BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut juga dengan ekosistem. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Jadi pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.
10
Universitas Sumatera Utara
11
Contohnya, pembuangan limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada perairan (Palar, 2008).
2.1.1. Hal-hal yang Mencemari Lingkungan Aktivitas yang pada prinsipnya merupakan usaha manusia untuk dapat hidup dengan layak dan berketurunan dengan baik, telah merangsang manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan lingkungan hidupnya. Akibatnya, terjadi pergeseran keseimbangan dalam tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih buruk. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah. Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan, dapat digolongkan atas beberapa kelompok berdasarkan pada jenis, sifat dan sumbernya. Limbah padat adalah semua bahan sisa atau bahan buangan yang sudah tidak berguna dan berbentuk benda padat. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa air bekas pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur merkuri, busa detergen, dsb. Limbah organik adalah semua jenis bahan sisa atau buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik, yang dapat terurai dan habis dalam tatanan lingkungan oleh organisme-organisme pengurai, sedangkan limbah an-organik adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang tidak dapat terurai. Limbah industri
Universitas Sumatera Utara
12
adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian (Palar, 2008).
2.1.2. Pencemaran Oleh Limbah Industri Industri memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Secara ekonomi, industri penting bagi negara dan dapat memberikan pekerjaan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Sektor industri bukan hanya berkaitan dengan bangunan dan pabrik, tetapi juga mencakup industri pertanian, perkapalan dan kendaraan laut lainnya, kilang minyak dan pengeboran minyak lepas pantai serta truk-truk yang digunakan untuk membawa barang-barang dan bahan mentah yang dihasilkan oleh pabrik (Widyastuti, 2002). Istilah industri sering diindentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Defenisi ini merupakan defenisi industri dalam arti sempit. Dalam pengertian yang lebih luas industri dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup. Industri dalam pengertian luas dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Industri primer, yaitu jenis industri yang langsung mengambil komoditas ekonomi dari alam tanpa proses pengolahan, seperti pertanian, pertambangan, dan kehutanan. b. Industri sekunder, yaitu kegiatan manusia dalam mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau
Universitas Sumatera Utara
13
menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Industri sekunder dinamakan pula industri manufaktur atau pabrik (Utoyo, 2007). Perindustrian telah mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak terjadinya revolusi industri di daratan Eropa pada abad pertengahan. Seluruh negara maju di dunia berpacu untuk mendirikan pabrik-pabrik, untuk kemudahan bagi manusia. Perkembangan yang sangat pesat tersebut kemudian memberikan efek yang buruk bagi manusia. Kontrol yang hampir tidak pernah dilakukan terhadap buangan atau limbah industri telah mengakibatkan terjadinya pencemaran yang sangat luas di seluruh dunia. Bentuk pencemaran akibat buangan industri adalah pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung gugus logam berat. Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam perairan Teluk Jakarta telah mencapai 0,027 ppm, berarti hampir empat kali dari jumlah hasil penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumnya. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa orang lainnya mengalami kelumpuhan, lidah kelu dan sama sekali tidak memiliki daya. Penyakit itu nyaris sama dengan penyakit yang timbul di Teluk Minamata di Jepang pada tahun 1950-an (Palar, 2008).
2.1.3. Pencemaran Laut Laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau (Setiawan, 2015). Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri
Universitas Sumatera Utara
14
dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai (Chandra, 2005). Selain itu pencemaran laut yang lainnya terjadi pula dari buangan zat kimia limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Pembuangan tailing atau ampas sisa kegiatan penambangan ke laut juga menyebabkan pencemaran, karena tailing yang seharusnya mengendap di dasar laut dapat terbawa ke permukaan laut dengan adanya pembalikan arus dari bawah laut (Rizky, 2013). Di pihak lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia, serta buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai. Kandungan logam di daerah laut dalam dengan laut dangkal biasanya berbeda. Laut dangkal memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan laut dalam. Hal tersebut disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahanbahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat (Darmono, 2001). A.
Laut Sebagai Tempat Pembuangan Limbah Pembuangan limbah di laut saat ini masih banyak dilakukan. Bahan
buangan tersebut terutama berasal dari bahan kerukan pelabuhan yang mendangkal, sungai yang mendangkal, dan sebagainya. Diperkirakan 20% dari limbah yang dibuang ke laut ialah limbah industri berupa lumpur lunak (sludge),
Universitas Sumatera Utara
15
lumpur yang bercampur dengan bahan kimia toksik, agen infeksi, dan bahan padat yang berasal dari endapan pengolahan limbah. Limbah industri walaupun telah diproses dengan menggunakan IPAL, namun bila tidak diolah dengan prosedur yang benar akan menimbulkan kualitas limbah yang buruk. Sehingga permasalahan lingkungan masih sering muncul di daerah industri (Supriharyono, 2000).
2.2. Pencemaran Logam Berat Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terpisahkan dari bendabenda yang terbuat dari logam. Fungsi beberapa jenis logam antara lain, Cr untuk memberi warna cemerlang pada perkakas dari logam, Co sebagai bahan magnet yang kuat pada loudspeaker atau mikrofon, Cu sebagai kawat listrik, Ni sebagai bahan baja tahan karat/stainless steel, Pb sebagai bahan baterai pada mobil, Zn sebagai bahan pelapis kaleng, dan Hg sebagai bahan pelarut emas. Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan maupun lingkungan (Wahyu dkk, 2008). Menurut Endang (2007) dalam Djuangsih penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan an-organik secara adsorpsi dan kombinasi.
