00BAB IV PEMBAHASAN
IV. 1
Analisis Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Antara Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dan Perusahaan Swasta.
Pada dasarnya perlakuan untuk Pajak Pertambahan Nilai kepada setiap perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama menyetorkannya ke Kas Negara namun terdapat perbedaan dalam beberapa perlakuan terhadap aspek yang memberikan perbedaan kepada perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan perusahan yang dimiliki oleh perusahaan swasta. PT. Pipa Mas Putih yang bergerak diindustri pengadaan barang untuk industri, seperti Industri pengadaan barang perminyakan dimana salah satu rekannya adalah Pertamina EP, Chevron dan KPS Migas lainnya atau perusahaan industri lainnya yang membutuhkan pipa saluran yang berukuran besar dan berteknologi tinggi untuk mendukung kegiatan usaha perusahaan tersebut dimana didalam setiap penyerahan barang yang dilakukan mengandung Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetorkan ke Kas Negara berdasarkan S-348/PJ.03/2005 dijelaskan Pertamina merupakan Industri Pertambangan yang mengikuti PMK Nomor 11/PMK.03/2005, yang mana harus menyetor, memungut dan melaporkan sesuai dengan UU No.18 pasal 1 angka 27 . Berdasarkan Analisis yang diakukan dalam PT. Pipa Mas Putih mengenai perbedaan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai antara perusahaan yang kepemilikannya milik negara dan perusahaan yang kepemilikannya adalah milik swasta sebagai berikut. 61
Tabel IV.1 Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dengan Perusahaan Milik Swasta. Perusahaan Milik Negara Keterangan Sistem Pemungutan
Peraturan
(Pemungut)
Perusahaan Milik Swasta
Dipungut oleh perusahaan perusahaan
Dipungut oleh PKP yang melakukan
yang telah dikukukan sebagai
penyerahaan Barang Kena Pajak.
pemungut atau milik negara.
Dipungut oleh perusahaan (PT. Pipa
(Pertamina EP, Chevron).
Mas Putih).
•
•
Undang- Undang Nomor 18 tahun 2000 PPN.
•
Birokrasi
Perubahan ketiga Undang-Undang
Diatur dalam Undang- Undang Nomor 18 tahun 2000 PPN.
•
Perubahan ketiga Undang-
No 42 Tahun 2009 PPN
Undang Nomor 42 Tahun 2009
•
PMK Nomor11/PMK.03/2005.
PPN
•
PMK Nomor 73/PMK.03/2005
• Diatur dalam Perpres Nomor 54
•
Sebagian
besar
perusahaan
tahun 2010.
melakukan proses birokrasi dalam
Diatur dalam Peraturan Menteri
pembayaran tiap transaksi dengan •
KeuanganNo.134/PMK.06/2005
Menerbitkan
formulir
pembelian dan penjualan
tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran
•
Penerbitan invoice dan
Pendapatan dan Belanja Negara
•
Faktur pajak
• 170/PMK.05/2010 Tentang
Hal
tersebut
dilakukan
62
dengan
Penyelesaian Tagihan Atas
bagian- bagian yang saling terkait
BebanAnggaran Pendapatan Dan
dalam satu perusahaan.
Belanja Negara Pada Satuan Kerja. Pembuatan Faktur Pajak
Pembuatan
Faktur
Pajak
pada Pembuatan faktur pajak mengikuti
perusahaan Rekanan Pemerintah atau mekanisme umum yang diatur dalam kepada Rekanan perusahaan yangn Undang-Undang Pajak Pertambahan telah dikukuhakan sebagai pemotong Nilai diatur dalam -PMK Nomor 11/PMK. 03/2005 Pasal 5 ayat 1, Pasal 2 - PMK Nomor. 73/PMK.03/2010 Pembuatan
Faktur
Pajak
diataur
dalam pasal 6 (mengikuti mekanisme umum) Status Pengusaha
Pemungut
Tarif Kode Transaksi
Pengusaha Kena Pajak Biasa 10%
10%
03
01
Sumber : Data diolah dari literatur Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dalam perbandingan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai antara Perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai pemungut yakni Chevron dengan perusahaan yang dimiliki Swasta yang berstatuskan PKP biasa. Dalam Wajib Pajakditemukan beberapa aspek yang membedakan dan telah diaplikasikan ke perusahaan yakni disetiap terjadinya transaksi penyerahan BKP,
Wajib Pajak jika 63
melakukan transaksi dengan Perusahaan yang dimiliki oleh Pemerintah yang merupakan pemungut seperti Pertamina EP (Eksplorasi Produksi) dan Chevron menyetorkan PPN terutangnya kepada perusahaan yang yang telah dikukuhkan sebagai pemungut beserta jumlah uang yang terdapat dalam transaksi, kemudian Wajib Pajak akan mencantumkan jumlah PPN yang telah disetorkan kepada pemungut kedalam PPN Keluaran dengan disertai Faktur pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP). Namun jika Wajib Pajak melakukan transaksi penyerahaan barang dengan perusahaan swasta yang berstatuskan PKP biasa maka perusahaan akan menerima pembayaran atas transaksi tersebut beserta PPN keluaran dengan bukti invoice dan Faktur Pajak. Pada dasarnya peraturan yang mengatur perlakuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai pemungut sama dengan perusahaan yanng dimiliki swasta, namun terdapat peraturan khusus untuk perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah yang berstatuskan pemungut dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK. 03/2005 yang diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010. Perbedaan yang cukup jelas terdapat dalam proses pembuatan dan penyetoran Faktur Pajak seperti yang telah dijelaskan dalam tabel IV.1 bahwa terdapat perbedaan dalam pembuatan Faktur Pajak yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK. 03/2005
yang diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
73/PMK.03/2010 dan batas akhir pelaporan SPT Masa yang pada PMK sebelumnya paling lambat akhir bulan berikutnya kemudian diatur menjadi akhir bulan bersangkutan atau sebelum pembayaran pajak terutang
ke kas negara, namun perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai kepada perusahaan Milik swasta mengikuti mekanisme pemungutan 64
yang diatur dalam Undang-Undanga nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Salah satu perbedaan juga terjadi dalam birokrasi perusahaan dalam pembayaran, jika melakukan transaksi dengan perusahan negara maka terdapat birokrasi yang berbeda dengan perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Birokrasi kepemerintahan untuk pelunasan transaksi yang dilakukan diatur dalam Perpres Nomor 54 tahun 2010 dan diperjelas dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 134/PMK.06/2005 tentang
Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Peraturan Menteri Keuangan No.170/PMK.05/2010 Tentang Penyelesaian Tagihan Atas BebanAnggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja. Dimana membutuh waktu yang cukup lama dalam proses pencairan dana untuk melunasi tagihan dan sistem yang cukup rumit. Namun jika dengan perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan biasa lebih sederhana karena perusahaan biasa saling terkait tanpa harus melalui prores yang panjang dalam pencairan dana untuk pelunasan transaksi yang dilakukan. Dalam pembuatan Faktur Pajak juga terdapat perbedaan yang diatur dalam PMK Nomor 11/PMK. 03/2005 Pasal 5 ayat 1, Pasal 2 dimana terdapat perbedaan tanggal dalam pembuatan Faktur Pajak dan juga penyertoran SPT Masa jika melakukan transaksi dengan perusahaan yang memiliki status pemungut yang memiliki kelonggaran waktu namun dengan diubahnya PMK Nomor 11/PMK. 03/2005 menjadi PMK Nomor 73/ PMK. 03/2010 yang berlaku sejak 1 April 2009 yang menyeragamkan waktu dalam pembuatan Faktur Pajak dan penyertoran dan pembayaran SPT Masa PPN kedalam 65
Mekanisme Umum yang ada dalam Undang-Undang PPN yang berlaku tanpa ada pengecualian dalam hal pembuatan Faktur Pajak dan penyetoran serta pelaporan SPT Masa PPN. Status pengusaha dalam Perpajakan juga terdapat perbedaan, yakni perusahan yang dimiliki oleh pemerintah memiliki status sebagai pemungut yang telah dikukuhkan dan diberikan nomor identitas sebagai pemungut namun dalam praktek terdapat pemungut yang lainnya seperti Chevron yang telah dikukuhkan sebagai pemungut walaupun perusahaan tersebut bukan dimiliki oleh negara. Status tersebut memiliki beberapa keistimewaan yang telah dijabarkan dalam tabel sebelumnya yang membedakan dengan perusahaan yang berstatuskan Pengusaha Kena Pajak Biasa. Tarif yang diberlakukan dalam Pajak pertambahan nilai baik kepada perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah yang merupakan pemungut tetap sama dengan tarif yang diberlakukan kepada perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan swasta yang berstatuskan Pengusaha Kena Pajak yakni sebesar 10%. Kode transaksi yang digunakan dalam pembuatan Faktur Pajak jika melakukan kegiatan penyerahan dengan perusahaan yang dimiliki pemerintah atau perusahaan yang berstatuskan pemungut adalah 03. Seperti contoh : kode Faktur Pajak penyerahan dengan Pertamina EP : 030-001.09.00000073. dan Chevron : 030-002.09.00000094. Jika melakukan kegiatan transaksi dengan perusahaan milik swasta yang statusnya sebagai Pengusaha Kena Pajak Biasa menggunakan kode transaksi dalam Faktur Pajak adalah 01. Seperti contoh : kode Faktur pajak penyerahan dengan PT. Budi Indah Abadi: 010.000-10-0000064. 66
Kode tersebut merupakan identitas dalam Faktur Pajak dengan siapa perusahaan melakukan penyerahan. IV. 2 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Pipa Mas Putih adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan Manufaturing dan pengadaan barang untuk industri pertambangan, pembangunan dan industri-industri lainnya yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur dengan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sama yaitu 01.062.048.2.001.000. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, perusahaan mempunyai hak dan kewajiban Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai saat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari pada pajak masukan yang dapat dikreditkan atau meminta kembali kelebihan (restitusi) dalam hal Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, dan melaporkan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atau menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. PT. Pipa Mas Putih yang merupakan sebuah perusahaan yang memiliki rekan bisnis dari perusahaan yang kepemilikannya adalah milik negara yakni Pertamin EP dan perusahaan yang kepemilikannya adalah milik swasta seperi Chevron dan perusahaan industri lainnya baik yang merupakan KPS Migas atau industri lainnya. Hal tersebut menimbulkan perbedaan perlakukan dalam Pajak Pertambahan Nilai. Saat penyerahan Barang Kena Pajak terdapat Pajak yang terutang sedangkan tempat pajak terutang adalah sesuai dengan tempat dimana pengusaha tersebut 67
