DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh : SITI KUSNIYATUS SAYIDAH NIM : 1113032100074
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
ABSTRAK Siti Kusniyatus Sayidah Judul Skripsi : “Doktrin Ketuhanan dan Ajaran Moralitas pada Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro” Suku Samin adalah sebuah kelompok masyarakat adat di Jawa yang tinggal di pedalaman hutan jati Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Komunitas Samin di sini dalam beragama mempunyai prinsip aku wong Jowo, Agamaku njowo (Aku orang Jawa, Agamaku njowo yakni Adam). Agama Adam bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama yang dibawa sejak lahir. Esensi dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan” (tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap) dan diwujudkan dengan aktifitas yang baik. Masyarakat Suku Samin percaya kepada Hyang Kuasa (Yai). Yai bermakna dzat yang memenuhi hajat hidup makhluk, makhluk pun memiliki kewajiban. Jika makhluk memohon hanya kepada-Nya dengan mengheningkan cipta (semedi). Pengakuan masyarakat Samin bahwa dirinya beragama Adam berpegang pada serat Jamus Kalimosodo. Dalam serat Jamus Kalimosodo terdapat salah satu ajaran tentang etika atau moral masyarakat Suku Samin yang tertuang dalam serat Uri-uri Pambudi. Kajian pokok dari studi ini adalah menggambarkan tentang Tuhan dan ajaran Moralitas pada Masyarakat Suku Samin. Selain itu penulis juga ingin menjelaskan bagaimana implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan seharihari. Untuk menjelaskan masalah di atas penulis menggunakan metode kualitatif dengan melakukan pendekatan antropologi agama. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa pandangan tentang Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Suku Samin yaitu, masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat, Tuhan memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak, Tuhan yang mengatur takdir dan kebebasan manusia serta mengakui konsep iman dalam ajaran Masyarakat Suku Samin. Dalam penelitian ini penulis melihat ajaran Suku Samin memiliki prinsip dasar beretika atau bermoral berupa pantangan untuk tidak drengki (membuat fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain), nyiyo marang sapodo (berbuat nista terhadap sesama penghuni alam), pantangan hidupnya dalam berinteraksi adalah bedok (menuduh), colong (mencuri), Pethil (mengambil barang yang masih menyatu dengan alam atau masih melekat dengan sumber kehidupannya), jumput (mengambil yang telah menjadi komuditas di pasar), nemu (menemukan barang menjadi pantangan). Dan prinsip ajaran tersebut masih sangat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci : Suku Samin, Sedulur Sikep, Ajaran Tuhan dan Moralitas, Bojonegoro.
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil „alamin rasa syukur yang setinggi-tingginya untuk Allah SWT yang tak henti-henti menderaskan guyuran nikmatnya untuk kita sehingga sampai detik ini kita masih bisa berdiri tegak dan menikmati kehidupan dengan penuh kebahagiaan. Tak lupa juga salam serta sholawat terus saya lantunkan secara spesial teruntuk manusia tanpa dosa, manusia yang berani mengorbankan nyawa demi merevolusi dunia, dan manusia dengan samudra pengetahuan Nabi Muhammad S.A.W semoga kelak kita termasuk umat yang mendapat syafaat darinya. Selanjutnya penulis haturkan ungkapan terimaksih sebesar-besarnya kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam membantu penyelesaian tugas akhir ini : 1. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah padam dalam melimpahkan kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira, semoga beliau berdua selalu mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT. Bapak Ibu yang selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa yang tulus untuk kesuksesan penulis. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan umur panjang pada mereka. 2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A atas kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
v
3. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Prof. Dr. Ikhsan Tangok, M.A, selaku Wadek I bidang Akademik Fakultas Ushuluddin. Dr. Bustami, M.A, selaku Wadek II bidang Administrasi Umum.
Dr.
M.
Suryadinata,
M.A,
selaku
Wadek
III
bidang
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama dan Dr. Halimah Mahmudy M.A, selaku Sekretaris Jurusan Studi AgamaAgama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik. 6. Dr. Ahmad Ridho, DESA, selaku Penasehat Akademik yang memberikan arahan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. 7. Dr. Hamid Nasuki, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, atas kesabaran dan ketelitiannya dalam membimbing penulis. Beliau yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan kesabaran dalam memberikan arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua guru-guruku mulai dari guru yang mengajari huruf hijaiyyah sampai dengan guru sekarang. 9. Seluruh Staff Akademik Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
10. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini. 11. Kepala Desa Margomulyo dan kepala Suku Samin Mbah Hardjo Kardi yang baik hati telah bersedia mengizinkan penulis untuk penelitian dan menjadi narasumber dalam skripsi ini. 12. Kakak Miftakhul Ulum S.Kom yang selalu memberikan semangat dan motivasi agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2013 yang selalu kompak dan saling menyemangati satu sama lain. 14. Dan kepada semua orang yang saya kenal maupun yang mengenal saya, terimakasih atas ilmu, dan pengalaman yang diberikan. Semoga peran-peran beliau semua mendapatkan imbalan yang sepantasnya dan mendapatkan ridlo dari Allah SWT Amin. Penulis menyadari bahwa sedikit karya tulis ini bukanlah akhir dan puncak dari pencarian ilmu pengetahuan akan tetapi merupakan awal dan pintu dalam mengembangkan karya-karya ilmiah lainnya. Kritik dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna penyempurnaan dan kebaikan karya-karya penulis nantinya. Jakarta, 10 April 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG. ......................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iii
ABSTRAK ....................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. H.
BAB II
Latar Belakang Masalah ....................................................... Batasan dan Rumusan Masalah ............................................ Tujuan Penelitian ................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................... Kajian Pustaka...................................................................... Kerangka Teori..................................................................... Metodologi Penelitian ......................................................... Sistematika Penulisan ..........................................................
SEJARAH MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO A. Pengertian Samin ................................................................. B. Riwayat Pendiri Ajaran Samin ............................................. C. Sejarah Singkat Masyarakat Suku Samin ............................ 1. Tipologi Masyarakat Samin ........................................... 2. Pemilihan Bahasa Masyarakat Samin ............................. D. Letak Geografis dan Demografis Masyarakat Suku Samin . 1. Letak Geografis ............................................................... 2. Kondisi Demografis ........................................................ 3. Kondisi Sosial Budaya ....................................................
BAB III
1 8 9 9 10 17 18 22
24 26 29 30 33 34 34 37 42
AGAMA DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT SUKU SAMIN A. Sejarah dan Pengertian Aliran Kepercayaan ....................... .. .47 B. Agama Adam dalam Ajaran Masyarakat Suku Samin ......... .. 50 C. Konsep Ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo 54
viii
1. Serat Punjer Kawitan ...................................................... 2. Serat Pikukuh Kasejaten ................................................. 3. Serat Uri-uri Pambudi..................................................... 4. Serat Jati Sawit ................................................................ 5. Serat Lampahing Urip ..................................................... D. Upacara dan Ritual dalam Masyarakat Suku Samin ............ 1. Upacara kelahiran ............................................................ 2. Upacara Kematian ........................................................... 3. Berdoa‟a menurut masyarakat Suku Samin .................... BAB IV
DOKTRIN KETUHANAN DAN MASYARAKAT SUKU SAMIN
AJARAN
MORALITAS
A. Konsep Tuhan dalam Ajaran Suku Samin ........................... B. Pandangan Tokoh Agama Suku Samin di Dusun Jepang tentang Tuhan dalam ajaran Samin ...................................... 1. Sifat-sifat Tuhan .............................................................. 2. Kekuasaan dan kehendak Mutlak Tuhan......................... 3. Takdir dan Kebebasan Manusia ...................................... 4. Konsep Iman.................................................................... C. Moralitas Masyarakat Suku Samin ...................................... 1. Melawan Penjajah ........................................................... 2. Perdagangan .................................................................... 3. Pernikahan dan Poligami ................................................. D. Implementasi Ajaran Moralitas Samin terhadap Perilaku Masyarakat Samin dalam kehidupan sehari-hari ................. BAB V
54 55 55 56 56 57 57 58 59
61 63 63 65 67 69 70 71 72 73 74
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... B. Saran .....................................................................................
79 83
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
84
LAMPIRAN ..................................................................................................
87
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 .....................................................................................................
87
Surat Izin Penelitian ......................................................................
87
Surat Bukti Penelitian dari Desa ....................................................
88
Surat Bukti Penelitian dari Suku Samin ........................................
89
Lampiran 2 .....................................................................................................
90
Bukti Wawancara ..........................................................................
90
Lampiran 3 .....................................................................................................
95
Pertanyaan Wawancara..................................................................
95
Hasil Wawancara Mbah Hardjo Kardi ..........................................
96
Hasil Wawancara Bapak Bambang Suyitno ..................................
99
Hasil Wawancara Bapak Karjono Hadi .........................................
101
Hasil Wawancara Bapak Qorib Subagyo ......................................
103
Hasil Wawancara Kang Badrus Sholih .........................................
105
Hasil Wawancara Bapak Kastari ...................................................
108
Lampiran 4 .....................................................................................................
111
Foto Kegiatan Lapangan ................................................................
111
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nusantara merupakan sebuah kepulauan yang memiliki suku, budaya dan bahasa yang berbeda-beda dan mempunyai sebuah ciri khas sendiri-sendiri. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Nusantara berubah menjadi sebuah negara yang bernama Indonesia. Akan tetapi eksistensi suku-suku ini, masih bisa bertahan hingga sekarang. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama. Namun di Indonesia dapat diterapkan sebuah konsep toleransi dalam beragama. Bagi masyarakat Indonesia yang dikatakan sebagai masyarakat majemuk, yaitu masyarakat yang memiliki aneka ragam budaya, dan tidaklah menutup sebuah kemungkinan kemajemukan itu sendiri hidup dan berkembang dalam masyarakat secara umum. Dari semuanya tersebut memiliki dan mengangkat masing-masing nilai yang dianggap bagi mereka sebagai norma. Norma adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Ketentuan tersebut mengikat bagi setiap manusia yang hidup dalam lingkungan berlakunya norma tersebut, dalam arti setiap orang yang hidup dalam lingkungan berlakunya norma tersebut harus menaatinya.1 Di Indonesia sendiri agama menjadi suatu hal yang sangat penting, semua warga Negara Indonesia memiliki kepercayaan masing-masing. Keanekaragaman di Indonesia membuat banyak sekali kepercayaan-kepercayaan yang berkembang secara alamiah di Nusantara. 1
E. Sumaryono, Etika dan Hukum . (Jakarta : Penerbit Kanisius , 2002). h. 52
1
2
Agama-agama resmi (agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu)2 masuk ke Nusantara sudah banyak aliran-aliran kepercayaan yang berkembang di setiap daerah, namun belum diakui sebagai agama oleh negara, akan tetapi dapat dikatagorikan sebagai aliran kepercayaan. Daerah Jawa khususnya menjadi pusat perkembangan aliran-aliran kebatinan. Clifford Geertz lebih menitikberatkan kepercayaan masyarakat Jawa terhadap kebudayaan yaitu pada sifat non Islamnya yaitu Hindu, Budha, Animisme Masyarakat dan Kebudayaan Jawa.3 Di Jawa banyak sekali kepercayaan-kepercayaan yang berkembang berawal dari kemajemukan masyarakat di sekitarnya. Sedangkan struktur masyarakat Jawa terbagi menjadi dua yaitu, masyarakat pesisir dan masyarakat pedalaman.4 Masyarakat Pesisir yaitu masyarakat yang mendiami daerah pinggiran pantai atau biasa disebut daerah pantura. Sedangkan masyarakat pedalaman yaitu masyarakat yang mendiami wilayah hutan. Perbedaan segi geografis tersebut, akan mempengaruhi perbedaan kebudayaan yang akan memunculkan banyak kepercayaan-kepercayaan sesuai dengan kebudayaan yang ada di sekitar. Salah satu contohnya yaitu Masyarakat Suku Samin. Suku Samin ini merupakan sebuah komunitas yang memiliki sebuah kepercayaan tersendiri. Suku
2
UU No.1/PNPS/1965 Pasal 1 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Terhadap Agama. 3 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya,1989),h.198. 4 Suwarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), H.36.
3
Samin merupakan salah satu komunitas yang berkembang di Daerah Bojonegoro Jawa Timur. Daerah Bojonegoro yang statusnya sebagai daerah pedalaman memiliki banyak kepercayaan-kepercayaan lokal yang berkembang. Salah satunya yaitu Komunitas Masyarakat Suku Samin, yang terletak di kawasan hutan yang memiliki luas 74,733 hektar tepatnya berada di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. 5 Masyarakat Samin muncul diawali oleh faktor sejarah yang dimulai pada masa penjajahan kolonial Belanda yang memaksa masyarakat untuk membayar pajak kepada pemerintah kolonial Belanda. Selain membayar pajak masyarakat juga disuruh untuk kerja paksa membuat jalan dan tanam paksa. Kemudian muncul gerakan yang dipelopori oleh Samin Surosentiko melawan penjajah Belanda dengan melakukan perlawanan yang bukan menggunakan fisik tetapi menggunakan bahasa Jawa Ngoko (Bahasa Jawa “Kasar”) sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Gerakan Samin mengambil modus dengan melakukan pembangkangan sosial, seperti tidak membayar pajak, mangkir dalam kerja bakti, menggunakan bahasa Jawa Ngoko (Bahasa Jawa “Kasar”) sebagai sarana komunikasi seharihari. Bahkan menolak sekalian institusi
formal yang berbau negara seperti
sekolah dan bahasa nasional. Bahasa adalah senjata bagi mereka. Logika bahasa yang dimainkan seringkali membuat aparatur kehutanan kewalahan menjawabnya. Misalkan atas tuduhan bahwa masyarakat mencuri lahan. Bagi orang Samin, mereka tidak
5
Data Desa Margomulyo, Juli 2016. Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro.
4
mencuri lahan, sebab lahan yang dituduh mereka curi itu masih ada di tempatnya, tidak berpindah. Mereka juga tidak mencaplok (mengambil) lahan. Bagi mereka tindakan yang mereka lakukan adalah menggarap lahan sebagai sumber penghidupan. Lahan garapan dan tanah, adalah karunia Tuhan yang bisa dinikmati oleh siapa pun. Ajaran Samin yang menjadi legitimasi masyarakat mengelola lahan adalah: Lemah pado duwe, Banyu pado duwe, dan Kayu pado duwe yang maksudnya adalah: Tanah, Air dan Kayu adalah milik semua orang. 6 Pengikut aliran ini telah tersebar luas di beberapa daerah di Jawa yaitu Randublatung Blora Jawa Tengah dan Bojonegoro Jawa Timur. Bahkan di beberapa daerah lain di Jawa masih ada pengikut komunitas ini. Masyarakat Samin merupakan keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan Sedulur Sikep. Ajaran tersebut mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda tetapi tidak dalam bentuk kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak dan segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial.7 Bentuk perlawanan itulah yang akhirnya menjadikan masyarakat Samin memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Secara umum pandangan hidup orang Jawa (termasuk Masyarakat Samin) bersifat kosmo-mistis dan kosmo-magis, yaitu menganggap bahwa alam sekitar mempunyai kekuatan dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat maupun
6
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.11 7 Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.22
5
spiritual masyarakatnya.8 Dalam hal ini Masyarakat Samin memiliki tradisi kuat yang
berhubungan
dengan
petung
(nikah,
bercocok
tanam,
dagang,
berkomunikasi) dan konsep-konsep yang merujuk pada “syariat” Agama Adam. Dalam buku yang berjudul Saminisme and Budhisme karya Mulder, disebutkan bahwa: Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah kurang lebih 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan. Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai RATU ADIL, dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh Raden Pranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan beliau meninggal di luar Jawa pada tahun 1914.9 Dalam pergerakannya, Samin tidak hanya memprovokasi masyarakat untuk melawan kolonialisme Belanda saja tapi juga menebarkan ajaran-ajaran yang dinilai bisa membentuk karakter masyarakat. Samin selalu menyelipkan nilai-nilai tata cara bersikap yang baik atau lebih dikenal dengan akhlak kepada masyarakat, salah satu contohnya adalah Samin mengajarkan untuk melawan Belanda tanpa menggunakan kekerasan. Ajaran Samin pun dengan cepat mendapat respon positif dan dengan waktu yang relatif singkat pengikutnya sudah mencapai ribuan orang.
