2. ANALISIS CADANGAN KARBON POHON HUTAN KOTA 2.1. PENDAHULUAN Polusi dan suhu udara merupakan salah satu persoalan lingkungan yang sedang terjadi di DKI Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan bahwa jumlah pulusi udara dari sektor industri dan transportasi telah mencapai 170 juta ton emisi CO2, sementara untuk suhu udara telah mencapai 29.12 oC – 31.26 oC di tahun 2007. Persoalan kualitas udara ini menyebabkan keberadaan hutan kota sangat penting untuk dikembangkan. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanak hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang (PP No. 63 Tahun 2002). Hutan kota menjadi salah satu upaya penting dalam mengatasi pencemaran lingkungan karena berhubungan dengan jasa biologis pohon yang mampu melerai pencemaran lingkungan perkotaan. Hutan kota memiliki fungsi untuk menjaga iklim mikro perkotaan, memberikan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan lingkungan serta pelestarian keanekaragaman hayati. Selain itu, pohon pada hutan kota juga memiliki fungsi sebagai penyimpan karbon melalui perolehan biomassa. Biomassa (standing crop) adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area tertentu (IPCC 2003). Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa pohon bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada proses pertumbuhannya, tanaman melakukan proses fotosintesis dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat sederhana). Melalui proses metabolisme, senyawa karbohidrat tersebut dirubah menjadi lipid, asam nukleat, protein dan molekul organik lainya. Molekul organik tersebut dirubah menjadi daun, batang, akar, buah, jaringan dan sistem organ lainnya. White and Plashett (1981) menyebutkan bahwa biomassa bagian-bagian pohon didistribusikan sebesar 60 - 65 % pada bagian batang, 5 % pada bagian tajuk, 10 - 15 % pada bagian daun dan cabang, 5 - 10 % pada bagian tunggak dan 5 % pada bagian akar. Brown (1997) mengemukakan bahwa hampir 50 % biomassa pohon tersusun atas unsur karbon, dimana unsur tersebut dapat dilepas ke atmosfer dalam bentuk CO2 apabila hutan dibakar atau ditebang habis. Menurut Hygreen and Bowyer (1993) satu potong kayu memiliki (49 % C), (06 % H), (44 % O) dan (0.1 % abu). Biomassa memiliki kaitan dengan cadangan karbon, yaitu dengan mengukur jumlah cadangan karbon pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di amosfer yang diserap oleh pohon (Rahayu et al. 2007). Berhubungan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin, dan menekan pelepasan emisi CO2 ke udara serendah mungkin. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis jumlah cadangan karbon pohon, nilai serapan CO2 dan jenis pohon yang memiliki cadangan karbon potensial, sebagai upaya untuk mencari solusi dan menyusun rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota. 5
2.2. BAHAN DAN METODE
2.2.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah peta dasar hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP yang berfungsi untuk mengetahui sebaran plot sesuai dengan strata tegakan. Alat yang digunakan adalah phi band untuk mengukur diameter pohon, meteran panjang untuk mengukur plot sampling, klinometer untuk mengukuran tinggi pohon, GPS (Global Positioning System) untuk menentukan posisi koordinat dan menyesuaikan ketepatan lokasi pengambilan sampel pohon sesuai dengan lokasi plot yang telah ditetapkan sebelumnya, tali rapia untuk membatasi plot, patok untuk penanda plot, kamera untuk mengambil gambar-gambar yang terkait dengan penelitian dan tally sheet untuk mencatat dan mengklasifikasi data yang telah diamati. 2.2.2. Metode 2.2.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi DKI Jakarta (Gambar 2.1). Hutan kota yang diamati terdiri dari tiga hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, yaitu: hutan kota Universitas Indonesia (UI) yang berada di wilayah Jakarta Selatan dengan luas 52.40 ha, hutan kota Srengseng yang berada di wilayah Jakarta Barat dengan luas 15.00 ha, dan hutan kota PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT JIEP) yang berada di Jakarta Timur dengan luas 8.90 ha. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, yaitu Februari 2012 - Agustus 2012.
(b)
(c)
(a)
(d)
Sumber: Samsoedin dan Waryono, 2010 Gambar 2.1. Peta lokasi hutan kota DKI Jakarta (a), hutan kota PT JIEP (b), hutan kota Srengseng (c) dan hutan kota UI (d)
6
2.2.2.2. Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu tiga hutan kota dipilih secara sengaja berdasarkan keterwakilan fungsi utama jasa lanskap hutan kota yaitu: (1) hutan kota sebagai konservasi keanekaragaman hayati maka dipilih hutan kota UI sebagai perwakilannya, (2) hutan kota sebagai estetika atau rekreasi maka dipilih hutan kota Srengseng sebagai perwakilannya, dan (3) hutan kota sebagai penyangga lingkungan industri maka dipilih hutan kota PT JIEP sebagai perwakilannya. Pemusatan pada tiga hutan kota juga didasarkan atas pertimbangan kelayakan waktu penelitian. 2.2.2.3. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan, wawancara dengan stakeholder hutan kota dan pengumpulan data dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian. 2.2.2.4. Penentuan Sampling, Bentuk dan Jumlah Plot Penentuan sampling plot menggunakan metode purposive sampling yang terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapang (ground cheek) untuk melihat dan memastikan kesesuaian penempatan plot (Gambar 2.2). Intensitas sampling yang digunakan yaitu 1 % dan bentuk plot yang digunakan adalah bujur sangkar (Gambar 2.3). Bentuk plot bujur sangkar merupakan bentuk plot yang relatif sering digunakan dalam analisa vegetasi hutan di Indonesia. Jumlah plot yang dipergunakan sebanyak 43 plot dengan ukuran 20 m x 20 m (SNI 2011).
