LAPORAN AKHIR
1 PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
.B ST P
Transportasi perkotaan mempunyai peran yang penting dalam perekonomian. Transportasi perkotaan merupakan kunci seluruh aktifitas masyarakat perkotaan seperti pendidikan, bisnis, bekerja dan lain-lain. Karena lingkup aktifitasnya yang terbatas pada daerah perkotaan, maka pelayanan utama di daerah perkotaan umumnya menggunakan moda transportasi darat seperti mobil pribadi, bis, sepeda, kereta api, sepeda motor, dan berjalan kaki. Di beberapa kota juga mempergunakan angkutan sungai. Saat ini terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa pelayanan transportasi darat, khususnya transportasi perkotaan mengalami penurunan atau belum optimal. Indikasi-indikasi yang bisa dirasakan oleh masyarakat adalah ketidakteraturan, kemacetan, rendahnya kecepatan perjalanan, dan tingkat kecelakaan relatif tinggi.
D
IT
Terdapat dugaan bahwa faktor utama dari permasalahan transportasi pada kotakota di Indonesia adalah tidak seimbangnya peningkatan jumlah kendaraan dengan peningkatan kapasitas infrastruktur jalan. Faktor lain yang diduga ikut memberi andil terhadap permasalahan transportasi perkotaan tersebut adalah tidak optimalnya pelayanan angkutan umum, sehingga penggunaan kendaraan pribadi meningkat dengan cepat. Kondisi sosial sebagian masyarakat Indonesia yang masih menilai status sosial masyarakat dari pemilikan kendaraan juga patut diduga sebagai pemicu tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Dari kota kecil sampai kota metropolitan di Indonesia, bisa dilihat semakin banyaknya masyarakat menggunakan kendaraan pribadi pada pusat-pusat kegiatan, bahkan untuk perjalanan jarak pendek. Permasalahan transportasi perkotaan tersebut telah berkembang menjadi masalah nasional yang perlu penanganan pemerintah secara khusus. Permasalahan transportasi telah menjadi masalah yang rumit sehingga memerlukan langkah tegas untuk memotong rangkaian masalah selanjutnya, seperti penambahan lahan parkir, peningkatan polusi dan pemborosan bahan bakar. Apabila tidak tersedia lahan parkir off-street yang cukup dan penegakan aturan yang ketat, maka pengguna kendaraan pribadi akan memarkir kendaraannya di badan jalan, sehingga semakin mengurangi kapasitas jalan dan memperburuk permasalahan transportasi.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
I-1
LAPORAN AKHIR
Permasalahan transportasi seperti tersebut diatas menjadi semakin kompleks dengan tata guna lahan yang tidak teratur. Kita bisa melihat kawasan-kawasan baru dibangun tanpa melihat kapasitas pelayanan transportasi dan aksesibilitas dari kawasan-kawasan tersebut. Pada daerah-daerah yang sudah berkembang, jenis dan kapasitas tampung bangunan bisa berubah dengan cepat, sehingga kapasitas jaringan yang ada tidak mampu melayani karena jenis bangunan-bangunan baru tersebut umumnya merupakan bangunan yang membangkitkan lalu lintas tinggi. Dari sisi penyediaan kapasitas jalan, permasalahan menjadi semakin berat karena pada jalan-jalan perkotaan seringkali dijumpai penggunaan sebagian badan jalan dan fasilitas pejalan kaki untuk keperluan selain lalu lintas seperti pedagang kaki lima, parkir kendaraan pripadi, angkutan umum, dan lain-lain.
.B ST P
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut harus dimulai dari sekarang, semakin kita terlambat mengatasi permasalahan maka dampak yang ditimbulkan akan semakin besar dan solusi penanganan yang dibutuhkan menjadi semakin berat. Sebagai langkah awal penyelesaian masalah-masalah tersebut, perlu dibuat suatu pedoman yang bisa dipergunakan oleh Pemerintah Daerah dalam menangani permasalahan lalu lintas di daerahnya. Pemerintah Pusat selain berkewajiban untuk menyediakan pedoman teknis tersebut, juga perlu untuk memberikan contoh nyata dari aplikasi pedoman yang telah disusun.
D
IT
Untuk mengatasi permasalahan transportasi, terdapat teknik-teknik yang terangkum dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas. Metode yang saat ini banyak digunakan di kota-kota baik di negara maju maupun negara berkembang adalah dengan menggunakan manajemen dan rekayasa lalu lintas. Terdapat beberapa kelompok manajemen lalu lintas, yaitu manajemen kapasitas, manajemen prioritas, dan manajemen kebutuhan lalu lintas. Disamping kelompok diatas, terdapat startegi manajemen lalu lintas yang ditujukan untuk satu daerah tertentu ataun yang sering disebut dangan manajemen lalu lintas daerah lokal. Manajemen lalu lintas daerah lokal merupakan aplikasi beberapa teknik manajemen lalu lintas pada satu daerah tertentu untuk mendapatkan manfaat-manfaat yang telah disepakati bersama oleh masyarakat pada daerah tersebut atau seluruh pemangku kepentingan yang akan menggunakan atau terkena dampak dari aplikasi manajemen lalu lintas tersebut. Sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban Pemerintah Pusat dalam Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas maka studi ini memfokuskan pada penyusunan PEDOMAN PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS LOKAL yang sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas dibidang lalu lintas jalan di daerahnya.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
I-2
LAPORAN AKHIR
1.2
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dari kegiatan penyusunan Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal adalah sebagai berikut : 1. Maksud kegiatan ini adalah sebagai berikut : Maksud dari pekerjaan Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal adalah tersedianya Pedoman Teknis yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk menjalankan tugas dibidang LLAJ.
1.3
.B ST P
2. Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut : a. Melakukan studi literatur berkaitan dengan pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal yang ada dibeberapa negara lain yang relevan dengan kondisi di Indonesia; b. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal. c. Mengaplikasikan pedoman yang telah disusun untuk mengatasi permasalahan lalu lintas di kawasan tertentu di Kota Bogor.
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
D
IT
Dalam studi ini, terdapat beberapa kegiatan utama yang harus dilakukan yaitu: 1. Studi referensi dan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan pedoman pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal yang digunakan di negara lain; 2. Menginvetarisir dan mengkaji pedoman manajemen lalu lintas lokal yang digunakan di negara lain dan persyaratan-persyaratan penerapannya; 3. Menginventarisir dan mengkaji paraturan perundang-undangan yang berkaiatan langsung maupun tidak langsung terhadap penerapan manajemen lalu lintas lokal; 4. Menyusun formulasi dan muatan substansi manajemen lalu lintas lokal; 5. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal yang berisi tentang jenis-jenis pengaturan manajemen lalu lintas lokal, persyaratan teknis dan pendukungnya, pengelolaan dan tahap-tahap pelaksanaannya berdasarkan karakteristik lalu lintas lokal. 6. Mengaplikasikan Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal dalam mengatasi permasalahan lalu lintas dikawasan tertentu Kota Bogor. Dari kegiatan-kegiatan diatas, harus diperhatikan beberapa batasan berikut: 1. Kegiatan memfokuskan pada pedoman pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal; 2. Manajemen lalu lintas lokal meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian; 3. Skema penerapan manajemen lalu lintas lokal dan persyaratan penerapannya untuk masing-masing karakteristik lalu lintas lokal (pusat perbelanjaan tradisional/pusat perbelanjaan modern dan kawasan permukiman/perumahan); 4. Skema manajemen lalu lintas lokal harus memperhatikan karakteristik pergerakan dan batasan kewenangan penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
I-3
LAPORAN AKHIR
1.4
SASARAN STUDI Dengan selesainya studi ini, maka harus terselesaikan beberapa keluaran sebagai berikut: 1. Keluaran Kualitatif Tersedianya Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal yang merupakan pedoman yang dapat digunakan untuk pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal di daerah.
D
IT
.B ST P
2. Keluaran Kuantitatif Beberapa keluaran yang diharapkan dalam kajian ini ádalah: a. Terinventarisasinya permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan yang berkaitan dengan pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal; b. Terkumpulnya standard-standard pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal yang ada di beberapa negara yang secara teknis dan non teknis memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia; c. Tersedianya Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal yang mempertimbangkan hal-hal sebagaimana huruf a dan b. d. Tersusunnya studi implementasi Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal di Kota Bogor.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
I-4
LAPORAN AKHIR
2 KAJIAN PUSTAKA 2.1.
PENDAHULUAN Berjalan kaki merupakan salah satu komponen dasar dalam sistem transportasi. Disamping itu, berjalan kaki merupakan salah satu aktivitas sosial dan rekreasi yang penting. Hampir semua perjalanan dengan menggunakan moda transportasi apapun, akan dimulai dan diakhiri dengan berjalan kaki.
.B ST P
Pejalan kaki tidak memandang umur, jenis kelamin dan kelas sosial ekonomi. Berjalan kaki juga merupakan moda transportasi yang tidak memerlukan uji laik jalan, tidak memerlukan surat izin, sehingga diperlukan sedikit peraturan dan law enforcement. Satu hal penting dari moda berjalan kaki adalah ramah lingkungan, tidak ada bahan bakar minyak yang dipergunakan, dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. Di kawasan perkotaan di negara-negara maju, pejalan kaki mendapat prioritas dalam sistem lalu lintas. Lampu-lampu lalu lintas di persimpangan di desain untuk mengakomodasi kepentingan dan keselamatan pejalan kaki, akses-akses ke fasilitas umum mempunyai fasilitas untuk pejalan kaki, sehingga berjalan kaki merupakan bagian yang terintegrasi dengan sistem lalu lintas perkotaan.
D
IT
Karena berjalan kaki hampir dilakukan oleh semua pelaku perjalanan, maka berjalan kaki merupakan feeder utama untuk angkutan umum dan moda utama untuk menuju seluruh tata guna lahan dimana aktifitas akan dilaksanakan. Oleh karena itu, sebuah sistem transportasi perkotaan yang baik hampir tidak mungkin tercipta tanpa merencanakan fasilitas pejalan kaki yang baik. Untuk menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki yang menyatu dengan keseluruhan sistem transportasi pada suatu wilayah atau kawasan, diperlukan satu perencanaan yang terintegrasi dengan moda transportasiu yang lain dan dengan perencanaan tata guna lahan. Manajemen pejalan kaki tidak bisa dilepaskan dari manajemen lalu lintas secara keseluruhan. Tujuan-tujuan manajemen lalu lintas harus terintegrasi dengan tujuan-tujuan manajemen pejalan kaki. Dalam bab ini akan dibahas seluruh aspek yang menyangkut perencanaan dan penyediaan fasilitas pejalan kaki.
2.2.
MANAJEMEN LALU LINTAS Manajemen pejalan kaki tidak bisa dilepaskan dari manajemen lalu lintas. Terdapat beberapa definisi manajemen dan rekayasa lalu lintas. Berdasarkan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -1
LAPORAN AKHIR
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan (KM 14 Tahun 2006), definisinya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan, guna peningkatan keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Sedangkan secara teknis, manajemen lalu lintas adalah penerapan dari teknik-teknik pengendalian lalu lintas di dalam suatu kerangka kebijakan yang telah ditentukan, untuk mengatasi masalah pada suatu area atau panjang jalan tertentu, untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh masyarakat pada umumnya.
.B ST P
Dari definisi teknis diatas dapat dijabarkan dalam beberapa hal penting yaitu: 1. Manajemen lalu lintas harus berada dalam suatu kerangka kebijakan. Bermacam-macam tindakan manajemen lalu lintas seperti misalnya: “penerapan aturan-aturan, penerapan lampu lalu lintas, penarikan retribusi, dan lain-lain”, haruslah terkordinasi dan saling mendukung. Tanpa suatu kerangka kebijakan yang saling berhubungan, maka hasilnya tidak akan maksimal dan kemungkinan terjelek adalah bahwa tindakan-tindakan manajemen lalu lintas yang diambil akan gagal untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan secara keseluruhan 2. Manajemen lalu lintas diaplikasikan untuk suatu area tertentu sedangkan pengendalian lalu lintas hanya diaplikasikan untuk suatu titik (lokasi tunggal) tertentu. 3. Sebelum implementasi, tujuan-tujuan dari rencana manajemen lalu lintas harus terlebih dahulu di formulasikan secara jelas dan harus sejalan dengan kerangka kebijakan yang lebih luas. Jika hal ini tidak dilakukan maka kita tidak bisa merencanakan secara maksimal.
IT
2.2.1. Tujuan Manajemen Lalu Lintas
D
Tujuan-tujuan manajemen lalu lintas yang umumnya dapat diterapkan pada setiap masalah manajemen lalu lintas adalah untuk mendapatkan tingkat keselamatan, aksesibilitas, kenyamanan, dan kualitas lingkungan pada suatu daerah tertentu, sesuai dengan target yang diinginkan. Setiap daerah mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dan seringkali juga mempunyai tujuan-tujuan yang berbeda. Sering terjadi bahwa tujuan-tujuan manajemen lalu lintas mempunyai konflik antara yang satu dengan yang lain. Bila hal yang demikian terjadi, maka harus ada penyesuaian antara tujuan yang satu dengan yang lain. Titik berat dari tiap tujuan manajemen lalu lintas bisa berbedabeda antar daerah. Keseimbangan antara aksesibilitas, keselamatan dan lingkungan bisa saja berubah-ubah. Sebagai suatu contoh pada masa lampau, manajemen lalu lintas di kota-kota besar dinegara maju ditekankan kepada efisiensi pergerekan lalu lintas dan memberi fasilitas kepada pertumbuhan lalu lintas, sedangkan saat sekarang lebih ditekankan kepada faktor lingkungan dan keselamatan serta menahan laju pertumbuhan lalu lintas. Tujuan lebih detail dari manajemen lalu lintas antara lain: Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -2
LAPORAN AKHIR
.B ST P
1. Memperbaiki kondisi lalu lintas, menurunkan kemacetan, memberi fasilitas pada arus lalu lintas, dll. Tujuan-tujuan tersebut biasanya diterapkan di jalanjalan arteri dimana jalan arteri biasanya dilalui sebagian besar perjalanan dengan moda jalan raya dan efesiensi arus lalu lintas menjadi prioritas, 2. Meningkatkan kualitas keselamatan pada suatu rute atau daerah. Hal ini bisa muncul dari analisa kecelakaan pada suatu daerah dan kecenderungannya, atau berdasarkan ekspresi langsung dari anggota masyarakat, 3. Perbaikan tingkat keselamatan di jalan untuk anak-anak, pejalan kaki dan pengendara sepeda, 4. Perbaikan tingkat kenyamanan dari daerah pemukiman dengan menurunkan kecepatan, kebisingan lalu lintas , getaran akibat lalu lintas dan polusi udara, 5. Perbaikan akses untuk daerah-daerah komersil, daerah pariwisata, dan lainlain, 6. Perbaikan pelayanan untuk angkutan barang. Hal ini biasanya diterapkan di jalan arteri dan untuk akses-akses ke daerah industri. Hal ini penting untuk mewujudkan kontribusi sektor angkutan terhadap tujuan-tujuan ekonomi yang lebih luas, 7. Perbaikan tingkat operasi dari angkutan umum jalan raya. Perkembangan terakhir dari sektor transportasi adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan manusia dan barang seefisien mungkin dan bukan pergerakan kendaraan. Hal ini membutuhkan pemberian prioritas terhadap public transport, dan 8. Pemecahan masalah-masalah parkir.
D
IT
Sering terjadi bahwa perencanaan manajemen lalu lintas ditujukan untuk menanggapi suatu masalah (atau beberapa masalah yang terkait) yang nampak jelas dan mudah untuk diidentifikasi, sehingga langkah penanganannya juga jelas. Sebagai suatu contoh adalah penutupan ruas jalan untuk memudahkan pekerjaanpekerjaan konstruksi, dan keperluan untuk memindahkan arus lalu lintas akibat penutupan ruas jalan tersebut. Pada kasus lain, problem dan langkah yang harus diambil serta keberhasilan dari langkah tersebut mungkin tidak mudah untuk diukur, sehingga kita perlu menyusun dan membangun alternatif-alternatif manajemen lalu lintas. Berdasarkan KM 14 Tahun 2006, manajemen dan rekayasa lalu lintas bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan guna meningkatkan keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan, dengan ruang lingkup seluruh jaringan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan desa yang terintegrasi, dengan mengutamakan hirarki jalan yang lebih tinggi. Prinsip terpenting dalam manajemen lalu lintas adalah mengenali kondisi-kondisi bahwa masing-masing dari tujuan-tujuan manajemen lalu lintas dipengaruhi oleh volume lalu lintas, komposisi lalu lintas dan kecepatan rata-rata lalu lintas yang terjadi pada seluruh jaringan jalan atau bagian dari jaringan jalan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -3
LAPORAN AKHIR
Dengan prinsip tersebut, maka prinsip umum dari manajemen lalu lintas dapat disebutkan sebagai berikut: “ tentukan kemana lalu lintas akan diarahkan, dan kearah mana lalu lintas harus dibatasi atau dilarang, dan terapkan teknik-teknik untuk mencapai distribusi lalu lintas dan karakteristik arus lalu lintas yang diinginkan”. Keseluruhan volume lalu lintas di dalam jaringan jalan dipengaruhi oleh kebijakan transportasi yang lebih luas dari sekedar manajemen lalu lintas. Hal ini akan dipengaruhi oleh tata guna lahan, ketersediaan dari moda-moda alternative dan tujuan kebijakan lingkungan dan pembatasan lalu lintas dalam sekala regional. Pada kota-kota besar, kebijakan lalu lintas umumnya ditujukan untuk menahan laju pertumbuhan lalu lintas, sedang pada kota-kota kecil lebih ditekankan untuk mengakomodasi pertumbuhan lalu lintas.
.B ST P
Seperti apapun kondisi lalu lintas, prinsip-prinsip diatas memerlukan pendefinisian dari hirarki jalan untuk daerah studi yang paling sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Hirarki jalan diidentifikasi berdasarkan fungsi dan volume lalu lintas yang sesuai. Untuk mencapai tingkat/volume lalu lintas yang diinginkan, sering harus mengkompromikan kombinasi-kombinasi dari teknik-teknik untuk mengurangi volume lalu lintas pada bagian dari jaringan dan teknik-teknik untuk meningkatkan volume atau memfasilitasi volume lalu lintas pada bagian lain.
D
IT
Menurunkan volume lalu lintas dapat dilakukan dengan penutupan jalan atau merubah dari dua arah ke satu arah. Langkah yang lebih ekstrim adalah dengan mempersempit badan jalan atau membuat bottle-neck. Meningkatkan volume lalu lintas dapat dilakukan dengan perbaikan unjuk kerja ruas dan persimpangan. Misal dengan lampu lalu lintas terkoordinasi. Apabila terjadi perubahan arus lalu lintas, maka akan timbul akibat-akibat terhadap masyarakat. Sebagian masyarakat akan diuntungkan dan sebagian yang lain akan dirugikan. Dinegara maju seringkali tingkat perubahan arus lalu lintas atau nilai dari karakteristik arus lalu lintas tertentu bukanlah merupakan issue atau pertimbangan utama, tetapi justru pada perubahan-perubahan dan dampak yang terjadi. Sangatlah penting untuk mengidentifikasi dampak dari manajemen lalu lintas, serta siapa yang terkena dampak dan bagaimana mereka terkena dampak. Pihak-pihak yang mungkin terkena dampak antara lain: 1. Lalu lintas komuter yang melintas. 2. Penduduk sekitar jalan yang dijadikan jalan perumahan/lokal. 3. Penduduk sekitar jalan yang ditingkatkan arus lalu lintasnya. 4. Pertokoan dan pusat bisnis.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -4
LAPORAN AKHIR
5. Operator angkutan umum dan penumpang. 6. Operator angkutan barang dan pelayanan hantaran, dan 7. Pelayanan angkutan emergency. Masing-masing kelompok akan mengalami dampak dari arah dan derajat yang berbeda. Kemungkinan besar ada satu kelompok yang mengalami lebih dari satu dampak. Disamping perlu keseimbangan dampak antar grup, perlu juga keseimbangan dari bermacam dampak yang dialami oleh satu grup tertentu. Contoh dari kasus ini adalah, pengurangan lalu lintas dengan menutup jalan pada daerah pemukiman, pada satu sisi hal ini akan menurunkan kebisingan dan getaran, akan tetapi akan mengurangi aksesibilitas penduduk untuk pergi ke pusat-pusat perbelanjaan di daerah pemukiman tersebut.
2.2.2. Teknik
.B ST P
Manajemen lalu lintas mempunyai dua sasaran yaitu: 1. Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu lintas. 2. Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume lalu lintas pada suatu jalan, melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut.
D
IT
Strategi dan teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen lalu lintas yaitu : 1. Manajemen Kapasitas Strategi yang dilakukan yaitu : membuat penggunaan kapasitas dan ruas jalan seefektif mungkin sehingga pergerakan lalu lintas yang lancar merupakan persyaratan utama. Teknik yang dilakukan dalam manajemen kapasitas yaitu : a. Perbaikan persimpangan untuk meyakinkan penggunaan kontrol dan geometric secara optimum. b. Manajemen ruas jalan dengan melakukan pemisahan tipe kendaraan, kontrol on street parking dan pelebaran jalan. c. Area traffic control, batasan tempat membelok, sistem jalan satu arah dan koordinasi lampu lalu lintas.
2. Manajemen Prioritas Strategi yang dilakukan yaitu prioritas bagi kendaraan penumpang umum yang menggunakan angkutan massal karena kendaraan tersebut bergerak dengan jumlah penumpang yang banyak dengan demikian efisiensi penggunaan ruas jalan dapat tercapai. Teknik yang dilakukan antara lain :
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -5
LAPORAN AKHIR
a. b. c. d. e.
Jalur khusus bus. Prioritas persimpangan. Jalur bus. Jalur khusus sepeda. Prioritas bagi angkutan umum.
3. Manajemen Demand (Permintaan) Strategi yang dilakukan yaitu : a. Merubah rute kendaraan pada jaringan dengan tujuan untuk memindahkan kendaraan dari daerah macet ke daerah tidak macet. b. Merubah moda perjalanan dari angkutan pribadi ke angkutan umum pada jam sibuk yang berarti penyediaan prioritas bagi angkutan umum. c. Kontrol terhadap penggunaan tata guna lahan.
D
IT
.B ST P
Teknik yang dapat dilakukan meliputi : a. Meningkatkan keselamatan dengan cara : Pengurangan konflik antara arus kendaraan dan arus kendaraan dengan penyeberang jalan pada persimpangan. Terhindarnya penyeberang jalan terjebak ditengah arus lalu lintas yang saling berlawanan arah. Perbaikan pada pengamatan dipersimpangan bagi pengemudi. b. Lain lain : Menambah kapasitas lalu lintas untuk interval waktu tertentu tanpa biaya yang mahal. Pengembangan master plan secara bertahap. Memperoleh pembaruan pola lalu lintas dalam waktu singkat dengan biaya yang rendah. Menyediakan sarana bongkar muat kendaraan angkutan barang dengan pengaruh yang kecil pada ruas lalu lintas. Mempertahan trotoar, pepohonan dll yang mungkin dpt digusur pada kasus pelebaran jalan dua arah.
Pemilihan jenis rekayasa atau manajemen lalu lintas pada ruas jalan baik untuk jalan perkotaan sebaiknya memperhatikan beberapa faktor di bawah ini : 1. Fungsi (Arteri, Kolektor), Kelas Jalan dan Tipe Alinyemen Jalan Pembedaan jenis jalan menurut fungsi dan peranannya dimaksudkan untuk mencari penyelesaian masalah yang paling efektif dan efisien untuk kelas tersebut. 2. Pertimbangan Ekonomi Pertimbangan ekonomi didasarkan dari analisa biaya siklus hidup, di mana untuk konstruksi baru umur rencananya adalah 10 tahun, sedangkan untuk peningkatan / pelebaran jalan umur rencananya adalah 3 tahun. 3. Kinerja Lalu Lintas Untuk perencanaan jangka pendek dan operasi pada jalan perkotaan biasanya perbaikan dilakukan pada geometrik jalan untuk menjaga tingkat kinerja yang
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -6
LAPORAN AKHIR
2.3.
.B ST P
diinginkan. 4. Pertimbangan Keselamatan Lalu Lintas Tingkat kecelakaan diestimasi dari data statistik kecelakaan di Indonesia (secara empiris) untuk jalan perkotaan, sebagai berikut : a. Pelebaran lajur mengurangi tingkat kecelakaan antara 2 – 15 % per meter pelebaran (angka yang tinggi menunjuk pada jalan yang sempit) b. Pelebaran dan perbaikan kondisi permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu lintas walaupun dengan derajat yang lebih kecil dibandingkan pelebaran jalan. c. Median mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %. d. Median penghalang (digunakan jika tidak ada tempat yang cukup untuk membuat median yang normal) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10 – 30 %, tetapi menaikan kecelakaan kerugian material. 5. Pertimbangan lingkungan Emisi gas buang berkaitan erat dengan arus dan kecepatan lalu lintas. Kemacetan, alinyemen jalan yang buruk seperti tikungan tajam dan kelandaian curam menaikan emisi gas buang.
STRATEGI DESAIN FASILITAS PEJALAN KAKI
D
IT
Hal terpenting ketika merencanakan fasilitas pejalan kaki adalah dengan menempatkan pejalan kaki sebagai bagian pengguna ruang jalan dalam satu sistem jaringan jalan. Desain fasilitas pejalan kaki dapat dibagi menjadi 3 pendekatan yaitu segregation (pemisahan), integration (penggabungan), dan separation (pembagian). 1. Segregation. Pendekatan ini memisahkan fasilitas pejalan kaki dengan jalan untuk kendaraan bermotor. Pendekatan ini banyak diaplikasikan pada perencanaan kota-kota modern, seperti jalan khusus untuk pejalan kaki (pedestrian only street). 2. Integration. Pendekatan ini didasarkan pada kondisi dimana pada kebanyakan lokasi di jaringan jalan antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor harus berbagi ruang. Pada kondisi ini, kehati-hatian dalam manajemen lalu lintas sangat penting, seringkali konsekuensi terhadap pejalan kaki kurang diperhatikan. Contoh teknik pada pendekatan ini adalah menyediakan fase tersendiri untuk pejalan kaki pada persimpangan dengan lampu lalu lintas, pelican crossing, rambu, speed hump untuk mengurangi kecepatan, dan lainlain. 3. Separation. Pendekatan ini bertujuan memisahkan pejalan kaki dengan kendaraan bermotor dengan dua dimensi waktu dan ruang. Pembagian waktu dapat berupa memberikan waktu tertentu kepada pejalan kaki untuk menggunakan ruang jalan dan kemudian diikuti kendaraan untuk waktu berikutnya. Contoh pembagian waktu adalah pelican crossing. Pembagian spatial memberikan pejalan kaki fasilitas dengan membagi sebagian ruang milik jalan untuk fasilitas pejalan kaki. Contoh pembagian spatial adalah trotoar.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -7
LAPORAN AKHIR
Dibanyak negara maju, fasilitas pejalan kaki yang dibangun umumnya menggunakan pendekatan segregation atau membangun fasilitas pejalan kaki yang betul-betul terpisah dari kendaraan bermotor pada lokasi-lokasi tertentu. Akan tetapi terdapat kritik terhadap fasilitas-fasilitas ini karena pertimbangan terhadap sisi komersial dan kegiatan bisnis pada lokasi-lokasi tersebut lebih diutamakan dibanding pertimbangan-pertimbangan keselamatan pejalan kaki dan waktu berjalan kaki. Secara umum fasilitas pejalan kaki dapat dibagi menjadi 5 jenis seperti pada Tabel 2.1. berikut: Tabel 2.1.
Fasilitas penyeberangan secara umum
Pembagian waktu
D
Terintegrasi
IT
Pembagian spasial
Tipe Jalur pejalan kaki di sisi jalan Jaringan jalur pejalan kaki yang terpisah Berbagi Jalur antara pejalan kaki dan sepeda Pulau pelindung Pulau lalu lintas dan median Pelebaran kerb Pagar pelindung Zebra cross Pelican Fasilitas pejalan kaki di persimpangan dengan lampu lalu lintas Terowongan atau tunnel Jembatan penyeberangan Jalur khusus pejalan kaki (pedestrian malls) Penggunaan ruang yang sama antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor.
.B ST P
Fasilitas Jalur pejalan kaki
Tipe Fasilitas Pejalan Kaki
2.3.1. ISU-ISU PERENCANAAN Perencanaan untuk fasilitas pejalan kaki pada daerah-daerah baru umumnya bisa memenuhi seluruh standar efisiensi dan efektifitas fasilitas pejalan kaki. Pusatpusat aktivitas baru bisa didesain dengan pertimbangan keselamatan pejalan kaki seperti memiliki konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor seminimal mungkin. Akan tetapi kebanyakan fasilitas pejalan kaki harus direncanakan pada pusat-pusat aktifitas yang sudah ada, sehingga desain fasilitas pejalan kaki harus menyesuaikan dengan situasi yang sudah ada. Pertimbangan-pertimbangan utama dalam merencanakan fasilitas pejalan kaki adalah hirarki jalan, proses desain dan kelompok pejalan kaki tertentu. Dalam semua kondisi, kejelasan tentang hirarki jalan sangat penting dalam Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -8
LAPORAN AKHIR
perencanaan fasilitas pejalan kaki. Hirarki jalan akan menentukan fungsi jalan, apakah lebih besar untuk akses atau untuk mobilitas. Berdasarkan fungsi jalan yang sudah ditetapkan, maka fasilitas pejalan kaki bisa disesuaikan. Jalan di Indonesia dibagi berdasarkan sistem, fungsi, status, dan kelas seperti pada tabel berikut. Tabel 2.2. No 1
Pembagian Menurut Sistem
Definisi istilah dalam klasifikasi jalan umum di Indonesia
Klasifikasi Sistem jaringan jalan primer
2
Menurut Fungsi
.B ST P
Sistem jaringan jalan sekunder Jalan arteri
Jalan kolektor
IT
Jalan lokal
D
Jalan lingkungan
3
Menurut Status
Definisi Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tingg dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,
Jalan Nasional
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten
Jalan Kota
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -9
LAPORAN AKHIR
No
Pembagian
Klasifikasi
Jalan Desa
4
Menurut Kelas
Jalan bebas
Definisi menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Pengaturan mengenai kelas jalan mengikuti
peraturan LLAJ Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi: - pengendalian jalan masuk - persimpangan sebidang - jumlah dan lebar lajur - ketersediaan median - pagar Sumber: pasal 7, 8, 9, dan 10 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pasal 31 dan 32 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
.B ST P
hambatan Jalan raya Jalan sedang Jalan kecil
Jalan arteri pada umumnya merupakan jalan dimana keselamatan pejalan kaki perlu mendapat perhatian lebih besar. Jalan arteri umumnya berfungsi untuk mengalirkan lalu lintas utama, sehingga mempunyai ciri utama berupa volume lalu lintas tinggi dan kecepatan tinggi. Di Negara maju, pejalan kaki tidak begitu besar di jalan arteri karena tata guna lahan di jalan arteri umumnya bukan untuk aktifitas tinggi. Di Indonesia, tata guna lahan di jalan arteri justru umumnya berfungsi untuk aktifitas tinggi, sehingga perlu strategi khusus dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki.
D
IT
Beberapa studi menyimpulkan bahwa pejalan kaki di jalan arteri cenderung untuk meminimalkan jarak perjalanan, meskipun meningkatkan resiko kecelakaan. Pejalan kaki di jalan arteri juga cenderung mencari rute yang memiliki tingkat kemudahan terbaik dan waktu perjalanan yang wajar. Desain fasilitas pejalan kaki pada jalan arteri umumnya adalah: 1. Pelican (Pedestrian Light Control) 2. Pufin (Pedestrian User Friendly Intelligent) Pada jalan kolektor, dimana volume kendaraan tidak terlalu tinggi, pendekatan dengan pemisahan spasial bisa dilakukan. Desain fasilitas jalan kaki yang bisa diaplikasikan berupa memperlebar kerb atau pulau pejalan kaki. Desain pejalan kaki di jalan lingkungan biasanya kurang mendapat perhatian, meskipun berjalan kaki bisa merupakan moda yang penting. Fasilitas pejalan kaki pada jalan lingkungan harus memperhatikan keselamatan terutama anak-anak, dimana anak-anak biasa melakukan aktifitas di sekitar jalan lingkungan. Dalam merencanakan fasilitas pejalan kaki, harus diperhatikan secara detil
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -10
LAPORAN AKHIR
karakteristik pejalan kaki, terutama yang berkaitan dengan kenyamanan dan keselamatan. Karena seringkali terjadi konflik kepentingan dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki maka perencanaan harus dijalankan dengan tahap demi tahap. Proses desain dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa masalahnya? 2. Keselamatan 3. Kenyamanan 4. hambatan 5. Apa kelas jalannya, dan sebarapa jauh fasilitas pejalan kaki dapat diakomodasi pada jalan tersebut. 6. Apakah solusi sederhana cukup? 7. Apakah solusi lebih besar diperlukan?
PERATURAN PERUNDANGAN
.B ST P
2.4.
2.4.1. UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 25
Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa: a. Rambu Lalu Lintas; b. Marka Jalan; c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; d. alat penerangan Jalan; e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan; f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan; g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
D
IT
(1)
(2)
Pasal 26 (1)
(2)
Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh: a. Pemerintah untuk jalan nasional; b. Pemerintah Provinsi untuk jalan provinsi; c. Pemerintah Kabupaten/Kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol. Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -11
LAPORAN AKHIR
Pasal 27 (1) (2)
Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume Lalu Lintas. Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 28 (1) (2)
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).
Pasal 62
(2)
Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pengendara sepeda. Pengendara sepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Pasal 93 (1)
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. Penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus; b. Pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki; c. Pemberian kemudahan bagi penyandang cacat; d. Pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas; e. Pemaduan berbagai moda angkutan; f. Pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan; g. Pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau h. Perlindungan terhadap lingkungan. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas meliputi kegiatan: a. Perencanaan; b. Pengaturan; c. Perekayasaan; d. Pemberdayaan; dan e. Pengawasan.
D
IT
(2)
.B ST P
(1)
(3)
Pasal 131
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -12
LAPORAN AKHIR
(1) (2) (3)
Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan. Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Pasal 132
.B ST P
(1) Pejalan Kaki wajib: a. Menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau b. Menyeberang di tempat yang telah ditentukan. (2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas. (3) Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.
2.4.2. PP NO. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
Pasal 33 Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.
D
IT
Pasal 34 (1) Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. (2) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. (4) Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
2.5.
PENGERTIAN UMUM Dalam studi ini yang dimaksud dengan : 1) Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -13
LAPORAN AKHIR
5)
6)
7)
8)
9) 10)
D
11)
.B ST P
3) 4)
Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Fasilitas Pejalan Kaki adalah Semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Trotoar adalah Jalur pejalan kaki yang terletak pada Ruang Milik Jalan yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Kereb adalah bagian dari jalan berupa struktur vertikal dengan bentuk tertentu yang digunakan sebagai pelengkap jalan untuk memisahkan badan jalan dengan fasilitas lain, seperti jalur pejalan kaki, median, separator, pulau jalan, maupun tempat parkir. Jalur pejalan kaki adalah Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman dan tanpa hambatan. Ram adalah Jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas. Fasilitas Pejalan Kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan bagi pejalan kaki. Jalur Pejalan Kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelikan), dan Penyeberangan Tak Sebidang. Penyeberangan Zebra adalah fsilitas penyeberanganan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk member ketegasan/batas dalam melakukan lintasan. Penyeberangan Pelikan adalah fasilitas untuk penyeberangi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi dengan marka dan lampu pengatur lau lintas.
IT
2)
12)
13)
14)
15)
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -14
LAPORAN AKHIR
D
IT
.B ST P
16) Arus Pejalan Kaki adalah jumlah pejalan kaki yang melewati suatu penapang tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan jumlah pejalan kaki per satuan waktu (pejalan/menit). 17) Lapak Tunggu adalah fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan, Penyeberangan dapat berhenti sementara sambil menunggu kesempatan melakukan penyeberangan berikutnya. Fasilitas tersebut diletakan pada median jalan. 18) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan. 19) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas. 20) Tingkat pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu lintas pada keadaan tertentu. 21) Jalur kendaraan tidak bermotor, adalah jalur dimana lalu lintas untuk kendaraan tidak bermotor dipisah secara phisik dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor dengan marka atau pagar pengaman ataupun ditempatkan secara terpisah dari jalan raya 22) Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas. 23) Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan. 24) Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan. 25) Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan. 26) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang lalu lintas dan angkutan jalan.
