DISTRIBUSI SPASIAL IKAN KARANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN TERUMBU KARANG (Kasus perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah)
AGUSTINUS SEMBIRING
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Distribusi Spasial Ikan Karang dan hubungannya dengan Terumbu Karang (Kasus perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo, Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Agustinus Sembiring NRP C561050071
ABSTRACT AGUSTINUS SEMBIRING. Spatial distribution of reef-fish and their relation to coral reefs: the case study in Bahodopi coastal waters in Tolo Bay Marowali Regency, Center Sulawesi Province. Under direction of DIETRIECH G. BENGEN and ISDRAJAD SETYOBUDIANDI. Reef fish spatial distribution and their assemblages in coral reefs were studied in Bahodopi coastal waters in Tolo Gulf. A total of 2849 individuals from 66 species and 17 families were recorded in 10 stations in the study area covering reef flat and reef slope. Totally 1367 individuals were recorded in the reef flat and 1482 individuals in reef slope stations. Among the three fish groups living in the coral reefs, there found that the most abundant fish were Major and Target fish groups consisting family of Pomacentridae, Acanthuridae, Labridae and Serranidae. Community structure analyses showed that diversity (H’) and Evennes (E) indexes were significantly high according to the categories. The ranges of the two index were 3,61 – 3,69 and 0,82 – 0,93 respectively. Spatial distribution of reef fish in the species level was not significant, but in the level of species groups, the spatial distributions were better. Mayor and target reef fish play an important role in the study area. Key words:
spatial distribution, community structure, lifeform, reef fish, and Bahodopi waters.
iii
RINGKASAN AGUSTINUS SEMBIRING. Distribusi spasial ikan karang dan hubungannya dengan terumbu karang (Kasus perairan pesisir Bahodopi Teluk Tolo, Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah). Dibimbing oleh DIETRIECH G. BENGEN dan ISDRAJAD SETYOBUDIANDI. Penelitian dilakukan di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan September 2007 dan November 2008. Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bahwa sesuai dengan laporan Moore dan Ndobe (2008), kondisi terumbu karang di perairan Sulawesi Tengah termasuk dalam kategori buruk, sedangkan data dan informasi sumberdaya ikan dan terumbu karang di perairan Bahodopi belum tersedia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas dan distribusi spasial ikan karang dan hubungannya dengan habitat di terumbu karang melalui pengamatan kelimpahan dan kekayaan jenis ikan dan karang, struktur komunitas ikan dan karang, serta keterkaitannya dengan habitat di ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian. Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode sensus visual yang dikembangkan oleh Dartnal dan Jones (1986) dan English et al, (1997), menggunakan transek garis sepanjang 50 meter. Transek ditempatkan relatif sejajar dengan garis pantai, dan pengamatan ikan karang dilakukan sepanjang transek dengan lebar ruang dasar perairan ke kiri dan kanan selebar 2,5 meter (luas transek: 250 m²). Pengukuran panjang tutupan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang juga dilakukan menggunakan transek yang sama. Stasiun penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yakni daerah rataan terumbu dengan kisaran kedalaman 3 – 5 meter, dan daerah slope/kemiringan dengan kedalaman 5 - 10 meter. Sebaran parameter kualitas lingkungan dianalisa dengan menggunakan Analisis Komponen Utama. Distribusi spasial ikan karang berdasarkan stasiun penelitian dan evaluasi keterkaitan ikan dengan habitat di terumbu karang dianalisa dengan Analisis Koresponden. Ikan karang yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari 66 jenis dari 17 famili. Jumlah total individu yang teramati adalah 2489 individu, menyebar di lokasi stasiun kedalaman 3-5 meter (reef flat) sebanyak 1367 individu dan di kedalaman 5-10 meter (reef slope) sebanyak 1482 individu. Empat kelompok ikan yang dominan di lokasi penelitian, yakni famili Pomacentridae (998 individu; 19 jenis), famili Acanthuridae (485 individu; 8 jenis), famili Labridae (329 individu; 9 jenis), dan famili Serranidae (284 individu: 4 jenis). Distribusi spasial ikan karang pada tingkat jenis/spesies, tidak menunjukkan pengelompokan yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi ikan di lokasi penelitian cukup merata dan diduga menempati lebih dari satu tipe habitat. Distribusi spasial ikan pada taraf kelompok ikan karang (Target, Mayor, dan Indikator) terhadap kelompok karakteristik habitat (karang bercabang dan folioseiv
I, karang masif dan submasif-II, fauna lain-III, dan abiotik-IV) menunjukkan pola yang relatif sama, namun pengelompokannya lebih nyata. Kelompok ikan Mayor dan Target merupakan komponen yang paling berperan dalam menggambarkan distribusi ikan karang secara spasial di lokasi penelitian. Pada daerah reef flat kelompok ikan Mayor dan Target berasosiasi dengan Stasiun LAS1 dan KAR1 yang memiliki karakteristik habitat II dan III. Kelompok Ikan Indikator berasosiasi dengan Stasiun BAH1, SIM1, dan NAM1 yang berkarakteristik habitat I dan IV. Pada daerah lereng terumbu (reef slope), ikan Mayor dan Indikator berasosiasi dengan Stasiun LAS2, SIM2, NAM2, dan KAR2, yang karakteristik habitatnya disusun oleh kelompok habitat I dan III, dengan substrat berpasir, dan lingkungan perairan yang dipengaruhi oleh suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, salinitas, dan kekeruhan. Kelompok ikan Target di daerah tersebut berasosiasi dengan tipe habitat II dan IV, dengan kondisi lingkungan berarus dan substrat yang mengandung debu. Hukom (1999) mengemukakan bahwa ikan-ikan Target dari famili Labride cenderung ditemukan pada habitat berkarang masif dan juga daerah ber-alga dan keberadaan koloni coraline algae. Ikan tersebut antara lain Cirrhilabrus cyanopleura, Thalassoma lunare dan ikan lainnya dari genus Halichoeres. Distribusi spasial ikan-ikan Indikator di daerah reef flat maupun reef slope, menunjukkan bahwa ikan dari famili Chaetodontidae memiliki preferensi terhadap karakteristik habitat dengan asosiasi lifeform yang beragam. Ikan jenis Chaetodon baronessa, C. trifasciatus dan Heniocus varius menunjukkan kecendrungan preferensi terhadap karakteristik habitat yang terdiri dari asosiasi karang acropora bercabang, karang non-acropora dan fauna lain (karang lunak dan spons). Jenis Chaetodon citrinellus, C. decussatus, C. vagabundus, dan Heniocus chrysostomus menunjukkan preferensi terhadap kombinasi keduanya. Dengan demikian dapat diduga bahwa variasi karakteristik habitat karang di lokasi penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap distribusi spasial ikan indikator. Kata kunci:
distribusi spasial, struktur komunitas, lifeform, ikan karang, dan perairan Bahodopi.
v
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DISTRIBUSI SPASIAL IKAN KARANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN TERUMBU KARANG (Kasus perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah)
AGUSTINUS SEMBIRING
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA
Judul Tesis
: Distribusi spasial ikan karang dan hubungannya dengan terumbu karang (Kasus perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah)
Nama
: Agustinus Sembiring
NRP
: C 651050071
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA Ketua
Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, MSc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 07 Juli 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Salah satu komponen sumberdaya yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah ikan karang. Organisme tersebut memiliki jumlah terbanyak dan menyolok di dalamnya. Organisme tersebut mengisi terumbu karang dan menyokong hubungan yang ada dalam ekosistem,
dan keberadaannya
dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang tersebut. Informasi mengenai struktur komunitas dan distribusi ikan karang di ekosistem terumbu karang di wilayah perairan pesisir Bahodopi Teluk Tolo, Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah belum banyak diketahui. Berdasarkan data survey tahun 2002 – 2008, diketahui bahwa kondisi terumbu karang di perairan tersebut termasuk dalam kategori buruk, dan data/informasi tentang sumberdaya ikan dan terumbu karang di perairan ini belum tersedia. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi struktur komunitas dan distribusi spasial ikan karang di lokasi penelitian melalui pengamatan kelimpahan dan kekayaan jenis ikan dan karang, serta hubungannya dengan karakteristik ekosistem terumbu karang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
informasi ilmiah yang berguna sebagai dasar untuk penelitian ilmiah lanjutan, dan juga sebagai masukan penting bagi upaya mempertahankan kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang dan sumberdaya ikan di wilayah tersebut.
Bogor, Juli 2011
Agustinus Sembiring
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kabanjahe, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 20 Agustus 1970. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Maranatha Medan tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMP Negeri 8 Medan tahun 1987, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Medan pada tahun 1990. Pada tahun 1995, Penulis menyelesaikan pendidikan tinggi di Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan. Pada tahun 1996–1998, penulis bekerja sebagai Staf Perencana Direktur dan Staf Lingkungan, masing-masing di Direktorat Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah dan Konsultan BCOEM pada proyek MREP (marine resources evaluation and planning)-ADB (Asian Development Bank). Pada tahun 1998, penulis juga aktif sebagai tenaga pendamping petani di wilayah Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Depok melalui proyek micro-financing UNDP-Yayasan Mulya Dharma Bogor. Pada tahun 1998–2000, penulis bekerja di PT Dames and Moore Indonesia (yang dalam perkembangannya berubah menjadi URS Corporation dan terakhir menjadi PT URS Indonesia) sebagai Ahli Lingkungan Biologi. Pada tahun 2000–2007, penulis bekerja sebagai pekerja paruh waktu (konsultan independen) pada sejumlah proyek penelitian, meliputi: studi dasar lingkungan, pemetaan dan evaluasi neraca sumberdaya daerah, proyek manajemen dan rehabilitasi mangrove, evaluasi tata ruang perikanan dan kelautan, dan penelitian unggulan terpadu. Pada tahun 2005, penulis menempuh pendidikan magister di Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB dengan biaya sendiri. Sejak tahun 2007 sampai sekarang, Penulis bekerja sebagai Staf Senior Lingkungan di PT Hatfield Indonesia, yang bergerak di bidang Konsultan Lingkungan Hidup.
x
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis lambungkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehendak-Nya atas kehidupan dan penghidupan penulis.
Perjalanan dan
penyelesaiaan studi penulis tidak lepas dari peran berbagai fihak yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimaksih kepada:
Prof. Dr. Dietriech G. Bengen, DEA., dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, MSc.,selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan waktu untuk pembimbingan dalam penyelesaian thesis ini.
Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA., selaku penguji pada ujian tesis.
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, MSc., selaku Kelautan.
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc., dan Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, MSi., atas dukungannya dalam proses penyelesaian studi.
Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS., atas bantuannya pada awal studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Ir. Wisnu Widjatmoko, MSc. (alm), atas kemurahan hati memberikan tumpangan dan semangat selama menempuh studi.
Bapak Prof MF Raharjo, Prof. Sanusi, Dr. Vincentius Siregar, Dr. R. Kawadji, Dr. Tri Pratono, Dr. Arnaya., Dr. Rilus Kinseng, Heron Surbakti, Budianto Surbakti, Bernardus Sembiring, dan Ibu Sriati, atas dukungan yang tulus selama dan dalam proses penyelesaian studi.
Teman-teman di Prodi IKL: Bapak Danu, Harja, Anto, Ibu Yanti, Denti, dan Niar; Ibu Iin (P2OLIPI), dan Yoyo (Puslit Limnologi), dan Agus Juli dan Ndaru (PTHI) dan teman seangkatan penulis atas dukungan yang tulus.
Sisilia Titi Sulawati dan Grace Humane Asti Ulina br. Sembiring, istri dan anak terkasih, atas segala dukungan, pengertian dan perhatiannya yang tulus.
Keluarga dan Orang tua penulis di Kuningan, Medan, dan Bogor, atas dukungan semangat-Doa yang selalu menyertai penulis.
Manajemen Pengembangan PT International Nikel Indonesia, atas ijin dan fasilitas bagi terlaksananya penelitian ini.
Manajemen PT Hatfield Indonesia, atas pemberian ijin pelaksanaan penelitian dan penyelesaian studi penulis.
Ketua Progam Studi Ilmu
Saudara, teman dan sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa memberkati, Amin.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1. Latar belakang .................................................................................... 1.2. Perumusan masalah ............................................................................ 1.3. Kerangka pemikiran ........................................................................... 1.4. Tujuan penelitian ............................................................................... 1.5. Manfaat penelitian .............................................................................
1 1 2 3 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1. Ekosistem terumbu karang ................................................................. 5 2.2. Ikan karang .......................................................................................... 7 2.2.1. Kelimpahan ikan karang ......................................................................... 2.2.2. Karakteritik ikan karang ......................................................................... 2.2.3. Keterkaitan ikan karang dengan terumbu karang .................................. 2.3. Keterkaitan faktor lingkungan dengan ikan karang ...................................
7 8 11
3. METODOLOGI ....................................................................................... 3.1. Lokasi dan waktu penelitian ................................................................. 3.2. Bahan dan alat penelitian ...................................................................... 3.3. Metode penelitian ................................................................................. 3.4. Analisis data ......................................................................................... 3.4.1. Indeks keanekaragaman (H’) ........................................................... 3.4.2. Indeks keseragaman (E) .................................................................. 3.4.3. Indeks dominasi (C) ......................................................................... 3.4.4. Karakteristik habitat ikan berdasarkan variabel lingkungan perairan ......................................................................... 3.4.5. Distribusi spasial ikan karang dan hubungannya dengan terumbu karang ....................................................................
16 16 17 18 18 19 19 20
14
20 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 23 4.1. Komunitas karang.................................................................................. 23 4.1.1. Kelimpahan dan komposisi karang ..................................................... 23 4.1.2. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) Karang ................................................................... 26
4.2. Komunitas ikan karang ......................................................................... 28 4.2.1. Kelimpahan dan komposisi jenis .......................................................... 28 4.2.2. Kelimpahan dan komposisi kelompok ikan karang .............................. 30 4.2.3. Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) ikan .......................................................................... 32
4.3. Karakteristik lingkungan perairan .......................................................... 33 xii
4.4. Variasi karakteristik lingkungan stasiun penelitian .................................. 4.4.1. Kedalaman 3-5 meter (reef flat) .................................................. 4.4.2. Kedalaman 5-10 meter (reef flat) .................................................. 4.5. Distribusi spasial jenis ikan karang berdasarkan karakteristik habitat. .................................................................................................. 4.5.1. Kedalaman 3-5 meter (daerah reef flat) ....................................... 4.5.2. Kedalaman 5-10 meter (daerah reef slope) .................................. 4.6. Distribusi spasial kelompok ikan karang berdasarkan karakteristik habitat .................................................................................................. 4.7. Distribusi spasial ikan indikator berdasarkan karakteristik habitat ............
36 36 38 39 39 42 44 48
5. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 52 5.1. Simpulan ............................................................................................ 52 5.2. Saran .................................................................................................. 52 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53 LAMPIRAN ................................................................................................... 58
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Struktur klasifikasi karang hermatifik ...................................................... 6
2.
Koordinat stasiun penelitian ..................................................................... 16
3.
Parameter fisika-kimia, metode pengukuran serta alat penelitian ........... 17
4.
Struktur komunitas karang ....................................................................... 27
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kerangka pemikiran penelitian ................................................................ 4
2.
Physiologi ikan secara umum (termasuk ikan Karang): A: anatomi, dan B:corak (dan pola warna) .............................................. 9
3.
Bentuk-bentuk sirip ekor ikan (termasuk ikan karang) ............................ 9
4.
Peta lokasi penelitian di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo ................................................................................................ 16
5.
Komposisi dan sebaran lifeform karang dan komponen abiotik di lokasi penelitian .................................................................................................. 25
6.
Komposisi habitat karang di stasiun penelitian: I: karang bercabang dan foliose, II: karang masif dan submasif, III: fauna lain, dan IV: abiotik ................................................................. 26
7.
Kelimpahan jenis ikan karang dan simpangan bakunya di setiap stasiun penelitian ...................................................................................... 29
8.
Komposisi ikan karang berdasarkan jumlah individu per famili di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter dan 5-10 meter ..................... 30
9.
Komposisi kelimpahan kelompok ikan karang di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter dan 5-10 meter ....................................................... 31
10. Kelimpahan kelompok ikan karang dan simpangan bakunya di setiap stasiun penelitian ...................................................................................... 32 11. Indeks komunitas ikan karang di stasiun penelitian ................................. 33 12. Kondisi umum parameter lingkungan di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter .................................................................................................. 35 13. Kondisi umum parameter lingkungan di stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter ................................................................................................. 36 14. Grafik AKU pada stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter (a). sebaran variabel kualitas lingkungan pada sumbu utama F1 dan F2; (b) sebaran stasiun pada sumbu utama F1 dan F2 ................. 37 15. Grafik AKU pada stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter (a). sebaran variabel kualitas lingkungan pada sumbu utama F1 dan F2; (b) sebaran stasiun pada sumbu utama F1 dan F2 ................. 39 xv
16. Grafik hasil analisis koresponden antar jenis ikan karang dengan karakteristik habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter pada sumbu (1 x 2) .................................................................. 40 17. Grafik hasil analisis koresponden antar jenis ikan karang dengan karakteristik habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter pada sumbu (1 x 2) ................................................................ 42 18. Grafik hasil analisis koresponden antar kelompok ikan karang utama dengan kelompok habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter pada sumbu (1 x 2) .................................................................. 45 19. Grafik hasil analisis koresponden antar kelompok ikan karang utama dengan kelompok habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter pada sumbu (1 x 2) ................................................................ 47 20. Grafik hasil analisis koresponden antar ikan indikator dengan habitat karang di stasiun daerah reef flat (kedalaman 3-5 meter) pada sumbu (1 x 2) ................................................................................... 49 21. Grafik hasil analisis koresponden antar ikan indikator dengan habitat karang di stasiun daerah reef slope (kedalaman 5-10 meter) pada sumbu (1 x 2) .................................................................................... 49
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Sebaran jenis dan lifeform karang di stasiun penelitian ........................... 58
2.
Sebaran kelimpahan ikan karang .............................................................. 62
3.
Parameter lingkungan di lokasi penelitian ............................................... 65
4.
Ringkasan data kelimpahan ikan dan indeks komunitas ikan karang .......
5.
Hasil analisis komponen utama parameter lingkungan di lokasi penelitian kedalaman 3-5 meter (reef flat) ................................................ 66
6.
Hasil analisis komponen utama parameter lingkungan di lokasi penelitian kedalaman 5-10 meter (reef slope) ........................................... 67
7.
Hasil analisis faktorial koresponden ikan-habitat stasiun ......................... 68
8.
Hasil analisis koresponden ikan-stasiun reef slope ................................... 70
9.
Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan-tipe habitat reef flat ...................................................................................................... 72
10. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan-tipe habitat reef slope .................................................................................................. 73 11. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan indikator-tipe habitat reef flat .......................................................................................... 74 12. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan indikator-tipe habitat reef slope ...................................................................................... 76 13. Dokumentasi penelitian ............................................................................ 78
xvii
1.
1.1
PENDAHULUAN
Latar belakang Ikan karang merupakan salah satu bagian sumberdaya yang penting di
ekosistem terumbu karang. Organisme tersebut memiliki jumlah terbanyak dan menyolok di dalamnya, mengisi dan menyokong hubungan yang ada dalamnya (Nybakken, 1993). Keberadaannya dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terumbu karang, yang ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986). Sumberdaya terumbu karang memiliki produktifitas yang paling tinggi di perairan tropis.
Sumberdaya tersebut merupakan salah satu sumber produksi
perikanan yang penting di Indonesia.
Namun demikian, seiring dengan
percepatan kegiatan pembangunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI (P3OLIPI) (1992) dalam Zamani (1997) memperkirakan, bahwa 14% ekosistem terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi kritis, 46% rusak berat, 33% baik, dan hanya 7% saja yang masih dalam kondisi sangat baik. Kerusakan tersebut
menurut Bryant et al, (1998) disebabkan oleh sejumlah
faktor, antara lain: kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, pemanfaatan lebih (over-exploitation) dan penangkapan ikan secara destruktif (destructive fishing), polusi, dan sedimentasi. Ikan karang yang paling sering dijumpai di terumbu karang dikelompokan dalam tiga kelompok, yakni Labroids, Acanthuroids, dan Chaetodontoids, dimana pola penyebarannya berhubungan dengan penyebaran terumbu karang (Choat dan Bellwood, 1991; Sale, 1991). Adrim (1993) dan Dartnal and Jones (1986) mengelompokkan ikan karang dalam tiga kelompok, yakni: 1). ikan Target, yang lebih dikenal sebagai ikan konsumsi, seperti famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, dan Lethrinidae; 2). ikan Indikator, yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang, seperti famili Chaetodontidae; dan 3). ikan Mayor, yang berperan dalam rantai makanan karena peran lainnya belum diketahui, seperti famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Mullidae, dan Apogonidae.