Plot sampling
Jalan
Gambar 2.2. Metode penyebaran plot dengan purposive sampling
20 m x 20 m 10 m x 10 m 5mx5m 2mx2m
Gambar 2.3. Bentuk plot sampling petak kuadrat 7
2.2.2.5. Pengukuran Biomassa Pohon Tahapan pengukuran biomassa pohon dilakukan yaitu (1) identifikasi nama jenis, (2) mengukur diameter batang setinggi dada atau pada ketinggian 1.3 meter dari atas permukaan tanah (Gambar 2.4), (3) mencatat data dbh dan nama jenis ke dalam tally sheet, dan (4) menghitung biomassa pohon (SNI 2011).
Pohon normal: DBH diukur 1.3 meter dari permukaan tanah
Pohon miring: DBH diukur 1.3 meter dari permukaan tanah terdekat atau searah kemiringan pohon
Pohon normal pada tanah miring: DBH diukur 1.3 meter dari permukaan tanah tertinggi
Pohon cacat: jika 1.3 meter tepat berada pada batang cacat (gembung), DBH diukur pada batas bagian yang mulai normal, diatas atau dibawah tergantung yang terdekat
Pohon cabang: jika 1.3 meter tepat berada pada awal percabangan, DBH diukur dibagian bawah cabang yang masih normal
Pohon berakar penunjang: DBH diukur 1.3 meter dari batas atas akar penunjang
Pohon cabang: jika 1.3 meter berada di atas cabang, ukur DBH di kedua cabang dan dianggap 2 batang
Pohon berbanir: DBH diukur 20 cm dari batas banir
Gambar 2.4. Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon 8
2.2.2.5. Perhitungan Biomassa, Cadangan Karbon dan Serapan CO2 Penentuan biomassa pohon hutan kota dilakukan dengan metode sampling tanpa pemanenan (non-destruktive sampling, yaitu menggunakan persamaan allometrik berdasarkan spesies tanaman yang sudah ada (Kusmana et al. 1992). Persamaan allometrik merupakan suatu fungsi atau persamaan matematika, yang menunjukkan hubungan antara bagian tertentu dari mahluk hidup dengan bagian lain atau fungsi tertentu dari makhluk hidup tersebut. Persamaan ini digunakan untuk menduga parameter tertentu dengan menggunakan parameter lainnya yang lebih mudah diukur yaitu diameter dan tinggi (Hairiah et al. 2011). Menggunakan persamaan allometrik yang sudah ada memiliki kelebihan yaitu tidak melakukan pemanenan atau pengrusakan terhadap pohon, lebih efesien terhadap waktu dan biaya. Selain itu, metode ini sesuai dengan acuan pasal 26 ayat 2 PP No. 63 Tahun 2003 tentang larangan melakukan pengrusakan terhadap pohon hutan kota. Perhitungan cadangan karbon pohon hutan kota dilakukan dengan menggunakan rumus kandungan biomassa yang dikembangkan oleh IPCC (2006) yaitu Cb = B x % C organik. Nilai serapan CO2 diketahui dengan menggunakan perbandingan masa molekul relatif O2 (44) dan masa atom relatif C (12) yaitu 3.67 x cadaangan karbon. Nilai berat jenis kayu, diakses melalui database wood density of trees word agroforestry (http://www.worldagroforestry.org), FAO (http://www.fao.org) dan situs dunia tumbuhan (http://www.plantamor.com).
