Provider) pada tingkat nasional : 1. Layanan VPN (Virtual Private Network); 2. Layanan Lanjutan IN (Freephone, Premium rate, Virtual Calling Card, Universal Personal Telecommunication/UPT). 4.2.4 Modul 4 : Layanan Seleksi Penyelenggara Penyediaan layanan seleksi penyelenggara (Carrier Selection Service) memerlukan penyediaan CLI pada interface dalam suatu interkoneksi guna memungkinkan dilakukannya otentifikasi dari setiap panggilan. Implementasi Layanan Seleksi Penyelenggara diatur oleh Menteri untuk tingkat nasional.
Halaman 19 dari 86
4.3 Daftar Perubahan Daftar perubahan berisi berbagai perubahan yang dilakukan terhadap DPI dan dokumen-dokumen pendukungnya, terutama yang berkaitan dengan perubahan layanan Interkoneksi dan harganya yang terdapat pada Daftar Layanan Interkoneksi yang ditawarkan. Daftar ini sangat berguna bagi para peminat yang berkepentingan untuk menemukan dan mengetahui berbagai perubahan yang terjadi pada DPI dan dokumen pendukungnya. Informasi yang terdapat dalam Daftar Perubahan antara lain meliputi: 1. Nomor referensi; 2. Tanggal dikeluarkan; 3. Tanggal mulai berlaku; 4. Status : a. Mengalami perubahan (sebutkan bagian dan/atau item dari dokumen yang mengalami perubahan); b. Dihapus atau diganti (sebutkan bagian dan/atau item dari dokumen yang dihapuskan atau digantikan); c. Baru (merupakan ketentuan baru); 5. Uraian (keterangan singkat tentang bagian dan/atau item dari dokumen yang mengalami perubahan). Daftar perubahan harus segera diremajakan setiap terjadi perubahan pada DPI dan dokumen pendukungnya guna menjamin para peminat yang berkepentingan memperoleh informasi yang benar dan terbaru.
Halaman 20 dari 86
Perlu diingat bahwa perubahan biaya suatu layanan Interkoneksi yang diakibatkan oleh perubahan regulasi dapat memiliki dampak yang
signifikan
pada
biaya
operasi
dan
pendapatan
dari
penyelenggara yang berinterkoneksi, dimana dampak tersebut harus diantisipasi sedini mungkin. Jadi daftar perubahan yang selalu diperbarui akan membantu para penyelenggara yang berkepentingan dalam mengantisipasi dampak dari perubahan yang terjadi.
Halaman 21 dari 86
5.
PERJANJIAN POKOK INTERKONEKSI Perjanjian Pokok Interkoneksi (selanjutnya disebut PPI) merupakan perjanjian induk yang berisi hal-hal pokok berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam berinterkoneksi serta didukung oleh beberapa dokumen lain sebagai acuan yang bersifat lebih rinci, dimana keseluruhan dokumen tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam suatu Perjanjian Interkoneksi. Materi dari suatu PPI harus mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Tanggal dan Identitas Para Penyelenggara 2. Definisi dan Interpretasi 3. Ruang Lingkup Perjanjian 4. Masa Berlaku Perjanjian 5. Hak dan Kewajiban Para Pihak 6. Interkoneksi dan Standard 7. Perubahan Sistem 8. Ruang Lingkup dan Kualitas Layanan 9. Biaya Transfer Panggilan dan Layanan Baru 10. Kapasitas dan Forecast 11. Penyediaan Informasi dan Kerahasiaan 12. CLI (Calling Line Identification) 13. Layanan Interkoneksi dari Para Penyelenggara 14. Pembebanan Biaya, Penagihan dan Pembayaran 15. Perlindungan dan Keamanan Sistem
Halaman 22 dari 86
16. Persetujuan Penyambungan Peralatan 17. Penomoran 18. Pengkajian Ulang dan Penetapan oleh Regulator 19. Force Majeur dan Batas Kewajiban 20. Hak Atas Kekayaan Intelektual 21. Pemindahan Hak dan Kewajiban 22. Kecurangan (Fraud) 23. Perselisihan 24. Pelanggaran, Suspensi dan Pengakhiran Perjanjian 25. Nota Pemberitahuan 26. Keseluruhan Perjanjian dan Perubahan 27. Pencabutan Tuntutan 28. Kontraktor Independen 29. Kekuatan Perjanjian dan Hukum yang Berlaku.
5.1 Tanggal Perjanjian dan Identitas Penyelenggara Setiap Perjanjian Interkoneksi harus memiliki tanggal perjanjian dan identitas dari penyelenggara yang terikat perjanjian tersebut (nama dan alamat dari para penyelenggara yang terikat dalam perjanjian).
5.2 Definisi dan Interpretasi Ketentuan yang menjelaskan bahwa seluruh istilah yang digunakan dalam perjanjian ini adalah berdasarkan definisi dan interpretasi yang diuraikan dalam Dokumen Pendukung E.
Halaman 23 dari 86
5.3 Ruang Lingkup Perjanjian Sub bab ini berisi ruang lingkup perjanjian yang disepakati para pihak.
5.4 Masa Berlaku Perjanjian Setiap
Perjanjian
Interkoneksi
harus
memiliki
tanggal
mulai
berlakunya perjanjian tersebut dan masa berlakunya dapat diakhiri berdasarkan hal-hal sebagai berikut: a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Permintaan salah satu pihak karena alasan tertentu yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.5 Hak dan Kewajiban Para Pihak Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban para pihak yang berinterkoneksi.
5.6 Interkoneksi dan Standard Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa interkoneksi dilakukan pada titik interkoneksi yang ditetapkan dalam perjanjian ini, dimana kedua pihak harus memenuhi ketentuan sesuai dengan spesifikasi teknis seperti diuraikan pada Dokumen Pendukung D.
5.7 Perubahan Sistem Sub bab ini berisi ketentuan yang berkaitan dengan kebutuhan suatu penyelenggara untuk melakukan perubahan atau penggantian sistemnya.
Halaman 24 dari 86
1. Pihak penyelenggara yang akan melakukan perubahan sistem harus memberitahukan kepada pihak lainnya dalam waktu sekurang-kurangnya
5
(lima)
bulan
sebelum
perubahan
dilakukan. 2. Pihak penyelenggara yang akan melakukan perubahan sistem harus menyampaikan kerangka waktu perubahan sistem kepada pihak
lainnya
khususnya
untuk
menjelaskan
kepentingan
penyediaan layanan bagi pelanggan. 3. Pihak yang diberitahu harus memberikan tanggapan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima pemberitahuan.
Tanggapan
tersebut
antara
lain
berisikan
informasi tentang biaya yang diperlukan untuk melakukan perubahan sistemnya. Biaya yang dimaksud adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak yang diberitahu sebagai akibat dilakukannya perubahan sistem. 4. Jika perubahan sistem tersebut diperlukan guna memenuhi ketentuan
regulasi
maka
biaya
perubahan
yang
timbul
ditanggung oleh masing-masing pihak.
5.8 Ruang Lingkup dan Kualitas Layanan 5.8.1 Ruang Lingkup Layanan
1. Pada ketentuan ini dijelaskan jenis-jenis layanan yang diperjanjikan sebagaimana tercantum dalam Dokumen Pendukung C dan tidak wajib memberikan layanan selain dari jenis layanan yang diperjanjikan.
Halaman 25 dari 86
2. Para Penyelenggara tersebut dapat dibenarkan untuk mengalihkan pemberian layanan tersebut kepada Pihak Ketiga berdasarkan kesepakatan. 3. Dalam hal para penyelenggara sepakat untuk memberikan dan atau mengalihkan layanan kepada pihak ketiga, maka setiap pihak harus menyertakannya dalam perhitungan traffic forecast; 5.8.2 Kualitas Layanan Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan kesepakatan para penyelenggara yang terkait dengan kualitas layanan Interkoneksi, dimana: 1. Para penyelenggara yang berinterkoneksi diwajibkan untuk menyediakan layanan Interkoneksi dengan kualitas yang telah disepakati; 2. Kualitas layanan tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.9 Biaya Transfer Panggilan dan Layanan Baru 5.9.1 Biaya Transfer Panggilan Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan kesepakatan antara kedua penyelenggara yang berinterkoneksi tentang pembebanan biaya transfer atau pengalihan panggilan. 5.9.2 Layanan Baru Sub bab ini berisi ketentuan yang berkaitan dengan permintaan penyediaan suatu layanan baru. Pada prinsipnya setiap Penyelenggara dapat meminta Penyelenggara lainnya
Halaman 26 dari 86
untuk
menginterkoneksikan
sistem
mereka
agar
dapat
memberikan berbagai jenis layanan dan atau fasilitas tertentu, dimana
Penyelenggara
yang
meminta
tersebut
telah
menyediakan layanan dan atau fasilitas tersebut bagi Pihak Ketiga berdasarkan suatu Perjanjian Interkoneksi. Pada kasus ini perlu dijelaskan bahwa Penyelenggara yang menerima permintaan harus siap untuk melakukan negosiasi yang diperlukan, jika perlu dilakukan perubahan pada Perjanjian Interkoneksi yang berlaku.
5.10 Kapasitas dan Forecast Sub bab ini berisi ketentuan tentang penyediaan informasi forecast yang berkaitan dengan kapasitas layanan Interkoneksi. Ketentuan yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan kapasitas dan forecast-nya adalah: 1. Para penyelenggara harus menyampaikan forecast masingmasing
sebagaimana
yang
ditentukan
dalam
Dokumen
Pendukung A. 2. Setiap penyelenggara harus memesan dan menyediakan layanan Interkoneksi yang sesuai dengan ketentuan dalam Dokumen Pendukung A.
5.11 Penyediaan Informasi Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa setiap penyelenggara wajib memberikan informasi bagi penyelenggara lainnya
yang
diperlukan
guna
membangun
interkoneksi
sebagaimana tercantum dalam PPI dan Dokumen Pendukung A beserta Lampirannya.
Halaman 27 dari 86
Kedua belah pihak akan menjaga kerahasiaan dari informasi rahasia yang diberikan oleh pihak lainnya untuk kebutuhan interkoneksi. Aspek kerahasiaan informasi ini harus mengacu ke butir 3.1 dokumen ini.
5.12 CLI (Calling Line Identification) Sub bab ini berisi ketentuan yang berkaitan dengan penyediaan informasi CLI. Adapun ketentuan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Penyediaan CLI dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 2. Jika sistem suatu penyelenggara memerlukan CLI maka pihak Penyelenggara yang melakukan originasi panggilan harus mengirimkan
informasi
CLI
tersebut
ke
sistem
yang
memerlukannya (jika sistem yang melakukan originasi memiliki kemampuan untuk hal itu). 3. Penyelenggara diperkenankan
yang
meminta
mempergunakan
dan
menerima
informasi
CLI
hanya
tersebut
untuk
kebutuhan sebagai berikut: a. Manajemen trafik; b. Manajemen penagihan; c. Kebutuhan administratif yang dapat diterima dalam praktek industri telekomunikasi meliputi pelacakan suatu panggilan, identifikasi panggilan yang tidak disertai niat baik dan berbagai bentuk kompilasi statistik yang berkaitan dengan originasi panggilan; d. Menampilkan
CLI
kepada
pelanggan
sesuai
dengan
ketetapan regulasi ;
Halaman 28 dari 86
e. Berbagai aktivitas yang berkaitan dengan permintaan dan atau pertanyaan pelanggan; f. Pencegahan
dan
pendeteksian
kecurangan
dan
atau
penipuan (fraud). 4. Pada sub bab ini juga perlu dijelaskan ketentuan berkaitan dengan penyampaian CLI kepada organisasi yang menangani masalah darurat
yaitu polisi, pemadam kebakaran dan
sebagainya pada suatu panggilan darurat. 5. Perlu diperhatikan bahwa kesepakatan tentang CLI harus senantiasa mengacu kepada peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
5.13 Layanan Interkoneksi dari Para Penyelenggara Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan berbagai layanan Interkoneksi yang diberikan oleh kedua penyelenggara sesuai dengan Perjanjian Interkoneksi. 5.13.1 Layanan dari Penyelenggara Pertama Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan tentang layanan Interkoneksi yang disediakan oleh Penyelenggara Pertama untuk Penyelenggara Kedua, dimana Penyelenggara Kedua harus membayar biaya layanan tersebut sesuai dengan harga yang tercantum pada Dokumen Pendukung C. 5.13.2 Layanan dari Penyelenggara Kedua Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan tentang layanan Interkoneksi yang disediakan oleh Penyelenggara Kedua untuk Penyelenggara Pertama, dimana Penyelenggara Pertama harus membayar biaya layanan Interkoneksi tersebut
Halaman 29 dari 86
sesuai dengan harga yang tercantum pada Dokumen Pendukung C. Penyelenggara Kedua dapat mengusulkan suatu perubahan harga layanan Interkoneksi
kepada
Penyelenggara Pertama dan sebaliknya. 5.13.3 Perubahan Harga Penyelenggara Pertama dan Penyelenggara Kedua dapat melakukan perubahan harga layanan Interkoneksi antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Perubahan biaya penyediaan layanan Interkoneksi yang berhubungan dengan Pihak Ketiga; 2. Ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perubahan harga layanan tersebut harus dipublikasikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum berlaku efektif. 5.13.4 Prosedur Perubahan Harga Adapun prosedur perubahan harga layanan adalah sebagai berikut : 1.
Pihak
yang
mengusulkan
perubahan
harusomemberitahukan secara tertulis tentang Usulan Perubahan Harga kepada pihak lainnya. Dalam Usulan Perubahan Harga tersebut dicantumkan perubahan harga
layanan
yang
diusulkan
dan
saat
pemberlakuannya. 2.
Pihak penerima pemberitahuan harus menyampaikan persetujuan atau penolakan dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan tersebut.
Halaman 30 dari 86
3.
Jika
terjadi
perselisihan
berkaitan
dengan
Usulan
Perubahan Harga tersebut, maka kedua belah pihak harus menyelesaikannya sesuai dengan prosedur yang disepakati dalam Perjanjian Interkoneksi. 4.
Dalam hal perubahan harga layanan tersebut terjadi sebagai akibat perubahan kebijakan regulasi yang terkait dengan Interkoneksi, maka para pihak sepakat untuk memberlakukan
perubahan
harga
tersebut
sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5.14 Pembebanan Pembayaran
Biaya,
Penagihan
dan
1. Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa para Penyelenggara yang berinterkoneksi selama masa berlakunya perjanjian akan membayar beban biaya layanan Interkoneksi yang diperhitungkan berdasarkan perjanjian Interkoneksi. 2. Dalam pelaksanaan butir 1 di atas, dapat diatur suatu ketentuan tentang tata cara penetapan nilai ekonomis dari besaran pokok biaya layanan Interkoneksi yang diperjanjikan. 3. Dalam sub bab ini juga diatur tentang prosedur penagihan dan pembayaran biaya layanan Interkoneksi yang mengacu kepada ketentuan pada Dokumen Pendukung B dan C.
5.15 Perlindungan dan Keamanan Sistem Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa para penyelenggara
bertanggung
jawab
atas
keamanan
dalam
pengoperasian sistemnya masing-masing dan wajib mengambil setiap langkah yang diperlukan untuk menjamin keamanan dalam
Halaman 31 dari 86
pengoperasian sistem masing-masing. Perlindungan dan keamanan pengoperasian sistem tersebut bertujuan untuk : 1. Tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan dari para karyawan, kontraktor, pekerja, agen atau pelanggan dari pihak lainnya; 2. Tidak merusak, mengganggu, atau menimbulkan masalah terhadap pengoperasian sistem milik pihak lain.
5.16 Persetujuan Penyambungan Peralatan Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa para penyelenggara yang berinterkoneksi tidak diperkenankan melakukan penyambungan atau mengkoneksikan sistemnya dengan perangkat atau sistem apapun milik salahsatu pihak tanpa mendapat persetujuan dari otoritas yang berwenang, termasuk
pihak
penyelenggara yang berinterkoneksi dengannya.
5.17 Penomoran Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa para penyelenggara yang berinterkoneksi harus mempergunakan nomor berdasarkan ketentuan penomoran nasional dan mengacu kepada Dokumen Pendukung A.
5.18 Pengkajian Ulang (Amandemen) 5.18.1 Pengkajian Ulang Sub bab ini berisi ketentuan tentang pengkajian ulang suatu Perjanjian Interkoneksi. Suatu penyelenggara dapat mengusahakan perubahan dari Perjanjian
Interkoneksi
yang
sedang
berjalan
dengan
Halaman 32 dari 86
memberikan Pemberitahuan Kajian Ulang kepada pihak lainnya. Pemberitahuan Kajian Ulang dapat dilakukan antara lain berdasarkan hal-hal sebagai berikut: 1. Izin Penyelenggara Pertama atau Penyelenggara Kedua mengalami perubahan yang bersifat material baik melalui amandemen atau penggantian; atau 2. Perubahan yang substansial terjadi pada Peraturan Perundang-undangan; atau 3. Perubahan bersifat substansial termasuk akibat tindakan penegakan hukum yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap aspek komersial atau teknis dari perjanjian ini; atau 4. Pertimbangan teknis ataupun komersial. Pemberitahuan pengkajian ulang harus menguraikan secara rinci tentang berbagai hal yang memerlukan pengkajian ulang dalam Perjanjian Interkoneksi. 5.18.2 Perselisihan dalam Pengkajian Ulang Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan berkaitan
dengan
pengkajian
ulang
suatu
Perjanjian
Interkoneksi, maka kedua pihak wajib menyelesaikannya berdasarkan kesepakatan yang tercantum dalam Perjanjian Interkoneksi.
Halaman 33 dari 86
5.19 Force Majeure dan Batas Kewajiban 5.19.1 Force Majeure Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan force majeure. 5.19.2 Batas Kewajiban Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan batasan kewajiban dan atau tangungjawab dari para penyelenggara yang terikat dalam Perjanjian Interkoneksi.
5.20 Hak Atas Kekayaan Intelektual Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa hak atas suatu kekayaan intelektual tetap menjadi milik penyelenggara yang menciptakan atau memilikinya.
5.21 Pengalihan Atas Hak dan Kewajiban Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa perjanjian ini mengikat para penyelenggara yang menandatanganinya. Setiap penyelenggara yang terikat perjanjian tidak diperkenankan untuk mengalihkan hak-hak, manfaat dan kewajiban pada perjanjian ini baik sebagian atau seluruhnya kepada Pihak Ketiga tanpa memperoleh persetujuan secara tertulis dari Penyelenggara lainnya.
5.22 Fraud Sub bab ini berisi ketentuan tentang pencegahan, pendeteksian, tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus fraud.
Halaman 34 dari 86
5.23 Perselisihan Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan prosedur untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara kedua penyelenggara yang terjadi dalam pelaksanaan Perjanjian Interkoneksi. 1. Dalam hal terjadi perselisihan dan salah satu penyelenggara yang bertindak sebagai Pihak Pelapor Perselisihan akan melaksanakan mekanisme penyelesaian perselisihan sesuai dengan Perjanjian Interkoneksi, maka Pihak Pelapor harus memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis kepada pihak lainnya yang menjadi Penerima Laporan. 2. Selanjutnya kedua pihak harus segera memulai perundingan guna mencapai suatu kesepakatan berkaitan dengan perselisihan tersebut, jika perlu melalui proses mediasi. 3. Dalam
usaha
menyelesaikan
perselisihan
sebagaimana
dimaksud dalam butir 1, para penyelenggara jaringan yang terlibat harus mempertimbangkan : a. Ketentuan yang ditetapkan Peraturan Menteri ini, jika kondisi Perjanjian Interkoneksi tersebut harus ditetapkan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku; b. Seluruh regulasi yang terkait atau petunjuk yang relevan dengan penyelesaian perselisihan. 4. Dalam hal para penyelenggara jaringan yang terlibat tidak dapat mencapai
kesepakatan
berkaitan
dengan
perselisihan
sebagaimana dimaksud pada butir 1, para penyelenggara tersebut harus menyelesaikan perselisihan sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam Perjanjian Interkoneksi.
Halaman 35 dari 86
5.24 Pelanggaran, Suspensi dan Pengakhiran Perjanjian Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran ketentuan perjanjian, penghentian sementara
(suspensi)
penyediaan
layanan
Interkoneksi
dan
pengakhiran Perjanjian Interkoneksi. 5.24.1 Pelanggaran Perjanjian Sub bab ini berisi ketentuan tentang pelanggaran Perjanjian Interkoneksi dan mekanisme pemberitahuan pelanggaran. 5.24.2 Suspensi Suspensi adalah penghentian pemberian layanan yang bersifat sementara sebagai akibat adanya pelanggaran yang bersifat sengaja maupun tidak disengaja. Kejadian yang dapat menimbulkan suspensi disebut sebagai Kejadian Suspensi. Ketentuan
yang
berkaitan
dengan
suspensi
harus
dicantumkan dalam Perjanjian Interkoneksi berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Pihak
yang
akan
melakukan
suspensi
harus
menyampaikan Pemberitahuan Suspensi kepada pihak lainnya
setelah
mengetahui
adanya
suatu
Kejadian
Suspensi. 2. Pemberitahuan Suspensi harus : a. Menjelaskan tentang Kejadian Suspensi dan lokasi dimana hal tersebut terjadi;
Halaman 36 dari 86
b. Meminta agar pihak penyebab Kejadian Suspensi segera melakukan tindakan perbaikan atas terjadinya hal tersebut apabila diperlukan; c. Menjelaskan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan jika
pihak
penyebab
Kejadian
Suspensi
gagal
melakukan tindakan perbaikan yang diminta seperti tercantum pada butir b di atas; 3. Dalam hal pihak penyebab Kejadian Suspensi gagal melakukan tindakan perbaikan seperti yang diuraikan dalam Pemberitahuan Suspensi dalam waktu selambatlambatnya 20 (dua puluh) hari kerja (Periode Perbaikan) setelah diterimanya pemberitahuan tersebut, maka pihak pemberitahu Kejadian Suspensi melalui pemberitahuan tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja setelah berakhirnya Periode Perbaikan dapat menolak pemberian layanan Interkoneksi sampai dengan tindakan
perbaikan
Pemberitahuan
seperti
Suspensi
yang
diuraikan
dilaksanakan
oleh
dalam pihak
penyebab Kejadian Suspensi. 4. Pihak pemberitahu Kejadian Suspensi harus bekerjasama dengan pihak penyebab Kejadian Suspensi dalam rangka melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. 5. Pihak pemberitahu Kejadian Suspensi harus memberikan layanan Interkoneksi bagi pihak penyebab Kejadian Suspensi segera setelah alasan melakukan suspensi tidak ada lagi.