2
Informasi mengenai struktur komunitas dan distribusi ikan karang di ekosistem terumbu karang di wilayah perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah belum banyak diketahui. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada Tahun 2007 dan 2008, diketahui bahwa sumberdaya terumbu karang di wilayah tersebut telah banyak mengalami kerusakan, terutama oleh kegiatan destrctive fishing, disamping kegiatan lainnya seperti penggalian karang dan pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan konstruksi. Sejak tahun 2005, pemerintah bersama masyarakat setempat telah melakukan pelarangan terhadap penangkapan ikan yang bersifat destrctive (komunikasi peneliti dengan masyarakat setempat, 2007).
Namun demikian
program kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut belum memadai. Kondisi tersebut didukung oleh laporan Moore dan Ndobe (2008), bahwa regulasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Provinsi Sulawesi Tengah baru dalam tahap pengusulan draft. 1.2
Perumusan masalah Sebagai komunitas yang penting di ekosistem terumbu karang,
keberadaan, kelimpahan dan distribusi komuntas ikan karang di perairan karang wilayah Bahodopi belum banyak diketahui. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di berbagai wilayah perairan karang (Bell dan Galzin, 1984; Hukom, 1997;Gratwicke dan Speight, 2005; Arturo et al, 2005; Bozec et al, 2005; dan Harm et al, 2008) dinyatakan bahwa keberadaan sumberdaya ikan karang berkaitan dengan kondisi ekosistem terumbu karang, kelimpahan dan kekayaan jenis karang, penutupan karang, kompleksitas koloni karang, dan kualitas lingkungan. Berdasarkan sejumlah penelitian tersebut, diketahui bahwa kelimpahan, struktur komunitas dan distribusi ikan karang merupakan informasi yang penting untuk mengetahui kondisi ekosistem karang. Informasi tentang kondisi tersebut akan berguna bagi keperluan pengelolaan sumberdaya ikan dan terumbu karang. Moore dan Ndobe (2008) melaporkan bahwa berdasarkan data survey tahun 2002 – 2008 kondisi terumbu karang di perairan Sulawesi Tengah, termasuk dalam kategori buruk. Bahkan data dan informasi tentang sumberdaya ikan dan
3
terumbu karang di perairan Teluk Tolo dilaporkan belum tersedia. Oleh karena itu penelitian di wilayah tersebut perlu dilakukan. 1.3
Kerangka Pemikiran Sumberdaya ikan karang merupakan salah satu komponen penting yang
hidup di ekosistem terumbu karang. Organisme tersebut memiliki jumlah yang signifikan, menyebar di terumbu karang, dan memanfaatkannya sebagai tempat mencari makan, perlindungan, reproduksi dan pembesaran/perawatan organisme ikan muda. Setiap jenis ikan, baik secara individu maupun kelompok memiliki kesukaan/preferensi terhadap karakteristik tertentu, sehingga organisme tersebut diduga memiliki distribusi spasial yang khas di ekosistem terumbu karang. Asosiasi antara keduanya (ikan dan karang) berkaitan dengan kondisi terumbu karang, baik di daerah rataan terumbu (reef flat) maupun di lereng terumbu (reef slope). Kondisi terumbu karang dapat dikaji berdasarkan nilai persentase penutupan bentuk pertumbuhan (lifeform) koloni penyusun terumbu. Kelimpahan individu maupun jenis ikan karang berkaitan dengan kondisi ekosistem terumbu karang (Bell dan Galzin, 1984; Hukom, 1997; Gratwicke dan Speight, 2005; Arturo et al, 2005; Bozec et al, 2005; dan Harm et. al, 2008). Asosiasi antara ikan karang dengan habitanya di terumbu karang juga berkaitan dengan variabel kualitas lingkungan sekitarnya. Untuk mengetahui distribusi spasial ikan karang di habitatnya, maka maka perlu dilakukan penelitian yang konfrehensif, melalui kajian struktur komunitas dan kelimpahan ikan karang dan lifeform karang, dan menganalisis hubungan antara keduanya.
Adapun skema kerangka pemikiran penelitian
tersebut disajikan pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.
1.4
Tujuan penelitian 1. Mengevaluasi struktur komunitas dan distribusi spasial ikan karang di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo. 2. Menganalisis hubungan antara ikan karang dan karakteristik habitat di ekosistem terumbu karang.
1.5
Kegunaan penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah sebagai dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Masukan penting bagi upaya mempertahankan kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang dan sumberdaya ikan di perairan Pesisir Bahodopi, Teluk Tolo.
2.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem terumbu karang Terumbu Karang merupakan suatu struktur geologi laut yang dibangun oleh
sejumlah organisme. Terumbu tersebut berbentuk endapan kalsium karbonat (CaCO3) dan dikenal sebagai limestone (Musso and Hutchison, 1996). Di Salvo dan Odum (1974) dalam Sembiring (1995) menyatakan terumbu karang adalah ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota,
baik hewan maupun tumbuhan yang secara terus-
menerus mengikat ion kalsium dan karbonat dari air laut untuk menghasilkan rangka yang secara keseluruhan bergabung membentuk suatu terumbu dasar berkapur. Proses pembentukan terumbu karang dijelaskan antara lain oleh Soewignyo (1989) dalam Sembiring (1995) bahwa terumbu karang merupakan struktur dengan formasi kerangka kristal kapur (CaCO3), dihasilkan oleh epidermis pada setengah bagian bawah kolom dan kaki. Pada tahap selanjutnya terbentuk mangkuk tulang yang disebut theca tempat polip karang menetap.
Karang batu, alga berkapur,
foraminifera, moluska dan biota berkerangka kapur lainnya menjadi satu kesatuan membentuk kerangka kapur. Faktor fisik, seperti arus dan ombak sebagai pembawa endapan kapur dan partikel sedimen di sekitarnya akan tertimbun pada rongga-rongga kerangka tersebut, sehingga suatu struktur yang kuat/liat.
kerangka tersebut dapat saling melekat membentuk Terumbu Karang yang terbentuk, secara umum
memiliki 3 kategori utama, yakni terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu penghalang (barrier reef) dan terumbu cincin/atol (atoll). Tomascik et al, (1997), menyatakan ketergantungan biota karang terhadap faktor lingkungan sangat signifikan, hal ini menyebabkan adanya perbedaan struktur atau bentuk morfologi pertumbuhannya. Suharsono (1984) dalam Sembiring (1995), menyatakan bahwa bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh: tempat hidup, dan faktor fisik lingkungannya. Setiap karang adalah unik/khas, dimana masing-masing koloni/jenis menampakkan respon yang berbeda satu sama lain terhadap lingkungan.
6 Dalam pertumbuhannya, koloni karang memiliki bermacam-macam bentuk. Dahl (1981) dalam Ongkosongo (1988) mengelompokkan bentuk-bentuk tersebut dalam 6 kelompok utama, yaitu: bercabang (branching), padat (massif), daun (foliose), jamur (mashroom), kerak (encrusting), dan meja (tabulate). Bentuk-bentuk pertumbuhan (lifeform) tersebut dimanfaatkan oleh ikan karang dan biota lainnya, sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan tempat pengasuhan. Klasifikasi karang hermatifik (pembentuk terumbu), didasarkan atas bentuk/morfologi kerangkanya (Ditlev, 1980 dalam Aryasari, 2006; Veron, 1993). Struktur klasifikasi karang tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.
Struktur klasifikasi karang hermatifik.
Kelas Sub-Kelas: Ordo: Sub-Ordo: Famili:
Sub-Ordo: Famili:
Sub-Ordo: Famili: Sub-Ordo: Famili: Sub-Kelas: Ordo: Famili: Ordo: Famili:
Anthozoa Zooantharia Scleractinia Astrocoeniina Astrocoeniidae Pocilloporidae Acroporidae Faviina Faviidae Trachyphyllidae Oculinidae Meandrinidae Merulinidae Mussidae Pectinidae Caryophilliina Caryophilliidae Dendrophylliina Dendrophylliidae Octocorallia Stolonifera Tubiporidae Coenothecalia Heliporida
Kelas Ordo: Famili: Ordo: Famili:
Hydrozoa Milleporina Milleporidae Stylasterina Stylasteridae
7 Biota karang, khususnya di wilayah Indo-Pasifik terdiri atas 2 kelas dan subkelas, 5 ordo dan sub-ordo, dan 21 famili. Sampai saat ini, jumlah jenis karang dari Ordo Scleractinia hampir 800 jenis yang telah dideskripsikan. Sebanyak 600 jenis berada di Asia Tenggara khususnya di Indonesia dan Philipina (Burke et al, 2002). Dengan pertimbangan bahwa luas kawasannya sebesar 34% dari total terumbu karang dunia, sekitar 51% merupakan kawasan terumbu karang Indonesia. Berdasarkan fakta ini, maka secara biogeografi kawasan ini dinyatakan sebagai center of origin karang di dunia (Veron, 1993). 2.2
Ikan karang
2.2.1
Kelimpahan ikan karang Salah satu organisme yang berperan penting di ekosistem terumbu karang
adalah ikan karang, baik dalam hal Keanekaragaman maupun morfologinya (Syms, 1998). Organisme ini dapat ditemukan di terumbu karang sampai pada kedalaman 100m, walaupun mungkin juga terdapat di dalam habitat yang lainnya (Lieske dan Myers, 1994). Beberapa jenis ikan non-karang juga ditemukan, akan tetapi memiliki distribusi yang luas, berasosiasi dengan substrat yang kasar, dan beberapa ikan karang terutama berasosiasi dengan habitat tepian, seperti gosong, laguna, dan mangrove. Diantara 4000 jenis ikan di perairan Indo-Pasifik, 18% hidup di ekosistem terumbu karang (Veron, 1993). Berdasarkan penelitian-penelitian ikan karang, para ahli menemukan bahwa ikan karang di perairan Indonesia memiliki kelimpahan dan keanekaragaman jenis yang tinggi, bahkan diduga sebagai yang tertinggi di dunia.
Menurut Allen dan
Adrim (2003) secara keseluruhan jumlah jenis ikan karang yang ada di Indonesia sekitar 2057 jenis dalam 113 famili atau sekitar 39% dari jumlah ikan yang ada di dunia. Sebagai contoh, di perairan Taman Nasional Raja Ampat ditemukan 828 jenis, dari 972 jenis di perairan Papua, bahkan diperkirakan jumlah total jenis di Papua mencapai 1084 jenis (Allen, 2002). Menurut Dwiponggo (1990), potensi ikan karang Indonesia cukup besar, yaitu 30 – 50 juta ekor per tahun. Beberapa kelompok ikan yang paling sering terlihat di terumbu karang, adalah: 1) Sub-ordo Labroide, famili: Labridae (ikan cina-cina), Scaridae (ikan kakak tua), Pomacentridae (ikan betok); 2)
8 Sub-ordo Acanthuroidei, famili:
Acanthuridae (butana/surgeon fish), Siganidae
(beronang), dan Zanclidae (Moorish idol); 3) Sub-ordo Chaetodontoidei, famili: Chaetodontidae (kepe-kepe/butterfly fish), Pomacantidae (kambing-kambing/angel fish); 4) Famili Blennidae dan Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap; 5) Famili Apogonidae (ikan beseng), nokturnal, memangsa avertebrata terumbu dan ikan kecil; 6) Famili Ostraciidae, Tetraodontidae, dan Balistide (ikan pakol) yang menyolok dalam bentuk dan warnanya; dan 7) pemangsa dan pemakan ikan (Piscivorous) yang besar jumlahnya dan bernilai ekonomis tinggi, meliputi famili: Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap), Lethrinidae (lencam), dan Holocentridae (suanggi). 2.2.2
Karakteritik ikan karang Kekhasan ikan karang pada umumnya ditunjukkan oleh corak dan jenis
warna yang beraneka ragam, sehingga sangat membantu dalam pengenalan maupun identifikasinya. Dalam hal ini, sangat jelas terlihat pada kelompok ikan dari famili Chaetodontidae. Pada prinsipnya, ikan karang dikategorikan sebagai ikan perairan dangkal. Sebagaimana disajikan pada Gambar 2, anatomi kelompok ikan ini terdiri dari 9 komponen utama, yakni: 1) dorsal fin (sirip punggung), 2) pectoral fin (sirip dada), 3) ventral (pelvic) fin (sisip bawah), 4) anal fin (sirip bawah belakang), 5) caudal fin (sirip ekor), 6) operculum (gill cover/ penutup insang), 7) lateral line (gurat sisi), 8) gas bladder (hydrostatic organ), dan 9) gill (insang). Sirip punggung dapat terbagi atas 2 bagian, yakni: sirip keras (hard spins) dan sirip lunak (soft spins). Selain corak warna, salah satu penciri yang khas adalah bentuk sirip ekor. Sebagaimana ikan umumnya, bentuk sirip ekor juga beragam (Gambar 3), terdiri dari: rounded pada jenis Bothus lunatus;
lanceolate dan truncate pada ikan kerapu
(Epinephelus sp.) dan beberapa angle fishes; lunate, sepeti pada famili Caesionidae, dan Carangidae; forked, heterocercal, pada ikan hiu.
seperti pada famili Letrinidae, dan lain-lain; serta
9
A
B
G Gambar 2.
Fisiologi ikan secaraa umum (term masuk ikan Karang): A: anatomi, dan d B:corak dan d pola warrna. Sumberr: Leis (20022)
G Gambar 3. Bentuk-bent B tuk sirip ekoor ikan (term masuk ikan karang). (2002) (
Sumber: Leeis
Ben ntuk tubuh ikkan karang memiliki m Keeanekaragam man yang tingggi, mulai dari p pipih
sepeerti
ikan-ikkan
familii
Chaetodoontidae,
P Pomacentrida ae,
Scaridaae,
10 Acanthuridae, dan sebagainya; depress seperti pada ikan-ikan yang membenamkan diri di pasir dari famili Dasyatidae, relatifely tube shapes (seperti tabung) seperti ikan-ikan dari famili Muraenidae, Congridae, dan Aulostomidae; segi empat, seperti ikan dari famili Tetraodontidae; kombinasi sampai tidak beraturan dari jenis-jenis ikan karang lainnya. Bentuk sisik ikan karang juga bervariasi sebagaimana ikan pada umumnya, terdiri dari: placoid, sperti pada kelompok ikan famili Dasyatididae, dan Hiu; cosmoid, seperti pada famili Lutjanidae, ganoid, sperti famili Lepisostidae (ikan laut terbuka); cycloid, seperti pada famili Chulidae, dan ctenoid, seperti ikan dari famili Macropidae. Pada ikan karang, bentuk sisik yang umum ditemukan adalah: placoid, ctenoid, cycloid. Letak mulut ikan bervariasi, dan berhubungan dengan cara
dan pola
makannya. Menurut Leyske dan Myers, (1994), ada tiga bentuk mulut yang umum ditemukan, yakni: inferior: mulut terletak pada bagian bawah anterior, seperti pada ikan dari famili: Dasyatidae, Sphyrnidae, Hiu (Carcharhinidae, dan Rhincodontidae), Haemulidae, Mulidae, dan lain-lain; terminal: mulut terletak relatif di tengah anteriodorsoventral, seperti pada ikan-ikan dari famili Monocentridae dan sebagian besar jenis dari famili Chaetodontidae; dan oblique: letakmulir relatif ke arah ventral, seperti ikan-ikan dari famili Holocentridae, Serranidae, Carangidae dan lain-lain. Adapun sistematika klasifikasi ikan karang adalah sebagai berikut: Kingdom Animalia Linnaeus, 1758 - animals Subkingdom Bilateria Branch Deutrostomia Infrakingdom Chordonia Phylum Chordata Bateson Subphylum Vertebrata Infraphylum Gnathostomata Kelas Osteichthyes Huxley, 1880 SubKelas Actinopterygii ray – finned fishes InfraKelas Actinopteri Superdivisi Neopterygii Divisi Halecostomi Subdivisi Teleostei Infradivisi Elopocephala Cohort Clupeocephala
11 Subcohort Euteleostei Infracohort Neognathi DivisiNeoteleostei Subdivsi Eurypterygii Infradivisi Ctenosqamata Superordo Acanthpterygii Series Percomorpha Ordes Perciformes Famili Serranidae Famili Chaetodontidae Famili Pomacentridae Famili Scaridae Famili Muraenidae Famili Labridae 2.2.3
Keterkaitan ikan karang dengan terumbu karang Di ekosistem terumbu karang, ikan karang merupakan organisme yang
jumlahnya paling banyak dan merupakan organisme besar dan sangat signifikan peranannya. Kelompok ikan ini memiliki peran sebagai penyokong hubungan bioekologis yang ada dalam ekosistem terumbu karang, meliputi interaksi yang luas antara individu yang sama, jenis-jenis yang berbeda, invertebrata, dan interaksi dengan faktor fisik (non biologis) seperti suhu, cahaya, ruang dan kedalaman (Nybakken, 1993) sesuai dengan niche masing-masing ikan tersebut. Dengan demikian keberadaan ikan-ikan karang baik secara kuantitas maupun kualitas sangat behubungan dengan kondisi kesehatan terumbu karang yang
ditunjukkan oleh
persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986), serta keanekaragaman jenis biota karang di suatu ekosistem.
Interaksi antara ikan karang dengan terumbu
karang sebagai habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda; (2) interaksi dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk algae; dan (3) interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur karang dan kondisi hidrologis dan sedimen (Coat dan Bellwood, 1991). Diantara ikan-ikan karang yang telah diketahui, Bell et al, (1984) dalam Bozec et al, (2005)
menemukan bahwa di terumbu karang Polinesia terdapat
korelasi positif antara penutupan karang hidup dengan kelimpahan serta
12 Keanekaragaman ikan Kepe-Kepe (famili Chaetodotidae). Demikian pula Adrim dan Hutomo (1989) menemukan hal yang sama di Laut Flores.
Dalam penelitian
mereka, dijelaskan bahwa semakin tinggi penutupan karang hidup maka semakin tinggi pula jumlah jenis dan kelimpahan jenis ikan Kepe-Kepe di terumbu karang. Reese (1988) dalam Manthacitra et al, (1991), mengemukakan bahwa ikan karang dapat merasakan atau merespon adanya gejala kerusakan terumbu karang dimana mereka hidup sebelum kondisinya semakin parah.
Sebelumnya, Reese
(1981) dalam Hukom dan Bawole (1997) menemukan bahwa ikan kepe-kepe yang telah merasakan tanda-tanda kerusakan tersebut akan mengubah tingkah lakunya atau pindah ke tempat lain dimana keadaan terumbu karangnya masih baik. Di perairan Kepulauan Sichang, Thailand, ditemukan bahwa kehadiran ikan karang Chaetodon octofasciatus dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) kondisi terumbu karang (Manthachitra et al, 1991). Dalam hal ini, selanjutnya diketahui bahwa kelimpahan ikan tersebut meningkat di perairan karang yang agak keruh dan kondisi tutupan karang-nya sudah berubah (menurun), sedangkan ikan-ikan jenis lainnya relatif lebih rendah. Demikian pula dengan penelitian Sukarno et al, (1986) mengemukakan bahwa penurunan kelimpahan ikan karang, khususnya ikan KepeKepe dan penurunan populasi karang di beberapa lokasi perairan karang di kepulauan Seribu disebabkan karena terumbu karang telah mengalami kerusakan. Jumlah jenis ikan di terumbu karang adalah refleksi langsung dari besarnya kesempatan habitat yang tersedia (Allen dan Steene, 1996). Choat dan Bellwood (1991), Sale (1991) menemukan bahwa secara umum, kelompok ikan karang utama yang ditemukan di terumbu karang terdiri dari: 1). kelompok Labroids, meliputi ikanikan dari famili Labridae (wrasses), Scaridae (parrotfishses), dan Pomacentridae (damselfishes);
2).
kelompok
Acanthuroids,
meliputi
famili
Acanthuridae
(surgeonfishes), Siganidae (rabbitfishes), dan Zanclidae (moorish idol); dan 3). kelompok Chaetodontoids, meliputi famili Chaetodontidae (butterflyfishes) dan Pomacanthidae (angelfishes).
