Dondin Sajuthi I Dewi Apri Astuti I Dyah Perwitasari I Entang Iskandar Erni Sulistiawati I Irma Herawati Suparto I Randall C. Kyes Editor:" Dondin Sajuthi I Dewi Apri Astuti
BAB II TINGKAH LAKU M PANJANG (M ocaca fascicu la risl DI PENANGKARAN *auw;
';i,',/i' :"'!!,!!,tl;,'
Entang lskandor dan'Randall C
Kyes
,
Monyet ekor panjan g (Mocaca foscicularis) merupakan salah satu dari lebih 40 spesies satwa primata yang hidup di lndonesia. Aktif pada siang hari (diurnal), dan melakukan sebagian besar aktivitasnya di atas pohon (arboreal). Bergerak menggunakan keempat anggota geraknya (quadrupedal), dibantu ekornya yang panjang sebagai alat penyeimbang pada saat berpindah darisatu cabang ke cabang pohon lain. Kemampuan bergerak secara bebas ini merupakan salah satu bentuk adaptasi penting terhadap lingkungannya yang terlihat merarui tingkah laku satwa padi saat mencari makan, menghindari predator, menentukan pohon tidur; dan menemukan pasangan.
Tingkah laku spesies satwa primata berhubungan erat dengan cara dan
di mana mereka hidup. pada umumnya, satwa primata hidup secara
berkelompok dan melakukan interaksi dengan sesama anggota kelompok
maupun dengan satwa di luar kelompoknya. Hidup berkelompok memberikan banyak manfaat bagi satwa, antara lain meningkatkan peluang terhindar dari predator, bekerja sama dalam mempertahankan sumber pakan dan dalam membesarkan anak-anaknya (walters dan seyfarth 1987). suatu kelompok sosial ditandai dengan adanya komunikasi secara intensif antara anggota kelompoknya (Jolly 1995). Beragam bentuk
komunikasi antara satwa primata dapat diidentifikasi melalui suara, ekspresi (mimik) muka, dan melalui isyarat tubuh.
Tir
Hewan Model Satwa Primata Macaca fosciculoris
Bahasan tingkah laku pada bab ini memaparkan tingkah laku dasar satwa primata, khususnya monyet ekor panjang di penangkaran untuk memberikan gambaran umum tentang tingkah lakunya. Paparan ini bukan merupakan gambaran menyeluruh dan detail tingkah laku satwa primata.
A. Pengertia n da n Pendekata n
1)
tingkah laku yang Tingkah laku ya'
mengancam, menE dan grimoce;
2)
A.L Pengertian
tingkah laku yang
:
Jenis tingkah laku
i
makan, menelisik
Tingkah laku satwa adalah beragam jenis aktivitas satwa yang terjadi akibat
adanya stimulus dari dalam (internal) maupun sebagai reaksi terhadap pengaruh luar (eksternal), baik berupa interaksidengan satwa lain ataupun dengan lingkungannya. Pengaruh dari dalam yang memunculkan tingkah laku tertentu antara lain rasa lapar, takut, dan dorongan untuk melakukan
tingkah laku reproduksi. Pengaruh dari luar di antaranya ancaman predatoL habitat yang terganggu, sistem pengandangan, kurangnya pengayaan lingkungan, dan pengaruh cuaca. Faktor-faktor tersebut akan
mengakibatkan satwa melakukan tingkah laku sesuai dengan stimulus
A.2 Pendekata
n
Pengamatan awal set bermanfaat dalam mer
penelitian yang akan dengan satwa yang ak; pengamat (proses ha b : dalam memformulasi h
yang diterima.
Pendekatan dalam n'i dengan memahami en
Tingkah laku satwa dipelajari dengan melibatkan berbagai proses yang
1.
saling berhubungan satu sama lain dan hendaknya menjawab pertanyaan 1) mengapa suatu tingkah laku dilakukan; 2) apa yang dilakukan; 3) bagaimana
melakukannya;4) kapan dilakukan; dan 5)di mana dilakukannya. Berdasarkan kejadiannya, tingkah laku satwa bisa dibedakan menjadidua: 1) tingkah laku yang terjadi secara naluri (innote/instinctive behavior) dan
2) tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar (leorned behoviorl. Tingkah laku yang muncul secara naluri diturunkan secara genetik dan tidak melalui proses belajar. Pada satwa dengan tingkatan yang lebih tinggi, tingkah laku yang dibawa sejak lahir, bisa dikategorikan ke dalam empat tingkah laku secara umum, yaitu tingkah laku yang muncul karena adanya keinginan untuk makan, minum, melakukan reproduksi, dan cara bertahan hidup. Tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar adalah tingkah laku yang terbentuk dengan cara mempelajarinya dari induk, individu lain, maupun dari pengalaman yang terjadi seiring berkembangnya umur satwa tersebut. Berbagai jenis tingkah laku terjadi dengan frekuensi dan durasi yang be rbeda te rga ntu ng pada jen is intera ksi da n fa ktor ya ng memenga ru h i nya.
Berdasarkan lamanya (durasi)suatu tingkah laku yang dilakukan, dibedakan
menjadi dua jenis:
@(
Entang lskondar don Rondoll
C Kyes
Penyebab Terjadin,
Apa penyebab te.
sistem saraf, penga
2.
Perkembangan (De
Bagaimana tingka. (mulaidari lahir sar berpengaruh dala^
3.
Evolusi (Evolution
Bagaimana suatu : laku sebelumnya?
4.
Manfaat (Functto. Manfaat apa yang
suatu tingkah
Ia<,
lingkungan (misa
n
Bab ilt
Tingkah Laku Monyet Ekor panjang (Macaco fosciculoris) di penangkaran
rkan tingkah laku dasar tg di penangkaran untuk *unya. Paparan ini bukan gtah laku satwa primata.
Tingkah laku yang termasuk dalam kategori
ini antara lain: mengancam, mengeja6 menampar, menggigit, menyentuh, lipsmock, ditn grimoce;
2)
rn
satlrrul yang terjadi akibat sebagai reaksi terhadap erigan satwa lain ataupun [g memunculkan tingkah :ongan untuk melakukan ;
di antaranya ancaman ngandangan, kurangnya fior-fr ktor tersebut akan sesuai dengan stimulus
n
1) tingkah laku yang dirakukan daram waktu singkat (event behavior).
berbagai proses yang
rnenjawab pertanyaan L) ;dilakukan; 3) bagaimana n dilakukannya.
dibedakan menjadidua: hstinaive behovior) dan alar (leorned behovior).
*an secara genetik
A.2 Pendekatan daram Memperajari Tingkah Laku Pengamatan awar seberum memperajari tingkah raku akan sangat
bermanfaat dalam memberikan pemahaman yang berhubungan dengan penelitian yang akan dirakukan. serain akan membiasakari pengamat dengan satwa yang akan diteriti dan juga membiasakan satwa terhadap pengamat (proses habituasi), penelitian pendahuluan juga akan membantu dalam memformulasi hipotesis. Pendekatan daram memperajari tingkah raku satwa dapat dirakukan dengan memahami empat pertanyaan berikut (Tinbergen
1.
uensi dan durasi yang Fng memengaruhinya.
1963):
Penyebab Terjadinya Tingkah Laku (lmmediote Couse)
Apa penyebab terjadinya tingkah raku, apakah pengaruh genetik,
2.
dan
g*atan yang lebih tinggi, prikan ke dalam empat g muncul karena adanya iluki, dan cara bertahan belajar adalah tingkah rya dari induk, individu g berkembangnya umur
tingkah laku yang dirakukan daram waktu rama (sfote behavior). ienis tingkah raku yang termasuk ke daram stote behovior antara rain: makan, menelisik (grooming), dan istirahat.
3.
sistem saraf, pengaruh hormon atau lingkungan? Perkembangan (Development)
Bagaimana tingkah raku berkembang serama kehidupan berrangsung (mulaidari lahirsampaiakhirnya mati), bagaimana gen dan ringkungan berpengaruh daram perkembangan tingkih raku sr]atu spesiesl Evolusi (Evolution)
Bagaimana suatu tingkah raku berubah secara bertahap dari tingkah laku sebelumnya?
4.
Manfaat (Function) Manfaat apa yang dihasirkan dari suatu tingkah raku dan bagaimana
suatu tingkah raku membantu satwa untuk beradaptasi dengan lingkungan (misalnya: bertahan hidup dan berkembang Oiat)l
rgdilakukan, dibedakan
Entang lskandor don Randall
C Kyes
h@
im' *s,
ffi,;
--
*,( rM,': ffi-J
-,
Hewan Model Satwa Primata
tl
l4L,o
Macoca fasciculoris
B. Metode Umum Penelitian Tingkah
Laku
Mempelajari tingkah laku satwa bisa dilakukan baik di penangkaran (laboratorium) maupun di alam (habitat aslinya). Dua lokasi yang sangat berbeda satu sama lain ini membawa konsekuensi dari sisi perbedaan tingkat kesulitan dalam meneliti satwa target, pendekatan yang dilakukan dan penggunaan metode yang sesuai dengan lokasi penelitian. Laboratorium dan penangkaran merupakan lokasiyang paling sesuai untuk melakukan penelitian tingkah laku karena beberapa kelebihan berikut:
1) 2l 3)
nyaman; serta proses habituasi lebih mudah dan waktu yang lebih singkat.
Penelitian tingkah laku satwa yang dilakukan di alam memiliki beberapa keuntungan, antara lain: tingkah laku yang muncul lebih alami; jenis tingkah laku lebih beragam; dan tidak dibatasi oleh ruang.
Kendala yang dihadapi pada saat melakukan penelitian di alam adalah 1) memerlukan proses habituasiyang lebih lama; 2)tidak dapat mengontrol lingkungan; dan 3) kondisi lapangan yang sulit (topografi, gangguan serangga/satwa lain). Oleh karena itu, penelitian tingkah laku di alam memerlukan waktu yang lebih lama dan kesabaran yang tingi.