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Namun Wajib Pajak memiliki Cabang di tempat atau daerah yang mendapatkan Fasilitas Pajak tidak Dipungut yang dapat dimanfaatkan dalam perlakukan Pajak Pertambahan Nilai. Pada dasarnya PT. Pipa Mas Putih memiliki hak dan kewajiban selaku Pengusaha Kena Pajak kepada perusahaan yang melakukan transaksi untuk: 1. Memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. 2. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak. 3. Melakukan setoran Pajak yang terutang ke kas Negara. 4. Menyampaikan laporan perhitungan Pajak dengan Surat Pemberitahuan Pajak setiap bulannya. 5. Melakukan penyimpanan data mengenai Faktur Pajak dan SPT Masa dengan rapi. 6. Menyelenggarakan Pembukuan dengan baik dan sebenar-benarnya mengenai prolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak. 7. Melampirkan data-data pendukung pada saat melaporkan SPT Masa. Siklus penjualan Wajib Pajak dimulai dari para marketing perusahaan mengikuti proses lelang yang diadakan oleh perusahaan dalam industri perminyakan atau KPS Migas dengan mencari pemasok barang yang dapat memberikan harga termurah dan barang yang berkualitas. Kemudian jika perusahaan Wajib Pajak terpilih dalam lelang tersebut maka pihak Wajib Pajak akan mengadakan perjanjian kerjasama atau kontrak dengan perusahaan yang mengadakan lelang, baik kontrak tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang telah disepakati atau setelah proses transaksi seluruh kerjasama
68
selesai (putus kontrak). Penjualan barang Wajib Pajak dilakukan baik secara tunai maupun secara kredit dalam jangka waktu yang telah disepakati sesuai dalam perjanjian atau surat kontrak. Dalam penjualan barangWajib Pajak baik secara tunai maupun kredit Wajib Pajak akan memberikan potongan harga kepada Perusahaan dengan kepemilikan Pemerintah hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses pelunasan jika melakukan transaksi kredit maupun tunai karena terdapat banyak proses birokrasi dalam pelunasan jika melakukan transaksi dengan perusahaan pemerintah. Hal tersebut juga dilakukan oleh perusahaan kepada perusahaan swata dengan kondisi perusahaan swasta tersebut dapat melunasi pembayaran sebelum jatuh tempo. Dalam keadaan tertentu PT. Pipa Mas Putih meminta pembayaran di muka dari pembeli yang mana uang tersebut akan di perhitungkan sesuai dengan penyerahan barang yang dilakukan kemudian. Hal tersebut dilakukan pada perusahaan yang belum pernah melakukan transaksi dengan Wajib Pajak. Setelah dilakukan kontrak dengan perusahaan maka Wajib Pajak akan menyiapkan barang yang dipesan dengan melakukan pengecakan persediaan barang yang ada di gudang dan jika tidak mencukupi Wajib Pajak akan memproduksinya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Barang yang telah dipesan kemudian akan disampaikan ke bagian penjualan, kemudian bagian pejualan akan mengeluarkan formulir Purchase Order (PO). Formulir Purchase Order (PO) dari bagian penjualan selanjutnya akan disampaikan ke bagian keuangan untuk melaporkan hal-hal terkait dengan potongan harga dan kesepakatan harga, dan menerbitkan Invoice untuk bagian gudang. Invoice berserta Purchase Order disampaikan ke Bagian Marketing dan bagian marketing menerbitkan Delivery
69
Orderyang ditujukan ke bagian gudang untuk melakukan pengecekan barang yang akan dikirim dan mengirim barang ke pembeli. Wajib Pajak akan membuat sebuah Faktur Pajak pada saat pesanan telah diserahkan kepada pembeli atau pada saat melakukan pembayaran terlebih dahulu atas transaksi yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini dilakukan sesaui dengan Undang-Undang yang mengatur tentang pembuatan Faktur Pajak Pasal 13 ayat 1. Kemudian perusahaan akan melakukan penagihan pada tanggal yang telah disepakati. Setelah tagihan yang dikeluarkan perusahaan dilunasi oleh perusahaan yang melakukan pembelian dalam jangka waktu dekat perusahaan akan menyerahkan Surat Setoran Pajak (SSP) yakni bukti yang sudah disetorkannya Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh perusahaan jika perusahaan melakukan transaksi dengan perusahaan yang berstatus Pengusaha Kena Pajak Biasa namun berbanding terbalik jika perusahaan melakukan kegiatan transaksi dengan perusahaan yang berstatus sebagai pemungut karena perusahaan yang menerima Surat Setoran Pajak dari perusahaan yang memungut Pajak Pertambahan Nilai dan sebagai bukti dalam proses pengkreditan Pajak Masukannya pada Masa yang bersangkutan. Faktur Pajak disetiap melakukan penyerahan Barang Kena Pajak akan diserahkan ke bagian Perpajakan dalam Wajib Pajak untuk dijadikan dasar adanya Pajak Keluaran pada pengisi Surat Pemberitahuan Masa PPN.
70
IV. 3 Analisis Pajak Masukan dan Pajak keluaran.
IV.3.1
Analisis Pemungutan Pajak Masukan
Dalam Pajak Pertambahan Nilai terdapat aspek Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Pajak Masukan yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. “Pajak Masukan ialah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak”. (Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 pasal 1 ayat 24).
Dalam Pajak Masukan terdapat 2 (dua) tipe pajak masukan, yakni:
1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 2. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang diperbolehkan untuk menjadi pengurang pada Pajak Keluaran dalam satu masa pajak yang bersangkutan atau masa pajak yang tidak sama dalam jangka waktu ditetapkan 3 (tiga) bulan selama belum ditetapkan sebagai biaya oleh perusahaan dan belum diperiksa oleh petugas pajak dari Direktur Jendral Pajak.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang tidak diperbolehkan untuk menjadi pengurang pada Pajak Keluaran dalam satu masa pajak yang bersangkutan atau masa pajak yang tidak sama dalam jangka waktu yang ditetapkan sebagai biaya oleh perusahaan dan diperiksa oleh petugas Pajak. 71
Berikut ini akan dijelaskan melalui tabel yang akan menyajikan data hasil analisis dari Wajib Pajak terkait dengan SPT Masa selama kondisi Wajib Pajak terakhir.
1. Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008. 2. Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2009. 3. Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2010.
Dimana akan dijelaskan hasil analisa yang telah dilakukan selama proses penelitian.
Pada halaman selanjutnya merupakan Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008:
72
Tabel IV.2 Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008
PAJAK KELUARAN BULAN
DPP Wajib Pungut
F.PAJAK WAPU
DPP Tidak Dipungut
KURANG F.Pajak
DPP
Total Pajak
PAJAK
Tidak
dipungut
Keluaran
MASUKAN
Dipungut
sendiri
KOMPENSASI
(LEBIH) BAYAR
January
136.029.590
13.602.959
513.254.820
51.325.482
124.792.803
12.479.280
11.375.393
-
1.103.887
February
297.840.670
29.784.067
333.293.610
33.329.361
315.229.514
31.522.951
23.066.580
-
8.456.371
Maret
(1.601.462.220)
(160.146.222)
1.264.331.290
126.433.129
160.359.500
16.035.950
30.886.693
-
(14.850.743)
April
1.596.979.310
159.697.931
333.387.370
33.338.737
255.934.716
25.593.472
10.296.392
14.850.743
446.337
Mei
13.170.380
1.317.038
122.250.430
12.225.043
334.960.218
33.496.022
22.197.488
-
11.298.534
Juni
156.618.270
15.661.827
384.642.650
38.464.265
310.772.352
31.077.235
28.352.102
-
2.725.133
Juli
9.762.679.500
976.267.950
871.712.960
87.171.296
157.749.852
15.774.985
3.525.000
-
12.249.985
Agustus
11.824.040.980
1.182.404.098
108.997.860
10.899.786
292.480.937
29.248.094
23.566.388
-
5.681.706
September
6.503.694.270
650.369.427
549.571.420
54.957.142
63.405.964
6.340.596
11.147.084
-
(4.806.488)
Oktober
3.228.175.900
322.817.590
6.896.320
689.632
214.501.509
21.450.151
15.210.705
4.806.488
1.432.958
November
10.637.525.250
1.063.752.525
1.619.556.150
161.955.615
218.787.615
21.878.762
10.878.823
254.953
10.744.986
Desember
5.251.425.330
525.142.533
246.933.790
24.693.379
122.069.254
12.206.925
6.401.909
-
5.805.016
TOTAL
47.806.717.230
4.780.671.723
6.354.828.670
635.482.867
2.571.044.234
257.104.423
196.904.557
19.912.184
40.287.682
Sumber : Data diolah dari Rekapitulasi Pajak Masukan dan Keluaran PT. Pipa Mas Putih
73
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pada PT. Pipa Mas Putih. diketahui pembelian yang dilakukan selama bulan Desember 2008 (Lampiran 1170B) sebesar Rp64.019.091 dimana jumlah tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pencatatan dan perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya : Dasar Pengenaan Pajak (DPP) : Rp64.019.091 Tarif PPN : 10% Pajak Masukan : : 10% x Rp64.019.091 = Rp 6.401.909 Pencatatan Jurnal Akuntansinya adalah sebagai berikut: Dr. Pembelian
Rp64.019.091
Dr. PPN Masukan
Rp6.401.909
Cr. Kas/ Utang
Rp70.421.000