2.2.2.6. Analisis Data a. Analisis Potensi Biomassa Analisis pendugaan bimassa pohon hutan kota menggunakan persamaan allometrik berdasarkan spesies tanaman (Tabel 2.1). Jika persamaan allometrik berdasarkan spesies tidak tersedia, maka digunakan persamaan (Chave et al. 2005). Persamaan allometrik ini dipilih karena merupakan hasil pengembangan dari persamaan allometrik sebelumnya dan juga menyerupai curah hujan lokasi penelitian. Curah hujan merupakan salah satu komponen iklim yang sangat penting dalam pendugaan biomassa karena berkaitan dengan komposisi bahan organik. Meningkatnya curah hujan akan menyebabkan proses dekomposisi berlangsung cepat. Formulasi umum yang digunakan dalam pendugaan biomassa adalah sebagai berikut: Y = a. DBH b ........................................... (1) Keterangan: Y : Above ground biomass (kg) DBH : Diameter Breast High (1.3 meter) a : Koefisien Konversi b : Koefisien allometrik Tabel 2.1. Persamaan allometrik Jenis Tegakan Jati Mahoni
Persamaan allometrik Y = 0.153 D2.39 Y = 0.048 D2,68
Sumber Hairiah et al., (2011) Hairiah et al., (2011)
9
Lanjutan Tabel 2.1. Persamaan allometrik Jenis Tegakan Akasia Sengon Karet Puspa Pohon lain * Pohon lain ** Pohon lain ***
Persamaan allometrik Y = 0.0000478 D2.76 Y = 0.027 D2.23 Y = 419-16.9D + 0.322 D2 Y = 0.0000932.51 Y = 0.112 (π D2H)0.92 Y = 0.051 x π D2H Y = 0.0776 x (π D2H) 0.94
Sumber Hairiah et al., (2011) Hairiah et al., (2011) Hairiah et al., (2011) Krisnawati et al., (2012) Chave at al., (2005) Chave at al., (2005) Chave at al., (2005)
Keterangan: Y D H π
= Biomassa pohon (kg per pohon) = DBH (cm) = Tinggi pohon (m) = BJ kayu (g per cm3)
* Persamaan allometrik dengan curah hujan < 1.500 (kering) ** Persamaan allometrik dengan curah hujan 1.500 – 4.000 (lembab) *** Persamaan allometrik dengan curah hujan > 4.000 (basah)
b. Analisis Cadangan Karbon Analisis cadangan karbon pohon hutan kota menggunakan pendekatan kandungan biomassa yang dikembangkan oleh IPCC (2006). Formulasi umum yang digunakan adalah sebagai berikut: C = 0.5 x W ................................................. (2) Keterangan: C W 0.5
: Cadangan Karbon (tC) : Biomassa (kg) : Koefisien kadar karbon pada tumbuhan
c. Analisis Serapan CO2 Analisis serapan CO2 dihitung dengan menggunakan data carbon stock dengan formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut: EC = 3.67 x ΔCLC-D ..................................... (3) Keterangan: EC : Serapan CO2 (tCO2) 3.6 : Ratio atomic carbon dioxide terhadap carbon: 44/12 (tCO2 e/ton C) ΔCLC-D : Carbon stock
10
2.3. HASIL PENELITIAN
2.3.1. Analisis Situasional Provinsi DKI Jakarta selain memiliki penduduk yang padat, juga memiliki persoalan-persoalan lingkungan seperti peningkatan polusi udara, sampah dan banjir. Maka dari itu, pemerintah sebagai aktor utama harus memiliki strategi atau apaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah yaitu melalui pengembangan hutan kota. Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (2011) menyatakan bahwa tahun 1991 - 2011 pemerintah DKI Jakarta telah memiliki 14 hutan kota seluas 149.18 ha yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta. 14 hutan kota tersebut tersebar di lima wilayah administrasi yaitu: Jakarta Selatan seluas 57.04 ha, Jakarta Barat seluas 15.00 ha, Jakarta Pusat seluas 5.68 ha, Jakarta Utara seluas 12.28 ha, dan Jakarta Timur seluas 59.18 ha (Tabel 2.2). Tabel 2.2. Hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta No
Hutan Kota
Luas (ha)
SK Gubernur
Wilayah
1.
Universitas Indonesia
52.40
No. 3487/2004
Jakarta Selatan
2.
Blok P
1.64
No. 869/2004
Jakarta Selatan
3.
LPA Srengseng
15.00
No. 202/1996
Jakarta Barat
4.
Kemayoran
4.60
No. 339/2002
Jakarta Pusat
5.
Masjid Istiqlal
1.08
No. 182/2005
Jakarta Pusat
6.
Waduk Sunter Utara
8.20
No. 317/1999
Jakarta Utara
7.
Tepian Banjir Kanal Barat
2.49
No. 197/2005
Jakarta Utara
8.
Berikat Nusantara Marunda
1.59
No. 196/2005
Jakarta Utara
9.
PT. JIEP Pulo Gadung
8.90
No. 870/2004
Jakarta Timur
10.
Bumi Perkemahan Cibubur
27.32
No. 872/2004
Jakarta Timur
11.
Situ Rawa Dongkal
4.00
No. 207/2005
Jakarta Timur
12.
Komplek Kopassus Cijantung
1.75
No. 868/2004
Jakarta Timur
13.
Mabes TNI Cilangkap
14.43
No. 871/2004
Jakarta Timur
14.
Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma
3.50
No. 338/2002
Jakarta Timur
Sumber: (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011) Hutan kota di wilayah Jakarta Selatan terdiri dari hutan kota UI seluas 52.50 ha dan Blok P seluas 1.64 ha. Hutan kota Blok P berdasarkan SK Gubernur No. 869 Tahun 2004 berfungsi sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan perkantoran dan konservasi keanekaragaman hayati. Wilayah Jakarta pusat hanya memiliki 2 hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu 11
hutan kota Kemayoran dan Masjid Istiqlal. Hutan kota Kemayoran memiliki luas 15.00 ha, dengan fungsi sebagai sebagai kawasan hijau penyangga perkotaan dan satwa liar perkotaan. Hutan kota Masjid Istiqlal memiliki luas 1.08 ha, dengan fungsi sebagai kawasan hijau penyangga bangunan fisik sarana ibadah dan pengendali lingkungan fisik perkotaan. Wilayah Jakarta Utara memiliki 3 hutan kota, diantaranya hutan kota Waduk Sunter Utara, Banjir Kanal Barat dan Berikat Nusantara Marunda. Hutan kota Waduk Sunter Utara memiliki luas 8.20 ha, dengan fungsi sebagai wahana penyangga perairan. Hutan kota Banjir Kanal Barat memiliki luas 2.49 dan hutan kota Berikat Nusantara Marunda sebesar 1.59 ha, dengan fungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan industri. Hutan kota di wilayah Jakarta Timur merupakan hutan kota yang paling banyak mendapatkan SK Gubernur DKI Jakarta. Wilayah ini memiliki 6 hutan kota yang terdiri dari hutan kota PT JIEP, Bumi Perkemahan Cibubur, Situ Rawa Dongkal, Komplek Kopassus Cijantung, Mabes TNI Cilangkap, dan Komplek Lanaud Halim Perdana Kusuma. Hutan kota PT JIEP memiliki luas 8.90 ha. Hutan kota Bumi Perkemahan Cibubur seluas 27.32 ha, dengan fungsi sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Hutan kota Situ Rawa Dongkal seluas 3.28 ha, dengan fungsi sebagai kawasan penyangga perairan dan sangtuari liar. Hutan kota Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma seluas 3.60 ha, dengan fungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan kedirgantaraan dan plasma nuftah. Hutan kota yang menjadi fokus penelitian terdiri dari hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP. Hutan kota UI memiliki luas 55.40 ha yang ditetapkan berdasarkan SK Rektor UI No. 84/SK/12/1988, kemudian diperbaharui dengan SK Gubernur No. 3487 Tahun 1999. Hutan kota UI difungsikan sebagai kawasan resapan air, koleksi pelestarian plasma nutfah, penelitian dan rekreasi. Berdasarkan letak geografisnya hutan kota UI terletak pada 06020’45” LS dan 106049’15” BT, berada di wilayah Jakarta Selatan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Provinsi DKI Jakarta dan selebihnya masuk pada wilayah Depok, Provinsi Jawa Barat sebesar 34.6 ha. Hutan kota UI sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jagakarsa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Beji Timur Kota Depok dan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pondok Cina. Konfigurasi fisik kawasan hutan kota UI merupakan hamparan landai dengan kisaran kemiringan lereng 3 - 8 % (76.40 ha), dan bergelombang ringan dengan kisaran lereng 8 - 25 % (13.60 ha), dengan ketinggian tempat 39 - 74 m dpl. Jenis tanah kawasan ini adalah latosol merah dengan tekstur halus, peka terhadap erosi dan memiliki kedalaman efektif 90 - 100 cm. Suhu rata-rata harian hutan kota UI sebesar 27 0C, kelembaban udara rata-rata tahunan 85 %, curah hujan rata-rata 2.478 mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata tahunan 75 - 155 hari (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011). Berdasarkan pengamatan dilapangan, secara umum kondisi hutan kota UI tergolong baik. Hutan kota UI memiliki pepohonan yang kompak, rapat dan jenis pohon yang beranekaragam serta memiliki diameter batang yang cukup besar. Pada areal hutan kota UI juga terdapat danau yang berfungsi sebagai muara aliran air serta objek rekreasi bagi mahasiswa dan masyarakat sekitar (Gambar 2.5).
12
(a)
(c)
(b)
(d)
Sumber foto: Dok. Lubis, 2012
Gambar 2.5. Kondisi areal hutan kota UI: pohon yang kompak dan rapat (a), spesies pohon beranekaragam (b), diameter batang besar (c) dan danau sebagai objek rekreasi (d) Hutan kota Srengseng memiliki luas 15.00 ha, dengan fungsi sebagai kawasan resapan air, pelestarian plasma nutfah dan wisata. Hutan kota ini terletak pada 06012’32” LS dan 106045’50” BT yang berada di wilayah kota Jakarta Barat, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kemangan, Provinsi DKI Jakarta. Konfigurasi fisik kawasan ini merupakan hamparan datar dengan kisaran kemiringan lereng 03 % (7.40 ha) dan landai 8 - 25 % (2.10 ha) pada ketinggian 27 - 34 m dpl. Jenis tanah kawasan merupakan bagian dari formasi alluvial, dengan sebahagian besar berupa liat dan debu, kedalaman efektif 90 - 100 cm dan bertekstur halus. Suhu rata-rata harian hutan kota ini yaitu 26.6 oC, kelembaban udara rata-rata tahunan 78-80 %, curah hujan rata-rata 1.865,5 mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata tahunan yaitu 142 hari (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011). Secara umum kondisi hutan kota Srengseng tergolong cukup baik. Hutan kota Srengseng memiliki pohon yang kompak, rapat dan jenis pohon yang cukup beragam. Pada areal hutan kota Srengseng terdapat danau indah, taman bermain, sarana olahraga dan lain-lain. Namun, pada tapak lain, masih ditemukan sampah domestik pada areal hutan kota Srengseng (Gambar 2.6).