Universitas Sumatera Utara
16
2.2.1. Pengertian Logam Berat Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm³. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya. Kemudian diikuti dengan logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifatnya atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23 1997). Zat kimia B3 dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, B3 biologis, B3 logam dan B3 organik. Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, terdapat ‘top 20’ B3 dimana dari 20 B3 tersebut diantaranya adalah logam berat, Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadmium (Cd), dan Chromium (Cr) (Sudarmaji dkk, 2006). Perbedaan logam berat dengan logam-logam lain terletak dari pengaruh yang akan dihasilkan bila suatu logam berat berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh apabila logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, hal itu tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Karena unsur Fe dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik logam berat beracun yang diperlukan oleh tubuh seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang
Universitas Sumatera Utara
17
berlebihan akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).
2.2.2. Kandungan Logam Berat di Perairan Daya racun logam berat di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, temperatur dan salinitas. Penurunan pH air akan menyebabkan daya racun logam berat semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mempengaruhi daya racun logam berat, karena logam berat dalam air yang berkesadahan tinggi akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap ke dalam dasar perairan. Menurut Hasan Sitorus (2011) yang dikutip dari Manahan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain 1) kadar logam berat dalam air, 2) kadar logam berat dalam sedimen, 3) pH air dan pH sedimen dasar perairan, 4) tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen Demand), 5) kandungan sulfur dalam air dan sedimen, 6) jenis hewan air, 7) umur dan bobot tubuh dan 8) fase hidup (telur, larva). Biota air seperti ikan yang hidup di perairan yang tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Semakin tinggi kandungan logam dalam perairan, maka akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut. Logam berat yang masuk ke dalam jaringan tubuh ikan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui pernapasan biasanya cukup besar, sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil (Darmono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
18
Menurut Wahyu (2008)
yang dikutip dari Rozanah berdasarkan hasil
penelitian Tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, diketahui bahwa kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kuprum (Cu), dan merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta, yaitu di perairan Ancol dan perairan Dadap, telah melampaui nilai ambang batas. Pencemaran ini diakibatkan oleh pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, limbah rumah tangga, industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda, dan industri dari 13 sungai yang ada di DKI Jakarta, serta pembuangan minyak secara rutin dari kapal dan perahu kecil di kawasan Teluk Jakarta. 2.2.3. Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yang disusun antara lain dengan memperhatikan Keputusan Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 disebutkan bahwa batas maksimum cemaran logam kadmium (Cd) pada ikan dan hasil olahannya yaitu sebesar 0,1 mg/kg sedangkan logam timbal (Pb) pada ikan dan hasil olahannya sebesar 0,3 mg/kg.
2.3 . Kadmium (Cd) 2.3.1. Karakteristik Kadmium (Cd) Berdasarkan sifat fisikanya kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat
Universitas Sumatera Utara
19
mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap amonia (NH3) dan sulfur hidroksida. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol ; titik leleh 321ºC dan titik didih 767ºC. Kadmium bersifat lentur, tahan terhadap tekanan serta dapat dimanfaatkan sebagai pencampur logam lain, seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe) (Wahyu dkk, 2008). 2.3.2. Penyebaran dan Sumber Cd Cd terutama terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng (Zn). Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS) yang biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan dan refening bijih-bijih Zn. Cd dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar Cd sebesar 0,2-0,3%. Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar Cd, fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik berlapis Cd serta air minum (Wahyu dkk, 2008).