Adrim (1993) dan
Dartnal dan Jones (1996)
mengelompokkan ikan karang dalam tiga kelompok, yakni:
13 1). ikan Target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, dan Lethrinidae. 2). ikan Indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang, seperti Famili Chaetodontidae. 3). ikan Mayor,
kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan,
karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae,
Caesionidae,
Siganidae,
Mullidae,
dan
Apogonidae. Para peneliti menemukan bahwa ikan – ikan kelompok tersebut menunjukkan pola penyebaran yang berhubungan dengan penyebaran terumbu karang. Sale (1991) melaporkan bahwa ada sebelas famili ikan lain yang mempunyai assosiasi dengan terumbu karang. Famili tersebut adalah: ikan demersal, seperti Blennidae dan Gobiidae; ikan malam, seperti Apogonidae dan Haemulidae; ikan dengan bentuk yang khas, seperti Ostraciidae, Tetraodontidae dan Balistidae; ikan piscovorous dan predator, seperti Serranidae, Lutjanidae, dan Lethrinidae; dan ikan planktivora, seperti
Holocentridae.
Hallacer (2003) membagi tipe makan ikan
karang menjadi 3 (tiga), yakni: 1. Herbivora; Ikan herbivora terumbu karang adalah kelompok yang paling banyak ditemukan dan tersebar luas. Ada 4 famili ikan karang herbivora yang banyak muncul antara lain famili Acanthuridae – sekitar 76 jenis, Siganidae – sekitar 25 jenis, Scaridae – sekitar 79 jenis dan Pomacentridae – sekitar 159 jenis (Choat, 1991 dalam Sale, 1991). 2. Planktivora; Mayoritas ikan laut mengkonsumsi plankton selama fase juvenil, walaupun kebanyakan berubah menjadi tipe makanan lain setelah mencapai fase dewasa (Leis, 1991 dalam Sale, 1991). Terumbu karang mempunyai ikan planktivora dewasa yang aktif selama siang dan malam hari, walaupun setiap periode mempunyai kumpulan jenisnya sendiri-sendiri. Beberapa famili mempunyai banyak jenis yang beradaptasi sebagai planktivora.
14 3. Carnívora; jenis ikan karang carnivora lebih umum pada terumbu karang dari pada herbivora atau planktivora. Berdasarkan penelitian Jones et al, (1991) dalam Sale (1991) diketahui bahwa jenis carnivora (Piscivora dan pemakan invertebrata Benthos) adalah carnivora yang paling umum yang ditemukan (4 -68%). Selanjutnya Herbivora (7- 25%), planktivora (4 - 38%), dan Omnivora (4 - 19%). Diantara carnivora, jenis yang spesialis memakan invertebrata benthos terlihat lebih umum dari pada piscivora (pemakan ikan lainnya). Berdasarkan tujuh hasil penelitian yang dilakukan, 5 penelitian diantaranya menunjukkan bahwa predator invertebrata benthos adalah kelompok yang paling umum, dengan komposisi 27- 56% dari seluruh jenis yang ada. 2.3
Keterkaitan faktor lingkungan dengan ikan karang Ikan karang menghabiskan seluruh fase kehidupannya di wilayah terumbu
karang. Terumbu karang menjadi tempat mencari makan, berlindung dan bereproduksi. Pada umumnya organisme tersebut mempunyai kecenderungan hidup di wilayah tertentu di dalam ekosistem terumbu karang. Setiap jenis memperlihatkan kesukaan terhadap habitat yang tepat, yang terkait dengan sejumlah kombinasi faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi ketersediaan pakan, ruang tempat perlindungan, dan variasi parameter fisika perairan dan karakteristik substrat. Carpenter (1981) dalam Bozec et al, (2005) menyatakan bahwa kompleksitas substrat berkaitan dengan ruang tempat perlindungan ikan. Pendapat tersebut
sesuai
dengan
hasil
penelitian
sebelumnya,
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi kelimpahan ikan adalah fisiografi dasar perairan (Amesbury 1978 dalam Hutomo 1986). Hasil penelitian Bozec et al, (2005), Gratwicke dan Speight (2005), dan Grober et al, (2008) membuktikan bahwa kelimpahan ikan karang dipengaruhi oleh keberadaan karang hidup. Dengan demikian penurunan jumlah karang hidup berpengaruh terhadap keberadaan ikan karang. Hutomo (1986) menemukan bahwa ikan karang memiliki habitat yang berbeda dalam ekosistem terumbu karang, tetapi beberapa jenis dapat menempati habitat yang sama. Hal ini karena tiap jenis atau kelompok ikan memiliki kesukaan
15 yang berbeda terhadap habitat tertentu. Pada karang yang besar dan padat, seperti Porites, sering dijumpai ikan-ikan pemakan polip. Jenis ikan tersebut berasal dari famili Balistidae dan Chaetodontidae. Pada kelompok karang bercabang, seperti karang Acropora, sering menjadi tempat perlindungan bagi Damselfish (betok laut) dan ikan lain yang umumnya berukuran lebih kecil (Nybakken, 1993). Bersama- sama dengan ikan karang, faktor lingkungan yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang secara umum adalah: 1.
Cahaya dan Kedalaman: cahaya matahari dibutuhkan untuk fotosisntesis yang akhirnya berguna dalam pembentukan terumbu (Nybakken, 1993). Titik kompensasi cahaya untuk biota karang adalah pada kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang 15 – 20% dari intensitas di permukaan. Pada lokasi perairan jernih, terumbu karang masih mampu hidup di kedalaman lebih dari 25 meter.
2.
Suhu dan kedalaman: Veron (1993) menyatakan bahwa suhu dan kedalaman berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan karang. Kedua parameter tersebut berkaitan dengan ketersediaan cahaya, arus, dan sebagainya. Wells (1957) dalam Nybakken (1993), menyatakan karang hermatifik masih dapat bertahan pada suhu 180C selama beberapa waktu, tetapi suhu yang paling optimal untuk perkembangan terumbu karang adalah 23 – 250C.
3.
Salinitas: faktor salinitas umumnya berpengaruh terhadap karang di daerah lagoon atau reef flat terutama pada musim hujan, dimana mungkin terjadi penurunan salinitas yang ekstrim. Karang mampu mentoleransi salinitas pada kisaran 27 – 40 0/00 (Nontji, 1987).
4.
Arus dan Gelombang: hempasan ombak kadang-kadang merusak struktur karang, terutama karang bercabang. Arus berkaitan dengan proses suplai makanan, kebersihan karang terutama dari endapan sedimen, dan juga dengan kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk proses resfirasi (pernafasan).
Umumnya perkembangan terumbu karang lebih baik di
kawasan perairan yang mengalami pengaruh arus dan gelombang (Nybakken, 1993).
3.
3.1
METODOLOGI
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan September 2007 dan Juni 2008. Stasiun pengamatan terumbu karang terdiri dari 10 stasiun, masingmasing lima stasiun di reef flat (kedalaman 3-5 meter) dan di reef slope (kedalaman 5-10 meter), yakni: Tanjung Lasoni, Bahomatefe, Siumbatu, Nambo, dan Kaurea. Pada Tabel 2 dan Gambar 4 disajikan posisi geografis lokasi penelitian. Tabel 2. No 1 2 3 4 5
Koordinat stasiun penelitian. Lokasi Penelitian TanjungLasoni (LAS) Bahomatefe (BAH) Siumbatu (SIM) Nambo (NAM) Kaurea (KAR)
Koordinat LS BT 2⁰ 40’ 02,900” 122⁰ 2’ 24,099” 2⁰ 43’ 28,114” 122⁰ 1’ 53,268” 2⁰ 45’ 47,225” 122⁰ 3’ 55,980” 2⁰ 47’ 20,615” 122⁰ 5’ 11,934” 2⁰ 47’ 15,002” 122⁰ 8’ 34,999”
Gambar 4. Peta lokasi penelitian di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo.
17
3.2
Bahan dan alat penelitian Parameter kualitas lingkungan yang diamati dan bahan dan alat
penelitian disajikan pada Tabel 3.
Pengukuran in situ dilakukan terhadap
parameter fisika dan kimia tertentu, sedangkan sejumlah parameter lainnya diukur/dianalisis di laboratorium. Tabel 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Parameter fisika-kimia, metode pengukuran serta alat penelitian.
Parameter Suhu Air Arus Turbiditas Komposisi/Tekstur Sedimen substrat Salinitas pH
7. DO
Satuan ⁰C cm/detik mg/l mg/l % ‰ -
Metode /alat Termometer Floating drought Turbidity meter
Pengukuran In situ In situ Ex situ
Analisis Granulometik Refraktometer pH meter
Ex situ In situ In situ
DO meter
In situ
mg/l Keterangan: DO: oksigen terlarut (dissolved oxygen)
Peralatan untuk pelaksanaan pengamatan ikan karang dan koloni karang adalah sebagai berikut: 1. Peralatan Selam dasar, dan SCUBA untuk snorkling dan penyelaman, 2. Kamera dan water resistant chasing untuk pemotretan kegiatan pengamatan ikan dan ikan karang, 3. Kertas water-resistant, writing-pad plastik, dan pensil 2B untuk mencatat jenis ikan karang, panjang tutupan jenis dan lifeform karang, 4. Roll meter untuk transek garis, 5. Pelampung tanda untuk keselamatan kerja, 6. Botol Kemmerer untuk pengambilan contoh air, 7. Plastik dan sendok plastik untuk pengambilan substrat karang, dan 8. Perahu Nelayan untuk pengangkutan dan transportasi ke lokasi penelitian
18 3.3
Metode penelitian Pemilihan lokasi stasiun penelitian dilakukan berdasarkan hasil observasi
pendahuluan, menggunakan citra satelit Landsat ETM +7. Wawancara dengan penduduk setempat dan pengamatan cepat dengan menggunakan kapal nelayan setempat juga dilakukan untuk melihat sebaran terumbu karang. Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode sensus visual yang dikembangkan oleh Dartnal dan Jones (1986) dan English et al, menggunakan transek garis sepanjang 50 meter.
(1996),
Transek ditempatkan relatif
sejajar dengan garis pantai, dan pengamatan ikan karang dilakukan sepanjang transek dengan lebar ruang dasar perairan ke kiri dan kanan selebar 2,5 meter (luas transek: 250 m²).
Pengukuran panjang penutupan jenis dan bentuk
pertumbuhan (lifeform) karang juga dilakukan menggunakan transek yang sama. Berdasarkan pengamatan pendahuluan, pengukuran karang dan ikan karang di setiap stasiun penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yakni daerah rataan terumbu (reef flat) dengan kisaran kedalaman 3–5 meter, dan daerah kemiringan (reef slope) dengan kedalaman 5 - 10 meter. Pengamatan ikan karang dilakukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan pengukuran koloni lifeform/jenis karang. Masing-masing pengamatan dilakukan oleh tiga orang penyelam, dimana satu orang mengamati dan memotret ikan karang dan karang, satu orang mengamati ikan karang dan satu orang lagi mengukur panjang tutupan jenis dan lifeform karang. Untuk memperoleh gambaran karakteristik habitat, selain pengukuran lifeform, dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan, meliputi paramater kualitas air dan komposisi substrat sebagaimana telah disajikan pada Tabel 3. Pelaksanaan kegiatan pengamatan dan pengukuran komponen penelitian di masing-masing stasiun penelitian dilakukan pada pagi dan siang hari. Dengan demikian waktu pengamatan antar satsiun tidak seragam, artinya tidak memperhatikan perbedaan waktu. 3.4
Analisis data Analisis data meliputi: penghitungan indeks Keanekaragaman Shannon –
Weaver (1949) dalam (Krebs, 1989), indeks Keseragaman (Krebs, 1989), dan indeks Dominansi Simpson.
19 Evaluasi variasi karaktersitik lingkungan di lokasi penelitian dilakukan dengan Analisis Komponen Utama (AKU), sedangkan evaluasi keterkaitan distribusi spasial ikan dan lifeform karang serta karakteristik lingkungan di lokasi penelitian dilakukan dengan Analisis Koresponden (correspondence analysis, CA). 3.4.1
Indeks Keanekaragaman (H’) Nilai indeks Keanekaragaman menggambarkan kelimpahan distribusi
individu antar jenis ikan karang dan biota karang di lokasi penelitian. Indeks tersebut dapat menggambarkan keseimbangan jenis dalam lingkungannya. Indeks tersebut diukur dengan rumus:
H’ = -∑ pi log2 pi keterangan: H’= nilai indeks Keanekaragaman pi = ni/N pi = proporsi penutupan kelompok biota/koloni ke-i N = total penutupan biota Ni = nilai penutupan biota Nilai indeks Keanekaragaman berkisar antara 0 - ∞ (nol s/d tidak terhingga). Kategori Keanekaragamannya adalah: H’ <1
= keanekaragaman rendah
1< H’ <3
= keanekaragaman sedang
H’ >3 3.4.2
= keanekaragaman tinggi
Indeks keseragaman (E) Nilai indeks keseragaman (E) dikenal juga sebagai indeks keseimbangan
atau kemerataan jenis penyususn suatu komunitas. Nilai indeks tersebut adalah perbandingan antara nilai indeks Keanekaragaman dengan nilai keanekaragaman maksimum (Hmax) yang teramati. Rumus yang digunakan adalah: E
H' H max
; H max log S
keterangan: E = nilai indeks keseragaman H’ = nilai indeks Keanekaragaman
2
20 S = jumlah kelompok biota/koloni Kisaran nilai indeks tersebut adalah 0 – 1, dimana nilai tersebut dapat menunjukkan keadaan komunitas sebagai berikut: 0.00 < E ≤ 0.50 = komunitas tertekan 0.50 < E ≤ 0.75 = komunitas labil 0.75 < E ≤ 1.00 = komunitas stabil Kisaran tersebut diatas menggambarkan penyebaran jumlah biota yang teramati, dimana nilai yang kecil menunjukkan bahwa penyebaran biota tidak sama, sehingga menunjukkan adanya dominasi oleh suatu jenis tertentu. 3.4.3
Indeks dominasi (C) Nilai indeks dominasi digunakan untuk melihat tingkat dominasi suatu
kelompok jenis /koloni terhadap yang lain. Perhitungan indeks tersebut adalah:
C = ∑ [ni /N]² keterangan: C = indeks dominasi ni = nilai penutupan biota ke-i N = penutupan total biota Kisaran nilai indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1.Semakin kecil nilai indeks tersebut, menunjukkan bahwa tidak ada dominansi oleh jenis tertentu dalam suatu komunitas. 3.4.4
Karakteristik habitat ikan berdasarkan variabel lingkungan perairan. Untuk mengevaluasi variasi variabel fisika-kimia perairan antar habitat
ikan (stasiun penelitian) digunakan pendekatan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama (AKU) (Principal Componen Analysis, PCA) (Legendre dan Legendre, 1983; Ludwig dan Reynolds, 1988; Digby dan Kempton, 1987; Bengen et al, 1992 dalam Natan, 2007). AKU merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan menampilkan data dalam bentuk grafik dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun penelitian sebagai individu
21 statistik (baris) dan variabel lingkungan (fisika-kimia perairan) sebagai variabel kuantitatif (kolom). Variabel fisika-kimia perairan yang diukur tidak memiliki unit pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan AKU, data tersebut harus dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian. Jadi, apabila
Xij adalah nilai data awal dan X.j adalah rata-rata, serta S.j adalah
simpangan baku X.j, maka pemusatan dari Xij ke Yij dapat ditransformasikan ke Yij dengan rumus: Yij = (Xij – X.j), dan pereduksian dari Xij ke Yij ditransformasikan dengan rumus Yij – (Xij – X.j)/S.j. Dengan demikian setiap variabel memiliki unit keragaman. Hasil nilai pemusatan dan pereduksian adalah matriks baru ASxN yang merupakan pembentukan dari komponen-komponen aij.
Untuk menentukan
hubungan antara dua variabel digunakan pendekatan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik (Ludwig dan Reynolds, 1988), yaitu:
RSxS = ASxN AtNxS keterangan: RSxS = matriks korelasi rij ASxN = matriks indeks sintetik Yij AtNxS = matriks transpose (pertukaran baris dan kolom) dari matriks A. Korelasi linier antara dua variabel yang dihitung dari indeks sintetiknya merupakan peragam dari dua variabel tersebut yang telah dinormalisasikan. Tahapan tersebut merupakan transformasi p variabel kuantitatif awal (inisial), yang diduga saling berkorelasi, ke dalam p variabel kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Dengan demikian hasil analisis tidak berasal dari variabelvariabel awal (initial variables-raw data), tetapi berasal dari indeks sintetik yang merupakan hasil kombinasi linier variabel-variabel awal. Diantara semua indeks sintetik yang mungkin, dipilih indeks yang menunjukkan ragam individu maksimum. Indeks ini disebut komponen utama ke1 atau sumbu (axis) utama ke-1, yaitu suatu proporsi tertentu dari ragam total stasiun/lokasi yang dijelaskan oleh komponen utama ini.
Selanjutnya dicari
komponen utama ke-2 dengan syarat berkorelasi linier nihil dengan yang pertama dan memiliki ragam individu terbesar. Komponen utama ke-2 ini memberikan
22 informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses tersebut berlanjut terus hingga diperoleh komponen utama ke-p, dimana bagian informasi yang dapat dijelaskan semakin kecil. Pada prinsipnya AKU menggunakan pengukuran jarak Euklidien (jumlah kuadrat
perbedaan antara individu (baris) untuk variabel (kolom) yang
berkoreponden) pada data. Jarak euklidien didasarkan pada rumus:
d2 (i,i’) =∑
ij –
i’j)²
keterangan: i-i’= 2 baris j = indeks kolom (bervariasi dari 1 hingga p) Semakin kecil jarak euklidien antara dua stasiun, maka semakin mirip karakteristik abiotik dan biotik dua stasiun tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin besar jarak euklidien antara dua stasiun maka semakin berbeda karakteristik fisika-kimia perairan dua stasiun tersebut. 3.4.5
Distribusi spasial ikan karang dan hubungannya dengan terumbu karang. Distribusi spasial ikan karang pada habitatnya (stasiun di terumbu
karang) dan keterkaitannya dengan karakteristik habitat (parameter lingkungan) dianalisis dengan Analisis Koresponden (Correspondence Analysis, CA). Analisis tersebut didasarkan pada data baris (I) dan kolom (J), dimana keduanya disajikan dalam bentuk tabel kontigensi antara misalnya: jenis ikan karang x modalitas karakteristik habitat dan stasiun. Matriks data disusun dengan menggunakan perangkat lunak Ms.Excel. Data matrik dianalisa dengan menggunakan perangkat lunak MVSP versi 3.1 (Multi Variate Statistical Package) dan Statistica versi 6.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Komunitas karang
4.1.1
Kelimpahan dan komposisi karang Jenis karang keras (hard coral, HC) yang ditemukan di lokasi penelitian
terdiri dari 40 jenis dari 12 famili. Jenis yang paling banyak ditemukan termasuk dalam lima famili, yakni: Acroporidae, Faviidae, Poritidae, Fungiidae, dan Pocilloporidae. Pada stasiun daerah reef flat (kedalaman 3-5 meter), jenis karang keras yang memiliki penutupan paling tinggi berturut-turut: Acropora sarmentosa (famili Acroporidae), Goniastrea aspera (famili Faviidae), Fungia scabra (famili Fungiidae), Porites cylindrica (famili Poritidae), dan Stylophora pistilata (famili Pocilloporidae). Pada stasiun daerah reef slope (kedalaman 5-10 meter), jenis karang keras yang memiliki penutupan paling tinggi berturut-turut, meliputi: Acropora palifera (famili Acroporidae), Favites abdita (famili Faviidae), Fungia scabra (famili Fungiidae), Porites cylindrica (famili Poritidae), dan Pocillopora sp (famili Pocilloporidae). Sebaran jenis dan lifeform karang di stasiun penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan sebaran karang, jenis yang umum ditemukan pada daerah reef flat, terdiri dari Montipora foliosa (famili Acroporidae); Porites nigrescens dan Porites cylindrica (famili Poritidae); dan Seriatopora hystrix dan Stylophora pistillata (famili Pocilloporidae). Jenis yang umum di stasiun daerah reef slope terdiri dari Acropora palifera dan Montipora foliosa (famili Acroporidae); Favia rotundata, Favites abdita, F. chinensis, dan Montastrea curta (famili Faviidae); Fungia scabra, F. horrida, dan Hydnopora exesa (famili Fungiidae); Porites cylindrica (famili Poritidae); Pectinia lactuta (famili Pectinidae); Physogyra sp. (famili Caryophillidae); dan Pocillopora sp., Seriatopora caliendrum, dan Stylophora pistillata (famili Pocilloporidae). Jenis Porites cylindrica merupakan jenis yang ditemukan di seluruh stasiun penelitian, baik di kedalaman 3-5 meter maupun di kedalaman 5-10 meter.
