BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
PENYAKIT GINJAL KRONIK
2.1.1.
Definisi Penyakit Ginjal Kronik 16 Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana akan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria PGK dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik 1. Kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: a. kelainan patologis b. terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan 2. LFG <60ml/mnt/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Sumber : Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. 16 2.1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik 16 PGK diklasifikasikan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut: LFG (ml/mnt/1,73m2) =
(140-umur) x berat badan *) 72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85 Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2.2. 5
Universitas Sumatera Utara
2
Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit Derajat
Penjelasan
LFG
2
(ml/mnt/1,73m ) Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
≥ 90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat
15-29
5
Gagal ginjal
<15 atau dialysis
Sumber : Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. 16 2.1.3. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik 16 Penatalaksanaan PGK meliputi: a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi f. Terapi pengganti ginjal Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy) diperlukan pada penderita PGK stadium terminal, ketika LFG <15 ml/mnt/1,73m 2, dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan lingkungan dalam.17 Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal apabila memungkinkan. 'Terapi
6
Universitas Sumatera Utara
2
pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis.16
2.2
CAIRAN TUBUH Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Kandungan rata-rata
ialah sekitar 60 % dari berat badan untuk laki-laki yang berusia antara 17-40 tahun, dan 51 % untuk perempuan pada rentang usia yang sama. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk ( obes ) lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk.18 2.2.1. Kompartemen Cairan Tubuh Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen yaitu ekstraseluler dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel dibagi lagi menjadi plasma dan cairan interstitial. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan anion ( elektrolit ) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting, yaitu narium dan kalium. Natrium merupakan kation yang banyak di dalam cairan ekstrasel dan kalium kation yang banyak di cairan intrasel. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi sel.18
7
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.1. Cairan total tubuh dengan kompartemen intrasel dan ekstrasel Sumber : Dikutip dari Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 3 Tabel 2.3. Volume cairan kompartemen tubuh Jenis Cairan
% dari BB
Volume untuk BB 70 kg (L)
Cairan tubuh total
60
42
Cairan tubuh intraseluler
40
28
Cairan ekstraseluler
20
14
-
Plasma
4
2,8
-
Cairan interstisial
16
11,2
Sumber : Dikutip dari Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.3 2.2.2
Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh Gangguan keseimbangan air adalah ketidakseimbangan antara air yang
masuk ke dalam dan air yang ke luar dari tubuh, ketidak seimbangan antara cairan interstitium dan intravaskular. Ketidak seimbangan ini sangat dipengaruhi oleh 8
Universitas Sumatera Utara
osmolalitas atau oleh tekanan osmotik. Osmolalitas adalah perbandingan antara jumlah solut dan air. Solut-solut yang mempengaruhi osmolalitas dalam tubuh adalah natrium, kalium, glukosa dan urea. Makin tinggi osmolalitas maka makin tinggi tekanan osmotik.18 Tabel 2.4. Masuk dan keluarnya Air Masuk
Keluar
Minuman
800 – 1.500
Urin
800 – 1.500
Air Makanan
745 - 725
Tinja
125
Air Oksidasi
250
Kehilangan tidak disadari Kulit Paru Keringat
Masuk Total
1525-2475
Keluar Total
1525-2475
Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg, dalam lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang sedang dan tanpa kerja fisik yang berlebihan. Harga dalam satuan ml/24 jam Sumber : Dikutip dari Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.3 Dalam keadaan normal osmolalitas cairan intrasel adalah sama dengan osmolalitas cairan ekstrasel. Kandungan air di intrasel lebih banyak oleh karena jumlah kalium total dalam tubuh lebih besar dari jumlah natrium total dalam tubuh. Natrium, Kalium, Glukosa bebas berpindah antar interstisium dan intravaskular ( plasma ), sehinga albumin adalah osmol utama yang mempengaruhi tekanan osmotik di intravaskular. Tekanan osmotik dalam plasma ini disebut sebagai tekanan onkotik dalam plasma. Berpindahnya cairan dari intravaskular ke interstitisium atau sebaliknya sangat dipengaruhi oleh kadar albumin dalam plasma.18,19
9
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa keadaan yang dapat kita temukan dalam hal gangguan keseimbangan air antara lain : hipovolemia, dehidrasi, hipervolemia, dan edema.3 a.