2.6 KEBUTUHAN DATA 1)
Data yang dibutuhkan adalah : Volume lalu-lintas kendaraan;
Volume lalu lintas kendaraan dihitung dengan menggunakan metode pencacahan arus lalu lintas terklasifikasi (Traffic Volume Classified count). Survai ini dilakukan selama waktu periode sibuk. Pemilihan periode sibuk dapat dipilih periode pagi, siang, maupun Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -15
LAPORAN AKHIR
sore. Volume dihitung dalam rentang waktu setiap satu jam. Hasil dari survai ini adalah volume lalu lintas dalam setiap jam pada periode sibuk dengan satuan kendaraan/jam. Kendaraan yang dihitung merupakan jumlah kendaraan total yang melintas dalam dua arah. 2)
Volume lalu-lintas pejalan kaki (menyusur jalan);
Volume lalu lintas pejalan kaki dapat diperoleh dengan melakukan survai/observasi yang dilakukan pada lokasi yang dipilih. Lokasi yang disurvai umumnya lokasi yang diindikasikan membutuhkan fasilitas pejalan kaki. Jarak pengamatan adalah antara 50100 m. Dalam jarak ini, pejalan kaki yang menyusur dihitung oleh surveyor.
3)
.B ST P
Jumlah surveyor untuk pengamatan ini adalah sesuai dengan kebutuhan untuk mengamati dan mencatat jumlah pejalan kaki. Semakin besar jumlah pejalan kaki yang menyusur jalan, maka semakin banyak pula surveyor yang dibutuhkan. Volume lalu-lintas Pejalan Kaki (menyeberang jalan);
Volume lalu lintas pejalan kaki dapat diperoleh dengan melakukan survai/observasi yang dilakukan pada lokasi yang dipilih. Lokasi yang disurvai umumnya lokasi yang diindikasikan membutuhkan fasilitas pejalan kaki. Jarak pengamatan adalah antara 50100 m. Dalam jarak ini, pejalan kaki yang menyeberang dihitung oleh surveyor.
Data Geometrik.
D
4)
IT
Jumlah surveyor untuk pengamatan ini adalah sesuai dengan kebutuhan untuk mengamati dan mencatat jumlah pejalan kaki. Semakin besar jumlah pejalan kaki yang menyeberang, maka semakin banyak pula surveyor yang dibutuhkan.
Data geometrik merupakan data/informasi yang dapat diperoleh dengan melakukan survai inventarisasi jalan. Dalam survai ini, serveyor mengukur alinyemen vertikal dan horisontal ruas jalan, mencatat dan mengukur dimensi perlengkapan jalan, mengamati dan mencatat lahan, bangunan, fasilitas umum lainnya yang terdapat dalam areal yang sedang diamati. Hal ini diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang lokasi/medan yang ada. Semakin rinci data yang dikumpulkan akan semakin baik.
2.7.
PENENTUAN JENIS FASILITAS PEJALAN KAKI
Untuk memilih jenis fasilitas pejalan kaki yang sesuai dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah-1 : Tentukan besarnya arus lalu-lintas penyeberang jalan (P) pada kawasan yang sedang Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -16
LAPORAN AKHIR
diamati. Besarnya arus lalu lintas merupakan volume lalu lintas pejalan kaki yang menyusur dan menyeberang. Informasi ini merupakan hasil dari survai yang telah dilakukan sebelumnya. Arus lalu lintas pejalan kaki memiliki satuan pejalan kaki per jam (Pedestrian/hour).
Langkah-2 : Tentukan volume lalu-lintas kendaraan (V). Besarnya arus lalu lintas merupakan volume lalu lintas kendaraan yang melintas. Informasi ini merupakan hasil dari survai yang telah dilakukan sebelumnya. Arus lalu lintas kendaraan memiliki satuan kendaraan per jam (vehicle/hour).
Langkah-3 : Untuk menentukan fasilitas penyeberangan yang dibutuhkan, hitunglah nilai perkalian antara arus pejalan kaki (P) hasil hitungan dari Langkah-1 dengan arus kendaraan dari Langkah-2. Hitunglah perkalian = P x V2. Catatlah nilai hasil perkaliannya.
.B ST P
Langkah-4 : Hasil pada langkah-3 disesuaikan dengan menggunakan Tabel 2.3. sebagai rekomendasi pilihan jenis fasilitas pejalan kaki. Hasil pada Langkah-3 dapat juga diplotkan pada diagram dalam Gambar 2.1. Apabila hasil telah diplot diatas gambar tersebut, dapat dilihat alternatif pilihan jenis fasilitas pejalan kaki yang sesuai dengan karakteristik pejalan kaki dan arus kendaraan. Alternatif pilihannya diantaranya adalah : (1) tidak perlu penyeberangan, (2) Zebra Cross, dan (3) Pelican Cross.
IT
Catatan : Jembatan dan Terowongan dapat dipilih jika nilai perkalian P x V2 melebihi nilai yang tersedia dalam diagram tersebut. Atau ada alasan khusus tertentu seperti : membahayakan pejalan kaki dan/atau mengganggu arus lalu lintas, jalan bebas hambatan.
D
No
Tabel 2.3. Pilihan Jenis Fasilitas Pejalan Kaki P V Rekomendasi (Pjkq/J) (Kend/J)
PV2
1
2
3
4
1 2 3 4 5 6
8
50-1.100 50-1.100 50-1.100 >1.100 50-1.100 >1.100
300-400 400-750 >500 >500 >700 >400
> > > > > >
10 2 x 108 108 108 2 x 108 2 x 108
5 Zebra Cross (ZC) ZC dengan Pelindung Pelican Cross (PC) Pelican Cross (PC) PC dengan Pelindung PC dengan Pelindung
Sumber : Dijendat, 1997
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -17
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.1. Pilihan Jenis Fasilitas Pejalan Kaki
Sebagai contoh, berdasarkan hasil survai diperoleh hasil yang disusun dalam Tabel 2.4.
1 1 2
3 4
5 6
IT
D
No
Tabel 2.4 Hasil Survai Arus Pejalan Kaki dan Arus Kendaraan P V 4 PV2 Waktu PV2 (orang/J) (Kend/J) Terbesar
2
3
4
5
6 9
07.0008.00 08.0109.00
209
2966
1,84 x 10
216
3311
2,37 x 109
3*
11.0112.00 12.0113.00
213
3047
1,98 x 109
4*
195
2915
1,66 x 109
16.0117.00 17.0118.00
228
3360
2,57 x 109
2*
232
3207
2,59 x 109
1*
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -18
LAPORAN AKHIR
Catatan : * urutan nilai terbesar Nilai dari empat (4) yang memiliki PV2 terbesar selanjutnya dihitung nilai rata-ata masingmasing nilai P (pejalan kaki) dan nilai V (Kendaraan). Nilai mean keempat nilai P tersebut adalah : P = (216 + 213 + 228 + 232)/ 4 = 222 pejalan kaki/jam. Nilai mean dari nilai V adalah : V = (3311 + 3047 + 3360 + 3207)/ 4 = 3231 kendaraan/jam. Selanjutnya, nilai P dan V ini dihitung kembali dengan perkalian [P x V]2. PV2 = (222) x (3231) 2 = 2,32 x 10 9
Langkah-5 :
.B ST P
Nilai 2,32 x 10 9 lebih besar dibandingkan dengan 2 x 10 8 (Lihat Tabel 4.1.) sehingga rekomendasi yang diperoleh adalah : Pelican Cross dengan Pelindung. Setelah terpilih jenis fasilitasnya, selanjutnya dipersiapkan desain dan standar yang sesuai.
Untuk menentukan lebar trotoar yang dibutuhkan, dapat dipergunakan rumus W = P/35 + 1,5, dimana P adalah volume pejalan kaki (orang/menit/meter) dan W adalah lebar trotoar.
IT
Lebar trotoar harus ditambah, bila pada trotoar tersebut terdapat perlengkapan jalan seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya. Penambahan lebar trotoar apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti pada tabel tersebut di bawah ini.
D
Tabel 2.5. Penambahan Lebar Trotoar
Jenis Fasilitas Kursi roda Tiang lampu penerang Tiang lampu lalu lintas Rambu lau lintas Kotak surat Keranjang sampah Tanaman peneduh Pot bunga
Lebar Tambahan (cm) 100 - 120 75 - 100 100 -120 75 - 100 100 - 120 100 60 - 120 150
Lebar trotoar disarankan tidak kurang dari 2 (dua) meter. Pada keadaan tertentu dimana tidak tersedia data atau untuk suatu pengembangan baru, lebar trotoar dapat direncanakan sesuai dengan lokasi seperti pada tabel berikut:
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -19
LAPORAN AKHIR
No
Tabel 2.6. Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi Lebar Lokasi Trotoar Minimum (m)
1
2
3
1
Jalan di daerah pertokoan atau kaki lima Wilayah perkantoran utama Wilayah industri : a. pada jalan primer b. pada jalan akses Wilayah permukiman a. pada jalan primer b. pada jalan akses
4
2 3
4
3 3 2 2,75 2
Langkah-6 :
.B ST P
Sumber : Kmenhub No.65/1993, 1993
Setelah dipenuhi langkah-langkah diatas dan ditentukan jenis fasilitas pejalan kaki yang dibutuhkan, maka bisa dilakukan design fasilitas pejalan kaki sesuai dengan standar teknis yang ada. 2.8.
KEDUDUKAN JARINGAN FASILITAS PEJALAN KAKI
D
IT
Fasilitas pejalan kaki harus menjadi bagian yang terintegrasi dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Untuk menyediakan ruang pejalan kaki tersebut, perlu disusun: a. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan zonasi untuk mengatur ketentuan teknis yang terkait dengan penyediaan infrastruktur kota atau kawasan yang akan dikembangkan. b. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang merupakan panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang dan memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum, dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. c. Untuk perencanaan yang bersifat privat atau semi privat; misalnya dalam lingkungan kawasan permukiman baru, maka pengembang harus sudah mempersiapkan ruang pejalan kaki dalam rancangan siteplan, sebelum mendapatkan izin lokasi. d. Untuk perencanaan yang bersifat revitalisasi kawasan atau rehabilitasi lingkungan, maka rancangan penyediaan ruang pejalan kaki sudah harus dicantumkan dalam siteplan kawasan revitalisasi.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -20
LAPORAN AKHIR
2.8.1. Kriteria Kawasan yang Diprioritaskan Penyediaan fasilitas pejalan kaki diprioritaskan untuk dikembangkan pada: a. Kawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi; b. Jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap; c. Kawasan yang memiliki aktivitas yang tinggi, seperti pasar dan kawasan bisnis/komersial, dan jasa; d. Lokasi-lokasi dengan tingkat mobilitas tinggi dan periode yang pendek, seperti stasiun, terminal, sekolah, rumah sakit, dan lapangan olah raga; e. Lokasi yang mempunyai mobilitas yang tinggi pada hari-hari tertentu, misalnya lapangan/gelanggang olah raga dan tempat ibadah. 2.8.2. Prinsip Penyediaan
D
IT
.B ST P
Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan di sepanjang jalan atau pada suatu kawasan yang akibat pertumbuhannya memerlukan fasilitas pejalan kaki, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Agar dapat berfungsi dengan baik dan optimal, penyediaan prasarana dan sarana fasilitas pejalan kaki harus memenuhi persyaratan yaitu keamanan, kenyamanan, keindahan, kemudahan interaksi sosial, bagi semua pengguna pejalan kaki termasuk yang memiliki keterbatasan fisik (penyandang cacat). b. Fasilitas pejalan kaki sebaiknya diterapkan pada ¼ bahu jalan, dengan pertimbangan fasilitas tersebut dapat diakses langsung oleh pejalan kaki. Dasar pertimbangannya adalah lahan tersebut merupakan fasilitas publik, sementara untuk penerapan di area non publik, sangat tergantung pada kesepakatan dengan pemilik lahan. c. Penyediaan fasilitas pejalan kaki dapat dikembangkan pada kawasan: a) perdagangan dan jasa b) ruang terbuka c) khusus d) perumahan e) industry f) peruntukan campuran
d. Penyediaan fasilitas pejalan kaki harus bersifat interzona dan intermoda, serta menjadi salah satu syarat untuk memudahkan akses ke pusat-pusat kegiatan. Syarat penyediaan minimal adalah 300 – 400 meter dari halte transit atau sekitar 5-10 menit jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -21
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.2- Contoh Pola Sirkulasi Pejalan Kaki
e. Fasilitas pejalan kaki harus memiliki hirarki penggunaan. Pada umumnya berawal
D
IT
dari satu titik ke titik lainnya seperti dari rumah ke kantor atau lokasi tujuan akhir dan sebaliknya. f. Fasilitas pejalan kaki sebagai jalur utama harus memiliki sarana dan prasarana untuk membantu mobilitas, seperti ram pejalan kaki untuk memberikan kenyamanan dalam berjalan dan memandu para difable untuk dapat dengan mudah melintas. g. Untuk menghubungkan fasilitas pejalan kaki yang berseberangan dibangun jembatan penyeberangan dan penyeberangan sebidang. h. Perlu tersedia titik–titik yang menghubungkan fasilitas pejalan kaki dengan moda transportasi seperti halte atau shelter kendaraan umum. i. Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana fasilitas pejalan kaki, harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -22
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.3 - Contoh Sistem Hirarki Prasarana dan Sarana pada Fasilitas Pejalan Kaki
j. Standar penyediaan pelayanan fasilitas pejalan kaki sangat bervariasi, ukuran dan dimensinya tergantung dari tingkat pelayanan (level of service) dan tingkat
IT
volume pergerakan di fasilitas pejalan kaki sesuai dengan yang tertera pada butir 2.4. k. Penyediaan sarana dan prasarana fasilitas pejalan kaki tergantung pada tipologi fasilitas pejalan kaki. Tipologi ini disesuaikan dengan peruntukan ruang di kawasan terkait.
D
2.8.3. Mekanisme Pelaksanaan Penyediaan Fasilitas Pejalan Kaki Untuk penyediaan fasilitas pejalan kaki beserta sarana dan prasarananya, maka pada kawasan sekitar jalur pejalan kaki pemerintah daerah perlu melakukan hal-hal sebagai berikut: a) Mengkaji rencana pengembangan wilayah perkotaan (antara lain jaringan transportasi, sarana dan prasarana publik). b) Identifikasi kawasan–kawasan yang membutuhkan fasilitas untuk pejalan kaki sesuai volume pergerakan orang. c) Menetapkan kawasan yang menjadi prioritas untuk disediakan prasarana dan sarana fasilitas pejalan kaki. 2.8.4. Penyusunan Rencana Teknis Setelah mendapatkan hasil identifikasi kawasan dan penetapan skala prioritasnya, maka langkah selanjutnya pemerintah daerah menyusun rencana teknis penyediaan fasilitas
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -23
LAPORAN AKHIR
D
IT
.B ST P
pejalan kaki. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Merancang kebutuhan fasilitas pejalan kaki yang akan dikembangkan di dalam kawasan 1) Penyesuaian terhadap tipologi fasilitas pejalan kaki: Trotoar (Sidewalk) Jalur pejalan kaki tepi air (Promenade) Jalur pejalan kaki tepi bangunan (Arcade) Jalur pejalan kaki taman (Green pathway) Jalur pejalan kaki di bawah tanah (Underground) Jalur pejalan kaki di atas jembatan (Elevated) 2) Merencanakan zona pejalan kaki di pusat perkotaan: Zona bagian depan gedung Zona penggunaan bagi pejalan kaki Zona tanaman/ perabot Zona pinggir jalan 3) Mengidentifikasi jarak tempuh pedestrian yang ideal: Stasiun ke halte Stasiun ke gedung tujuan (perkantoran/retail/apartmen) Halte ke gedung tujuan b) Merencanakan jenis kebutuhan street furniture untuk pejalan kaki di setiap kawasan, seperti: Bangku taman Lampu taman Pagar/pembatas Tempat sampah Rak sepeda Kios Ram aksesibilitas Telepon umum Rambu-rambu/signage Untuk merencanakan kebutuhan street furniture Perlu dilakukan langlah-langkah sebagai berikut: 1) Merumuskan hasil pengamatan perilaku pejalan kaki; 2) Menyusun kebutuhan fasilitas pejalan kaki; 3) Menentukan dimensi street furniture yang akan dikembangkan; 4) Menentukan jarak antar setiap street furniture; c) Merencanakan kebutuhan terhadap aktivitas dan perilaku pejalan kaki dalam memanfaatkan fasilitas pejalan kaki di setiap kawasan, seperti: makan dan minum, berbicara/berbincang-bincang, berjalan cepat atau santai, bermain-main, dan olahraga. Untuk mendapatkan kesimpulan dari keseluruhan proses perencanaan untuk penyediaan prasarana dan sarana pejalan kaki dapat dilihat pada tabel 5.1.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -24
LAPORAN AKHIR
2.9.
FUNGSI FASILITAS PEJALAN KAKI
Fasilitas pejalan kaki dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek pejalan kaki dan aspek lalu lintas kendaraan. Dari dua aspek ini, fasilitas pejalan kaki memiliki fungsi masing-masing sebagai berikut : a) Fungsi fasilitas pejalan kaki bagi bagi pejalan kaki adalah untuk memberi kesempatan bagi lalu lintas orang ketika menyusur jalan dan/atau menyeberang jalan, sehingga dapat berpapasan pada masing-masing arah atau menyiap dengan rasa aman dan nyaman. b) Fungsi fasilitas pejalan kaki bagi lalu lintas kendaraan adalah untuk menghindarkan terjadinya konflik dengan pejalan kaki dan/atau konflik yang terjadi akibat bercampurnya para pejalan kaki dengan kendaraan.
D
IT
.B ST P
Fasilitas pejalan kaki direncanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1) Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman dari lalu lintas yang lain dan lancar. 2) Terjadinya kontinuitas fasilitas pejalan kaki (menerus), yang menghubungkan daerah yang satu dengan yang lain dengan langsung, dan selurus/sependek mungkin. 3) Apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain harus dilakukan pengaturan lalu lintas, baik dengan lampu pengatur ataupun dengan marka penyeberangan, atau tempat penyeberangan yang tidak sebidang. Jalur pejalan kaki yang memotong jalur lalu lintas berupa penyeberangan (Zebra Cross), marka jalan dengan lampu pengatur lalu lintas (Pelican Cross), jembatan penyeberangan dan terowongan. 4) Fasilitas pejalan kaki harus dibuat pada ruas-ruas jalan di perkotaan atau pada tempat-tempat dimana volume pejalan kaki memenuhi syarat atau ketentuanketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. 5) Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa dari jalur lalu lintas yang lainnya, sehingga keselamatan pejalan kaki lebih terjamin. 6) Dilengkapi dengan rambu atau pelengkap jalan lainnya, sehingga pejalan kaki leluasa untuk berjalan, terutama bagi pejalan kaki yang tuna daksa. 7) Perencanaan jalur pejalan kaki dapat sejajar, tidak sejajar atau memotong jalur lalu lintas yang ada. 8) Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air (kering) serta disarankan untuk dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh. 9) Untuk menjaga keamanan dan keleluasaan pejalan kaki, harus dipasang kerb jalan sehingga fasilitas pejalan kaki lebih tinggi dari permukan jalan. 10) Fasilitas pejalan kaki harus menjamin rasa aman bagi pejalan kaki selama berjalan pada jalurnya sendiri maupun dalam hubungannya dengan sistem jaringan lalu lintas. 11) Fasilitas pejalan kaki harus dibuat dengan tanda yang mudah dan cepat dikenali oleh pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -25
LAPORAN AKHIR
.B ST P
Disamping memenuhi ketentuan umum, fasilitas pejalan kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut : 1) Fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi dimana pemasangan fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dad segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya. 2) Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau jumlah konflik dengan kendaraan dan jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan fasilitas pejalan kaki yang memadai. 3) Pada lokasi-lokasi/kawasan yang terdapat sarana dan prasarana umum. 4) Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau pada suatu kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi syaratsyarat atau ketentuanketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. Tempat-tempat tersebut antara lain : - Daerah-daerah industri - Pusat perbelanjaan - Pusat perkantoran - Sekolah - Terminal bus - Perumahan - Pusat hiburan - dan lain-lain
D
IT
Fasilitas pejalan kaki yang formal terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut : 1. Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan a. Jembatan penyeberangan b. Zebra cross c. Pelican cross d. Terowongan c) Non Trotoar 2. Pelengkap Jalur Pejalan kaki yang terdiri dari : a) Lapak tunggu b) Rambu c) Marka d) Lampu lalu lintas e) Bangunan pelengkap
2.9.1. Trotoar Secara teknis yang dimaksud trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Ilustrasi bangunan trotoar di ruas jalan ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -26
LAPORAN AKHIR
Trotoar Bahu Jalan Jalur Kendaraan
Jalur Kendaraan Bahu Jalan
.B ST P
Trotoar
Gambar 2.4. Bangunan Trotoar di Ruas Jalan
1.
Konstruksi Trotoar
D
IT
Konstruksi Trotoar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Diperkeras dan diberi batasan fisik berupa kurb agar tidak licin/becek, nyaman, serta meningkatkan tingkat keselamatan pejalan kaki. Perkerasan dapat dibuat dan blok beton, beton, perkerasan aspal, atau plesteran. Apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas (dapat berupa kurb atau batas penghalang/barrier). 2) Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2 - 4 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan maksimum adalah 10 %. 3) Kurb yang digunakan pada trotoar adalah kurb penghalang, yaitu kurb yang direncanakan untuk menghalangi/mencegah kendaraan keluar jalur lalu lintas. 4) Jenis material yang digunakan untuk prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki adalah bahan yang dapat menyerap air (tidak licin), tidak menyilaukan, perawatan dan pemeliharaan yang relatif murah, cepat kering (air tidak menggenang jika hujan turun). 5) Ketentuan penggunaan jenis material permukaan adalah sebagai berikut: Secara umum terdiri dari material yang padat, akan tetapi dapat juga digunakan jenis ubin, batu dan batu bata. Bahan dapat terbuat dari material yang padat dan aspal yang kokoh, stabil dan tidak licin. Sebaiknya menghindari permukaan yang licin, karena akan mempersulit bagi pengguna kursi roda atau pengguna alat bantu berjalan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -27
LAPORAN AKHIR
2.
Ketentuan penggunaan jenis material untuk permukaan dekoratif adalah sebagai berikut: Material permukaan dengan batu yang diperindah atau kumpulan batu yang menonjol. Cat dan material termoplastik lainnya biasanya digunakan untuk menandai jalan penyeberangan, dan pada umumnya licin bila basah. Batu kerikil dan batu bata dapat meningkatkan kualitas estetika dari trotoar tetapi dapat menambah energi bagi pejalan kaki yang mempunyai kelemahan mobilitas. Untuk alasan ini, batu bata dan batu kerikil tidak direkomendasikan. Material permukaan yang bertekstur dekoratif dapat membuat lebih sulit bagi pejalan kaki dengan keterbatasan penglihatan, untuk mendeteksi peringatan tersebut perlu menyediakan informasi (tanda) kritis tentang transisi dari trotoar ke jalan.
.B ST P
6)
Permukaan yang tidak konsisten secara visual (keseluruhan warna dan tektur) dapat membuat sulit bagi pejalan kaki dengan keterbatasan kemampuan untuk membedakan perbedaan perubahan warna dan pola yang ada di trotoar dan penurunan atau perubahan tingkatan yang ada.
Tinggi Trotoar
D
IT
Tinggi trotoar dimaksudkan sebagai dimensi untuk memisahkan bidang antara pejalan kaki dengan kendaraan yang berada dipermukaan jalan. Pemisahan ditujukan untuk menjaga keselamatan pejalan kaki dari konflik dengan kendaraan. Tinggi trotoar hendaknya memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki untuk naik dan turun dari trotoar. Tinggi trotoar maksimum yang masih memberikan rasa nyaman adalah 25 cm dari permukaan jalan. Namun, kenyamanan yang lebih baik dicapai adalah trotoar dengan tinggi 15 cm. Pada penyeberangan pejalan kaki dipersimpangan, jalan masuk yang dilengkapi dengan/atau tanpa dilengkapi fasilitas pejalan kaki diberi pelandaian sebagaimana Gambar 2.5, Gambar 2.6, dan Gambar 2.7. 3.
Ruang Bebas Trotoar
Aktifitas berjalan kaki perlu memperhatikan kebebasan ruang, yaitu tinggi ruang bebas di atas permukaan trotoar. Yang perlu diperhatikan adalah karakteristik tinggi orang ratarata (ditambah jika ada dengan) barang bawaan yang dipikul atau dibawa di atas kepala. Tinggi ruang bebas minimal 250 cm dan sampng 30 cm. Ruang bebas trotoar ditunjukkan Gambar 2.8.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -28
D
IT
.B
ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.5. Pelandaian Trotoar Pada Penyeberangan Pejalan Kaki
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -29
D
IT
.B
ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.6. Pelandaian Trotoar Pada Jalan Masuk Areal Dengan Fasilitas Pejalan Kaki
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -30
D
IT
.B
ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.7. Pelandaian Trotoar Pada Jalan Masuk Bangunan Tanpa Fasilitas
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -31
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.8. Ruang Bebas Trotoar
Penempatan Trotoar
.B ST P
4.
Idealnya, trotoar memiki dimensi yang optimal sehingga memberikan tingkat keselamatan, kenyamanan, serta estetika yang memadai. Akan tetapi dalam beberapa situasi tertentu, terutama topografi, kontur tanah, dan guna lahan yang ada tidak dapat menyediakan Daerah Milik Jalan (DAMIJA) yang memadai sehingga diperlukan beberapa penyesuaian. Berikut ini terdapat beberapa gambar sebagai pedoman penempatan trotoar pada situasi dan kondisi tertentu.
D
IT
Secara teknis Trotoar dapat dipasang dengan ketentuan sebagai berikut : a. Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas. Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan. b. Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase yang telah ditutup dengan plat beton yang memenuhi syarat. c. Trotoar pada pemberhentian bus harus ditempatkan berdampingan /sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau dibelakang Halte.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
.B ST P
LAPORAN AKHIR
D
IT
Gambar 2.9. Potongan Melintang Trotoar pada DAMIJA Lebar
Gambar 2.10. Trotoar Pada DAMIJA yang Dibatasi Lereng
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.11.
IT
.B ST P
Trotoar Pada DAMIJA yang Dibatasi Sandaran Jembatan
D
Gambar 2.12. Trotoar Pada DAMIJA yang Dibatasi Bangunan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.13.
D
IT
Trotoar Pada Terowongan
Gambar 2.14. Trotoar di Depan Pemberhentian Bus
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
2.9.2. Zebra Cross
.B ST P
Gambar 2.15. Trotoar di Belakang Pemberhentian Bus
Tempat penyeberangan dapat berupa zebra cross atau dinyatakan dengan marka berupa 2 garis utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan tempat penyeberangan pejalan kaki. Tempat penyeberangan pejalan kaki dapat ditempatkan di ruas jalan dan/atau di persimpangan jalan.
D
IT
Tempat penyeberangan berupa zebra cross adalah : tempat penyeberangan melintang pada ruas atau persimpangan jalan yang dinyatakan dengan rambu lalu dan marka jalan tertentu. Sedangkan tempat penyeberangan yang berupa pelican adalah fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang dilengkapi dengan lampu lalu untuk menyeberang jalan dengan aman dan nyaman.
1.
yang lintas cross lintas
Jenis Fasilitas Zebra Cross
Zebra cross terdiri dari zebra cross tanpa pelindung dan zebra cross dengan pelindung. Zebra cross tanpa pelindung adalah fasilitas penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan instrumen pelindung fisik (pulau/kurb/pagar/rambu/ marka tertentu). Sedangkan zebra cross dengan pelindung adalah fasilitas penyeberangan yang dilengkapi dengan instrumen pelindung fisik (pulau/kurb/pagar/rambu/marka tertentu). 2.
Penempatan Fasilitas Zebra Cross
Penempatan fasilitas zebra cross harus mempertimbangkan beberapa syarat tertentu sebagai berikut :
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
1) 2) 3)
4) 5) 6)
3.
Penempatan tidak berada di atas pulau maya Dipasang pada jalan dengan arus lalu lintas, kecepatan lalu lintas dan arus pejalan kaki yang relatif rendah. Lokasi penempatan Zebra Cross harus mempunyai jarak pandang yang cukup, agar tundaan kendaraan yang diakibatkan oleh penggunaan fasilitas penyeberangan masih dalam batas yang minimal. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki ada kaitannya dengan trotoar, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki dapat berupa perpanjangan dari trotoar. Untuk penyeberangan dengan Zebra cross sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan persimpangan. Lokasi penyeberangan harus terlihat jelas oleh pengendara dan ditempatkan tegak lurus sumbu jalan. Tata Letak Fasilitas Zebra Cross
D
IT
.B ST P
Tata letak fasilitas zebra cross ditunjukkan seperti beberapa gambar berikut :
Gambar 2.16. Letak Zebra Cross pada Persimpangan Siku
Gambar 2.17. Letak Zebra Cross pada Persimpangan Tidak Siku Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.18. Letak Zebra Cross Pada Jalan Lurus
Letak Zebra Cross Ruas Jalan Tanpa
D
IT
Pelindung
Gambar 2.19. Ukuran Zebra Cross Marka Zebra Cross pada Persimpangan Tidak Siku
2.9.2. 1.
Pelican Cross Jenis Fasilitas Pelican Cross
Pelican Cross terdiri dari Pelican Cross tanpa pelindung dan Pelican Cross dengan pelindung. Pelican Cross tanpa pelindung adalah fasilitas penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan instrumen pelindung fisik (pulau/kurb/pagar/rambu/ marka tertentu). Sedangkan Pelican Cross dengan pelindung adalah fasilitas penyeberangan yang Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
dilengkapi dengan instrumen pelindung fisik (pulau/kurb/pagar/rambu/marka tertentu). 2.
Penempatan Fasilitas Pelican Cross
3.
.B ST P
Penempatan fasilitas Pelican Cross harus mempertimbangkan beberapa syarat tertentu sebagai berikut : 1) Penempatan tidak berada di atas pulau maya 2) Dipasang pada jalan dengan arus lalu lintas, kecepatan lalu lintas dan arus pejalan kaki yang tinggi. 3) Lokasi penempatan Pelican Cross harus mempunyai jarak pandang yang cukup, agar tundaan kendaraan yang diakibatkan oleh penggunaan fasilitas penyeberangan masih dalam batas yang minimal. 4) Fasilitas penyeberangan pejalan kaki ada kaitannya dengan trotoar, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki dapat berupa perpanjangan dari trotoar. 5) Untuk penyeberangan dengan Pelican Cross sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan persimpangan. Pada persimpangan dengan lampu lalu lintas, dimana pelican cross dapat dipasang menjadi satu kesatuan dengan rambu lalu lintas (traffic signal). 6) Lokasi penyeberangan harus terlihat jelas oleh pengendara dan ditempatkan tegak lurus sumbu jalan. Tata Letak Fasilitas Pelican Cross
D
IT
Tata letak fasilitas Pelican Cross ditunjukkan dalam beberapa gambar berikut :
Gambar 2.20. Pelican Cross pada Ruas Jalan Tanpa Pelindung
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.21.
D
IT
Pelican Cross pada Ruas Jalan Dengan Pelindung Tanpa Median
Gambar 2.22. Pelican Cross pada Ruas Jalan Dengan Pelindung Dengan Median
2.9.3.
Pagar Pemisah
Pagar pemisah berfungsi untuk mengarahkan pejalan kaki tetap berada dilintasan yang Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
tersedia. Hal ini mencegah perpindahan pejalan kaki dari lintasan yang disediakan ke badan jalan. Disamping itu, pagar berfungsi untuk melindungi pejalan kaki dari benturan yang mungkin terjadi akibat kendaraan yang keluar dari lintasannya.
D
IT
.B ST P
Pagar pemisah perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Bentuk dan ukuran pagar pemisah dibuat sedemikian rupa sehingga pengemudi kendaraan dan pejalan kaki dapat saling melihat. Selain itu, mencegah pejalan kaki menerobos/menyelinap pagar pemisah. 2) Pada lokasi lintasan penyeberangan, panjang minimum pagar pemisah adalah 1 meter pada setiap sisi lintasan. 3) Tinggi maksimum adalah 100 – 125 cm. 4) Jarak antar rongga 15,00 – 20,00 cm. 5) Bentuk pagar terdiri dari bentuk konvensional dan bentuk sirip sebagaimana Gambar 2.23. dan Gambar 2.24.
Gambar 2.23. Konstruksi Pagar Pemisah Konvensional
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.24. Konstruksi Pagar Pemisah Sirip
Jembatan Penyeberangan
IT
2.9.4.
D
Jembatan penyeberangan merupakan fasilitas pejalan kaki yang tidak sebidang. Jembatan penyeberangan dibangun dengan letak yang berada di atas bidang jalan. Jembatan Penyeberangan harus memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi jembatan penyeberangan bagian paling bawah sekurang-kurangnya 5,00 meter dari atas permukaan jalan. Contoh jembatan penyeberangan ditunjukkan dalam Gambar 2.25.
Gambar 2.25. Jembatan Penyeberangan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
Penyediaan jembatan penyeberangan dianjurkan pada ruas jalan yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : 1) PV2 lebih dari 2 x 108 arus pejalan kaki (P) lebih dari 1.100 orang/jam. Sementara arus kendaraan dua arah (V) lebih dari 750 kendaraan/jam atau bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan Pelikan Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada. Arus kendaraan merupakan rata-rata selama 4 (empat) jam sibuk. 2) Kecepatan rencana 70 km/jam pada ruas jalan. 3) Pada kawasan tertentu yang tidak memungkinkan penyeberang jalan menyeberangi jalan selain jembatan penyeberangan. 4) Pada ruas jalan dimana frekwensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggi. Persyaratan Jembatan Penyeberangan
.B ST P
1.
Persyaratan pembangunan jembatan penyeberangan ditujukan untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penjalan kaki. Beberapa persyaratan jembatan penyeberangan mengacu pada asumsi karakteristik kecepatan pejalan kaki sebagai berikut: 1) pada jalan datar 1,5 m/detik 2) pada kemiringan 1,1 m/detik 3) pada tangga 0,2 m/detik secara vertikal.
D
IT
Selanjutnya berdasarkan asumsi kecepatan berjalan kaki di atas, ditentukan persyaratan jembatan penyeberangan sebagai berikut : 1) Kebebasan ruang vertikal antara permukaan jalan dengan jembatan penyeberangan adalah 5,0 m. 2) Tinggi maksimum anak tangga adalah 0,15 m. 3) Lebar anak tangga minimal 0,30 m. 4) Panjang Jalur Turun Minimum 1,5 m. 5) Lebar landasan, tangga dan jalur berjalan minimal 2,0 m. 6) Kelandaian maksimum 10%.
2.9.5.
Terowongan
Terowongan adalah ruang pejalan kaki yang merupakan bagian dari bangunan di atasnya maupun jalur khusus pejalan kaki yang berada di bawah permukaan tanah. Pada dasarnya, terowongan jembatan penyeberangan. penyeberangan berada pada terowongan penyeberangan jembatan penyeberangan.
penyeberangan memiliki karakteristik yang sama dengan Hal yang membedakan adalah bahwa terowongan bidang di bawah jalan raya. Untuk kriteria dan persyaratan sama dengan yang digunakan dalam standar fasilitas
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
Terowongan penyeberangan harus memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi bagian atas terowongan sekurang-kurangnya 3,00 meter dari lantai terowongan serta dilengkapi dengan lampu penerangan. Pembangunan terowongan disarankan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan Pelikan Cross serta Jembatan penyeberangan tidak memungkinkan untuk dipakai. b. Bila kondisi lahannya memungkinkan untuk dibangunnya terowongan. c. Arus lalu lintas dan arus pejalan kaki cukup tinggi. 2.9.6.
Non Trotoar
.B ST P
Fasilitas ini merupakan jalur pejalan kaki yang tidak diperkeras. Fasilitas pejalan kaki ini bila menjadi satu kesatuan dengan trotoar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut Elevasinya harus sama atau bentuk pertemuannya harus dibuat sedemikan rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki.
2.9.7. Pelengkap Jalur Pejalan Kaki
IT
1. Lapak Tunggu a. Lapak tunggu harus dipasang pada jalur lalu lintas yang lebar, dimana penyeberang jalan sulit untuk menyeberang dengan aman. b. Lebar lapak tunggu minimum adalah 1,20 meter. c. Lapak tunggu harus di cat dengan cat yang memantulkan cahaya (reflective).
D
2. Rambu a. Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dengan jelas dan tidak merintangi pejalan kaki. b. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas, diluar jarak tertentu dari tepi paling luar jalur pejalan kaki. c. Pemasangan rambu harus bersifat tetap dan kokoh serta terlihat jelas pada malam hari. 3. Marka a. Marka jalan hanya ditempatkan pada jalur pejalan kaki yang memotong jalan berupa zebra cross dan Pelikan cross. b. Marka jalan dibuat sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dengan jelas bagi pemakai jalan yang bersangkutan. c. Pemasangan marka harus bersifat tetap dan kokoh serta tidak menimbulkan licin pada permukaan jalan dan terlihat jelas pada malam hari.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
4. Lampu lalu lintas a. Lampu lalu-lintas ditempatkan pada jalur pejalan kaki yang memotong jalan. b. Pemasangan lampu lalu-lintas harus bersifat tetap dan kokoh. c. Penempatan lampu lalu-lintas sedemikian rupa sehingga terlihat jelas oleh lalu-lintas kendaraan. d. Cahaya lampu lalu-lintas harus cukup terang sehingga dapat dilihat dengan jelas pada siang dan malam hari. 5. Bangunan Pelengkap Bangunan Pelengkap harus cukup kuat sesuai dengan fungsinya memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.