24
Hasil pengamatan menunjukkan kekayaan jenis karang keras di stasiun kedalaman 5-10 meter lebih tinggi daripada di kedalaman 3-5 meter. Hal ini diduga karena kegiatan pemanfaatan sumberaya ikan dan karang lebih banyak dilakukan masyarakat nelayan setempat di daerah reef flat pada kedalaman 1 – 5 meter pada kondisi pasang tertinggi (komunikasi peneliti dengan masyarakat di Siumbatu dan Nambo, 2007).
Kondisi yang sama juga ditemukan di perairan Pulau Poopoh
Bunaken (Makatipu et al, 2010), dimana kegiatan pemanfaatan ikan dan penggalian karang lebih banyak terjadi di daerah reef flat dengan kedalaman antara 1 – 7 meter. Berdasarkan lifeform karang hidup yang menyusun terumbu di stasiunstasiun kedalaman 3-5 meter dan 5-10 meter, ditemukan 10 kategori lifeform, yakni ACB (acropora bercabang), CF (karang foliose/lembaran), CM (karang masif), CS (karang sub-masif), CMR (karang jamur), CB (karang non-acropora bercabang), CME (karang api/jahe), OT (biota lain), SC (karang lunak), SP (spons). Komponen karang mati atau abiotik, terdiri dari empat kategori, yakni DC (karang mati), DCA (karang mati-lama beralga), R (pecahan karang), dan S (pasir). Lifeform ACB, CF, CM, CS, CMR, dan CB termasuk dalam kelompok karang keras (HC, hard coral). Komposisi persentase penutupan lifeform pada Gambar 5 menunjukkan bahwa lifeform yang ditemukan di semua stasiun pengamatan ( 3-5 meter dan 5-10 meter) adalah CM, CS, CB, OT dan komponen abiotik R. Komponen yang hampir ditemukan di semua stasiun pengamatan adalah ACB, CF, DC, DCA dan komponen abiotik S.
Namun demikian sebagian besar komponen lifeform tersebut tidak
menyolok, kecuali DCA dan CB. Kategori lifeform CME (karang api/jahe) merupakan kategori bentuk pertumbuhan karang yang memiliki persentase penutupan paling kecil. Karang tersebut hanya ditemukan di satu stasiun kedalaman 3-5 meter (SIM1), dan di tiga stasiun kedalaman 5-10 meter (BAH1, SIM2, dan KAR2). Kondisi tersebut diduga karena koloni lifeform tersebut tumbuh dalam kelompok-kelompok kecil dan menyebar tidak beraturan diantara lifeform lainnya. Kondisi yang sama juga terlihat pada lifeform SC (karang lunak), SP (spons), dan OT (fauna lain).
25
100%
S
Komposisi Persentase Lifeform
90%
R
80%
DCA
70%
DC
60%
OT
50%
SP SC
40%
CME
30%
CB
20%
CMR
10%
CS
0%
CM LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1 LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2
CF ACB
3‐5 meter
5‐10 meter Stasiun
Gambar 5.
Komposisi dan sebaran lifeform karang dan komponen abiotik di lokasi penelitian.
Berdasarkan Gomez dan Alcala (1984), yang diakomodasi dalam KepMenLH No. 04/2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang, diketahui bahwa penutupan karang hidup di stasiun-stasiun lokasi penelitian termasuk dalam kategori sedang sampai sangat baik (lihat Tabel 4). Kategori sangat baik ditemukan di empat stasiun, terdiri dari: SIM1 (kedalaman3-5m: 88,90%), NAM1 (kedalaman 3-5 meter: 86,90%), LAS2 (kedalaman 5-10 meter: 82,57%), dan BAH2 (kedalaman 5-10 meter: 91,15%). Sebaran persentase tutupan karang keras di lokasi penelitian, baik pada stasiun-stasiun kedalaman 3-5 meter maupun 5-10 meter, menunjukkan perbedaan nilai tutupan relatif sama. Namun demikian, berdasarkan kategorinya, diketahui bahwa tutupan karang keras di stasiun NAM2 dan KAR1 termasuk dalam kategori buruk, dengan nilai tutupan masing-masing sebesar 22,22% dan 23,40%. Kondisi tersebut sesuai dengan laporan Moore dan Ndobe (2008), yang menyatakan bahwa kondisi rerata terumbu karang di perairan pesisir timur Sulawesi Tengah dalam kurun
26
waktu 2001-2007 termasuk dalam kategori buruk sampai sedang. Kondisi demikian terjadi akibat kegiatan tangkap lebih, penangkapan ikan yang bersifat destruktif, dan penambangan karang di wilayah tersebut. Kondisi yang sama ditemukan di wilayah perairan Teluk Pare-Pare dan Awerange Sulawesi Selatan oleh Suhariyanto dan Utojo (2007). Berdasarkan sebarannya, lifeform di lokasi penelitian, dapat dikelompokan menjadi 4 tipe habitat, yakni: 1. karang acropora dan non-acropora bercabang, dan karang foliose (ACB, CB dan CF), 2. karang masif dan submasif (CM dan CS), 3. fauna lain (SC, SP, OT dan DCA), dan 4. abiotik (DC, R, dan S). Dari keempat tipe tersebut, kelompok 1 dan 3 merupakan tipe habitat yang paling banyak (lihat Gambar 6). 100% 90% Komposisi Kelompok Lifeform
80% 70% 60% 50%
I
40%
II
30%
III
20%
IV
10% 0% LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1 LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2 3‐5 m
5‐10 m Stasiun
Gambar 6.
Komposisi habitat karang di stasiun penelitian: I: karang acropora dan non-acropora bercabang dan foliose, II: karang masif dan submasif, III: fauna lain, dan IV: abiotik
27
4.1.2
Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) karang Nilai indeks H’ karang di stasiun pengamatan pada kedalaman 3-5 meter
termasuk kategori sedang sampai tinggi, berkisar antara 1,61 (Stasiun LAS1) sampai 3,71 (Stasiun NAM1). Indeks E berkisar antara 0,62 (Stasiun LAS1) sampai 0,82 (Stasiun NAM1). Nilai indeks C berkisar antara 0,10 (Stasiun NAM1) sampai 0,36 (Stasiun LAS1). Tabel 4. Struktur komunitas karang. Stasiun Penelitian Kelimpahan dan Indeks
∑ Jenis ∑Famili %HC %lifeform karang hidup %karang mati H' C E Keterangan:
Kedalaman 3-5 meter LAS1
BAH1
SIM1
6 4 54,33 ***
17 10 37,00 **
19 8 38,67 **
58,87 ***
46,00 **
88,90 ****
41,13
54,00
11,10
NAM1
Kedalaman 5-10 meter KAR1
LAS2
23 10 50,17 ***
23 9 23,40 *
16 9 82,53 ****
26 11 83,77 ****
21 8 41,55 **
21 10 22,22 *
29 12 56.52 ***
86,90 ****
27,04 **
82,57 ****
91,15 ****
54,03 ***
47,22 **
57,00 ***
72,96
17,43
13,10
BAH2
8,85
SIM2
45,97
NAM2
52,78
KAR2
43,00
1,61 3,04 3,34 3,71 3,52 3,13 3,47 3,35 3,56 3,96 0,36 0,15 0,13 0,10 0,12 0,13 0,06 0,14 0,12 0,10 0,62 0,74 0,79 0,82 0,78 0,78 0,74 0,76 0,81 0,82 H’: Indeks Keanekaragaman; C: Indeks Dominansi; E: Indeks Keseragaman; *: buruk; **: sedang; ***: baik; ****: sangat baik LAS: Tanjung Lasoni; BAH: Bahomatefe; SIM: Siumbatu; NAM: Nambo; KAR: Kaurea 1: stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter; 2: stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter.
Nilai indeks H’ yang berkategori sedang di stasiun LAS1 berhubungan dengan jumlah jenis karang yang terendah (6 jenis). Di stasiun lainnya jumlah jenis yang ditemukan sebanyak 17 sampai 23 jenis. Indeks H’ di kedalaman 5-10 meter termasuk kategori tinggi di semua stasiun. Nilai indeks tersebut berkisar antara 3,13 (Stasiun LAS2) sampai 3,96 (Stasiun KAR2). Nilai Indeks E juga termasuk kategori tinggi, berkisar antara 0,74 (Stasiun LAS2) sampai 0,82 (Stasiun KAR2). Nilai Indeks C termasuk kategori rendah, berkisar antara 0,06 (Stasiun BAH2) sampai 0,14 (Stasiun SIM2).
28
Berdasarkan nilai indeks dominansi (C) yang rendah
dan indeks
keseragaman (E) yang tinggi di semua stasiun penelitian (kedalaman 3-5 meter dan 510 meter), dapat diduga bahwa kondisi karang di lokasi penelitian termasuk stabil. 4.2
Komunitas ikan karang
4.2.1
Kelimpahan dan komposisi jenis Ikan karang yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari 66 jenis, yang
termasuk dalam 17 famili. Jumlah total individu adalah 2849 individu, menyebar di lokasi pengamatan 3-5 meter sebanyak 1367 individu dan di kedalaman 5-10 meter sebanyak 1482 individu. Jenis ikan dengan jumlah terbanyak meliputi empat kelompok, yakni famili Pomacentridae (1007 individu; 20 jenis), famili Acanthuridae (485 individu; 8 jenis), famili Labridae (329 individu; 9 jenis), dan famili Serranidae (284 individu: 4 jenis). Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Marasabessy (2010) di perairan Padaido Biak dan
Kumar et al, (2008) dalam Marasabessy (2010) di Marine
Research India, yang menemukan bahwa ikan dari famili Pomacentridae memiliki kelimpahan tertinggi. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa komunitas ikan tersebut stabil, dengan distribusi yang luas sampai kedalaman 40 meter (Montgomery, 1990). Meekan et al, (1995), McManus et al, (1992) dan Green, (1996) menemukan bahwa secara umum kelimpahan dan jumlah jenis ikan karang dari famili Pomacentridae dan Acanthuridae menempati urutan pertama di ekosistem terumbu karang. Ringkasan data kelimpahan ikan dan indeks komunitas pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa rerata kelimpahan ikan karang di stasiun-stasiun kedalaman 3-5 meter berkisar antara 3,8 ± 1,61 individu/250 m2 (Stasiun KAR1) sampai 9,4 ± 1,32 individu/250 m2 (Stasiun BAH1). Kelimpahan rerata di stasiun kedalaman 5-10 meter berkisar antara 2,6 ± 1,60 individu/250 m2 (Stasiun LAS2) sampai 12,1 ± 2,31 individu/250 m2 (Stasiun KAR2). Pada stasiun kedalaman 3-5 meter, diketahui bahwa variasi kelimpahan rerata terkecil terdapat di Stasiun NAM1, sedangkan yang terbesar di Stasiun LAS1.
29
Pada stasiun kedalaman 5-10 meter, variasi kelimpahan rerata yang terkecil ditemukan di Stasiun LAS2, dan yang terbesar di Stasiun KAR2. Variasi kelimpahan yang kecil menunjukkan perbedaan kelimpahan masing-masing jenis ikan karang yang relatif kecil, sebaliknya variasi yang besar menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara jenis ikan tertentu (lihat Gambar 7). 16,0 14,0 Kelimpahan ∑ ind/250m²
12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1
LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2
3‐5 meter
5‐10 meter Stasiun
Gambar 7. Kelimpahan jenis ikan karang dan simpangan bakunya di setiap penelitian.
stasiun
Gambar 8 menunjukkan komposisi kelimpahan ikan karang di stasiunstasiun kedalaman 3-5 meter. Gambar tersebut menunjukkan bahwa jenis paling melimpah, berturut-turut adalah famili Pomacentridae, Acanthuridae, Labridae dan Serranidae. Hasil penelitian Hukom (1997) di perairan Selat Lembeh-Bitung, dan Brahmana (2004) di perairan Sumber Kima Bali Utara, menemukan bahwa ikan-ikan dari
famili Pomacentridae memiliki kelimpahan yang terbesar. Walaupun ikan famili Pomacentridae memiliki komposisi jumlah terbesar, tetapi jumlah individu jenis terbesar adalah Ctenochaetus striatus (famili Acanthuridae), diikuti oleh Pomacentrus moluccensis (famili Pomacentridae), Pterocaesio
diagramma
(famili
Caesionidae), Pseudanthias
huchtii
(famili
Serranidae), dan Labroides dimidiatus (famili Labridae). Jumlah jenis ikan-ikan
30
tersebut relatif merata di stasiun-stasiun kedalaman 3-5 meter, kecuali Pterocaesio diagramma tidak ditemukan di Stasiun LAS1 dan BAH1. 100% Komposisi Kelimpahan ikan
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%
3‐5 meter
5‐10 meter
KAR2
NAM2
SIM2
BAH2
LAS2
KAR1
NAM1
SIM1
BAH1
LAS1
0%
Siganidae Serranidae Scaridae Pomacentridae Nemipteridae Mullidae Lutjanidae Labridae Ephippidae Cirrhitidae Gobiidae Zanclidae Chaetodontidae Caesionidae Balistidae Aulostomidae Acanthuridae
Gambar 8. Komposisi ikan karang berdasarkan jumlah individu per famili di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter dan 5-10 meter. Komposisi kelimpahan ikan karang di stasiun-stasiun kedalaman 5-10 meter relatif sama dengan komposisi ikan yang ditemukan di kedalaman 3-5 meter. Perbedaannya adalah dalam hal jumlah individu jenis ikan yang paling banyak ditemukan di stasiun penelitian, pada stasiun kedalaman 5-10 meter jenis Amblyglyphidodon curacao, Dascyllus trimaculatus, dan Chromis analis dari famili Pomacentridae merupakan jenis yang paling banyak dijumpai. Jenis lain yang juga memiliki jumlah yang besar adalah Cirrhilabrus cyanopleura (famili Labridae), tetapi jenis ini tidak dijumpai di Stasiun LAS2 dan BAH2. 4.2.2
Kelimpahan dan komposisi kelompok ikan karang Sebagaimana dikemukakan oleh Adrim (1993) dan Dartnal dan Jones
(1996),
ada tiga kelompok ikan karang yang hidup di terumbu karang, yakni
kelompok ikan Target, ikan Mayor dan ikan Indikator. Analisis kelimpahan dan komposisi ikan-kan tersebut menunjukkan hasil yang lebih nyata daripada komposisi
31
kelimpahan jenis/spesies ikan (lihat Gambar 9). Kelompok ikan Target dan Mayor sangat dominan di lokasi penelitian, baik di stasiun kedalaman 3-5 meter maupun di stasiun kedalaman 5-10 meter. Kondisi tersebut sama dengan hasil penelitian Suharti (2010), dimana komposisi ikan Target dan Mayor yang teridentifikasi di perairan Teluk Klabat mencapai 65,44% dari seluruh jumlah ikan yang ditemukan di lokasi
Komposisi Kelimpahan ikan
tersebut. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Indikator Mayor Target
LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1 LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2 3‐5 meter
5‐10 meter Stasiun
Gambar 9. Komposisi kelimpahan kelompok ikan karang di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter dan 5-10 meter. Gambar 10 menjelaskan kelimpahan masing-masing kelompok ikan karang. Pada stasiun-stasiun di kedalaman 3-5 meter, jumlah ikan Target sebanyak 767 individu. Jumlah ikan Mayor dan ikan Indikator, masing-masing sebesar 540 dan 60 individu.
Jenis ikan terbanyak dari kelompok ikan Target adalah dari famili
Acanthuridae (308 individu), sedangkan dari kelompok ikan Mayor adalah dari famili Pomacentridae (424 individu). Kondisi tersebut juga direfleksikan oleh kelimpahan jenis ikan seperti diuraikan di bagian sebelumnya. Variasi kelimpahan rerata kelompok ikan Mayor pada stasiun-stasiun kedalaman 3-5 meter dan 5-10 meter lebih besar daripada variasi kelimpahan ikan Target dan Indikator. Pada stasiun-stasiun kedalaman 3-5 meter, variasi kelimpahan terbesar ketiga kelompok ikan karang ditemukan di Stasiun LAS1, dan yang terkecil
32
di Stasiun NAM1. Pada kedalaman 5-10 meter, terlihat variasi yang besar di Stasiun LAS2 dan KAR2. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa perbedaan kelimpahan antar kelompok ikan di stasiun kedalaman 5-10 meter lebih besar/beragam daripada di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter. 20
Target
18
Mayor
16
Indikator
Kelimpahan (∑ ind/250m²)
14 12 10 8 6 4 2 0 LAS1
BAH1
SIM1 NAM1 KAR1
LAS2
3‐5 meter
BAH2
SIM2 NAM2 KAR2
5‐10 meter Stasiun
Gambar 10.
4.2.3
Kelimpahan kelompok ikan karang dan simpangan bakunya di setiap stasiun penelitian.
Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) ikan. Indeks keanekaragaman (H’) ikan karang di stasiun penelitian kedalaman 3-
5 meter berkisar antara 3,01 (Stasiun LAS1) sampai 3,61 (Stasiun NAM1). Di stasiun kedalaman 5-10 meter, indeks tersebut berkisar antara 3,12 (BAH2) sampai 3,69 (SIM2 dan NAM2). Nilai indeks Keseragaman (E) di lokasi stasiun kedalaman 3-5 meter berkisar antara 0,83 (Stasiun LAS1) sampai 0,87 (Stasiun NAM1 dan KAR1), sedangkan di stasiun kedalaman 5-10 meter antara 0,82 sampai 0,93. Kisaran indeks dominansi di stasiun-stasiun pada kedua kedalaman, masing masing adalah 0,05 – 0,07 ( 3- 5 meter) dan 0,04 – 0,06 (5-10 meter).
33
Berdasarkan kategorinya, nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman termasuk dalam kategori tinggi (Gambar 11). Hal ini menggambarkan bahwa peran dan sebaran jenis ikan (keseimbangan populasi ikan) di semua stasiun penelitian seimbang, dan tidak terdapat dominasi jenis tertentu di masing-masing habitat ikan di ekosistem terumbu karang. Hal ini ditunjukkan pula oleh nilai indeks dominansi yang sangat rendah di semua stasiun. Nilai indeks H’ dan E yang tinggi di semua lokasi penelitian juga menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di sekitarnya dapat
Indeks
mendukung kehidupan ikan karang. 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
H' E C LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1 LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2 3‐5 meter
5‐10 meter
Gambar 11. Indeks komunitas ikan karang di stasiun penelitian. 4.3
Karakteristik lingkungan perairan Berdasarkan laporan Badan Riset DKP (2007), pasang surut (pasut) di
wilayah perairan Bahodopi Teluk Tolo adalah tipe campuran condong ke harian ganda (semi-diurnal). Tipe demikian menunjukkan bahwa dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, dengan salah satu puncak pasang atau puncak surut lebih tinggi dari yang lain. Kisaran taraf minimum - maksimum ketinggian pasut, masingmasing -1.448 - 1.085 dan -1.502 - 1.102, dengan variasi ketinggian muka air ±1 meter. Kondisi tersebut sesuai dengan penelitian Pariwono (1987), dimana pola pasut di perairan Selawesi bagian timur merupakan bagian pola pasut di perairan Selat Makassar yang merupakan lanjutan proses rambatan pasut di Samudera Pasifik.
34
Berdasarkan hasil pengukuran sejumlah parameter lingkungan (lihat Gambar 12 dan 13), dketahui bahwa kecepatan arus di lokasi penelitian, masing-masing sebesar 5,24 ± 1,166 cm/detik (kedalaman 3-5 meter), dan 7,6 ± 0,875 cm/detik (kedalaman 5-10 meter). Arah arus pada saat penelitian adalah cenderung ke selatan. Arus paling kuat terjadi di stasiun LAS1 dan LAS2, lalu cenderung semakin lemah ke arah selatan di lokasi perairan Kaurea. Kecepatan arus terlemah ditemukan di perairan Nambo pada kedalaman 3-5 meter.
Hal ini diduga karena pada saat
pengamatan, pasut sedang dalam posisi menjelang pasang mati, dimana air laut sangat tenang. Suhu rerata yang terukur di stasiun-stasiun penelitian pada kedalaman 3-5 meter sebesar 30,48 ± 0,34⁰C, sedangkan pada stasiun kedalaman 5-10 meter 29,20± 0,22⁰C. Mahadevan dan Nagappannayer (1972) menyatakan bahwa bahwa terumbu karang di wilayah perairan tropis dapat hidup pada kisaran suhu yang lebar, yakni 22 – 29,5ºC. Selanjutnya Nybakken (1993) menyatakan bahwa biota karang tumbuh optimal pada kisaran suhu rerata 23 – 25 ºC, namun karang juga dapat hidup pada kisaran suhu 18 - 30ºC. Karuppanapandian et al, (2007) menemukan bahwa terumbu karang masih dapat hidup pada rerata suhu 29.4 ± 0.29°C sampai 32.6 ± 0.31°C, selanjutnya Siregar et al, (2005) menemukan bahwa suhu perairan di lokasi karang dengan kondisi baik di perairan Pulau Kotok Kecil dan Opak Kecil Kepulauan Seribu adalah 29,6 – 30,1ºC. Salinitas rerata di stasiun-stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter sebesar 32,12 ± 0,55 ‰, sedangkan pada stasiun kedalaman 5-10 meter, salinitas rerata adalah 33,00 ± 0,31‰.