Halaman 37 dari 86
5.24.3 Pengakhiran Kesepakatan
tentang
pengakhiran
suatu
Perjanjian
Interkoneksi sebelum masa berlaku Perjanjian Interkoneksi berakhir harus mengacu kepada ketentuan sebagai berikut : 1. Penyelenggara perjanjian
yang
dapat
akan
melakukan
mengakhiri
pengakhiran
penyediaan
layanan
Interkoneksi dalam waktu tidak kurang dari 60 (enam puluh)
hari
kerja
Penyelenggara
setelah
yang
memberitahukan
akan
menerima
kepada
pengakhiran
perjanjian; 2. Pengakhiran perjanjian oleh salah satu pihak dapat dilakukan dalam hal: a. Penyelenggara lainnya tidak menjadi Penyelenggara lagi; atau b. Penyelenggara lainnya melanggar ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku, atau melanggar ketentuan dalam perjanjian interkoneksi, dimana pelanggaran tersebut mempengaruhi kemampuan Penyelenggara yang
bersangkutan
Interkoneksi
bagi
dalam Pihak
menyediakan
layanan
Ketiga
kepada
atau
pelanggannya; atau c. Penyelenggara yang bermaksud mengakhiri Perjanjian Interkoneksi tentang
telah
adanya
menyampaikan
pelanggaran
pemberitahuan
terhadap
Perjanjian
Interkoneksi yang dapat menyebabkan pengakhiran Perjanjian Interkoneksi (Pemberitahuan Pelanggaran) kepada Penyelenggara lainnya dan memberi waktu
Halaman 38 dari 86
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) hari kerja sebelum melakukan pengakhiran Perjanjian Interkoneksi. 3. Kedua
belah
pihak
dapat
mengakhiri
Perjanjian
Interkoneksi dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah memberitahukan secara tertulis dalam hal: a. Pihak yang berwenang (Pengadilan atau otoritas pemerintahan membuat
lainnya)
keputusan
telah untuk
memerintahkan membubarkan
atau pihak
lainnya, dimana keputusan tersebut akan berlaku efektif dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
pemberitahuan
pengakhiran
Perjanjian
Interkoneksi; b. Likuidator atau petugas lain yang berwenang telah ditunjuk untuk mengambil alih (menyita) sebagian atau seluruh asset pihak lain bagi kepentingan kreditornya; c. Salah satu pihak tidak mampu membayar kewajiban hutangnya yang telah jatuh tempo; d. Suatu kondisi force majeure yang mengakibatkan salah satu pihak (atau keduanya) tidak melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain secara terus menerus selama 6 (enam) bulan. e. Pihak lain melanggar ketentuan tentang keselamatan atau keamanan yang diatur dalam perjanjian tentang keselamatan dan keamanan.
Halaman 39 dari 86
5.25 Nota Pemberitahuan Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan tentang bagaimana suatu nota pemberitahuan mengenai berbagai hal seperti yang ditetapkan dalam Perjanjian Interkoneksi disampaikan oleh suatu Penyelenggara kepada Penyelenggara lainnya antara lain melalui faksimili, pos tercatat dan berbagai bentuk pengiriman lainnya.
5.26 Keseluruhan Perjanjian dan Perubahan 5.26.1 Keseluruhan Perjanjian Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa perjanjian ini merupakan suatu Perjanjian Interkoneksi yang lengkap dan menyeluruh dan mengikat kedua Penyelenggara yang menandatanganinya. 5.26.2 Perubahan Sub bab ini berisi ketentuan yang menyatakan bahwa tidak ada satupun perubahan pada perjanjian ini dinyatakan berlaku efektif sebelum disetujui secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak oleh pejabat yang berwenang dari masing-masing pihak.
5.27 Pencabutan Tuntutan Sub bab ini berisi ketentuan tentang pencabutan tuntutan salah satu penyelenggara atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lainnya. 1. Pencabutan berdasarkan
tuntutan
atas
perjanjian
ini
suatu tidak
pelanggaran
dapat
diartikan
tertentu sebagai
pencabutan tuntutan atas pelanggaran ketentuan lainnya.
Halaman 40 dari 86
2. Pencabutan tuntutan atas suatu pelanggaran perjanjian tidak sah kecuali dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pihak yang mencabut tuntutannya.
5.28 Pemegang Kontrak Independen Sub bab ini berisi ketentuan yang menjelaskan bahwa kedua penyelenggara
yang
terikat
perjanjian
ini
bertindak
sebagai
pemegang kontrak independen untuk selamanya yang bertanggungjawab penuh atas segala tindakan yang dilakukannya. Setiap penyelenggara tidak diperkenankan untuk bertindak sebagai atau atas nama penyelenggara lainnya, yang dapat mengakibatkan penyelenggara lainnya terikat kepada suatu kewajiban tertentu.
5.29 Kekuatan Perjanjian dan Hukum yang Berlaku 5.29.1 Kekuatan Perjanjian
Sub bab ini berisi kesepakatan yang menjelaskan bahwa tidak absahnya
suatu ketentuan dalam perjanjian ini tidak
mempengaruhi keabsahan atau pelaksanaan ketentuanketentuan lainnya sejauh ketentuan-ketentuan tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan ketentuan yang tidak sah atau tidak dapat dilaksanakan. 5.29.2 Hukum yang Berlaku Sub bab ini berisi pernyataan yang menjelaskan bahwa Perjanjian Interkoneksi ini dibuat dan dijalankan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Halaman 41 dari 86
6.
DOKUMEN PENDUKUNG A : PERENCANAAN DAN OPERASI Dokumen rincian
Pendukung A ini menetapkan petunjuk dalam melakukan
perencanaan
panggilan
antara
dan
para
prinsip
pengoperasian
penyelenggara
yang
dalam
penyaluran
berinterkoneksi,
serta
memberikan petunjuk sebagai dasar teknis dalam penyusunan dokumen Spesifikasi Teknis (Dokumen Pendukung D) dan dokumen Petunjuk Pelaksanaan. Petunjuk teknis yang ditetapkan merupakan ketentuan pada perencanaan dan pengoperasian dari berbagai layanan Interkoneksi yang dicakup dalam perjanjian. Dokumen Pendukung A ini dilengkapi dengan Lampiran-lampiran sebagai berikut: Lampiran A1 : Informasi Jaringan Penyelenggara Lampiran A2 : Komersial Lampiran A3 : Amandemen Manajemen Data (AMD) Lampiran A4 : Tanggung jawab atas Jenis Trafik Lampiran A5 : Kerja Signal Transfer Point (STP Working) Petunjuk teknis yang ditetapkan dalam Dokumen Pendukung A ini akan digunakan untuk menyusun dokumen sebagai berikut: 1. Dokumen Spesifikasi Teknis yang merupakan Dokumen Pedukung D sebagai bagian dari Perjanjian Interkoneksi mendefinisikan karakteristik antarmuka atau interface antara Penyelenggara Pertama dan Kedua. 2. Dokumen Petunjuk Pelaksanaan selanjutnya disebut Juklak harus dibuat oleh Para Penyelenggara yang berinterkoneksi dan dapat disusun secara terpisah dari Dokumen DPI dan Dokumen Perjanjian Interkoneksi. Juklak tersebut harus tersedia bagi Penyelenggara yang membutuhkannya dan terdiri dari :
Halaman 42 dari 86
a.
Juklak Penyediaan berisi prosedur untuk penyediaan dan pengaturan kapasitas interkoneksi;
b.
Juklak Pengujian Operasi merupakan petunjuk pelaksanaan pengujian;
c.
Juklak Pengoperasian dan Pemeliharaan merupakan petunjuk pelaksanaan pengoperasian dan pemeliharaan.
3. Dokumen Rencana Induk Teknis yaitu dokumen yang berisi mengenai rincian teknis interkoneksi antara kedua penyelenggara dan rencana pengembangan yang berkaitan dengan interkoneksi yang dapat dicantumkan dalam Perjanjian interkoneksi. 4. Dokumen Rencana Layanan Pelanggan yaitu dokumen yang berisikan rincian contact person antara Penyelenggara Pertama dan Kedua yang dapat dicantumkan dalam Perjanjian interkoneksi. Para penyelenggara yang berinterkoneksi wajib menyusun dokumen tersebut di atas dan memperbaharuinya sesuai dengan perkembangan teknologi yang digunakan oleh penyelenggara yang berinterkoneksi. Untuk menyusun dokumen di atas, maka para penyelenggara yang berinterkoneksi wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam dokumen ini, yang terdiri dari: 1.
Ketentuan Informasi Jaringan
2.
Ketentuan Lokasi dari Penyambungan Switch
3.
Ketentuan Prinsip Ruting
4.
Ketentuan Arsitektur Link Interkoneksi
5.
Ketentuan Penyediaan Kapasitas
6.
Ketentuan Forecast Trafik
Halaman 43 dari 86
7.
Ketentuan Profil Kapasitas dan Pemesanan Kapasitas dimuka (ACOAdvance Capacity Order)
8.
Ketentuan Penyediaan Kapasitas dan Pengujian
9.
Ketentuan Jangka Waktu Penyediaan Kapasitas
10.
Ketentuan Penomoran
11.
Ketentuan Pertemuan untuk Kajian Teknis
12.
Ketentuan Pengujian Switch
13.
Ketentuan Transmisi dan Signalling
14.
Ketentuan Standard Kinerja
15.
Ketentuan Pengoperasian
16.
Ketentuan Layanan Interkoneksi.
6.1 Ketentuan Informasi Jaringan Informasi Jaringan wajib dibuat oleh setiap penyelenggara dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Wajib untuk memberikan informasi kepada pihak lainnya sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A1 dalam waktu tidak lebih dari 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perjanjian interkoneksi ditandatangani. 2. Wajib memberikan informasi kepada pihak lainnya tentang perubahan pada sentral gerbang dalam waktu 4 (empat) bulan sebelum perubahan dilakukan. 3. Wajib memberikan informasi atas permintaan pihak lainnya tentang kapasitas transmisi pada setiap lokasi titik interkoneksi.
Halaman 44 dari 86
6.2 Ketentuan tentang Sentral Gerbang yang akan dikoneksikan Lokasi Sentral Gerbang yang disepakati untuk dikoneksikan harus dibuat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Kedua belah pihak yang berinterkoneksi wajib menominasikan secara tertulis Sentral Gerbang miliknya yang akan dikoneksikan dengan Sentral Gerbang milik penyelenggara lainnya untuk melakukan penyaluran panggilan dari sistem penyelenggara tersebut ke sistem penyelenggara lainnya. 2. Kedua pihak harus berusaha mencapai kesepakatan tentang Sentral Gerbang yang akan digunakan untuk berinterkoneksi. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka perselisihan yang terjadi harus diselesaikan sesuai ketentuan dalam perjanjian yang disepakati atau mengikuti Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Menteri; 3. Letak titik interkoneksi dari kedua Sentral Gerbang yang dikoneksikan ditetapkan berdasarkan kesepakatan Kedua belah Pihak dan dapat berada pada : 1. Lokasi milik Penyelenggara Pertama; 2. Lokasi milik Penyelenggara Kedua; 3. Lokasi milik Pihak Ketiga (In Span Interconnection/ISI).
6.3 Ketentuan Prinsip Ruting Prinsip ruting yang perlu diperhatikan oleh setiap penyelenggara dalam penyusunan ketentuan ini antara lain adalah : 1. Mengatur rute trafik pihak lainnya sesuai dengan prinsip ruting sebagai berikut :
Halaman 45 dari 86
a. Ruting dalam sistem setiap penyelenggara harus ekuivalen untuk jenis trafik yang sejenis termasuk alternatif rutingnya; b. Menghindari analog ruting (ruting trafik yang melalui jaringan analog)
dalam
sistemnya
sedapat
mungkin
dengan
pertimbangan bahwa suatu panggilan menuju atau dari sistem Pihak Ketiga dapat melibatkan analog ruting; 2. Mengembangkan dan menerapkan strategi beserta prosedur manajemen trafik jaringan untuk memelihara kualitas layanan pelanggan dan melindungi sistem kedua penyelenggara yang berinterkoneksi. Rincian ketentuan dari manajemen trafik jaringan terdapat dalam Juklak Pengoperasian dan Pemeliharaan, meliputi antara lain : a. Penetapan rute alternatif untuk mengembalikan layanan jika terjadi gangguan pada rute utama; b. Penetapan prosedur overflow jika terjadi kongesti pada rute tertentu; c. Penetapan prosedur khusus bagi sirkit interkoneksi yang sibuk guna memungkinkan diversifikasi panggilan dengan pesan atau nada yang disepakati . 3. Tanggung jawab Kedua Pihak berkaitan dengan jenis trafik diuraikan dalam Lampiran A4. Tanggung jawab tersebut meliputi pemilihan Sentral Gerbang yang akan dikoneksikan, penyediaan forecast trafik, penyediaan Profil Kapasitas dan melakukan Order kapasitas. 4. Menjamin agar tersedia suatu Jenis Rute pada setiap link interkoneksi untuk penyampaian Jenis Trafik yang menjadi tanggungjawabnya sesuai Lampiran A4.
Halaman 46 dari 86
5. Menyusun ketentuan lain yang perlu diatur meliputi : a. Struktur Rute Trafik Interkoneksi (prinsip-prinsip ruting lokal, jj, transit international); b. Pengukuran rute trafik interkoneksi untuk menentukan dimensi link interkoneksi untuk masing-masing arah; c. Aturan Ruting Interkoneksi; d. Keragaman (diversifikasi) dan Keamanan Rute Interkoneksi; 6. Merekam seluruh pengaturan fisik dan penomoran atau identitas sirkit bagi setiap Rute Trafik pada suatu link interkoneksi. Tata cara perekaman tersebut harus disediakan sesuai dengan ketentuan pengaturan
dalam ini
Juklak
harus
Penyediaan,
dipergunakan
dan
untuk
rekaman
dari
memperbaharui
Rencana Induk Teknis.
6.4 Arsitektur Link Interkoneksi Link interkoneksi dapat dipenuhi dengan sistem transmisi yang menggunakan
teknologi
Synchronous
Digital
Hierarchy
atau
selanjutnya disebut SDH, atau Plesiochronous Digital Hierarchy atau selanjutnya disebut PDH, sesuai dengan ketentuan mengenai interface yang tercantum dalam Spesifikasi Generik Fisik dan Kelistrikan Interface serta Spesifikasi Generik Interface PDH dan SDH.
6.5 Ketentuan Penyediaan Kapasitas Ketentuan yang harus diperhatikan pada awal interkoneksi pada saat sebelum melakukan Order Kapasitas sesuai perjanjian interkoneksi antara lain adalah sebagai berikut:
Halaman 47 dari 86
6.5.1 Informasi dari Penyelenggara Kedua Penyelenggara Kedua harus menyediakan informasi sebagai berikut: 1. Rincian tentang Sentral Gerbang Penyelenggara Kedua yang diusulkan, versi software dan hal-hal lain yang relevan dengan Sentral Gerbang Penyelenggara Kedua yang dinominasikan untuk dikoneksikan; 2. Rincian dari Sentral Gerbang Penyelenggara Pertama yang dinominasikan oleh Penyelenggara Kedua untuk dikoneksikan; 3. Rincian
dari
berbagai
layanan
interkoneksi
sesuai
Lampiran perjanjian interkoneksi yang diperlukan oleh Penyelenggara Pertama pada saat pertama kalinya sistem dinyatakan siap untuk memberikan layanan; 4. Blok Penomoran yang dilayani dan dapat diakses melalui sistem Penyelenggara Kedua; 5. Pernyataan bahwa sistem Penyelenggara Kedua telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Spesifikasi Teknis Penyelenggara Pertama; 6. Profil Kapasitas awal yang diminta kepada Penyelenggara Pertama; 7. Forecast Trafik awal yang diminta kepada Penyelenggara Pertama; 8. Rute Trafik yang diusulkan untuk setiap Blok Penomoran dalam format yang sesuai dengan Juklak Penyediaan Penyelenggara Pertama;
Halaman 48 dari 86
9. Rincian dari titik koneksi dan link interkoneksi yang diusulkan.
6.5.2 Informasi dari Penyelenggara Pertama Penyelenggara
Pertama
harus
menyediakan
informasi
sebagai berikut : 1. Usulan mengenai signalling dan persyaratan pengujian dalam batasan waktu sesuai dengan ketentuan pada butir 6.12.2; 2. Rincian dari Sentral Gerbang Penyelenggara Kedua dan Sentral
Gerbang
dinominasikan
oleh
Penyelenggara Penyelenggara
pertama
yang
Pertama
untuk
dikoneksikan, selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja setelah menerima permintaan dari Penyelenggara Kedua; 3. Usulan Rute Trafik bagi setiap Blok Penomoran jika Penyelenggara Kedua menginginkan penggunaan lebih dari satu Sentral Gerbang untuk koneksi pada saat pertama kali sistem dinyatakan siap beroperasi, selambatlambatnya 20 (dua puluh) hari kerja setelah menerima permintaan dari Penyelenggara Kedua. 6.5.3 Pembahasan Penyediaan Kapasitas Pertukaran informasi yang tercantum pada butir 6.5.1 dan 6.5.2
harus
dilakukan
sesuai
ketentuan
pada
Juklak
Penyediaan. Kedua belah Pihak dapat melakukan pertemuan yang
diperlukan
bagi
pelaksanaan
pertukaran
dan
Halaman 49 dari 86
pembahasan kedua informasi tersebut dalam batasan waktu yang efisien. 6.5.4 Transfer Trafik dari Pelanggan yang Ada Dalam hal Penyelenggara Kedua memerlukan interkoneksi awal ke Penyelenggara Pertama guna mentransfer panggilan dari suatu Pelanggan yang telah ada, maka Penyelenggara Kedua selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sebelum melakukan pertemuan sebagaimana di atur dalam ketentuan butir 6.5.3 dokumen ini, harus menyediakan informasi bagi Penyelenggara Pertama yang meliputi : 1. Volume trafik dari sistem Penyelenggara Kedua menuju sistem Penyelenggara Pertama yang akan melalui setiap Sentral Gerbang Penyelenggara Pertama yang diusulkan untuk dikoneksikan; 2. Volume trafik dari sistem Penyelenggara Pertama menuju sistem Penyelenggara Kedua yang akan melalui setiap Sentral Gerbang Penyelenggara Pertama yang diusulkan untuk dikoneksikan; 3. Persyaratan spesifik yang diperlukan untuk mentransfer Blok Penomoran dari Penyelenggara yang berlaku saat ini.
6.6 Ketentuan Forecast Trafik Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun ketentuan forecast trafik adalah sebagai berikut. 6.6.1 Umum Forecast trafik digunakan oleh kedua belah pihak untuk merencanakan Sentral Gerbang dan kapasitas transmisi untuk
Halaman 50 dari 86
memenuhi
kebutuhan
berbagai
tingkatan
pemesanan
kapasitas. Kedua belah Pihak harus berusaha sebaik-baiknya untuk
dapat
memberikan
forecast
trafik
yang
akurat.
Pemberian forecast trafik yang akurat tidak mengikat secara hukum kecuali ditentukan lain dalam perjanjian interkoneksi. 6.6.2 Isi Forecast Trafik 1. Penyelenggara Kedua harus memberikan forecast trafik dari berbagai jenis trafik yang menjadi tanggung jawabnya kepada Penyelenggara Pertama; 2. Penyelenggara Pertama harus memberikan forecast trafik dari berbagai jenis trafik yang menjadi tanggung jawabnya atas permintaan Penyelenggara Kedua; 3. Penghitungan dan penyajian forecast trafik harus sesuai dengan ketentuan dalam Juklak Penyediaan; 4. Kedua
belah
pihak
harus
secepatnya
mencapai
kesepakatan tentang Rute Trafik yang sudah mencapai okupansi maksimum dari setiap Rute Trafik. 6.6.3 Periode Forecast Trafik 1. Periode forecast trafik adalah 2 (dua) tahun dan dilakukan secara bergulir; 2. Forecast trafik untuk setiap Sentral Gerbang yang dikoneksikan
dilakukan
oleh
berinterkoneksi dalam setiap
Penyelenggara
yang
3 (tiga) bulan, dan
dipertukarkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
dilaksanakannya
pertemuan
teknis
yang
disepakati bersama.
Halaman 51 dari 86
6.6.4 Informasi dalam Forecast Trafik
1. Forecast trafik diberikan untuk periode beban puncak dan normal dalam Erlangs dimana periode beban puncak dan normal ditetapkan berdasarkan kesepakatan; 2. Forecast trafik ditentukan pada waktu beban puncak dimana suatu Rute Trafik akan dikonfigurasikan; 3. Forecast trafik disajikan dalam Format yang sesuai dengan ketentuan dalam Juklak Penyediaan; 4. Forecast
trafik
ditandatangani
oleh
pejabat
yang
berwenang dari setiap pihak. 6.6.5 Evolusi Forecast Trafik 1. Dalam hal terdapat perencanaan pemecahan Rute Trafik, tambahan Rute Trafik, dan atau Aliran Trafik, maka kedua belah pihak dapat menyepakati perubahan prosedur pada butir 6.6.1 sampai dengan butir 6.6.4. 2. Prosedur pembuatan forecast trafik dapat dikaji ulang pada Pertemuan Teknis untuk mendiskusikan berbagai aspek dari penetapan rute dan forecastnya, guna mencapai kesepakatan
atas
berbagai
perubahan
dan
waktu
pelaksanaan yang tepat dalam mengimplementasikannya.
Halaman 52 dari 86
6.7 Ketentuan Profil Kapasitas dan Pemesanan Kapasitas di Depan (ACO - Advance Capacity Order) Pemesanan di depan suatu kapasitas (Advance capacity order) atau yang
selanjutnya
disebut
ACO
dapat
dilaksanakan
apabila
interkoneksi telah berlangsung. Ketentuan tentang Profil Kapasitas dan ACO meliputi antara lain : 1. Penyelenggara Kedua wajib memberikan Profil Kapasitas setiap titik
interkoneksi
sebelum
melakukan
pengorderan
suatu
kapasitas yang berkaitan dengan Penyediaan Kapasitas yang diusulkan. 2. Penyelenggara Pertama akan memberikan Profil Kapasitas untuk jenis
trafik
yang
menjadi
tanggung
jawabnya
kepada
Penyelenggara Kedua, dalam waktu dua tahun terhitung sejak tanggal layanan beroperasi. Profil Kapasitas tersebut harus menggambarkan kebutuhan dari seluruh Penyediaan Kapasitas, dan harus dikategorikan untuk setiap titik interkoneksi yang relevan. Profil Kapasitas Penyelenggara Pertama tersebut mencerminkan informasi yang terdapat dalam Forecast trafik ditambah dengan berbagai informasi yang telah disampaikan oleh Penyelenggara
Kedua
termasuk
saran
mengenai
waktu
penyediaan suatu kapasitas. 3. Profil Kapasitas untuk Penyediaan Kapasitas harus dibuat sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Juklak Penyediaan. Setiap Profil Kapasitas harus dipresentasikan kepada pihak lainnya pada periode setiap 3 (tiga) bulan atau periode lain yang disepakati,
Halaman 53 dari 86
dan disampaikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum dilakukannya Pertemuan Teknis. 4. Setiap Profil Kapasitas akan dikaji dalam Pertemuan Teknis yang disepakati bersama. Setelah disepakati Profil Kapasitas tersebut ditandatangani oleh Kedua belah Pihak yang berwenang dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja disepakatinya
profil
kapasitas
tersebut.
terhitung sejak
Penandatanganan
kesepakatan diperlukan untuk menunjukkan keterikatan kedua belah pihak terhadap ACO. 5. Dalam hal Kedua belah Pihak tidak mencapai kesepakatan berkaitan dengan Profil Kapasitas, maka perselisihan yang terjadi harus
diselesaikan
sesuai
dengan
ketentuan
perjanjian
interkoneksi.
