1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang untuk peningkatan produksi melalui ekstensifikasi dan intensifikasi tambak cukup besar, sehingga laju perubahan fungsi lahan ini akan menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan pesisir. Menurut Supriharyono (2002) ada beberapa daerah yang sudah menunjukkan gejala eksploitasi yang berlebihan (over exploited) seperti wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung, sedangkan di sebagian daerah masih dibawah potensi yang ada. Pada awal perkembangannya budidaya di tambak memberikan keuntungan yang sangat besar, karena produksi dan produktivitas lahan yang tinggi serta udang sebagai komoditas ekspor (harga dalam dolar). Sehingga bisnis ini banyak menarik minat para pembudidaya dan pengusaha kecil maupun besar. Berbagai tingkat teknologi budidaya telah diterapkan dari teknologi tradisional sampai super intensif.
Contoh kasus di Teluk Thailand selama periode tahun 1975
sampai 1993 lahan mangrove di wilayah ini telah dikembangkan sebagai lahan budidaya tambak yang kemudian menyebabkan kehilangan mangrove sampai 85%. Fenomena tersebut berkaitan dengan pertumbuhan kegiatan tambak udang yang tidak terkontrol sehingga pembangunan tambak menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan penyebaran pencemaran perairan yang sangat cepat dan berakibat kegiatan pertambakan di daerah ini tidak bisa berproduksi lagi pada tahun 1980-an (Huitric et al. 2002). Pada perkembangan selanjutnya berbagai permasalahan telah muncul dalam budidaya udang di tambak diantaranya penurunan kualitas lingkungan. Hal ini telah menyebabkan turunnya produktivitas lahan bahkan ada sebagian besar diantaranya sudah tidak berproduksi lagi. Fenomena ini merupakan konsekuensi dari pengembangan kegiatan pertambakan yang hanya berorientasi pada keuntungan, tidak berwawasan lingkungan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah ekologis.
Pada umumnya, menurut Huitric et al. (2002),
2 eksploitasi tradisional.
sumberdaya
mangrove
tidak
intensif
dalam
perekonomian
Namun karena meningkatnya intergrasi pasar dan modernisasi
perekonomian tradisional pada dekade terakhir mendorong terjadinya peningkatan teknologi budidaya tambak menjadi semi intensif dan intensif yang menyebabkan eksploitasi mangrove lebih intensif dan bahkan menyebabkan habisnya mangrove. Wilayah pesisir Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan merupakan kawasan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Wilayah ini menjadi andalan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Tanah Bumbu, dibalik potensi yang besar ini terjadi kecenderungan penurunan produksi, hal ini dapat dilihat dari Laporan Statistik Perikanan tahun 2007, produksi perikanan tambak tahun 2004 sebesar 670,6 ton, tahun 2005 menurun menjadi sebesar 390,9 ton dan pada tahun 2006 menjadi sebesar 370,4 ton. Kondisi mangrove yang berfungsi sebagai sabuk hijau dikenal sebagai mangrove green belt (MGB) juga dapat difungsikan sebagai penyaring (filter) dan penyerap limbah, di Kabupaten Tanah Bumbu mangrove juga mengalami degradasi akibat pembangunan tambak, hal ini diindikasikan oleh tingkat kerusakan mangrove. Hasil inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS Barito Kalimantan Selatan tahun 2006, di Kabupaten Tanah Bumbu terdapat hutan mangrove yang tidak mengalami kerusakan seluas kurang lebih 215 ha (1%), dengan kondisi rusak seluas kurang lebih 9.593 ha (66%) dan kondisi rusak berat seluas kurang lebih 4.697 ha (32%). Berdasarkan permasalahan lingkungan pesisir yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu ini maka diperlukan suatu strategi pengelolaan di wilayah pesisir sehingga dapat tercapai pengembangan tambak berkelanjutan, melalui pengelolaan secara terintegrasi dengan pendekatan sistem, menghubungkan informasi ekologi guna efesiensi dan efektifitas ekonomi manajemen kawasan pesisir, dengan mengidentifikasi dan menilai barang dan jasa
yang diproduksi oleh sistem,
dibawah rejim manajemen yang berbeda antara ekosistem mangrove dan budidaya perikanan. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang ada. Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh Model Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Budidaya Perikanan Berwawasan Lingkungan, Studi Kasus
3 Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Agar dapat menjadi acuan dalam pengelolaan kawasan pesisir lestari melalui pengembangan usaha pertambakan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. 1.2 Perumusan Masalah Wilayah pesisir Kabupaten Tanah Bumbu yang telah dipilih sebagai studi kasus dalam penelitian ini, saat ini oleh sebagian masyarakatnya dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tambak. Lahan tambak yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu ini berdasarkan DKP Tanah Bumbu (2005) memiliki luas 2.490,50 ha. Pada awalnya kegiatan budidaya tambak tersebut cukup baik untuk memperbaiki kehidupan masyarakat lokal, namun saat ini produktivitas tambak tersebut rendah dan hasil produksinya menurun dan kondisi hutan mangrovenya sudah banyak berkurang atau boleh dikatakan rusak. Permasalahan yang ada dapat
diuraikan
sebagai berikut: Pertama,