Hipovolemia 3,18 Hipovolemia adalah berkurangnya cairan ekstrasel dimana air dan natrium berkurang dalam jumlah yang sebanding. Hipovolemia dapat terjadi pada kehilangan air dan natrium melalui saluran cerna seperti muntah, diare, perdarahan atau melalui pipa sonde. Dapat juga melalui ginjal antara lain penggunaan
diuretik,
diuresis
osmotik,
salt-loosing
nephropathy,
hiperaldosteronisme, melalui kulit dan saluran nafas seperti insensible water losses, keringat, luka bakar, atau juga melalui sekuesterasi cairan seperti pada ileus obstruksi, trauma, fraktur, dan pankreatitis akut. b.
Dehidrasi 3,18 Dehidrasi adalah keadaan dimana berkurangnya volume air tanpa elektrolit ( natrium ) atau berkurangnya air jauh melebihi berkurangnya natrium dari cairan ekstrasel. Akibatnya terjadi peningkatan natrium padadalam ekstra sel sehingga cairan intrasel akan masuk ke ekstrasel ( volume cairan intrasel berkurang ). Dengan kata lain, dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intrasel dan ekstrasel secara bersamaan dimana 40 % dari cairan yang hilang berasal dari ekstrasel dan 60 % berasal dari intrasel. Pada keadaan dehidrasi, akan terjadi hipernatremia karena cairan yang keluar atau hilang adalah cairan yang hipotonik. Dehidrasi dapat terjadi pada keadaan keluarnya air melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran intestinal, diabetes insipidus ( sentral dan nefrogenik ), diuresis osmotik, yang kesemuanya disertai oleh rasa haus dengan gangguan akses cairan. Dehidrasi dapat pula terjadi bila cairan ekstrasel masuk ke intrasel secara berlebihan pada kejang hebat atau setelah melakukan latihan berat,atau bila asupan cairan natrium hipertonik berlebihan. 3
c.
Hipervolemia Hipervolemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan volume
cairan ekstrasel khususnya intra vaskular ( volume overload ) 10
Universitas Sumatera Utara
melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan air melalui ginjal, saluran intestinal dan kulit. Keadaan ini lebih dipermudah dengan adanya gangguan pada otot jantung ( gagal jantung kongestif ) atau pada gangguan fungsi ginjal berat ( Penyakit Ginjal Kronik Stadium IV dan V atau pada Gagal Ginjal Akut oligurik ). 3 d.
Edema 3,19 Edema adalah suatu pembengkakan yang dapat diraba akibat penambahan volume cairan interstitium. Ada dua faktor penentu terhadap terjadinya edema, antara lain : a.
Perubahan hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan intravaskular ke dalam jaringan interstitium ( permeabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan onkotik ).
b.
Retensi natrium di ginjal
c.
Retensi natrium dipengaruhi oleh : a). Aktivitas sistem renin-angiotensinaldosteron yang erat kaitannya dengan baroreseptor di arteri aferen glomerulus ginjal
d.
Aktivitas saraf simpatis, ADH yang erat kaitannya dengan baroreseptor di sinus karotikus
e.
Osmoreseptor di hipotalamus Pada keadaan volume sirkulasi efektif yang rendah misalnya pada
gagal jantung kongesti, sirosis hati, sindrom nefrotik, gagal ginjal, jumlah total natrium tubuh kan meningkat oleh karena adanya retensi natrium ginjal akibat peningkatan system renin-angiotensin-aldosteron. Akibat semua ini terjadi penimbunanan air pada interstisium yang akan menimbulkan edema umum. 2.2.3
Perubahan Hemodinamika Cairan Pada Pasien dengan HD Reguler Pada pasien dengan HD regular terjadi perubahan hemodinamik cairan
dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :20,21 a.
Ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan air dan zat terlarut seperti natrium, kalium, hidrogen akan menyebabkan kecenderungan terjadinya 11
Universitas Sumatera Utara
akumulasi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Hal ini menyebabkan peninggian volume cairan tubuh terutama volume ekstraseluler. b.
Malnutrisi oleh karena masukan protein dan kalori yang rendah dan peningkatan
katabolisme
protein
akibat
asidosis.
Hal
ini
akan
menyebabkan penurunan berat badan dimana terjadi penurunan lemak dan otot tubuh disertai dengan peninggian volume cairan tubuh terutama volume ekstraseluler. c.