.B ST P
2.10. INDIKATOR KINERJA DAN TINGKAT PELAYANAN Indikator kinerja pada pedoman ini merupakan indikator input, yaitu luas jalur pejalan kaki untuk setiap pejalan kaki. Indikator ini akan menghasilkan tingkat pelayanan berupa kenyamanan dan kemudahan dalam berjalan kaki. Standar tingkat pelayanan pada pedoman ini dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Standar penyediaan ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan tipologi fasilitas pejalan kaki dengan memperhatikan aktifitas dan kultur lingkungan sekitar. Tingkat pelayanan (level of service/LOS) pejalan kaki:
IT
a) LOS A
D
Jalur pejalan kaki seluas >5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki <16 pedestrian/menit/meter. Pada fasilitas pejalan kaki dengan LOS A orang dapat berjalan dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antar sesama pejalan kaki.
b) LOS B Jalur pejalan kaki seluas 5,6 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >16-23 pedestrian/menit/meter. Pada LOS B, fasilitas pejalan kaki masih nyaman untuk dilewati
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya.
c) LOS C
D
IT
.B ST P
Jalur pejalan kaki seluas >2,2–3,7 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >23-33 pedestrian/menit/meter. Pada LOS C, fasilitas pejalan kaki masih memiliki kapasitas normal, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan kecil. Arus pejalan kaki berjalan dengan normal tetapi relatif lambat karena keterbatasan fasilitas antar pejalan kaki.
d) LOS D
Jalur pejalan kaki seluas >1,1–2,2 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >33-49 pedestrian/menit/meter. Pada LOS D, fasilitas pejalan kaki mulai terbatas, untuk berjalan dengan arus normal harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan. Arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan konflik. LOS D masih menghasilkan arus ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
LAPORAN AKHIR
e) LOS E
D
IT
.B ST P
Jalur pejalan kaki seluas >0,75–1,4 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >49-75 pedestrian/menit/meter. Pada LOS E, setiap pejalan kaki akan memiliki kecepatan yang sama, karena banyaknya pejalan kaki yang ada. Berbalik arah, atau berhenti akan memberikan dampak pada arus secara langsung. Pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur. Keadaan ini mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari kapasitas rencana fasilitas pejalan kaki.
f) LOS F Jalur pejalan kaki seluas <0,75 m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki beragam pedestrian/menit/meter. Pada LOS F, kecepatan arus pejalan kaki sangat lambat dan terbatas. Akan sering terjadi konflik dengan para pejalan kaki yang searah ataupun berlawanan. Untuk berbalik arah atau berhenti tidak mungkin dilakukan. Karakter fasilitas pejalan kaki ini lebih kearah berjalan sangat pelan dan mengantri. LOS F ini merupakan tingkat pelayanan yang sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas fasilitas pejalan kaki.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
II -48
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
I - 18
LAPORAN AKHIR
3
GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI
3.1. PROFIL WILAYAH KOTA BOGOR
.B ST P
Kota Bogor secara geografis terletak pada 106º 48’ Bujur Timur dan 6º 36’ Lintang Selatan dengan jarak ± 56 Km dari Ibu Kota Jakarta. Wilayah Administrasi Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan, dengan luas wilayah keseluruhan 11.850 ha dengan luasan dan batasan masing-masing kecamatan seperti terlihat pada Tabel 3.1. dan Gambar 3.1. Secara administratif, wilayah Kota Bogor berbatasan langsung dengan : Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Tabel 3.1. Luas Wilayah Administratif Kota Bogor Menurut Kecamatan
No
Luas (Ha)
%
Bogor Utara
1,772
14.95
2
Bogor Barat
3,285
27.72
3
Bogor Timur
1,015
8.57
D
IT
1
Kecamatan
4
Bogor Selatan
3,081
26.00
5
Bogor Tengah
813
6.86
6
Tanah Sareal
1,884
15.90
11,850
100.00
Jumlah Sumber : Bapeda Kota Bogor, Tahun 2008
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 1
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administratif Kota Bogor
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 2
LAPORAN AKHIR
3.2. TOPOGRAFI DAN KELERENGAN Aspek topografi wilayah Kota Bogor pada dasarnya bervariasi antara datar dan berbukit (antara 0-200 mdpl sampai dengan >300 mdpl). Tabel 3.2.
1 2 3 4 5 6
Kecamatan Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Jumlah
Ketinggian (Ha) 201─ 250 251─ 300 853.68 49.14 46.00 348.00 24.00 480.00 317.33 491.27 1,318.96 326.24 364.84 0.00 2,924.81 1,694.65
0 ─ 200 869.18 0.00 0.00 0.00 1,639.80 1,519.13 4,028.11
>300 0.00 620.00 2,577.00 4.40 0.00 0.00 3,201.40
Jumlah (Ha)
.B ST P
No
Ketinggian Kota Bogor Menurut Kecamatan
1,772.00 1,015.00 3,081.00 813.00 3,285.00 1,884.00 11,850.00
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2007 , Tahun 2008
Kemiringan lereng di Kota Bogor sebagian besar berada pada klasifikasi datar dan landai (<15%) seluas 9.855,21 Ha atau 83,17%, seluas 1.109,89 Ha atau sekitar 9,35% berada pada klasifikasi lahan agak curam (15%-25%). Sedangkan untuk lahan yang berada pada klasifikasi curam dan sangat curam (>25%) hanya seluas 884,9 Ha atau sekitar 7,45%.
Kecamatan
0 ─ 2% (Datar)
D
No
Kemiringan Lereng Kota Bogor Menurut Kecamatan
IT
Tabel 3.3.
1 Bogor Utara 2 Bogor Timur 3 Bogor Selatan 4 Bogor Tengah 5 Bogor Barat 6 Tanah Sareal Jumlah
137.85 182.30 169.10 125.44 618.40 530.85 1,763.94
Kemiringan Lereng (Ha)
2 ─ 15 % (Landai)
15 ─ 25% (Agak Curam)
25 ─ 40% (Curam)
1,565.65 722.70 1,418.40 560.47 2,502.14 1,321.91 8,091.27
0.00 56.00 1,053.89 0.00 0.00 0.00 1,109.89
68.00 44.00 350.37 117.54 153.81 31.24 764.96
>40% (Sangat Curam) 0.50 10.00 89.24 9.55 10.65 0.00 119.94
Jumlah (Ha) 1,772.00 1,015.00 3,081.00 813.00 3,285.00 1,884.00 11,850.00
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2007 , Tahun 2008
Kondisi topografi dan kemiringan lereng tersebut, menjadikan Kota Bogor memiliki variasi pola/tema pengembangan dalam pemanfaatan ruangnya, pada beberapa lokasi memiliki pemandangan (view) yang indah (ke arah Gunung Salak dan Gunung Pangrango) dan udara yang sejuk. Kondisi topografi dan kemiringan lereng ini menjadi potensi dalam pengembangan kota Bogor.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 3
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.2. Peta Ketinggian Lahan Kota Bogor
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 4
LAPORAN AKHIR
3.3.
PENDUDUK Jumlah penduduk Kota Bogor Tahun 2007 adalah 905.132 jiwa, dengan luas wilayah 118,50 km2 atau 11.850 Ha kepadatan penduduk Kota Bogor Tahun 2007 adalah 7.638 jiwa/km2 atau 76,38 jiwa/Ha. Kepadatan ini merupakan kepadatan bruto di mana luas wilayah yang dihitung adalah seluruh wilayah Kota Bogor baik kawasan terbangun maupun yang non terbangun.
Tabel 3.4.
Jumlah dan Persebaran Penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan Tahun 2000-2007
Kecamatan
2000
2001
2002
2003
2004
2005
1
Bogor Selatan
136,152
150,300
154,622
160,007
163,295
166,745
170,909
176,094
2
Bogor Timur
77,257
77,025
80,747
83,924
83,907
86,978
89,237
91,609
3
Bogor Utara
110,569
136,294
138,370
144,590
148,107
149,578
153,843
161,562
4
Bogor Tengah
103,414
92,436
95,690
99,790
101,162
103,176
106,075
109,039
5
Bogor Barat
164,222
166,853
175,342
181,995
189,150
193,421
195,808
198,296
6
Tanah Sareal
123,098
137,421
144,652
150,401
150,686
155,187
163,266
168,532
KOTA BOGOR 714,712 760,329 789,423 820,707 Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2000-2007, tahun 2001-2008
836,307
855,085
879,138
905,132
001
Kecamatan/Kelurahan
D
No
2006
2007
Jumlah dan Persebaran Penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan dan kelurahan Tahun 2006-2007
IT
Tabel 3.5.
.B ST P
No
Kota Bogor Selatan
2006
2007
Rumah Tangga
Penduduk
Rumah Tangga
Penduduk
(KK)
(Jiwa)
(KK)
(Jiwa)
39.050
176.094
39.050
170.909
1
Mulyaharja
3.335
14.776
3.335
16.179
2
Pamoyanan
2.405
12.060
2.405
12.693
3
Ranggamekar
2.460
11.708
2.460
12.780
4
Genteng
1.458
7.006
1.458
7.526
5
Kertamaya
1.083
4.969
1.083
5.115
6
Rancamaya
975
6.121
975
5.835
7
Bojongkerta
1.945
8.314
1.945
8.181
8
Harjasari
2.686
13.492
2.686
14.969
9
Muarasari
2.221
9.639
2.221
10.003
10
Pakuan
1.490
5.200
1.490
5.213
11
Cipaku
2.730
12.843
2.730
12.880
12
Lawanggintung
1.887
8.157
1.887
7.999
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 5
LAPORAN AKHIR
2006 No
Kecamatan/Kelurahan
2007
Rumah Tangga
Penduduk
Rumah Tangga
Penduduk
(KK)
(Jiwa)
(KK)
(Jiwa)
13
Batutulis
2.768
8.573
2.768
9.072
14
Bondongan
3.548
14.124
3.548
13.306
15
Empang
4.236
18.309
4.236
17.263
16
Cikaret
3.823
15.618
3.823
17.080
18.594
89.237
18.594
91.609
002
Kota Bogor Timur Sindangsari
1.652
7.360
1.652
7.280
2
Sindangrasa
2.073
12.426
2.073
13.036
3
Tajur
1.392
7.626
1.392
7.939
4
Katulampa
4.657
23.274
4.657
24.342
5
Baranangsiang
6.029
26.595
6.029
27.051
6
Sukasari
003
Kota Bogor Utara Bantarjati
2
Tegalgundil
3
Tanahbaru
4
Cimahpar
5
Ciluar
6
Cibuluh
7
Kedunghalang
8
Ciparigi
Kota Bogor Tengah
D
004
2.791
11.956
2.791
35.187
153.843
35.187
5.082
22.195
5.082
24.060
5.930
27.349
5.930
29.280
4.326
20.987
4.326
22.263
3.058
15.848
3.058
15.234
2.968
14.224
2.968
13.103
4.692
12.981
4.692
15.836
4.440
18.920
4.440
19.141
4.691
21.339
4.691
22.645
24.256
106.075
24.256
109.039
IT
1
.B ST P
1
11.961 161.562
1
Paledang
2.354
12.894
2.354
13.360
2
Gudang
1.920
7.670
1.920
7.682
3
Babakan Pasar
2.338
10.202
2.338
10.164
4
Tegallega
4.339
18.008
4.339
18.667
5
Babakan
1.886
9.743
1.886
10.551
6
Sempur
2.122
8.913
2.122
9.107
7
Pabaton
898
3.304
898
3.226
8
Cibogor
1.924
7.727
1.924
7.772
9
Panaragan
1.740
7.145
1.740
7.305
10
Kebonkalapa
2.752
11.019
2.752
11.147
11
Ciwaringin
1.983
9.450
1.983
10.058
41.753
195.808
41.753
966
4.501
966
005 1
Kota Bogor Barat Pasirmulya
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
198.296 4.731
III - 6
LAPORAN AKHIR
2006 No
Kecamatan/Kelurahan
2007
Rumah Tangga
Penduduk
Rumah Tangga
Penduduk
(KK)
(Jiwa)
(KK)
(Jiwa)
Pasirkuda
3.177
13.120
3.177
13.416
3
Pasirjaya
4.189
20.093
4.189
20.222
4
Gunungbatu
4.328
17.898
4.328
18.534
5
Loji
2.905
13.691
2.905
13.715
6
Menteng
3.363
15.061
3.363
14.407
7
Cilendek Timur
2.475
13.402
2.475
13.573
8
Cilendek Barat
3.396
15.222
3.396
16.242
9
Sindangbarang
2.910
16.792
2.910
15.445
10
Margajaya
1.159
3.880
1.159
4.672
11
Balungbangjaya
1.987
10.013
1.987
10.441
12
Situgede
13
Bubulak
14
Semplak
15
Curugmekar
16
Curug
006
Tanah Sareal
.B ST P
2
1.833
8.219
1.833
8.741
2.315
11.350
2.315
11.554
2.504
10.678
2.504
10.488
2.287
12.041
2.287
12.237
1.959
9.848
1.959
9.878
35.517
163.266
4.377
21.486
4.377
23.767
2.680
12.058
2.680
12.083
4.871
22.472
4.871
21.672
35.517
168.532
Kedungwaringin
2
Kedungjaya
3
Kebonpedes
4
Tanahsareal
1.990
9.684
1.990
8.558
5
Kedungbadak
5.941
25.551
5.941
25.314
6
Sukaresmi
2.272
10.211
2.272
11.263
7
Sukadamai
2.451
11.528
2.451
11.815
8
Cibadak
3.813
16.083
3.813
19.885
9
Kayumanis
2.272
10.069
2.272
10.691
10
Mekarwangi
2.696
12.151
2.696
11.860
11
Kencana
2.154
11.973
2.154
11.624
194.357
879.138
194.357
D
IT
1
Kota Bogor
905.132
Sumber : Bogor dalam Angka 2006 dan 2007
Tabel 3.6.
Kepadatan Penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan dan kelurahan Tahun 2007
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 7
LAPORAN AKHIR
Kelurahan
Kec. Bogor Selatan
Luas
Jumlah
Kepadatan
Wilayah
Penduduk
Penduduk 2007
(Km²)
(jiwa)
(Jiwa/Ha)
30,81
176.094
Kategori Kepadatan
57.15
Rendah
4,79
16.179
33.78
Rendah
2. Pamoyanan
2,45
12.693
51.51
Rendah
3. Ranggamekar
1,48
12.780
86.35
Rendah
4. Genteng
1,73
7.526
43.50
Rendah
5. Kertamaya
3,60
5.115
14.21
Rendah
6. Rancamaya
2,00
5.835
29.18
Rendah
7. Bojongkerta
2,76
8.181
29.64
Rendah
8. Harjasari
1,49
14.969
100.46
Sedang
9. Muarasari
1,54
10.003
64.95
Rendah
10. Pakuan
.B ST P
1. Mulya Harja
1,04
5.213
50.13
Tinggi
1,74
12.880
74.02
Rendah
0,61
7.999
131.13
Agak padat
0,66
9.072
137.45
Agak padat
0,68
13.306
195.68
Padat
0,79
17.263
218.52
Sangat Padat
3,45
17.080
49.51
Rendah
10,15
91.609
90.26
Sedang
0,90
7.280
80.89
Sedang
2. Sindangrasa
1,06
13.036
122.98
Agak padat
3. Tajur
0,45
7.939
176.42
Padat
4. Katulampa
4,91
24.342
49.58
5. Baranangsiang
2,35
27.051
115.11
Agak padat
6. Sukasari
0,48
11.961
249.19
Sangat padat
11. Cipaku 12. Lawang Gintung 13. Batu Tulis 14. Bondongan 15. Empang 16. Cikaret Kec. Bogor Timur
D
IT
1. Sindangsari
Kec. Bogor Utara
17,72
161.562
91.17
Rendah
Sedang
1. Bantarjati
1,70
24.060
141.53
Agak padat
2. Tegalgundil
1,98
29.280
147.88
Agak padat
3. Tanah Baru
2,33
22.263
95.55
Sedang
4. Cimahpar
4,44
15.234
34.31
Rendah
5. Ciluar
2,20
13.103
59.56
Rendah
6. Cibuluh
1,54
15.836
102.83
Sedang
7. Kedunghalang
1,92
19.141
99.69
Sedang
8. Ciparigi
1,61
22.645
140.65
Agak padat
Kec. Bogor Tengah
8,13
109.039
134.12
Agak padat
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 8
LAPORAN AKHIR
Kelurahan
Luas
Jumlah
Kepadatan
Wilayah
Penduduk
Penduduk 2007
(Km²)
(jiwa)
(Jiwa/Ha)
Kategori Kepadatan
1,78
13.360
75.06
2. Gudang
0,32
7.682
240.06
Sangat padat
3. Babakan Pasar
0,42
10.164
242.00
Sangat padat
4. Tegallega
1,23
18.667
151.76
Padat
5. Babakan
1,22
10.551
86.48
6. Sempur
0,63
9.107
144.56
7. Pabaton
0,63
3.226
51.21
8. Cibogor
0,44
7.772
176.64
Padat
9. Panaragan
0,27
7.305
270.56
Sangat padat
10. Kebon Kelapa
0,45
11.147
247.71
Sangat padat
11. Ciwaringin Kec. Bogor Barat 1. Pasir Mulya
.B ST P
1. Paledang
0,74
32,85
10.058
198.296
135.92
Rendah
Sedang Agak padat Rendah
Agak padat
60.36
Rendah
1,00
4.731
47.31
Rendah
2,25
13.416
59.63
Rendah
2,90
20.222
69.73
Rendah
2,20
18.534
84.25
Sedang
2,53
13.715
54.21
Rendah
2,09
14.407
68.93
Rendah
1,05
13.573
129.27
8. Cilendek Barat
1,74
16.242
93.34
Sedang
9. Sindang Barang
3,70
15.445
41.74
Rendah
10. Margajaya
2,55
4.672
18.32
Rendah
11. Balumbang Jaya
1,54
10.441
67.80
Rendah
12. Situgede
2,73
8.741
32.02
Rendah
13. Bubulak
3,14
11.554
36.80
Rendah
14. Semplak
0,44
10.488
238.36
Sangat padat
15. Curug mekar
1,04
12.237
117.66
Agak padat
16. Curug
1,95
9.878
50.66
Rendah
89.45
Sedang
2. Pasir Kuda 3. Pasir Jaya 4. Gunung Batu 5. Loji 6. Menteng
D
IT
7. Cilendek Timur
Kec. Tanah Sareal
18,84
168.532
Agak padat
1. Kedung Waringin
1,42
23.767
167.37
Padat
2. Kedung Jaya
0,72
12.083
167.82
Padat
3. Kebon Pedes
1,04
21.672
208.38
Sangat padat
4. Tanah Sareal
1,05
8.558
81.50
5. Kedung Badak
1,95
25.314
129.82
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
Sedang Agak padat
III - 9
LAPORAN AKHIR
Kelurahan
Luas
Jumlah
Kepadatan
Wilayah
Penduduk
Penduduk 2007
(Km²)
(jiwa)
(Jiwa/Ha)
Kategori Kepadatan
6. Sukaresmi
0,98
11.263
114.93
Sedang
7. Sukadamai
1,12
11.815
105.49
Sedang
8. Cibadak
4,64
19.885
42.86
Rendah
9. Kayumanis
2,43
10.691
44.00
Rendah
10. Mekarwangi
1,35
11.860
87.85
Sedang
11. Kencana
2,14
11.624
54.32
Rendah
118,50
905.132
76.38
Rendah
Kota Bogor
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2007, Tahun 2008 dan Hasil Perhitungan 2009 Sangat Padat Padat Agak Padat Sedang Rendah Sangat Rendah
: > 200 jiwa/Ha : 160-200 jiwa/Ha : 120-160 jiwa/Ha : 80-120 jiwa/Ha : 40-80 jiwa/Ha : 0-40 jiwa/Ha
.B ST P
Keterangan :
D
IT
Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor selama 12 tahun (1995 ─ 2007) adalah sebesar 2,82 %, dengan laju pertumbuhan tertinggi terdapat di Kecamatan Bogor Utara yang mencapai 4,30%. Sementara, di Kecamatan Bogor Tengah, terjadi pertumbuhan terendah sebesar 0,39 %. Perbedaan laju perkembangan penduduk ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor alamiah (kelahiran dan kematian) serta migrasi masuk dan keluar. Di samping itu arahan alokasi ruang turut pula mempengaruhi laju pertambahan penduduk, daerah yang dialokasikan sebagai kawasan perumahan maka laju pertambahan penduduknya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yang belum terbangun.
Kecamatan
Laju Per tumbuhan Penduduk
Bogor Selatan
2.74
Bogor Timur
2.92
Bogor Utara
4.49
Bogor Tengah
0.52
Bogor Barat
2.59
Tanah Sareal
3.23
Kota Bogor
2.75
Sektor perdagangan merupakan mata pencaharian penduduk Kota Bogor terbesar pada Tahun 2007 sebesar 107.254 jiwa atau 34,8 persen. Diikuti oleh sektor jasa dan industri sebesar 26,6 persen dan 13,3 persen. Persentase perempuan bekerja 23,55 persen atau 72.586 orang yang tersebar pada 10 sektor mata pencaharian. Terbesar perempuan bekerja di sektor perdagangan, jasa, dan industri.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 10
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.3. Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2007 Tabel 3.7.
No 1
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Bogor Tahun 2007
Lapangan Usaha Pertanian
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
Laki-Laki (jiwa) 7.790
Perempuan (Jiwa) 0
Jumlah (Jiwa) 7.790
III - 11
LAPORAN AKHIR
No
Lapangan Usaha
Laki-Laki (jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
2
Pertambangan & Penggalian
0
0
0
3 4
Industri Listrik, Gas, & Air
34.190 1.179
6.810 0
41.000 1.179
5 6
Konstruksi Perdagangan
20.189 68.175
908 39.079
21.097 107.254
7 8
Transportasi & Komunikasi Keuangan
36.741 7.902
996 2.418
37.737 10.320
9
Jasa
59.525
22.375
81.900
10
Lainnya
0
0
0
235.691
72.586
308.277
Jumlah
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka, Tahun 2007
3.4.
PENDUDUK DI WILAYAH PERBATASAN
Jumlah Penduduk Kawasan Perbatasan Kota Bogor
IT
Tabel 3.8.
.B ST P
Disamping jumlah penduduk internal Kota Bogor, wilayah Kota Bogor juga dipengaruhi oleh pertumbuhan dan penyebaran penduduk di wilayah sekitarnya (Kabupaten Bogor) sebagai hinterland (Kawasan Pengaruh) bagi pertumbuhan dan perkembangan Kota Bogor. Pada Tahun 2005 diidentifikasi terdapat 58 desa/kelurahan pada 10 kecamatan di Kabupaten Bogor sebagai Kawasan Perbatasan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan Kota Bogor, dengan jumlah penduduk total 614.388 jiwa. Secara tidak langsung penduduk tersebut walaupun secara administrasi tidak masuk dalam wilayah Kota Bogor namun dalam keseharian aktivitas dilayani oleh prasarana dan sarana umum Kota Bogor.
D
Menurut Kecamatan Tahun 2005
No 1
2
3
4
Jumlah Penduduk
Kecamatan
Kecamatan Bojong Gede
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Cijeruk
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
Desa (Jiwa) 1. Desa Kedung Waringing
21.903
2. Desa Cimanggis
14.010
1. Desa Banjarwaru
8.063
2. Desa Ciawi
6.922
3. Desa Pandansari
8.415
4. Desa Bendungan
10.207
5. Desa Banjarwangi
5.911
6. Desa Teluk Pinang
8.585
7. Desa Bitungsari
6.188
1. Desa Karadenan
20.391
2. Desa Nangewer
20.996
1. Desa Tajur Halang
6.099
III - 12
LAPORAN AKHIR
Jumlah Penduduk No
Kecamatan
Desa (Jiwa)
Kecamatan Ciomas
12.199
3. Desa Cibalung
7.835
4. Desa Cipicung
9.086
5. Desa Tanjungsari
5.317
6. Desa Palasari
8.264
1. Desa Sukamakmur
8.932
2. Desa Sukaharja
6.228
3. Desa Rahayu
11.836
4. Desa Padasuka
15.683
5. Desa Ciapus
12.026
6. Desa Parakan
7.511
.B ST P
5
2. Desa Sukaharja
7. Desa Pagelaran
15.221
8. Desa Kota Batu
19.863
9. Desa Ciomas
12.518
10. Desa Mekarjaya 11. Desa Laladon
Kecamatan Dramaga
D
IT
6
7
Kecamatan Kemang
1. Desa Sukawening
9
Kecamatan Sukaraja
3. Desa Dramaga
11.462
4. Desa Sinarsari
7.400
5. Desa Neglasari
8.358
6. Desa Cikarawang
7.891
7. Desa Babakan
10.619
1. Desa Atang Senjaya
3.300
2. Desa Parakan Jaya
9.424 10.887
4. Desa Semplak Barat
6.868
5. Desa Pondok Udik
7.271 10.438
1. Desa Cipayung Datar
9.374
2. Desa Sukamahi
8.433
3. Desa Gadog
6.904
1. Desa Cikeas
9.656
2. Desa Cadas Ngampar
5.778
3. Desa Nagrak
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
7.327 12.267
6. Desa Kemang Kecamatan Megamendung
10.022
2. Desa Ciherang
3. Desa Bojong
8
7.247
10.426
III - 13
LAPORAN AKHIR
Jumlah Penduduk No
Kecamatan
Desa (Jiwa) 4. Desa Cibanon
4.297
5. Desa Pasir Jambu
9.836
6. Desa Cilebut Timur
15.690
7. Desa Cilebut Barat
20.817
8. Desa Sukatani
Kecamatan Tamansari
9. Desa Cimandala
21.821
10. Desa Ciujung
21.009
11. Desa Sukaraja
7.530
1. Desa Sirna Galih
13.124
2. Desa Sukamantri
13.741
3. Desa Pasir Eurih
10.933
.B ST P
10
4.029
Jumlah Penduduk Kawasan Perbatasan
614.388
Sumber : Laporan Kompilasi Pekerjaan Penyempurnaan RTRW Kota Bogor Tahun 2007 dengan data Tahun 2005
3.5.
PEREKONOMIAN
D
IT
Potensi sektor-sektor ekonomi dapat dilihat dari kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor. Dari data tersebut terlihat kecenderungan meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor industri. Sektor pengangkutan dan komunikasi memperlihatkan kontribusi yang stabil, sedangkan sektor lainnya cenderung menurun. Kontribusi sektor industri meningkat dari 20,74 % pada tahun 1993 menjadi 24,13 % pada tahun 2006. Sedangkan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sebesar 28,75 pada Tahun 1993 kemudian menjadi 41,08 %. Data PDRB dari tahun 1993─2006 memperlihatkan bahwa komponen penyumbang PDRB Kota Bogor terbesar adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan persentase per tahunnya mencapai kisaran 28,75─41,08 persen terhadap PDRB. Sektor industri pengolahan menempati posisi kedua kontribusinya terhadap PDRB Kota Bogor dengan rata-rata kontribusi per tahun 20,74 ─ 24,13 persen. Dari data tersebut, maka jelas bahwa Kota Bogor memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selain potensi dari sektor yang terdapat pada sembilan sektor PDRB, terdapat potensi dari sektor yang berada di luar itu yang patut diperhatikan, yaitu potensi sektor informal. Sektor informal berupa pedagang kaki lima tersebar di sekitar tempat-tempat ramai pejalan kaki atau jalur angkutan kota seperti pada sejumlah jalan utama, sekitar pasar-pasar tradisional, terminal, dan stasiun. Jalan utama
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 14
LAPORAN AKHIR
yang banyak terdapat pedagang kaki lima adalah Jalan Raya Pajajaran, Jalan Raya Tajur, Jalan Suryakencana, Jalan Merdeka, dan Jalan MA Salmun. Pasar-pasar tradisional yang di sekitarnya banyak pedagang kaki lima adalah Pasar Anyar, Pasar Bogor, Pasar Kemang, Pasar Gunung Batu, Pasar Pamoyanan, Pasar Mekarwangi, Pasar Bubulak. Pedagang kaki lima pada setiap lokasi tersebut di atas umumnya adalah penjual makanan, kios rokok, penjual pakaian dan aksesori, penjual barang-barang kerajinan, penjual sayuran dan lain-lain. Pedagang kaki lima sebagian ada yang menetap dan sebagian lagi bergerak atau berpindahpindah tempat mengikuti titik-titik keramaian.
3.6.
.B ST P
Jika potensi kontribusi ekonomi sektor informal berbanding lurus dengan kuantitas sektor ini pada Kota Bogor maka dengan melihat kuantitas dan luasnya persebaran dari sektor informal di kota ini, sektor informal dapat berkontribusi secara signifikan pada ekonomi kota.
POLA SEBARAN KEGIATAN
D
IT
Sebaran kegiatan di Kota Bogor berpusat di pusat kota. Hal ini terlihat dari dominasinya keberadaan pusat Kota Bogor (berada di wilayah Kecamatan Bogor Tengah) untuk kegiatan utama kota seperti perdagangan dan jasa, perkantoran, pemerintahan dan fasilitas transportasi, semua berada pada kawasan ini. Deliniasi pusat kota Bogor saat ini adalah sekitar Kebun Raya yang dikelilingi oleh Jalan Pajajaran, Jalan Jalak Harupat, Jalan Ir. H Juanda, Jalan Oto Iskandardinata, melebar ke Jalan Suryakencana, Jalan Kapten Muslihat, Jalan Sudirman, Jalan RE Martadinata. Pada pusat kota ini terdapat fasilitas transportasi penunjang kegiatan penduduk bagi Kota Bogor maupun kawasan sekitarnya yaitu Terminal Tipe A yaitu Terminal Barangsiang dan Stasiun Kereta Api Bogor. Pusat kota ini berperan sebagai pusat pemerintahan kota dengan adanya Balai Kota dan beberapa kantor pemerintah lainnya, Istana Bogor dan beberapa kantor pelayanan masyarakat dan kantor swasta. Kegiatan perdagangan dan jasa tidak kalah donimasinya pada kawasan ini yaitu kebaradaan pasar, pusat perbelanjaan dan factory outlet (FO) sebagai salah satu tujuan wisata Kota Bogor dan jasa akomodasi seperti hotel dan restaurant. Pusat kota ini dilengkapi pula dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan skala kota yang masih menjadi tujuan pelayanan masyarakat pada umumnya serta fasilitas rekreasi seperti Kebun Raya, Museum, Taman Topi, dan FO. Untuk keperluan penduduk skala kota, masyarakat Kota Bogor dan wilayah sekitarnya masih bergantung pada kawasan ini. Masih terpusatnya sebagian besar aktivitas kota di pusat kota menjadi salah satu penyebab utama kemacetan pada jalan utama kota. Pergerakan penduduk menuju pusat kota sangat tinggi terutama pada jam puncak baik pergerakan penduduk
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 15
LAPORAN AKHIR
3.7.
.B ST P
untuk mendapatkan pelayanan di Kota Bogor maupun untuk para pekerja ke Jakarta yang menggunakan moda angkutan umum seperti bis dan kereta api. Beberapa kegiatan yang mulai berkembang di luar pusat Kota Bogor memiliki dan dapat dijadikan embrio pusat pelayanan baru kota diantaranya: Bagian utara yaitu di sepanjang Jalan Soleh Iskandar, Kemang Raya, Jasmine. Pada koridor ini mulai berkembang failitas penunjang kegiatan penduduk seperti fasilitas kesehatan, perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan kota maupun kecamatan. Selain pada koridor tersebut, juga muncul pusat kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan Warung Jambu dan koridor Jalan Pajajaran di sebelah utara. Di bagian barat, perkembangan kegiatan pada koridor Jalan Sindang Barang dan sekitar Jalan Abdullah Bin Nuh. Perkembangan kegiatan perdagangan jasa serta fasilitas penunjang seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan mulai bermunculan. Bagian timur dan selatan perkembangan pusat aktivitas penduduk terlihat pada Jalan Tajur dan sekitarnya, daerah Empang dan sekitarnya serta calon pusat baru yaitu di perumahan BNR, di mana fasilitasnya berskala pelayanan tidak hanya untuk perumahan tersebut namun juga skala kota dan regional (seperti fasilitas rekreasi).
PENGGUNAAN LAHAN
D
IT
Dari segi pola penggunaan lahan, dengan luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : Kawasan Terbangun dengan luas total sebesar 4.411,86 ha atau sekitar 37,23% dari luas total Kota Bogor, yang berupa lahan perdagangan, permukiman, perumahan terencana, komplek militer, istana, industri, terminal, dan gardu. Kawasan terbangun di wilayah Kota Bogor didominasi oleh kawasan permukiman 3.135,79 Ha (26,46%), yang di dalamnya terdapat fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, serta perkantoran.
Kawasan Belum Terbangun dengan luas total sebesar 7.438,14 ha atau sekitar 62,77% dari luas total Kota Bogor, yang berupa Situ, Sungai, Kolam, RTH, Tanah Kosong Non RTH, dan Lain-Lain yang tidak teridentifikasi. Kawasan Belum Terbangun di Kota Bogor didominasi oleh RTH seluas 6.088,58 ha atau 51,38%, yang didalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota, lapangan olah raga, sempadan sungai, TPU, taman kota, taman lingkungan, taman perkotaan, dan taman rekreasi. Tabel 3.9.
Jenis dan Intensitas Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2007
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 16
LAPORAN AKHIR
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
D
13 14
Perdagangan Permukiman termasuk : a. Kesehatan b. Pendidikan c. Perkantoran d. Ibadah Perumahan Komplek Militer Istana Industri Situ Sungai Kolam Terminal Gardu RTH a. Hutan Kota b. Jalur Hijau Jalan c. Jalur Hijau SUTET d. Kawasan Hijau e. Kebun Raya f. Lahan Pertanian Kota g. Lapangan Olah Raga h. Sempadan Sungai i. TPU j. Taman Kota k. Taman Lingkungan l. Taman Perkotaan m.Taman Rekreasi Tanah Kosong Non-RTH Lain-Lain (Tidak Teridentifikasi)
Luas (Ha)
Jumlah Sumber : Hasil Koreksi dan Analisis Tahun 2007
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
%
81,02 3.135,79 1.020,08 73,96 1,17 92,59 14,40 124,59 81,84 5,41 1,84 6.088,58 57,62 138,02 14,36 1.963,92 72,12 3.117,27 151,51 181,79 134,64 3,19 90,49 123,57 40,08 984,38 144,35
0,68 26,46 8,61 0,62 0,01 0,78 0,12 1,05 0,69 0,05 0,02 51,38 0,49 1,16 0,12 16,57 0,61 26,31 1,28 1,53 1,14 0,03 0,76 1,04 0,34 8,31 1,22
11.850,00
100,00
.B ST P
1 2
Jenis Penggunaan Lahan
IT
No
III - 17
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.4. Peta Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun 2009
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 18
LAPORAN AKHIR
3.8.
FASILITAS UMUM a. Fasilitas Perdagangan Fasilitas perdagangan yang ada di Kota Bogor menyebar di seluruh wilayah kota dengan skala pelayanan yang berbeda-beda mulai dari skala kota hingga skala lingkungan. Adapun jenis fasilitas perdagangan yang ada berdasarkan data dalam dokumen Bogor dalam Angka adalah warung, toko, pasar lokal, pasar regional, pasar induk, dan bank. Pengaturan sebaran fasilitas perdagangan ini memerlukan arahan agar tidak terjadi penumpukan jenis maupun lokasi yang dapat menyebabkan permasalahan transportasi ataupun permasalahan persaingan antar masing-masing jenis perdagangan.
.B ST P
Berdasarkan data yang ada, data pasar tradisional tahun 2007, di mana terdapat 7 pasar yang berada di bawah pengelolaan pemerintah. Salah satu permasalahan pasar ada keberadaan pedagangan yang berjualan di luar bangunan pasar (di jalan), hal ini sangat pengganggu lalu lintas. Untuk pasar modern belum ada data yang lengkap mengenai semua pasar modern terdata terutama pasar modern dalam bentuk minimarket. Saat ini keberadaan minimarket minimarket sudah mulai berkembang dan masuk di perumahan. Hal ini perlu diantisipasi dengan penataan ruang agar keberadaannya tidak menganggu guna lahan dominan yang seharusnya yaitu perumahan. Dengan berkembangnya minimarket, perlu pula disiapkan persyaratan minimum prasarana penunjang seperti parker agar tidak mengganggu lalu lintas jalan.