Nybakken (1993) menyatakan bahwa karang-karang
hermatipik akan tertekan jika suhu menyimpang dari kisaran 32 - 35‰.
Taraf
salinitas yang <32‰, diduga karena adanya pengaruh masukan air tawar dari sungaisungai yang bermuara ke wilayah perairan Bahodopi.
35
Dbu; 1,39
Shu; 30,10 DO; 7,60 pH; 8,00
Psr; 97,55 Dbu; 1
Psr; 98,02
Shu; 29,90 DO; 7,70
Sal; 32,30 Tur; Ars; 1,10 0,073
pH; 8,00 Sal;
Tur; 0,70
Ars; 31,50 0,080
Dbu; 2
Psr; 95,5 Tur; 0,90
Shu; 31,50 DO; 8,0 Sal; 30,6
pH; 8,1
Ars; 0,05
Dbu; 1,87
Psr; 96,5
Shu; 30,90 DO; 7,20 pH; 8,00 Sal; 32,80 Tur; Ars; 0,80 0,014
Dbu; 1,36
Psr; 98,1 9
Shu; 30,0
DO; 7,00 pH; 8,10
Sal; 33,4 Ars; Tur; 0,04 1,20 5
Gambar 12. Kondisi umum parameter lingkungan di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter. Turbiditas rerata di lokasi penelitian kedalaman 3-5 meter 0,94 ± 0,10 mg/l, dan pada kedalaman 5-10 meter sebesar 0,82 ± 0,04 mg/l. Nilai pH rerata di stasiun kedalam 3-5 meter dan 5-10 meter, masing-masing sebesar 8,04 ± 0,03 dan 8,16 ± 0,07; dengan kandungan oksigen, masing-masing sebesar 7,50 ± 0,20 mg/l dan 7,32 ± 0,17 mg/l. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Connell dan Karlson (1996) menemukan bahwa karang masih dapat hidup dengan optimal pada perairan dengan konsentrasi DO sebesar 7,1 mg/l; Karuppanapandian et al, (2007) di Teluk Palp-Madappan India konsentrasi DO berada pada kisaran 4.75 ± 0.06 mg/l sampai 7.02 ± 0.04 mg/l.
36
Dbu; 0,34
Shu; 30,00
Dbu; 1,53
Shu; 29,0 0 DO;
7,80
Psr; 96,8
Sal; 33,0 0
Psr; 98,5
Sal; 33,50
DO; 7,30 pH; 8,00
Tur; Ars; 0,8 0,100
pH; 8,30
Ars; Tur; 0,08 0,70 7
Dbu; 2,36 Shu; 29,00 Psr; 93,65
Sal; 32,00
DO; 7,00 pH; 8,30
Ars; Tur; 0,050 0,80
Dbu; 2,69
Psr; 95,4 5
Shu; 29,0 0 DO; 7,00
Sal; 33,0 0
pH; 8,10
Ars; Tur; 0,07 0,90 8
Dbu; 1,58 Shu; 29,00 Psr; 96
DO; 7,50
Sal; 33,50
pH; 8,10
Tur; Ars; 0,90 0,065
Gambar 13. Kondisi umum parameter lingkungan di stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter. Substrat di lokasi penelitian terdiri dari pasir, debu dan karbon organik total. Diantara ketiga komponen tersebut, secara keseluruhan pasir merupakan komponen yang tertinggi. Persentasi rerata kandungan pasir di stasiun kedalaman 3-5 meter adalah 97,15 ± 0,57% dan di kedalaman 5-10 meter adalah 96,08 ± 0,89%, sedangkan kandungan debu adalah sebesar 1,52 ± 0,20% dan 1,70 ± 0,46%. Rerata persentase kandungan karbon organik total, masing-masing adalah 1,32 ± 0,39% dan 2,22 ± 0,54%. 4.4
Variasi karakteristik lingkungan stasiun penelitian
4.4.1
Kedalaman 3-5 meter (reef flat) Hasil analisis matriks korelasi parameter lingkungan di stasiun-stasiun
kedalaman 3-5 meter menunjukkan ragam yang tinggi pada komponen utama. Sumbangan dua komponen utama terhadap ragam total mencapai 79,1%, dimana komponen utama pertama dan kedua secara berurutan memiliki akar ciri 3,8403 dan
37
2,4867. Masing-masing akar ciri tersebut dapat menjelaskan 48,00% dan 31,08% keragaman gugus data. Berdasarkan matriks korelasi variabel-sumbu, diketahui bahwa suhu, pasir dan debu memiliki peran yang kuat dalam membentuk sumbu F1. Di sisi lain, parameter DO, pH, salinitas, arus dan turbiditas memiliki peran yang kuat dalam pembentukan sumbu F2. 1,0 Ars
DO
Bah1 0,5
Las1
Psr
Sim1
0,0 Shu pH
Nam1
Dbu
Tur
-0,5
Kar1
Sal
-1,0 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
(a)
(b)
Gambar 14. Grafik AKU pada stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter (a). sebaran variabel kualitas lingkungan pada sumbu utama F1 dan F2; (b) sebaran stasiun pada sumbu utama F1 dan F2. Matrik korelasi antar variabel menunjukkan bahwa ketiga parameter pembentuk sumbu F1 memiliki korelasi lemah terhadap parameter pembentuk sumbu F2. Lingkaran korelasi (Gambar 14) menjelaskan bahwa suhu memiliki korelasi lemah terhadap DO, pH, dan tubiditas, tetapi berkorelasi negatif sedang dengan salinitas dan arus.
Parameter debu tidak memiliki korelasi dengan DO, yang
ditunjukkan oleh sudut yang mendekati 90⁰ pada lingkaran korelasi. Hal yang sama terlihat juga antara parameter salinitas dengan pH. Secara umum, pada lokasi kedalaman 3-5 meter (reef flat) terlihat bahwa variabel yang membentuk sumbu F1 mencirikan kondisi lingkungan pada stasiun LAS1, SIM1 dan KAR1. Namun demikian, berdasarkan nilai matrik kontribusi
38
pembentuk sumbu tersebut, diketahui bahwa stasiun yang paling nyata dicirikan oleh ketiga parameter tersebut adalah SIM1. Hal ini diduga karena waktu pengukuran parameter lingkungan pada saat penelitian tidak sama. 4.4.2
Kedalaman 5-10 meter (reef slope) Hasil analisis yang sama terhadap parameter lingkungan pada stasiun-stasiun
di lokasi kedalaman 5-10 meter (reef slope) menunjukkan bahwa informasi terpusat pada sumbu utama F1 dan F2. Kontribusi informasi pada keduanya, masing-masing sebesar 4,652 dan 2,030; dengan persentase 58,15% dan 25,37%. Sumbangan kedua komponen utama terhadap ragam total adalah sebesar 83,52%. Sebaran variabel lingkungan yang direpresentasikan oleh matrik korelasi, menjelaskan bahwa lima variabel, yakni suhu, salinitas arus, pasir dan debu berperan kuat terhadap sumbu F1.
Kelima variabel tersebut berkorelasi lemah terhadap tiga
variabel, yakni DO, pH dan turbiditas yang membentuk sumbu F2.
Variabel
turbiditas memiliki korelasi yang lemah dengan suhu, salinitas, arus dan pasir (Gambar 15). Berdasarkan matrik korelasi antar variabel pembentuk sumbu utama dan matrik kontribusinya diketahui bahwa kelima variabel pembentuk sumbu F1 mencirikan kondisi lingkungan di stasiun LAS2 dan SIM2.
Variabel yang
membentuk sumbu F2 lebih mencirikan kondisi lingkungan stasiun BAH2, NAM2, dan KAR2.
39
1,0 pH
DO
Bah2
0,5
PsrArs
Sim2
0,0 Shu Sal
Dbu
Las2 Kar2 Nam2
-0,5
Tur -1,0 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
(a)
(b)
Gambar 15. Grafik AKU pada stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter (a). sebaran variabel kualitas lingkungan pada sumbu utama F1 dan F2; (b) sebaran stasiun pada sumbu utama F1 dan F2. Variabel-variabel yang memberikan sumbangan berarti bagi lingkungan habitat/stasiun berdasarkan karakteristik fisika kimia lingkungan perairan dan komposisi substrat merupakan hasil evaluasi korelasi antara variabel dan komponen utamanya. Korelasi antar variabel tertentu, baik pada stasiun-stasiun di daerah reef flat (3-5 meter) maupun di daerah reef slope (5-10 meter) belum dapat dijelaskan dengan baik/tuntas. Hal ini terlihat pada korelasi antara variabel suhu dengan pasir dan debu, dan antara salinitas dengan DO pada stasiun-stasiun di kedalaman 3-5 meter. Demikian pula antara variabel suhu dengan pH dan salinitas dengan pH pada stasiun di kedalaman 5-10 meter. Hal ini terlihat dari matrik kontribusi masingmasing variabel dan kontribusi stasiun terhadap pembentukan sumbu-sumbu utama. 4.5
Distribusi spasial jenis ikan karang berdasarkan karakteristik habitat.
4.5.1
Kedalaman 3-5 meter (reef flat) Distribusi ikan karang yang teridentifikasi di stasiun-stasiun penelitian pada
kedalaman 3-5 meter (daerah reef flat) dikaji dengan menggunakan analisis koresponden (correspondence analysis, CA). Analisis tersebut dilakukan terhadap data jenis ikan, kategori lifeform karang, dan parameter lingkungan. Hasil analisis
40
menunjukkan bahwa informasi terpusat di dua sumbu (Sumbu-1 dan -2). Kontribusi variabel terhadap masing-masing sumbu adalah 48,12% (akar ciri 0,16), dan 30,60% (akar ciri 0,10). Nilai ragam total dari data yang membentuk kedua sumbu tersebut adalah 78,72%. Gambar 16 memperlihatkan bahwa pada sumbu 1 dan sumbu 2 cenderung terbentuk dua kelompok. Kelompok tersebut merupakan asosiasi antara jenis ikan karang dan stasiun yang berkarakteristik habitat tertentu, yang dibentuk oleh lifeform karang dan variabel lingkungan. CA joint plot
4.09 F49 3.27 F27 CMR F64 F62 F55 F58 F44
Axis 2
F13
F14 -3.27
-2.46
-1.64
2.46 F51 F11 DCA 1.64
F7
F48
F40 CS F37 DC 0.82 F3 R KAR1 F22 F18 LAS1 CM F54 F33 F4 F38 F20 F50 Tur F23 Ars Sal Psr pH Shu DO NAM1 Dbu BAH1 F61SIM1 F8 CB F41 -0.82 F46 1.64 F63 0.82 F45 F6 F52 SC F34 F65 -0.82 F25
Axis 3 2.46
3.27
4.09
SP OT CF-1.64 ACB -2.46F42 -3.27
Axis 1
Gambar 16.
Grafik hasil analisis koresponden antar jenis ikan karang dengan karakteristik habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter pada sumbu (1 x 2).
Kelompok I merupakan asosiasi antar Stasiun LAS1 dan KAR1 dengan 23 jenis ikan, yang meliputi: F54-Pomacentrus moluccensis, F41- Amblyglydodon aureus, F55- Pomacentrus sp., F49-Chromis ternatensis, F52-Neoglyphidodon nigoris, F50- Chromis viridis, F44-Amphiprion klarkii, F45- Amphiprion ocellaris dan F58-Plectroglyphidodon lacrymatus (famili Pomacentridae); F14- Pterocaesio diagramma
(famili
caeruleacauda
Caesionidae);
(famili
F04-Acanthurus
Acanthuridae);
nigoris
F33-Labroides
dan
dimidiatus
F07-Naso (famili
41
Lutjanidae), F13-Odonus niger (famili Balistidae), F27- Cirrhilabrus cyanopleura dan F38-Scolopsis bilineatus (famili Nemipteridae); F23-Pteleotris evides (famili Gobiidae), F61-Scarus rivulatus, F62- Pseudanthias bicolor dan F64- P. squamipinnis (famili Serranidae); F37-Parupeneus multifasciatus (famili Mullidae), F20-Heniochus varius (famili Chaetodontidae), dan F22-Zanclus cornutus (famili Zanclidae).
Jenis-jenis ikan yang berasosiasi dengan Stasiun LAS1 dan KAR1
tersebut memiliki kesukaan pada habitat yang dibentuk oleh karang masif (CM), karang jamur (CMR), karang bercabang (CB), karang mati (DC) dan pecahan karang (R), dengan perairan yang berarus. Kelompok II merupakan asosiasi antar Stasiun BAH1, SIM1 dan NAM1 dengan 14 jenis ikan, yang meliputi: F06-Ctenochaetus striatus, F08-Zebrasoma scopas dan F03-Acanthurus nigricans (famili Acanthuridae); F46-Chromis analis, F48-C. margaritifer, F51-C. xantura, F40-Amblyglydodon curacao dan F42- A. leucogaster (famili Pomacentridae), F63-Pseudanthias huchtii (famili Serranidae), F34-Thalassoma lunare (famili Labridae), F11-Melichthys vidua (famili Balistidae), F18-Chaetodon vagabundus (famili Chaetodontidae), F25-Platax teira (famili Ephippidae), dan F65-Siganus corallinus (famili Siganidae).
Jenis ikan yang
berasosiasi pada ketiga stasiun tersebut menyukai habitat yang dibentuk oleh koloni karang ber-lifeform acropora bercabang (ACB), karang foliose (CF), karang submasif (CS), kelompok fauna lain (OT), karang lunak (SC), spons (SP), dan karang mati beralga (DCA), dengan lingkungan yang dipengaruhi variabel suhu, kandungan oksigen terlarut (DO), pH, salinitas, kekeruhan, dan substrat yang mengandung pasir dan debu. Ikan-ikan dari famili Pomacentridae, khususnya yang berukuran kecil diduga memanfaatkan habitat karang bercabang dan foliose sebagai tempat berlindung, baik terhadap pengaruh lingkungan maupun predator. Demikian pula halnya dengan ikan Chaetodon vagabundus, yang menjadikan karang acropora sebagai sumber pakan dan tempat berlindung (Hukom dan Bawole, 1997). Ikan-ikan famili Siganidae, diduga lebih banyak berkaitan dengan pemanfaatan karang mati beralga sebagai tempat mencari makanan.
42
4.5.2
Kedalaman 5-10 meter (reef slope) Distribusi ikan karang di stasiun-stasiun penelitian pada kedalaman 5-10
meter (daerah reef slope) dikaji dengan analisis yang sama dengan di kedalaman 3-5 meter. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa informasi terpusat di dua sumbu (Sumbu-1, dan -2). Kontribusi variabel terhadap masing-masing sumbu adalah 45,82% (akar ciri 0,21), dan 27,96% (akar ciri 0,13). Nilai ragam total dari data yang membentuk kedua sumbu tersebut adalah 73,78%. CA joint plot
F54
4.08
F52
3.26 SC CMR
2.45
CHE F58 F44 F65 1.63 OT F25 DC F24F34 F33 SP F46 F23CM Dbu BAH2 0.82F50 F31 F14 F55 F6 R F40Ars F56 NAM2 F41 F62 DO pH Sal Psr Shu F8 Tur KAR2 F27 F64 SIM2 ACB CB F13 F3 DCA F29 F57 CFLAS2 F11 -1.63 F20 -0.82 0.82 1.63 2.45 3.26 CS F61 F26 F5F38 F43 F63-0.82 F66 F17
Axis 2 -4.08
-3.26
-2.45 F49
Axis 3 4.08
F4 F48 F32 -1.63 F51 -2.45 F7
-3.26 -4.08
Axis 1
Gambar 17.
Grafik hasil analisis koresponden antar jenis ikan karang dengan karakteristik habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter pada sumbu (1 x 2).
Berdasarkan matriks korelasi terhadap sumbu, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 17, terlihat ada dua kelompok asosiasi antar stasiun-habitat dan ikan karang. Kelompok asosiasi tersebut menggambarkan keterkaitan/hubungan antara ikan karang dengan karakteritik habitat di terumbu karang pada kedalaman 5-10 meter (daerah reef slope). Kelompok I menunjukkan asosiasi antar Stasiun BAH2, SIM2, NAM2 dan KAR2 dengan 22 jenis ikan, meliputi: F40-Amblyglydodon curacao, F41- A. aureus, F57-Dascyllus trimaculatus, F49-Chromis ternatensis, F55- Pomacentrus sp., dan
43
F56-P. trichourus (famili Pomacentridae); F27- Cirrhilabrus cyanopleura dan F31Hemigymnus melapterus (famili Nemipteridae); F13-Odonus niger (famili Balistidae); F03-Acanthurus nigricans, F06-Ctenochaetus striatus dan F08Zebrasoma scopas (famili Acanthuridae); F14- Pterocaesio diagramma (famili Caesionidae); F62- Pseudanthias bicolor dan F64- P. squamipinnis (famili Serranidae); F33-Labroides dimidiatus (famili Lutjanidae); F66-Siganus vulvinus (famili Siganidae); F26 Cheilinus fasciatus, F34-Thalassoma lunare, F29Gomphosus
varius
(famili
Labridae);
F24-Paracirrhites
forsteri
(famili
Cirrhitidae); dan F17-Chaetodon decussatus (famili Chaetodontidae). Ikan-ikan yang berasosiasi dengan keempat stasiun tersebut menyukai karakteristik habitat berupa karang acropora bercabang (ACB), karang non-acropora bercabang (CB), karang foliose (CF), karang mati beralga (DCA), dan pecahan karang (R); dengan substrat berpasir, lingkungan perairan yang berarus, dan dipengaruhi oleh variabel suhu, kandungan oksigen terlarut (DO), pH, salinitas, dan kekeruhan. Kelompok II dibentuk oleh asosiasi antar Stasiun LAS2 dengan 21 jenis ikan, yang terdiri dari: F43- Amphiprion akindynos, F44-Amphiprion klarkii, F46-Chromis analis, F41- Amblyglyphidodon aureus, F57-Dascyllus trimaculatus, F48-Chromis margaritifer F49-Chromis ternatensis, F50- Chromis viridis, F51-Chromis xantura, F52-Neoglyphidodon nigoris, F54-Pomacentrus moluccensis, F55- Pomacentrus sp., dan
F56-P.
trichourus,
Pomacentridae);
dan
F58-Plectroglyphidodon
lacrymatus
(famili
F23-Pteleotris evides (famili Gobiidae); F63- Pseudanthias
huchtii (famili Serranidae); F04-Acanthurus nigoris, F05-Acanthurus pyroferus dan F07-Naso caeruleacauda (famili Acanthuridae); F38-Scolopsis bilineatus (famili Nemipteridae); F61-Scarus rivulatus (famili Scaridae); F65-Siganus corallinus (famili Siganidae); F20-Heniochus varius (famili Chaetodontidae); F11-Melichthys vidua (famili Balistidae); F25-Platax teira (famili Ephippidae); dan F32- Labroides pectoralis (famili Labridae).
Ikan-ikan yang berasosiasi dengan Stasiun LAS2
tersebut menyukai habitat dengan karakteristik karang masif (CM), karang jamur (CMR), karang submasif (CS), karang api (CME), fauna lain (OT), karang lunak (SC), spons (SP), dan karang mati (DC), dengan lingkungan substrat berdebu.
44
Berdasarkan observasi terhadap Gambar 17 dan matriks korelasi terlihat bahwa secara umum distribusi ikan karang cenderung merata, baik di stasiun-stasiun pada daerah reef flat (kedalaman 3-5 meter) maupun pada daerah reef slope (kedalaman 5-10 meter). Hal ini ditandai oleh kehadiran jenis-jenis ikan dari famili yang sama di hampir semua lokasi stasiun, terutama jenis ikan dari famili Pomacentridae, Acanthuridae, Labridae dan Serranidae. Kondisi ini diduga berhubungan dengan faktor kebiasaan makan dari ikan tersebut (Aturo et al, 2005) dan sebaran jenis ikan yang luas, terutama famili Pomacentridae, Achanturidae, dan Labridae (Hukom, 1997, 1999; Durville et al, 2003). 4.6
Distribusi spasial kelompok
ikan karang berdasarkan karakteristik
habitat. Hasil Analisis Koresponden terhadap jenis/spesies ikan karang dan karakteristik habitat terumbu karang di stasiun penelitian pada daerah reef flat dan reef slope menunjukkan pola yang relatif sama. Berdasarkan analisis matrik korelasi, distribusi jenis ikan terlihat cenderung merata.
