1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan yang sangat luas. Sebagai negara maritim luas wilayah laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautannya memiliki luas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km2 dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 (Nontji 1987). Selain itu, terdapat 17 840 pulau di Indonesia dengan garis pantai yang dimiliki sepanjang 95 181 km (Nontji 1987). Secara geografis letak Indonesia juga strategis yang terletak diantara dua benua dan dua samudera yang menjadikannya sebagai tempat alur pelayaran bagi sekitar 70% angkutan barang dari Eropa, Timur Tengah dan dari Asia Selatan ke Wilayah Pasifik dan sebaliknya harus melalui perairan Indonesia (Karina Eka 2014). Melihat karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang sangat strategis maka Indonesia berada di persilangan rute perdagangan dunia, sehingga peran pelabuhan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mobilitas sosial dan perdagangan di wilayah ini sangat besar. Pelabuhan merupakan salah satu mata rantai dalam jaringan transportasi. Secara umum pelabuhan diartikan sebagai wilayah yang terdiri dari daratan dan perairan, dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai daerah tempat berlabuh dan aktivitas bongkar muat serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi (Pelindo 2000). Pelabuhan dalam melakukan aktivitasnya dilengkapi dengan fasilitas pelayanan jasa kepelabuhanan, keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan. Pelabuhan menjadi sorotan pengembangan utama dalam kaitannya dengan perdagangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dan menjadi faktor penting bagi pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian negara karena berfungsi sebagai pintu gerbang utama keluar masuknya barang atau kargo antar negara dan juga antar provinsi. Menurut Statistik Perhubungan (2012) jumlah pelabuhan di Indonesia cukup banyak ada sekitar 111 pelabuhan komersial dan 614 pelabuhan non komersial, dan yang merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk adalah Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta merupakan pelabuhan utama nasional dan internasional yang menjadi pintu gerbang konektivitas ekonomi nasional dan internasional yang berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Selain itu Pelabuhan Tanjung Priok juga memiliki letak kawasan yang strategis dan berfungsi sebagai penyangga kawasan hinterland bagian barat Pulau Jawa, yang merupakan kawasan dengan aktivitas perdagangan dan industri, menjadikan Pelabuhan Tanjung priok sebagai pelabuhan utama di Pulau Jawa dan salah satu pelabuhan yang masuk ke dalam wilayah Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II). Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pintu gerbang utama ekspor impor dengan perincian ekspor impor menurut badan pusat statistik tahun 2011 nilai ekspor sebesar 12 184,30 ribu ton dan nilai impor sebesar 128 221,60 ribu ton , dengan total volume angkutan barang 60 % dari dan ke Indonesia (Sustaining Partnership 2011). Trafik barang yang dibongkar maupun di muat di Pelabuhan Tanjung Priok
2
semakin meningkat setiap tahunnya. Merujuk kepada Study on Jakarta International Gateway Port Development Project in The Republic Indonesia (Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri 2011), arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,3 % per tahun selama lima tahun terakhir mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2010, peti kemas yang ditangani sebanyak 4,8 juta TEUs, naik menjadi 5,8 juta TEUs di tahun 2011 dan pada tahun 2012 mencapai sebanyak 6,4 juta TEUs peti kemas yang berhasil ditangani. Tingginya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok berpotensi besar bagi Pelabuhan Tanjung Priok untuk dapat bersaing dengan pelabuhan lainnya tak hanya di kawasan regional, tetapi juga internasional. Pelabuhan Tanjung Priok juga memiliki posisi yang