1
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch
yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk hidup. Pada perikanan trawl masalah ini muncul karena alat tangkap trawl tidak selektif dalam menangkap ikan dan bycatch umumnya berukuran kecil atau masih dalam tingkat pertumbuhan juvenil. Proses pengembalian bycatch ke laut telah menarik perhatian dunia (Saila, 1983; Andrew dan Pepperell, 1992; Alverson et al. 1994; Purbayanto et al. 2004, Kelleher, 2005). Beberapa dampak akibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, pengembalian bycatch, diantaranya (Saila, 1983; Gulland dan Rothschild, 1984; Erzini et al. 2002): (1) kerugian akibat hilangnya makanan potensial yang baik; (2) berdampak buruk terhadap lingkungan dasar perairan dan (3) mengurangi populasi ikan target dan ikan bukan target. Trawl demersal merupakan alat tangkap yang umum digunakan skala perikanan industri tetapi juga oleh nelayan-nelayan kecil. Jumlah bycatch yang discards ditaksir sekitar 332.186 ton/tahun (Purbayanto et al. 2004), umumnya adalah juvenil ikan karena mata jaring pada bagian kantong (codend) berukuran kecil (1 ¾ inci). Masalah pengurangan bycatch dan discards perlu ditangani untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan demersal, sebagaimana dicanangkan oleh FAO (1995) dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengurangan bycatch dan discards di atas dapat dilakukan dengan cara memperbaiki atau meningkatkan selektifitas trawl dasar (Brewer et al. 1998, Broadhurst dan Kennelly, 1996). Peningkatan selektifitas trawl udang telah banyak diterapkan dibeberapa negara, diantaranya dengan memodifikasi alat tangkap trawl : 1) mengganti bahan jaring bermata diamond dengan bahan jaring bermata square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memasang bycatch excluder device (BED) atau bycatch reduction device (BRD) yang dirancang dengan memperhatikan morfologi, morfometrik dan tingkah laku ikan untuk
2
meloloskan ikan yang bukan menjadi target atau tujuan penangkapan (Broadhurst, 2000). Penggunaan BED telah diterapkan setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 85 tahun 1982 dimana setiap trawl diharuskan menggunakan BED. Perikanan trawl demersal skala kecil belum diharuskan menggunaan BED, dikarenakan belum ada peraturan dari pemerintah. Jenis BRD yang digunakan untuk skala industri adalah Turtle Excluder Device (TED) super shooter, namun banyak mengalami kendala dalam pengoperasiannya karena mengurangi hasil tangkapan udang akibat dari adanya penyumbatan pada kisi. Bycatch reduction device yang digunakan dalam industri perikanan trawl demersal belum tentu dapat digunakan pada perikanan trawl demersal skala kecil. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan dalam menentukan BRD yang tepat untuk trawl demersal skala kecil seperti : daerah penangkapan ikan, musim penangkapan dan morfologi dari ikan-ikan yang akan diloloskan. Dengan adanya kendala pada penggunaan BRD jenis TED super shooter serta karakteristik bycatch trawl demersal skala kecil yang berbeda untuk setiap wilayah penangkapan. Penggunaan bycatch reduction device pada trawl demersal dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan yang umumnya berukuran kecil. Untuk itu maka kajian alternatif BRD yang sesuai untuk digunakan pada perikanan trawl demersal perlu dilakukan. Disertasi menyajikan hasil penelitian tentang evaluasi tiga jenis BRD melalui penerapan teknologi alat pemisah ikan yang tepat untuk perairan laut di Indonesia. Penelitian ini mencakup analisis uji coba BRD, yakni: TED super shooter, jendela empat persegi/square mesh window, dan mata ikan/fish eye dilakukan di perairan Arafura. Pengamatan proses pelolosan ikan dari ketiga jenis BRD dilakukan pada laboratorium dengan menggunakan flume tank. Pengamatan karakteristik morfologi komunitas ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch) diperoleh dari penelitian perikanan jaring arad (mini trawl) di perairan utara Jawa Barat. Hasil evaluasi dari dari ketiga tipe BRD yang dilakukan dilapangan dan di laboratorium selanjutnya dibahas untuk menentukan jenis BRD yang sesuai untuk trawl demersal di Indonesia.
