1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Mineral merupakan substansi inorganik yang memiliki peranan sangat penting dalam kesehatan manusia dan keberadaannya berfungsi untuk memperbaiki proses psikokimia yang penting untuk tubuh (Soetan et al., 2010). Global Report (2009) juga menyatakan bahwa mineral adalah komponen nutrisi yang penting untuk kesehatan manusia dan berperan dalam perkembangan fisik dan intelektual. Batra and Seth(2002)dalam Soetan et al(2010) menyatakan bahwa defisiensi mineral merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak terjadi di negara berkembang terutama pada kelompok yang berisiko seperti bayi dan ibu hamil. Mineral yang masih menjadi fokus perbaikan dalam permasalahan kesehatan masyarakat adalah mineral besi (Fe), seng (Zn) dan iodium (I)(Global Report, 2009). Mineral Fe, Zn dan I masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia, hal dapat dilihat dari upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan mineral tersebut melalui fortifikasi pangan dan pemberian suplemen pada kelompok yang berisiko(Republik Indonesia, 2012). Kekurangan iodiun (I) dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental, hypothyroidism, kretinisme, dan gondok. Kekurangan konsumsi iodium dapat diketahui melalui pemeriksaan Urinary Iodine Excretion (UIE) Jika dilihat dari proporsi
1
2
Urinary Iodine Excretion (UIE) terdapat 14,9% anak usia 6-12 tahun dan 24,3% ibu hamil yang berisiko kekurangan asupan iodium pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013).Kekurangan mineral seng (Zn) menimbulkan gangguan pertumbuhan atau growth retardation yang sering disebut dengan stunting.Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa secara nasional telah terjadi peningkatan kasus stunting menjadi 37,2% pada tahun 2013 yang sempat menurun dari 36,8% pada tahun 2007 menjadi 35,5% pada tahun 2010. Peningkatan kasus ini juga terjadi di Provinsi Bali yaitu 32,6% pada tahun 2013 yang sebelumnya mengalami penurunan dari 31% pada tahun 2007 menjadi 29,3% pada tahun 2010. Prevalensi stunting secara nasional dari tahun 2007 hingga 2013 memperlihatkan bahwa stunting menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang dianggap berat (severe public health problem) berdasarkan Riskesdas (2013) karena prevalensinya berada pada rentang 30-39%. Defisiensi besi (Fe) secara berulang dapat mengakibatkan terjadinya anemia gizi besi(Otten et al., 2006). Anemia gizi besi secara nasional terjadi pada 37,1% ibu hamil dan 28,1% balita pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Defisiensi mineral dalam tubuh dapat disebabkan oleh keberadaan faktor antinutrisi (antinutrional factors) dalam makanan yang dikonsumsi sehingga mempengaruhi ketersediaan mineral yang diperlukan tubuh. Salah satu faktor antinutrisi tersebut adalah asam fitat (phytic acid) (Soetan et al., 2010). Asam fitat (C6H18O24P6) merupakan cincin myo-inositol yang mengikat fosfat. Gugus aktif yang terdapat pada asam fitat ini memiliki enam
3
sisi terdisosiasi yang merupakan asam kuat dan struktur molekul tersebut secara konsisten memiliki kapasitas sebagai agen pengikat kation (Hernaman et al., 2007). Kemampuan asam fitat mengikat mineral kation dikarenakan oleh kelompok fosfat yang berikatan dengan cincin myo-inositol (Bohn et al. 2008). Ketersediaan seng (Zn) dan besi (Fe) dalam produk pangan dapat berkurang apabila dalam konsumsi terdapat asam fitat, hal ini dikarenakan asam fitat dapat menurunkan ketersediaan kation yaitu Zn, Fe dan mineral lain yang bermuatan positif seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan kromium (Cr)(Otten et al., 2006; Soetan et al., 2010). Asam fitatmerupakan sumber mineral fosfor (P) tetapi tidak dapat dimanfaatkan baik oleh tubuh manusia karena kurangnya jumlah enzim fitase didalam saluran pencernaan dan makanan yang dikonsumsi. Enzim fitase adalah enzim yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi myo-inositol dan fosfat inorganik, kemudian myo-inositol fosfat dipecah lebih lanjut menjadi monofosfat. Hidrolisis asam fitat ini dapat menyumbangkan fosfor (P) dan inositol serta kation lainnya yang dapat dimanfaatkan tubuh (Kerovuo, 2000; Pujaningsih, 2004). Hidrolisis asam fitat menjadi inositol dan fosfat menjadikan asam fitat tidak lagi sebagai agen pengikat mineral kation. Selain dapat meningkatkan ketersediaan mineral kation yang diperlukan oleh tubuh, lepasnya kelompok fosfat dari cincin myo-inositol juga dapat meningkatkan ketersediaan fosfor (P) dalam tubuh (Bohn et al., 2008). Enzim fitase dapat bersumber dari mikroorganisme, tanaman dan beberapa jaringan hewan, tetapi enzim fitase yang terdapat dalam tanaman terlalu rendah untuk
4
menghidrolisis asam fitat, dan beberapa penelitian banyak memanfaatkan mikroorganisme yang dapat memproduksi fitase seperti mikroba yang terdapat pada cairan rumen ruminansia (Hernaman et al., 2007; Kerovuo, 2000; Pujaningsih, 2004). Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Pujaningsih