Dari transaksi tersebut menunjukan adanya transaksi perolehan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Ayat jurnal tersebut menunjukan bahwa harus mengeluarkan Kas sebesar Rp70.421.000 dimana jumlah tersebut terdiri dari Nilai dari transaksi atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp64.019.091 dan Pajak Masukan terutang sebesar Rp6.401.090 Pada halaman selanjutnya merupakan tabel rincian pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih selama tahun 2009:
74
Tabel IV.3 Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2009 PAJAK KELUARAN BULAN
DPP Wajib Pungut
January February Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
568.617.080 12.564.879.360 16.765.481.050 26.218.243.510 1.260.263.410 14.339.331.580 1.886.052.060 18.421.050.220 44.341.711.540 8.638.436.390 14.919.552.930 6.463.725.380 166.387.344.510
F.PAJAK WAPU 56.861.708 1.256.487.936 1.676.548.105 2.621.824.351 126.026.341 1.433.933.158 188.605.206 1.842.105.022 4.434.171.154 863.843.639 1.491.955.293 646.372.538 16.638.734.451
DPP Tidak Dipungut 1.143.512.450 706.643.330 342.856.940 511.025.750 2.440.204.940 3.869.313.390 218.795.940 449.220.110 30.372.000 303.068.250 370.554.010 96.026.070 10.481.593.180
F.PAJAK TIDAK DIPUNGUT 114.351.245 70.664.333 34.285.694 51.102.575 244.020.494 386.931.339 21.879.594 44.922.011 3.037.200 30.306.825 37.055.401 9.602.607 1.048.159.318
DPP Dipungut Sendiri 289.175.730 310.158.130 387.972.210 221.545.000 737.516.870 607.656.460 134.337.400 332.124.570 435.342.700 138.414.960 420.392.250 364.001.210 4.378.637.490
TOTAL Pajak Keluaran 28.917.573 31.015.813 38.797.221 22.154.500 73.751.687 60.765.646 13.433.740 33.212.457 43.534.270 13.841.496 42.039.225 36.400.121 437.863.749
PAJAK MASUKAN
KOMPENSASI
9.592.267 8.309.659 20.118.845 11.735.909 13.707.170 16.542.515 20.339.385 11.138.932 91.373.076 14.921.588 27.076.689 244.856.035
6.905.645 47.838.806 33.997.310 6.879.673 95.621.434
KURANG (LEBIH) BAYAR 19.325.306 22.706.154 18.678.376 10.418.591 60.044.517 44.223.131 (6.905.645) 15.167.880 (47.838.806) (33.997.310) (6.879.673) 2.443.759 97.386.280
Sumber : Data diolah dari Rekapitulasi Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. Pipa Mas Putih
75
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pada PT. Pipa Mas Putih. Diketahui pembelian yang dilakukan selama bulan Desember 2009 (Lampiran 1107B) sebesar Rp270.766.902 dimana jumlah tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pencatatan dan perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya : Dasar Pengenaan Pajak (DPP) : Rp270.766.902 Tarif PPN : 10% Pajak Masukan : 10% xRp270.766.902 =Rp27.076.689 Pencatatan Jurnal Akuntansinya adalah sebagai berikut: Dr. Pembelian
Rp270.766.902
Dr. PPN Masukan
Rp27.076.689
Cr. Kas
Rp297.843.591
Dari transaksi tersebut menunjukan adanya transaksi perolehan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Ayat jurnal tersebut menunjukan bahwa Wajib Pajak harus mengeluarkan Kas sebesar Rp297.843.591 dimana jumlah tersebut terdiri dari Nilai dari transaksi atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp270.766.902 dan Pajak Masukan terutang sebesar Rp27.076.689. Pada halaman selanjutnya merupakan tabel Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih selama tahun 2010:
76
Tabel IV.4 Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2010
BULAN
DPP Wajib Pungut
January February Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
21.115.411.390 13.989.102.640 594.250.130 35.377.351.820 6.141.196.830 4.566.613.550 5.373.150.790 191.195.890 611.750.960 372.404.480 88.332.428.480
PAJAK KELUARAN DPP F.PAJAK F.PAJAK Tidak TIDAK WAPU Dipungut DIPUNGUT 2.111.541.139 1.398.910.264 59.425.013 3.537.735.182 614.119.683 456.661.355 537.315.079 19.119.589 61.175.096 37.240.448 8.833.242.848 -
DPP Dipumungut Sendiri 209.338.840 96.514.440 71.886.130 458.693.420 535.992.130 476.638.420 377.288.960 228.226.690 191.195.910 179.037.570 293.848.200 371.003.220 3.489.663.930
TOTAL YG DIPERHITUNGKAN 20.933.884 9.651.444 7.188.613 45.869.342 53.599.213 47.663.842 37.728.896 22.822.669 19.119.591 17.903.757 29.384.820 37.100.322 348.966.393
PAJAK MASUKAN
KOMPENSASI
KURANG (LEBIH) BAYAR
76.612.034 8.420.470 23.205.062 11.447.460 13.910.665 3.818.368 29.095.324 357.940 12.453.981 6.466.791 7.709.451 20.487.833 213.985.379
55.678.154 54.483.181 70.499.632 36.050.750 14.362.207 231.073.924
(55.678.150) (54.447.180) (70.499.630) (36.077.750) 3.637.798 29.483.267 8.633.572 22.464.729 6.665.610 11.436.966 21.675.369 16.612.489 (96.092.910)
Sumber: Data Diolah dari Rekapitulasi Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. Pipa Mas Putih.
77
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pada PT. Pipa Mas Putih. Diketahui pembelian yang dilakukan selama bulan Desember 2010 (Lampiran 1107B) sebesar Rp204.878.352 dimana jumlah tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pencatatan dan perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya : Dasar Pengenaan Pajak (DPP) : Rp204.878.352 Tarif PPN : 10% Pajak Masukan : 10% x Rp204.878.352 = Rp20.487.883 Pencatatan Jurnal Akuntansinya adalah sebagai berikut: Dr. Pembelian
Rp204.878.352
Dr. PPN Masukan
Rp20.487.833
Cr. Kas
Rp225.366.185
Dari transaksi tersebut menunjukan adanya transaksi perolehan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Ayat jurnal tersebut menunjukan bahwa Wajib Pajak harus mengeluarkan Kas sebesar Rp225.366.185 dimana jumlah tersebut terdiri dari Nilai dari transaksi atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp204.878.352 dan Pajak Masukan terutang sebesar Rp20.487.833. Dari tabel diketahui jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dimana kedua aspek tersebut saling berkaitan untuk mendapatkan jumlah Kurang atau Lebih bayar pada tiap bulannya.
78
Tabel rincian Pajak Masukan pada Tahun 2008 dan 2009 menujukan terjadinya Kurang Bayar setelah dilakukan penjumlahan secara keseluruhan atas Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya sehingga hanya dilakukan pembayaran Pajak yang terutang selama tahun 2008. Namun terdapat perbedaan pada tahun 2010. Dimana pada tahun tersebut berdasarkan tabel IV.4 menunjukan jumlah keseluruhan dari Pajak Keluaran dan Pajak Masukan adalah Lebih Bayar. Sehingga dapat dilakukan kompensasi atau restitusi. Kompensasi maupun restitusi harus melewati serangkaian pemeriksaan oleh petugas pajak terkait dengan aspek perpajakannya dan waktu yang cukup panjang. Berdasarkan Hasil analisis Pajak Masukan Yang terdapat di Wajib Pajak pada Tahun 2010 dimana Wajib Pajak mengalami Lebih bayar sebesar Rp96.092.910 sehingga pada akhir tahun perusahaan melakukan restitusi dimana hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 4. Kemudian dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat 4b dimana jika PKP yang melakukan penyerahan kepada Pemungut PPN, mendapatkan Fasilitas Pajak tidak dipungut dapat melakukan restitusi pada setiap masa pajak yang mana hal tersebut diatur dalam PMK No.72/PMK.03/2010. Sehingga Wajib Pajak yang mana sering melakukan kegiatan dengan pemungut sekaligus mendapatkan Fasilitas Pajak selalu mendapatkan Restitusi setiap bulannya namun selain dengan restitusi dapat dilakukan dengan melakukan kompensasi dimana kompensasi dipilih dalam Wajib Pajak setiap masa pajak terkait dan jika masih mengalami hal tersebut di akhir tahun maka dilakukan restitusi. Selain itu berdasarkan perhitungan pada tahun Wajib Pajak mendapatkan Pajak Keluaran dikurangi dengan Pajak Masukan dan kompensasi hasilnya lebih besar Pajak Masukan. 79
Pada tahun 2008 diketahui restitusi pada bulan Oktober sebesar Rp1.687.910 yang mana jumlah tersebut merupakan transaksi yang dilakukan dengan pemungut dan dilakukan di Jakarta sebelum dilakukannya sentralisasi pada bulan Febuari 2009. Restitusi tersebut dilakukan pada akhir masa pajak pada bulan Oktober sesuai dengan UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat 4b. Pada Tahun 2009 berdasarkan tabel rekapitulasi pajak masukan dan pajak keluaran Wajib Pajak Tahun 2009. Terdapatnya restitusi dikarnakan terdapatnya transaksi penyerahan dengan pemungut dan transaksi di kawasan Fasililitas Pajak disetiap bulannya melakukan restitusi pada akhir masa pajak yang bersangkutan. Pada Tahun 2010 dimana berdasarkan hasil analisa dari rekapitulasi pajak masukan dan pajak keluaran tahun 2010 dimana hasil dari perhitungan mekanisme pengkreditan pajak selama tahun 2010 Wajib Pajak mengalami lebih bayar karena Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan. Dalam tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PPN atau Restitusi diatur dalam PER-48/PJ/2008 yang sebelumnya berlaku peraturan PER-122/PJ./2006. Peraturan ini menyederhanakan kelengkapan dokumen pendukung permohonan restitusi. Dengan diterbitkan peraturan ini, pengujian keabsahan dokumen mengacu pada kebijakan pemeriksaan pajak dan jangka waktu penyelesaian restitusi. Kelengkapan permohonan restitusi PPN adalah Faktur Pajak dan dokumen tertentu yang kedudukannya di persamakan dengan Faktur Pajak untuk PKP selain PKP kriteria khusus, Faktur Pajak tidak menjadi persyaratan kelengkapan permohonon
restitusi. Dan jangka waktu
penyelesaian restitusi untuk PKP kriteria khusus yaitu 1 (satu) bulan sejak surat
80
permohonan diterima secara lengkap dan untuk PKP lainya yaitu 12 (dua belas) bulan sejak surat pemohonan diterima secara lengkap. Berdasarkan hasil analisa dari Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang dilakukan PT. Pipa Mas Putih selama Tahun 2008, 2009 dan 2010. Disajikan dalam bentuk grafik. Grafik IV.1 Pajak Keluaran yang diperhitungkan dan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008, 2009 dan 2010.