IT
Tabel 3.10. Daftar Pasar Tradisional di Kota Bogor Tahun 2007
Unit I
Pasar Kebon Kembang
2443
Unit II
Pasar Bogor
2250
Unit III
Pasar Jambu dua
756
Unit IV
Pasar Merdeka
550
Unit V
Pasar Sukasari
275
Unit VI
Pasar Padasuka
235
Unit VII
Pasar Gunung Batu
203
Nama Pasar
D
No
Jumlah Kios
Sumber : Kota Bogor dalam Angka 2007, Tahun 2008
b. Fasilitas Olahraga Fasilitas olah raga merupakan fasilitas pelengkap. Keberadaan fasilitas ini membantu masyarakat Kota Bogor dalam pelayanan aktivitas olah raga. Adapun jenis fasilitas olah raga yang terdapat di Kota Bogor diantaranya lapangan sepak bola (sebanyak 74 unit), lapangan bulu tangkis (sebanyak 352 unit), lapangan bola voli (sebanyak 224 unit), lapangan bola basket (sebanyak 73 unit), lapangan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 19
LAPORAN AKHIR
tenis (sebanyak 56 unit), kolam renang (sebanyak 14 unit), stadion (sebanyak 2 unit), dan gelanggang olah raga (sebanyak 3 unit). Kawasan lapangan olah raga yang ada di Kota Bogor diantaranya Komplek Lapangan Olah Raga GOR Pajajaran, Lapangan Olah Raga Sempur, Lapangan Olah Raga Indraprhasta, Empang Pulo, Lapang Bola Heulang, Lapangan Golf Bogor. Jumlah luasan kawasan olahraga di Kota Bogor adalah seluas 151,79 Ha. c. Fasilitas Rekreasi
.B ST P
Objek wisata yang menjadi salah satu daya tarik Kota Bogor diantaranya Kebun Raya Bogor, Istana Bogor, Prasasti Batutulis, Plaza Kapten Muslihat, Museum Zoologi, Museum Etnobotani, Museum Perjuangan, Museum PETA, Museum Tanah, dan Situ Gede. Obyek wisata/rekreasi ini lebih berupa obyek wisata alam, ilmiah dan budaya. Keberadaan obyek wisata ini dengan penataan yang baik pada lokasi dan kawasan sekitarnya dapat menjadikan Kota Bogor sebagai saklah satu kota wisata edukatif. Di samping obyek wisata di atas, di Kota Bogor terdapat pula obyek wisata berupada benda cagar budaya dan obyek wisata ziarah. d. Ruang Terbuka Hijau /Taman
IT
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang termasuk ke dalam fasilitas sosial dan umum adalah taman baik taman kota maupun taman lingkungan. Taman kota umumnya dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor, melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sub bidang Pertamanan. Taman tersebut berupa taman sudut, taman kota dan taman lingkungan. Walaupun demikian sebagian taman lingkungan terutama yang berada di komplek perumahan pemeliharaannya tidak semua di bawah dinas masih di bawah pengelolaan developer/masyarakat sekitar taman tersebut.
D
Keberadaan taman ini menjadi salah satu komponen RTH yang potensial dikembangkan di Kota Bogor sebagaimana diamanatkan oleh UU Penataan Ruang. Pembangunan dan pemeliharaan taman harus menjadi salah satu prioritas dalam pengembangan kota di Kota Bogor, mengingat sejarahnya Kota Bogor dikenal dengan kota yang memiliki taman yang indah dan jalan yang teduh karena adanya pohon-pohon di pinggir jalan. Tabel 3.11. Data Taman Kota Bogor
No 1
Nama RTH Taman Sudut Di Jl. Bina Marga
Kecamatan Kec. Bogor
Kelurahan
2
Luas (m )
Kel. Baranangsiang
420.420
Kel. Baranangsiang
1,306.800
Kel. Baranangsiang
1,472.400
Timur 2
Taman Lereng Jl. Riau
Kec. Bogor Timur
3
Taman Jl. Riau
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
Kec. Bogor
III - 20
LAPORAN AKHIR
No
Nama RTH
Kecamatan
Kelurahan
2
Luas (m )
Timur 4
Taman Segitiga Sukasari Iii
Kec. Bogor
Kel. Sukasari
164.650
Kel. Tegalega
5,517.850
Kel. Harjasari
53.630
Kel. Batu Tulis
88.200
Timur 5
Taman Malabar
Kec. Bogor Tengah
6
Taman Sudut Ciawi
Kec. Bogor Selatan
7
8
9
Taman Sudut Kota Cibalek Pertigaan Jl.
Kec. Bogor
Lawang Gintung
Selatan
Taman Lereng Mbah Dalem Cipaku
Kec. Bogor
Kel. Lawang
Selatan
Gintung
Kec. Bogor
Kel. Menteng
Taman Sudut Jl. Mawar
823.980
124.000
10
.B ST P
Barat
Taman Sudut Kota Pertigaan Yasmin
Kec. Bogor
Kel. Curug
52.960
Barat
11
Taman Sudut Pangrango (Kanan)
Kec. Bogor
Kel. Babakan
1,879.540
Kel. Babakan
1,820.260
Kel. Sempur
2,833.960
Kel. Paledang
1,489.940
Kel. Babakan
900.360
Kel. Babakan
41.080
Kel. Babakan
159.120
Kel. Babakan
97.960
Kel. Babakan
4,795.560
Kel. Sempur
1,307.000
Kel. Sempur
1,098.130
Tengah
12
Taman Sudut Pangrango (Kiri)
Kec. Bogor Tengah
15
16
Kec. Bogor
S/D Jembatan Ciliwung
Tengah
IT
14
Taman Lereng CPM Jl. Jalak Harupat
Taman Lereng Istana Jl. Jalak Harupat
Kec. Bogor
Sebelah Kanan
Tengah
Taman Sudut Kota Belakang RRI
Kec. Bogor
D
13
Taman Sudut Kota Kanan Pangrango
Tengah Kec. Bogor Tengah
17
Taman Sudut Kota Kiri Pangrango
Kec. Bogor Tengah
18
Taman Sudut Kota Jl. Salak
Kec. Bogor Tengah
19
Taman Kencana
Kec. Bogor Tengah
20
Taman Sudut Kota Lapangan Sempur
Kec. Bogor Tengah
21
Taman Lereng Lapangan Sempur
Kec. Bogor Tengah
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 21
LAPORAN AKHIR
No 22
Nama RTH Taman Depan Balitbang Perikanan
Kecamatan Kec. Bogor
Kelurahan
2
Luas (m )
Kel. Sempur
127.000
Kel. Pabaton
14.960
Kel. Paledang
70.560
Kel. Pabaton
77.280
Kel. Paledang
465.140
Tengah 23
24
Taman Sudut Depan Bakorwil Jl. Ir. H.
Kec. Bogor
Juanda
Tengah
Taman Depan Istana Jl. Ir. H. Juanda
Kec. Bogor Tengah
26
27
28
Taman Blumbak Depan Taman Topi Jl.
Kec. Bogor
Kapt. Muslihat
Tengah
Taman Sudut Kota Katedral Belakang
Kec. Bogor
Pos Polisi Kapt. Muslihat
Tengah
Taman Bantaran Kali Ciliwung
Kec. Bogor
Jembatan Gantung Sempur
Tengah
Taman Angin-Angin Jl. Sudirman
Kec. Bogor
Kel. Sempur
4,512.000
Kel. Sempur
1,699.440
Kel. Babakan
1,655.260
Kel. Sempur
9,681.000
.B ST P
25
Tengah
29
Tmn Dep Hotel Mirah Jl. Pangrango
Kec. Bogor Tengah
30
31
Taman Lereng Ciremai Dari SMP 3 S/D
Kec. Bogor
Tanjakan Sempur
Tengah
Taman Sudut Kota Warung Jambu
Kec. Bogor
Kel. Bantarjati
142.780
Kel. Cibuluh
719.960
Utara
34
35
IT
33
Taman Kota Sudut Cibuluh
Kec. Bogor Utara
Taman Sudut Kota Jembatan Situ Duit
Kec. Tanah
Jl. Jend. A. Yani
Sareal
Taman Sudut Kota Belakang Air
Kec. Tanah
Mancur
Sareal
Taman Air Mancur Jl. Jend. Sudirman
Kec. Tanah
D
32
Kel. Tanah Sareal
88.910
Kel. Tanah Sareal
186.180
Kel. Tanah Sareal
3,036.750
Sareal Sumber : Masterplan RTH Kota Bogor 2008 dan Data Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Tahun 2006
3.9.
JARINGAN JALAN Sistem jaringan jalan di Kota Bogor mempunyai pola radial konsentris dengan karateristik sebagai berikut : Pada kawasan pusat kota terdapat jaringan jalan melingkar (ring) yang mengelilingi Kebun Raya Bogor (ring) yang merupakan gabungan dari ruas Jalan Juanda, Jalan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 22
LAPORAN AKHIR
.B ST P
Otista, sebagian Jalan Pajajaran dan Jalan Jalak Harupat. Jaringan jalan yang berasal dari kawasan lainnya terhubung secara konsentris ke jaringan jalan melingkar ini; beberapa ruas jalan tersebut diantaranya adalah Jalan Suryakencana, Jalan Sudirman, Jalan Pajajaran, Jalan Veteran, Jalan kapten Muslihat serta Jalan Empang. Pada bagian Timur Kota Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor, terdapat jalan Tol Jagorawi, yang menghubungkan pusat kota Bogor dengan Ciawi serta dengan Jakarta maupun daerah lainnya. Pada bagian Utara Kota Bogor (Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Barat) terdapat jalan lingkar (ring road). Jalan lingkar ini menghubungkan Jalan Sindang Barang (di Kecamatan Bogor Barat) dengan Jalan Raya Bogor (di Kecamatan Tanah Sareal). Kondisi jalan yang ada saat ini belum merata masih terkonsentrasi pada ring utama kota yang melintasi pusat kota. Dengan aktivitas utama terkonsentrasi pada pusat kota dan bentuk jaringan jalan yang belum merata maka kemacetan lalu lintas pada jalan utama Kota Bogor tidak terelakan. Perlu adanya dikonsentrasi kegiatan dan penambahan ring luar kota sehingga pergerakan penduduk menjadi lebih menyebar sehingga kemacetan akan berkurang.
D
IT
Di samping permasalahan kemacetan, fungsi jalan di Kota Bogor perlu direncanakan kembali mengingat beberapa jalan yang ada kondisinya tidak sesuai dengan fungsi yang diembannya. Kondisi tersebut disebabkan karena aktivitas yang ada pada koridor tersebut tidak sesuai dengan fungsi jalan, ROW jalan yang tidak sesuai dengan fungsi serta belum meratanya jaringan jalan yang ada sehingga semua kendaraan baik yang menerus maupun pergerakan lokal harus melintasi beberapa jalan tertentu yang tidak semestinya.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 23
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.5. Peta Sistem Transportasi
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 24
LAPORAN AKHIR
3.10. JARINGAN KERETA API Selain jalan salah satu jaringan penunjang sistem transportasi Kota Bogor adalah jaringan rel kereta api. Moda kereta api telah menjadi moda penting dalam pergerakan penduduk terutama bagi para komuter menuju Jakarta. Sistem jaringan rel di Kota Bogor menghubungkan Kota Bogor dengan Kota Jakarta di sebelah Utara dan Kota Sukabumi di sebelah Selatan. Saat ini, pergerakan satu hari ke Jakarta sebesar 30.000 penumpang/hari dengan frakuensi kereta setiap 6 menit, yang pada jam-jam sibuk akan terlihat sangat padat.Dengan semakin tingginya permintaan akan moda kereta api maka tidak menutup kemungkinan adanya penambahan jumlah rel serta peningkatan frekuensi kereta api yang menghubungkan Kota Bogor dan Jakarta.
D
IT
.B ST P
Sejalan dengan adanya kebutuhan pergerakan menggunakan moda kereta api, hal yang menjadi masalah menyangkut jaringan rel kereta api terkait sistem jaringan transportasi Kota Bogor adalah masalah pertemuan sebidang dengan jaringan jalan. Di Kota Bogor terdapat 6 titik persimpangan jalan dengan rel kereta api menuju arah Jakarta dan 4 titik persimpangan menuju arah Sukabumi. Saat ini belum semua pertemuan rel kereta api dengan jalan raya tidak sebidang. Saat ini baru 1 titik persimpangan yang sudah tidak sebidang yaitu jalur yang melintasi Jalan Soleh Iskandar (jalur underpass) Mengingat frekuensi pergerakan kereta api yang tinggi hampir di semua perlintasan kereta api menimbulkan antrian kendaraan yang panjang terutama pada waktu sibuk. Untuk menghindari permasalahan tersebut maka perlu direncanakan dan dibangun perlintasan tidak sebidang untuk semua perlintasan kereta api.
3.11. TERMINAL Salah satu prasarana transportasi yang ada di Kota Bogor adalah terminal penumpang. Terminal Kota Bogor terdiri dari Terminal Regional Baranangsiang dan Terminal Bubulak. Terminal Baranangsiang merupakan terminal Tipe A dengan daya tampung 102 unit AKAP/AKDP dan luas lahan sekitar 22.100 m². Selain terminal tipe A, Kota Bogor juga memiliki terminal tipe C, yaitu terminal Bubulak dan terminal Merdeka yang menampung angkutan kota.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 25
LAPORAN AKHIR
3.12. STASIUN KERETA API Stasiun kereta api terletak di pusat Kota Bogor. Keberadaan stasiun kereta api ini sangat penting dalam menunjang sistem transportasi Kota Bogor. Jumlah penumpang yang tinggi dalam penggunaan moda kereta api setiap harinya (para komuter) menjadikan stasiun ini penuh sesak pada jam puncak yaitu pagi dan sore hari. Permasalahan stasiun kereta api Kota Bogor adalah kawasan sekitarnya belum tertata dengan baik sehingga akses menuju stasiun kurang lancar karena tertutp oleh PKL (pedangan kaki lima) yang beroperasi di sekitar stasiun. Hal ini menyebabkan kemacetan pada jalan di depan stasiun.
.B ST P
3.13. ANGKUTAN UMUM
D
IT
Moda angkutan umum yang melayani pergerakan penduduk Kota bogor adalah angkutan perkotaan (AKDP) yang terdiri dari 29 trayek dengan jumlah kendaraan 3455 kendaraan (data tahun 2008). Penentuan trayek dari angkutan umum ini ditetapkan melalui Keputusan Walikota Bogor. Di samping angkutan umum ini pelayanan pergerakan penduduk juga dilayani oleh angkutan massal Trans Pakuan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan rekapitulasi angkutan umum (sumber: Dishubkominfo, 2009), jumlah angkutan umum yang ada saat ini terlalu banyak sehingga load factor berada di bawah 70%. Apabila ingin mencapai kondisi angkutan umum ideal maka perlu adanya penguranggan angkutan umum dari yang ada saat ini. namun demikian proses tersebut tidak dapat dilakukan dengan cepat memerlukan proses agar tidak menimbulkan dampak sosial. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah tidak memambah jumlah armada angkutan umum.
3.14. PARKIR Parkir di Kota Bogor diatur oleh Keputusan Walikota Bogor No 551.1.45-147 Tahun 2008. Di mana pada Keputusan Walikota tersebut telah disebutkan ketentuan parker serta ruas jalan yang diatur. Dalam Keputusan tersebut pengaturan parkir tidak terbatas pada parkir 0n-street di ruas jalan utama dan jalan rawan macet namun juga pengaturan lokasi parkir khusus (off-street) berupa gedung dan pelataran parkir. Dengan perkembangan kegiatan komersial yang sangat pesat di Kota Bogor dengan keragaman jenis usaha dan skala pelayanan, pengaturan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 26
LAPORAN AKHIR
parker off-street perlu diatur lebih mendalam agar kegiatan komersial tidak membebani parkir di tepi jalan (on-street) Dengan perkembangan kegiatan komersial yang sangat pesat di Kota Bogor dengan keragaman jenis usaha dan skala pelayanan, pengaturan parker off-street pelu diatur lebih mendalam agar kegiatan komersial tidak membebani parker di tepi jalan (off-street)
3.15. PEDESTRIAN
D
IT
.B ST P
Jalur pejalan atau pedestrian merupakan kelengkapan dari jalan yang harus disediakan pemerintah. Saat ini di Kota Bogor belum semua jalan dilengkapi pedestrian, prioritas pengadaan pedestrian baru pada jalan utama kota. Kondisi pedestrian yang ada belum seluruhnya nyaman sebagaimana mestinya, masih terdapat pedestrian dengan lebar yang terlalu sempit ataupun kondisinya yang agak rusak. Salah satu kendala lain dalam pengadaan pedestrian adalah belum menerusnya pengadaan pedesatrian sehingga pada satu ruas jalan ada pedestrian pada ruas beikutnya tidak ada ataupun sebaliknya. Hal ini tentu saja mengurangi kenyamanan pejalan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
III - 27
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VIII - i
LAPORAN AKHIR
4 GAMBARAN SISTIM TRANSPORTASI 4.1.
KONDISI JARINGAN JALAN KOTA BOGOR
D
IT
.B ST P
Jaringan jalan di Kota Bogor mempunyai pola radial konsentris dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Pada kawasan pusat kota terdapat jaringan jalan melingkari Kebun Raya Bogor (ring). Jaringan jalan yang melingkar tersebut merupakan gabungan dari ruas Jalan Juanda, Jalan Otista, sebagian Jalan Pajajaran dan Jalan Jalak Harupat. 2. Jaringan jalan yang berasal dari kawasan lainnya terhubung secara konsentris ke jaringan jalan melingkar ini. Beberapa jalan tersebut diantaranya adalah Jalan Suryakencana, Jalan Sudirman, Jalan Pajajaran, Jalan Veteran, serta Jalan Empang. 3. Pada Bagian timur Kota Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor, terdapat Jalan Tol Jagorawi, yang menghubungkan pusat Kota Bogor dan Ciawi dengan Jakarta maupun daerah lainnya. 4. Pada bagian utara Kota Bogor (Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Barat) terdapat jalan lingkar (ring road). Jalan lingkar ini menghubungkan Jalan Sindang Barat (di Kecamatan Bogor Barat) dengan Jalan Raya Bogor (di Kecamatan Tanah Sareal). Pemerintahan Kota Bogor juga telah merencanakan pembangunan jalan lingkar dari bagian barat ke bagian selatan kota, yaitu jalan lingkar yang menghubungkan Jalan Sindang Barang ke daerah Rancamaya, selanjutnya terus menuju Ciawi (sebagian jalan lingkar yang direncanakan ini melewati Kabupaten Bogor). Disamping itu juga direncanakan pembangunan jalan lingkar di bagian utara, yang menghubungkan Jalan Raya Bogor dengan Jalan Tol Jagorawi. Jaringan jalan dengan pola radial konsentris memiliki konsekuensi berupa terakumulasinya seluruh pergerakan ke kawasan pusat kota, sebab kawasan ini merupakan satu-satunya akses untuk mencapai daerah lain. Pergerakan ini tidak hanya berupa pergerakan internal kota saja, tetapi termasuk juga pergerakan internal-eksternal dan eksternal-internal yang melintas Kota Bogor, misalnya dari arah Ciawi (di bagian selatan) ke arah Rangkasbitung dan Ciomas (di bagian barat) atau ke arah Depok dan Cibinong (di bagian utara), maupun arah sebaliknya. Besar pergerakan ini mencapai 675.314 perjalanan-orang/hari (DLLAJ Kota Bogor, 2000:9). Adanya akumulasi pergerakan ini (baik internal maupun eksternal) akan menyebabkan beban lalulintas yang tinggi di kawasan pusat kota. Oleh sebab itu, dengan adanya jalan lingkar serta jalan tol tersebut, pergerakan yang memasuki kawasan pusat kota dapat dikurangi.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-1
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 4.1. Peta Jaringan Jalan Kota Bogor Panjang jalan yang ada di Kota Bogor pada tahun 2004 adalah sekitar 620.595 km, terdiri atas jalan negara sepanjang 33.810 km dengan lebar 18 – 25 m, jalan propinsi sepanjang 5.358 km dengan lebar 8 – 13 m, jalan kota sepanjang 580.427 km dengan lebar 3 – 10 m. Jaringan jalan tersebut secara keseluruhan yang sudah beraspal sepanjang 534.042 km atau sekitar 86% dari total panjang ruas jalan Kota Bogor, jalan kerikil sepanjang 20.125 km dan jalan beton/conblok sepanjang 39.072 km. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Lebih dari 40% jaringan jalan Kota Bogor (42,73%) berada dalam kondisi rusak atau Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 2
LAPORAN AKHIR
rusak berat. Kondisi jaringan jalan ini berada di bawah nilai SPM jaringan jalan. Hanya 13,72% jalan berada dalam kondisi baik atau mantap sedangkan 43.55% berada dalam kondisi sedang. Demikian juga dengan kondisi jaringan jalan nasional dan propinsi, hanya 1/3 dari jaringan jalan nasional yang berada dalam kondisi baik atau mantap, 43.71% berada dalam kondisi sedang sedangkan 21.80% berada dalam kondisi rusak atau rusak berat. Jaringan jalan propinsi hampir seluruhnya berada dalam kondisi sedang. Dari data tersebut terlihat bahwa jaringan jalan di Kota Bogor berada dalam kondisi kurang baik. Pada analisis selanjutnya akan diidentifikasi ruas-ruas jalan yang perlu mendapatkan penanganan baik rutin, berkala maupun rehabilitasi. Tabel 4.1.
I
Status Jalan
Keadaan
Jalan Negara
Jenis Permukaan a. Diaspal
33.810
b. Kerikil c. Tanah d. Beton/conblok e. Tidak dirinci Jumlah Kondisi Jalan a. Baik Sekali b. Sedang
D
c. Rusak d. Rusak Berat
Jumlah
III
Jalan Kab/Kota
10.120
Jumlah
490.112
534,042
-
-
20,125
20,125
-
-
9,070
9,070
-
-
39,072
39,072
-
-
18,286
18,286
33,810
10.120
576.665
11,661
-
73.514
85.175
14,778
10.120
245.347
270.245
7,371
-
179.327
186.698
-
-
78.477
78.477
10.120
576.665
-
-
10.120
13.028
IT
II
Jalan Propinsi
.B ST P
No
Kondisi Jaringan Jalan Kota Bogor
33,810
620,595
620,595
Kelas Jalan a. Kelas I
-
b. Kelas II
33,810
c. Kelas III
-
-
147,675
147,675
d. Kelas III A
-
-
54,144
54,144
e. Kelas III B
-
-
158,124
158,124
f. Kelas III C
-
-
167,800
167,800
g. Kelas Tidak dirinci
-
-
35,894
35,894
10.120
576.665
Jumlah Sumber: BPS Kota Bogor, 2005
33,810
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
56,958
620,595
IV - 3
LAPORAN AKHIR
4.2.
STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN Dalam mengembangkan suatu sistem jaringan jalan maka didasarkan pada dua aspek atau dua terminologi, yang pertama adalah memperbaiki jaringan jalan yang rusak serta meningkatkan efektifitasnya sehingga menghasilkan biaya transportasi atau generalised cost yang rendah dan yang kedua adalah menambah panjang jaringan jalan sesuai prinsip NSPM jalan. Perbaikan atau peningkatan kualitas jalan merupakan salah satu aspek pertama yang terpenting dalam pengembangan jaringan jalan di suatu wilayah tertentu. Peningkatan kualitas jalan baik itu perbaikan struktur jalan dan/atau pelebaran jalan sesuai dengan ketentuan pada standar pelayanan jalan merupakan salah satu cara
.B ST P
untuk menurunkan biaya transportasi antar zona. Biaya transportasi atau generalized
cost of transportation merupakan fungsi dari lebar jalan, kondisi strukur jalan dan waktu tempuh serta jarak antar zona. Semakin baik jaringan prasarana yang menghubungkan suatu ruang/zona dengan ruang/zona yang lain, maka biaya transportasinya akan semakin rendah karena waktu tempuh akan berkurang dan kecepatan layan akan bertambah, sehingga nilai biaya operasi kendaraan akan berkurang. Kedua fungsi tersebut akan dapat ditingkatkan efisiensinya apabila
IT
kondisi jaringan prasarana diperbaiki baik dari sisi struktural maupun kapasitasnya. Untuk meningkatkan aspek mobilitas dan aksesibilitas suatu wilayah atau zona maka penambahan jaringan jalan akan memberikan suatu solusi lain dalam menurunkan
D
biaya transportasi. Penambahan jaringan jalan atau peningkatan kuantitas jaringan jalan akan meningkatkan nilai aksesibilitas dari suatu zona atau wilayah, sehingga biaya transportasinya akan menurun. Indikator penambahan ruas jalan dengan kriteria pelayanan yang baik seperti lebar jalan yang memadai dan kondisi struktur jalan yang baik akan memberikan layanan waktu tempuh dan kecepatan layan yang semakin baik. Apalagi bila selama ini hubungan antar zona tersebut hanya dilayani oleh satu jaringan sehingga terputusnya jaringan tersebut akan memutuskan hubungan antar kedua zona. Penambahan ruas jaringan jalan juga dapat didasarkan pada kebutuhan pelayanan. Tingginya volume lalulintas mengakibatkan biaya transportasi akan meningkat sampai tidak terhingga karena jaringan jalan/prasarana transportasi tidak lagi mampu menampung volume lalulintas yang ada.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 4
LAPORAN AKHIR
Dalam rencana pengembangan jaringan jalan, maka diperlukan pentahapan atau staging dalam pelaksanaannya. Pentahapan ini didasarkan pada prioritas penanganan dan prioritas pengembangan wilayah. Dasar dalam menentukan konsep pentahapan jaringan jalan ini adalah: 1. Perbaikan kondisi struktur jaringan jalan di seluruh Kota Bogor 2. Perbaikan kondisi struktur jalan dan penambahan ruas jalan di Kota Bogor berdasarkan skenario pengembangan wilayah 3. Peningkatan efisiensi pelayanan jaringan jalan berdasarkan kebijakan volume lalulintas 4.3.
IDEALISASI JARINGAN JALAN DI KOTA BOGOR
.B ST P
Idealisasi jaringan jalan di dalam Kota Bogor sebenarnya berada di luar hirarki jaringan jalan arteri nasional dan propinsi Jawa Barat. Kota Bogor sebenarnya masuk dalam pusat kegiatan nasional dalam RTRWN tetapi jaringan tersebut tidak dapat diterjemahkan secara lebih detil ke dalam wilayah Kota Bogor karena wilayahnya yang kecil. Akibat fungsi Kota Bogor sebagai pusat kegiatan nasional maka ada beberapa jaringan jalan nasional dan propinsi yang melayani pergerakan di dalam Kota Bogor. Jaringan jalan inilah yang menjadi jaringan jalan arteri primer dan sekunder di Kota Bogor. Gambar 3.2 memberikan arahan idealisasi jaringan jalan Kota Bogor.
D
IT
Idealisasi jaringan Kota Bogor ini diturunkan berdasarkan usulan penataan ruang dari studi ini. Wilayah Pusat BWK akan dihubungkan oleh jaringan jalan primer yang sudah ada saat ini. Pergerakan dari Kecamatan Bogor Utara menuju Bogor Tengah saat ini sudah dilayani oleh jaringan arteri primer yang merupakan jaringan jalan nasional. Demikian juga dengan jaringan jalan di wilayah Kecamatan Bogor Selatan menuju Bogor Tengah yang sudah dilayani oleh jaringan arteri primer berupa jaringan jalan nasional. Sebagian pergerakan dari Kecamatan Bogor Tengah menuju sub pusat Tanah Baru banyak dilalui oleh pergerakan menuju Kabupaten Bogor bagian Utara (menuju Cibinong). Pola pergerakan di lintas ini telah dilayani oleh jaringan jalan arteri primer (jalan nasional) yang menghubungkan Cibinong dengan Kota Bogor tetapi pada usulan penataan ruang menjadi wilayah sub pusat. Hal ini tidak menjadi persoalan karena wilayah ini ternyata juga dilalui oleh jaringan yang mempunyai kepentingan secara nasional yaitu menghubungkan ibukota Kabupaten Bogor (Cibinong) dengan Kota Bogor. Jaringan jalan sekunder di wilayah ini mungkin dapat menjadi jaringan yang perlu diperbaiki mobilitasnya untuk kepentingan Kota Bogor. Selain itu penentuan wilayah Tanah Baru ini sebagai wilayah sub pusat mempunyai implikasi lainnya dalam penentuan terminal angkutan umum. Wilayah Bubulak terdapat Terminal tipe B yang menjadi terminal strategis Kota Bogor. Pada wilayah ini perlu didukung oleh jaringan jalan primer yang menjadi
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 5
LAPORAN AKHIR
kepentingan nasional dan juga Kota Bogor karena adanya Terminal tipe B di wilayah Bubulak. Jaringan jalan arter primer dan kolektor primer yang melalui wilayah ini perlu dilihat kondisi mobilitasnya sehingga dapat memberikan aksesibilitas terhadap Terminal tipe B yang ada.
D
IT
.B ST P
Beberapa sub pusat BWK juga berada diantara pusat-pusat atau sub pusat BWK yang direncanakan sehingga dilalui oleh jaringan jalan sistem primer maupun sekunder. Sub Pusat tersebut antara lain Sub Pusat Menteng, Tegal Gundi dan Lawang Gintung.
Gambar 4.2. Idealisasi Jaringan Jalan Kota Bogor
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 6
LAPORAN AKHIR
D
IT
.B ST P
Penerapan idealisasi jaringan jalan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berbagai rencana pengembangan jaringan jalan yang telah diperiksa pada pemodelan jaringan dapat dimasukkan ke dalam rencana idealisasi jaringan. Berdasarkan prinsip pemeriksaan jaringan ini maka sebaiknya jaringan-jaringan jalan yang baru ini dapat menyesuaikan antara fungsi jaringan ini dengan ketentuan teknisnya. Gambar 4.3 memperlihatkan idealisasi fungsi jaringan berdasarkan arahan Gambar 4.2 yang disesuaikan dengan ketentuan teknis mobilitasnya.
Gambar 4.3. Idealisasi Fungsi Jaringan Jalan pada Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Kota Bogor Pemantapan kuantitas jalan difokuskan pada peningkatan mobilitas jaringan jalan yang disesuaikan dengan idealisasi peran jaringan jalan. Apabila dilihat indeks aksesibilitas Kota Bogor, sepertinya masih berada di atas jaringan wilayah lain meskipun masih berada di bawah jaringan jalan Kota Bandung. Indeks aksesibilitas jaringan jalan Kota Bogor agak sedikit di bawah standar mimum SPM jalan yaitu 5. Indeks aksesibilitas Kota Bogor mempunyai nilai 4.85. Nilai ini menunjukkan pada dasarnya penyediaan kuantitas jaringan jalan di Kota Bogor sudah cukup baik meskipun belum masuk nilai minimum indeks aksesibilitas jalan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 7
LAPORAN AKHIR
Tabel 4.2.
Indeks Mobilitas dan Aksesibilitas Jaringan Jalan di Jawa Barat
Luas Kepadatan PDRB Panjang Indeks aksesibilitas Indeks mobilitas Area penduduk Perkapita jalan (km/km2) (km/1000 pdd) km2 jiwa/km2 juta Rp km Eksisting Minimum + / - Eksisting Minimum + / 1 Kab Bogor 3,077 1,146 3.68 1,949 0.63 1.5 0.55 1.0 2 Kab Sukabumi 3,896 528 0.23 1,553 0.40 0.5 0.76 0.2 + 3 Kab Cianjur 3,461 528 25.85 1,267 0.37 0.5 0.69 5.0 4 Kab Bandung 2,954 1,193 4.82 3,118 1.06 1.5 0.88 1.0 5 Kab Garut 3,045 624 2.74 835 0.27 0.5 0.44 1.0 6 Kab Tasikmalaya 2,740 703 2.39 860 0.31 0.5 0.45 1.0 7 Kab Ciamis 2,521 633 3.02 792 0.31 0.5 0.50 1.0 8 Kab Kuningan 1,117 844 1.94 416 0.37 0.5 0.44 0.5 9 Kab Cirebon 974 1,909 1.99 594 0.61 1.5 0.32 0.5 10 Kab Majalengka 1,210 910 2.27 692 0.57 0.5 + 0.63 1.0 11 Kab Sumedang 1,422 625 2.64 529 0.37 0.5 0.60 1.0 12 Kab Indramayu 1,935 808 7.62 626 0.32 0.5 0.40 2.0 13 Kab Subang 1,864 684 2.85 988 0.53 0.5 + 0.78 1.0 14 Kab Purwakarta 972 649 3.02 403 0.41 0.5 0.64 1.0 15 Kab Karawang 1,578 1,046 3.96 854 0.54 1.5 0.52 1.0 16 Kab Bekasi 1,074 1,585 7.92 812 0.76 1.5 0.48 2.0 17 Kota Bogor 113 5,928 3.09 546 4.85 5 0.82 1.0 18 Kota Sukabumi 48 4,855 3.98 158 3.27 1.5 + 0.67 1.0 19 Kota Bandung 168 15,134 5.13 873 5.19 5 + 0.34 2.0 20 Kota Cirebon 37 7,140 12.21 166 4.44 5 0.62 5.0 21 Kota Bekasi 202 7,721 4.87 298 1.48 5 0.19 1.0 22 Kota Depok 200 5,717 2.22 141 0.70 5 0.12 1.0 TOTAL JAWA BARAT 34,609 993 4.93 18,471 0.53 0.5 + 0.54 1.0 Kab/Kota
.B ST P
No
IT
KETERANGAN : = di bawah SPM + = STRATEGI di atas SPM PERANGKUTAN 4.4.
BARANG
D
Pengaturan perangkutan barang dilakukan dalam rangka untuk membatasi dan mengontrol pergerakan angkutan barang. Manajemen perangkutan barang dilakukan untuk membatasi angkutan barang yang melalui dalam Kota Bogor. Manajemen perangkutan barang juga dilakukan untuk mengontrol beban perangkutan barang yang membebani jalan dan menghitung demand angkutan jalan. Terminal angkutan barang dapat menjadi inlet-outlet manajemen perangkutan barang untuk mengontrol beban perangkutan jalan dan perhitungan demand perangkutan jalan. Rute angkutan barang juga perlu ditentukan dalam mendukung prinsip manajemen perangkutan barang ini.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 8
.B ST P
LAPORAN AKHIR
4.5.
IT
Gambar 4.4. Rencana Perangkutan Barang
JARINGAN PELAYANAN ANGKUTAN UMUM MODA JALAN
D
Saat ini ada 10 trayek Angkutan Perkotaan (AKDP) dan 22 trayek angkutan kota yang beroperasi di Kota Bogor. Berdasarkan keterangan dari aparat DLLAJ Kota Bogor, belum terdapat pembagian hirarki dan fungsi dari trayek angkutan perkotaan dan angkutan kota seperti yang dimaksud dalam PP No. 41 Tahun 1993. 4.5.1. Jaringan Trayek Angkutan Perkotaan Jaringan trayek angutan perkotaan, pelayanannya bersifat antara kota/kabupaten dalam satu provinsi. Di Kota Bogor jaringan trayek angkutan perkotaan didasarkan pada Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 551.2/SK-102-PEREK/1992 tertanggal 16 Februari 1999. Jumlah serta kode trayek angkutan perkotaan yang melintas di Kota Bogor ditampilakan pada Tabel 4.3.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 9
LAPORAN AKHIR
Tabel 4.3. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Rekapitulasi Angkutan Perkotaan (AKDP) Tahun 2006 ASAL - TUJUAN (PP)
Sukasari - Cibedug Pasar Anyar - Bojong Gede Merdeka - Ciampea Merdeka - Ciapus Merdeka - Parung Sukasari - Cisarua Sukasari - Cicurug Baranang Siang - Sukabumi Baranang Siang - Cianjur Merdeka - Ciomas Pasar Anyar Citereup TOTAL/RATA-2
PJG LINTASAN PP (METER) 17 12 19 12 24 21 23 60 35 16 21 23.64
JML KDR SAAT INI 160 210 155 27 525 699 632 329 290 337 1190 4554
D
IT
.B ST P
Sumber: DLLAJ Kota Bogor, Maret 2006
Gambar 4.5. Peta Jaringan Pelayanan Regional Angkutan Kota 4.5.2. Jaringan Trayek Angkutan Kota Jaringan trayek angkutan kota merupakan kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang. Bentuk jaringan trayek sangat
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 10
LAPORAN AKHIR
dipengaruhi oleh bentuk jaringan jalan yang ada. Jaringan trayek di Kota Bogor memiliki kecenderungan berbentuk radial konsentris, dimana hampir seluruh lintasan trayek angkutan kota menuju daerah pusat kota, seperti daerah Merdeka dan Ramayana.