Dengan demikian, dapat diduga
bahwa pengelompokan distribusi ikan secara spasial pada tingkat jenis/spesies di lokasi penelitian tidak terlihat nyata. Hal ini diduga karena perbedaan kelimpahan individu antar spesies relatif kecil. Untuk menggambarkan distribusi spasial ikan karang dengan lebih jelas, maka dilakukan analisis yang sama antara kelompok ikan karang dengan kelompok koloni lifeform karang sebagai habitat di stasiun-stasiun penelitian.
Jenis ikan karang
dikelompokan dalam 3 kategori ikan karang utama, yakni ikan Target, Mayor dan Indikator,
seperti
telah
(lihat Gambar 9). Karakterstik
diuraikan
di
bagian
4.2.2
habitat karang dikelompokkan menjadi 4 kelompok
habitat, seperti telah diuraikan bagian 4.1.1. dan Gambar 6. Pada stasiun daerah reef flat (kedalaman 3-5 meter), hasil analisis terhadap kelompok ikan karang menunjukkan informasi yang terpusat pada 2 sumbu (Sumbu1,dan -2). Kontribusi terhadap masing-masing sumbu adalah sebesar 51,12% (akar ciri: 0,019) dan 34,94% (akar ciri 0,013), dengan ragam total 86,06% (Gambar 18).
45
CA joint plot
II
2.4 IV 1.9 1.4 0.9 Ars
Axis 2 -1.9
-1.4 I
-0.9
0.5 LAS1 NAM1 SIM1 Tur Sal Psr pH BAH1 DO Shu KAR1 -0.5
Axis 3 Indk 0.5
Dbu 0.9
1.4
1.9
2.4
Mayor Target -0.5 -0.9 -1.4
III
-1.9
Axis 1
Gambar 18.
Grafik hasil analisis koresponden antar kelompok ikan karang utama dengan kelompok habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 3-5 meter pada sumbu (1 x 2).
Berdasarkan hasil analisis koresponden pada sumbu 1 dan 2, terbentuk dua kelompok asosiasi yang nyata antara ikan karang terhadap karakteristik habitat. Kelompok pertama merupakan asosiasi antar Stasiun
BAH1, SIM1 dan NAM1
dengan kelompok ikan Indikator. Ikan tersebut menyukai kelompok habitat I (koloni karang acropora dan non-acropora bercabang, dan karang foliose) dan habitat IV (karang mati, pecahan karang dan pasir). Lingkungan habitat I dan IV bersubstrat pasir berdebu, dan dipengaruhi oleh variabel pH, salinitas, arus, dan kekeruhan. Kelompok ikan Indikator (famili Chaetodontidae) berhubungan kuat dengan kelompok karang acropora bercabang. Ikan tersebut termasuk kelompok coralifore, yang memakan polip karang bercabang, terutama acropora bercabang. Penurunan persentase karang acropora menyebabkan penurunan kelimpahan jenis ikan indikator (Bouchon dan Navaro,1981; 1983 dalam Hukom dan Bawole, 1997). Kelompok kedua merupakan asosiasi antar Stasiun LAS1 dan KAR1 dengan kelompok ikan Mayor dan Target. Kedua kelompok ikan tersebut menyukai tipe
46
habitat II (koloni karang masif dan submasif) dan habitat III (fauna lain dengan karang lunak, spons dan karang mati beralga), dan lingkungan yang dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi oksigen terlarut. Ikan – ikan Mayor dari famili Pomacentridae memiliki sebaran yang luas, dapat ditemukan pada habitat karang lunak (seperti genus Pomacentrus), karang mati beralga dan fauna lain (genus Plectroglyphidodon) (Hukom, 1997). Preferensi kelompok ikan Mayor terhadap habitat karang masif dan submasif, diduga berkaitan dengan ketersediaan ruang atau celah sebagai tempat berlindung. Jenis ikan dari famili Gobiidae menyukai habitat karang dengan substrat yang halus, yang umumnya ditemukan di daerah karang-karang masif dan submasif. Pada stasiun penelitian di daerah reef slope (kedalaman 5-10 meter), informasi terpusat pada 2 sumbu (Sumbu-1,dan -2). Kontribusi terhadap masingmasing sumbu adalah sebesar 62,19% (akar ciri: 0,018) dan 32,04% (akar ciri 0,009), dengan ragam total 94,23% (Gambar 19). Hasil analisis terhadap sumbu 1 dan 2 membentuk dua kelompok asosiasi ikan karang dengan habitat di stasiun penelitian. Kelompok pertama merupakan asosiasi antar stasiun LAS2, SIM2, NAM2, dan KAR2 dengan ikan Mayor dan Indikator. Kedua kelompok ikan tersebut memiliki kecenderungan berasosiasi dengan tipe habitat I dan III, yang merupakan koloni karang acropora dan non-acropora bercabang dan karang foliose, dengan kombinasi fauna lainnya (termasuk karang lunak, spons, karang jamur, dan karang mati beralga). Lingkungan habitat tersebut memiliki substrat berpasir, dan
perairannya dipengaruhi oleh variabel suhu,
kandungan oksigen terlarut, pH, salinitas, dan kekeruhan.
47
CA joint plot
IV
2.9 2.3 I
1.7 Dbu1.2 0.6 BAH2 SIM2 LAS2 Shu pH NAM2 Psr Sal DO KAR2
Axis 2 -2.3
-1.7
III -1.2
-0.6 Tur
Axis 3
Indk 0.6
1.2
Mayor 1.7
2.3
2.9
-0.6 Ars
Target
-1.2 II -1.7 -2.3
Axis 1
Gambar 19.
Grafik hasil analisis koresponden antar kelompok ikan karang utama dengan kelompok habitat karang di stasiun penelitian kedalaman 5-10 meter pada sumbu (1 x 2).
Kelompok kedua merupakan asosiasi antar Stasiun BAH2 dengan ikan Target yang menyukai tipe habitat II dan IV, dengan kondisi lingkungan berarus dan substrat yang mengandung debu. Hukom (1999) mengemukakan bahwa ikan-ikan Target dari famili Labride cenderung ditemukan pada habitat berkarang masif dan juga daerah ber-alga dan koloni coraline algae. Ikan tersebut antara lain Cirrhilabrus cyanopleura, Thalassoma lunare dan ikan-ikan dari genus Halichoeres.
Jenis ikan
Target dari famili Siganidae, juga menyukai daerah karang mati beralga. Kelompok ikan Mayor dan Target menunjukkan peranan yang dominan dalam menggambarkan distribusi spasial ikan karang. Sebagaimana telah diketahui, ikanikan tersebut memiliki distribusi luas, serta mampu menempati lebih dari satu tipe/karakteristik habitat (Meekan et al, 1995; McManus et al, 1992; Green, 1996). Choat dan Bellwood (1991) menyatakan ada tiga bentuk interaksi antara ikan karang dengan habitatnya, yakni: 1) interaksi langsung, sebagi tempat berlindung dari predator, 2) interaksi dalam hal mencari makan, dan 3) interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur karang dan kondisi lingkungan (hidrologi dan aspek lainnya).
48
Dalam hal bentuk interaksi ke-3, Arturo et al, (2005) menemukan struktur komunitas dan distribusi ikan karang berhubungan dengan kompleksitas habitat. Kompleksitas habitat tersebut didasarkan pada kategorisasi zona geografis bentuk-bentuk koloni pembentuk ekosistem terumbu karang. Pada penelitian lain, Gratwicke dan Speight (2005) menemukan hubungan signifikan antara kelimpahan dan sebaran ikan dengan terumbu karang berdasarkan evaluasi kompleksitas habitatnya. 4.7
Distribusi spasial ikan Indikator berdasarkan karakteristik habitat. Diantara ketiga kelompok ikan karang utama di terumbu karang,
sebagaimana telah diuraikan pada bagian 4.6, telihat bahwa peran ikan indikator (Chaetodontidae) adalah yang paling lemah. Hal ini diduga karena porsi kelimpahan ikan tersebut paling kecil (4,03% dari jumlah total 2849 individu ikan karang). Untuk mengevaluasi distribusi spasial ikan indikator di lokasi penelitian, maka dilakukan analisis koresponden terhadap matrik yang sama, dengan mengabaikan data kelimpahan kelompok ikan Mayor dan ikan Target. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pada daerah reef flat, informasi utama terpusat pada sumbu 1 dan 2, dengan kontribusi masing-masing sebesar 63,30% (akar ciri: 0,108) dan 20,80% (akar ciri 0,036) dari ragam total 84,10% (Gambar 20). Hasil analsis terhadap sumbu 1 dan 2, diperoleh dua kelompok asosiasi antar stasiun-habitat dengan jenis ikan tertentu. Kelompok pertama adalah asosiasi antar Stasiun LAS1, SIM1, NAM1, dan KAR1 dengan jenis ikan Chaetodon barronesa (CB), C. decussatus (CD), C. vagabundus (CV), C. trifasciatus (CT) dan Heniocus varius (HV). Kelima jenis ikan tersebut menempati habitat dengan asosiasi karang acropora bercabang, karang foliose, karang masif dan submasif, karang api dan koloni fauna lain. Habitat tersebut berkaitan dengan variabel suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, salinitas, kekeruhan, kekeruhan, arus, dan substrat berpasir dan berdebu. Kelompok kedua merupakan asosiasi antar Stasiun BAH1 dengan jenis ikan Chaetodon citrinellus (CC) dan Heniocus chrysostomus (HC). Kedua jenis ikan tersebut menempati habitat dengan asosiasi karang jamur dan karang bercabang.
49
CA joint plot
CMR 5.8 4.6 3.5 2.3
Axis 2
-3.5
CF SP ACB 1.2 CB Dbu KAR1 CD Shu DO pH Psr Sal BAH1 OT NAM1 Ars Tur SIM1 CM LAS1 SC CV CS-1.2HV 1.2 2.3
-2.3
-1.2CB
Axis 3
CT CHE 3.5
4.6
5.8
CC
-2.3
HC
-3.5
Axis 1
Gambar 20.
Grafik hasil analisis koresponden antar ikan indikator dengan habitat karang di stasiun daerah reef flat (kedalaman 3-5 meter) pada sumbu (1 x 2). CA joint plot
3.5
CMR
2.8
SC
CD
2.1 ACB
1.4
CB CT
CF
Axis 2 -2.8
-2.1
CHE HV 0.7 BAH2 CC CM LAS2 NAM2 SIM2 KAR2Shu Psr DO pH Sal Dbu CB Tur -1.4 -0.7 0.7 CV -0.7 CS
Ars -1.4 -2.1
Axis 3 OT 1.4
2.1
2.8
3.5
SP HC
-2.8
Axis 1
Gambar 21.
Grafik hasil analisis koresponden antar ikan indikator dengan habitat karang di stasiun daerah reef slope (kedalaman 5-10 meter) pada sumbu (1 x 2).
50
Analisis Koresponden terhadap jenis ikan indikator dan karakteristik habitat di stasiun penelitian pada daerah reef slope (kedalaman 5-10 meter) menunjukkan informasi utama terpusat pada sumbu 1 dan 2. Kontribusi masing-masing adalah sebesar 53,94% (akar ciri: 0,105) dan 25,49% (akar ciri 0,049) dari ragam total 79,44% (Gambar 21). Berdasarkan analsis terhadap sumbu 1 dan 2, terbentuk dua kelompok asosiasi antar stasiun-habitat dengan jenis ikan indikator. Kelompok pertama adalah asosiasi antar Stasiun LAS2, SIM2, NAM2, dan KAR2 dengan jenis Chaetodon baronessa (CB), C. citrinellus (CC), C. trifasciatus (CT), Heniocus varius (HV), dan Heniocus chrysostomus (HC). Jenis ikan tersebut menyukai habitat dengan karakteristik karang acropora bercabang, foliose, submasif, fauna lain dan spons. Kelompok kedua merupakan asosiasi antar Stasiun BAH2 dengan Chaetodon decussatus (CD) dan C. vagabundus (CV) di habitat yang berkarakteristik karang masif, karang jamur, non-acropora bercabang, karang api, dan karang lunak. Habitat tersebut dipengaruhi oleh variabel suhu, kendungan oksigen terlarut, pH, salinitas, perairan berarus, relatif keruh, dan substrat yang berpasir dan berdebu. Berdasarkan distibusi spasial yang terbentuk dari hasil analisis koresponden tersebut di atas, baik pada daerah reef flat maupun reef slope, terlihat bahwa ikan Chaetodontidae memiliki preferensi terhadap karakteristik habitat dengan asosiasi lifeform yang beragam.
Ikan jenis Chaetodon baronessa, C. trifasciatus dan
Heniocus varius menunjukkan kecendrungan preferensi terhadap karakteristik habitat yang terdiri dari asosiasi karang acropora bercabang, karang non-acropora dan fauna lain (karang lunak dan spons). Tetapi jenis Chaetodon citrinellus, C. decussatus, C. vagabundus, dan Heniocus chrysostomus menunjukkan kesukaan terhadap kombinasi keduanya. Dengan demikian dapat diduga bahwa variasi karakteristik habitat karang di lokasi penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap distribusi spasial ikan indikator.
Hal ini diduga berhubungan dengan ketergantungan ikan
tersebut terhadap habitatnya, baik sebagai sumber pakan maupun tempat perlindungan.
51
Hutomo (1986) menyatakan bahwa setiap kumpulan ikan karang mempunyai habitat yang berbeda, tetapi banyak spesies mempunyai lebih dari satu habitat. Hal ini jelas diperlihatkan oleh
Chaetodon citrinellus yang memiliki kesukaan habitat
karang acropora bercabang pada daerah reef flat maupun non acropora bercabang, karang masif, fauna lain, dan spons pada daerah reef slope. Spesies tersebut juga menyukai habitat berair tenang dan jernih, maupun berarus dan relatif keruh. Jenis Chaetodon decussatus dan C. vagabundus juga menyukai habitat karaktejuga menunjukkan hal yang relatif sama. Bawole (1998) menemukan bahwa karakteristik habitat ikan Chaetodontidae cukup beragam, dimana secara dominan ditentukan oleh koloni karang non-acropora masif, acropora dan non-acropora bercabang, dan nonacropora encrusting.
5.
5.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Sebanyak 66 jenis ikan karang dari 17 famili ditemukan di perairan pesisir
Bahodopi, Teluk Tolo. Struktur komunitasnya termasuk dalam kategori stabil, baik di daerah rataan terumbu (reef flat) pada kedalaman 3-5 meter, maupun di daerah lereng terumbu (reef slope) pada kedalaman 5-10 meter. Ikan karang yang dominan adalah dari kelompok ikan Mayor yang tergolong ke dalam famili Pomacentridae. Ikan dari kelompok ini memiliki peran penting dalam keberlangsungan rantai makanan di ekosistem terumbu karang. Distribusi spasial lebih nyata ditunjukkan oleh ikan dalam kategori kelompok (ikan Mayor, Target dan Indikator) daripada kategori individu jenis/spesies. Karakteristik habitat yang berperan nyata dalam distribusi ikan tersebut terdiri dari asosiasi karang acropora, non acropora bercabang dan karang foliose, asosiasi karang non-acropora masif dan submasif, asosiasi fauna lain, karang lunak, karang mati beralga dan spons, dan asosiasi komponen abiotik. Ikan karang famili Chaetodontidae menunjukkan preferensi/kesukaan terhadap lebih dari satu karakteristi habitat. Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa variasi karakteristik habitat karang di lokasi penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap distribusi spasial ikan indikator. 5.2
Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang
variasi distribusi ikan karang dan struktur komunitasnya secara temporal. Selain pengukuran lifeform karang, pengukuran terhadap kompleksitas bentik/substrat karang dan komponen hidro-oseanografi di daerah penelitian perlu dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh tentang hubungan antara ikan karang dengan terumbu karang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2007. Permodelan pasut perairan Indonesia. BRKP. Jakarta. Tidak dipublikasikan. Allen GR, Steene R. 1996. Indo-Pasific coral reef: Field guide. Tropical Reef Research, Singapore.378 pp. Allen GR, Adrim M. 2003. Coral reef fish of Indonesia: Review article. Zoological studies 42 (1): 1-72 Allen GR. 2002. Marine rapid assessment of Raja Ampat Islands: Reef fishes of the Raja Ampat Islands, Papua Province. RAP Bulletin of Biological Assessment No. 22. Conservation International. Adrim M. 1993. Komunitas ikan karang di ekosistem terumbu karang. Modul pelatihan pengamatan ekosistem terumbu karang. P2OLIPI. Adrim M, Hutomo M. 1989. Species composition, distribution and abundance of Chaetodontidae along reef transects in the Flores Sea. Netherlands Journal of Sea Research. 23 (2): 85-93. Arturo D, Arosemena, Mathias W. 2005. Reef fish community structure in Bocas del Toro (Caribean, Panama): Gradients in habitat complexity and exposure. Caribean Journal of Science. Vol.41(3): 613-637. Aryasari R. 2006. Keanekaragaman spesies karang hermatipik (Cnidaria: Anthozoa) di perairan Banyuwangi Utara, Jawa Timur. Tesis. S2. Univ. Gajah Mada. Tidak dipublikasikan. Bell JD, Galzin R. 1984. Influence of live coral cover on coral reef fish communities. Marine Ecology Progress Services 15: 265-274. Bozec YM, Dole S, Kulbicki M. 2005. An analysis of fish habitat assosiation on disturbed coral reefs: Chaetodontid fishes in New Caledonia. Journal of Fish Biology. 66: 966 - 982. Brahmana AAP. 2004. Struktur komunitas ikan karang pada bulan purnama dan bulan baru di perairan Sumber Kima, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali Utara. Skripsi Sarjana. UNDIP. Tidak dipublikasikan. Burke L, Selig E, Spalding M. 2002. Terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara. World Resources Institute. 8-11. Choat JH, Bellwood DR. 1991.Reef fishes: Their history and evolution. Page 39 – 66 in PF Sale ed. The Ecology of fish on coral reef. Academic press. San Diego. 754 pp. Connel HV, Karlson RH. 1996. Species rischnes of reef building corals determined by local and regional processes. Journal of Animal Ecology (65): 233-241
54 Dartnal AJ, Jones M. 1986. A Manual of survey method for living resources in coastal area. Asean – Australia Cooperative Program In Marine Science. Australian Institute of Marine Science. 168 p. Digby PGN, Kempton RA. 1987. Multivariate analysis of ecological communities. Chapman & Hal Ltd. London. 206 p. Durville P, Chabanet P, Quod JP. 2003. Visual cencus of reef fishes in the Natural Reserve of the Glorieuses Islands (Western Indian Ocean). WIO Journal Mar.Sci. 2(2): 95-104 p. Dwiponggo A. 1990. Sumber daya ikan karang hias di Indonesia. Bahan training penangkapan, aklimatisasi dan transportasi ikan karang hias. Jakarta. English S, Wilinson C, Baker V. 1996. Survey manual for tropical marine resources (2nd Ed) AIMS. Townsville. Gomez ED, Alkala AC. 1984. Survey of Philippine coral reefs using transect and quadrate technique. UNESCO reports in science. 21: 57-59. Gratwicke B, Speight MR. 2005. The relationship between fish jenis richness, abundance and habitat complexity in a range of shallow tropical marine habitat. Journal of Fish Biology. The Fisheries Society of the British Isles. 18pp. Green L. 1996. Spatial, temporal, and ontogenetic patterns of habitat use coral reef fishes (famili Labridae). Mar.Ecol.Prog.Ser.Vol. 133:1-11. Grober R, Dunsmore, Frazer TK, Beets JP, Lindberg WJ, Zwick P, Funicelli NA. 2008. Influence of lanscape structure on reefs fish assemblages. Landscape Ecol. Springer Science. 17pp. Hallacer LE. 2003. The ecology of coral reef fish. QUEST. University of Hawaii. Hilo. 58 pp. Harm JH, Kearns E, Speight MR. 2008. Differences in coral-reef fish assemblages between mangrove-rich and mangrove-poor islands of Honduras. Proceedings of the 11th Int. coral reefs symposium, Ft. Laud rale, Florida, 7-11 July 2008. Hukom FD. 1997. Distribusi spasial ikan karang (famili Pomacentridae) di perairan Selat Lembeh, Bitung Sulut. Seminar Kelautan LIPI-UNHAS, Ambon 4-6 Juli 1997: 19-29. Hukom FD, Bawole R. 1997. Famili Chaetodontidae sebagai indikator di daerah terumbu karang. Lonawarta. 1997. Vol XX: 1-6. Hutomo M. 1986. Coral reef fish resources and their relation to reef condition: some case studies in Indonesian waters. Biotrop spec. publ (19):67-78 Karuppanapandian T, Karuppudurai T, Kumaraguru K. 2007. A preliminary study on the environmental condition of the coral reef habitat. Int. J. Environ. Sci. Tech., 4 (3): 371-378. Krebs CJ. 1989. Ecological methods. Harper and Row, Publ.Inc. Leis MJ. 2002. Environmental biology of fishes 65 (2): 199-208.
