1. Cholichul Hadi 2. Dodik Kurniawan
Komisi Peningkatan Kinerja Masyarakat Universitas Airlangga SURABAYA
Potensi dan Problematika KENSHUSEI (Pemagang Indonesia di Jepang) Menuju Kemandirian Team Penulis ,Cholichul Hadi (Dr,Msi), Dodik Kurniawan, Dr. Fauzy Ammari, Amin Rohmatullah, Wempi Saputra, Dr. Nelfa Desmira (WGTT)1, Ahmad Lutfi (IPTIJ)2, Nur Wachid3, M. Farid Fauzi, Sendri Lentari (PUPUK Surabaya)4 Editor Cholichul Hadi Dodik Kurniawan Perancang Sampul Nindya Retnasatiti 1
Working Group for Technology Transfer (WGTT) http://wgtt.org Lembaga swadaya masyarakat yang berbasis web/internet yang memfasilitasi informasi dan mewadahi jaringan pelajar, peserta/purnamagang, dan professional. 2
Ikatan Persaudaraan Indonesia Trainee di Jepang (IPTIJ) http://iptij-japan.com Organisasi trainee (kenshusei/pemagang) di Jepang yang berfungsi menjalin hubungan antar trainee selama di Jepang dan setelah pulang ke Indonesia. 3
Asosiasi LPK Pemagangan Jatim Asosiasi Lembaga Pelatihan Kerja yang concern dengan pengiriman pemagang dari Jawa Timur ke Jepang. Dalam kegiatannya bekerjasama dengan Disnaker Jawa Timur. 4
Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Surabaya http://pupukindonesia.org
2|P age
Lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yang mempunyai visi menyalurkan aspirasi dan memperkuat keberadaan usaha kecil dan menengah, sehingga melahirkan enterpreuneurenterpreuneur yang independen dan tangguh menghadapi persaingan ekonomi.
3|P age
Penerbit -
Cetakan pertama, Juni 2010
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Katalog Dalam Terbitan (KDT) Potensi dan Problematika KENSHUSEI (Pemagang Indonesia di Jepang) Menuju Kemandirian / Dodik Kurniawan dan Team WGTT/IPTIJ/Asosiasi LPK Pemagangan Jatim/Pupuk Surabaya; - cetakan ke-1 -; Surabaya: Pupuk Surabaya, 2010 142 hlm; 15x23 cm ISBN : 978-602-99309-0-0
4|P age
Daftar Isi Kata pengantar ..................................................... Bab 1 Pemagangan di Jepang dari tahun ke tahun ......................................................... 1.1 Apa dan bagaimana aspek legalitas sistem pemagangan.............................................. 1.2 Sektor dan kondisi pemagangan sebelum tahun 2000................................................. 1.3 Sektor dan kondisi pemagangan saat ini....... 1.4 Sektor dan kondisi pemagangan setelah tahun 2010................................................. 2 Sistem perekrutan dan jalur pemberangkatan ....................................... 2.1 Kerjasama antar pemerintah........................ 2.2 Jalur lembaga pelatihan kerja (LPK) dan swasta........................................................ 2.3 Melalui agen-agen pribadi dan kekeluargaan 2.4 Tanpa mengikuti prosedur yang telah ditentukan..................................................
8 11 14 17 19 25
Bab
3 Regulasi perbankan dan kebijakan pemerintah ................................................ 3.1 Peran pemerintah dalam menciptakan kondisi makro ekonomi yang kondusif bagi UMKM................................................ 3.1.1 Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah........................................ 3.1.2 Penumbuhan iklim usaha.................. 3.1.3 Pengembangan usaha...................... 3.1.4 Pembiayaan dan penjaminan............ 3.1.5 Jalinan kemitraan............................... 3.1.6 Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan usaha kecil dan
31 32 39 41 41
Bab
5|P age
44
45 45 46 48 50 51
menengah......................................... Peran perbankan dalam menopang kemajuan UMKM.................................... 3.3 Peran lembaga non pemerintah (LSM): Studi kasus perjalanan Working Group for Technology Transfer (WGTT) 20072010 dan konsep iBET............................
54
3.2
Bab 4 Potensi jembatan transfer teknologi bagi pengembangan UMKM .......................... 4.1 UMKM Jepang dalam klusterisasi industri..... 4.2 Persebaran pemagang di sektor-sektor industri Jepang....................................... 4.3 Studi kasus waralaba di Jepang yang berpotensi berkembang di tanah air....... 4.4 Pemanfaatan teknologi informasi berbasis web bagi akselerasi transfer teknologi.... Bab 5 Rekomendasi meraih pangsa pasar lokal dan global .............................................. 5.1 Sektor-sektor potensial yang memerlukan kemitraan…………………………………. 5.2 Contoh peluang usaha lokal dan global……. Bab 6 Meniti jalan panjang selanjutnya ................ 6.1 Kesempatan tidak akan datang dua kali........ 6.2 Keberanian merupakan syarat mutlak dalam mencetak kesuksesan............................... 6.3 Perubahan datang dengan adanya kerja keras dan kontinyuitas............................... 6.3.1 Pengertian kerja keras....................... 6.3.2 Pengertian kontinyuitas atau istiqomah........................................... 6.3.3 Dampak dari ketiadaan kerja keras dan kontinyuitas................................
6|P age
54
55
60 61 65 67 72
77 78 85 89 90 94 95 95 96 97
6.3.4 Beberapa latihan pendukung agar terbiasa bekerja keras dan kontinyu........... 6.4 Kerja cerdas, sebuah senjata pamungkas.... Lampiran 1 Press release PWEP Nagoya/Toyota, 27-28 Maret 2010 .................................... Lampiran 2 Laporan hasil studi banding ke sentra UMKM di Jepang ................................... Penutup ............................................................. Profil Penulis ......................................................
7|P age
97 99
102 105 116 119
Kata Pengantar Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang dengan berkah dan limpahan rahmat-Nya sehingga buku "Potensi dan Problematika KENSHUSEI (Pemagang Indonesia di Jepang) Menuju Kemandirian" bisa tersusun seperti yang Anda lihat saat ini. Adapun maksud dan tujuan utama dari penulisan buku ini adalah memberikan gambaran umum tentang kondisi terkini pemagang Indonesia yang terangkum dalam program magang di Jepang, potensi dan problematika yang sedang dihadapi, konsep Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) yang telah dilakukan oleh Working Group for Technology Transfer (WGTT), serta proses dan solusi terpadu permasalahan di lapangan dan pengembangan potensi sang pemagang sebagai calon pengembang UMKM nasional berbasis teknologi. Buku ini juga merupakan kumpulan analisa atas hasil diskusi, questioner, maupun polling via website terhadap nara sumber yang secara berkala kami lakukan dalam upaya untuk memperoleh informasi yang akurat dan apa adanya. Akhir kata, ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya tidak lupa kami sampaikan kepada Yusuf Arif Setiawan, Budhi Setiawan, Topan Setiadipura (WGTT), Bapak Benny A. Kusbiny (PT Mitra Tani Agro Unggul), Bapak Arif Abdullah (Dompet Dhuafa Republika), dan Indonesian Committee for Science & Technology Transfer in Taiwan (IC-3T) atas kesempatannya dalam berdiskusi. Kepada staff ahli Bank Indonesia dan Bank Negara Indonesia 46 Kantor Perwakilan Tokyo, dan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) atas kerjasamanya dalam pelaksanaan PWEP, staff Bidang Ekonomi dan Bea Cukai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Osaka, IMM Japan, Vuteq
8|P age
Corporation, dan Bank Jatim serta semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini baik langsung maupun tidak. Kami berharap buku ini bermanfaat dan mempunyai kontribusi positif kepada khalayak umum. Tiada gading yang tak retak, demikian juga materi yang disusun dalam buku ini. Dengan senang hati saran dan kritik yang bersifat perbaikan akan sangat kami nantikan. Salam Pro Pemagang Indonesia, pahlawan devisa dan harapan bangsa! Gifu-Jepang, 20 Mei 2010 Dr. Fauzy Ammari Direktur Eksekutif Working Group for Technology Transfer (WGTT)
[email protected]; http://wgtt.org
9|P age
10 | P a g e
Bab 1 Pemagangan di Jepang dari tahun ke tahun
11 | P a g e
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jepang atau yang biasa dikenal dengan istilah pemagang memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan rekan-rekan kita yang berada di Malaysia, Hongkong, maupun negara-negara Arab. Hal-hal yang identik dengan kekerasan dunia kerja, kekejaman majikan, dan berbagai hal negatif yang menjadi trade mark dari TKI atau Buruh Migran Indonesia (BMI), hampir atau bahkan tidak pernah dijumpai oleh para pemagang yang rata-rata adalah laki-laki berusia 20-30 tahun. Tujuan dari program pemagangan ini adalah pembinaan sumber daya manusia melalui peningkatan keterampilan dan pengasahan ilmu-ilmu tehnik melalui program kerja selama 3 tahun di perusahaan kecil dan menengah di Jepang yang diharapkan juga dapat ikut berperan serta dalam era kompetisi global. Dari aspek teknologi, pemagangan merupakan program untuk meningkakan kemampunan individu dalam suatu sektor tertentu sehingga tercapai level kemampuan di suatu skop pekerjaan dengan indikasi mampu mempraktekkannya secara individu. Di samping itu, keuntungan lain dengan adanya program magang ini adalah: (i) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tehnik tenaga kerja Indonesia; (ii) Melalui proses kerja bersama-sama dengan karyawan Jepang, akan memperbaiki sikap dan etos kerja menjadi lebih produktif; Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemagangan didefinisikan sebagai sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
12 | P a g e
Berdasarkan "Sistem Keterampilan" yang dibentuk pemerintah Jepang, telah diberangkatkan ratusan ribu pemagang Indonesia yang direkrut melalui Depnakertrans untuk mengikuti program magang selama 3 tahun. Sampai saat ini, terdapat dua skema program magang bagi tenaga kerja asing, yaitu Industrial Training Program (ITP) dan Technical Internship Program (TIP). Dalam pelaksanaannya, kombinasi dari skema ITP (maksimum 1 tahun) dan skema TIP (maksimum 2 tahun) merupakan hal yang umum, sehingga secara keseluruhan dapat bekerja maksimum 3 tahun. Secara umum, pemagang akan mendapatkan pembayaran sebesar 80.000 Yen pada tahun pertama. Angka tersebut belum bisa disebut sebagai gaji karena berdasarkan Undang-Undang Perburuhan di Jepang, masih dikategorikan sebagai kenshusei atau trainee (siswa latihan). Pada tahun kedua dan ketiga, disebut sebagai jisshusei (pemagang) dengan gaji sekitar 100.000 Yen perbulan belum termasuk honor lembur, uang makan, asuransi kesehatan, pensiun, dll yang besarnya bergantung kepada masing-masing kebijakan perusahaan. Berdasarkan negara asal, ada 14 negara yang mengirimkan tenaga kerjanya ke Jepang, dan Cina merupakan pengirim terbanyak (sumber JITCO). Tiga organisasi yang mendominasi sebagai penyalur pemagangan Indonesia ke Jepang adalah: 1. Association for International Manpower Development of Medium and Small Enterprises (IMM Japan); 2. Japan Indonesia Association for Economy Cooperation (JIAEC); 3. Japan Vocational Ability Development Association (JAVADA). Menurut survey yang dilakukan oleh Working Group for Technology Transfer (WGTT) pada tahun 2007-2010, terdapat 7 bidang pekerjaan yaitu (1) Pertanian; (2) Perikanan; (3)
13 | P a g e
Konstruksi; (4) Industri pengolahan makanan; (5) Industri tekstil; (6) Industri mesin dan barang logam; dan (7) Industri lainnya seperti furniture, percetakan, pengecatan, dan pengemasan. Secara keseluruhan, jenis pekerjaan yang tersedia untuk para pemagang mencakup 62 jenis dengan 114 sub tahapan pekerjaan tertentu. Setelah penandatanganan kesepakatan antara Depnaker dan pemerintah Jepang, dimana lembaga penerima di Jepang adalah IMM Japan sejak tahun 1993, pemerintah Indonesia telah mengirimkan banyak tenaga-tenaga terpilih melalui Technical Intern Training Program (TITP) yang dicetuskan oleh pemerintah Jepang. Jumlah pemagang Indonesia yang dikirim ke Jepang telah melebihi 100.000 orang (per Mei tahun 2010). Jumlah ini terus meningkat sekitar 5.200 orang per tahunnya. Pemuda pilihan dengan kategori usia 20-30 tahun ini telah mengikuti pelatihan selama 4 bulan yang diselenggarakan oleh Depnaker di berbagai daerah yang telah ditentukan. Hanya mereka yang memiliki kedisiplinan tinggi, antusias, dan penuh energi akan mampu lolos dari seleksi dan persaingan secara nasional. Lembaga pelaksana program ini seperti IMM Japan, JITCO, JAVADA, dll telah sukses menjalankan program ini sejak 15 tahun yang lalu, dan berlanjut ke pengembangan program-program pelatihan. Selain itu, ada pula perusahaan yang menjadi host para pemagang dengan melakukan perekrutan langsung antara lain: VUTEQ Corporation. 1.1 Apa dan bagaimana aspek legalitas sistem pemagangan Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri No 21 Tahun 2005, secara resmi pemerintah Indonesia melalui Depnaker menjalin ikatan perjanjian dengan pemerintah Jepang dalam pelaksanaan progam pemagangan mulai dari
14 | P a g e
perekrutan peserta sampai persiapan dalam negeri dan pemberangkatan. Dari aspek kebutuhan tenaga kerja, karena aktivitas produk industri di Jepang terus meningkat, Jepang merupakan negara yang memiliki dan memelihara budaya kerja tradisional yang kuat dan telah berakar ke berbagai lapisan masyarakat. Dalam hal budaya kerja, Jepang sangat menghargai waktu dan memiliki kemampuan untuk maju dengan cara yang dikembangkan sendiri. Sistem pencatatan hasil dan rencana kerja serta pendanaan yang terencana juga telah tertanam dalam budaya hidup orang Jepang secara umum. Dalam hal strategi pengembangan usaha lokal, pemerintah secara rutin mengadakan acara pameran, seminar ataupun workshop di kota kecil dimana pengunjung akan ikut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi lokal. Selain itu, penyebaran informasi juga dilakukan secara kontinyu melalui media internet, televisi serta berbagai surat kabar dan membuka akses transportasi secara luas. Menyadari akan ancaman yang begitu dekat dalam kehidupan masyarakat Jepang, maka keselamatan adalah hal yang utama. Setiap rumah akan menerima peta mengenai lokasi pengungsian seperti sekolah, gedung olahraga, taman, dll. Setiap sekolah memiliki cadangan makanan untuk pengungsian secara tiba-tiba, termasuk sarana penginapan yang juga dilengkapi dengan dapur. Latihan antisipasi terhadap bencana alam seperti gempa, kebakaran dan kekacauan merupakan hal yang rutin dilaksanakan dan diikuti secara berkala oleh masyarakat pada umumnya. Program TITP oleh Pemerintah Jepang yang dimulai pada tahun 1993 dengan maksud untuk melatih dan menerima peserta magang dari berbagai negara untuk bekerja di
15 | P a g e
perusahaan-perusahaan di Jepang khususnya kecil dan mengengah merupakan titik tolak program magang atau pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Jepang. TKI Indonesia (baca: pemagang) yang dikirimkan melalui program tersebut memiliki tingkat keahlian teknis tertentu, yang tidak sama dengan TKI di negara-negara lain. Perusahaan dilarang mempekerjakan pemagang lebih dari 8 jam setiap harinya pada tahun pertama (masa kenshusei) dan memberikan istirahat paling sedikit satu hari dalam seminggu. Waktu istirahat sehari-hari diberikan selama 60 menit yang dalam pelaksanaanya di beberapa perusahaan dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu 10 menit pertama pada pukul 10.00 pagi, kemudian istirahat siang selama 40 menit mulai pukul 12.00, dan 10 menit terakhir pada pukul 15.00 sore. Pada tahun pertama, hak cuti belum diberikan, baru pada tahun kedua dan ketiga hak tersebut dapat digunakan. Sejak tahun pertama setiap pemagang juga diwajibkan untuk ikut serta dalam asuransi kesehatan untuk menutup segala pengeluaran berobat. Meskipun dalam kenyataannya, sistem asuransi kesehatan di Jepang tetap mengharuskan pasien untuk membayar biaya kesehatan sebesar 30%. Untuk kerja lembur dibayar sebesar 25% lebih tinggi dari upah per jam yang diterima pada jam kerja normal. Namun dalam kenyataannya, upah per jam yang dibayarkan kepada para jisshusei (pemagang tahun kedua dan ketiga) tersebut hanya sekitar 719 Yen (rata-rata hasil survey) sehingga uang lembur per jam yang diterima adalah 898,75 Yen. Rata-rata para jisshusei mampu melakukan kerja lembur maksimum sekitar 70 jam per bulannya. Dengan melakukan kerja lembur secara maksimum tersebut maka setiap jisshusei bisa memperoleh tambahan penghasilan sekitar 63.000 Yen per bulannya.
16 | P a g e
Mulai tahun kedua para jisshusei memperoleh hak cuti selama 10 hari/tahun dan memperoleh gaji yang lebih tinggi dari tahun pertama dengan penghasilan bersihnya berkisar antara 90.000 s.d. 100.000 Yen per bulannya. Dalam praktiknya, jumlah gaji bruto yang diterima oleh jisshusei adalah sekitar 135.000 Yen per bulan, namun secara netto jumlah gaji yang diterima lebih rendah setelah adanya berbagai potongan, seperti asuransi kesehatan sekitar 20.000 Yen, iuran pensiun sekitar 10.000 Yen per bulan dan juga uang akomodasi asrama (uang akomodasi dan asuransi kesehatan untuk tahun pertama ditanggung oleh perusahaan tempat bekerja). 1.2 Sektor dan kondisi pemagangan sebelum tahun 2000 Sebelum tahun 2000, durasi program pemagangan di bawah Undang-Undang Perburuhan Jepang adalah maksimum 2 tahun (perubahan dari maksimum 1 tahun) dan lokasi penempatan pemagang disesuaikan dengan kebutuhan berbagai sektor industri per wilayah. Adapun proses seleksi yang dilakukan di tanah air pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Seleksi dilakukan di berbagai daerah yang dipusatkan di tingkat propinsi bekerja sama dengan pihak Kantor Wilayah Depnaker, berusia antara 18-40 tahun, pendidikan minimal Sekolah Kejuruan seperti STM atau SMU dengan tambahan telah mengikuti pembekalan minimal selama 480 jam di Balai Latihan Kerja (BLK), lulus seleksi administratif (berkelakuan baik, sehat jasmani dan rohani), mengikuti tes wawancara dan kesehatan. 2. Pelatihan di Indonesia sebelum berangkat ke Jepang. Bagi peserta magang yang telah lolos seleksi dan diterima oleh perusahaan penyalur yang ada di Indonesia, calon pemagang (pramagang) akan mengikuti in house training sekitar 4 bulan (umumnya perusahaan penyalur memiliki fasilitas tersendiri. Modul pelatihan yang diberikan selama
17 | P a g e
3.
4 bulan terutama mengenai Bahasa Jepang (Nihonggo), beberapa hal penting terkait keimigrasian, kedisiplinan, dan latihan fisik. Selama proses pelatihan ini pramagang memperoleh fasilitas akomodasi dan makan yang biayanya telah diperhitungkan dengan penghasilan mereka selama 3 tahun ke depan di Jepang. Proses off the job training di Jepang sekitar 1 bulan sebelum penempatan di perusahaan-perusahaan (Saitama dan Chiba). Pramagang diberikan pelajaran lanjutan Bahasa Jepang dan pengenalan kebudayaan/kebiasaan masyarakat di Jepang (belum menerima honor karena belum bekerja, hanya akomodasi).
