2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan sumberdaya perairan, pengelolaan/budidaya sumberdaya perairan serta penggunaan dalam pekerjaan-pekerjaan riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Kapal penangkap ikan merupakan salah satu kapal yang termasuk kedalam kategori kapal perikanan. Terdapat beberapa definisi mengenai kapal penangkap ikan yang ada. Fyson (1985) menjelaskan bahwa kapal penangkap ikan merupakan kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penangkapan ikan (fishing operation), menyimpan ikan dan lain sebagainya yang didesain dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dan rencana operasi.
Kapal
penangkap ikan merupakan suatu faktor yang paling penting diantara komponen unit penangkapan ikan lainnya, dan merupakan modal yang paling besar yang ditanamkan pada usaha penangkapan ikan. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal penangkap ikan berbeda dengan jenis kapal yang lain sehingga kapal penangkap ikan memiliki beberapa keistimewaan yang membedakan dengan kapal-kapal jenis yang lain, yaitu : 1) Kecepatan kapal; umumnya kapal penangkap ikan membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan serta membawa hasil tangkapan ikan segar dalam waktu yang relatif singkat. 2) Kemampuan olah gerak kapal; kapal membutuhkan olah gerak khusus yang baik pada saat pengoperasiannya, seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning cycle) yang kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah bergerak maju dan mundur. 3) Kelaik-lautan; laik-laut untuk digunakan dalam operasi penangkapan ikan dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang dan juga kapal harus memiliki stabilitas yang tinggi dan daya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.
4) Lingkup area pelayaran kapal penangkap ikan luas karena pelayarannya ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan, daerah musim ikan dan migrasi ikan. 5) Konstruksi badan kapal yang kuat; konstruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah. Di samping itu, konstruksi kapal penangkap ikan juga harus dapat menahan beban getaran yang ditimbulkan oleh mesin. 6) Daya dorong mesin; kapal penangkap ikan membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar dan sebisa mungkin memiliki volume mesin yang kecil dan getaran yang kecil pula. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan; umumnya kapal penangkap ikan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu (palka) berpendingin, terutama untuk kapal-kapal yang memiliki trip yang cukup lama, terkadang dilengkapi pula dengan ruang pembekuan dan pengolahan, dan 8) Mesin-mesin bantu penangkapan; pada umumnya kapal penangkap ikan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu seperti: winch, power block, line hauler dan sebagainya. Desain dan konstruksi kapal penangkap ikan dengan ukuran tertentu harus dapat menyediakan tempat untuk hal tersebut. Desain konstruksi suatu unit kapal penangkap ikan mempengaruhi kinerja dan umur teknis unit kapal tersebut dalam pengoperasian kapal tersebut. Faktorfaktor yang mempengaruhi desain sebuah kapal penangkap ikan adalah tujuan penangkapan, alat dan metode penangkapan, kelayak-lautan dari kapal dan keselamatan awak kapal, peraturan yang berhubungan dengan desain kapal, pemilihan material yang tepat untuk konstruksi, penanganan dan menyimpan hasil tangkapan dan faktor ekonomi (Fyson, 1985). Sifat operasi kapal penangkap ikan selalu berpindah-pindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan yang lain, sehingga kapal penangkap ikan harus mempunyai konstruksi yang kuat. Di samping itu, kondisi laut dan getaran mesin kapal akan mempengaruhi kekuatan kontruksi kapal (Nomura dan Yamazaki, 1977).
Bentuk dan jenis kapal berbeda-beda, hal ini disebabkan karena perbedaan tujuan usaha, tujuan penangkapan ikan dan keadaan kondisi perairan. Desain maupun konstruksi kapal penangkap ikan harus disesuaikan dengan kondisi yang telah di-sebutkan agar dapat melaksanakan operasi penangkapan ikan dengan baik (Umam, 2007). Kapal penangkap ikan di Indonesia juga kebanyakan masih menggunakan material kayu dengan umur pakai rata-rata berkisar antara 10-15 tahun. Pemilihan material kapal ini berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu kondisi Indonesia yang memiliki hutan yang luas sehingga terdapat banyak jenis dan jumlah kayu. Pertimbangan jenis kayu didasarkan pada sifat mekanis atau fisik dari kayu yang memenuhi syarat sebagai bahan kapal, tersedianya kayu dalam jumlah banyak dan harga terjangkau (Pasaribu, 1985). Semua material kapal kayu yang digunakan harus dalam keadaan baik dan baru. Bahan utama konstruksi harus memiliki kelas yang kuat dan kelas awet dengan kekeringan atau kadar air tertentu sesuai dengan yang disyaratkan oleh BKI.
Bagian utama kapal berdasarkan BKI, minimal memiliki kelas kuat II
dengan kadar air 16% (Biro Klasifikasi Indonesia, 1996).