8
Mulder,“Saminisme and Budhisme: A not on Field visit to a Samin Community”, Asian Quartely, A Journal from Europe, No. 3. 1974. h. 34 9 Mulder,“Saminisme and Budhisme: A Not On Field visit to a Samin Community”, Asian Quartely, A Journal from Europe, No. 3. 1974. h.52
6
Adapun konsep ajaran-ajaran Samin terhimpun dalam karya yang berjudul Serat Jamus Kalimosodo yang terdiri dari 5 ajaran pokok, yaitu (a) Serat Punjer Kawitan, (b) Serat Pikukuh Kasejaten, (c) Serat Uri-uri Pambudi, (d) Serat Jati Sawit, dan (e) Serat Lampahing Urip.10 Sampai saat ini ajaran-ajaran Samin masih dipegang teguh oleh para pengikutnya yang tersebar luas di Blora, Pati, dan Bojonegoro. Di Bojonegoro sendiri masyarakat Samin berkumpul dan hidup bersama-sama di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo, di desa ini meskipun masyarakat Samin sudah banyak yang terkena modernisasi seperti sudah memiliki televisi, kendaraan bermotor, dan juga alat-alat komunikasi, namun mereka tetap setia pada ajaran yang diajarkan oleh leluhurnya. Simbol-simbol ajaran, gaya bahasanya pun masih tetap sama dari dulu hingga sekarang. Masyarakat Samin mengaku beragama Adam, di dalam agama tersebut diajarkan prinsip bahwa etika adiluhung adalah pegangan hidup dasar. Esensi ajaran Adam dipegang teguh dalam menjalankan prinsip ajaran dan menjauhkan prinsip pantangan Samin. Agama Adam tidak lain adalah perwujudan “ucapan” (tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap), laku (perilaku), dan penganggo (pakaian). Pengucap bermakna jika berujar tidak berbohong dan konsisten dengan yang diucapkan. Laku diwujudkan dalam berperilaku tidak melanggar prinsip Samin dan melaksanakan poso. Ukuran kebenaran pemeluk agama Adam adalah jika aktivitasnya (tindak-tanduknya) benar. Penganggo
10
Joko Susilo, Op. Cit. h.52
7
adalah segala piranti (pakaian) yang dikenakan (digunakan) bersandar pada Adam, seperti iket sebagai simbol pemaknaan mengikat persaudaraan. Keberadaan Adam dianggap orang pertama di dunia agar dunia sejahtera (donyo rejo) dan sebagai penguasa tunggal (Yai).11 Lahirnya Adam terjadi karena sabda tunggal Yai dan adanya Yai (tuhan) terjadi karena adanya adam (Ono iro ono ingsun, wujud iro wujud ingsun. Aku yo kuwe, kuwe yo Aku, wes nyawiji). Yai (tuhan) bermakna dzat pemenuh hajat hidup makhluk. Oleh karena itu, untuk tetap hidup makhluk pun memiliki kewajiban, yakni senantiasa memohon hanya kepada-Nya dengan mengheningkan cipta (semedi) dan berperilaku yang baik. munculnya istilah “Adam” bermakna ugeman atau pegangan hidup. Adam juga sebagai bukti pemahaman warga samin terhadap nama manusia pertama (adam) ciptaan tuhan (Yai) di dunia. Dalam ajaran agama Adam terdapat tradisi yang bermuatan ajaran etika hidup yang dipertahankan dalam pendidikan keluarga dengan tuturan/tradisi lisan dan tauladan oleh figur (botoh dan orangtua). Dalam kehidupan saat ini moralitas sering dijadikan tolok ukur dalam mendefinisikan apakah orang tersebut baik ataukah tidak, hingga sering dalam satu kelompok masyarakat dapat dikatakan baik atau buruk, dilihat dari kualitas moral anggotanya. Ada kalanya ketika moral merupakan titik utama dalam pijakan seseorang untuk hidup. Sama halnya dengan akhlak (dalam pandangan agama), akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu
dan
masyarakat. 11
Moh Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008). h.21
8
Masyarakat
tanpa
akhlak,
tidak
akan
berbeda
dari
kumpulan
hewan.12Standar moral dari masing-masing individu sangatlah berbeda apalagi sama persis dengan apa yang dimiliki kawan pada umumnya. Namun semua itu lambat laun menjadi terstandar, meskipun perbedaan yang lebih besar, untuk sebagian besarnya intinya tetap persamaan dan pertimbangan tetap yang mengutuk sikap seperti kekejaman, kepengecutan, dan pengkhianatan, atau perbuatan seperti menipu, mencuri atau membunuh.13 Moralitas sendiri akan selalu berkembang sesuai dengan jalannya zaman dan perubahannya pula sangat drastis. Salah satu contoh kecil dengan adanya pekembangan teknologi di internet, khususnya situs jejaring sosial misalnya, sedikit banyak begitu berpengaruh pada moralitas dan etika dalam kehidupan berbangsa di Indonesia ini, sehingga akan sulit menentukan yang benar. Karena terkadang apa yang kita yakini benar, ternyata kurang dalam kacamata orang lain dan apa yang kita yakini salah ternyata berbalik dalam pemahaman orang lain. Dengan sebuah realitas ajaran Moral atau akhlak orang Samin di atas, serta ajaran Tuhan yang telah dijelaskan sebelumnya maka melihat realitas ini penulis bermaksud menjadikan penelitian dengan sebuah judul “Doktrin Ketuhanan dan Ajaran Moralitas Pada Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro”. B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut,
penulis membatasi permasalahan
yang akan diteliti dalam field research ini. Yaitu penulis hanya akan membahas
12
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Frika Agung Insani,2000), h.89 13 Henry Hazlitt, Dasar-dasar Moralitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003),h.10
9
“Doktrin Tuhan dan Ajaran Moralitas Pada Masyarakat Suku Samin”. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana doktrin Tuhan menurut kepercayaan masyarakat Suku Samin di Bojonegoro ? 2. Bagaimana konsep ajaran moralitas menurut kepercayaan masyarakat Suku Samin di Bojonegoro dan bagaimana implementasinya di masyarakat? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana doktrin Tuhan menurut kepercayaan Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro 2. Untuk mengetahui bagaimana konsep moralitas menurut kepercayaan masyarakat Suku Samin di Bojonegoro dan bagaimana implementasinya di masyarakat D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir perkuliahan untuk meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) dalam Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin (UIN) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran atau memperkaya konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari
10
penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu. Suatu penelitian secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang Doktrin Tuhan dan Ajaran Moralitas Masyarakat Suku Samin. 3. Manfaat Praktis Melalui penelitian ini diharapkan penulis dapat mengerti tentang Doktrin Tuhan dan Ajaran Moralitas Masyarakat Suku Samin. E. Kajian Pustaka Terdapat beberapa karya ilmiah
yang pembahasannya
mengenai
Komunitas Suku Samin. Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian lain sejenisnya, yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya agar tidak ada pengulangan. Adapun karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan ajaran masyarakat Samin adalah sebagai berikut: Nama peneliti, No judul,bentuk,penerbit,
Persamaan
Perbedaan
Penelitian
tahun penelitian 1
Originalitas
Ahmad
Chamzawi Pada
skripsi
Umar,
Perubahan memiliki
ini Perbedaan skripsi Pada dasarnya
kesamaan ini
dengan masyarakat
Identitas dan Prilaku pada penelitian yang penelitian
yang Samin saat ini
Sosial
saya sudah
Masyarakat akan saya lakukan, akan
Samin , Skripsi, UIN khususnya Malang, 2003
pembahasan
banyak
dalam lakukan terletak yang mengikuti pada
obyek modernisasi,
11
mengenai
ajaran kajiannya, dalam tetapi walaupun
Samin
dan skripsi ini tidak demikian
eksistensinya hingga di
jelaskan mereka
saat ini. Skripsi ini bagaimana mengupas ajaran upaya
ajaran- korelasi
Samin
dan ajaran
masyarakat dengan
dalam
mejaga
tetap ajaran
antara leluhurnya Samin hingga saat ini. ajaran
moral/akhlak.
mempertahankannya, Serta bagaimana apakah masih tetap konsep di amalkan secara ketuhanan teguh
atau
sudah menurut Samin.
bergeser dari ajaran Dan aslinya.
hal
tersebutlah yang merupakan fokus utama
dalam
penelitian
yang
akan
saya
lakukan. 2
Alifa
Nurul Persamaannya
Tafricha,Suprayogi, Andi
terletak
Perbedaanya pada terletak
Keluarga pada Samin
sangat
Suhardiyanto, pembahasan tentang lokasi penelitian, intensif dalam
12
Penanaman Nilai Moral ajaran Anak dalam Keluarga Samin (sedulur sikep) Kabupaten Jurusan
Blora,
Politik
dan
Fakultas Ilmu Sosial
Semarang, 2012
dan obyek kajiannya mendidik anak,
pengaplikasiannya dalam
pun di hanya di bahkan mereka
kehidupan fokuskan
sehari-hari.
Negeri
pada tidak
keluarga Samin, meyekolahkan dan
bagaimana anaknya
cara
Kewarganegaran
Universitas
Samin
ke
orangtua pendidikan
mendidik
formal
anaknya.
takut
karena akan
Berbeda dengan terkontaminasi penelitian
yang dengan budaya
akan
saya luar,
mereka
lakuakan yang di percaya bahwa dalamnya
akan ajaran
dari
mengkaji ajaran leluhurnya moral/akhlak
adalah
ajaran
dalam
ajaran yang
paling
Samin
secara tepat
untuk
global (mulai tata mendidik anakcara berpakaian, anak mereka. interaksi
sosial,
dll.) bukan hanya dalam keluarga
ranah saja.
13
Serta
dalam
penelitian akan
saya
meneliti
tentang
konsep
ketuhanan Samin. 3
Rina Nur Cahyani,dkk. Lokasi Sedulur Warisan
penelitian, Perbedaanya
Gerakan
Sikep: dan kajian tentang terletak pada si Saminisme Nilai-Nilai nilai
luhur
Luhur Gandhi Van Java Samin (Surosentiko
ajaran peneliti
yang memiliki
menjadi membandingakan kesamaan
Samin). persamaan penelitian ajaran
Samin dengan gerakan
Karya tulis ilmiah yang ini dengan peneitian dengan menjuarai lomba LKTI yang
akan
ajaran mahatma
saya mahatma gandhi, gandhi
(tokoh
tinggat Nasional yang lakukan.
jadi ajaran Samin kemerdekaan
diadakan
hanya
Universitas Malang. 2012
oleh Negeri
di
kaji india) keduanya
sebatas
baik melawan
buruknya
saja penjajah
bukan
kaji dengan
di
tanpa
secara mendalam kekerasan, mengenai ajaran- Samin
sendiri
ajaran yang ada melawan di dalamnya.
penajajah
14
dengan politik bahasa.
4
Anis Sholeh Ba’syin, Dalam isi buku ini Perbedaan
Sejatinya ajaran
M.Anis Ba’syin.Samin terdapat
kesamaan penelitian
yang Samin
adalah
(Mistisisme Peatani di terhadap
penelitian akan
saya ajaran
yang
dengan sangat
luar
tengah
Pergolakan) yang
akan
saya lakukan
Buku. Gigih Pustaka lakukan, Mandiri.2014
buku ini terletak biasa, terbukti
persamaannya terdapat
pada penelitian
pembahasan buku
pada signifikansi saat itu Samin
ini,
yang mendapat
dalam akan
saya perhatian serius
pada lakukan,
jika dari
beberapa
babnya dalam buku ini karena
membahas
tentang hanya
ajarannya.
gerakan Samin serta membahasan ajaran-ajarannya.
tentang
ajaran
Samin
secara
sepintas maka
belanda
saja, dalam
penelitian
yang
akan
saya
lakukan
akan
15
fokus
pada
pembahasan ajaran, sehingga akan
ada
keterangan yang lebih luas lagi. 5
Iskandar
Hidayat, Obyek
kajiannya Hanya mengkaji Dalam
Makna
Perkawinan adalah
dalam
Masyarakat Samin dan eksistensi perkawinan
Samin (Wong Sikep), ajarannya Skripsi
UIN
Hidayatullah 2013.
Syarif saat ini. Jakarta
masyarakat mengenai
perkawinan
hingga masyarakat Samin,
adat
masyarakat Samin serta sangatlah
dalam skripsi ini selektif
dalam
tidak di jelaskan memilih secara
lengkap pasangan,
hal
mengenai ajaran demikian moral/
akhlak dilakukan
yang terkandung untuk dalam Samin.
ajaran menambah kenyamnan dalam berumahtangga.
16
6
Hari
Bakti Obyek
Mardikantoro. bahasa
Pilihan adalah
masyarakat mengenai
ajarannya
Dalam ranah keluarga. Humaniora,
volume 24.2012
saat ini.
hingga tutur
dan masyarakat bahasa Samin
masyarakat Samin,
ranah
keluarga
masyarakat Samin dan eksistensi pemilihan
Samin
Jurnal
kajiannya Hanya mengkaji Dalam
sangatlah serta selektif
dalam
dalam jurnal ini memilih tidak di jelaskan bahasa, secara
hal
lengkap demikian
mengenai ajaran dilakukan moral/
akhlak untuk
yang terkandung mengajarkan dalam Samin.
ajaran anak
tentang
cara berbahasa masyarakat Samin sebagaimana yang telah di ajarkan para mereka.
oleh leluhur
17
Sedangkan skripsi penulis pada kali ini menitikberatkan kepada fokus terhadap ketuhanan dan konsep moralitas menurut pandangan Masyarakat Suku Samin dan Bagaimana Implementasinya. Dalam tinjauan pustaka yang sudah penulis telusuri, belum ada yang meneliti tentang Tuhan dan ajaran moralitas masyarakat Suku Samin. Untuk itu dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan tentang doktrin Tuhan dan ajaran moralitas pada masyarakat Suku Samin. F. Kerangka Teori Pada mulanya, aliran kebatinan dan kepercayaan memiliki akar sejarah pertumbuhan yang cukup panjang dan lama sejak ratusan tahun yang lalu. Aliran ini lahir dari hasil proses perkembangan budaya, buah renungan dan filsafat nenek moyang, yang kemudian terpaku menjadi adat istiadat masyarakat turun temurun hingga sekarang. Mayoritas aliran kepercayaan menjadikan adat istiadat ini sebagai pedoman ajaran yang sangat dipegang teguh yang dihayati dan diamalkan.14 Menurut Prof. Kamil Kartapradja aliran kepercayaan adalah keyakinan dan kepercayaan rakyat Indonesia di luar agama dan tidak termasuk ke dalam salah satu agama. Aliran kepercayaan sendiri ada dua macam :15 Kepercayaan yang sifatnya tradisional dan animistis, tanpa filosofis dan tidak ada pelajaran mistiknya, seperti kepercayaan orang-orang Perlamin dan Pelebegu di Tapanuli. 14
Abdul Mutholib Ilyas, Drs. Abdul Ghofur Imam. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. ( Surabaya, CV Amin , 1988). 15 Kamil Kartapraja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia ( Jakarta, Yayasan Masagung, 1985)
18
Golongan kepercayaan yang ajarannya ada filosofinya, juga disertai mistik, golongan inilah yang disebut atau menamakan dirinya golongan kebatinan. Golongan kebatinan ini dalam perkembangannya akhirnya menamakan dirinya sebagai golongan kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor penelitan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati.16 2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pedekatan antropologi
agama. Antropologi
agama
merupakan pendekatan
yang
mempelajari kelompok-kelompok agama. Pendekatan ini lebih untuk melihat pengaruh agama dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu juga mempelajari hubungan antara agama dan kebudayaan yang ada. Dalam pendekatan ini penulis menggunakan kerangka Clifford Geertz dengan merujuk pandangannya tentang dimensi kebudayaan agama.17 Kebudayaan digambarkan sebagai sebuah pola makna-makna atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol. Dengan itu seseorang menjalani pengetahuan tentang kehidupan dan mengekpresikan kesadaran mereka melalui 16
Lexy J. Meolong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4. 17 Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion. Penerjemah Inyiak Ridwan Muzier (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), h. 342.
19
simbol-simbol itu. Dalam satu kebudayaan terdapat bermacam-macam sikap dan kesadaran dan juga bentuk-bentuk pengetahuan yang berbeda-beda untuk mewakili semua itu. Geertz menjelaskan agama sebagai satu sistem kebudayaan yang merupakan suatu sistem simbol yang bertujuan untuk menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar, dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang. Dengan cara membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada pancaranpancaran faktual dan pada akhirnya perasaan dan motivasi ini akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik.18 Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan pendekatan sosiologi agama. Sosiologi agama yaitu pendekatan yang mempelajari peran agama di dalam masyarakat, praktik, latar sejarah, perkembangan dan tema universal suatu agama di dalam masyarakat. 3. Sumber Penelitian a. Sumber primer adalah sumber yang diperoleh langsung oleh peneliti dari hasil penelitian atau observasi lapangan pada lokasi penelitian dengan instrument yang sesuai.19 Sumber primer diperoleh dari hasil pengamatan, pemahaman, dan wawancara dengan masyarakat Suku Samin serta fotofoto dan video yang berkaitan dengan masyarakat Suku Samin. b. Sumber sekunder adalah sumber yang diperoleh dari buku-buku,jurnal penelitian, makalah penelitian, skripsi, dan tesis. 18
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion. Penerjemah Inyiak Ridwan Muzier (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), h. 342. 19 Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 36. 16Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 124.
20
4.
Teknik Pengumpulan Data a. Kepustakaan Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. b. Interview atau Wawancara Interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dilakukan untuk mendapatkan tujuan-tujuan tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data langsung dari sumber-sumber yang dianggap kompeten dan memiliki informasi serta data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan di Suku Samin Bojonegoro dengan Mbah Hardjo Kardi selaku Kepala Suku Samin Dusun Jepang Bojonegoro, Serta sesepuh dan aparat desa lainnya. c. Observasi Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau objek yang diteliti.20 Pada tahap ini penulis mendatangi lokasi yang menjadi tempat penelitian untuk melihat secara langsung terhadap suatu kondisi, situasi, atau perilaku yang merupakan bahan-bahan informasi, serta melihat bagaimana kehidupan masyarakat Suku Samin dalam bermasyarakat. Dalam observasi ini penulis mendatangi lokasi bpenelitian sebanyak 6 kali. 20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 124.
21
d. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data yang didapat dari dokumendokumen, catatan-catatan, video-video atau foto-foto yang berkaitan dengan penyusunan skripsi. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah metode desktiptif analitik, yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis data-data yang menjadi hasil pengkajian dan pendalaman atas bahan-bahan penelitian. Metode deskriptif lebih banyak berkaitan dengan kata-kata, di mana semua data-data hasil penelitian diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemudian, data-data yang berbentuk bahasa ini dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian sehingga menghasilkan kesimpulan.21 Dengan menguraikan (deskriptif) dan menganalisa (analitik), penulis berharap dapat memberikan gambaran secara maksimal atas objek penelitian yang dikaji dan di dalami dalam penelitian ini. Hasil kajian dan penelitian dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk narasi. 6.