Tahun pertama sebagai pemagang (efektif selama 11 bulan), pihak perusahaan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperoleh informasi tambahan terkait dengan pekerjaan, misalnya tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau 3K. Penyuluhan mengenai 3K ini pada umumnya diselenggarakan pada minggu pertama bulan Juli dengan slogan “Lalai 1 detik akan mengakibatkan cacat seumur hidup”. Selama tahun pertama ini pemagang menerima uang saku (allowance) yang jumlahnya pada sektor pertanian sekitar 60.000 Yen dan sektor industri rata-rata berkisar 80.000 Yen per bulan (take home pay). Pihak perusahaan berkewajiban menyediakan akomodasi dan pembayaran umumnya dilakukan sekitar tanggal 25 setiap bulannya. Jam kerja satu hari adalah 8 jam (40 jam per minggu) yang umumnya dimulai dari jam 08.00 pagi s.d. jam 05.00 sore. Program magang bagi TKI di Jepang sampai saat ini secara resmi sudah berlangsung lebih dari 15 tahun. Pekerjaan yang mereka lakukan pada umumnya berbeda dengan keinginan mereka sewaktu mengisi formulir di Indonesia. Gaji yang diterima cenderung tidak mengalami perubahan sejak 15 tahun
18 | P a g e
yang lalu dan saat ini relatif lebih rendah dari upah per jam bagi pekerja sampingan (part time worker atau arubaito). 1.3 Sektor dan kondisi pemagangan saat ini Berdasarkan referensi pemberitaan media dan masukan dari pemagang sendiri, kondisi program pemagangan saat ini di Jepang maupun di negara lain terutama kuantitas penyerapan peserta sangat bergantung pada berbagai aspek di luar kontrol sektor industri itu sendiri, antara lain: (i) Imbas krisis ekonomi. Karena semua industri saling terkait, industri-industri kecil sangat bergantung pada jumlah order dari industri besar. Fakta bahwa industri besar sangat rawan terhadap krisis global yang menghadapi situasi penurunan permintaan oleh end-user. Keterkaitan berbagai level produksi industri ini karena spesialisasi produksi komponen yang kebanyakan berada di perusahaan dengan kapital sedang dan kecil. Sedangkan di sektor konstruksi, turunnya daya beli produk properti dan kondisi berkurangnya anggaran pemerintah untuk alokasi public works. (ii) Peningkatan transparansi proses pelaksanaan program pemagangan, karena kemudahan akses internet. (iii) Perusahaan Jepang yang mempunyai pabrik di Indonesia, melakukan pemagangan internal periode tertentu di Jepang setiap tahun. Di satu sisi, hal ini akan menguntungkan sektor produksi mereka di Jepang karena mampu mengimbangi kebutuhan tenaga kerja. (iv) Semakin fleksibelnya aturan hukum, terjadi pertambahan penyalur baru, sehingga menimbulkan kompetisi. (v) Munculnya sektor baru dalam program magang dengan standar kriteria yang spesifik, terutama yang terkait dengan sektor pelayanan kesehatan di rumah sakit. (vi) Kebutuhan standar kualifikasi peserta magang seiring dengan pemakaian peralatan komputerisasi dalam sektor produksi.
19 | P a g e
Beberapa kondisi khusus yang muncul karena cepatnya arus informasi yang bisa didapat, ketidakpuasaan terhadap jenis pekerjaan dan pendapatan, dan masalah kepastian masa depan setelah program pemagangan, adalah: (i) Terdapat indikasi yang cukup kuat antara mayoritas pemagang, yang lebih memilih melakukan pengiriman uang lewat jalur informal (informal money remmitance – IMR) dikarenakan biaya pengiriman yang lebih murah, penetapan kurs yang lebih baik, kemudahan proses administrasi, dan waktu pengiriman lebih cepat dan fleksibel. (ii) Adanya pemagang yang melarikan diri dan masalah overstay. Ketidakpastian masa depan setelah kembali dari Jepang dan keterbatasan jumlah tenaga kerja yang dapat ditampung di perusahaan Jepang mengakibatkan pemagang merasa was-was akan nasibnya dan sebagian dari mereka memilih untuk melarikan diri dari tempat magangnya di Jepang. Selain itu, gaji yang ditawarkan perusahaan Jepang di Indonesia yang relatif rendah (walaupun sudah sesuai dengan standar gaji Indonesia) juga diindikasikan sebagai faktor yang kurang mendukung. (iii) Dari berbagai kesempatan berdiskusi dengan para pemagang, diketahui bahwa pada prinsipnya banyak yang berkeinginan menjadi wiraswasta. Tetapi, sebagian besar menyatakan kurangnya informasi tentang bagaimana dan apa yang harus mereka lakukan untuk memulai usaha dan tidak memiliki pengetahuan untuk merencanakan keuangan mereka. (iv) Sampai saat ini nampaknya belum ada lembaga keuangan yang menunjang keinginan mereka untuk berwiraswasta tersebut. Pemagang Indonesia didatangkan sebagian besar melalui IMM Japan. IMM Japan adalah lembaga pemagang terbesar di
20 | P a g e
Jepang, dan didirikan pada tanggal 2 Desember 1991 atas izin Kementrian Tenaga Kerja Jepang. Tujuan pendirian adalah untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia industri kecil dan menengah di Jepang agar dapat bersaing di dunia internasional dan pengembangan sumber data manusia dalam rangka alih teknologi dan pertukaran tehnik diantara negara yang sedang berkembang. Dengan demikian dapat menyumbang perkembangan ekonomi dan sosial di negara yang sedang berkembang. Kegiatan IMM Japan adalah menerima peserta magang dari luar negeri di bawah program pelatihan pemagangan sesuai dengan ketentuan pemerintah, membantu dan mendorong industri kecil di Jepang untuk mengembangkan bisnis mereka di luar negeri serta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penelitian, pelatihan, seminar dan mengumpulkan informasi untuk sumber daya manusia serta program pertukaran teknik. Sejak bulan Mei 1993, IMM Japan telah menerima peserta magang dari Indonesia sebanyak 26.825 orang dengan 175 angkatan dan tersebar di 44 propinsi di seluruh Jepang seperti terlihat dalam Tabel 1.1 Terhitung sejak tahun 1995, sebanyak 18.680 orang peserta pemagangan telah kembali ke Indonesia dan sekitar 6000 orang telah bekerja baik di perusahaan nasional maupun perusahaan Jepang di Indonesia. Informasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.
21 | P a g e
Tabel 1.1 Jumlah perusahaan penerima dan tempat bekerja para pemagang (berdasarkan prefecture)
Prefecture Hokkaido Aomori Iwate Miyagi Akita Yamagata Fukushima Ibaraki Kantor pusat Tochigi Gunma Saitama Chiba Tokyo Kanagawa Niigata Total Nagano Nagano Yamanashi Branch Total Shizouka Toyama Ishikawa Fukui Tokai Gifu Branch Aichi Mie Total Shiga Kansai Kyoto Branch Osaka Hyogo
22 | P a g e
Pemagang Jumlah Jumlah perusahaan peserta penerima pemagangan 3 13 2 12 2 4 31 21 41 65 17 26 43 14 269 100 10 110 62 3 9 6 7 36 21 82 12 9 63 24
10 16 145 101 221 294 80 125 171 67 1255 442 35 477 437 28 77 28 64 299 202 698 115 71 390 185
Nara Wakayama Tottori Shimane Okayama Hiroshima Tokushima Kagawa Ehime Kochi Total Yamaguchi Fukuoka Saga Nagasaki Kyushu Kumamoto Branch Oita Miyazaki Kagoshima Okinawa Total Grand Total
9 3 2 12 16 3 4 157 3 24 6 7 15 2 3 4 64 744
55 14 7 83 151 13 23 1107 28 113 53 60 65 28 52 12 411 4385
Tabel 1.2 Informasi tentang peserta magang yang telah kembali ke Indonesia
Jumlah pemagang yang kembali pada April
23 | P a g e
1 bulan sesudah kembali
3 bulan sesudah kembali
6 bulan sesudah kembali
Dapat kerja (%)
34
58
74
Dapat kerja (orang)
648
1.015
1.296
2006 s.d. Maret 2007 = 1.844 orang
24 | P a g e
Jumlah yang dijawab (%)
95
95
95
1.4 Sektor dan kondisi pemagangan setelah tahun 2010 Tantangan yang dihadapi akan lebih besar dalam persaingan kualifikasi SDM global pada level yang dibutuhkan. Penyalur harus menjawab tantangan ini mulai sekarang dengan menyiapkan kerangka perekrutan pramagang, antara lain: Kebutuhan akan kualitas SDM Kebutuhan akan ekonomisasi dan efisiensi Kompetisi dengan standar kriteria yang ditentukan perusahaan penerima di Jepang Transparansi dalam proses perekrutan Kepatuhan akan guidelines yang ditetapkan Kebutuhan akan kebijakan pemerintah yang pro pemagangan Perlindungan hukum yang kuat dari perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri Data pemagang setelah berada di Jepang harus dimiliki oleh pemerintah Indonesia melalui KBRI karena fakta bahwa lokasi dan jenis industri yang dimasuki mungkin berbeda dari rencana sebelum berangkat. Perkiraan kondisi pemagangan setelah 2010 akan banyak bergantung kepada: Kondisi ekonomi kawasan dan global karena keterkaitan manufaktur dan kondisi kebutuhan pasar. Kondisi persaingan yang ditunjukkan dengan kebangkitan industri di Cina dan India. Teknologi yang akan diaplikasikan di lapangan akan semakin canggih sehingga pemakaian tenagga manusia di level tertentu akan berkurang. Fakta bahwa selain sektor industri, sektor jasa akan turut memainkan peran dalam kuantitas dan daya tarik peserta magang, misalnya sektor jasa keperawatan dan tenaga professional level menengah. Fakta bahwa lokasi pabrik-pabrik akan beralih ke daerah.
25 | P a g e
Fakta bahwa pemagang akan dituntut untuk bisa melakukan quality control secara langsung sebagai bagian dari efisiensi. Pemagang yang masuk dalam program pemagangan harus mampu memberikan keputusan jika bagian dari produknya tidak lolos kualitas.
Program magang ini telah menghasilkan paling tidak 2 manfaat khusus bagi para pemagang: 1. Adanya kesempatan untuk menimba keterampilan selama bekerja di perusahaan-perusahaan Jepang yang berbasis teknologi tinggi dan disiplin kerja yang tinggi. 2. Adanya kesempatan untuk mengakumulasi modal dari penghasilan yang diperoleh selama bekerja dalam bentuk tabungan. Adanya dua manfaat ini paling tidak menyadarkan kita betapa potensi sumber daya manusia dan modal mestinya dapat dikembangkan ke arah yang lebih positif, berkembang dan berkesinambungan. Potensi pemagang inilah yang menjadi fokus para pengambil kebijakan terkait dengan sektor ini untuk mengarahkan potensi pemagang kepada kegiatan-kegiatan yang nyata dan produktif. Salah satu rencana positif yang dikembangkan adalah dengan mengarahkan para pemagang untuk menjadi seorang wirausahawan. Kerjasama program magang dan keinginan untuk mengembangkan potensi para peserta magang ke arah pembentukan calon wirausaha tangguh telah melatarbelakangi apa yang kemudian disebut dengan ”Komitmen Tokyo” yang disepakati pada tanggal 5-6 Nopember 2007 oleh beberapa instansi pemerintah antara lain: Kedutaan Besar RI di Tokyo (KBRI Tokyo), Konsulat Jenderal RI di Osaka (KJRI Osaka), Bank Indonesia Tokyo Representative Office (BI Tokyo), Bank Negara Indonesia di Tokyo (BNI Tokyo), IMM Japan dan lembaga penyalur lainnya, Departemen Tenaga Kerja dan
26 | P a g e
Transmigrasi (Depnakertrans, Ditjen Pembinaan, Pelatihan dan Produktivitas), Kementrian Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Pengembangan SDM, Departemen Perindustrian, Ditjen IKM, Departemen Perdagangan, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, dan Working Group for Technology Transfer (WGTT). Terdapat 3 (tiga) program utama: Pembekalan, konsultasi dan pendampingan. Dua program pertama dilaksanakan di Jepang dengan Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) dan program konsultasi pembuatan proposal bisnis, sedang program terakhir di Indonesia. Program PWEP ini telah dilaksanakan sebagai berikut: PWEP pada tahun 2008: 1. PWEP Gifu, 6 Januari 2008 2. PWEP Kanazawa, 10 Pebruari 2008 3. PWEP Tokyo (Big Event), 23 Maret 2008 4. PWEP Saga Kyushu, 18 Mei 2008 5. PWEP Nagoya, 1 Juni 2008 6. PWEP Kobe, 22 Juni 2008 7. PWEP Toyota, 13 Juli 2008 8. PWEP Shizuoka, 21 September 2008 9. PWEP Kansai (Big Event), 26 Oktober 2008 Dengan total peserta: 1.321 orang PWEP pada tahun 2009: 10. PWEP Kasugai, 1 Pebruari 2009 11. PWEP Toyama, 7 Maret 2009 (Studi Banding) 12. PWEP Toyohashi, 12 April 2009 13. PWEP Kumamoto, 4 Mei 2009 14. PWEP Hiroshima, 28 Juni 2009 15. PWEP Okayama, 2 Agustus 2009 16. PWEP Kyoto (Big Event), 4 Oktober 2009 17. PWEP Tokyo, 22 Nopember 2009 18. PWEP Nagano, 20 Desember 2009
27 | P a g e
Dengan total peserta: 1.218 orang PWEP pada tahun 2010: 19. PWEP Nagoya, 27 Maret 2010 20. PWEP Toyota, 28 Maret 2010 21. PWEP Surabaya, 13 Juni 2010 Dari kegiatan PWEP ini, telah pula dilakukan dokumentasi peserta, jenis perusahaan tempat bekerja dan lokasi perusahaan tempat bekerja para peserta magang. Hal ini dimungkinkan untuk menjalin komunikasi yang lebih intensif di kemudian hari sekaligus peluang untuk membangun jaringan kerjasama usaha. Segmen awal ini merupakan infrastruktur utama dalam proses komunikasi antar perusahaan di Jepang dan Indonesia selanjutnya. Integrasi antara pramagang, selama magang, dan purnamagang dengan berbagai institusi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang akan mendukung kemandirian pemagang setelah program magang selesai merupakan hal yang paling mendasar. Karena sesuai dengan namanya, bahwa pemagang hanyalah magang bukan tenaga kerja. Tujuan akhir dari program ini adalah kemandirian bagi pelakunya pada khususnya dan transfer teknologi dari negeri Jepang ke tanah air pada umumnya. Akan tetapi, kegigihan mereka dalam mengumpulkan modal selama 3 tahun di Jepang juga tidak bisa dianggap enteng. Secara finansial mereka mampu mengumpulkan uang puluhan bahkan ratusan juta rupiah untuk modal usaha kelak, akan tetapi kesiapan fisik dan mental untuk berproses menuju kemandirian belum masuk dalam kurikulum program pemagangan itu sendiri. Dalam hal ini pemerintah perlu untuk membangun kerangka jangka panjang untuk memfasilitasi pengembangan program ini, dengan melibatkan independent evaluator dan melakukan
28 | P a g e
pemantauan secara berkala dari Indonesia. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak dari pemagang yang mempunyai potensi yang melebihi orang Jepang dan menjadi rebutan perusahaan Jepang yang berada di Indonesia, padahal mereka mestinya mendapatkan prioritas untuk menjadi seorang wirausahawan yang sukses yang nantinya diharapkan dapat mengaplikasikan teknologi yang diperolehnya dan menyerap tenaga kerja di lingkungan sekitarnya. Efek transfer teknologi harus mendapat perhatian karena program pemagangan ini telah berlangsung puluhan tahun. Kebutuhan akan implementasi program yang lebih baik di kedua belah pihak baik Jepang maupun Indonesia akan sangat bermanfaat bagi kedua negara dan tentu saja bagi pelaku dari program magang ini.
29 | P a g e
30 | P a g e
Bab 2 Sistem perekrutan dan jalur pemberangkatan
31 | P a g e
Sebagaimana kita pahami bersama bahwa persoalan ekonomi dan investasi, angkatan pengangguran yang kian bertambah sebagai akibat bertambahnya angkatan kerja baru dan tingginya jumlah angka PHK merupakan persoalan nasional yang tidak mudah dicari solusinya. Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah dan menurunnya kesempatan kerja di dalam negeri serta keterampilan pencari kerja yang tidak sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh perusahaan, juga merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka pengangguran. Sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan ini, program pemagangan ke Jepang mulai diberlangsungkan oleh pemerintah kedua negara lebih dari 15 tahun yang lalu. 2.1 Kerjasama antar pemerintah Ada beberapa jalur perekrutan dan pemberangkatan pemagangan ke Jepang, diantaranya jalur pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang telah menjalin kerja sama dengan IMM Japan yang MOU-nya telah ditandatangani tahun 1990 dan baru terealisasi pada 1993. Jalur pemerintah ini pada awalnya hanya diketahui oleh kerabat dekat Depnakertrans, akan tetapi setelah adanya sosialisasi secara kontinyu, saat ini banyak masyarakat umum yang telah merasakan manfaatnya. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang tidak bisa dipungkiri bahwa program magang ke Jepang menjadi sangat diminati oleh generasi muda Indonesia. Hal ini dikarenakan peran serta dinas tenaga kerja seluruh propinsi di Indonesia yang tidak bosan-bosannya selalu mensosialisasikan program magang ke Jepang. Adapun sistem perekrutan sampai dengan pemberangkatan telah disesuaikan dengan ketentuan yang sudah diatur oleh kedua belah pihak. Tugas dari IMM Japan adalah membantu
32 | P a g e
perusahaan/industri kecil dan menengah Jepang (termasuk membantu dalam penanaman modal ke Indonesia) dan menjadi pelindung serta sponsor bagi peserta magang selama berada di Jepang. Adapun syarat-syarat untuk dapat mendaftar dalam program pemagangan Jepang melalui Depnakertrans antara lain: 1. Pendidikan formal minimal SLTA, SMK, D1, D2, D3, S1 (Tehnik). Bagi calon peserta yang berpendidikan formal SMA, SMEA, MAN, D3, S1 (Non Tehnik), harus melampirkan sertifikat latihan kerja dari balai latihan kerja/lembaga latihan swasta minimal 220 jam latih atau melampirkan surat pengalaman kerja di bidang tehnik minimal 6 bulan. 2. Persyaratan fisik: a. Laki-laki, usia minimum 20 tahun maksimum 27 tahun b. Tinggi badan minimum 160 cm, berat badan ideal c. Tidak cacat tubuh, tidak bertato, tidak tindik d. Tidak buta warna dan berkaca mata e. Memiliki motivasi, disiplin dan sikap mental tinggi Adapun proses perekrutannya menggunakan sistem gugur dan dibagi dalam beberapa tahapan diantaranya: 1. Seleksi administrasi Peserta akan diteliti kelengkapan berkas pendaftaran apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. 2. Pemeriksaan kesehatan tubuh Meliputi pemeriksaan fisik, yaitu tinggi badan, berat badan, cacat tubuh dan fungsi organ tubuh lainnya. 3. Tes matematika Dalam tes matematika ini para peserta akan diwajibkan mengisi soal matematika yang seluruhnya berjumlah 10 soal, waktu tes 5 menit dan untuk dapat lulus minimal menjawab benar 7 soal. 4. Tes ketahanan fisik
33 | P a g e
5.
6.
7.