begitu penting dalam sistem transportasi dan logistik nasional sehingga menuntut Pelabuhan Tanjung Priok secara berkesinambungan harus mampu memfasilitasi aktifitas perekonomian dan perdagangan Indonesia, dan pada akhirnya diharapkan Pelabuhan Tanjung Priok dapat mendorong sektor perdagangan dan industri nasional guna menghadapi perdagangan bebas internasional. Kaitannya dengan perdagangan bebas internasional Pelabuhan Tanjung Priok menjadi sorotan pengembangan utama, karena sebagai pintu gerbang keluar masuknya barang atau kargo antar negara seperti antar negara Asean, Eropa yakni antara lain Inggris, Belanda dan Italia, Timur Tengah yaitu seperti Arab Saudi, Asia Selatan seperti India dan Pakistan serta ke wilayah Amerika dan Australia dan juga antar provinsi. Hal ini juga didukung oleh posisi Pelabuhan Tanjung Priok yang strategis yang berada di Jakarta ibukota negara yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan bisnis dalam perdagangan internasional. Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI 20112025), mengamanahkan untuk mengembangkan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utama internasional yang menjadi pintu gerbang konektivitas ekonomi nasional dan internasional. Selain itu Peraturan Presiden No 36 Tahun 2012 menugaskan kepada Pelindo II untuk membangun dan mengoperasikan Terminal Kalibaru Pelabuhan Tanjung Priok. Terminal Kalibaru ini dirancang memiliki panjang dermaga 4 000 m dan mampu menampung peti kemas (container) hingga 4,5 juta TEUs. Pengembangan Terminal Kalibaru yang bisa mengakomodir arus peti kemas sebesar 1,9 juta TEUs dalam pembangunan tahap pertamanya akan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. Lahan Pelabuhan Tanjung Priok saat ini tercatat seluas 604 ha dan akan dikembangkan hingga menjadi 1 532,4 ha sementara areal perairannya diperluas dari 424 ha menjadi 19 848,4 ha dan untuk rencana kedalaman kolam perairannya yang pada saat ini berkisar 12-14 m akan ditambah kedalamannya menjadi 20 m (Kementerian Perhubungan 2013). Dengan demikian, Pelabuhan Tanjung Priok sangat potensial dikunjungi mother vessel sehingga diharapkan dapat berperan sebagai international hub port. Hub port menurut Kramadibrata (2002) adalah pelabuhan pengumpul atau pelabuhan utama, sedangkan international hub port atau pelabuhan internasional yang berfungsi sebagai pengumpul, artinya adalah barang atau muatan yang akan diangkut dengan kapal-kapal jalur pelayaran luar negeri dikumpulkan di satu pelabuhan Indonesia hal ini dilakukan untuk efisiensi biaya operasional dan memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pengguna jasanya yakni aman, cepat
3
dan murah. International hub port (IHB) dirasakan sangat penting untuk berada di Indonesia, karena untuk pengembangan ekonomi dan industri tanah air, selain itu juga letak geografis Indonesia yang berada pada jalur perdagangan internasional. Sebanyak 70 % perdagangan dunia melaui laut dan 70% melewati perairan Indonesia yaitu alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) (Paonganan 2014). Apabila Indonesia memiliki pelabuhan utama yang digunakan untuk melakukan perdagangan internasional, maka Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada pelabuhan yang ada di negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia dalam hal trans-shipment dan untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Apabila hal itu dilakukan maka penghematan devisa negara yang cukup besar bisa dilakukan. Sejak tahun 2009 sampai tahun 2012 ada sekitar 4,5 juta TEUs per tahun peti kemas Indonesia yang melakukan bongkar muat di Pelabuhan Singapura atau Malaysia, maka devisa negara yang bisa dihemat sekitar minimal Rp. 3,24 triliun sampai 3,64 triliun per tahun (tarif CHC US$ 90/TEUs) sungguh angka yang besar (Indonesia Maritime Institute 2013). Selain itu bila Indonesia memiliki international hub port akan dapat menurunkan biaya transportasi (freight) pihak Indonesia sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan perdagangan dan investasi yang masuk ke Indonesia serta bisa menimbulkan turunnya harga barang. Hal ini tentu saja dapat menguntungkan masyarakat banyak. Namun, untuk membangun international hub port di Indonesia tidaklah mudah. Berbagai macam kendala internal dan hambatan eksternal ditemui dalam memaksimalkan penggunaan pelabuhan dengan harapan dapat lebih efektif dan efisien. Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan yang terbesar dan tersibuk di Indonesia, disatu sisi diharapkan dapat menjadi international hub port memiliki kendala untuk dapat menjadi international hub port, disisi lain Pelabuhan Tanjung Priok dituntut harus mampu dan siap untuk menghadapi kendala-kendala yang ada. Adapun kendala-kendala tersebut antara lain ketertinggalan dalam hal infrastruktur dan suprastruktur juga kinerja operasional pelabuhan masih jauh jika dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura. Pelabuhan Tanjung Priok dalam hal ini kurang diminati oleh main line operator (operator utama) dari operator kapalkapal yang berukuran besar (mother vessel) untuk aktifitas bongkar muat dan transhipment. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas dan pelayanan Pelabuhan Tanjung Priok yang mendukung terhadap kapal-kapal peti kemas yang besar untuk bersandar. Ketertinggalan infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok seperti alur pelayaran dan kolam pelabuhan saat ini masih dangkal sekitar 12 m sampai 14 m dan diperlukan pengerukan agar kapal dapat masuk di pelabuhan, dengan kedalaman tersebut mengakibatkan kapal-kapal yang berukuran mother vessel yang mampu menampung minimal 17 000 peti kemas tidak dapat memasuki wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, ketertinggalan dalam hal suprastruktur terkait dengan lapangan penumpukan peti kemas untuk menumpuk barang-barang masih kurang luas sedangkan kapal diharapkan tidak sandar terlalu lama, agar kegiatan waktu kunjungan berjalan secara efektif dan efisien. Begitu juga hambatan dengan transportasi jalan yang menghubungkan antara pelabuhan dengan daerah hinterland yang mengalami kemacetan sehingga menghambat lalu lintas barang masuk dan keluar pelabuhan sehingga perlu dibangun akses tol pelabuhan dan penggunaan rel kereta api sebagai salah satu solusi menghindari kemacetan dan efisiensi transportasi keduanya, untuk dapat meningkatkan daya saing sebagai pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor dan impor. Dengan
4
demikian sarana dan prasarana yang ada masih kurang dan belum mendukung operasional pelabuhan. Kinerja operasional pelabuhan adalah tingkat keberhasilan pelayanan, penggunaan fasilitas maupun peralatan pelabuhan pada suatu periode waktu tertentu, yang dinyatakan dalam ukuran satuan waktu, satuan berat, ratio perbandingan (prosentase) atau satuan lainnya (Pelindo 2000). Suatu hal yang mendasar bahwa mutu kinerja operasional pelabuhan sangat tergantung pada sistem pengoperasian dalam pelabuhan itu sendiri. Dalam hal ini sumber daya manusia (SDM) pelabuhan yang terdiri dari beberapa instansi terkait yang saling bekerjasama dalam pengoperasian pelabuhan sebagai unit bisnis. Kinerja operasional Pelabuhan Tanjung Priok yang dicapai dalam memberikan pelayanan kapal dalam periode waktu satuan tertentu masih belum optimal bila dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura. Salah satu faktor misalnya yang terdapat dalam port performance indicators (PPI) yaitu turn around time (TRT) kapal masih cukup tinggi di Pelabuhan Tanjung Priok yaitu sekitar 41 dan 42 jam, dimana waktu kapal berada di pelabuhan sangat lama baik saat bekerja maupun tidak bekerja di dermaga bila dibandingkan dengan turn around time Pelabuhan Singapura yang hanya berkisar 24 sampai dengan 26 jam. Adanya tuntutan layanan yang semakin cepat dan adanya karakteristik layanan jasa, sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi terutama pada layanan