Panduan Penulisan Penulis dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada prinsip-prinsip yang diatur dan dibukukan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 21
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 337.
22
H. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I
Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini tercakup didalamnya lima pasal pembahasan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan.
BAB II
Bab ini akan menjelaskan tentang Profil dan Letak Geografis masyarakat Suku Samin di Bojonegoro. Pada bab ini
akan
dijelaskan
tentang
Pengertian
Samin,
Riwayatpendiri ajaran Samin, sejarah singkat masyarakat Suku Samin, Letak Geografis, Demografis dan Kondisi sosial Budaya Masyarakat Suku Samin di Bojonegoro. BAB III
Bab ini akan membahas tentang Agama dan Kepercayaan Masyarakat Suku Samin. Diantara pembahasan pada bab ini adalah Agama Adam dalam ajaran masyarakat Suku Samin, konsep ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo , serta upacara dan ritual pada masyarakat Suku Samin.
BAB IV
Bab ini akan membahas tentang Doktrin Tuhan dan ajaran Moralitas pada Masyarakat Suku Samin. Pada bab ini akan dijelaskan Konsep Tuhan dalam ajaran Suku Samin, Pandangan tokoh agama Suku Samin di Dusun Jepang tentang Tuhan dalam ajaran Suku Samin, Moralitas
23
masyarakat Suku Samin, Implementasi ajaran moralitas Samin
terhadap
perilaku
masyarakat
Samin
dalam
kehidupan sehari-hari. BAB V
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari seluruh kajian dalam skripsi ini, dan saran-saran yang sifatnya membangun dari penulis.
BAB II SEJARAH MASYARAKAT SUKU SAMIN DI BOJONEGORO
A. Pengertian Samin Samin adalah sebuah kelompok masyarakat yang terdapat di Pulau Jawa yang memiliki kepercayaan, adat istiadat dan norma-norma serta aturan tersendiri yang berbeda dengan masyarakat di Jawa pada umumnya. Mereka hidup berkelompok di luar masyarakat umum, disuatu wilayah tertentu. Di wilayah yang mereka diami mereka membentuk satu komunitas. Ada dua pendapat mengenai asal Samin. Pertama nama Samin berasal dari arti kata Samin itu sendiri, yaitu kata yang ditasbihkan dari nama seorang tokoh bernama Samin Surosentiko yang berpengaruh dan membuat sebuah gerakan pemberontakan terhadap pemerintah.1Kedua, asal kata Samin berasal dari kata ”sami-sami” yang berarti sama-sama atau sami-sami amin yang bermaknakan bahwa setiap manusia itu sama dari segi kedudukan, serta hak dan kewajiban karena semuanya berasal dari satu keturunan yang sama yaitu Adam. Masyarakat Samin harus bersatu untuk bersama-sama membela negara dan menentang penjajah untuk memperoleh kesejahteraan bersama. Kata Samin juga identik dengan perilaku yang buruk, serta suku terasing yang suka dicemooh dan dikucilkan dari pergaulan. Samin selalu dipandang dengan kacamata buram, yang identik dengan slogan masyarakat yang tidak kooperatif, tidak mau bayar pajak, suka membangkang dan menentang.
1
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.20
24
25
Istilah Samin diganti oleh pengikutnya dengan nama sedulur sikep untuk menghilangkan tendensi negatif
karena dilatarbelakangi pertimbangan bahwa
Saminisme dipimpin oleh seorang yang menyamar menjadi seorang petani bernama Ki Samin Surosentiko, yang mengumpulkan kekuatan masyarakat untuk melawan kolonial Belanda. Dengan aksi itulah, istilah Samin dianggap sebagai kelompok pembangkang oleh Belanda dan meluas pada tatanan masyarakat. Karena pengikut Samin menentang aparat untuk membayar pajak dan memisahkan diri dari masyarakat umum, muncullah kata nyamin dari julukan aparat desa Blora.2 Konon pengikut ajaran Saminisme tidak suka dengan sebutan nama Samin. Mereka lebih suka dengan sebutan Wong Sikep yang berarti orang yang mempunyai cara atau adat istiadat tersendiri. Sebagian juga menyebutkan pengikut Samin dengan sebutan wong Paiten. Kata ini berasal dari bahasa jawa titen-nitem (yang berarti diingat-ingat), karena mereka selalu memperhatikan secara teliti barang-barang yang dimilikinya. Mereka menghindari menggunakan atau mengakui barang milik orang lain karena berpegang teguh pada suatu pandangan “gelem kelangan emoh kanggonan” (bersedia berkorban tetapi tidak mau memiliki barang-barang orang lain).3 Dari sekian banyak nama yang tertuju pada masyarakat Samin, sebutan yang paling populer adalah Samin atau Wong Sikep, dan pengikutnya sering dijuluki dengan Wong Samin.
2
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008),h. 81 3 Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia. (Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.30
26
B. Riwayat Pendiri Ajaran Samin Ki Samin adalah seorang penduduk yang bernama lengkap Samin Surosentiko. Ia dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Ploso Kediren, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Samin Surosentiko ini masih keturunan Pangeran Kusumoningayu atau Kanjeng Pangeran Arya Kusumowinahyu. Pangeran Kusumowinahyu ini adalah Raden Adipati Brotodiningrat yang memerintah di Kabupaten Sumoroto (sekarang Tulungagung).4 Ia mempunyai dua orang putra. Putra pertama bernama Raden Ronggowirjodiningrat dan kedua bernama Raden Surowidjojo. Nama kecil Samin adalah Raden Kohar putra dari Raden Surowidjojo yang merupakan cucu dari R.M. Adipati Brotodiningrat atau Pangeran Kusumaningayu yang mengandung arti “ orang ningrat yang mendapat anugerah wahyu kerajaan untuk memimpin negara”. R. Ronggowirjodiningrat kemudian menjabat sebagai bupati Sumoroto untuk menggantikan ayahnya (R. M. Adipati Brotodiningrat) pada tahun 18261844 dengan wilayah yang semakin menyempit dan mengecil di bawah pengawasan kolonial Belanda. Sedangkan putra kedua R. M. Adipati Brotodiningrat yang bernama Raden Surowidjojo memiliki nama kecil Raden Surosentiko atau Surosentiko yang kemudian dapat julukan Samin yang artinya Sami-sami Amin. Kata Samin juga dipilih agar lebih merakyat bersimbolkan sebuah nama yang menunjukkan kerakyatan. Raden Surowidjojo ini memiliki
4
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.22
27
jiwa yang sangat mulia dan kewibawaan yang besar. Apabila ia menyetujui sesuatu, hal itu akan dianggap sah karena mendapat dukungan rakyat banyak.5 Raden Surowidjojo sejak kecil dididik ilmu yang berguna, keprihatinan, tapa dan sebagainya dengan tujuan agar hidupnya bermanfaat dan mulia. Di saat kondisi wilayah semakin sempit dan diawasi oleh penjajah, Raden Surowidjojo tidak senang melihat rakyatnya sangat tertindas karena harus kerja paksa, membayar upeti, dirampas hasil pertaniannya, tidak adanya kesempatan untuk mengenyam pendidikan, hidup di dalam atau di tepi hutan, dan kalaupun di desa pada umumnya mereka lebih terbelakang. Selanjutnya ia pergi ke kabupaten untuk mengembara. Selama pengembaraan, ia terjerumus ke dalam perbuatan kejahatan. Ia merampok orangorang kaya yang menjadi kaki tangan Belanda dan membagikan hasil rampokannya kepada orang-orang miskin. Sisa hasilnya digunakan untuk keperluan mendirikan kelompok atau gerombolan yang dinamakan “Tiyang Samin Amin” atau kelompok ”Tiyang Samin”. Nama kelompok ini diambil dari nama kecil Raden Surowidjojo. Sejak tahun 1840 kelompok ini sangat dikenal dan didukung oleh rakyat kecil karena suka membela banyak orang dan kaum yang lemah. Hingga pada suatu waktu, perjuangan Raden Surowidjojo alias Samin sepuh meluaskan wilayahnya hingga ke Bengawan Solo serta bertambah banyak anak buahnya, sampai menyusahkan dan merepotkan kolonial Belanda. Pada tahun 1859 lahirlah Raden Kohar di Desa Ploso Kediren, Kecamatan Randublatung, Blora Jawa Tengah. Setelah dewasa ia memakai julukan Samin 5
Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),h.36
28
Surosentiko atau Samin Anom. Raden Kohar kecil mendapatkan pendidikan yang mulia dari Raden Surowidjojo dan dapat merasakan bagaimana sengsaranya rakyat yang selalu harus kerja paksa, membayar upeti, dirampas hasil pertanian, tidak adanya kesempatan mengenyam pendidikan, serta diperas dan dihisap dengan pajak-pajak yang sangat memberatkan. Dihadapkan oleh keadaan yang demikian, hati R. Kohar pun ikut terpanggil untuk meneruskan ajaran-ajaran ayahnya, terlebih setelah ayahnya menghilang entah ke mana. Lalu Raden Kohar menyusun kekuatan dengan mengumpulkan pengikutnya. Terkadang ia mengumpulkan pengikutnya di balai desa atau di lapangan, hingga semakin banyak pengikutnya dan tertarik akan ajarannya. Untuk meneruskan perjuangan Samin Surosentiko ini, ia melakukan pemberontakan dengan membangun pusat perkumpulan yang cukup banyak, seperti di Tapelan (Bojonegoro), Klopodhuwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung Segara (Brebes), Kandang (Pati), dan Tloga Anyar (Lamongan).6 Pada 8 November 1907, Ki Samin Surosentiko dibaiat pengikutnya sebagai Raja Jawa dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Ia dianggap sebagai Ratu Adil yang akan membawa negeri ini menuju kesejahteraan.7 Samin Surosentiko dan pengikutnya pernah diajukan ke pengadilan dan diadili dengan tuduhan melakukan deklarasi akan adanya Ratu Adil dan Patih. Akan tetapi, pengadilan itu tidak memberikan hukuman apapun karena Ki Samin memberikan
6
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.21 7 Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),h.41
29
sebuah argumentasi, “Saya jadi raja bukan untuk suatu negara, akan tetapi raja untuk istrinya sendiri. Demikian pula jadi patih, ya patih untuk istrinya sendiri. Empat puluh hari kemudian, Ki Samin mendapatkan undangan untuk musyawarah dari Wedana Randublatung Blora. Ia tanpa curiga datang dengan delapan muridnya. Ternyata, undangan itu hanyalah jebakan. Samin Surosentiko langsung ditangkap dan disekap semalam di Kawedanan. Asisten Wedana setempat, Raden Pranoto sempat mencemooh mereka sebelum mereka diserahkan kepada Belanda.8 Samin dan delapan muridnya ditangkap dan diasingkan ke Digul, Irian Jaya dan ke Sawahlunto, Sumatera Barat Ki Samin sendiri meninggal pada tahun 1914 di pengasingan tersebut dengan status tahanan.9 Perasingan tidak membuat ajaran ikut terkubur, tetapi malah membuat pengikut Samin semakin berani melakukan pembangkangan. Samin Surosentiko meninggalkan dua orang anak. Salah satu menantunya sekaligus muridnya bernama Suro Kidin meneruskan ajaran serta perjuangannya. Di samping itu, Ki Suro Kidin juga mempunyai anak angkat kesayangan bernama Ki Surokerto Kamidin yang didambakan dapat meneruskan perjuangan kaum Samin. C. Sejarah Singkat Masyarakat Suku Samin Masyarakat Samin adalah sebuah fenomena kultural, yang memiliki keunikan sekaligus sarat akan pesan. Perilaku wong Samin terkesan “seenaknya sendiri”, seolah-olah tak mengakui eksistensi negara dalam kehidupan mereka.
8
Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),h.42 9 Nurudin dkk, Agama Tradisional : Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin Tengger (Yogyakarta: LKIS, 2003),h.56
30
Wong Samin terkenal akan keluguannya, polos dan apa adanya hingga terkesan “dungu”. Samin identik dengan perlawanan. Ajaran Samin begitu popular sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap penjajah. Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial. Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah +5.000 orang.10 Akibat penyebarannya yang semakin massif, pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan, termasuk juga Samin sendiri ditangkap dan diasingkan ke Sumatera hingga meninggal dalam status tahanan.11 1. Tipologi Masyarakat Samin Tipologi (golongan manusia menurut corak watak masing masing dalam berinteraksi dan berkarakter) masyarakat Samin dipilah dalam empat bentuk tipe Samin, yaitu Samin Sangkak, Samin Ampeng-ampeng, Samin
10
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger, (Yogyakarta : UMM Press, 2003) h. 45 11 Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger, (Yogyakarta : UMM Press, 2003) h..46
31
Samiroto, dan Samin Dlejet. Menurut Kang Badrus (seorang budayawan Bojonegoro dan pemerhati masyarakat Samin) penggolongan tersebut sesuai dengan karakter dan keseharian masyarakat Samin yang tersebar di berbagai daerah. Adapun ciri khas masing-masing golongan Samin bisa dijabarkan sebagai berikut: Pertama, Samin sangkak, jika berinteraksi dengan pihak lain, menjawabnya dengan kirotoboso (Bahasa Jawa Kasar/ ngoko). Misalnya, teko ngendi? dijawab teko mburi (dari mana? dijawab dari belakang). Lungo ngendi? dijawab lungo ngarep (dari mana? dijawab ke depan). Hal ini dilakukan karena bagian dari strategi komunitas Samin (saat penjajahan) yang merahasiakan tempat persembunyian komunitasnya karena hidup menyendiri. Hal ini sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah. Kedua, Samin ampeng-ampeng; mengaku Samin, perilakunya tidak sebagaimana ajaran Samin atau jika berbicara seperti tipe Samin sangkak, perilakunya tidak seperti Samin sejati. Seperti jika diberi pertanyaan berapa jumlah anaknya. Dijawab dua, maknanya laki-laki dan perempuan. Tetapi jika pertanyaannya berapa hitungannya? Jika mempunyai dua anak, dijawab dua, satu laki-laki, satu perempuan. Bagi warga Samin tipe ini, merasa dirinya warga Samin, tetapi tidak mengamalkan ajaran keSaminan. Ketiga, Samin Samiroto, mengaku Samin, tetapi serba bisa, menjadi Samin sebenarnya sekaligus dan dapat juga mengikuti adat non-
32
Samin. Hal ini digambarkan dalam kehidupan warga Samin yang melaksanakan pernikahan dengan dicatatkan di KUA, tetapi perilaku sehari-hari mencerminkan prinsip Samin. 12 Keempat, Samin Sejati atau Dlejet Samin yang berpegang prinsip sebenarnya. Komunitas inilah yang jika dihadapkan dengan peraturan pemerintah
kini,
masyarakat
menganggapnya
sebagai
komunitas
pembangkang karena ajaran leluhurnya dalam konteks masa penjajah, masih tetap dilaksanakan apa adanya hingga kini, seperti tidak sekolah formal dan tidak memiliki KTP. Karakter tersebut merupakan bentuk perlawanan tidak kasat mata terhadap Belanda. Realitanya karakter tersebut tidak selalu bersamaan, maksudnya boleh jadi seorang Samin melaksanakan ketiganya atau salah satunya. Hal itu ditentukan pola pikir dan respons ketika bertemu dengan orang non-Samin, dan faktor tidak terduga lainnya. Pola pikir tersebut adalah imbas pendidikan formal yang ditempuhnya, terbuka menerima budaya di luar Samin dan menerima modernitas, meski mereka memiliki strategi dalam mempertahankan jati diri.13 Menurut Kang Badrus , beliau mengatakan bahwasannya komunitas masyarakat Samin yang ada di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kabupaten Bojonegoro adalah termasuk dalam tipe Samin Sangkak, alasannya adalah komunitas masyarakat Samin di Dukuh Jepang tersebut bahasanya masih sulit 12
13
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h. 22
Wawancara Pribadi dengan Kang Badrus Sholih (Budayawan Bojonegoro dan Pemerhati Masyarakat Samin) pada tanggal 29 Desember 2016
33
diterima oleh masyarakat pada umumnya. Masyarakat Samin di daerah ini juga tidak menutup diri dari pemerintah dan mau menjalankan apa yang diperintahkan oleh pemerintah. Meskipun demikian, ajaran-ajaran Samin masih dijalankan oleh komunitas ini. 2. Pemilihan Bahasa Masyarakat Samin Pemilihan bahasa pada masyarakat Samin merupakan fenomena menarik untuk dikaji karena fenomena ini bertemali bukan hanya dengan aspek kebahasaan semata, melainkan juga dengan aspek sosial budaya. Bahasa merupakan produk masyarakat. Oleh karena itu, pemakaian bahasa dalam masyarakat tidaklah monolitis melainkan variatif. Pernyataan tersebut berarti bahwa bahasa atau bahasa-bahasa yang dimiliki oleh suatu masyarakat tutur dalam khazanah bahasanya selalu memiliki variasi. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa bahasa yang hidup dalam masyarakat selalu digunakan dalam peran-peran sosial para penuturnya. Masyarakat Samin dalam berkomunikasi selalu menggunakan bahasa Jawa, yakni bahasa Jawa yang sederhana atau bersahaja. Oleh karena itu, orang Samin sering disebut “orang Jawa lugu” atau Jawa Jawab, artinya orang Jawa yang selalu berbicara dengan lugu.14 Mereka tidak mau mempelajari dan menggunakan bahasa lain. Menurut pemikiran mereka, orang Jawa itu harus berbahasa Jawa dan tidak pantas menggunakan bahasa asing. Dalam pikiran mereka, orang asing (Belanda) suka menjajah dan merampas kemerdekaan
14
Sugeng Winarno, Samin: Ajaran Kebenaran yang Nyeleneh dalam Agama Tradisional Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta:LKiS, 2003) h.26
34
manusia. Oleh karena itu, mereka tidak suka dengan orang asing dan akibatnya mereka tidak mau menggunakan bahasa selain bahasa Jawa. Saat ini masyarakat Samin (terutama generasi muda) sudah mengenal tingkat bahasa Jawa meskipun tidak seperti masyarakat Jawa pada umumnya, yang menggunakan tingkat bahasa Jawa secara kompleks, seperti bahasa Jawa krama, bahasa Jawa madya, dan bahasa Jawa ngoko. Dengan kondisi seperti ini, mereka dapat memilih menggunakan bahasa ketika berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pergerakannya, Samin tidak hanya memprovokasi masyarakat untuk melawan kolonialisme Belanda saja tapi juga menebarkan ajaran-ajaran yang dinilai bisa membentuk karakter masyarakat. Samin selalu menyelipkan nilai-nilai tata cara bersikap yang baik atau lebih dikenal dengan akhlak kepada masyarakat, salah satu contohnya adalah Samin mengajarkan untuk melawan Belanda tanpa menggunakan kekerasan. Ajaran Saminpun dengan cepat mendapat respon positif dan dengan waktu yang relatif singkat pengikutnya sudah mencapai ribuan orang. D. Letak Geografis dan Demografis Masyarakat Suku Samin 1. Letak Geografis Dukuh Jepang Desa Margomulyo
merupakan salah satu dukuh yang
termasuk dalam wilayah kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, tepatnya berada di sebelah barat pusat pemerintahan Kecamatan Margomulyo dan sekitar 30 km dari pusat pemerintahan Kabupaten
35
Bojonegoro dengan waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Letak Dukuh Jepang sendiri berada di tengah-tengah hutan jati dengan batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Luwihaji b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumberjo c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalangan. Desa Margomulyo mempunyai wilayah seluas 687.705 Ha, yang terdiri dari 8 Dukuh yaitu Batang, Tepus, Kaligede, Jepang, Ngasem, Jatiroto, Jerukgulung dan Kalimojo Badong.15 Topografi daerah tersebut merupakan daerah dataran tinggi dan letaknya di perbukitan.