6.8 Ketentuan Penyediaan dan Pengujian Kapasitas Hal-hal yang diatur dalam ketentuan ini antara lain adalah sebagai berikut: 6.8.1 Pengorderan Kapasitas Ketentuan
tentang
pengorderan
suatu
kapasitas
bagi
interkoneksi antara lain adalah mengenai jumlah kapasitas yang dapat diorder yaitu batas minimum dan batas maksimum pada setiap periode ACO yang berlangsung selama dua tahun. 6.8.2 Kongesti Pada kasus dimana suatu rute trafik yang digunakan untuk penyaluran panggilan memperlihatkan penurunan tingkat pelayanan yang tidak bersifat transient, atau dari hasil deteksi
Halaman 54 dari 86
menunjukkan
kecenderungan penurunan tingkat pelayanan
yang disepakati oleh Kedua belah Pihak, maka penyelenggara yang membutuhkan tambahan kapasitas harus melakukan order tambahan kapasitas guna menghilangkan masalah atau potensi masalah tersebut. 6.8.3 Jadwal Pengujian Kapasitas Interkoneksi Ketentuan tentang pengujian suatu kapasitas interkoneksi yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kedua belah pihak harus bekerjasama untuk dapat menyelesaikan pengujian kapasitas interkoneksi selambatlambatnya dalam 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak sistem tersebut dinyatakan siap untuk diuji. Penyelenggara Kedua harus memberitahukan kesiapannya selambatlambatnya 15 (lima belas) hari kerja sebelum pengujian dilaksanakan. 2. Apabila Penyelenggara Kedua tidak dapat melaksanakan pengujian pada waktu
yang telah disepakati, maka
Penyelenggara Kedua harus memberitahukan hal itu kepada Penyelenggara Pertama selambat-lambatnya 5 (lima) hari terhitung sejak sebelum pengujian dilakukan. Dalam hal Penyelenggara Kedua gagal untuk memenuhi ketentuan ini, maka akan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A2 - Komersial. 6.8.4 Prosedur Pengujian dan Pengaktifan (Commisioning) Kedua
belah
pihak
harus
bekerjasama
melaksanakan
pengujian kapasitas dari setiap jenis layanan interkoneksi, serta melakukan berbagai penyesuaian guna menjamin
Halaman 55 dari 86
kapasitas tersebut memiliki kualitas sesuai dengan standard yang disepakati dalam spesifikasi teknis.
6.9 Ketentuan Jangka Waktu Penyediaan Kapasitas Ketentuan yang berkaitan dengan jangka waktu penyediaan suatu kapasitas interkoneksi, diantaranya meliputi: 6.9.1 Jangka Waktu Penyediaan Kapasitas Jangka waktu yang disepakati bagi penyediaan berbagai kapasitas yang siap untuk diuji antara lain meliputi : 1. Penyediaan
kapasitas
pada
Sentral
Gerbang
yang
dikoneksikan bagi rute trafik melalui titik interkoneksi baru pada link interkoneksi; 2. Penyediaan atau pengaturan ulang kapasitas pada suatu titik interkoneksi yang memerlukan perubahan teknologi untuk suatu rute trafik baru pada suatu titik interkoneksi; 3. Rute trafik yang baru antara titik interkoneksi yang telah ada
menggunakan
teknologi
yang
sama,
termasuk
penyediaan rute trafik baru melalui penambahan Lokasi titik Interkoneksi dari suatu penyelenggara; 4. Penambahan rute trafik menggunakan teknologi yang sama, termasuk penambahan Lokasi titik Interkoneksi . 6.9.2 Penghapusan Kapasitas Setiap pihak dapat mengajukan permintaan penghapusan suatu kapasitas yang telah dibayarnya dan disediakan oleh pihak
lain.
Permintaan
mencantumkan
tanggal
penghapusan saat
kapasitas
kapasitas
tersebut
harus tidak
Halaman 56 dari 86
diperlukan
lagi.
Pihak
yang
menerima
permintaan
penghapusan kapasitas harus melaksanakannya dalam waktu tidak lebih dari 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permintaan tersebut. 6.9.3 Perubahan Order Kapasitas Ketentuan yang berkaitan dengan perubahan suatu order kapasitas yang telah disepakati jadual pemenuhannya dalam kerangka ACO, antara lain adalah : 1. Perubahan order kapasitas dapat dilakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
pengorderan dilakukan kecuali bagi
perubahan yang tidak bersifat material; 2. Perubahan order kapasitas yang dilakukan lewat dari waktu 10 (sepuluh) hari kerja, dapat dilakukan dengan dibebani suatu biaya tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua pihak dalam perjanjian interkoneksi. 3. Biaya yang timbul akibat dari perubahan order dalam menambah kapasitas dibebankan kepada Penyelenggara Kedua. 6.9.4 Pengaturan Ulang Kapasitas Menguraikan ketentuan yang berkaitan dengan pengaturan ulang suatu kapasitas. Pengaturan Ulang Kapasitas hanya dapat diinisiasi oleh pihak yang mengadakan kapasitas tersebut.
Halaman 57 dari 86
6.9.5 Pembatalan Order Kapasitas Setiap pihak dapat membatalkan order kapasitasnya dalam waktu tidak lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengorderan. Pembatalan order kapasitas setelah jangka waktu tersebut akan dikenakan biaya pembatalan sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian interkoneksi. 6.9.6 Ketentuan Lain dalam Order Kapasitas Setiap
pihak
menyediakan
yang
menerima
kapasitas
yang
Order cukup
Kapasitas
harus
dan
untuk
siap
melakukan pengujian dalam jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan pada butir 6.9.1. Pihak yang menerima order harus memberitahukan pihak lainnya bahwa ia telah menerima order tersebut selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.
6.10 Ketentuan Penomoran Ketentuan yang berkaitan dengan penomoran meliputi : 6.10.1 Susunan Penomoran Salah satu pihak yang menerima permintaan dari pihak lainnya untuk mengimplementasikan suatu Blok Penomoran dan berbagai perubahan yang berkaitan dengan hal itu harus melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Lampiran A3 (Amandemen Manajemen Data).
Halaman 58 dari 86
6.10.2 Informasi Nomor Secara
periodik
penyelenggara
atau harus
bilamana
dibutuhkan
menginformasikan
setiap kepada
penyelenggara lainnya, termasuk seluruh penambahan dan perubahan yang terjadi pada sistem penomorannya serta dummy number yang dapat mempengaruhi ruting suatu panggilan.
6.11 Ketentuan Pertemuan Teknis Dalam sub bab ini diatur tentang ketentuan yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Pertemuan Teknis yaitu pertemuan yang diadakan oleh kedua Penyelenggara secara berkala sesuai kesepakatan Kedua belah Pihak sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun untuk melakukan berbagai kajian teknis, antara lain : 1. Pertemuan Teknis yang pertama harus diadakan berdasarkan permintaan tertulis dari salah satu pihak dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak pemberian layanan Interkoneksi dilakukan. 2. Pada Pertemuan Teknis tersebut dilakukan pembahasan dari informasi forecast trafik sesuai dengan ketentuan pada butir 6.5, dan Profil Kapasitas sesuai ketentuan pada butir 6.6 untuk menjaga kualitas layanan Interkoneksi Kedua belah Pihak.
6.12 Uji Integrasi Uji integrasi dilaksanakan untuk menjamin keterhubungan antar jaringan (network interworking) dapat berfungsi dengan baik. Klausul tentang uji integrasi , meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Kedua belah pihak harus melaksanakan uji integrasi sebelum melaksanakan interkoneksi.
Halaman 59 dari 86
2. Ruang lingkup uji integrasi berdasarkan kesepakatan Kedua belah Pihak yang antara lain meliputi : a. Uji panggilan untuk setiap call scenario yang disepakati; b. Sinkronisasi pewaktu (clock synchronization); c. Verifikasi data rekaman panggilan (Call Data Record/CDR); d. Verifikasi hasil proses billing. 3. Tata cara uji integrasi : a. Penyelenggara
Kedua
memberitahukan
kepada
Penyelenggara Pertama bahwa sistemnya telah siap untuk melakukan uji integrasi dengan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan pengujian tersebut; b. Penyelenggara Pertama harus memberikan jawaban disertai dengan informasi yang diperlukan untuk pengujian tersebut selambat-lambatnya
10
(sepuluh)
hari
kerja
setelah
diterimanya pemberitahuan tersebut; c. Pelaksanaan pengujian tersebut dilaksanakan selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya tanggapan dari Penyelenggara Pertama; d. Uji integrasi dilaksanakan dalam waktu tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja; e. Hasil uji integrasi dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kedua belah Pihak.
Halaman 60 dari 86
6.13 Transmisi dan Signalling Klausul tentang transmisi dan signalling yang digunakan oleh kedua penyelenggara untuk berinterkoneksi, meliputi antara lain : 6.13.1 Transmisi Interkoneksi antara kedua Penyelenggara harus berbasis pada teknologi digital yang beroperasi pada 2Mbit/detik sesuai dengan
Spesifikasi
Interface
Transmisi,
dan
jika
memungkinkan sesuai dengan Spesifikasi Interface SDH. 6.13.2 Sinkronisasi 1. Kedua belah pihak harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam
Spesifikasi
Interface
Fisik
dan
Kelistrikan. 2. Apabila peralatan SDH digunakan sebagai bagian dari suatu link interkoneksi, sinkronisasi dari peralatan SDH yang
relevan
harus
disediakan
sesuai
dengan
rekomendasi G.803 ITU-T. 6.13.3 Echo Control Apabila panggilan internasional disampaikan melalui switch suatu penyelenggara, kedua belah pihak dapat memperoleh echo control yang tepat dengan cara menyampaikan informasi signalling yang sesuai dengan ketentuan pada Spesifikasi Interface Transmisi dan Spesifikasi Interface Signalling CCS#7.
Halaman 61 dari 86
6.13.4 Signalling Kedua belah pihak harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan signalling yang dapat diterapkan pada Spesifikasi Interface Signalling CCS#7. 6.13.5 Seleksi Sirkit Apabila diterapkan sistem kerja dua arah, maka protokol seleksi
sirkit
yang
diterapkan
adalah
berdasarkan
kesepakatan Kedua belah Pihak, sebagai contoh : 1. Penyelenggara yang mempunyai Signalling Point Code (SPC) lebih besar menggunakan “forward sequential protocol”, dimulai dari sirkit trafik yang pertama dan selanjutnya berurutan sampai menemukan sirkit yang kosong; 2. Penyelenggara yang mempunyai Signalling Point Code (SPC) lebih kecil menggunakan “backward sequential protocol”, dimulai dari sirkit trafik yang terakhir dan selanjutnya berurutan sampai menemukan sirkit yang kosong; 6.13.6 Penomoran pada Sirkit Trafik Sirkit harus diberi identifikasi sesuai dengan Spesifikasi Generik Interface Signalling CCS#7. 6.13.7 Answer Message 1. Kedua belah Pihak menyepakati jenis answer message yang digunakan untuk membedakan jenis panggilan yang dapat dengan yang tidak dapat dibebani biaya.
Halaman 62 dari 86
2. Dalam hal suatu penyelenggara pada posisi melanjutkan panggilan dan bertindak sebagai transit kepada Pihak Ketiga, maka ia harus bekerjasama dengan pihak yang melakukan originasi dan Pihak Ketiga guna menjamin agar kehadiran answer message
yang tidak benar dapat
diinvestigasi dan dikoreksi oleh pihak yang sesuai.
6.14 Standard Kinerja Kesepakatan yang berkaitan dengan standard kinerja, antara lain meliputi : 6.14.1 Umum 1. Kedua belah pihak akan bekerjasama guna menjaga kualitas
secara
menyeluruh
dari
penyaluran
suatu
panggilan dan mengadopsi prinsip umum bagi standard, teknik dan metodologi untuk mencapai kualitas jaringan dan jasa telekomunikasi yang terdapat dalam standard FTP Nasional atau ITU-T. 2. Kedua belah pihak harus menyepakati suatu strategi manajemen operasional dalam rangka : a. Menjaga kualitas layanan; b. Mengurangi beban yang berlebihan akibat kondisi yang tidak normal; c. Mengatasi kongesti akibat kapasitas yang disediakan tidak memadai.
Halaman 63 dari 86
6.14.2 Kinerja Layanan Panggilan Klausul yang berkaitan dengan kinerja dari suatu layanan panggilan yang antara lain : 1. Kedua
belah
pihak
harus
menyepakati
parameter-
parameter bagi berbagai layanan yang relevan dan berbagai pengukuran guna memonitor kinerja layanan. Data-data ini termasuk pengukuran volume trafik yang aktual atau rute pada beban puncak (Erlang), kehilangan komunikasi (loss call), jumlah panggilan yang dialihkan rutenya (overflow), Answer Seize Ratio (ASR) dan Busy Hour Call Attempt (BHCA). 2. Apabila ditemukan masalah pada kinerja layanan, kedua belah pihak harus saling bertukar informasi, termasuk informasi yang diuraikan dalam butir 1 di atas ditambah dengan informasi sebagai berikut: a. Level kritis dari trafik dan pangilan yang tidak berhasil; b. Informasi pada sumber-sumber trafik; c. Informasi tentang sinkronisasi pewaktu. 3. Dalam hal terjadi kongesti pada rute trafik yang digunakan untuk penyaluran trafik bagi kedua penyelenggara, kedua belah pihak harus menyepakati dan menerapkan prosedur manajemen jaringan yang memadai sejalan dengan ketentuan yang diuraikan dalam Juklak Pengoperasian dan Pemeliharaan. Dalam hal kesepakatan tersebut tidak tercapai maka setiap pihak dapat menerapkan prosedur manajemen
Halaman 64 dari 86
jaringan
yang
sesuai
pada
originasi
trafik
untuk
mengurangi masalah. 4. Setiap penyelenggara harus berusaha untuk mengatasi permasalahan yang terjadi sesuai kesepakatan Kedua belah Pihak. 6.14.3 Kinerja Link Interkoneksi Standard kinerja transmisi pada suatu link interkoneksi harus berbasis kepada ketersediaan dan kehandalannya, dan hanya mengalami kesalahan dalam hitungan detik pada periode satu bulan. 6.14.4 Informasi tentang Standard Kinerja Setiap pihak saling mempertukarkan informasi yang berkaitan dengan standard kinerjanya dari waktu ke waktu sesuai dengan permintaan pihak lainnya, untuk kebutuhan verifikasi memenuhi kewajiban dalam standard kinerja sesuai dengan ketentuan perjanjian ini.
6.15 Ketentuan Pengoperasian Klausul tentang pengoperasian berisi hal-hal sebagai berikut : 6.15.1 Umum Berisi
ketentuan
penyelenggara
yang
menyatakan
bertanggung
jawab
bahwa atas
kedua
keamanan
pengoperasian sistem masing-masing. Para Penyelenggara harus menyusun Juklak Pengoperasian dan
Pemeliharaan
yang
berisi
metode
dan
prosedur
pengoperasian dan pemeliharaan interkoneksi dari kedua
Halaman 65 dari 86
sistem dan Dokumen Rencana Layanan Pelanggan yang berisi daftar personil yang dapat dihubungi dari masingmasing penyelenggara untuk kebutuhan pengoperasian dan pemeliharaan sistem. 6.15.2 Identifikasi dan Pelaporan Kesalahan/Gangguan Berisi ketentuan tentang prosedur pengidentifikasian dan pelaporan adanya kesalahan/gangguan pada sistem. Untuk
mempercepat
identifikasi
gangguan,
para
penyelenggara yang berinterkoneksi harus menyarankan agar para pelanggan mereka segera melaporkan kesalahan atau gangguan yang terjadi kepada mereka. Penyelenggara yang pertama kali mengidentifikasi adanya kesalahan/gangguan
harus
memberitahu
kepada
penyelenggara lainnya untuk berkoordinasi dalam rangka percepatan penyelesaian kesalahan/gangguan. 6.15.3 Kecepatan Response Indikasi
tentang
kecepatan
response
untuk
berbagai
kesalahan atau gangguan seperti yang tercantum dalam Juklak
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan.
Kecepatan
response diukur terhitung sejak kesalahan atau gangguan dilaporkan
sampai
saat
mulai
dilakukannya
tindakan
perbaikan. 6.15.4 Perbaikan Layanan Prosedur perbaikan layanan yang terdapat dalam Juklak Pengoperasian dan Pemeliharaan harus berbasis kepada :
Halaman 66 dari 86
1. Perbaikan layanan harus memprioritaskan penghilangan gangguan
tanpa
mempengaruhi
layanan
secara
keseluruhan; 2. Pihak yang bertanggung jawab harus secara otomatis memberikan
suatu
kapasitas
stand-by
dan
atau
melaksanakan suatu tindakan pada manajemen jaringan guna memperbaiki atau mengembalikan ketersediaan layanan tersebut; 3. Pihak yang bertanggung jawab harus segera meneliti alarm pada peralatannya guna mengidentifikasi bentuk dan lokasi kesalahan atau gangguan tersebut, dan bekerjasama dengan pihak lainnya bilamana diperlukan; 4. Pihak
yang
bertanggung
jawab
harus
memperbaiki
kesalahan atau gangguan tersebut secepat mungkin. Dalam hal pihak yang bertanggung jawab tidak dapat segera memperbaiki kesalahan/gangguan tersebut, maka pihak lainnya harus diberitahu agar dapat mengikuti perkembangannya; 5. Dalam hal perbaikan yang dilakukan bersifat sementara, maka pihak lainnya harus diberitahu tentang hal itu serta estimasi waktu dan dampak dari dilakukannya perbaikan menyeluruh dan permanen; 6. Dalam hal kesalahan/gangguan tidak dapat diselesaikan sekaligus, Pihak yang bertanggung jawab harus memberi prioritas
kepada
kesalahan/gangguan
yang
memiliki
dampak terbesar atau berdasarkan besarnya jumlah trafik yang terpengaruh.
Halaman 67 dari 86
6.15.5 Waktu dan Prosedur Perbaikan Indikasi mengenai waktu yang diperlukan dan prosedur perbaikan
terdapat
dalam
Juklak
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan. 6.15.6 Pekerjaan atau Pemeliharaan yang Telah Direncanakan Klausul
tentang
pelaksanaan
pemeliharaan
dan
atau
pekerjaan yang telah direncanakan, meliputi : 1. Setiap pihak harus memberitahukan pihak lain 3 (tiga) hari kerja terhitung sebelum dilaksanakannya pemeliharaan
yang
telah
direncanakan
pekerjaan yang
dapat
mempengaruhi sistem pihak lain. Setiap pihak harus berusaha sebaik-baiknya untuk memperkecil terjadinya pemutusan hubungan, jika mungkin memberikan ruting alternatif (untuk sementara waktu) tanpa biaya guna menghindari
kemungkinan
pemutusan
hubungan
interkoneksi; 2. Apabila suatu pihak mengetahui bahwa pengaturan interkoneksi terancam suatu gangguan dan pekerjaan perbaikan mutlak diperlukan, maka pihak lain harus diberitahu sedini mungkin akan hal tersebut.
6.16 Layanan Tambahan Disamping jenis-jenis layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam batang tubuh Peraturan Menteri ini, Kedua belah Pihak dapat menyelenggarakan Layanan Tambahan. Klausul tentang persyaratan teknis yang berkaitan dengan penyediaan suatu layanan tambahan yang dicakup dalam Perjanjian Interkoneksi, diantaranya meliputi:
Halaman 68 dari 86
6.16.1 Layanan Operator Penyambungan Klausul Layanan Operator Penyambungan mengatur tentang ruting suatu panggilan dari Penyelenggara Kedua untuk memperoleh layanan tertentu dari Penyelenggara Pertama dan
sebaliknya.
Digit
yang
dikirimkan
dari
suatu
Penyelenggara Kedua harus sesuai dengan contoh di bawah ini, bersama dengan digit identifikasi yang sesuai bagi Penyelenggara Kedua sebagai digit alamat jaringan. Digit identifikasi yang digunakan harus berdasarkan kesepakatan kedua penyelenggara. Contoh : Layanan
Digit
Layanan Bantuan Operator Nasional
xxx
Darurat
yyy
Layanan Bantuan Operator Internasional
zzz
6.16.2 Calling Line Identification (CLI) Ketentuan tentang CLI untuk seluruh panggilan harus diminta dan disediakan dengan cara yang sesuai dengan Spesifikasi Interface Signalling CCS#7. Dalam hal penyelenggara yang diminta, akibat dari ketentuan yang berlaku tidak dapat menyediakan
CLI
untuk
panggilan
tertentu,
maka
penyelenggara tersebut harus menyampaikan ketentuan tersebut kepada penyelenggara lainnya.
Halaman 69 dari 86
6.16.3 Identifikasi Panggilan yang Tidak Baik (Malicious Call) Pada kasus salah satu penyelenggara sedang membantu aparat penegak hukum untuk melacak suatu panggilan, para penyelenggara yang berinterkoneksi harus bekerjasama memberikan bantuan jika perlu dengan menggunakan CLI. 6.16.4 Ruting dan Signalling Panggilan Darurat Menguraikan ketentuan tentang ruting dan signalling dari suatu panggilan darurat yang disepakati.
6.17 Lampiran A1 : Informasi Jaringan Penyelenggara Rincian informasi jaringan yang harus disediakan oleh para penyelenggara yang telah sepakat untuk berinterkoneksi, meliputi antara lain : 1. Informasi Sentral Gerbang Meliputi nama dan alamat seluruh Sentral Gerbang milik setiap penyelenggara
yang
berada
dalam
area
pelayanan
penyelenggara lainnya, dan alamat seluruh bangunan milik suatu penyelenggara
yang
dapat
mendukung
IEC
(Interconnect
Extension Circuit). 2. Informasi Penomoran Sistem penomoran dari suatu penyelenggara yang berada dalam suatu area pelayanan. 3. Informasi titik interkoneksi yang berada di lokasi Pihak Ketiga (In Span Interconnection/ISI) Informasi tentang ISI yang relevan disertai denah lokasinya.