Keadaan anemia yang menyebabkan dilatasi dan hipertropi jantung serta gagal jantung. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi ginjal yang menyebabkan retensi air dan garam. Disamping itu selama sesi hemodialysis, dua mekanisme yaitu difusi dan
ultrafiltrasi digunakan untuk menurunkan toksin uremik, penyesuaian elektrolit dalam darah dan pengeluaran cairan tubuh dari cairan intravaskular. Pengisian kembali volume intravaskular tergantung pada perpindahan cairan dari interstisium. Hal ini menyebabkan pada akhir hemodialysis terjadi keseimbangan cairan yang baru dalam tubuh. Penarikan cairan yang berlebihan akan menyebabkan
hipovolemia
dan
penarikan
yang
kurang
menyebabkan
hipervolemia yang menyebabkan komplikasi sirkulasi selama dan setelah terapi hemodialysis. Hipovolemia akan menyebabkan hipotensi, pusing, kram otot, gangguan gastrointestinal, tinnitus dan kolaps sirkulasi yang dapat menyebabkan penghentian prosedur hemodialysis. Hipervolemia akan menyebabkan hipertensi, edema pulmonum, yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya kegawat
daruratan hemodialisis, dan meningkatkan resiko dilatasi dan hipertropi jantung, yang
akhirnya
meningkatkan
angka
morbiditas
dan
mortalitas
pasien
hemodialisis. Berdasarkan hal tersebut diatas dibutuhkan penilaian status volume cairan tubuh dan penentuan
berat badan kering pasien yang merupakan
komponen kunci utama dalam evaluasi dan penatalaksanaan pasien hemodialisis regular.5,6,21 Dalam keadaan sehari-hari berat badan kering dinilai berdasarkan berat badan pasien setelah beberapa kali tindakan hemodialysis dimana pasien tidak ada keluhan dan tidak dijumpai edema. Perkiraan ini sering menjadi tidak tepat oleh 12
Universitas Sumatera Utara
karena adanya perubahan-perubahan yang bersifat sementara pada pasien misalnya perubahan jumlah lemak dalam tubuh ataupun perubahan status nutrisi yang mempengaruhi berat badan. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan alat bantu yang dapat menentukan berat badan kering pasien secara kuantitatif. 6,21
2.2.4.
Metode Pengukuran Volume Cairan Tubuh Metode pengukuran volume cairan tubuh dapat dilakukan secara langsung
dan
secara
tidak
langsung.
Pengukuran
secara
langsung
mempunyai
ketepatan/akurasi 100 % yang dilakukan pada post mortem. Metode pengukuran ini disebut body dissection. Pengukuran secara tidak langsung volume cairan tubuh terbatas hanya memperkirakan persentase dari volume cairan tubuh dan juga komponenkomponen tubuh yang lain. Beberapa metode pengukuran yang ada antara lain adalah : Hydrostatic weighing/ Under water weighting, Dual Energy X-Ray Absorptiometry ( DEXA ), Bod Pod Air Displacement, Near Infrared Interactance ( NIR ), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ), Total Body Electrical Conductivity ( TOBEC ), Total Body Water ( TBW ), Total Body Potassium ( TBK ), dan Bioelectrical Impedance Analysis ( BIA ). Dari semua metode pengukuran tersebut diatas BIA mempunyai kelebihan yaitu, dapat dilakukan dengan cepat, biaya murah, dan akurasi mendekati nilai yang sebenarnya.22,23
2.3.
HEMOPERFUSI Berdasarkan “Consensus Comference on Biocompatibility” hemoperfusi
adalah mengalirnya darah melalui material (hemopilter) yang berisi partikelpartikel adsorben yang dapat menyerap berbagai zat terlarut. Sistem sorben terbungkus plastik berbentuk laminar dengan bahan partikel-partikel sorben di dalamnya, darah merembes melalui pori plastik pembungkus dan mengalir ke seluruh sistem sorben. Sistem sorben harus mempunyai biokompatibilitas yang cukup untuk kontak langsung dengan darah tanpa menyebabkan kerusakan elemen-elemen darah. Untuk mengatasi masalah ketidakcocokan sistem sorben 13
Universitas Sumatera Utara
hemopilter, Chang memperkenalkan proses mikroenkapsulasi di mana partikelpartikel sorben dilapisi dengan polimer membran, seperti albumin-collodion. 24 Hemoperfusi
dilakukan
