BioSMART Volume 1, Nomor 1 Halaman: 41-48
ISSN: 1411-321X April 1999
Distribusi dan Pertumbuhan Scirpus litoralis Schard. di Dalam Komunitas Hutan Mangrove Resort Pemangku Hutan Cemara Indramayu ARI SUSILOWATI Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta ABSTRAK Cyperaceae rawa payau umumnya tumbuh di belakang tegakan hutan mangrove, berbatasan dengan daratan. Tetapi di hutan mangrove RPH Cemara Indramayu, Scirpus litoralis Schard salah satu anggota Cyperaceae rawa payau cenderung tumbuh di dalam hutan. Karena sebagian habitat hutan mangrove tersebut rusak dan sebagian lagi mulai dikeringkan untuk tambak, sehingga areal terbuka yang memungkinkan invasi Scirpus litoralis lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pertumbuhan, pola distribusi, nilai penutupan dan jumlah biomassa Scirpus litoralis di dalam hutan mangrove RPH Cemara, Indramayu. Data diperoleh dengan menempatkan 20 transek secara sistematis sepanjang gradien dari tepi laut ke daratan. Sampel diperoleh dengan metode kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Scirpus litoralis tumbuh di daerah bersalinitas tinggi pada muara hingga daerah bersalinitas lebih rendah pada tepian hutan, termasuk di dalam hutan yang tegakan mangrovenya jarang. Tanaman yang tumbuh di tanah liat dan padat membentuk rumpun, berbatang padat dan pendek, sedang tanaman yang tumbuh di tanah tergenang dengan salinitas rendah, tumbuh soliter, batang lunak, besar dan tinggi. Pola distribusi Scirpus litoralis di hutan mangrove ini mengelompok. Nilai penutupannya kecil, namun dominan di daerah terbuka yang tidak bervegetasi.. Biomassa yang dihasilkan Scirpus litoralis cukup besar, rerata biomassa kering batang 23,90 kg/m2 dan akar 10,69 kg/m2. Salinitas tinggi mengurangi ketinggian batang tetapi tidak mematikan. Key Words: Distribusi, pertumbuhan, Scirpus litoralis, hutan mangrove.
PENDAHULUAN Mangrove merupakan ekosistem pesisir pantai di kawasan muara, rawa pasang surut (tidal creek) dan teluk-teluk yang terlindung. Di daerah sub tropis vegetasi mangrove didominasi rumput dan Cyperaceae, sedang di daerah tropis lebih heterogen. Cyperaceae rawa umumnya tumbuh di belakang tegakan mangrove yang berbatasan dengan daratan, mengisi tempat-tempat terbuka. Secara ekonomi, tumbuhan ini tidak dikehendaki karena menurunkan nilai dan fungsi hutan mangrove. Invasi S.litoralis ke dalam hutan mangrove dapat diperhatikan melalui sifat-sifat komunitas hutan, meliputi struktur, dominansi dan kemelimpahan. Hal ini dapat dipelajari baik dalam komunitas setimbang maupun tengah berubah. Perubahan terjadi secara spatial atau gradual sepanjang gradien lingkungan. Gambaran Fisik Rawa Pantai Rawa pantai terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, air tawar dari sungai, sedimentasi dan kemiringan daerah pasang surut. Vegetasi rawa pantai tumbuh dari tengah hingga di atas daerah pasang surut dimana hempasan pasang surut dan ombak tidak menyebabkan erosi dan tidak tenggelam (Goldman, 1983). Tanah di kawasan rawa pantai memiliki salinitas tinggi yang didominasi ion Na+ dan Cl- (Payne, 1986). Sedimen penyusun rawa pantai bervariasi dari lumpur sampai campuran lumpur dan pasir, sehingga teksturnya lunak. Rawa pantai yang berhubungan langsung dengan muara mempunyai produktivitas lebih tinggi dibanding laut terbuka (Odum, 1971).