13
(a)
(b)
(c)
(d)
Sumber foto: Dok. Lubis, 2012
Gambar 2.6. Kondisi areal hutan kota Srengseng: pohon yang kompak dan rapat (a), danau sebagai objek rekreasi (b), taman bermain (c) dan sampah domestik (d). Hutan Kota PT JIEP memiliki luas 8.90 ha, dengan fungsi sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan industri. Hutan kota ini terletak pada 06012’24” LS dan 106054’55” BT yang berada di wilayah kota Jakarta Timur, Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung, Provinsi DKI Jakarta. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Rawa Sumur Barat, sebelah timur Jalan Pulo Buatan, sebelah utara Jalan Pulo Gadung dan sebelah selatan Jalan Pulo Agung. Konfigurasi fisik kawasan ini merupakan hamparan dataran rendah dengan kisaran kemiringan lereng 0 - 8 % hingga tapak yang telah direkayasa (galian atau timbunan), dengan ketinggian tempat 7.4 m dpl. Kawasan hutan kota PT JIEP merupakan bagian dari formasi alluvial yang tersusun atas kerikil, pasir dan lempung yang berwarna kelabu. Tanah pada kawasan ini sebahagian besar terbentuk dari bahan Pedosolik dan Tanah Glei. Tanah Pedosolik merupakan jenis tanah yang bersifat gembur, mempunyai perkembangan penampang, tidak begitu teguh, dan peka terhadap pengikisan, serta miskin unsur hara. Suhu rata-rata harian kawasan hutan kota PT JIEP yaitu 27.5oC dengan kelembaban udara ratarata tahunan yaitu 78.0 %. Curah hujan rata-rata 241.3 mm/tahun (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011). Secara umum kondisi hutan kota PT JIEP kurang baik. Pertumbuhan pohon kurang kompak dan jenis pohon kurang beragam. Pada areal hutan kota juga terdapat kegiatan pertanian sayur, penggalian lubang-lubang yang berfungsi sebagai pasokan air pertanian dan sampah domestik (Gambar 2.7).
14
(a)
(b)
(d)
(c) Sumber foto: Dok. Lubis, 2012
Gambar 2.7. Kondisi areal hutan kota PT JIEP: pertumbuhan pohon yang kurang baik (a), kegiatan pertanian sayur (b), penggalian lubang (c) dan sampah domestik (d) 2.3.2. Cadangan Karbon Pohon Hutan Kota
ton/ha
Jumlah cadangan karbon pohon terbesar terdapat pada hutan kota UI sebesar 178.82 ton/ha dengan perolehan biomassa sebesar 345.72 ton/ha, kemudian disusul oleh hutan kota Srengseng sebesar 24.04 ton/ha dengan biomassa sebesar 48.04 ton/ha, dan hutan kota PT JIEP sebesar 23.64 ton/ha dengan biomassa sebesar 47.29 ton/ha (Gambar 2.8). 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Biomassa C-stock pohon
Hutan Kota Universitas Indonesia
Hutan Kota Srengseng
Hutan Kota PT JIEP
Gambar 2.8. Potensi cadangan karbon hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP 15
Cadangan karbon pohon pada tiga lokasi hutan kota mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan diameter batang. Peningkatan cadangan karbon hutan kota UI pada kelas diameter 10 – 19.0 cm sebesar 2.0 ton/ha, diameter 19.0 – 29.9 cm sebesar 5.2 ton/ha, diameter 30 – 39.9 cm sebesar 8.4 ton/ha dan ≥ 40 cm sebesar 150.1 ton/ha. Hutan kota Srengseng pada kelas diameter 10 – 19.0 cm sebesar 5.34 ton/ha, diameter 19.0 – 29.9 cm sebesar 8.60 ton/ha, tapi pada kelas diameter 30 – 39.9 cm mengalami penurunan sebesar 3.68 ton/ha dan naik kembali pada kelas diameter ≥ 40 cm sebesar 6.40 ton/ha. Hutan kota PT JIEP pada kelas diameter 10 – 19.0 cm sebesar 5.70 ton/ha, diameter 19.0 – 29.9 cm sebesar 6.20 ton/ha, tapi pada kelas diameter 30 – 39.9 cm mengalami penurunan sebesar 4.33 ton/ha dan naik kembali pada kelas diameter ≥ 40 cm sebesar 7.57 ton/ha (Gambar 2.9).
Cadangan Karbon (ton/ha)
25 155 150 20 145 15 HK UI 10
HK Srengseng HK PT JIEP
5 0 10 - 19,9
20 - 29,9
30 - 39,9
≥ 40
Kelas diameter batang
Gambar 2.9. Peningkatan cadangan karbon pohon berdasarkan kelas diameter Sumbangan cadangan karbon terbesar pada hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP dihasilkan dari pohon famili fabaceae, antara lain yaitu Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth, Acacia mangium Willd, Paraserianthes falcataria L, Leucaena leucocephala L, Bauhinia purpurea L, Delonix regia Boj. Ex Hook, Pterocarpus indicus Willd, Erythrina crista-galli L, dan Abrus precatorius L. Sumbangan cadangan karbon juga terdapat pada famili Lamiaceae, Meliaceae, Lythraceae, Clusiaceae, dan Annonaceae. Pada famili lainnya yaitu Sterculiaceae, Malvaceae, Moraceae, Euphorbiaceae, Theaceae, Bombacaceae, Apocynaceae, Sapindaceae, Dipterocarpaceae, Muntingiaceae, Euphorbiaceae, Sapotaceae, Combretaceae, Colophyllaceae, Gnetaceae dan Burseraceae (Gambar 2.10).