- Lari nonstop 3 km, batas waktu maksimum 15 menit - Push up minimal 35 kali - Sit up minimal 25 kali Tes Bahasa Jepang, meliputi huruf-huruf Jepang: - Hiragana - Katakana - Kata benda, kata kerja - Kosakata - Kata sifat, dan - Kanji Wawancara, untuk melihat kondisi langsung para peserta terhadap hal-hal berikut: - Performance (sikap perilaku) - Latar belakang keluarga - Pemahaman program - Kemampuan verbal dan kemampuan wawasan. Psychotest, dalam tes ini banyak faktor yang diuji: - Faktor kemandirian dan ketekunan - Faktor ketahanan kerja - Faktor intelegensia umum (IQ)
Setelah semua yang diujikan selesai maka para peserta yang lulus akan diumumkan 2 minggu setelah itu. Bagi peserta yang lulus maka akan dapat mengikuti tahapan berikutnya yaitu medical test (tes kesehatan) yang digunakan untuk mengetahui kelayakan kesehatan peserta dalam mengikuti program pemagangan dengan mempertimbangkan segala perbedaan dan kondisi alam. Medical test dilaksanakan di daerah oleh dokter rumah sakit atau laboratorium dengan persetujuan dari tim pusat dan IMM Japan. Setelah semua tes selesai dilaksanakan dan peserta dinyatakan lulus maka peserta diwajibkan untuk mengikuti
34 | P a g e
pelatihan pra pemberangkatan, dimana untuk pelatihan tahap pertama ini dilakukan di propinsi masing-masing. Selama 2 bulan 10 hari peserta diwajibkan mengikuti pelajaran meliputi: Bahasa Jepang, budaya Jepang, dll. Sistem yang diberlakukan adalah sistem gugur. Pada saat pendidikan di propinsi ini, peserta sudah harus mengurus paspor. Setelah keseluruhan persyaratan diselesaikan dengan baik maka peserta akan masuk ke jenjang berikutnya yaitu diberangkatkan ke pusat dalam hal ini di BBPPK Lembang Bandung atau di B2PKLN Civest Bekasi. Selama 2 bulan peserta akan dididik lebih dalam tentang Bahasa Jepang, budaya Jepang, dll. Semua biaya pendidikan akan ditanggung oleh IMM Japan. Di pendidikan terahir ini peserta akan menjalani medical check-up lagi karena dikwatirkan ada penyakit selama dalam mengikuti pendidikan. Setelah semuanya dijalani, dokumen-dokumen pemberangkatan ke Jepang akan diurus. Meskipun pihak penyalur tidak melakukan pungutan biaya, akan tetapi peserta tetap perlu menyiapkan pengeluaran sebagai beikut: 1. Medical check-up 2. Pelatihan tahap pertama 3. Transpor ke tempat pelatihan tahap kedua 4. Pembuatan paspor 5. Visa dan airport tax 6. Biaya hidup awal 10.000 yen Adapun fasilitas yang akan didapatkan para peserta magang dari IMM Japan antara lain: 1. Pelatihan tahap kedua 2. Medical check-up pra pemberangkatan 3. Transpor ke bandara 4. Tiket pesawat PP Jakarta–Jepang 5. Asrama atau tempat tinggal selama berada di Jepang 6. Tunjangan bulanan di Jepang
35 | P a g e
Dari syarat-syarat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa seleksi pemagangan ke Jepang memerlukan seleksi yang sungguh ketat, bukan hanya kemampuan akademik, melainkan keseluruhan tes kesehatan, mental, daya adaptasi, dan juga pola berpikir. Sudah sepantasnya apabila ”Manusia-manusia terpilih” ini, setelah mendapatkan tambahan skill dan ilmu teknik serta akumulasi modal selama 3 tahun di Jepang dan sekembalinya ke tanah air, akan mampu untuk mendongkrak ekonomi di lingkungan sekitar tempat tinggalnya yang rata-rata berada di pedesaan. Akan tetapi, sangat disayangkan program magang saat ini lebih tertuju kepada kuantitas peserta bukan kepada masa depan dari pemagang itu sendiri. Selain melalui jalur IMM Japan, dalam skala kecil Departemen Pertanian RI juga mempunyai program pengiriman pemagang ke Jepang. Model ini lebih mudah dari sektor industri karena ditangani langsung oleh Atase Perindustrian KBRI Tokyo. Jumlah peserta terbatas karena hanya berhubungan dengan beberapa prefecture seperti Gunma-ken dan Fukui-ken serta petani yang akan menjadi induk semang ditunjuk oleh pemerintah lokal di prefecture tersebut. Pemagangan di sektor pertanian ini biasa juga disebut Pemuda Tani dan durasinya 1 tahun. Peserta magang langsung tinggal di rumah petani dan sehari-hari berbaur dengan petani tersebut. Selain aktivitas sehari-hari yang mengikuti pola kerja petani induk semang, juga ada berbagai skedul kunjungan dan presentasi secara berkala, seperti studi banding ke petani bunga, bisnis-bisnis yang dibangun oleh Japan Agriculture (JA), pabrik kemasan, teknik pengolahan limbah, peternakan sapi dan ayam, pabrik pengolahan susu, belajar manajemen dasar gaya Jepang, dll.
36 | P a g e
Program pemagangan di bidang pertanian ini akan sangat bermanfaat jika pemerintah mampu mengirin peserta magang yang sesuai dengan sektor yang sudah digarap di Indonesia, misalnya peternakan sapi perah maka di Jepang pun akan masuk ke bidang yang sejenis.. Kesulitannya, tidak semua petani di Jepang bersedia ditunjuk sebagai induk semang dengan alasan utama yaitu komunikasi dan perbedaan budaya. Diharapkan pendekatan dari pemerintah prefecture akan lebih diperluas di masa yang akan datang. Peserta magang akan mendapat sertifikat dari pemerintah prefecture sebagai tanda keberhasilan program. Berbeda halnya dengan program pemagangan yang dikelola oleh Kamar Dagang dan Industri Jepang (Shokoukai), dimana dari Indonesia sumber perekrutan melalui yayasan-yayasan persahabatan antara Jepang dan Indonesia. Program pemagangan ini mampu mendatangkan peserta dengan kuantitas lebih dari 10 orang dari satu kota di Indonesia, durasi program mengikuti standar normal yaitu tahun pertama sebagai kenshusei dan tahun kedua dan ketiga sebagai jisshusei jika lulus ujian. Perusahaan penerima di Jepang adalah anggota dari Shokokai itu sendiri. Shokokai yang berhadapan dengan pihak pemerintah Indonesia akan meminta jumlah peserta magang dan jenis industri yang akan menjadi penerima. Pada umumnya shokokai hanya merekrut jumlah peserta yang sesuai dengan permintaan anggotanya, sehingga kuantitas peserta berubah setiap tahun dan begitu juga dengan masa durasi pelaksanaannya. Shokokai juga langsung datang ke Indonesia untuk wawancara ketika calon peserta program magang sudah mulai mengikuti kursus Bahasa Jepang. Setelah selesai program, pemagang akan mendapat sertifikat dari pemerintah prefecture sebagai tanda keberhasilan keikutsertaan dan bisa dipergunakan sebagai referensi untuk melamar ke perusahaan terkait.
37 | P a g e
Bertambahnya penduduk usia lanjut di Jepang merupakan masalah bagi Pemerintah Jepang, karena pada umumnya keluarga Jepang tidak bisa mengurus/merawat orang tuanya di rumah sendiri yang mayoritas orang Jepang pada sibuk bekerja. Dilihat dari budaya Jepang yang cenderung hidup mandiri, para lansia tidak mau merepotkan anak dan cucucucunya. Mereka merasa lebih baik hidup di panti jompo. Oleh karena itu pengusaha-pengusaha yang membuka panti jompo di Jepang terus bertambah dengan pesat. Jumlah yang terdata secara resmi sebanyak 13.000 panti jompo. Untuk itulah Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Jepang yang diwakili oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abe Shinzo melakukan penandatanganan Economic Partnership Agreement (EPA) pada tanggal 20 Agustus 2007. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah, Jepang akan merekrut tenaga perawat dan care worker dari Indonesia. Alhamdulillah rencana tersebut segera terwujud, tepatnya Kamis 5 Juni 2008 sejumlah 240 orang perawat mengikuti tes seleksi program ke Jepang. Dari jumlah tersebut yang dinyatakan lulus adalah 174 perawat dan angkatan pertama telah diberangkatkan pada tanggal 3-8 agustus 2008. Diinformasikan oleh Elsi Dwi Hapsari (Kyoto Jepang) bahwa di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati persentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang menjadi perhatian dan perlu segera untuk ditanggulangi. Khusus untuk pengiriman tenaga perawat, seleksi diatur oleh pemerintah.
38 | P a g e
2.2 Jalur lembaga pelatihan kerja (LPK) dan swasta Untuk bisa mengikuti program pemagangan di Jepang, terdapat banyak jalan resmi selain melalui jalur pemerintah. Jalur-jalur lain yang dikelola oleh swasta dapat ditemui melalui jalur pendidikan, lembaga pelatihan maupun perusahaan yang memang telah mempunyai jalinan langsung dengan asosiasi/perusahaan yang ada di Jepang. Dimana tujuan utamanya yaitu untuk peningkatan keterampilan dan skill serta etos kerja sehingga akan tercipta sumber daya manusia yang berdaya guna dan bernilai jual tinggi. Di samping itu, juga berpotensi untuk mengangkat kesejahteraan pemagang sehingga setelah 3 tahun berada di Jepang diharapkan akan bisa hidup mandiri dengan menciptakan lapangan kerja baik untuk diri sendiri maupun orang lain di sekitar tempat kerjanya kelak. Adapun persyaratan lembaga swasta bisa melaksanakan pengiriman tenaga magang keluar wilayah Indonesia telah diatur melalui Peraturan Menteri Nomor 08/MEN/2008 tentang Tatacara dan Perijinan di Luar Negeri yang tertulis dalam bab I pasal 1 ayat 1 yaitu: Pemagangan di luar negeri adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara utuh dan terpadu di Indonesia dan di luar negeri oleh lembaga pelatihan kerja atau perusahaan atau instansi pemerintah atau lembaga pendidikan di bawah pengawasan instruktur dan/atau pekerja yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/jasa, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Atau pasal 1 ayat 6 yaitu: Penyelenggara pemagangan di luar negeri adalah LPK yang telah mendapatkan izin atau perusahaan atau instansi pemerintah atau lembaga pendidikan yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab di bidang pelatihan kerja di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk melaksanakan pemagangan di luar negeri.
39 | P a g e
Adapun sistem perekrutan pada lembaga swasta ini tidak ada bedanya dengan perekrutan yang dilaksanakan oleh pemerintah hanya saja ada item tertentu yang memang ada toleransi mengenai umur, tinggi badan dan juga tindik atau bekas tindik tidak menjadi acuan untuk tidak bisa ikut dalam magang melalui swasta ini. Di samping itu melalui LPK swasta, peserta ditekankan dalam skill sehingga diharapkan pada saat di Jepangnya nanti peserta bisa langsung untuk beradaptasi dengan pekerjaan tempat peserta magang, walaupun sebelumnya peserta harus menjalani pendidikan di poltek sebelum masuk ke perusahaan masing-masing. Pemagangan yang bersifat internal juga terus berlangsung, hanya saja data pengelolaan program tersebut sulit didapatkan. Misalnya Vuteq Corporation yang berbasis di Kota Toyota, melakukan perekrutan di Jakarta dengan jumlah pengiriman per tahun mencapai lebih 200 orang. Vuteq Corp. mengkhususkan bidang pelatihan dalam sektor otomatif atau komponen mobil yang dipasok ke industri mobil Toyota, Nissan, Honda, dll. Lembaga swasta lain yang bergerak secara internal juga mempunyai kuantitas yang cukup sigfikan seperti pengiriman pemagang dari pabrik Daihatsu Indonesia, Pabrik Meiji (perusahaan produk makanan/susu/coklat). Selain itu lembaga lain yang mengkhususkan diri untuk perekrutan ke Jepang sebagaimana yang dimuat di http://www.pemagangan.com/ adalah Yayasan Globalindo Jl. Sawojajar No. 25 (Selokan Mataram) Pringgolayan, Condongcatur, Depok, Sleman Yogyakarta Telp/Faks: 0274-487407/0274-4333315, dan LPK Mitra Jaya Indonesia, Jl. Gatot Subroto No. 54 C Jurang Ombo Selatan, Magelang Selatan Telp/Faks: 0293311582/0293-311582
40 | P a g e
Adapun izin pengiriman pemagang dikeluarkan oleh Depnakertrans. Sedangkan lembga domestik yang mengelola pengiriman pemagang ke negara lain juga melalui yayasanyasan sejenis. Khusus untuk peserta magang yang mempunyai keahlian khusus seperti bidang IT dan seni budaya, pada umumnya berlangsung melalui hubungan internal antar universitas atau kekeluargaan yang secara individu jumlah pemagang yang diberangkatkan masih dalam hitungan jari, akan tetapi secara kumulatif angka tersebut tidak bisa diabaikan. 2.3 Melalui agen-agen pribadi dan kekeluargaan Perekrutan dan pemberangkatan melalui jalur ini biasanya ditempuh oleh orang-orang yang menginginkan untuk berangkat ke Jepang dengan jalan semi instan dimana biasanya mereka yang mempunyai keluarga yang menikah dengan orang Jepang atau memiliki penjamin orang Jepang, bisa memanfaatkan peluang ini. Dan biasanya perekrutan jalur ini tidak dipersiapkan dengan matang, kemampuan skill dan bahasa serta pengetahuan tentang budaya dan etika orang Jepang sangatlah minim. 2.4 Tanpa mengikuti prosedur yang telah ditentukan Jalur inilah yang disebut dengan ilegal dan banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Peserta hanya diberi harapan tanpa adanya kepastian pemberangkatan, dan kalaupun bisa diberangkatkan itupun hanya sedikit sekali dari ribuan orang yang punya minat untuk bisa berangkat ke Jepang. Di samping tidak adanya harapan yang pasti, uang yang harus dibayarkan pun tidak sedikit yang mencapai puluhan juta rupiah. Banyak contoh kasus yang terjadi di Indonesia karena ada semacam sindikat perekrutan tenaga kerja ke Jepang padahal kenyataan yang ada,
41 | P a g e
perusahaan Jepang biasanya tidak melakukan pungutan biaya dan kalau adapun dengan jumlah yang sangat kecil. Sindikat perekrutan tenaga kerja ke Jepang ini secara terangterangan telah mengakar di kota-kota besar di Indonesia. Pemberangkatan ke Jepangnya pun biasanya tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Biasanya peserta diberi visa dan paspor yang telah disediakan oleh agen-agen yang tidak sesuai dengan nama dan alamat yang sebenarnya. Calon pemagang akan diantar sampai ke bandara dan pada umumnya telah terjalin hubungan antara agen tersebut dan pengelola bandara untuk meloloskan calon ”yang naas” tersebut. Tidak sedikit yang telah tiba di bandara Jepang akan tetapi tidak bisa masuk ke Negeri Sakura dengan alasan ketidaklengkapan dokumen dan sebagainya. Tetapi banyak juga yang bisa meloloskan diri dan bisa masuk ke wilayah jepang dengan berbagai cara. Informasi yang didapat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo, masih tetap ada peserta magang yang terjerat bujukan pengirim tidak resmi, sehingga status hukum mereka bermasalah setelah tiba di Jepang dengan memakai visa wisata. Hal ini mengakibatkan semakin ketatnya prosedur untuk mendapatkan visa masuk ke Jepang. Bagaimanapun juga, menjadi seorang ilegal dengan status hukum yang tidak resmi adalah tidak dibenarkan. Perasaan was-was apabila tertangkap dan masih banyak kerugiankerugian lain diantaranya tidak diikutsertakannya dalam asuransi kesehatan, pada akhirnya akan merugikan pelakunya sendiri. Negeri dengan sejuta harapan ini hanyalah bisa dinikmati fasilitasnya dengan cara yang sah dan benar. Dan bagi yang bercita-cita untuk mengikuti program magang, gunakanlah cara yang benar seperti yang terangkum dalam bagian 2.1 s.d. 2.3 di atas.
42 | P a g e
43 | P a g e
Bab 3 Regulasi perbankan dan kebijakan pemerintah
44 | P a g e
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena berfungsi sebagai pemerata kesejahteraan, menciptakan keseimbangan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan juga mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Mengingat pentingnya peranan UMKM dalam perekonomian, perlu ada usaha aktif dari pemerintah untuk mendorong kemajuan UMKM dan menciptakan iklim perekonomian yang cocok untuk perkembangan UMKM di Indonesia. 3.1 Peran pemerintah dalam menciptakan kondisi makro ekonomi yang kondusif bagi UMKM Pada bagian ini akan dibahas peranan pemerintah dalam memajukan usaha kecil dan menengah berdasarkan undangundang tahun 2008 nomor 20 tentang Usaha Kecil dan Menengah. Isi dari pemaparan di bab ini sebagian berupa kutipan langsung dari isi undang-undang tersebut. 3.1.1 Kriteria usaha mikro, kecil dan menengah Pengertian usaha kecil dan menengah menurut UU no. 20 tahun 2008 pasal 1 adalah sebagai berikut. a. Usaha Mikro: Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). b. Usaha kecil: Usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
45 | P a g e
c. Usaha Menengah: Usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 3.1.2 Penumbuhan iklim usaha Pemerintah pusat maupun daerah membantu menumbuhkan iklim usaha yang ramah untuk UMKM dengan cara menetapkan peraturan yang berkaitan dengan aspek pendanaan, prasarana dan sarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan kelembagaan (pasal 7). Namun dalam pelaksanaannya tidak bisa terlepas dari dukungan aktif dan masyarakat dan dunia usaha untuk bisa mencapai kondisi yang diharapkan. Dalam aspek pendanaan, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memperbanyak dan memperluas lembagalembaga pembiayaan baik perbankan maupun non perbankan yang memberikan akses kepada pelaku UMKM untuk mendapatkan dana. Pemerintah juga harus menjamin prosesnya agar bisa cepat, tepat dan tidak diskriminatif. Selain itu diharapkan juga partisipasi pemerintah untuk membantu secara langsung para pelaku UMKM dalam proses mendapatkan dana usaha. Dalam aspek sarana dan prasarana, pemerintah berkewajiban untuk mengadakan prasarana umum yang dapat membantu dan mendorong pertumbuhan UMKM. Keringanan tarif prasarana tertentu oleh pemerintah untuk UMKM bisa memudahkan UMKM untuk tumbuh berkembang di dunia usaha.
46 | P a g e
Dalam aspek informasi, pemerintah harus menciptakan dan menyebarluaskan serta menjamin transparansi informasi tentang bisnis, pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, serta mutu untuk semua pelaku UMKM. Dalam aspek kemitraaan, pemerintah selain berkewajiban untuk membantu kemitraan antar sesama UMKM juga berkewajiban untuk mendorong terjadinya kemitraan antara UMKM dengan usaha menengah dan usaha besar dengan asas saling menguntungkan. Posisi tawar UMKM harus dibantu untuk membantu mendorong terbentuknya struktur pasar dengan persaingan yang sehat dan melindungi konsumen. Pemerintah berkewajiban pula untuk mencegah terjadinya penguasaan pasar dan monopoli oleh perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan UMKM. Dalam aspek perizinan usaha, pemerintah berkewajiban untuk menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu dengan membebaskan atau memberikan keringanan biaya perizinan bagi pelaku UMKM. Dalam aspek kesempatan usaha, pemerintah mempunyai peranan dan kewajiban sebagai berikut: a. Menentukan tempat usaha yang meliputi pemilihan lokasi pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi untuk pedagang kaki lima serta lokasi-lokasi lainnya; b. Menentukan alokasi waktu berusaha untuk UMKM di subsektor perdagangan retail; c. Menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang
47 | P a g e
terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; d. Melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; e. Mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung; f. Memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan. Dalam aspek promosi dagang, pemerintah berkewajiban untuk : a. Meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan luar negeri; b. Memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan luar negeri; c. Memberikan insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan luar negeri; d. Memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor. Dalam aspek dukungan kelembagaaan, pemerintah mempunyai tugas untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank dan lembaga profesi sejenis lainnya sebgai lembaga pendukung pengembangan UMKM. 3.1.3 Pengembangan usaha Sebagaimana tertulis dalam UU nomor 20 tahun 2008 pasal 2124, pemerintah diharapkan membantu memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang: produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Dalam
48 | P a g e
pelaksanaannya, diharapkan masyarakat dan dunia usaha.
dukungan
proaktif
dari
Dalam bidang produksi dan pengolahan, pemerintah memberikan dengan cara: 1. Membantu UMKM dalam hal peningkatan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen. 2. Memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong dan kemasan bagi produk UMKM. 3. Menerapkan standarisasi dalam proses produksi dan pengolah serta meningkatkan kemampuan perencanaan usaha bagi UMKM. Dalam bidang-bidang pemasaran, peranan yang diharapkan dari pemerintah adalah: 1. Melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran, 2. Menyebarluaskan informasi pasar, 3. Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran, 4. Menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyeleggaraan uji coba pasar, lembaga pemarasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi UMKM, 5. Memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, distribusi, dan 6. Menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. Dalam bidang sumber daya manusia, pemerintah diharapkan bisa: 1. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan, 2. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial, 3. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan penciptaan wirausaha baru.