Karena di tempat ini terjadi proses daur ulah zat hara oleh bakteri dan detritifora (Barbour et al.,1980). Salinitas dipengaruhi oleh aliran pasang surut dan musim (Goldman, 1983). Hutan mangrove Vegetasi mangrove tumbuh di rawa pantai yang berlumpur dan dipengaruhi pasang surut (Backer, 1968). Vegetasi ini terdiri dari beberapa familia yang mempunyai persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi (Soekardjo, 1985). Komponen utama penyusun vegetasi hutan mangrove adalah: Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, Aegiceras, Lumnitsera dan sebagian kecil tumbuhan herba jenis Acanthus illicifolius, Acrosticum aureum, Pluchea indica (Backer, 1965). Di bagian tepi hutan tumbuh tegakan murni Nypa, diikuti Cyperus partulacastrum, Fimbristylis ferruginea, Scirpus litoralis, Scirpus malaccensis (Sukarjo, 1985). Hutan mangrove memiliki nilai ekonomi tinggi. Potensi ekonomi yang penting adalah: kayu balok, kayu bakar, arang, serat, tanin, getah, madu, gula, alkohol dan lain-lain. Serta dapat menjadi lokasi budidaya kerang, udang dan pemijahan ikan (Tanaka, 1992). Hutan mangrove dapat melindungi pantai dari abrasi dan mencegah intrusi air laut. Pertumbuhan Vegetasi Rawa Pantai Tepian badan air terbuka seperti daerah rawa pantai merupakan hamparan lumpur yang memungkinkan kolonisasi tumbuhan ketika ketinggian air rendah pada musim kemarau. Substrat ini lembab dan kaya mineral, sehingga vegetasi dapat tumbuh sangat cepat (Van Dobben, 1967 dalam Crime, 1979). © 1999 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
42
BioSMART Vol. 1, No. 1, April 1999, hal. 41-48
Daerah rawa pantai yang dapat ditumbuhi vegetasi adalah tepian yang dangkal, sehingga seresah biomassa dapat menaikkan permukaan tanah (Coulinvoux, 1986). Suksesi di rawa pantai sangat aktif, naikturunnya garis pantai memungkinkan invasi berbagai spesies yang adaptasinya berbeda-beda (Fitter, 1991). Vegetasi dapat berubah atau rusak karena kegiatan budidaya di samping gangguan alam. Pertumbuhan hutan mangrove dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, meliputi faktor fisik, kimia dan biotik. Faktor fisik berupa penggenangan, salinitas, ketersediaan sinar matahari, aliran pasang surut, aliran air tawar, topografi, tekstur tanah, abrasi oleh ombak dan angin. Faktor kimia berupa kandungan klor, air tanah, bahan organik dan pH. Faktor biologi berupa kompetisi (Dawes, 1981; Soekardjo, 1985). Faktorfaktor ini bervariasi sepanjang transek dari tepi laut ke daratan, sehingga terbentuk zonasi (Giesen, 1991). Pertumbuhan populasi tumbuhan dapat diketahui dengan mengukur tingkat produktivitas primer (Ting, 1982). Tidak semua energi yang dihasilkan proses fotosintesis diubah menjadi biomassa, sebagian diubah melalui respirasi sel menjadi energi dalam metabolisme. Gross primary productivity dikurangi respirasi sama dengan net primary productivity. Energi produktivitas primer bersih ini tersimpan dalam jaringan tumbuhan sebagai biomassa (Barbour et al., 1980). Biomassa menunjukkan kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi bahan organik dan dapat menandai status perkembangan komunitas. Biomassa mempunyai hubungan erat dengan volume perputaran hara dalam ekosistem (Mueller dan Dumbois, 1974). Tumbuhan Scirpus litoralis Schard Klasifikasi Scirpus litoralis sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumiflorae Familia : Cyperaceae Genus : Scirpus Spesies : Scirpus litoralis Schard (Lawrence, 1951) S.litoralis (bulrushes) merupakan rumput teki perennial yang tumbuh subur di daerah rawa pantai; akar berbentuk serabut dengan stolon pendek atau panjang; batang rumput padat, bentuk membulat seperti pensil, ujung runcing, tidak bercabang, diameter 3-10 mm; daun mereduksi menjadi lembaran yang membungkus batang, bagian bawah tipis; infloresensi pseudolateral, bentuk payung tidak teratur, jumlah spikelet sedikit sampai banyak, panjang 2-8 cm; floret bulat memanjang, bentuk pensil, ujung runcing, warna coklat, panjang 8-15 mm; ciliolate kecil, terletak di ujung, 3-4 mm; stamen 3; antera 1,5-2 mm; stigma 2; biji bentuk ellips (Backer, 1965).