Metode umum yang biasa digunakan untuk melakukan penelitian tingkah laku satwa di alam adalah:
@t-
Entong lskondor dan Rondall
Mengikuti S
Dalam metode ini, mencatat tingkah
r
la k
metode ini, diperluk satwa target, seda
r
diperoleh lebih berag
2, Satwa Menc
Metode inibisa digu" yang telah ditentu <;
tidak terganggu cuaca;
Kekurangan penelitian tingkah laku di penangkaran ataupun di laboratorium adalah tidak semua tingkah laku muncul seperti tingkah laku yang terjadi di alam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain bentuk dan ukuran kandang serta pola pengandangan yang kurang sesuai dengan spesies yang ditangkarkan. Salah satu faktor penting yang dapat dilakukan agar tingkah laku satwa di penangkaran menyerupai tingkah laku di alam adalah dengan membuat pangayaan lingkungan, yaitu menciptakan kondisi di penangkaran semirip mungkin dengan keadaan di alam. Selain akan memunculkan beragam tingkah laku alami satwa, pengayaan lingkungan juga dapat meminimalisir stres.
1) 2l 3)
1-.
C Kyes
disediakan pakan yar' daerah yang sering c Keuntungan melaku< ebih mudah untuk c l'"4etode penelitra
n:
:etapiAltman (1.97i. :ngkah laku yang u^ :ocol Animol Sompi,. )an Scon Sompling,
C.
Tingkah
La
C.1 Tingkah La Suatu tingkah laku
c:
:tau lebih individu i, ^lengacu kepada int: :alam kelompok ma" , a ng berbeda ma u I -teraksi antara satr, : sebabkan oleh rus ::rganggunya lahan: .atwa primata yang
c
-cnyet ekor panjang
: sebagian wilayah ::r Pulau Bali(lskanc
s
an Tingkah Laku rkukan baik di penangkaran Irrya). Dua lokasi yang sangat sekuensi dari sisi perbedaan
r
target, pendekatan
yang
ruai dengan lokasi penelitian. bkasi yang paling sesuai untuk eberapa kelebihan berikut:
raktu yang lebih singkat. penangkaran ataupun di u muncul seperti tingkah laku r beberapa faktor, antara lain rndangan yang kurang sesuai hr faktor penting yang dapat rrytaran menyerupai tingkah Erngafaan lingkungan, yaitu il mungkin dengan keadaan m tingkah laku alami satwa,
fsir stres. n
di alam memiliki beberapa
n penelitian dialam adalah 1) 4 2) tidak dapat mengontrol
sulh (topografi, gangguan ditian tingkah laku di alam baran yang tingi. relakukan penelitia n tingka h
1. Mengikuti Satwa Dalam metode ini, peneliti mengikuti kemanapun satwa bergerak dan
mencatat tingkah laku yang ingin diteliti. Kendala pada saat menggunakan
nfetode ini, diperlukan proses habituasi yang lama antara peneliti dan satwa target, sedangkan keuntungannya adarah tingkah raku yang diperoleh lebih beragam dan alami.
2. Satwa Mendatangi peneliti Metode ini bisa digunakan dengan membiasakan satwa mendatangi lokasi yang telah ditentukan peneliti. pada lokasi yang telah dipilih tersebut disediakan pakan yang diberikan secara rutin. pemilihan lokasisebaiknya di daerah yang sering dilewati satwa pada saat melakukan jelajah hariannya. Keuntungan melakukan penelitian dengan metode ini adalah satwa akan lebih mudah untuk diamati.
Metode penelitian tingkah laku tidak akan dipaparkan dalam bab ini, tetapi Altman (L974) menjelaskan dengan sangat baik metode penelitian tingkah laku yang umum digunakan, di antaranya Ad Libitum sompring, Focol Animol sompling, Alr-occurrence sompring, rnstontoneous sampring dan Scon Sompling.
Tingkah Laku C.l Tingkah Laku Sosia! C.
suatu tingkah laku disebut sebagai tingkah laku sosialjika melibatkan dua atau lebih individu yang saling berinteraksi. Tingkah laku sosial biasanya mengacu kepada interaksi yang terjadi antara spesies yang sama baik di dalam kelompok maupun dengan satwa di ruar kerompok, antara spesies
yang berbeda maupun antara satwa dan manusia. salah satu bentuk interaksi antara satwa dan manusia di alam adalah berupa konflik yang disebabkan oleh rusaknya habitat satwa akibat aktivitas manusia dan terganggunya lahan pertanian milik manusia oleh satwa. salah satu spesies satwa primata yang diidentifikasi memiliki konflik dengan manusia adalah monyet ekor panjang. Konflik antara spesies tersebut dan manusia terjadi di sebagian wilayah sebaran spesies monyet ekor panjang di pulau Jawa dan Pulau Bali (lskandar et ar.2016; Kyes et or.2ot1.; t
Entang lskandar dan Rondall
C Kyes
ho
Tinl
Hewan Model Satwa Primata Macaca foscicularis
Tingkah laku sosial satwa primata yang terjadi antara sesama spesies di dalam kelompok maupun di luar kelompok serta interaksi antara satwa yang berbeda spesies dikategorikan ke dalam dua tingkah laku secara umum yaitu 1) agonistik dan 2) afiliatif.
?-,* i!
,.;
C.1.1 Tingkah Laku Agonistik Tingkah laku agonistik adalah jenis tingkah laku yang berhubungan dengan tingkah laku berkelahi/pertentangan dan upaya-upaya untuk mengatasi atau meredakan ketegangan yang terjadiIingkah laku yang melibatkan sikap agresif, seperti ancaman dan penyerangan, serta tingkah laku submisif
seperti tingkah laku menghindar dan berdamai termasuk dalam tingkah laku agonistik. Wilson (1975), menyebutkan bahwa tingkah laku agonistik adalah tingkah laku yang mengacu kepada aktivitas yang berhubungan dengan perkelahian, baik berupa penyerangan atau upaya rekonsilasinya. Rangkaian tingkah laku agonistik ditandai dengan ancaman mimik muka (threot), memburu, baku hantam, dan diakhiri dengan kekalahan lawan.
ffi
u G"e# Gambar 3.1 Tingkah
i
a. Tingkah laku agresif
bersiaP m'
Tingkah laku individu yang bisa membahayakan individu lain, disebut tingkah laku agresif. Tingkah laku agresif adalah tingkah laku mengancam
ekor Panj;
-ingkah laku agresif
atau tindakan fisik yang dilakukan oleh satu individu yang dapat mengurangi kebebasan atau kebugaran genetik individu lainnya (Wilson 1975).
cradewasa. Namun de' dewasa, antara jantan
Tingkah laku mengancam biasanya merupakan tingkah laku yang
nasih muda. Konflik
menjadi awal terjadinya penyerangan dan perkelahian, kecualijika satwa yang diancam menunjukkan sikap tidak akan melawan (kalah) dengan
menunjukkan tingkah laku grimace atau lipsmack. Ciri tingkah laku mengancam ditandai dengan tatapan mata tajam ke arah lawan, terkadang disertai membuka mulut untuk memperlihatkan taring, dan sikap tubuh
se
''
biasanya diselesaikan
c
-ingkah laku agresif te' persaingan untuk me
'naupun untuk men<elompok lain. Persa
merupakan dua hal p;
(gesture) yang siap menyerang.
nteroction\. Pada sa: aku agresif terjadise: daerah int (core areoi <elompok terhadap ; <arena merupakan lo<
:empat untuk berlinc aku agresif yang terjac
.lntuk kepentingan
@(.
Entong lskandor dan Randoll
C Kyes
ke
-
Bab
lll B, v :l
Tingkah Laku Monyet Ekor panjang lMococa tcafosciculoris) foscicutaris) di Penangkaran
.t- t
anhra sesama spesies di rta interaksi antara satwa
r-*
dua tingkah laku secara
ang berhubungan dengan Fupaya untuk mengatasi
ah laku yang melibatkan rerta tingloh laku submisif termasuk dalam tingkah twa tingkah laku agonistik
iuitas yang berhubungan
:
":e,';) t'
r:1ir
,:.Sl:
& ,.
tau upaya rekonsilasinya. rn ancaman mimik muka engan kekalahan lawan.
m individu lain, disebut tingkah laku mengancam
b png dapat
mengurangi (Wilson L975). 4ra
cln tingkah laku
yang
hhian, kecuali jika satwa nelawan (kalah) dengan nock. Ciri tingkah laku *e arah lawan, terkadang taring, dan sikap tubuh
Gambar 3.1 Tingkah laku mengancam (atas); saling mengancam dan bersiap melakukan perkerahian antara jantan dewasa monyet ekor panjang (bawah) Tingkah laku agresif secara umum terjadi pada jantan dewasa dan jantan pradewasa. Namun demikian, tingkah laku agresif terjadi pula pada betina dewasa, antara jantan dan betina dewasa bahkan dengan individu yang masih muda. Konflik yang terjadi setelah terjadinya tingkah laku agresif, biasanya diselesaikan dengan rekonsiliasi antara satwa yang terlibat. Tingkah laku agresif terjadi karena beberapa faktor penyebab, diantaranya
persaingan untuk memperebutkan sumber pakan, pasangan, hierarki, maupun untuk mempertahankan daerah kekuasaan dari gangguan kelompok lain. Persaingan mendapatkan pasangan dan sumber pakan merupakan dua hal paling sering terjadi di dalam kelompok (intragroup interaction). Pada satwa primata yang memiliki daerah teritori, tingkah la ku agresif terjad i sebaga i u paya mem perta hankan wilayahnya, terutama daerah inti (core areo). Teritori akan dipertahankan secara aktif oleh suatu
kelompok terhadap gangguan kelompok rain (intergroup interaction) karena merupakan lokasi sumber pakan, pohon rtdur (steeping trees), dan tempat untuk berlindung. pada saat mempertahankan teritori, tingkah laku agresif yang terjadi bukan merupakan persaingan individu, melainkan untuk kepentingan kelompoknya. Entong lskondor don Rondoll
il
C Kyes
ho
B f
^-
!--.""
lr
;.'
: t,
I
'&'
i,.