16
C-stock (ton/ha)
25 165
150 20 15 135 10 10 5 0
C-stock (ton/ha)
Famili
10 8 6 4 2 0
C-stock (ton/ha)
Famili 12 10 8 6 4 2 0
Familli Gambar 2.10. Sumbangan cadangan karbon pohon berdasarkan famili pada hutan kota UI (atas), Srengseng (tengah) dan PT JIEP (bawah)
17
Tabel 2.3. Cadangan karbon pada jenis pohon hutan kota UI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Lokal Bungur Matoa Dungun Jati putih dadab Puspa Pacira Akasia daun kecil Akasia daun besar Meranti Nyamplung Nangka Ketapang Kapuk Jamuju Bintaro Sengon Karet Patai cina Mahoni daun kecil Kupu-kupu Kruwing
Nama Spesies Botani Lagerstroemia speciosa Auct Pometia pinnata J.R. & J.G. Forster Heritiera littoralis Korth Gmelina arborea Roxb. Erythrina crista-galli L. Schima wallichii (Dc.) Korth Pachira aquatica Aubl. Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth. Acacia mangium Willd. Shorea selanica Blume Calophyllum Inaphyllum L. Artocarpus heterophyllus Lamk. Terminalia catappa L. Ceiba pentandra L Dacrycarpus imbricatus Cerbera manghas L Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Hevea brasiliensis Muell. Leucaena leucocephala (Lamk) de Wit Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Bauhinia purpurea L. Dipterocarpus acutangulus Jumlah
Famili Lythraceae Sapindaceae Sterculiaceae Lamiaceae Fabaceae Theaceae Malvaceae Fabaceae Fabaceae Dipterocarpaceae Calophyllaceae Moraceae Combretaceae Bombacaceae podocarpaceae Apocynaceae Fabaceae Euphorbiaceae Fabaceae Meliaceae Fabaceae Dipterocarpacae
C-stock (ton/ha) 2,27 0,01 0,45 16,03 0,01 0,10 0,29 1,68 112,15 0,03 2,06 0,24 0,01 0,10 0,04 0,10 14,72 0,47 18,61 0,41 2,04 0,05 171,86
Tabel 2.4. Cadangan karbon pada jenis pohon hutan kota Srengseng No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
18
Lokal Kirai payung Matoa Kersen Jati Putih Bintaro Ketapang Kapuk Kemiri Mahoni daun besar Saga Asam Kandis Patai Cina Mahoni daun kecil Sawo duren Dadap
Nama Spesies Botani Filicium decipiens (Wt. & Arn.) Thw. Pometia pinnata J.R. & J.G. Forster Muntingia calabura L. Gmelina arborea Roxb. Cerbera manghas L Terminalia catappa L. Ceiba pentandra L Aleurites moluccana (L.) Willd. Swietenia macrophylla King. Abrus precatorius L. Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth. Leucaena leucocephala (Lamk) de Wit Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Manilkara kauki (Linn.) Dubard Erythrina crista-galli L.
Famili Sapindaceae Sapindaceae Muntingiaceae Lamiaceae Apocynaceae Combretaceae Bombacaceae Euphorbiaceae Meliaceae Fabaceae Clusiaceae Fabaceae Meliaceae Sapotaceae Fabaceae
C-stock (ton/ha) 0,08 0,10 0,65 4,98 0,33 0,14 1,09 0,29 2,78 0,11 2,37 1,30 2,46 0,15 0,27
Lanjutan Tabel 2.4. Cadangan karbon pada jenis pohon hutan kota Srengseng No 16 17 18
Lokal Sengon Akasia daun besar Flamboyan
Nama Spesies Botani Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Acacia mangium Willd. Delonix regia (Boj. Ex Hook.) Raf. Jumlah
Famili
C-stock (ton/ha)
Fabaceae Fabaceae Fabaceae
1,35 2,22 3,36 24,02
Tabel 2.5. Cadangan karbon pada jenis pohon hutan kota PT JIEP Lokal
Nama Spesies Botani
Famili
1
Tanjung
Mimusops elengi L.
Sapotaceae
0,99
2
Bungur
Lagerstroemia speciosa Auct
Lythraceae
3,02
3
Dadab
Erythrina crista-galli L.
Fabaceae
0,42
4
Mahoni daun kecil
Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Meliaceae
5,47
5
Glodongan tiang
Polyalthia longifolia Sonn.
Annonaceae
1,94
6
Saga
Abrus precatorius L.
Fabaceae
0,08
7
Melinjo
Gnetum gnemon L.
Gnetaceae
0,88
8
Angsana
Pterocarpus indicus Willd.
Fabaceae
5,13
9
Kenari
Canarium decumanum Gaerth.
Burseracea
0,50
10
Mahoni daun besar
Swietenia macrophylla King.
Meliaceae
0,85
11
Petai cina
Leucaena leucocephala (Lamk) de Wit
Fabaceae
1,50
12
Akasia daun kecil
Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.