(2004)
menunjukkan bahwa aktifitas enzim fitase yang dihasilkan oleh mikroba yang berasal dari rumen pada fermentasi pakan unggas dapat meningkatkan ketersediaan mineral fosfor. Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh Hernaman et al.(2007) bahwa mikroba cairan rumen ruminansia dapat menghasilkan enzim fitase sehingga mampu mendegradasi kation yang terikat dalam asam fitat.Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut melepaskan mineral fosfor (P) sehingga kation yang diikat akan dibebaskan.Terdapat tiga mikroorganisme yang diisolasi dari air dan lumpur kawah Sikidang Dieng dengan aktivitas enzim fitase tertinggi yaitu Bacillus cereus EN 10 (0,32893 U/ml), Bacillus cereus EN 16 (0,324953 U/ml), dan Bacillus sp EN 6 (0,32182 U/ml)(Sari et al., 2013). Aktivitas enzim fitase dari Bacillus subtilis yang diisolasi dari tanah gunung kapur Holiwood Gresik mencapai 0,2829 U/ml pada pH 7,0 sebagai pH optimum dan aktivitas enzim mencapai 0,301 U/ml pada suhu 410C (Yuanita et al., 2010). Berdasarkan uraian tersebut, mikroorganisme penghasil fitase banyak diisolasi dari rumen ruminansia dan tanah, maka dari itu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan mikroorganisme khususnya bakteri penghasil fitase yang diisolasi dari produk pangan tradisional yang terdapat di daerah
5
Bali sehingga bakteri yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketersediaan mineral penting bagi tubuh dan aman digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam proses pengolahan makanan dengan cara fermentasi.
1.2
Rumusan Masalah Ketersediaan zat anti gizi seperti asam fitat dalam produk pangan yang dikonsumsi dapat menyebabkan rendahnya ketersediaan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Rendahnya ketersediaan mineral yang dialami secara terus-menerus menjadi penyebab defisiensi mineral dan dapat mengakibatkan berbagai gangguan pertumbuhan, sehingga fitat dalam produk pangan perlu dikurangi jumlahnya untuk meningkatkan ketersediaan mineral pada masalah defisiensi mineral. Maka dari itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah mikroorganisme khususnya bakteri penghasil enzim fitase dapat diisolasi dari produk pangan tradisional dan mampu meningkatkan ketersediaan mineralfosfor?
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka terdapat beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah bakteri penghasil enzim fitase dapat diisolasi dari produk pangantradisionalyang terdapat di daerah Bali?
6
2. Apakah bakteri penghasil enzim fitase dapat meningkatkan ketersediaan mineralfosfor?
1.4 1.4.1
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk menemukan mikroorganisme khususnya bakteripenghasil fitase yang terdapat dalam produk pangan tradisional guna menghidrolisis asam fitat sehingga meningkatkan ketersediaan mineral fosfor yang diperlukan tubuh.
1.4.2
Tujuan Khusus 1. Mengisolasi bakteri yang mampu menghasilkan enzim fitase dari produk pangan tradisionalyang terdapat di daerah Bali. 2. Mengetahui kemampuan bakteri penghasil enzim fitase dalam meningkatkan ketersediaan mineralfosfor.
1.5 1.5.1
Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara pemanfaatan mikroorganisme yang terkandung dalam makanan yang dapat digunakan untuk proses pengolahan produk pangan sehingga penyerapan mineral meningkat dan dapat menurunkan kejadian defisiensi mineral. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian yang
7
terkait dengan pemanfaatan mikroorganisme lokal yang berasal dari produk pangan tradisional untuk meningkatkan ketersediaan mineral.
1.5.2
Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pengolahan produk pangan tradisional, sehingga kandungan asam fitat pada produk pangan dapat dikurangi. 2. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat, jika makanan yang dikonsumsi mengandung asam fitatmaka asam fitat akan dihidrolisis terlebih dahulu sehingga tidak mengurangi ketersediaan mineral yang dapat menyebabkan defisiensi dan mengakibatkan gangguan kesehatan bagi masyarakat. 3. Hasil penelitian ini merupakan salah satu langkah nyata dalam mendukung upaya pemerintah terkait dengan langkah minimalisasi kejadian defisiensi mineral. 4. Peneliti dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh dalam perkuliahan dan mendapatkan pengalaman melakukan pengamatan secara biokimia terhadap ketersediaan mineral.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang gizi dalam proses pemecahan asam fitat menjadi senyawa sederhana yang dapat larut dalam tubuh dan tidak mengikat beberapa mineral yang penting untuk tubuh
8
sehingga meningkatkan ketersediaan mineral dalam tubuh. Disisi lain, penelitian ini juga termasuk kedalam ruang lingkup bidang gizi kesehatan masyarakat yaitu terkait dengan hasil hidrolisis asam fitat yang dapat meningkatkan ketersediaan mineral dalam tubuh sehingga terhindar dari defisiensi mineral dan gangguan kesehatan.