3
Hipotesis 1. Terdapat keterkaitan antara morfologi dan fisiologi tertentu dengan toleransi terhadap kekeringan 2. Terdapat perbedaan respon galur - galur padi terhadap cekaman kekeringan
2 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Tanaman padi diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam Kelas Monocotyledoneae, Ordo adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah Oryza sativa L (Vaughan 1989). Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan di daerah sub tropika (Mahyuddin dan Hermanto 2001). Padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang ruasnya tidak sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung daun pelepah meperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligule (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun. Daun pelepah itu menjadi ligule dan pada helaian daun terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricular. Auricular dan ligule yang kadang-kadang berwarna hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat untuk mendeterminasi dan identifikasi suatu varietas (Siregar 1987). Daun pelepah yang membalut ruas yang paling atas batang umumnya disebut daun bendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligule dan daun bendera, disitulah timbul ruas yang menjadi bulir padi. (De Datta 1981). Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (Hanum 2008). Pada dasar bunga terdapat ladicula (daun bunga yang telah berubah bentuknya). Ladicula berfungsi mengatur dalam pembuahan palea, pada waktu berbunga ia menghisap air dari bakal buah, sehingga mengembang. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka (Grist 1975). Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau bulir/gabah, sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Lemma dan
4 palea serta bagian lain akan membentuk sekam atau kulit gabah, lemma selalu lebih besar dari palea dan menutupi hampir 2/3 permukaan beras, sedangkan sisi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma. Gabah terdiri atas biji yang terbungkus sekam. Sekam terdiri atas gluma rudimenter dan sebagian dari tangkai gabah (pedicel) (Badan Litbang 2009). Batang padi tersusun dari rangkaian ruas–ruas dan diantara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi di dalamnya berongga dan bentuknya bulat, dari atas ke bawah ruas buku itu semakin pendek. Ruas yang terpendek terdapat di bagian bawah dari batang dan ruas–ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas–ruas yang berdiri sendiri. (De Datta 1981; Yoshida 1981). Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan akan terjadi secara bersusun, yaitu: 1) anakan pertama (primer), anakan primer ini tumbuh di antara dasar batang dan daun sekunder, sedangkan pada pangkal batang anakan primer terbentuk perakaran. Anakan primer ini tetap melekat pada batang utama hingga masa pertumbuhan berikutnya. Namun dalam mendapatkan zat makanan, anakan tersebut tidak tergantung pada batang utama sebab memiliki perakaran sendiri. 2) anakan kedua (sekunder), anakan ini tumbuh pada batang bawah anakan primer, yaitu pada buku pertama dan juga membentuk perakaran sendiri. 3) anakan ketiga (tersier), anakan tersier ini tumbuh pada buku pertama pada batang anakan sekunder dengan bentuk yang serupa dengan anakan primer dan sekunder (Yoshida 1981; Siregar 1987). Peranan Air Bagi Tanaman Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90 % dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard dan Orcott 1987). Gardner et al. (1991) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu : (1) sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) sebagai senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) sebagai media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) sebagai reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) sebagai bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung, kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman. Pada keadaan normal, tumbuhan membutuhkan keseimbangan potensial air antara tanah-akar-daun-atmosfer. Keseimbangan ini berarti gradien potensial air antara bagian-bagian tersebut yang memungkinkan tumbuhan untuk melakukan transpor air dan hara dari akar ke daun. Air akan mengalir dari potensial air tinggi
5