Sumber : data diolah dari rekapitulasi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008, 2009 dan 2010.
Berdasarkan hasil analisa kondisi Wajib Pajak terakhir dimana Pajak Keluaran yang diperhitungkan PT. Pipa Mas Putih pada tahun 2008 jumlahnya lebih kecil dari Pajak
81
Keluaran yang diperhitungkan pada tahun 2009 sebesar Rp257.104.423, hal ini dikarnakan PT. Pipa Mas Putih belum melakukan sentralisasi pada tempat pajak terutang sehingga pajak keluaran yang diperhitungkan hanya yang berada diJakarta, Pajak Masukan yang ada pada PT. Pipa Mas Putih pada tahun 2008 jumlahnya sebesar Rp196.904.557. Pada Tahun 2009 jumlah Pajak Keluaran yang diperhitungkan jumlahnya sebesar Rp437.863.749 jumlah ini lebih besar dari tahun sebelumnya karena pada tahun ini tepatnya bulan Febuari 2009 dilakukannya sentralisasi Tempat Pajak Terutang dan untuk Pajak Masukan pada Tahun 2009 sebesar Rp244.856.035. Jumlah tersebut lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 Wajib Pajak memiliki Pajak Keluaran yang diperhitungkan sebesar Rp348.966.393 jumlah tersebut lebih kecil dikarnakan adanya Fasilitas Pajak Dibebaskan sehingga mempengaruhi jumlah Pajak Keluaran yang diperhitungkan pada Wajib Pajak. Dan Pajak Masukan pada tahun tersebut sebesar Rp213.985.379 jumlah tersebut lebih sedikit dari tahun 2009 hal ini dikarnakan Wajib Pajak juga melakukan pembelian Barang Kena Pajak dengan memanfaatkan Fasilitas Pajak dibebaskan pada cabang Wajib Pajak di Pulau Batam IV.3.2
Analisis Pajak Keluaran
Selain Pajak Masukan terdapat Pajak Keluaran yang merupakan salah satu aspek penting dalam Pajak Pertambahan Nilai dimana Pajak Keluaran itu sendiri timbul karena adanya transaksi penjualan. “Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang 82
Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak (Undang-Undang No. 42 Tahun 2010 pasal 1 ayat 25).”
Secara umum Pajak Keluaran selalu berdampingan dengan Pajak Masukan Hal ini dimaksudkan agar Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan Pengkreditan Pajak Masukan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa PPN). Pajak Keluaran dikenakan setiap terjadi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak melakukan transaksi penjualan ataupun penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak ketika terjadi transaksi tersebut PKP yang melakukan penjualan memiliki kewajiban membuat Faktur Pajak sebagai bukti telah dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi yang kemudian akan dijadikan sebagai Pajak Keluaran atau PPN Keluaran yang akan disetorkan ke kas negara.
Faktur Pajak Standar yang dibuatkan pada saat terjadi penjualan atau penyerahan Barang Kena Pajak dimana Faktur Pajak Standar dibuat minimal rangkap 5(lima), terdiri dari:
1. Lembar ke-1 untuk Pembeli BKP / Penerima JKP 2. Lembar ke-2 untuk Penjual BKP / Pembeli JKP 3. Lembar ke-3 untuk Kepala KPP melalui Pemungut Pajak Pertambahan Nilai 4. Lembar ke-4 untuk Arsip 5. Lembar ke-5 untuk Ekstra Copy
83
Pada saat diterbitkan invoice maka perusahaan juga membuat Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak dibuat oleh penjual atau pelaku penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada Wajib Pajak menunjukan hasil yang dapat diuji dengan data pembanding yakni, Laporan keuangan, Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT Tahunan PPh Badan) dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Berikut adalah hasil analisis yang dilakukan pada PT. Pipa Mas Putih antara Laporan Keuangan (selama satu tahun), SPT PPh Badan dan SPT Masa PPN setiap bulan.
84
Tabel IV.5 Ekualisasi PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008 EKUALISASI
Bulan
saldo laba rugi
SPT Masa PPN
Ekspor
Detail SPT Masa PPN PPN PPN PPN Dipungut dipungut tidak Sendiri Wapu dipungut
PPN dibebaskan
Total
Pajak Keluaran
January
1.577.264.413
124.792.803
-
124.792.803
-
-
-
124.792.803
12.479.280
February
2.124.319.340
315.229.614
-
315.229.614
-
-
-
315.229.614
31.522.961
Maret
2.536.154.605
160.359.507
-
160.359.507
-
-
-
160.359.507
16.035.951
April
2.757.842.965
255.934.716
-
255.934.716
-
-
-
255.934.716
25.593.472
Mei
1.122.715.704
334.960.218
-
334.960.218
-
-
-
334.960.218
33.496.022
Juni
1.146.691.719
310.772.352
-
310.772.352
-
-
310.772.352
31.077.235
Juli
11.295.238.234
157.749.852
-
157.749.852
-
-
157.749.852
15.774.985
Agustus
10.462.601.731
292.480.937
-
292.480.937
-
-
292.480.937
29.248.094
September
7.307.689.180
63.405.964
-
-
-
-
63.405.964
6.340.596
Oktober
987.139.189
214.501.509
-
197.622.409
16.879.100
-
-
214.501.509
21.450.151
November
12.555.146.189
218.787.615
-
218.787.615
-
-
218.787.615
21.878.762
Desember
6.733.532.907
122.069.254
-
122.069.254
-
-
122.069.254
12.206.925
Total
60.606.336.176
2.571.044.341
-
2.554.165.241
-
-
2.571.044.341
63.405.964
-
16.879.100
257.104.434
Sumber: Data diolah dari Saldo Penjualan dan SPT Masa PPN PT. Pipa Mas Putih 85
Hasil Analisis Ekualisasi Tahun 2008
Ekspor
Rp
0
Jumlah penyerahan yang dipungut sendiri
Rp2.554.165.241
Jumlah penyerahan yang di pungut oleh pemungut
Rp16.879.100
Jumlah penyerahan yang tidak dipungut PPN
Rp.
Jumlah PPN yang dibebaskan
Rp
Jumlah seluruh penyerahan
Rp2.571.044.341
Selisih
Rp58.035.291.942
Jumlah Peredaran usaha di SPT PPh
Rp60.606.336.182
Penjualan Bersih Pada Laporan Laba Rugi
Rp60.606.336.182
0 0
Pada tahun 2008 nilai total penjualan bersih PT. Pipa Mas Putih pada Laporan Laba Rugi sebesar Rp60.606.336.182,-jumlah Peredaran Usaha berdasarkan SPT PPh Badan Rp60.606.336.182 (Lampiran I). Jumlah tersebut sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak selama tahun 2008. Pada tabel ekualisasi terlihat jumlah Pajak Keluaran yang jumlahnya lebih kecil dari pada jumlah seluruh penyerahan Hal ini terjadi dikarnakan:
1. Belum tersentralisasinya kegiatan pada cabang-cabang PT. Pipa Mas Putih yakni cabang Duri-Dumai (kep. Riau) dan Batam, sehingga pencatatan pada transaksi penyerahan masih dihitung dan dilaporkan di tempat cabang berkedudukan.
86
Sehingga yang diperhitungkan hanya kegiatan penyerahan yang terjadi di Jakarta. Dimana transaksi yang dilakukan pada cabang-cabang PT. Pipa Mas Putih:
a) Jumlah penyerahan yang dilakukan di Duri-Dumai Rp3.693.244.820 b) Jumlah penyerahan yang dilakukan di Pulau Batam Rp49.924.327.274
2. Kegiatan dengan Pemungut, Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan dengan pemungut yang mana Pajak Pertambahan Nilainya disetorkan langsung oleh pemungut sehingga Pajak Keluaran tersebut tidak menjadi tanggungan PT. Pipa Mas Putih dalam penyetoran dan pelaporannya. 3. Ekspor yang dilakukan dilakukan sebagaian besar di cabang-cabang sehingga salah satu penyebab terjadinya selisih dalam ekualisasi tahun 2008. Jumlah ekspor yang dilakukan selama tahun 2008 sebesar Rp.6.988.784.082.