hemoperfusi memiliki perangkat
dengan
syarat
sebagai
berikut: artificial
inlet dan outlet untuk saluran darah, akses
vaskular pada pasien, pompa darah yang cukup untuk mempertahankan kecepatan aliran darah 200-300 ml/menit, pengukur untuk mendeteksi tekanan arteri dan vena, pompa heparin terus-menerus untuk menghindari terjadinya pembekuan darah. 24
Gambar 2.2. Gambar ekstrakorporeal hemoperfusi Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis24
2.3.1. Indikasi dilakukan hemoperfusi Beberapa indikasi hemoperfusi seperti24 : 1. Intoksikasi klinis yang menyebabkan kerusakan progresif. 2. Intoksikasi berat dengan depresi fungsi otak tengah mengarah ke hipoventilasi , hipotermia , atau hipotensi . 3. Koma akibat dari pneumonia atau septikemia atau adanya kondisi yang mendasari predisposisi komplikasi tersebut ( misalnya , penyakit paru obstruktif kronik ) . 4. Eliminasi obat-obatan Selain kriteria tersebut, hemoperfusi harus dipertimbangkan dalam pengelolaan pasien dengan keracunan obat-obatan seperti berikut :
fenobarbital > 430 / lmolll ( 100 / lglml ) 14
Universitas Sumatera Utara
barbiturat short acting dan menengah > 200 / lmolll ( 50/lglml )
glutethimide dan methaqualone > 160 / lmolll ( 40 / lglml )
salisilat > 5 mmolll ( 800 / lglml )
etklorvinol > 1 mmolll ( 150 / lglml )
meprobamate > 460 / lmolll ( 100 / lglml )
trichloroethanol > 335 / lmolll ( 50/lglml )
paraquat > 0,5 / lmolll ( 0,1 / lglml )
Tabel 2.5. Obat yang dapat dibuang oleh sorben hemoperfusi Barbiturat
Solvents/gases
Amobarbital
carbon tetrachloride
Butabarbital
ethylene oxide
Heptabarbital
Cardiovascular agents
Hexobarbital
Digoxin
pentobarbital
β-methyl-digoxin
Quinalbital
Digitoxin
Secobarbital
Methylproscillarin
Thiopental
N-acetylprocainamide
Vinalbital
Procainamide Alcohols
Nonbarbiturate hypnotics, sedatives, tranquilizers Bromisovalum
Ethyl-alcohol
carbamazeline
Methyl-alcohol
carbromal
Analgesics
chlorpromazine
Acetyl salicylic acid
chloral hydrate
methyl salicylate
Diazepam
Acetaminophen
Ethchlorvynol
Phenylbutazone
glutethimide
Antimicrobials/anticancer agents
meprobamate
Adnamycin
methaqualone
Ampicillin
methypryion
Cephalothin
phenytoin
Chloramphenicol 15
Universitas Sumatera Utara
promazine
Chloroquine
promethazine
Clindamycin
Antidepressants
Erythromycin
amitriptiline
Gentamicin
clomipramine
Isoniazid
desipramine
Methotrexate
nortriptyline
Penicillin Miscellaneous
Plant/animal toxins herbicides/insecticides
Caffeine
amanita phalloides
Camphor
amanitin
Phencyclidine
chlorinated insecticides
Phenformin
demeton-s-methyl sulfoxide
Theophylline
dimethoate methyl-parathion nitrostigmine paraoxon parathion paraquat phenol phallaoidin polychlorinated biphenyls
Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis 24
2.3.2.
Sorbent Hemoperfusi Sorben yang digunakan dalam perangkat hemopilter adalah karbon
(arang), atau resin ion atau resin non-ion. Sorben tersedia dalam berbagai bentuk dan umumnya berbentuk granular dilapisi dengan albumin selulosa nitrat (collodion) polimer atau dengan hydrogel akrilik polimer. Pelapis lain adalah selulosa asetat, atau dengan hidrogel metakrila. 24 Hemofilter yang digunakan dalam studi klinis umumnya mengandung 100 sampai 300 g arang aktif dalam bentuk tidak berlapis atau berlapis dengan membran polimer dengan ketebalan 0,05-0,5 JLM. Dengan ukuran pori-pori 16
Universitas Sumatera Utara
sebagai berikut; micropores (a radius ofless dari 20 A) yang pada pokoknya menentukan efisiensi adsorpsi, pori-pori transisi (radius 20 sampai 500 A) dan pori-pori makro (radius sama dengan atau lebih besar dari 500 A). Untuk penggunaan medis hemofilter harus memiliki kualitas berikut: bebas dari 'microparticulate', mudah di cuci, tahan gesekan, kapasitas serap tinggi, morfologi permukaan halus, mikropartikel rendah , tanpa ion beracun, tinggi kompatibilitas darah , dan sterilisasi mudah, toksisitas rendah dan pirogenitas rendah 24.