ke potensial air rendah yang dipengaruhi oleh proses transpirasi (Taiz dan Zeiger 2002). Proses transpirasi di daun terutama terjadi pada siang hari dan dipengaruhi oleh cahaya matahari. Ketika terjadi proses transpirasi pada tumbuhan, maka tekanan turgor akan mengalami penurunan. Penurunan ini menyebabkan potensial air di daun lebih rendah daripada di akar, sehingga akan mempermudah aliran air di xilem dari akar sampai daun. Peningkatan aliran air ini dibutuhkan untuk tumbuhan sel tanaman. Aliran air ke sel akan mengakibatkan perbesaran dan pemanjangan sel, sehingga sel dapat tumbuh (Kramer dan Boyer 1995). Setiap tanaman harus dapat menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya, bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi kekurangan air didalam sel tanaman yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman (Taiz dan Zeiger 2002). Menurut Adisarwanto (2005) jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya berbeda-beda pada tiap jenis tanaman. Menurut Yoshida (1981) tanaman padi membutuhkan air sebanyak 180-300 mm/bulan agar berproduksi dengan baik, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terganggu. Kelembaban Tanah Kelembaban tanah merupakan air yang terikat secara adsorbtif pada permukaan butir-butir tanah. Penyerapan air oleh perakaran tanaman tergantung pada persediaan kelembaban air dalam tanah (Dwidjoseputro 1985). Penurunan kelembaban tanah menyebabkan penurunan gerakan air dari sistem tanah ke tanaman dan atmosfir. Fenomena tersebut disebut fungsi reduksi (Van Genuchten 1987; Homaee 1999 dalam Sulistyono dan Yanuar 2007) yaitu semakin besar penurunan kelembaban tanah menyebabkan evapotranspirasi semakin besar. Selama interval irigasi, evapotranspirasi mengurangi potensial osmotik dan matrik dari larutan tanah, akibatnya akan menurunkan absorbsi air oleh akar. Kedua faktor tersebut berubah dengan waktu dan tingkat cekaman tergantung dari ketahanan tanaman (Shalhevert 1994 dalam Sulistyono dan Yanuar 2007). Interval pemberian air sangat berpengaruh terhadap kelembaban tanah, baik untuk setiap jenis tanaman maupun fase pertumbuhannya, apabila air diberikan setiap hari, kelembaban tanah masih diatas 30 % volume, sehingga pemberian air tersebut tidak efisien. (Kurnia et al. 2002). Dalam tanah, air berada di dalam ruang pori di antara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaaan jenuh air, semua ruang pori akan terisi oleh air. Jumlah air yang disimpan dalam tanah merupakan jumlah air maksimum disebut kapasitas penyimpanan air maksimum (Kurnia et al. 2002). Nilai kapasitas simpan ini tergantung pada jenis tanah dan zona perakaran. Kadar air tersedia berbeda-beda untuk setiap tekstur tanah. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sedangkan tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan tanah untuk menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hamim 2007).
6 Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukan air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama makin mengering, saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen) (Dwidjoseputro 1985). Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut total air tanah tersedia TAW (Total Available Water). Titik kritis adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar tidak habis mengering diserap tanaman hingga mencapai titik layu permanen. Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim serta diperoleh berdasarkan penelitian di lapangan (Lakitan 2000). Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut RAW (Readily Available Water). Perbandingan antara RAW dengan total air tanah yang tersedia dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman (Allen et al. 1998). Evapotranspirasi adalah kombinasi dari dua proses yaitu proses kehilangan air pada permukaan tanah disebut evaporasi dan proses kehilangan air dari tanaman Selama air tersedia, evapotranspirasi akan berlangsung pada laju maksimum yang mungkin dan hanya tergantung pada jumlah energi yang tersedia (Allen et al. 1998).
Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Cekaman kekeringan merupakan faktor lingkungan yang menyebabkan air tidak tersedia bagi tanaman, yang dapat disebabkan antara lain oleh tidak tersedianya air di daerah perakaran tanaman dan permintaan air yang besar di daerah daun dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman (Hamim 2004; Jaleel et al. 2009). Dalam menghadapi cekaman kekeringan, tanaman umumnya melakukan respon dan modifikasi baik bersifat morfologis maupun fisiologis. Secara morfologis, beberapa respon tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan antara lain : penurunan laju pertumbuhan daun, pembentukan lapisan lilin pada epidermis daun, mempercepat penuaan daun, dan peningkatan kerapatan rambut daun (Banziger et al. 2000; Hamim 2007). Secara fisiologis, yaitu penutupan stomata daun, penyesuaian tekanan osmotik, akumulasi asam amino prolin (Hamim 2007). Respon tanaman padi terhadap cekaman kekeringan tergantung pada tingkat, waktu kekeringan, fase tumbuh, organ tanaman dan genotipe. Tingkat cekaman kekeringan berkaitan dengan nilai potensial air tanah, yang berkaitan erat dengan fase tumbuh tanaman padi (Yu et al. 2008). Menurut Morgan (1984) tipe cekaman kekeringan sangat beragam mulai dari radiasi matahari yang diterima tanaman cukup tinggi sampai pada lahan bermasalah yang mengalami defisit air, dan kelembaban udara sangat rendah di lingkungan yang kering. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Periode kekeringan pada fase tumbuh yang berbeda akan menunjukkan respon yang berbeda. Menurut Lafitte (2003) fase pembungaan adalah fase yang sangat sensitif terhadap kekeringan, diikuti dengan fase gametogenesis (booting) dan pengisian bulir, sementara menurut Wopereis et al. (1996) bahwa stres
