December 24, 2012
UDANG VANAME
“ Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (TQS Al Baqarah: 269). Banyak pelajaran yang dapat diambil dalam kehidupan sehari-hari misalnya saat berjalan, saat melihat sesuatu, atau pada saat makan. Berbicara masalah makan hal yang paling diutamakan adalah kandungan gizinya. Dan kini tren atau pola makan telah berubah dari read meat (daging sapi, kambing, dan sebagainya) menjadi white meat (ikan, rajungan, udang, dan sebagainya) sehingga diperlukan revolusi biru yaitu dengan meningkatkan industri budidaya perikanan. Salah satu komoditas yang menjadi tren di industri budidaya perikanan adalah udang Vaname. Menurut Kilawati (2012), perkembangan usaha perikanan khususnya komoditi udang yang terus meningkat dengan pesat, berpotensi besar untuk menghasilkan devisa negara.
Untuk mengantisipasi permintaan yang
terus meningkat tersebut,
maka
dicanangkan gema Program Peningkatan Ekspor Hasil Perikanan (PROTEKAN) 2003, dengan target pendapatan US$ 10,19 milyar dari perikanan, dan dari budidaya udang diharapkan mampu menyumbang devisa sebesar US$ 6,79 milyar.
1.
Morfologi dan Klasifikasi Penggolongan udang vaname menurut Anonim (2011) adalah sebagai berikut :
Phylum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Sub-kelas
: Malacostraca
Series
: Eumalacostraca
Super order
: Eucarida
Order
: Decapoda
Sub order
: Dendrobranchiata
Infra order
: Penaeidea
Famili
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Sub genus
: Litopenaeus
Spesies
: Litopenaeus vannamei
1 Menurut Haliman dan Adijaya (2006) dalam Yuniasari (2009), bagian tubuh udang vaname terdiri dari kepala (thorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vaname terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md
December 24, 2012
UDANG VANAME
dengan 5 pasang kaki jalan (periopod), dimana kaki jalan ini terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxilliped. Perut udang vaname terdiri dari 6 ruas dan juga terdapat 5 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropods yang membentuk kipas bersama-sama telson. Sifat udang vaname aktif pada kondisi gelap (nokturnal), dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline), suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tapi terus-menerus (continuous feeder), serta mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor).
Gambar 01. Udang Vaname (Anonim, 2011)
Tanda-tanda anatomi L.vannamei yang penting menurut Anonim (2011), antara lain. : 1.
Pada rostrum ada 2 gigi disisi ventral, dan 9 gigi disisi atas (dorsal).
2.
Pada badan tidak ada rambut-rambut halus (setae)
3.
Pada jantan Petasma tumbuh dari ruas coxae kaki renang yaitu protopodit yang menjulur kearah depan. Panjang petasma kira-kira 12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua kiri dan kanan terletak pada dasar coxae dari pereopoda (kaki jalan).
4.
Pada betina thelycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, terletak dibagian ventral dada/thorax, antara ruas coxae kaki jalan yang juga disebut “Fertilization chamber”. Lubang pengeluaran telur terletak pada coxae kaki jalan Coxae ialah ruas dari kaki jalan dan kaki renang.
2
http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md
December 24, 2012
UDANG VANAME
Gambar 02. Morfologi Litopenaeus vannamei (Wyban & Sweeney, 1991 dalam Manoppo, 2011)
Menurut Manoppo (2011), tubuh berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal sebagai “white shrimp”. Tubuh sering berwarna kebiruan karena lebih dominannya kromatofor biru. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm. Udang vaname dapat dibedakan dengan spesies lainnya berdasarkan pada eksternal genitalnya.
2.
Habitat Menurut Anonim (2011), daerah penyebaran alami L.vaname ialah pantai Lautan Pasifik
sebelah barat Mexiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air laut sekitar 20oC sepanjang tahun. Sekarang L.vaname telah menyebar, karena diperkenalkan diberbagai belahan dunia arena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan, termasuk di Indonesia. Di alam udang ini menyukai dasar berlumpur pada kedalaman dari garis pantai sampai sekitar 72 m. Hewan ini juga telah ditemukan menempati daerah mangrove yang masih belum terganggu. Udang ini nampaknya dapat beradaptasi dengan perubahan temperatur dan tekanan di alam. Udang vaname dapat beradaptasi dengan baik pada level salinitas yang sangat rendah (Manoppo, 2011).
3
3.