Halaman 70 dari 86
6.18 Lampiran A2 : Aspek Bisnis Klausul yang berkaitan dengan aspek bisnis dalam membangun interkoneksi, meliputi antara lain : 1. Financial Guarantee ; 2. Penghapusan Kapasitas yang rusak setelah dilakukan Pengujian Kapasitas; 3. Biaya Pembatalan berkaitan dengan keterlambatan penyampaian Pemberitahuan Pengujian; 4. Penghapusan Kapasitas; 5. Biaya
yang
Kapasitas
berkaitan
akibat
dengan
tertundanya
penundaan
Penghapusan
Penyelesaian
Amandemen
Manajemen Data; 6. Perubahan pengorderan; 7. Pembatalan order.
6.19 Lampiran A3 : Amandemen Manajemen Data (AMD) Klausul yang berkaitan dengan Amandemen Manajemen Data (AMD)
yang
dibuat
berdasarkan
permintaan
salah
satu
penyelenggara, meliputi antara lain : 1. Tata cara permintaan AMD; 2. Proses implementasi AMD; 3. AMD yang dapat dan tidak dapat dibebani biaya serta tata cara pembebanannya;
Halaman 71 dari 86
Kedua Penyelenggara dapat menyusun kesepakatan tentang AMD yang dapat dan tidak dapat dibebani biaya serta tata cara pembebanannya 4. AMD Sistem Penomoran; AMD sistem penomoran meliputi : a. Pembukaan blok penomoran baru; b. Perubahan titik pembebanan suatu blok penomoran; c. Penambahan titik pembebanan suatu blok penomoran; d. Pemisahan blok penomoran eksisting; e. Ekspansi jumlah digit blok penomoran; f. Informasi dan penggunaan Dummy Number. 5. AMD ruting pada Sentral Gerbang; 6. AMD pada “Charge Band” (zone dan time band); 7. AMD yang berkaitan dengan diskriminasi pembebanan, antara lain pada panggilan layanan khusus, direktori, darurat;
6.20 Lampiran A4 : Tanggung jawab atas Jenis Trafik Klausul mengenai tanggung jawab meliputi pemilihan Koneksi Sentral Gerbang, penyediaan forecast trafik, penyediaan Profil Kapasitas, dan pengorderan kapasitas dari setiap penyelenggara berkaitan dengan jenis trafik interkoneksi sesuai butir 3 Dokumen Pendukung A.
6.21 Lampiran A5 : Kerja Signal Transfer Point (STP Working) Klausul yang berkaitan dengan STP, antara lain meliputi : 1. Penyediaan Kerja STP; 2. Perencanaan dan Aturan Dimensi Kerja STP; 3. Dokumentasi yang diperlukan bagi Kerja STP.
Halaman 72 dari 86
7.
DOKUMEN PENDUKUNG B : PENAGIHAN DAN PEMBAYARAN Dokumen Pendukung B memuat ketentuan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Perekaman Informasi Tagihan; 2. Pertukaran Informasi Tagihan; 3. Penagihan; 4. Pembayaran; 5. Perselisihan; 6. Perubahan pada File Tagihan dari Layanan Penyelenggara.
7.1 Perekaman Informasi Tagihan Ketentuan yang menjelaskan mengenai perekaman informasi tagihan layanan Interkoneksi harus sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Data yang harus direkam untuk setiap panggilan meliputi dan tidak terbatas kepada: 1. Pengindentifikasi Link Interkoneksi; dan 2. Nomor
yang
dituju
atau
informasi
lainnya
berdasarkan
kesepakatan kedua Penyelenggara; dan 3. Tanggal dan waktu pada saat Nada Jawab diterima oleh pihak penyedia informasi tagihan; dan 4. Durasi panggilan yang dapat dibebani biaya (baik yang diukur maupun yang didasarkan atas perhitungan).
Halaman 73 dari 86
Penyelenggara penyedia informasi tagihan harus menyertakan Informasi Tagihan sebagai pendukung dari Nota Tagihannya, sehingga Penyelenggara yang bukan penyedia informasi tagihan dapat melakukan validasi atas tagihan tersebut.
7.2 Pertukaran Informasi Tagihan Ketentuan yang menjelaskan tentang pertukaran informasi tagihan antara kedua penyelenggara yang berinterkoneksi yang meliputi antara lain : 1. Frekuensi pertukaran informasi tagihan yang dapat dalam periode mingguan, bulanan atau lainnya; 2. Materi yang disajikan dalam informasi tagihan yang disepakati; 3. Format penyajian informasi tagihan yang disepakati; 4. Ketentuan
yang
pemrosesan
berkaitan
dari
salah
dengan satu
kasus
dimana
penyelenggara
sistem
mengalami
kerusakan sehingga tidak dapat menghasilkan informasi tagihan; 5. Ketentuan yang berkaitan dengan kasus terjadinya inkonsistensi pada proses rekonsiliasi tagihan antara kedua penyelenggara yang
bersifat
permanen,
dimana
dalam
hal
ini
kedua
penyelenggara diwajibkan untuk melakukan penyelidikan apabila perlu
dengan
bantuan
institusi
yang
kompeten
tentang
penyebabnya dan mencari penyelesaian atas masalah tersebut; 6. Ketentuan yang menyatakan bahwa panggilan yang tidak tersambung (pada kasus nada dering yang tidak dijawab, nada sibuk, atau nada yang berarti nomor tujuan tidak dapat ditemukan) tidak dapat dibebani biaya.
Halaman 74 dari 86
7.3 Penagihan Ketentuan yang menjelaskan penagihan dari layanan Interkoneksi yang telah diterima, meliputi : 1. Waktu pengiriman tagihan misalnya pada setiap akhir periode tagihan; 2. Seluruh beban biaya yang dapat ditagihkan berdasarkan Perjanjian Interkoneksi ini harus diperhitungkan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian dengan menggunakan harga seperti yang tercantum dalam Dokumen Pendukung C; 3. Berbagai ketentuan lain yang disepakati oleh kedua belah pihak berkaitan dengan keterlambatan suatu penyelenggara dalam menyampaikan tagihannya, serta bunga yang harus dibayarkan akibat keterlambatan pembayaran.
7.4 Pembayaran Ketentuan yang menjelaskan pembayaran dari tagihan atas layanan Interkoneksi, antara lain meliputi : 1. Ketentuan bahwa beban biaya layanan Interkoneksi yang ditagihkan oleh suatu Penyelenggara kepada penyelenggara lainnya, akan dibayarkan pada saat jatuh tempo; 2. Beban bunga yang dikenakan akibat kegagalan pembayaran pada waktunya, akan dibayarkan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Bagi keterlambatan pembayaran, dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai dengan pembayaran dilunasi;
Halaman 75 dari 86
b. Bagi pengembalian kelebihan pembayaran, dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran kembali kelebihan tersebut; c. Besarnya
beban
bunga
yang
dikenakan
ditetapkan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian ini, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku; d. Beban bunga yang terjadi harus ditagihkan dalam waktu kurang dari 7 (tujuh) bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo, dan dapat ditagihkan setiap 3 (tiga) bulan; 3. Apabila terjadi kelebihan pembayaran akibat informasi yang diperoleh dari Penyelenggara yang membayar lebih, maka penyelenggara yang menerima kelebihan pembayaran tidak diwajibkan untuk membayar bunga; 4. Seluruh pajak yang dikenakan berkaitan dengan pemberian layanan Interkoneksi ini harus dibayar oleh penyelenggara yang diwajibkan
untuk
membayarnya
berdasarkan
peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
7.5 Perselisihan Ketentuan yang berkaitan dengan penyelesaian perselisihan antara kedua penyelenggara yang berinterkoneksi, harus mengacu kepada ketentuan yang diuraikan dalam butir 5.23.
Halaman 76 dari 86
7.6 Perubahan pada File Tagihan Layanan Penyelenggara Ketentuan yang mengatur perubahan pada File Tagihan Layanan Penyelenggara, diatur dalam jangka waktu antara penyampaian pemberitahuan
tentang
perubahan
File
Tagihan
Layanan
Penyelenggara dengan pelaksanaan perubahannya, misalnya enam bulan atau berdasarkan kesepakatan bersama antara kedua penyelenggara.
Halaman 77 dari 86
8.
DOKUMEN PENDUKUNG C : DAFTAR LAYANAN INTERKONEKSI Dokumen Pendukung C berisikan daftar layanan Interkoneksi yang dicakup oleh Perjanjian Interkoneksi ini dilengkapi dengan harganya. Dokumen ini berisi : 1.
Daftar Layanan Interkoneksi Gabungan, yaitu layanan Interkoneksi atau fasilitas yang merupakan hasil kerjasama kedua penyelenggara;
2.
Daftar Layanan Interkoneksi Penyelenggara Pertama yang disediakan untuk Penyelenggara Kedua dan Harganya;
3.
Daftar Layanan Interkoneksi Penyelenggara Kedua yang disediakan untuk Penyelenggara Pertama dan harganya.
Ketentuan yang harus diperhatikan mengenai daftar layanan Interkoneksi, adalah sebagai berikut: 1.
Harus dilengkapi dengan Daftar Harga Layanan Interkoneksi, dimana dapat disatukan dengan Daftar Layanan atau dibuat dalam lampiran terpisah untuk setiap jenis layanan.
2.
Sedapat mungkin harus dilengkapi dengan contoh-contoh perhitungan biaya dari suatu jenis layanan, khususnya untuk biaya layanan yang harus dihitung berdasarkan harga layanan Interkoneksi lainnya.
3.
Harus berdasarkan kesepakatan kedua pihak yang berinterkoneksi, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
4.
Harus diambil dari dokumen Daftar Layanan Interkoneksi yang Ditawarkan.
Halaman 78 dari 86
8.1 Daftar Layanan Interkoneksi Bersama Daftar layanan ini berisikan layanan dan atau fasilitas interkoneksi yang dicakup dalam perjanjian dan diselenggarakan bersama oleh kedua penyelenggara yang berinterkoneksi, antara lain meliputi :
Nomor Lampiran
Jenis Layanan
Keterangan Harga C101
Penyediaan Direktori Informasi
C102
In-span Interconnect (ISI), ISI dari Pihak Ketiga dan Ekstension Sirkit untuk Interkoneksi
C103
Layanan dari antar Operator
C104
Transfer Blok Nomor (berlaku timbal balik)
C105
Layanan Universal Freephone (berlaku timbal balik)
C106
Layanan Panggilan Virtual (berlaku timbal balik) dan sebagainya
8.2 Daftar Layanan Interkoneksi Penyelenggara Pertama Daftar layanan ini berisi berbagai layanan dan atau fasilitas interkoneksi yang disediakan oleh Penyelenggara Pertama untuk Penyelenggara Kedua sesuai dengan perjanjian, antara lain meliputi:
Halaman 79 dari 86
Nomor Lampiran
Jenis Layanan
Keterangan Harga C201
Panggilan Teleponi ke Sistem Penyelenggara Pertama
C202
Panggilan Transit melalui Sistem Penyelenggara Pertama
C203
Panggilan Transit lewat petugas operator melalui Sistem Penyelenggara Pertama
C204
Penyediaan
Buku
Telpon
Penyelenggara
Pertama; dan sebagainya.
8.3 Daftar Layanan Interkoneksi Penyelenggara Kedua Daftar layanan ini berisi berbagai layanan dan atau fasilitas interkoneksi yang disediakan oleh Penyelenggara Kedua untuk Penyelenggara Pertama sesuai dengan perjanjian. Format daftar layanan ini mengacu kepada ketentuan pada butir 7.2.
Halaman 80 dari 86
9.
DOKUMEN PENDUKUNG D : SPESIFIKASI TEKNIS Dokumen Pendukung D terdiri dari beberapa dokumen spesifikasi teknis yang harus dicantumkan dalam Perjanjian Interkoneksi, yang terdiri dari : 1.
Spesifikasi Generik Interface Fisik dan Kelistrikan;
2.
Spesifikasi Generik Interface Signaling CCS #7;
3.
Spesifikasi Generik Interface Transmisi;
4.
Spesifikasi Generik Interface SDH
Dokumen ini memuat berbagai spesifikasi teknis yang harus dipenuhi agar interkoneksi
antar
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
dapat
berlangsung dengan baik. Spesifikasi harus disusun dengan mengacu kepada FTP Nasional yang berlaku. Penyelenggara Kedua dapat mengusulkan suatu spesifikasi tambahan berdasarkan alasan yang layak sebagai akibat dari kebutuhan sistemnya untuk disepakati bersama. Adapun materi dari dokumen spesifikasi teknis tersebut diuraikan sebagai berikut:
Halaman 81 dari 86
9.1 Spesifikasi Kelistrikan
Generik
Interface
Fisik
dan
Dokumen ini mendefinisikan karakteristik-karakteristik elektrik dan fisik
dari
link
interkoneksi
antar
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi yang berisi antara lain : •
Port masukan dan port keluaran
•
Interferensi
•
Jitter
•
Wander
•
Sinkronisasi
•
Karakteristik-karakteristrik fungsional interface
•
Keselamatan dan Perlindungan.
9.1.1 Port Masukan Dan Port Keluaran Interkoneksi secara fisik terjadi antara Circuit Termination Unit (CTU) penyelenggara jaringan telekomunikasi satu dengan sentral (switch), Digital Distribution Frame (DDF) atau interface optik penyelenggara jaringan telekomunikasi lain melalui kabel koaxial 75 ohm atau serat optik. Penggunaan kabel koaxial harus mengikuti Rekomendasi ITUT G703 dengan redaman tidak boleh melebihi 6 dB pada 1.024 kHz. Spesifikasi untuk port keluaran dan port masukan harus
mengikuti
butir
6.2
dan
6.3
berturut-turut
dari
Rekomendasi ITU-T G.703. Penggunaan serat optik dengan interface STM-1 atau STM-4 harus memenuhi Rekomendasi Teknik yang diberikan pada Spesifikasi Interface Synchronous Digital Hierarchy.
Halaman 82 dari 86
9.1.2 Interferensi Port masukan harus dapat mentolerir tanpa terjadi kesalahan interferensi dari sinyal uji standar non synchronous sesuai dengan
Rekomendasi
ITU-T
O.151
tentang
Error
Performance Measuring Equipment for Digital Systems At The Primary Bit Rate and Above, pada tingkat 18 dB lebih rendah dari sinyal yang diinginkan. 9.1.3 Jitter Toleransi untuk Jiter pada port masukan harus sesuai dengan butir 3.1.1 pada Rekomendasi ITU-T G.823. Jitter maksimum yang masih dapat ditolerir pada port keluaran tidak boleh mencapai 0,05 Unit Interval (UI) yang dihitung pada interval frekuensi dari 20 Hz sampai 100 kHz. Pengukuran
jitter
Rekomendasi
harus
ITU-T
dilakukan
O.171
sesuai
dan
dengan
masing-masing
penyelenggara yang akan berinterkoneksi harus saling bekerjasama dalam menerapkan metoda pengujian seperti yang dijelaskan pada Rekomendasi ITU-T G.823. 9.1.4 Wander Toleransi untuk wander pada port masukan harus sesuai dengan bagian 3.1.1 pada Rekomendasi ITU-T G.823. 9.1.5 Sinkronisasi Jaringan digital harus dioperasikan secara sinkron agar pelayanan
dapat
diselenggarakan
dengan
mutu
yang
memenuhi syarat. Untuk mencapai hal tersebut, sinkronisasi
Halaman 83 dari 86
jaringan harus memenuhi Rekomendasi ITU-T G.811, G.812 dan G.822. Ketentuan selengkapnya mengenai sinkronisasi tercantum pada FTP Nasional 2003 Bab IX mengenai Rencana Sinkronisasi. 9.1.6 Karakteristik-karakteristrik Fungsional Interface Karakteristik
interface
2
Mbit/s
harus
sesuai
dengan
Rekomendasi ITU-T G.704 dan ITU-T G.706. Penambahanpenambahan fungsional dapat dilakukan sesuai dengan kondisi jaringan penyelenggara yang menerbitkan dokumen ini. 9.1.7 Keselamatan dan Perlindungan Setiap
penyelenggara
harus
membuat
prosedur
untuk
melindungi personil dan peralatan pada dua sisi titik koneksi, baik terhadap tegangan yang berlebihan atau radiasi.
9.2 Spesifikasi Generik Interface Signaling CCS # 7 Spesifikasi ini disusun mengacu kepada ketentuan yang tercantum pada Bab III mengenai Rencana Interkoneksi dan Bab VII mengenai Rencana Pensinyalan FTP Nasional yang berlaku. Isi dokumen spesifikasi ini antara lain adalah : a. daftar berbagai layanan yang dapat ditawarkan b. jenis pensinyalan yang dipergunakan c. opsi-opsi pensinyalan yang dipergunakan d. tata cara permohonan dan penggunaan opsi-opsi tambahan dalam sistem pensinyalan CCS # 7.
Halaman 84 dari 86
9.3 Spesifikasi Generik Interface Transmisi Batas-batas kinerja transmisi perlu didefinisikan dengan tepat agar kerjasama antara dua jaringan antara jaringan domestik satu dengan jaringan domestik lain atau jaringan domestik dengan jaringan internasional berjalan baik. Untuk jaringan yang menyediakan layanan teleponi, mengacu kepada ketentuan mengenai Rencana Interkoneksi dan Rencana Transmisi FTP Nasional yang berlaku. Hal-hal diluar spesifikasi ini dapat dirundingkan dan jika tidak tercapai
kesepakatan,
maka
perselisihan
yang
terjadi
harus
diselesaikan sesuai ketentuan perjanjian.
9.4 Spesifikasi Generik Interface SDH Hirarki digital sistem SDH yang dipergunakan harus memenuhi rekomendasi ITU-T G.707 – G.709, G.781 – G.784, dan G.957 – G.958. Struktur SDH yang digunakan di Indonesia dengan memakai C-12, TUG 2, TUG-3 dan VC-4 sebagaimana tercantum dalam bab Rencana Interkoneksi pada FTP Nasional yang berlaku.
Halaman 85 dari 86
10. DOKUMEN PENDUKUNG E : DEFINISI DAN INTERPRETASI Dokumen Pendukung E ini berisikan definisi dan interpretasi dari seluruh singkatan dan istilah yang dipergunakan dalam Perjanjian Interkoneksi. Fungsi dokumen ini adalah untuk menjamin kesamaan interpretasi kedua Penyelenggara yang terikat kepada Perjanjian Interkoneksi terhadap berbagai istilah yang dipergunakan dalam perjanjian tersebut, dimana hal ini dapat menghindari terjadinya perselisihan yang diakibatkan oleh perbedaan interpretasi terhadap berbagai ketentuan yang tercantum dalam perjanjian tersebut.
Ditetapkan di
:
Pada tanggal
:
JAKARTA Pebruari 2006
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN A. DJALIL
Halaman 86 dari 86
LAMPIRAN 4 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN IFORMATIKA NOMOR
:
TANGGAL :
/Per/M.KOMINF/02/2006 Pebruari 2006
ATURAN POKOK AKSES KE FASILITAS PENTING INTERKONEKSI DAFTAR ISI 1.
KETENTUAN UMUM..................................................................................... 1
2.
PENDAHULUAN DAN RUANG LINGKUP ................................................... 5 2.1 Pendahuluan........................................................................................... 6 2.1.1
Masa Berlaku ........................................................................... 6
2.1.2
Perubahan................................................................................ 6
2.1.3
Pengkajian Ulang ..................................................................... 7
2.2 Ruang Lingkup........................................................................................ 7
3.
2.2.1
Fasilitas .................................................................................... 7
2.2.2
Perjanjian Kerjasama ............................................................... 7
2.2.3
Kerangka Waktu....................................................................... 8
KETENTUAN AKSES KEPADA FPI ............................................................. 9 3.1 Kerahasiaan Informasi – Bagi Seluruh Penyelenggara Jaringan............ 9 3.2 Non-diskriminatif Akses kepada FPI ..................................................... 12 3.3 Sistem Antrian ...................................................................................... 13 3.4 Penyelesaian Perselisihan – Pada Pemberian Akses .......................... 14 3.5 Penyelesaian Perselisihan – Pada Implementasi Akses ...................... 15
Halaman i dari ii
4.
PENGAJUAN PERMINTAAN AKSES KE FPI............................................ 16 4.1 Paket Informasi..................................................................................... 16 4.2 Informasi Lain yang Diperlukan ............................................................ 17 4.3 Kontak Person ...................................................................................... 18 4.4 Permintaan Akses ke FPI ..................................................................... 19 4.5 Estimasi Kebutuhan (Forecast)............................................................ 22
5.
NEGOSIASI AKSES KE FPI ....................................................................... 23 5.1 Umum ................................................................................................... 23 5.2 Perjanjian Pokok Akses ........................................................................ 23 5.3 Masalah Keuangan............................................................................... 26 5.4 Pekerjaan agar Siap Pakai ................................................................... 29 5.5 Proses Konsultasi Kolokasi................................................................... 31
6.
IMPLEMENTASI AKSES KE FPI ................................................................ 35 6.1 Pemeliharaan FPI dan Peralatannya .................................................... 35 6.2 Pekerjaan Darurat................................................................................. 36 6.3 Penggantian Peralatan ......................................................................... 37 6.4 Interferensi dengan Peralatan Lain....................................................... 38 6.5 Penggantian atas Kerusakan................................................................ 40 6.6 Peralatan Milik Pihak Ketiga ................................................................. 41 6.7 Suspensi terhadap Akses ..................................................................... 41 6.8 Terminasi Akses ................................................................................... 43 6.9 Klaim..................................................................................................... 49
Halaman ii dari ii
1.
KETENTUAN UMUM Dalam aturan pokok akses ke fasilitas penting interkoneksi ini yang dimaksud dengan : 1. Menteri adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2. Dirjen Postel adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 3. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang selanjutnya disebut BRTI adalah Direktorat Jenderal Postel dan Komite Regulasi Telekomunikasi. 4. Fasilitas Penting bagi Interkoneksi atau yang selanjutnya disebut FPI adalah berbagai fasilitas yang merupakan infrastruktur sipil dari suatu jaringan telekomunikasi, dimana akses ke fasilitas tersebut mutlak diperlukan bagi pelaksanaan interkoneksi guna memasang dan mengoperasikan Peralatan yang diperlukan oleh Pencari akses untuk menyalurkan trafik interkoneksi dari/ke jaringannya. Fasilitas tersebut meliputi lokasi Titik Interkoneksi, lokasi dan menara transmisi, dan fasilitas bawah tanah (duct). FPI yang menjadi subjek Aturan Pokok ini adalah pada kasus Pencari akses tidak memiliki pilihan antara membangun atau menyewa akses ke FPI tersebut. 5. Informasi Rahasia meliputi seluruh informasi, ide, konsep, teknologi, proses manufaktur serta pengetahuan dalam berbagai bentuk alaminya
tentang
industri,
pemasaran
dan
komersial
yang
berhubungan dengan atau dikembangkan guna mendukung bisnis suatu Penyelenggara. 6. Jeda Akses adalah suatu periode dimana seluruh Peralatan milik para Penyelenggara di lokasi FPI tidak beroperasi atau dimatikan untuk sementara waktu untuk kebutuhan pemeliharaan rutin.