2.3.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya,
khususnya
untuk
elektroplating
(pelapisan
elektrik)
serta
galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Cd banyak digunakan
Universitas Sumatera Utara
20
dalam pembuatan alloy, dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi. Pada dasarnya penggunaan kadmium adalah sebagai bahan ‘stabilisasi’ yaitu sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elektroplating. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan timbal (Pb). Pemanfaatan Cd dan persenyawaannya meliputi : a. Senyawa Cds dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna. b. Senyawa Cd sulfat (CdSO) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sek wseton karena memiliki potensial voltase stabil, yaitu 1,0186 volt. c. Senyawa Cd bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI) yang digunakan untuk fotografi. d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan untuk pembuangan tetraetil-Pb. e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinilkhlorida (PVC) sebagai bahan untuk stabilizer (Wahyu dkk, 2008). 2.3.4. Mekanisme Toksisitas Kadmium (Cd) Sekitar 5-8% dari logam kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, tetapi akan
Universitas Sumatera Utara
21
keluar lagi melalui faeses sekitar 3-4 minggu setelah terpapar Cd, dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Absorpsi kadmium (Cd) dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap, yaitu : 1. Penyerapan Cd dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa. 2. Transpor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama dideposit di hati dan ginjal. Kadmium memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada testis juga akan lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya. Daya akumulasi kadmium sangat efisien dalam tubuh manusia, yaitu kurang lebih 40 tahun. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama yang berikatan dengan proteintionin dan mengubah tionin menjadi metalotionin. Metalotionin mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin (Wahyu dkk, 2008). 2.3.5. Dampak Toksik Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan A. Secara akut Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Gejala-gejala keracunan akut yang akan timbul adalah rasa sakit dan panas pada bagian dada. Gejala ini akan muncul setelah 4-10 jam sejak penderita terpapar oleh uap logam Cd. Kematian disebabkan karena terjadinya oedema paru-paru. Apabila dapat bertahan hidup, korban akan mengalami emfisema atau gangguan paru-paru (Darmono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
22
Penyakit paru-paru akut ini dapat terjadi bila penderita terpapar oleh uap Cd atau CdO dalam waktu 24 jam, dan akan menyebabkan kematian bila konsentrasi berkisar dari 2500-2900 mg/m. Sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan solder dengan kandungan 24% Cd. Kematian akan segera terjadi bila konsentrasi uap solder secara keseluruhan sebesar 1 mg/m. B. Secara kronis Keracunan yang bersifat kronis disebabkan karena daya racun yang dibawa oleh logam Cd terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Keracunan kronis ini membawa akibat yang lebih buruk dibandingkan dengan keracunan akut. Akibat yang ditimbulkan pada umumnya terjadi kerusakan-kerusakan pada sistem fisiologis tubuh, seperti sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Di samping itu, keracunan kronis juga merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Palar, 2008). Salah satu contoh penyakit akibat keracunan logam berat kadmium yaitu Itai-itai Disease. Itai-itai disease terjadi di Jepang, pertama kali ditemui di area yang sangat tercemar di lembah sungai Jinzu, terletak di Prefektur Toyama, Jepang. Penyakit ini sendiri menunjukkan gejala nephropathy dan osteomalacia. Kedua penyakit ini adalah penyakit yang timbul akibat adanya kandungan kadmium (Cd) dalam tubuh. Menurut hasil identifikasi Dinas Kesehatan setempat atau Public Welfare Office of Toyama terhadap area yang terpolusi Cd bahwa sejak tahun 1967, 97% orang dari 132 penduduk yang meninggal dunia adalah korban itai-itai disease. Kasus keracunan kadmium ini terjadi ketika Jepang
Universitas Sumatera Utara
23
sedang memproduksi senjata untuk kebutuhan militer. Penambangan yang dilakukan Mitsui Mining and Smelting Co. Ltd secara tidak langsung membuat dampak di sungai Jinzu. Banyak kasus meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengkonsumsi air sungai Jinzu serta memakan beras yang diirigasi oleh sungai tersebut. Pada 34 area persawahan di sekitar sungai Jinzu ditemukan 4,04 ppm kandungan logam berat dalam air, 2,42 ppm kandungan logam berat dalam di tengah area persawahan dan 2,24 ppm di area outlet irigasi. Sedangkan logam kadmium berkisar kurang dari 1,0 ppm di seluruh wilayah persawahan. Hasil hipotesis masuknya kadmium dalam tubuh manusia diduga adalah karena padi yang dihasilkan dari kawasan tersebut tercemar kadmium. Seluruh padi yang diteliti memiliki konsentrasi Cd yang beragam mulai dari 1,0 ppm hingga yang tertinggi mencapai 6,88 ppm (Istarani, F dan Elina S, 2014). Pada ginjal, kadmium dapat menyebabkan nefrotoksisitas (toksik ginjal), yaitu gejala proteinuria, glikosuria dan aminoasiduria disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal. Kasus keracunan kadmium juga menyebabkan gangguan kardio vaskuler dan hipertensi. Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Selain itu, kadmium juga mengakibatkan terjadinya gejala osteomalasea karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal (Darmono, 2001) Pada paru-paru dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru. Pada peristiwa terhirupnya debu Cd selama 20 tahun oleh para pekerja industri yang melibatkan Cd, akan menyebabkan terjadinya pembengkakan paruparu (pulmonary emphysema).