3
1.2
Perumusan Masalah Tertangkapnya hewan hasil tangkapan sampingan (bycatch) serta
pembuangan hasil tangkapan sampingan (discards) oleh kapal-kapal trawl dasar telah menjadi perhatian di dunia. Di berbagai tempat di Indonesia, ikan hasil tangkapan sampingan dan discards tersebut umumnya didominasi oleh ikan berukuran kecil yang umumnya muda. Hal ini menyebabkan bukan hanya stok ikan sasaran (target species) akan mengalami ancaman overfishing, tetapi juga stok ikan-ikan lainnya berikut sejumlah jenis hewan laut yang dilindungi (dalam kategori endangered species). Ada berbagai alasan bycatch terpaksa dikembalikan ke laut (sebagai discards). Armada perikanan komersial biasanya memfokuskan diri pada satu atau beberapa target species, seperti terjadi pada armada perikanan trawl di Arafura (Evans dan Wahju, 1996; Purbayanto dan Riyanto, 2005). Alasan lain adalah
bycatch tidak bernilai ekonomi yang signifikan jika harus diangkut,
didaratkan dan dijual, misalnya karena ukurannya terlalu kecil, tidak ada yang akan membelinya, atau tergolong sebagai barang ilegal karena ada larangan menyimpan, mengangkut atau memperjual-belikan (Alverson et al. 1994; Pascoe, 1997). Selain itu ada juga alasan teknis, seperti terbatasnya ruang penyimpanan ikan karena sudah terisi penuh, baik oleh target species maupun bycatch yang bernilai ekonomi. Pengembalian bycatch ke laut termasuk upaya baik namun manfaat pengembalian jenis hasil tangkapan ini sangat ditentukan oleh kemampuan ikan untuk bertahan hidup (survival rate) segera setelah dibuang ke laut (Chopin dan Arimoto, 1995). Menurut Wassenberg dan Hill (1988) menyatakan bahwa dari 85% dari bycatch krustase yang dibuang ke laut dan hanya sekitar 20% yang dapat bertahan hidup. Rendahnya daya tahan hidup dari discards akan berdampak kepada menurunnya populasi spesies ikan yang menjadi bycatch dan berpotensi besar berdampak terhadap populasi hewan-hewan lain yang terdapat dalam jejaring makanan pada suatu ekosistem laut, mamalia, burung dan ikan lainnya (Hall, 1996; Harrington et al. 2005). Kerugian dari adanya discards yang tidak dapat bertahan hidup adalah ketidak-efisienan operasi penangkapan ikan akibat
4
jumlah tenaga kerja dan waktu yang terpaksa harus dikerahkan untuk menanganinya.
Bycatch dan discards menyebabkan waktu untuk memilih
(sorting) hasil tangkapan menjadi lebih lama. Perikanan trawl di Indonesia menghadapi masalah yang berkaitan dengan karakteristik sumberdaya ikan di kawasan tropika, yaitu keaneka-ragaman hayati yang tinggi, sehingga bycatch tidak dapat dihindarkan dalam setiap penarikan jaring (towing).
Masalah ini merupakan konsekuensi teknis akibat metode
penangkapan ikan yang bersifat menyaring (filtering) untuk mendapatkan udang sebagai sasaran utama. Di satu sisi, nelayan berharap untuk mendapatkan udang sebanyak-banyaknya sehingga codend dibuat dari bahan jaring bermata kecil. Di sisi lain, ikan-ikan yang tidak diinginkan terpaksa ikut tertangkap sehingga menjadi bycatch. Dilema ini merupakan tantangan bagi para ahli penangkapan ikan; salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki selektivitas trawl. Sementara penggunaan trawl telah dilarang dipakai untuk menangkap ikan secara komersial di beberapa tempat (Keppres Nomor 39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl dan Keppres Nomor 85/1982 tentang Penggunaan pukat udang), banyak nelayan di tanah air tetap berupaya menangkap udang karena harganya jauh lebih baik dari ikan-ikan biasa pada umumnya.
Pada
perikanan trawl industri yang beroperasi di perairan Kei, Tanimbar, Aru, Papua dan Laut Arafura dengan batas koordinat 130o BT ke arah timur diwajibkan menggunakan alat pemisah ikan.