87
Tabel IV.7 Ekualisasi PT. Pipa Mas Putih Tahun 2009 EKUALISASI
Bulan
saldo laba rugi
SPT Masa PPN
Detail SPT Masa PPN PPN Dipungut Sendiri
Ekspor
Total Pajak Keluaran
PPN tidak dipungut
PPN dibebaskan
289.175.755
-
-
-
289.175.755
28.917.573
January
2.217.034.686
289.175.755
February
13.838.198.878
13.838.198.878
256.518.030
310.158.145
12.564.879.360
706.643.343
-
13.838.198.878
31.015.813
Maret
17.968.250.703
17.968.250.883
901.034.750
387.972.254
16.336.386.928
342.856.951
-
17.968.250.883
38.797.221
April
27.719.436.785
27.719.436.786
768.622.500
221.545.018
26.218.243.508
511.025.760
-
27.719.436.786
22.154.500
Mei
3.746.862.286
3.746.862.286
766.480.800
737.516.892
1.260.263.422
982.601.172
-
3.746.862.286
73.751.687
Juni
15.477.288.735
15.477.228.830
607.656.510
14.339.331.585
530.240.735
-
15.477.228.830
60.765.646
Juli
3.161.972.648
3.161.972.648
922.787.206
134.337.416
1.886.052.066
218.795.960
-
3.161.972.648
13.433.740
Agustus
20.611.853.471
20.611.853.471
1.409.458.500
332.124.591
18.421.050.257
449.220.123
-
20.611.853.471
33.212.457
September
41.888.745.835
41.888.745.634
689.146.701
435.342.727
40.733.884.206
30.372.000
-
41.888.745.634
43.534.270
Oktober
10.307.145.322
10.307.145.263
1.227.225.600
138.414.998
8.638.436.411
303.068.254
-
10.307.145.263
13.841.496
November
15.737.737.411
15.737.737.408
27.238.149
420.392.279
14.919.552.930
370.554.050
-
15.737.737.408
42.039.225
Desember
6.986.793.894
6.986.793.894
63.041.213
364.001.219
6.463.725.382
96.026.080
-
6.986.793.894
36.400.121
4.378.637.804
161.781.806.055
4.541.404.428
-
177.733.401.736
Total
179.661.320.654
177.733.401.736
-
Total
PPN dipungut Wajib Pungut
-
7.031.553.449
437.863.749
Sumber : Data diolah dari Saldo Penjualan dan SPT Masa PT. Pipa Mas Putih
88
Hasil Analisis Ekualisasi Tahun 2009
Ekspor
Rp7.031.553.449
Jumlah penyerahan yang dipungut sendiri
Rp4.378.637.804
Jumlah penyerahan yang di pungut oleh pemungut
Rp161.781.806.055
Jumlah penyerahan yang tidak dipungut PPN
Rp4.541.404.428
Jumlah PPN yang dibebaskan
Rp.
Jumlah seluruh penyerahan
Rp177.733.401.736
Jumlah penyerahan dan ekspor
Rp177.733.401.736
Selisih
Rp1.927.918.918
Jumlah Peredaran usaha di SPT PPh
Rp179.661260.451,
Penjualan Bersih Pada Laporan Laba Rugi
Rp179.661260.451,
0
Pada tahun 2009 berdasarkan hasil evaluasi dari akumulasi SPT Masa PPN (jumlah seluruh Penyerahan (Induk 1107)) sebesar Rp177.733.401.736,- yang mana memiliki selisih sebesar Rp1.927.918.918 dari Nilai total penjualan bersih Wajib Pajak pada Laporan Laba Rugi sebesar Rp179.661260.451,- dan jumlah Peredaran Usaha berdasarkan SPT PPh Badan Rp179.661260.451,- (Lampiran I). Selisih tersebut tejadi disebabkan karena : 1. Pada bulan Januari masih belum dilakukan sentralisasi pada tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak baru melakukan Sentralisasi untuk tempat pajak terutang pada bulan Febuari 2009 sehingga didapatkan selisih yang mana jumlah
89
tersebut didapat dari transaksi yang dilakukan diDuri-Dumai dan Batam baik penyerahan yang dilakukan dengan perusahaan biasa atau perusahaan yang bertstatuskan sebagai pemungut. a) Jumlah transaksi yang terjadi di Duri-Dumai sebesar Rp614.067.076 b) Jumlah transaksi di Batam sebesar Rp1.313.791.755 2. Pada bulan Januari tidak terdapatnya jumlah ekspor yang dilakukan oleh perusahaan sehingga terjadi selisih dimana jumlah ekspor pada bulan januari sebesar Rp153.531.900. Jumlah tersebut telah diakumulasikan dalam jumlah transaksi.
90
Tabel IV.8 Ekualisasi PT. Pipa Mas Putih Tahun 2010 EKUALISASI Bulan
Detail SPT Masa PPN PPN PPN dipungut Dipungut Wapu Sendiri
PPN tidak dipungut
PPN dibebaskan
TIDAK TERBIT FP PMK45/PJ./2009
Total
saldo laba rugi
SPT Masa PPN
Ekspor
January
21.892.814.185
18.843.049.278
425.867.430
209.338.835
18.207.843.013
-
-
3.049.764.907
18.843.049.278
February
15.073.003.777
5.279.492.994
544.434.105
96.154.436
4.638.904.453
-
-
9.793.510.783
5.279.492.994
Maret
562.879.580
99.207.154
27.321.022
71.886.132
-
-
-
463.672.426
99.207.154
April
1.303.186.779
1.303.186.779
249.973.200
458.963.451
594.250.128
-
-
-
1.303.186.779
Mei
43.874.977.663
20.543.541.069
360.106.560
355.992.128
19.827.442.381
-
-
23.331.436.594
20.543.541.069
Juni
7.936.164.254
7.936.164.254
1.318.329.000
476.638.424
6.141.196.830
-
-
-
7.936.164.254
Juli
6.743.334.684
6.739.938.684
1.788.975.598
384.349.523
4.566.613.563
3.396.000
6.739.938.684
Agustus
21.653.830.926
6.535.581.583
934.208.100
228.222.685
5.373.150.798
-
-
15.118.249.343
6.535.581.583
September
457.676.461
457.676.461
266.480.548
191.195.913
-
-
-
-
457.676.461
Oktober
630.481.961
630.481.961
451.444.388
179.037.573
-
-
-
-
630.481.961
November
1.675.514.557
1.554.225.982
648.626.826
293.848.196
611.750.960
-
-
121.288.575
1.554.225.982
Desember Total
743.407.699 122.547.272.525
743.407.699 70.665.953.898
371.003.219 7.386.769.996
372.404.480 3.318.031.776
59.961.152.126
-
-
51.881.318.627
743.407.699 70.665.953.898
Pajak Keluaran 20.933.884 9.615.444 7.188.613 45.896.345 35.599.213 47.663.842 38.434.952 22.822.269 19.119.591 17.903.757 29.384.820 37.240.448 331.803.178
Sumber : Data diolah dari Saldo Penjualan dan SPT Masa PT. Pipa Mas Putih
91
Hasil Analisis Ekualisasi Tahun 2010
Ekspor
Rp7.386.769.996
Jumlah Penyerahan yang PPN-nya diPungut Sendiri
Rp3.318.031.776
Jumlah Penyerahan yang PPN-nya Dipungut Pemungut
Rp70.665.953.898
Jumlah seluruh penyerahan
Rp70.665.953.628
Penyerahan yang PPN-Nya dibebaskan dari pengenaan PPN
Rp51.881.318.628
Jumlah Peredaran usaha di SPT PPh
Rp122.547.272.525
Penjualan Bersih Pada Laporan Laba Rugi
Rp122.547.272.525
Dari hasil analisis tersebut PT. Pipa Mas Putih memiliki jumlah penyerahan selama tahun 2010 sebesar Rp70.665.953.898,- jumlah tersebut merupakan jumlah penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak mendapatkan Fasilitas Pajak. Namun berdasarkan pencatatan diketahui terdapat penyerahan barang yang mendapatkan Fasilitas Pajak dibebaskan sesuai dengan PMK-45/PJ./2009 dan penyerahan tersebut tidak tercatat dalam SPT Masa PPN karena tidak diterbitkannya Faktur Pajak. Namun perusahaan melakukan pencatatan agar sesuai dengan penjualan yang dilakukan Wajib Pajak selama Tahun 2010. Jumlah penyerahan yang mendapatkan Fasilitas Pajak sebesar Rp51.881.318.628,-
sehingga
ketika
dilakukan
penjumlahan
sebesar
Rp122.547.272.525,- Selain itu jumlah Penjualan Bersih Wajib Pajak selama tahun 2010
berdasarkan
Laporan
Keuangan,
yakni
laporan
laba
rugi
sebesar
92
Rp122.547.272.525 dan jumlah saldo Peredaran Usaha dalam SPT PPh Tahunan Badan Tahun 2010 sebesa Rp122.547.272.525.
IV.3.2.1
Pajak Keluaran yang Bersumber Dari Kegiatan Penyerahan Dengan Pemungut dan Non Pemungut.
PT. Pipa Mas Putih merupakan perusahaan industri manufaktur dimana produk yang dihasilkan merupakan produk yang digunakan di industri pembangunan maupun industri perminyakan. Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan dengan perusahaan industri perusahaan perusahaan yang ada di dalam maupun luar negeri. Salah satu konsumen yang sering melakukan kegiatan penyerahaan dengan Wajib Pajak adalah Pertamina, Chevron serta perusahaan minyak lainnya yang menggunakan pipa-pipa besar untuk itu Wajib Pajak dapat dikatakan sebagai perusahaan rekanan pemungut. Peraturan pelaksanaan yang mendasari instansi dan badan-badan tertentu sebagai pemungut: 1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1289/KMK.04/1988. 2. Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1988. 3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.04/2000. 4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 549/KMK.04/2000. 5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003. 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005. 7. Surat Direktur Jendral Pajak Nomor S-348/PJ.322/2005 8. Peraturan Meteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010.
93
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan penunjukan badanbadan tertentu sebagai pemungut maka Wajib Pajak melakukan mekanisme yang beda dengan kegiatan penyerahan dengan perusahaan biasa. Sesuai dengan PMK Nomor 11/PMK. 03/2005 yang telah di ubah menjadi PMK Nomor 73/PMK.03/2010. Ketika Wajib Pajak Melakukan kegiatan penyerahan dengan Pemungut maka Pajak Pertambahan Nilai yang terkandung dalam kegiatan penyerahan harus dipungut oleh pemungut dan disetorkan oleh pemungut.
Berdasarkan hasil penelitian pada Wajib Pajak ketika melakukan penyerahan dengan pemungut terdapat perbedaan dalam pencatatan jurnal ketika melakukan kegiatan penyerahan. Berdasarkan SPT Masa PPN 1107A bulan Agustus 2009 terjadi penyerahan kepada Pertamina EP tanggal 3 Agustur 2009 sebesar Rp4.272.274.858
Jurnal yang buat berdasarkan transaksi oleh PT. Pipa Mas Putih Dr. Piutang Usaha Cr. Penjualan
Rp4.272.274.858 Rp4.272.274.858.