Rimpang menetap di bawah tanah, berfungsi sebagai tempat cadangan makanan, perbanyakan vegetatif dan perluasan pertumbuhan. Pertumbuhan ini dimulai oleh biji, tetapi adang-kadang terjadi pemisahan anakan akibat terkoyak aliran air. Perbanyakan vegetatif kadang-kadang menjadi satu-satunya cara pemencarannya (Pool, 1941). Populasi Scirpus litoralis Schard. Pada dasarnya rumput teki rawa payau tumbuh di belakang tegakan mangrove berbatasan dengan daratan. Tetapi vegetasi ini dapat menginvasi hingga ke tengah-tengah hutan mangrove yang terkena sinar matahari. Pelumpuran yangtinggi mempercepat proses ini, sehingga rumput dan teki rawa payau melimpah. akibatnya regenerasi alami hutan mangrove tersaingi dan kemampuan hidupnya berkurang (Soekarjo, 1985). Perubahan fisik di dalam hutan mangrove seperti pengeringan, pembangunan kanal-kanal air dan pemakaian pupuk dalam pengelolaan tambak, menyebabkan perubahan habitat mangrove (Tanaka, 1992), sehingga struktur dan komposisi hutan berubah (Odum, 1971). Keadaan Tergenang Tanah basah seperti rawa, lumpur dan paya mengalami penghambatan drainase. Hal ini terjadi karena permeabilitas tanah menjadi rendah akibat tertutup subsoil, batuan atau permukaan air tanah yang tinggi. Sehingga seluruh pori-pori tanah terisi air (Colinvoux, 1991). Dalam keadaan demikian oksigen habis untuk respirasi akar, sedang oksigen dari atmosfir akan sangat kecil yang terdifusi ke dalam air. Tanah yang tergenang, secara cepat menjadi anaerob dan laju respirasi aerobik sangat rendah (Fitter, 1991). Penggenangan dapat mempengaruhi pertumbuhan. Termasuk menghambat perkecambahan, pertumbuhan akar, batang dan perkembangan reproduksi. Bahkan dapat menyebabkan perubahan morfologi dan kematian. Pertumbuhan yang terhambat, sering tidak tampak pada awal penggenangan. Regenerasi secara alami pada rawa biasanya berkurang pada musim kemarau, ketika permukaan tanah terpapar (Kozlowski, 1982). Salinitas Tinggi Tanggapan secara ekologi suatu spesies terhadap gradien faktor lingkungan seperti salinitas diimbangi kemampuan kompetitif terhadap spesies lain. Dalam lingkungan ekstrim ini, spesies tidak hanya toleran terhadap stres lingkungan, tetapi juga harus dapat bersaing dengan anggota komunitas lain (Wainwright, 1984). Daerah rawa pantai, penutupan tumbuhan sangat kecil dan kompetisinya rendah. Komunitas hutan mangrove memiliki rentang toleransi yang luas terhadap garam. Mulai dari true halophyte yang sangat
SUSILOWATI – Scirpus litoralis di RPH Cemara Indramayu
tahan terhadap garam hingga glycophyte yang sangat retan (Barbour et al., 1980). Pertumbuhan dan metabolisme mencapai tingkat optimal ketika tingkat turgiditas sel tinggi (Jackson dan Drew, 1984). Pada tanah yang salin, potensial air pada daun ditentukan oleh potensial larutan (Kozlowski, 1982). Tanah salin dapat kekurangan atau kelebihan suatu nutrien. Akan tetapi garam menyebabkan ketidakseimbangan nutrien pada media, yang mengarah pada defisiensi ion, rendah (Wainwright, 1984).
43
Distribusi dan Kemelimpahan Daerah distribusi S.litoralis ditentukan dengan menghitung frekuensi kehadirannya. Pola distribusi ditentukan dengan distribusi Poisson. Kemelimpahan dihitung dengan Skala Cover Abundance BraunBlanquet. Ukuran Tubuh Individu Karakter morfologi S.litoralis dideskripsikan dengan mengambil 10 individu dari populasi secara random pada plot ukuran 1 x 1 m dari tiap transek. Dicatat tinggi batang dan panjang akar.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cemara, Indramayu, pada akhir musim penghujan bulan April 1995. Lokasi penelitian ini dikelola PT. Perhutani Unit III Jawa Barat. Kawasan ini meliputi hutan mangrove, kawasan pesisir pantai berlumpur dan daerah pertambakan intensif, seluruhnya seluas 7143,35 Ha. Lebar daerah rawa pantai yang berhutan mangrove dan rawa rumput kurang lebih 17 km dimulai dari tepi laut ke arah daratan. Tegakan utamanya didominasi jenis-jenis Rhizophora dan Avicennia Kawasan hutan ini berfungsi ganda sebagai hutan lindung dan hutan produksi. Selain itu dimanfaatkan juga sebagai perhutanan sosial dengan program mina wana tani. Kegiatan ini menggunakan 20% areal hutan produksi untuk empang parit tempat pemeliharaan udang dan ikan. Metode Pengambilan Cuplikan Cuplikan diperoleh dengan metode kuadrat dengan penentuan tegakan/stand secara sistematik reguler. Plot kuadrat untuk pohon 10x10 m, untuk anak pohon 5 x 5 m dan untuk herba 1x1 m, (Oosting,1956). Pengambilan cuplikan dilakukan di sepanjang garis transek dari tepi laut ke daratan. Garis transek utama adalah sungai Cemara. Setiap interval 200 m mulai dari daerah muara, tempat mulai dijumpainya tumbuhan, ditarik garis transek tegak lurus garis transek utama sebagai transek ke-1, ke-2 dan seterusnya sampai hutan mangrove berganti daratan. Pada tiap transek ditempatkan 10 plot ke dan kiri tegak lurus garis transek utama dengan interval 50 m. Dominansi jenis mangrove Semua spesies yang ada pada setiap plot kuadrat didaftar, dihitung cacah individu serta diukur diameter pohon dan anak pohon, untuk menentukan dominansinya.