Universitas Sumatera Utara
24
Pada darah dan jantung logam Pb dapat menyebabkan penyakit anemia (kekurangan darah). Hal ini ditemukan pada pekerja yang telah bekerja selama 530 tahun pada industri yang melibatkan CdO. Pada tulang dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Penyakit ini telah ditemui sebelumnya di Jepang yang disebut dengan ‘itai-itai’ (Itai-itai Disease). Menurut para ahli, efek yang ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang kemungkinan disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) dalam makanan yang tercemar oleh Cd sehingga fungsi kalsium dalam pembentukan tulang digantikan oleh logam Cd yang ada. Pada para penderita keracunan kronis, dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda keracunan berupa lingkaran kuning pada bagian pangkal gigi. Pada sistem reproduksi logam Cd dalam konsentrasi tertentu dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki yang berakibat impotensi. Impotensi yang ditimbulkan dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testosteron dalam darah (Palar, 2008). 2.3.6. Pencegahan dan Penanggulangan Kadmium (Cd) Orang yang rentan terpapar Cd adalah pekerja di lingkungan industri, pekerja galvanisasi, perokok aktif dan perokok pasif, pekerja di penambangan Zn, dan orang yang mengonsumsi makanan yang tercemar Cd. Untuk mencegah dan mengurangi paparan Cd, dapat dilakukan beberapa hal berikut : 1. Menghindari paparan kadmium dengan mengurangi rokok, mengurangi konsumsi makanan yang rentan terkontaminasi Cd, antara lain kerang dan shellfish, serta mengurangi minuman yang rentan tercemar Cd, antara lain kopi atau teh.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Bagi para pekerja, sebaiknya menggunakan masker serta tidak makan, minum ataupun merokok di daerah industri. 3. Untuk mencegah toksisitas Cd, jaga kecukupan Zn dalam tubuh dengan mengonsumsi makanan yang mengandung Zn tinggi, antara lain biji-bijian yang tidak ditumbuk halus, makanan dari golongan leguminosae dan kacangkacangan. Konsumsi suplemen Zn 15-30 mg/hari bisa mengurangi toksisitas Cd (Wahyu dkk, 2008). Penanggulangan Kadmium (Cd) pada Makanan Upaya menurunkan kandungan logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan penambahan bahan sekuestran (Chelating agents). Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat logam dalam makanan sehingga mutu makanan tetap terjaga dari cemaran logam berat. Beberapa kandungan alami makanan dapat berperan sebagai bahan sekuestran antara lain asam-asam karboksilat (oksalat, succinic), asam-asam hidroksi (laktat, malat, tartarat, sitrat) asam-asam amino, peptida, protein dan porfirin. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kandungan kadmium (Cd) dalam makanan, yaitu : a) Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Dimana jeruk nipis mengandung asam sitrat yang dapat menurunkan kadar kadmium. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar kadmium sebesar 56,09%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar kadmium sebesar 69,17% (Armanda, 2009).
Universitas Sumatera Utara
26
b) Menurut Hudaya (2010) yang mengutip dari Nihe dengan menambahkan asam jawa pada ikan tongkol dapat menurunkan kadar logam kadmium. Penambahan asam jawa yang mengandung asam hidroksi (malat, tartarat, sitrat) dengan konsentrasi 5%, 15%, 25%, 35% dan 45% selama 30 menit dapat menurunkan kadmium berturut-turut sebesar 0,175 ppm, 0,219 ppm, 0,298 ppm, 0,259 ppm dan 0,198 ppm. c) Merendam kerang darah dengan belimbing wuluh. Kadar kadmium dalam kerang darah dapat berkurang 94,7% setelah direndam dengan larutan belimbing wuluh selama 1 jam. Hal ini karena belimbing wuluh mengandung asam sitrat (Hudaya, 2010). d) Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam kadmium sebesar 59,56% (Pransiska, 2010). e) Merendam kerang bulu (Andara antiquata) menggunakan larutan chitosan dengan konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5% serta dengan waktu yang berbedabeda. Perendaman dengan larutan chitosan 0,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 37,2%, 0,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,5%, 0,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 45,4%, 1% lama perendaman 15 menit menurunkan 38,79%, 1% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,6%, 1% lama perendaman 60 menit menurunkan 55,5% dan perendaman dengan larutan chitosan konsentrasi 1,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 39%, 1,5% lama perendaman 30 menit
Universitas Sumatera Utara
27
menurunkan 41,3%, 1,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 63,08% (Afsyah, 2011). 2.4. Timbal (Pb) 2.4.1. Karakteristik Timbal (Pb) Timbal atau yang dikenal dengan timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328ºC (662ºF); titik didih 1740ºC (3164ºF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Palar, 2008). 2.4.2. Penyebaran dan Sumber Pb Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah logam lainnya yang ada di bumi. Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun darat. Keberadaan timbal di badan air berasal dari 2 sumber, yakni yang pertama terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam melalui proses alami seperti letusan gunung berapi, bebatuan dan proses geokimia, kemudian yang kedua berasal dari aktifitas manusia seperti air buangan industri, electroplating/pelapisan logam, pertambangan, peleburan, panggunaan pestisida, dsb. Timbal dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan di udara yang
Universitas Sumatera Utara
28
merupakan hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dengan bantuan hujan. Selain itu juga sebagai akibat proses korosifikasi bahan mineral akibat hempasan dan angin. Timbal yang berasal dari air aktivitas manusia jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai dan kemudian terbawa menuju laut. Kadar Pb secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah memiliki kadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah berkisar antara 1-60 µg/liter. Pb juga ditemukan di air permukaan, pada air telaga dan air sungai sebesar 1-10 µg/liter, air laut lebih rendah dari air tawar. Laut Bermuda yang bebas dari pencemaran Pb sekitar 0,07 µg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya antara 0,0001-0,001 µg/m³. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO3 (cerusite), dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang (Sudarmaji dkk, 2006). Di alam terdapat 4 macam isotop timbal, yakni : 1. Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal. 2. Timbal 206 sebanyak 23,60%. 3. Timbal 207 sebanyak 22,60%. 4. Timbal 208 sebanyak 52,32% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. Isotop-isotop ini merupakan hasil akhir dari peluruhan unsur-unsur radioaktif alam (Palar, 2008). 2.4.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai
Universitas Sumatera Utara
29
formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Wahyu dkk, 2008). Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam bismut (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7. Timbal oksida (PbO) dan logam timbal dalam industri baterai digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya beserta dengan fungsinya, yaitu : Tabel. 2.1. Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya Bentuk Persenyawaan Pb + Sb Pb + As + Sn + Bi Pb + arsenat Pb + Ni Pb + Cr + Mo + Cl Pb – asetat Pb + Te Tetrametil – Pb & Tetraetil – Pb
Kegunaan Kabel telepon Kabel listrik Insektisida Senyawa azida untuk bahan peledak Untuk pewarnaan pada cat Pengkilapan keramik & bahan anti api Pembangkit listrik tenaga panas Aditive untuk bahan bakar kendaraan bermotor
(Palar, 2008) 2.4.4. Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb) Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5%. Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara, dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008). Timbal melalui udara masuk ke saluran pernafasan kemudian akan terserap dan
Universitas Sumatera Utara
30
berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman sekitar 14% akan masuk ke saluran pencernaan yang kemudian akan ikut dalam proses metabolisme tubuh. Jumlah timbal yang masuk melalui makanan masih mungkin ditolerir oleh lambung, karena adanya asam lambung yang dapat menyerap timbal. Timbal yang diabsorpsi melalui saluran pencernaan akan melewati hati sebelum dibawa ke bagian tubuh lain. Melalui proses biotransformasi hati akan mendetoksifikasi zat kimia yang masuk. Dari proses tersebut akan dihasilkan metabolit yang seringkali larut dalam air sehingga dapat diekskresi oleh tubuh (Oktaria, 2009). Jaringan Lunak :
Timbal (Pb)
- Pernafasan - Oral - Kulit
Darah
- Hati - Ginjal - Syaraf Jaringan Mineral:
Sekreta : - Urine - Faeces - Keringat
- Tulang - Gigi
Gambar 2.1 Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia (Depkes RI, 2001 dalam Naria, 2005) Timbal yang diabsorpsi ke dalam tubuh akan didistribusikan ke darah, cairan ekstraseluler dan beberapa tempat deposit, yang berada di jaringan lunak (hati, ginjal, dan syaraf) dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timbal yang
Universitas Sumatera Utara
31
terakumulasi dalam skeleton (tulang) sekitar 90% dari keseluruhan. Ekskresi timbal melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel dan ekskresi empedu. Pb yang telah diserap akan diendapkan dalam tulang bergabung dengan matrik tulang yang mirip dengan kalsium (Ca). Karena logam ini dalam bentuk ion (Pb²+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca²+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Penyimpanan Pb dalam tulang menyebabkan kenaikan katabolisme tulang yang memungkinkan dapat meningkatkan konsentrasi Pb dalam sirkulasi darah. Beberapa penyakit yang dapat timbul karena proses pergantian tulang berkaitan dengan tingginya kadar Pb dalam darah seperti hipertiroidisme dan osteoporosis. Secara intraseluler, Pb terikat pada kelompok sulfhidril dan ikut berperan dalam sejumlah enzim seluler, seperti dalam sintesis heme. Pengikatan seperti itu juga terdapat pada keberadaan Pb dalam rambut dan kuku. Waktu paruh timbal secara biologi dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun. Timbal dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20 hari, sedangkan ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, faeces, dan keringat.
Universitas Sumatera Utara
32
2.4.5. Dampak Toksik Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan A. Secara akut Toksisitas akut akibat logam Pb terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Pb secara akut dapat menimbulkan beberapa gejala, antara lain : 1.
Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah dan sakit perut yang hebat.
2.
Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma.
3.
Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat. B. Secara kronis Pada kasus terpapar Pb akibat kerja, intoksikasi Pb secara kronis berjalan
lambat. Gejala awal ditandai dengan kelelahan, kelesuan, irritabilitas dan gangguan gastrointestinal. Apabila terpapar secara terus-menerus, pada sistem saraf pusat menyebabkan gejala seperti insomnia, bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan (memori). Berbagai penelitian secara epidemiologi telah menunjukkan bahwa tingkat paparan dengan dosis rendah akan menimbulkan dampak yang merugikan pada sistem
saraf
pusat.
Dampak
tersebut
diantaranya
dapat
menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengikuti perintah yang sederhana dan pada tes IQ (Intellegence Quotient) menghasilkan angka/skor yang rendah.
Hasil meta
Universitas Sumatera Utara
33
analisis dari Needlemen dan Gatsonis menyatakan bahwa kadar Pb darah sebesar 10-15 µg/dl akan menimbulkan gangguan terhadap IQ anak. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa setiap kenaikan kadar timbal dalam darah sebanyak 10 µg/dL akan menurunkan IQ sebanyak 4,6 poin. Gejala lainnya yang timbul akibat terpapar Pb secara kronis adalah kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, sedangkan pada laki-laki telah terbukti adanya perubahan dalam spermatogenesis. Pada ibu hamil yang terpapar Pb selama kehamilan, Pb akan melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu (Riyadina, 1997). 2.4.6. Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb) Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain : 1.
Melakukan tes medis (Pb dalam darah) terutama bagi pekerja yang berisiko terpapar Pb. Tes medis tersebut meliputi : a) Sejarah Medis Pekerja (masa kerja) Dilihat dalam hal riwayat terpapar Pb secara individu, kondisi higiene tempat kerja, kondisi gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi dan masalah neurologi. b) Tes Fisik Diperiksa pada keadaan gusi dan gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi, dan sistem saraf serta kondisi paru-paru. c) Pengukuran Tekanan Darah
Universitas Sumatera Utara
34
d) Tes Darah Kandungan Pb dalam darah, Zinc protoporfyrin atau eritrosit forfirin bebas, hemoglobin, hematokrit, kreatinin serum dan urinalisis dengan tes mikroskopik. e) Tes Lain Indikasi klinis lain yang timbul (Riyadina, 1997). 2.