49 | P a g e
Dalam bidang desain dan teknologi, peranan yang diharapkan dari pemerintah adalah: 1. Meningkatkan kemampuan pelaku UMKM di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu, 2. Meningkatkan kerjasama dan alih teknologi, 3. Meningkatkan kemampuan UMKM di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru, 4. Memberikan insentif kepada UMKM yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup, 5. Mendorong UMKM untuk memperoleh sertifikat atas kekayaan intelektual. 3.1.4 Pembiayaan dan penjaminan Selain bantuan langsung pemerintah baik pusat maupun daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Asing (BUMA) diharapkan untuk menyisakan sebagian laba tahunannya untuk membantu biaya usaha UMKM sebagaimana diatur oleh undang-undang. Pemerintah bisa juga mengusahakan bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan luar negeri untuk membantu UMKM. Selain bantuan berupa dana, bantuan juga bisa berupa kemudahan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk lain. Upaya pemerintah dalam meningkatkan sumber pembiayaan UMKM adalah bisa berupa: 1. Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, 2. Pengembangan lembaga modal ventura, 3. Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang, 4. Peningkatan kerjasama antara UMKM melalui koperasi simpan pinjam dan sebagainya. Dalam meningkatkan akses UMKM terhadap sumber pembiayaan, pemerintah harus menumbuhkan dan
50 | P a g e
memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank, lembaga penjamin kredit, dan juga harus memberikan kemudahan dan memberikan fasilitas dalam memberikan persyaratan untuk memperoleh pembiayaan. Peran aktif dari masyarakat dan dunia usaha bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha, meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman dan meningkatkan pemahaman dan ketrampilan teknis serta manajerial usaha. Selain itu pemerintah juga diharapkan berperan dalam memfasilitasi dan mendorong peningkatan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal dan lembaga pembiayaan lainnya, juga melaiu pengembangan lembaga penjamin kredit dan lembaga penjamin ekspor. 3.1.5 Jalinan kemitraan Pemerintah, masyarakat dan dunia usaha diharapkan bisa bekerja sama dalam mendukung dan menstimulasi kegiatan kemitraan antar UMKM dan Usaha Besar yang mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi. Departemen kementerian yang terkait bisa memberikan insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan UMKM dalam hal inovasi, pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Bentuk kemitraan yang dimaksud di UU adalah kemitraan dengan pola: a. Inti-plasma;
51 | P a g e
b. c. d. e.
Subkontrak; Waralaba; Perdagangan umum; Distribusi dan keagenan, dan bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).
Inti-plasma adalah suatu pola kemitraan antara Usaha Besar dan UMKM dimana Usaha Besar menjadi inti, dan UMKM menjadi plasmanya (pendukung). Adapun usaha-usaha dari UMKM sebagai plasma dari kegiatan usaha inti-plasma adalah segala berikut: a. Penyediaan dan penyiapan lahan; b. Penyediaan sarana produksi; c. Pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha; d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; e. Pembiayaan; f. Pemasaran; g. Penjaminan; h. Pemberian informasi; i. Pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha. Subkontrak adalah pola kemitraan dimana Usaha Besar memberikan kesempatan kepada UMKM untuk mengerjakan beberapa bagian dari teknis usaha seperti: a. Mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya; b. Memperoleh bahan baku; c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen; d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
52 | P a g e
e.
Pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak dan dalam pelaksanaan kemitraan jenis ini, Usaba Besar harus berupaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
Waralaba adalah pola kemitraan antara Usaha Besar dan UMKM dimana UMKM bisa melakukan usaha dengan memanfaatkan brand image yang terbentuk dan dukungan manajemen yang baik. Usaha Besar diharapkan untuk memprioritaskan UMKM yang berminat membuka waralaba dibawah naungannya. Selain itu pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan. Perdagangan Umum adalah pola kemitraan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha atau penerimaan pasokan dari UMKM oleh Usaha Besar secara terbuka dan transparan. Dalam pelaksanaannya kemitraan model ini diharapkan Usaha Besar mengutamakan hasil produksi UMKM dengan tetap menjunjung standar mutu barang dan jasa yang tidak diperlukan, dan diharapkan pula sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak. Kemitraan pola distribusi adalah suatu pola kemitraan dimana Usaha Besar/Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasanya kepada UMKM. Bentuk-bentuk lain dari kemitraan bisa berupa bagi hasil, joint venture atau outsourcing.
53 | P a g e
3.1.6 Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan usaha kecil dan menengah Pengoordinasian dan pengendalian pemberdayaan UMKM dilakukan oleh Menteri yang terkait dengan masalah UMKM. Adapun tugas dari Departemen Kementrian dalam hal ini adalah: penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 3.2 Peran lembaga perbankan dalam menopang kemajuan UMKM Fungsi utama dari lembaga perbankan dalam pengembangan UMKM adalah sebagai salah satu alternatif pembiayaan usaha UMKM. Di bagian ini akan dirangkum beberapa jenis fasilitas kredit yang diberikan oleh beberapa bank yang memiliki komitmen dalam mengembangkan UMKM. a. Kredit Usaha Kecil (KUK) Adalah kredit atau pembiayaan dari bank untuk investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif. b. KUK-Kredit Investasi Adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, dengan jangka waktu maksimal 10 tahun. c. KUK-Kredit Modal Kerja Adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha.
54 | P a g e
d.
e.
KUK-Kredit Modal Kerja Kontraktor Adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja khusus bagi usaha jasa kontraktor yang habis dalam satu siklus usaha. KUK-Channeling Adalah kredit modal kerja atau kredit investasi yang diberikan melalui kerjasama dengan lembaga pembiayaan atau bank umum lainnya.
3.3 Peran lembaga non pemerintah (LSM): Studi kasus perjalanan Working Group for Technology Transfer (WGTT) 2007-2010 dan konsep iBET Karena keterbatasan wewenang dan dana, peranan LSM dalam mengembangkan UMKM pada umumnya hanya sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai penjembatan antara pihak pelaku UMKM dan perbankan maupun pemerintah, atau juga sebagai edukator yang berperan dalam mendidik dan mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kemandirian dan kewirausahaan dan juga trik-trik dalam berwirausaha. Pada bagian ini akan dibahas program kerja WGTT terhadap pengembangan bibit-bibit wirausaha yang bekerjasama rekanrekan pemagang di Jepang. Program kerja WGTT terbagi dalam 4 tujuan, yaitu: a. Inovative human building b. Business incubator c. Education d. Technology transfer Berikut akan dipaparkan penjelasan dari masing-masing tujuan: a. Inovative human building
55 | P a g e
Tujuan dari inovative human building adalah mendidik dan menciptakan manusia-manusia yang memiliki jiwa kewirausahaan dan memiliki pengetahuan-pengetahuan yang menyangkut dunia usaha baik yang berhubungan dengan operasional usaha seperti studi kelayakan usaha, maupun yang berhubungan dengan hal-hal pendukung seperti pengetahuan tentang kredit perbankan, bea cukai dan perpajakan, struktur industri dan juga kebijakan pemerintah tentang industry. Dalam mewujudkan tujuan ini WGTT telah melaksanakan pelatihan yang diberi nama Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) di berbagai kota di Jepang yang memiliki komunitas pemagang yang tinggi seperti Hamamatsu, Tokyo, Nagoya dan sebagainya. Pelatihan ini sangatlah diminati oleh para pemagang terbukti dengan selalu membludaknya peserta di setiap penyelenggaraannya, meskipun untuk mengikuti acara ini membutuhkan biaya. Hasil dari pelatihan ini sudah mulai bisa dirasakan dengan munculnya beberapa pemagang yang pulang ke Indonesia dan berhasil membuka usaha di tanah air. Di beberapa pelatihan, para pemagang yang sukses ini diberi kesempatan untuk menceritakan dan membagi kiat-kiat sukses kepada para peserta yang diharapkan peserta dapat termotivasi dan bisa memperoleh bukti nyata dari para senior mereka. Untuk kedepannya, pelatihan ini diharapkan bukan hanya memberikan materi, tapi juga terintegrasi dengan tujuan dari WGTT yang lain yaitu Busines Incubator dan Technology Transfer.
56 | P a g e
b. Business incubator Business incubator adalah suatu rancangan program yang diusahakan untuk menjadi tindak lanjut dari program PWEP yang telah bertahun-tahun dilaksanakan. Tujuannya adalah melahirkan beberapa usaha yang bisa dijadikan workshop bagi pemagang sebelum terjun ke dunia usaha sebenarnya. c. Education Tujuan dari program education adalah untuk sharing knowledge mengenai hal-hal yang menyangkut kewirausahaan. Ada beberapa materi yang sudah terliput di PWEP, namun education bukan hanya diarahkan untuk para pemagang melalui pelatihan melainkan juga bisa dinikmati oleh masyarakat luas baik di Jepang, Indonesia maupun masyarakat Indonesia di belahan bumi yang lain. Realisasi dari program ini diwujudkan melalui pembentukan sharing knowledge website http://webinar2010.com. Melalui website ini masyarakat bisa mengikuti materi mengenai kewirausahaan maupun hal-hal yang bersifat teknis seperti pengenalan aplikasi office, semina kepemimpinan, kuliah rohani dan sebagainya. Materinya disampaikan melalu media online untuk menambah interaktifitas antara pemateri dan penyimak materi. d. Technology Tujuaan dari program ini adalah mengakumulasi teknologiteknologi sederhana dan tepat guna yang didapat di Jepang maupun di Indonesia untuk bisa dipelajari dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Sebagai salah satu hasil dari program-program di atas, terbentuklah sebuah konsep yang dinama dengan iBET, yang merupakan singkatan dari business (B) sebagai target rill, education (E) sebagai metodologi berproses, technology (T)
57 | P a g e
sebagai standard, dan innovative human (i) sebagai sumbu penyambung ketiga komponen tersebut, dengan harapan bisnis yang akan digeluti oleh peminat tidak hanya berdasarkan naluri, mengikuti trend sesaat dan semangat semata, melainkan dengan dukungan edukasi dan teknologi. Ketiadaan waktu untuk mendokumentasikan knowledge masing-masing dan kurangnya human resource untuk mendapatkan dan mengelola informasi tentang teknologi merupakan hambatan utama dari program ini. Sebagai awal dari realisasi program ini, WGTT membuat suatu website informasi teknologi http://teknologimudah.org yang memuat informasi-informasi teknologi baik yang bersifat teori maupun aplikasi secara langsung. Diharapkan masyarakat bisa mendapatkan dan berpartipasi membagi informasi mengenai teknologi melalui website ini.
58 | P a g e
59 | P a g e
Bab 4 Potensi jembatan transfer teknologi bagi pengembangan UMKM
60 | P a g e
Walau Negeri Sakura lebih dikenal oleh dunia sebagai negara pengekspor peralatan mesin, elektronik dan otomotif, namun di balik itu semua, industri-industri kecil seperti halnya pengolahan bahan mentah, penyedia bahan baku maupun bahan setengah jadi yang pada umumnya adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kunci keberhasilan dari industri raksasa tersebut. 4.1 UMKM Jepang dalam klusterisasi industri UMKM di Jepang bukanlah dengan perkembangan sekejap. Paling tidak perkembangan UMKM di Jepang telah melalui 6 tahapan dalam kurun waktu sekitar 60 tahun. Dimulai dengan tahapan rekonstruksi (1945-1954), Jepang membangun konsep dasar UMKM yang meliputi penyiapan organisasi, keuangan dan manajemen, dan pada akhirnya di tahun 1948, terbentuklah badan UMKM. Tahapan kedua dan ketiga ditandai dengan periode pertumbuhan (1955-1962 dan 1963-1972). Dalam periode pertumbuhan pertama, sistematisasi UMKM (meliputi organisasi, keuangan dan manajemen) dan respon terhadap struktur tenaga kerja dalam hubungannya dengan perusahaan sub-kontrak diselaraskan kembali dalam rangka meletakkan secara benar posisi UMKM dengan perusahaan besar. Periode pertumbuhan kedua adalah periode modernisasi UMKM yang ditandai dengan pembentukan Undang-undang Dasar (UUD) UMKM di tahun 1963. Basis hukum ini dipergunakan untuk melakukan penguatan modal dan promosi modernisasi UMKM. Periode keempat adalah periode pertumbuhan yang stabil (1973-1984) yang ditandai dengan intensifikasi dan perluasan pengetahuan dan sumber-sumber manajerial dimana terjadi pembentukan pusat-pusat informasi UMKM baik di pusat maupun di daerah.
61 | P a g e
Dua periode terakhir adalah periode transisi (1985-1999 dan 2000-sekarang). Periode transisi pertama adalah periode perubahan struktural dan anglomerasi industri. Ini ditandai dengan pembentukan UU sementara tentang upaya-upaya dalam mendorong pembentukan UMKM baru dan UMKM lainnya dengan aktivitas bisnis yang kreatif (pembuatan produk/jasa baru melalui proses penelitian dan pengembangan (litbang) dengan tujuan komersialisasi). Sedang periode transisi kedua merupakan periode penguatan terhadap perubahan kondisi ekonomi yang dilandasi oleh amandemen UUD UMKM tahun 1963. Apabila kita telaah lebih jauh, kebijakan pengembangan UMKM di Jepang ini dapat dikelompokkan dalam 3 bagian penting yaitu: Pertama, proses dan promosi pemanfaatan teknologi terkini dalam rangka menunjang inovasi bisnis dan efisiensi produksi; Kedua, proses dan promosi peningkatan kemampuan manajerial dalam bentuk penempatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat dan program litbang yang baik; dan Ketiga, proses dan promosi kebijakan pemerintah dalam bentuk fasilitasi pembiayaan (melalui saham, obligasi, dll), insentif kemudahan pembentukan unit usaha baru dan fasilitasi pemasaran produk dan jasa ke pasar domestik dan manca negara. Dari gambar 4.1 di bawah ini, kita bisa memperkirakan besarnya kontribusi UMKM di Jepang terhadap pembangunan ekonomi negara ini.
62 | P a g e
Gambar 4.1 Perbandingan kondisi UMKM dan perusahaan besar di Jepang Industri di Jepang pada umumnya juga terkonsentrasi di beberapa sentra industri seperti pada tabel 4.1 di bawah ini.
63 | P a g e
Tabel 4.1 Klusterisasi industri di Jepang Jenis industri Prefecture Produk makanan
Hokkaido, Hyogo, Aichi
Minuman, rokok, dan produk Shizuoka, Kagoshima, Fukuoka peternakan Penghasil tekstil
Aichi, Kyoto, Osaka
Produk pakaian jadi
Osaka, Aichi, Tokyo
Penghasil kayu
Hokkaido, Aichi, Shizuoka
Produk furniture
Osaka, Aichi, Saitama
Produk kertas
Osaka, Tokyo, Aichi
Produk percetakan
Tokyo, Osaka, Saitama
Produk kimia
Osaka, Saitama, Hyogo
Produk perminyakan dan batubara
Osaka, Aichi, Kanagawa
Produk plastik
Osaka, Aichi, Saitama
Produk karet
Osaka, Hyogo, Tokyo
Produk kulit
Tokyo, Hyogo, Osaka
Produk keramik dan batu
Gifu, Aichi, Hokkaido
Produk besi dan baja
Osaka, Aichi
Produk non-logam
Saitama, Osaka, Aichi
Produk logam lainnya
Osaka, Aichi, Tokyo
Mesin
Aichi, Osaka, Tokyo
Produk perlengakapan rumah tangga
Osaka, Aichi, Tokyo
Produk telekomunikasi
Kanagawa, Tokyo, Nagano
Produk elektronik
Tokyo, Nagano, Kanagawa
64 | P a g e
Produk transportasi
Aichi, Kanagawa, Shizuoka
Produk mesin presisi Tokyo, Saitama, Osaka Sumber Ministry of Economy, Trade, and Industry (METI) 2007 Dari data di atas dapat kita simpulkan bahwa produksi mesin dan peralatan elektronik sebagain besar terpusat di Tokyo, Osaka, dan Aichi yang merupakan 3 kota terutama di Jepang, sedangkan daerah-daerah lainnya lebih mengunggulkan industri pendukung bagi ketiga kota tersebut. Adapun tulisan lebih lanjut tentang hal ini penulis rangkum dalam buku “Analisis Struktur UMKM di Jepang dan Prospek Pengembangannya di Indonesia“ yang rencana akan diterbitkan pada awal 2011. 4.2 Persebaran pemagang di sektor-sektor industri Jepang Berdasarkan data yang dilaporkan oleh kementrian tenaga kerja Jepang, tidak sedikit pemagang Indonesia yang bekerja di bidang pertanian, pengolahan makanan serta produksi mesin dan peralatan transportasi. Sedangkan sebagian lainnya tersebar di bidang produksi plastik, produk logam, tekstil dan lain-lain. Data selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini.
65 | P a g e
Gambar 4.2 Persebaran tempat kerja pemagang Indoensia berdasarkan jenis industri (2006) Adapun latar belakang dari banyaknya pemagang yang bekerja di bidang pertanian adalah demografi penduduk Jepang yang tinggi di usia tua dan dan rendah di tingkat anak-anak, serta adanya kecenderungan golongan muda untuk mengadu nasib di kota-kota besar dengan mencari pekerjaan yang bersifat “kerah putih” sehingga hal ini mengakibatkan langkanya tenaga kerja asli Jepang pada bidang ini. Lain halnya dengan bidang produk makanan yang juga banyak menyerap TKI Indonesia. Hal ini dikarenakan produksi makanan menggunakan banyak mesin yang serba otomatis dan bersifat sangat monoton sehingga tidak begitu diminati oleh tenaga kerja Jepang terutama yang memiliki skill di bidang lain. Dilihat dari jenis bidang industri tempat di mana pemagang bekerja, dapat ditarik kesimpulan bahwa transfer teknologi dari negara maju seperti halnya Jepang ke Indonesia dalam artian tingkat tinggi, tidak mudah untuk dilakukan karena sedikitnya pekerja yang berhubungan langsung dengan teknologi tinggi tersebut. Penggunaan mesin-mesin canggih lebih bersifat sebagai operator di tempat kerja dengan hanya menekan tombol-tombol yang telah ditentukan tanpa mengetahui teknologi di balik itu semua. Namun hal positif yang menggembirakan adalah selama bekerja, para pemagang dapat mengamati secara langsung bagaimana perusahaan Jepang membentuk pekerjapekerjanya menjadi manusia yang produktif dan beretos kerja tinggi. Diharapkan kebiasaan-kebiasaan ini dapat terus tertanam dan mampu memberikan suri tauladan yang baik kepada lingkungannya setelah kembali ke tanah air.
66 | P a g e
4.3 Studi kasus waralaba di Jepang yang berpotensi untuk berkembang di tanah air Selain dari lingkungan kerja, para pemagang juga bisa mengambil pelajaran dari beberapa jenis wirausaha berskala kecil dan menengah yang terbilang sukses di Jepang dikarenakan kejelian pemilik usaha untuk mampu menangkap peluang dan keberanian untuk menajdi pelopor di bidang tersebut. Pada bagian ini akan diuraikan beberapa contoh jenis usaha yang sebenarnya dimulai dari ide-ide yang cukup sederhana dan mudah untuk diadaptasikan di Indonesia. a. Don Quijote Don Quijote adalah perusahaan retail yang didirikan pada tahun 1980 dan dalam kurun waktu 30 tahun sudah berhasil mempunyai cabang sampai ke berbagai pelosok daerah di Jepang. Keberhasilan usaha terletak pada konsep “satu atap“ dengan menjual lengkap barang keperluan sehari-hari (non-food), mulai dari sabun cuci, pakaian anak sampai dengan kebutuhan tertier seperti kipas angin dan sepeda. Bisa juga dikatakan, Don Quijote berbeda dalam pemilihan jenis komoditi. Toko-toko lain pada umumnya lebih mengkhususkan ke salah satu genre, seperti toko elektronik/komputer maupun bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari seperti halnya mini market. Dengan kata lain, Don Quijote merupakan penjelmaan toko serba ada versi compact. Barang-barang yang tidak dijual di mini market biasanya tersedia di sini. Don Quijote juga populer sebagai tempat belanja keluarga karena pada umumnya banyak tersedia mainan anak dan beraneka ragam pilihan restoran.