"'s
.l-!F'
q -.^*-
{;
"-&
I
rri
r&
'*
Hewan Model Satwa primata Macoco fosciculoris
b. Tingkah laku submisif Tingkah laku submisif adalah tingkah laku yang ditunjukkan individu kalah (tunduk) terhadap individu dominan untuk menghindari konflik atau mengurgngi ketegangan yang terjadi. Tingkah laku submisif muncul sebagai upaya rekonsiliasi antara individu yang terlibat dalam tingkah laku agonistik. Upaya ini biasanya menurunkan ketegangan setelah terjadinya konflik. Tingkah laku yang sangat berperan dalam meredakan ketegangan akibat terjadinya tingkah laku agonistik adalah grimoce dan lipsmock. Dua tingkah laku tersebut selalu ditunjukkan oleh satwa kalah terhadap satwa dominan
pada monyet ekor panjang dan Genus Mocaco lainnya sebagai upaya rekonsiliasi. Rekonsiliasi ditandai oleh jantan dominan mendekati jantan lawannya disertai mengangkat kedua alis ke atas, sedangkan lawannya menatap mata jantan dominan, lipsmack dan menyentuh kelamin jantan dominan (cords dan Aureli 1993). Tingkah laku lipsmack dalam proses rekonsiliasi kadang-kadang diikuti oleh tingkah laku menelisik yang dilakukan oleh individu dengan posisi hierarki lebih rendah.
dewasa dalam satu ke xelompok yang ditentr pakan. Semakin melirn: kelompok,
Satu individu bisa d lke secara konsisten men-' adanya perlawanan da' jantan dominan dalam mendapat makanan darDeran jantan
dominar
'
dan dalam mengoni' pengertian umum tenta
1) 2)
posisi hierar<
satu individu ^ tanpa adanya:
3)
memiliki prio' tempat hdur
4) 5)
bersifat dinan-
jantan dom -, mengurang
kc
Berdasarkan pengerha' <eliru tentang domina r.
ndividu dengan tubui Gambar 3.2 Tingkah laku grimoce (kiri), dan grimoce yang dilakukan karena ancaman darijantan lain pada monyet ekor panjang (kanan) (Foto kanan: Randall Kyes)
c. Dominansi Konsekuensi dari pola hidup berkelompok adalah terjadinya interaksi antara individu didalam kelompok maupun di luar kelompoknya. Monyet ekor panjang yang menganut sistem sosial banyak jantan-banyak betina (multi males-multi females) dipimpin oleh seekorjantan dewasa, beberapa jantan dewasa, banyak betina dewasa dan anak-anaknya. Jumlah jantan
@il.
Entang lskondor don Ronoclt
C Ky,es
ndividu dominan (ia n:a' dominan adalah satll'a cada jantan; dan 6) do-
Faktor yang memeng: <elompok, ditentukan a'
1) 2) 3)
jenis kelan"ir umur;
interaksi
di
c
perebutan mal,
4) 5)
lama di dalam
.
posisi sosia I in c
Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang (Mocaca fasciculoris)
di penangkaran
r yang ditunjukkan individu t untuk menghindari konflik ilgftah laku submisif muncul gterlibat dalam tingkah laku eGgangan setela h terjad inya
eredakan ketegangan akibat
redan lipsmock. Dua tingkah lah terhadap satwa dominan
mco lainnya sebagai
upaya
t dorninan mendekati jantan E atas, sedangkan lawannya n rnenyentuh kelamin jantan b,kl.t lipsmack dalam proses tglah laku menelisik yang i lebih rendah.
I
dewasa dalam satu kelompok tergantung pada besar kecilnya ukuran kelompok yang ditentukan salah satunya oleh ketersediaan sumber pakan. Semakin melimpah sumber pakan, semakin besar ukuran suatu kelognpok.
Satu individu bisa dikategorikan dominan jika individu tersebut bisa secara konsisten menunjukkan sikap agresif kepada individu lain tanpa adanya perlawanan dari individu yang diserangnya. Keuntungan menjadi jantan dominan dalam kelompok adalah memiliki prioritas utama untuk mendapat makanan dan pasangan. Peran jantan dominan sangat penting dalam menjaga stabilitas kelompok
dan dalam mengontrol pola pergerakan kelompoknya.
Beberapa
pengertian umum tentang dominan adalah:
1) 2)
posisi hierarki individu dalam kelompok sosial;
satu individu menunjukkan sikap agresif terhadap individu lain tanpa adanya perlawanan;
3)
memiliki prioritas utama terhadap makanan, pasangan, dan tempat tidur;
4)
bersifat dinamis; serta
s)
jantan dominan berperan dalam menjaga kestabilan dan mengurangi konflik di dalam kelompok.
Berdasa rkan pengertia n dominansi tersebut, masih terdapat pemahaman
keliru tentang dominansi, yaitu: 1) dominansi berdasarkan ukuran tubuh.
- :".oce yang dilakukan : ::: monyet ekor panjang
lndividu dengan tubuh paling besar adalah dominan; 2) posisi sebagai individu dominan (jantan o) adalah permanen; 3) bersifat linier;4) individu dominan adalah satwa paling agresif; 5) hierarki dominan hanya terjadi pada jantan; dan 6) dominansi dapat diwariskan.
Faktor yang memengaruhi status dominan, satu individu
di
dalam
kelompok, ditentukan antara lain:
.
:: : h terjadinya interaksi -;'
: - . :.r .antan-banyak betina '. -ta n dewasa, beberapa '. : -
:. -:-a
1)
jenis kelamin;
2)
umur;
3)
interaksi
di
dalam kelompok (penyerangan, pengambilan/
perebutan makanan); 4)
lama didalam kelompok; dan
s)
posisi sosial induk.
Entong lskandor dan Randall
C Kyes
ho
Hewan Model Satwa Primata
Mocaca foscicularis
Monyet ekor panjang dikenal sebagai spesies yang menganut sistem hierarki kuat (Thierry 2000). Hierarki dominan bersifat linier tidak hanya terjadi pada monyet ekor panjang, tetapi terjadi juga pada Macaco ossamens-is dan pada sebagian besar 6enus Mococa (Bernstein dan Cooper
meningkatkan ikata laku afiliatif terdap dalam mempererat tingkah laku menell
1999; Fori'den L982). Hierarki dalam kelompok menentukan kemudahan yang akan diperoleh suatu individu.
a. Tingkah lak
Tingkah laku agonistik bisa dijadikan sebagai salah satu tolok ukur dalam
menentukan dominansi. Posisi jantan dominan (cr male) dalam suatu kelompok bisa diidentifikasi melalui interaksi agonistik dengan jantan dewasa lainnya. Dalam interkasi ini, dapat ditentukan mana pemenang dan mana yang kalah. Jantan dominan memiliki prioritas dalam mendapatkan sumber daya yang terbatas, sedangkan jantan dewasa dengan hierarki terendah hanya memiliki akes sangat terbatas pada sumber daya tersebut. salah satu cara untuk mengidentifikasi satu individu lebih dominan dari individu lain, dapat dilakukan dengan cara mengamati satwa target pada saat melakukan interaksi berikut:
1) 2)
satwa dominan adalah individu yang menang dalam interaksi agonistik, atau pada kondisi lain, satu individu menghindari individu lain;
satwa yang memiliki prioritas pertama dalam memperoleh sumber pakan atau pasangan.
Di fasilitas penangkaran monyet ekor panjang pulau Tinjil, urutan makan didahului oleh jantan dominan yang akan masuk ke dalam kandang untuk mengambil ransum, diikuti oleh jantan dewasa peringkat di bawahnya, betina dewasa, jantan muda, betina muda serta anak-anak (lskandar dan
Santosa 1992).
C.1..2 Tingkah Laku
Afiliatif
Tingkah laku afiliatif dapat didefinisikan sebagai tingkah laku yang menunjukkan sikap bersahabat. Tingkah laku afiliatif tertentu memiliki peran yang sangat penting untuk mempererat ikatan sosial di dalam kelompok. lnteraksi afiliatif tidak saja terjadi antara kelas umur dan jenis kelamin yang sama, tetapi terjadi pada semua tingkatan kelas umur dan jenis kelamin yang berbeda. Jenis tingkah laku afiliatif yang umum pada satwa primata antara lain bersentuhan, duduk berdekatan, menelisik, saling menelisik, dan berpelukan. Tingkah laku afiliatif diyakini dapat
o(.
Entong lskandor don Rondoll
C Kyes
Tingkah laku menel atau kulit kering ya menelisik lebih banr
dewasa lain, jantar (2003), individu yan induk dan anak yan;
Tingkah laku mene
kadang ditemui trn;
hanya dilakukan se dibedakan menjadi
1) 2)
Menelisik
Menelisik
c
Menelisik individu Iain dengan tahapar tubuhnya, Tingkah
1)
membersihkan
individu yang ditelis
pelaku grooming, : serta 4) berperan da individu. Tingkah laku mene Jantan dewasa d: merupakan peneri: tinggi dibandingka r Betina dengan ronr
.
laku menelisik pada untuk mendapatka r laku agonistik (Seyfa
Bab ilt
Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang (Mococo fascicularis)
di penangkaran
esies yang menganut sistem nan bersifat linier tidak hanya
*
terjadi juga pada Mococo
Vococa (Bernstein dan Cooper pok menentukan kemudahan
meningkatkan ikatan setiap individu di dalam kelompok. Dalam tingkah laku afiliatif terdapat tingkah laku yang memiliki peran sangat penting dalam mempererat hubungan antara individu di dalam kelompok, yaitu tinekah laku menelisik (g roomi ngl.
a. Tingkah laku menelisik salah satu tolok ukur dalam inan (a male) dalam suatu ksi agonistik dengan jantan : -: -.i:. mana pemenang dan
' :'
::
:as dalam mendapatkan
-
r:,r,asa dengan hierarki
: :::a
sumber daya tersebut. r individu lebih dominan dari rnengamati satwa target pada
-:nang dalam
-
interaksi
ndividu menghindari
.-.-.
dalam memperoleh a-: Tinjil, urutan makan
-
.re dalam kandang
untuk
:eringkat di bawahnya,
:.
a
k-anak (lskandar dan
=:.gai tingkah laku yang
:'.-.
ahf tertentu memiliki
: :^g
=-
alrf yang umum pada
. :erdekatan, menelisik, .- ,'liatif diyakini dapat
Tingkah laku menelisik adalah tingkah laku membersihkan debu, kotoran atau kulit kering yang rnenempel pada rambut atau tubuh. Tingkah laku menelisik lebih banyak dilakukan oleh betina dewasa baik terhadap betina
dewasa lain, iantan dewasa, maupun anak-anak. shumaker dan Beck (2003), individu yang sering terlibat dalam tingkah laku menelisik adalah induk dan anak yang masih kecil atau antara juvenil dan dewasa.