Besar Biomassa Tumbuhan Biomassa S.litoralis diketahui dengan mengukur berat basah dan berat kering akar dan batang, kemudian dicari rasio batang/akar. Besar biomassa kering dihitung dengan memanen S.litoralis pada plot ukuran 1 x 1 m dari tiap transek, dikeringkan dalam oven pada temperatur 80oC sampai mencapai berat konstan. Ketahanan hidup Ketahanan hidup S.litoralis yang mungkin dipengaruhi oleh faktor tempat, diketahui dengan mengamati dan mencatat adanya tanda-tanda kematian pada setiap transek. Pengukuran parameter lingkungan Parameter lingkungan harian di setiap transek dicatat. Salinitas diukur dengan hand refractometer. Temperatur diukur dengan termometer. Kelembaban udara diukur dengan higrometer. Kelembaban tanah dan pH tanah diukur dengan soil tester. Keadaan penggenangan dicatat tinggi genangan dan durasi penggenangan. Keadaan substrat dicatat kelunakan dan komposisi lumpur pasirnya. Analisis Data Analisis Pola Distribusi (Distribusi Poisson) Analisis pola distribusi dalam populasi S.litoralis dilakukan dengan uji t dari rasio variansi terhadap mean. Tumbuhan dapar terdistribusi secara acak, seragam atau mengelompok. Analisis Perbandingan Besar Penutupan Besar penutupan S.litoralis dan dominansi hutan mangrove dibandingkan dari setiap transek sepanjang gradien lingkungan dari tepi laut ke arah daratan. Analisis Pertumbuhan Keadaan pertumbuhan, tinggi tumbuhan, panjang akar dan biomassa yang dihasilkan oleh S.litoralis di setiap transek sepanjang gradien lingkungan dari tepi laut ke arah daratan dibandingkan.
BioSMART Vol. 1, No. 1, April 1999, hal. 41-48
Kelas Penutupan menurut Braun-Blanquet (dalam Mueller dan Dumbois, 1974): Kelas Kisaran Penutupan (%) 4 75 – 100 3 50 – 75 2 5 – 25 1 1–5 + <1 r << 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi dan Kemelimpahan Sepanjang transek mulai dari muara (tepi pantai) ke arah daratan dapat dijumpai rumput teki S.litoralis dengan distribusi dan kemelimpahan yang berbedabeda, sebagaimana ditunjukkan oleh perbedaan besarnya rata-rata persentase penutupan (cover/100 m2) (gambar 1). Di daerah muara (transek 1-5) rerata penutupan S.litoralis kecil. Daerah ini merupakan daerah pertambakan. Di dalam hutan mangrove (transek 6-13) S.litoralis tumbuh di sela-sela tumbuhan mangrove, terutama pada tempat yang terbuka karena rusaknya vegetasi mangrove.
60 50 Penutupan/100m2
Analisis Vegetasi Berikut ini pengertian parameter-parameter vegetasi yang di teliti menurut (Mueller dan Dumbois, 1974). Densitas spesies adalah jumlah individu suatu spesies per satuan luas Densitas relatif adalah perbandingan antara densitas suatu spesies dengan densitas total seluruh spesies dalam persen Frekuensi spesies adalah ada spesies ditemukan dalam plot yang dikerjakan dibagi banyaknya seluruh plot yang dikerjakan. Frekuensi relatif adalah perbandingan antara frekuensi suatu spesies dengan frekuensi total seluruh spesies, dinyatakan dalam persen. Dominansi spesies dihitung dengan total basal area persatuan luas. Untuk pohon dan anak pohon digunakan pengukuran basal area : år2 dimana r adalah jari-jari lingkaran batang setinggi dada. Dominansi relatif adalah perbandingan antara dominansi setiap spesies dengan total dominansi seluruh spesies dalam persen. Nilai penting adalah jumlah relatif dari densitas, frekuensi dan dominasi. Indeks Diversitas menurut Shannon-Wiener (dalam Kreb, 1972) adalah : s ID = Σ (pi) (log2pi) I=1 Dimana: s = macam spesies Pi = cacah individu tiap spesies dibagi cacah total individu seluruh spesies
40 30 20 10 0 1 2 3
4
5 6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2
T ransek
Gambar 1. Distribusi S.litoralis sepanjang transek dari muara ke arah daratan di dalam hutan mangrove RPH Cemara Indramayu.
Nilai penutupannya juga relatif kecil. Di tepi hutan yang berbatasan dengan daratan (transek 14-20), penutupan S.litoralis sangat besar. Tumbuhan ini menginvasi tempat-tempat yang vegetasi mangrovenya jarang dan mengarah ke keadaan tanah daratan dan tidak berupa lumpur lunak. Tempat ini cocok untuk pertumbuhan rumput rawa payau yang ditandai dengan meluasnya pertumbuhan S.litoralis (gambar 2).