Halaman 1 dari 49
7. Kejadian Suspensi adalah kejadian pemberhentian pemberian akses untuk interkoneksi yang diakibatkan oleh : a. Kelangsungan mengakibatkan
pemberian
akses
ancaman
terhadap
ke
suatu
FPI
keselamatan
dapat
manusia,
keamanan jaringan dan atau Peralatannya; atau b. Pencari akses tidak dapat melunasi kewajiban hutangnya; c. Penggunaan FPI oleh Pencari akses bertentangan dengan hukum yang berlaku; d. Pencari akses mengingkari kewajibannya seperti yang tercantum dalam perjanjian akses; e. Pencari akses tidak dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan kelayakan kredit seperti yang diminta oleh Penyedia Akses. 8. Pemberitahuan Pelanggaran adalah surat pemberitahuan dari suatu Penyelenggara tentang adanya pelanggaran terhadap perjanjian akses
dan
ditujukan
kepada
Penyelenggara
yang
dianggap
melakukan pelanggaran tersebut. 9. Penyedia Akses adalah Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai FPI. 10. Pencari
Akses adalah Penyelenggara jaringan dan atau jasa
telekomunikasi yang memerlukan akses ke suatu FPI milik Penyedia Akses untuk kebutuhan melaksanakan interkoneksi. 11. Periode Perbaikan adalah jangka waktu yang diberikan kepada suatu Penyelenggara yang melakukan pelanggaran untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi sebagai akibat pelanggaran tersebut.
Halaman 2 dari 49
12. Permohonan Akses adalah permintaan akses ke suatu FPI yang diajukan secara tertulis oleh Pencari akses kepada Penyedia Akses. 13. Persyaratan Jaminan Keuangan adalah instrumen (keuangan) yang kemungkinan diminta oleh Penyedia Akses untuk memperoleh keyakinan bahwa Pencari akses akan mampu memenuhi kewajiban keuangannya
sehubungan
dengan
penyediaan
akses.
Contoh
jaminan keuangan tersebut antara lain adalah bank garansi dan jaminan pribadi (personal guarantee) dari pimpinan perusahaan. 14. Peralatan adalah berbagai peralatan telekomunikasi milik Penyedia Akses dan Kedua yang meliputi : a. Antena, piringan microwave atau satelit; b. Peralatan transmisi yang berkaitan, pembangkit tenaga (termasuk cadangan siaga), unit pendingin (AC); c. “Feeder”,
“waveguide”
dan
“pressuring
waveguide”
yang
diperlukan; d. Kabel yang diperlukan; e. Modul prefabrikasi, tangga, atau struktur yang merupakan tempat dari berbagai peralatan tersebut di atas; f. Kabel, sambungan, dan berbagai peralatan lain untuk mendukung penggunaan kabel tersebut yang ditempatkan dalam “manhole” (jika tersedia ruang yang cukup atau sebagaimana ditentukan dalam perjanjian); g. Berbagai peralatan lain yang disepakati (dapat berkembang dari waktu ke waktu) oleh pihak yang berkepentingan. 15. Pekerjaan agar Siap Pakai yang selanjutnya disebut PSP adalah pekerjaan yang harus dilakukan agar suatu FPI siap untuk diakses oleh Pencari Akses. yang antara lain meliputi :
Halaman 3 dari 49
a. Analisis struktur; b. Memperkuat atau memodifikasi menara yang ada sesuai kebutuhan agar mampu memikul beban peralatan tambahan milik Pencari Akses dan menahan tiupan angin; c. Membangun konstruksi, memasang atau memodifikasi kerangka induk dan berbagai pekerjaan lain yang diperlukan untuk memasang peralatan para Penyelenggara di menara transmisi; d. Memindahkan menara transmisi lama milik Penyedia Akses dan membangun menara transmisi baru untuk ko-lokasi peralatan Penyedia Akses dan Kedua (jika menara transmisi yang baru akan dipasang menggantikan yang lama pada lokasi yang tepat sama); e. Membangun menara transmisi baru termasuk pekerjaan desain, perizinan dan pekerjaan konstruksi (jika menara transmisi baru dibangun untuk menggantikan yang lama di area sama dengan lokasi berbeda); f. Pengujian duct, pembuatan subduct, pembongkaran “manhole” dan pekerjaan perbaikan; g. Menata ulang peralatan milik Penyedia Akses; h. Penyediaan fasilitas peralatan yang ada;
sementara
untuk
mengakomodasikan
i. Melakukan perubahan pada duct di bawah tanah; j. Memasang atau memperbesar penyangga atau tempat kabel untuk menempatkan kabel atau peralatan bawah tanah lain milik Pencari akses; k. Berbagai perkerjaan lain yang disepakati kedua belah pihak yang berkepentingan.
Halaman 4 dari 49
2.
PENDAHULUAN DAN RUANG LINGKUP UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi memberikan peluang sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
Penyelenggaraan
telekomunikasi,
baik
dalam
bentuk
Penyelenggaraan jaringan maupun jasa telekomunikasi. Dengan kedua aturan perundang-undangan tersebut maka industri telekomunikasi akan masuk pada era kompetisi. Sejalan dengan kesepakatan internasional pada forum WTO dan APEC yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, telah disusun Rencana Dasar Teknis Nasional yang menetapkan bahwa seluruh jaringan telekomunikasi di Indonesia harus merupakan suatu kesatuan jaringan nasional. Dengan demikian antar jaringan telekomunikasi harus tercipta “conectivity
any-to-any”
atau
ketersambungan
satu
jaringan
telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi lainnya, ketersambungan ini akan menciptakan suatu jaringan nasional yang terintegrasi dan dapat melayani seluruh lapisan masyarakat. Integrasi dari berbagai jaringan telekomunikasi tersebut terjadi karena jaringan-jaringan tersebut saling berinterkoneksi satu dengan lainnya. Untuk
menjamin
dapat
terjadinya
interkoneksi
antar
jaringan
telekomunikasi tersebut dengan baik, maka perlu dipersiapkan perangkat peraturan yang bertujuan untuk mengatur aspek teknis dan aspek bisnis dari penyelenggaraan interkoneksi tersebut. Akses ke fasilitas telekomunikasi yang mutlak diperlukan untuk interkoneksi (Essential Facilities for Interconnection atau EFI) merupakan hal penting bagi terwujudnya suatu interkoneksi antara dua jaringan
Halaman 5 dari 49
telekomunikasi. Hambatan terhadap akses ke suatu fasilitas tersebut akan merupakan hambatan bagi pelaksanaan interkoneksi itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan aturan pokok akses ke fasilitas penting interkoneksi disusun dengan tujuan : 1. Mencegah agar suatu Penyelenggara jaringan yang menguasai fasilitas tersebut berdasarkan hak khusus yang diperolehnya di masa lalu tidak menggunakannya untuk menghambat suatu proses interkoneksi dengan mempersulit pemberian akses, terutama pada kondisi dimana Penyelenggara Pencari Akses tidak memiliki pilihan “membangun atau menyewa” fasilitas tersebut. 2. Mendorong pemanfaatan bersama suatu fasilitas telekomunikasi (kolokasi),
jika
dimungkinkan
dalam
praktek.
Hal
ini
akan
mempromosikan kompetisi dengan memberikan kemudahan bagi Penyelenggara jaringan tetap atau jaringan bergerak yang baru dalam membangun dan mengembangkan jaringannya.
2.1 Pendahuluan 2.1.1 Masa Berlaku Petunjuk
pelaksanaan
akses
ke
fasilitas
penting
interkoneksi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku sepanjang ketetapan tersebut belum dicabut atau diganti dengan ketetapan lain. 2.1.2 Perubahan 1. Jenis fasilitas penting interkoneksi yang diatur dalam ketentuan ini dapat berubah dari waktu ke waktu berdasarkan kebutuhan dan ditetapkan oleh Menteri.
Halaman 6 dari 49
2. Para Penyelenggara jaringan akan diberitahu tentang perubahan
yang
terjadi
sebelum
ketentuan
yang
berkaitan dengan perubahan tersebut diberlakukan. 2.1.3 Pengkajian Ulang Kajian ulang terhadap ketentuan ini dapat dilakukan setiap waktu dalam rangka merespon perubahan yang terjadi pada
peraturan
perundangan
yang
relevan,
kondisi
perizinan, atau berdasarkan kebijakan dari Pemerintah.
2.2 Ruang Lingkup 2.2.1 Fasilitas Ketentuan ini berlaku bagi berbagai fasilitas penting interkoneksi.
Untuk
mempermudah
penggunaannya
sebagai acuan, selanjutnya pada dokumen ini keseluruhan fasilitas tersebut selanjutnya disebut “Fasilitas Penting Interkoneksi (FPI)”. 2.2.2 Perjanjian Kerjasama 1. Pencari Akses dan Penyedia Akses dapat membuat persetujuan tertulis mengenai persyaratan akses ke FPI tertentu yang tidak tercakup dalam ketentuan ini. 2. Suatu perjanjian bilateral tidak dapat menggantikan kewajiban multilateral yang tercantum dalam ketentuan ini.
Halaman 7 dari 49
2.2.3 Kerangka Waktu 1. Kerangka waktu suatu proses tertentu yang berkaitan dengan
penyediaan
akses
harus
sesuai
dengan
ketentuan interkoneksi antar penyelenggara jaringan, kecuali jika para Penyelenggara jaringan berpendapat bahwa hal itu sulit diwujudkan dalam praktek. Pada kondisi tersebut para Penyelenggara jaringan harus memberikan alasan untuk perubahan kerangka waktu proses tersebut. 2. Para Penyelenggara jaringan harus mengikuti prosedur penyelesaian perselisihan seperti ditentukan dalam Bab 3 ketentuan ini, jika tidak dapat mencapai persetujuan mengenai perubahan kerangka waktu tersebut.
Halaman 8 dari 49
3.
KETENTUAN AKSES KEPADA FPI 3.1 Kerahasiaan Informasi – Bagi Seluruh Penyelenggara Jaringan 1. Penyedia Akses wajib untuk merahasiakan seluruh Informasi Rahasia milik Pencari Akses, dan Pencari Akses wajib untuk merahasiakan seluruh Informasi Rahasia milik Penyedia Akses, yang dikomunikasikan atau diserahkan berkaitan dengan permintaan atau perjanjian mengenai akses ke FPI atau yang menjadi pengetahuan dari Penyelenggara yang berkaitan dengan adanya permintaan atau perjanjian akses. Penyedia Akses dan Pencari Akses dilarang mempergunakan, menggandakan, Informasi
menyebarkan
Rahasia
kepada
dan
Pihak
mengkomunikasikan Ketiga
kecuali
untuk
kebutuhan yang ditetapkan oleh ketentuan ini. 2. Informasi yang dihasilkan tentang jaringan dan fasilitas Penyedia
Akses
atau
Pencari
Akses
sebagai
akibat
penyediaan akses ke suatu FPI merupakan Informasi Rahasia Penyelenggara tersebut. 3. Informasi Rahasia yang diperoleh Penyedia Akses tentang fasilitas Pencari Akses dan sebaliknya, hanya
dapat
digunakan : a. Untuk kebutuhan teknis dalam menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan akses ke FPI, atau sebagaimana diperlukan
oleh tenaga ahli independen yang ditunjuk
sehubungan dengan pelaksanaan ketentuan ini; dan
Halaman 9 dari 49
b. Tenaga teknis atau personil lainnya yang terlibat dalam tim kerja untuk penyediaan akses ke FPI. 4. Penyedia Akses atau Pencari Akses dapat membuka Informasi Rahasia dari Penyedia Akses atau Pencari Akses untuk hal-hal sebagai berikut : a. Kepada direktur, karyawan, agen atau perwakilan dimana Informasi Rahasia tersebut harus dibuka untuk kebutuhan yang berkaitan dengan permintaan atau perjanjian akses ke suatu FPI; b. Kepada tenaga profesional yang menjadi konsultan dari Penyedia Akses dan Pencari Akses, berkaitan dengan kewajiban yang timbul akibat perjanjian akses ke FPI; c. Berkaitan dengan proses hukum, arbitrase, penetapan keputusan berdasarkan saksi ahli dan mekanisme lain dari penyelesaian
perselisihan,
atau
dalam
usaha
untuk
memperoleh saran dari tenaga ahli sehubungan dengan hal tersebut; d. Apabila
diperlukan
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundangan yang berlaku; e. Apabila diperlukan sebagai aturan dari Bursa Saham dimana Penyelenggara tersebut terdaftar; f. Berdasarkan
persetujuan
dari
Penyelenggara
pemilik
Informasi Rahasia tersebut; g. Sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri atau Pemerintah; h. Apabila diperlukan untuk melindungi keselamatan personil atau Peralatan.
Halaman 10 dari 49
5. Penyedia Akses dan Pencari Akses harus menyusun suatu prosedur yang memadai untuk menjaga kerahasiaan dari Informasi Rahasia milik satu dan lainnya yang berkaitan dengan akses ke FPI, serta menjamin bahwa para direktur, karyawan, agen dan perwakilannya merupakan pihak yang diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan informasi tersebut; 6. Penyerahan informasi rahasia kepada Pihak Ketiga hanya dapat dilakukan apabila diminta oleh Penyelenggara pemilik Informasi Rahasia. Pemberian informasi rahasia kepada pihak ketiga dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Mewajibkan Pihak Ketiga untuk : i. Menggunakan
Informasi
Rahasia
tersebut
sesuai
dengan kebutuhan yang ditetapkan dan menjaga kerahasiaan informasi tersebut; ii. Tidak memberikan Informasi Rahasia tersebut kepada pihak lain sebelum memperoleh izin tertulis dari pemiliknya. b. Memperoleh pernyataan dari Pihak Ketiga bahwa mereka memahami : i. Informasi Rahasia tersebut untuk selamanya merupakan milik Penyelenggara lain; ii. Kesalahan dalam penggunaan Informasi Rahasia dapat menimbulkan
kerugian
besar
bagi
Penyelenggara
pemiliknya.
Halaman 11 dari 49
7. Penyedia Akses dan Pencari Akses wajib bekerja sama dalam: a. Menjaga kerahasiaan dari Informasi
Rahasia milik
Penyelenggara lainnya; b. Melakukan penegakan hukum berkaitan dengan Informasi Rahasia mereka.
3.2 Non-diskriminatif Akses kepada FPI 1. Dalam kaitan dengan penyediaan akses ke FPI, setiap Penyelenggara wajib memperlakukan Penyelenggara lainnya berdasarkan
prinsip
non-diskriminatif
sepanjang
fasilitas
interkoneksi tersedia dan dapat dibuktikan. Bagi Penyedia Akses, hal ini meliputi pengambilan setiap tahapan proses yang beralasan
guna menjamin agar Pencari
Akses
memperoleh akses tepat waktu sama dengan waktu yang diperlukan jika Penyedia Akses harus menyediakan untuk kebutuhan sendiri. 2. Prinsip non-diskriminatif butir 1 di atas tidak berlaku untuk kondisi dimana dalam praktek tidak ada alasan bagi kedua belah pihak untuk memperoleh akses-ekuivalen (equivalentaccess). Pada kondisi tersebut, Penyedia Akses harus menjamin agar akses tersedia berdasarkan prinsip Sistem Antrian seperti diuraikan dalam sub bab 3.3 dari ketentuan ini. 3. Prinsip non-diskriminatif ini tidak membatasi Pencari Akses berdasarkan permintaan untuk memperoleh akses dengan kualitas lebih rendah dari kualitas akses yang digunakan sendiri oleh Penyedia Akses. Hal ini tergantung kepada aspek kelayakan teknis.
Halaman 12 dari 49
4. Prinsip non-diskriminatif ini tidak membatasi Pencari Akses berdasarkan permintaan untuk memperoleh akses dengan kualitas lebih tinggi dari kualitas akses yang digunakan sendiri oleh Penyedia Akses. Dalam hal ini Penyedia Akses tidak diwajibkan untuk memenuhi permintaan tersebut.
3.3 Sistem Antrian 1. Penyedia Akses wajib mengembangkan suatu Sistem Antrian untuk
melayani
permintaan
akses
ke
FPI
dari
para
Penyelenggara lainnya. 2. Penyedia Akses wajib untuk menyertakan permintaan akses bagi dirinya sendiri dalam sistem antrian tersebut. 3. Sistem antrian harus bersifat konsisten berdasarkan prinsip sebagai berikut : a. Sistem antrian Penyedia Akses harus bersifat nondiskriminatif; dan b. Penyedia Akses harus memaksimalkan efisiensi dari sistem antrian tersebut. 4. Aturan
dalam
Sistem
Antrian
harus
diterapkan
pada
permintaan yang berasal dari Penyedia Akses, meliputi : a. Pengkajian terhadap permintaan akses sebelum dinyatakan diterima atau ditolak; dan b. Pelaksanaan kewajiban bagi permintaaan akses ke FPI yang diterima.
Halaman 13 dari 49
5. Penyedia Akses dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan akses ke FPI dari Pencari akses, harus memberitahukan kepada Pencari akses bahwa permintaan akses tersebut telah ditempatkan dalam sistem antrian. 6. Sistem Antrian yang dibangun oleh Penyedia Akses harus dapat memberikan informasi kepada Pencari akses tentang posisi atau nomor urut permintaan aksesnya dalam antrian tersebut.
Hal
ini
penting
bagi
Pencari
akses
untuk
memperkirakan kapan permintaan aksesnya dapat segera dilayani.
3.4 Penyelesaian Perselisihan – Pada Pemberian Akses 1. Apabila terjadi perselisihan dalam proses negosiasi mengenai kondisi dari Perjanjian Interkoneksi atau yang berkaitan dengan akses
ke
FPI,
para
Penyelenggara
jaringan
harus
mengusahakan sendiri penyelesaian perselisihan tersebut, jika perlu melalui proses mediasi. 2. Dalam usaha menyelesaikan perselisihan seperti tercantum dalam butir 1 di atas, para Penyelenggara jaringan yang terlibat harus mempertimbangkan : a. Kriteria yang ditetapkan Menteri, jika kondisi Perjanjian Kerjasama
Interkoneksi
tersebut
harus
ditetapkan
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku; b. Seluruh prinsip yang relevan, petunjuk yang dipublikasikan dan mungkin relevan dengan arbitrase dari penyelesaian perselisihan.
Halaman 14 dari 49
3. Dalam hal para Penyelenggara jaringan yang terlibat tidak dapat menyelesaikan perselisihan seperti tercantum pada butir 1 di atas, para Penyelenggara tersebut harus mencari penyelesaian melalui arbitrase dengan melibatkan tenaga ahli independen yang disepakati bersama. Pelaksanaan arbitrase dilakukan sesuai dengan Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Ini;
3.5 Penyelesaian Perselisihan – Pada Implementasi Akses 1. Kondisi
dalam
Perjanjian
Kerjasama
Interkoneksi
harus
mencantumkan pengaturan tentang penyelesaian perselisihan pada waktu implementasi akses, yang konsisten dengan butir 1 sampai dengan 3 sub bab 3.4. 2. Dalam hal terjadi perselisihan pada waktu implementasi akses, para
Penyelenggara
perselisihan
sesuai
harus
mengusahakan
dengan
pengaturan
penyelesaian penyelesaian
perselisihan yang disepakati mengacu kepada butir 1 di atas.
Halaman 15 dari 49
4.
PENGAJUAN PERMINTAAN AKSES KE FPI 4.1 Paket Informasi 1. Penyedia Akses wajib menyusun dan memperbaharui suatu Paket Informasi yang berhubungan dengan penyediaan akses ke suatu FPI tertentu atau berbagai jenis FPI. 2. Paket Informasi tersebut wajib diberikan kepada Pencari akses yang memerlukannya dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permintaan paket informasi tersebut diterima oleh Penyedia Akses. 3. Apabila Penyedia Akses melakukan perubahan pada Paket Informasi tersebut, maka dalam waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak
tanggal
perubahan
tersebut
dilakukan,
Penyedia Akses wajib untuk menyampaikan perubahan tersebut kepada : a. Pencari Akses yang telah memperoleh akses ke FPI; dan b. Para Pencari
Akses lainnya yang telah meminta Paket
Informasi tersebut dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja
terhitung
sebelum
tanggal
dilakukan, kecuali bagi Pencari menyatakan
tidak
bermaksud
perubahan
tersebut
Akses yang telah untuk
mengajukan
permintaan aksesnya. 4. Paket Informasi harus disusun sesuai dengan ketentuan ini dan sekurang-kurangnya berisi informasi tentang : a. Nama dan alamat Penyedia Akses yang dilengkapi dengan keterangan rinci dari personil yang ditugaskan;
Halaman 16 dari 49
b. Suatu ringkasan tentang bagaimana akses ke berbagai jenis FPI milik Penyedia Akses dilakukan, pengaturan fisik pada pemasangan Peralatan yang relevan, pengaturan fisik untuk mengakses Peralatan tersebut, dan format dari Pemberitahuan Inspeksi Fisik; c. Ringkasan aturan dari Penyedia Akses bagi proses pemesanan dan pengadaan untuk pemasangan Peralatan di FPI dan aturan untuk mengaksesnya; d. Indikasi mengenai jangka waktu dan berbagai proses penting yang perlu dilakukan untuk dapat memberikan akses ke suatu FPI bagi Pencari akses; e. Persyaratan keuangan yang diminta oleh Penyedia Akses dari Pencari akses; f. Rincian dari berbagai Perjanjian Kerahasiaan yang diminta oleh Penyedia Akses dan Pencari Akses, dimana materi perjanjian tersebut harus sejalan dengan ketentuan;
4.2 Informasi Lain yang Diperlukan 1. Berdasarkan permintaan tertulis dari Pencari Akses, Penyedia Akses wajib memberikan informasi yang bersifat umum tentang jenis dan lokasi FPI dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan tersebut. Penyedia Akses juga harus mengusahakan informasi lain yang diminta Pencari Akses sejauh informasi tersebut penting dan relevan bagi proses pengambilan keputusan dalam mencari akses. 2. Permintaan informasi oleh Pencari
Akses harus dilakukan
hanya untuk kepentingan negosiasi yang baik antara kedua Penyelenggara dalam mempertimbangkan akses ke suatu FPI.