Tingkah laku menelisik umumnya dilakukan oleh dua ekor satwa, tetapi kadang ditemui tingkah laku menelisik melibatkan tiga ekor satwa atau hanya dilakukan sendiri (Gambar 3.3). Berdasarkan jenisnya, menelisik dibedakan menjadidua:
1) 2l
Menelisik individu lain (allogrooming) Menelisik diri sendiri (autogrooming)
Menelisik individu lain dilakukan oleh satu individu terhadap individu lain dengan tahapan menyentuh, memeriksa, dan membersihkan bagian tubuhnya. Tingkah laku menelisik memiliki manfaat yang sangat penting: 1) membersihkan rambut dari kotoran, kutu, atau parasit di tubuh individu yang ditelisik, 2) memperkuat ikatan antara individu, khususnya pelaku grooming, 3) menurunkan ketegangan, kegelisahan dan stres, serta 4) berperan dalam rekonsiliasi setelah terjadinya perkelahian antara individu. Tingkah laku menelisik sangat jarang ditemukan pada jantan dewasa. Jantan dewasa dengan hierarki paling tinggi di daram kelompok merupakan penerima tingkah laku menelisik dengan frekuensi paling tinggi dibandingkan jantan dengan hierarki rendah (Gumert dan Ho 2oog). Betina dengan ranking rendah lebih memilih untuk melakukan tingkah laku menelisik pada betina dengan ronking lebih tinggl. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan bantuan dari betina yang ditelisik jika terjaditingkah laku agonistik (Seyfarth 19771.
Entang lskondor don Randoll C Kyes
It@
Tlr
Hewan Model Satwa Primata Mococo fasciculoris
I
Gambar 3.3 Tingkah laku menelisik antara monyet ekor panjang dewasa (kiri) antara betina dewasa dan juvenil (kanan)
b. Berdekatan Dua individu bisa dikatakan "berdekatan" (proximity)jika kedua individu tersebut berada dalam jarak 1- meter atau kurang, tanpa adanya anggota
badan yang saling bersentuhan satu sama lain. Tingkah laku proximity biasanya dilakukan pada saat istirahat atau sedang makan. Tingkah laku ini dikategorikan sebagai tingkah laku afiliatif karena dalam tingkah laku ini, umumnya tidak memunculkan sikap agresif. {3
f,t
Gambar 3.5 Tingka h (Foto kir
C.2 Tingkah
i
Lat
-ingkah laku anta'a Gambar 3.4 Tingkah panjang
laku berdekatan lproximityl pada monyet ekor
c. Kontak lstilah "kontak" menggambarkan suatu keadaan di mana dua individu berada dalam posisi yang sangat berdekatan dan anggota tubuhnya saling bersentuhan satu sama lain. Tingkah laku kontak biasa dilakukan oleh semua satwa pada kelas umur dan jenis kelamin yang berbeda. Sama halnya dengan "berdekatan", pada umumnya tingkah laku kontak dikategorikan sebagai tingkah laku afiliatif.
@)il-
Entang lskondor don Rondoll
mempertahankan ke:. seksual pada umumn,,
C Kyes
betina atau perebuta-
jantan bertujuan me-
-nengurangi kesempa:; Brock dan Parker 199 kopulasi, atau beru pa aku menerima dan mr
Bab ill
Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang lMococo fasciculorisl di Penangkaran
r.i*'
..t
'#t
B'' +t
t*..il
monyet ekor panjang dewasa rjuvenil (kanan)
lpraximityl jika
ked
ua
ind ivid u
h.lrang, tanpa adanya anggota
i{*.
r
lain. Tingkah laku proximity Tingkah laku fif karena dalam tingkah laku u sedang makan.
lesif.
Gambar 3.5 Tingkah laku kontak (contactl pada monyet ekor panjang (Foto kiri atas dan kiri bawah: Randall Kyes)
C.2 Tingkah Laku Seksual Tingkah laku antara jantan dan betina dewasa sebagai
.
pada monyet ekor
t=:..^, di mana dua
individu
:::- dan anggota tubuhnya - :<,J kontak biasa dilakukan .:- s kelamin
yang berbeda. laku kontak
.- - - r,/a tingkah
upaya
mempertahankan keturunan disebut tingkah laku seksual. Tingkah laku seksual pada umumnya merupakan tingkah laku afiliatif, tetapi kadangkadang terjadi tingkah laku seksual yang mengarah kepada tingkah laku agonistik karena dalam prosesnya melibatkan pemaksaan jantan atas betina atau perebutan betina antara dua jantan. Pemaksaan seksual oleh iantan bertujuan meningkatkan peluang jantan mengawini betina dan mengurangi kesernpatan betina tersebut dikawinioleh jantan lain (CluttonBrock dan Parker 1995). Jenis pemaksaan seksual meliputi pemaksaan kopulasi, atau berupa intimidasi. Tingkah laku seksual melibatkan tingkah laku menerima dan menolak jantan oleh betina (Houpt 1998).
Entang lskondor dan Rondall
C Kyes
Jte
.h
jr.
tr
Hewan Model Satwa Primata
TI
Macoca fasciculoris
Batasan tingkah laku seksual mungkin saja berbeda antara setiap peneliti
sementara antara be:
tergantung pada spesies, kondisi lingkungan di mana spesies tersebut hidup dan tahapan yang tingkah laku seksual yang ingin diteliti. Tahapan tingkah laku seksual ditandaidengan betina menunjukkan bagian belakang tubuhnya (hihdquarter present), iantan mendekati betina, memeriksa daerah kelamin betina {genitol inspect), jantan menaiki betina, jantan memasukkan alat kelaminnya (intromission), mendorong dan menarik (thrusting), dan diakhiri dengan jantan turun dari betina. Tahapan tingkah laku seksual tersebut tidak selalu seluruhnya dilakukan tergantung kedua satwa pelakunya. Tahapan tingkah laku seksual menurut wood-Gush (L983) adalah sebagai berikut:
intensitas agonishk
1) 2l
masa berdekatan (courtship); kopulasi:
a) b) c) d) e)
menaiki betina, memasukkan alat kelamin (intromission),
a
menjelaskan bahwa ika akan selalu berada
Pada sebagian
di.
Gen,
pembengkakan dan
Pembengkakan dan p, dan dipengaruhi oleh ' Tingkah laku seksua
r
sama tetapi bisa pu
a
tingkah laku seksualan penangkaran dengan n
tingkat keberhasilan y. betina M. nemestrino nemestrino dan betr na
mendorong dan menarik alat kelamin (thrusting), ejakulasi, serta
turun.
Pada saat monyet ekor panjang melakukan aktivitas seksual, jantan secara umum bertindak sebagai pengambil inisiatif. Tingkah laku yang
membedakan individu pengambil inisiatif dalam tingkah tingkah laku seksual adalah: 1)jantan melakukan pemeriksaan kelamin terlebih dahulu
atau langsung melakukan kopulasi jika mendekati betina; 2) betina, umumnya ditandai dengan memperlihatkan bagian belakang tubuhnya jika memancing jantan untuk melakukan tingkah laku seksual (lskandar et ol. 19981. Jika jantan melakukan pemeriksaan kelamin betina terlebih dahulu, sering kali terjadi jantan tidak melanjutkannya dengan menaiki betina dengan demikian tingkah laku seksual tidak terjadi. seekor jantan dewasa monyet ekor panjang bisa mengawini lebih dari satu betina dewasa yang ada di dalam kelompoknya. perbandingan jantan dan betina dewasa di alam berkisar antara 1:2 sampai 1:3, sedangkan di penangkaran, satu ekor jantan bisa digabungkan dengan lebih dari tiga ekor betina. Pada kelompok banyak jantan-banyak betina, persaingan untuk dapat mengawini betina tidak dapat dihindari. Posisi hierarki jantan di dalam kelompok akan berpengaruh dalam persaingan tersebut. Terjadinya ikatan
@t
Entong lskondor dan Rondoll
C Kyes
"
' L*s'+-{
Gambar 3.6 Betina m
melakuka r
menaiki br
Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang lMocaca
Bablll Gf.i fasciculorisl
{;
diPenangkaran lt
/., x{
:-:=13 sntara setiap peneliti ^.ana spesies tersebut :-= ^gin diteliti, Tahapan - -. - ((an bagian belakang :=.: ": oetina, memeriksa - -:raiki betina, jantan mendorong dan menarik l, ilari betina. Tahapan tingkah
dilafu kan tergantung kedua B.ual menurut Wood-Gush
ai
-
sementara antara betina siap kawin dengan jantan dapat menurunkan intensitas agonistik antara sesama jantan. Napier dan Napier (1995) menjelaskan bahwa ikatan ini dapat terjadi selama betina siap kawin. Jantan akan selalu berada disekitar betina untuk mengawasi pasangannya.
Pada sebagian Genus Mococo, betina siap kawin menunjukkan dan perubahan warna kulit di sekitar alat kelamin.
pembengkakan
Pembengkakan dan perubahan warna kulit tersebut bersifat sementara dan dipengaruhi oleh hormon estrogen dalam darah (Zappler 19721. Tingkah laku seksual tidak hanya terjadi pada spesies satwa primata yang
sama tetapi bisa pula terjadi antara spesies yang berbeda. penelitian tingkah laku seksual antara pasangan M. Nemestrina dan M. fasciculoris di penangkaran dengan masing-masing terdiri dari empat pasangan, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi pada pasangan jantan M. fosciculoris dan betina M. nemestrino (75%1, sedangkan pasangan sebaliknya Uantan M. nemestrina dan betina M. fosciculors), hanya 25% (lskand ar et ol.1g9g).
^-
lh rusting),
.: r' tas seksual, ;
::'
jantan Tingkah laku yang
*:ngkah tingkah laku .r: a min terlebih dahulu
::.r:: betina; 2) betina, :,: :r belakang tubuhnya .' axu seksual (lskandar ,- .r: amin betina terlebih -:.i.a1nya dengan menaiki dak terjadi.
bisa mengawini lebih dari
; ,,i
*$
"*-{qr.1
knya. Perbandingan ja ntan l sampai 1:3, sedangkan di ran dengan lebih dari tiga
::'sa ngan untuk dapat - -.'arki jantan di dalam :
=': : : ut. Terjadinya ikatan
Gambar 3.6 Betina melakukan hindquarter present (kiri atas), jantan melakukan genitol inspect (kanan atas), jantan M. fascicularis menaiki betina (bawah) (Foto kiri dan kanan atas: Randall Kyes)
Entong lskandor don Rondoll
C Kyes
ho
'*
f :;'
L.F
-
"s' nF
-{:{
*.:
!h.