D
IT
.B ST P
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pola jaringan radial di satu sisi menguntungkan karena meminimumkan transfer angkutan umum pada penumpang – namun, di sisi lain, pola ini juga menyebabkan buruknya tingkat pelayanan pada daerah yang menjadi tempat akumulasi rute angkutan umum. Kenyataan di lapangan memang menunjukkan bahwa kemacetan sering terjadi di kedua daerah ini. Tingkat pelayanan jalan sangat buruk pada jam-jam puncak. Peta jaringan trayek angkutan kota di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 11
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 4.6. Peta Jaringan Angkutan Kota
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 12
LAPORAN AKHIR
4.5.3. Lintasan Trayek Pada awalnya hanya terdapat 13 trayek angkutan kota yang beroperasi di Kota Bogor (berdasarkan SK Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bogor No 551.2/SK.225-Ekon/97). Pada tahun 1995 terjadi perluasan Kota Bogor yang mengakibatkan wilayah operasi tiga trayek angkutan perkotaan, yakni trayek 01A, trayek 04, dan trayek 16 masuk keseluruhannya ke dalam wilayah Kota Bogor. Meskipun demikian, perubahan tersebut tidak serta-merta menyebabkan perubahan status pada ketiga trayek tersebut. Perubahan status dari angkutan perkotaan menjadi angkutan kota pada ketiganya secara resminya baru ditetapkan melalui SK Walikota Bogor No 551.23.45-107 Tahun 2003.
.B ST P
Kemudian pada awal tahun 2006 dilakukan penambahan trayek angkutan kota berdasarkan Keputusan Walikota Bogor No. 551.23.45-67 Tahun 2006 Tanggal 17 Februari 2006, menjadi 22 trayek.Trayek tambahan tersebut adalah Ramayana – Mulyaharja (18), Terminal Bubulak – Kencana (19) dan Pasar Anyar – Kencana (20). Rute semua trayek angkutan kota di Kota Bogor merupakan fixed route, dimana kendaraan hanya diperkenankan melewati jalur yang telah ditetapkan (Tabel 4.4).
IT
Dari hasil pengamatan dan data sekunder didapatkan hasil bahwa rata-rata panjang trayek berkisar 4.81 Km. Trayek terpanjang adalah trayek 04-AK dari RancamayaRamayana dengan panjang trayek 8.12 Km. Trayek terpendek adalah trayek Trayek 15-AK dengan rute Merdeka-Bubulak dan jarak trayek 3.1 Km. Seluruh operasi angkutan umum di Kota Bogor dilayani oleh 3358 kendaraan dengan jumlah ratarata kendaraan tiap trayek 174 kendaraan. Alokasi armada terbanyak terdapat pada Trayek 02-AK sejumlah 660 kendaraan. Alokasi armada terkecil adalah Trayek 01-AK (Bubulak-Kencana) sejumlah 10 kendaraan.
D
Dari pengamatan, beberapa trayek tidak sepenuhnya mengikuti lintasan yang telah ditetapkan oleh DLLAJ di atas. Pengemudi melakukan deviasi rute disebabkan tingkat demand yang rendah pada suatu ruas rute atau atas permintaan penumpang. Deviasi rute yang disebabkan oleh permintaan penumpang kadang-kadang melampaui rute yang ditetapkan, bahkan sampai melewati perbatasan kota. Pada trayek 05, trayek 12, serta trayek 16, deviasi rute disebabkan oleh permintaan penumpang. Beberapa angkutan yang melayani trayek 05 melewati lintasan yang lebih jauh, yakni sampai ke Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pada trayek 12 dan 16, terdapat dua rute dalam masing-masing trayek. Trayek 12 mempunyai rute Pasar Anyar – Perum Taman Cimanggu (lintasan yang ditetapkan DLLAJ) dan Pasar Anyar – Perum Bharata (Cimanggu), sedangkan trayek 16 mempunyai rute Pasar Anyar – Salabenda (lintasan yang ditetapkan) dan Pasar Anyar – Perum Budi Agung. Gambar 4.7 memperlihatkan lintasan trayek yang melalui tengah kota. Hampir semua trayek melalui tengah kota sebagai tempat perpindahan moda, dan tujuan perjalanan. Trayek dari Bubulak menuju Merdeka merupakan trayek dengan lintasan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 13
LAPORAN AKHIR
.B ST P
dan penumpang terbesar bila dilihat dari Gambar 4.7 ini.
Gambar 4.7. Peta Lintasan Trayek Angkutan Kota
Rekapitulasi Angkutan Kota (Angkot) Tahun 2006
IT
Tabel 4.4.
Jaringan Trayek
1
Kode Trayek
Kep. Walikota Bogor No. 551.23.45-67 Tahun 2006
D
No
01
Tgl. 17 Februari 2006
Cipinang Gading – Terminal Merdeka
Jumlah Alokasi
Realisasi 13
13
Baranangsiang – Ciawi
190
190
2
01 A
3
02
Sukasari – Batutulis – Terminal Bubulak
585
660
4
03
Baranangsiang – Terminal Bubulak
382
382
5
04
Ramayana – Rancamaya
185
184
6
05
Ramayana – Cimahpar
162
162
7
06
Ramayana – Ciheuleut
169
169
8
07
Warung Jambu – Merdeka
238
236
9
07 A
53
53
10
08
Warung Jambu – Ramayana
230
212
11
09
Warung Jambu – Sukasari
144
144
12
10
Bantar Kemang – Sukasari – Merdeka
92
92
Pasar Anyar – Pondok Rumput
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 14
LAPORAN AKHIR
Jaringan Trayek No
Kode Trayek
Kep. Walikota Bogor No. 551.23.45-67 Tahun 2006 Tgl. 17 Februari 2006
11
Pajajaran Indah – Pasar Bogor
14
12
15
Alokasi
Realisasi 45
45
Pasar Anyar – Cimanggu Permai
182
182
13
Bantar Kemang – Ramayana
155
147
16
14
Sukasari – Cibalugung – Pasir Kuda
112
-
17
15
Terminal Merdeka – Bubulak – SBJ
101
101
18
16
Pasar Anyar – Selabenda
239
265
19
17
Pomad – Tanah Baru – Bina Marga
55
55
20
18
Ramayana – Mulyaharja
43
43
21
19
Terminal Bubulak – Kencana
75
10
22
20
Pasar Anyar – Kencana
56
15
3.506
3.358
.B ST P
13
Jumlah
Jumlah Sumber: DLLAJ Kota Bogor, Maret 2006
IT
Pada trayek 01 serta sebagian angkutan pada trayek 02 dan trayek 03, deviasi rute disebabkan rendahnya tingkat demand pada ruas rute tertentu sehingga rute yang dijalani lebih pendek dari lintasan yang ditetapkan. Dari pengamatan di lapangan, lintasan yang dijalani oleh trayek 01 adalah Cipinang Gading – Cipaku – Pasar Bogor. Ini disebabkan tingkat demand yang kecil pada ruas Pasar Bogor – Merdeka. Sebagian kecil angkutan pada trayek 02 dan trayek 03 juga hanya melayani rute sampai daerah Merdeka karena rendahnya tingkat keterisian penumpang pada ruas Merdeka – Bubulak.
D
Walaupun terdapat deviasi rute pada beberapa trayek tersebut, studi ini tetap berpatokan pada lintasan yang telah ditetapkan DLLAJ. Pengecualian pada trayek 01 karena semua angkutan pada trayek ini melakukan deviasi pada rutenya. 4.5.4. Panjang Lintasan Trip didefinisikan sebagai perjalanan yang ditempuh angkutan umum dalam satu kali lintasan. Dengan demikian, dikenal trip pergi dan trip pulang. Sedangkan rit merupakan perjalanan satu bolak-balik lintasan. Satu rit sama dengan satu trip pergi dan satu trip pulang. Tabel 4.5 menampilkan panjang lintasan untuk trip pergi, trip pulang dan rit, pada masing-masing trayek angkutan kota di Kota Bogor. Dari tabel dapat dilihat bahwa trayek 04 memiliki lintasan rata-rata terpanjang, sedangkan trayek 07A memiliki lintasan terpendek. Panjang lintasan akan berpengaruh terhadap biaya variabel yang timbul karena perhitungan biaya variabel dalam studi ini dipengaruhi oleh variabel jarak tempuh.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 15
LAPORAN AKHIR
Tabel 4.5. Panjang Lintasan Trip Pergi, Trip Pulang, dan Rit Angkutan Kota di Kota Bogor NO TRAYEK
Cipinang Gading - Ps Bogor Baranangsiang - Ciawi Sukasari - Bubulak Baranangsiang - Bubulak Rancamaya - Ramayana Cimahpar - Ramayana Ciheuleut - Ramayana Warung Jambu - Merdeka Pasar Anyar - Pondok Rumput Warung Jambu - Ramayana Warung Jambu - Sukasari Bantar Kemang - Merdeka Pajajaran Indah - Ramayana Pasar Anyar - Cimanggu Bantar Kemang - Ramayana Merdeka - Bubulak Pasar Anyar - Salabenda Pomad - Tanah Baru - Bina Marga Ramayana - Mulyaharja Terminal Bubulak - Kencana Pasar Anyar - Kencana TOTAL/RATA-RATA
PJG LINTASAN JML KDR PP (KM) SAAT INI 11.04 13 16.41 190 21.01 660 19.43 382 21.80 184 10.25 162 9.37 169 10.00 236 7.19 53 10.69 212 12.86 144 15.65 92 9.09 45 10.10 182 13.46 147 12.11 101 21.41 265 18.40 55 18.00 43 10.80 10 8.40 15 13.69 3360
.B ST P
AK-01 AK-01A AK-02 AK-03 AK-04 AK-05 AK-06 AK-07 AK-07A AK-08 AK-09 AK-010 AK-011 AK-012 AK-013 AK-015 AK-016 AK-017 AK-018 AK-019 AK-020
ASAL - TUJUAN
Sumber: Hasil Analisis
4.6.
TERMINAL BARANANGSIANG
4.6.1. Gambaran Kondisi Eksisting Terminal
D
IT
Terminal Baranangsiang merupakan terminal dengan kapasitas terluas di Kota Bogor, dimana terminal ini memiliki lokasi yang sangat strategis yaitu berada di depan pintu gerbang Tol Bogor sehingga memudahkan akses penumpang untuk melakukan pergantian moda. Terminal ini melayani angkutan jenis angkutan kota, AKDP dan AKAP dari berbagai daerah di sekitar kawasan Bogor. Apabila dilihat dari pola sirkulasi pergerakan angkutan yang keluar-masuk terminal, pada Gambar 4.8 mengindikasikan bahwa terminal ini memiliki satu pintu masuk untuk jenis angkutan AKDP dan bus AKAP yang terletak pada Jalan Pajajaran. Kemudian untuk jalur keluarnya angkutan AKDP akan keluar pada Jalan Cidang Niang sedangkan bus akan keluar melalui dua buah pintu keluar yang terletak di jalan Pajajaran dimana kedua pintu keluar tersebut dikhususkan untuk bus yang akan menuju Bandung untuk pintu pertama dan pintu kedua untuk bus yang akan menuju Bekasi, Tanjung Perak, Kampung Rambutan, Cileungsi, Cilegon dan Depok.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 16
Sirkulasi Kendaraan Angutan Kota dan Bus AKAP/AKDP di Terminal Baranangsiang
D
IT
Gambar 4.8.
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
IV - 17
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-1
LAPORAN AKHIR
5 METODOLOGI STUDI 5.1.
TAHAPAN PEKERJAAN
.B ST P
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, bahwa Maksud kegiatan ini adalah tersedianya Pedoman Teknis yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk menjalankan tugas dibidang LLAJ. Adapun Tujuan utamanya adalah Menyusun Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal dan Mengaplikasikan pedoman yang telah disusun untuk mengatasi permasalahan lalu lintas di kawasan tertentu di Kota Bogor. Dalam implementasi manajemen lalu lintas local di Kota Bogor, akan difokuskan pada peningkatan fasilitas pejalan kaki untuk menjadikan berjalan kaki sebagai bagian dari moda perjalanan sehingga mendukung pengembangan angkutam masal dan mengurangi permasalahan lalu lintas.
IT
Untuk mencapai maksud dan tujuan yang diinginkan perlu disusun suatu tahapantahapan pekerjaan (metodologi). Tahapan-tahapan pekerjaan tersebut antara lain dimulai dari inventarisasi peraturan-perundangan tentang manajemen lalu lintas lokal, best-practices yang dilaksanakan di negara lain, serta studi-studi sebelumnya, di samping inventarisasi data sekunder kondisi sarana dan prasarana. Inventarisasi dari informasi tersebut dijadikan dasar di dalam mengidentifikasi kebutuhan pengumpulan data dan dalam hubungannya dengan permalasalahan manajemen lalu lintas lokal. Strategi potensial dalam manajemen lalu lintas lokal akan didapatkan dari survai subjektif berupa wawancara dan survai objektif berupa survai kinerja.
D
Untuk kepentingan tersebut, dipandang perlu menyusun metodologi studi. Di dalam metodologi ini, secara umum disampaikan metode pencapaian tahapantahapan pekerjaan studi serta metodologi analisis. Tahapan-tahapan pekerjaan sebagaimana digambarkan dalam Gambar 5.1, diharapkan mampu digunakan untuk memadukan seluruh proses pekerjaan secara sistematis agar tercapai sasaran dan tujuan studi yang diinginkan dan mampu untuk menghasilkan outcome yang diharapkan dan memenuhi maksud dan tujuan studi dengan batasan waktu yang disediakan. Secara umum tahapan pelaksanaan pekerjaan studi ini terdiri dari: Persiapan, Pengumpulan Data, Analisis dan Finalisasi Studi. Penyusunan tahapan pekerjaan ini disesuaikan dengan kebutuhan pelaporan dalam studi ini, di mana tujuan dari setiap tahapan adalah sebagai berikut:
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-1
Persiapan
LAPORAN AKHIR
Maksud dan Tujuan Studi
Persiapan Administrasi dan personel Pemantapan metodologi, rencana kerja dan rencana survei
INVENTARISASI DATA -
Data Data Data Data Data
INVENTARISASI PERATURAN
BENCHMARKING
Karakteristik Lalin inventarisasi jalan pejalan kaki kependudukan Tata Guna Lahan
(BEST PRACTICES) MANAJEMEN
Model Australia Model Malaysia LALU LINTAS LOKAL Model Amerika Model Belanda Model Inggris, dll.
DAN STUDI TERDAHULU Undang-undang Peraturan Pemerintah Keputusan Menteri SK Dirjen RTRW, Jurnal, Buku, dll.
Pengumpulan Data
-
Survei Lapangan
.B ST P
Penyusunan Draft Pedoman dan Identifikasi permasalahan
- Survei Inventarisasi Detil - Survai Karakteristik Lalu lintas (volume terklasifikasi, pejalan kaki, kecepatan)
Survei Sekunder
-
Data Data Data Data
Lalu lintas Angkutan Tata Guna Lahan Perencanaan
Survei Wawancara
- Instansi Pemerintah - Masyarakat
IT
Analisa Hasil Identifikasi permasalahan dan Survai
Analisis
Analisa Kinerja Lalu lintas dan Angkutan Analisa Hasil Wawancara
D
-
PENETAPAN ACTION PLAN
PENETAPAN PEDOMAN
DAN PENYUSUNAN DED - Action untuk 5 tahun - DED Penanganan Permasalahan Lalu Lintas
MANAJEMEN LALU LINTAS
PENETAPAN GRAND DESIGN Meliputi: Fasilitas Pejalan Kaki Parkir (Park and Ride) Manajemen Lalu lintas Manajemen Angkutan Umum
LOKAL -
Landasan Hukum Pengertian Maksud dan Tujuan Indikator Kinerja Manajemen Pejalan Kaki, Kendaraan tidak bermotor, dan Lalin
Finalisasi Studi (outcome) -
Penyempurnaan Laporan Pembuatan Resume Studi
Gambar 5.1. Metodologi Studi
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-2
LAPORAN AKHIR
5.2.
TAHAP PERSIAPAN
TAHAP PENGUMPULAN DATA
IT
5.3.
.B ST P
Tahap Persiapan meliputi kegiatan: a. Inisiasi studi berupa konsolidasi tim, studi literatur, dan pemantapan metodologi, b. Inventarisasi data yang diperlukan dalam studi, data tersebut antara lain Data volume lalu lintas, Data inventarisasi jalan, Data pejalan kaki, Data kependudukan, Data tata guna lahan, data Data karakteristik lalu lintas lainnya, c. Persiapan survei berupa pemilihan metoda survei, penyiapan formulir dan perlengkapan survei, penentuan lokasi survei dan Sumberdaya Manusia (SDM) pelaksana, d. Pemilihan best-practice pedoman analisis kecelakaan dan penanggulangan kecelakaan. Best-practice bisa dipilih dari beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Inggris, dsb. Pada dasarnya hampir semua negara menerapkan pengendalian volume dan kecepatan dalam manajemen lalu lintas lokal. Perbedaan hanya terletak pada teknik-teknik yang diterapkan. e. Identifikasi peraturan dan studi terdahulu yang menyangkut pada undangundang, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, keputusan menteri, surat keputusan direktur jenderal, dll. Hasil studi dapat bersumber dari buku, jurnal, karya ilmiah, thesis, dll. Terdapat beberapa peraturan dan kebijakan yang berlaku di Indonesia terkait dengan masalah manajemen lalu lintas lokal.
Tahap Pengumpulan Data, meliputi kegiatan:
D
a. Pelaksanaan survei lapangan berupa survei karakteristik lalu lintas, survai inventarisasi, survai wawancara, dan survai pejalan kaki. Survai lapangan sangat diperlukan untuk menguji kehandalan metode analisis yang dibangun dan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk data instansional/sekunder.
b. Pengumpulan data dari sumber sekunder khususnya terkait dengan data yang berkaitan dengan sosio ekonomi, kondisi jaringan transportasi, data inventarisasi jalan, dan dokumen perencanaan serta peraturan yang ada. Survai sekunder juga ditujukan untuk mendapat hasil studi terdahulu, literatur-literatur, kebijakan-kebijakan, dan informasi lain yang terkait. Survai sekunder dilakukan dengan mengunjungi. c. Pelaksanaan survei wawancara ke instansi-instansi terkait dan para pakar dibidang manajemen lalu lintas lokal. Survai wawancara dilakukan untuk menghimpun pendapat pihak-pihak yang terkait dengan masalah manajemen lalu lintas lokal, pemilihan teknik, prosedur aplikasi, dan lain-lain.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-3
LAPORAN AKHIR
5.4.
TAHAP ANALISIS Tahap Analisis, meliputi kegiatan: a. Penyusunan Pedoman Pedoman diperlukan sebagai bahan bagi daerah dalam menyusun konsep manajemen lalu lintas lokal dan khususnya dalam manajemen pejalan kaki. Pedoman yang dibuat merupakan penyesuaian dari beberapa standar yang terdapat di beberapa Negara dengan penyesuaian terhadap karakteristik Indonesia. Penetapan Grand Design Dalam menetapkan grand design, akan dipergunakan beberapa indikator kinerja lalu lintas, seperti kecepatan ruas, mobiilitas pergerakan penduduk, dan antrian. Untuk mendapatkan indikator-indikator ini, akan diaplikasikan model lalu lintas dan model transportasi.
.B ST P
b.
Dalam grand design akan dilakukan analisa terhadap daerah studi dengan indikator-indikator makro. Dalam tahap ini dipergunakan data-data sekunder yang berasal dari studi terdahulu. Masukan utama dalam analisa ini adalah data asal tujuan perjalanan. Data-data dari survai primer akan dipergunakan untuk validasi model. Dalam grand design akan dilihat pengaruh setiap strategi terhadap perbaikan kinerja lalu lintas, khusunya dari segi lingkungan. Penetapan Action Plan Dalam penetapan action plan, diperlukan penetapan prioritas. Action plan disusun berdasarkan beberapa kriteria dan juga keterkaitan antara satu strategi dengan strategi yang lain. Untuk menetapkan prioritas akan dipergunakan model multikriteria analysis.
D
IT
c.
d.
Penetapan Detailed Engineering Design (DED) DED yang disusun tidak akan terlepas dari grand design dan action plan yang ada. DED merupakan pendalaman dari action plan prioritas. DED akan difokuskan pada pengembangan manajemen pejalan kaki. Lokasi yang dipilih untuk dilakukan DED merupakan lokasi yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan seluruh strategi dalam Grand Design. Terdapat beberapa alternatife lokasi DED, seperti daerah Stasiun Kota Bogor, terminal Baranagsiang, sekitar Kebun Raya Bogor, Jalan Pajajaran , dan lainlain. Dengan pertimbangan bahwa salah satu fungsi moda jalan kaki adalah untuk mengintegrasikan antara satu moda dengan moda yang lain dan untuk
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-4
LAPORAN AKHIR
D
IT
.B ST P
mengurangi kemacetan lalu lintas, maka penataan fasilitas pejalan kaki di sekitar stasiun Kota Bogor dipilih sebagai lokasi DED. Stasiun Kota Bogor juga merupakan lokasi pejalan kaki terbesar, mengingat puluhan ribu penumpang kereta api memadati stasiun Kota Bogor setiap harinya.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V-5
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
V - vi
LAPORAN AKHIR
6 ANALISA HASIL SURVEY 6.1.
PENDAHULUAN Sebagai salah satu dasar dalam menyusun Grand Design fasilitas pejalan kaki,
action plan, dan DED, maka diperlukan informasi mengenai karakteristik lalu lintas dan pejalan kaki di daerah studi. Pada studi ini dilakukan 5 jenis survai yaitu: a. Survai perhitungan volume lalu lintas terklasifikasi.
.B ST P
Survai perhitungan volume lalu lintas dilakukan di 19 Lokasi. Pada salah satu lokasi, yaitu di Jembatan Penyeberangan Baranang Siang, dilakukan survai perhitungan volume lalu lintas selama 24 jam. Tujuan survai 24 jam adalah untuk mengetahui jam-jam sibuk di Kota Bogor dari segi lalu lintas, mengetahui total volume lalu lintas dalam satu hari, dan mengetahui komposisi jenis kendaraan pada volume lalu lintas selama satu hari.
Pada 18 lokasi lainnya dilakukan survai selama 2 jam pada jam sibuk pagi dan 2 jam pada jam sibuk sore. Tujuan survai ini adalah untuk mengetahui
IT
kepadatan lalu lintas pada jam-jam sibuk di lokasi-lokasi tersebut, sehingga bisa dilakukan penetapan prioritas penanganan.
D
b. Survai kecepatan lalu lintas Kecepatan merupakan salah satu indikator kinerja lalu lintas. Untuk mengetahui kecepatan pada ruas-ruas jalan di daerah studi, dilakukan survai kecepatan lalu lintas dengan metode Moving Car Observer. Ruas-ruas yang dilakukan survai kecepatan adalah ruas-ruas dimana dilakukan survai perhitungan volume lalu lintas terklasifikasi. c. Survai Asal Tujuan Kendaraan Survai asal tujuan kendaraan dilakukan untuk mengetahui panjang perjalanan rata-rata kendaraan pada daerah studi dan untuk mengetahui karakteristik pemilihan rute pelaku perjalanan. Survai asal tujuan perjalanan dilakukan menggunakan metodi pencatatan plat nomor kendaraan. Survai ini dilakukan 2 jam pada jam sibuk pagi di hari kerja.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 1
LAPORAN AKHIR
d. Survai inventarisasi jalan Survai inventarisasi jalan dilakukan untuk mengetahui kondisi detil dari badan jalan dan perlengkapannya, serta daerah di sekitar jalan. Hasil survai disamping sebagai dasar dalam penetapan prioritas penanganan juga akan dipergunakan dalam perhitungan kapasitas jalan. e. Survai perhitungan volume pejalan kaki Pejalan kaki merupakan fokus utama dari studi ini, sehingga survai volume pejalan kaki pada lokasi-lokasi kegiatan sangat penting untuk dilakukan. Pejalan kaki yang dihitung adalah pejalan kaki yang menyusur jalan ataupun menyeberang. Survai pejalan kaki akan dipergunakan untuk menetapkan fasilitas pejalan kaki dan dimensi dari fasilitas tersebut. Survai wawancara terhadap masyarakat Survai
.B ST P
f.
wawancara
terhadap
masyarakat
ditujukan
untuk
mengetahui
karakteristik pelaku pejalan kaki dan keinginan-keinginan mereka. Hal ini sangat penting untuk diketahui agar kebijakan-kebijakan yang diambil dapat diterima oleh masyarakat pengguna. Survai wawancara ini dilakukan terhadap 500 responden, dimana 250 adalah responen yang sedang berjalan kaki, dan 250 yang lain adalah responden yang berada di lokasi-lokasi kegiatan.
VOLUME LALU LINTAS Survai
selama
24
jam
dilakukan
IT
6.2.
di
sekitar
Jembatan
Penyeberangan
Baranangsiang. Perhitungan dilakukan untuk tiap 15 menit. Dalam melakukan
D
perhitungan volume per jam, dipergunakan metode kumulatif dengan pergeseran setiap 15 menit, seperti 09.15-10-15, 9.30-10.30 dan seterusnya. Untuk arah simpang Baranang ke simpang Tugu Kujang, volume tertinggi pada pagi hari terjadi pada pukul 07.00-08.00, sedangkan pada malam hari terjadi pada 20.30-21.30. Volume lalu lintas pada jam sibuk sore lebih tinggi dari jam sibuk pagi. Pada jam sibuk pagi, volume lalu lintas sebagian besar kemungkinan merupakan volume lalu lintas yang berkaitan dengan kegiatan di Kota Bogor dan sekitarnya, sedangkan pada jam sibuk malam lebih banyak merupakan lalu lintas komuter yang kembali dari Jakarta dan daerah sekitar Kota Bogor.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 2
LAPORAN AKHIR
Gambar 6.1. Volume Lalu Lintas Jalan Pajajaran Arah Simpang Baranangsiang – Tugu Kujang
.B ST P
Pada arah sebaliknya, dari simpang Tugu Kujang ke simpang Baranangsiang, jam sibuk pagi justru terjadi pada pukul 9.30-10.30, sedangkan jam sibuk sore cenderung menyebar dengan puncaknya terjadi pada pukul 19.00-20.00. Hal ini
D
IT
merupakan fenomena menarik yang perlu dipelajari lebih detil.
Gambar 6.2. Volume Lalu Lintas Jalan Pajajaran Arah Tugu Kujang - Simpang Baranangsiang Dari segi komposisi lalu lintas, jenis kendaraan pribadi seperti sedan, minibus dan pick up menempati posisi tertinggi yaitu 45%, sedangkan angkot berada di posisi kedua dengan 23%. Moda lain yang dominan adalah sepeda motor dengan Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 3
LAPORAN AKHIR
prosentase 17%, sedangkan jenis kendaraan lain relative kecil. Dari sisi manajemen lalu lintas, kondisi di daerah studi sudah cukup baik dimana tidak terdapat kendaraan tidak bermotor yang berfungsi sebagai angkutan umum
.B ST P
maupun barang seperti becak dan gerobak.
Gambar 6.3. Komposisi Volume Lalu Lintas di Daerah Studi
V/C RASIO DAN KECEPATAN
IT
6.3.
Hasil dari survai volume lalu lintas pada ruas-ruas jalan dipergunakan untuk
D
menilai rasio volume lalu lintas dan kapasitas jalan (V/C ratio). V/C ratio merupakan indiktor kinerja lalu lintas yang menunjukkan tingkat kepadatan tiap ruas jalan. Untuk menjumlah volume lalu lintas dari tiap-tiap jenis kendaraan yang berbeda,
dipergunakan
satuan
SMP
(satuan
mobil
penumpang)
dengan
mempergunakan metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia). MKJI juga dipergunakan dalam perhitungan kapasitas tiap ruas jalan. Untuk mengukur kecepatan pada tiap ruas jalan dilakukan survai Pengamat Bergerak (Moving Car Observer/MCO). Kecepatan merupakan indikator mobilitas yang merupakan gabungan dari beberapa karakteristik supply, karakteristik lalu lintas, dan perilaku pengemudi. Dengan data kecepatan dapat diketahui perbedaan antara kecepatan desain atau kecepatan yang diinginkan dengan kecepatan lalu lintas sebenarnya.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 4
LAPORAN AKHIR
Tabel 6.1. Nama Ruas Jalan
1
Jl. Raya Tajur
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jl. Pajajaran 2
Jl. Pajajaran 3
Jl. Pajajaran 4
Jl. Pajajaran 5
Jl. Pajajaran 6
Jl. KS Tubun 1
Jl. KS Tubun 2
Jl. KS. Tubun 3
Ciawi – Ekalokasari Ekalokasari – Ciawi Ekalokasari – Baranangsiang BaranangsiangEkalokasari Tugu KujangRumdin WK Rumdin WKTugu Kujang Rumdin WKPangrango PangrangoRumdin WK PangrangoMarwan MarwanPangrango MarwanBantarjati BantarjatiMarwan BantarjatiWarung Jambu Warung JambuBantarjati Warung JambuBORR BORRWarung Jambu BORRTalang Talang – BORR Talang – POMAD POMADTalang DENPOMSMA 1 SMA 1DENPOM SMA 1Paledang PaledangSMA 1 PaledangBTM BTMPaledang BTMPasar Bogor Pasar BogorTugu Kujang Tugu Kujang – Pasar Bogor Rumdin WKLap. Sempur Lap. SempurDENPOM DENPOMLap. Sempur
IT
3
Jl. Pajajaran 1
Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang Simpang
Jl. Ir. H. Djuanda 1
D
2
Segmen
Jl. Ir. H. Djuanda 2
Jl. Ir. H. Djuanda 3
14
Jl. Ir. H. Djuanda 4
15
Jl. Otto Iskandardinata
16
Jl. Jalak Harupat 1
17
Jl. Jalak Harupat 2
Kapasitas per arah (smp/jam)
Volume (smp/jam)
V/C
Kecepatan (km/jam)
1439.3
1204.1
0.84
30.00
1439.3
1011.3
0.70
32.62
3284.2
1095.1
0.33
26.25
3385.8
1036.5
0.31
30.73
3278.9
1723.4
0.53
33.33
3278.9
994.8
0.30
37.50
3492.7
950.3
0.27
25.71
3492.7
879.2
0.25
27.69
3385.8
753.5
0.22
30.00
3385.8
935.2
0.28
34.29
.B ST P
No.
V/C Rasio dan Kecepatan per Segmen
3492.7
732.6
0.21
34.29
3492.7
884.2
0.25
36.92
3492.7
765.2
0.22
36.52
3492.7
975.1
0.28
38.18
3385.8
642.1
0.19
23.08
3385.8
1112.3
0.33
27.27
2943
914.1
0.31
24.55
2943
1259.9
0.43
27.00
3041.1
1340.6
0.44
23.53
3041.1
1355.1
0.45
27.91
2737
1587.8
0.58
28.42
2648.7
1188.4
0.45
33.75
2569.2
1587.8
0.62
37.50
2648.7
1667.2
0.63
37.50
2648.7
1550.6
0.59
25.71
2654.9
1566.5
0.59
32.73
5,260.46
1641.4
0.31
22.50
2,648.70
65.1
0.02
27.69
2,648.70
928.2
0.35
32.73
4522.7
887.8
0.20
38.57
1618.6
1348
0.83
27.27
1618.6
770.4
0.48
35.29
V/C Rasio dan kecepatan persegmen dapat dilihat pada tabel 6.1 diatas dimana V/C Rasio tertinggi yaitu pada ruas Jalan Raya Tajur dari Simpang Ciawi ke arah Simpang Ekalokasari sebesar 0,84 sedangkan V/C rasio terendah pada Jalan Otto Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 5
LAPORAN AKHIR
Iskandardinata dari Simpang Pasar Bogor ke arah Simpang Tugu Kujang sebesar 0,02. Volume kendaraan pada Jalan Otto Iskandardinata yang rendah disebabkan adanya pedagang kaki lima dan angkutan kota (angkot) yang berhenti, sehingga banyak pengguna jalan menghindari ruas ini. Meskipun V/C rasio pada jalan ini rendah, akan tetapi kecepatan lalu lintas juga rendah. Kecepatan pada ruas ini hanya 27.69 km/jam. Kecepatan terbaik yaitu pada ruas jalan Otto Iskandardinata dari Simpang Tugu Kujang ke arah Simpang Pasar Bogor dengan kecepatan 38,57 km/jam, sedangkan kecepatan terburuk pada ruas jalan Jl. Ir. H. Djuanda 4 dari Simpang BTM ke arah Simpang Pasar Bogor dengan kecepatan 22,5 km/jam. Secara rata-rata, kecepatan pada daerah studi sebesar 29.77 km/jam. Kecepatan
.B ST P
sebesar 29.77 km/jam untuk rata-rata jam sibuk dan di luar sibuk tergolong rendah. Kecapatan pada jam sibuk di beberapa ruas antara 10-15 km/jam. Sebagai perbandingan, kecepatan rata-rata lalu lintas di jalan non tol di Jakarta sebesar 20 km/jam.
6.4.
ASAL TUJUAN
Survai asal tujuan kendaraan dengan metode pencatatan plat nomor kendaraan dilakukan untuk mengetahui karakteristik pilihan rute, panjang perjalanan, dan
IT
ruas-ruas yang menarik dan membangkitkan perjalanan. Survai asal tujuan perjalanan dilakukan satu jam pada jam sibuk pagi.
D
Asal tujuan perjalanan dalam studi ini dibagi menjadi 8 lokasi yaitu Jalan Pajajaran 1, Jalan Surya Kencana, , Jalan R. Saleh Bustaman, Jalan Paledang, Jalan Kapten Muslihat, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Salak, dan Jalan Pajajaran 2. Lokasi asal tujuan perjalanan seperti terlihat pada Gambar 6.4. Berdasarkan pembagian asal dan tujuan perjalanan dalam wilayah studi berupa titik pada ruas jalan sebagai mana pada Gambar 6.4, maka dapat dibuat matrik jarak antara asal dan tujuan kendaraan dan jumlah kendaraan dari masing asal ke masing-masing tujuan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 6
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 6.4.
Pembagian Asal Tujuan Perjalanan
1
2
3
4
5
6
7
8
1
0
0.6
3.65
3.05
2.8
1.9
0.9
0.5
2
7.4
0
5.7
6.3
7.2
8.1
9.1
10
3
0.9
0.3
0
0.6
0.85
1.75
2.75
1.4
4
1.5
0.9
0.6
0
0.25
1.15
2.15
3.05
5
1.75
1.15
0.85
0.25
0
0.9
1.9
2.8
6 7 8
IT
OD
Matrik Jarak (Km)
D
Tabel 6.2.
3.1
2.05
1.75
1.45
0.55
0
1
1.9
1.4
3.05
2.75
2.15
1.9
1
0
0.9
0.5
3.95
3.65
3.05
2.8
1.9
0.9
0
Matrik jarak antara zona dapat dilihat bahwa jarak terpanjang yaitu dari zona 2 ke zona 7 dengan panjang 9, 1 km, sedangkan jarak terpendek yaitu dari zona 4 ke zona 5 dengan panjang 0, 25 km.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 7
LAPORAN AKHIR
Tabel 6.3.
Matrik Asal Tujuan Sepeda Motor
OD
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
1
0
46
56
0
276
92
79
506
1055
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
79
322
0
138
207
138
92
65
1041
4
111
327
83
0
14
106
129
143
913
5
97
240
120
0
0
125
143
0
725
6
102
373
106
51
194
0
332
0
1158
7
198
378
180
10
419
235
0
0
1420
8
603
10
0
0
56
28
0
0
697
Total
1190
1696
545
199
1166
724
775
714
.B ST P
Matrik perjalanan sepeda motor tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 1 ke zona 8 dengan jumlah perjalanan sebanyak 506 kendaraan, ada beberapa zona yang tidak ada pergerakan dengan jumlah perjalanan 0 yaitu dari zona 2 ke zona 1, zona 2 ke zona 3, zona 1 ke zona 4, zona 2 ke zona 4, zona 2 ke zona 5, zona 2 ke zona 6, zona 2 ke zona 7, zona 2 ke zona 8, zona 5 ke zona 8, zona 6 ke zona 8, zona 7 ke zona 8, zona 5 ke zona 4, zona 8 ke zona 3, zona 8 ke zona 4 dan dari zona 8 ke zona 7.
OD
1
2
3
4
5
6
7
8
0
22
26
0
129
43
37
237
494
D
1
Matrik Asal Tujuan Kendaraan Pribadi
IT
Tabel 6.4.
Total
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
37
151
0
65
97
65
43
31
489
4
52
153
39
0
7
50
61
67
429
5
46
112
56
0
0
59
67
0
340
6
48
175
50
24
91
0
155
0
543
7
93
177
84
5
196
110
0
0
665
8
282
5
0
0
26
13
0
0
326
Total
558
795
255
94
546
340
363
335
Matrik perjalanan mobil pribadi tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 8 ke zona 1 dengan jumlah perjalanan sebanyak 282 kendaraan, ada beberapa zona yang tidak ada pergerakan dengan jumlah perjalanan 0 yaitu dari zona 1 ke zona 4, zona 2 ke zona 1, zona 2 ke zona 3, zona
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 8
LAPORAN AKHIR
2 ke zona 4, zona 2 ke zona 5, zona 2 ke zona 6, zona 2 ke zona 7, zona 2 ke zona 8, zona 5 ke zona 4, zona 5 ke zona 8, zona 6 ke zona 8, zona 7 ke zona 8, zona 8 ke zona 3, zona 8 ke zona 4, dan dari zona 8 ke zona 7. Tabel 6.5.