Menghindari
penggunaan
peralatan-peralatan
dapur
atau
tempat
makanan/minuman yang mengandung Pb (keramik berglasur, wadah/kaleng yang dipatri atau mengandung cat). 3.
Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan/minuman secara berkesinambungan.
4.
Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung cat.
5.
Menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya terpolusi oleh gas buang kendaraan, terkhusus bagi anak-anak dan ibu hamil.
6.
Menjaga higiene dan sanitasi makanan/minuman dan lingkungan.
7.
Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan peralatan standar keamanan dan keselamatan kerja.
8.
Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan bermotor maupun industri (Wahyu dkk, 2008).
Penanggulangan Timbal (Pb) pada Makanan Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar timbal (Pb) dalam makanan adalah dengan menambahkan sekuestran seperti :
Universitas Sumatera Utara
35
a.
Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar timbal sebesar 48,40%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar timbal sebesar 64,46% (Armanda, 2009).
b.
Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam timbal sebesar 68,08% (Pransiska, 2010).
2.5. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan). Kasus keracunan makanan sudah kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang disebabkan oleh toksin dalam makanan maupun oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen yang terkontaminasi pada makanan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan terdapat 10 jenis bahan tambahan yang dilarang yaitu : 1.
Asam Borat dan senyawanya
2.
Asam Salisilat dan garamnya
3.
Dietilpirokarbonat
4.
Dulsin
Universitas Sumatera Utara
36
5.
Formalin
6.
Kalium bromat
7.
Kalium klorat
8.
Kloramfenikol
9.
Minyak nabati yang dibrominasi
10. Nitrofurazon 11. Dulkamara 12. Kokain 13. Nitrobenzen 14. Sinamil antranilat 15. Dihidrosafrol 16. Biji tonka 17. Minyak kalamus 18. Minyak tansi 19. Minyak sasafras Menurut Badan POM (2006) bahan kimia yang paling sering disalahgunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B dan kuning metanil. Beberapa tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut adalah : a.
Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep dan campuran pembersih.
b.
Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak digunakan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi serangga;
Universitas Sumatera Utara
37
bahan untuk pembuatan sutra buatan; zat pewarna; pembuatan gelas dan bahan peledak; dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas; untuk mengawetkan mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat dalam bentuk urea formaldehid; untuk membuat parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis; dalam konsentrasi yang kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen. c.
Rhodamin B digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil, sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, dll serta untuk pewarna biologik.
d.
Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).
2.5.1. Bahan Pengawet Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan paradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula dengan menggunakan garam, asam dan gula. Kemudian dikenallah penggunaan bahan pengawet untuk mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula (Cahyadi, 2009). Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik
Universitas Sumatera Utara
38
dan kimia makanan (Anonimous, 2015). Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam upaya pengawetan makanan, antara lain : 1.
Segi ekonomi Makanan yang telah diawetkan dapat dijual dimana saja dan kapan saja tanpa
mengurangi kualitas suatu makanan, serta dapat memperluas pemasarannya tanpa terikat oleh waktu. 2.
Mempermudah transportasi Indonesia memiliki iklim tropis, dimana makanan mudah membusuk. Dengan
pengawetan, makanan dapat dipertahankan atau diolah dengan cara lain sehingga mudah dibeli dan tidak berbahaya serta dapat menghemat biaya transpor. 3.
Mudah dihidangkan Makanan yang telah diawetkan sebagian siap dihidangkan karena bagian yang
tidak diperlukan telah dibuang. Dengan begitu, untuk masyarakat yang telah maju masalah waktu dapat diatasi. 4. Bermanfaat dalam keadaan tertentu Misalnya dalam kejadian bencana alam, kelaparan, pengungsian dan kondisi darurat lainnya, bantuan makanan yang telah diawetkan dapat didatangkan dengan mudah (Chandra, 2005). 2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum menurut (Cahyadi, 2009) yaitu : 1) Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen
Universitas Sumatera Utara
39
2) Memperpanjang umur simpan pangan 3) Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan 4) Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5) Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan 6) Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan 2.5.3. Persyaratan Bahan Pengawet Kimia Beberapa persyaratan bahan pengawet kimia untuk bahan pangan antara lain : 1.
Memberikan arti ekonomis dari pengawetan
2.
Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia
3.
Memperpanjang umur simpan dalam pangan
4.
Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa dan bau) bahan pangan yang diawetkan
5.
Mudah dilarutkan
6.
Menunjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan
7.
Aman dalam jumlah yang diperlukan
8.
Mudah ditentukan dengan analisa kimia
9.
Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik
Universitas Sumatera Utara
40
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan 12. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas, meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan (Cahyadi, 2009). 2.6. Formaldehid 2.6.1. Pengertian Formaldehid Formaldehid adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk larutan 40% (formalin). Larutan formaldehid atau formalin memiliki rumus molekul CH2O mengandung kira-kira 37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 1015% metanol untuk menghindari polimerisasi. Formaldehid adalah gas yang biasanya dikenal dengan formalin 100% atau formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut. Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid (Cahyadi, 2009). Dipasaran formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formalin 10, 20, 30, dan 40%. Beberapa nama kimia dari formalin yaitu : formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene
glycols,
methanal,
formoform,
superlysoform,
formic
aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Yuliarti, 2007).
Universitas Sumatera Utara
41
Di Indonesia beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkan formalin bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia (Sitiopan, 2012).
2.6.2. Karakteristik dan Fungsi Formaldehid A. Karakteristik Formaldehid Konsentrasi 0,5 sampai 1 bpj di udara dapat dideteksi dari baunya. Konsentrasi 2 sampai 3 bpj dapat menyebabkan iritasi ringan. Sedangkan pada konsentrasi 4 sampai 5 bpj pada umumnya tidak dapat ditoleransi oleh manusia. Sifat fisik larutan formaldehid adalah merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh. Menurut Alfina (2006) dalam Fardiaz, sifat fisik dan kimia formalin adalah sebagai berikut : -
Titik didih (pada 7000 mmHg) 96ºC
-
Titik nyala 60ºC
-
pH 2,8 - 4,0
-
Dapat bercampur dengan air, alkohol, dan aseton
-
Tidak berwarna
-
Berbau tajam menusuk
Universitas Sumatera Utara
42
B. Fungsi Formaldehid Fungsi formaldehid yang sebenarnya ialah sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun serangga lainnya. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga digunakan sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil digunakan sebagai bahan pengawet untuk berbagai barang konsumen. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat yang akan dipelajari dalam pendidikan bagi mahasiswa kedokteran maupun kedokteran hewan. Konsentrasi formalin untuk pengawetan biasanya yang digunakan adalah 10% (Yuliarti, 2007).
2.6.3. Jalur Distribusi Formaldehid Penyalahgunaan produk atau bahan tertentu yang tidak sesuai dengan peruntukannya sering sekali terjadi di Indonesia. Kondisi inilah yang terjadi pada kasus penyalahgunaan formalin yang kian marak akhir-akhir ini. Dikutip dari majalah media industri, untuk mengatasi merebaknya masalah formalin ditengahtengah masyarakat, telah dibentuk tiga tim, yaitu pertama Tim Penanggulangan Penyalahgunaan Formalin. Tanggung jawab ini diserahkan kepada Menteri Perdagangan. Kedua, Tim Penyelamatan IKM atas imbas penyalahgunaan formalin terutama bagi mereka yang selama ini tidak memakai formalin tetapi
Universitas Sumatera Utara
43
terkena imbas dari masalah ini. Tugas ini diberikan kepada Menteri Perindustrian. Ketiga adalah Tim Pembinaan. Tim ini melakukan sosialisasi informasi seluasluasnya tentang masalah formalin, Menteri Komunikasi dan Informasi ditugaskan untuk melaksanakan tugas ini. Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, formalin
impor
sudah
ditataniagakan
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.254/MPP/Kep/7/2000 tanggal 4 Juli 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu melalui penunjukkan sebagai Importir Terdaftar (IT-B2) dan pengakuan sebagai Importir Produsen (IP-B2) dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Bahan berbahaya yang disingkat B2 adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Impor formalin selama ini hanya dilakukan oleh 2 IP-B2 dan 1 IT-B2 sehingga formalin impor sangat terbatas perdagangannya karena sudah ditentukan importirnya (Departemen Perindustrian RI, 2006). IT-B2 mengimpor formalin untuk kemudian mendistribusikannya kepada pengguna akhir dalam hal ini pengguna yang membutuhkan formalin sebagai bahan baku industrinya. Perusahaan yang ditetapkan sebagai IT-B2 untuk jenis B2 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya adalah PT (Persero) Perusahaan Perdagangan Indonesia. IP-B2
Universitas Sumatera Utara
44
mengimpor formalin yang digunakan sendiri untuk bahan baku industrinya dan hanya diperuntukkan bagi kebutuhan produksinya sendiri, serta tidak untuk diperjualbelikan maupun dipindahtangankan. Pengangkutan B2 dari pelabuhan tujuan ke gudang IP-B2 wajib mematuhi prosedur dan ketentuan dari instansi terkait serta dilengkapi dengan Emergency Transport Guide. Jenis B2 sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan hanya dapat didistribusikan oleh P-B2 (Produsen), IT-B2 (Importir Terdaftar), IP-B2 (Importir Produsen), DT-B2 (Distributor Terdaftar) dan PT-B2 (Pengecer Terdaftar). Dalam mendistribusikan B2 sesuai dengan peraturan P-B2, IT-B2, IP-B2, DT-B2, dan PT-B2 wajib memenuhi ketentuan : a.
IP-B2 mendistribusikan B2 hanya untuk kebutuhan proses produksi perusahaan yang bersangkutan;
b.
IT-B2 dapat mendistribusikan B2 kepada DT-B2, PT-B2 dan/atau PA-B2 (Pengguna Akhir);
c.
P-B2 dapat mendistribusikan B2 kepada DT-B2, PT-B2 dan/atau PA-B2
d.