70 60
Penutupan/100m2
44
50 40 30 20 10 0 1 2 3
4 5
6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2
T ransek Mangrove
Scirpus
Gambar 2. Perbandingan penutupan vegetasi antara dominasi mangrove dengan penutupan S.litoralis (penutupan/100m2) sepanjang transek dari muara ke arah daratan di dalam hutan mangrove RPH Cemara Indramayu.
Kawasan yang terbuka karena penebangan dan pembuangan jenis-jenis utama mangrove untuk tambak udang akan menimbulkan perubahan-perubahan penting tidak hanya terjadi pada lingkungan fisik tetapi juga pada lingkungan biotik. Perubahan lingkungan yang terjadi dapat menyebabkan lingkungan yang dahulunya sangat ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan mangrove, sekarang mengalami gangguan. Struktur dan komposisi vegetasi hutan
SUSILOWATI – Scirpus litoralis di RPH Cemara Indramayu
mangrove mengalami perubahan. Penebangan pohon mangrove dapat memberikan kesempatan kepada S.litoralis untuk memasuki daerah yang mempunyai penutupan dan kompetisi tumbuhan yang rendah. Di daerah muara S.litoralis bersekutu dengan semai jenis pioner mangrove Avicennia dan Sonneratia. S.litoralis di daerah muara menempati daerah rataan lumpur dan daerah dekat pertambakan. Di daerah mintakat mangrove dimana tegakan mangrove sangat rapat, S.litoralis menempati sela-sela mangrove yang terbuka. Penutupan S.litoralis di daerah ini cukup besar dan mempunyai kesempatan cukup untuk memperluas penyebarannya di dalam hutan. Tetapi S.litoralis tidak mampu bersaing dengan jenis-jenis mangrove yang telah membentuk komunitas mantap, dengan tajuk yang rapat. Jika penebangan dilakukan S.litoralis dapat mengkolonisasi daerah tersebut karena kemampuan berkembangnya lebih cepat dibanding semai-semai mangrove. Di pinggiran hutan mangrove, S.litoralis mempunyai penutupan yang besar, karena pada daerah ini jumlah jenis mangrovenya telah berkurang. Di perbatasan hutan dengan tanah daratan S.litoralis mendominasi dan membentuk rawa payau yang luas. Sementara daerah ini bukan lagi mintakat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove. Karakteristik pertumbuhan S.litoralis adalah mampu menguasai daerah perairan dangkal yang terbuka dengan bentuk pertumbuhan emergent dan floating-mat berupa pulau-pulau vegetasi terapung yang mampu meneruskan pengkolonisasinya sampai di tengah badan air. Pola distribusi individu di dalam populasi S.litoralis sepanjang area hutan adalah mengelompok, yaitu membentuk kelompok-kelompok pada tempat-tempat terbuka di sela-sela tegakan tegakan mangrove. Kehadiran S.litoralis secara ekonomi tidak menguntungkan dan mengurangi tempat untuk untuk tumbuh dan berkembangnya pohon-pohon mangrove muda. Keadaan Faktor Lingkungan Terukur Penelitian dilaksanakan pada bulan April 1995, pada akhir musim penghujan. Keadaan faktor lingkungan harian terukur dapat dideskripsikan sebagai berikut : Daerah muara berupa paparan dataran lumpur yang luas, dangkal dan memiliki beberapa tambak udang. Temperatur udara pada siang hari sangat panas di atas 35oC (sekitar 36oC – 40oC). Kelembaban 68%. Temperatur tanah 31,2oC. Kelembaban tanah 100%. pH tanah 6,5 dan tingkat salinitas 10 ppm. Tergenang selama pasang naik dan terpapar menjadi dataran lumpur yang terbuka pada saat surut. Daerah mintakat mangrove berupa daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang membentuk
45
tegakan hutan dan memiliki beberapa empang parit untuk memelihara udang dalam praktek silvofishery. Temperatur udara berkisar 28oC-30oC. Kelembaban udara lebih tinggi dari pada di daerah muara dan bervariasi antara 68% - 90%. Temperatur tanah 27oC29oC. Kelembaban tanah 100%. pH tanah 5-6 dan tingkat salinitas antara 8-6 ppm. Tergenang pada saat pasang naik dan terpapar pada saat surut. Substrat berupa lumpur dan campuran lumpur pasir yang berwarna gelap dan berbau hidrogen sulfat yang menyengat. Daerah tepian hutan yang berbatasan dengan wilayah daratan, merupakan tempat yang sudah tidak cocok lagi untuk pertumbuhan mangrove karena penyediaan air asin dari dari laut tidak mencapai daerah ini dan tidak terjadi pengendapan lumpur di tempat ini. Daerah ini berbatasan dengan bekas areal pertambakan dan menjadi daerah rawa payau rumput yang sangat luas. Temperatur udara 31oC. Kelembaban tanah 100%. pH tanah 6,2 dan tingkat salinitas 1 ppm di daerah tepian sungai dan 3 ppmdaerah rawa payau rumput. Selalu tergenang oleh masukan air tawar dari dari sungai. Pertumbuhan dan Produktivitas Keadaan Pertumbuhan