Gambar 2.3. Contoh gambar dialyzer hemoperfusi Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis 24
2.3.3. Spektrum zat terlarut adsorbed dan efek dari lapisan sorben Spektrum zat terlarut yang diserap oleh karbon aktif dan khususnya molekul-molekul racun uremik ditunjukkan pada Tabel 2.6. 24. Tabel 2.6. Toksin uremia putative yang di hapus oleh sorbent (dengan batas berat molekul 60 sampai 21.500).24 Adrenocorticotrophin
Myoinositol
Aldosterone
non-protein nitrogen
amino acids
nor-epinephrine
Calcium
oeganic acids
25,OH-cholecalciferol
Oxalate
Creatinine
parathyroid hormone
cyclic AMP
Phenols 17
Universitas Sumatera Utara
Epinephrine
Phosphate
folic acid
polyamino acids
Gastrin
Renin
Glucagon
Ribonuclease
Glucose
Serotonin
growth hormone
Thyroxine
Guanidine
trace metals; As, Co.
Indoles
Cr, Se
Insulin
Triglycerides
L-dopamine
Triiodothyronine
Magnesium
Urea
middle molecule peaks
uric acid vitamin B12
Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis 24
2.3.4. Manfaat klinis dalam pengobatan stadium akhir penyakit ginjal Manfaat klinis hemoperfusi berhubungan dengan spektrum absorsi arang dan perbaikan dalam gejala-gejala uremik. (Yatzidis). Hal ini menunjukkan bahwa hemoperfusi mungkin memiliki peran dalam pengobatan uremia. Hemoperfusi tidak menyebabkan ultrafiltrasi, perpindahan cairan dan proses dialisis. Hemofiltrasi hanya mengabsorsi molekul racun melalui permukaan adsorben. Sehingga sangat mungkin mengabungkan hemodialisis dangan hemofiltrasi untuk mencapai tujuan efisiensi dan kapasitas pembersihan darah yang lebih besar. 24
2.3.5. Kombinasi hemoperfusi dengan hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis Penelitian telah menunjukkan bahwa terjadinya komplikasi menengah dan jangka panjang uremik berkaitan dengan tingkat bersihan / clearance rendah racun molekul uremik menengah dan besar saat hemodialisis. Sebagai komponen beracun dari racun uremik dan efek biologis yang berhubungan menjadi semakin jelas, pengobatan kation purifi darah yang bertujuan untuk membuang racun ini telah berkembang dari tahap untuk meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan pasien untuk kembali ke masyarakat sebagai orang normal. Aplikasi klinis dari berbagai model teknologi pemurnian darah extracorporeal 18
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan tingkat pembersihan racun molekul uremik menengah dan besar, tingkat efektifitasnya jika diurutkan sebagai berikut : Hemodialisis (HD) + hemoperfusion ( HP ) > HP > bio-artificial kidney > hemodiafiltration ( HDF ) > hemofiltration ( HF ) > HD 14. Pada beberapa penelitian jangka pendek (kurang dari 3 bulan), kombinasi hemodialiasis dan hemoperfusi arang meningkatkan bersihan rata-rata dari creatinine, urate dan molekul sedang. Analisis total dari solute yang dibuang, menunjukkan jumlah total solute yang dibuang dalam 2 jam pada kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi lebih banyak bila dibandingkan dengan hanya dengan dialisis selama 5 jam. Pada analisis berikutnya Gerfald dan Winchester menunjukkan molekul kecil seperti urea, asam urat, guanidine, dan fenol dengan tidak dapat dibersihkan oleh hemoperfusi sendiri, dan harus dikombinasi dengan hemodialisis untuk efisiensi yang lebih besar (Chen et al, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Chen dan kawan-kawan terhadap 100 pasien yang menjalani hemodialisis reguler, yang dibagi ke dalam 2 sub grup dimana sub grup pertama pasien hanya dengan hemodialisis dan subgrup kedua pasien dengan hemodialisis dikombinasikan dengan hemoperfusi. Pengamatan pasien dilakukan selama 2 tahun, dinilai primary end point berupa kematian dan secondary end point berupa leptin, high sensitive C-reactive protein (hsCRP), interleukin-6 (IL-6), β2 microglobulin (β2-MG), immunoreactive parathyroid hormone (iPTH), tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan SF-36. Penelitian ini mendapatkan kombinasi hemodialisis dengan hemoperfusi lebih superior daripada hemodialisis sendiri dimana kombinasi tersebut secara reguler mampu mengeliminasi toksin uremia dengan berat molekul menengah ( middle molecule) dan berat molekul besar ( large moleclule ) secara lebih baik. Pada beberapa penelitian jangka pendek (kurang dari 3 bulan), kombinasi hemodialiasis dan hemoperfusi meningkatkan bersihan rata-rata dari creatinine, urate dan molekul sedang toksin uremik. Analisis total dari solute yang dibuang, menunjukkan jumlah total solute yang dibuang dalam 2 jam pada kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi lebih banyak bila dibandingkan dengan hanya dengan dialisis selama 5 jam. Pada analisis berikutnya Gerfald dan Winchester menunjukkan molekul kecil seperti urea, asam urat, guanidine, dan fenol tidak 19