&*
Hewan Model Satwa Primata Mococo fosciculoris
C.3 Tingkah Laku Bermain
i8,9%), serangga (4,1
Tingkah laku bermain umumnya dilakukan oleh satwa pada kelas umur juvenil dan anak. Fagen (1981) mengidentifikasi tingkah raku bermain hanya terladi pada juvenile, sedangkan Thor dan Holloway (19g4) menyimpulkan bahwa tingkah laku bermain akan mencapai puncaknya pada saat satwa mencapai kelas umur juvenil.
dan kepiting (Payne
Jantan juvenil biasanya bermain dengan sesama jantan juvenil, walaupun kadang kadang terlihat jantan dan betina juvenil bermain bersama. cara
bermain jantan juvenil cenderung lebih keras dan kasar dibandingkan dengan betina juvenil (rough and tumblel. pada monyet ekor panjang dan kemungkinan pada Genus Macoco lain, jantan dewasa sesekali bermain dengan anak atau juvenil. Hal ini dilakukan sebagai proses pembelajaran bagi anak atau juvenile.
ni adalah vertebrat;
r
diidentifikasi juga m Kalimantan Timur (Str oportunis, mereka a k di sekitarnya (Fitting pakan yang dapat r satwa primata yang c memilikisumber pak,
Tingkah laku
mak,
memasukkannya ke satwa tersebut mene oesar satwa primata :nggi. Pada monyet persentase kedua ter
aktivitas monyet e<: makan (18,78%1, t,c
cermain (10,50%\, ';,,4,78Yo1.
Gambar 3.7 Tingkah laku bermain (atas) dan bermain kasar (rough and tumblel (bawah) pada jantan juvenile monyet ekor panjang (Foto kanan atas: Randall Kyes)
C.4 Tingkah Laku Makan Monyet ekor panjang termasuk ke dalam satwa frugivora karena proporsi terbesar sumber pakannya adalah buah. Komposisi pakan monyet ekor panjang (Yeager 1996) terdiri atas buah (66,7%1, daun (I7,2%), bunga
@t-
Entong lskondor don Rtndcll
C Kyes
Gambar 3.8 Tingkan
ekor par
Bab lll
Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang lMococa fasciculorisl di Penangkaran
rsirtwa pada kelas umur si tingkah laku bermain r dan Holloway (1984) an mencapai puncaknya ntan juvenil, walaupun ermain bersama. Cara rn kasar dibandingkan Dorryet ekor panjang dan
lwasa sesekali bermain gai proses pembelajara
n
..{
B'
r,#
{8,9%), serangga (4,1%1, dan lain-lain (3,2%1. Sumber pakan lain spesies ini adalah vertebrata dan invertebrata, seperti serangga, telur katak, dan kepiting (Payne dan Francis 1998; Son 2003). Monyet ekor panjang
diidentifikasi juga mengonsumsi ikan di daerah Sumatera Utara dan Kalimantan Timur (Stewart et o1.20081. Spesies ini dikenal sebagai spesies oportunis, mereka akan berusaha mengekploitasi sumber daya yang ada di sekitarnya (Fittinghoff dan Lindburg 1-980). Berdasarkan keragaman pakan yang dapat dikonsumsi, monyet ekor panjang adalah spesies satwa primata yang dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang memilikisumber pakan yang kurang memadai.
Tingkah laku makan diawali saat satwa mengambil makanan, memasukkannya ke dalam mulut, mengunyah, dan berakhir pada saat satwa tersebut menelan makanannya. Tingkah laku makan pada sebagian besar satwa primata merupakan tingkah laku yang memiliki persentase
tinggi. Pada monyet ekor panjang di alam, tingkah laku makan memiliki persentase kedua terbesar setelah bergerak (Hambali et ol. 2OL2l. Pola aktivitas monyet ekor panjang di alam terdiri atas lokomosi (20,27%), makan (78,78%), tidak aktif (L7,05%), menelisik (groomingl (L0,84%1, bermain (L0,5O%), bersuara (L0,36%), kawin (7,42%l daa berkelahi (4,78%).
si L{ --: r kasar (rough and =
*cnyet ekor panjang
ugivora karena proporsi sisi pakan monyet ekor ), daun (17,2%), bunga
Gambar 3.8 Tingkah laku makan (atas)dan istirahat (bawah) pada monyet ekor panjang
Entang lskandor don Rondall
C Kyes
jt@
Tini
Aktivitas mencari makan (foroging) dimulai pada saat monyet ekor panjang bergerak dari pohon tidur pada pagi hari sampai kembali ke pohon tidur pada sore hari. Dalam melakukan jelajah hariannya (doy range), beragam tingkah laku terjadi baik dilakukan sendiri (makan, istirahat, lokomosi) maupun tingk?h laku yang terjadi karena adanya interaksi sosial (afiliatif dan agonistik).
3)
apakah pengayaa' memenuhi kebutr.r'
stres atau tidaknya pengamatan fisik s, 4)
mempelajari tingk, suatu obat atau ni
tertentu.
D. Tingkah Laku
Monyet Ekor Panjang di
Penangkaran Beragam tingkah laku satwa primata yang kita ketahui pada saat ini umumnya diperoleh dari hasil penelitian di penangkaran atau di laboratorium. Namun demikian, tidak sedikit peneliti yang melakukan penelitian tingkah laku satwa di habitat alaminya dengan berbekal waktu, kesabaran, dan dana yang lebih memadai. Tingkah laku satwa di alam menjadi tolok ukur dalam merancang fasilitas
penangkaran yang lebih sesuai bagi spesies satwa primata yang akan ditangkarkan. Melalui penelitian tingkah laku di fasiliatas penangkaran atau laboratorium dapat memberikan pemahaman bagaimana satwa yang
berada dalam fasilitas tersebut terpenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah satwa tersebut sehat atau sakit, nyaman atau tidak di dalam kandang, dapat dijawab melalui pemahaman tersebut. Kondisi satwa di dalam penangkaran sangat berkaitan dengan bentuk dan ukuran kandang, lokasi penangkaran, cara pengandangan, kecukupan jumlah dan nutrisi pakan, serta pengayaan lingkungan (e nv i ro n me nto I e n ri ch m e ntl. Mengapa kita mempelajari tingkah laku satwa primata di penangkaran? beberapa penjelasan untuk pertanyaan tersebut, antara lain:
1)
dapat dipahaminya kondisi satwa, apakah dalam kondisi sehat atau sakiU
2)
apakah ukuran kandang dan pakan yang disediakan telah mencukupi kebutuhan satwa yang dipelihara? Ukuran kandang spesies satwa primata berdasarkan bobot badan bisa merujukke committee on core ond use of loborotory animals (1985);
@t-
Entang lskandor don Rondoll
C Kyes
Tingkah laku satwa p gambaran tingkah la ku keragaman tingkah le. 1) ukuran dan bentu. cengandangan (indiv:
terjadinya tingkah
la kL,
Secara umum, tingkat
aboratorium sama ce' :erdiri dari tingkah a( yang dilakukan secara Ciidentifikasi baik d:
alaminya akan mempe' bisa menghasilkan sat.
aku umum pada mor Cari setiap tingkah laku
Bab ilt Laku Monyet Ekor Panjang (Mococa fascicularis) di Penangkaran
ila saat monyet ekor panjang
3)
pai kembali ke pohon tidur mrrya (doy range), beragam makan, istirahat, lokomosi) rrya interaksi sosial (afiliatif
r Panjang di 3 kita ketahui pada saat n di penangkaran atau di
t peneliti yang melakukan ya dengan berbekal waktu, dalam merancang fasilitas satura primata yang akan r di fasiliatas penangkaran '
nan bagaimana satwa yang
hrtuhan dasar
hidupnya.
Ersebut sehat atau sakit, avab melaluipemahaman sangat berkaitan dengan ran, cara pengandangan, r
n
pengayaan lingkungan
primata di penangkaran? t, antara lain: dalam kondisi sehat atau
apakah pengayaan lingkungan pada fasilitas penangkaran telah memenuhi kebutuhan aktivitas satwa? Hal ini bisa diidentifikasi dari stres atau tidaknya satwa yang berada di dalam penangkaran melalui pengamatan fisik satwa secara langsung;
4)
mempelajari tingkah laku satwa primata dapat dilakukan untuk uji suatu obat atau merupakan bagian penting dari penelitian biomedis
tertentu.
Tingkah laku satwa primata di penangkaran seyogianya merupakan gambaran tingkah laku satwa primata di alam. Faktor yang memengaruhi keragaman tingkah laku satwa primata di penangkaran, antara lain: 1) ukuran dan bentuk kandang, 2) ienis dan jumlah pakan, 3) sistem pengandangan (individu, berpasangan, berkelompok), 4) suhu, 5) kondisi lingkungan dan 6) pengayaan lingkungan. pengelolaan tingkah laku di penangkaran merupakan suatu upaya pendekatan tingkah laku cengan tujuan meningkatkan keragaman tingkah laku, meningkatkan celuang terjadinya tingkah laku alami dan mengurangi tingkah laku abnormal. Tujuan utama dalam manajemen tingkah laku (Novak dan Suomi 1988) adalah untuk mendapatkan satwa dalam kondisi fisik yang oaik, menunjukkan beragam tingkah laku khas sesuai spesiesnya, tahan terhadap stres, dan mudah pulih (secara tingkah laku dan fisiologi)setelah rerjadinya tingkah laku agonistik. Secara umum, tingkah laku monyet ekor panjang
di penangkaran atau aboratorium sama dengan tingkah laku monyet ekor panjang di alam, :erdiri dari tingkah laku sosial (afiliatif dan agonistik) dan tingkah laku iang dilakukan secara individual. Jenis-jenis tingkah laku yang dapat liidentifikasi baik di penangkaran/laboratorium maupun di habitat alaminya akan memperkaya perbendaharaan jenis tingkah laku sehingga oisa menghasilkan satu daftar tingkah laku yang lengkap. Jenis tingkah aku umum pada monyet ekor panjang di penangkaran dan pengertian :ari setiap tingkah laku dapat dilihat pada Tabel 3.1.
ndlakan telah mencukupi n kandang spesies satwa ujuk ke committee on core
Entong lskondar dan Randoll
C Kyes
ho
Tlr
Hewan Model Satwa Primata Mocaco fosciculoris
I
Tabel 3.1 Jenis dan pengertian tingkah laku monyet ekor panjang di
Tabel 3.1 Jenis dan
i
pena ngka ra
3. Tifigkah,liblku Seksu
ilHle,nn$nd,$lmgknnl*{l)Hl{iii:h"ike'demn;;m$mhuka
Melganlcarn Mengejar,
iii,,
t''''
:::..::
.ri!i.