alat serta pelayanan administrasi dengan sistem komputerisasi. Maka diperlukan tenaga yang handal dan siap pakai sesuai spesifikasi alat tersebut. Dengan adanya kemajuan tersebut dengan sendirinya menuntut terpenuhinya kebutuhan tersebut. Kurang seimbangnya antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pengembangan sumber daya manusia yang ada, dapat mengakibatkan timbulnya standar kinerja operasional pelabuhan yang tidak efektif. Sehingga hal ini berpengaruh pada sistem informasi manajemen yang masih kurang berperan dalam menunjang waktu kunjungan kapal, dikarenakan sumber daya manusianya belum memahami dan menguasai sistem informasi manajemen, sedangkan hasil kerja dari tiap-tiap pelayanan harus dicapai optimal oleh penyelenggara pelabuhan dalam pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhanan, termasuk dalam penyediaan fasilitas dan peralatan pelabuhan. Pada pelabuhan, standar maksimal yang ditetapkan dalam penggunaan dermaga yang efektif adalah 80% dari panjangnya dermaga (Pelindo II 2000). Secara umum banyak penyebab rendahnya persentase waktu kunjungan kapal di suatu dermaga, diantaranya disebabkan oleh rendahnya kecepatan bongkar muat dan pelayanan penanganan kapal. Oleh sebab itu dibutuhkan kesiapan alat yang berstandar internasional untuk menangani bongkar muat general cargo dan peti kemas, penempatan tenaga bongkar muat yang tepat disertai disiplin yang tinggi, mekanisme kerja tersusun dengan baik, utilisasi alat yang maksimal dan juga dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan dan cara kerja yang efektif dalam prosedur penanganan kapal beserta muatan yang ada di dalamnya. Kelancaran kegiatan bongkar muat sangat tergantung kepada kedatangan kapal, kesesuaian tenaga kerja dengan muatan barang yang dibongkar atau dimuat, serta peralatan yang tersedia dan siap pakai untuk bongkar muat. Seandainya salah satu faktor misalnya peralatan rusak atau tidak mencukupi, mengakibatkan proses bongkar muat menjadi terhambat, dengan kata lain akan terjadi antrian diantara kapal-kapal yang telah atau akan bersandar di dermaga. Terjadinya antrian dan banyaknya jumlah dan lama kapal menunggu untuk
5
bongkar muat akan menyebabkan biaya operasional kapal bertambah, pemborosan waktu dan tenaga, serta ketidaklancarannya pelayaran, karena setiap kapal yang telah dibongkar, kemudian dimuat akan terus berlayar ke tempat lain. Jika proses bongkar muat tidak lancar maka akan menggangu jadwal keberangkatan kapal. Akibat dari kunjungan kapal yang lama akan mengurangi kepuasan pelanggan dalam hal ini pengguna jasa pelabuhan untuk kembali melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan tersebut dan pengguna jasa pelabuhan tersebut akan lebih memilih pelabuhan lain yang dapat melakukan kegiatan bongkar muat barang yang lebih cepat dan efisien. Perkembangan kapasitas dan ukuran kapal peti kemas serta arus lalu lintas pelayaran membuat tingkat aksesibilitas suatu pelabuhan menjadi hal yang sangat penting. Akses kelautan yang mudah (nautical access), tingkat kedalaman perairan dan kualitas sistem kendali pelayaran (vessel traffic guidance system) menjadi suatu keharusan bagi suatu pelabuhan yang bersifat international hub port yang ingin disinggahi, di samping peningkatan infrastruktur, kualitas pelayanan juga mempengaruhi daya saing pelabuhan. Dengan tingkat persaingan yang tinggi diantara pelabuhan-pelabuhan se-kawasan regional, maka tanpa pelayanan jasa kepelabuhanan yang modern, cepat dan efisien, kapal-kapal besar dari berbagai negara akan lebih memilih untuk bongkar muat di pelabuhan negara yang dapat memberikan pelayanan pelabuhan yang lebih baik. Salah satu pelabuhan terbaik yang dimiliki oleh dunia dan berada di kawasan Asia Tenggara dan paling dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok adalah Pelabuhan Singapura yang dikelola Port of Singapore Authority (PSA). Pelabuhan Singapura merupakan pelabuhan laut yang menangani peti kemas paling