Universitas Sumatera Utara
dapat dibersihkan oleh hemoperfusi sendiri, dan harus dikombinasi dengan hemodialisis untuk efisiensi yang lebih besar 24. Penelitian-penelitian jangka panjang menunjukan bahwa kombinasi hemoperfusi dengan hemodialisis dapat memperbaiki kecepatan konduksi saraf, perbaikan elektromiogram, pruritus dan perikarditis. Stefoni dan kawan-kawan serta chang dan kawan-kawan dari penelitian yang mereka lakukan, kombinasi hemodialisis
dan
hemoperfusi
dapat
mengurangi
waktu
dialisis
tanpa
menghasilkan efek samping. Penelitian yang lain yang telah mengkombinasikan hemodialisis dan hemoperfusi secara sukses mengurangi frekuensi hemodialisis pada pasien dengan gangguan akses veskular. Capodicasa dan kawan-kawan menjelaskan bahwa kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi memberikan out come yang baik sehingga secara ekonomi mengurangi biaya. 14
Gambar2. 4. Skema kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi. Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis 24
Tabel 2.7. Penelitian-penelitian pendek sebelumnya tentang kombinasi HD/HP Sorbent system and method Uncoated merck charcoal 200 g, HP alone
Uncoated union carbide charcoal 200g, HP alone
Solute removed or %↓ in plasma level U(100), Cr(220), UA(227), P(175), G(191), I(190), O(167) Cr(160), UA, Ca, GI.
adverse effects, comment
Reference
↓platelets 50%, ↓fibrinogen 40%, ↓protein, pyrexia, hypotension ↓platelets 50%, blood lost, hemolysis
Yatzidis
24
Dunea
20
Universitas Sumatera Utara
Fisher albumin collodion coated charcoal(ACAC) 300g, HP alone ACAC 300g with HD or with ultrafiltation Norit cellulose acetate coated charcoal 150g HP alone Uncoated fixedbed charcoal 100g, HP alone or with HD Petroleum based albumin collodion coated charcoal 300g HP with HD Suteliffespeakman acrylic hydrogel-coated charcoal or XAD4 resin HP alone Norit cellulose acetate coated charcoal 300g HP alone Suteliffespeakman acrylic hydrogel-coated charcoal 300g HP alone or with HD Norit cellulose acetate coated charcoal 300g HP alone or with HD Norit cellulose acetate coated charcoal 300g HP alone or with HD
Uncoated pyrolized resin XE-336 200g HP alone
Cr(160), UA(180)
platelets 92% of control, pyrexia
Chang
HP/HD Cr(163), UA(153), MMS(99) Cr, UA, P, G
-
Chang
↓platelets 40%
Yatzidis
Cr(100HP/HD) , UA, Ca, triglycerides,
↓platelets 53% or 26%
Dunea
Cr(↓65%), UA(↓68%)
Platelets variable
Ota
Cr(↓67% charcoal) Cr(↓95% XAD-4) U, G, P, MMS, amines Cr(180), UA(180), MMS(↓50%) AAS Cr(180), UA(115), MMS, AAS, hormones
MMS removal Charcoal XAD-4
Leber
Leukopenia, hypotension
Oules
↓platelets 30%, ↓fibrinogen 30%, dialysis encephalopathy unchanged -
Winchester
↓platelets 20%
Trznadel
↓platelets 40%, ↓leukocytes 80% biocompatable
Rosenbaum
Cr(180), UA(180), P(110) MMS(↓59%), U(↓6%), Cr(↓32%), UA(↓42%), myoinositol(↓2 7%), Ca(↓8%) Cr(220) UA(220) Ca
Martin
Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis 24 21
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8. Penelitian-penelitian panjang sebelumnya tentang kombinasi HD/HP24 Sorbent system and method Uncoated merck charcoal 200 g, HP alone Uncoated union carbide charcoal 200g, HP alone Fisher albumin collodion coated charcoal(ACAC) 300g, HP alone ACAC 300g with HD or with ultrafiltation Petroleum based albumin collodion coated charcoal 300g HP with HD Uncoated fixed-bed charcoal 100g, HP alone or with HD
Hydron coated petroleum based activated charcoal 170g HP with HD ACAC coated coconut or petroleum based activated charcoal 300 g HP with HD Hydroxylmethacryl ate coated Norit charcoal 150 g with HD
Solute removed or %↓ in plasma level U(100), Cr(220), UA(227), P(175), G(191), I(190), O(167) Cr(160), UA, Ca, GI.