15
Data Desa Margomulyo Bulan Juli 2016
36
Gambar 4.1. Peta Desa Margomulyo16
16
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
37
2. Kondisi Demografis a. Data Desa Margomulyo17 Jumlah Terbentuk No
1
Keterangan
Desa
Margomulyo
RT
RW
25
8
Tabel 4.1 : Jumlah RT dan RW Desa Margomulyo
Dari tabel diatas dapat diilihat bahwa Desa Margomulyo sangatlah luas, untuk itu agar sistim pengelolaan dan pemerintahannya teratur harus dibagi menjadi beberapa RT dan RW. Di Margomulyo sendiri terdapat 25 RT dan 8 RW, masing-masing RT dipimpin oleh ketua RT dan masing-masing RW dipimpin oleh ketua RW. b. Jumlah Penduduk Desa Margomulyo18
17 18
Rekapitulasi
: Mutasi Penduduk
Desa
: Margomulyo
Kecamatan
: Margomulyo
Kabupaten
: Bojonegoro
Bulan
: Juli 2016
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016 Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
38
Penduduk No.
Awal Lahir
Bulan Ini
Desa
L
P
Mati Bulan Penduduk
Bulan Ini L+P
Ini
Akhir
Bulan Ini
L P L+P L P L+P L
P
L+P
Margomul
1
3.071 3.074 6.145 1
1
2
2
3
5
3.070 3.072 6.142
3.071 3.074 6.145 1
1
2
2
3
5
3.070 3.072 6.142
yo Jumlah
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Margomulyo Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa, jumlah penduduk awal Desa Margomulyo adalah 6.145 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki berjumlah 3.071 jiwa dan perempuan berjumlah 3.074 jiwa.Terlihat jelas jumlah penduduk Desa Margomulyo lebih banyak penduduk perempuan daripada laki-laki. Selanjutnya terdapat 2 bayi yang lahir, dan 1 laki-laki, 1 perempuan. jadi jumlah penduduk Desa Margomulyo menjadi 6.147 jiwa. Namun pada bulan yang sama terdapat 5 penduduk Desa Margomulyo yang meninggal pada bulan Maret 2016 , dengan jumlah 2 laki-laki dan 3 perempuan. Jika dikalkulasikan dengan jumlah lahir dan jumlah meninggal, maka jumlah penduduk Desa Margomulyo menjadi 6.142.19 c. Data Monografi Desa Desa
: Margomulyo
Kecamatan
: Margomulyo
Kabupaten
: Bojonegoro
19
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
39
Propinsi
: Jawa Timur
Tahun
: 2016
Bulan
: Januari s/d Maret 2016
1.
DATA STATIS 1.1. Ketinggian Wilayah Desa/ Kelurahan dari permukaan laut : 151 mdpl 1.2. Suhu Maksimum/minimum
: 31 oC / 29 oC
1.3. Jarak Kantor Desa/ Kelurahan dengan : a. Ibukota Kecamatan
: 05 km
b. Ibu Kota Kabupaten/Kota
: 65 km
c. Ibu Kota Propinsi
: 180 km
1.4. Curah Hujan a. Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak
: 120 hari
b. Banyaknya curah hujan
: 120 mm/th
1.5.Bentuk Wilayah a. Datar sampai berombak
: 95
%
b. Berombak sampai berbukit
: 05
%
c. Berbukit sampai bergunung
: ---
%
: ---
pulau
: ---
ha
1.6. Jumlah pulau-pulau 2.
LUAS DESA / KELURAHAN 2.1. Tanah sawah20 a. Irigasi teknis 20
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
40
b. Irigasi setengah teknis
: ---
ha
c. Irigasi sederhana
:
ha
d. Tadah Hujan/sawah rendengan
: 121,55 ha
e. Sawah pasang surut
: 183,27 ha
2.2. Tanah kering a. Pekarangan/bangunan/emplasement
: 251,55 ha
b. Tegal/kebun
: 183,27 ha
c. Ladang/tanah huma
:-
d. Ladang penggembalaan/pangonan
: ------ ha
ha
2.3. Tanah Basah a. Tambak
:-
ha
b. Rawa/pasang surut
:-
ha
c. Balong/empang/kolam
:-
ha
d. Tanah Gambut
:-
ha
2.4. Tanah Hutan21
21
a. Hutan Konservasi
: 50.00 ha
b. Hutan Pelestarian Alam
:-
ha
c. Hutan Sejenis
:
ha
d. Hutan Rawa
:
ha
e. Hutan Lindung
:
ha
f. Hutan Produksi
: 6663 ha
g. Hutan Suaka Alam
:
ha
h. Hutan Wisata
:
ha
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
41
i. Hutan Kota
:
ha
j. Lain-lain
:
ha
a. Perkebunan Negara
:-
ha
b. Perkebunan Swasta
:-
ha
c. Perkebunan Rakyat
: 55.00 ha
2.5. Tanah Perkebunan
2.6. Tanah Keperluan Fasilitas Umum22 a. Lapangan olah raga
: 1.30 ha
b. Taman rekreasi
: 0
ha
c. Jalur hijau
:
ha
d. Pemakaman
: 0,50 ha
2.7. Tanah Keperluan Fasilitas Sosial a. Masjid/Musholla/Langgar
: 0,30 m2/ha
*) b. Gereja
:
m2/ha
:-
m2/ha
:-
m2/ha
:-
m2/ha
*) c. Pure *) d. Wihara *) e. Klenteng *)
22
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
42
f. Sarana Pendidikan
: 1,79 m2/ha
*) g. Sarana Kesehatan
: 0,11 m2/ha
*) h. Sarana Sosial
: 0,37 m2/ha
*) 2.8. Lain (tanah tandus, tanah pasir)
: 0.50 m2/ha
*) 3.
KELEMBAGAAN DESA / KELURAHAN 3.1. Lingkungan/Dusun
:8
buah
3.2. Rukun Warga (RW)
:8
buah
3.3. Rukun Tetangga (RT)
: 25
buah
Dari paparan data diatas dapat diketahui bahwa Desa Margomulyo adalah sebuah desa yang kering, dan dikelilingi dengan hutan (6663 ha hutan produktif dan 50 ha hutan konservasi) rata-rata hutan di Desa Margomulyo adalah hutan jati. Di Desa Margomulyo tidak ada lahan basah atau tambak, yang ada hanya sawah dan ladang, sehingga penduduk di sana rata-rata bekerja sebagai petani, dan tanaman yang sering ditanam di sawah mereka adalah padi, tembakau dan jagung karena cuaca di Desa Margomulyo sangatlah panas sehingga cocok untuk ditanami tanaman tersebut.23 3.
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Samin di Desa Jepang Kecamatan Margomulyo rata-rata berpencaharian
sebagai petani, mereka lebih suka menjadi petani jika dibandingkan menjadi guru, pejabat 23
Data Desa Margomulyo bulan Juli 2016
43
pemerintah, ataupun pegawai negeri, menurut mereka menjadi petani lebih nyaman, hidup mereka tenang, sedangkan menjadi pejabat takut terjerumus dalam korupsi, ataupun tidak amanah mengembang jabatan yang telah diberikan.
Bapak Hardjo Kardi yang merupakan Kepala Suku Samin di Dukuh Jepang mengatakan bahwa:24
Wong-wong neng kene iki luweh seneng dadi tani, timbang dadi pejabat, pejabat kui abot, soale amanahe rakyat, nek gak iso nglakoni seng apik bakalan kualat. Gak Cuma kui tok saiki yo akeh pejabat seng korupsi padahal duwite wes akeh, ngunu kui tandane pejabat kui uripe gak sejahtera. Bedo maneh karo wong tani, senajan uripe sederhana tapi ayem, gak diuber-uber polisi goro-goro korupsi, lan gak pusing mikirno amanahe rakyat. Makane wong kene luweh seneng dadi tani tinimbang dadi kades opo dadi PNS. Ungkapan Mbah Harjo (sapaan akrab Bpk. Hadjo Kardi) tersebut sangatlah jelas. Masyarakat Samin lebih suka memanfaatkan karunia tuhan dan hidup dengan sederhana, menurut mereka kesederhanaan itulah yang akan membuat mereka bahagia. Selain pola hidup yang sederhana, satu hal yang kental dengan masyarakat Samin adalah budayanya. Sebagai bagian dari masyarakat Jawa, para pengikut Samin Surosentiko ini juga memiliki tradisi yang dilaksanakan secara rutin dan khas. Bapak Kastari yang merupakan kepala Desa Margomulyo mengatakan bahwa: “Masyarakat samin di Desa Margomulyo sangat kuat dalam mempertahankan budaya dan tradisi dari zaman dahulu, tradisinya banyak ada suronan yang diperingati pada bulan suro atau muharrom, kemudian ada nyadran, ada manganan, dan nikahnya secara adat. Kalau bada acara-acara seperti itu rame, semua warga berkumpul dan membawa apa yang mereka punya, ada yang membawa menyok ada yang membawa beras, ketela dan jagung, pokoknya semampu mereka lah mbak, nanti hasil-hasil itu dimasak dan dimakan bareng-bareng.25 24
Wawancara Pribadi dengan Bpk.Hardjo Kardi (ketua adat masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro) pada tanggal 29 Desember 2016 25 Wawancara Pribadi dengan Bapak Kastari (kepala Dukuh Jepang Margomulyo Bojonegoro) pada tanggal 29 Desember 2016
44
Lebih jelasnya tradisi masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo adalah sebagai berikut: a. Suronan Tradisi ini dilakukan secara rutin pada awal bulan Suro atau bulan Muharam pada kalender hijriah. Bagi sebagian masyarakat Jawa (termasuk masyarakat Samin) bulan suro adalah bulan yang sakral, pada bulan ini banyak orang-orang yang mengasah kekuatan gaib, dan banyak menyebarkan penyakit, serta hal-hal mistis lainnya, untuk itu masyarakat Samin pada awal bulan suro selalu melakukan tasyakuran dan sedekah bumi.26 Biasanya cara yang dilakukan untuk menyambut bulan suro atau biasa disebut suronan ini ialah masyarakat berkumpul di pendopo desa, kemudian disajikan beberapa makanan tradisional yang merupakan hasil bumi dan hasil masakan ibu-ibu setempat. Acara ini dihadiri oleh seluruh masyarakat Samin dan untuk semua kalangan, baik anak-anak maupun dewasa semua jadi satu di pendopo desa. Setelah semuanya berkumpul acara dibuka oleh pembawa acara, dilanjutkan dengan sambutan dari ketua adat, pada sambutannya ketua adat mengajak untuk bersyukur atas semua limpahan karunia dari sang pencipta yang telah diberikan kepada masyarakat Samin, kemudian acara dilanjutkan dengan berdoa bersama memohon keselamatan untuk semua masyarakat Samin, dan pada akhir acara diadakan makan bersama, tentu
26
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h.60
45
makanan tersebut dari hasil bumi dan makanan tradisional yang telah dimasak oleh ibu-ibu secara bersama-sama pada pagi hari. Dari acara suronan tersebut sangatlah tampak kerukunan dan jiwa sosial masyarakat Samin, para warga saling menyumbangkan hasil bumi yang dimilikinya dengan sukarela, mulai dari beras, jagung, kacang, dan buah-buahan. Ibu-ibupun secara goyong royong memasak di rumah ketua adat sementara yang laki-laki sibuk mempersiapkan tempat serta teknis acara. b. Nyadran Acara nyadran ini adalah acara sesembahan untuk para leluhur masyarakat Samin, acara nyadran diadakan untuk mengenang jasa-jasa leluhur dan terus mengamalkan ajarannya. Biasanya acara ini bertempat di area yang dikeramatkan oleh masyarakat Samin, namun terkadang juga di pendopo desa. Diiringi dengan tabuhan gamelan dan makanan khas yang disajikan, acara ini dihadiri oleh semua masyarakat Samin dari semua golongan. Memang untuk perayaan-perayaan adat seperti ini masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro sangatlah antusias, terlebih dengan adanya gamelan menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. c. Manganan Tradisi yang satu ini dilaksanakan secara rutin setelah musim panen tiba, sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi mereka rezeki berlimpah dan kenikmatan hidup maka cara
46
masyarakat Samin mensyukurinya adalah dengan mengadakan tradisi manganan.27 Sesuai dengan namanya, acara ini berkonsep makan bersama seluruh masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro. Semuanya bercampur baur baik muda maupun tua bersamasama menikmati hasil bumi yang telah diberikan tuhan kepada mereka, nasinya dari beras yang mereka tanam, lauknya dari hasil ternak mereka, dan hidangan penutupnya pun dari ubi-ubian dari hasil berkebun warga. Dalam pelaksanaannya makanan yang sudah matang disusun rapi dalam sebuah tempeh (sebuah anyaman dari bambu yang berbentuk bulan dan besar biasanya untuk menaruh tumpeng) lalu kemudian masyarakat yang sudah berkumpul duduk berjejer secara rapi. Tak ada piring ataupun sendok dalam tradisi manganan ini, mereka hanya menggunakan daun pisang dan disusun memanjang mengikuti barisan duduk warga, setelah makanan disiapkan kemudian mereka berdoa bersama dan dilanjutkan dengan menyantap hidangan tersebut.28 Acara ini biasanya diadakan di area persawahan, meskipun demikian tak mengurangi antusias warga untuk hadir, justru mereka sangatlah bersemangat, acara ini akan terus diadakan oleh masyarakat Samin di Dukuh Jepang Desa Margomulyo Kebupaten Bojonegoro setiap tahun seusai musim panen tiba.