Halaman 17 dari 49
4.3 Kontak Person 1. Penyedia Akses dan Pencari Akses diwajibkan untuk menunjuk pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab untuk pelaksanaan administrasi dari akses ke FPI dan selanjutnya dalam dokumen ini disebut sebagai Petugas FPI. 2. Petugas FPI dari Penyedia Akses atau Pencari Akses harus berusaha
untuk
berkonsultasi
dengan
mitranya
dari
Penyelenggara lain, dengan tujuan untuk mengatasi berbagai kesulitan dan menjamin kesesuaiannya dengan Ketetapan ini. 3. Penyedia Akses dan Pencari Akses wajib menjamin bahwa Petugas FPI mereka mempunyai otoritas yang memadai untuk menjalankan kewajibannya sesuai Ketetapan ini dengan efektif. 4. Petugas FPI dapat mendelegasikan fungsi dan wewenangnya kepada satu atau lebih personil, dan wajib memberitahukan pihak lainnya tentang fungsi yang didelegasikan beserta nama dan alamat dari personil yang menerima pendelegasian fungsi dan wewenang tersebut. 5. Tanggung jawab dari setiap Petugas FPI sekurang-kurangnya harus meliputi : a. Pada
Penyedia
Akses,
Petugas
FPI
melakukan
pemrosesan permintaan akses ke FPI; b. Pada Pencari
Akses, Petugas FPI mempersiapkan dan
menyampaikan permintaan akses ke FPI; c. Bagi kedua Penyelenggara :
Halaman 18 dari 49
i. Melaksanakan koordinasi dari seluruh kegiatan yang merupakan tanggung jawab bagi masing-masing pihak dalam kaitan PSP; ii. Menerima pemberitahuan tentang kerusakan, kesalahan atau masalah lainnya, dan menjamin kesesuaian penanganannya
terhadap
prosedur
darurat
dan
pemeliharaan yang telah ditetapkan; iii. Mendiskusikan dan menyetujui berbagai hal yang berkaitan dengan suatu permintaan akses ke FPI, dan melakukan penolakan terhadap suatu permintaan akses berdasarkan alasan tertentu, misalnya: permintaan tidak dapat dipenuhi karena alasan teknis.
4.4 Permintaan Akses ke FPI 1. Pencari Akses yang memerlukan akses ke suatu FPI harus membuat Permohonan Akses ke FPI yang ditujukan kepada Penyedia Akses untuk dinilai kelayakannya. 2. Materi dari Permohonan Akses ke FPI tersebut adalah berbagai hal yang perlu disepakati oleh kedua pihak dan dapat bervariasi, antara lain: a. Finansial: i. Laporan Keuangan dari Pencari
Akses yang telah
diaudit (jika diminta oleh Penyedia Akses); ii. Berbagai
informasi
keuangan
lainnya
sesuai
kesepakatan kedua belah pihak;
Halaman 19 dari 49
b. Teknis: i. Jangka waktu yang diinginkan untuk memperoleh akses; ii. Spesifikasi dari PSP; iii. Penjelasan tentang peralatan Pencari Akses yang akan dipasang pada FPI meliputi berbagai aspek teknis seperti uraian tentang desainnya, dimensi, karakteristik komunikasi radio, serta berbagai informasi yang relevan mengenai
analisis
struktur
dan
pengujian
energi
elektromagnetik; iv. Rencana kerja yang menjelaskan metode dan prosedur yang akan digunakan oleh Pencari
Akses pada
pemasangan peralatannya di FPI; v. Alternatif
lokasi
pemasangan
peralatan,
disusun
berdasarkan prioritas; vi. Frekuensi radio dan karakteristik elektromagnetik dari peralatan Pencari Akses yang akan ditempatkan di FPI tersebut; vii. Karakteristik dari peralatan dan kondisi atau prosedur yang diterapkan pada pemasangan, pengoperasian atau pemeliharaan yang berbeda dari Penyedia Akses atau memerlukan perhatian khusus; viii. Jangka waktu yang dikehendaki Pencari akses untuk dapat mulai mengoperasikan peralatannya, terhitung sejak tanggal pemesanan dilakukan; ix. Kondisi dan persyaratan akses ke FPI yang diharapkan oleh Pencari Akses.
Halaman 20 dari 49
3. Penyedia Akses dalam waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan Akses wajib memberitahu Pencari
Akses bahwa Penyedia Akses telah menerima
permohonan
tersebut.
Penyedia
Akses
harus
segera
melakukan kajian terhadap Aplikasi Akses tersebut. 4. Dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Permohonan Akses tersebut diterima, Penyedia Akses harus memberikan jawaban secara tertulis kepada Pencari
Akses
tentang diterima atau tidaknya Permohonan Akses tersebut. 5. Apabila hasil kajian Penyedia Akses cenderung kepada penolakan terhadap Permohonan Akses tersebut karena alasan tidak layak teknis, finansial atau hal lainnya, maka dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
permohonan,
Penyedia
Akses
harus
memberitahukan kemungkinan penolakan tersebut disertai dengan alasannya secara tertulis kepada Pencari
Akses.
Dalam hal ini kedua Penyelenggara sebaiknya mengadakan pertemuan guna membahas masalah yang menjadi sebab penolakan
Permohonan
Akses
untuk
mencapai
suatu
kesepakatan. Pencari Akses harus memperoleh kesempatan untuk memperbaiki Aplikasi Aksesnya untuk disesuaikan dengan kondisi dan persyaratan yang ditetapkan Penyedia Akses.
Apabila
kesepakatan, diselesaikan
kedua
maka sesuai
pihak
tidak
perselisihan dengan
Tata
dapat
yang Cara
mencapai
terjadi
harus
Penyelesaian
Perselisihan Interkoneksi yang ditetapkan oleh Menteri.
Halaman 21 dari 49
4.5 Estimasi Kebutuhan (Forecast) 1. Guna
membantu
Penyedia
Akses
mengadministrasikan
prosedur akses sesuai dengan Ketetapan ini, Pencari Akses wajib
untuk
memberikan
estimasi
kebutuhan
aksesnya
terutama yang berkaitan dengan jenis trafik dan kapasitas ke suatu FPI untuk masa mendatang yang diperlukan Penyedia Akses bagi penyediaan akses ke FPI miliknya. 2. Estimasi kebutuhan akses ke FPI dari Pencari Akses harus dibuat berdasarkan niat baik.
Halaman 22 dari 49
5.
NEGOSIASI AKSES KE FPI 5.1 Umum Negosiasi
yang
dilakukan
untuk
merumuskan
atau
mengamandemen perjanjian akses ke FPI wajib dilakukan berdasarkan niat baik dan dilaksanakan dalam waktu yang singkat.
5.2 Perjanjian Pokok Akses 1. Apabila Pencari
Akses memerlukan akses ke FPI milik
Penyedia Akses atau menunjukkan minat untuk hal tersebut padahal tidak terdapat suatu Perjanjian Pokok Akses yang berkaitan dengan FPI yang ingin diakses oleh Pencari Akses, maka Penyedia Akses dan Pencari Akses wajib melakukan negosiasi untuk pembuatan suatu Perjanjian Pokok Akses yang memungkinkan Pencari Akses memperoleh akses ke FPI milik Penyedia Akses. 2. Suatu Perjanjian Pokok Akses berlaku bagi seluruh permintaan yang dibuat Pencari
Akses untuk memperoleh akses ke
seluruh jenis FPI yang tercantum dalam Perjanjian Pokok Akses, sebelum Perjanjian Pokok Akses tersebut diakhiri. 3. Perjanjian Pokok Akses harus memiliki tanggal berakhirnya perjanjian
disertai
diperpanjangnya
klausul
masa
perjanjian
yang
memungkinkan
tersebut
berdasarkan
permintaan Pencari Akses. 4. Perjanjian Pokok Akses dapat meliputi hal sebagai berikut :
Halaman 23 dari 49
a. Prosedur pemesanan dan penyediaan akses; b. Prosedur operasi dan pemeliharaan rutin; c. Pengaturan yang berkaitan dengan penundaan penyediaan akses; d. Prosedur penyeliaan yang diperlukan oleh kedua belah pihak, berkaitan dengan kinerja PSP; e. Prosedur penyelesaian perselisihan; f. Biaya-biaya; g. Persyaratan jaminan keuangan; h. Prosedur penilaian kredit; i.
Kerahasiaan;
j.
Ganti-rugi;
k. Berbagai perjanjian lisensi yang harus disertakan berkaitan dengan pemberian akses ke FPI; l.
Informasi forecast yang harus diberikan;
m. Spesifikasi teknis berkaitan dengan materi yang harus disepakati oleh kedua Penyelenggara, termasuk spesifikasi teknis
tentang
Peralatan
pada
menara
transmisi
menara,
standar
dan
pemasangan
kesehatan
dan
keselamatan; n. Frekuensi radio, elektromaknetik, prosedur operasional dan praktek enjiniring yang disepakati oleh kedua pihak; o. Hak dan kewajiban suatu Penyelenggara berkaitan dengan akses secara fisik terhadap FPI, termasuk diantaranya jenis pekerjaan yang harus dilakukan dan kapan waktunya.
Halaman 24 dari 49
p. Hak dan kewajiban suatu Penyelenggara berkaitan dengan akses
secara
fisik
terhadap
FPI
untuk
kebutuhan
pemeliharaan, sekuriti dan prosedur koordinasi akses. q. Prosedur respon darurat; r. Prosedur akses ke FPI oleh Pihak Ketiga; s. Berbagai prosedur lain yang oleh para Penyelenggara diketahui
penting
bagi
kelangsungan
dan
kelayakan
pengoperasian bersama suatu FPI. 5. Perjanjian Pokok Akses dapat mencantumkan kewajiban Pencari
Akses untuk memperoleh jaminan asuransi atas
kompensasi bagi tenaga kerja, risiko publik, dan berbagai asuransi lain yang umumnya diterapkan pada personil yang melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh Pencari Akses. 6. Para Penyelenggara harus mengusahakan dengan sebaikbaiknya untuk mencapai persetujuan tentang prosedur yang diperlukan bagi penjadwalan pemeliharaan Peralatan masingmasing dalam FPI yang terkoordinasi. Prosedur tersebut harus mencerminkan prinsip sebagai berikut : a. Penyedia
Akses
wajib
melakukan
perbaikan
yang
diperlukan pada waktu terjadi penghentian atau gangguan operasi, jika dimungkinkan; b. Suatu periode penghentian operasi Peralatan secara berkala dengan durasi yang telah ditetapkan atau Jeda Akses, wajib dijadwalkan dimana pada periode tersebut para
Penyelenggara
dapat
melaksanakan
pekerjaan
pemeliharaan secara berkala terhadap Peralatan dan FPI bagi Penyedia Akses mereka;
Halaman 25 dari 49
c. Setiap Jeda Akses hendaknya dijadwalkan pada waktu dimana tingkat permintaaan atau pemakaian jaringan rendah, dan memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan tersebut. 7. Para Penyelenggara harus mengusahakan dengan sebaikbaiknya guna mencapai persetujuan tentang prosedur yang diperlukan untuk pemeliharaan Peralatan masing-masing didalam atau diluar FPI yang tidak terjadwal. Prinsip dasarnya adalah jika pekerjaan pemeliharaan tersebut dapat ditunda sampai waktu Jeda Akses berikutnya, maka pekerjaan tersebut harus ditunda sampai dengan waktu tersebut. Dalam hal pekerjaan
pemeliharaan
tersebut
tidak
dapat
ditunda
berdasarkan alasan yang kuat, maka para Penyelenggara harus bekerjasama untuk memungkinkan agar pekerjaan pemeliharaan tersebut dapat segera dilakukan, jika perlu dengan cara mematikan antena mereka sementara waktu dengan
risiko
kehilangan
trafik
pada
saat
itu,
tanpa
membebankan biaya kepada Penyelenggara lainnya.
5.3 Masalah Keuangan 1.
Apabila
para
Penyelenggara
tidak
dapat
mencapai
kesepakatan mengenai kondisi akses karena Penyedia Akses khawatir bahwa Pencari Akses memenuhi
kewajiban
sesuai
berkali-kali gagal
perjanjian,
maka
para
Penyelenggara harus melakukan hal-hal sesuai dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penyedia Akses harus menyampaikan informasi berikut ini kepada Pencari Akses, yaitu :
Halaman 26 dari 49
i. Bukti
spesifik
yang
membuat
Penyedia
Akses
berpendapat bahwa Pencari Akses tidak akan mampu memenuhi kewajiban keuangannya berkaitan dengan akses yang diberikan; ii. Berbagai bukti lain yang mendukung hal tersebut; iii. Bukti tertulis mengenai kesalahan yang telah dibuat Pencari
Akses dalam memenuhi kewajiban sesuai
perjanjian; iv. Uraian tertulis mengenai FPI dimana kesalahan tersebut terjadi; v. Berbagai informasi lain yang relevan. b. Dalam melakukan evaluasi Penyedia Akses tidak boleh memperhitungkan jumlah tunggakan atas akses atau layanan yang sebelumnya telah diberikan kepada Pencari Akses, jika sesuai dengan ketentuan perjanjian akses Pencari Akses tidak diwajibkan untuk melunasi tunggakan tersebut disebabkan adanya perselisihan yang berkaitan dengan jumlah tunggakan yang harus dibayar. c. Apabila Penyedia Akses memiliki kekhawatiran yang beralasan, maka Penyedia Akses harus sesegera mungkin mendiskusikan untuk mencari penyelesaian permasalahan tersebut dengan Pencari Akses. d. Apabila terjadi kesalahan dalam tagihan, Pencari
Akses
dapat segera memberitahu Penyedia Akses mengenai hal itu. Dalam hal ini Penyedia Akses wajib untuk menerbitkan tagihan baru dalam waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tersebut.
Halaman 27 dari 49
2. Kedua belah pihak harus mempertimbangkan apakah suatu Persyaratan Jaminan Keuangan diperlukan untuk melindungi kepentingan Penyedia Akses agar dapat menyetujui kondisi pemberian akses. 3. Persyaratan Jaminan Keuangan termasuk jenis dan nilainya yang diminta oleh Penyedia Akses harus proporsional terhadap jenis dan nilai akses ke suatu FPI, dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : a. proyeksi yang diberikan oleh Pencari
Akses, yang
merupakan gambaran tentang estimasi kredit yang harus diberikan oleh Penyedia Akses kepada Pencari Akses; b. Prestasi pembayaran oleh Pencari Akses di masa lalu baik yang berhubungan dengan Penyedia Akses ataupun tidak, berkaitan dengan pembelian barang-barang atau jasa, dan atau penyediaan akses ke FPI lain yang serupa; c. Jaminan
Keuangan
yang
sebelumnya
diminta
oleh
Penyedia Akses dari Pencari Akses; d. Barang-barang atau jasa yang disediakan oleh Penyedia Akses untuk Pencari Akses; e. Berbagai informasi lainnya yang relevan dengan alasan pemberian kredit atau pembayaran dilakukan setelah akses diberikan dari Penyedia Akses untuk Pencari Akses. 4. Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan berkaitan dengan Persyaratan Jaminan Keuangan, maka para Penyelenggara harus mencari penyelesaian sesuai dengan prosedur tata cara penyelesaian perselisihan di atas;
Halaman 28 dari 49
5. Jenis dan nilai Persyaratan Jaminan Keuangan dapat berubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan kesepakatan antara Penyedia Akses dan Pencari Akses.
5.4 Pekerjaan agar Siap Pakai 1. Pencari
Akses dapat memutuskan bahwa PSP yang perlu
dilaksanakan berkaitan dengan penyediaan akses ke FPI milik Penyedia Akses, dilakukan oleh Pencari
Akses atau
perwakilannya yang memiliki kualifikasi untuk hal tersebut. 2. Dalam hal Penyedia Akses berpendapat bahwa Pencari Akses atau perwakilannya tidak memiliki kualifikasi untuk melakukan PSP pada FPI miliknya, maka kedua Penyelenggara tersebut wajib mengusahakan jalan keluar bagi permasalahan tersebut. 3. Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan berkaitan
dengan
perwakilannya
dalam
kemampuan
Pencari
melaksanakan
PSP,
Akses
atau
maka
para
Penyelenggara harus mencari penyelesaian sesuai dengan prosedur penyelesaian perselisihan. 4. Para Penyelenggara atau perwakilannya tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan PSP, yang dapat menimbulkan gangguan terhadap : a. Penyediaan layanan dari Penyelenggara lainnya; b. Peralatan dari Pihak Ketiga yang terdapat dalam FPI, seperti misalnya menurunkan kinerja Peralatan atau FPI menjadi di bawah standar industri.
Halaman 29 dari 49
5. Penyedia Akses perlu melakukan PSP hanya jika : a. Kedua belah pihak setuju, atau berdasarkan penilaian secara independen diketahui bahwa Pencari Akses atau perwakilannya tidak memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan PSP pada FPI tersebut; b. Tidak terdapat kontraktor yang mampu melaksanakan PSP sesuai dengan jangka waktu yang diminta oleh Pencari Akses. 6. Apabila pelaksanaan PSP berkaitan dengan pemindahan atau pekerjaan pada Peralatan milik Penyedia Akses, maka Penyedia Akses dapat memilih untuk melakukan sendiri PSP yang berkaitan dengan Peralatan miliknya. 7. Apabila Penyedia Akses menuntut haknya sesuai dengan butir 6 di atas, maka kedua Penyelenggara yang terkait harus mendiskusikan bagaimana setiap pihak akan memberikan kontribusi dalam Rencana Kerja dan Draft Konstruksi serta pelaksanaan PSP. Jika PSP harus dilaksanakan bersamasama oleh Penyedia Akses dan Pencari Akses, maka kedua pihak harus mencapai kesepakatan mengenai prosedurnya. 8. Apabila kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan tentang prosedurnya, maka para Penyelenggara harus mencari penyelesaian
sesuai
dengan
prosedur
penyelesaian
perselisihan.
Halaman 30 dari 49
9. Pada prinsipnya Pencari Akses bertanggung jawab atas biaya pelaksanaan PSP. Jika pelaksanaan PSP tersebut juga memberikan manfaat atau keuntungan bagi Penyedia Akses atau Pihak Ketiga, maka biaya pelaksanaan PSP tersebut ditanggung bersama oleh seluruh pihak yang menerima manfaat. Persentase biaya yang ditanggung oleh setiap pihak harus seimbang dengan manfaat yang diperolehnya.
5.5 Proses Konsultasi Kolokasi 1. Proses
Konsultasi
Kolokasi
adalah
suatu
proses
yang
berkaitan dengan rencana pembangunan suatu FPI yang baru. 2. Suatu
Proses
Penyelenggara
Konsultasi yang
Kolokasi
berusaha
untuk
melibatkan
suatu
menginformasikan
kepada seluruh Penyelenggara bahwa ia mempunyai rencana untuk membangun suatu FPI yang baru pada suatu daerah, dimana Penyelenggara tersebut menghendaki agar para Penyelenggara lainnya mempertimbangkan pemanfaatan dan atau pengelolaan bersama FPI tersebut. Hal ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari persyaratan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. 3. Sebagai
bagian
dari
Proses
Konsultasi
Kolokasi,
para
Penyelenggara yang menerima informasi tersebut harus memberitahukan kepada Penyelenggara pemilik rencana tentang keinginan untuk pemanfaatan bersama FPI baru tersebut atau tidak dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya informasi
tersebut. Jika
para Penyelenggara yang diberi informasi tidak memberikan jawaban
dalam
jangka
waktu
tersebut,
maka
para
Penyelenggara tersebut dapat dianggap menolak tawaran
Halaman 31 dari 49
untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan pemanfaatan bersama FPI baru tersebut. 4. Apabila Penyelenggara yang diundang untuk bekerjasama setuju untuk berpartisipasi, maka penyelenggra yang memiliki rencana
membangun
FPI
baru
tersebut
wajib
untuk
mengirimkan kepada para Penyelenggara yang menyatakan ingin berpartisipasi, suatu usulan tentang pembangunan atau pemanfaatan bersama FPI yang berisikan uraian tentang FPI tersebut, termasuk : a. Lokasi; b. Estimasi biaya pembangunan; c. Usulan rencana pembangunan, d. Jangka waktu pembangunan; e. Penjelasan tentang Penyelenggara mana yang akan menjadi pemilik FPI tersebut dan Penyelenggara mana yang memiliki kuasa untuk memberi hak penggunaan. 5. Dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya undangan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan atau pemanfaatan bersama FPI tersebut, para Penyelenggara yang berminat untuk berpartisipasi harus memberitahu
kepada
Penyelenggara
pemilik
rencana
pembangunan FPI tersebut secara tertulis bahwa : a. Penyelenggara yang berminat untuk berpartisipasi dapat menerima usulan tersebut; atau b. Penyelenggara
yang
berminat
untuk
berpartisipasi
memerlukan lebih banyak informasi berkaitan dengan usulan tersebut, dimana pada kasus ini Penyelenggara
Halaman 32 dari 49
pemilik rencana pembangunan harus memberikan informasi yang diperlukan dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan informasi tambahan dari para Penyelenggara yang berminat; atau c. Penyelenggara yang berminat untuk berpartisipasi menolak usulan tersebut; 6. Apabila beberapa Penyelenggara yang ingin berpartisipasi tidak
dapat
menyetujui
beberapa
aspek
dari
usulan
pembangunan atau pemanfaatan bersama FPI tersebut termasuk diantaranya kondisi dari perjanjian, atas permintaan salah satu pihak, para Penyelenggara tersebut harus mencari penyelesaian masalah sesuai dengan prosedur penyelesaian perselisihan yang diuraikan pada paragraf 2.4 dan 2.5 dokumen ini. 7. Apabila
penawaran
pemanfaatan bersama
atau
usulan
pembangunan
atau
ditolak oleh Penyelenggara yang
diundang untuk berpartisipasi : a. Apabila diminta, Penyelenggara yang menolak wajib menjelaskan secara tertulis alasan penolakannya; b. Sebagai kelanjutan butir a di atas, Penyelenggara yang menolak atau yang memiliki rencana pembangunan FPI dapat meminta diadakannya suatu pertemuan untuk mendiskusikan
alasan
penolakan.
Apabila
terdapat
permintaan seperti tersebut di atas, maka dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan
untuk
mengadakan
pertemuan
dari
Penyelenggara yang berkepentingan untuk membahas alasan
penolakan,
para
Penyelenggara
wajib
untuk
Halaman 33 dari 49
menyelenggarakan pertemuan guna membahas perubahan yang mungkin dilakukan terhadap usulan pembangunan atau pemanfaatan FPI tersebut atau perubahan strategi dalam pengelolaan FPI sehubungan dengan keberatan yang
diajukan
oleh
Penyelenggara
yang
ingin
penawaran
atau
berpartisipasi; c. Penyelenggara
yang
menerima
Penyelenggara yang memiliki rencana membangun FPI dapat mengirimkan suatu usulan baru atau usulan yang telah diperbaiki berkaitan dengan FPI tersebut kapanpun, dan akan tetap menjadi bahan pertimbangan walaupun sebelumnya usulan tersebut sudah dibuat dengan mengacu kepada butir 4 di atas. 8. Para Penyelenggara harus bekerjasama dalam memberikan informasi antara satu dengan yang lain dan dalam pengajuan rencana
yang
relevan
sehubungan
dengan
rencana
penggunaan FPI di masa depan yang mereka inginkan, termasuk spesifikasi dari Peralatan yang akan mereka pasang di FPI tersebut. 9. Berdasarkan pemahaman atas sensitifitas komersial dari informasi yang mungkin diberikan oleh suatu Penyelenggara kepada Penyelenggara lainnya berkaitan dengan usulan pembangunan atau pemanfaatan bersama FPI, maka setiap Penyelenggara diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan suatu Informasi Rahasia milik Penyelenggara lainnya, dengan mengacu
kepada
ketentuan
tentang
kerahasiaan
yang
diuraikan pada dokumen ini.