adverse effects, comment
Reference
↓platelets 50%, ↓fibrinogen 40%, ↓protein, pyrexia, hypotension ↓platelets 50%, blood lost, hemolysis platelets 92% of control, pyrexia
Yatzidis
Nerve conduction Velocity improved
Chang
Disequilibrium Headache, pyrexia, Platelets rose
Odaka
Cr(100HP/HD), Cr(↓25%), UA(↓22%), Ca(↓10%)
Hypotension, platelets 20%-50% depend on priming
Siemsen
-
Improved neuropathy and electromyogram
Otsubo
-
Nerve conduction Velocity improved
Agishi
HP Cr(77), UA(55), Vit B12(31), HP/HD Cr(174), UA(119), Vitamin B12(52)
platelets unchanged, Hypotension, cramps, headache, pyrexia, nausea, chills, improved neuropathy and pericarditis, pruritus
Stefoni
Cr(160), UA(180)
HP/HD Cr(163), UA(153), MMS(99) Cr(↓50%), UA(↓62%)
Dunea
Chang
Sumber : Dikutip dari Winchester JF, Replacement of Renal Function by Dialysis 24 2.4.
HEMODIALISIS Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak
dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu proses HD, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam kompartemen darah pada 22
Universitas Sumatera Utara
dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara dialisat mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat untuk selanjutnya dibuang 17. Proses hemodialisis pada umumnya tidak bisa membersihkan molekul racun uremik menengah dan besar dan racun yang terikat protein, akibatnya muncul penumpukan racun uremia molekul sedang dan besar.
Gambar 2.5. Proses hemodialysis Sumber : Dikutip dari Suhajono dan Susalit E, Buku ajar ilmu penyakit dalam Jiid I17
2.5
BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS BIA ditemukan pada awal tahun 1960, merupakan alat portable ( mudah
dibawa kemana-mana ) yang mudah digunakan dalam megevaluasi komposisi cairan tubuh, non-invasif, sederhana, aman, murah, hasil segera didapat, tidak tergantung operator dengan ketepatan yang tinggi dan sudah banyak dipakai di
23
Universitas Sumatera Utara
unit hemodialisis. BIA menganalisa komposisi cairan tubuh secara tidak langsung dengan mencatat perubahan impedance arus listrik segmen tubuh. 23 Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan konduktor silinder ionik dimana lemak bebas ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah jenis ionik dan berhubungan dengan jumlah ion bebas dari garam, basa dan asam serta dengan konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium. Jaringan terdiri dari sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang baik, sementara lemak dan tulang merupakan penghantar listrik yang buruk 23,27.
Gambar 2.6. Arus listrik yang dipengaruhi panjang dan tebal jaringan Sumber : Shumei S, et al. Epidemioogical Application of Body Composition. Annals New York Ac. Of Science 23 Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam BIA yaitu impedance, resistance (R) dan capacitance (Xc). Impedance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kombinasi dari resistance dan capacitance. Resistance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh cairan intrasel dan ekstrasel sedangkan capacitance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh jaringan dan membran sel. Resistance dan capacitance berbanding lurus dengan panjang jaringan dan berbanding terbalik dengan tebal jaringan tubuh 23,27,28 .