7
kekeringan pada awal fase vegetatif berpengaruh langsung pada penundaan pembungaan dan pematangan, dan kekeringan pada fase reproduktif menyebabkan penurunan hasil terutama karena penurunan bobot gabah dan peningkatan persentasi gabah hampa. Cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Penghambatan pertumbuhan ini salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun. Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan. Keterbatasan air akan menghambat perpanjangan sel yang secara perlahan akan menghambat pertumbuhan luas daun. Luas daun yang kecil mengakibatkan rendahnya transpirasi, sehingga menurunkan laju suplai air dari akar ke daun. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, lama kelamaan akan terjadi absisi daun (Taiz and Zeiger 2002). Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik salah satunya ditentukan oleh besarnya potensial air. Potensial air (Ψw) merupakan sistem yang menggambarkan tingkah laku air dan pergerakan air dalam tanah dan tubuh tumbuhan yang didasarkan atas suatu hubungan energi potensial dengan satuan ukur bar atau pascal/pa. Potensial air tanah berhubungan langsung dengan kapasitas lapangan dan titik layu permanen. Energi potensial air tanah (Ψtanah) pada kapasitas lapang yaitu -0.1 sampai -0.3 bar, sedangkan (Ψtanah) pada titik layu permanen berkisar -15 sampai -50 bar, tergantung dari tanaman. Adapun pengertian dari kapasitas lapangan adalah air yang tersimpan dalam tanah yang tidak dapat mengalir ke bawah karena gaya gravitasi, sedangkan titik layu permanen yaitu kondisi air tercekam sehingga tanaman akan layu dan tidak akan segar kembali (Gardner et al. 1991). Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan 1996; Shen et al. 2009). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman, bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yaitu (1) tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan menekan pertumbuhan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat perluasan daun untuk mengurangi transpirasi; (2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson 1990; Lestari 2005). Stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Stomata berfungsi sebagai jalan keluar masuknya udara maupun uap air, umumnya stomata akan membuka di siang hari untuk mengambil karbondioksida (CO2) yang digunakan untuk proses fotosintesis, stomata akan
8 menutup pada malam hari saat karbondioksida tidak diperlukan. Ukuran stomata berubah-ubah karena sel-sel penutup tersebut mengembang dan mengempis saat air masuk atau keluar secara osmosis (Brodribb dan Holbrook 2003). Pergerakan pori stomata disebabkan oleh perubahan pada volume sel penjaga yang diatur oleh keluar masuknya ion K+ dan ion-ion lain ke sel penjaga selama proses pembukaan dan penutupan stomata. (Moore et al. 1998, Hopkins 1999 dalam Anggraeni 2010). Cekaman kekeringan menyebabkan tanaman mengalami penurunan laju fotosintesis akibat penurunan konduktansi stomata (Morison dan Lawlor 1999; Hamim 2004; Hamim 2005). Pada kondisi cekaman kekeringan, maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi (Lestari 2005). Berkaitan dengan faktor tanaman, salah satu aspek fisiologi yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan daya hasil tanaman pada kondisi cekaman kekeringan adalah kandungan klorofil tanaman. Klorofil merupakan penyerap (absorber) energi radiasi matahari dan sebagai organel yang dapat mengubah energi radiasi menjadi energi kimia (Daubenmire 1974 dalam Elfarisma 2000). Klorofil merupakan faktor internal tanaman yang sangat mempengaruhi efisiensi dan laju fotosintesis. Tanaman yang memiliki kandungan klorofil tinggi akan sangat efisien dalam penggunaan energi radiasi matahari untuk melaksanakan proses fotosintesis. Tanaman tersebut juga akan mampu memanfaatkan energi matahari semaksimal mungkin (Lawlor 1987). Klorofil merupakan molekul organik yang kompleks. Struktur dasar klorofil a dan b adalah seperti porfirin, terdiri dari empat cincin pirol dengan atom Mg di tengahnya. Rumus empiris klorofil a dan b adalah C55H72O5N4Mg dan C55H70O6N4Mg. Perbedaan kedua rumus tersebut terletak pada cincin ketiga, dimana pada posisi tersebut klorofil a memiliki satu gugus metil (-CH3) sedangkan klorofil b memiliki gugus aldehid (-CHO) (Moher dan Schopfer 1995). Respon tanaman terhadap kekeringan berkaitan dengan akumulasi asam amino prolin. prolin merupakan senyawa yang umum diakumulasi berbagai jenis tanaman yang mengalami cekaman kekeringan (Hamim 2004), pada beberapa spesies tanaman seperti Amaranthus edulis, hal tersebut tidak terjadi (Hamim 2003). Kandungan prolin yang tinggi pada umumnya berbanding lurus dengan tingkat cekaman kekeringan yang ditunjukkan oleh penurunan potensial air (Iannucci et al. 2002). Oleh karena hal tersebut, besarnya kandungan prolin diduga menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kekeringan yang sangat berat (Hamim 2003).
