1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan zat yang tidak dapat dipisahkan dari makhluk hidup di kehidupan sehari-harinya. Zat tersebut sangatlah dibutuhkan ketersediannya di berbagai waktu dan tempat. Air tergolong benda cair yang memiliki sifat memenuhi ruang. Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada wilayah jenuh atau semua pori-pori dan ruang antar partikel tanah jenuh berisi air, yang terdapat pada bagian atas disebut water table dan bagian bawah disebut groundwater (Asdak, 1995). Keberadaan dan ketersediaan air tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti susunan batuan, infiltrasi, pola kelurusan, bentuklahan, kerapatan drainase, penggunaan lahan, serta dipengaruhi oleh besarnya curah hujan disuatu daerah. (Kuncara, 2016). Informasi mengenai faktor ketersediaan air tersebut dapat diketahui dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Penginderaan jauh memungkinkan perolehan data secara cepat dan lebih murah untuk kajian hidrologi. Data citra maupun foto udara dapat diolah menjadi informasi baru yang berguna untuk mengetahui kondisi berbasis spasial di suatu wilayah. Penginderaan jauh sangat membantu dalam hal ini untuk efisiensi waktu dan biaya. Dalam penelitian ini data penginderaan jauh dimanfaatkan untuk menghasilkan informasi penggunaan lahan, kerapatan drainase, kemiringan lereng, pola kelurusan, dan bentuklahan. Sistem Informasi Geografi mempunyai kemampuan menghasilkan informasi baru dengan cepat dan mudah, di samping itu SIG merupakan system yang memuat data dengan rujukan spasial, yang dapat dianalisis dan dikonversi menjadi informasi untuk keperluan tertentu. Analisis SIG untuk pemetaan ketersediaan airtanah baik menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) karena prinsipnya yang melihat pengaruh antar parameter yang sudah dihitung konsistensinya.
Lereng Gunung Api Merapi di sisi barat lebih memiliki curah hujan yang tinggi daripada sisi sebelah timur. Hal tersebut akan mempengaruhi jumlah airtanah yang terkandung di dalam daerah tersebut karena air hujan merupakan salah satu pemasok airtanah. Material letusan Gunung Api Merapi yang sebagian besar menuju ke sisi barat inilah yang mengakibatkan tinginya curah hujan di sisi tersebut. Material yang dimuntahkan berupa debu vulkanik yang bersifat higroskopis, yakni dapat mengikat uap air, sehingga dengan demikian dapat memicu terjadinya kondensasi dan terbentuk awan dengan catatan Rh (kelembaban) tinggi, sehingga dapat meningkatkan curah hujan di daerah tersebut (KF-BAS, 2011). Permasalahan yang berkaitan dengan airtanah daerah lereng Gunung Api Merapi di Kabupaten Klaten yang didapatkan dari hasil penelitian Tahun 20052008: 1) jumlah mata air yang semula 162 menurun menjadi 134 tempat, ini berarti jumlah air dari mata air berkurang; 2) kerusakan lahan di lereng atas dan tengah akibat aktivitas manusia dalam bentuk (penambangan pasir, bahan batu bata, permukiman) sehingga lahan imbuhan air tanah berkurang; 3) terjadi konflik pengguna air tanah (antar petani, antar masyarakat, dan antar pemerintahan Kabupaten Klaten dengan Kota Surakarta); 4) dampak gempa bumi tektonik yaitu air sumur asin, bangun air tanah rusak, dan pergeseran/patahan struktur litologi atau posisi aquifer, dan 5) penurunan kualitas air sumur di daerah permukiman yang berdekatan dengan lahan pertanian. Penelitian ini fokus pada permasalahan kedua dan ketiga meskipun tetap memperhatikan perkembangan dan keterkaitan permasalahan lainnya (Suharjo, 2014). Pemanfaatan sumber mata air sangat beragam, selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga dibuka sebagai obyek wisata air sebagai sumber perekonomian. Di Kecamatan Polanharjo juga terdapat pabrik air mineral swasta yang juga memanfaatkan airtanah didaerah tersebut untuk produksinya. Pemanfaatan jumlah air di Kabupaten Klaten yang cukup besar juga dipengaruhi oleh wilayah
administrasi yang berada di lereng Gunung Merapi. Pengaruh
Gunung Api mengakibatkan daerah ini memiliki bentuklahan vulkanik dan
fluvial. Formasi Gunung Merapi Muda merupakan daerah major akuifer yang memiliki permeabilitas yang baik sehingga muncul banyak sumber mata air (Kuncara, 2016). Kebutuhan air Kabupaten Klaten memang melimpah namun agar sumber daya air khususnya airtanah dapat lestari haruslah dilakukan penggunaan yang baik dan tepat. Wilayah yang memiliki jumlah airtanah yang tinggi berada di sebelah utara dari Kabupaten Klaten, yang secara langsung berbatasan dengan Kabupaten Boyolali. Kabupaten Klaten sendiri memiliki beberapa Sub DAS yang juga merupakan bagian dari DAS Bengawan Solo. Sub DAS tersebut antara lain sub DAS Brambang, Dengkeng, Jlantah ds, Pusur, dan Samin. Sub DAS Pusur dipilih menjadi wilayah penelitian karena memiliki banyak mata air serta memiliki beragam penggunaan/penutup lahan serta wilayah administrasinya yang berada di Klaten bagian utara. Pengelolaan yang tepat sangat dibutuhkan untuk dapat melestarikan sumberdaya air. Adanya fenomena kekurangan dan kelebihan air di suatu daerah hanyalah persoalan distribusinya yang tidak merata, ataupun karena fase wujudnya dalam daur hidrologi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, masalah dalam pengelolaan air adalah agar air dapat cukup tersedia di tempat yang memerlukannya dengan kualitas yang baik dan berkesinambungan.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana peran Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk mengidentifikasi parameter ketersediaan air tanah di sub DAS Pusur, Kabupaten Klaten? 2. Bagaimana hasil pemetaan tingkat ketersediaan air tanah di sub DAS Pusur, Kabupaten Klaten?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Melakukan ekstraksi data penginderaan jauh Citra Landsat 8 OLI serta Citra Aster GDEM sebagai parameter tingkat ketersediaan airtanah. 2. Memetaakan informasi tingkat ketersediaan airtanah di sub DAS Pusur, Kabupaten Klaten 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan airtanah di daerah yang berada di sub DAS Pusur, mengingat di dalam kawasan sub DAS ini terdapat beberapa sumber mata air yang dimanfaatkan untuk kehidupan sehari, pariwisata, perikanan sampai dengan diperdagangkan. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengantispipasi dan pengambilan keputusan yang tepat mengenai pemanfaatan airtanah di sub DAS Pusur. Pemanfaatan sumber daya air yang tepat dan benar akan menjadikan sumber daya tersebut tetap lestari. 1.5. Batasan Istilah Sistem Informasi Geografi sebagai suatu sistem yang berbasiskan komputer yang dapat digunakan untuk menyimpan dan bahkan memanipulasi informasiinformasi geografis (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2002). Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala, dengan menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang akan dikaji (Kieffer, 1997). DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2010).
Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub DAS-sub DAS Airtanah merupakan air yang berada di daerah zona jenuh (Todd, 1980). Air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah AHP adalah proses pendukung keputusan kuantitatif yang berstuktur dan dapat di dokumentasikan dan replikasi. Dapat diaplikasikan sebagai pendukung keputusan untuk kondisi yang melibatkan multi kriteria (Steiguer, dalam Shofiyyul Fuad ,2015).