Matrik Asal Tujuan Angkutan Umum
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
1
0
0
0
0
329
94
0
211
634
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
249
32
0
273
85
0
0
0
639
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
364
0
0
0
0
167
0
531
6
0
0
0
0
0
0
123
0
123
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
202
0
0
0
0
0
0
0
202
Total
451
396
0
273
414
94
290
211
.B ST P
OD
Matrik perjalanan angkutan umum tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 5 ke zona 2 dengan jumlah perjalanan sebanyak 364 kendaraan, ada beberapa zona yang tidak ada pergerakan dengan jumlah perjalanan 0.
1
2
D
OD
Matrik Asal dan Tujuan Truk Sedang
IT
Tabel 6.6.
3
4
5
6
7
8
Total
1
0
1
1
0
2
1
1
34
40
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
3
0
1
2
1
1
1
10
4
1
3
1
0
1
1
1
1
9
5
1
2
1
0
0
1
1
0
6
6
1
3
1
1
2
0
3
0
11
7
2
3
2
1
3
2
0
0
13
8
19
1
0
0
1
1
0
0
22
Total
25
16
6
3
11
7
7
36
Matrik perjalanan truk sedang tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 1 ke zona 8 dengan jumlah perjalanan sebanyak 34 kendaraan, ada beberapa zona yang tidak ada pergerakan dengan jumlah
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 9
LAPORAN AKHIR
perjalanan 0. Tabel 6.7.
Matrik Asal Tujuan Truk Besar
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
1
0
1
1
0
1
1
1
3
8
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
1
0
1
1
1
1
1
7
4
1
1
1
0
1
1
1
1
7
5
1
1
1
0
0
1
1
0
5
6
1
2
1
1
1
0
1
0
7
7
1
2
1
1
2
1
0
0
8
8
4
1
0
0
1
1
0
0
7
Total
9
9
5
3
7
6
5
5
.B ST P
OD
Matrik perjalanan truk besar tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 8 ke zona 1 dengan jumlah perjalanan sebanyak 4 kendaraan, ada beberapa zona yang tidak ada pergerakan dengan jumlah perjalanan 0. Tabel 6.8. Matrik Asal Tujuan Bus Sedang 1
1
0
2
3
4
5
6
7
8
Total
0
0
0
1
0
0
21
22
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
2
D
3
2
IT
OD
4
0
1
0
0
0
0
0
0
1
5
0
1
0
0
0
0
0
0
1
6
0
2
0
0
1
0
1
0
4
7
1
2
1
0
2
1
0
0
7
8
17
0
0
0
0
0
0
0
17
Total
18
7
1
0
5
1
1
21
Matrik perjalanan bus sedang tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 1 ke zona 8 dengan jumlah perjalanan sebanyak 21 kendaraan, ada beberapa zona yang tidak ada pergerakan dengan jumlah perjalanan 0.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 10
LAPORAN AKHIR
Tabel 6.9.
Matrik Asal Tujuan Bus Besar
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
1
0
0
0
0
0
0
0
2
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
3
0
0
0
0
0
0
0
3
Total
3
0
0
0
0
0
0
2
.B ST P
OD
Matrik perjalanan bus besar tiap zona dapat dilihat bahwa jumlah pergerakan terbanyak dari zona 8 ke zona 1 dengan jumlah perjalanan sebanyak 3 kendaraan, sebagian besar zona tidak ada pergerakan dengan jumlah perjalanan 0.
6.5.
VOLUME PEJALAN KAKI
Survai pejalan kaki dilakukan di 3 lokasi yaitu Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Kapten Muslihat, dan Jalan Otto Iskandardinata. Survai pejalan kaki dilakukan dengan
IT
menghitung jumlah pejaln kaki yang menyusur jalan dan yang menyeberang. Hasil dari survai ini dipergunakan untuk menentukan fasilitas pejalan kaki baik disisi
D
jalan maupun fasilitas untuk menyeberang. 1. Lokasi Jalan Nyi Raja Permas (Depan Stasiun) Tabel 6.10. Aktivitas Pejalan kaki ruas jalan Nyi Raja Permas per 1 (satu) jam. Jumlah orang Aktivitas pejalan kaki Menyeberang Jalan Menyusuri trotoar sebelah kiri Menyusuri trotoar sebelah kanan
15 menit
15 menit
15 menit
15 menit
Total
pertama
kedua
ketiga
keempat
1 jam
4
8
5
11
28
207
248
226
273
954
9
11
13
17
50
Aktivitas pejalan kaki pada ruas jalan Ny Raja Permas (depan Stasiun) per 1 (satu) jam adalah yang menyeberang jalan sebanyak 28 orang, yang menyusuri trotoar
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 11
LAPORAN AKHIR
sebelah kiri sebanyak 954 orang dan yang menyusuri trotoar sebelah kanan sebanyak 50 orang. Kebutuhan Fasilitas Penyeberangan : Untuk menentukan kebutuhan fasilitas penyeberangan digunakan rumus : P x V² Dimana : P = Pejalan kaki yang menyeberang jalan / jam V = Volume kendaraan tiap jam dalam dua arah (kend/jam) Dari keenam data di atas, dipilih empat data PV² terbesar dan nilai P dan V terbesar dihitung rata – ratanya untuk menentukan jenis penyeberangan. =
28
V rata – rata
=
53 Smp/Jam
PV²
=
28 x ( 53 ) ²
.B ST P
P rata – rata
=
78652
Tabel 6.11. Kriteria Jenis Penyeberangan
PV² > 10 8
P
REKOMENDASI
V
AWAL
50 – 1.100
300 – 500
Zebra Cross (ZC)
50 – 1.100
400 – 750
ZC dgn pelindung
50 – 1.100
> 500
Pelikan (P)
> 10 8
> 1.100
> 500
Pelikan (P)
> 2x10 8
50 – 1.100
> 700
P dgn Pelindung
> 400
P dgn Pelindung
> 2x10 8
D
IT
> 10 8
> 2x10 8
> 1.100
Sesuai dengan perhitungan diatas maka disarankan fasilitas untuk pejalan kaki adalah jenis penyeberangan Zebra cross. Untuk menentukan
tingkat kebutuhan dimaksud digunakan metode – metode
yang mungkin terjadi antara pejalan kaki dengan arus lalu lintas kendaraan. Hal tersebut dengan memperhatikan pula karakteristik pejalan kaki. Untuk
mengetahui
kebutuhan
lebar
trotoar
yang
dipergunakan
dengan
menggunakan rumus : Wd = ( P / 35 ) + N Dimana : Wd
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
= Lebar trotoar yang dibutuhkan
VI - 12
LAPORAN AKHIR
P
= Arus pejalan kaki per menit
N
= Kostanta
Untuk menentukan nilai N dipengaruhi oleh keadaan lingkungan disekitar fasilitas pejalan kaki tersebut. Tabel 6.12. Konstanta untuk Nilai " N " N (meter) 1,5 1 0,5
JENIS JALAN Jalan daerah pertokoan dengan kios dan etalase Jalan daerah pertokoan tanpa etalase Semua jalan selain jalan diatas
.B ST P
Tabel 6.13. Tabel aktivitas pejalan kaki yang menyusuri trotoar jalan Nyi Raja Permas Aktifitas Pejalan Kaki
Volume Per Jam
Volume Per menit
Hasil
Menyusuri trotoar sebelah kiri
954
15.9
1.95
Menyusuri trotoar sebelah kanan
50
0.83
1.52
Wd
= ( P / 35 ) + N
= ( 15.9 / 35 ) + 1.5
= 1.95 meter
Menurut perhitungan besar trotoar sebelah kiri yang dibutuhkan adalah
IT
sebesar 1.95 meter Wd
= ( P / 35 ) + N
D
= ( 0.83 / 35 ) + 1.5
= 1.52 meter
Menurut perhitungan besar trotoar sebelah kanan yang dibutuhkan adalah sebesar 1.52 meter
2. Lokasi Jalan Kapten Muslihat Tabel 6.14. Aktivitas Pejalan kaki ruas jalan Kapten Muslihat per 1 (satu) jam. Jumlah orang Aktivitas pejalan kaki
15 menit
15 menit
15 menit
15 menit
Total
pertama
kedua
ketiga
Keempat
1 jam
Menyeberang Jalan
35
43
47
38
163
Menyusuri trotoar sebelah kiri
68
72
89
71
300
Menyusuri trotoar sebelah kanan
107
128
118
125
478
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 13
LAPORAN AKHIR
Aktivitas pejalan kaki pada ruas jalan Kapten Muslihat per 1 (satu) jam adalah yang menyeberang jalan sebanyak 163 orang, yang menyusuri trotoar sebelah kiri sebanyak 300 orang dan menyusuri trotoar sebelah kanan sebanyak 478 orang. Untuk menentukan kebutuhan fasilitas penyeberangan digunakan rumus : P x V² Dimana : P = Pejalan kaki yang menyeberang jalan / jam V = Volume kendaraan tiap jam dalam dua arah (kend/jam) Dari keenam data di atas, dipilih empat data PV² terbesar dan nilai P dan V terbesar dihitung rata – ratanya untuk menentukan jenis penyeberangan. =
163
V rata – rata
=
1823,1 Smp/Jam
PV²
=
163 x ( 1823,1 ) ²
.B ST P
P rata – rata
=
541762058,4
Tabel 6.15. Kriteria jenis Penyeberangan
PV² > 10 8
P
REKOMENDASI
V
AWAL
50 – 1.100
300 – 500
Zebra Cross (ZC)
50 – 1.100
400 – 750
ZC dgn pelindung
50 – 1.100
> 500
Pelikan (P)
> 10 8
> 1.100
> 500
Pelikan (P)
> 2x10 8
50 – 1.100
> 700
P dgn Pelindung
> 400
P dgn Pelindung
> 2x10 8
D
IT
> 10 8
> 2x10 8
> 1.100
Sesuai dengan perhitungan diatas maka disarankan fasilitas untuk pejalan kaki adalah jenis penyeberangan Pelikan. Untuk menentukan
tingkat kebutuhan dimaksud digunakan metode – metode
yang mungkin terjadi antara pejalan kaki dengan arus lalu lintas kendaraan. Hal tersebut dengan memperhatikan pula karakteristik pejalan kaki. Untuk
mengetahui
kebutuhan
lebar
trotoar
yang
dipergunakan
dengan
menggunakan rumus : Wd = ( P / 35 ) + N Dimana : Wd P
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
= Lebar trotoar yang dibutuhkan = Arus pejalan kaki per menit
VI - 14
LAPORAN AKHIR
N
= Kostanta
Untuk menentukan nilai N dipengaruhi oleh keadaan lingkungan disekitar fasilitas pejalan kaki tersebut. Tabel 6.16.
Konstante untuk Nilai " N "
N (meter)
JENIS JALAN
1,5
Jalan daerah pertokoan dengan kios dan etalase
1
Jalan daerah pertokoan tanpa etalase
0,5
Semua jalan selain jalan diatas
Tabel 6.17. Aktivitas pejalan kaki yang menyusuri trotoar jalan Kapt. Muslihat Volume Per Jam
Volume Per menit
Hasil
Menyusuri trotoar sebelah kiri
300
5
1.64
Menyusuri trotoar sebelah kanan
478
7.97
1.73
.B ST P
Aktifitas Pejalan Kaki
Wd = ( P / 35 ) + N
= ( 5 / 35 ) + 1.5 = 1.64 meter
Menurut perhitungan besar trotoar sebelah kiri yang dibutuhkan adalah sebesar 1.64 meter
IT
Wd = ( P / 35 ) + N
= ( 7,97 / 35 ) + 1.5
D
= 1.73 meter
Menurut perhitungan besar trotoar sebelah kanan yang dibutuhkan adalah sebesar 1.73 meter
3. Lokasi Jalan Otto Iskandardinata Tabel 6.18. Aktivitas Pejalan kaki ruas jalan Otto Iskandardinata per 1 (satu) jam. Jumlah orang Aktivitas pejalan kaki
15 menit
15 menit
15 menit
15 menit
Total
pertama
kedua
ketiga
keempat
1 jam
Menyeberang Jalan
14
23
18
9
64
Menyusuri trotoar sebelah kiri
52
61
77
57
247
Menyusuri trotoar sebelah kanan
29
17
24
27
97
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 15
LAPORAN AKHIR
Aktivitas pejalan kaki pada ruas jalan Otto Iskandardinata per 1 (satu) jam adalah yang menyeberang jalan sebanyak 64 orang, yang menyusuri trotoar sebelah kiri sebanyak 247 orang dan yang menyusuri trotoar sebelah kanan sebanyak 97 orang. Untuk menentukan kebutuhan fasilitas penyeberangan digunakan rumus sebagai berikut : P x V² Dimana : P = Pejalan kaki yang menyeberang jalan / jam V = Volume kendaraan tiap jam dalam dua arah (kend/jam) Dari keenam data di atas, dipilih empat data PV² terbesar dan nilai P dan V terbesar dihitung rata – ratanya untuk menentukan jenis penyeberangan. =
64
V rata – rata
=
928, 2 Smp/Jam
.B ST P
P rata – rata PV²
=
64 x ( 928,2 ) ²
=
55139535, 36
Tabel 6.19. Kriteria jenis Penyeberangan PV²
REKOMENDASI
V
AWAL
50 – 1.100
300 – 500
Zebra Cross (ZC)
> 2x10 8
50 – 1.100
400 – 750
ZC dgn pelindung
> 10 8
50 – 1.100
> 500
Pelikan (P)
D
IT
> 10 8
P
> 10 8
> 1.100
> 500
Pelikan (P)
> 2x10 8
50 – 1.100
> 700
P dgn Pelindung
> 2x10 8
> 1.100
> 400
P dgn Pelindung
Sesuai dengan perhitungan diatas maka disarankan fasilitas untuk pejalan kaki adalah jenis penyeberangan Zebra cross. Untuk menentukan
tingkat kebutuhan dimaksud digunakan metode – metode
yang mungkin terjadi antara pejalan kaki dengan arus lalu lintas kendaraan. Hal tersebut dengan memperhatikan pula karakteristik pejalan kaki. Untuk
mengetahui
kebutuhan
lebar
trotoar
yang
dipergunakan
dengan
menggunakan rumus :
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 16
LAPORAN AKHIR
Wd = ( P / 35 ) + N Dimana : Wd
= Lebar trotoar yang dibutuhkan
P
= Arus pejalan kaki per menit
N
= Kostanta
Untuk menentukan nilai N dipengaruhi oleh keadaan lingkungan disekitar fasilitas pejalan kaki tersebut. Tabel 6.20. Konstanta untuk Nilai " N " N (meter)
JENIS JALAN
1,5
Jalan daerah pertokoan dengan kios dan etalase
1
Jalan daerah pertokoan tanpa etalase Semua jalan selain jalan diatas
.B ST P
0,5
Tabel 6.21. Aktivitas pejalan kaki yang menyusuri trotoar jalan Otista Aktifitas Pejalan Kaki
Volume Per Jam
Volume Per menit
Hasil
Menyusuri trotoar sebelah kiri
247
4.12
1.62
Menyusuri trotoar sebelah kanan
97
1.62
1.55
Wd
= ( P / 35 ) + N
= ( 4,12 / 35 ) + 1.5
IT
= 1.62 meter
Menurut perhitungan besar trotoar sebelah kiri yang dibutuhkan adalah
D
sebesar 1.62 meter Wd
= ( P / 35 ) + N = ( 1,62 / 35 ) + 1.5 = 1.55 meter
Menurut perhitungan besar trotoar sebelah kanan yang dibutuhkan adalah sebesar 1.55 meter
6.6.
WAWANCARA Survai wawancara dilakukan terhadap 200 responden, dimana 100 responden merupakan orang yang sedang berjalan kaki dan 100 lainnya merupakan orang yang berada di lokasi aktifitas seperti kantor, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Tujuan survai wawancara adalah untuk mengetahui karakteristik pejalan kaki dan keinginan mereka akan fasilitas bagi pejaln kaki. Dari keseluruhan responden,
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 17
LAPORAN AKHIR
53% adalah perempuan dan 43% adalah laki-laki.
.B ST P
Gambar 6.5. Prosentase berdasarkan jenis kelamin Dari keseluruhan responden 28% menjawab tidak pernah berjalan kaki sebagai moda transportasi, 28% menyatakan bahwa mereka berjalan kaki sebagai moda transportasi sebanyak 2 kali sehari, dan 44% melakukan jalan kaki sebanyak 4 kali
D
IT
sehari.
Gambar 6.6. Sedangkan
Prosentase Berjalan Kaki merupakan bagian dari moda transportasi berdasarkan usia, kelompok tertinggi adalah usia 21-30 tahun dan
diikuti oleh usia 31-40 tahun. Fenomena yang menarik adalah bahwa kelompok usia 1-20 tahun merupakan kelompok terkecil dalam melakukan pejalan kaki dan teradapat 75 pejalan kaki yang berusi 51-60 tahun.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 18
LAPORAN AKHIR
Gambar 6.7. Prosentase berdasarkan Usia
.B ST P
Dari segi pendidikan, pejalan kaki sebagian besar adalah lulusan SMU/sederajat dan tidak ada yang berpendidikan sekolah dasar. Dengan komposisi tingkat
D
IT
pendidikan yang demikian, maka responden cukup respresentatif sebagai sampel.
Gambar 6.8. Prosentase berdasarkan Pendidikan Pekerjaan responden terbanyak adalah karyawan swasta, diikuti PNS dan pedagang. Kelompok pelajar dan mahasiswa hanya 4% yang merupakan kelompok terkecil.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 19
LAPORAN AKHIR
.B ST P
Gambar 6.9. Prosentase berdasarkan pekerjaan Sebagian besar pejalan kaki adalah pengguna angkutan umum berupa kereta api dan angkot. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pejalan kaki harus dibarengi
D
IT
dengan penataan angkutan umum.
Gambar 6.10.
Prosentase berdasarkan Kendaraan yang digunakan
Sebagian besar responden berpendapat bahwa kondisi lalu lintas di Kota Bogor tidak nyaman dan terdapat 20% responden yang berpendapat bahwa lalu lintas di Kota Bogor nyaman.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 20
LAPORAN AKHIR
Gambar 6.11. Prosentase pendapat tentang kondisi lalu lintas Responden berpendapat bahwa keberadaan pedagang kaki lima merupakan faktor
.B ST P
yang mengurangi daya tarik fasilitas pejalan kaki, diikuti kerusakan trotoar. Ketiadaan fasilitas pejalan kaki seperti trotoar juga manjadi hambatan yang cukup signifikan, diikuti ketiadaan fasilitas penyeberanganKekurangan fasilitas pejalan
D
IT
kaki.
Gambar 6.12. Prosentase terhadap kekurangan fasilitas pejalan kaki yang ada Dalam melakukan aktifitas berjalan kaki, pejalan kaki menggunakan fasilitas penyeberangan. 29% responden tidak menjawab, dan 28% menjawab tidak menggunakan fasilitas penyeberangan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 21
LAPORAN AKHIR
.B ST P
Gambar 6.13. Prosentase pejalan kaki menggunakan fasilitas penyeberangan Bagi responden yang tidak menggunakan fasilitas penyeberangan, mereka
D
IT
beralasan bahwa lokasi zebra cross terlalu jauh.
Gambar 6.14. Prosentase terhadap alasan tidak menggunakan fasilitas penyeberangan Sebagian besar pejalan kaki menginginkan fasilitas penyeberangan berupa zebra cross dengan lampu lalu lintas, diikuti jembatan penyeberangan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 22
LAPORAN AKHIR
Gambar 6.15. Prosentase terhadap fasilitas pejalan kaki yang paling nyaman Para pejalan kaki sebagian besar menempuh jarak 100-200 m, dan prosentase
D
IT
.B ST P
yang menempuh jarak di bawah 100 m dan diatas 200 m hampir sama.
Gambar 6.16. Prosentase terhadap jarak perjalanan pejalan kaki
Apabila fasilitas diperbaiki, para pejalan kaki umumnya mau menambah jarak berjalan kaki. Semula yang menempuh jarak 100-200m sekitar 50%, apabila fasilitas diperbaiki maka angka itu naik 8%. Prosentase yang mau menempuh jarak di atas 300 m sekitar 8%.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 23
LAPORAN AKHIR
.B ST P
Gambar 6.17. Prosentase terhadap jarak perjalanan pejalan kaki apabila fasilitas sudah diperbaiki Apabila fasilitas pejalan kaki diperbaiki, responden yang tadinya tidak berjalan kaki berubah sikap menjadi mau berjalan kaki. Responden rata-rata mau menempuh
D
IT
jarak di bawah 100m dan antara 100-200m.
Gambar 6.18. Prosentase terhadap kemauan pejalan kaki apabila fasilitas sudah diperbaiki Hampir sebagian besar pejalan kaki merupakan pengguna angkutan umum, baik angkot maupun Kereta Api. Sebagian berasal tujuan dari rumah kemudian naik/turun angkutan umum. Jumlah yang berjalan kaki dari/ke lokasi kegiatan dari naik/turun angkot juga cukup signifikan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 24
LAPORAN AKHIR
6.7.
.B ST P
Gambar 6.19. Prosentase terhadap asal tujuan pejalan kaki
INVENTARISASI
Survai inventarisasi jalan dilakkan untuk melihat kondisi stiap segmen jalan, sehingga bisa diketahui masalah yang ada dan dapat dipergunakan dalam menghitung kapasitas jalan. Adapun penampang melintang dan data inventarisasi masing-masing ruas jalan tersebut dapat diuraikan pada Tabel 6.22. Dari hasil inventarisasi dapat disimpulkan bahwa fasilitas pejalan kaki di Kota
IT
Bogor belum optimal. Secara umum fasilitas pejalan kaki di kota bogor adalah sebagai berikut:
Tidak semua ruas jalan mempunyai trotoar
Ruas jalan yang mempunyai trotoar dalam kondisi rusak dan tiak memenuhi
D
syarat teknis (tidak ada ram, lebar kurang)
Terdapat bottleneck
Trotoar banyak dipergunakan untuk kegiatan non pejalan kaki
Fasilitas pejalan kaki tidak terintegrasi dengan pelayanan angkutan umum
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 25
LAPORAN AKHIR
Tabel 6.22. Data Inventarisasi Jalan
2
Jl. Pajajaran 1
3
Jl. Pajajaran 2
4
Jl. Pajajaran 3
5
Jl. Pajajaran 4
6
Jl. Pajajaran 5
7
Jl. Pajajaran 6 Jl. Raya Kedung Halang (KS tubun) 1 Jl. Raya Kedung Halang (KS tubun) 2 Jl. Raya Kedung Halang (KS tubun) 3
8
9
10 11 12 13 14
Jl. Siliwangi 1 Jl. Siliwangi 2 Jl. Lawang Gintung Jl. Batu Tulis 1
MEDIAN
4/2 UD
5 Km
0
5/2 D
1 Km
5m
6/2 D
0, 75 Km
5m
6/2 D
0,45 Km
5m
6/2 D
0,3 Km
1m
4/2 D
1 Km
1m
4/2 D
2,9 Km
1m
Warung Jambu Tugu Narkoba
4/2 UD
0,65 Km
0
Tugu Narkoba Talang
4/2 UD
0,4 Km
Ekalokasari Ciawi Ekalokasari Pajajaran Indah Pajajaran Indah Pakuan Pakuan - Akses Tol Jagorawi Akses Tol Jagorawi - Tugu Kujang Tugu Kujang Bogor Baru Bogor Baru Warung Jambu
Talang - Pomad Gang Aut Lawang Gintung Lawang Gintung Ekalokasari Lawang Gintung Cipaku Pahlawan Siliwangi
-
-
LEBAR RUAS
BAHU JALAN
KIRI
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
1m
2m
1m
1m
0
0
0
0
KANAN 10 m
DRAINASE
TROTOAR
TAMAN
12 m
8m
0
0
1,5 m
1m
0
2m
6m
3m
12 m
13 m
0
0
1,5 m
0
2m
0
2m
0
16 m
13 m
0
0
1m
0,7 m
2m
2m
5m
2m
11 m
11 m
0
0
0,5 m
0,5 m
1,5 m
2m
0
0
7,8 m
7,8 m
0
0
1m
0,5 m
2m
2m
3m
2m
7,8 m
7,8 m
0
0
2m
1m
2m
2m
3m
3m
12 m
0
0
1m
1m
1m
2m
0
0
0
12 m
0
0
1m
1m
0
1m
0
0
ST P
Jl. Raya Tajur
PANJANG RUAS
.B
1
TYPE JALAN
SEGMEN
IT
NAMA RUAS
D
NO
4/2 UD
1,8 Km
0
12 m
3m
3m
0,5 m
1,5 m
0
1,5 m
0
0
3/1 UD
1,5 Km
0
11 m
0
0
1m
1m
2m
2m
0
0
4/2 UD
0,5 Km
0
11 m
0
0
1m
1m
2m
1m
2m
2m
3/1 UD
1 Km
0
9m
0
0
1m
0,5 m
2m
2m
2m
1m
2/2 UD
0,45 Km
0
8m
0
0
1m
1m
2m
2m
2m
2m
-
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 26
LAPORAN AKHIR
16
Jl. Pahlawan 1
17
Jl. Pahlawan 2
18
Jl. Gang Aut
19
21
Jl. Dreded Jl. Raden Saleh Syarif Bustaman Jl. R. Aria Suryawinata
22
Jl. Ir. H. Djuanda 1
23
Jl. Ir. H. Djuanda 2
24
Jl. Ir. H. Djuanda 3
25
Jl. Kapten Muslihat
26 27
Jl. Paledang Jl. Otto Iskandardinata
28
Jl. Suryakencana
29
Jl. Jend. A. Yani
30
Jl. RE. Martadinata
31
Jl. Jend. Sudirman 1
20
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
8m
0
0
1m
1m
2m
2m
2m
2m
0
10 m
0
0
1m
0,5 m
2m
2m
1m
1m
0,95 Km
0
10 m
0
0
0,5 m
0,5 m
2m
2m
1m
1m
2/2 UD
0,35 Km
0
BNR - Pahlawan
2/2 D
0,45 Km
0,5 m
Empang - BTM
2/2 UD
0,4 Km
0
Empang - Pancasan Denpom - Kapten Muslihat Kapten Muslihat Denpom
2/2 UD
0,4 Km
0
4/2 UD
0,5 Km
0
4/2 UD
0,4 Km
Paledang - BTM Juanda - Jembatan Merah
4/2 UD 4/2 D
Juanda - Paledang Tugu Kujang Pasar Bogor Pasar Bogor - Gang Aut Dadali - Bundaran Air Mancur Bundaran air Mancur Cimanggu Bundaran Air Mancur Sawojajar
4/2 UD
Pahlawan Siliwangi Batu Tulis - Gang Aut Gang Aut Empang Pahlawan Siliwangi
PANJANG RUAS
MEDIAN
2/2 UD
0,45 Km
0
2/2 UD
0,9 Km
2/2 UD
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
KANAN
ST P
Jl. Batu Tulis 2
BAHU JALAN KIRI
TYPE JALAN
7m
DRAINASE
TROTOAR
TAMAN
0
0
0,5 m
0,5 m
2m
2m
0
0
0
0
0,5 m
0,5 m
0
0
0
0
10,8 m
0
0
0
1m
2m
2m
0
0
10,8 m
0
0
0
1m
2m
2m
0
0
5m
5m
7,5 m
8m
0
0
1m
0
1m
2m
1m
0
0
-
-
0
0
0
0,5 m
2m
2m
0
0
0,3 Km
0
-
0
0
0
0
2m
0
0
3m
0,6 Km
0,5 m
6,25 m
0
0
2,5 m
1m
2m
2m
1,8 m
4m
0,6 Km
0
4,25 m
0
0
1m
1m
2m
2m
0,7 m
4m
0,7 Km
0
6,25 m 4,25 m 8, 25 m
8,25 m
0
0
0
0
1m
2
0
1m
3/1 UD
0,95 Km
0
0
0
1m
1m
2m
2m
0
0
2/1 UD
2 Km
0
-
-
0
0
1m
1m
2m
2m
2m
2m
4/2 UD
1 Km
0
9m
9,5 m
0
0
0,75 m
0,7 m
2m
2m
3m
3m
4/2 UD
0,85 Km
0
7m
7m
0
0
1m
0
2m
2,5 m
2,5 m
6m
4/2 UD
.B
15
LEBAR RUAS KIRI
SEGMEN
IT
NAMA RUAS
D
NO
10 m
VI - 27
LAPORAN AKHIR
LEBAR RUAS
BAHU JALAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
0
7m
7m
0
0
1m
1m
2m
2m
2,5 m
2,5 m
0,4 Km
0
4,5 m
4,5 m
0
0
1m
3m
2m
2m
0
2m
3/1 UD
0,55 Km
0
4,5 m
4,5 m
0
0
2m
2m
2m
2m
0
0
3/1 UD
0, 6 Km
0
3,5 m
0
0
0
0
1m
1m
0
0
Mawar - Merdeka TK Pertiwi Mawar
4/2 UD
0,15 Km
0
3,5 m 6,75 m
6,75 m
0
0
0,5 m
0,5 m
1,5 m
1,5 m
0
0
4/2 UD
0
0
4,5 m
4,5 m
0
0
0,5 m
0,5 m
1,5 m
1,5 m
0
0
Mawar - Bubulak
4/2 UD
0
0
4,5 m
0
0
0,5 m
0,5 m
1,5 m
1,5 m
0
0
Talang - Pomad Jalak Harupat Marwan Veteran - Gunung Batu Ciomas - Gunung Batu
2/2 UD
1,6 Km
0
3,25 m
2m
2m
0,5 m
0,7 m
0
0
0
0
2/2 UD
0,8 Km
0
4,5 m 3,25 m 3, 85 m
3, 85 m
0
0
0
1m
1m
0
2m
2m
4/2 D
0,5 Km
0,5 m
7m
7m
0
0
0,8 m
0,8 m
2m
2m
1,5 m
1,5 m
2/2 D
0,55 Km
9m
7m
7m
1m
0,5 m
0,5 m
1m
1m
0
0
0
2/2 UD
1,75 Km
0
2,5 m
2,5 m
0
0,5 m
0
1m
0
0
0
1m
0
0
2,5 m
2,5 m
0
0
0,7 m
0
1m
0
0
0
4,5 m
0
0
0,7 m
0,7 m
2m
2m
1,5 m
1,5 m
4,35 m
1m
1m
1,5 m
1,5 m
2m
2m
0
0
48
Jl. Darul Qur'an Jl. Letjend Ibrahim Adjie
Ciomas - Pancasan Merdeka - Pasar Anyar Pasar anyar Pengadilan Pajajaran - Pasar Sukasari Karya Bhakti - Dr. Semeru Darul Qur'an IPB2
49
Jl. Merdeka 1
50
Jl. Merdeka 2
PANJANG RUAS
MEDIAN
4/2 UD
0,4 Km
2/1 UD
Salak - Denpom Veteran Dr. Semeru
Jl. Jend. Sudirman 2
33
Jl. Jalak Harupat 1
Sawojajar Denpom Pangrango Plaza Salak
34 35
Jl. Jalak Harupat 2 Jl. Perintis Kemerdekaan
36
Jl. Mawar
37
Jl. Dr. Semeru 1
38 39
Jl. Dr. Semeru 2 Jl. May. Ishak Djuarsa
40
Jl. Salak
41
Jl. Veteran
42
Jl. RE. Abdullah
43
Jl. Pasir Kuda
44
Jl. MA. Salmun
45
Jl. Pengadilan
46
Jl. Sukasari
47
2/2 UD
.B
32
IT
SEGMEN
D
NAMA RUAS
ST P
TYPE JALAN
NO
DRAINASE
TROTOAR
TAMAN
2/2 UD
0
0
2/2 UD
0,41 Km
0
4,5 m 4,35 m
2/2 UD
1 Km
0
3,5 m
3,5 m
3m
2m
0
0
0
0
0
0
2/2 UD
2,7 Km
0
3,5 m
3,5 m
1m
1m
0,5 m
0,5 m
0
0
0
0
Cimanggu - Mawar
2/2 UD
0,7 Km
0
6m
6m
0
0
0,5 m
0,5 m
1,5 m
1,5 m
0
0
Mawar - Jembatan
2/2 UD
0,65 Km
0
6m
6m
0
0
0,5 m
0,5 m
1,5 m
1,5 m
0
0
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 28
LAPORAN AKHIR
NO
NAMA RUAS
LEBAR RUAS
BAHU JALAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
0
4,5 m
4,5 m
0
0
0,7 m
0,7 m
0
2m
5m
4,5 m
1,3 Km
0
3m
3m
0
0
0,7 m
1m
0
1m
3m
3m
2/2 Ud
0,4 Km
0
Cilebut - Semplak Komp. Kp. Badak Narkoba
4/2 D
2,8 Km
6m
4/2 D
0,6 Km
6-3 m
Semplak - SBJ
2/2 D
0,9 Km
2m
SBJ - IPB 2
5/2 D
0,7 Km
0
3,5 m
2/2 UD
0,15 Km
0
4/2 UD
1 Km
4/2 UD
0,7 Km
SEGMEN
TYPE JALAN
PANJANG RUAS
MEDIAN
2/2 UD
1,45 Km
2/1 UD
DRAINASE
TROTOAR
TAMAN
57
Jl. Pemuda Jl. KH. Soleh Iskandar 1 Jl. KH. Soleh Iskandar 2 Jl. KH. Soleh Iskandar 3 Jl. KH. Abdullah Bin Nuh 1 Jl. KH. Abdullah Bin Nuh 2
58
Jl. Dramaga
59
Jl. Dadali
IPB2 - Galuga Kb. Pedes - A. Yani
60
Jl. Baru Bubulak
Galuga - Cifor
53 54 55 56
4,5 m
4,5 m
3m
0
0
0,7 m
0
1m
1m
3m
7m
12 m
3m
0
0,5 m
1m
0
0
0
0
7m
8m
0
0
1,5 m
1m
0
1m
2m
1m
3,5 m
3,5 m
3m
3m
0
0
0
0
0
0
7,5 m
0
0
2m
1m
0
0
2m
2m
7m
9m
2m
2m
0,7 m
0,7 m
0
0
0
0
0
4,5 m
4,5 m
0
0
1m
0,7 m
1m
1m
1,5 m
0
1m
6,5 m
6,5 m
0
0
1m
1m
1m
1m
1,5 m
1,5 m
.B
52
D
Jl. Tentara Pelajar
IT
Cimanggu warung Legok Bundaran Air Mancur Kb. Pedes Narkoba - Komp. Kp. Badak
51
ST P
Merah
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VI - 29
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VIII - xxx
LAPORAN AKHIR
7 RENCANA PROGRAM 7.1.
PENDAHULUAN Terdapat banyak pilihan dalam merencanakan desain fasilitas pejalan kaki. Dari pilihan-pilihan tersebut perlu dilakukan evaluasi. Kriteria yang tepat sangat dibutuhkan dalam evaluasi.
.B ST P
Dalam merencanakan fasilitas pejalan kaki, akan dipergunakan beberapa prinisp desain sebagai berikut: • Keterhubungan Kriteria ini berkaitan dengan kemudahan untuk menggunakan fasilitas pejalan kaki, konsistensi kualitas fasilitas pejalan kaki, memberikan alternatif kepada semua golongan masyarakat untuk memilih rute perjalanan, dan kontinuitas antar fasilitas pejalan kaki serta konektivitas antara fasiltas pejalan kaki dengan rute moda transportasi lainnya.
D
IT
Kemudahan untuk menggunakan fasilitas pejalan kaki terkait dengan ketersediaan rambu-rambu penunjuk arah dan lokasi serta penempatan rambu tersebut. Untuk mendapatkan konsistensi kualitas fasilitas pejalan kaki, maka perbedaan kualitas antara satu failitas dengan fasilitas yang lain harus dijaga seminimal mungkin. Agar dapat memberikan alternatif kepada semua golongan masyarakat, maka perlu ditetapkan tingkat pelayanan yang bisa berlaku untuk semua golongan masyarakat. •
Jarak Minimum Pejalan kaki akan berusaha mencari rute yang memerlukan sedikit tenaga, sehingga perlu dicari fasilitas pejalan kaki yang mempunyai jarak seminimal mungkin antara satu lokasi dengan lokasi lain dan antara satu fasilitas pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki lainnya.
•
Keselamatan Fasilitas pejalan kaki yang memperhatikan aspek keselamatan berkaitan dengan jumlah titik konflik antara pejalan kaki dengan moda lain maupun antara pejalan kaki dengan pejalan kaki, dan panjang fasilitas pejalan kaki yang mempunyai resiko kecelakaan besar. Resiko keselamatan pejalan kaki biasanya berkaitan dengan geometric design, jarak pandang, lajur kendaraan bermotor, dan kendaraan parkir yang membuka pintu.