I
"
lrtrttr,l
Menyerang'.l
Berkelahi,
..-
tangan afah..]awan trEttik,melaku'knflr
panlrnra*gan':(p:ai*ejfil$i$lll|),l1,111ti,l;,1,1y$,l;1;.,,
,.,,,r,,
proses berfeiafri ,niin, dua individu atau lebih dengan cara mencengkram, mencakar, dan menggigit lawpn
Betrn ,
KCIAN
Rngk
inspect
Janta deng
men(
g$igit:anggota,,tuhuh:,,1ndi,V;idg|lf,,ip11il:iillt1ltiltit1iirli1lltlitlti|itiiii;l,i1ltlritliililiiiiiiri
lrP,enlr$fliffitmiuririiffi.cll$lilil,HHfiilte
present
Genitol
Menampar bagian tubqh iawan menggunakan satu
Mena,mpar rr -r-,r I r,
]
untuk menunjukkan taringnya disertai tatapan mata tajam ke arah lawan gerlaii mengejar individu lain
Me
Mefi$gi$it
mulut
.quqrter
Htnd
Menaiki lntromisi . lnrusfing
Janta Janta Gera
i
oilaKr
:
Ejakulasi
Kelua
Turun
Janta
4. Ting**h La,ku Sermi
Menarik kedua bibir. ke samping dan memperlihatkan gigi dan gusi kepada individu lain yang dianggap memiliki posisi (hierarki) lebih tinggi Menggerak-gerakkan bibir atas dan bawah secara cepat terhadap individu lain yang dianggap memiliki hierarki lebih tinggi
;i:::il,il:i,i,llJil:,llt;i 1I,i1,,irlti1111r,11ltliuiitil,rliiil11tiillii
E{:p,g ',dEk
Rough and
tumble
Cara saling
i
5. TirtgkHh E*ku Abnor
5tereatyptc Mencabuti rambut
IINSK
oa la lr thn;,
Dua individu berdekatan dalam jarak 1m atau kurang, tanpa adanya anggota tubuh yang saling bersentuhan
Menggigit jari tangan atau
KohfiAftiii|iiil"iltrl
Dua individu saling berdekatan dan anggota tubuh keduanya saling bersentuhan satu sama lain
6. TingkCh,Laku Lain
:M-ntahiFrriii
Satu individu menyentuh anggota badan individu lain
Makan
lHglrffilfHnf;lfriili 'll,ll,, irr!; iiirrri..irr,rrijrrrr1lii1111l,1,i1"1,,
''..1.''::::.:'!l'li.i::::.il'lil;iiiiiiilliii
MbfiP,t* iuiltil lrlrrlrrlrrr,rrrllrririiiliirrrirr)iilitrrriii$rlllrriljlilrrlr
,rut,,*$,$.llif
ii.ktitrlliliiiitr
{rstrffihlll{$ffilllr
,
::::::::::
::,':::::
:,:::::
Ittll.fi,nelli;fi,#m#
@(
lndividu merangkul atau memeluk individu lain secara ventro-ventra I ata u lateral Membersihkan badan atau rambut individu lain (allogroomingl, membersihkan badan atau rambut sendiri (outo-grooming\ Melarikan diri atau meninggalkan lokasi dari individu dominan
Entang lskondar don Rondoll
C Kyes
ka
lndil,'
ki
lstirahat Lokomosi
Meng maka Diam
dudui Melal
Mencarimakan Berge {foragiAg't jelajal
Bab lll
iingkah Laku Monyet Ekor Panjang
..- *:ryet
ekor panjang di
,rr*;r{:::::l:::)
Tabel 3.1 Jenis dan pengertian tingkah laku monyet ekor panjang di penangkaran (lanjutan) I
3.
i :e;an, membuka mulut
i-,a
:,..
Hind auarte, ':::::-:-' "''
present
dlsertai tatapan mata
r
-
fingkah Laku Seksual
^.,1-i^ iOlll
ei
=:'renggunakan
:?-
satu
a,,{an untuk melakukan
-: ,;,cju atau lebih dengan e\:' oan menggigit lawan .=
;1;;1i[$..',,,:1,;;ffi
,i!;;;ffi
ii1ffi',1,
ffi lfrg:,.'.,.tffil[[
menunjukkan bagian belakang tubuh (daerah _t.,fin, kelamin) untuk mengundangjantan melakukan tingkah Iaku seksual
Jantan melakukan pemeriksaan daerah kelamin betina Genitol inspect dengan cara mengangkat ekor betina, meraba, dan mencium kelamin betina Menaiki Jantan menaiki tubuh betina Intromisi Jantan memasukkan alat kelaminnya Thrusting Ejakulasi I
Gerakan mendorong dan menarik alat kelamin yang dilakukan jantan Keluarnya sperma janta n Jantan turun dari tubuh betina
UTUN
4,$tffi#
*f#'=1fiffi
,",,;,;,iffi|11,,,,,,,,',
-;i1ll1iiil'
r-: rg cjan memperlihatkan
Rough and
Cara berrnain juvenil yans cenderung kasar; seperti
:-
tumble
saling gigit dan saling cakar
--
'
=lyangdianggap
- -^-^i ' 'bo'
=:=5 oan bawah secara
- :z"Z dianggap memiliki ;:
=-
Tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang
Mencabuti rambut
lndividu mencabuti rambut sendiri
tangan
atau
dalam kurun waktu tertentu
lndividu menggigitijari tangan atau jari kaki
sa:J sama lain
:-3g3ra badan individu lain -=-eir< individu lain secara
- ="i3Jt individu lain(atlor :adan atau rambut sendiri =.::
c+^-^^*..-;5tereotvDtc
arak 1 m atau kurang,
-^ ,:19 saling bersentuhan ::::- aan anggota tubuh '=-
5. Tintkah Laku Abnormal
(a.r iokasi dari individu
Makan
Mengambil, menggigit, mengunya"h, dan rnenelan
lstirahat
Diam ditempat, umumnya dilakukan dengan cara duduk atau berbaring
Lokomosi
Melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain
makanan
r"vlencarimakan Bergerak untuk mencari makan di dalam wilayah torogingl jelajahnya
Entong lskandar dan Rondoll C Kyes
fr@
Tingi
Hewan Model Satwa Primata Macaco foscicularis
D.1 Tingkah Laku Abnormal Tingkah laku abnormal monyet ekor panjang secara umum hanya terjadi di penangkaran atau laboratorium. Tingkah laku abnormal ini muncul karena satwa-telah ditempatkan di penangkaran, laboratorium atau kebun binatang dalam waktu yang lama, dikandangkan sendiri, tidak ada kontak visual atau auditori dengan satwa lain, kandang terlalu sempit, dan tidak ada atau tidak memadainya pengayaan lingkungan. Menurut Erwin dan Dani (1979), tingkah laku bisa dikategorikan abnormal jika tingkah laku tersebut secara kualitatif berbeda, yakni terjadi di penangkaran atau laboratorium, tetapi tidak secara khusus terjadi di alam.
Tingkah laku abnormal bisa dijadikan sebagai indikator bahwa satwa yang berada di dalam lingkungan penangkaran, laboratorium atau kebun binatang menderita secara psikologi (Rollin 2006). Tidak adanya kontak sosial terutama terpisahnya dari induk, merupakan faktor penyebab berkembangnya tingkah laku abnormal pada chimpanzee di penangkaran (Martin 2002). Jika sistem pengandangan kurang baik, maka akan muncul tingkah laku abnormal, seperti munculnya stereotypic behavior (dikenal juga dengan istilah stereotypies), yaitu tingkah laku tertentu yang dilakukan secara berulang tanpa adanya manfaat yang jelas (Mason 199L; Shepherdson 1-993); yang disebabkan oleh gangguan sistem saraf, atau frustasi (Mason 2005). Tingkah laku tersebut merupakan tingkah laku abnormal yang terjadi secara luas di laboratorium penelitian di USA (Laule 1993, Mason dan Latham 2004). Beberapa contoh Stereotypic behovior antara lain, tingkah laku berjalan bolak-balik, melompat berulangulang, jungkir balik, menggoyang-goyangkan badan, mencabuti rambut, menghisap jari, dan menggigit jari tangan atau kaki. Enam tingkah laku abnormal ditunjukkan oleh sebagian besar chimpanzee yang berada di kebun binatang adalah memakan feses, menggoyang-goyangkan badan, menelisik secara berulang-ulang, menepu k-nepuk a lat kelamin, mu nta hmuntah, dan meraba-raba puting (Birkett dan Newton-Fisher 201,L). Selain itu, disebutkan pula bahwa terdapat dua tingkah laku abnormal lain yang dilakukan sebagian chimpanzee di lokasi tersebut adalah mencabuti rambut dan memukul dirisendiri.
n
If 'if
'I
IE
F
Gambar 3.9 Tingkah
',e
pa nja ng
Monyet rhesus yang
be
ringkah laku abnorma diakibatkan oleh tinda< gangguan sebelumnya
a
Mason 1977). Penyim: yang paling umum dite'
Para peneliti telah lam lama diisolasi, khususn,,, juvenil, akan mengaki b; diantaranya melukai d I r
demikian, tindakan me primata yang dibesarka oleh rasa frustasi atau < Penyimpangan tingka
h
terjadi pada satwa Prin pada Genus Mococo. 1 salah satu spesies gibbo
2004). Sekita r 1,0-1.4% melakukan tindakan mr
@(-
Entang lskondar dan Randoll
C Kyes
Bab
il
Tingkah Laku Monyet Ekor panjang (Macoca fasciculorisl
di penangkaran
.., B'
*.$
E secara umum hanya terjadi ft laku abnormal ini muncul ilrgkaran, laboratorium atau kandangkan sendiri, tidak ada n, kandang terlalu sempit, dan n lingkungan. Menurut Erwin prikan abnormal jika tingkah ni terjadi di penangkaran atau jadidialam.
ngai indikator bahwa satwa ran, laboratorium atau kebun t 20O6). Tidak adanya kontak rnerupakan faktor penyebab r cfiimpanzee di penangkaran
rang baik, maka akan muncul stereotypic be h ov i o r (d i kena I
tingkah laku tertentu yang nfaat yang jelas (Mason 1991;
gangguan sistem saraf, atau hrt merupakan tingkah laku rium penelitian di USA (Laule contoh Stereotypic behavior
-balik, melompat berulangn badan, mencabuti rambut, rtau kaki. Enam tingkah laku chimpanzee yang berada di nggoyang-goya ngkan badan, nepuk alat kelamin, muntah: dan Newton-Fisher 201.L). ua tingkah laku abnormal lain si tersebut adalah mencabuti
r
Gambar 3.9 Tingkah panjang
l{
%"t
laku menggigiti jari tangan pada monyet ekor
l'r4onyet rhesus yang berada di dalam penangkaran dapat menunjukkan :ngkah laku abnormal yang secara statistik jarang terjadi di alam,
diakibatkan oleh tindakan membahayakan satwa, merupakan akibat dari
gangguan sebelumnya atau karena penyakit yang mematikan (Mench dan '/ason 1977'). Penyimpangan tingkah laku ini merupakan tingkah laku /ang paling umum ditemukan pada monyet rhesus (Lutz ef ot.2oo3).