Berdasarkan penjurnalan diatas ditemukan perbedaan dimana tidak ada akun untuk pajak keluaran pada transaksi diatas hal tersebut dikarnakan Wajib Pajak tidak memungut Pajak Keluaran seperti pada kegiatan penyerahan dengan perusahaan lain. Dalam penyerahan tersebut transaksi yang mengandung Pajak Pertambahan yang terutang dipungut dan disetorkan oleh pemungut, setelah disetorkan oleh pemungut maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang telah dibayarkan dan yang diberikan ke
94
Wajib Pajak adalah Surat Setoran Pajak (SSP) oleh pemungut, SSP tersebut akan digunakan sebagai bukti telah disetorkannya PPN yang terutang ke kas negara. Selain melakukan kegiatan dengan pemungut Wajib Pajak juga melakukan kegiatan penyerahan dengan non pemungut seperti CV. Mandiri Sentosa, PT. Pasifik Sentosa dan lainnya. Berdasarkan sumber SPT Masa yang sama yakni bulan Agustus tahun 2009 yakni terjadinya penyerahan kepada CV. Mandiri Sentosa sebesar Rp34.978.182 dan Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk melakukan pemungutan PPN untuk kegiatan penyerahan tersebut. Jurnal yang di buat PT. Pipa Mas Putih. Dr. Piutang Usaha
Rp38.476.000
Cr. Penjualan
Rp.34.978.182
Cr. Pajak Keluaran
Rp.3.497.818
dari penjurnalan tersebut terjadi perbedaan dalam penjurnalan Pajak Keluaran atas Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Berdasarkan mekanisme pemungutnya berbeda jika Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan dengan pemungut maka Pajak Pertambahan Nilainya di pungut dan disetor oleh pemungut, namun jika melakukan penyerahan dengan PKP biasa maka Wajib Pajak harus memungut PPN terutang dari kegiatan penyerahan tersebut. IV.4
Analisis atas Penghitungan dan Pelaporan PPN Pelaporan dan perhitungan atas PPN wajib dilakukan setiap perusahaan sebagai
sarananya adalah Surat Pemberitahuan yang dilaporkan setiap bulannya yang memiliki 95
fungsi sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan tentang pengkreditan pajak masukan atas pajak keluaran, pembayaran dan pelunasan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan peraturan perpajakan yang diatur dalam Pasal 3 UndangUndang KUP. Indonesia telah menetapkan sistem pemungutan dalam perpajakan adalah self assesment system, wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar. SPT Masa PPN yang merupakan sarana untuk melaporkan jumlah pajak yang terutang setiap bulannya wajib dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Perusahan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (KPP). SPT Masa PPN yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak untuk melaporkan pajak yang terutang adalah Formulir 1107 berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 pada tanggal 29 September 2006 Pasal 2 ayat 1, formulir 1107 berlaku sampai dengan Desember 2010. SPT Masa PPN tersebut terdiri dari: 1. Induk SPT 1107 (Formulir 1107) 2. Lampiran I Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM (Formulir 1107A) 3. Lampiran II Daftar Pajak Masukan dan PPn BM (Formulir 1107B) Faktur Pajak merupakan dasar dalam melakukan pengkreditan pajak masukan, dimana Faktur Pajak merupakan bukti pada setiap penyerahan Barang dan Jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Kewajiban membuat Faktur Pajak diatur dalam Undang-
96
Undang Nomor 18 Tahun 2000 pasal 13 ayat 1 dan diubah ke Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat1. Pembuatan Faktur Pajak sangat berkaitan dengan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai karena saat pembuatan Faktur Pajak dapat menentukan kapan Pajak Keluaran dilaporkan kedalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai. Jika terjadi keterlambatan dalam pembuatan Faktur Pajak pada bulan terkait dengan transaksi maka pelaporan SPT Masa PPN akan ditolak dan dapat dikenai sanksi sebesar 2% (dua persen) perbulan. Sebelumnya terdapat perbedaan dalam penyetoran dan pelaporan yang terdapat atas Pajak Pertambahan Nilai jika melakukan penyerahan dengan perusahaan milik negara atau perusahaan yang berstatuskan sebagai pemungut dimana hal tersebut diatur dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005, saat penyetoran paling lambat pada hari ke-15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pemungutan dan saat pelaporan paling lambat pada hari ke-20 (dua Puluh) bulan berikutnya setelah dilakukannya pemungutan. Kemudian dengan dibuatnya kentuan baru yakni PMK 73/PMK.03/2010 yang berlaku pada tanggal 1 April 2010 dimana pada saat penyetoran dilakukan paling lambat pada hari ke-15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan saat pelaporan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Kemudian pemungut akan memberikan Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai bukti PPNnya sudah disetorkan ke Kas Negara. Jika melakukan kegiatan penyerahan dengan Pengusaha Kena Pajak biasa maka penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan paling lambat hari ke-15 (lima
97
Belas) setelah saat terutangnya Pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Surat Setoran Pajak dibuat 5(lima) rangka, sebagai berikut: 1. Lembar ke-1 untuk Pengusaha Kena Pajak. 2. Lembar ke-2 untuk KPP 3. Lembar ke-3 untuk Dilaporkan Wajib Pajak ke KPP 4. Lembar ke-4 Untuk Bank Presepsi atau Kantor Pos dan Giro 5. Lembar ke-5 untuk arsip Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. PT. Pipa Mas Putih sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib untuk melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan mempertanggung jawabkan perhitungan atas jumlah yang dipungut dengan cara melakukan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN setiap tahunnya dengan menggunakan Formulir 1107 ke Kantor Pelayanan Pajak. Berdasarkan hasil penelitian jumlah Pajak Keluaran Wajib Pajak pada tahun 2008 lebih mendominasi Pajak Keluaran Lebih besar dari pada Pajak Masukan. Hal tersebut tercermin dari tabel rekapitulasi Pajak Masukan sebelumnya. Pada SPT Masa Pajak Desember 2008 yang diambil sebagai contoh, terdapat perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar PT. Pipa Mas Putih.: PPN Keluaran
Rp12.206.923
Pajak Keluaran yang dipungut oleh pemungut
Rp.
-
Pajak Keluaran yang tidak dipungut
Rp.
-
Pajak Keluaran yang dipungut sendiri
Rp12.206.923
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Rp6.401.909 -
Kurang Bayar Desember 2008
Rp5.805.014
-
98
Dari perhitungan tersebut jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar sebesar Rp5.805.014. dan PT. Pipa Mas Putih melakukan jurnal penutup sebagai berikut: Dr. PPN Keluaran
Rp12.206.923
Cr. PPN Masukan
Rp6.401.909
Cr. PPN Kurang Bayar
Rp5.805.014
Jurnal untuk pembayaran PPN untuk Masa Desember 2008 Dr. PPN Kurang Bayar Cr. Kas
Rp5.805.014 Rp5.805.014
Namun pembayaran PPN kurang bayar tidak selalu dilakukan tepat waktu hal ini dikarnakan perusahaan memiliki kebijakanan liquditas terhadap setiap pembayaran. Dimana Wajib Pajak lebih mendahulukan pembayaran yang lebih liquid Aspek liquditas perusahaan adalah: 1. Utang Bank 2. Utang Supplier 3. Utang pajak Hal tersebut dilakukan jika kas perusahaan mencukupi terhadap pembayaranpembayaran tersebut, namun jika kas perusahaan tidak mencukupi untuk melunasi ketiga kewajiban diutamakan hal sesuai urutan tingkat liquidasi tersebut. Hal ini menyebabkan Wajib Pajak telat dalam penyetoran Pajak sehingga perusahaan memdapatkan sanksi administrasi.
99
Pada tahun 2009 dimana PT. Pipa Mas Putih mengalami Lebih bayar pada bulan bulan tertentu dan mendapatkan Fasilitas Pajak berupa Tidak Dipungut karna kawasan berikat memiliki perbedaan dalam pencatatan jurnalnya. Sebagai contoh Wajib Pajak mengalami Lebih Bayar pada SPT Masa Pajak bulan September 2009. PPN Keluaran
Rp43.534.270
Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pemungut
Rp4.073.388.418
Pajak Keluaran yang tidak dipungut
Rp3.037.200
Pajak Keluaran yang dipungut sendiri
Rp43.534.270
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Rp91.373.076 -
Lebih Bayar September 2009
(Rp47.838.806)
-
Berdasarkan perhitungan atas jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang lebih bayar. PT. Pipa Mas Putih melakukan penjurnalan, sebagai berikut: Dr. PPN Keluaran
Rp43.534.270
Dr. PPN Lebih bayar
Rp47.838.806
Cr. PPN Masukan
Rp91.373.076
Karena perusahaan terjadi lebih bayar pada bulan September 2009 maka lebih bayar tersebut di kompensasikan untuk bulan depan. Sehingga tidak ada jurnal untuk pembayaran. Berdasarkan hasil penelitian jumlah Pajak Keluaran Wajib Pajak pada tahun 2010 hampir sama intensitas antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Namun tetap Pajak Keluaran mendominasi dalam tahun 2010. Berdasarkan tabel rekapitulasi Pajak Masukan sebelumnya dimana dalam tahun 2010 lebih sering terjadi kurang bayar dari 100
pada lebih bayar, sebagai contoh, perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar PT. Pipa Mas Putih: PPN Keluaran
Rp37.100.320
Pajak Keluaran yang dipungut oleh pemungut
Rp37.240.448
Pajak Keluaran yang tidak dipungut
Rp.