27 28
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h. 62 Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h.63
BAB III AGAMA DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT SUKU SAMIN A. Sejarah dan Pengertian Aliran Kepercayaan Menurut Prof Kamil Kartapradja aliran kepercayaan adalah keyakinan dan kepercayaan rakyat Indonesia di luar agama, dan tidak termasuk ke dalam salah satu agama. Aliran kepercayaan itu ada dua macam :1 1. Kepercayaan yang sifatnya tradisional dan animistis, tanpa filosofi dan tidak ada pelajaran mistiknya, seperti kepercayaan orang-orang Perlamin dan Pelebegu di Tapanuli. 2. Golongan kepercayaan yang ajarannya ada filosofinya, juga disertai mistik, golongan inilah yang disebut atau menamakan dirinya sebagai golongan kebatinan. Golongan kebatinan ini dalam perkembangannya akhirnya menamakan dirinya sebagai Golongan Kepercayaan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti keagamaan Suku Batak, Suku Dayak, Suku di Nusa Tenggara Timur dan keagamaan orang Jawa. Yang menunjukkan bahwa sejak zaman kuno, sebelum masuknya agama-agama besar seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam, berbagai suku bangsa di Indonesia sudah menganut animisme, kepercayaan kepada roh-roh ghoib yang kemudian bercampur dengan agama-agama dunia yang masuk di Indonesia terutama agama Islam. 1
Prof. Kamil Kartapradja . Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. (Surabaya : CV Amin) h. 118
47
48
Agama Islam yang masuk di Indonesia bukan lagi Islam yang murni tetapi yang sudah dipengaruhi ajaran Mistik (tarekat). Tarekat adalah suatu aliran dan gerakan yang tumbuh dalam masyarakat Islam dan kehormatan yang diberikan orang kepada para pemimpinnya. Pada umumnya tujuan tarekat-tarekat itu adalah untuk mencapai hakikat Ketuhanan yang biasanya ditempuh oleh para anggota atau murid-muridnya, dengan melakukan janji lebih dulu ketika memasuki tarekat. Menurut sejarah perkembangan dan kehidupan aliran kepercayaan dan kebatinan, jumlah dan macamnya selalu bertambah dan berkurang. Masing-masing aliran mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan aliran yang lainnya. Oleh sebab itu nampaknya sangat sulit untuk memberikan suatu definisi atau batasan yang dapat mencangkup semua aliran dengan sempurna. Menurut Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) di Solo tahun 1956 menyatakan bahwa aliran kebatinan adalah sumber asas sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai budhi luhur guna kesempurnaan hidup.2 Rahmat subagya mendefinisikan aliran kebatinan adalah segala usaha dan gerakan untuk merealisasikan daya batin manusia.3
2
Sufaat N, Beberapa Pembahasan tentang Kebatinan. ( Yogyakarta : Kota Kembang,
1985) h. 9 3
Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan Agama. (Yogyakarta : Yayasan Kanisius, 1976) h. 15
49
Banyak sekali hal yang mengakibatkan timbulnya aliran kebatinan dan kepercayaan di Indonesia. Dilihat dari sudut pandang antropologi timbulnya aliran kebatinan atau bahkan juga agama adalah disebabkan oleh pengalaman hidup manusia yang selalu menghadapi kesulitan dan pengalaman menyelesaikan masalah yang sangat rumit bahkan mungkin tidak dapat dipecahkan. Pada dasarnya aliran kepercayaan atau kebatinan itu timbul karena terjadi respon terhadap sesuatu yang terjadi atau tantangan yang datang dari lingkungan dimana manusia itu berada. 1. Corak-corak kebatinan4 a. Mistik Kebatinan Menurut pandangan ilmu mistik kebatinan orang Jawa, kehidupan manusia merupakan bagian dari alam semesta secara keseluruhan, dan hanya merupakan bagian yang sangat kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi , dimana manusia itu seakan-akan hanya berhenti sebentar untuk minum. b. Gerakan untuk Purifikasi Jiwa Semua organisasi kebatinan yang besar umunya bersifat mistis , banyak gerakan kebatinan terutama yang jumlah anggotanya sangat sedikit hanya berusaha untuk mencapai purifikasi jiwa. Hal yang mereka inginkan adalah 4
Prof. Kamil Kartapradja . Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. (Surabaya : CV Amin) 124-125
50
memperoleh suatu kehidupan kerohanian yang mantap tanpa rasa takut dan rasa ketidakpastian. Inilah yang oleh orang Jawa disebut orang yang sudah bebas. c. Kebatinan yang Berdasarkan Ilmu Ghaib Di seluruh daerah tempat tinggal orang Jawa, banyak sekali terdapat gerakan-gerakan kebatinan yang hanya
beranggotakan
beberapa
puluh
orang
saja.
Kebanyakan dari gerakan seperti itu berpusat di kota-kota dan pada umumnya bersifat rahasia, yaitu dengan tujuantujuan yang bersifat mistik moralis atau etis dan dipimpin oleh seorang guru untuk mecapai tujuannya. Para anggota gerakan seperti itu banyak melakukan praktek-praktek ilmu ghaib disamping bersemedi. B. Agama Adam dalam Ajaran Masyarakat Suku Samin Komunitas Samin dalam beragama mempunyai prinsip aku wong Jowo, Agamaku njowo (Aku orang Jawa, Agamaku njowo yakni Adam). Kata Adam menurut masyarakat Samin memiliki makna kawitan atau pisanan, artinya orang yang pertama kali menghuni alam dunia. Proses transformasi ajarannya adalah sabdo tanpo rapal (ajaran tidak tertulis). Agama Adam bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama yang di bawa sejak lahir. Esensi dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan” (tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap) dan diwujudkan dengan aktifitas yang
51
baik.5 Agama iku gaman, adam pangucape, man gaman lanang (Agama Adam merupakan senjata hidup). Prinsip beragama bagi pemeluk Agama Adam adalah wonge Adam (mengakui bahwa orang pertama adalah Adam), Lakune Adam (berprilaku yang mewujudkan prinsip dan pantangan dalam ajaran Samin), pengucape Adam (jika sanggup dalam perjanjian dikatakan sanggup, jika tak anggup dinyatakan tak sanggup), dan agomon Adam (agomo minongko gaman utowo alat kanggo urip yang diwujudkan dalam berprilaku sesuai prinsip dan menjauhi pantangan dalama ajaran Samin. Keberadaan Adam dianggap orang pertama di dunia agar dunia sejahtera (ndonyo rejo). Lahirnya Adam dan ibu Hawa karena sabda tunggal Yai sebagai penguasa tunggal. Adanya Yai karena adanya Adam (ono iro ono ingsun, wujud iro wujud ingsun, aku yo kuwe, kuwe yo aku, wes nyawiji ). Yai bermakna yeng ngayahi samubarang kebutuhane putu, putu duwe kewajiban, putu njaluke karo Yai kanti ngeningke cipto, roso lan karso kang supoyo biso kasembadan sejo lan karep kanti neng, neng lan nep. “Yai” bermakna dzat yang memenuhi hajat hidup makhluk, makhlukpun memiliki kewajiban terhadapnya jika makhluk memohon hanya kepada-Nya dengan mengheningkan cipta (semedi). Pengakuan masyarakat Samin bahwa dirinya beragama Adam dengan prinsip etika adiluhung berpegang pada kitab Jamus Kalimosodo.6 Esensi Agama Adam bagi masyarakat Samin adalah jika pemeluknya mampu melaksanakan prinsip ajaran dan meninggalkan pantangan ke Saminan, sekaligus berpatokan pada garis besar „syariatnya‟ yakni tidak berbohong, tidak menyakiti hati 5
Moh Rosyid. Kodifikasi Ajaran Samin . (Yogyakarta : Kepel Press 2010). h.62 Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 42 6
52
lingkungannya (manusia, hewan dan tumbuhan sehingga dalam menyembelih hewan mereka mempunyai cara tersendiri), tidak beristri lebih dari satu (dianggap sumber konflik), berpantangan menemukan barang orang lain (jika ditemukan, pemilik yang kehilangan tak akan mendapatkan barang yang hilang), dan tidak mencuri. Ibadahnya (semedi) dengan memohon dan memuji pada Tuhan, berpuasa suro, berpuasa pada hari kelahiran. Keberadaan Samin versi kolonial Belanda semula dianggap ajaran kebatinan, yaitu embrio munculnya agama baru yang semula adalah gerakan ritual mistis. Dugaan tersebut mendekati benar karena Samin memiliki agama sendiri (Agama Adam), tidak sebagaimana agama yang di eksplisitkan dalam perundangan. Tumbuhnya ajaran Samin berpijak dari sumber ajarannya yang tertuang dalam kitab sucinya antara lain Serat Uri-Uri Pambudi, Serat Jamus Kalimosodo. Kitab itu berisi tulisan Samin yang mengajarkan ajaran kebatinan, sedangkan menurut Kasmidjan7 ajaran kebatinan Samin terpenting adalah Manunggaling Kawulo Gusti atau Sangkan Paraning Dumadi. Ajaran Samin disebar luaskan oleh Ki Samin Surosentiko sehingga memiliki banyak penganut. Ki Samin Surosentiko menimba ilmu dan melakukan tapa di hutan tanpa adanya keramaian. Tapa tersebut bertujuan mendekatkan diri kepada Hyang Kuasa, sehingga mendapatkan wahyu dan bimbingan dari gaib (Yai) atau Hyang Kuasa. Wahyu itu berisi perintah menata umat manusia agar selalu berbuat baik dengan sesamanya.
7
Kasmidjan (Tokoh masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro)
53
Materi ajaran Samin berupa :8 a. Menata hidup dan penghidupan pada Masyarakat tentang tataning sikep rabi, ilmu pendunungan, dan sejatining urip lan urip kang sejati. Hal tersebut
diharapkan
manusia
itu
hidup
didunia
mendapatkan
Kasampurnaning urip. b. Wong urip kudu ngerti uripe, sebab urip mung sepisan kanggo selawase (Orang hidup harus mengerti tujuan hidupnya, karena hidup itu cuma sementara) c. Manusia harus selalu berbuat baik kepada sesamanya, lingkungan dan alam semesta. Wong nandur bakal ngunduh, wong kang gawe bakalan nganggo, wong kang utang bakale nyaur. Mula aja tumindak jrengki, srei, panasten, dahpen lan kemeren marang sepadane urip. Amarga wong urip kabeh maumung sak derma nglakoni, wong urip iku ana kang nguripake, mulo kudu sabar lan narimo. Yang memiliki sebuah arti orang yang menanam pasti akan menuai, orang yang membuat pasti akan memakai, orang yang mempunyai hutang pasti akan membayar. Maka janganlah bertindak dengki dan syirik sesama manusia. Karena semua orang hidup Cuma hanya menjalankan, semua orang hidup itu ada yang mengatur atau menghidupkan, makanya harus sabar dan menerima). Ajaran Samin menegaskan bahwa sejatinya Agama yaitu ugeman/ageman urip9. Esensi agama adalah pegangan hidup yang tercermin dalam prinsip ajaran 8
h.28
Moh. Rosyid Bersahaja Di Tengah Asketisme Lokal.( Yogyakarta : Kepel Press.2010).
54
dan pantangan. Kenyamanan batin merupakan esensi dasar keyakinan yang disebut dengan agama. Memiliki aliran kepercayaan bagi seseorang pada dasarnya adalah wilayah diri, bersifat pribadi, dan membutuhkan kenyamanan diri dalam berinteraksi sosial, dengan catatan kepercayaan tersebut tidak mengganggu kenyamanan pemeluk Agama atau kepercayaan pihak lain. Meskipun dalih utama bahwa berkepercayaan adalah hak dan kebutuhan batin bagi individu, Dengan demikian keberadaan aliran kepercayaan tidak selalu mudah terdeteksi oleh pemerintah karena keberadaannya yang bersifat pribadi. C. Konsep Ajaran Suku Samin dalam Serat Jamus Kalimosodo Konsep ajaran-ajaran Samin terhimpun dalam karya yang berjudul Serat Jamus Kalimosodo yang terdiri dari lima ajaran pokok, yaitu (a) Serat Punjer Kawitan, (b) Serat Pikukuh Kasejaten, (c) Serat Uri-uri Pambudi, (d) Serat Jati Sawit, dan (e) Serat Lampahing Urip.10 Masing-masing serat tersebut memiliki bahasan tersendiri, semua dikelompokkan sesuai bidangnya, ada yang membahas sejarah, ada yang membahas tata krama, ada yang membahas kehidupan yang mulia dan ada juga yang membahas tentang primbon. 1. Serat Punjer Kawitan Ajaran ini berkaitan dengan ajaran mengenai silsilah raja-raja Jawa, adipati-adipati wilayah Jawa Timur, dan penduduk Jawa. Ajaran ini pada prinsipnya mengakui bahwa orang Jawa adalah sebagai keturunan 9
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016) h. 82 Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh Mbah Hardjo Kardi.h.10 10
55
Adam dan keturunan Pandawa. Sehingga semua yang ada di bumi Jawa adalah hak orang Jawa. Dengan demikian orang Belanda tidak mempunyai hak terhadap bumi Jawa. Apabila diperhatikan, ajaran ini secara simbolik adalah semangat nasionalis bagi orang Jawa dalam menghadapi penjajah Belanda. 2. Serat Pikukuh Kasejaten Ajaran ini berkaitan dengan tata cara dan hukum perkawinan yang dipraktekkan oleh masyarakat Samin. Konsep pokok yang termaktub dalam ajaran ini adalah membangun keluarga merupakan sarana kelahiran budhi, yang akan menghasilkan atmajatama (anak yang utama). Rumah tangga (dalam kitab ini) harus berdasarkan pada ungkapan “kukuh demen janji”(kokoh memegang janji). Maka dalam berumah tangga unsur yang utama adalah kesetiaan dan kejujuran guna menciptakan saling percaya dalam rangka membangun keluarga bahagia. 3. Serat Uri-uri Pambudi Ajaran ini berisi tentang ajaran perilaku yang utama, terdiri atas ajaran sebagai berikut:11 1) Angger-angger Pratikel (hukum tingkah laku) yang mempunyai ungkapan: Aja drengki srei, tukar-padu, mbadog colong (jangan dengki dan iri hati, bertengkar, makan yang bukan hak, dan mencuri). 2) Angger-angger Pangucap (hukum berbicara) memiliki patokan pangucap saka lima, bundhelane ana pitu, lan pangucap saka sanga, 11
Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh Mbah Hardjo Kardi.h.11
56
bundhelane ana pitu (ucapan yang berasal dari dari sember yang lima [panca indera], pengendalianya ada tujuh, Dan ucapan yang bersumber
dari
lubang
[babahan
hawa
sanga:bahasa
Jawa]
pengendaliannya juga ada tujuh) 3) Angger-angger Lakonono (hukum yang harus dijalankan), inti dari ajaran ini berbunyi lakonono sabar trokol. Sabare dieleng-eleng, trokole dilakoni (kerjakan sikap sabar dan giat, agar selalu ingat tentang kesabaran dan selalu giat dalam kehidupan) 4. Serat Jati Sawit Ajaran ini membahas tentang kemuliaan hidup sesudah mati (kemuliaan hidup di akhirat). Ajaran ini mengenal konsep “hukum karma”. Disini kata-kata mutiara yang menjadi falsafah berbunyi: Becik ketitik, olo ketoro, sopo goroh bakal gronoh, sopo salah seleh (yang baik dan yang jelek bakal kelihatan, siapa yang berdusta akan nista, siapa yang salah bakal kalah) 5. Serat Lampahing Urip12 Ajaran ini berisi tentang primbon yang berkaitan dengan kelahiran, perjodohan, mencari hari baik untuk seluruh aktifitas kehidupan Saminisme, menjadi pedoman moral dan perilaku yang kemudian menjadi ajaran yang digunakan, kemudian berkembang menjadi sikap kebatinan dimana ajaran tersebut kedudukannya sama seperti aliran kepercayaan yang tumbuh subur.
12
Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh Mbah Hardjo Kardi.h.11
57
D. Upacara dan Ritual dalam Masyarakat Suku Samin 1. Upacara Kelahiran13 Kelahiran menurut Masyarakat Suku Samin adalah sesuatu hal yang dianggap biasa saja, dan mereka beranggapan bahwa seseorang yang baru lahir membawa jeneng (nama) sendiri-sendiri. Nama (Jeneng) itu dibagi menjadi Jeneng Lanang (nama laki-laki) Jeneng wedok (nama wanita). Anggapan orang Samin ketika bayi menanggis cenger dalam bayi itu berarti sang bayi sudah ada roh dan telah mendapatkan tempat ngenger (mengabdikan hidup). Sama seperti pada masyarakat Jawa pada umumnya masyarakat samin juga mengenal brokohan bancakanmbel-mbel yang dibagibagikan kepada tetangga dinamakan mbrokohi turunan. Kemudian setelah sang bayi berusia lima hari dibutkan juga mbel-mbel sepasaran lalu saat bayi berusia sembilan hari juga dibuatkan mbel-mbel selapan.14 Ada ritual yang diamakan penamaan tembuni yang dibedakan antara pria dan wanita. Penamaan tembuni bagi anak laki-laki ditanam didalam rumah agar si anak laki-laki itu ketika dewasa bisa membantu sang ayah dalam mencari penghasilan. Sementara itu, anak perempuan tembuninya ditanam diluar rumah dengan harapan si anak cepat mendapat jodoh. 2. Upacara Kematian
13
Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 25 13 14
Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),h. 107
58
Masyarakat Samin memiliki tata cara tersendiri dalam hal kematian. Sama seperti halnya kelahiran, kematian juga merupakan peristiwa yang biasa saja. Menurut orang Samin, orang yang mati itu disebut sebagai
salin
sandhangan (berganti pakaian). Ini maksudnya apabila roh lepas dari raga (jasmani, tubuh) jiwa mereka masih tetap hidup dengan memakai jasad yang baru. Manusia tidak pernah mati, yang mati dan rusak itu adalah jasadnya saja. Hal ini sesuai dengan apa yang telah Samin Surosentiko sampaikan yaitu: “Wong enom mati uripe titip seng urip. Bayi udah nangis nger niku sukma ketemu raga. Dadi makane wong niku boten mati. Nek ninggal sandhang iku nggeh. Kedah sabar lan trokal sing diarah turun temurun. Dadi ora mati nangging kumpul sing urip. Apik wong salawase sepisan, dadi wong salawase dadi wong”.15 Orang yang meninggal itu (salin sandhangan) dikemudian hari akan melanjutkan hidup dengan jasad yang lain. Jika ia berprilaku baik, ia akan dihidupkan kembali menjadi hewan atau yang lainnya. Hal ini mirip dengan konsep reinkarnasi dalam ajaran agama Hindu.16 Tata cara pemakaman orang Samin sangatlah sederhana sebab salin sandhang merupakan hal yang cukup lumrah, Tata cara pemakaman dan alat pengusung jenazah serta payung dibuat secara mendadak, Sampai di pemakaman, keranda, pengusung dan payung diletakkan disekitar kuburan lalu dipreteli (dirusak) supaya tidak memenuhi tempat.