Tingkah laku dan Fisiologi Litopeneaus vannamei bersifat nocturnal. Sering ditemukan L.vannamei memendamkan
diri dalam lumpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makanan. Akan tetapi http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md
December 24, 2012
UDANG VANAME
pada kolam budidaya jika siang hari diberi pakan maka udang vaname akan bergerak untuk mencarinya, ini berarti sifat nocturnal tidak mutlak (Anonim, 2011). Produk udang vanamei di wilayah tropis yang diproduksi secara massal dengan penerapan skala teknologi sederhana hingga super intensif menunjukkan beberapa karakter yang spesifik jika dibandingkan dengan jenis udang lainnya. Karakter dan spesifik ditunjukkan dengan kemampuannya adaptasi yang relatif tinggi terhadap perubahan lingkungan dan pertumbuhan serta kelangsungan hidup yaitu: (1) suhu rendah dan perubahan salinitas (khususnya pada salinitas tinggi), (2) lingkungan (mikro maupun makroklimat), dan (3) laju pertumbuhan yang relatif cepat pada bulan ke I dan II (Adiwidjaya, 2004). Menurut Manoppo (2011), pertumbuhan udang vaname, seperti halnya arthropoda lainnya, tergantung pada dua faktor yaitu frekuensi molting (waktu antara molting) dan pertumbuhan yaitu berapa besar pertumbuhan pada setiap molting baru. Karena tubuh udang ditutupi oleh karapaks yang keras, maka untuk tumbuh, karapaks yang lama harus dilepas dan diganti dengan yang baru dan lebih besar. Saat molting, terjadi pemisahan kulit antara karapaks dan intercalary sclerite, dimana sepalotoraks dan appendic anterior dikeluarkan. Karapaks baru pada awalnya lunak, tetapi akan mengeras kembali pada laju yang proporsional terhadap ukuran udang. Menurut Haliman dan Adijaya (2004) dalam Kusuma (2009), molting pada udang ditandai dengan seringnya udang muncul ke permukaan air sambil meloncat-loncat. Gerakan ini bertujuan untuk membantu melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya. Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri karena cairan molting yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk mendekat dan memangsa (kanibalisme). Pada saat molting berlangsung, otot perut melentur, kepala membengkak, dan kulit luar bagian perut melunak. Dengan sekali hentakan, kulit luar udang dapat terlepas. 4.
Siklus Hidup Menurut Anonim (2011), L.vaname adalah binatang catadroma , artinya ketika dewasa
ia bertelur dilaut lepas berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke daerah estuaria berkadar garam rendah. Pada awalnya udang vaname ditemukan setelah matang kelamin akan melakukan perkawinan di laut dalam sekitar 70 m diwilayah Pasifik lepas pantai (depan) Mexico dan Amerika tengah dan Selatan pada suhu air 26-28oC dan 4
salinitas 35 ppt. Telurnya menyebar dalam air dan menetas menjadi nauplius diperairan laut lepas (off shore) bersifat zooplankton. Selanjutnya dalam perjalanan migrasi kearah estuaria, larva L.vaname mengalami beberapa kali metamorfosa, seperti halnya pada udang P.monodon. Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada gambar 03. http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md
December 24, 2012
UDANG VANAME
Menurut Manoppo (2011), udang betina memiliki open thelycum dan inilah yang membedakannya dengan dengan udang penaeid lainnya. Udang jantan melekatkan spermatophora berjeli (berisi sperma) pada open thelycum pada saat kawin. Perkawinan terjadi pada saat udang betina berada pada fase intermolt pada saat ovari telah mencapai kematangan. Pelepasan telur terjadi pada malam hari beberapa jam setelah perkawinan, biasanya kurang dari tiga jam. Proses pelepasan telur berlangsung selama 1-3 menit dimana selama proses pelepasan telur, induk betina melindungi telur yang baru dilepaskan. Hal ini memungkinkan sperma untuk membuahi telur sebanyak mungkin. Segera setelah semua bahan genetik dari jantan maupun betina bersatu maka pembuahanpun selesai.
Gambar 03. Siklus hidup udnag Vaname (Brakk, 2002 dalam Manoppo, 2011) Dari gambar di atas larva udang vaname mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu nauplii, zoea, dan mysis kemudian bermetamorfosis menjadi post larva (PL). Saat telur menetas menjadi nauplii, larva hanya menghabiskan sisa cadangan makanan dari telur (egg yolk). Pada tahap zoea memakan fitoplankton yang dilanjutkan dengan zooplankton. Tahap mysis dan selanjutnya udang memakan organisme kecil lain seperti artemia (Pagastuti, 2008). Beberapa tahapan yang dilalui larva udang putih dapat dilihat di tabel 01. Tabel 01. Tahapan perkembangan udang putih (Treece, 1985 dalam Pangastuti, 2008). Tahapan
Waktu dalam Tahapan (280C)
Ukuran di Akhir Tahapan
Telur
± 14 jam
Diameter ± 220µm
Nauplii I, II, III, IV, V
36-51 jam
Panjang: 0,43-0,58 mm Lebar: 0,18 – 0,22 mm
Zoea I
36-48 jam
5
Panjang total: 1,0 mm Panjang ekor: 0,3 mm
Zoea II
36-48 jam
Panjang total: 1,28-2,01 mm Panjang ekor: 0,72-0,87 mm
http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md
December 24, 2012 Zoea III
UDANG VANAME 36-48 jam
Panjang total: 2,4-2,59 mm Panjang ekor: 0,93-1,40 mm
Mysis I
24 jam
Panjang total: 3,5 mm Panjang ekor: 1,2 mm
Mysis II
24 jam
Panjang total: 3,3-4,2 mm Panjang ekor: 1,2-1,4 mm
Mysis III
24 jam
Panjang total: 3,9-4,7 mm Panjang ekor: 1,3-1,5 mm
Post Larva I
24 jam
Panjang total: 4,2-5,0 mm Panjang ekor: 1,4-1,6 mm
5.
Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Udang Menurut Anonim (2011), semula udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat
omnivorous scavenger artinya ia pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan bangkai. Namun penelitian selanjutnya dengan cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid bersifat karnivora yang memangsa berbagai krustasea renik amphipoda, dan polychaeta (cacing). Di alam, udang penaeid bersifat karnivor yang memangsa krustase kecil, ampipoda, polikaeta. Namun dalam tambak, udang ini makan makanan tambahan atau detritus (Manoppo, 2011). Oceanic Institute di Hawai membuktikan bahwa bacteria dan algae yang banyak tumbuh di badan (kolom) air kolam yang agak keruh, ternyata berperan penting sebagai makanan udang, menyebabkan udang tumbuh lebih cepat 50% dibanding dengan udang L.vannamei yang dipelihara didalam kolam/bak yang berair sangat bersih. Catatan ini membuktikan bahwa udang tumbuh optimum dikolam karena adanya komunitas microbial (Wyban & Sweeney,1991dalam Anonim, 2011). L.vannamei memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %. Ini lebih rendah dibanding dengan kebutuhan untuk udang P.monodon, dan P.japonicus yang kebutuhan protein pakannya mencapai 45 % untuk tumbuh baik (Anonim, 2011). Kandungan asam amino yang masuk dalam kategori protein yang diberikan pada udang harus benar-benar seimbang karena pada saat molting krustase kehilangan sekitar 50-80% protein tubuh, sebagian dapat diganti bersamaan dengan nutrien lain. Pada udang vaname ditemukan aktivitas enzim pencernaan untuk beradaptasi dengan komposisi pakan. Asam amino 6
esensial yang dibutuhkan krustase adalah arginina, histidina, isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, threonina, trptofan, dan valina. Sedangkan kebutuhan fosfolipid
http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md
December 24, 2012
UDANG VANAME
sebesar 2% dalam pakan terutama fosfatidikolan, kolesterol, atau fitosterol serta highly unsaturated fatty acids (HUFA) (Nopitawati, 2010). Sudah terpikirkan bagaimana kehidupan udang dengan segala karakteristiknya melewati siklus demi siklus kehidupannya sehingga menjadi udang yang lezat disantap dan bergizi tinggi? Selanjutnya adalah episode-episode kita yang akan selalu dipertanyakan? Akankah akhir episode kita memberikan kenyamanan dan kebahagiaan?
Daftar Pustaka Adiwidjaya, D., Ariawan I K., Sutikno, E., Sulistinarto, D., Raharjo, S.P., Triyono, dan Herman.2004.Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Intensif Sistem Tertutup yang Ramah Lingkungan. BBAP Jepara. Tidak dipublikasikan. Anonim.2011.Materi Penyuluhan.Jakarta: Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Tidak dipublikasikan. Kilawati, Yuni.2012.Pengaruh Serangan WSSV Terhadap Morfologi, Tingkah Laku, dan Kelulushidupan SPF Udang Vaname Indonesia yang Dipelihara dalam Lingkungan Terkontrol. Malang: Universitas Brawijaya. Kusuma,
R.V.S.2009.Pengaruh
Tiga
Cara
Pengolahan
Tanah
Tambak
Terhadap
Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Bogor: IPB. Manoppo, Henky.2011.Peran Nukleotida sebagai Imunostimulan terhadap Respon Imun Nonspesifik dan Resistensi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Bogor: IPB. Tidak dipublikasikan. Nopitawati, Tita.2010.Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei.Bogor:IPB. Tidak dipublikasikan. Pangastuti, Artini.2008.Anilisis Komunitas Bakteri Selama Tahapan Perkembangan Larva Udang Putih (Litopenaeus vannamei). Bogor: IPB. Tidak dipublikasikan.
7
http://blog.ub.ac.id/aisyaquaculture/ | Dewi Susylowati, A.Md