55 Legendre L, Legendre P. 1983. Numerical ecology. Elsevier Scientific Publishing Company –Amsterdam.295 p. Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical ecology: A primer on methods and computing. A Willey Interscience Publ, John Willey and Sons. New York. 337 p. Leiske E, Myers R. 1994. Coral reefs fishes. Indo-Pacific & Caribean. Harpers Collins Publisher. 401p. Makatipu PC, Teguh P, Marthen L. 2010. Biodiversitas ikan target di terumbu karang Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi Indonesia (2010) 36(3):309-328. Manthachitra V, Sudara S, Satumanapatpan S. 1991. Chaetodon octofasciatus as indicator spesies for reef condition. Proceeding of The Regional Symposium on Living Resources in Coastal Areas. Manila. Pp. 135-138. Marasabessy MD. 2010. Keanekaragaman jenis ikan karang di perairan Pesisir Biak Timur. Papua. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36(1): 64-84. Meekan MG, Steven ADL, Fortin MJ. 1995. Spatial pattern in the distribution of Damselfishes on a Fringing coral reefs. Coral Reef 14: 151-161. Montgomery WL. 1990. Behaviour and ecology of coral reef fishes. Pp 329-363. In Dubiansky Z. 1990. Coral reefs. Elsevier, Amsterdam, Oxford, New York, Toronto. Mahadevan S, Nagappannayar I. (1972). Distribution of coral reefs in the Gulf of Mannar and Palk Bay and their exploitation and utilization. Proc. Symp. Corals and coral reefs. Mar. Biol. Ass. India., 181-190. McManus JW, Miclat RI, Palaganas VP. 1992. Coral and fish community structure of Sombrero Islands, Batangas, Philppines. Proc. of the 4th. Int. Coral reefs Symposium. Manila, 2: 271-280. Montgomery EL, Gerrodete T, Marshall LD. 1980. Effect of grazing by the yellowtail surgeonfish. Prionurus punctatus on algal communities in the gulf of California Mexico. Moore A, Ndobe S. 2008. Reefs at risk in Central Sulawesi, Indonesia: Status and outlook. Proc. 11th International Coral Reefs Symposium, Florida. Bull.Mar.Sci. 30 (4): 901 – 908. Natan Y. 2007. Studi ekologi reproduksi populasi kerang Anodontia edentula di ekosistem mangrove Teluk Ambon bagian dalam. Desertasi S3. IPB. Tidak dipublikasikan. Nontji. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nybakken JW. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach 3rd ed. Harper Collins College Publishers. New York. 219 – 254 pp. Ongkosongo OSR. 1988. The Seribu coral reefs. LIPI. Indonesia.
56 Pariwono J. 1987. Gaya penggerak Pasang-Surut. ASEAN-Autralia Cooperative Programs on Marine Science Project I: Tides and tidal fenomena. LIPI. Jakarta. Sale PF. 1991. The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press, Inc. San Diego, 754 pp Sembiring A. 1995. Kondisi ekosistem terumbu karang ditinjau dari persentase penutupan karang di Zona Inti III Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Siregar V, Purwanto J, Setyabudi dan Sembiring A. 2005. Pemetaan profil arsitektur ekosistem terumbu karang di Pulau Kotok Kecil dan Pulau Opak Kecil, Kepulauan Seribu. Jur. TKL, Maritek 5(1):83-96 Sukarno, Naamin N, Hutomo M. 1986. The status of coral reef in Indonesia. In: Proceedings of the MAB-COMAR Regional Workshop on coral reef ecosystems: their management practices and research/training needs. UNESCO, Jakarta, 24–33. Suharti SR. 2010. Diversity and abundance of reef fish in the coastal of Klabat Bay, Bangka Island, Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36(3): 427- 442 Suharyanto, Utojo. 2007. Kondisi ikan karang di Teluk Pare-Pare dan Awerange Sulawesi Selatan. Jurnal Biodiversitas. Vol.8. No.02 April 2007. Ha’ 101104. Sukumaran S, Rani MG, Kasinathan C. 2008. Community structure and spatial patterns of hard coral biodiversity in Kilakarai group of islands in Gulf of Mannar, India. Journal Mar.Bio. India. 50(1): 79-86. Syms C. 1998. Disturbance and the structure of coral reef fish communities on the reef slope. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. (230): 151-167. Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The ecology of Indonesian seas. Part II . Periplus. 138p. Veron JEN. (1993). Corals of Australia and the Indo-Pacific. University of Hawaii Press. Zamani NP. 1997. Terumbu karang dan biota laut: Makalah Pelatihan Inventarisasi Biota Laut dan Pendidikan Selam Angkatan ke-4. Ditjen PHPA-Jur. MSP Faperikan IPB. Tidak dipublikasikan.
LA M P I R A N
57
Lampiran 1. Sebaran jenis dan lifeform karang di stasiun penelitian. Jenis/Kategori/Lifeform Acropora palifera Acropora divaricata Acropora sarmentosa Acropora tenuis Acropora valenciennesi Montipora capricornis Montipora foliosa Montipora informis Favia rotundata Favia favus Cypastrea sp. Favites abdita Favites chinensis Goniastrea aspera Montastrea curta Platygyra crispa Platygyra pini Ctenactis echinata Fungia scabra Fungia horrida Herpolitha limax Herpolitha weberi Hydnophora exesa
ACB ACB ACB ACB ACB CF CF CM CM CM CM CM CM CM CM CM CM CMR CMR CMR CMR CMR CS
LAS1 BAH1 0,00 0,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 4,10 0,00 4,10 0,00 1,10 0,00 0,00 0,00 8,40 0,00 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,11 0,00 0,00 0,00 0,40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,12 0,00 0,00
Stasiun Penelitian SIM1 NAM1 KAR1 LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 1,20 1,20 0,00 1,04 0,00 0,36 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 0,00 0,00 0,15 0,15 0,15 0,00 2,00 0,00 0,00 3,34 5,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,10 2,10 0,00 9,30 8,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,28 16,02 0,00 0,76 0,50 5,80 8,00 0,43 11,00 10,00 0,20 0,20 0,18 0,18 0,00 0,00 5,00 0,11 0,11 0,00 0,00 1,60 0,12 0,80 3,16 3,16 0,16 0,16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,26 0,00 0,00 0,00 1,00 0,00 2,08 3,28 3,98 3,20 0,45 0,45 0,00 0,00 2,14 0,15 0,15 0,00 1,00 3,50 0,00 0,78 0,00 0,00 0,00 0,00 0,10 0,00 0,31 0,50 0,50 0,00 0,00 2,34 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,41 0,31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,14 0,15 0,00 0,14 0,14 0,00 0,00 3,30 0,00 7,72 0,80 0,80 0,12 0,12 0,00 0,00 8,10 0,12 0,12 0,00 0,00 0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,14 0,14 0,11 0,30 0,00 0,56 0,56
KAR2 0,36 0,00 0,00 0,10 5,00 0,76 0,00 0,00 3,16 1,14 0,22 3,98 1,20 0,00 0,10 0,00 0,00 0,00 0,14 0,22 0,00 0,00 0,56
58
Lanpiran 1. (lanjutan) Jenis/Kategori/Lifeform Galaxea atreata Goniopora lobata Goniopora minor Porites lobata Porites nigrescens Porites cylindrica Porites lichen Lobophyllia corymbosa Merulina scabricula Millepora sp. Pectinia lactuca Physogyra sp. Pocillopora sp Seriatopora hystrix Seriatopora caliendrum Stylophora pistillata Pavona sp. Others Soft Coral Sponge Dead Coral Dead Coral with Algae Rubble Sand
CS CS CS CM CS CB CS CM CF CHE CF CM CB CB CB CB CF OT SC SP DC DCA R S
LAS1 BAH1 0,00 0,22 0,00 0,11 0,00 0,00 12,31 0,00 16,22 8,00 25,20 2,12 0,00 0,00 0,00 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,24 0,00 0,16 0,00 0,00 5,10 0,00 0,18 0,00 0,00 0,24 2,00 4,30 4,00 0,00 3,00 18,10 6,00 11,32 29,00 6,30 6,00 5,41 13,00
Stasiun Penelitian SIM1 NAM1 KAR1 LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 0,00 0,00 0,00 11,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,10 0,00 0,00 1,88 0,88 0,12 0,12 1,10 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,10 0,00 1,00 0,00 0,00 9,12 9,12 0,32 12,00 1,00 5,78 5,70 0,34 1,00 0,22 0,10 0,12 0,00 0,00 0,00 3,00 0,11 0,00 6,50 5,79 0,00 0,00 0,00 0,10 0,11 0,00 0,00 1,70 0,22 0,00 0,00 0,00 1,30 0,90 0,00 5,60 0,80 0,12 11,00 0,21 0,80 0,90 0,00 5,60 0,18 5,00 1,32 0,00 0,80 0,00 0,40 0,00 3,00 8,10 0,88 0,00 2,10 3,00 1,10 0,00 0,00 2,00 0,50 2,33 2,10 0,00 0,00 1,58 12,00 0,60 3,20 2,33 0,44 0,00 2,06 0,68 1,00 0,00 3,20 0,00 0,00 10,00 0,00 0,60 12,50 12,50 0,22 0,04 1,16 0,48 5,00 23,61 10,21 2,10 0,00 6,00 0,00 8,00 14,12 14,02 1,32 0,00 0,22 12,00 12,00 2,10 2,10 2,12 0,31 3,30 8,41 11,08 0,00 0,00 66,14 15,00 3,00 36,00 36,10 1,00 1,00 4,40 2,12 2,00 0,42 4,60 8,00 10,00 0,30 0,00 0,55 1,14 1,00
KAR2 0,80 0,88 0,21 0,00 14,00 5,59 2,60 1,00 2,10 0,90 3,80 0,90 1,88 1,00 0,44 1,68 1,80 0,48 0,00 0,00 0,00 41,34 0,52 1,14
59
Lampiran 2.
Sebaran kelimpahan ikan karang.
Famili Acanthuridae
Stasiun Penelitian
Jenis
Acanthurus auranticavus A. mata A. nigricans A. nigrofuscus A. pyroferus Ctenochaetus striatus Naso caeruleacauda Zebrasoma scopas Aulostomidae Aulostomus chinensis Balistidae Balistapus undulatus Melichthys vidua Sufflamen chrysopterus Odonus niger Caesionidae Pterocaesio diagramma Chaetodontidae Chaetodon baronessa C. citrinellus C. decussatus C. vagabundus C. trifasciatus Heniochus varius H. chrysostomus Zanclidae Zanclus cornutus
Jumlah
LAS1
BAH1
SIM1
NAM1
KAR1
LAS2
BAH2
SIM2
0 0 7 11 0 21 58 12 0 2 3 0 1 0 0 1 0 5 0 8 1 6
2 0 3 5 3 35 0 24 1 0 0 0 3 0 2 1 1 2 0 5 0 1
1 0 6 2 1 34 0 12 0 0 2 3 3 12 1 2 2 3 4 4 1 1
1 1 1 5 1 23 5 8 1 0 1 2 3 32 2 1 1 1 3 1 2 5
1 0 5 3 1 6 0 10 0 1 10 0 33 33 0 0 0 3 0 3 0 2
1 2 2 17 5 12 20 6 0 1 4 0 5 0 0 2 1 2 0 11 0 2
0 0 1 0 1 16 0 6 1 3 2 0 4 0 1 2 7 1 1 3 0 2
3 1 1 3 2 8 1 3 0 0 2 1 4 4 1 3 2 1 1 1 1 0
NAM2
2 1 3 4 0 11 0 5 1 1 1 2 2 22 1 2 1 1 1 1 2 1
KAR2
2 0 9 2 2 4 0 21 0 2 5 0 42 25 0 0 0 4 0 1 0 2
13 5 38 52 16 170 84 107 4 10 30 8 100 128 8 14 15 23 10 38 7 22
60
Lampiran 2. (lanjutan) Famili
Gobiidae Cirrhitidae Ephippidae Labridae
Stasiun Penelitian
Jenis
Ptereleotris evides Paracirrhites forsteri Platax teira Cheilinus fasciatus Cirrhilabrus cyanopleura Halichoeres solorensis H. purpurascens Gomphosus varius Hemigymnus melapterus Labroides pectoralis L. dimidiatus Thalassoma lunare Lutjanidae Lutjanus decussatus Macolor niger Mullidae Parupeneus multifasciatus Nemipteridae Scolopsis bilineatus S. lineatus Amblyglyphidodon Pomacentridae curacao A. aureus A. leucogaster Amphiprion akindynos A. clarkii
Jumlah
LAS1
BAH1
SIM1
NAM1
KAR1
LAS2
BAH2
SIM2
NAM2
KAR2
11
5
11
3
7
8
6
7
1
2
3
1
0
25 1
6
0
3
2
6
0
3
3
5
2
0
2
3
6
3
0 0
0 0
1 1
4 1
2 37
3 0
0 0
1 1
2 1
11 70
0 0 0 3 1
0 1 4 0 0
2 2 1 3 1
1 1 1 1 1
0 0 0 0 0
0 2 5 5 8
0
1 3 9 0
7 1 1 2 1
1 2 1 2 2
0 0 0 0 0
3 3
7 14
3 2
12 3
22 1
0 0
1 1
2 1
10 4
18 11
1 1
0 0
1 1
2 2
0 1
6 2
0 0
1 1
1 2
0 3
13
4
2
3
3
6
0
0
0
2
9 1
9 0
2 1
3 1
5 0
12 2
1
4 1
2 1
5 0
17 0 0 0
3 16 7 4
3 1 2 1
4 4 3 4
7 11 0 0
22 0 0 3
33
0
12 2 3 4
6 2 1 3
11 22 0 0
0
0
2
2
8
2
18
0
3
5
1
0
2
89 19 27 24 111 11 10 16 25 14 78 40 12 13 33 52 8 118 58 18 19 40
61
Lampiran 2.
(lanjutan)
Famili
Stasiun Penelitian
Jenis LAS1
Pomacentridae
Scaridae Serranidae
Siganidae
A. ocellaris Chromis analis C. caudalis C. margaritifer C. ternatensis C. viridis C. xanthura Neoglyphidodon nigroris Pomacentrus chrysurus P. moluccensis Pomacentrus sp. P. trichourus Dascyllus trimaculatus Plectroglyphidododon lacrymatus Premnas biaculeatus Chlorurus sordidus Scarus rivulatus Pseudanthias bicolor P. huchtii P. squamipinnis Siganus corallinus Siganus vulvinus Jumlah
BAH1
SIM1
NAM1
KAR1
LAS2
5
4
1
2
0
0
2 0 25 22 2
28 0 0 0 3
11 3 1 0 5
6 3 4 0 1
12 0 8 0 7
11 0 30 33 3
5 5 2 38 0
0 13 3 19 0
1 0 1 6 4
1 2 1 9 5
6 0 0 8 23
19 0 0 0 0
0 0
0 0
0 1
0 1
0 4
0 34
0 0
0 2
2 0
1 0
7 0
0 0
1 1
1 2
1 2
1 6
0 4
0 5
0 11 0
0 12 0
5 22 3
4 6 2
25 2 25
3
3
4
1
2
0
0
2
323
256
215
222
Jumlah BAH2
3 33
SIM2
NAM2
KAR2
1
2
0
2 1 2 0 1
3 5 2 0 6
11 0 7 0 6
0 0 2 0 1
1 2 1 0 5
8 0 0 0 9
4 6
7 4
33 6
1 0
0 2
9 0
0
3 6
1 3
0 7
0 34 0
0 4 0
0 5 0
3 5 0
33 3 44
0
0
1
12
18
0
0
1
351
366
5 6 318
1
2
136
178
484
0 0
19 6 0
33 2
24 0 0
19 5 5 5
18 119 12 79 74 40 41 55 12 104 47 44 75 25 9 13 36 70 104 74 30 31 2849
62
Lampiran 3.
Parameter lingkungan di lokasi penelitian. Stasiun
No
Parameter
Satuan
Lasoni LAS1 3 - 5m
I 1 2 3 4 5 II 1 2 3
Fisika Suhu Arus Turbiditas Pasir Debu Kimia pH Salinitas DO
o
Bahomatefe
LAS2 5 - 10m
BAH1 3 - 5m
Siumbatu
BAH2 5 - 10m 29,00
SIM1 3 - 5m 31,50
Nambo
SIM2 5 - 10m 29,00
NAM1 3 - 5m 30,90
Kaurea
NAM2 5 - 10m 29,00
KAR1 3 - 5m 30,00
KAR2 5 - 10m
C
30,10
30,00
29,90
29,00
cm/detik
0,07
0,10
0,08
0,09
0,05
0,05
0,01
0,08
0,05
0,07
mg/l
1,10
0,80
0,70
0,70
0,90
0,80
0,80
0,90
1,20
0,90
%
97,55
98,50
98,02
96,80
95,50
93,65
96,50
95,45
98,19
96,00
%
1,39
0,34
1,00
1,53
2,00
2,36
1,87
2,69
1,36
1,58
-
8,00
8,00
8,00
8,30
8,10
8,30
8,00
8,10
8,10
8,10
‰
32,30
33,50
31,50
33,00
30,60
32,00
32,80
33,00
33,40
33,50
mg/l
7,60
7,30
7,70
7,80
8,00
7,00
7,20
7,00
7,00
7,50
*: total carbon organic (karbon organik total)
63
Lampiran 4. Ringkasan data kelimpahan ikan dan indeks komunitas ikan karang
Stasiun Penelitian
323 366 256 318 215 136 222 178 351 ∑ Ind/250m² 8,5 9,4 6,7 7,6 3,8 2,6 3,6 3,1 9,0 ∑ rerata/250m² 13 15 16 17 15 12 13 14 16 ∑ Fam./250m² 38 39 38 42 57 53 62 58 39 ∑ Jenis/250m² 3,01 3,09 3,47 3,61 3,18 3,21 3,12 3,69 3,69 H' 0,83 0,85 0,86 0,87 0,87 0,87 0,82 0,93 0,91 E 0,07 0,07 0,05 0,05 0,06 0,05 0,06 0,03 0,04 C Keterangan: LAS: Lasoni; BAH: Bahomatefe; SIM: Siumbatu; NAM: Nambo; KAR: Kaurea; 1: kedalaman 3-5 meter; 2: kedalaman 5-10 meter.
KAR2
NAM2
SIM2
BAH2
LAS2
Kedalaman 5-10 meter KAR1
NAM1
SIM1
BAH1
Kedalaman 3-5 meter LAS1
Kelimpahan dan indeks
484 12,1 15 40 3,18 0,86 0,06
64
Lampiran 5.
Hasil analisis komponen utama parameter lingkungan di lokasi penelitian kedalaman 3-5 meter (reef flat)
Correlations Suhu DO pH Salinitas Arus Turbiditas Pasir Debu
Suhu 1,0000 0,4231 0,3550 -0,5205 -0,5364 -0,2535 -0,9882 0,9395
DO
pH
1,0000 0,0000 -0,9728 0,5177 -0,4220 -0,5159 0,1501
1,0000 -0,0997 -0,1709 0,4842 -0,2471 0,3491
Salinitas
1,0000 -0,3960 0,5223 0,5879 -0,2217
Arus
1,0000 0,0094 0,4520 -0,7154
Eigenvalues of correlation matrix, and related statistics 1 2 3 4
Eigenvalue 3,840345 2,486769 1,310476 0,362410
% Total 48,00431 31,08462 16,38095 4,53012
Cumulative 3,840345 6,327114 7,637590 8,000000
Cumulative 48,0043 79,0889 95,4699 100,0000
Eigenvectors of correlation matrix
Suhu DO pH Salinitas Arus Turbiditas Pasir Debu
Factor 1 0,5003 0,2997 0,1528 -0,3452 -0,1923 -0,1833 -0,5043 0,4388
Factor 2 -0,1246 0,4864 -0,2505 -0,4487 0,5236 -0,3380 0,0557 -0,3038
Factor 3 -0,0133 0,1965 0,6815 -0,1648 0,3515 0,5855 0,0449 -0,0358
Factor 4 -0,0182 -0,2103 0,6342 -0,1285 -0,1993 -0,6164 0,1885 -0,2856
Variable contributions, based on correlations
Suhu DO pH Salinitas Arus Turbiditas Pasir Debu
Factor 1 0,2503 0,0898 0,0233 0,1192 0,0370 0,0336 0,2543 0,1925
Factor 2 0,0155 0,2366 0,0628 0,2014 0,2742 0,1142 0,0031 0,0923
Factor 3 0,0002 0,0386 0,4644 0,0272 0,1235 0,3428 0,0020 0,0013
Factor 4 0,0003 0,0442 0,4022 0,0165 0,0397 0,3799 0,0355 0,0815
Turbiditas
1,0000 0,3005 -0,0171
Pasir
Debu
1,0000 -0,9135
1,0000
65
Lampiran 6.