Pertumbuhan S.litoralis berbeda-beda sepanjang gradien dari muara ke arah daratan. Pertumbuhan S.litoralis dipengaruhi tempat tumbuh dan daya adaptasinya terhadap keadaan setempat yang berubah sepanjang gradien dari muara ke arah daratan. Di tempat-tempat yang jauh dari laut, bertanah liat dan pejal S.litoralis membentuk rumpun rapat, padat dan kurus. Di tempat yang tergenang, salinitas rendah spesies ini tumbuh gemuk, dengan stolon panjang. Di daerah muara yang tingkat salinitasnya tinggi tumbuhan ini tumbuh kerdil dengan rerata kepadatan rendah. Tinggi batang dan panjang akar Tinggi batang S.litoralis berbanding terbalik dengan kadar salinitas, paling rendah di daerah muara yang kadar salinitasnya tinggi dan paling tinggi di tempat-tempat yang kadar salinitasnya lebih rendah. Antara lain di pinggiran hutan yang tergenang air sungai dan sepanjang tepian sungai. Pada tempattempat kering di dekat habitat tanah daratan, batang S.litoralis tumbuh pendek dan mengelompok dalam rumpun-rumpun. Kepekatan konsentrasi garam diperkiraan mempengaruhi pertumbuhan memanjang batang S.litoralis. Pertumbuhan kebanyakan spesies tumbuhan terhambat oleh tingginya salinitas. Konsentrasi kritis NaCl pertama-tama menyebabkan penghambatan symtom (gambar 3).
BioSMART Vol. 1, No. 1, April 1999, hal. 41-48
46
45
350
40
Rata-rata (cm)
300
35
250
30
200
25 20
150
15 10
100
5
50
0 1
0 1 2
3 4 5
6 7
2
3
4
5
6
7
8
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
T ransek
T ransek Panjang Akar
Batang
T inggi Batang
Akar
Gambar 3. Rerata tinggi batang (cm) dan panjang akar (cm) S.litoralis sepanjang transek dari muara ke arah daratan di dalam hutan mangrove RPH Cemara Indramayu.
Gambar 4. Berat biomassa kering akar dan batang dari masingmasaing populasi S.litoralis sepanjang transek dari muara ke arah daratan di dalam hutan mangrove RPH Cemara Indramayu
Karakteristik perakaran S.litoralis yang dangkal merupakan bentuk adaptasi yang menguntungkan karena memudahkan aerasi, dimana tanah yang salin sering terjenuhi air paling sedikit enam bulan dalam setahun. Panjang akar S.litoralis sepanjang transek dari muara ke arah daratan relatif hampir sama. Sistem perakarannya memiliki banyak serabut-serabut akar dan tidak terlalu panjang.
Biomassa akar S.litoralis di daerah muara dan daerah sekitar pinggiran hutan lebih besar dibandingkan dengan di daerah mintakat mangrove. Demikian juga pada berat kering batang (gambar 4). Pada daerah mintakat mangrove, banyaknya naungan dan keadaan air yang cenderung tidak mengalir dengan bebas mengakibatkan berkurangnya biomassa kering tumbuhan. Tumbuhan lebih banyak terluka oleh genangan air yang diam dari pada oleh air yang mengalir. Daur ulang penyediaan hara mineral lambat pada penggenangan air yang diam. Rasio berat kering batang/akar merupakan karakter fisiologi yang dapat membantu untuk memahami pertumbuhan relatif batang-akar. Hal ini berkaitan dengan sinar matahari atau naungan dan dengan tanah yang lembab atau tanah yang kering. Perbandingan batang/akar menunjukkan bahwa rerata berat kering batang tiga kali lebih besar dibanding berat kering akar. 7 6 Rasio Biomassa Batang/Akar
Produktivitas biomassa kering Produksi bahan kering pada vegetasi menggambarkan keragaman tekanan lingkungan, terutama berhubungan dengan penyedian energi matahari, air dan mineral/nutrien. Spesies tumbuhan yang sama secara genotip dapat menunjukkan perbedaan tanggapan terhadap bentuk-bentuk stres dan masing-masing terlatih menghadapi bermacam-macam stres yang berbeda-beda. Hal ini perlu karena dalam satu tahun beberapa macam stres dapat terjadi bergantian pada satu habitat yang sama. Menurut Crime (1979), stres dapat didefinisikan secara sederhana sebagai tekanan dari luar yang membatasi rata-rata produksi biomassa kering seluruh atau sebagian vegetasi. Pertumbuhan spesies dipengaruhi stres. Diferensiasi jaringan misalnya, pada saat stres jauh lebih kecil dibanding saat normal. Pada stress tolerator, tanggapan paling penting terhadap variasi lingkungan adalah secara lebih ke arah fisiologi daripada morfogenetik. Dalam banyak tumbuhan tanggapan terhadap stres tergantung musim dan kemampuan perubahan secara singkat yang menjaga viabilitas dan efisiensi fungsi. Banyak tumbuhan halofit bertahan selama periode salinitas yang tinggi, dengan tanpa pertumbuhan bersih, dimana produksi jaringan baru seimbang dengan kematian massa jaringan tua. Ketika kondisi menjadi lebih baik, pertumbuhan dapat dipercepat.