pengelolaan budidaya perikanan tambak dibangun di daerah intertidal (biasanya tempat tumbuh mangrove), padahal keberadaan hutan mangrove difungsikan sebagai sabuk hijau yang dikenal sebagai mangrove green belt (MGB) yang juga dapat berfungsi sebagai penyaring (filter) air yang masuk ke tambak, dapat membersihkan limbah secara alamiah dan penahan banjir. Disamping itu ekstensifikasi dan intensifikasi pembangunan tambak tidak memperhitungkan kebutuhan kawasan konservasi mangrove dan tidak mengindahkan prinsip budidaya perikanan yang bertanggung jawab (responsible aquaculture) sehingga menyebabkan produktivitas dan produksi budidaya tambak menurun, Kedua, penurunan produksi perikanan tambak dapat disebabkan oleh kondisi daya dukung lingkungan, masukan aqua input dalam sistem budidaya menyebabkan pengkayaan nutrien diperairan penerima sebagai hasil buangan limbah yang bersifat kumulatif, berdampak pada perairan pesisir dan budidaya perikanan itu sendiri. Jumlah pakan yang tidak di konsumsi dan hasil ekskresi menurut Barg (1992), umumnya adalah Total Suspended Solid (TSS), BOD, COD dan kandungan N dan P yang secara potensial penyebaran dampak limbah organik yang kaya nutrien dapat mempengaruhi kualitas perairan pesisir. Seperti
4 peningkatan sedimentasi dan siltasi, hypoxia, hypernutrifikasi, perubahan produktivitas dan struktur komunitas bentik. Ketiga, permasalahan pengembangan pengelolaan pesisir melalui pengembangan budidaya perikanan yang tidak memperhatikan
lingkungan. Pada saat ini
pemanfaatan kawasan budidaya perikanan tambak tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan dan kebutuhan kawasan konservasi mangrove sehingga perlu dibuat model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan lingkungan dan diperlukan kebijakan yang sesuai agar tercipta budidaya perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. 1.3 Kerangka Pemecahan Masalah Dalam konsep pembangunan perikanan di wilayah ekosistem mangrove yang di dalamnya terdapat aktivitas budidaya perikanan tambak, pendekatan yang tepat dilakukan adalah pendekatan yang berwawasan lingkungan. Dalam rangka mendukung konsep ini maka perlu dilakukan pengintegrasian pengembangan ekosistem mangrove dan budidaya perikanan dalam bentuk pengembangan berbasis budidaya perikanan (tambak). Diagram alir kerangka pemikiran masalah dapat dilihat pada Gambar 1. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian adalah menyusun sebuah model pengembangan kawasan pesisir yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melalui pengembangan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan tujuan khusus adalah: 1
Mengembangkan metode estimasi daya dukung pemanfaatan ekosistem pesisir untuk pengembangan budidaya perikanan berwawasan lingkungan.
2
Mengkaji optimalisasi secara ekologis-ekonomis pemanfaatan kegiatan budidaya perikanan dan ekosistem mangrove berwawasan lingkungan.
3
Menentukan
model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya
perikanan berwawasan lingkungan dengan pendekatan sistem dinamik.
5
Subsistem Bio-Fisik, Ekologi, dan Ekonomi
Aqua input Tambak
Mulai
Blok Ekologi
Lahan Budidaya Pesisir
Kesesuaian Lahan Budidaya Pesisir Keterkaitan mangrove -tambak
Permasalahan - Degradasi lingkungan perairan dan tambak - Belum optimalnya ekologiekonomi tambak -
Kapasitas Asimilasi perairan
Daya Dukung
Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem
Hipotesis Peningkatan pengelolaan lingkungan pesisir turut meningkatkan daya dukung budidaya tambak dan kelestarian ekosistem perairan pesisir.
Ekonomi Budidaya
Sosial Budidaya
Pemodelan Sistem
Kelembagaan Analisis Sistem Blok Ekonomi
Optimasi ekologi-ekonomi perikanan budidaya pesisir
Optimasi pengembangan kawasan pesisir untuk perikanan budidaya Desain model pengembangan kawasan pesisir melalui pengembangan usaha Budidaya
Coastal policy decision variables
-
Selesai
-
Luas optimal budidaya Tata kelola pesisir
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran masalah.
6 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah: 1 Sebagai salah satu acuan bagi pengambil kebijakan, dalam perumusan dan pengimplementasian pengembangan tambak berwawasan lingkungan. 2 Sebagai salah satu contoh pengembangan model integrasi tambak -mangrove berwawasan lingkungan.
1.6 Kebaruan (Novelty) Di Indonesia, khususnya di Institut Pertanian Bogor sendiri, sudah banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui daya dukung pesisir terhadap limbah tambak diantaranya: Sitorus (2005) dan Asbar (2007) telah melakukan penilaian daya dukung lingkungan dengan pendekatan Widigdo dan Pariwono (2003) yang telah dimodifikasi, Sitorus (2005) menggunakan metode daya dukung lingkungan ini dalam rangka pengembangan areal tambak berdasarkan laju biodegradasi limbah tambak diperairan pesisir Kabupaten Serang, sedangkan Asbar (2007) mengembangkan metode ini dengan menentukan daya dukung kawasan pesisir kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, dengan asumsi adanya sungai pada lokasi tersebut maka volume air laut yang memasuki pantai ditambah dengan debit air tawar yang masuk ke perairan pantai melalui aliran sungai. Kebaruan dari penelitian ini adalah (1) pengembangan metode estimasi daya dukung mass balance dengan menggabungkan formula Widigdo dan Pariwono (2001) dengan Tookwinas (1998) belum pernah dilakukan sebelumnya, (2) optimalisasi ekologi ekonomi pemanfaatan kegiatan budidaya perikanan dan ekosistem mangrove berwawasan lingkungan berdasarkan daya dukung mass balance serta (3) model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan berdasarkan input data daya dukung dari hasil perhitungan optimasi ekologi ekonomi dalam penelitian ini.