15
Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 31 16 Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia. (Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.39
59
Tidak ada arah dan kiblat tertentu mengenai arah mayat yang harus dikubur. Kondisi makam pun terkesan seadanya, ditambah dengan keadaan makam yang tak diberi nisan dan hanya tanda saja dengan sepotong kayu. Seperti halnya makam mbah Engkrek, itu hanya diberi kayu sebagai tanda dengan tanah yang sudah rata. 3. Berdo‟a Menurut Masyarakat Suku Samin Aktivitas
warga
Samin
dikategorikan
aktivitas
kumulatif
jika
dilaksanakan semua pengaku ajaran Samin, sedangkan aktivitas nonkumulatif adalah aktivitas peribadatan yang tidak dilaksanakan semua pengaku ajaran Samin (bersifat individu). Komunitas Samin yang saleh, dalam beraktivitas biasanya selalu diawali dengan berdo‟a.
17
Do‟a tersebut terdapat perbedaan
ungkapan karena perbedaan tokoh yang memberi petuah. Seperti contoh do‟a menyembelih hewan “Yang bumi, aji aku jaman, jamanku...(menyebutkan nama diri) Sandang pangan tukule bumi. Etika dan tata cara berdo‟anya dengan ngenengno cipto, roso, lan karso kang supoyo biso kasembadan sejo lan karep kanti neng (ngeningke cipto), neng (kudune meneng), lan nep (ngenepno roso yoiku onone siro utowo ingsun, wujud iro wujud ingsun) kalayan rungu tan rinungu, ono roso tan rinoso, ono gondo tan ginondo. Bentuk peribadatan warga Samin berupa berdo‟a ketika semedi dengan prinsip nindakno nengneng meneng, nenuwun marang yeng momong jiwo rogo, bakale keturutan pengangenane (melaksanakan konsentrasi dengan diam (semedi), memohon 17
Titi Mumfangati, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah (Yogyakarta : Jarahnitra, 2004),h. 35 17 Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.28
60
pada pemelihara jiwa raga agar harapannya terpenuhi) dan wong urip kudu percoyo, ora keno mujo kayu-watu, sing dipujo awae dewe (orang hidup harus percaya adanya Yai (Tuhan) tidak boleh memuja kayu-batu, yang dipuja adalah dirinya (awak dewe) terdiri dari kesatuan (manunggaling kawulo marang gusti) dan adanya manusia karena adanya Tuhan. Kata Yai bermakna kabeh yeng ngayahi (semua kebutuhan hidup manusia dicukupi Tuhan) dan keberadaan manusia sebagai hamba (putu Adam). Permohonan masyarakat Samin kepada Tuhan menyertakan peran lingkungannya yang Samin dan non-Samin, misalnya kematian atau sunatan (ngislamke/brahikke/khitanan) berbentuk brokohan. Hal itu bertujuan untuk mendoakan agar yang masih hidup selamat dan yang telah mati tercapai angan-angan berupa menjadi asal manusia yang menitis pada anak cucu menjadi orang yang baik. Semedi merupakan bagian dari jalan menuju ketenangan dan kebahagiaan hidup manusia. Semedi sebagai proses introspeksi diri (eling) pada diri dan perilakunya. Semedi atau Samadi18 merupakan istilah khas dalam agama Hindu sebagai cara kebaktian kepada Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa dengan memusatkan pikiran dan jiwa. Dalam falsafah Hindu, semadi pada tahap kedelapan pelaksanaan yoga, merupakan situasi batin yang sunyi dan sebagai sumpah suci, pasrah diri sepenuhnya dalam berkontemplasi mengatasi segala kesukaran hidup. Untuk menuju konsentrasi, harus melalui tiga tingkatan yakni konsentrasi persiapan (parikamma-samadhi), konsentrasi tetangga (upacara-samadhi), dan konsentrasi penuh (appana-samadhi).
18
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.30
BAB IV DOKTRIN KETUHANAN DAN AJARAN MORALITAS MASYARAKAT SUKU SAMIN
A. Konsep Tuhan dalam Ajaran Suku Samin Masyarakat Samin mengaku beragama Adam yang di dalam ajarannya berprinsip bahwa etika adiluhung sebagai pegangan hidup. Esensi ajaran Adam dipegang teguh dalam prinsip ajaran dan menjauhkan prinsip pantangan keSaminan. Agama Adam sebagai perwujudan pengucap (tandeke neng pengucap, opo wae thukule soko pengucap), laku (perilaku), dan penganggo (pakaian). Pengucap bermakna jika berbicara tidak berbohong dan konsisten dengan yang diucapkan. Laku diwujudkan dalam berprilaku tidak melanggar prinsip Samin dan melaksanakan poso (puasa). Penganggo adalah segala piranti (pakaian) yang digunakan. Keberadaan Adam dianggap sebagai orang pertama di dunia agar dunia sejahtera (donyo rejo) dan sebagai penguasa tunggal (Yai). Lahirnya Adam karena sabdo tunggal Yai,1 adanya Yai (Tuhan) karena adanya Adam (ono iro ono ingsung, wujud iro wujud ingsun. Aku yo kuwe, kuwe yo aku, wes nyawiji ). Artinya ada kamu ada saya, wujud kamu adalah wujud saya. Aku adalah kamu, kamu adalah aku, sudah menjadi satu. Yai (yeng ngayahi samubarang kabutuhane putu) putu nduwe kewajiban, putu njaluk Yai kanti ngeningke cipto, roso lan karso kang supoyo biso kasembadan sejo lan karep kanti neng neng lan nep. Yai (Tuhan) bermakna dzat pemenuh hajat hidup
1
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.56
61
62
makhluk, makhluk pun memiliki kewajiban. Makhluk memohon hanya kepadaNya dengan mengheningkan cipta (semedi) dan berprilaku yang baik. Munculnya istilah Adam bermakna ugeman atau pegangan hidup. Adam juga sebagai bukti pemahaman Warga Samin terhadap nama manusia pertama (Adam) ciptaan Tuhan (Yai) di dunia. Agama Adam mengajarkan ibadah. Peribadatan Samin berprinsip nindakno nengneng meneng, nemuwun marang yeng momong jiwo rogo, bakale keturunan pengangenane. Artinya melaksanakan konsentrasi dengan diam (semedi), memohon pada pemelihara jiwa raga agar harapan terpenuhi. Prinsip ibadahnya wong urip kudu percoyo (orang hidup harus percaya), ora keno mujo kayu-watu (tidak bisa menyembah kayu ataupun batu), adanya kesatuan (manunggaling kawulo marang gusti) dan adanya manusia karena adanya Tuhan.2 Kata Yai bermakna kabeh yeng ngayahi (semua yang menguasai), kebutuhan hidup manusia dicukupi Tuhan dan keberadaan manusia sebagai cucu Adam. Agama Adam tidak bersangkut paut dengan proses pewahyuan karena mutlak berasal dari ide dasar leluhur/orang tua yang diikuti secara turun temurun kepada generasi Samin.3 Samin sebagai sebuah ajaran mengedepankan nilai-nilai etika yang bersifat hubungan vertikal (manembah) yang esensinya mengakui dirinya bahwa ada yang lebih tinggi dalam kehidupan yakni Tuhan (Yai). Agama Adam yang dianut oleh masyarakat Samin berbeda dari praktek sinkretisme yang lazim terjadi di antara masyarakat Jawa. Hal ini karena agama 2
Verdi Indra Satria, Ekspedisi Kyai Samin, (Malang: Cv Madza Publishing, 2016), h.60 Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta : UMM Press, 2003) h. 31 3
63
Samin hampir tidak memberi tempat praktek ajaran agama lain. Meskipun demikian, Agama Adam tetap harus dilihat dalam konteks kepercayaan masyarakat Jawa yang terpusat di seputar aktivitas agrikultural (pertanian). Kepercayaan tradisional Jawa digunakan masyarakat Samin sebagai sarana memperkuat solidaritas dan menangkal pengaruh dari luar. Masyarakat Samin menolak segala bentuk ajaran dari luar, baik Islam maupun Hindu dan menghendaki ajaran yang murni Agama Jawa dan bebas dari pengaruh asing dalam bentuk apapun. Konsekuensinya yaitu, mereka menjaga jarak dengan penduduk Jawa yang telah memeluk agama. B. Pandangan Tokoh Agama Suku Samin di Dusun Jepang tentang Tuhan dalam Ajaran Samin Menurut pemaparan Hardjo Kardi4 seluruh masyarakat Suku Samin atau penganut Agama Adam mereka mengenal Tuhan atau Yai dengan beberapa pandangan yaitu dengan melihat Sifat-sifat Tuhan, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, takdir dan kebebasan manusia serta konsep iman. 1. Sifat-sifat Tuhan Berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan masing-masing tokoh agama, memberikan pendapat yang berbeda-beda. Walaupun terkadang antara tokoh agama satu dengan yang lain dalam memberikan argumen tentang permasalahan ini, ada kemiripan ataupun kesamaan atas pemikiran dan pandangannya.
4
Hardjo Kardi adalah Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.
64
Menurut Mbah Harjo Kardi,5 ia mengatakan bahwa Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai sifat, karena Tuhan itu adalah diri kita sendiri punya sifat-sifat yang sudah jelas dan pasti kalau Tuhan itu mempunyai sifat. Di antara sifat-sifat Tuhan adalah Sang Hyang Maha Luhur, Hyang Maha Luwih (lebih), Maha Agung, Maha Welas. Menurut dia sifat-sifat yang dimiliki Tuhan dan yang dimiliki manusia itu hampir sama, karena sifat yang dimiliki Tuhan itu melebur dalam diri manusia yang kemudian menjadi sifat-sifat manusia. Dengan kata lain, Tuhan beserta sifat-sifatnya berada dalam diri manusia. Bapak Bambang6 berpendapat tentang sifat-sifat Tuhan dalam ajaran Samin yaitu mengakui dan meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, karena beliau berpendapat dirinya adalah Tuhan dan Tuhan adalah dirinya. Dirinya mempunyai sifat sudah pasti kalau Tuhan juga mempunyai sifat-sifat. Menurut bapak Bambang : Ingsung sejatine pengeran lan pengeran sejatine ingsun, ingsun pengeran damel awak ingsun pangeran damel garwo ingsun lan pengeran damel keluarga ingsun. Ingsun gadah sifat-sifat, sifat pengeran lan sifat ingsun niku sami. sejatinipun leres ingsun niki pengeran. Artinya : Saya sebenarnya adalah Tuhan dan Tuhan sebenarnya adalah saya, Tuhan yang membuat diri saya istri saya dan keluarga saya, 5
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 6 Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
65
saya punya sifat, sifat saya dan sifat Tuhan itu sama, sebenarnya benar kalau saya ini adalah Tuhan. Menurut bapak Karjono7 Tuhan dalam ajaran Samin memang mempunyai sifat-sifat, hal ini karena pada diri manusia juga mempunyai sifat-sifat. Tuhan itu adalah diri manusia itu sendiri. Aku adalah Tuhan dan Tuhan adalah aku begitu menurut pandangan bapak Karjono. Aku mempunyai sifat pengasih begitu juga Tuhan mempunyai sifat pengasih. Antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Tuhan sama, tidak ada bedanya. Karena sifat Tuhan sudah melekat pada diri manusia, oleh karenanya diri manusia adalah Tuhan. Bapak Qorib8 berpendapat bahwa dalam ajaran Samin memang mengimani kalau Tuhan mempunyai sifat-sifat, dan sifat-sifat itu sama seperti sifat manusia, karena menurutnya ajaran Samin memang mengatakan
bahwa
Tuhan
adalah
aku.
Memang
menurutnya
kedengarannya terasa aneh tapi itulah ajaran itulah keyakinan ada yang percaya dan ada yang tidak percaya sama sekali. 2. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan Menurut Mbah Harjo Kardi9, berkaitan dengan masalah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, beliau berpendapat bahwa Tuhan dalam
7
Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 8 Wawancara Pribadi dengan Qorib Subagyo (humas bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli) Pada 29 Desember 2016. 9 Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
66
ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya dengan manusia yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa yang ia inginkan. Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan, manusia sendiri yang dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu berkuasa terhadap dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia inginkan. Manusia secara utuh mempunyai kekuasaan untuk melakukan sesuatu yang mereka bisa. Kekuasaan untuk berbuat, kekuasaan untuk bicara dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Seperti itu juga pandangan bapak Bambang10, mengenai kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Tuhan sebagai Khalik dan manusia sebagai hamba atau ciptaanNya, manusia tanpa kehendak Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi manusia tetap mempunyai kemampuan untuk bertindak, berbuat dan melakukan apapun selama manusia berusaha penuh untuk hal itu. Menanggapi permasalahan kekuasaan dan kehendak Mutlak Tuhan. Bapak Bambang berpandangan, bahwa dalam ajaran Samin Tuhan sejatinya adalah diri manusia itu sendiri maka untuk itu kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan ada dan bersatu melebur pada diri manusia itu sendiri. Manusia adalah Tuhan bagi dirinya sendiri, maka manusia mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak untuk melakukan apa yang ia inginkan. Semua yang ingin ia perbuat adalah muncul dari diri
10
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
67
manusia atas kekuasaan dirinya dan kehendaknya, tanpa kekuasaan dan kehendak atas dirinya maka yang ia perbuat itu tidak akan muncul. Bapak Karjono11 Menjelaskan, bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan ada pada diri manusia itu sendiri. Apa yang ia inginkan berarti secara langsung itu merupakan kehendak Tuhan. Dan pandangan itu yang menurut dia yakini benar. 3. Takdir dan Kebebasan Manusia Menurut Mbah Harjo Kardi12, pandangan beliau tentang takdir dan kebebasan manusia dalam ajaran Samin yaitu takdir dan kebebasan manusia sebenarnya kembali kepada keyakinan ajaran Samin yang menganggap dirinya sendiri adalah Tuhan. Bahwa takdir itu melekat pada dirinya sendiri, dan takdir itu merupakan bagian dari diri manusia, dirinya yang menciptakan takdir itu oleh karena itu manusia sudah diatur oleh dirinya sendiri. Sedang kebebasan manusia menurut beliau dalam ajaran Samin itu relatif, manusia tidak mempunyai kebebasan karena sudah ditakdirkan dalam hal apapun tetapi agak membingungkan karena dalam ajaran Samin yang menciptakan takdir itu manusia sendiri konsekuensinya dari keyakinan bahwa Tuhan adalah dirinya sendiri. Keyakinan ajaran Samin mengenai takdir dan kebebasan manusia menurut beliau takdir itu ada, dan yang menciptakan takdir itu adalah Tuhan sedangkan aku adalah Tuhan berarti kalau begitu bisa ditarik 11
Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 12 Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
68
kesimpulan bahwa takdir itu yang menciptakan dirinya sendiri. Sedangkan kebebasan manusia itu tidak ada karena sudah terikat dengan takdir itu. Dalam persoalan takdir dan kebebasan manusia, bapak Bambang13 berpendapat bahwa dalam ajaran Samin meyakini akan takdir Tuhan, tetapi takdir itu beliau yang membuat terhadap dirinya, ini tidak lepas dari ajaran Samin yang menganggap aku adalah Tuhan. Menurut beliau takdir ini melekat pada dirinya karena Tuhan adalah dirinya, Tuhan yang menciptakan takdir itu, maka beliau secara tidak langsung yang menentukan takdir itu. Sedang kebebasan manusia itu tidak ada karena sudah ditetapkan oleh takdir yang dibuat oleh dirinya sendiri, secara penuh manusia bertanggung jawab atas dirinya karena telah menetapkan takdir itu, manusia terikat oleh takdir yang mereka tentukan. Menurut bapak Karjono14, pemahaman beliau tentang takdir dan kebebasan manusia dalam ajaran Samin yaitu, takdir adalah ketetapan yang diciptakan oleh Tuhan dengan kata lain beliaulah yang menciptakan takdir itu, karena ia berkeyakinan bahwa dia adalah Tuhan itu sendiri dan manusia terikat oleh takdir itu. Jadi manusia dalam hal ini tidak mempunyai kebebasan sama sekali setelah ia menentukan takdir itu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan untuk membuat ketetapan itu.