besar dan paling sibuk di kawasan Asia Tenggara khususnya dan dunia pada umumnya. Pelabuhan Singapura telah menunjukkan prestasi dan performansi yang sangat baik, terutama dalam menangani peti kemas sebagai trans-shipment traffic telah mengelola dan memberikan pelayanan berorientasi pada kepentingan kapal dan pemilik barang di pelabuhan dan berusaha untuk menciptakan tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Port of Singapore Authority menjadikan Pelabuhan Singapura sebagai pelabuhan yang paling baik di kawasan Asia Tenggara dan menempati rangking kedua di dunia dengan volume arus peti kemas mencapai 31,65 juta TEUs pada tahun 2012, sedangkan Pelabuhan Tanjung Priok baru mencapai peringkat ke-22 dunia dengan arus peti kemas mencapai 6,4 juta TEUs pada tahun 2012 (world shipping council 2012). Pelabuhan Singapura juga merupakan pelabuhan yang terhubung dengan sebanyak 750 pelabuhan di seluruh dunia, lebih dari 100 negara, yang berhubungan dengan Pelabuhan Singapura dan melayani tidak kurang dari 800 shipping lines (PSA 2013). Dengan demikian Singapura merupakan salah satu negara yang telah berhasil mengoptimalkan posisi strategis negaranya menjadi perlintasan perdagangan dunia (crossroads of world trade) sehingga menjadikan Port of Singapore Authority (PSA) salah satu pelabuhan yang berskala international hub port paling sibuk di dunia. Pada gambaran-gambaran dan kondisi-kondisi yang telah dikemukakan di atas kiranya yang mendasari perlu adanya penelitian mengenai perencanaan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai international hub port dengan melakukan kajian studi banding dengan Pelabuhan Singapura yang memiliki pelabuhan terbaik di dunia pada saat ini dan keberadaannya berdekatan dengan Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif yang dibutuhkan pada saat ini untuk
6
permasalahan yang dihadapi oleh Pelabuhan Tanjung Priok yang khususnya berkaitan dengan terminal peti kemas, infrastruktur, suprastruktur, sumber daya manusia pelabuhan serta operational indicator kinerja pelayanan kapal.
Perumusan Masalah
(1) (2)
(3)
Perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Masalah kondisi infrastruktur, suprastruktur Pelabuhan Tanjung Priok dan faktor sumber daya manusia yang belum optimal. Belum diketahuinya secara lebih rinci nilai perbandingan antara port performance indicators (PPI) Pelabuhan Tanjung Priok dengan Pelabuhan Singapura. Perlu diketahuinya faktor lingkungan internal berupa kekuatan dan kelemahan, dan faktor lingkungan eksternal berupa peluang dan ancaman untuk menentukan strategi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai international hub port. Tujuan Penelitian
(1)
(2)
(3)
Mendapatkan permasalahan-permasalahan utama Pelabuhan Tanjung Priok terkait kondisi infrastruktur, suprastruktur dan sumber daya manusia sehubungan dengan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok. Mendapatkan hasil perbandingan kinerja operasional yang merupakan bagian dari port performance indicators (PPI) antara Pelabuhan Tanjung Priok dengan Pelabuhan Singapura agar dapat mengetahui kemungkinan kesiapan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai international hub port. Menentukan strategi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi international hub port. Manfaat Penelitian
(1)
(2)
(3)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : Memberikan saran dan masukan yang berarti kepada pemerintah dan pengelola Pelabuhan Tanjung Priok sebagai bahan pertimbangan terkait pentingnya untuk menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai international hub port. Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan bidang transportasi laut dan kepelabuhanan. Sebagai dasar untuk penelitian lanjutan terkait transportasi laut dan kepelabuhanan. Kerangka Penelitian
Indonesia perlu memiliki suatu pelabuhan yang berskala international hub port karena Indonesia memiliki wilayah geografis yang strategis yang berada pada jalur perdagangan internasional. Selain itu, juga memiliki pelabuhan yang terletak