24
Universitas Sumatera Utara
Impedance total adalah kombinasi dari reistance dan reactance sepanjang jaringan. Resistance dan capacitance dapat diukur dengan berbagai tingkat frekuensi. Pada frekuensi nol gelombang tidak dapat menembus membrane sel yang berfungsi sebagai insulator, dan karenanya gelombang hanya melewati cairan ekstraselular, sedangkan frekuensi tinggi gelombang dapat menembus membrane sel yang menjadi kapasitor sempurna, dan karenanya gelombang melewati cairan intraselular dan ekstraselular. Dengan frekuensi 50 kHZ, gelombang melewati baik cairan intraselular dan ekstraselular, meskipun proporsinya berbeda dari jaringan ke jaringan. 23,27,28 Hubungan antara resistance dan capacitance merefleksikan perbedaan elektrik dari jaringan yang dipengaruhi oleh berbagai penyakit, status nutrisi dan status volume cairan tubuh. Pengukuran dari hubungan ini merefleksikan volume cairan tubuh ( Total Body Water ( TBW ), Extra Celluler Water ( ECW ) dan Intra Celluler Water ( ICW ) dan status nutrisis tubuh ( Body Cell Mass = BCM ), Fat Free Mass ( FFM )< dan Fat Mass ( FM ). 23,27,28 Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga. Pengukuran biasanya dilakukan 10 menit sebelum HD atau 10 menit setelah HD. 28,12
Gambar 2.7. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA 25
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Dikutip dari GRAF Maltron Bioscan 916 interpretation manual. 200512 Dalam penatalaksanaan pasien –pasien heodialisis regular, aplikasi klinis pemakaian BIA mencakup : 1. Menentukan status volume cairan tubuh Salah satu tujuan terapi hemodialysis adalah mencapai dan mempertahankan keadaan euvolemik yang disebut sebagai berat badan kering. Pengeluaran cairan yang inadekuat dapat menyebabkan hipertensi, sesak nafas, edema dan edema pulmonum, pengeluaran cairan yang berlebihan akan menyebabkan hipotensi, kram otot dan muntah-muntah. Pengukuran langsung Total Body Water (TBW) dan kompartemennya dapat membantu secara kwantitatif dalam menentukan status volume cairan tubuh.1 2. Memahami mekanisme perubahan fisiologik dan hemodinamik selama sesi hemodialisis Dengan adanya perbedaan volume cairan antar kompartemen, BIA dapat digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi perpindahan cairan antar kompartemen, mempelajari perubahan fisiologik cairan selama hemodialysis dan menentukan strategi untuk mendapatkan hemodialysis yang efektif dan dapat ditoleransi. 1 3. Monitoring adekuasi hemodialisis Tujuan hemodialysis adalah untuk mencapai bersihan adekuat dari molekul-molekul kecil seperti urea. Urea kinetic modeling adalah yang umum digunakan untuk memperkirakan bersihan urea plasma selama hemodialysis dan penentuan lama hemodialysis. Penggunaan urea kinetic modeling menunjukkan keakuratan pengukuran TBW oleh karena berhubungan dengan Kt/V, dimana K adalah bersihan urea dari dialiser ( ml/mnt ), t adalah waktu ( mnt ), dan V adalah volume distribusi urea ( L ). Karena urea diasumsikan terdistribusi dalam cairan tubuh, V=TBW. BIA digunakan sebagai alat yang sederhana dalam mengukur TBW oleh karena itu dapat memonitoring terapi hemodialisis. 1
26
Universitas Sumatera Utara
4. Penentuan status nutrisional Malnutrisi dan penurunan massa lemak tubuh ( FFM ) adalah faktor resiko signifikan dalam kenaikan angka mortalitas pasien yang menjalani
hemodialisis.
Penelitian
belakangan
ini
menunjukkan
konsentrasi serum albumin < 40 gr/L pada pasien hemodialisis berhubungan dengan peningkatan risiko kematian. Faktor – faktor yang menyebabkan malnutrisi adalah asupan yang kurang oeh karena anoreksia atau muntah, peningkatan katabolisme protein oleh karena hemodialisis inadekuat, asidosis metabolic dan kehilangan asam amino bebas selama hemodialisis. Pengukuran FFM dan Fat Mass oleh BIA dapat membantu mendeteksi kondisi malnutrisi pasien. 1 Parameter BIA yang digunakan untuk menilai status volume cairan tubuh adalah : Total Body Water ( TBW ), Extra Celluler Water ( ECW ), Intra Celluler Water ( ICW ), TBW ( % ), ECW/TBW ( % ), ICW/TBW ( % ), ECW/ICW ( % ), Dry Weight ( kg ) dan Total Body Potassium ( TBK ). Disamping itu TBW berhubungan langsung dengan perkiraan berat badan kering pasien. TBP juga berhubungan dengan kadar total kalium tubuh intra dan ekstra selular. Kelebihan volume cairan tubuh dikarakteristikkan dengan peningkatan TBW, ECW dan penurunan ICW. 1,12
27
Universitas Sumatera Utara