Pajak Keluaran yang dipungut sendiri
Rp37.100.320
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Rp20.478.883 -
Kurang Bayar Desember 2008
Rp16.612.487
-
-
Dari perhitungan tersebut jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar sebesar Rp16.612.487 dan Wajib Pajak melakukan jurnal penutup sebagai berikut: Dr. PPN Keluaran
Rp37.100.320
Cr. PPN Masukan
Rp20.478.883
Cr. PPN Kurang Bayar
Rp16.612.487
Jurnal untuk pembayaran PPN untuk Masa Desember 2010 Dr. PPN Kurang Bayar Cr. Kas
Rp16.612.487 Rp16.612.487
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Wajib Pajak memiliki tingkat liquiditas yang menjadi prioritas pada saat memenuhi dalam kewajiban perusahaan. Hal tersebut dilakukan jika kas perusahaan mencukupi terhadap pembayaran tersebut, namun jika kas
101
perusahaan tidak mencukupi untuk melunasi ketiga kewajiban diutamakan hal sesuai urutan tingkat liquidasi tersebut. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2000, penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya 15(lima belas) hari sesudah masa pajak berakhir, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajakdansebelum Surat Pemberitahuan Masa. Sejalan dengan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambatlambatnya20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir, sedangkan dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009 penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai paling lambat disampaikan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat 2a.“Pengusaha Kena Pajak akan dikenakan sanksi administrasiberupa bunga 2% persen (dua persen) perbulan dari jumlah pajak terutang dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran.” BerdasarkanUndang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 7 ayat 1, “Apabila Pengusaha Kena Pajak terlambat dalam melakukan Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maka akan dikenai sanksi sebesar Rp500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).”
102
Tabel IV.8 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008 Bulan
Tanggal Setor
Januari
15 Febuari 2008
Febuari
12 Maret 2008
Tanggal Lapor 20 Febuari 2008 18 Maret 2008
Maret
---
18 April 2008
April
22 Mei 2008
27 Mei 2008
Mei
11 Juni 2008
19 Juni 2008
Juni
3 September 2008
16 September 2008
Juli
3 September 2008
16 September 2008
Agustus
11 September 2008
16 September 2008
September
---
20 Oktober 2009
Oktober
---
20 November 2008
November
11 Desember 2008
Desember
10 Febuari 2009
15 Desember 2008 20 Febuari 2009
Sumber : Data diolah dari laporan SPT Masa PT. Pipa Mas Putih Tabel IV.9 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilia PT. Pipa Mas Putih Tahun 2009 Bulan Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tanggal Setor 8 April 2009 8 April 2009 14 April 2009 14 Mei 2009 12 Juni 2009 14 Juli 2009 ---4 Oktober 2009 ------14 Januari 2010
Tanggal Lapor 14 April 2009 14 April 2009 20 April 1009 19 Mei 2009 18 Juni 2009 17 Juli 2009 20 Agustus 2009 19 November 2009 19 Oktober 2009 19 November 2009 17 Desember 2009 19 Januari 2010
Sumber : Data diolah dari laporan SPT Masa PT. Pipa Mas Putih 103
Tabel IV.10 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT. Pipa Mas Putih Tahun 2010 Bulan
Tanggal Setor
Tanggal Lapor
Januari
----
19 Febuari 2010
Febuari
----
19 Maret 2010
Maret
----
19 April 2010
April
----
24 Mei 2010
Mei
----
17 Juni 2010
Juni
19 Juli 2010
23 Juli 2010
Juli
16 Agustus 2010
19 Agustus 2010
27 September 2010
30 September 2010
September
22 Oktober 2010
29 Oktober 2010
Oktober
28 Febuari 2011
3 Maret 2011
November
16 Desember 2011
22 Desember 2011
Desember
28 Febuari 2011
3 Maret 2011
Agustus
Sumber : Data diolah dari laporan SPT Masa PT. Pipa Mas Putih Analisis yang dapat diambil berdasarkan Tabel-Tabel mengenai Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, sebagai berikut: 1. SPT Masa PPN tidak disetorkan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat dilihat bahwa SPT Masa Januari – Desember tahun 2008, 2009 dan 2010 tidak disetorkan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya 15(lima belas) hari sesudah masa pajak berakhir, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum surat Pemberitahuan Masa. Sejalan dengan penyetoran Pajak.
104
Karena tidak melakukan kewajiban yang telah ditentukan berdasarkan Undang-Undang yang telah diatur untuk waktu penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan pasal 9 ayat 2a, Pengusaha Kena Pajak akan dikenakan sanksi administrasiberupa bunga 2% persen (dua persen) perbulan dari jumlah pajak terutang dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran.Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda bunga 2% (dua Persen) perbulan dari jumlah pajak terutang dihitung sejak tanggal jatuh tempo dikalikan jumlah bulan dan dasar pengenaan pajak dimana jumlah maksimal bulan adalah 24 bulan.. Sebagai contoh pada bulan April 2008 Wajib Pajak terlambat menyetorkan Pajak terutang. Disampaikan pada tanggal 22 Mei 2008. Maka perhitungan sanksi administratifnya sebesar Rp25.593.496 x 2% x 1 bulan = Rp511.869,Sanksi keterlambatan dalam penyetoran akan disajikan dalam bentuk tabel pembayaran sanksi telat Setor Wajib Pajak untuk masa Januari sampai dengan Desember tahun 2008, 2009 dan 2010. 2. SPT Masa PPN Tidak dilaporkan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Dari hasil analisis yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat bahwa SPT Masa PPN Januari-Desember tahun 2008, 2009 dan 2010 Wajib Pajak tidak melaporkan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang berdasarkanUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya20 (dua 105
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai paling lambat disampaikan akhir bulan berikutnya setelah berakhirya Masa Pajak. Karna PT. Pipa Mas Putih tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Yang berlaku untuk melaporkan SPT Masa PPN sesuai dengan waktu yang telah ditentukan Berdasarkan Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 7 ayat 1, “Apabila Pengusaha Kena Pajak terlambat dalam melakukan Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maka akan dikenai sanksi sebesar Rp500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).” Akibat dari keterlambatan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai maka Wajib Pajak mendapatkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) untuk satu Masa Pajak dikalikan jumlah masa pajak telat lapor maksimal selama 24 bulan. Sebagai contoh pada bulan Juni 2008 Wajib Pajak terlambat melaporkan SPT Masa PPN. Kemudian disampaikan pada tanggal 16 September 2008. Maka perhitungan sanksi administratifnya sebesar Rp500.000. Sanksi keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan akan disajikan dalam bentuk tabel pembayaran sanksi telat lapor Wajib Pajak untuk masa Januari sampai dengan Desember tahun terkait:
106
Tabel IV.11
Sanksi Keterlambatan Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN PT. Pipa Mas Putih Tahun 2008 Bulan
Tanggal Setor
Januari
15 Febuari 2008
Febuari
12 Maret 2008
Maret
---
Tanggal Lapor
Sanksi Telat Setor
Sanksi Telat Lapor
20 Febuari 2008
---
---
18 Maret 2008
---
---
18 April 2008
---
---
April
22 Mei 2008
27 Mei 2008
Rp511.869
Rp500.000
Mei
11 Juni 2008
19 Juni 2008
---
---
Juni
3 September 2008
16 September 2008
Rp1.864.634
Rp500.000
Juli
3 September 2008
16 September 2008
Rp629.799
Rp.500.000
Agustus
11 September 2008
16 September 2008
---
---
---
20 Oktober 2009
---
---
---
20 November 2008
---
---
15 Desember 2008
---
--
20 Febuari 2009
Rp732.415
Rp500.000
September Oktober November
11 Desember 2008
Desember
10 Febuari 2009
Sumber : Data diolah dari SPT Masa PT. Pipa Mas Putih
Tabel IV.12
Sanksi Keterlambatan Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN PT. Pipa Mas Putih Tahun 2009 Bulan
Tanggal Setor
Tanggal Lapor
Sanksi Telat Setor
Sanksi Telat Lapor
Januari
8 April 2009
14 April 2009
Rp1.735.054
Rp500.000
Febuari
8 April 2009
14 April 2009
Rp1.164.173
Rp500.000
Maret
14 April 2009
20 April 1009
---
---
April
14 Mei 2009
19 Mei 2009
---
---
Mei
12 Juni 2009
18 Juni 2009
---
---
Juni
14 Juli 2009
17 Juli 2009
---
---
Juli
----
20 Agustus 2009
---
---
4 Oktober 2009
19 November 2009
Rp1.992.747
Rp500.000
September
---
19 Oktober 2009
---
---
Oktober
---
19 November 2009
---
---
November
---
17 Desember 2009
---
---
Desember
14 Januari 2010
19 Januari 2010
---
---
Agustus
Sumber : Data diolah dari SPT Masa PT. Pipa Mas Putih 107
Tabel IV. 13
Sanksi Keterlambatan Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN PT. Pipa Mas Putih Tahun 2010 Bulan
Tanggal Setor
Tanggal Lapor
Sanksi Telat Setor
Sanksi Telat Lapor
Januari
----
19 Febuari 2010
---
---
Febuari
----
19 Maret 2010
--
---
Maret
----
19 April 2010
---
---
April
----
24 Mei 2010
---
---
Mei Juni
---19 Juli 2010
17 Juni 2010 23 Juli 2010
--Rp 953.377
-----
Juli
16 Agustus 2010
19 Agustus 2010
Rp767.699
---
27 September 2010
30 September 2010
Rp456.445
---
September
22 Oktober 2010
29 Oktober 2010
Rp 382.392
---
Oktober
28 Febuari 2011
3 Maret 2011
Rp1.432.300
Rp500.000
November
16 Desember 2011
22 Desember 2011
Rp587.696
---
Desember
28 Febuari 2011
3 Maret 2011
Rp1.484.013
Rp500.000
Agustus
Sumber : Data diolah dari SPT Masa PT. Pipa Mas Putih Dari hasil analisa diatas penulis menyarankan kepada perusahaan agar lebih teliti dalam aspek perpajakan dalam hal ini adalah untuk lebih tertib dalam melakukan penyetoran pajak kurang bayar yang terutang dan melaporkan sesuai dengan UndangUndang Nomor. 42 Tahun 2009. Dilihat dari tabel jumlah sanksi pajak yang harus dilunasi perusahaan baik sanksi administratif maupun sanksi denda jumlahnya cukup banyak, hal ini cukup merugikan untuk perusahaan. Diketahui berdasarkan informasi yang didapat perusahaan jarang melakukan pelunasan pajak kurang bayar dikarnakan tidak adanya dana yang mencukupi untuk membayar, dari hal tersebut disarankan kepada perusahaan untuk melakukan pencadangan dana untuk aspek perpajakannya, selain itu perusahaan dapat melakukan pembayaran uang muka untuk pajak kurang bayar. Dimana hal tersebut dapat menghindari perusahaan untuk terkena sanksi pajak telat setor. Saran yang diberikan karenakan perusahaan sering kali melakukan 108
keterlambatan penyetoran akan kurang bayar Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetorkan ke kas negara dan keterlambatan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ke KPP sebagai PKP. IV.5
Analisis Uji Kepatuhan Pembuatan Faktur Pajak Pembuatan Faktur Pajak yang dilakukan Pada PT. Pipa Mas Putih adalah pada
saat pembayaran atau penyerahan barang atau paling lambat akhir bulan berikutnya sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahiun 2000 namun sejalan dengan perubahan ketiga maka pembuatan Faktur Pajak dilakukan pada saat penyerahan atau pada saat pembayaran. Faktur Pajak keluaran yang akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN jika telah memenuhi syarat Material dan Formalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam kondisi Wajib Pajak terakhir telah melakukan pengevaluasian terhadap Faktur Pajak yang telah dibuat agar dapat dihindari terjadinya Faktur Pajak cacat yang tidak dapat dikreditkan sehingga perusahaan dapat mengurangi terjadinya pembetulan pada saat melaporkan SPT Masa PPN atau kerugian atas tidak dapatnya Faktur Pajak Yang dikreditkan sehingga menimbulkan kerugian pada Wajib Pajak. Dalam Pembuatan Faktur Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dalam Pasal 13 ayat (5) yang menyebutkan bahwa dalam Faktur Pajak Minimal Harus Mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mengandung: a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; 109
b.
jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
c.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
d.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
e.
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
f.
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Kemudian dilakukan perubahan dalam batang tubuh yaitu Pasal 13 ayat (9) dalam UU nomor 42 tahun 2009. Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam Wajib Pajak terkait dengan pembuatan Faktur Pajak kondisi terakhir. Penulis melakukan pengambilan sample secara acak selama kondisi terakhir untuk memberikan pembuktian bahwaWajib Pajak telah melakukan kewajibannya membuat Faktur Pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai sehingga transaksi dapat dikreditkan.
Pembuatan Faktur Pajak Yang dilakukan oleh PT. Pipa Mas Putih telah sesuai dengan Ketentuan dan perundang-undangan dan selama 5 (lima) tahun terakhir telah dilakukan penertiban pembuatan Faktur Pajak Pada Wajib Pajak sehingga jarang sekali ditemui Faktur Pajak Cacat yang tidak bisa dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Namun dalam hasil analisis yang terdapat dalam Perusahaan dalam kondisi terakhir ditemukan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketetapan Undang-Undang, hal ini disebabkan lawan perusahaan dalam bertransaksi memiliki beberapa kelemahan seperti tidak memiliki NPWP atau identitas tidak lengkap, seperti:
a. NPWP Pembeli
:?
110
Nama Pembeli
: CV. Indra Rahmat Buana
Alamat
: Jl. Raya Banjaran No.41
Kode dan Nomor Seri
: 010.000.10.00000137
Tanggal
: 08 Oktober 2010
DPP
: Rp10.090.909
Pajak Keluaran
: Rp1.009.091
b. NPWP Pembeli
:?
Nama Pembeli
: CV. Indra Rahmat Buana
Alamat
: Jl. Raya Banjaran No.41
Kode dan Nomor Seri
: 010.000.10.00000140
Tanggal
: 20 Oktober 2010
DPP
: Rp9.090.909
Pajak Keluaran
: Rp909.091
c. NPWP Pembeli
:?
Nama Pembeli
: CV. Indra Rahmat Buana
Alamat
: Jl. Raya Banjaran No.41
Kode dan Nomor Seri
: 010.000.10.00000142
Tanggal
: 21 Oktober 2010
DPP
: Rp46.204.546 111
Pajak Keluaran
: Rp4.620.454
Hal tersebut terjadi dikarnakan keterbatasan pengetahuan dari lawan transaksi sehingga terdapat Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan syarat formal yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Akibat dari kesalahan dalam pembuatan Faktur Pajak tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Hal tersebut diatur dalam padal 14 ayat (4) UndangUndang No. 17 Tahun 2000 yakni sanksi terhadap pembuatan Faktur Pajak yang tidak mengisi dengan lengkap. IV.6
Analisis Pemanfaatan Fasilitas Pajak PT. Pipa Mas Putih yang memiliki cabang-cabang perusahan yang berkedudukan
di Pulau Batam dan Duri-Dumai yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki Fasilitas Pajak Yakni Fasilitas Pajak tidak dipungut atau kawasan berikat yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.03/2003, 393/KMK.03/2004, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2005 dan 02/PMK.011/2009. Namun sejak 1 April 2009, seluruh ketentuan ini telah dicabut. Kemudian Sejak 1 April 2009, Pemerintah telah memberikan fasilitas baru yang sejenis melalui Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 ini ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 tanggal 5 Maret 2009 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2009 tanggal 30 Maret 2009. Undang-Undang Nomor. 42 tahun 2009 yang terdapat dalam Pasal 16D. Fasilitas Pajak terkait dengan Kawasan Berikat Pulau Batam yang diubah menjadi
112
kawasan bebas memberikan keuntungan pada Wajib Pajak yakni dimana jika Wajib Pajak melakukan transaksi di Pulau Batam dibebaskan dari pengenaan PPN untuk kegiatan impor untuk perolehan barang mentah Wajib Pajak melakukan transaksi Impor atau perolehan dalam negeri dengan memanfaatkan Fasilitas Pajak, sehingga hal tersebut sering dijadikan sebagai pengolahan perpajakan untuk mengurangi pengenaan PPN pada Wajib Pajak. PT. Pipa Mas Putih harus memenuhi serangkaian peraturan untuk mendapatkan SK Fasilitas Pajak. Setelah Wajib Pajak mendapatkan hak pemajakan (Tax Advance Rolling) SK sebagai pemanfaatan Fasilitas Pajak dalam prakteknya Wajib Pajak tetap membuatkan Faktur Pajak untuk setiap transaksi dan penyerahan barang didalam Pulau Batam dengan membubuhkan Cap dari Kantor pajak bertuliskan “Fasilitas Pajak TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2009”. Sehingga setelah dilakukan pemaksimalan Fasilitas Pajak Wajib Pajak dapat menekan kerugian atas Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang yang seharusnya dibebankan kepada pembeli. Namun pada tanggal 1 April 2009 terkait dengan daerah kawasan berikat, yakni pulau Batam telah di cabut di gantikan sebagai kawasan yang memiliki fasilitas pajak DIBEBASKAN dimana hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 ini ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 tanggal 5 Maret 2009 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-37/PJ/2009 tanggal 30 Maret 2009. Kedua Fasilitas tersebut memiliki pengaruh terhadap Pajak yang terutang Wajib Pajak dimana pengaruhnya sangat menguntungkan Wajib Pajak.
113
Namun terdapat dampak negatif terkait dengan pemanfaatan Fasilitas Pajak pada PT. Pipa Mas Putih yakni, PT. Pipa Mas Putih sering melakukan impor barang jadi dan mendapatkan dokumen PIB (penyerahan Impor Barang) dimana Wajib Pajak sebagai Importir kemudian barang tersebut dijual kembali, dan Barang Kena Pajak tersebut jika keluar dari wilayah Pulau Batam harus melakukan pembayaran pajak ke Beacukai. Jika penyerahan barang dilakukan ke luar negeri yang termaksud dalam kegiatan ekspor dan jika penyerahan dilakukan ke dalam negeri yang termaksud dalam kegiatan impor dan memerlukan dokumen pendukung seperti PEB (penyerahan ekspor barang) dan PIB (penyerahan impor barang), namunkonsumen sering melakukan penyerahan dan pengambilan Barang Kena Pajak langsung dari Pulau Batam dan konsumen tersebut seharusnya mengurus dokumen terkait dengan kegiatan transaksi yang dilakukan baik kegiatan ekspor barang maupun impor barang, pada prakteknya customer tidak jarang menggunakan Provider (agen). Karena hal tersebut maka Wajib Pajak tidak menggunakan nama Company dalam kegiatan tersebut. Karena kelalaian dari petugas dan karyawan dari bagian pengeluaran barang dokumen terkait dengan kegiatan transaksi petugas tersebut hanya meminta tanda tangan dari agen saja bukan tanda tangan dari konsumen tersebut. Sehingga dokumen pendukung tidak dapat dilengkapi dikarnakan tidak adanya keterangan jelas dan tanda tangan dari customer yang sebenarnya, yang mana mereka bukanlah agen untuk transaksi tersebut. Akibat kelalaian tidak mengurus dokumen pengeluaran yang mana mereka menganggap telah mendapatkan Fasilitas Pajak. Hal ini menyebabkan Wajib Pajak tercatat sebagai importir dalam Beacukai sehingga dampak dari kejadian tersebut adalah Wajib Pajak yang telah melakukan perolehan BKP dengan cara Impor dan telah melakukan penyerahan yang mana penyerahan tersebut dilakukan di kawasan bebas Pulau Batam membuat Wajib 114
Pajak hanya melakukan pemasukan barang jadi (BKP) dengan cara impor dan tidak melakukan penyerahan atas Barang Kena Pajak tersebut karena tidak tercatat di Beacukai pulau Batam sehingga perusahaan sering dijadikan objek pemeriksaan dari petugas pajak beacukai. Berdasarkan dari kendala diatas disarankan agar perusahaan melakukan penertiban terkait dengan transaksi yang dilakukan di Pulau Batam yang mana dilakukan pengecekan kembali terhadap customer yang akan melakukan transaksi baik secara langsung maupun menggunakan agen, agar terhindar dari pemeriksaan dan sanksi terkait dengan Pajak Beacukai. Untuk menyiasati hal tersebut akan lebih baik jika sebagai pembuktian Wajib Pajak harus mendapatkan surat pernyataan dari customer jika mereka memang melakukan transaksi dan penyerahan dengan Wajib Pajak di Pulau Batam, agar dapat membuktikan pada saat dilakukan pemeriksaan terkait dengan kasus diatas.
115