Hasil analisis komponen utama parameter lingkungan di lokasi penelitian kedalaman 5-10 meter (reef slope)
Correlations Suhu DO pH Salinitas Arus Turbiditas Pasir Debu
Shu 1,0000 -0,0327 -0,6667 0,4564 0,6933 -0,1336 0,7597 -0,8359
DO
pH
Sal
Ars
Tur
Psr
Dbu
1,0000 0,1852 0,4774 0,3966 -0,5416 0,5180 -0,4854
1,0000 -0,7607 -0,5200 -0,5791 -0,6111 0,4794
1,0000 0,6856 0,2440 0,8254 -0,6284
1,0000 -0,3088 0,9344 -0,6871
1,0000 -0,2400 0,3417
1,0000 -0,8693
1,0000
Eigenvalues of correlation matrix, and related statistics 1 2 3 4
Eigenvalue 4,651989 2,029930 0,965779 0,352302
% Total 58,14986 25,37412 12,07224 4,40377
Cumulative 4,651989 6,681919 7,647698 8,000000
Cumulative 58,1499 83,5240 95,5962 100,0000
Eigenvectors of correlation matrix
Suhu DO pH Salinitas Arus Turbiditas Pasir Debu
Factor 1 -0,3772 -0,2076 0,3185 -0,3891 -0,4146 0,0723 -0,4592 0,4168
Factor 2 -0,1190 0,4923 0,5096 -0,1641 0,0873 -0,6540 0,0676 -0,1303
Factor 3 0,5539 -0,5481 0,0297 -0,4993 0,0663 -0,3243 -0,0360 -0,1782
Factor 4 -0,1926 -0,2221 0,0085 -0,0154 0,7161 -0,1296 0,1549 0,5997
Variable contributions, based on correlations
Suhu DO pH Salinitas Arus Turbiditas Pasir Debu
Factor 1 0,1423 0,0431 0,1015 0,1514 0,1719 0,0052 0,2109 0,1737
Factor 2 0,0142 0,2424 0,2597 0,0269 0,0076 0,4277 0,0046 0,0170
Factor 3 0,3068 0,3004 0,0009 0,2493 0,0044 0,1051 0,0013 0,0318
Factor 4 0,0371 0,0493 0,0001 0,0002 0,5129 0,0168 0,0240 0,3596
66
Lampiran 7. Hasil analisis faktorial koresponden ikan-habitat stasiun CORRESPONDENCE ANALYSIS Analysing 57 variables x 5 cases Data will be transposed before analysis Data square‐root transformed Tolerance of eigenanalysis set at 1E‐7 Eigenvalues Eigenvalues Percentage Cum. Percentage
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,158 0,1 0,054 0,016 48,121 30,603 16,446 4,83 48,121 78,724 95,17 100
CA variable scores LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,645 0,334 ‐0,084 ‐0,016 0,161 ‐0,305 0,411 0,005 ‐0,141 ‐0,286 ‐0,217 ‐0,198 ‐0,095 ‐0,224 ‐0,217 0,208 ‐0,529 0,394 0,097 ‐0,004
CA case scores F6 F54 F14 F8 F7 F46 F63 F33 F13 F27 F48 F23 F40 F62 F41 F55 F64 F38 F4 F37 F34 F3
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,36 ‐0,866 ‐0,016 ‐0,548 0,862 0,252 0,362 0,191 ‐1,735 0,005 ‐1,774 1,996 0,212 ‐0,399 0,693 ‐0,482 3,028 2,071 ‐2,117 2,224 ‐0,305 ‐0,795 1,33 ‐0,605 0,438 ‐0,833 ‐0,323 ‐1,88 ‐0,672 0,246 0,353 1,541 ‐1,341 0,993 0,676 ‐0,051 ‐2,712 2,331 0,361 ‐0,095 0,82 1,891 ‐1,363 0,759 0,225 0,1 ‐0,277 ‐1,645 0,775 ‐0,283 0,046 0,574 ‐2,164 0,955 ‐0,871 ‐0,306 ‐0,886 ‐0,623 2,367 1,394 ‐2,13 0,904 ‐0,931 0,362 ‐2,355 1,419 ‐0,449 ‐0,519 0,487 0,156 0,842 0,233 0,681 0,187 0,03 0,806 0,829 0,463 0,009 0,175 0,547 ‐0,994 1,558 0,461 0,229 0,31 ‐0,077 ‐1,987
67
Lampiran 7. (lanjutan) F49 F20 F52 F50 F11 F22 F61 F18 F25 F51 F42 F44 F45 F65 F58 ACB CF CM CMR CS CB OT SC SP DC DCA R Shu DO pH Sal Ars Tur Psr Dbu
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 4,094 3,334 ‐1,557 ‐0,979 0,578 0,153 0,377 ‐1,456 1,653 ‐0,917 2,528 2,429 ‐0,434 0,137 0,304 ‐1,796 ‐0,738 1,634 ‐0,919 ‐0,953 0,502 0,351 ‐0,822 1,789 ‐0,472 ‐0,314 ‐0,328 1,636 0,325 0,344 ‐0,071 ‐1,308 ‐0,825 ‐1,354 ‐0,03 1,123 ‐0,085 1,795 ‐1,065 ‐0,317 0,07 ‐2,752 1,298 1,033 ‐2,053 0,695 ‐1,112 0,044 0,309 0,688 1,422 ‐0,697 1,002 ‐1,15 ‐0,243 ‐2,006 ‐2,124 0,817 ‐0,979 ‐1,018 ‐0,324 ‐2,386 ‐0,225 0,756 ‐0,595 ‐2,034 ‐0,834 0,383 0,392 0,268 0,383 2,217 ‐2,072 1,47 1,845 ‐0,025 0,71 0,628 0,767 ‐0,733 0,737 ‐0,398 ‐1,022 ‐0,081 ‐0,361 ‐1,991 ‐1,864 0,227 ‐0,044 ‐1,066 ‐1,311 ‐1,505 ‐1,438 0,245 ‐0,741 ‐1,91 1,164 0,461 0,273 ‐0,248 ‐0,475 1,59 2,992 ‐0,196 0,469 0,451 1,16 ‐0,162 0,047 ‐0,189 ‐0,07 ‐0,069 0,08 ‐0,212 ‐0,04 ‐0,18 0,048 ‐0,17 ‐0,038 ‐0,062 0,043 ‐0,14 ‐0,034 0,039 0,331 0,037 0,772 ‐1,548 0,018 0,116 ‐0,145 ‐0,228 0,054 ‐0,163 ‐0,018 ‐0,034 ‐0,13 ‐0,025 ‐0,263 ‐0,54
68
Lampiran 8. Hasil analisis koresponden ikan-stasiun reef slope CORRESPONDENCE ANALYSIS Analysing 57 variables x 5 cases Data will be transposed before analysis Data square‐root transformed Tolerance of eigenanalysis set at 1E‐7 Eigenvalues Eigenvalues Percentage Cum. Percentage
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,207 0,126 0,095 0,024 45,815 27,962 20,934 5,288 45,815 73,778 94,712 100
CA variable scores LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,442 ‐0,575 ‐0,11 0,048 ‐0,522 0,515 ‐0,227 ‐0,018 0,054 ‐0,033 0,394 ‐0,286 0,15 0,142 0,427 0,232 0,662 ‐0,017 ‐0,305 ‐0,008
CA case scores F40 F27 F57 F46 F13 F23 F49 F6 F14 F63 F56 F64 F8 F48 F62 F52 F33 F44 F51
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,572 0,175 ‐0,226 ‐0,702 2,678 ‐0,023 ‐1,769 ‐0,495 ‐0,793 ‐0,44 ‐0,347 ‐0,139 ‐0,603 0,608 ‐0,943 0,068 0,882 ‐0,129 ‐0,963 ‐0,671 ‐0,507 0,602 ‐0,166 ‐0,297 ‐2,305 ‐0,833 ‐1,7 0,814 ‐0,511 0,208 0,429 0,1 1,704 0,349 1,146 1,704 ‐0,697 ‐1,192 0,159 0,321 2,004 0,163 0,168 ‐0,021 3,201 ‐0,131 ‐3,231 ‐0,342 0,395 0,021 ‐0,462 0,183 ‐0,17 ‐2,2 ‐0,243 0,626 2,627 0,159 ‐1,435 1,991 ‐1,883 3,493 ‐1,032 1,317 1,396 0,682 0,417 1,18 ‐0,553 1,299 ‐1,166 1,633 0,055 ‐2,335 ‐1,187 2,136
69
Lampiran 8. (lanjutan) F4 F41 F66 F38 F54 F50 F7 F61 F65 F31 F20 F26 F34 F3 F55 F58 F11 F25 F24 F17 F32 F5 F29 F43 ACB CF CM CMR CS CB CHE OT SC SP DC DCA R Shu DO pH Sal Ars Tur Psr Dbu
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,259 ‐1,854 0,742 0,696 2,182 0,08 ‐0,38 ‐0,64 ‐1,567 ‐1,233 ‐1,829 0,82 ‐0,122 ‐1,082 0,105 ‐0,476 ‐2,524 4,077 ‐2,399 ‐0,754 ‐0,002 0,422 ‐0,056 1,251 ‐1,701 ‐3,773 ‐0,193 ‐0,555 0,615 ‐1,019 0,76 ‐0,989 0,835 1,237 ‐1,021 ‐0,667 ‐1,36 0,404 0,308 ‐0,123 ‐0,905 ‐0,91 ‐0,319 0,339 1,098 ‐0,939 ‐0,291 0,549 1,339 0,769 0,014 0,761 0,683 ‐0,133 ‐0,214 0,725 1,841 0,297 0,736 1,399 0,677 1,357 ‐1,746 ‐2,358 0,05 ‐0,358 ‐0,314 ‐0,628 0,573 1,069 1,271 0,189 1,03 0,742 0,502 ‐1,306 ‐1,275 1,152 0,48 ‐1,193 ‐0,909 ‐2,206 1,385 1,416 ‐0,398 ‐1,1 ‐0,607 ‐2,263 ‐1,369 ‐0,38 0,323 0,151 2,59 ‐0,673 ‐0,354 ‐1,184 ‐0,755 ‐0,127 ‐1,567 ‐0,1 ‐0,798 ‐0,493 ‐0,766 0,668 ‐0,201 0,486 0,167 ‐0,945 ‐1,17 1,905 ‐0,454 ‐0,572 0,443 ‐0,893 ‐0,759 ‐0,228 ‐0,202 ‐0,088 0,458 ‐1,342 0,134 1,408 ‐0,606 ‐4,136 0,177 1,167 1,622 2,611 ‐0,784 2,493 1,31 4,862 0,3 0,662 3,92 ‐1,111 2,574 ‐0,31 ‐0,304 0,912 0,575 ‐0,26 0,946 ‐0,386 ‐0,416 0,199 0,779 2,301 ‐0,103 0,034 0,374 ‐0,265 ‐0,108 0,073 0,318 ‐0,269 ‐0,098 0,065 0,383 ‐0,305 ‐0,095 0,044 0,36 ‐0,233 ‐0,234 0,004 0,193 0,278 ‐0,015 0,009 0,421 ‐0,147 ‐0,104 0,041 0,361 ‐0,244 0,198 0,585 0,978 ‐0,427
70
Lampiran 9. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan-tipe habitat reef flat CORRESPONDENCE ANALYSIS Analysing 15 variables x 5 cases Data will be transposed before analysis Data square‐root transformed Eigenvalues Eigenvalues Percentage Cum. Percentage
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,014 0,011 0,002 0,001 51,121 40,698 5,694 2,487 51,121 91,819 97,513 100
CA variable scores LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,043 0,157 ‐0,022 0,026 ‐0,004 0,066 0,062 ‐0,026 0,097 ‐0,143 0,025 0,029 0,091 ‐0,048 ‐0,05 ‐0,034 ‐0,221 ‐0,047 ‐0,015 0,004
CA case scores Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 Trgt ‐0,481 ‐0,179 ‐1,36 0,942 Mayor ‐0,925 0,874 0,786 0,412 Indikator 1,35 ‐0,181 0,909 2,626 I 2,969 ‐0,527 ‐0,54 ‐0,87 II ‐0,569 2,436 ‐1,655 ‐1,68 III ‐1,175 ‐1,935 0,966 ‐1,155 IV 0,993 1,893 1,798 ‐0,39 Shu 0,151 ‐0,332 0,08 ‐0,279 DO 0,229 ‐0,264 0,509 0,022 pH 0,085 ‐0,281 0,122 ‐0,306 Sal 0,015 ‐0,227 ‐0,159 ‐0,556 Ars ‐0,55 1,097 5,463 4,664 Tur ‐0,4 ‐0,181 ‐1,066 2,142 0,064 ‐0,228 0,128 ‐0,42 Psr Dbu 0,61 ‐1,057 ‐1,431 0,883
71
Lampiran 10. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan-tipe habitat reef slope CORRESPONDENCE ANALYSIS Analysing 15 variables x 5 cases Data will be transposed before analysis Data square‐root transformed Eigenvalues Eigenvalues Percentage Cum. Percentage
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,027 0,014 0,003 0,001 60,148 30,651 6,681 2,519 60,148 90,799 97,481 100
CA variable scores LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,167 ‐0,011 ‐0,088 ‐0,016 ‐0,122 ‐0,163 0,065 ‐0,002 0,179 ‐0,046 ‐0,029 0,057 0,241 0,012 0,006 ‐0,05 ‐0,084 0,191 0,041 0,012
CA case scores Trgt Mayor Indi I II III IV Shu DO pH Sal Ars Tur Psr Dbu
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,51 1,883 ‐0,643 ‐0,637 ‐1,149 ‐0,297 1,487 ‐0,935 ‐0,081 ‐1,591 ‐1,597 ‐0,655 ‐1,198 ‐1,285 ‐1,617 0,839 ‐0,587 0,043 1,414 2,63 1,96 0,995 0,056 0,616 2,508 ‐1,692 0,654 ‐2,44 0,332 ‐0,249 ‐0,347 0,241 0,251 ‐0,279 ‐0,033 0,277 0,366 ‐0,282 ‐0,183 0,423 0,32 ‐0,217 ‐0,242 0,13 ‐0,084 ‐0,457 ‐0,45 ‐2,341 0,083 ‐0,332 ‐0,093 0,478 0,313 ‐0,251 ‐0,283 0,153 1,875 ‐0,221 2,514 1,354
72
Lampiran 11. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan indikator-tipe habitat reef flat CORRESPONDENCE ANALYSIS Analysing 25 variables x 5 cases Data will be transposed before analysis Data square‐root transformed Tolerance of eigenanalysis set at 1E‐7
Eigenvalues Eigenvalues Percentage Cum. Percentage
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,108 0,036 0,016 0,011 63,304 20,796 9,644 6,256 63,304 84,1 93,744 100
CA variable scores LAS1 BAH1 SIM1 NAM1 KAR1
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,4 ‐0,322 0,028 ‐0,016 ‐0,038 0,068 ‐0,234 0,083 0,35 ‐0,029 0,122 0,117 0,306 0,008 ‐0,026 ‐0,164 ‐0,421 0,306 0,112 ‐0,019
CA case scores CB CC CD CV CT HV HC ACB CF CM CMR CS CB CHE OT SC SP
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 1,76 0,578 ‐3,896 0,061 0,761 ‐1,828 ‐0,82 1,44 2,066 0,289 ‐1,557 2,307 ‐0,87 ‐0,468 0,823 0,988 3,047 ‐0,333 3,226 ‐1,277 ‐0,885 ‐0,797 ‐0,204 1,679 1,037 ‐2,797 2,005 ‐3,607 1,682 0,802 ‐2,264 0,371 1,603 1,061 ‐0,63 ‐0,03 ‐0,925 ‐0,157 ‐1,199 ‐2,151 ‐1,988 5,768 2,164 ‐0,096 ‐1,433 ‐0,802 ‐0,535 0,986 0,17 ‐0,432 ‐0,004 ‐1,801 3,235 ‐0,82 7,397 10,905 1,833 0,024 0,474 ‐0,663 0,792 ‐0,42 1,165 1,014 1,702 1,059 0,486 ‐0,487
73
Lampiran 11. (lanjutan) Shu DO pH Sal Ars Tur Psr Dbu
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,405 0,217 0,054 0,042 ‐0,379 0,214 0,114 ‐0,062 ‐0,367 0,189 0,019 ‐0,055 ‐0,357 0,142 ‐0,093 ‐0,018 ‐0,14 ‐0,018 ‐0,655 0,1 ‐0,614 ‐0,022 0,081 ‐0,013 ‐0,368 0,161 ‐0,006 0,032 ‐0,615 0,387 1,613 ‐1,458
74
Lampiran 12. Hasil analisis faktorial koresponden kelompok ikan indikator-tipe habitat reef slope CORRESPONDENCE ANALYSIS Analysing 25 variables x 5 cases Data will be transposed before analysis Data square‐root transformed Tolerance of eigenanalysis set at 1E‐7
Eigenvalues Eigenvalues Percentage Cum. Percentage
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 0,105 0,049 0,021 0,019 53,943 25,492 10,785 9,779 53,943 79,436 90,221 100
CA variable scores LAS2 BAH2 SIM2 NAM2 KAR2
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,395 ‐0,019 ‐0,145 0,169 0,009 0,389 0,079 ‐0,03 0,254 ‐0,195 0,191 0,136 0,448 ‐0,054 ‐0,194 ‐0,075 ‐0,343 ‐0,199 0,065 ‐0,216
CA case scores CB CC CD CV CT HV HC ACB CF CM CMR CS CB CHE OT SC SP
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 2,266 0,942 1,215 0,533 0,844 0,37 ‐0,294 2,866 0,688 2,268 1,109 1,79 ‐0,795 ‐0,895 0,013 ‐1,33 2,266 0,942 1,215 0,533 ‐1,112 0,411 ‐1,671 2,311 3,514 ‐2,271 ‐1,646 0,64 ‐1,707 1,302 0,011 ‐0,016 ‐1,232 0,824 ‐1,356 0,973 0,005 0,229 1,001 ‐0,407 0,373 3,199 1,653 ‐0,523 ‐1,549 ‐1,49 ‐0,202 ‐1,281 ‐0,1 ‐0,427 0,722 0,763 ‐0,232 0,465 5,242 ‐1,91 1,699 0,088 ‐1,943 ‐2,392 2,334 3,059 ‐3,199 ‐2,865 3,148 ‐1,857 0,173 1,392
75
Lampiran 12. (lanjutan) Shu DO pH Sal Ars Tur Psr Dbu
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4 ‐0,036 ‐0,264 ‐0,04 ‐0,194 ‐0,074 ‐0,316 0 ‐0,254 ‐0,061 ‐0,324 ‐0,055 ‐0,148 ‐0,04 ‐0,325 ‐0,021 ‐0,22 ‐0,054 ‐1,571 0,148 ‐0,034 0,122 ‐0,43 ‐0,281 ‐0,375 ‐0,034 ‐0,309 ‐0,04 ‐0,208 ‐0,119 ‐0,376 0,374 0,622
76
Lampiran 13. Dokumentasi penelitian
Lokasi Penelitian bagian utara: Tanjung Lasoni
Stasiun 1: Tanjung Lasoni
Stasiun 2: Bahomatefe
Stasiun 5: Kaurea
Transek garis untuk pengukuran tutupan karang dan observasi ikan
Penngukuran persentase tutupan karang
77
Lampiran 13. (lanjutan)
Observasi ikan (sensus visual ) di reef slope
Lifeform karang masif dan submasif
Jenis ikan Amphiprion akindynos famili Pomacentridae pada simbionnya: Catalaphylla sp. (karang lunak)
Jenis ikan Pomacentrus moluccensis famili Pomacentridae pada karang submasif: Porites sp.