5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Transek
Gambar 5. Rasio biomassa kering batang/akar S.litoralis sepanjang transek dari muara ke arah daratan di dalam hutan mangrove RPH Cemara Indramayu.
SUSILOWATI – Scirpus litoralis di RPH Cemara Indramayu
Pada daerah mintakat mangrove yang mempunyai naungannya rapat, perbandingan bahan kering batang/akar lebih besar dibandingkan dengan daerah terbuka yang tegakan pohon mangrovenya jarang (gambar 5). Ini berarti bahwa bahan kering akar yang dihasilkan lebih kecil. Penggenangan air yang diam sering mengurangi kenaikan bahan kering akar, meskipun akar adventif baru mencapai sepertiga sampai setengah dari jumlah bahan kering dari sistem perakaran tumbuhan yang tergenangi. Pembanjiran tidak hanya menghambat pertumbuhan akar tetapi juga menyebabkan pembusukan sebagian sistem perakaran asli. Secara umum sumbangan biomassa kering S.litoralis ke dalam ekosistem hutan mangrove cukup besar. Rerata bahan kering batang yang dihasilkan adalah 23,90 kg/m2 dan berat bahan kering akar yang dihasilkan 10,69 kg/m2. Kemampuan Bertahan Hidup Mintakat vegetasi mencerminkan secara mendasar tingkat salinitas, di samping itu miskinnya aerasi yang menyertai kenaikan kelembaban dan salinitas merupakan faktor yang penting juga, maka dari itu hubungan antara distribusi tumbuhan dan kandungan garam jauh dari sempurna. Secara umum ketahanan terhadap garam yang paling besar pada spesies ialah yang paling lebar kisaran salinitas tanah dimana mereka tumbuh. Tingkat maksimal toleransi lebih menentukan daripada tingkat minimalnya. Muara adalah habitat yang mempunyai tingkat salinitas terukur yang tertinggi (10 ppm). Tanggapan utama spesies tumbuhan adalah pengurangan pertumbuhan dan hanya jika stres garam mencapai tingkat yang ekstrim terjadilah kematian tumbuhan. Tingkat salinitas 10 ppm di daerah muara masih dapat ditanggapi oleh S.litoralis tetapi telah menyebabkan penurunan pertumbuhan. KESIMPULAN Scirpus litoralis tumbuh di sepanjang transek dari daerah bersalinitas tinggi pada muara hingga daerah bersalinitas rendah pada tepian hutan, termasuk di dalam hutan yang tegakan mangrovenya jarang. Tanaman yang tumbuh di tanah liat dan pejal membentuk rumpun, berbatang padat dan pendek, sedang tanaman yang tumbuh di tanah tergenang dengan salinitas rendah, tumbuh soliter, batang lunak, besar dan tinggi. Pola distribusi Scirpus litoralis di hutan mangrove ini mengelompok. Nilai penutupannya kecil, namun dominan di daerah terbuka. Biomassa kering Scirpus litoralis dalam ekosistem hutan mangrove cukup besar, rerata biomassa kering batang 23,90 kg/m2 dan akar 10,69 kg/m2. Salinitas tinggi mengurangi ketinggian batang tetapi tidak mematikan. Scirpus litoralis khas untuk daerah terbuka.