•
Kenyamanan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 1
LAPORAN AKHIR
Kenyamanan pejalan kaki sangat dipengaruhi oleh kondisi perkerasan, perbedaan ketinggian antara fasilitas pejalan kaki dengan akses menuju tata guna lahan, kofigurasi antara trotoar dan ram, dan jumlah gangguan yang ada di jalur pejalan kaki seperti parkir, pedagang kaki lima, perlengkapan jalan, pohon, tiang listrik/telpon, dan lain-lain
7.2.
Daya tarik Fasilitas pejalan kaki harus mempunyai daya tarik sehingga tingkat penggunaannya akan optimal. Daya tarik fasilitas pejaln kaki akan meningkat apabila terpenuhi hal-hal sebagai berikut mendapat dukungan dari semua golongan masyarakat, mempunyai aspek visual yang menarik yang didukung dengan penerangan yang cukup dan lanskap yang baik. Hal lain yang mempengaruhi adalah persepsi masyarakat terhadap tingkat keamanan dan konektifitas dengan moda lainnya. Moda jalan kaki dan angkutan umum saling mendukung satu sama lain. Sistem angkutan umum yang baik, membutuhkan fasilitas pejalan kaki, karean jalan kaki merupakan feeder utama angkutan umum. Persepsi terhadap keamanan bisa meningkat bila terdapat penerangan yang cukup dan terdapat peralatan passive surveillance.
.B ST P
•
PERTIMBANGAN
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan transportasi di Kota Bogor adalah sebagai berikut:
D
IT
Keterkaiatan Kota Bogor dengan Wilayah Sekitarnya Kota Bogor secara geografis terletak di kawasan Jabodetabek di mana secara struktur ruang Provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam PKN Bodebek. Posisinya yang strategis sebagai bagian dari metropolitan Jakarta maka dalam perkembangan kotanya banyak dipengaruhi oleh perkembangan dan tuntuntan kegiatan dari sistem metropolitan Jabodetabek. Perencanaan Kota Bogor tidak mungkin hanya melihat Bogor sebagai suatu kota tunggal namun harus diperhatikan pula posisinya dalam lingkup regional. Keterkaitan Kota Bogor dalam lingkup regional meliputi: a. Aspek fisik lingkungan b. Sistem pusat pelayanan c. Jaringan jalan d. Kereta api e. Sebagai kota satelit Jakarta f. Pusat pelayanan sosial ekonomi g. Aspek utilitas Oleh sebab itu perencanaan fasilitas pejalan kaki di Kota Bogor tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan rencana pembangunan yang ada di daerah sekitarnya. Mengingat pentingnya Kota Bogor bagi kondisi transportasi di Jakarta,
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 2
LAPORAN AKHIR
maka pembangunan fasilitas pejalan kaki di Kota Bogor akan mendukung program pengembangan transportasi masal di Jakarta dan daerah lain disekitarnya.
.B ST P
Peran dan Fungsi Kota Penentuan peran dan fungsi kota didasarkan atas pertimbangan eksternal dan internal. Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan eksternal Kota Bogor adalah kebijakan yang terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Barat 2025 dan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor. Dari sisi internal, Kota Bogor berkembang menjadi kota Jasa, perdagangan, dan wisata. Sedangkan dari sisi eksternal, Kota Bogor merupakan daerah penyangga bagi Jakarta. Dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal, maka pengembangan fasilitas kendaraan tidak bermotor pada umumnya dan pejalan kaki pada khususnya, menjadi sangat penting untuk mengurangi kemacetan dan mendukung kegiatan jasa dan wisata.
IT
Penduduk Perkembangan penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang pesat dengan laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor selama 12 tahun (1995 ─ 2007) adalah sebesar 2,82 %. Proyeksi penduduk Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan metode proyeksi penduduk bunga berganda. Metode ini dipilih atas dasar pertimbangan bahwa Kota Bogor memiliki data yang baik dan perkiraan perkembangan wilayah yang pesat pada masa mendatang. Tahun proyeksi penduduk adalah dari tahun 2010 sampai tahun 2029, sesuai dengan akhir masa perencanaan. Perkembangan penduduk ini sudah mempertimbangkan penduduk migrasi selain pertambahan penduduk alami.
D
Jika dilihat dari proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor, pada tahun 2011 Kota Bogor sudah masuk dalam kategori kota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih besar dari satu juta jiwa. Hal ini tentu penting sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan pengembangan Kota Bogor dalam proses perencanaan tata ruang Kota Bogor yang tengah berjalan. Konsekwensi dari jumlah penduduk yang mencapai 1 juta jiwa pada tahun 2011 hingga 1,7 juta jiwa pada tahun 2029 maka Kota Bogor harus siap dalam hal infrastruktur penunjang aktivitas penduduk serta prasarana dan sarana umum penunjangnya. Salah satu prasarana yang penting adalah fasilitas pejalan kaki untuk mendukung sistem angkutan masal. Daya Dukung dan Daya Tampung Ruang Kota Bogor memiliki luas kota hanya 11.850 Ha yang terbagi menjadi 6 kecamatan dan harus mampu menampung seluruh kebutuhan ruang penduduknya. Saat ini kawasan yang telah terbangun mencapai kurang lebih 40% luas kota yang terdiri dari kawasan perumahan, perdagangan jasa, industri, prasarana sarana umum, prasarana transportasi, pemerintahan dan militer. Ruang yang telah dibangun ini dimanfaatkan oleh kurang lebih 900 juta jiwa penduduk (data 2007). Untuk tahun
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 3
LAPORAN AKHIR
akhir rencana yaitu tahun 2029, jumlah penduduk Kota Bogor diproyeksikan akan mencapai sekitar 1,7 juta jiwa sehingga luas lahan terbangun untuk menunjang aktivitasnya terutama lahan untuk perumahan akan meningkat pula, sedangkan luas Kota Bogor tidak berubah. Oleh sebab itu, pengembangan angkutan masal merupakan keharusan karena pengembangan jaringan jalan untuk memfasilitasi pergerakan lalu lintas kendaraan akan terhambat oleh keterbatasan lahan. Angkutan masal akan berfungsi optimal apabila terintegrasi dengan fasilitas pejalan kaki.
.B ST P
Struktur Ruang Kota Dengan proyeksi jumlah penduduk yang mencapai 1,7 juta jiwa pada tahun 2029 maka struktur ruang yang ada saat ini (1 pusat kota yang berkembang secara linear ke pinggiran jalan-jalan utama) dinilai tidak akan mampu untuk menciptakan kota yang aman dan nyaman. Orientasi penduduk yang berjumlah mencapai 1,7 juta ke pusat kota akan menyebabkan permasalahan transportasi seperti kemacetan lalu lintas tidak terhindarkan pada ruas jalan-jalan utama kota yang menuju pusat kota.
IT
Dengan demikian perlu adanya penyesuaian bentuk struktur ruang untuk mengakomodasi pertumbuhan dan perkembangan kota agar terjadi keseimbangan pemanfaatan ruang. Penyesuaian struktur ruang dilakukan dengan mengubah sistem pusat yang dinilai tidak akomodatif lagi jika dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan dan perkembangan kota. Perubahan sistem pusat ini akan didasarkan atas hasil analisis mengenai perkembangan kota dalam 20 tahun serta kebutuhan ruang dan infrastruktur penduduknya.
D
Sebagai kota metropolitan perlu adanya redistribusi kegiatan dan fasilitas pelayanan ke setiap wilayah kota secara hirarkis serta pengurangan beban pusat kota. Hal ini tentunya perlu ditunjang dengan jaringan jalan yang merata ke seluruh wilayah kota serta penyesuaian hirarki fungsi jalan yang seharusnya. Perubahan sistem pusat tersebut tentunya harus diikuti dengan persiapan kelengkapan fasilitas untuk masing-masing pusat sesuai dengan arahan peran dan tema pengembangan pusat tersebut. Pada pusat-pusat yang direncanakan di wilayah perbatasan, pengadaan faslitasnya perlu memperhatikan keberadaan fasilitas-fasilitas yang ada dan direncanakan di wilayah perbatasan yang termasuk di wilayah Kabupaten Bogor. Untuk itu diperlukan adanya kerjasama antarwilayah dalam penyediaan infrastruktur dan fasilitas terutama pada wilayah perbatasan. Ruang Publik Yang dimaksud dengan ruang publik dalam tata guna lahan atau pemanfaatan ruang wilayah/area perkotaan adalah ruang terbuka (open space) yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi keberlangsungan beberapa aktivitas sosial (rekreasi, kebersihan, keindahan, keamanan dan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 4
LAPORAN AKHIR
kesehatan ) seluruh warganya. Ruang publik ini harus terintegrasi dengan fasilitas pejalan kaki.
7.3.
TUJUAN PROGRAM Grand design penataan fasilitas pejalan kaki akan diarahkan untuk mencapai beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Membangun jaringan pejalan kaki yang terintegrasi Pejalan kaki memerlukan fasilitas yang bisa memberikan akses langsung ke banyak asal dan tujun dengan jarak yang pendek. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang terintegrasi merupakan salah satu syarat efektifitas fasilitas pejalan kaki. Kota bogor sebenarnya sudah memiliki fasilitas pejalan kaki yang cukup baik, akan tetapi pemanfaatannya belum optimal. Memberikan akses yang sama kepada seluruh masyarakat dalam menggunakan fasilitas pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki yang baik harus bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat termasuk penyandang cacat. Diperlukan desain yang baik agar fasilitas pejalan kaki dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
3.
Meningkatkan keselamatan pejalan kaki Aspek keselamatan akan menjadi salah satu syarat utama dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki yang memperhatikan aspek keselamatan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pejalan kaki, sehingga akan meningkatkan share pejalan kaki dalam sistem transportasi.
4.
Menata lingkungan yang mendorong jalan kaki Fasilitas pejalan kaki akan menjadi lebih menarik bila didukung dengan lingkungan dan tata guna lahan yang nyaman. Hal lain yang akan meningkatkan daya tarik fasilitas pejalan kaki adalah integrasi dengan pelayanan angkutan umum. Fasilitas pejalan kaki dan pelayanan angkutan umum adalah perpaduan dua moda yang saling mendukung.
D
IT
.B ST P
2.
5.
Merawat fasilitas pejalan kaki dengan baik Di kota Bogor sudah tersedia fasilitas pejalan kaki yang cukup baik. Akan tetapi fasilitas tersebut tidak terawatt dengan baik dan banyak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima. Fasilitas yang sudah ada apabila dirawat dengan baik akan kembali berfungsi optimal.
6.
Mencipatakan budaya berjalan kaki Fasilitas yang baik tidak akan berfungsi efektif apabila tidak ada kebiasaan berjalan kaki di masyarakat. Budaya berjalan kaki perlu ditumbuhkan untuk meningkatkan jumlah pejalan kaki.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 5
LAPORAN AKHIR
Tabel 7.1. Tujuan Membangun jaringan pejalan
Rencana Program
Strategi Memenuhi kebutuhan fasilitas pejalan kaki sisi jalan
kaki yang terintegrasi
.B ST P
Program Menetapkan fasilitas pejalan kaki sisi jalan sebagai standar infrastruktur jalan dan bangunan, baik di daerah pusat kota maupun perumahan Meneliti lokasi-lokasi yang memerlukan fasilitas pejalan kaki dan harus menjadi prioritas Meneliti gap antara kebutuhan fasilitas dan fasilitas yang tersedia Meneliti sumber dana dan mekanisme legal untuk memenuhi kebutuhan yang ada Membangun fasilitas pejalan kaki sisi jalan dan penyeberangan Meneliti tingkat konektifitas antar fasilitas pejalan kaki dan antara fasilitas pejalan kaki dengan lokasi bangkitan perjalanan dan rute angkutan masal Mempertahankan konektifitas yang sudah ada Membangun fasilitas pejalan kaki untuk meningkatkan konektifitas Memperbaiki kondisi jembatan penyeberangan yang ada sesuai dengan perencanaan tata ruang Mengidentifikasi kebutuhan jembatan penyeberangan yang terintegrasi dengan fasilitas pejalan kaki sisi jalan Melengkapi perambuan dan papan petunjuk untuk pejalan kaki Membangun flyer yang berisi peta jaringan pejalan kaki dan daerahdaerah tujuan Menginventarisir dan memprioritaskan perbaikan hambatan aksesibilitas pada fasilitas pejalan kaki sisi jalan Menginventarisir dan memprioritaskan perbaikan hambatan aksesibilatas pada jalur khusus pejalan kaki Menginventarisir dan memprioritaskan perbaikan
Meningkatkan tingkat konektifitas jaringan pejalan kaki
D
IT
Meningkatkan konektifitas jembatan penyeberangan dan trotoar
Memberikan akses yang sama kepada seluruh masyarakat dalam menggunakan fasilitas pejalan kaki
Membangun sistim informasi untuk pejalan kaki
Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan aksesibilitas pada fasilitas pejalan kaki
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 6
LAPORAN AKHIR
Tujuan
Strategi
Meningkatkan keselamatan
Menginstitusionalkan Standar Desain untuk Aksesibilitas Pejalan Kaki
Mengurangi Kecelakaan pada Pejalan Kaki
pejalan kaki
Meningkatkan Keselamatan Pejalan Kaki untuk Pengguna yang paling Rentan Memperbaiki Rambu Lalu Lintas untuk Pejalan Kaki
.B ST P
Mempromosikan masalah keselamatan keada Pengemudi Kendaraan Bermotor, Pengendara Sepeda, dan Pejalan Kaki
Program hambatan aksesibilatias pada jembatan penyeberangan Mengembangkan standar aksesibilitas untuk pejalan kaki Memberikan kekuatan legal terhadap standar desain untuk aksesibilitas Mengevaluasi secara rutin masalah kecelakaan pejalan kaki Memperbaiki design fasilitas pejalan kaki sesuai standar keselamatan Memperbaiki manajemen lalu intas dan design prasarana lalu lintas Mengedukasi pejalan kaki, pengendara sepeda, dan kendaraan bermotor mengenai hak dan tanggung jawab Menegakkan hukum dan aturan dalam berlalu lintas Mengidentifikasi hambatanhambatan penggunaan fasilitas pejalan kaki bagi anak-anak, orang cacat, dan golongan lanjut usia Inventarisasi dan memprioritaskan perbaikan rambu lalu lintas yang berhubungan dengan askesibilitas pejalan kaki Mengembangkan pelican crossing dengan ‘countdown’ di seluruh kota Mengevaluasi siklus lampu lalu lintas dengan prioritas pejalan kaki Mendesain jalan dengan trotoar yang cukup dan jalan yang lebar untuk semua penggunaan yang diperlukan pada zona pejalan kaki Mendesain jembatan dan terowongan untuk pejalan kaki
D
IT
Menata
lingkungan yang
mendorong jalan kaki
Mendesain Jalan dengan Ruang yang Cukup untuk Kebutuhan Pejalan Kaki
Mendesain Jembatan dan Terowongan untuk Kebutuhan Pejalan Kaki Menyediakan Penerangan Jalan yang Tepat untuk Kebutuhan Pejalan Kaki
Menyediakan Furniture Jalan yang Tepat untuk Kebutuhan Pejalan Kaki
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
Mengimplementasikan kebijakan tentang penerangan jalan Mendorong partisipasi pihak swasta dalam upaya penerangan di malam hari Mengimplementasikan program pengadaan furniture jalan yang terkoordinasi Meyediakan tempat sampah untuk penggunaan pejalan kaki Mengimplementasikan program
VII - 7
LAPORAN AKHIR
Tujuan
Strategi
Merawat fasilitas pejalan kaki
Membantu Perkembangan Pengadaan Ruang Publik untuk ‘Street Life’ Membantu Pengadaan Pohon dan Penghijauan Sepanjang Trotoar Menjamin Kebersihan Fasilitas Pejalan Kaki
dengan baik
Menciptakan norma sosial dalam masalah kebersihan melalui komunikasi dan pendidikan Membuat prioritas untuk menyediakan fasilitas kebersihan di daerah dengan arus pejalan kaki yang tinggi Meningkatkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap tanggung jawab pihak swasta dan masyarakat dalam kebersihan kota Menginspeksi dan memperbaiki trotoar secara efektif Mengkoordinasikan program perbaikan trotoar tahunan dengan memperbaiki troroar yang berbatasan langsung dengan ‘public property’ Membangun standar penggunaan fasilitas pejalan kaki untuk ‘sidewalk café ’ Mengevaluasi dan mempertimbangkan keberlanjutan ‘sidewalk café’ kota yang ada Mengedukasi publik mengenai persyaratan dan penggunaan fasilitas pejalan kaki selain untuk berjalan kaki Mengimplementasikan program seperti “berjalan kaki ke sekolah” Mempromosikan berjalan kaki pada acara-acara sekolah Mempromosikan manfaat berjalan kaki untuk kesehatan Mempromosikan berjalan kaki untuk bekerja Penyelenggaraan “car free day” pada ruas-ruas utama Mengembangkan peta jaringan fasilitas pejalan kaki Menyelenggarakan wisata dengan
.B ST P
Program ‘seni pada tempat-tempat publik’ dan kerjasama seni lainnya yang dapat meningkatkan kenyamanan pejalan kaki Menginvestigasi inovasi dan cara pelaksanaan untuk menciptakan ruang publik bagi pejalan kaki Mengembangkan penanaman pohon dan desain taman
Memelihara Trotoar dengan Benar
D
IT
Mengelola Gangguan di Trotoar
Menciptakan budaya berjalan kaki
Mempromosikan Berjalan Kaki kepada anak sekolah
Mempromosikan Berjalan Kaki kepada masyarakat
Mensosialisasikan dan mengadakan acara-acara “fun walk”
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 8
LAPORAN AKHIR
Tujuan
Strategi
7.4.
Program berjalan kaki Mempromosikan/mengembangkan acara berjalan kaki masal
RENCANA JARINGAN PEJALAN KAKI Rencana program sebagaimana tertuang pada Tabel 7.1 merupakan rencana yang komperhensif dengan menggunakan criteria yang telah ditetapkan pada sub-bab 7.1. Rencana jaringan pejalan kaki yang disusun pada gambar 7.1 pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mendukung program pengembangan angkutan masal di Kota Bogor. Moda jalan kaki tidak akan bisa sepenuhnya menggantikan moda dengan
.B ST P
kendaraan bermotor karena jarak berjalan kaki terbatas. Akan tetapi, moda jalan kaki merupakan feeder paling efektif bagi angkutan umum masal. Oleh karena itu, jaringan pejalan kaki harus dimulai dari kawasan perumahan sampai ke jaringan
D
IT
jalan utama dimana tersedia pelayanan angkutan masal dan lokasi kegiatan.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 9
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 7.1. Rencana Jaringan Pejalan Kaki Kota Bogor Keterangan :
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 10
LAPORAN AKHIR
7.5.
MANFAAT PENGEMBANGAN JARINGAN PEJALAN KAKI Jaringan pejalan kaki yang terintegrasi dengan jaringan angkutan umum masal diharapkan akan meningkatkan penggunaan angkutan umum. Berdasarkan data tahun 2006 (RUJTJK Kota Bogor, 2006) diketahui bahwa pengguna angkutan umum di Kota bogor sekitar 41%. Perbaikan yang dilakukan untuk fasilitas pejalan kaki maupun angkutan umum masal diharapkan dapat meningkatkan share angkutan umum dan mengurangi perjalanan jarak pendek dengan kendaraan bermotor. Strategi ini diharapkan
.B ST P
mampu meningkatkan share angkutan umum menjadi 65%.
41%
59%
Angk. Umum Kend. Pribadi
D
IT
Gambar 7.2. Pemilihan Moda di Kota Bogor tahun 2006
Gambar 7.3. Proporsi Kendaraan Hasil Survei
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 11
LAPORAN AKHIR
Berdasarkan survai volume lalu lintas, diketahui proporsi kendaraan terbesar adalah kendaraan berjenis sedan/minibus/pickup, sementara angkot 23%. Poporsi angkot menurun hampir 50% dari tahun 2006. Pada tahun 2006 proporsi angkot mencapai 40% (RUJTJ Kota Bogor, 2006). Berdasarkan data hasil pemodelan pada studi Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kota Bogor tahun 2006, didapatkan data total pergerakan dan karakteristik lalu lintas sebagai berikut: Tabel 7.2.
Total Pergerakan dan Karakteristik Lalu Lintas Indikator
Nilai
1.
Total panjang
6.571.584
Keterangan
.B ST P
No
perjalanan per hari
2.
Total waktu
317.538
perjalanan per hari
3.
Kecepatan rata-
20,70
rata jam (Km/jam)
4.
VC Ratio rata-rata
0,75
LOS = D
Untuk menghitung konsumsi bahan bakar dari sistim lalu lintas jalan di Kota Bogor,
IT
dipergunakan model hubungan antara kecepatan tiap jenis kendaraan dan konsumsi
D
bahan bakar per kilo meter sebagai berikut:
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 12
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Gambar 7.4. Hubungan Kecepatan Tiap Jenis Kendaraan dengan Konsumsi Bahan Bakar Dengan mengalikan angka kendaraan-km untuk tiap jenis kendaraan dengan konsumsi BBM per kilometer maka akan diketahui konsumsi BBM total untuk tiap jenis kendaraan. Perhitungan ini dilakukan untuk kecepatan rata-rata existing 20 km/jam dan kecepatan rata-rata yang diharapkan yaitu 30 km/jam. Sepeda motor, sedang, dan angkot merupakan kendaraan yang mengkonsumsi
IT
premium sedangkan yang lainnya mengkonsumsi solar.
Jenis
Kecepatan Kendaraan dan Konsumsi Bahan Bakar
D
Tabel 7.3.
Kendaraan
Prosentase
Kend-Km
Lt/Km Kec. 20 km/jam
Total Konsumsi BBM Kec. 20 km/jam
Lt/Km Kec 30 km/jam
Total Konsumsi BBM Kec. 30 km/jam
sepeda motor
17
1.117.169
0,045
50.273
0,040
44.687
sedan
45
2.957.213
0,130
384.438
0,090
266.149
angkot
23
1.511.464
0,130
196.490
0,090
136.032
2
131.432
0,280
36.801
0,200
26.286
5
328.579
0,350
115.003
0,270
88.716
3
197.148
0,680
134.060
0,600
118.289
5
328.579
0,700
230.005
0,640
210.291
100
6.571.584
bis mikro bis truk2 dan 3 as truk 4 as dan trailer
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
631.201
446.868
515.869
443.582
VII - 13
LAPORAN AKHIR
Pada kecepatan 20 km/jam konsumsi premium system transportasi jalan di Kota Bogor adalah 631.201 liter/hari, solar 515.869 liter/hari. Pada kecepatan 30 km/jam, premium 446.868 liter per hari, solar 443.582 liter per hari. Peningkatan kecepatan rata-rata lalu lintas di Kota Bogor menghemat premium 184.333 liter per hari, solar 72.287 liter per hari. Untuk
menghitung
pengurangan
emisi
dipergunakan
rumus
Laju
Emisi
(Keputusan Dirjen Bina Marga No 60 Tahun 1999 tentang Pengesahan 13 pedoman teknik Dirjen Bina Marga). Laju emisi mengukur besarnya massa polutan yang dilepaskan oleh satu kendaraan per kilometer jarak tempuh.
D
IT
.B ST P
Rumus laju emisi adalah sebagai berikut:
Dengan menggunakan formula diatas, didapatkan hasil perhitungan seperti pada table berikut.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 14
LAPORAN AKHIR
Tabel 7.4.
Kecepatan Kendaraan dan Laju Emisi CO
1.117.169 2.957.213 1.511.464 131.432 328.579 197.148
Faktor Pengali 0,6 0,76 0,76 0,76 1,93 1,93
Laju Emisi 20 km/jam (gram) 33.635.993 112.779.506 57.642.859 5.012.423 31.822.288 19.093.373
Laju Emisi 30 km/jam (gram) 22.423.995 75.186.338 38.428.573 3.341.615 21.214.858 12.728.915
328.579
1,93
31.822.288
21.214.858
291.808.728
194.539.152
Jenis Kendaraan
Kend-Km
sepeda motor sedan angkot bis mikro bis truk2 dan 3 as truk 4 as dan trailer sepeda/becak
.B ST P
6.571.584
Apabila terjadi perubahan kecepatan dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam maka akan terjadi penurunan emisi CO sebesar 97,3 ton per hari. Tabel 7.5.
Kecepatan Kendaraan dan Laju Emisi NOx
1.117.169
Faktor Pengali 0,6
Laju Emisi 20 km/jam (gram) 1.706.990
Laju Emisi 30 km/jam (gram) 1.434.848
sedan
2.957.213
0,81
6.099.979
5.127.470
angkot
1.511.464
0,81
3.117.767
2.620.707
bis mikro
131.432
0,81
271.110
227.888
bis
328.579
1,46
1.221.669
1.026.901
truk2 dan 3 as truk 4 as dan trailer sepeda/becak
197.148
1,46
733.002
616.140
328.579
1,46
1.221.669
1.026.901
-
-
-
6.571.584
14.372.186
12.080.854
Kend-Km
sepeda motor
D
IT
Jenis Kendaraan
Apabila terjadi perubahan kecepatan dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam makam akan terjadi penurunan emisi NOx sebesar 2,3 ton per hari.
7.6.
DED FASILITAS PEJALAN KAKI STASIUN KERETA API BOGOR
7.6.1. Desain Trotoar dan Kios Untuk DED fasilitas pejalan kaki, dilakukan dengan dua alternative. Alternative pertama trotoar seleber 2.5 meter dan alternative kedua trotoar selebar 4 meter Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 15
LAPORAN AKHIR
digabungkan dengan fasilitas pengguna sepeda. DED juga meliputi desan kios yang menyatu dengan trotoar pada sisi kiri jalan Nyi Raja Permas arah dari Kapten Muslihat ke Stasiun.
D
IT
.B ST P
A. Trotar 2.5 meter
Gambar 7.5. DED Trotoar 2,5 meter
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 16
LAPORAN AKHIR
IT
.B ST P
B. Trotoar 4 meter
D
Gambar 7.6. DED Trotoar 4 meter
C. Kios
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 17
.B ST P
LAPORAN AKHIR
IT
Gambar 7.7. Prespektif, Detil Konstruksi Trotoar dan Kios
D
7.6.2. Perhitungan Biaya
Untuk menghitung biaya konstruksi diperlukan prakiraan awal yang didasarkan pada data-data :
1. Gambar desain awal . 2. Analisa harga satuan, berupa proses dari data komponen harga satuan pekerjaan. 3. Perhitungan kuantitas pekerjaan . Gambar desain yang dipergunakan untuk menghitung biaya pembangunan fasilitas pejalan kaki dan kios di Jalan Nyi Raja Permas adalah Gambar disain pada sub bab 7.6. Gambar desain digunakan untuk menghitung perkiraan kuantitas pekerjaan dan mata pembayaran yang ada pada desain. Diharapkan nantinya hasil rencana teknik akhir tidak terdapat perbedaan yang cukup besar dengan rencana teknik awal sehingga perkiraan awal biaya konstruksi tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan biaya konstruksi pada rencana teknik akhir.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 18
LAPORAN AKHIR
1. Analisa Harga Satuan Pekerjaan Berdasarkan Komponen Harga Satuan Pekerjaan
Komponen harga upah tenaga kerja sesuai harga pasaran yang berlaku pada wilayah lokasi proyek yaitu Kota Bogor.
Komponen
harga
bahan
bangunan
sesuai
dengan
harga
pasar
berdasarkan harga survey pasar untuk mayoritas bahan yang yang berlaku pada wilayah lokasi proyek yaitu Kota Bogor.
Komponen harga peralatan terdiri atas biaya pemilikan dan biaya operasional dengan asumsi peralatan didapat dengan pengadaan milik sendiri ataupun sewa.
Biaya tidak langsung atau overhead dan keuntungan, adalah biaya yang berupa biaya manajemen, resiko, PPh dan pajak pajak lainnya selain PPN
.B ST P
dan keuntungan dari setiap mata pembayaran sehingga harga satuan mata pembayaran sudah termasuk overhead dan keuntungan yang besarannya diambil 10 %.
2. Perkiraan biaya Proyek
Biaya konstruksi terdiri atas biaya sebelum PPN / Real cost ditambah nilai PPN sebesar 10%, sehingga untuk menghindari pembebanan ganda komponen harga
IT
satuan pekerjaan ( upah, bahan dan alat ) tidak ditambahkan PPN. Biaya konstruksi tidak termasuk PPN 10 % untuk alternatif-1 sebesar Rp. 1.676.020.489,- Atau termasuk PPN 10% adalah sebesar Rp. 1.843.622.538,-. Untuk alternatif-2 biaya
D
konstruksi tanpa PPN sebesar Rp. 1.751.288.056 atau termasuk PPN 10 % sebesar Rp. 1.926.416.862,-.
Adapun rincian selengkapnya adalah sebagai berikut:
Tabel 7.6. Rekapitulasi Biaya Konstruksi Fasilitas Pejalan Kaki Stasiun Kereta Api Bogor
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 19
LAPORAN AKHIR
NO.
1.
2.
URAIAN BIAYA KONSTRUKSI Pembangunan Fasilitas Pedestrian + Fasilitas penunjang sepanjang 200 m PPN 10 % Total Pembangunan Kios dengan lebar 2,5 m sebanyak 28 buah dan 5m sebanyak 26 buah PPN 10 %
ALTERNATIF-2 (Rp)
(L = 2,5 m)
(L = 4,0 m)
383,134,085.33 38,313,408.53 421,447,493.87
458,401,652.00 45,840,165.20 504,241,817.20
1,292,886,404.55 129,288,640.46 1,422,175,045.01
1,292,886,404.55 129,288,640.46 1,422,175,045.01
1,676,020,489.88 1,843,622,538.87
1,751,288,056.55 1,926,416,862.20
D
IT
.B ST P
TOTAL BIAYA KONSTRUKSI (1+2) TANPA PPN TOTAL BIAYA KONSTRUKSI (1+2) DENGAN PPN
ALTERNATIF-1 (Rp)
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VII - 20
LAPORAN AKHIR
8
KESIMPULAN
8.1. Kondisi dan Permasalahan
D
IT
.B ST P
1. Pola jaringan jalan radial menyebabkan terkonsentrasinya kegiatan di pusat kota sehingga tidak menguntungkan dari sisi kepadatan, apalagi tidak didukung oleh kondisi fisik jalan kota yang baik; 2. Kondisi ini diperburuk dengan manajemen angkutan umum yang juga terkonsentrasi untuk melayani aktifitas di pusat kota, stasiun kereta dan terminal bus; 3. Melihat kondisi yang memburuk maka manajemen perangkutan barang dilakukan untuk membatasi angkutan barang masuk dalam Kota Bogor dan sekaligus untuk mengontrol beban perangkutan barang; 4. Jam sibuk lalu lintas di bogor terjadi pada jam 07.00-08.00 dan jam 21.00-22.00 terutama pada Jl. Pajajaran (depan Terminal Baranasiang); 5. Lalu lintas di Kota Bogor didominasi oleh sedan, mini bus, pick up sebesar 45%, angkot (23%) dan sepeda motor 17%; 6. Secara umum kinerja jaringan jalan di kota Bogor cukup baik, namun Jl. Raya Tajur (ruas Simp Ciawi-Simp Ekalokasari) mempunyai V/C ratio tertinggi 0,84 dan ruas Jl. Ir. H. Djuanda 4 (ruas Simp BTM-Simp Pasar Bogor) mempunyai rata-rata kecepatan terendah yaitu 22,50 km/jam. Disisi lain beberapa ruas jalan mempunyai V/C ratio rendah karena banyak terganggu dengan keberadaan PKL dipinggir jalan dan angkot yang ngetem; 7. Desain untuk pengadaan prasarana pedestrian harus memperhatikan potensi OD perjalanan kendaraan bermotor dan non motor termasuk potensi pergerakan pedestrian.
8.2. Analisa Hasil Survei 1. Fasilitas penyeberangan yang dibutuhkan di Jl. Ny. Raja Permas, Jl. Kapt. Muslihat dan Jalan Otista masing-masing adalah zebra cross, pelikan dan zebra cross; 2. Kebutuhan lebar trotoar sebelah kiri/kanan di Jl. Ny. Raja Permas, Jl. Kapt. Muslihat dan Jalan Otista masing-masing adalah 1,95m/1,52m, 1,64m/1,73 dan 162m/155m; 3. Dari 200 responden, mayoritas responden (44 %) melakukan transportasi dengan jalan kaki sebanyak 4 kali sehari dan 28 % responden jalan kaki sebanyak 2 kali dalam sehari; 4. Kendaraan yang biasa digunakan responden adalah kereta api (40%), angkutan umum (31%), sepeda motor (18%) dan mobil pribadi (11%); 5. Mayoritas responden (46%) menyatakan kondisi lalu lintas di kota Bogor tidak nyaman; 6. Mayoritas responden pejalan kaki (41,96%) menyatakan terganggu oleh keberadaan PKL dan trotoar rusak (25%);
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VIII- 1
LAPORAN AKHIR
7. Hanya 41,96% responden menggunakan fasilitas penyeberangan; 8. Dominasi responden terhadap fasilitas penyeberangan yang diinginkan adalah zebra cross yang dilengkapi dengan lampu lalu lintas; 9. Apabila fasilitas pedestrian diperbaiki, sebanyak 47,06% responden mau berjalan kaki dengan jarak kurang dari 100 m; 10. Asal tujuan pejalan kaki didominasi oleh pergerakan dari rumah menuju jalur angkot atau sebaliknya, kemudian yang menuju/dari ke stasiun KA.
8.3. Program Peningkatan Pelayanan Pejalan Kaki 8.3.1 Tujuan Program
.B ST P
a. Membangun jaringan pejalan kaki yang terintegrasi Pejalan kaki memerlukan fasilitas yang bisa memberikan akses langsung ke banyak asal dan tujun dengan jarak yang pendek. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang terintegrasi merupakan salah satu syarat efektifitas fasilitas pejalan kaki. Kota bogor sebenarnya sudah memiliki fasilitas pejalan kaki yang cukup baik, akan tetapi pemanfaatannya belum optimal. b. Memberikan akses yang sama kepada seluruh masyarakat dalam menggunakan fasilitas pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki yang baik harus bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat termasuk penyandang cacat. Diperlukan desain yang baik agar fasilitas pejalan kaki dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
D
IT
c. Meningkatkan keselamatan pejalan kaki. Aspek keselamatan akan menjadi salah satu syarat utama dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki yang memperhatikan aspek keselamatan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pejalan kaki, sehingga akan meningkatkan share pejalan kaki dalam sistem transportasi. d. Menata lingkungan yang mendorong jalan kaki. Fasilitas pejalan kaki akan menjadi lebih menarik bila didukung dengan lingkungan dan tata guna lahan yang nyaman. Hal lain yang akan meningkatkan daya tarik fasilitas pejalan kaki adalah integrasi dengan pelayanan angkutan umum. Fasilitas pejalan kaki dan pelayanan angkutan umum adalah perpaduan dua moda yang saling mendukung. e. Merawat fasilitas pejalan kaki dengan baik. Di kota Bogor sudah tersedia fasilitas pejalan kaki yang cukup baik. Akan tetapi fasilitas tersebut tidak terawatt dengan baik dan banyak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima. Fasilitas yang sudah ada apabila dirawat dengan baik akan kembali berfungsi optimal. f.
Mencipatakan budaya berjalan kaki. Fasilitas yang baik tidak akan berfungsi efektif apabila tidak ada kebiasaan
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VIII- 2
LAPORAN AKHIR
berjalan kaki di masyarakat. Budaya berjalan kaki perlu ditumbuhkan untuk meningkatkan jumlah pejalan kaki. 8.3.2. Rencana Program
D
IT
.B ST P
a. Dari hasil indentifikasi kondisi transportasi dan analisa hasil survei disusun Rencana Program yang disertai dengan dasar pertimbangan, prinsip desain dan tujuan penataan fasilitas pejalan kaki. b. Rencana program terdiri dari tujuan, strategi dan program yang disusun sedemikian rupa agar terwujud jaringan pejalan kaki yang terintegrasi yang didambakan oleh masyarakat luas termasuk golongan disable. c. Rencana pengembangan pedestrian mencakup pembangunan trotoar 4m (prog 2011-2013) yang berada dipusat kota, trotoar 3m (prog 2013-2015), trotoar 2m (prog 2015-2016), pedestrian mall terowongan (prog 2012-2013) serta perbaikan tiga persimpangan dengan penambahan pelican crossing dan penyesuaian cycle time (prog 2011). d. Dengan terlaksananya program ini dengan baik diharapkan dapat mengurangi bottleneck dan penggunaan kendaraan pribadi sehingga kinerja jaringan jalan dapat meningkat yaitu rata-rata kecepatan bertambah menjadi 30 km/jam dan hal ini akan memberikan dampak pada pengematan premium = 184.333 liter/hari dan solar = 72.287 liter/hari. e. Apabila kecepatan rata-rata meningkat dari 20 km/jam menjadi 30 km/jam maka akan terjadi penurunan emisi CO sebesar 97,3 ton per hari serta penurunan emisi NOx sebesar 2,3 ton per hari. f. Telah disusun desain fasilitas pejalan kaki yang menuju Stasiun Kereta. Dibutuhkan biaya Rp. 1.843.622.539 untuk trotar selebar 2.5 m dan penataan kios. Apabila trotoarny selebar 4 m maka dibutuhkan biaya Rp. 1.926.416.862.