Halaman 34 dari 49
6.
IMPLEMENTASI AKSES KE FPI 6.1 Pemeliharaan FPI dan Peralatannya 1. Penyedia Akses diwajibkan untuk melakukan pemeliharaan terhadap FPI dimana hak aksesnya telah diberikan kepada Pencari Akses dalam kondisi tetap dapat beroperasi dengan aman. 2. Penyedia Akses tidak diwajibkan untuk memperbaiki struktur dari suatu FPI, jika perbaikan tersebut meliputi pekerjaan rekonstruksi menyeluruh properti dari FPI tersebut. 3. Para
Penyelenggara
diwajibkan
untuk
melakukan
pemeliharaan terhadap Peralatan masing-masing. Termasuk diantaranya
adalah
bertanggung
jawab
untuk
mengoperasikannya dengan aman dan melaksanakan seluruh tahapan yang penting guna menjamin agar Peralatan mereka tidak : a. Membahayakan kesehatan dan keselamatan dari para karyawan,
petugas,
kontraktor
dan
pelanggan
dari
Penyelenggara lain atau Pihak Ketiga; b. Menimbulkan menyebabkan
kerusakan terganggunya
atau operasi
gangguan suatu
FPI
yang atau
Peralatan milik Penyelenggara lain dan Pihak Ketiga.
Halaman 35 dari 49
4. Setelah lokasi Peralatan Pencari
Akses ditetapkan dan
dipasang, Penyedia Akses tidak diperkenankan
untuk
memindahkan Peralatan tersebut di lokasi FPI. Persetujuan dari Pencari
Akses tidak diperlukan jika seluruh biaya
pemindahan ditanggung oleh Penyedia Akses, dan Penyedia Akses menjamin bahwa di lokasi yang baru kinerja dari Peralatan tersebut tidak mengalami penurunan.
6.2 Pekerjaan Darurat 1. Pada kasus dimana Penyedia Akses harus melakukan suatu perbaikan darurat pada FPI dan untuk kebutuhan tersebut seluruh Peralatan milik Penyelenggara lain harus dimatikan atau Penyedia Akses memerlukan bantuan yang berkaitan dengan Peralatan Penyelenggara lain, maka Penyedia Akses wajib memberitahukan kepada Penyelenggara lain terkait. Penyelenggara lain tersebut akan mengirimkan personil berdasarkan kondisi darurat ke FPI, sesuai dengan prosedur dan kerangka waktu seperti yang akan dilakukan oleh Penyelenggara tersebut jika terjadi kondisi darurat pada Peralatan miliknya yang berada dalam FPI tersebut. 2. Apabila suatu Penyelenggara mengetahui terjadi kesalahan atau mendeteksi terjadinya permasalahan pada Peralatan milik Penyelenggara menimbulkan
lain risiko
pada akan
suatu
FPI
yang
mungkin
merusak
FPI
atau
Peralatan
Penyelenggara lainnya, maka Penyelenggara tersebut : a. Wajib memberitahu kepada Penyelenggara lain yang bersangkutan secepat mungkin;
Halaman 36 dari 49
b. Apabila dalam waktu singkat terjadi risiko yang dapat mencederai personil atau menimbulkan kerusakan yang besar
terhadap
bangunan
termasuk
Peralatan
milik
Penyelenggara lainnya atau milik Pihak Ketiga, dapat segera
melakukan
tindakan
interim
yang
diperlukan
terhadap Peralatan Penyelenggara lain tersebut guna mencegah kecelakaan atau kerusakan sebelum kehadiran personil dari Penyelenggara yang akan memperbaiki Peralatannya.
6.3 Penggantian Peralatan 1. Suatu Penyelenggara dapat menggantikan Peralatannya yang terdapat dalam FPI dengan peralatan yang serupa atau dengan disain yang baru dan memberitahukan kepada para Penyelenggara lainnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebelum dilakukan penggantian, dengan ketentuan : a. Para Penyelenggara tersebut setuju bahwa Peralatan baru tersebut tidak akan menimbulkan atau menyebabkan : i.
Kesulitan teknis, termasuk mempengaruhi keutuhan struktur, kestabilan dan keamanan dari FPI tersebut;
ii.
Gangguan yang nyata pada penyediaan layanan jasa telekomunikasi dari para Penyelenggara lainnya;
iii.
Gangguan yang nyata terhadap Peralatan milik Pihak Ketiga yang berlokasi di FPI yang mengakibatkan kinerjanya berada dibawah standar industri;
iv.
Ancaman
yang
nyata
terhadap
kesehatan
dan
keselamatan personil yang bekerja di lingkungan FPI tersebut;
Halaman 37 dari 49
b. Pekerjaan penggantian Peralatan tersebut dilakukan pada Jeda Akses atau pada waktu lain yang disepakati oleh semua Penyelenggara lain yang berkepentingan; c. Penggantian Peralatan tidak menimbulkan gangguan pada seluruh Peralatan lain yang terdapat dalam FPI tersebut; d. Penyelenggara melakukan penggantian Peralatan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Pokok Akses. 2. Para Penyelenggara, sesuai dengan Perjanjian Pokok Akses, dapat menetapkan prosedur yang berbeda untuk penggantian Peralatannya pada kondisi tertentu, misalnya yang berkaitan dengan
Fasilitas
Bawah
Tanah
dimana
Peralatan
Penyelenggara lainnya tersimpan secara terpisah dalam subduct yang berbeda. 3. Berkaitan dengan butir 1 dan butir 2 di atas, Penyedia Akses tidak diperkenankan untuk mempertahankan perjanjian yang berlaku tanpa alasan yang jelas. Jika Penyedia Akses tidak menyetujui penggantian Peralatan tersebut, maka Penyedia Akses harus mengikuti prosedur yang berkaitan dengan permintaan akses ke FPI serta melakukan berbagai perubahan yang diperlukan.
6.4 Interferensi dengan Peralatan Lain 1. Setiap Penyelenggara tidak diperkenankan untuk melakukan atau mengizinkan Pihak Ketiga melakukan sesuatu berkaitan dengan FPI yang dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan penggunaan
material, atau
atau
menghentikan
pengoperasian
suatu
kesinambungan Peralatan
milik
Penyelenggara lainnya atau milik Pihak Ketiga.
Halaman 38 dari 49
Ketentuan ini tidak berlaku untuk kasus interupsi atau penghentian sementara pada penggunaan atau pengoperasian suatu Peralatan yang diperlukan bagi proses pemasangan atau pemeliharaan Peralatan pada kondisi darurat. 2. Dalam hal suatu Penyelenggara memberitahukan kepada Penyelenggara lain tentang terjadinya gangguan sebagai akibat
pelanggaran
atau
kesalahan
yang
dilakukan
Penyelenggara lain tersebut sesuai dengan butir 1 di atas, maka
Penyelenggara
lain
tersebut
wajib
untuk
segera
melakukan perbaikan atas kerusakan yang terjadi. 3. Sebagai tambahan dari kewajiban yang tercantum pada butir 2 di
atas,
jika
suatu
Penyelenggara
memberitahukan
Penyelenggara lainnya tentang terjadinya gangguan atau kerusakan sebagai akibat kesalahan seperti diuraikan pada butir 1 di atas, dimana pemberitahuan tersebut disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah Penyelenggara
lain
tersebut
memasang
dan
atau
mengoperasikan suatu Peralatan baru atau tambahan, maka Penyelenggara lain tersebut harus segera menghilangkan gangguan dan atau memperbaiki kerusakan yang terjadi secepat mungkin yaitu dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan tentang terjadinya gangguan. 4. Apabila dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan) jam terhitung sejak diterimanya pemberitahuan tentang terjadinya gangguan yang diakibatkan oleh Peralatan miliknya, suatu Penyelenggara
tidak
dapat
membuktikan
kepada
Penyelenggara yang memberitahukan bahwa gangguan yang terjadi bukan akibat dari Peralatannya, maka Penyelenggara
Halaman 39 dari 49
tersebut wajib menugaskan tenaga ahli independen untuk menemukan penyebab gangguan tersebut dan cara untuk menghilangkannya. 5. Apabila
tenaga
ahli
independen
menyimpulkan
bahwa
Penyelenggara yang menjadi penyebab gangguan harus menyingkirkan
atau
memindahkan
Peralatannya
untuk
menghilangkan gangguan tersebut, maka Penyelenggara yang bertanggung jawab tersebut wajib melaksanakan hal itu dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam setelah menerima kesimpulan dari tenaga ahli independen tersebut.
6.5 Penggantian atas Kerusakan 1. Setiap
Penyelenggara
yang
tindakannya
menimbulkan
kerusakan terhadap FPI atau Peralatan milik Penyelenggara lainnya yang terdapat dalam FPI, maka diwajibkan untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan yang terjadi dan berbagai biaya lain terkait dalam jumlah yang wajar untuk memperbaiki atau mengganti Peralatan tersebut walaupun kewajiban ini tidak tercantum dalam perjanjian akses yang berlaku. 2. Apabila para Penyelenggara yang berkepentingan tidak sepakat mengenai besarnya ganti rugi yang harus dibayarkan, para Penyelenggara wajib menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan prosedur penyelesaian perselisihan seperti ditetapkan pada butir 2.5 dokumen ini.
Halaman 40 dari 49
6.6 Peralatan Milik Pihak Ketiga 1. Pencari Akses harus memahami bahwa Penyedia Akses dapat mengizinkan Pihak Ketiga untuk memasang Peralatannya pada FPI yang disediakan, dan Peralatan Pihak Ketiga tersebut tidak akan menimbulkan gangguan terhadap Peralatan milik Pencari Akses. Bilamana terdapat risiko yang nyata terhadap jaringan milik Pencari Akses, maka Penyedia Akses diwajibkan untuk melakukan konsultasi dengan Pihak Ketiga untuk menjamin tidak terjadi gangguan pada jaringan milik Pencari Akses. 2. Penyedia Akses wajib untuk meminta Pihak Ketiga mematuhi persyaratan seperti yang ditetapkan pada dokumen ini yang berkaitan dengan pemanfaatan FPI oleh Pihak Ketiga, dan selanjutnya perjanjian
yang dibuat harus mencakup aspek
ganti rugi yang harus diberikan oleh Pihak Ketiga berkaitan dengan kerugian personil atau kerusakan peralatan sebagai perlindungan terhadap kepentingan seluruh Penyelenggara yang memanfaatkan secara bersama FPI tersebut. 3. Apabila Peralatan Pihak Ketiga perlu dipindahkan atau dimatikan sehubungan dengan kegiatan pemasangan atau pemeliharaan Peralatan Pencari Akses, maka Pencari Akses harus mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan Pihak Ketiga.
6.7 Suspensi terhadap Akses 1. Penyedia
Akses
dapat
menyampaikan
Pemberitahuan
Suspensi kepada Pencari Akses setelah mengetahui adanya suatu Kejadian Suspensi. Pemberitahuan Suspensi harus :
Halaman 41 dari 49
a. Menjelaskan tentang Kejadian Suspensi dan FPI dimana hal tersebut terjadi; b. Meminta, jika diperlukan, agar Pencari Akses melakukan tindakan perbaikan atas terjadinya hal tersebut; c. Menjelaskan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan jika Pencari Akses gagal melakukan tindakan perbaikan yang diminta. 2. Apabila Pencari Akses gagal melakukan tindakan perbaikan seperti yang diuraikan dalam Pemberitahuan Suspensi dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Pemberitahuan Suspensi atau yang disebut Periode
Perbaikan,
maka
Penyedia
Akses
melalui
pemberitahuan secara tertulis dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah berakhirnya Periode Perbaikan dapat : a. Menolak untuk memberikan akses ke FPI yang berkaitan bagi Pencari Akses; b. Menghentikan penyediaan akses ke suatu FPI tertentu dimana Kejadian Suspensi terjadi, disertai permintaaan untuk memindahkan seluruh Peralatan Pencari
Akses
keluar dari FPI sampai dengan tindakan perbaikan seperti yang
diuraikan
dalam
Pemberitahuan
Suspensi
dilaksanakan oleh Pencari Akses. 3. Penyedia Akses wajib memberikan izin akses kepada Pencari Akses dalam rangka melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. 4. Penyedia Akses wajib memberikan akses ke FPI bagi Pencari Akses secepat mungkin setelah alasan melakukan suspensi tidak ada lagi dengan biaya yang wajar.
Halaman 42 dari 49
6.8 Terminasi Akses 1. Pencari Akses dapat mengakhiri perjanjian akses ke suatu FPI setelah memberitahukan secara tertulis kepada Penyedia Akses dalam waktu 60 (enam puluh) hari kerja sebelumnya. 2. Penyedia Akses dapat mengakhiri perjanjian akses ke suatu FPI dengan nota pemberitahuan yang disampaikan dalam waktu 9 (sembilan) bulan sebelumnya, jika telah memutuskan untuk : a. Tidak mempergunakan lagi FPI tersebut; b. Mulai
melakukan
proses
penjualan
atau
penyewaan
kembali FPI tersebut apabila disepakati dalam perjanjian akses. 3. Terminasi akses dapat dilakukan dalam hal: a. Pencari Akses tidak menjadi Penyelenggara lagi; atau b. Pencari Akses melanggar ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku, atau melanggar ketentuan dalam perjanjian akses dimana pelanggaran tersebut mempengaruhi kemampuan Penyedia Akses dalam menyediakan akses bagi Pencari
Akses
lainnya atau kepada pelanggannya; dan i. Penyedia Akses telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang adanya pelanggaran kepada Pencari
akses dan memberi waktu 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Pemberitahuan Pelanggaran tersebut oleh Pencari
Akses untuk
dipelajari sebelum melakukan terminasi; dan
Halaman 43 dari 49
ii. Pencari Akses gagal melaksanakan tindakan perbaikan seperti
yang
diuraikan
dalam
Pemberitahuan
Pelanggaran dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Pemberitahuan Pelanggaran tersebut (Periode Perbaikan); maka Penyedia Akses dapat mengakhiri penyediaan akses ke suatu FPI dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah memberitahukan kepada Pencari Akses tentang berakhirnya Periode Perbaikan. 4. Kedua belah pihak baik Penyedia Akses atau Pencari Akses dapat mengakhiri perjanjian akses dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lainnya jika terjadi hal-hal sebagai berikut : a. Pihak
yang
berwenang
telah
memerintahkan
atau
membuat keputusan untuk membubarkan pihak lain, dimana keputusan tersebut akan berlaku efektif dalam waktu 5 (lima) hari kerja; b. Likuidator atau petugas lain yang berwenang telah ditunjuk untuk mengambil alih atau menyita sebagian atau seluruh properti pihak lain bagi kepentingan kreditornya; c. Suatu perusahaan atau Badan Hukum lainnya yang akan menghalangi akses ke FPI tersebut mengambil alih sebagian atau seluruh properti milik pihak lainnya; d. Salah satu pihak tidak mampu atau tidak akan mampu membayar kewajiban hutangnya yang telah jatuh tempo; e. Suatu kondisi force majeur yang mengakibatkan salah satu pihak
atau
keduanya
tidak
dapat
melaksanakan
Halaman 44 dari 49
kewajibannya kepada pihak lain, secara terus menerus selama 6 (enam) bulan. f. Apabila
berdasarkan
peraturan
perundangan
yang
mengatur tentang Badan Hukum atau Perusahaan, Pencari Akses
dinyatakan
gagal
memenuhi
ketentuan
yang
berkaitan dengan statusnya; g. Pihak lain tidak mampu membayar (wanprestasi), dan ketidakmampuan tersebut terus berlangsung selama 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima pemberitahuan secara tertulis dari pihak yang berkepentingan; h. Pihak lain melanggar ketentuan perjanjian tentang pinjaman (kredit) yang berkaitan dengan penggunaan Peralatan untuk melakukan kegiatan bisnis yang diatur oleh ketetapan ini. Atau pihak lainnya gagal melaksanakan pembayaran tepat waktu terhadap pinjaman atau tagihan dari pihak yang berkepentingan, bagi pinjaman dan tagihan yang memiliki ketentuan batas waktu; i. Pihak yang berkepentingan menuntut pembayaran dalam bentuk instrumen keuangan, garansi atau untuk ganti-rugi sebagai jaminan dimuka atas layanan yang diberikan kepada pihak lain; j.
Pihak lainnya menghentikan kegiatan bisnisnya untuk jangka waktu lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja tanpa pemberitahuan secara tertulis;
k. Semua hal yang serupa atau memiliki dampak yang sama seperti kejadian yang diuraikan pada butir 4.k sub bab 5.8, yang terjadi pada pihak lain atau pada Badan Hukum yang mengendalikan pihak lainnya;
Halaman 45 dari 49
l. Pihak lain melanggar ketentuan tentang keselamatan atau keamanan
yang
diatur
dalam
perjanjian
tentang
keselamatan dan keamanan; m. FPI
tersebut
seluruhnya
mengalami
sehingga
kerusakan
tidak
dapat
sebagian
atau
ditempati
atau
dipergunakan, atau tidak dapat diakses; n. Setiap permintaaan untuk pemasangan dan penggunaan FPI tersebut sebagai bagian dari jaringan dan layanan telekomunikasi
selalu
ditolak
atau
dibatalkan,
dan
selanjutnya tidak dapat diperoleh izin untuk penggantian Peralatan; o. FPI tersebut dinyatakan tidak layak untuk digunakan oleh Penyedia Akses dan/atau Pencari Akses akibat terjadinya gangguan elektromagnetik yang signifikan; p. Penyedia Akses menemukan bahwa FPI tersebut tidak aman untuk dipergunakan berdasarkan berbagai alasan tidak termasuk kelalaian dalam pemeliharaan seperti diuraikan pada dokumen ini. 5. Setelah berakhirnya masa perjanjian akses atau sebagai akibat terminasi dini Pencari akses wajib : a. Memindahkan seluruh Peralatannya dari FPI tersebut dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya perjanjian akses; b. Mengembalikan FPI tersebut ke standar yang sama, bentuk dan kondisinya seperti sebelum dilakukan pemasangan Peralatannya; c. Melakukan berbagai hal yang disepakati oleh kedua belah pihak;
Halaman 46 dari 49
d. Penyedia Akses harus mengizinkan Pencari memasuki
properti
yang
menjadi
lokasi
Akses
FPI
untuk
melaksanakan hal-hal tersebut di atas. 6. Apabila setelah berakhirnya perjanjian akses Pencari Akses gagal melaksanakan ketentuan pada butir 5 di atas, maka Penyedia Akses setelah memberitahukan dapat melakukan pekerjaan pembongkaran dan pengembalian setiap Peralatan. 7. Seluruh biaya pembongkaran harus ditanggung oleh : a. Pencari Akses untuk kasus pemutusan seperti diuraikan pada butir 1, 3 dan 4. b. Penyelenggara yang disebut sebagai Penyelenggara lain untuk kasus pemutusan seperti diuraikan pada butir 4 bagian a, b, c, d, g, h, i, j, k, l, m dan n. c. Pada kasus pemutusan seperti diuraikan pada butir 4.e, kedua belah pihak mengacu kepada ketentuan force majeur; d. Penyedia Akses untuk kasus pemutusan yang terjadi akibat kelalaian dalam pemeliharaan FPI sesuai ketentuan pada dokumen ini. 8. Apabila
terjadi
perselisihan
mengenai
besarnya
biaya
pembongkaran seperti diuraikan pada butir 7, kedua belah pihak
harus
mencari
penyelesaian
melalui
prosedur
penyelesaian perselisihan sebagaimana ditetapkan dalam dokumen ini. 9. Terminasi atau berakhirnya masa perjanjian akses bukan merupakan pernyataan pencabutan tuntutan atas pelanggaran perjanjian, dan dilakukan tanpa mempengaruhi seluruh hak dan kewajiban suatu Penyelenggara termasuk yang terkumpul
Halaman 47 dari 49
sampai dengan tanggal berakhirnya masa perjanjian akses, termasuk
hak
Penyelenggara
untuk
memperoleh
wajib
untuk
ganti
rugi.
menegosiasikan
Para apakah
berakhirnya masa Perjanjian Pokok Akses akan mengakhiri perjanjian akses yang spesifik untuk lokasi FPI tertentu. 10. Dengan tidak mengabaikan hak-hak para Penyelenggara, pada waktu berakhirnya masa perjanjian akses Penyedia Akses wajib membayarkan kembali kelebihan pembayaran yang telah dilakukan oleh Pencari
Akses berkaitan dengan perjanjian
akses tersebut seperti pembayaran berkala untuk memperoleh akses yang periodenya melampaui periode terminasi; 11. Dalam setiap perjanjian akses, Penyedia Akses harus mencantumkan
kewajiban
bagi
dirinya
sendiri
untuk
menyampaikan pemberitahuan tentang penarikan dirinya dari perjanjian akses kepada seluruh Penyelenggara lain yang memperoleh akses ke suatu FPI berdasarkan alasan tidak dapat menawarkan atau menyediakan akses karena tidak lagi memiliki atau mengoperasikan FPI tersebut. Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dalam waktu tidak kurang dari 6 (enam)
bulan
Pemberitahuan.
sebelumnya Selama
periode
atau
disebut
pemberitahuan,
Periode Pencari
Akses dapat mengidentifikasi dan mengajukan permintaan akses ke FPI lain sebagai pengganti dimana Penyedia Akses wajib mempertimbangkan hal itu dengan itikad baik.
Halaman 48 dari 49
6.9 Klaim 1. Aturan pokok akses ini memahami bahwa suatu FPI dapat merupakan subjek bagi suatu klaim atau tuntutan berdasarkan suatu peraturan perundangan lainnya. 2. Dalam hal terjadi klaim atau tuntutan terhadap suatu FPI dimana akses terhadapnya telah diberikan, Penyedia Akses dan Pencari Akses wajib : a. Bekerjasama dengan wajar untuk menyelesaikan klaim atau tuntutan tersebut; b. Memberikan kontribusi terhadap biaya untuk menyelesaikan klaim, termasuk pembayaran atau kewajiban lainnya berdasarkan proporsi penggunaan FPI tersebut oleh masing-masing Penyelenggara; c. Melakukan
negosiasi
berdasarkan
itikad
baik
setiap
perubahan (termasuk kemungkinan terminasi) terhadap seluruh perjanjian akses jika diperlukan sebagai akibat adanya klaim atau tuntutan tersebut.