2.2 Bagian-bagian Konstruksi Kapal Setelah menentukan ukuran penampang, kemudian bagian-bagian konstruksi mulai dikerjakan sesuai dengan rencana konstruksi yang telah dipersiapkan. Pemasangan bagian-bagian utama seperti lunas, linggi haluan, linggi buritan, gading-gading, wrang, galar balok, galar kim, dan yang lainnya pada kapal dilakukan secara berurutan.
2.2.1 Lunas Lunas berfungsi sebagai penyangga, karena bagian ini berhubungan dengan bagian konstruksi lainnya dan menjadi tulang punggung kapal tersebut. Lunas adalah bagian konstruksi utama pada alas kapal yang membentang sepanjang garis tengah kapal dari depan belakang (Soegiono et al, 2005). Lunas terdiri dari lunas luar dan lunas dalam.
2.2.2 Linggi Linggi adalah suatu kerangka konstruksi kapal yang membentuk bagian ujung haluan kapal dan ujung buritan kapal (Soegiono et al, 2005). Linggi terdiri dari linggi haluan dan linggi buritan.
2.2.3. Galar Galar merupakan balok yang terletak memanjang atau membujur dari bagian haluan hingga buritan kapal. Galar berfungsi sebagai penguat, pengikat dan penghubung antar gading dan juga menambah kekuatan memanjang kapal (Umam, 2007). Galar terdiri dari galar balok dan galar kim.
2.2.4 Gading-gading Gading-gading merupakan salah satu kerangka melintang kapal yang berupa profil baja yang dipasang pada sisi kapal mulai dari bilga sampai geladak atau dari geladak sampai geladak di atasnya (Soegiono et al, 2005). Gading-gading sebagai pembentuk kasko kapal juga sebagai tempat meletakkan kulit luar.
2.2.5 Balok geladak Balok geladak adalah tempat dimana papan geladak dipasang. Balok geladak dipasang melintang kapal. Di bagian tengah balok geladak haluan diberi penguat dari kayu yang dipasang membujur. Balok geladak adalah penguat lintang dari konstruksi kapal menyangga pelat geladak, balok geladak berfungsi sebagai palang pengikat yang menghubungkan kedua sisi kapal (Soegiono et al, 2005).
2.2.6 Wrang Wrang adalah pelat tegak yang melintang dari bilga ke bilga kapal yang di pasang di atas lunas luar pada setiap jarak gading (Soegiono et al, 2005). Wrang sering juga disebut sebagai gading dasar karena letaknya yang berada di dasar badan kapal.
2.2.7 Kulit luar Kulit luar adalah penentu kekuatan membujur badan kapal. Kulit luar ini berfungsi untuk mencegah air masuk ke badan kapal, sehingga kapal mempunyai daya apung dan menambah kekuatan memanjang kapal (Umam, 2007).
2.2.8 Pondasi mesin Pondasi mesin merupakan balok pemikul mesin yang letaknya membujur kapal (Umam, 2007). Bagian ini merupakan tempat meletakkan mesin kapal sebagai pendorong utama pada sebuah kapal.
2.2.9 Pagar Pagar merupakan suatu pelat yang dipasang sepanjang kedua sisi geladak cuaca, untuk menjaga agar muatan geladak atau orang tidak terlempar ke laut serta untuk mengurangi basahnya geladak akibat ombak (Soegiono et al, 2005). Pagar dapat juga berfungsi sebagai perpanjangan gading karena letaknya seolah-olah meneruskan gading.
2.3 Perencanaan Ukuran Konstruksi Perencanaan pembangunan kapal memerlukan data yang antara lain memuat jenis kapal, daerah pelayaran, muatan bersih yang dapat dimuat, kecepatan dan data lain yang diperlukan, seperti panjang kapal (L), lebar kapal (B), dalam kapal (D), dan beberapa koefisien bagian badan kapal di bawah air (Soekamto et al, 1986).
Selanjutnya Fyson (1970), menyatakan bahwa kelengkapan dari
perencanaan, desain dan konstruksi kapal penangkap ikan yaitu dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar konstruksi beserta spesifikasinya. Panjang kapal (LOA) adalah panjang kapal keseluruhan yang diukur dari ujung haluan sampai ujung buritan. Lebar kapal (breadth) adalah jarak mendatar dari gading tengah yang diukur pada bagian luar gading. Tinggi (depth) adalah jarak tegak dari garis dasar sampai garis geladak yang terendah, umumnya diukur di tengah-tengah panjang kapal (Djaya, 2008).