47
Pembukaan hutan mangrove untuk kayu bakar dan tambak dapat memperluas areal tumbuhnya, sehingga mengurangi nilai dan fungsi hutan mangrove. DAFTAR PUSTAKA Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen van den Brink, 1968. Flora of Java, (spermatophytes only) volume II. Groningen: Wolters-Noordhoff. Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen van den Brink, 1968. Flora of Java, (spermatophytes only) volume III. Groningen: WoltersNoordhoff. Barbour, M.G., J.H. Bork, W.D. Pitts, 1980. Terrestrial Plant Ecology. Menlo Park Calif.: Benjamin/Cumming Publishing Company Inc, . Barnes, R.S.K., 1977. The Coastline. A Wiley-Interscience Publication, Chichester: John Wiley and Sons. Benton, H.A. and W.A. Werner, 1974. Field Biology and Ecology. New Delhi: Tata Mc Graw Hill Publishing Company Ltd. Colinvoux, P., 1986. Ecology. New York: John Wiley & Sons Inc. Cox, G.W., 1976. Laboratory Manual of General Ecology. Dubuque-Iowa: Wm.C. Brown Company Publisher. Crime, J.P., 1980. Plant Strategies and Vegetation Processes. Chichester: John Wiley and Sons. Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. New York: John Wiley and Sons Inc. Fitter, A.H. and R.K.H. Hay, 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Giesen, W. 1991. Checklist of Indonesian Fresh Water Aquatic Herbs (Including an Introduction to Fresh Water Aquatic Vegetation). PHPA/AWB Sumatra Wetland Project Report no.27. Asian Wetland Bureau-Indonesia. Goldman, R.C. and Horne, 1983. Lymnology. New York: McGraw Hill International Book Company. Hook, D.D., 1984. Adaptation to Flooding with Fresh Water. New York: Academic Press Inc. Howe, C.P., G.F. Claride, R. Hughes, Zuwendra, 1992. Manual of Guideline for Scoping EIA in Indonesia Wetland, second edition. PHPA/AWB Sumatra Wetland Project No.6B. Directorat General of Forest Protection and Nature Conservation-Asian Wetland Bureau Indonesia Jackson, M.B. and M.C. Drew, 1984. Effect of Flooding on Growth and Metabolisme of Herbaceus Plant. New York: Academic Press Inc Koorders, S.H., and Valeton, 1913. Atlas der Baumarten Von Java. im Ansciilus an die, Bijdragen Totdekennis der boomsoorten Van Java. Leiden: Buch und Steindruckerei Von Fa. P.W.M. Trap. Kozlowski, T.T., 1984. Physiologycal Ecology A Series of Monographs and Treatises Flooding and Plant Growth. New York: Academic Press Inc. Kramer, P.J., 1969. Plant and Soil Water Relationships A Modern Synthesis. New Delhi: Tata Mc Hill Publishing Company Ltd. Kreb, C.J., 1972. Ecology The Experimental Analisis of Distribution and Abundance. New York: Harper and Row Publisher. Lawrence, G.H.M., 1951. Taxonomy of Vascular Plants, New York: The Mac Millan Company. Mac-Kinnon, K., 1986. Alam Asli Indonesia, Flora, Fauna dan Keserasian. Jakarta:. PT Gramedia. Misra, R., 1973. Ecology Work Book, 2nd edition. New Delhi: Oxford and IBH Publishing Co. Mueller, D. and H.E. Dumbois, 1974. Aim and Methods of Vegetation Ecology. New York: John Wiley and Sons. Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. 3rd edition. Philadelphia: W.B. Sounders Company. Oosting, H.J., 1956. The Study of Plant Communities An Introduction to Plant Ecology, 2nd edition. San Fransisco: W.H. Freeman and Company.
48
BioSMART Vol. 1, No. 1, April 1999, hal. 41-48
Payne, A.I., 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. New York: John Wiley and Sons. Ponnamperuma, F.N., 1984. Effects of Flooding on Soil. New York: Academic Press Inc. Pool, R.J., 1941. Flower and Flowering Plants, An Introduction to The Nature and Work of Flowers and The Classification of Flowering Plants. 2nd edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc. Romney, E.M., and Wallace, A., 1980. Ecotonal Distribution of Salt Tolerant Shrubs in The Northern Mojave Desert, Nevada. Nat. Mem. 10: 134-139 Soeroyo, 1987. Aliran Energi Pada Ekosistem Mangrove. Oseana 12 (2): 50-56 Sukardjo, S., 1985. Laguna dan Vegetasi Mangrove. Oseana 10 (4): 128-137 Sukardjo, S., 1985. Hutan Berair Melimpah di Indonesia. Oseana 10 (2): 62-77
Tanaka, S., 1992. Bali Environment The Sustainable Mangrove Forest. Jakarta: Development of Sustainable Mangrove Management Project. Ting, I.P., 1982. Plant Physiology. New York: Addison Wesley Publishing Company Inc. Trought, M.C.T., and Drew, M.C., 1981. Alleviation of Injuri to Young Wheat Plants in Anaerobic Solution Culture in Relation to The Supply of Nitrate and Other Inorganic Nutrients. J. Exp. Bot. 32: 509-22 Ungar, I.A., 1987. Population Characteristics, Growth, and Survival of The Halophyte Salicornia europeae. Ecology 68 (3): 569-575 Wainwright, S.J., 1984. Adaptation of Plant to Flooding with Salt Water. New York: Academic Press Inc. Ward, J.V., 1992. Aquatic Insect Ecology. New York: John Wiley and Sons Inc. Whitten, A.J., M. Mustafa dan G.S. Henderson, 1987. Ekologi Sulawesi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.