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VIII- 3
D
IT
.B ST P
LAPORAN AKHIR
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
VIII - i
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
KATA PENGANTAR
.B ST P
Puji syukur sepatutnya dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan segala nikmat dan kekuatan kepada tim sehingga Laporan Akhir ini dapat tersusun. Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari Pekerjaan Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal, Tahun Anggaran 2010 yang disusun sebagai bentuk realisasi kerja sama antara Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Bina Sarana Transportasi Perkotaan DEPHUB dengan PT. Citra Murni Semesta
D
IT
Pada dasarnya Laporan Akhir ini membahas beberapa hal sebagai berikut : Bab I - Pendahuluan, Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran secara umum dan latar belakang mengenai Pekerjaan Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Lokal Bab 2 - Kajian Pustaka, berisi literatur baik berupa pedoman maupun manual yang aka digunakan sebagai referensi dalam penyusunan pedoman pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal. Bab 3 - Gambaran Umum Daerah Studi, profil wilayah termasuk kondisi sosial ekonomi dari wilayah studi disajikan dalam bab ini. Bab 4 – Gambaran Sistem Transportasi, sebagai bagian dari tahapan analisa studi maka kondisi jaringan jalan wilayah studi, strategi pengembangan jaringan jalan termasuk strategi pengankutan barang di jelaskan pada bab ini. Bab 5 – Metodologi Studi, agar hasil studi dapat sesuai dengan yang diharapkan, maka penyusunan metodologi sebagaimana dituangkan dalam Bab 5 menjadi pedoman dalam penyusunan laporan ini. Bab 6 – Analisa Hasil Survey, sebagai bagian dari lingkup pekerjaan maka hasil survey termasuk analisanya disajikan dalam bab ini. Bab 7 – Rencana Program, output dari studi ini yaitu rencana jaringan pejalan kaki dan DED fasilitas pejalan kaki disajikan pada bab 7. Bab 8 – Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu lintas Lokal, menjelaskan mengenai pedoman pelaksanaan manajemen lalu lintas lokal yang berisi landasan hukum, indikator kinerja dan pedoman serta manual. Kami berharap laporan ini telah mencapai sasaran dari apa yang direncanakan. Kritik serta saran yang membangun akan kami terima untuk penyempurnaan laporan akhir.
Laporan Akhir
i
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
Tersusunnya laporan ini merupakan hasil kerja tim yang tentunya disertai bantuanbantuan dari pihak-pihak lain pula. Kami berharap laporan ini telah mencapai sasaran dari apa yang direncanakan.
Jakarta,
Desember 2010
D
IT
.B ST P
PT. CITRA MURNI SEMESTA,
Laporan Akhir
ii
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
DAFTAR ISI Hal Kata Pengantar ___________________________________________________ i
.B ST P
Daftar Isi _________________________________________________________ ii Daftar Tabel ____________________________________________________ viii Daftar Gambar ___________________________________________________ xi Daftar Lampiran __________________________________________________ xv 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ______________________________________________ 1-1
IT
1.2 Maksud dan Tujuan __________________________________________ 1-3 1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan _____________________________________ 1-3
2.
D
1.4 Sasaran Studi ______________________________________________ 1-4 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluanr_______________________________________________ 2-1 2.2 Manajemen Lalu Lintas _______________________________________ 2-2 2.2.1 Tujuan Manajemen Lalu Lintas ____________________________ 2-2 2.2.2 Teknik
______________________________________________ 2-5
2.3 Strategi Desain Fasilitas Pejalan Kakin ___________________________ 2-7 2.3.1 Isu-isu Perencanaan ____________________________________ 2-8 2.4 Peraturan Perundanganr _____________________________________ 2-11 2.4.1 UU No. 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan __ 2-11 2.4.2 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan _____________________ 2-13 2.5 Pengertian Umum __________________________________________ 2-14 Laporan Akhir
iii
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
2.6 Kebutuhan Data ____________________________________________ 2-15 2.7 Penentuan Jenis Fasilitas Pejalan Kaki __________________________ 2-16 2.8 Kedudukan Jaringan Fasilitas Pejalan Kaki _______________________ 2-20 2.8.1 Kriteria Kawasan yang Diprioritaskan ______________________ 2-21 2.8.2 Prinsip Penyediaan ___________________________________ 2-21 2.8.3 Mekanisme Pelaksanaan Penyediaan Fasilitas Pejalan Kali _____ 2-23 2.8.4 Penyusunan Rencana Teknis ___________________________ 2-23 2.9 Fungsi Fasilitas Pejalan Kakii _________________________________ 2-25 2.9.1 Trotoar ______________________________________________ 2-26 2.9.2 Zebra Cross _________________________________________ 2-36 2.9.2 Pelican Cross_________________________________________ 2-38
.B ST P
2.9.3 Pagar Pemisah _______________________________________ 2-40 2.9.4 Jembatan Penyeberangan _______________________________ 2-42 2.9.5 Terowongan _________________________________________ 2-43 2.9.6 Non Trotoar __________________________________________ 2-44 2.10 Indikator Kinerja dan tingkat Pelayanan __________________________ 2-45 3.
GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI
3.1 Profil Wilayah Kota Bogor _____________________________________ 3-1
IT
3.2 Topografi dan Kelerengan _____________________________________ 3-3 3.3 Penduduk gan ______________________________________________ 3-5
D
3.4 Penduduk di Wilayah Perbatasangor ____________________________ 3-12 3.5 Perekonomian _____________________________________________ 3-14 3.6 Pola Sebaran Kegiatan ______________________________________ 3-15 3.7 Penggunaan Lahan _________________________________________ 3-16 3.8 Fasilitas Umum ____________________________________________ 3-19 3.9 Jaringan Jalan _____________________________________________ 3-22 3.10 Jaringan Kereta Api _________________________________________ 3-25 3.11 Terminal mian _____________________________________________ 3-25 3.12 Stasiun Kereta Api __________________________________________ 3-26 3.13 Angkutan Umum ___________________________________________ 3-26 3.14 Parkir nomian ______________________________________________ 3-26 3.15 Pedestriantan ______________________________________________ 3-27
Laporan Akhir
iv
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
4.
GAMBARAN SISTIM TRANSPORTASI
4.1 Kondisi Jaringan Jalan Kota Bogor ______________________________ 4-1 4.2 Strategi Pengembangan Jaringan Jalan __________________________ 4-4 4.3 Idealisasi Jaringan Jalan di Kota Bogor ___________________________ 4-5 4.5 Jaringan Pelayanan Angkutan Umum Moda Jalan __________________ 4-9 4.5.1 Jaringan Trayek Angkutan Perkotaan _______________________ 4-9 4.5.2 Jaringan Trayek Angkutan Kota ___________________________ 4-10 4.5.3 Lintasan Trayek _______________________________________ 4-13 4.5.4 Panjang Lintasan ______________________________________ 4-15 4.6 Terminal Baranangsiang _____________________________________ 3-16
5.
.B ST P
4.7.1 Gambaran Kondisi Eksisting Terminal ______________________ 3-16 METODOLOGI STUDI
5.1 Tahapan Pekerjaan __________________________________________ 5-1 5.2 Tahap Persiapan ____________________________________________ 5-3 5.3 Tahap Pengumpulan Data ____________________________________ 5-3 5.2 Tahap Analisis ______________________________________________ 5-4 ANALISA HASIL SURVEY
IT
6.
6.1 Pendahuluan _______________________________________________ 6-1
D
6.2 Volume Lalu Lintas __________________________________________ 6-2 6.3 V/C Rasio dan Kecepatan _____________________________________ 6-4 6.4 Asal Tujuanya ______________________________________________ 6-6 6.5 Volume Pejalan Kaki ________________________________________ 6-11 6.6 Wawancara s ______________________________________________ 6-17 6.7 Inventarisasis ______________________________________________ 6-25 7.
RENCANA PROGRAM
7.1 Pendahuluan _______________________________________________ 7-1 7.2 Pertimbangan ______________________________________________ 7-2 7.3 Tujuan Program _____________________________________________ 7-5 7.4 Rencana jaringan Pejalan Kaki _________________________________ 7-9 7.5 Manfaat Pengembangan Jaringan Pejalan Kaki ___________________ 7-11 Laporan Akhir
v
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
7.6 DED Fasilitas Pejalan Kaki Stasiun Kereta Api Bogor _______________ 7-16 7.6.1 Desain Trotoar dan Kios ________________________________ 7-16 7.6.2 Perhitungan Biaya _____________________________________ 7-18 8.
KESIMPULAN
8.1 Kondisi dan Permasalahan ____________________________________ 8-1 8.2 Analisa Hasil Survei _________________________________________ 8-2 8.3 Program Peningkatan Pelayanan Pejalan Kaki _____________________ 8-2 8.3.1 Tujuan Program ________________________________________ 8-2
D
IT
.B ST P
8.3.2 Rencana Program ______________________________________ 8-2
Laporan Akhir
vi
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
DAFTAR TABEL Hal Tipe Fasilitas Pejalan Kaki _______________________________ 2-8
Tabel 2.2
Definisi Istilah dallam Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia ______ 2-9
Tabel 2.3
Pilihan Jenis Fasilitas Pejalan Kaki ________________________ 2-17
Tabel 2.4
Hasil Survai Arus Pejalan kaki dan Arus Kendaraan __________ 2-18
Tabel 2.5
Penambahan Lebar Trotoar _____________________________ 2-19
Tabel 2.6
Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi ________________________ 2-20
Tabel 3.1
Luas Wilayah Administratif Kota Bogor Menurut Kecamatan _____ 3-1
Tabel 3.2
Ketinggian Kota Bogor Menurut Kecamatan __________________ 3-3
Tabel 3.3
Kemiringan Lereng Kota Bogor Menurut Kecamatan ___________ 3-3
Tabel 3.4
Jumlah dan Persebaran Penduduk Kota Bogor Menurut Kecamatan
IT
.B ST P
Tabel 2.1
Kecamatan Tahun 2000-2007_____________________________ 3-5 Tabel 3.5
Jumlah dan Persebaran Penduduk Kota Bogor Menurut Kecamatan
D
Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2006-2007 ________________ 3-5
Tabel 3.6
Kepadatan Penduduk Kota Bogor Menurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2007 __________________________________________ 3-8
Tabel 3.7
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kota Bogor Tahun 2007 _______________________________________________ 3-12
Tabel 3.8
Jumlah Penduduk Kawasan Perbatasan Kota Bogor Menurut Kecamatan Tahun 2005 ________________________________ 3-12
Tabel 3.9
Jenis dan Intensitas Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2007 _______________________________________________ 3-17
Tabel 3.10 Daftar Pasar Tradisional di Kota Bogor Tahun 2007 ___________ 3-19 Tabel 3.11 Data Taman Kota Bogor ________________________________ 3-20
Laporan Akhir
vii
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
Tabel 4.1
Kondisi Jaringan Jalan Kota Bogor ________________________ 4-3
Tabel 4.2
Indeks Mobilitas dan Aksesbilitas Jaringan Jalan di Jawa Barat___ 4-8
Tabel 4.3
Rekapitulasi Angkutan Perkotaan (AKDP) Tahun 2006 ________ 4-10
Tabel 4.4
Rekapitulasi Angkutan Kota (Angkot) Tahun 2006 ____________ 4-14
Tabel 4.5
Panjang Lintasan Trip Pergi, Trip Pulang, dan Rit Angkutan Kota di Kota Bogor i ___________________________________ 4-16
Tabel 6.1
Volume lalu Lintas Jalan Pajajaran Arah Simpang Baranangsiang – Tugu Kijang __________________________________________ 6-3
Tabel 6.2
Volume lalu Lintas Jalan Pajajaran Arah Tugu Kijang - Simpang Baranangsiang _______________________________________ 6-3 V/C Rasio dan Kecepatan per Segmen _____________________ 6-5
Tabel 6.2
Matrik Jarak (Km) ______________________________________ 6-7
Tabel 6.3
Matrik Asal Tujuan Sepeda Motor _________________________ 6-8
Tabel 6.4
Matrik Asal Tujuan Kendaraan Pribadi ______________________ 6-8
Tabel 6.5
Matrik Asal Tujuan Angkutan Umum _______________________ 6-9
Tabel 6.6
Matrik Asal Tujuan Truk Sedang __________________________ 6-9
Tabel 6.7
Matrik Asal Tujuan Truk Besar __________________________ 6-10
Tabel 6.8
Matrik Asal Tujuan Bus Sedang __________________________ 6-10
Tabel 6.9
Matrik Asal Tujuan Bus Besar ___________________________ 6-11
.B ST P
Tabel 6.1
IT
Tabel 6.10 Aktifitas Pejalan Kaki ruas Jalan Ny Raja Permas ____________ 6-11 Tabel 6.11 Kriteria Jenis Penyeberangan ___________________________ 6-12
D
Tabel 6.12 Konstanta untuk Nilai N ________________________________ 6-13 Tabel 6.13 Aktifitas Pejalan Kaki yang Menyusuri Trotoar Jalan
_________ 6-13
Tabel 6.14 Aktifitas Pejalan Kaki Ruas Jalan Kapten Muslihat ____________ 6-13 Tabel 6.15 Kriteria Jenis Penyeberangan ___________________________ 6-14 Tabel 6.16 Konstante untuk Nilai “N”
______________________________ 6-15
Tabel 6.17 Aktifitas Pejalan Kaki Menyusuri Trotoar Jalan Kapt Muslihat ___ 6-15 Tabel 6.18 Aktifitas Pejalan Kaki Menyusuri Trotoar Jalan Ottista _________ 6-15 Tabel 6.19 Kriteria Jenis Penyeberangan ___________________________ 6-16 Tabel 6.20 Konstante untuk Nilai “N”
______________________________ 6-17
Tabel 6.21 Aktifitas Pejalan Kaki Menyusuri Trotoar Jalan Ottista _________ 6-17 Tabel 6.22 Data Inventarisasi Jalan ________________________________ 6-26
Laporan Akhir
viii
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
Tabel 7.1
Rencana Program _____________________________________ 7-6
Tabel 7.2
Total Pergerakan dan Karakteristik Lalu Lintas ______________ 7-12
Tabel 7.3
Kecepatan Kendaraan dan Konsumsi Bahan Bakar __________ 7-13
Tabel 7.4
Kecapatan Kendaraan dan Laju Emisi CO _________________ 7-15
Tabel 7.5
Kecepatan Kendaraan dan Laju Emisi NOx ________________ 7-15
Tabel 7.6
Rekapitulasi Biaya Konstruksi Fasilitas Pejalan Kaki Stasiun Kereta
D
IT
.B ST P
Api Bogorm _________________________________________ 7-20
Laporan Akhir
ix
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
DAFTAR GAMBAR Hal Contoh Pola Sirkulasi Pejalan Kaki _____________________ 2-22
Gambar 2.3
Contoh Sistem Hirarki Prasarana dan Sarana pada fasilitas Pejalan
.B ST P
Gambar 2.2
Kaki ______________________________________________ 2-23 Gambar 2.4
Bangunan Trotoar di Ruas Jalan _______________________ 2-27
Gambar 2.5
Pelandaian Trotoar Pada Penyeberangan Pejalan Kaki ______ 2-29
Gambar 2.6
Pelandaian Trotoar Pada Jalan Masuk Areal dengan Fasilitas Pejalan Kaki _______________________________________ 2-30 Pelandaian Trotoar Jalan masuk Bangunan Tanpa Fasilitasi __ 2-31
Gambar 2.8
ruang Bebas Trotoar _________________________________ 2-32
Gambar 2.9
IT
Gambar 2.7
Potongan Melintang trotoar pada DAMIJA Lebar ___________ 2-33
D
Gambar 2.10 Trotoar pada DAMIJA yang Dibatasi Lereng ______________ 2-33 Gambar 2.11 Trotoar pada DAMIJA yang Dibatasi Sandaran Jembatan ____ 2-34 Gambar 2.12 Trotoar pada DAMIJA yang Dibatasi Bangunan ____________ 2-34 Gambar 2.13 Trotoar pada Terowongan ____________________________ 2-35 Gambar 2.14 Trotoar di Depan Pemberhentian Bus ___________________ 2-35 Gambar 2.15 Trotoar di Belakang Pemberhentian Bus _________________ 2-36 Gambar 2.16 Letak Zebra Cross pada Pesimpangan __________________ 2-37 Gambar 2.17 Letak Zebra Cross pada Persimpangan Tidak Siku _________ 2-37 Gambar 2.18 Letak Zebra Cross pada Jalan _________________________ 2-38 Gambar 2.19 Ukuran Zebra Cross _________________________________ 2-38 Gambar 2.20 Pelican Cross pada Ruas Jalan Tanpa Pelindung __________ 2-39
Laporan Akhir
x
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
Gambar 2.21 Pelican Cross pada Ruas Jalan Dengan Pelindung Tanpa Median ____________________________________ 2-40 Gambar 2.22 Pelican Cross pada Ruas Jalan Dengan Pelindung Dengan Median _____________________________________ 2-40 Gambar 2.23 Konstruksi Pagar Pemisah Konvensional _________________ 2-41 Gambar 2.24 Konstruksi Pagar Pemisah Sirip ________________________ 2-42 Gambar 2.25 Jembatan Penyebrangan _____________________________ 2-42 Peta Wilayah Administratif Kota Bogor ____________________ 3-2
Gambar 3.2
Peta Ketinggian Lahan Kota Bogor _______________________ 3-4
Gambar 3.3
Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2007 __________________ 3-11
Gambar 3.4
Peta Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun 2009__________ 3-18
Gambar 3.5
Peta Sistem Transportasi _____________________________ 3-24
Gambar 4.1
Peta Jaringan Jalan Kota Bogor _________________________ 4-2
Gambar 4.2
Idealisasi Jaringan Jalan Kota Bogor _____________________ 4-6
Gambar 4.3
Idealisasi Fungsi Jaringan Jalan pada Rencana Pengembangan
.B ST P
Gambar 3.1
Jaringan Jalan Kota Bogor _____________________________ 4-7 Rencana Perangkutan Barang __________________________ 4-9
Gambar 4.5
Peta Jaringan Pelayanan Regional Kota _________________ 4-10
Gambar 4.6
Peta Jeringan Angkutan Kota __________________________ 4-12
Gambar 4.7
Peta Lintasan Trayek Angkutan Kota ____________________ 4-14
Gambar 4.8
IT
Gambar 4.4
Sirkulasi Kendaraan Angkutan Kota dan Bus AKAP/AKDP
D
di Terminal Baranangsiangi____________________________ 4-17
Gambar 5.1
Metodologi Studi _____________________________________ 5-2
Gambar 6.1
Volume Lalu Lintas Jalan Pajajaran Arah Simpang BaranangsiangTugu Kujang ________________________________________ 6-3
Gambar 6.2
Volume Lalu Lintas Jalan Pajajaran Arah Tugu Kujang-Simpang Baranagsiangn ______________________________________ 6-3
Gambar 6.3
Komposisi Volume Lalu Lintas di Daerah Studi _____________ 6-4
Gambar 6.4
Pembagian Asal Tujuan Perjalanan ______________________ 6-7
Gambar 6.5
Prosentase berdasarkan Jenis Kelamin __________________ 6-18
Gambar 6.6
Prosentase Berjalan Kaki _____________________________ 6-18
Gambar 6.7
Prosentase Berdasrkan Usia___________________________ 6-19
Gambar 6.8
Prosentase Berdasarkan Pendidikan ____________________ 6-19
Gambar 6.9
Prosentase Berdasarkan Pekerjaan _____________________ 6-20
Laporan Akhir
xi
Pedoman Pelaksanaan Manajemen Lalu Lintas Jalan Lokal
Gambar 6.10 Prosentase Berdasarkan Kendaraan yang Digunakan _______ 6-20 Gambar 6.11 Prosentase Pendapat Tentang Kondisi Lalu Lintas__________ 6-21 Gambar 6.12 Prosentase Terhadap Kekurangan Fasilitas Pejalan Kaki ____ 6-21 Gambar 6.13 Prosentase Pejalan kaki Menggunankan Fasilitas Penyeberangan _________________________________________________ 6-22 Gambar 6.14 Prosentase
Terhadap
Alasan
Tidak
Menggunakan
Fasilitas
Penyeberangan ____________________________________ 6-22 Gambar 6.15 Prosentase Terhadap Fasilitas Pejalan Kaki yang Paling Nyaman _________________________________________________ 6-23 Gambar 6.16 Prosentase Terhadap Jarak Perjalanan Pejalan Kaki ________ 6-23 Gambar 6.17 Prosentase Terhadap Jarak Perjalanan Pejalan Kaki apabila
.B ST P
Fasilitas Sudah Diperbaiki _____________________________ 6-24 Gambar 6.18 Prosentase Terhadap Kemauan Pejalan kaki Apbila Fasilitas Sudah Diperbaiki _________________________________________ 6-24 Gambar 6.19 Prosentase Terhadap Asal Tujuan Pejalan Kaki ____________ 6-25 Gambar 7.1
Rencana Jaringan Pejalan Kaki Kota Bogor _______________ 7-10
Gambar 7.2
Pemilihan Moda di Kota Bogor Tahun 2006 _______________ 7-11
Gambar 7.3
Proporsi Kendaraan Hasil Survei _______________________ 7-11
Gambar 7.4
Hubungan Kecepatan Tiap Jenis Kendaraan dengan Konsumsi
Gambar 7.5
DED Trotoar 2,5 meter _______________________________ 7-16 DED Trotoar 4 meter _________________________________ 7-17
D
Gambar 7.6
IT
Bahan Bakar _______________________________________ 7-13
Gambar 7.7
Laporan Akhir
Prespektif, Detil Kontruksi Trotoar dan Kios _______________ 7-18
xii
LAMPIRAN
Lampiran 1 – Perhitungan Biaya Pembangunan Trotoar 2,5 m PROYEK
: Pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pedestrian (Lebar = 2,50 M) – Alternatif 1
LOKASI PEKERJAAN
: Jl. Nyi Raja Permas
PANJANG EFEKTIF
: 200 M
PROP / KAB / KODYA
: Kota Bogor
A.
KOMPONEN
TENAGA
1.
Pekerja Biasa
2.
Tukang
3.
Mandor
PERKIRAAN SATUAN KUANTITAS
HARGA SATUAN (Rp.)
.B ST P
NO.
Hari
900.00
47,500.00
42,750,000
Hari
600.00
60,000.00
36,000,000
Hari
60.00
72,500.00
4,350,000
JUMLAH HARGA TENAGA
BAHAN
1.
Pasir
2.
PC
3.
Bata Merah
5. 6.
D
4.
IT
B.
Buis Beton (40 x 20 x 30 cm) Paving Block
Lampu Trotoar + Tiang Lampu
7.
Canopi (Alumunium)
8.
Tiang Canopy
9.
Bunga
83,100,000
M3
150.00
212,750.00
31,912,500
Sak
600.00
56,000.00
33,600,000
Buah
2,250.00
850.00
1,912,500
buah
100.00
125,266.67
12,526,667
M2
874.00
82,300.00
71,930,200
buah
10.00
299,200.00
2,992,000
412.58
154,000.00
63,538,019
buah
51.00
1,438,700.00
73,373,700
buah
51.00
150,000.00
7,650,000
M2
JUMLAH HARGA BAHAN C.
JUMLAH HARGA (Rp.)
299,435,585
PERALATAN
1.
Tamper
2.
Alat Bantu
Jam
16.00
35,000.00
560,000
Ls
1.00
38,500.00
38,500
JUMLAH HARGA PERALATAN D.
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C )
E.
OVERHEAD & PROFIT
F.
HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
10.0
% x D
598,500 383,134,085 38,313,409 421,447,494
1
Lampiran 2 - Perhitungan Biaya Pembangunan Trotoar 4 m PROYEK
: Pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pedestrian (Lebar = 4,00 M) – Alternatif 2
LOKASI PEKERJAAN
: Jl. Nyi Raja Permas
PANJANG EFEKTIF
: 200 M
PROP / KAB / KODYA
: Kota Bogor
KOMPONEN
A.
TENAGA
1. 2. 3.
Pekerja Biasa Tukang Mandor
SATUAN
PERKIRAAN KUANTITAS
HARGA SATUAN (Rp.)
.B ST P
NO.
Hari Hari Hari
900.00 600.00 60.00
47,500.00 60,000.00 72,500.00
JUMLAH HARGA TENAGA
BAHAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pasir PC Buis Beton (40 x 20 x 30 cm) Paving Block Canopi (Alumunium) Tiang Canopy Pagar BRC Kerikil Bulat (2-3 Cm)
M3 Sak buah M2 M2 buah M2 M3
D
IT
B.
C.
PERALATAN
1. 2.
Tamper Alat Bantu
Jam Ls
190.00 725.00 200.00 760.00 412.58 51.00 340.00 128.00
212,750.00 56,000.00 125,266.67 82,300.00 154,000.00 1,438,700.00 130,700.00 193,200.00
JUMLAH HARGA BAHAN
16.00 1.00
35,000.00 38,500.00
JUMLAH HARGA PERALATAN D. E. F.
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C ) OVERHEAD & PROFIT 10.0 % x D HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
JUMLAH HARGA (Rp.)
42,750,000 36,000,000 4,350,000 83,100,000
40,422,500 40,600,000 25,053,333 62,548,000 63,538,019 73,373,700 44,438,000 24,729,600 374,703,152
560,000 38,500
598,500 458,401,652 45,840,165 504,241,817
2
Lampiran 3 – Perhitungan Biaya Pembangunan Kios PROYEK
: Pekerjaan Pembangunan Kios dengan lebar 2,5 m sebanyak 28 buah dan 5m sebanyak 26 buah
LOKASI PEKERJAAN
: Jl. Nyi Raja Permas
PANJANG EFEKTIF PROP / KODYA
: 200 M
KAB
/
KOMPONEN
A.
TENAGA
1.
Pekerja Biasa
2.
Tukang
3.
Mandor
SATUAN
PERKIRAAN
HARGA
JUMLAH
KUANTITAS
SATUAN
HARGA
(Rp.)
(Rp.)
.B ST P
NO.
: Kota Bogor
Hari
2,700.00
47,500.00
128,250,000.00
Hari
1,800.00
60,000.00
108,000,000.00
Hari
90.00
72,500.00
6,525,000.00
JUMLAH HARGA TENAGA
B. B1.
BAHAN
242,775,000.00
PEKERJAAN PONDASI
GALIAN TANAH PONDASI
M3
205.00
40,390.00
8,279,950.00
BATU KALI
M3
135.00
183,750.00
24,806,250.00
3.
PASIR
M3
30.00
212,750.00
6,382,500.00
4.
PC
sak
120.00
56,000.00
6,720,000.00
D
B2.
IT
1. 2.
PEKERJAAN SLOOF ( Ukuran 15 cm x 15 cm, isi besi 12 mm, 4 btg)
1.
BESI 12 MM
batang
190.00
54,984.00
10,446,960.00
2.
BESI 8 MM
batang
145.00
123,609.60
17,923,392.00
3.
SPLIT
m3
7.00
193,200.00
1,352,400.00
4.
PASIR
m3
5.00
212,750.00
1,063,750.00
5.
PC
sak
72.00
56,000.00
4,032,000.00
B3.
PEKERJAAN KOLOM ( Ukuran 40 x 20 cm, isi besi 12 mm, 8 batang )
1.
BESI 12 MM
batang
175.00
54,984.00
9,622,200.00
2.
BESI 8 MM
batang
200.00
123,609.60
24,721,920.00
3.
SPLIT
m3
10.00
193,200.00
1,932,000.00
4.
PASIR
m3
7.00
212,750.00
1,489,250.00
5.
PC
sak
120.00
56,000.00
6,720,000.00
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
3
NO.
B4.
KOMPONEN
SATUAN
PERKIRAAN
HARGA
JUMLAH
KUANTITAS
SATUAN
HARGA
(Rp.)
(Rp.)
PEKERJAAN KOLOM PRAKTIS ( Ukuran 15 x 15 cm, isi besi 12, 4 batang )
1.
BESI 12 MM
batang
130.00
54,984.00
7,147,920.00
2.
BESI 8 MM
batang
115.00
123,609.60
14,215,104.00
3.
SPLIT
1.50
193,200.00
289,800.00
4.
PASIR
m3
1.00
212,750.00
212,750.00
5.
PC
sak
18.00
56,000.00
1,008,000.00
B5.
m3
PEKERJAAN BALOK ( Ukuran 40 x 20 cm, isi besi 12, 8 batang )
1.
BESI 12 MM
batang
270.00
2.
BESI 8 MM
batang
3.
SPLIT
4.
PASIR
5.
PC
BESI 12 MM BESI 8 MM
3.
SPLIT
4.
PASIR
5.
PC
BESI 12 MM
2.
SPLIT
B8.
38,318,976.00
193,200.00
6,182,400.00
m3
22.00
212,750.00
4,680,500.00
sak
384.00
56,000.00
21,504,000.00
batang
190.00
54,984.00
10,446,960.00
batang
165.00
123,609.60
20,395,584.00
m3
7.00
193,200.00
1,352,400.00
m3
5.00
212,750.00
1,063,750.00
sak
65.00
56,000.00
3,640,000.00
235.00
54,984.00
12,921,240.00
PEKERJAAN PLAT
1.
batang m3
12.00
193,200.00
2,318,400.00
PASIR
m3
8.00
212,750.00
1,702,000.00
PC
sak
140.00
56,000.00
7,840,000.00
D
4.
123,609.60
32.00
IT
1.
3.
310.00
m3
PEKERJAAN RING BALOK (Ukuran 15 x 15 cm, isi besi 12, 4 batang)
2.
B7.
14,845,680.00
.B ST P
B6.
54,984.00
PEKERJAAN DINDING
1.
BATA MERAH
104,650.00
850.00
88,952,500.00
2.
PASIR
m3
75.00
212,750.00
15,956,250.00
3.
PC
sak
225.00
56,000.00
12,600,000.00
B9.
buah
PEKERJAAN PLESTERAN
1.
PASIR
m3
65.00
212,750.00
13,828,750.00
2.
PC
sak
195.00
56,000.00
10,920,000.00
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
4
NO.
B4.
KOMPONEN
SATUAN
PERKIRAAN
HARGA
JUMLAH
KUANTITAS
SATUAN
HARGA
(Rp.)
(Rp.)
PEKERJAAN KOLOM PRAKTIS ( Ukuran 15 x 15 cm, isi besi 12, 4 batang )
1.
BESI 12 MM
batang
130.00
2.
BESI 8 MM
batang
3.
SPLIT
m3
4.
PASIR
5.
PC
B5.
54,984.00
7,147,920.00
115.00
123,609.60
14,215,104.00
1.50
193,200.00
289,800.00
m3
1.00
212,750.00
212,750.00
sak
18.00
56,000.00
1,008,000.00
PEKERJAAN BALOK ( Ukuran 40 x 20 cm, isi besi 12, 8 batang ) BESI 12 MM
batang
270.00
54,984.00
14,845,680.00
BESI 8 MM
batang
310.00
123,609.60
38,318,976.00
3.
SPLIT
m3
32.00
193,200.00
6,182,400.00
4.
PASIR
m3
22.00
212,750.00
4,680,500.00
5.
PC
sak
384.00
56,000.00
21,504,000.00
B6.
PEKERJAAN RING BALOK (Ukuran 15 x 15 cm, isi besi 12, 4 batang)
1.
BESI 12 MM
2.
BESI 8 MM
3.
SPLIT
4.
PASIR
5.
PC
2.
SPLIT
3.
PASIR
D
BESI 12 MM
B8.
190.00
batang
54,984.00
10,446,960.00
165.00
123,609.60
20,395,584.00
m3
7.00
193,200.00
1,352,400.00
m3
5.00
212,750.00
1,063,750.00
sak
65.00
56,000.00
3,640,000.00
235.00
54,984.00
12,921,240.00
12.00
193,200.00
2,318,400.00
m3
8.00
212,750.00
1,702,000.00
sak
140.00
56,000.00
7,840,000.00
104,650.00
850.00
88,952,500.00
PEKERJAAN PLAT
1.
4.
batang
IT
B7.
.B ST P
1. 2.
PC
batang m3
PEKERJAAN DINDING
1.
BATA MERAH
2.
PASIR
m3
75.00
212,750.00
15,956,250.00
3.
PC
sak
225.00
56,000.00
12,600,000.00
B9.
buah
PEKERJAAN PLESTERAN
1.
PASIR
m3
65.00
212,750.00
13,828,750.00
2.
PC
sak
195.00
56,000.00
10,920,000.00
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
5
NO.
B10. 1.
KOMPONEN
SATUAN
PERKIRAAN
HARGA
JUMLAH
KUANTITAS
SATUAN
HARGA
(Rp.)
(Rp.)
PEKERJAAN LANTAI PASIR
m3
2.
PC
sak
270.00
56,000.00
15,120,000.00
3.
KERAMIK
m2
555.00
34,600.00
19,203,000.00
70.00
152,411.04
10,668,772.80
B11.
90.00
212,750.00
19,147,500.00
PEKERJAAN ATAP RANGKA KAYU 8 / 12 CM (L = 3 m)
batang
2.
KAYU 5 / 7 CM ( L = 3 m )
batang
470.00
55,566.53
26,116,266.75
3.
ASBES ( L = 2 m )
lembar
285.00
104,860.00
29,885,100.00
B12.
.B ST P
1.
PEKERJAAN PINTU SLIDING DOOR (Tinggi 2 m)
1.
UKURAN LEBAR 2 M
buah
28.00
4,528,800.00
126,806,400.00
2.
UKURAN LEBAR 4.5 M
buah
26.00
9,963,360.00
259,047,360.00
B13.
PEKERJAAN LISTRIK
1.
LAMPU
2.
SAKLAR GANDA
3.
STOP KONTAK FITING LAMPU T DUS
6.
KABEL NYA 3 x 1.5 mm
108.00
32,500.00
3,510,000.00
54.00
21,800.00
1,177,200.00
buah
54.00
143,400.00
7,743,600.00
buah
108.00
24,500.00
2,646,000.00
buah
108.00
30,000.00
3,240,000.00
15.00
6,700.00
100,500.00
roll
D
IT
4. 5.
buah
buah
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
6
NO.
B14.
KOMPONEN
SATUAN
PERKIRAAN
HARGA
JUMLAH
KUANTITAS
SATUAN
HARGA
(Rp.)
(Rp.)
PEKERJAAN CAT
1.
CAT TEMBOK
galon
150.00
314,566.74
47,185,011.00
2.
ROLL
buah
10.00
22,500.00
225,000.00
3.
KUAS
buah
20.00
10,900.00
218,000.00
B15.
PEKERJAAN TAM BAHAN
1.
KAWAT BENDRAT
kg
25.00
20,500.00
512,500.00
2.
PAKU 10 CM
kg
30.00
16,200.00
486,000.00
PAKU 6 CM PAPAN BEKISTING
5.
EMBER COR
6.
KASO 4 / 6 CM
kg lembar
30.00
16,200.00
486,000.00
244.00
42,432.00
10,353,408.00
30.00
38,500.00
1,155,000.00
542.00
50,000.00
27,100,000.00
buah batang
.B ST P
3. 4.
JUMLAH HARGA BAHAN
C.
PERALATAN
1.
Alat Bantu
Ls
1.00
0.00
JUMLAH HARGA PERALATAN
JUMLAH HARGA TENAGA, BAHAN DAN PERALATAN ( A + B + C )
E.
OVERHEAD & PROFIT
F.
HARGA SATUAN PEKERJAAN ( D + E )
IT
D.
% x D
143,250.00
143,250.00 1,292,886,404.55 129,288,640.46 1,422,175,045.01
D
10.0
1,049,968,154.55
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
7
Lampiran 4 – Total Biaya Penataan Fasilitas Pejalan Kaki di Jalan Nyi Raja Permas
NO.
1.
URAIAN
ALTERNATIF-2 (Rp)
(L = 2,5 m)
(L = 4,0 m)
BIAYA KONSTRUKSI Pembangunan Fasilitas Pedestrian + Fasilitas penunjang sepanjang 200 m PPN 10 % Total
383,134,085.33
458,401,652.00
38,313,408.53
45,840,165.20
421,447,493.87
504,241,817.20
1,292,886,404.55
1,292,886,404.55
129,288,640.46
129,288,640.46
1,422,175,045.01
1,422,175,045.01
TOTAL BIAYA KONSTRUKSI (1+2) TANPA PPN
1,676,020,489.88
1,751,288,056.55
TOTAL BIAYA KONSTRUKSI (1+2) DENGAN PPN
1,843,622,538.87
1,926,416,862.20
Pembangunan Kios dengan lebar 2,5 m sebanyak 28 buah dan 5m sebanyak 26 buah
D
IT
PPN 10 %
.B ST P
2.
ALTERNATIF-1 (Rp)
Pedoman Pelaksanaan Managemen Lalu Lintas Lokal
8
IT
D .B ST P