Fabaceae
2,85
No
C-stock (ton/ha)
Jumlah
23,64
Pohon hutan kota berperan penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon (C-stock), tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon CO2 yang paling efesien. Nilai serapan CO2 terbesar terdapat pada hutan kota UI sebesar 634.40 ton/ha, kemudian diikuti oleh Srengseng sebesar 88.15 ton/ha dan PT JIEP sebesar 86.76 ton/ha (Gambar 2.11). 250 650
ton/ha
600 200 150 100
C-stock pohon Serapan CO2
50 0 Hutan Kota Universitas Indonesia
Hutan Kota Srengseng
Hutan Kota PT JIEP
Gambar 2.11. Nilai serapan CO2 pohon hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP 19
2.4. PEMBAHASAN
2.4.1. Analisis Situasional Meningkatnya pencemaran lingkungan di DKI Jakarta, yang selanjutnya diperburuk dengan peningkatan populasi manusia akibat proses kotanisasi dan industrialisasi, menyebabkan keberadaan hutan kota sangat diperlukan. Hutan kota menjadi semakin penting seiring dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Provinsi DKI Jakarta memiliki 14 hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, dengan luas keseluruhan yaitu 149.18 ha. Jumlah hutan kota paling banyak tersebar di wilayah Jakarta Timur yaitu hutan kota PT JIEP, Bumi Perkemahan Cibubur, Situ Rawa Dongkal, Komplek Kopasssus Cijantung, Mabes TNI Cilangkap, dan Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma. Hutan kota di wilayah Jakarta Timur sebahagian besar berada pada areal perkantoran dan industri serta beberapa hutan kota terdapat pada tanah hak. Fungsi hutan kota pada wilayah ini adalah sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan perkantoran dan industri serta sebagai sangtuari liar (Dinas Kelautan dan Pertanian 2011). Proporsi hutan kota paling banyak juga berada pada wilayah Jakarta Utara yaitu hutan kota Waduk Sunter Utara, Tepian Banjir Kanal Barat dan Berikat Nusantara Marunda. Fungsi hutan kota pada wilayah ini secara umum adalah sebagai kawasan penyangga perairan dan lingkungan industri. Hutan kota juga terdapat di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Hutan kota di wilayah Jakarta Selatan terdiri dari hutan kota UI dan Blok P, yang secara umum berfungsi sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan penyangga bangunan fisik perkotaan. Sementara wilayah Jakarta Pusat terdiri dari hutan kota Kemayoran dan Masjid Istiqlal, yang secara umum berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik perkotaan dan industri. Proporsi hutan kota paling sedikit berada di wilayah Jakarta Barat yaitu hutan kota Srengseng, yang berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik perkotaan, resapan air dan wisata (Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2011). Jika dilihat dari penyebaran hutan kota di DKI Jakarta, masih terdapat beberapa hutan kota yang ditemukan pada tanah hak. Keberadaan hutan kota pada tanah hak ini salah satunya dikarenakan keterbatasan aset Pemda DKI Jakarta dalam hal penguasaan atas tanah. Harga tanah yang mahal sehingga membuat Pemda kesulitan untuk melakukan pengembangan hutan kota. Berkaitan dengan kondisi umum, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat persoalan pemeliharaan hutan kota pada areal tanah hak ini, seperti pertumbuhan pohon yang kurang baik, pengrusakan terhadap pohon, sampah dan lain sebagainya. Jika mengacu pada pasal 19 PP No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, semestinya pemerintah dapat melakukan optimalisasi pengelolaan yang konsisten pada hutan kota. Optimalisasi pengelolaan dapat dilakukan dengan pemeliharaan hutan kota, seperti penyulaman pohon hutan kota, diversifikasi jenis pohon dan perbaikan kualitas tempat tumbuh. Pemerintah juga dapat melakukan perlindungan hutan kota, seperti perlindungan dari pengrusakan, kebakaran, hama dan penyakit. Pengembangan hutan kota pada tanah hak juga dapat dilakukan dengan pemberian insentif kepada pihak pemilik hak (swasta) berupa penghargaan, kemudahan sarana dan prasarana dan diskon pembayaran Pajak Bumi Bangunan 20
(PBB). Pemberian insentif ini bertujuan untuk memberikan semangat kepada pihak pemilik hak agar lebih optimal dan konsisten dalam menjaga hutan kota di areal usaha mereka. Pada lain pihak, melalui pemberian insentif ini maka akan semakin mempermudah Pemda dalam melakukan percepatan perluasan hutan kota seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan. Hutan kota UI memiliki pohon yang kompak dan jenis pohon yang beranekaragam. Pada hutan kota ini juga terdapat diameter batang yang cukup besar sehingga memberikan kontribusi cadangan karbon yang tinggi yaitu 172.86 ton/ha. Tingginya cadangan karbon pada hutan kota UI dipengaruhi oleh diamter batang dan kondisi iklim yang mendukung bagi pertumbuhan pohon. Jumlah cadangan karbon pohon UI juga salah satunya dipengaruhi oleh umur pohon hutan kota yaitu 25 tahun. Sementara pada hutan kota Srengseng memiliki umur pohon 18 tahun dan PT JIEP 10 tahun. Perbedaan umur pohon ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan karbon pohon (Hairiah et al. 2011). Hutan kota Srengseng memiliki pohon yang kompak dan jenis pohon yang cukup beragam, selain itu hutan kota Srengseng juga memiliki cadangan karbon sebesar 24.02 ton/ha. Berbeda dengan hutan kota PT JIEP yang memiliki pertumbuhan pohon yang kurang baik, jenis pohon kurang beranekaragam dan cadangan karbon pohon yang rendah yaitu 23.63 ton/ha. Faktor lain yang juga mempengaruhi cadangan karbon pohon adalah terkait dengan aspek pemeliharaan pohon hutan kota itu sendiri. Berdasarkan pengamatan pada tiga