67 | P a g e
Gambar 4.3 Layout di salah satu cabang Don Quijote (sumber : http://www.blog.tabista.jp) b. Tabehoudai (All you can eat) Konsep tabehoudai mulai banyak menjamur di awal tahun 1990-an. Pengertiannya jelas sederhana, dengan harga relatif sedikit lebih tinggi dibanding paket menu sejenis, konsumen bisa mengambil beragam pilihan menu dan volume yang tanpa batas. Tidak perlu khawatir barang dagangan habis dan merugi karena setiap orang pasti memiliki kapasitas perut yang terbatas terutama wanita dan anak-anak. Metode seperti ini juga terbukti efektif dalam menarik pelanggan di saat toko baru buka misalnya, dikarenakan setiap orang tentunya bertindak sesuai dengan prinsip ekonomi untuk mendapatkan kepuasan sebesar-besarnya dengan pengorbanan seminimal mungkin. Agar supaya bisa bertahan tidak merugi, pengelola harus berupaya mendapatkan bahan baku yang murah dan perlu menerapkan trik khusus misalnya dengan menetapkan batas waktu makan yang hanya satu jam atau menu-menu tambahan yang tidak termasuk dalam menu yang bisa dimakan sepuasnya.
68 | P a g e
Jenis restoran di Jepang yang umum ditemui dengan metode tabehoudai adalah cake, sushi, Italian food, Indian curry, dll. Seperti halnya Hanamasa dengan masakan ala Jepangnya, masakan tradisional Indonesia seperti bubur kacang hijau, mie bakso, soto ayam dan sebagainya tentu mempunyai nilai jual yang tinggi. c. Pangkas rambut 1000 Yen/10 menit Sepanjang hidupnya rambut manusia semakin memanjang, tidak ada yang tambah pendek atau tetap saja. Bisnis pangkas rambut merupakan usaha yang menggiurkan dan menjanjikan karena akan selalu mendapatkan konsumen. Berdasarkan pengalaman, waktu yang dihabiskan untuk mencukur rata-rata berkisar di angka 30 dan 60 menit (lengkap dengan cukur cambang dan sedikit hair tonic). Hal ini tentu saja sangat menjemukan bagi orang yang sibuk dikarenakan segala aktifitasnya mendadak berhenti total, baca bukupun tidak bisa, mendengarkan alunan musik atau kegiatan lain yang menyenangkan pun jadi terhalang. Terkadang pula harga yang ditetapkan oleh tukang cukur terlalu mahal di saku, apalagi apabila pelanggan meminta gaya rambut yang agak nyentrik. Tarif pangkas rambut di Jepang pada umumnya adalah 3000 Yen. Sebagai jawaban dari problematika di atas, adalah QB House yang mengusung konsep murah, meriah, dan cepat. Gagasan ini mampu memukau dewan juri dalam kontes ide-ide baru di Jepang pada pertengahan tahun 2000-an dan mendapatkan penghargaan sebagai juara pertama. Prosesnya hanya berlangsung 10 menit, gaya rambut yang bisa dipesan terbatas dan harga sama untuk segala jenis gaya rambut. Jasa pangkas rambut seperti ini biasanya mudah didapati di stasiun kereta di mana orang biasanya sibuk dikejar-kejar jadwal sehingga tidak mempunyai waktu banyak untuk duduk diam maupun di mall selagi menunggu istri berbelanja.
69 | P a g e
Sebagai konsekuensi atas pemilihan lokasi yang strategis dan biaya jasa yang dua pertiga lebih murah, hal ini dapat ditutup dengan menurunkan waktu pangkas yang juga dua pertiga lebih cepat, dengan kata lain dalam 30 menit hasil yang diperoleh adalah sama yaitu 3 orang konsumen. QB House saat ini mewaralabakan usahanya dan jumlah outletnya ratusan di Jepang, puluhan di Singapura dan Hongkong dengan menawarkan 3 konsep keserasian antara waktu (10 menit), harga (1000 Yen), dan kualitas. Untuk itu, penulis merekomendasikan peluang ini untuk dicoba di tanah air dengan waktu 10 menit dan harga Rp. 10.000.
Gambar 4.4 Suasana di QB (Quick Barber) House Jepang d. Jasa bersih-bersih kamar Disebabkan oleh kesibukan di kantor, banyak karyawan dan pegawai Jepang khususnya yang masih belum menikah yang
70 | P a g e
tidak mempunyai waktu cukup untuk membersihkan kamarnya, atau alasan-alasan lainnya yang lebih disebabkan oleh sifatnya yang memang malas untuk bersih-bersih. Sering pula diberitakan di televisi tentang fenomena “gomiyashiki”, yaitu sebuah fenomena dimana terdapat orang yang menumpuk sampah di dalam kamarnya sampai menggunung dan menimbulkan bau tidak sedap. Perlu diketahui apabila di Jepang, membuang sampah tidak bisa sembarangan. Setiap pemerintah kota menentukan jadwal hari pembuangan sampah, jenis-jenisnya, dan pada umumnya sampah berat seperti komputer atau lemari es akan dikenakan biaya tambahan. Hal-hal seperti inilah yang mengakibatkan munculnya fenomena “gomiyashiki” di masyarakat Jepang. Seperti kata orang bijak, “Ada masalah, berarti ada peluang”. Segelintir orang yang kreatif melihat hal ini sebagai peluang untuk membuka jenis usaha baru yaitu jasa membersihkan kamar. Pada dasarnya orang akan merasa malu kalau orang lain tahu kamarnya acak-acakan sehingga proses pembersihannya pun dilakukan dengan relatif tidak mengundang perhatian dan menjaga segala privasi pemilik kamar. e. 99 Yen shop 99 Yen shop adalah suatu model usaha dengan menjual barang dagangannya dengan harga seragam yaitu 99 Yen (sekitar Rp. 9.900). Pemilihan harga 99 Yen bukan tanpa alasan karena beberapa tahun sebelumnya telah muncul model serupa dengan harga 100 Yen dan pada saat itu 100 Yen shop telah mempunyai tempat tersendiri di hati masyarakat Jepang. 99 Yen shop lebih merupakan marketing strategy untuk memberikan kesan “lebih murah” dan di samping itu selisih harga 1 Yen tidak begitu memberikan dampak negatif bagi kondisi keuangan perusahaan. Saat ini, di Indonesia juga mulai
71 | P a g e
bermunculan model usaha seperti ini. Beraneka ragam jenis dijual mulai dari sayuran, makanan kecil hingga kaos kaki. Toko ini di tempat-tempat tertentu buka selama 24 jam sehingga bisa menjadi alternatif selain mini market yang biasanya menjual barang dengan harga relatif lebih mahal. Trik agar tidak merugi tentu saja pemilik harus mengetahui di mana bisa mendapatkan barang dengan harga murah. Di Jepang biasanya pemilik toko ini menjual barang yang diproduksi di Cina atau barang yang sudah hampir dekat dengan tanggal kadaluarsa tetapi masih terdapat tenggang waktu yang cukup untuk dikonsumsi. Dan juga perlu manajemen barang yang baik untuk mengetahui barang apa saja yang banyak terjual dan tidak agar proporsi barang di toko bisa tetap maksimal untuk menghasilkan keuntungan. 4.4 Pemanfaatan teknologi informasi berbasis web bagi akselerasi transfer teknologi Sebelumnya perlu ditekankan bahwa transfer teknologi yang dimaksud di sini adalah dalam arti luas, jadi bukan hanya hitech teknologi melainkan juga teknologi-teknologi sederhana dan juga kiat-kiat usaha untuk menuju kemandirian. Di bagian ini akan dipaparkan gagasan dari Working Group for Technology Transfer (WGTT) mengenai penggunaan teknologi berbasis web untuk mengakselerasi transfer teknologi. Teknologi informasi berkembang sangat pesat di dunia. Saat ini hampir semua orang tersambung ke internet baik melalui jalur konvensional seperti Personal Computer maupun sambungan komunikasi udara seperti handphone, blackberry, iPhone dan lain-lain. Situs-situs sosial seperti halnya Facebook mulai
72 | P a g e
menggantikan fungsi email dan chatting yang dulu berfungsi untuk komunikasi jarak jauh. Kondisi pemagang yang berada sangat jauh dari kampung halaman akan membuat mau tidak mau menjadi sangat akrab dengan media internet. Hasil survey WGTT menyimpulkan bahwa hampir tidak ada pemagang yang tidak bisa mengakses internet, minimal familiar dengan fasilitas-fasilitas seperti Voice Over Internet Protocol (VOIP), email, dan facebook. Selain itu media internet juga menjadi media penghubung antara sesama pemagang yang berada berjauhan di seluruh pelosok Jepang. Pemanfaatan teknologi internet dalam akselerasi transfer teknologi dapat diwujudkan dalam bentuk poin-poin di bawah ini: 1. Sebagai media untuk komunikasi dan konsolidasi Dalam prakteknya bisa diwujudkan dalam pembentukan website yang mengkomunikasikan dan mengkonsolidasikan usaha-usaha ke arah transfer teknologi dengan membentuk forum diskusi bersama, informasi-informasi seminar, dan juga artikel-artikel teknologi. Contoh dari sekian banyak website adalah http://wgtt.org sebuah LSM yang peka dengan isu transfer teknologi dan http://iptij-japan.com sebuah organisai pemagang di Jepang. 2. Sebagai online database Para pemagang selama bekerja di Jepang tentu sangat banyak belajar tentang seluk-beluk bekerja di Jepang. Akan sangat disayangkan apabila ilmu yang mereka peroleh selama di Jepang akan hilang begitu saja seiring dengan perjalanan waktu dan tidak bisa ditransferkan ke orang lain di lingkungannya pada saat kembali ke tanah air. Dengan pertimbangan tersebut, perlu adanya suatu media yang dapat mengakumulasi ilmu yang telah didapat yang
73 | P a g e
bisa diakses secara bebas oleh siapapun. Ilmu yang dimasukan ke database bisa berupa pengetahuan praktis seputar pekerjaan maupun kiat-kiat dan pengalaman selama berhadapan dengan masyarakat Jepang yang tekenal dengan kedisiplinan, etos kerja yang tinggi, dan juga keramahtamahannya. Selain itu media database juga bisa digunakan untuk mendata para pemagang yang pernah atau sedang menjalankan progam magang di Jepang. Dari data-data tersebut bisa dibentuk sebuah jaringan di Indonesia untuk mempermudah memulai suatu jenis wirausaha di Indonesia, misalnya untuk pengumpulan modal, mencari seseorang yang ahli di bidang tersebut, dll. Hal ini tentu akan sangat membantu dibanding dengan berjuang sendiri. Terkadang sikap percaya diri yang telalu tinggi karena telah menimba ilmu di negara maju, membuat purnamagang tersebut tidak dapat menilai sesuatu dengan objektif. Dengan modal yang ada, dimulailah usaha perbengkelan maupun jasa rental komputer dan lain-lain meskipun pengetahuan akan hal itu sangat minim. Tidak jarang penulis mendengar akan kegagalan usaha alumni pemagang yang biasanya terjadi dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun. 3. Sebagai media usaha Usaha berbasis internet cukup berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia mengingat perkembangan pengguna internet yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Untuk itu Working Group for Technology Transfer (WGTT) dan Ikatan Persaudaraan Trainee Indonesia Jepang (IPTIJ) bersama-sama secara rutin melakukan pelatihan secara online melalui program web seminar (webinar) dengan materi pembuatan toko online
74 | P a g e
untuk menunjang usahanya kelak di Indonesia. Pelatihan ini hanya bersifat dasar dan pengembangannya diserahkan kepada kreatifitas dan kerja keras masing-masing peserta. Informasi lebih lanjut tentang jadwal pelatihan online dapat dilihat melalui http://webinar2010.com.
75 | P a g e
76 | P a g e
Bab 5 Rekomendasi meraih pangsa pasar lokal dan global
77 | P a g e
Dari hasil identifikasi kami dan diskusi di beberapa pelatihan wirausaha di Jepang, agrobisnis dan peternakan merupakan sektor yang mempunyai basis kuat di Indonesia dan mempunyai pangsa pasar di semua level masyarakat termasuk peluang ekspor. Sehingga sebagai pilot project, kedua sektor ini dirasa sangat cocok untuk dicoba dan dikembangkan dengan pola pendampingan dan kemitraan, khususnya bagi para purnamagang. Adapun langkah-langkahnya dapat dimulai dari latihan perencanaan keuangan dan investasi, dukungan para ahli di lapangan, studi kelayakan bisnis, pemberian referensi dan studi kasus. 5.1 Sektor-sektor potensial yang memerlukan kemitraan Pada hakekatnya kemitraan usaha sesuai dengan jiwa dan semangat demokrasi ekonomi yang diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia. Secara jelas, pasal 33 ayat pertama menyebutkan bahwa ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Kemudian dalam penjelasannya ditegaskan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Disamping itu, sektor lain seperti perbengkelan, teknologi informasi (IT), suku cadang, jasa (travel, logistik, dll) juga mempunyai peluang yang cukup menjanjikan. Hasil diskusi dalam forum online di Working Group for Technology Transfer (WGTT) menunjukkan bahwa minat pemagang terhadap sektor jasa perdagangan juga cukup tinggi termasuk bisnis waralaba, sebagaimana dilaporkan dalam buku WGTT, “Peserta Magang di Jepang dan Proposal Bisnis Berbasis Teknologi (ISBN: 978-979-18498-0-7)”.
78 | P a g e
Kemitraan usaha baik teknis maupun permodalan yang diharapakan terjadi antara tunas pengusaha muda dari purnamagang luar negeri dengan pengusaha yang sudah mapan baik di tanah air maupun dari luar negeri terutama Jepang, memiliki tujuan-tujuan strategis, yaitu: 1. Untuk memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah dalam distribusi dan pemasaran produk; 2. Untuk menumbuhkan struktur dan keberlangsungan usaha kecil dan menengah nasional secara efisien sehingga mampu menguasai dan mengembangkan pasar domestik serta sekaligus meningkatkan daya saing global; 3. Media transfer teknologi dan inovasi sesuai kebutuhan enduser dari produk atau komoditi yang didistribusi tersebut. Tekad dalam membangun kemitraan bukanlah membangun keterkaitan usaha. Sama pentingnya dengan membangun kemitraan usaha yang sehat, maka harus ditambah dengan pembinaan. Program pengembangan kemitraan usaha nasional dewasa ini mendapatkan sambutan positif dari kalangan dunia usaha nasional. Kemitraan usaha adalah konsep dan prektek bisnis yang berkembang pesat di dunia saat ini. Istilah yang digunakan macam-macam,ada yang disebut ”partnership,” ada yang menyebut ”business networking,” ada pula yang menyebut ”strategic alliances.” Intinya, dua institusi bisnis atau lebih bergabung menyatukan keunggulan masing-masing, kemudian dari penggabungan ini masing-masing pihak akan memperoleh manfaat yang lebih besar. Dalam mewujudkan kemitraan terutama terkait usahawan dari kalangan purnamagang luar negeri, kita perlu mempertemukan antara konsep dan implementasi kemitraan di lapangan. Langkah pertama, pelaksanaan kemitraan berdasarkan pada strategi dasar yaitu hubungan kemitraan yang memiliki keterkaitan usaha, kemitraan yang tidak memiliki keterkaitan
79 | P a g e
usaha, dan penciptaan pelaku bisnis baru. Kedua, implementasi gerakan kemitraan dengan langkah-langkah:
Usulan rencana dan skedul memulai kemitraan Draft komitmen program kemitraan oleh pemilik usaha yang sudah lebih dulu kenyang pengalaman Identifikasi peluang kemitraan oleh kedua pihak Pencapaian konsensus program kemitraan usaha Dokumentasi program dan hasil-hasil kemitraan Monitoring pelaksanaan kemitraan
Ketiga, sasaran kemitraan adalah dunia usaha secara keseluruhan dan mencakup berbagai sektor. Memang pola kemitraan yang dikembangkan dapat berbeda menurut sektornya masing-masing. Misalnya sektor pertanian, pola Inti Plasma mungkin lebih cocok. Di sektor industri manufaktur, pola Sub-Kontrak mungkin bisa diaplikasikan. Di sektor perdagangan dan jasa kita memiliki pola kemitraan Waralaba dan Keagenan. Dan tidak menutup kemungkinan tumbuhnya pola-pola kemitraan di luar pola-pola yang telah ada. Menurut jangka waktunya, sasaran kemitraan dapat kita klasifikasikan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek, setiap pengusaha berpengalaman yang telah membuat komitmen kemitraan dan memperoleh calon-calon mitra diharapkan dapat melaksanakan kemitraan dalam waktu secepatnya. Dalam jangka panjang, secara sendiri maupun bersama-sama pengusaha besar pemrakarsa kemitraan, mempersiapkan rencana kemitraan masing-masing dengan bantuan ”Skema Pohon Industri.” Dari rencana tersebut diharapkan terjadi keterkaitan vertikal, horizontal dan geografikal. Dengan demikian, kemitraan usaha nasional pada hakekatnya adalah pemaduan berbagai kompetensi yang dimiliki oleh pengusaha besar, menengah, kecil dan koperasi. Dalam kemitraan tersebut, pengusaha besar diharapkan
80 | P a g e
berperan sebagai pemrakarsa sedangkan pengusaha kecil menengah dan yang masih sedikit berpengalaman sebagai mitra usaha. Pengusaha yang berpengalaman diharapkan dapat memperbaiki inefesiensi usaha yang timbul karena spesialisasi yang membutuhkan keterlibatan sumber daya manusia yang lebih mahal dan kompleksitas managemen waktu produksi, sedangkan pengusaha kecil diharapkan dapat memetik keuntungan karena percepatan pengembangan usaha melalui jangkauan yang lebih luas terhadap peluang-peluang bisnis dan kompetensi pengusaha yang sudah berpengalaman. Disinilah kemitraan yang sedang digalakkan harus berpedoman pada prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan. Terdapatnya kelemahan usaha kecil di bidang SDM, modal, teknologi, informasi maupun organisasi dan manajemen, saat ini bukanlah masalah karena arus informasi dan komunikasi bisa berlangsung dengan cepat antara pengusaha berpengalaman dengan pengusaha kecil. Kemitraan di sini sebagai salah satu cara untuk mengurangi jurang sosial antara pengusaha besar dan kecil karena salah satu dampak kemitraan adalah mendorong perkembangan usaha kecil. Hal lain yang menyebabkan ketimpangan antara pengusaha besar dan kecil adalah faktor pendanaan untuk penelitian dan pengembangan usaha. Oleh karena itu, rumusan langkahlangkah dan program-program kongkrit dalam rangka mendorong tumbuh kembang dan majunya gerakan kemitraan merupakan entry-point penting bagi upaya memberdayakan potensi purnamagang luar negeri. Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan produktif sehingga dapat mengalihkan kecenderungan monopoli/monopsoni atau oligopoli/olipsoni. Bagi usaha kecil, kemitraan jelas menguntungkan karena dapat turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi,
81 | P a g e
manajemen, kewirausahaan berpengalaman.
yang
dikuasai
oleh
usaha
Apabila para purnamagang sudah lebih sadar tentang bagaimana sebaiknya mereka mengembangkan potensi keterampilan dan modal yang dimiliki, maka kita dapat lebih mudah memasuki proses pendampingan selanjutnya, yaitu proses keempat dengan membangun kemitraan kepada purnamagang yang berniat menjadi wirausaha. Fakta bahwa keinginan untuk bekerja sebagai karyawan perusahaan sekembalinya mereka ke tanah air, juga perlu untuk dihargai. Bagaimanapun juga, keputusan untuk terjun sebagai seorang wirausaha juga berarti sebuah pengorbanan besar terhadap kepastian memperoleh pendapatan yang rutin setiap bulannya. Hal ini tentu saja memerlukan kesiapan mental dan keyakinan untuk melakukan pendekatan terhadap orang-orang di sekeliling. Di sinilah peran aktif pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat akan sangat diperlukan untuk memberikan pengarahan dan berbagai pelatihan. Adapun wadah-wadah yang dibutuhkan oleh purnamagang adalah sebagai berikut:
Media dan informasi untuk mengenalkan pentingnya wirausaha dan strategi-strateginya, juga untuk mengidentifikasi preferensi para calon wirausaha terutama masyarakat Indonesia yang kembali dari luar negeri, untuk membangun mitra dengan pengusaha yang sudah mapan atau UMKM di Indonesia dan Jepang; Kesempatan pertemuan tatap muka maupun lewat dunia maya untuk menyediakan media informasi langsung dari pelaku agrobisnis dan peternakan dari Indonesia; Pertemuan tatap muka juga diperlukan sebagai tahap penyamaan persepsi dalam membangun kemitraan dan keikutsertaan dalam follow up program pendampingan di
82 | P a g e
Indonesia. Tema dan materi disusun dengan bahasa yang menarik seperti contoh berikut ini: (i) Mendulang rupiah dari peternakan sapi perah, (ii) Ayam potong dan ayam petelur dibutuhkan pasar setiap saat, dan (iii) Cabe dan kentang sebagai mesin uang; Wadah komunikasi juga diperlukan untuk menyediakan media konsultasi antara para pekerja dan lembagalembaga yang tertarik terutama dengan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di Jepang. Di sini juga dilakukan identifikasi survey dan evaluasi hasil survey, diskusi tentang bagaimana melakukan klusterisasi dan perencanaan program memulai usaha termasuk rencana pendampingan. Grup diskusi agrobisnis dan peternakan, di mana masingmasing peserta diharapkan proaktif menyiapkan bahan diskusi dengan referensi yang diberikan. Kemudian masing-masing grup menyiapkan ringkasan hasil diskusi mengenai potensi mereka melakukan agrobisnis dan peternakan. Peserta dipandu oleh panitia dan narasumber untuk membuat Resume Potensi Usaha dan mempresentasikan serta mendiskusikannya. Penyusunan rencana bisnis, teknis, teknologi, pendanaan dan organisasi ketika masih di berada Jepang. Pemahaman dan latihan pembuatan website dan IT support untuk bisnis. Dukungan pemerintah dan swasta terhadap pendirian grupgrup pekerja yang mempunyai motivasi kuat untuk memulai bisnis di Indonesia dan menyediakan informasi dan dukungan yang diperlukan mereka. Secara tidak langsung, akan mendukung pengembangan yang lebih baik dari wirausaha kecil-menengah di Indonesia.