13
Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 14 Wawancara Pribadi dengan Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
69
4. Konsep Iman Menurut Mbah Harjo Kardi15, beliau berpendapat bahwa Iman dalam ajaran Samin berupa kepercayaan dalam hati kemudian diucap dengan lisan dan dilakukan dengan tindakan. Iman tak cukup dalam hati menurutnya, kalau seperti itu bukan mengimani tetapi hanya sekedar meyakini. Antara keyakinan dalam hati, ucapan dan tindakan itu harus sama, seperti orang Samin yang selalu jujur dan lugu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Mbah Harjo Kardi : Keyakinan sak njeruning ati sak njeruning ucap lan sak njeruning lakon, ingsung ngucap ingkang ingsun yakini, lakon ingsun ingkang ingsun yakini saking ucap ingsun. Artinya : Keyakinan itu ada di dalam hati dan di dalam pengucapan serta dalam perbuatan, saya mengucapkan apa yang saya yakini, dan saya meyakini apa yang saya ucap. Dengan demikian antara hati, ucapan dan tindakan itu harus sesuai dan saling terkait. Menurut beliau aku tidak akan bicara kalau tidak ada keyakinan dalam hatinya dan beliau tidak akan bertindak kalau tidak ada keyakinan dalam hatinya. Berkenaan dengan masalah konsep iman ini, bapak Bambang16 berpendapat bahwa Iman dalam ajaran Samin itu apa yang kita yakini dalam hati kemudian diucapkan dengan lisan dan harus ada tindakan. 15
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016. 16 Wawancara Pribadi dengan Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
70
C. Moralitas Masyarakat Suku Samin Dalam ajaran Suku Samin prinsip dasar beretika berupa pantangan untuk tidak drengki (membuat fitnah), Srei (serakah), Panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain), nyiyo marang sapodo (berbuat nista terhadap sesama penghuni alam), pantangan hidupnya dalam berinteraksi adalah bedok (menuduh), colong (mencuri), Pethil (mengambil barang yang masih menyatu dengan alam atau masih melekat dengan sumber kehidupannya), jumput (mengambil yang telah menjadi komuditas di pasar), nemu (menemukan barang menjadi pantangan). Lima pantangan dasar ajaran Samin meliputi, tidak boleh mendidik dengan pendidikan formal, tidak boleh bercelana panjang, tidak boleh berpeci, tidak diperbolehkan berdagang, dan tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu.17 Etika Samin tercermin dalam pelaksanaan ajaran Samin yang mengandung prinsip hidup berupa kejujuran, kesetiakawanan, kesederhanaan, kebersamaan, keadilan dan kerja keras.18 Prinsip dasar beretika adalah berupa pantangan untuk tidak drengki (memfitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati, keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain). Ajaran tersebut pada dasarnya ajaran agama universal, dan melaksanakan ajaran tersebut sangatlah ditentukan oleh diri warga Samin, bukan karena simbol
17
Joko Susilo, Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta : UMM Press, 2003) h.62 18 Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h. 43
71
menjadi pengikut agama atau kelompok tertentu. Maksudnya orang Samin berpeluang menjadi warga yang taat dan dapat pula menjadi warga yang tidak taat terhadap ajaran Samin. Disini penulis akan memaparkan ajaran Moralitas Suku Samin pada beberapa bagian yaitu : 1. Melawan Penjajah Masyarakat Suku Samin membuat perlawanan terhadap Belanda yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Selain melakukan aksi heroik ala Robin Hood, kiyai Samin juga mengajarkan sebuah metode baru untuk melawan para penjajah kulit putih kepada rakyat jelata. Metode ini cukup unik, tapi pada akhirnya benar-benar mampu membuat pemerintah penjajah Belanda geram. Salah satu metode tersebut mengajak rakyat untuk tidak membayar pajak apapun kepada Negara (Belanda) karena hanya akan memperkaya para pejabat saja.19 Kyai Samin (Samin Surosentiko/pendiri ajaran Samin) juga mengajarkan kesederhanaan dan hidup selaras dengan alam kepada para pengikutnya.20 Mereka mengatakan bahwa alam Jawa bukanlah milik penjajah. Untuk itulah banyak warga Samin yang membuat pusing Belanda, ketika mereka dengan seenaknya mengambil kayu dan ranting dari hutan-hutan jati yang dikelola pemerintah. Padahal orang Samin
19
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008) h.42 20 Neng Darol Afia, Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia. (Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999), h.22
72
hanya mengambil sebatas yang mereka butuhkan. Tidak pernah mereka menebang kayu untuk dijual kembali. 2. Perdagangan Ada banyak hal yang cukup unik dan menarik jika berbicara mengenai suku Samin, salah satunya yaitu pada bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Walaupun menggunakan bahasa Jawa akan tetapi dialeg serta sistem bahasa mereka berbeda dengan yang ada di masyarakat Jawa pada umumnya. Demikian pula tentang etika dan tata cara berpakaian mereka. Mereka sering terlihat memakai pakaian serba hitam. Apalagi kaum Samin yang tidak pernah memakai peci, celana jeans apalagi kaos oblong. Tapi yang paling unik adalah mengenai pandangan hidupnya. Orang sikep sangat menjunjung tinggi kejujuran, welas asih, persaudaraan dan mencintai lingkungan hidup serta alam semesta.21 Dalam komunitas sedulur sikep tidak ditemukan satu anggota komunitas pun yang berprofesi sebagai pedagang. Bagi mereka perdagangan adalah pintu masuk bagi ketidak jujuran, keserakahan dan hedonisme. Memang dalam perdagangan dikenal dengan istilah laba atau keuntungan. Laba inilah yang nantinya menjadi tujuan bahkan sering orang menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi orang Samin. Laba adalah cerminan ketidak jujuran. Suatu hal yang sangat diharamkan dalam ajaran Samin. 21
Titi Mumfangati dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004),h.35
73
Suku Samin yang kebanyakan berprofesi sebagai petani juga menolak menggunakan barang-barang elektronik. Mereka lebih memilih menggunakan kerbau untuk membajak sawah daripada traktor. Itulah mengapa kaum Samin sangat memuliakan alam. Kelestarian alam adalah berarti kelestarian kehidupan. Sedang kehancuran alam berarti juga hancurnya kehidupan mereka. 3. Pernikahan dan Poligami a. Pernikahan dengan sesama pengikut Samin Pernikahan dengan sesama pengikut Samin merupakan langkah yang strategis agar generasi baru tersebut dapat melanjutkan ajaran nenek moyang Samin.22 Antisipasi ini dilakukan dengan cara agar mereka berada dalam satu lingkungan yang sama sehingga akan menjauhkan dari pengaruh budaya luar akulturasi dan asimilasi. b. Tidak boleh Beristri lebih dari Satu Memadu dua keluarga dalam ikatan perkawinan terjadi hampir disemua masyarakat. Tak terkecuali di masyarakat Samin, menikah menjadi sesuatu yang biasa terjadi untuk memperpanjang keturunan. Perbedaanya ada pada tata cara perkawinan dan adat yang digunakan. Pada dasarnya adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat Samin adalah endogami, yakni pengambilan dari dalam kelompok sendiri dan menganut prinsip monogami. Menurut mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang) Dalam pola perkawinan ini yang dianggap 22
Moh. Rosyid, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008) h.31
74
ideal adalah istri cukup hanya satu untuk selamanya (bojo siji kanggo sak lawase). Seperti yang tertuang dalam prinsip Ajaran Samin bahwasannya tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu. Hal ini dilakukan agar konflik dalam berkeluarga tidak akan terjadi.23 D. Implementasi Ajaran Moralitas Samin terhadap Perilaku Masyarakat Samin dalam Kehidupan Sehari-hari Masyarakat selalu berada dalam proses perubahan, bergerak secara dinamis
mengikuti
pola-pola
tertentu
berdasarkan
faktor-faktor
yang
melingkupinya. Tidak ada masyarakat di dunia ini yang stagnan tanpa perubahan, walaupun masyarakat primitive sekalipun. Demikian juga dengan masyarakat Samin. Tujuan utama didirikan gerakan Samin sebenarnya adalah untuk memberikan pertolongan kepada masyarakat daerah sekitar yang dinilai berada dalam kondisi yang memprihatinkan, sebagai akibat dari penjajahan Kolonial Belanda yang secara langsung berpengaruh pada kehidupan yang membuat masyarakat menjadi menderita. Penjajahan Kolonial Belanda ini membawa masyarakat Samin pada ketimpangan sosial, dimana para penjajah Belanda menempati posisi yang terhormat dalam hirarki sosial yang disebabkan oleh kekayaan yang dipungutnya secara paksa dari masyarakat serta penolakan merekat terhadap ajaran Islam yang dinilainya tidak berasal dari khazanah pengetahuan budaya masyarakatnya. Berdasarkan masalah tersebut maka gerakan Samin yang di pelopori oleh Samin Surosentiko mulai muncul dan berkembang. 23
Wawancara Pribadi dengan Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Pada Tanggal 29 Desember 2016.
75
Sebuah komunitas masyarakat jika dalam kehidupannya memiliki aturan dan berpedoman pada ajaran moral ataupun etika sudah bisa dipastikan hidupnya akan tentram. M.Athiyah Al Abrasyi yang berpendapat bahwa: “Tujuan ajaran akhlak/moral dalam Islam adalah membentuk manusia berakhlak mulia, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkakhlaku dan perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, iklas, jujur dan suci”.24 Orang Samin dalam hal bertingkah laku selalu memegang pada dua konsep yaitu kejujuran dan kebenaran. Untuk melakukan kedua hal tersebut, mereka memiliki ajaran yang disebut dengan “Pandom Urip” (pedoman hidup) yaitu “ojo srei, drengki, dahwen, open, kemeren panesten, rio sapodo-podo, mbedak, colong playu, kutil, jumput, nemok wae emoh”(jangan sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, menginginkan hak milik orang lain, cemburu, bermain judi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di jalan). Untuk mengawasi perilaku penganutnya, maka dilakukan dengan cara hukuman batin, yaitu orang yang melakukan kesalahan akan diperolok-olok oleh penganut Samin lainnya dan kemudian mereka akan dipanggil oleh sesepuh Samin. Dengan demikian bisa diambil kesimpulan bahwa penanaman ajaran moral sangatlah kental pada diri masyarakat Samin, larangan untuk sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, menginginkan hak milik orang lain, cemburu, bermain judi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di jalan adalah sebuah bukti proses penanaman ajaran akhlak/ moral. 24
M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) h. 104.
76
Jadi peran sesepuh Samin sangat besar dalam mengawal tingkah laku sosial masyarakat. Oleh karena itu apabila sosok sesepuh merosot kharismanya, maka akan mungkin terjadi pergeseran dan perubahan. Perubahan identitas dan tradisi pada suatau kelompok masyarakat, pada dasarnya dapat dilihat dari perspektif perubahan kebudayaan. Mengenai pandangan agama, kaum Samin yang masih memegang kuat ajarannya memiliki pandangan bahwa semua agama adalah sama dan semua ajaran agama mengajarkan tentang kebaikan. Hal ini sebenarnya telah dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Tuhan tidak memaksakan sesorang dalam beragama, sebagaimana firman-Nya yang artinya sebagai berikut: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al baqorah :256)25 Pandangan mereka yang demikian itu berpangkal pada pendirian bahwa manusia sama saja, tidak ada bedanya, karena sama-sama makhluk hidup yang memiliki kepetingan yang sama pula yang berbeda adalah tingkah laku dan budi pekertinya. Pandangan ini telah lama tertanam dalam ajaran agam islam, sebagaimana firman Allah dalam Surat al Hujaraat yang artinya sebagai berikut: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
25
M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) hlm. h.42
77
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujuraat : 13)26 Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia terdiri dari beberapa golongan, ras, suku bangsa dan lain-lain tanpa membeda-bedakan, artinya manusia seisi dunia ini dalam pandangan Allah sama, yang bisa membedakan manusia satu dan manusia lainnya adalah derajat ketaqwaannya. Menurut pengikut Samin meskipun orang Samin telah memeluk agama, namun apabila tingkah lakunya jahat, tidak hidup rukun sesama manusia artinya mereka juga tidak ubahnya seperti hewan yang memiliki sifat jahat. Selain itu peneliti menemukan bahwa masyarakat Samin hidup dengan amat sederhana, mereka hanya bertani dan tidak ada yang berminat menjadi pejabat. Ajaran-ajaran dari leluhur terus mereka pegang dengan erat, tidak ada yang saling iri hati, salah satu contohnya adalah bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat Samin selalu dibagi dengan rata, diurut sesuai dengan kemampuan ekonomi, yang paling tidak mampu menjapat jatah pertama, begitu selanjutnya sampai semua kebagian. Hal tersebut mencerminkan sifat adil, dan tidak adanya ras iri antara satu dengan yang lain, selain itu akibat terbiasa hidup dengan sederhana, masyarakat Samin tidak serakah dengan harta. Pada dasarnya sampai saat ini prilaku masyarakat Samin dalam kehidupan sehari-hari sangatlah relevan dengan apa yang diajarkan oleh para pendahulunya,
26
M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) hlm., h.517
78
mereka menghindari kekerasan, menjauhi sifat iri hati, dengki, dan tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya. Ajaran Samin Surosentiko sangat berdampak besar terhadap keadaan masyarakat Samin pada era saat ini, masyarakat Samin tetap menjaga kesederhanaan ditengah modernitas.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dengan sejarah yang panjang, masyarakat Samin hidup dengan berbagai macam keterbatasan, namun keterbatasan yang selalu menyelimuti masyarakat Samin dalam kehidupan sehari-hari tersebut tidak sedikitpun melunturkan semangat untuk hidup. Masyarakat Samin terkenal sebagai komunitas masyarakat yang giat dalam bekerja, berakhlak mulia dan kukuh mempertahankan ajaran luhur dari nenek moyangnya. 1. Ajaran Masyarakat Samin Dalam menjalani hidup, masyarakat Samin juga tak bisa jauh-jauh dari pedoman yang telah diajarkan oleh para pendahulunya, masyarakat Samin memiliki kitab yang berisi tentang aturan-aturan hidup, mulai dari ketika baru lahir hingga meninggal dunia. Semua terangkum secara teratur dan juga lengkap. Kitab Samin tersebut berjudul Serat Jamus Kalimosodo yang terdiri dari 5 ajaran pokok, yaitu (a) Serat Punjer Kawitan, yang memuat ajaran tentang silsilah raja-raja Jawa (b) Serat Pikukuh Kasejaten, berisi tentang ajaran tata cara perkawinan masyarakat Samin (c) Serat Uri-uri Pambudi, berisi tentang konsep keluhuran hidup, seperti larangan untuk berbuat dengki, iri, bertengkar, makan yang bukan hak, dan mencuri. Selain itu dalam serat ini juga menjelaskan ajaran tentang menjaga ucapan dan anjuran untuk sabar serta giat
79
80
dalam bekerja (d) Serat Jati Sawit, memuat filosofi hidup becik ketitik, olo ketoro, sopo goroh bakal gronoh, sopo salah bakal seleh bahwa yang berbuat baik akan mendapatkan balasan yang baik pula sedangkan yang berbuat jelek akan mendapatkan balasan yang setimpal (e) Serat Lampahing Urip. Serat ini berisi tentang hitung-hitungan primbon sebagai mana masyarakat jawa kuno pana umumnya. 2. Ajaran Ketuhanan Masyarakat Suku Samin Masyarakat Samin mengaku beragama Adam. Lahirnya Adam karena sabdo tunggal Yai, adanya Yai (Tuhan) karena adanya Adam (ono iro ono ingsung, wujud iro wujud ingsun. Aku yo kuwe, kuwe yo aku, wes nyawiji ). Artinya ada kamu ada saya, wujud kamu adalah wujud saya. Aku adalah kamu, kamu adalah aku, sudah menjadi satu. Masyarakat Suku Samin atau penganut Agama Adam mereka mengenal Tuhan atau Yai dengan beberapa pandangan yaitu dengan melihat Sifat-sifat Tuhan, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, takdir dan kebebasan manusia serta konsep iman. 3. Nilai Ajaran Moralitas Pada Masyarakat Suku Samin Nilai adalah sesuatu yang dianggap berharga, nilai bisa bersumber dari tuhan, dari masyarakat, maupun individu. Masyarakat Samin hidup dengan penuh nilai luhur, beberpa contohnya ialah mereka mempercayai bahwa manusia pertama adalah adam, dan mereka adalah keturunan adam, hal itu terus ditanamkan secera turun temurun, kepercayaan bahwa adam adalah
81
manusia pertama termasuk dalam nilai yang bersumber dari tuhan, karena berpedoman pada nash dan tidak bisa di ganti. Kemudian dalam menjalani hidup masyarakat Samin melarang untuk sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, menginginkan hak milik orang lain, cemburu, bermain judi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di jalan, larangan-larangan tersebut masuk dalam nilai yang bersumber dari masyarakat, karena berkaitan dengan sikap sehari-hari, berpedoman pada penilaian masyarakat, dan diwariskan secara turun temurun. Secara tidak langsung masyarakat Samin selama ini telah giat mengamalkan proses ajaran moralitas, dengan saling memberi tauladan, memberi nasehat, dan introspeksi diri. Ajaran moralitas yang membentuk manusia berakhlak mulia, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci juga telah mereka wujudkan dengan ajaranajaran luhur mereka. Tak hanya itu saja, setelah diurai dan diteliti, kandungan dari ajaranajaran pokok masyarakat Samin sama dengan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada hambanya, beberapa ajarannya sesuai dengan beberapa ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Hal tersebut menandakan bahwa ajaran Samin juga penuh akan nilai-nilai akhlak yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan seharihari.
82
4. Implementasi Ajaran Samin terhadap Prilaku Masyarakat Samin dalam Kehidupan Sehari-hari Orang Samin dalam hal bertingkah laku selalu memegang pada dua konsep yaitu kejujuran dan kebenaran. Untuk melakukan kedua hal tersebut mereka memiliki ajaran yang disebut dengan “Pandom Urip” (pedoman hidup) yaitu “ojo srei, drengki, dahwen, open, kemeren panesten, rio sapodopodo, mbedak, colong playu, kutil, jumput, nemok wae emoh”(jangan sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, menginginkan hak milik orang lain, cemburu, bermain judi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di jalan). Untuk mengawasi perilaku penganutnya, maka dilakukan dengan cara hukuman batin, yaitu orang yang melakukan kesalahan akan diperolok-olok oleh penganut Samin lainnya dan kemudian mereka akan dipanggil oleh sesepuh Samin. Tak hanya itu saja perintah untuk tidak berbuat iri, dengki, dan bermusuhan antara satu dengan yang lain juga benar-benar diimplementasikan oleh masyarakat Samin, mereka tak pernah berebut ketika ada bantuan yang datang, semua mereka pasrahkan kepada kepala adat, dan kepala adatpun membagikannya dengan adil dan tanpa pandang bulu. Kebiasaan hidup dengan sederhanalah yang membuat masyarakat Samin bisa survive dengan cara yang demikian, iklim damai, tentram, dan anti kekerasan sangat terasa jika kita berada di tengah-tengah masyarakat Samin. Tak pernah ada kasus korupsi, suap menyuap, ada bahkan saling bermusuhan, yang ada hanya hidup bersama dengan rukun dan saling gotong royong.