7
di daerah ibukota negara yang memiliki wilayah hinterlandnya luas, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan yang terbesar dan tersibuk yang dimiliki oleh Indonesia pada saat ini dengan volume ekspor impor angkutan barang 60% dari dan ke Indonesia sehingga membuat Pelabuhan Tanjung Priok sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Pemerintah juga memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga diharapkan Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi pelabuhan yang berskala international hub port. Namun demikian, hasil survei lapang menunjukkan bahwa kondisi Pelabuhan Tanjung Priok masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura baik itu dalam hal infrastruktur, suprastruktur dan kinerja operasional pelayanan yaitu sumber daya manusianya yang belum optimal. Kondisi infrastruktur seperti kedalaman kolam yang masih dangkal berkisar 12-14 m, lalu kondisi suprastruktur yang perlu ditingkatkan seperti perluasan lapangan penumpukan dan akses jalan tol yang menuju ke dan dari pelabuhan perlu ditingkatkan pembangunannya guna menghindari kemacetan yang ada. Kelemahan lainnya, kinerja operasional Pelabuhan Tanjung Priok dalam hal ini sumber daya manusia belum optimal seperti masih tingginya turn around time yang dimiliki Pelabuhan Tanjung Priok bila dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai international hub port dan merumuskan ciri-ciri atau karakteristik dari international hub port tersebut sehingga selanjutnya dapat dilakukan analisa mengenai strategi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi international hub port salah satunya dengan melakukan perbandingan port performance indicators Pelabuhan Tanjung Priok dengan Pelabuhan Singapura dan membandingkan ciri-ciri atau karakteristik international hub port dengan karakteristik kondisi Pelabuhan Tanjung Priok agar dapat mengetahui kemungkinan kesiapan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi international hub port. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.1. Penelitian ini dibatasi pada terminal peti kemas yang berada pada Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura. Penelitian ini merumuskan ciri-ciri atau karakteristik dari suatu international hub port yang ada pada pelabuhan internasional yang berskala international hub port salah satunya adalah Pelabuhan Singapura. Selain itu aspek-aspek yang diteliti juga meliputi kondisi infrastruktur, suprastruktur dan kinerja operasional Pelabuhan Tanjung Priok yang dianalisis dengan cara kualitatif, namun untuk perbandingan nilai port performance indicator yaitu operational indicator data yang diperoleh dianalisis dengan cara kuantitatif. Selanjutnya untuk dapat mengetahui strategi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi international hub port dilakukan analisa dengan menggunakan analisis SWOT.
8
Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utama yang terbesar dan tersibuk di Indonesia dan berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan nasional
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Letak geografis Indonesia yang strategis yang berada pada jalur pelayaran internasional Kegiatan bongkar muat yang terus meningkat di Pelabuhan Tanjung Priok setiap tahunnya Komitmen pemerintah untuk pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Kondisi infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok yang masih mengalami ketertinggalan Kondisi suprastruktur Pelabuhan Tanjung Priok yang masih kurang dan perlu ditingkatkan Port Performance indicators Pelabuhan Tanjung Priok yang masih cukup tinggi Kualitas pelayanan SDM terhadap kinerja operasional belum optimal
Perlu Pelabuhan Tanjung Priok dikembangkan sebagai international hub port (IHB)
------------------------------------------------------------------------------------------INPUT 1. 2. 3. 4.