lokasi hutan kota, masih ditemukan masyarakat yang melakukan pengrusakan pada beberapa pohon hutan kota. Pengrusakan pohon tersebut akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan batang yang selanjutnya akan mempengaruhi peningkatan cadangan karbon pohon. Jika mengacu pada pasal 26 ayat 2 PP No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, sudah jelas terdapat larangan merambah atau merusak hutan kota. 2.4.2. Analisis Cadangan Karbon Pohon Hutan Kota Berdasarkan analisis potensi cadangan karbon pohon pada tiga lanskap hutan kota DKI Jakarta (hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP), maka diperoleh total cadangan karbon pohon sebesar 220.52 ton. Jumlah cadangan karbon pohon terbesar terdapat pada hutan kota UI yaitu 172.86 ton/ha dengan perolehan biomassa sebesar 345.72 ton/ha, kemudian disusul oleh hutan kota Srengseng yaitu 24.04 ton/ha dengan biomassa sebesar 48.04 ton/ha, dan hutan kota PT JIEP yaitu 23.64 ton/ha dengan biomassa sebesar 47.29 ton/ha. Nilai cadangan karbon pohon ini menunjukkan bahwa lanskap hutan kota selain memiliki fungsi sebagai konservasi keanekaragaman hayati, hidrologi dan estetika juga memiliki andil dan fungsi sebagai penyimpan karbon. Jika dilihat pada hutan kota UI terdapat jumlah cadangan karbon yang tinggi yaitu 172.86 ton/ha. Nilai cadangan karbon pohon sebesar ini sudah dapat dikategorikan sebagai hutan alam tropis, yang memiliki cadangan karbon berkisar antara 161 - 300 ton/ha (Murdiyarso et al. 1994). Berdasarkan analisis cadangan karbon pohon pada tiga lanskap hutan kota di DKI Jakarta maka diperoleh rata-rata cadangan karbon pohon sebesar 73.51 ton/ha. Namun jika dikonversi ke luas lahan hutan kota seluas 149.18 ha (14 hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur Jakarta), maka akan menghasilkan cadangan karbon pohon yang lebih besar yaitu 10.892,52 ton. Nilai cadangan karbon semakin meningkat ketika target 10 % perluasan hutan kota yang 21
diamanatkan dalam PP No. 63 Tahun 2002 dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan hasil analisis CITY green yang menyatakan bahwa kapasitas cadangan karbon pohon berbanding lurus dengan persentase peningkatan luas lahan. Dwivedi (2009) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa setiap km2 hutan kota akan menghasilkan cadangan karbon 1.254.4 ton. Cadangan karbon pohon pada tiga lokasi mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan diameter batang pohon. Hal ini sesuai dengan Kusmana et al. (1992) yang mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan besarnya cadangan karbon pohon adalah diameter batang. Rayahu et al. (2007) juga menjelaskan bahwa cadangan karbon pada komunitas hutan, salah satunya dipengaruhi oleh diameter batang. Namun demikian, jika dilihat berdasarkan kelas diameter pada hutan kota Srengseng dan PT JIEP terdapat perbedaan, yaitu terjadi penurunan cadangan karbon pohon pada kelas diameter 30 – 39.9 cm. Penurunan cadangan karbon pohon dikarenakan sedikitnya jumlah pohon atau kerapatan yang ditemukan pada kelas diameter batang tersebut. Hal ini sesuai dengan Rahayu et al. (2007) yang mengatakan bahwa selain diameter batang, kerapatan pohon juga mempengaruhi peningkatan cadangan karbon melalui peningkatan biomassa. Sumbangan cadangan karbon pohon terbesar pada hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP dihasilkan dari pohon famili Fabaceae, di antaranya yaitu Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth, Acacia mangium Willd, Paraserianthes falcataria L, Leucaena leucocephala L, Bauhinia purpurea L, Delonix regia Boj. Ex Hook, Pterocarpus indicus Willd, Erythrina crista-galli L, dan Abrus precatorius L. Jenis pohon ini memiliki pertumbuhan diameter yang cukup cepat sehingga menyebabkan jumlah cadangan karbon pohon tinggi. Familli fabaceae juga merupakan jenis tumbuhan yang memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, kelembaban, dan keadaan tanah serta kompetisi unsur hara sehingga sangat memungkinkan terjadi perkembangan yang baik serta memiliki diameter batang yang cukup besar (Nova et al. 2011). Biomassa memiliki hubungan dengan cadangan karbon, yaitu dengan mengukur jumlah cadangan karbon pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh pohon. Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka diperoleh nilai serapan CO2 terbesar dihasilkan dari hutan kota UI yaitu 634.40 ton/ha, kemudian diikuti oleh hutan kota Srengseng sebesar 88.15 ton/ha dan PT JIEP sebesar 86.76 ton/ha. Informasi ini menggambarkan bahwa hutan kota selain berfungsi sebagai konservasi keanekaragaman hayati, ternyata juga memiliki andil dan fungsi dalam mengurangi keberadan gas CO2 perkotaan. Pohon hutan kota berperan penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon CO2 yang paling efesien. Jumlah emisi CO2 yang semakin meningkat di DKI Jakarta saat sekarang ini harus diimbangi dengan jumlah penyerapannya sehingga dapat mengurangi efek rumah kaca atau pemanasan. Jenis pohon yang baik sebagai penyerap CO2 yang ditemukan pada hutan kota, antara lain yaitu Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth, Acacia mangium Willd, Paraserianthes falcataria L, Leucaena leucocephala L, Bauhinia purpurea L, Delonix regia Boj. Ex Hook, Pterocarpus indicus Willd, Erythrina crista-galli L, Abrus precatorius L, Swietenia macrophylla King, Gmelina arborea Roxb, Pithecellobium dulce Roxb, Mimusops elengi L, Schima wallichii Dc. Korth, Lagerstroemia speciosa Auct, Artocarpus heterophyllus L dan Pometia pinnata J.R. & J.G. Forster.
22