Kemampuan dan kualitas suatu galangan kapal, baik galangan kapal tradisional maupun galangan kapal modern memegang peranan penting dalam menghasilkan sebuah kapal yang dapat dioperasikan dengan baik. Baik buruknya pengoperasian kapal secara teknis tergantung dari kemampuan dan kualitas galangan kapal itu sendiri (Pasaribu, 1985). Perbedaan metode pembuatan kapal, khususnya pada pembangunan kapal kayu
penangkap
ikan
tradisional
dengan
modern
terletak
pada
cara
pengkonstruksian lambungnya. Kapal kayu penangkap ikan tradisional, papan lambung di konstruksi terlebih dahulu kemudian diikuti pemasangan gadinggading (frame), sedangkan pada pembangunan kapal kayu penangkap ikan modern sebaliknya, dimana gading-gading dikonstruksi terlebih dahulu kemudian lambung kapal. Hal ini menyebabkan kapal kayu penangkap ikan tradisional sering tidak simetris dan terlalu berat (Iskandar, 1997). Kapal penangkap ikan harus memiliki konstruksi yang kuat sehingga dapat menghadapi peristiwa laut dan juga menahan getaran mesin kapal. Ketentuan konstruksi kapal di Indonesia ditetapkan oleh BKI. Badan ini berwenang dalam menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan suatu kapal, antara lain: kerangka kapal, cara-cara penyambungan dan jenis pengikat yang diperbolehkan untuk konstruksi kapal. Ketentuan BKI yang berhubungan dengan klasifikasi kapal kayu harus digunakan dalam rangka penentuan ukuran konstruksi kapal. BKI menetapkan angka petunjuk yang digunakan dalam penentuan ukuran bagian-bagian konstruksi yang didapat dari persamaan: L (B/3+D) dan persamaan B/3+D, dimana; L = panjang kapal, B = lebar kapal dan D = tinggi kapal (Biro Klasifikasi Indonesia, 1996). Tabel 1 Ukuran penampang gading-gading kapal dan tinggi wrang Gading (cm2) B/3 + D
Tinggi Wrang (cm) Tunggal
Ganda
2,4
21,5
18,5
15
2,6
25,5
21,5
16
2,8
31,0
26,0
17
36,5 50,0
18 19
3,2 43,5 3,6 61,0 Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia (1996)
Tabel 1 menyajikan ukuran tinggi wrang.
Menurut Biro Klasifikasi
Indonesia (1996), gading-gading kapal dapat dibuat dengan menggunakan kayu balok tunggal dan ganda. Gading-gading yang terputus pada lunas luar harus dihubungkan dengan wrang. Wrang dipasang melewati sisi atas lunas luar dengan ketebalan sama dengan ketebalan gading-gading. Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1996), tinggi dan lebar lunas dalam dan lunas luar tergantung dari besarnya angka petunjuk L (B/3+D).
Kapal yang
memiliki nilai penunjuk yang kurang dari 140 tidak memerlukan lunas dalam, sedangkan yang lebih besar dari 140 harus dipasang lunas dalam dan lunas luar. Jika lunas dalam dan lunas luar masing-masing terbuat dari satu blok utuh tanpa sambungan maka nilai dari tabel dapat dikurangi 10%. Luas penampang lunas dan linggi berdasarkan ketetapan BKI disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ukuran penampang lunas L Penampang (cm2) Lunas luar (l x t) (cm) (B/3+D) 20 290 14 x 20 25 340 15 x 23 30 390 16 x 24,5 35 440 17 x 26 40 490 18 x 27
Linggi haluan (l x t) (cm) 11,5 x 18 12,5 x 19 14 x 20 14,5 x 21 15,5 x 22
Sumber: Biro Klasifikasi Indonesia (1996) l: lebar, t: tinggi
Tabel 3 Tebal papan kulit luar kapal berdasarkan jarak gading-gading L B/3 + D 20 25 30 35 40
Gading (cm) Tunggal 26,5 27,5 28,5 30 31,5
Ganda 29,5 30,5 31,5 33 35
Tebal Kulit Luar (cm) 2,4 2,6 2,8 3 3,2
Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia (1996)
Tabel 3 menyajikan ukuran tebal papan kulit kapal berdasarkan ketetapan BKI. Papan kulit luar sebaiknya menggunakan papan yang dipotong radial. Bila jarak gading-gading ditambah maka ketebalan dari papan kulit juga harus
ditambah dengan perbandingan yang sama. Pengukuran tebal papan kulit bisa dilakukan bila disetujui oleh BKI (Biro Klasifikasi Indonesia, 1996). Penentuan jenis gading tunggal atau ganda Biro Klasifikasi Indonesia menyajikan contoh gambar untuk kemudian membagi jenis gading menjadi dua, yaitu lengkung tunggal dan lengkung ganda. Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1989) dalam Arofiq (2007) ukuran konstruksi kapal yang direkomendasikan bagi kapal disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Ukuran konstruksi kapal No
Bagian Konstruksi Kapal
3
Lunas Linggi : Haluan Buritan Papan : Dasar Penekuk/lengkung
4 5 6
Lambung Galar Palang Dek Pondasi Mesin
1 2
Nilai Standar Biro Klasifikasi Indonesia (l x t) (cm)
Sumber : Biro Klasifikasi Indonesia (1989)
15 x 21,5 12,5 x 18 12,5 x 18 - x3 - x3 - x3 15,5 x 3,6 19 x 3,6 13,5 x 18,5 l : lebar, t : tinggi