Perhatian dan dukungan ketika para pemagang masih berada di Jepang lebih penting karena persiapan pendanaan dan
83 | P a g e
teknis untuk memulai usaha bisa lebih cepat dimulai. Pada setiap kali pertemuan Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) di Jepang, KBRI Tokyo dan KJRI Osaka selalu membekali peserta misalnya dengan memberikan pengetahuan umum kepada para pemagang seperti kegiatan sehari-hari mereka, pekerjaan, peraturan-peraturan, dan berbagai jenis bantuan. Bukti nyata terhadap program ini adalah dengan adanya realisasi Komitmen Tokyo yang ditandatangani pada 7 Nopember 2007, sebuah komitmen di mana pelatihan intensif terhadap pemagang merupakan hal yang mutlak dan perlu untuk dilakukan secara berkala di berbagai daerah di Jepang khususnya yang menjadi kantong-kantong keberadaan pahlawan devisa tersebut. Target kemandirian pemagang setelah menyelesaikan program 3 tahunnya di Jepang, adalah sangat tidak mungkin dipersiapkan hanya dalam tempo satu malam. Idealnya, sebelum kembali ke tanah air, masing-masing pemagang perlu memiliki rencana usaha yang dapat direalisasikan, yang tertuang secara rinci dalam proposal bisnis. Adapun pola yang mungkin untuk dilakukan pendampingan sebagai bentuk kemitraan dasar (kemitraan yang bersifat teknis) adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pengarahan dan menentukan pilihan bisnisnya saat di Jepang s.d. kepulangan ke Indonesia. 2. Memberikan pelatihan lapangan (praktek cara budidaya cabe, jagung, ayam potong, dan sapi perah), sebagaimana yang disiapkan di lokasi PT Mitra Tani Agro Unggul (PT. MAU) – Cipanas. 3. Melakukan kegiatan bisnis sesuai pilihan dengan adanya bimbingan teknis & manajemen dari pebisnis mapan di sektor ini.
84 | P a g e
5.2 Contoh peluang usaha lokal dan global Industri makanan dan berbagai turunannya mempunyai daya tarik yang menggiurkan. Agroindustri mempunyai peluang pasar karena pertumbuhan penduduk terus meningkat terutama di Asia. Sektor agrobisnis sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena tersedianya lahan dan tenaga kerja, didukung oleh iklim yang memungkinkan melakukan produksi secara kontinyu sepanjang tahun. Sebagaimana yang dilaporkan oleh PT MAU, fakta kebutuhan pasar juga sangat mendukung yaitu: Cabe merah: 120 ton/hari ke industri makanan; Jagung: 1.000–5.000 ton/hari ke industri pakan ternak; Sektor peternakan telah terbukti mampu bertahan di pasaran domestik maupun internasional meskipun dalam kondisi krisis moneter. Kebutuhan akan daging dan susu terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan pasar ekspor. Sektor ini sangat potensial untuk terus dikembangkan di Indonesia karena lahan dan teknologi yang sudah tersedia. Fakta pasar juga menunjukkan bahwa kuantitas penawaran dan permintaan terhadap ayam potong juga tidak berimbang. Dengan dasar-dasar tersebut, kerjsama berbagai pihak dalam pengembangan bisnis dan industri agrobisnis khususnya pertanian dan peternakan akan semakin mudah. Teknik pendekatan pemahaman dan analisa sektor yang dilakukan oleh Working Group for Technology Transfer (WGTT) melalui Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) adalah: Grup diskusi: Sesi ini bertujuan untuk menajamkan potensi dan pemahaman peserta PWEP, yang diharapkan minat masing-masing peserta akan mengerucut dan bertemu dengan peserta lain yang juga telah merencanakan hal
85 | P a g e
serupa. Perlunya membangun kelompok bisnis sejak awal memulai usaha yang diharapkan akan mampu menjawab kompetisi local dan global. Ringkasan potensi usaha: Bertujuan untuk menghasilkan poin-poin strategis pengembangan rencana usaha. Narasumber akan mengarahkan peserta yang telah berpotensi memulai usaha terutama perencanaan keuangan dan hal-hal teknis, yang diharapkan akan lahir pilot usaha minimal 1 untuk agrobisnis dan 1 untuk peternakan di Indonesia. Perlunya strategi penyusunan general concept untuk masing-masing peserta yang telah memiliki minat, penganalisaan hasil survey minat usaha, dan pemberian solusi terhadap kendala memulai usaha yang dihadapi pemagang di Jepang, merupakan syarat mutlak bagi tumbuh kembangnya calon-calon wirausahawan. Website dan IT support untuk bisnis: Cara paling mudah dan murah saat ini untuk mempromosikan produk adalah melalui media internet dengan tampilan website yang selalu diperbarui secara berkala. Dalam sesi ini akan dipresentasikan tata cara pemesanan domain dan prosedur pembuatan website, serta contoh cara membuat website toko online. Format dan isi rencana bisnis: Tujuan sesi ini di PWEP di Jepang adalah memberikan bimbingan praktis cara menyusun rencana bisnis yang disampaikan secara langsung oleh pihak perbankan, PT Bank Negara Indonesia sebagai pihak kreditur dan pihak pengusaha, PT Mitra Tani Agro Unggul sebagai pihak debitur. Pengumpulan informasi: Program pendampingan dan kemitraan merupakan langkah selanjutnya bagi peserta PWEP yang mengharapkan pendalaman lebih jauh berupa praktek berbisnis. Juga disampaikan dalam sesi ini dukungan informasi dan sertifikasi dalam format pendidikan online web seminar (Webinar) yang telah dilaksanakan
86 | P a g e
oleh WGTT melalui http://www.webinar2010.com secara rutin dan tanpa ada biaya. Next step action: Pertemuan dan pembinaan kepada pemagang Jepang ini direncanakan sebanyak 4 kali di tahun 2010. Penulis berharap dengan pertemuan tersebut, dapat dilahirkan 10% wirausahawan muda. Apabila program ini dapat berkelanjutan, dapat dilihat berapa besar potensi kapitalisasi usahanya.
87 | P a g e
88 | P a g e
Bab 6 Meniti jalan panjang selanjutnya
89 | P a g e
Dari sekian banyak kesempatan tembak bagi seorang sniper (penembak jitu), hanya satu kali saja saat yang paling tepat baginya untuk melepaskan peluru ke arah sasaran. Seorang sniper tidak hanya dituntut untuk jitu mengincar sasaran namun juga dituntut agar posisi di mana dia berdiri, tetap tidak terdeteksi oleh musuh. Sekali ketahuan, maka naaslah nasib sang sniper itu. Dia akan diberondong dengan senapan mesin otomatis dan dalam sekejap posisinya telah terkepung. Sampai di sini hanya kasih sayang Allah SWT sajalah yang mampu menyelamatkannya dari bahaya maut yang sedang melesat menuju jantungnya yang berdegup kencang. 6.1 Kesempatan tidak akan datang dua kali Kesempatan emas yang acapkali melintas bak seorang musuh yang lengah dan posisinya terbuka bagi seorang sniper. Tapi acapkali pula keraguan menggelayut di jari penarik pelatuk seiring bisik “Ah, mungkin nanti masih ada lagi kesempatan yang lebih bagus...”. Begitulah keseharian sebagian besar dari kita, layaknya seorang sniper dalam menghadapi kesempatan emas itu. Jika peluang atau kesempatan bertemu dengan kemampuan diri yang terakselerasi dengan mantap dan yakin maka terbentuklah momentum kesuksesan. Tak jarang momentum itu kontras terukir dalam sejarah hidup seseorang atau menjadi sebuah legenda tanpa batas ruang dan waktu. Bahkan, kisah para pebisnis sukses sebagian besar diawali dengan gerak cepat menembak setiap kesempatan yang melintas melandai. Karena mereka paham benar bahwa kesempatan tidak datang berkali-kali. Memang semuanya tidak selalu berhasil, ada juga yang malah terkepung "musuh“ dan ditawan oleh kebangkrutan usahanya. Namun mereka terus berusaha untuk tetap eksis di atas garis kesadaran dan terus membidik hingga bertemu dengan
90 | P a g e
momentum kesuksesannya. Hal terpenting adalah pada saat kesempatan bertemu dengan kemampuan diri yang terakselerasi dengan baik dan yakin karena pada umumnya memang tidak mudah untuk mencetak kesempatan menjadi momentum kesuksesan: Berikut adalah faktor-faktor yang sering dianggap menjadi kendala menuju kesuksesan: a.
Ragu-ragu beraksi ketika kesempatan melintas Kita semua tentu tidak asing dengan ungkapan “Mengambil kesempatan dalam kesempitan”. Itu adalah bentuk kreatif dari kejelian seseorang melihat peluang kendati dalam konteks yang negatif. Sebagai bahan pembelajaran dapat kita ambil sisi baiknya yaitu yakin dan segera menangkap peluang yang ada meski dengan berbagai himpitan kesempitan karena kesempatan tidak datang dua kali. Maka ketika kesempatan melintas, segeralah berhitung cepat dan beraksi!
b.
Plin-plan Sikap ini adalah duri dalam daging bagi orang yang hendak mendaki ke puncak kesuksesan. Selalu berubah-ubah tak tentu arah. Sejenak yakin dengan ini, sekejap berikutnya yakin dengan itu. Dalam takaran yang wajar, sikap ini malah diperlukan demi menyesuaikan diri dengan peluang yang ada. Namun jika sudah berlebihan, sikap ini akan menghadiahi Anda sebuah medali berredikat "pemimpi sejati“ atau dengan kata lain Anda menjadi anggota baru NATO (No Action Talk Only).
c.
Tidak percaya diri Pada dasarnya penyakit inilah yang memicu sikap raguragu dan plin-plan. Penyakit tidak percaya diri ini mempunyai ancamannya sendiri melebihi dua sikap di
91 | P a g e
atas, yaitu merongrong si penderita sedemikian akutnya. Si penderita penyakit ini, jangankan untuk sekedar ragu dalam beraksi atau plin-plan, bermimpi saja sama sekali tidak berani. Pernyataan favoritnya adalah “Ah, aku tidak pantas untuk menjadi pebisnis. Aku kan... bla bla bla...” atau “Tidak mungkin aku bisa mengambil peluang itu, sekarang saja aku... bla bla bla...” dan beragam kalimat yang sebangsa dan senada. d.
Kebiasaan menunda Kesempatan biasanya tidak akan datang dua kali, akan tetapi masih banyak diantara kita yang berharap akan datang kesempatan selanjutnya. Misal, kita panggil saja namanya Joni. Saat baru lulus SMK sebenarnya Joni mendapat tawaran untuk magang selama 3 tahun di Jepang tapi karena dia pikir tawaran itu akan datang setiap tahun maka dia menolaknya dan lebih memilih bekerja di sebuah pabrik dekat rumahnya. Tiba-tiba keadaan berubah dan dia mulai mengeluhkan gaji yang diterimanya. Kembali terpikir olehnya untuk ikut magang ke Jepang dan sayangnya, ternyata usia telah menghalangi keinginan tersebut. Akhirnya Joni bingung. Mau ikut ke penyalur lain terlalu berat baginya lantaran ditarik biaya pelatihan dan pemberangkatan yang relatif tinggi. Melalui program resmi Depnaker pun dia tidak lolos. Sekarang Joni tidak habishabisnya meratapi nasib yang menyepelekan kesempatan emas untuk magang di Jepang. Sadarlah Joni bahwa menunda pekerjaan adalah awal kehancuran.
e.
Kualitas diri yang kurang kompetitif Adakalanya seseorang telah bergerak cepat dalam menangkap kesempatan, tetapi sayang sekali kualitas dirinya tidak cukup untuk menyulap kesempatan tersebut
92 | P a g e
menjadi sebuah momentum kesuksesan. Kesempatan memang tidak datang dua kali tetapi akan datang pada kita dalam wujud yang berbeda. Oleh karena itu, kita perlu untuk melakukan pembekalan dengan terus mengembangkan diri dan melengkapi dengan berbagai keterampilan hidup. f.
Kurangnya wawasan Sebenarnya banyak sekali peluang yang setiap saat menggoda. Terkadang, justru kitanya sendiri yang terkadang suka "sok cool“ dan enggan untuk melihat lebih jauh. Bagi seseorang dengan wawasan luas tentu mudah membaca peluang tersebut karena sang otak bekerja mengumpulkan beribu data-data dan mengolahnya menjadi sebuah kemungkinan kesuksesan beserta bagaimana cara- cara untuk mencapainya.
g.
Perbanyak silaturahmi Jangan pernah meremehkan hubungan persahabatan dan lebih-lebih persaudaraan. Siapa tahu dia yang tadinya kita pandang tidak penting tiba-tiba menjadi rekan kita dalam menjemput kesuksesan. Dalam dunia bisnis pun jaringan pertemanan sangat vital peranannya. Satu tool sukses ini oleh sebagian besar pebisnis dijadikan sebagai ujung tombak untuk meluaskan cakupan peredaran produknya. Seperti dalam istilah sniper: “One shot one kill”, begitu pula halnya dalam dunia bisnis, “One friend one opportunity”.
h.
Berdoa dan mohon ampunan Sering kali satu tool dahsyat in terlupakan. Padahal justru inilah penentunya. Doa dapat mengubah racun menjadi tawar, duri menjadi benang sutra dan badai mereda menjadi angin sepoi- sepoi. Kedekatan pada Sang Pencipta memberi bobot dalam setiap usaha kita untuk
93 | P a g e
membidik kesempatan menuju kesuksesan kebahagiaan terlebih lagi ibadah ritual kita.
dan
Sebenarnya masih banyak faktor-faktor lain yang dipercaya sebagai kendala, akan tetapi karena lebih bersifat case by case, maka dalam buku ini tidak penulis jelaskan. 6.2 Keberanian merupakan syarat mutlak dalam mencetak kesuksesan Bukanlah seorang fighter jika tidak mempunyai keberanian. Ini adalah syarat mutlak. Kesuksesan adalah piala bagi mereka yang pemberani. Diraih oleh mereka yang mempunyai determinasi (tekad) tinggi. Bukanlah omong kosong jika ada yang berkata bahwa keberanian adalah setengah dari kemenangan. Tanpa keberanian, tak akan pernah kita dengar kisah heroik para sahabat Rasulullah saw yang menjadi tameng hidup bagi manusia termulia saat Perang Uhud, kisah para pejuang kemerdekaan menghadang Belanda dan Jepang dengan senjata seadanya dengan semboyan “Hidup mulia atau syahid”, sampai kisah seorang kenshusei (pemagang) di Jepang yang berenang menyelamatkan dua orang Jepang -siswa sekolah menengah- yang hanyut terseret ombak di pantai meski dirinya sendiri akhirnya tak terselamatkan. Atau tengoklah pasukan khusus kebanggan kita, Kopassus, yang berhasil meraih peringkat ketiga dari seluruh tim elit terbaik seluruh dunia setelah SAS dari Inggris dan Mossad dari Israel. Bukankah para anggota Kopassus itu adalah para pemberani? Jika itu semua terlalu jauh menurut Anda, maka teladanilah keberanian ibu. Sudah jelas bahwa melahirkan adalah dekat sekali dengan maut tetapi ibu kita tetap berani menghadapi, tetap berani bertaruh nyawa demi anaknya terlahir di dunia ini. Jadi, tak ada alasan untuk takut apalagi menjadi pengecut.