Merumuskan ciri-ciri atau karakteristik IHB studi banding dengan Pelabuhan Singapura Membandingkan ciri-ciri atau karakteristik IHB secara head to head dengan Pelabuhan Tanjung Priok Menganalisa kondisi infrastruktur, suprastruktur , dan kinerja operasional Pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan analisis kualitatif Penentuan strategi pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai IHB dengan menggunakan analisis kualitatif
----------------------------------------------------------------------------------------PROSES Pelabuhan Tanjung Priok sebagai international hub port
---------------------------------------------------------------------------------------OUTPUT Keterangan :
alur penelitian --------- batas alur penelitian
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian
9
Hasil Penelitian Terkait yang Telah Dilakukan Penelitian yang terkait dengan hub port pernah dilakukan sebelumnya oleh Goh et al pada tahun 2003 yang berjudul Southeast Asian Regional Port Development mengenai persyaratan untuk menjadikan pelabuhan sebagai hub port antara lain seperti lokasi pelabuhan yang terletak disepanjang rute perdagangan utama, pelabuhan harus memiliki kedalaman kolam yang dapat mengakomodasi kapal berukuran besar dan juga pelabuhan harus memiliki peralatan bongkar muat yang modern. Selanjutnya di tahun 2005 Lee dan Cullinane juga melakukan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas suatu hub port, penelitiannya berjudul World Shipping and Port Development yang menyebutkan bahwa hub port sangat dipengaruhi kualitasnya dengan hal keberadaan infrastruktur pelabuhan, layanan pelabuhan, aksesbilitas yang mudah serta memiliki wilayah operasional atau wilayah hinterland yang luas. Pada tahun 2009 penilaian mengenai sebuah hub port juga diteliti oleh Joyce et al yang berjudul Assessment of hub status among Asian ports from a network perspective yang mengusulkan bahwa hub port harus berbasis jaringan baru melalui suatu formulasi model konektivitas dan kerjasama. Model Penilaian hub port tersebut dinamakan Novel Network-Based Hub Port Assessment (NHPA). Model tersebut sangat berguna untuk operator pelabuhan dan para pengusaha pelayaran yang membuat keputusan untuk mengevaluasi berbagai karakteristik dari kualitas hub port yang ada, sehingga mereka dapat mengidentifikasi dan menentukan pilihan untuk memilih hub port mana yang akan dijadikan mitra kerjasama. Bagi operator pelabuhan hal ini menjadi dasar untuk terus dapat meningkatkan infrastruktur dan operasi kinerja pelayanan hub port agar dapat mencapai status hub port yang kompetitif dan berkelanjutan di persaingan industri maritim dan kepelabuhanan yang semakin ketat. Selanjutnya di tahun 2010 penelitian mengenai konsep suatu hub port juga dilakukan oleh Tatiana Backes Vier yang berjudul Hub Ports A Case of Study of Port of Singapore yang menyebutkan bahwa pembangunan hub port yang berskala international hub port seperti Pelabuhan Singapura terkait dengan faktor alam dan faktor strategis. Selanjutnya disebutkan bahwa faktor alam yaitu lokasi pelabuhan dan kedalaman daerah perairan, sedangkan faktor strategis berupa infrastruktur, tingkat pelayanan yang berorientasi pelanggan, biaya yang lebih murah untuk aktivitas bongkar muat dan konektivitas dengan pelabuhan tersebut. Penelitian mengenai hub port yang lain juga dilakukan oleh JICA (2011) adalah mengenai pembangunan jalan tol menuju pelabuhan di sekitar Jabodetabek termasuk Pelabuhan Tanjung Priok sendiri yang berjudul “Project of Master Plan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area in the Republic of Indonesia”. Penelitian lain sebelumnya juga adalah : 1). Port Development Strategy Study for Southern Sumatera and Western Java Region (World Bank Juli 1996 dalam Hutagalung 2002). 2). Studi Kelayakan Rencana Pembangunan Terminal Curah dan Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok (ITB Juni 2002 dalam Hutagalung 2002). Studi yang dilakukan world bank merekomendasikan pembangunan pelabuhan baru di wilayah Banten untuk mengakomodasikan kapasitas penanganan peti kemas yang sudah terbatas di Pelabuhan Tanjung Priok. Studi dari Institut Teknologi Bandung mengajukan suatu rencana pembangunan
10
berskala besar di Tanjung Priok, yang terdiri atas short term (2005), middle term (2010), dan long term (2020).