Alat pemisah ikan ini sama dengan turtle
excluder device (TED) atau bycatch excluder device (BED) yang dipasang di depan codend. Alat pemisah ikan ini bertujuan untuk meloloskan penyu dan hewan berukuran besar lainnya yang bukan tujuan penangkapan (Sumiono dan Sadhotomo, 1985). mengalami
kendala
Namun hingga kini, penggunaan alat pemisah ikan ini teknis
sehingga
banyak
nelayan
enggan
untuk
menggunakannya (Evans dan Wahju, 1996). Terlepas dari adanya pelarangan penggunaannya, di tempat-tempat lain di Indonesia berkembang perikanan trawl yang dilakukan oleh usaha perikanan skala kecil. Perikanan trawl ini memang memiliki sasaran baik udang maupun ikan,
5
Perikanan trawl ini tercatat sebagai kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap yang dinamai berbagai sebutan. Di antaranya adalah jaring arad yang sebenarnya adalah trawl mini. Salah satu tempat yang merupakan tempat beroperasinya armada jaring arad adalah perairan
pantai utara Jawa Barat.
Armada perikanan skala kecil ini berpangkalan di sepanjang pesisir seperti Blanakan, Eretan dan Gebang. Sampai saat ini penelitian tentang
pengembangan bycatch reduction
device (BRD) untuk trawl demersal skala kecil untuk meningkatkan selektivitas masih sangat sedikit (Hufiadi et al. 2008). Beberapa penelitian tentang BRD yang telah dilakukan di Indonesia masih terfokus untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan yang dihasilkan oleh perikanan trawl berskala industri (Monintja, 1980, Nasution et al. 1983; Sumiono dan Sadhotomo, 1986; Purnomo, 2004). Salah satu penelitian tentang bycatch reduction device tipe super shooter pada trawl untuk perikanan industri telah dilakukan dengan hasil berupa penurunan hasil tangkapan udang sebesar 13% sampai 59% (Mahiswara et al. 2004). Masalah tingginya jumlah bycatch ini harus diperhatikan dan ditangani dengan baik mengingat sumberdaya ikan harus tetap ada agar kekayaan alam ini memberikan manfaat yang optimum. Masalah ini tidak hanya terjadi pada perikanan industri (seperti di laut Arafura), tetapi juga pada perikanan skala kecil seperti yang terjadi di di sepanjang pesisir utara Jawa Barat. Untuk menangani masalah ini, evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD) pada perikanan demersal trawl sangat diperlukan dengan beberapa rumusan permasalahan dalam penelitian ini diantaranya : 1. Sumberdaya ikan bersifat multi species; 2. Jenis hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang efektif dikurangi oleh suatu BRD; 3. Proses pelolosan ikan di sekitar kantong (codend) trawl belum banyak diketahui; 4. Karakteristik sumberdaya ikan (bentuk dan ukuran) dari sumberdaya ikan dimana trawl tersebut dioperasikan;
6
5. Pemasangan bycatch reduction device adalah salah satu cara mengurangi bycatch trawl. Namun teknologi bycatch reduction device yang tepat untuk di Indonesia
belum
diketahui.
Pemili han
BRD
harus
memperhatikan
karakteristik sumberdaya ikan, waktu dan lokasi. Diagram alir rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah penelitian 1.3
Tujuan Umum Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis bycatch reduction device
untuk perikanan trawl demersal di Indonesia. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Menganalisis analisis keefektifan 3 jenis bycatch reduction device (BRD) dalam mengurangi bycatch;
7
2. Menganalisis proses pelolosan ikan bycatch dari 3 jenis bycatch reduction device (BRD); 3. Menganalisis karakteristik bycatch perikanan trawl skala kecil. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Dalam upaya mempertajam fokus penelitian agar sesuai dengan tujuan
penelitian, dalam studi ini dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian. Penelitian ini difokuskan hanya pada lingkup alat penangkapan ikan demersal yang dikategorikan sebagai trawl. Adapun spesifikasi trawl yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan erat dengan jenis trawl yang umum digunakan pada usaha perikanan berskala industri dan usaha perikanan yang biasa diselenggarakan oleh nelayan kecil. Berikut adalah penjelasan lain mengenai ruang lingkup penelitian ini: 1. Trawl adalah alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dirancang sedemikian rupa sehingga ketika dioperasikan dengan cara ditarik kapal akan berbentuk kerucut; alat tangkap ini terdiri dari dua buah sayap, sebuah badan dan sebuah kantong; 2. Perikanan trawl skala kecil adalah kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan kapal ikan yang ukurannya kurang dari 30 GT; 3. Perikanan trawl skala industri adalah kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan kapal ikan yang ukurannya lebih dari 30 GT hingga 150 GT; 4. Hasil tangkapan utama adalah hasil tangkapan yang menjadi tujuan atau sasaran penangkapan oleh nelayan; 5. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah hasil tangkapan yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan oleh nelayan; 6. Sumberdaya ikan demersal adalah berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya yang sebagian besar hidupnya menggunakan habitat dasar perairan; 7. Jenis desain bycatch reduction device (BRD) yang digunakan dalam penelitian ini adalah TED super shooter, square mesh window dan fish eye.