94 | P a g e
Kegagalan demi kegagalan tidak akan dengan sukses diraih bila hanya mau santai tanpa mau bekerja keras sebelumya. Dimulai dari kegagalan dalam pendidikan, lantas ia kan merembet pada kegagalan ekonomi dan terakhir pada kegagalan agamanya. Sungguh parah bukan? 6.3 Perubahan datang dengan adanya kerja keras dan kontinyuitas Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa segala perubahan memang datang dari kerja keras yang berkelanjutan. Yang menjadi permasalahan adalah apa dan bagaimana tolak ukur tentang kerja keras tersebut? 6.3.1 Pengertian kerja keras Penulis akan nukilkan satu contoh apik mengenai definisi kerja keras oleh trio penulis -Farid Poniman, Indra Nugroho dan Jamil Azzani- buku "Kubik Leadership: Solusi Esesnsial dalam Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup“. Kebetulan buku ini juga diberi testimoni oleh Bapak Aries Muftie, salah seorang komisaris PT Garuda Indonesia. Berikut petikannya, "Kerja keras adalah bentuk usaha yang terarah dalam mendapatkan sebuah hasil, dengan menggunakan energi sendiri sebagai input (modal kerja).” Dengan kata lain, kerja keras adalah kerja terprogram sekaligus kerja mandiri yang mengoptimalkan seluruh potensi diri kita sebagai modal utama. Jika selalu mengharapkan bantuan dari orang lain maka belum bisa disebut bekerja keras. Juga kerja keras bukanlah kerja mati-matian banting tulang peras otot, meracau tak tentu langkah. Bukan, bukan yang demikian. Lalu bagaimana? Baik, kita coba lihat lagi deretan kata selanjutnya, "Seorang pekerja keras mengandalkan energi dirinya sebagai modal kerja“. Oleh sebab itu seorang pekerja keras akan tampak lebih sehat, bugar, gesit, tangkas, cekatan, berbinar-
95 | P a g e
binar dan terlihat lebih optimis. Dia membutuhkkan semua itu untuk menghasilkan output kerja yang maksimal. Seorang pekerja keras akan mengeluarkan energinya melalui fisik dan metafisik yang dimilikinya. Pandangan matanya tajam dan mampu merekam objek dengan akurat. Tangan dan kakinya terlatih menjalankan berbagai tugas, mulai dari mengangkat beban berat hingga keterampilan halus yang membutuhkan kecepatan seperti menangkap lalat dengan menggunakan sumpit.” Sudah jelas sekali paparan dari Bapak Aries Muftie, lengkap pula dengan ciri-cirinya. Selanjutnya akan kita bahas pengertian kontinyuitas atau istiqomah. 6.3.2 Pengertian kontinyuitas/istiqomah Ada kisah menarik berkaitan dengan kontinyuitas ini yaitu kisah seorang ulama besar masa lalu, Ibnu Hajar al Atsqolani. Beliau adalah ulama rujukan umat Islam dahulu hingga sekarang yang berhasil menulis kitab Syarah Shahih Bukhari (Penjelasan Hadits Shahih Riwayat Imam Bukhari) dan Fathul Baari. Dikisahkan sewaktu masih belajar di sekolah, Ibnu Hajar dikeluarkan oleh Dewan Guru dari sekolah karena dianggap nalarnya tidak bisa mengikuti pelajaran. Ibnu Hajar sedih dan termenung sambil berjalan. Ketika itu ia melihat ada sebuah batu besar yang cekung bagian atasnya karena terus-menerus ditetesi air. Lantas hatinya bersorak ”Hah! Jika batu besar ini saja cekung oleh tetesan air yang kecil apalagi otakku!” Maka dengan semangat baru ia kembali ke sekolahnya dan menceritakan ihwal tadi ke Dewan Guru. Akhirnya ia diterima kembali dan belajar dengan kontinyu seperti air yang menetesi batu besar. Itulah sebabnya ia digelari Ibnu Hajar (anak batu). Dari kisah Ibnu Hajar, dapat kita simpulkan definisi kontinyuitas atau istiqomah yaitu gabungan antara komitmen, konsistensi
96 | P a g e
dan kemauan keras dalam melakukan sesuatu yang pada tengah-tengah perjalanannya dikawal dan ditopang oleh motivasi yang terus-menerus. Kerja keras dan kontinyu adalah skill pertama untuk memperoleh skill berikutnya seperti kerja cerdas, kerja mawas, kerja ikhlas, kerja selaras, kerja tuntas, dan kerja kualitas. Ujung dari semua hal tersebut akan menghasilkan perubahan bagi diri kita baik sukses di dunia dan terlebih sukses di akhirat. Bahkan perubahan itu turut menginfluensi orang-orang sekitar atau siapapun yang ikut tergerak oleh energi yang kita alirkan. Terbukti setelah bersusah payah bekerja keras dan kontinyu, akhirnya Ibnu Hajar berhasil menbuahkan karya-karya monumental yang bermanfaat bagi orang banyak dan namanya terus harum hingga kini. 6.3.3 Dampak dari ketiadaan kerja keras dan kontinyuitas Tentu bisa dibayangkan jika dua elemen penting itu tidak ada pada diri Anda. Anda benar-benar akan menjadi penonton yang tak mampu membeli tiket pertunjukan. Ya, bagaimana mau menonton, beli tiket saja tidak mampu. Begitulah kiranya gambaran bagi mereka yang tidak memiliki dan tidak mau belajar untuk mendapatkan dua skill tersebut. 6.3.4 Beberapa latihan pendukung agar terbiasa bekerja keras dan kontinyu Di sini penulis mengutip sebagian kata-kata penting dari buku InSIGHT (Inilah Sumber, Ide, Gagasan, Hikmah dan Teori) karya B.S. Wibowo, Dipl.Rad., SKM., MARS. dkk.: "Kerjakan apa yang takut Anda kerjakan, jika Anda lari karena takut mengerjakan suatu hal yang besar, maka Anda menyianyiakan kesempatan“.
97 | P a g e
"Tidak ada jalan terpendek dan pasti untuk meraih sukses dalam kehidupan, kecuali melalui berlatih, ambil pengalaman, bekerja dan melakukan praktek menuju sukses“. "Sebesar 70% karyawan mengaku, bahwa "Kalau mereka mau, mereka bisa saja bekerja lebih keras“. Lebih dari separuh jumlah tersebut mengatakan, efektifitas kerja mereka bisa meningkat separuhnya jika mereka mau melakukannya“. "Jangan bermain-main sewaktu bekerja, namun dengan menjadikan pekerjaan sebagai permainan maka Anda akan menemukan kenikmatan bekerja dan tidak bosan“. Tentu saja segala hal terutama yang baik biasanya akan memerlukan proses dan berbagai halangan akan setia menghadang, berikut sebagian kecil contoh-contoh yang bisa penulis berikan: a. Latihlah tekad Anda pada satu tujuan kecil lalu berusahalah terus hingga tercapai. Misal ambil tujuan meraih predikat masuk sekolah atau kerja tanpa absen seharipun selama setengah tahun. b. Selalu berkaca pada orang yang suka bekerja keras dan berusaha tidak mau kalah darinya. c. Rajin menjaga semangat dengan cara terus memotivasi diri melalui berbagai cara seperti membaca buku-buku motivasi, buku kisah-kisah orang-orang sukses, menghadiri seminar pengembangan diri, dan bahkan sedikit memberikan reward atau hadiah yang membuat diri Anda sendiri senang pada setiap keberhasilan yang telah Anda peroleh. d. Latihlah pikiran Anda agar selalu berpikir positif. Karena kerja keras adalah milik mereka yang selalu berpikir positif. e. Kerjakan satu pekerjaan sehari-hari yang paling tidak Anda suka sampai Anda mampu menanganinya dengan baik.
98 | P a g e
f.
Biasakan mengerjakan apa-apa yang bisa Anda kerjakan saat itu tanpa harus menunggu pekerjaan datang kepada Anda. g. Suatu waktu, buatlah sebuah rangkaian tugas selama seharian, sepadat mungkin. Jika berhasil tertunaikan semuanya, naikkan lagi kepadatannya sampai pada titik maksimal agar Anda dapat mengukur kemajuan kerja keras Anda. h. Yakini terus bahwa bekerja adalah ibadah dan Allah SWT menyukai pekerjaan yang kecil namun terus-menerus atau kontinyu.
Demikian sebagian kecil latihan yang bisa kita lakukan. Tentunya Anda masih dapat merancang sendiri latihan-latihan yang lebih spesifik sesuai kebutuhan Anda. Semakin banyak yang dapat Anda lakukan semakin banyak macam pekerjaan yang sanggup Anda kerjakan dengan baik. 6.4 Kerja cerdas, sebuah senjata pamungkas Dua karyawan baru, A dan B, diminta untuk memindahkan barang-barang dari luar gedung menuju gudang. Si A langsung sigap menarik trolley (meja dorong) mengambil barang-barang dan membawanya menyusuri lorong-lorong gedung memutar menuju ke gudang karena memang hanya itu satu-satunya jalan. Lain halnya dengan si B, dia tidak langsung mengambil trolley tapi sejenak meninjau sekitar dan rute menuju ke gudang. Selang beberapa saat baru ia menarik trolley dan membuka pintu yang langsung berhadapan dengan pintu gudang. Alhasil si B dapat memindahkan semua barang-barang dengan tempo yang cepat dan dengan usaha yang sedikit sedangkan si A sudah mandi keringat namun barang-barang bagian dia masih tersisa banyak. Kok bisa? Ternyata, sewaktu meninjau si B menemukan sebuah pintu yang hanya terkunci dengan grendel dan terlihat jarang dipakai dan pintu itu jika dibuka, langsung berhadapan dengan pintu gudang.
99 | P a g e
Begitulah kira-kira ilustrasi yang membedakan antara kerja cerdas dengan kerja biasa. Tentunya Anda sudah dapat menilai siapa di antara mereka yang bekerja cerdas. Ya, dengan bekerja cerdas, kita dapat menghemat tenaga, biaya, dan waktu. Untuk mampu bekerja cerdas tidak diperlukan otak sekelas Einstein tapi cukup perluas wawasan kita dan selalu melatih kreatifitas dari waktu ke waktu. Jangan biarkan otak Anda beku dan diisi sampah! Jadi akan semakin sempurnalah usaha kita. Sudah mampu bekerja keras dan kontinyu, ditambah mampu bekerja cerdas. Lalu kemampuan akan terus lengkap dengan meraih skill kerja mawas, kerja selaras, kerja tuntas, kerja kualitas dan yang terpenting adalah kerja ikhlas. Hasilnya? Luarrr biasa!
100 | P a g e
101 | P a g e
Lampiran 1 Press release Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) Nagoya/Toyota, 27-28 Maret 2010 Ratusan Pemagang di Jepang Meminati Agrobisnis sebagai Pilihan Realistis Wirausaha di Indonesia Pelatihan wirausaha tatap muka secara periodik yang telah dimulai sejak lebih 2 tahun lalu di berbagai kota di Jepang terus berlanjut. Kali ini bertempat di Nagoya dan Toyota City di Jepang yang dilaksanakan selama 2 hari (PWEP-2Days) berturut pada tanggal 27 sampai 28 Maret 2010. Tema yang diangkat kali ini adalah Agrobisnis dan Peternakan Sebagai Pilihan Realistis Wirauasaha di Indonesia. Program ini terlaksana atas kerjasama Working Group for Technology Transfer Japan (http://wgtt.org/) dengan Vuteq Corp. Japan, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Komsat Nagoya dan Ikatan Persaudaraan Trainee Indonesia Jepang (IPTIJ), didukung oleh PT Mitra Tani Agro Unggul – PT MAU Indonesia dan Bank Negra Indonesia Cabang Tokyo (BNI Tokyo). PWEP yang diikuti oleh total 167 orang, terdiri dari 45 orang di Nagoya, 80 orang di Toyota dan 41 orang di kelas online. PWEP ini disponsori oleh Bank Indonesia - Perwakilan Tokyo (BI Tokyo), BNI Tokyo, IMM Japan, Garuda Indonesia dan Exata Kabushikigaisha. Pelaksanaan PWEP kali ini lebih difokuskan ke workshop, dengan pola pelaksanaan tatap muka bertempat di Kampus Nagoya University pada tgl 27 Maret 2010) dan dilanjutkan tatap muka di gedung Vutec Toyota hari berikutnya tgl 28 Maret 2010), dan dilanjutkan pada malam harinya presentasi/diskusi online melalui salah satu portal wgtt yaitu http://webinar2010.com.
102 | P a g e
Dibuka dengan sambutan oleh Direktur IMM Japan, Mr. Nishizaki, menyampaikan pesan bahwa kemandirian masingmasing pemagang ketika kembali ke Indonesia setelah mengikuti program magang 3 tahun di Jepang merupakan harapan pemerintah dan pihak swasta Jepang. Sedangkan hari kedua dimulai dengan sambutan direktur Vuteq Corp. Japan, Mr. Ishibushi, menyampaikan pesan bahwa teknologi industri harus dimanfaatkan oleh setiap bisnisman sehingga teknologi itu akan terus dapat dikembangkan untuk meningkatkan kualitas produksi. Workshop PWEP diawali dengan presentasi oleh Dodik Kurniawan dari Team WGTT untuk penyamaan persepsi dan tujuan workshop serta pemaparan konsep iBET, yaitu business (B) sebagai target rill, education (E) sebagai metodologi berproses, technology (T) sebagai standard, dan innovative human (i) sebagai sumbu penyambung ketiga komponen tersebut. Dengan harapan bisnis yang akan digeluti oleh peminat tidak hanya berdasarkan naluri, mengikuti trend sesaat, dan semangat semata, melainkan dengan dukungan edukasi dan teknologi. Sekaligus memberikan gambaran kepada mereka peluang-peluang & potensi untuk dijadikan ladang berwirausaha, dengan harapan kesungguhan menyiapkan diri dan menentukan jenis usaha yang akan diambil sebelum pulang kembali ke tanah air. Selama 2 tahun program PWEP dirancang untuk penggalian minat bisnis dan perubahan mindset, bahwa wirausaha dan investasi adalah pilihan realistis disamping kesempatan kerja sebagai pegawai. Mulai tahun 2010 ini, program PWEP akan diarahkan ke kondisi workshop inkubator bisnis dan real pendampingan praktis di sektor agrobinis sehingga kemitraan bisnis bisa terbangun untuk alumni pemagang Jepang berdasarkan konsep iBET WGTT baik skala kecil maupun menengah di Indoneisa.
103 | P a g e
Peserta, yang berusia muda yang berasal dari berbagai pelosok daerah dan pedesaan di Indonesia, semakin bersemangat dan penasaran ketika acara inti mulai dibawakan oleh Team PT MAU, Bpk Benny A. Kusbini, Bpk. Dadi Sudiana, dan Bpk. Jajat Sudrajat. Peserta dipancing untuk berpikir tentang falsafah dan wawasan kewirausahaan yang telah terbukti menjadi tulang punggung ekonomi di negara-negara maju sampai saat ini. Fakta lapangan, potensi, peluang dan tantangan berwirausaha dalam bidang usaha diramu dengan sangat menarik secara lugas dengan menampilkan angkaangka statistik fokus kepada ternak sapi perah (susu sapi), ternak ayam potong, budidaya cabai, dan budidaya jagung pipil. Peserta terbawa suasana PWEP yang terlah berubah menjadi ajang workshop ketika narasumber mulai membuka rahasia bisnis ini satu per satu, mulai dari analisa penyiapan sapi perah sampai analisa usaha tanam jagung dan faktor utama keberhasilan budidaya cabe merah besar. Narasumber menjelaskan setiap fase yang dilalui dalam berbisnis agro ini temasuk analisa pasar, menentukan target, penjadwalan, aliran kegiatan, analisa chasflow, perhitungan panen, hambatan dan resiko setiap fase. Khusus untuk sapi perah, narasumber menunjukkan fakta analisa untuk unit 10 ekor sapi, mulai dari jenis sapi, perbandingan sapi lokal dan sapi impor, pembelian sapi bunting, dan anlisa detil setelah sapi melahirkan, perhitungan laba rugi, serta cara pemerahan susu sapi. Fakta pasar bahwa bisnis ini telah menjadi rebutan karena dengan teknologi sederhana akan sangat menguntungkan.
104 | P a g e
Lampiran 2 Laporan Studi Banding ke Sentra UMKM di Jepang 1. Pendahuluan Dalam rangka untuk memperoleh informasi yang lebih detail tentang peluang ekspor belut dari Indonesia ke Jepang, KBRI Tokyo yang diwakili oleh Atase Perindustrian, Tim Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) serta Working Group for Technology Transfer (WGTT) mengadakan studi banding ke UMKM Jepang. 2. Tujuan Tujuan studi banding ini adalah untuk mengumpulkan informasi tangan pertama dari pemilik atau karyawan UMKM Jepang yang berupa: a) Pengamatan tentang struktur produksi, jaringan produksi, pemasaran dan relasi bisnis produk belut di Jepang umumnya dan daerah Hamamatsu yang merupakan sentra produksi belut Jepang pada khususnya; b) Tukar-menukar informasi tentang peranan fasilitasi perdagangan khususnya dalam hal prosedur eksporimpor ke Indonesia dan atau berdasarkan pengalaman selama ini; c) Potensi kerjasama dagang dan/atau investasi; d) Modernisasi peralatan industri. 3. Ringkasan umum studi banding ke sentra pengolahan ikan dan komponen alat berat di Prefecture Toyama dan Ishikawa, 16 Desember 2008 Pada studi banding kali ini telah diadakan diskusi intensif dengan para pemilik perusahaan yang dikunjungi, antara lain:
105 | P a g e
a. Sinminato Kamaboko Corp. a.1. Company profile dan kamaboko Sinminato Kamaboko Corp. adalah merupakan UMKM di bidang pengolahan hasil perikanan. Lokasi terletak di Imizu-shi, Toyama Prefecture No. 21. Produk utama adalah kamaboko yang merupakan makanan khas dari Jepang. Kamaboko ini biasanya dimakan dalam bentuk irisan-irisan tipis, dimakan secara langsung atau dimakan bersama sup atau udon (mie Jepang). Terdapat beberapa versi bahan baku kamaboko ini, pada umumnya terbuat dari campuran ikan putih (shark), cod dan lobster. a.2. Proses produksi Proses produksi kamboko di Sinminato Kamaboko Corp. dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tahap 1. Pembuatan surimi: menghancurkan bahan dasar adonan dengan mesin silent cutter.
Tahap 2. Adonan surimi ditambahkan dengan air ion/suling.
Tahap 3. Proses pencampuran.
Tahap 4. Adonan jadi.
Tahap 5. Membuat cetakan.
Tahap 6. Keterampilan pekerja.
106 | P a g e
Tahap 7. Pengolahan warna.
Tahap 8. Uji coba pewarnaan.
Tahap 9. Menghias satupersatu dengan hatihati.
Tahap 10. Dikukus dengan suhu o pemanasan 90-95 C.
Tahap 11. Cetakan yang telah dikukus didinginkan dalam mesin pendingin.
Tahap 12. Setelah dingin, dilakukan pengepakan hampa udara (vacuum pack)
Tahap 13. Sterilisasi pemanasan dengan mesin detector.
Tahap 14. High-pressure pasteurisasi pemanasan selama 10 menit dengan suhu o 95 C.
Tahap 15. Pendinginan dalam freezer (di bawah o suhu 10 C).
107 | P a g e
Tahap 16. Produk jadi dan pengepakan.
Berbagai macam produk kamaboko dari Sinminato Kamaboko Corp., Ltd
a.3 Pemasaran kamaboko Kamaboko dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri (Hokkaido, Chubu, Kanto, Kansai, dll.). Harga kamaboko pada perusahaan ini berkisar antara 247–6.615 yen. Harga tergantung pada proses pengolahan, terutama bentuk cetakan dan hiasan. Pembuatan kamaboko dengan proses pewarnaan dan penghiasan satu-persatu membuat harga semakin tinggi terutama karena memerlukan keahlian seni keindahan, kecermatan dan ketelitian yang tinggi. Penjualan tertinggi atau peak sales terjadi pada musim dingin, musim natal dan tahun baru. a.4. Peluang bisnis dari Indonesia Produk kamaboko, sebenarnya bukan hanya konsumsi orang Jepang. Tidak heran apabila supermarket di Eropa atau di Amerika pun dapat ditemui produk tersebut (sudah dibuat di negara tersebut). Untuk bahan baku, Sinminato Kamaboko Corp. mengandalkan pasokan dalam negeri ditambah pasokan dari laut Alaska. Dari diskusi disampaikan bahwa ikan dari Indonesia kurang diminati oleh perusahaan di Jepang dengan alasan utama ikan berbau amis. Hal ini disebabkan karena jenis perairan Indonesia yang pada umumnya adalah perairan dangkal. Untuk perairan laut dalam, seperti laut di daerah Indonesia Timur sangat berpotensi untuk diekspor ke Jepang.
108 | P a g e
b. Sankoh Manufacturing Co., Ltd. b.1. Company profile Sankoh Manufacturing Co., Ltd. adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan spare part, khususnya hydraulic valves. Bertempat di 27-1 Nagaya-cho, Shirayama-shi, Ishikawa Prefecture 929-0214, Telp 076-2785666, Faks 0762786371, Email:
[email protected]. Berdiri sejak 10 Juli 1938 dengan modal 10.000.000 Yen. Jumlah pekerja pada perusahaan ini sebanyak 53 orang (termasuk 5 orang pemagang (kenshusei) dari Indonesia). Aktivitas bisnis yang dilakukan adalah pengembangan, manufaktur dan penjualan hydraulic valves serta produksi dan penjualan barang-barang keperluan rumah yang terstandarisasi. Produk yang dihasilkan : Relief valves, stop valves, counterbalance valves, flow dividers, pilot check valves, compound valves, dll. Sementara aplikasi produk : Construction machinery, mining machinery , cranes, tunnel machinery, forklifts, industrial machinery, dll. Disela kunjungan, Presiden dan CEO Sankoh Manufacturing Co., Ltd. menyampaikan bahwa perusahaan mempunyai beberapa mesin yang nilai depresiasinya sudah hampir habis dan bersedia untuk menghibahkannya kepada kenshusei yang sedang magang di perusahaannya. b.2. Contoh produk Spare part untuk mesin konstruksi khususnya equipped vehicles and tunneling equipment.
Counterbalance valves
109 | P a g e
Spare part untuk mesin konstruksi.
Pilot check valves Spare part untuk reduced size and reduced leakage following blowoff.
Relief valves Spare part untuk mesin konstruksi.