)ara peneliti telah lama mengetahui bahwa satwa primata yang telah ama diisolasi, khususnya pada saat satwa masih dalam tahap umur anak/
.;venil, akan mengakibatkan terjadinya tingkah laku abnormal, termasuk :iantaranya melukai diri sendiri (self-injurious behovior, ,slB,). walaupun :emikian, tindakan melukai diri sendiri inipun bisa terjadi pada satwa :rimata yang dibesarkan di lokasi yang tidak terisolasi tetapi diakibatkan :ieh rasa frustasi atau karena faktor lingkungan (Hosey dan skyner 2oo7). )e nyimpa nga n tingka h laku mela I u i tinda ka n mel u kai diri sendi ri u mu m nya
:erjadi pada satwa primata yang ditempatkan di laboratorium, khususnya :ada Genus Mococo. Tindakan melukai diri sendiri ini juga terjadi pada s
a la
h
satu spesies gibb on (Hyl obates pi I e atu s)d i pena ngkara n (skyner et o/.
:104). sekitar 1,0-1,4% satwa primata yang dikandangkan secara individu -elakukan tindakan melukai diri sendiri. semakin awal isolasi lingkungan
Entong lskondar dan Rondall
C Kyes
h@
f
'I
-i
]'
Hewan Model Satwa primata Macaco fasciculoris
Tingk-.
dilakukan dan semakin lama dikandangkan
secara individu maka semakin tinggi pura kemungkinan terjadinya ingkah rrr,, ,"iltr, oiri sendiri (Novak
DAFIAR PUSTAK,
2oo3)' pada kasus rrii, inort m.onyet ,rr".r, inlr.:aco muratto) yang membesarkan anaknya di daram,kandang tertutup menunjukkan tingkah raku merfkai oiri senoirirrr" r"o,r, tirseiiiolntir*tr', induk yang membesarkan anaknya di kandang terbuka 1nomr".t rZii.-rrorl. " Pengandangan secara bersama (berpasangan atau berkerompok) akan mengurangi terjadinya tingkah raku abnormar dan menyaki, diri sendiri, serta meningkatkan peluang munculnya tingkah laku alami seperti bermain, makan, dan menelisk tS.irJro et ot. 1996).
iltmann J. 1,974.
i
3ernstein lS, Cooper Mr. (Macaca ossomensis,, ,
3irkett Lp, Newton_Fisher ,,
Captive, Zoo_LivingCh ^ liutton-Brock TH, parker. G
Anim Behov.49:1345_.
D.2 Tingkah Laku Stres
lommiftee on Care and Ls= Care and Use of Labc."
stres merupakan keadaan biorogis, emosionar, dan tingkah raku yang tidak spesifik tetapi dapat menggrnlg, ataupun mengancam kesejahteraan satwa (Smith dan French fggZ). ntiUat sr be ri m pr i ka si p p e n u ru n a n re ere rcir, nleiss.:TT"Ji: endokrin di daram tubuh (Fowrer ,gggt stres umumnya terjadi pada satwa yang telah berada di penangkaran da-lam waktu
ri,
Health.
lords MJ, Aureli
,rr, ,r*
dengan inim nya pengkayaa n ringku nga n.lika kond isi in i dibia rka i f,e;a nlut, a ka n mengakibatkan muncurnya tinikah raku abnormar pada satwa
tersebut.
:agen R. 19g1. Animot
f:#l [:i[:,_*l J# ron."tl;j#:::;
penampakan fisiknya, antara lain 1) rambut kusam A." wajah yang tegang, terkadang t"rf,rtrn irkuu oan 3)
diare.
,
plc,
i
Press.
:itlinghoff NA, Lindburg DG Macaco fasciculoris. t,n
Ecology, Behovior ond
;";r,
?,Hil',.;"#,:H",i:-_X['ii.*:
i:
and zoos. Newyork, Nr,.
."r*
r,nr;'#:1: plrrurtrn-["il,,"T#
i.993
irwin J, Deni R. 1979. Strar:r abnormal environme._.*s Captivity and behavic,. :
stres tidak hanya terjadi pada satwa di fasiritas penangkaran, tetapi bisa terjadi juga di alam yang oir"u.ur.rn oreh beberapa kejadian, di antaranya, seterah terjadi perkerahian dan adanya
tekanan dari anggota kelompok lain' Jantan monyet ekor panjang yang karah daram perkerahian akan menunjukkan tingkah rrtu Jan ketakutrn ,"t"rrf ierjadinya perkerahian merarui mimik muka dan ,itrpnyr. sikap cemas dan takut terkadang disertai gemetarny; tubuh jantan karah tersebut. lgnsan Betina yang berada di bawah i"t.nrn rain yang rebih dominan atau secara sosiar terisorasi dari kerompoknya, akan menunjukkar yang ditunjukkan dengan cara mencabuti rambutnya pada n.r,rTarorri tertentu' sumber utama penyebab stres adarah
F.
tailed macaques./n pe:e Life History, Developre Oxford University pres:
i:J#il:5,]H;
m
!:
Obseru,a
Behaviour.4g:227_2e
1,82_21,4
:ooden ]
I
I
I
I
I
J.
t-
I.:
.
l,gg2.Taxonomy a :
:
3 species and subspecies Zoologico. 10:j._52.
:owler ME. i.9g9. Zoo and \,r,
Entang lskondar don Rondall C Kyes
:
Sounders Compony. Hln2.
Gumert MD, Ho MR. 20Og coordination of reciproc:: macaques (Mocaca foscic -
@(
,
:
Bab ilt
Tingkah Laku Monyet Ekor panjang (Macoc.o fascicu.larisl di penangkaran
rara individu maka semakin r laku melukai diri sendiri :t rhesus {Mocaco mulatto) ang tertutup menunjukkan
gi dibandingkan induk yang bmmeck et ol.2OO8). n atau berkelompok) akan I dan menyakiti diri sendiri,
hgkah laku alami seperti ,- 1ee6).
DAFTAR PUSTAKA Altmann J. 1974. observational study of behavior: sampling methods. B e h a v i o u r. 49 :227 -265. Bernstein lS, Cooper MA. 1999. Dominance in Assamese macaques (Mococo ossomensis). Am J. primotol. 4g:293-2g9. Birkett LP, Newton-Fisher NE. 2011. How Abnormal ls the Behaviour of Captive, Zoo-LivingChimpanzees? plos One 6: !-7. clutton-Brock TH, Parker GA. 1995.sexual coercion in animal societies. Ani m Behov. 49: 1.345-1365. committee on care and use of Laboratory Animals. 19g5. Guide for the care and Use of Laboratory Animals. usA. us National lnstitutes of
,dan tingkah Iaku yang tidak mengancam kesejahteraan ang telah berlangsung lama rn imun, sistem syaraf, dan
les umumnya terjadi pada m waktu yang lama dengan hi dibiarkan berla njut, akan rnal pada satwa tersebut.
ilibs
penangkaran, tetapi *eh beberapa kejadian, di
,:
:er(anan dari anggota
.: :i- dalam perkelahian ::. ,:,i setelah terjadinya =
S .rap
: -:a
cemas dan takut n ka la h tersebut.
Health.
cords MJ, Aureli
F. 1993. Patterns of reconciriation among juvenilr longtailed macaques./n Pereira ME, Fairbanks LA (eds). Juvenile primotes: Life History, Development, ond Behovio. 271-294. New york (US): Oxford University Press.
Erwin J, Deni R. L979. strangers in a strange land: abnormal behaviors or abnormal environments? ln: Erwin J, Maple TL, Mitchell G, editors.
captivity and behavio; primates in breeding colonies, laboratories, and zoos. NewYork, NY: Van Nostrand Reinhold. p 1-2g. Fagen R. L98L. Animol Ploy Behovior. New york (US): oxford University Press.
Fittinghoff NA, Lindburg DG. i.980. Riverine refuging in East Bornean Macaco fosciculoris. /n Lindburg DG, editor. The Mocaques: studies in Ecology, Behovior ond Evolution. New york: Van Nostrand-Reinhold. 182-214.
':^ unjukkan sikap stress :- , a pada bagian tubuh
Fooden J. L982. Taxonomy and evolution of the sinica group of macaques: 3 species and subspecies accounts of Mococo ossomensis. Fieldiono
:erubahan kehidupan, 3a: lingkungan (Smith .: Ci dentifikasi melalui
Fowler ME. 1999. Zoo and wild Animal Medicine. Ed ke -4. philadelphia:
-
Gumert MD, Ho MR. 2008. The trade balance of grooming and its
:,^'ontok;
,- 3 diare.
2) ekspresi
Zoologico. 10:1-52. Sounders Company. Hlm 220-240.
coordination of reciprocation and tolerance in lndonesian long-tailed m
a ca q u
es (M o co co fo s c i c u I o ri s). p ri m o te s 49 :17 6-1g5.