83
Kebencian masyarakat Samin terhadap permusuhan dan kedzaliman merupakan warisan moral dari para pendahulu mereka, jika berkaca pada sejarah, masyarakat Samin dulu sangat giat dalam melawan penjajah, mereka menganggap bahwa para penjajah tidak memiliki hak atas tanah-tanah, tanaman, dan harta rakyat Indonesia, karena itulah masyarakat Samin sangat gencar melakukan perlawanan. Cara melawanannya sangat unik, meskipun berstatus melawan tetapi masyarakat Samin tetap menjunjung tinggi prinsip mereka untuk menghindari kekerasan, oleh karena itu cara perlawanan mereka adalah dengan membangkang atau tidak mematuhi perintah penjajah. B.
Saran Peneliti berharap penelitian ini bisa memberikan referensi baru khususnya
tentang Tuhan dan Moralitas dalam ajaran masyarakat Samin. Selain itu peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu peneliti mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat hal yang belum lengkap atau belum dicantumkan dalam penelitian ini. Peneliti akan sangat bersyukur dan mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya apabila penelitian ini bisa bermanfaat, dan bisa menjadi rujuakan terkait permasalahan ketuhanan dan moralitas dalam ajaran masyarakat Samin. Adanya masukan maupun kritik dari para pembaca sangat diharapkan oleh peneliti demi berkembangnya kualitas peneliti dalam melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Afia, Neng Darol. Tradisi dan Kepercayaan Lokal pada beberapa Suku di Indonesia. (Jakarta. Badan Litbang Agama Departemen Agama RI: 1999). Al Abrasyi, M.Athiyah. Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, Penerjemah: Bustami. (Jakarta: Bulan Bintang, 1970). Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006). Azwar, Syaifuddin. Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) Ba’syin, Anis Sholeh. M.Anis Ba’syin. Samin (Mistisisme Petani di tengah Pergolakan).(Gigih Pustaka Mandiri.2014). Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya,1989). Hazlitt, Pelajar,2003).
Henry.
Dasar-dasar
Moralitas
(Yogyakarta:
Pustaka
J. Meolong Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 2007). Kartapradja Kamil . Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. (Surabaya : CV Amin). Kitab “Pameling Kalimosodo” (Pedoman Masyarakat Samin) yang saat ini dibawa oleh Mbah Hardjo Kardi. L Pals, Daniel. Seven Theories of Religion. Penerjemah Inyiak Ridwan Muzier (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011). Mulder,“Saminisme and Budhisme: A not on Field visit to a Samin Community”, Asian Quartely, A Journal from Europe, No. 3. 1974. Mumfangati, Titi dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah (Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004).
84
85
Noer Aly, Hery dan Munzier S. Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Frika Agung Insani,2000). Nurudin dkk, Agama Tradisional : Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin Tengger (Yogyakarta: LKIS, 2003). Ratna, Nyoman Kutha. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). Rosyid, Moh, Samin Kudus Bersahaja di tengah Asketisme Lokal (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008). Rosyid, Moh. Kodifikasi Ajaran Samin . (Yogyakarta : Kepel Press 2010). Subagya Rahmat, Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan Agama. (Yogyakarta : Yayasan Kanisius, 1976). Sufaat N, Beberapa Pembahasan tentang Kebatinan. ( Yogyakarta : Kota Kembang, 1985). Susilo, Joko. Agama tradisional, Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger (Yogyakarta : UMM Press, 2003). Suwarno, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005). Tashadi Dkk, Kehidupan Masyarakat Samin Dalam era Globalisasi di Dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). UU No.1/PNPS/1965 Pasal 1 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Terhadap Agama. Winarno, Sugeng. Samin: Ajaran Kebenaran yang Nyeleneh dalam Agama Tradisional
Potret
Kearifan
(Yogyakarta:LKiS, 2003).
Hidup
Masyarakat
Samin
dan
Tengger
86
Wawancara : Mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Bapak Bambang Suyitno (Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Bapak Karjono Hadi (sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur) Bapak Qorib Subagyo (humas bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli) Kang Badrus Sholih (Budayawan Bojonegoro dan Pemerhati Masyarakat Samin) Bapak Kastari (kepala Dukuh Jepang Margomulyo Bojonegoro) Kasmidjan (Tokoh masyarakat Suku Samin Dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro) Data Desa Margomulyo Bulan Juli 2016
87
Lampiran 1 Surat Bukti Penelitian
88
89
90
Lampiran 2 Bukti Wawancara
91
92
93
94
95
Lampiran 3 Pertanyaan Wawancara Pertanyaan Wawancara 1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ? 3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? 5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ? 7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? 9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ? 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? 11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? 12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? 14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ?
96
Lampiran 4 Hasil Wawancara
Hasil Wawancara Nama
: Hardjo Kardi
Jabatan
: Kepala Suku Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo
Bojonegoro Tanggal Wawancara : 29 Desember 2016
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? Ugeman Adam . Agama Adam. 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ? Nggeh percados. Iya Percaya. 3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? Yai, Robbi. 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? Tuhan yo niku seng kito imani, ingkang pangabul hajate menungso. Tuhan adalah semua yang kita imani yang selalu mengabulkan keinginan manusia. 5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? Percaya. 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ?
97
Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai sifat, karena Tuhan itu adalah diri kita sendiri punya sifat-sifat yang sudah jelas dan pasti kalau Tuhan itu mempunyai sifat. Diantara sifat-sifat Tuhan adalah Sang Hyang Maha Luhur, Hyang Maha Luwih (lebih), Maha Agung, Maha Welas. Menurut dia sifat-sifat yang dimiliki Tuhan dan yang dimiliki manusia itu hampir sama, karena sifat yang dimiliki Tuhan itu melebur dalam diri manusia yang kemudian menjadi sifat-sifat manusia. Dengan kata lain, Tuhan beserta sifat-sifatnya berada dalam diri manusia.
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya dengan manusia yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa yang ia inginkan. Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan, manusia sendiri yang dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu berkuasa terhadap dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia inginkan. Manusia secara utuh mempunyai kekuasaan untuk melakukan sesuatu yang mereka bisa. Kekuasaan untuk berbuat, kekuasaan untuk bicara dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? Tidak ada batasan usia. 9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ?
98
Ajaran dari Ki Samin Surosentiko, Serat Jamus Kalimosodo. Di Bojonegoro juga memakai Serat Pameling Kalimosodo. 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? Punya. 11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? Tidak boleh iri dengki, tidak mencuri, tidak berdagang, tidak menikah lebih dari satu dan lain sebagainya. 12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? Serat Uri-uri Pambudi. 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? Moralitas adalah ajaran tingkah laku yang harus diterpkan dan dijalankan sampai kapanpun. 14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ? Ajaran moralitas masih dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Suku Samin. Penerapannya yaitu dengan tetap menjaga dan mempergunakan apa yang telah diajarkan dalam ajaran Samin.
99
Hasil Wawancara Nama
: Bapak Bambang Suyitno
Jabatan
: Ketua Pimpinan Balai Budaya Masyarakat Suku Samin
Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur Tanggal Wawancara : 31 Desember 2016
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? Agama Adam. 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ? Percaya. 3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? Yai. 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? Tuhan adalah dia yang mengabulkan semua keinginan makhluknya. 5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? Percaya. 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ? Saya mengakui dan meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, karena saya berpendapat saya adalah Tuhan dan Tuhan adalah saya. Saya mempunyai sifat sudah pasti kalau Tuhan juga mempunyai sifat-sifat
100
7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? Tuhan sebagai Khalik dan manusia sebagai hamba atau ciptaanNya, manusia tanpa kehendak Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi manusia tetap mempunyai kemampuan untuk bertindak, berbuat dan melakukan apapun selama manusia berusaha penuh untuk hal itu. 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? Setahu saya tidak ada batasan usia. 9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ? Iya semua ajaran yang diajarkan oleh Ki Samin Surosentiko. 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? Punya. 11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? Tidak boleh mencuri, berdagang dan lain-lain sebagainya. 12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? Serat Uri-uri Pambudi. 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? Ajaran Moralitas Masyarakat Suku Samin adalah merupakan wujud dari uniknya masyarakat suku Samin, untuk itu ajaran moral ini harus tetap dipertahankan.
101
14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ? Iya digunakan. Penerapannya yaitu dengan tetap menjaga ajaran tersebut dalam kesehariannya.
Hasil Wawancara Nama
: Bapak Karjono Hadi
Jabatan
: Sesepuh Masyarakat Suku Samin Dusun Jepang
Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur Tanggal Wawancara : 02 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? Agama Adam. 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ? Percaya . 3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? Yai. 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? Yai yang memenuhi semua keinginan manusia.
102
5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? Percaya. 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ? Sifat Tuhan sama dengan sifat-sifat manusia, misalnya saya punya sifat pengasih maka Tuhan juga punya sifat pengasih. 7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan ada pada diri manusia itu sendiri. Apa yang ia inginkan berarti secara langsung itu merupakan kehendak Tuhan. Dan pandangan itu yang menurut dia yakini benar. 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? Tidak diberikan batasan usia, selama dia sudah siap dan mampu. 9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ? Ajaran yang dibawa Ki Samin Surosentiko. 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? Punya. 11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? Tidak boleh berdagang, tidak boleh menikah lebih dari satu dan tidak boleh mencuri, iri dan lain-lain.
103
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? Serat Uri-uri Pambudi. 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? Moralitas suku Samin adalah ajaran yang harus dipertahankan untuk tetap menjaga eksistensi masyarakat suku Samin. 14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ? Masyarakat Suku Samin masih menggunakan ajaran moralitas dalam kehidupannya sehari-hari. Penerapannya yaitu dengan tetap menjaga ajaran yang diwariskan dalam menjalani kehidupan.
Hasil Wawancara Nama
: Bapak Qorib Subagyo
Jabatan
: Humas bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik) Kabupaten Bojonegoro yang merupakan anggota Suku Samin asli Tanggal Wawancara : 04 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? Agama Adam yang kami anut sejak dulu. 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ? Percaya.
104
3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? Yai. 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? Yai yang memenuhi permintaan hambanya. 5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? Percaya. 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ? Sifat-sifatnya sama dengan sifat manusia karena sejatinya manusia itu sendiri adalah Yai. 7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? Yai dan manusia itu mempunyai kekuasaan yang sama, sama-sama bisa berkuasa. 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? Tidak dibatasi usia. Sesiap dan semampunya 9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ? Serat Jamus Kalimosodo, kalau di Bojonegoro sendiri ada Serat Pameling Kalimosodo 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? Punya.
105
11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? Salah satunya yaitu ajaran tidak boleh mencuri, tidak boleh menikah lebih dari satu dan lain-lainnya masih banyak. 12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? Serat Uri-uri Pambudi. 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? Bagi saya ajaran moralitas itu harus selalu ditanamkan untuk tetap mengukuhkan ajaran dan keutuhan masyarakat Suku Samin. 14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ? Masih dipergunakan semua ajarannya sampai saat ini, terutama ajaran etika atau moral. Dalam masyarakat ajaran moral sangat diterapkan. Hasil Wawancara Nama
: Mbah Sidah
Jabatan
:Istri dari Mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Jepang
Bojonegoro) Tanggal Wawancara : 06 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? Masyarakat Suku Samin sejak dahulu berpegang pada Agama Adam. 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ?
106
Percados/ Percaya 3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? Yai utawi Robbi 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? Yai niku ingkang menuhi hajat sekabehe menungso, Yai adalah pemenuh hajat semua manusia. 5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? Menungso gadah sifat jelas Yai nggeh gadah sifat saestu. Percados . Manusia itu punya sifat jadi Tuhan ya punya sifat. Percaya 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ? Sifate Yai sami kaleh sifat-sifate menungso. Mergo Yai niku nggeh kulo. Sifat Tuhan itu sama dengan sifat-sifat manusia. Karena Tuhan itu adalah saya sendiri. 7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? Yai nduweni kuwoso koyo dene menungso yo nduwe kuoso. Tuhan mempunyai kuasa sama halnya dengan manusia yang mempunyai kuasa. 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? Sakwalehe anggone purun ngimani Yai. Mboten di batesi yuswo. Semaunya atau sesiapnya dia mau meyakini atau mengimani Yai. Tidak dibatasi usia.
107
9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ? Sekabehe ajaran ingkang diajarken kaleh Ki Samin Surosentiko kulo yakini. Pedomane nggeh niku ten kitab Serat Jamus Kalimosodo. Semua ajaran yang dibawa oleh Ki Samin Surosentiko kita percaya. Pedomannya ya itu kitab Serat Jamus Kalimosodo. 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? Punya . 11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? Mboten angsal iri srei drengki, nyolong nggeh mboten angsal, kawin luweh siji nggeh mboten angsal, dagang niku yo mboten angsal lan sak liya-liyane katah. Tidak boleh iri dengki, mencuri ya tidak boleh, menikah lebih dari satu ya tidak boleh, berdagang ya gak boleh dan lain-lainnya. 12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? Serat Uri-uri Pambudi. 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? Ajaran akhlak/moral adalah ajaran yang harus terus dijaga dan dilestarikan untuk menjaga keutuhan masyarakat Suku Samin. 14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ?
108
Masyarakat Suku Samin sampai saat ini masih selalu mempergunakan ajaran moralitas dalam melangsungkan hidup sehari-hari di masyarakat. Penerapannya yaitu saling menjaga dan melindungi satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil Wawancara Nama
: Bapak Kastari
Jabatan
: Kepala Desa Margomulyo Bojonegoro
Tanggal Wawancara : 06 Januari 2017
1. Agama apakah yang dianut oleh masyarakat Suku Samin ? Agama Adam 2. Apakah Masyarakat Suku Samin Percaya akan adanya Tuhan ? Percaya 3. Apa sebutan Tuhan bagi masyarakat Suku Samin ? Yai, Robbi 4. Bagaimana masyarakat Suku Samin memahami tentang Tuhan ? Yai adalah Dzat yang maha memenuhi keinginan atau Hajat makhluknya 5. Apakah masyarakat Suku Samin percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Sifat-sifat ? Sangat Percaya, karena manusia saja memiliki sifat masak Yai tidak 6. Seperti apakah sifat-sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat Suku Samin ?
109
Sifat Tuhan dan Sifat-sifat saya itu sama ya. Karena Tuhan itu adalah saya jadi sifat-sifat saya ya sifat-sifat Tuhan juga. 7. Apakah maksud dari Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut Masyarakat Suku Samin ? Tuhan dalam ajaran Samin mempunyai kekuasaan, karena sama halnya dengan manusia yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan apa yang ia inginkan. Kekuasaan manusia merupakan kekuasaan Tuhan, manusia sendiri yang dianggapnya sebagai Tuhan mampu berkuasa yaitu berkuasa terhadap dirinya sendiri dan berkuasa terhadap apa yang ia inginkan. 8. Dari umur berapa masyarakat Suku Samin mulai diajarkan tentang ajaran ketuhanan ? Tidak dibatasi usia, semau dan sesiap dia saja 9. Apakah ajaran yang diyakini atau di imani oleh masyarakat Suku Samin ? Masyarakat Samin meyakini atau mengimani semua ajaran yang berasal dari Ki Samin Surosentiko, yaitu percaya pada kitab Serat Jamus Kalimosodo . 10. Apakah orang Samin memiliki ajaran tentang etika/ akhlak/ moral ? Punya, dan kami juga melakukan pendidikan akhlak/moral kepada anak setiap harinya 11. Seperti apakah ajaran moral yang diajarkan oleh Suku Samin ? Banyak ajaran moral yang diajarkan salah satunya yaitu tidak boleh iri dengki, tidak mencuri tidak berdagang dan lain-lain masih banyak.
110
12. Tertuang dalam apakah ajaran tentang moral bagi masyarakat Suku Samin ? Ajarannya ada pada Serat Jamus Kalimosodo pada bagian Serat Uri-uri Pambudi. 13. Bagaimana masyarakat Suku Samin memandang tentang moralitas ? Moralitas yaitu ajaran tingkah laku yang wajib ditanamkan kepada keturunan kita seperti halnya apa yang diajarkan oleh nenek moyang kita. 14. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah ajaran Moralitas selalu dipergunakan oleh Masyarakat Suku Samin ? dan bagaimanakah implementasi ajaran moralitas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari ? Kami Masyarakat Suku Samin masih sangat mempergunakan ajaran moralitas/ tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Dan kami sangat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat sampai saat ini.
111
Lampiran 5 Foto Kegiatan Lapangan Foto 1 : Gapura Selamat Datang Kabupaten Bojonegoro
Foto 2 : Kantor Kecamatan Margomulyo
112
Foto 3 : Salah satu rumah Masyarakat Suku Samin Jepang
Foto 4 : Mata pencaharian Warga Samin yaitu bidang Pertanian
113
Foto 5 : Balai Budaya Masyarakat Suku Samin
Foto 6 : Upacara Kematian warga Samin
114
Foto 7 : Adat pernikahan Putra Mbah Hardjo Kardi
115
Foto 8 : Kepala Suku Samin (Mbah Hardjo Kardi)
116
117
Foto 9 : Rumah Mbah Hardjo Kardi (Kepala Suku Samin Jepang)
Foto 10 : Penulis Mengisi daftar Tamu di Rumah Mbah Hardjo Kardi
118
119
Foto 11 : Silsilah Keturunan Samin Surosentiko