Lubrication valves b.3. Customer utama ・Komatsu Ltd. ・Komatsu Affiliates ・Mitsubishi Heavy Industries ・Sumitomo Heavy Industries Construction Cranes ・Furukawa Rock Drills ・Japan Steelworks Ltd. ・Sumitomo Construction Machinery c. Komatsu Ltd., Awazu Plant c.1. Company profile Komatsu adalah produsen alat berat terbesar di dunia setelah Caterpilar dari Amerika Serikat. Berdiri sejak tahun 1921,
110 | P a g e
dengan dukungan group 208 perusahaan yang tersebar di seluruh dunia (keiretsu). Bisnis utama Komatsu Ltd. bergerak dalam bidang manufaktur dan penjualan peralatan kontruksi, pertambangan, utilities dan mesin industr. Komatsu Ltd., Awazu Plant adalah mother plant dari Komatsu Group, terletak di Tsu 23, Futsu-machi, Komatsu-shi, Ishikawa Prefecture 923-0392. Luas tanah 710.000 m2, luas bangunan 233.000 m2 dan jumlah karyawan 3.800 orang. c.2. Main Product dari Awazu Plant Berbeda dengan pabrik lainnya, produk utama dari wazu Plant adalah sebagai berikut :
Wheel Loader
Motor Grader
Hydarulic Excavator
Bulldozer
a.3. Sekilas tentang PT Komatsu Indonesia (KI) Dari hasil paparan pihak Komatsu dan diskusi bersama, disampaikan komitmen Komatsu untuk mengembangkan Komatsu di Indonesia. Salah satu komitmen Komatsu adalah meningkatkan kandungan lokal produk Komatsu di Indonesia
111 | P a g e
yang secara tidak langsung juga ikut memberdayakan sektor UMKM di Indonesia sebagai pemasok (layaknya di Jepang, sebagai contoh Sankoh Manufacturing Co., Ltd. yang menyuplai spare part secara kontinyu kepada Komatsu Ltd, Awazu Plant. Adapun progres peningkatan kandungan lokal produk Komatsu di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
2.
3.
4.
Phase 1, PT. KI awalnya hanya terlibat dalam perakitan alat-alat berat dari Komatsu Jepang, seperti bulldozer, wheel loader, motor grader, dan hidraulik eksavator. Sebagian besar komponen diimpor dari Jepang, sedangkan yang dasar diproduksi di Indonesia (bahan tersebut merupakan finalisasi dari produk yang belum selesai dari Jepang). Phase 2, pada tahun 1987 Pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi mengenai kandungan lokal yang menyebabkan PT. KI berusaha meningkatkan kandungan lokal dengan mendirikan unit produksi komponen. Sejak saat itu secara bertahap PT. KI berhasil meningkatkan kandungan lokal untuk produknya. Lebih jauh, sejak tahun 1998, PT. KI sudah mulai mengekspor komponen ke Jepang untuk digunakan PT. Komatsu Ltd. Phase 3, dalam mengantisipasi yen yang menguat, PT. KI mendirikan foundry plant di tahun 1991, disusul tahun 1992 didirikan frame pabrication plant. Saat ini kebutuhan komponen dari Komatsu di beberapa negara dapat dipenuhi dari Indonesia. Phase 4, saat ini tahapan pelaksanaan pembangunan perusahaan untuk mengakomodasi peningkatan penjualan ekspor. Komponen telah diekspor sejak tahun 1988 dan 1995 ditandai dengan ekspor lengkap unit alat berat Komatsu dari Indonesia. Hal ini sejalan dengan startegi Komatsu Group untuk memenuhi kebutuhan anggota groupnya. Kurang lebih dalam satu dekade, PT. KI telah mengalami transformasi dari perakitan alat-alat berat
112 | P a g e
menjadi produsen alat berat berorientasi ekspor. a.4. Kesimpulan dan rekomendasi. 1. Kesimpulan: Dalam industri pengolahan makanan, selain rasa yang utama, kemasan, tampilan dan daya tahan makanan (tanpa bahan pengawet) juga memegang peranan penting. Rekomendasi: Dalam rangka meningkatkan preferensi konsumen akan produk makanan dan menumbuhkan minat impor dari pihak luar, seyogyanya pengusaha makanan di Indonesia diinformasikan dan diberikan pelatihan mengenai arti penting kualitas rasa, kemasan, dan upaya mengeliminir bahan pengawet makanan seminimal mungkin. 2. Kesimpulan: Dalam industri makanan sudah saatnya mengenal dunia web.2.00. Sudah saatnya saluran penjualan ditingkatkan dari media off line atau phisic took melangkah ke dunia homepage sebagai etalase online. Hal ini dapat kita tengok kepada industri makanan di Jepang yang mayoritas mempunyai web untuk melayani pembelian. Rekomendasi: Dalam dunia yang kondisinya saat ini borderless, web adalah sebuah keharusan. Untuk itu perlu untuk mengadakan pelatihan pembuatan homepage dan kontennya bagi UMKM di Indonesia. Untuk memudahkan departemen terkait dalam pembinaan, dapat disediakan hosting dan server bersubsidi agar UMKM bisa mengakses dan memilikinya. Saat ini hosting yang harganya terjangkau sangat mudah ditemukan, namun kualitas serta layanan masih banyak yang belum memuaskan 3. Kesimpulan: Selama ini Sankoh Manufacturing Co., Ltd. rutin memperoleh order dari Komatsu Ltd. Hal ini membuat kontinuitas dan resistensi usaha Sankoh menjadi terjaga. Sistem keiretsu yang kuat ikut menciptakan UMKM yang kuat juga. Rekomendasi: Dibuatnya intruksi dari departemen terkait kepada setiap PMA dan PMDN untuk memberikan
113 | P a g e
kesempatan tender pengadaan atau supply komponen bagi pengusaha lokal, dengan ditetapkan jumlah minimal penyuplai lokal. Setelah kuota terlampaui, pengadaan dari pihak luar diijinkan. 4. Kesimpulan: Tawaran dari beberapa pengusaha Jepang untuk memberikan mesinnya secara gratis kepada pihak luar (Indonesia) ditengarai adalah upaya pembuangan barang reject. Barang reject atau depreciated adalah barang yang secara nilai akuntansi sudah tidak bernilai ekonomis, namun melihat Standard Operating Procedure (SOP) yang sangat ketat dilakukan di Jepang kemungkinan kondisi barang masih cukup berguna. Kekhawatiran lain adalah apabila barang hibah mengalami kerusakan, maka kesiapan spare part di Indonesia dipertanyakan. Rekomendasi : Barang depreciated di Jepang bagi UMKM di Indonesia sangat berharga sekali. Untuk itu perlu diberikan insetif dan kemudahan dalam memindahkan barang di Indonesia dari instansi terkait. Mengenai kesiapan spare part, secara umum di daerah hal-hal mendesak biasanya dapat diantisipasi dengan sistem kanibal atau sistem bubut sehingga presisinya mirip. 5. Kesimpulan: Proses produksi dan kontrol kualitas di Jepang sangat akurat. Hal ini dengan diterapkannya habit quality assurance 200%. Setiap pekerjaan yang telah dikerjakan, maka akan dipastikan kembali dari peernya. Sistem dual control yang dilanjutkan dengan zero defect untuk setiap produk yang akan dilaunching ke pasar. Rekomendasi: Pelatihan bagi UMKM Indonesia akan pentingnya kualitas produk dan kepercayaan dan image konsumen . Meredefiniskan kembali, sistem quality control yang biasa dilakukan IKM di Indonesia agar produknya dapat bertahan di pasar dan bersaing di pasaran internasional.
114 | P a g e
Penutup Selama nafas masih terhirup, perjalanan masih terus akan berlanjut. Mungkin sebagian sahabat-sahabat kenshusei (pemagang) saat ini masih harus terus berjuang di negeri orang, masih harus terus bertahan dan berusaha agar menjadi lebih baik. Pun demikian halnya dengan para penyelenggara program dan para penyelenggara negara, khususnya Kemenlu dan Kemennakertrans agar menjadikan anak bangsa yang berjuang di luar negeri menjadi lebih bermartabat dan terjaga hak-haknya. Alangkah baiknya apabila modal yang telah terkumpul selama ini tidak dihabiskan untuk hal-hal yang konsumtif. Gunakanlah dengan bijak. Misalkan untuk biaya meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dalam maupun luar negeri. Belajar di luar negeri? Mengapa tidak? Banyak purnamagang yang kembali ke Jepang untuk belajar. Memang rata-rata dengan biaya sendiri hasil atas hasil kerjanya selama 3 tahun di Jepang namun itupun digunakan hanya pada awalnya saja karena di sana banyak sekali bertebaran beasiswa, terlebih universitas di Jepang tidak kaku untuk urusan biaya. Setelah diterima, merekapun dapat kembali "membalas“ uangnya yang sempat hilang dengan cara kerja paruh waktu sambil kuliah. Bahkan bisa jauh berlebih jika setelah lulus dapat bekeja di Jepang yang tentunya mendapatkan hak-hak yang sama dengan orang Jepang sendiri. Meskipun demikian, pepatah kita menyatakan "Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri ... Masih lebih baik di negeri sendiri". Tidak ada salahnya, atau bahkan mungkin lebih baik untuk menimba ilmu jauh ke negeri Cina, Jepang, Eropa, Amerika, dll sampai pada level-level tertentu. Hal-hal positif yang diperoleh diharapkan akan dapat menjadi katalisator bagi pengembangan kualitas dan iklim dunia usaha di tanah air.
115 | P a g e
Dengan tingkat pendidikan dan pemagangan "plus“ yang diperoleh purnamagang Indonesia di Jepang tersebut, Insya Allah kehidupan ekonomi akan meningkat dengan sendirinya, entah dengn menjadi pegawai, karyawan maupun wirausaha. Dan pada gilirannya, keadaan negara akan terbantu menjadi lebih baik. Sayang sekali, realita yang ada saat ini adalah sebagian besar purnamagang menghabiskan modal yang telah ditabungnya sedikit demi sedikit selama 3 tahun untuk membeli barangbarang yang sifatnya konsumtif. Pamer sana-sini. Setelah uangnya habis, mereka kembali lagi ke keadaan sebelumnya: tak berdaya. Bahkan banyak yang terpaksa kembali "tersiksa“ bekerja sebagai TKI di negara lain seperti Korea, Taiwan, Malaysia, dsb maupun kembali ke Negeri Sakura dengan mengganti identitas karena peraturan yang berlaku memang mewajibkan purnamagang untuk mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang telah diperolehnya untuk kemajuan lingkungan di sekitarnya. Keringat dan air mata yang sempat tertumpah sewaktu bekerja di luar negeri tersia-siakan begitu saja. Tidak diolah untuk membuat sejarah perubahan besar bagi hidupnya. Melihat hal ini, penulis sangat prihatin dan menyayangkannya. Meniti jalan hidup selanjutnya memang merupakan sebuah pilihan, apakah kebahagiaan ataukah penderitaan yang akan datang menghampiri adalah sebagai konsekuensi dari pilihan yang telah kita ambil. Menjadi seorang pegawai, karyawan, maupun wirausaha semuanya adalah pekerjaan yang mulia dengan syarat niat yang diusung adalah untuk membangun diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, bangsa dan negara, serta agama. Adapun melalui buku ini, penulis lebih menekankan kepada pentingnya kewirausahaan dengan alasan wirausaha merupakan aplikasi langsung dari program pemagangan di
116 | P a g e
Jepang dan dapat memberikan manfaat secara menyeluruh bagi lingkungan di sekitarnya. Untuk menjadi seorang wirausahawan yang diperhitungkan tentu saja modal nekat dan tabungan tidaklah mencukupi, melainkan sumber daya manusia (SDM) lah yang memegang peran terpenting begitu juga dengan network (jaringan) persahabatan yang ada. Adapun pilihan untuk menjadi pegawai/karyawan maupun melanjutkan kuliah bukanlah menjadi tujuan akhir melainkan sebuah cara untuk memperdalam pengetahuan dengan melakukan market research dan mengumpulkan berbagai hal pendukung dari jenis wirausaha yang akan digelutinya. Tidak ada batas waktu terlambat dalam memulai, setelah dirasa semuanya telah siap (dengan memperhitungkan segala kemungkinan tentunya), wirausaha dapat segera digulirkan. Di sini kembali diperlukan kerja keras dan kontinyuitas seta ide-ide kreatif untuk sedikit demi sedikit memperbesar usaha. Bagi yang belum siap secara total, usaha sambilan atau usaha rumahan dengan resiko yang lebih kecil juga dirasa efektif sebagai media untuk meningkatkan nyali berwirausaha. Apapun halnya, melakukan hal nyata akan jauh lebih berharga daripada hanya dipendam di awang-awang atau No Action Talk Only (NATO). Berhasil ataupun gagal tentu akan menjadi guru yang sangat berharga bagi perjalanan di masa mendatang. Salam wirausaha!
117 | P a g e
Profil Penulis Dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 23 Maret 1964 adalah seorang psikolog asal Indonesia. Pada tahun 1988 mendapatkan gelar sarjana psikologi dari Universitas Airlangga Surabaya. Selanjutnya merampungkan studi magister pada tahun 1993 dan S3 pada tahun 2004 di Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Saat ini menjadi dosen pengajar tetap di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga sejak tahun 1988 dan sejak tahun 2011 menjabat sebagai Kepala Departemen Psikologi Industri dan Organisasi. Sampai saat ini juga dipercaya menjadi Konsultan dan Staff Ahli di Pembangkitan Jawa Bali (PT) Pusat Surabaya, (2005sekarang), Kepala Bagian Umum dan Experimen (2003-2009), Koordinator/pimpinan Kemasgisteran Psikologi UNAIR (2003sekarang), menjadi Trainer dalam berbagai workshop dan semiloka baik di dalam maupun di luar negeri, sebagai penyaji makalah di luar negeri yaitu dalam Pacific Regional Science Conference Organization (PRSCO) di UKM Malaysia dengan judul: Multicultural Education, Socioeconomic and Interdependence Psychology in Village 2006 dan menjadi Visiting Lecture (pelawat tetamu/dosen tamu) di Universiti Kebangsaan Malaysia 2006. Mengikuti berbagai Seminar International, seperti ARUPS Asia Tenggara di Jakarta 2 Agustus 2006, PRESCO Asia Pasifik di Kuala Lumpur 17-19 Juli 2006, UPI-UPSI Indonesia Malaysia di Bandung 7-8 Agustus 2006 di Bandung, Apsya Asia Pasifik di Bali 30 Agustus 2006. Selain mengikuti berbagai seminar, Cholichul Hadi juga pernah menyajikan makalah baik nasional maupun internasional, seperti: Skala nasional: a. Pemakalah/penyaji: Pelatihan mahasiswa Unggulan UNAIR, Surabaya, 15 September 2001. 118 | P a g e
b. Pemakalah/penyaji: Konferensi I Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi, Surabaya, 2-3 Agustus 2002 c. Pemakalah/penyaji: Pelatihan Metode Observasi Efektif Untuk mendeteksi Kemajuan Peserta Didik dalam Bidang Pendidikan, Surabaya, 8 Agustus 2002. d. Pemakalah/penyaji: Lokakarya Program Profesi Magister Psikologi, Natour Tretes, 13-15 Februari 2003 e. Pemakalah/penyaji: Orientasi Pengembangan Pembimbing Kemahasiswaan UNAIR, Prigen Pasuruan, 27-28 Februari 2003 f. Pemakalah/penyaji : Pelatihan Lima Pilar Kecerdasan Manajemen, Prigen-Pasuruan, , PELINDO III 15-17 April 2003. g. Pemakalah/penyaji: Lokakarya Penyusunan Alat Ukur/Instrumen Penelitian Perilaku LP3T Fakultas Psikologi UNAIR, Surabaya, 14 Juni 2003. h. Pemakalah/penyaji: Pelatihan Sikap Kepemimpinan Efektif Bagi Pejabat Eselon IV di Pemerintah Kota Batam, Batam, Bekerja sama LEMLIT UNAIR 21-25 Juli 2003 i. Pemakalah/penyaji: Pelatihan Pra Purna Bakti yang dilaksanakan oleh PT EXPAN dengan Indopurel Program, Surabaya, 25-30 Agustus 2003. j. Pemakalah/penyaji: Lokakarya Program Profesi Magister Psikologi UNAIR, Surabaya, 31 Juli 2004. k. Pemakalah/penyaji: Seminar Nasional Pemberdayaan Manusia Indonesia yang Mandiri, Demokratis dan Berbudaya, Surabaya, 21 Agustus 2004. l. Pemakalah/penyaji: Diskriminasi terhadap Suku-suku Minoritas: Suatu Kajian Psikologi Interdependensi, Disampaikan di Temu Ilmiah Nasional Psikologi dan Problem Bangsa, UNAIR Surabaya, 19 November 2005. m. Pemakalah: Penyelesaian Konflik Kelompok: Pendekatan Psikologi Interdependensi, disampakan di Simposium Nasional “Memahami Psikologi Indonesia”, Universitas Muhammadiyah Malang 8-10 Desember 2005. Makalah-makalah international yang Pernah disampaikan (Tahun 2006-2008)
119 | P a g e
a. Penyaji Makalah Internasional/ Paper Contributor: Developing Multicultural Education in Indonesia National Curriculum di Universitas Malang 15 Des 2006 b. Contributor to: Regions on a Global Platform 18-20 July 2006 Kualalumpur Malaysia: Multicultural Education, Socio-economic and Interdependence Psychology in Village.CHOLICHUL Hadi (Airlangga University, INDONESIA) / Oral presentation by Ismail WEKKE (Universiti Kebangsaan Malaysia) Discussant: Ken'etsu UCHIDA (Hokkaido University, JAPAN) Buku "Potensi dan Problematika KENSHUSEI (Pemagang Indonesia di Jepang) Menuju Kemandirian“ merupakan karya keempat dari Cholichul Hadi, tiga buku yang pernah ditulis sebelumnya adalah Psikologi Kognitif (2004) – penulis mandiri, Psikologi Interdependensi (2005) – penulis mandiri, dan Enterpreneur Cina dan Pribumi (editor) tahun 2004.
Contact person: Email: choli_exp @yahoo.com atau
[email protected]
120 | P a g e
Profil Penulis Dodik Kurniawan Dilahirkan di Sidoarjo, tanggal 20 Juni 1979.
Jawa Timur pada
Menamatkan pendidikan menengah di SMUN 1 Sidoarjo pada tahun 1998. Memperoleh beasiswa dari Mombukagakusho Jepang untuk program studi Bahasa Jepang di Japan Student Services Organization (JASSO), Tokyo pada tahun 2000-2001 dan program studi Diploma III di Toyama National College of Technology pada Department of Chemical and Biochemical Engineering pada tahun 2001-2004. Memperoleh gelar B.Eng (Bachelor of Engineering) dari Tokyo University of Agriculture and Technology pada Department of Organic and Polymer Materials Chemistry pada tahun 2005. Selanjutnya, memperoleh gelar M.Sc (Master of Science) dari Japan Advanced Institute of Science and Technology pada Department of Material Science pada tahun 2007. Saat ini bekerja sebagai Staff R&D untuk Chemical Products di Aisin Chemical, Japan dan mahasiswa program S3 di Nagoya University. Bergabung dengan Working Group for Technology Transfer (WGTT) sejak awal 2008 atas dasar persamaan persepsi tentang potensi dan problematika TKI Indonesia. Tugas pertama yang diemban adalah IT Specialist khususnya admin website dan design leaflet. Pada 2009 dipercaya menjadi GM WGTT dengan target utama penyelenggaraan Pelatihan Wirausaha dan Edukasi Perbankan (PWEP) di 9 kota di Jepang yang diikuti oleh kurang lebih 2500 peserta. 2010-skr sebagai Direktur merupakan tahun terberat dengan tugas utama menjalin kemitraan yang handal antara UMKM Jepang dan Indonesia khusunya di bidang agrobisnis yang diharapkan
121 | P a g e
dapat membuka peluang usaha baru bagi TKI Indonesia yang telah kembali dan ingin berkiprah di tanah air. Buku "Potensi dan Problematika KENSHUSEI (Pemagang Indonesia di Jepang) Menuju Kemandirian“ merupakan karya pertama sekaligus hasil kolaborasi dengan berbagai Team WGTT, IPTIJ, LPK dan Pupuk Surabaya Contact Person : Email
[email protected], URL http://dodikkurniawan.net, FB http://facebook.com/kdodik
122 | P a g e