Entong lskandar don Randall C Kyes
ho
Hewan Model Satwa Primata Mococo foscicularis
Hambali K, lsmail A, Md-Zain BM. 2OL2. Daily activity budget of longtailed macaque (Mococo fosciculorisl in Kuala Selangor Natur Park. lnternotionolJournal of Bosic & Applied Sciences IJBAS{JENS L2:47-52.
Vartin JE. 2002, Earl,, behaviours in resc
Hosey GR, Skyner U. 2007. Self-injurious behavior in zoo primates. /nf J P r i m o to t28 :L43 t-1.437 .
Mason GJ. 1991. Sterer
Houpt KA. 1998. Domestic Animal Behavior for Veterinorions and Animal Scienfists. Amerika Serikat (US): lowa State University Press.
Mason GJ, Latham NF reliable animal we
lskandar E, Farajallah
Mason G. 2006. Sterec
DP, Saputro S, Kyes P, lskandar F, Pamungkas J, Kyes
436. 1_038.
of the longtailed mocaques (mocaco fascicularis) on Bali, lndonesia : Distribution and humon-primote conflict. Manuscript in preparation.
and implications 'r editors. Stereotyp : to Welfore.2nd ec
lskandar E, Mansjoer l, Mansjoer SS, Kyes R. 1998.Studi tingkah laku kawin . pasangan Macaco nemestrina dan M. foscicularis di Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian-lnstitut Pertanian Bofor. Jurnol P ri m oto I og i I n don esi a 2(2): 34-37 .
Vench JA, Mason G,. . welfare. Cambridgr
RC. 2015. Survey
lskandar E, Santosa Y. L992. Habituasi monyet ekor panjang (Macaca fosciculoris) terhadap kandang penangkapan berbentuk labirin di lokasi penangkaran Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. Medio Konservosi lV (11:47-5L. Jolly A. 7985.The Evolution of Primote Behovior.2nd Ed. New York (US): Macmillan Publishing Company. Kyes RC, lskandar E, Farajallah DP, Saputro S, Kyes P, lskandar F, Pamungkas J, (2016). Survey of the longtailed mocoques (mocaco fascicularis) on J av o, I n do n e si a : Distri buti on o n d h u m o n- p ri mote confl i ct. Ma nuscri pt
in preparation.
20L1. Preliminary survey of the (Macoca longtailed macaques fosciculorisl on Java, lndonesia:
Kyes RC, lskandar E, Pamungkas J.
Distribution and human-primate conflict. ln M Gumert, A Fuentes, L Jones-Engel (Eds.). Monkeys on the Edge: Ecology ond Manogement
of Long-toiled Macaques and their lnterfoce with Humons (pe. 6559). New York(US): Cambridge University Press. Laule G. L993. The use of behavioral management techniques to reduce or eliminate abnormal behavior. Anim. Welfare, 4, L-2,8-1.L. Lutz C, Well A, Novak M. 2003. Stereotypic and self-injurious behavior in rhesus macaques: a survey and retrospective analysis of environment and early experience. Am J Primatol 60:1-15.
@(
Entong lskandar don Randoll
C Kyes
Napier JR, Napier PH. i The British Museu.
Novak MA, Suomi S. captivity. Am. Psyc,
\ovak MA. 2003. Sel'- into its etiology,: Primotology 59, 3)ayne J, Francis CM Malaysia: The Saca Rollin B. 2006. Science Press. 304 p.
:
Rommeck l, Anderson K factors and remed rhesus macaques, 72.
Schapiro SJ, Bloomsrn : effects on rhesus rr groups. Appl. Anirr,
Seyfarth RM. 1977.A monkeys. J Theor.
,
E
Sheperdson D. 1993, St eliminated or prever
Bab ill
Tingkah Laku Monyet Ekor panjang (Mococo fosciculorisl
di penangkaran
l: -
achvity budget of long.-a a Selangor r6vt Natur park. trqLut rot Nr :e =' s lJ BAS-IJ ENS !2: 47-52. - : , 3. in zoo primates. /nt J =
MarLin JE. 2002. Early life experiences: Activity levels and abnormal behaviours in resocialised chimpanzees. Animol welfore 1,r: 4L9435.
Mason GJ. 1991. stereotypies a critical review. Anim. Behav. 41,:10151038.
,
e:erinorions ond Animal
--
r,ersity Press.
;":^dar
s
: : -.
:'
F,
Pamungkas J, Kyes fosciculoris) on
.r)ocaco
^ cte conflict. Manuscript
Siuditingkah laku kawin .':s:,culoris di Pusat Studi . - :,: ,ertanian Bofor. Jurnol
--:E
'
=: ekor panjang (Macoco -, :: a n berbentuk Iabirin di
::-
f,andeglang, Jawa Barat.
Mason GJ, Latham NR. 2004. can't stop, won't stop: rs stereotypy a reliable animalwerfare indicator? Anim. wetfare 13, s57-s69. Mason G. 2006. Stereotypic behaviour in captive animals: fundamentals
and implications for welfare and beyond. rn: Mason G, Rushen
editors. sfere oty pic An i mo
I Be h
ovio
Mench JA, Mason GJ.1997. Behaviour. rn: AM c, HB o, editors. Animar welfa re. Ca m bridge: CAB| publ ish ing. pt27 -1.41. Napier JR, Napier pH. 1985.rhe Naturar History of the primotes. London. The British Museum (Natural History).
Novak MA, suomi sJ. 1988. psychorogicar weil-being captivity. Am. psychol., 43, 7 65-773.
of
primates in
Novak MA. 2003. Self-injurious behavior in rhesus monkeys: new insights
into its etiology, physiorogy, and treatm ent. American Journor Primatology 59,3-19.
,:s
) lskandar F, Pamungkas
-::
nococo fascicularis) on
- ;re conflicf, Manuscript
J,
d a me
ntoI s o nd Ap p I icatio ns to Welfare.2nd edition. Wallingford (UK): CABI. p 325_356. u r: F u n
Payne J, Francis cM. 1998. A field guide Malaysia: The Sabah Society.
to the mommals of
of
Borneo.
Rollin B. 2006. science ond ethics. cambridge (UK): cambridge University Press. 304 p. Rommeck l, Anderson K, HeagertyA, Cameron
A, McCowan B. 200g. Risk factors and remediation of self-injurious and self-abuse behavior in rhesus macaques. Journol of Applied Animol welfore Science 12,6r72.
techniques to reduce 4, 1-2,9-11.. and self-injurious behavior in rtive analysis of environment
1-15.
schapiro sJ, Bloomsmith MA, porter LM, suarez sA. 1996. Enrichment effects on rhesus monkeys successivery housed singry, in pairs, and in groups. Appl. Anim. Behav. Sci.,4g,15g_L7L.
seyfarth RM. 1977.4 model of social grooming among adult female monkeys. J Theor. Biol. 65:67
I-699.
sheperdson D. 1993. stereotypic behavior: what is it and how can it be eliminated or prevented? J Assoc. British witd Ani. Keepers,16, 1oo-105.
Entong lskondor don Rondall C Kyes
ho
Hewan Model Satwa Primata Mocaca fasciculoris
Shumaker RW, Beck BB. 2003. Primotes Smithsonian Books.
in Question.
Washington:
N
Skyner L J, Amory JR, Hosey G.2OO4. The effect of visitors on the selfinjurious behaviour of a male pileated gibbon (Hylobotes pileatus). De
r Zool og i sch e
Go
rte n,
7
UN'
4, 38-4L.
Smith TE, French JA. L997. Psychological stress and urinary cortisol excretion in marmoset monkeys {Callitrix kuhlil. Physiol Behav 62(21:225-232. Son D. 2003.Diet of Mococa fascicularis in a mangrove forest.Vietndm Loboratory Pri mate News. 42:!-5.
,tlilr
Stewart A-ME, Gordon CH, Wich SA, Schroor P, Meijaard E. 2008. Fishing in Mococa fasciculoris: a rarely observed innovative behavior. /nt J
Primatol29:543-548.
Thierry B. 2000. Covoriotion of conflict monagement potterns ocross mocaque species.ln: Aureli F. de Waal FBM. Editors: Noturol Conflict Resolution. Berkeley: University of California Press.
Thierry B, Bynum EL, Baker S, Kinnaird M[, Matsumura S, Muroyama Y O'Brien TG, Petit O, Watanabe K. 2000. The Social Repertoire of Su
lawes i m a ca
qu
es. P ri m ote
Re s e o r c h. L6
:203-226.
Thor DH, Holloway WRJr. 1984: Developmental onolyses of sociol ploy behavior
in
juvenilerots. Bull. Pyschon. Soc. 22, 587-590.
O n o i m s o n d m ethod s of eth o logy. Depa rtemen of Zoology, 2O:4tO-433.
Tin bergen N. 1963.
Un
iversity of Oxford.
Walters JR dan Seyfarth RM. 1987. Conflict and Cooperotion.ln Smuts BB, Cheney DL, Seyfarth RM, Wrangham R, Struhsoker ff (eds). Primate Societies. Chicago (US): The University of Chicago Press.
Wilson EO. 1975. Sociobiology: The New Synthe$rs. Cambridge(US): Harvard University Press. Wood-G ush DG M. 1983 . Ele m e nts of Ethology. A Textbook for Ag ricu ltu ra I and Veterinary Students. New York US:Chapman and Hall.
Yeager CP. 1996. Feeding ecology of the longtailed macaque (Macaca fo scicu la ri sl i n Ka i manta n Tenga h, I ndonesia. I nt. J P ri m oto l. L7 (L):51I
62.
Zappler G. L972. A Grosser All-Color Guide. Monkey ond Apes. New York: Grosset and Dunlap Publishers.
@(
Entong lskondar don Rondoll
C Kyes
Makanan merupake sangat diperlukan gizi atau zat makan; dan lemak) dan mil
r
nenunjang proses sel yang rusak. Pe alam ataupun di p rutrien untuk hidul <embang dan reprc 'v4ococo fosciculori: Research Council d dan informasi dari :erwujud buku N utr
r
si buku NRC banyak
rutrien untuk bebe :erancam akan pul .'eeding ecology dan \lonhumon primate. ,umlah kebutuhan r :iperlukan pemaha :erkait dengan man:
Hewan ISBN: 978-979-493-913-0
111111111111111111111111111111 9 789794 939130