8
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Informasi lapangan terkini tentang komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan dari perikanan trawl yang diselenggarakan oleh kalangan industri dan masyarakat nelayan kecil. 2. Adanya suatu teknologi alternatif (bycatch reduction device, BRD) yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan untuk pengembangan perikanan trawl demersal yang bertujuan mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch). 3. Permasalahan baru untuk penelitian selanjutnya dalam perbaikan teknologi perikanan tangkap yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan trawl demersal dengan penggunaan tipe bycatch reduction device. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan perikanan tangkap khususnya perikanan trawl demersal yang berkelanjutan. 1.6
Hipotesis Penelitian Sesuai dengan ruang lingkupnya, beberapa permasalahan pengurangan
bycatch pada perikanan trawl berkaitan erat dengan karakteristik sumber daya ikan yang dapat dilihat dari ikan-ikan yang berhasil ditangkap. Karakteristik sumber daya ikan ini mengalami dinamika yang berkaitan dengan siklus hidup, habitat selama siklus hidup dan kondisi lingkungan laut yang sangat dipengaruhi oleh faktor musim.
Selain itu mengingat desain BRD akan menentukan
komposisi ukuran dan jenis ikan yang tertangkap, maka diduga kuat akan ada perbedaan hasil tangkapan di antara hasil tangkapan dari trawl yang dilengkapi dengan BRD yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menguji tiga hipotesis berikut: 1. Desain bycatch reduction device (BRD) memberikan pengaruh yang nyata terhadap morfologi hasil tangkapan sampingan (bycatch). 2. Ada perbedaan hasil tangkapan trawl pada bulan Juli (musim angin timur) dan Desember (musim angin barat);
9
3. Ada perbedaan hasil tangkapan trawl antara daerah penangkapan (fishing ground) yang berbeda, karena faktor kedekatan dengan daratan dan muara sungai dan kedalaman air. 1.7
Kerangka Penelitian Permasalahan hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan tantangan
besar dalam pengembangan dan keberlanjutan perikanan trawl.
Karakteristik
hasil tangkapan akan sangat menentukan proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan.
Karakteristik hasil tangkapan tersebut paling sedikit
ditentukan oleh 2 faktor penting, yaitu karakteristik komunitas ikan tempat trawl dioperasikan, dan desain alat trawl. Pengaruh faktor pertama dapat dijelaskan dengan mudah karena kegiatan penangkapan ikan pada prinsipnya mengambil sebagian atau seluruh ikan yang berada di dalam zone of action dari alat tangkap yang digunakan (Nikonorov, 1975). Oleh karena itu masalah bycatch sangat besar ketika trawl dioperasikan di perairan tropika (termasuk kawasan Indo-Pasifik) yang memiliki keaneka-ragaman tinggi dan ikan-ikan dengan berbagai tahap perkembangan dalam siklus hidupnya bercampur-baur (seperti biasa terjadi di perairan pantai yang dangkal) sementara nelayan mempunyai tujuan penangkapan ikan berupa satu atau beberapa jenis ikan saja, misalnya udang Penaeid. Sebaliknya, pada perairan yang memiliki keanekaragaman rendah dan didominasi oleh jenis ikan yang menjadi sasaran atau tujuan penangkapan ikan, masalah bycatch menjadi lebih ringan.
Di Indonesia, sumber daya ikan demersal
umumnya memiliki keanekaragaman yang tinggi, sementara sasaran favorit nelayan adalah udang Penaied karena harganya per satuan berat jauh lebih tinggi dari ikan-ikan pelagis dan demersal lainnya. Sementara itu, daerah operasi kapalkapal trawl yang bertujuan menangkap udang sebagai sasaran utama adalah perairan pantai yang kedalamannya kurang dari 30 meter, bahkan sejumlah kapal beroperasi sangat dekat dengan garis pantai. Oleh karena itu, persoalan bycatch yang dihadapi perikanan trawl (baik oleh kalangan industri maupun nelayan kecil) adalah tinggi. Secara umum penanganan masalah bycatch yang dihadapi oleh perikanan trawl akan mencakup pengkajian aspek teknologi, aspek musim dan aspek biologi.