Ditetapkan di
:
Pada tanggal
:
JAKARTA Pebruari 2006
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN A. DJALIL
Halaman 49 dari 49
LAMPIRAN 5 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN IFORMATIKA NOMOR
:
TANGGAL :
/Per/M.KOMINF/02/2006 Pebruari 2006
TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN INTERKONEKSI BAB
I
KETENTUAN UMUM......................................................................
BAB
II
KETENTUAN POKOK DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN INTERKONEKSI.............................................................................
3 4
BAB
III
TATA CARA PELAPORAN KASUS PERSELISIHAN ....................
BAB
IV
TATA
CARA
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
MELALUI
MEDIASI......................................................................................... BAB V
1
TATA
CARA
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
6
MELALUI
ARBITRASE ...................................................................................
7
BAB
VI
PUTUSAN INTERIM ...................................................................... 13
BAB
VII
PUTUSAN AKHIR .......................................................................... 14
BAB
VIII PENGAKHIRAN ARBITRASE TANPA PUTUSAN ......................... 15
BAB
IX
PROSES BANDING ....................................................................... 17
BAB
X
BIAYA ARBITRASE PERSELISIHAN INTERKONEKSI ................. 18
BAB
XI
KETENTUAN PENUTUP................................................................ 19
Halaman i dari i
BAB I KETENTUAN UMUM
1. Hari kerja adalah Senin sampai dengan hari Jumat kecuali hari libur nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah, dengan
jam kerja adalah pukul
07.30 WIB - 16.30 WIB; 2. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi; 3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi; 4. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang selanjutnya disebut BRTI adalah Direktorat Jenderal Postel dan Komite Regulasi Telekomunikasi; 5. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu kasus Perselisihan Interkoneksi oleh BRTI; 6. Tim Arbiter adalah suatu tim pelaksana Arbitrase yang terdiri dari satu Ketua dan satu atau lebih anggota yang bertugas mempertimbangkan suatu kasus Perselisihan Interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan merekomendasikan putusan yang harus diambil oleh BRTI; 7. Putusan Akhir adalah keputusan hasil Arbitrase Perselisihan Interkoneksi yang diambil oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari Tim Arbiter; 8. Putusan Interim adalah keputusan yang ditetapkan oleh Tim Arbiter selama proses Arbitrase sedang berjalan; 9. Laporan Perselisihan Interkoneksi adalah pemberitahuan secara tertulis tentang terjadinya suatu Perselisihan Interkoneksi yang disampaikan kepada BRTI oleh Pelapor; 10. Laporan Tidak Lengkap adalah suatu Laporan Perselisihan Interkoneksi yang tidak lengkap atau tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Keputusan ini;
Halaman 1 dari 19
11. Penyedia Akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang menyediakan layanan interkoneksi
dan akses terhadap fasilitas penting
untuk interkoneksi bagi penyelenggara jaringan atau penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya; 12. Pencari
Akses
adalah
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
atau
penyelenggara jasa telekomunikasi yang mengajukan permohonan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya; 13. Pelapor adalah penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi yang melaporkan adanya Perselisihan Interkoneksi kepada Menteri; 14. Terlapor adalah penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi yang dilaporkan mempunyai kasus Perselisihan Interkoneksi dengan Pelapor. 15. Perselisihan
Interkoneksi
adalah
perselisihan
antar
penyelenggara
telekomunikasi yang berkaitan dengan interkoneksi; 16. Proses Banding adalah proses Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi diluar ketentuan
Tata
Cara
Penyelesaian
Perselisihan
Interkoneksi
yang
ditetapkan oleh Menteri.
Halaman 2 dari 19
BAB II KETENTUAN POKOK DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN INTERKONEKSI
1. Menteri selaku pembina industri telekomunikasi menetapkan BRTI sebagai pelaksana penyelesaian Perselisihan Interkoneksi; 2. Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi oleh BRTI dapat dilaksanakan melalui mediasi atau Arbitrase; 3. Dalam
upaya
penyelesaian
Perselisihan
Interkoneksi,
BRTI
dapat
memerintahkan para pihak yang terlibat dalam Perselisihan Interkoneksi untuk : a. memberikan
informasi
yang
terkait
untuk
proses
penyelesaian
Perselisihan Interkoneksi; b. melakukan penelitian guna memperoleh informasi yang terkait bagi kepentingan penyelesaian Perselisihan Interkoneksi; c. memberikan jawaban tertulis atas permintaan informasi dan atau tanggapan berkaitan dengan suatu Perselisihan Interkoneksi yang diajukan oleh pihak lawannya; d. menghadiri berbagai pertemuan dan atau dengar pendapat yang diperlukan untuk penyelesaian suatu Perselisihan Interkoneksi. 4. Pelapor dan Terlapor dalam proses penyelesaian Perselisihan Interkoneksi: a. Harus menunjuk dan menetapkan perwakilan yang berwenang untuk memberikan informasi dan menghadiri pertemuan atau dengar pendapat; b. dapat didampingi oleh tenaga ahli yang dianggap kompeten dalam proses mediasi dan Arbitrase; c. tidak dapat mewakilkan seluruh kewajibannya kepada pihak lain.
Halaman 3 dari 19
BAB III TATA CARA PELAPORAN KASUS PERSELISIHAN 1. Pelaporan suatu kasus Perselisihan Interkoneksi dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Pelapor dan disampaikan kepada BRTI; 2. Laporan Perselisihan dibuat dengan uraian yang jelas mengenai terjadinya Perselisihan Interkoneksi antara pihak Pelapor dengan pihak Terlapor; 3. Laporan Perselisihan harus dilengkapi dengan : a.
Nama dan alamat lengkap Pelapor;
b.
Pernyataan yang lengkap dan jelas tentang lingkup Perselisihan Interkoneksi;
c.
Uraian kewajiban yang menjadi sumber perselisihan, termasuk tinjauan tentang aspek teknis dan ekonomis yang terkait;
d.
Rincian mengenai tuntutan atau hasil yang diinginkan;
e.
Dokumen-dokumen yang menjadi bukti telah dilakukan upaya negosiasi komersial dengan Terlapor.
4. BRTI menetapkan kelengkapan dari laporan Perselisihan Interkoneksi yang disampaikan oleh Pelapor; 5. Laporan
Perselisihan
Interkoneksi
yang
memenuhi
ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir 3 akan diproses lebih lanjut dan diberitahukan kepada Pelapor dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal Laporan Perselisihan Interkoneksi diterima;
Halaman 4 dari 19
6. BRTI akan memberitahukan kepada Pelapor apabila diketahui bahwa Laporan Perselisihan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud butir 4 dan memberikan penjelasan tentang ketidaklengkapan Laporan Perselisihan yang dimaksud, dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal Laporan Perselisihan Interkoneksi diterima; 7. Dalam hal Pelapor tidak dapat memberikan uraian yang jelas mengenai Perselisihan Interkoneksi dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
kerja
terhitung
sejak
tanggal
diterimanya
pemberitahuan
ketidaklengkapan Laporan sebagaimana dimaksud butir 5, maka Laporan Perselisihan Interkoneksi dianggap sebagai Laporan Tidak Lengkap dan kasus Perselisihan Interkoneksi tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut; 8. Apabila dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya Laporan Perselisihan Interkoneksi, BRTI tidak memberitahu Pelapor tentang adanya kekurangan dalam laporan tersebut, maka Laporan Perselisihan Interkoneksi dianggap lengkap dan kasus perselisihan yang diajukan akan diproses lebih lanjut.
Halaman 5 dari 19
BAB IV TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI MEDIASI 1. Berdasarkan permintaan Pelapor dan Terlapor, BRTI membentuk Tim Mediasi
yang
bertindak
sebagai
mediator
dalam
penyelesaian
Perselisihan Intekoneksi; 2. Proses mediasi dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penetapan kelengkapan laporan perselisihan; 3. Tim Mediasi melakukan proses mediasi dengan memberikan saran dan pendapat dalam penyelesaian Perselisihan Interkoneksi; 4. Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi melalui proses mediasi harus diselesaikan dalam waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya proses mediasi; 5. Apabila proses mediasi yang dilaksanakan tersebut berhasil mencapai suatu kesepakatan antara para pihak yang berselisih, maka kesepakatan yang dicapai harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh Pelapor, Terlapor, dan Ketua Tim Mediasi; 6. Ketua Tim Mediasi melaporkan hasil proses mediasi kepada BRTI; 7. BRTI, dapat mengikutsertakan setiap tenaga ahli yang menurut pandangannya diperlukan untuk membantu proses penyelesaian suatu Perselisihan Interkoneksi; 8. Pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan kasus perselisihan yang terjadi dan ingin ikut berpartisipasi dalam suatu proses penyelesaian Perselisihan Interkoneksi harus mengajukan permohonan tertulis kepada BRTI dengan syarat memiliki kepentingan yang cukup.
Halaman 6 dari 19
BAB V TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI ARBITRASE 1. TIM ARBITER a. BRTI membentuk Tim arbiter sebagai pelaksana Arbitrase untuk menyelesaikan kasus Perselisihan Interkoneksi yang diajukan oleh Pelapor sebagaimana diuraikan dalam BAB III; b. Tim Arbiter dibentuk dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah penetapan kelengkapan Laporan Perselisihan Interkoneksi; c. Tim Arbiter yang dibentuk wajib diberitahukan kepada Pelapor dan Terlapor dalam waktu 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukannya; d. Tim Arbiter terdiri dari seorang ketua dan satu atau lebih anggota yang ditunjuk oleh BRTI; e. Ketua dan anggota Tim Arbiter harus bebas dari segala kepentingan yang
berkaitan
dengan
kasus
Perselisihan
Interkoneksi
yang
ditanganinya; f. Tim Arbiter mempunyai tugas : 1) menetapkan
jadwal
waktu
proses
penyelesaian
Perselisihan
Interkoneksi; 2) melakukan pengkajian terhadap kelengkapan Laporan Perselisihan suatu kasus Perselisihan Interkoneksi; 3) meneliti dan menilai alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak yang berselisih; 3) menjaga kerahasiaan informasi milik para pihak yang berselisih, yang dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan Arbitrase; 4) merekomendasikan putusan yang harus diambil oleh BRTI berkaitan dengan Perselisihan Interkoneksi yang terjadi, meliputi Putusan Akhir dan atau Putusan Interim.
Halaman 7 dari 19
g. Tim Arbiter berwenang untuk : 1) menetapkan tahapan penyelesaian Perselisihan Interkoneksi; 2) memerintahkan kepada para pihak yang berselisih untuk memberikan berbagai informasi dan atau tanggapan yang diperlukan untuk melaksanakan Arbitrase; 3) memerintahkan kepada para pihak yang terlibat untuk menghadiri pertemuan atau dengar-pendapat yang dilakukan bagi kepentingan pelaksanaan Arbitrase; 4) melakukan penyelidikan di lokasi para pihak yang berselisih untuk kepentingan pelaksanaan Arbitrase; 5) menggunakan
bantuan
tenaga
ahli
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan Perselisihan Interkoneksi; 6) menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dan atau dengar pendapat yang diperlukan untuk penyelesaian suatu kasus Perselisihan Interkoneksi.
Halaman 8 dari 19
2 TAHAP PENDAHULUAN a. Tim Arbiter dalam tahap pendahuluan melakukan uji pra kondisi untuk menetapkan kelayakan kasus Perselisihan Interkoneksi yang terjadi dapat diselesaikan melalui Arbitrase; b. Uji pra kondisi harus dilakukan tidak lebih dari 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukan Tim Arbiter; c. Uji pra kondisi dilakukan untuk mengetahui : 1)
Kelengkapan Laporan Perselisihan kasus Perselisihan Interkoneksi yang diajukan oleh Pelapor;
2)
Bukti pernah dilakukannya upaya negosiasi komersial terhadap kasus Perselisihan Interkoneksi yang dilaporkan;
3)
Kelayakan kasus perselisihan yang dilaporkan merupakan suatu kasus Perselisihan Interkoneksi;
4)
Kemungkinan tersedianya suatu mekanisme alternatif penyelesaian perselisihan
digunakan
untuk
menyelesaikan
Perselisihan
Interkoneksi yang dilaporkan; d. Apabila persyaratan pra kondisi tidak terpenuhi, maka Tim Arbiter akan memberitahukan kepada Pelapor bahwa kasus tersebut tidak dapat diselesaikan melalui Arbitrase; e. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir c. disampaikan dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukan Tim Arbiter; f. Dalam hal Perselisihan Interkoneksi yang dilaporkan tidak layak untuk di proses dalam Arbitrase, maka Tim Arbiter harus melaporkannya kepada BRTI selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal pemberitahuan kepada Pelapor;
Halaman 9 dari 19
g. sebagai pelaksana Arbitrase untuk menyelesaikan kasus Perselisihan Interkoneksi yang dilaporkan tersebut Apabila persyaratan pra kondisi terpenuhi, Tim Arbiter akan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1)
memberitahukan kepada para pihak yang berkepentingan tentang adanya kasus Perselisihan Interkoneksi;
2)
melaksanakan pertemuan awal yang membahas identifikasi kasus Perselisihan
Interkoneksi
dan
kebutuhan
tenaga
ahli
untuk
diperlukan
untuk
membantu pelaksanaan proses Arbitrase; 3)
menetapkan
kebutuhan
tenaga
ahli
yang
menyelesaikan Perselisihan Interkoneksi yang dilaporkan tersebut; 4)
menetapkan tahapan dari setiap mekanisme atau proses yang akan diambil dalam penyelesaian Perselisihan Interkoneksi yang terjadi.
h. Tahap
Pendahuluan
harus
diselesaikan
dalam
waktu
selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak pembentukan Tim Arbiter.
3. TAHAP SUBSTANSI a. Tahap subtansi dilakukan setelah ketentuan pra kondisi dalam tahap pendahuluan dipenuhi; b. Tahap subtansi dilakukan dengan menganalisa kasus perselisihan yang terjadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui: 1)
pengumpulan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan perselisihan;
2)
menerima tanggapan para pihak yang berselisih;
3)
menetapkan dan membuat putusan terhadap pokok perselisihan;
4)
mengadakan berbagai pertemuan dan atau dengar pendapat dalam rangka menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan perselisihan termasuk dengar pendapat publik apabila kasus
Halaman 10 dari 19
Perselisihan Interkoneksi yang terjadi dinilai berkaitan dengan kepentingan publik; 5)
menggunakan bantuan tenaga ahli atau konsultan untuk melakukan pengkajian
terhadap
kasus
Perselisihan
Interkoneksi
yang
dilaporkan dan memberikan saran/pendapat yang diperlukan guna menyelesaikan kasus perselisihan tersebut; 6)
membuat putusan interim bilamana diperlukan.
c. Tim Arbiter dalam mempertimbangkan kasus perselisihan mengacu kapada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan berbagai kesepakatan yang bersifat multilateral yang dibuat oleh penyelenggara telekomunikasi yang disahkan atau diketahui oleh BRTI; d. Tahap Substansi sebagaimana dimaksud dalam butir b di atas, harus diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya Tahap Pendahuluan.
4. TAHAP PENETAPAN PUTUSAN a. Tim Arbiter menyusun dan menyampaikan konsep putusan kepada pihak yang terlibat dalam Perselisihan Interkoneksi untuk memperoleh tanggapan; b. Putusan Arbitrase akan ditetapkan setelah dilaksanakan analisa dan pertimbangan terhadap tanggapan atas konsep putusan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan; c. Tahap Penetapan Putusan dilaksanakan dalam waktu selambatlambatnya 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya Tahap Substansi; d. Tim Arbiter wajib merekomendasikan putusan yang harus diambil oleh BRTI berkaitan dengan Perselisihan Interkoneksi; e. BRTI menetapkan suatu putusan Akhir yang berdasarkan pada rekomendasi Tim Arbiter;
Halaman 11 dari 19
f. BRTI sebelum
menetapkan putusan, dapat melaksanakan dengar
pendapat gabungan bagi beberapa kasus Perselisihan Interkoneksi yang memiliki
kemiripan
dan
sedang
ditangani
secara
pararel,
baik
dilaksanakan pada proses Arbitrase maupun yang dilaksanakan terpisah dari proses Arbitrase; g. Rapat dengar gabungan sebagaimana dimaksud dalam butir f dapat diusulkan oleh BRTI; h. Waktu untuk melaksanakan dengar pendapat gabungan sebagaimana dimaksud pada butir f., paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi Tim Arbiter.
Halaman 12 dari 19
BAB VI PUTUSAN INTERIM 1. Tim Arbiter dapat mengambil Putusan Interim atau putusan sela sebelum menetapkan Putusan Akhir dengan tidak menghilangkan kewajiban Tim Arbiter untuk menetapkan Putusan Akhir; 2. Putusan Interim dilakukan untuk menjamin agar pengaturan interkoneksi dapat berjalan lancar dan layanan interkoneksi dapat disediakan pada waktu yang layak; 3. Putusan Interim berlaku tidak lebih dari 12 (duabelas) bulan sejak tanggal ditetapkannya, kecuali : a. Putusan Akhir telah ditetapkan dan diberlakukan; b. Putusan Interim dicabut karena permintaan kedua pihak yang berselisih atau atas pertimbangan BRTI; c. pengajuan kasus Perselisihan Interkoneksi ditarik kembali oleh Pelapor.
Halaman 13 dari 19
BAB VII PUTUSAN AKHIR 1. Suatu Putusan Akhir menetapkan kewajiban-kewajiban sebagai berikut : a. Penyedia Akses menyediakan jasa layanan akses kepada pihak Pencari Akses; b. Pencari Akses menerima dan membayar layanan yang diperolehnya ; c. Suatu pihak memperbesar kapasitas atau meningkatkan kualitas dari fasilitas yang diperlukan untuk interkoneksi; d. Hal-hal lain yang berkaitan dengan penyediaan layanan interkoneksi. 2. Putusan Akhir menetapkan berbagai kondisi dan persyaratan, baik untuk Penyedia Akses maupun Pencari Akses; 3. Penyusunan dan publikasi suatu Putusan Akhir harus dilaksanakan dalam waktu tidak lebih dari 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan oleh BRTI; 4. Putusan Akhir berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat berlaku surut, dengan suatu batasan yaitu tanggal dimulainya proses negosiasi antara kedua pihak yang berselisih; 5. Masa berlaku Putusan Akhir ditetapkan oleh BRTI.
Halaman 14 dari 19
BAB VIII PENGAKHIRAN ARBITRASE TANPA PUTUSAN 1. Pihak Pelapor yang mengajukan kasus Perselisihan Interkoneksi dapat menarik kembali pengajuan kasusnya setiap saat, dengan permohonan tertulis kepada BRTI, sebelum ditetapkannya Putusan Akhir; 2. Surat permohonan pencabutan kasus Perselisihan Interkoneksi harus dilengkapi dengan : a. nama dan alamat lengkap pejabat yang berwenang untuk melakukannya; b. keterangan mengenai posisi pihak yang memohon pencabutan kasus, dalam hal ini menjelaskan posisi dari pihak penyedia akses atau pihak pencari akses; c. uraian singkat tentang kasus Perselisihan Interkoneksi yang ingin dicabut. 3.
Pihak yang mencabut kasus Perselisihan Interkoneksi harus mengirimkan salinan dari surat pencabutannya kepada pihak lawannya dalam kasus Perselisihan Interkoneksi tersebut;
4.
BRTI memerintahkan Tim Arbiter untuk menghentikan proses Arbitrase setelah menerima pencabutan kasus Perselisihan Interkoneksi dan akan mengeluarkan surat pencabutan yang ditujukan kepada Pihak yang mencabut dan mengirimkan salinannya kepada semua pihak lain yang telah
diundang
untuk
berpartisipasi
dalam
proses
penyelesaian
perselisihan; 5.
Tim Arbiter dapat mengusulkan kepada BRTI untuk mengakhiri proses penyelesaian perselisihan setiap saat tanpa menetapkan suatu putusan, dalam hal : a. subjek perselisihan tidak jelas, salah alamat, atau tidak memiliki substansi; b. pihak Pelapor yang mengajukan kasus Perselisihan Interkoneksi tersebut tidak berusaha melakukan negosiasi dengan itikad yang baik. Halaman 15 dari 19
6.
Tim Arbiter dapat mengusulkan kepada BRTI untuk menghentikan proses penyelesaian perselisihan tanpa menetapkan putusan, berdasarkan alasan yang mendasar, yaitu apabila proses penyelesaian perselisihan tidak akan memberikan
kontribusi
dalam
memajukan
kompetisi
di
industri
telekomunikasi.
Halaman 16 dari 19
BAB IX PROSES BANDING 1.
Proses penyelesaian Perselisihan Interkoneksi oleh Tim Arbiter tidak menghalangi hak dari salah satu pihak untuk memperoleh keadilan melalui Pengadilan;
2.
Pihak yang berselisih dan tidak puas dengan hasil penyelesaian Perselisihan Interkoneksi melalui proses Arbitrase ini dapat mengajukan kasusnya ke Pengadilan Negeri;
3.
Dalam hal kasus Perselisihan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas telah diajukan ke pengadilan, maka Putusan Arbitrase oleh BRTI harus tetap dilaksanakan para pihak yang berselisih sampai diperoleh keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap dari Pengadilan;
Halaman 17 dari 19
BAB X BIAYA ARBITRASE PERSELISIHAN INTERKONEKSI 1. BRTI berdasarkan usulan dari Tim Arbiter menetapkan besarnya biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Arbitrase suatu Perselisihan Interkoneksi; 2. Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. biaya pengajuan kasus Perselisihan Interkoneksi yang harus ditanggung oleh Pelapor; b. biaya pertemuan pendahuluan yang dilakukan pada Tahap Pendahuluan, yang harus ditanggung oleh Pelapor; c. biaya pertemuan dan atau dengar pendapat yang dilakukan selama proses
Arbitrase
berlangsung
terhitung
sejak
dimulainya
Tahap
Substansi, yang harus ditanggung oleh kedua pihak yang berselisih secara seimbang; d. biaya perjalanan dan akomodasi Tim Arbiter yang dilakukan selama proses
Arbitrase
berlangsung
terhitung
sejak
dimulainya
Tahap
Substansi, yang harus ditanggung oleh kedua pihak yang berselisih secara seimbang; e. biaya penggunaan tenaga ahli atau konsultan yang diperlukan untuk kebutuhan pelaksanaan Arbitrase ditanggung oleh kedua pihak yang berselisih secara seimbang; f. biaya-biaya lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan Arbitrase di luar dari yang telah disebutkan pada butir a sampai dengan e, seperti misalnya biaya yang diperlukan untuk melakukan pengujian teknis terhadap sistem dan atau peralatan yang berkaitan dengan interkoneksi dan lain sebagainya, ditanggung oleh kedua belah pihak yang berselisih secara seimbang.
Halaman 18 dari 19
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan pokok tata cara penyelesaian perselisihan berinterkneksi ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur Jenderal.
Ditetapkan di
:
Pada tanggal
:
JAKARTA Pebruari 2006
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN A. DJALIL
Halaman 19 dari 19