Mekanisme Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Setiap tumbuhan memiliki mekanisme yang berbeda dalam menangggapi kondisi lingkungan yang tidak optimal, untuk mempelajari mekanisme tersebut diperlukan kajian fisiologi. Tanaman yang tahan kekeringan mengembangkan sejumlah strategi yang berhubungan dengan proses fisiologi. Berdasarkan kemampuan genetiknya, daya adaptasi tumbuhan terhadap cekaman lingkungan berbeda-beda. Menurut Pugnaire et al. (1999), bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan menjadi (1) tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) tanaman yang membatasi aktivitasnya
9
pada periode air tersedia antara lain dengan meningkatkan jumlah akar, perkembangan daun menjadi lebih sempit dan mempunyai lapisan kutikula tebal termasuk jumlah stomata pada epidermis bagian bawah, dan kemampuan stomata menutup dengan cepat (Courtois dan Lafitte 1999). Arrandeau (1989) menyatakan bahwa drought avoiders berkaitan dengan kemampuan tanaman mempertahankan status air tanaman terutama potensial air daun tetap tinggi dengan cara menyerap air lebih banyak atau menggunakan air yang lebih lambat sehingga air menjadi lebih tersedia (2) tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators) tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi, penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitivitas stomata Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pada kondisi potensial air rendah mengakibatkan pembentukan klorofil terhambat, terjadi penutupan Mekanisme menutup dan membukanya stomata tersebut merupakan bentuk penyesuaian tanaman dalam mempertahankan kadar air (mencegah transpirasi yang berlebih) pada kondisi stres air atau cekaman kekeringan, mekanisme penutupan stomata tersebut tergantung dari tekanan turgor sel tanaman, atau karena perubahan konsentrasi karbondioksida (CO2) (Lakitan 2000). Kadar air relatif (KAR) daun merupakan parameter ketahanan tanaman menghadapi cekaman kekeringan. Proses fotosintesis pada sebagian besar tanaman akan mulai tertekan bila nilai kadar air relatif daun lebih rendah dari 70 persen, sehingga tanaman memerlukan pengaturan dalam tubuhnya (Quilambo 2004). Prolin merupakan asam amino bebas yang disintesis tanaman dalam jaringan floem, akar dan biji (Simpson 2001). Kandungan prolin di dalam jaringan juga meningkat seiring terjadinya cekaman. Pada kondisi cekaman kekeringan, beberapa tanaman memiliki mekanisme adaptasi berupa kemampuan untuk mensintesis senyawa osmoprotektan (Ronde et al. 2000). Peranan prolin yaitu sebagai osmoregulator atau sebagai protektor enzim tertentu (Yoshiba et al. 1997) dan memproteksi denaturasi protein, dan menjaga kestabilan membran fosfolipid. Oleh karena itu, kandungan prolin akan meningkat seiring dengan lamanya cekaman (Wijana 2001; Ashri 2006). Biosintesis prolin diawali dengan asam glutamat dan prosesnya melalui intermediet Δ1-pyroline-5-carboxylic (P5CS). Tahapannya adalah gugus γ-caboxyl pada asam glutamat direduksi ke dalam sebuah aldehid, tahapan ini diperlukan ATP untuk transfer pospat dalam menghasilkan γ-glutamyl phoshate. Selanjutnya dihasilkan glutamic-γ-semialdehyde dengan bantuan elektron donor seperti NADH atau NADPH. Kedua tahapan reaksi tersebut dikatalis oleh enzim komplek, kemudian melalui reaksi spontan glutamic-γ-semialdehyde diproses lebih lanjut menjadi Δ1-pyroline-5-carboxylic dan tahapan akhir dihasilkan prolin dengan bantuan NADH atau NADPH sebagai elektron donor. Enzim yang bekerja dalam pembentukan prolin adalah Δ1-pyroline-5-carboxylic reduktase (Yoshida et al. 1997).