10
Aspek teknologi bersifat statis karena sangat tergantung pada spesifikasi trawl dan BRD yang diterapkan sedangkan aspek musim dan biologi bersifat dinamis karena berkaitan dengan biota yang tumbuh berkembangan mengikuti siklus hidupnya tanpa selalu harus berada di lokasi yang sama. Kondisi lokasi ikan-ikan ini sangat ditentukan oleh keadaan cuaca atau pola musim sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi karakteristik komunitas ikan dan akhirnya karakteristik hasil tangkapan. Untuk itu maka penelitian ini dipandang perlu untuk dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Bagan alir kajian perikanan trawl demersal evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD) untuk perikanan trawl demersal skala industri dan skala kecil dapat dilihat pada Gambar 2. Pengembangan
teknologi
perikanan
tersebut
dimulai
dengan
mengidentifikasi hasil tangkapan sampingan (bycatch) perikanan trawl di Indonesia. Termasuk jenis teknologi demersal trawl usaha perikanan berskala kecil yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat nelayan kecil. Selanjutnya adalah menganalisis komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan berdasarkan taksonomi dan morfologi untuk setiap unit perikanan demersal trawl. Berdasarkan informasi morfologi komposisi hasil tangkapan sampingan (bycatch) selanjutnya menentukan jenis BRD yang sesuai untuk meloloskan ikan-ikan bycatch. Tiga jenis BRD yang sesuai berdasarkan morfologi bycatch adalah TED super shooter, square mesh window dan fish eye. Untuk TED super shooter merupakan BRD yang sampai saat ini digunakan pada perikanan trawl demersal skala industri. Square mesh window dan fish eye adalah jenis BRD yang belum pernah digunakan di Indonesia tetapi telah digunakan di negara lain seperti Australia dan Amerika. Sebagai upaya mencari teknologi trawl demersal skala industri yang ramah lingkungan, penelitian ini akan mengevaluasi kinerja teknologi bycatch reduction device dalam kondisi perikanan pukat udang di lapangan sebagai bagian dari uji coba. Uji coba dari tiga tipe bycatch reduction device (BRD) dilakukan dengan menganalisis keefektifan ketiga jenis BRD dengan cara membandingkan komposisi hasil tangkapan, berat hasil tangkapan sampingan serta proporsi
11
pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi dari perikanan trawl skala industri. Proses pelolosan ikan dari ketiga jenis bycatch reduction device diamati dengan melakukan pengamatan pada skala laboratorium dengan menggunakan flume tank. Uji skala laboratorium proses pelolosan ikan dari ketiga jenis BRD ditujukan untuk mengestimasi kinerja dari BRD dalam mereduksi setiap kategori bycatch. Tahap selanjutnya dengan melakukan indentifikasi hasil tangkapan sampingan dari trawl demersal skala kecil pada dua lokasi dan musim yang berbeda berdasarkan morfologi. Pendugaan besarnya tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dalam penelitian ini meliputi data morfologi dari setiap jenis ikan dominan menjadi data masukan dalam menentukan jenis BRD yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan trawl demersal skala kecil. Hasil pengukuran kinerja ketiga jenis bycatch reduction device dalam mereduksi hasil tangkapan sampingan untuk skala lapangan, skala laboratorium serta karakteristik bycatch perikanan trawl demersal skala kecil menjadi pertimbangan dalam menentukan BRD yang sesuai untuk trawl demersal di Indonesia. Dalam mewujudkan trawl demersal yang ramah lingkungan baik skala industri maupun skala kecil di wilayah penelitian didasarkan pada FAO (1995) diacu dalam Monintja (2001) menyebutkan proses penangkapan yang ramah lingkungan meliputi : 1) selektivitas tinggi; 2) hasil tangkapan yang terbuang minim; 3) tidak membahayakan keanekaragaman hayati; 4) tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; 5) tidak membahayakan habitat; 6) tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target; 7) tidak membahayakan keselamatan nelayan; dan 8) memenuhi ketentuan yang berlaku.
12
Gambar 2 Bagan alir kajian perikanan trawl demersal: evaluasi tiga jenis bycatch reduction device evice (BRD).