DT-B2 dapat mendistribusikan B2 kepada PT-B2 dan/atau PA-B2;
e.
PT-B2 hanya dapat mendistribusikan B2 kepada PA-B2. Setiap orang atau badan usaha yang tidak memiliki pengakuan sebagai IP-B2,
penetapan sebagai IT-B2 atau SIUP-B2 (Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya), dilarang untuk mendistribusikan/mengedarkan atau menjual B2; dan/atau mengemas kembali B2 dari kemasan aslinya.
Universitas Sumatera Utara
45
Selama ini yang banyak beredar di pasaran dalam negeri adalah justru formalin produksi dalam negeri yang dijual dalam berbagai merek seperti formol, morbicid, methanal, formic aldehyde, methyl oxide, oxymethylene, methylene aldehyde, oxomethane, formoform, formalith, karsan, methylene glycol, paraforin, polyxymethylene glycols, superlysoform, tetraoxymethylene dan trioxane (Departemen Perindustrian, 2006). Penggunaan pengawet yang tidak sesuai juga masih sering terjadi di tengahtengah masyarakat, dan sudah luas penggunaannya sehingga tidak lagi mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen. Contohnya adalah masih adanya nelayan/kapal penangkap ikan/pukat harimau yang tega menambahkan formalin pada ikan hasil tangkapannya tanpa memikirkan bahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Penambahan formalin oleh nelayan dapat dilakukan di dalam kapal penangkap ikan atau dapat juga dilakukan setelah kapal merapat di pelabuhan (Badan POM, 2005). 2.6.4. Mekanisme Formaldehid Formaldehid sangat reaktif, apabila masuk ke dalam tubuh melalui oral akan dimetabolisme dengan cepat terutama dalam hati dan eritrosit yang dapat dirubah menjadi asam formiat dan dikeluarkan melalui urin. Namun, formalin juga bereaksi dengan protein dinding sel hati (lipoprotein) sehingga dapat merusak dinding sel hati yang dapat menyebabkan fungsi hati terganggu atau menjadi penyebab terbentuknya radikal bebas yang toksik. Jika formalin terhirup (inhalasi) lewat pernafasan, maka akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar dan
Universitas Sumatera Utara
46
lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta, bronkhitis, edema pulmonari atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronkhus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma dan dermatitis. Jika lewat pencernaan (ingestion) sebanyak 30 ml (2 sendok makan) dari larutan formalin dapat menyebabkan kematian, hal ini disebabkan sifat korosif formalin terhadap mukosa saluran cerna lambung disertai mual, muntah, nyeri, perdarahan dan perforasi. Menurut Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga internasional untuk penelitian kanker (IARC), formalin digolongkan sebagai senyawa yang bersifat karsinogen. Hal itu disebabkan karena formalin akan mengacaukan susunan protein atau RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Proses ini akan memakan waktu yang lama, tetapi cepat atau lambat jika setiap hari tubuh mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka kemungkinan terjadinya kanker akan sangat besar (Widyaningsih dan Erni, 2006). 2.6.5. Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan Pemakaian formaldehid pada makanan dapat menyebabkan timbulnya efek akut dan kronik yang dapat menyerang saluran pernapasan, pencernaan, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah tinggi), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu, juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Efek kronik berupa timbul iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan,
Universitas Sumatera Utara
47
penurunan suhu tubuh dan rasa gatal di dada. Bila formalin dikonsumsi secara menahun dapat menyebabkan kanker (Sitiopan, 2012). A. Secara Akut Efek secara akut merupakan akibat jangka pendek yang terjadi bila terpapar formalin dalam jumlah yang banyak, seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berat, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing, bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, diare. Pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian. B. Secara Kronis Efek kronis terlihat pada individu dalam jangka waktu yang lama, berulang, biasanya jika mengonsumsi formalin dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan akan mengakibatkan : mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi dan bersifat karsinogen (Yuliarti, 2007). Menurut Artha (2007) dalam anonimous formaldehid dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai cara misalnya lewat udara, saluran pencernaan, dan kontak langsung dengan kulit. Berikut adalah beberapa efek yang ditimbulkan formaldehid pada tubuh manusia berdasarkan dosis pemaparannya. Tabel 2.2. Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan Berdasarkan Dosis Pemaparannya No 1 2 3 4 5 6 7
Dosis Pemaparan 0-0,5 ppm 0,05-1,5 ppm 0,01-2,0 ppm 0,1-25 ppm 5-30 ppm 50-100 ppm ˃ 100 ppm
Efek Terhadap Kesehatan Efek pada syaraf (neurophysiological) Iritasi pada mata Iritasi tingkat tinggi pada organ luar Efek pada paru-paru Radang dan pneumonia Kematian
Universitas Sumatera Utara
48
2.6.6. Pengendalian/Penanggulangan Formaldehid Tindakan pencegahan terhadap formaldehid dilakukan berdasarkan jalur masuk formalin tersebut ke dalam tubuh, yaitu : 1. Terhirup Untuk mencegah agar tidak terhirup sebaiknya gunakan alat pelindung untuk pernafasan seperti masker, kain, atau alat pelindung yang dapat mencegah kemungkinan masuknya formaldehid ke dalam hidung atau mulut. Lengkapi alat ventilasi dengan penghisap udara (exhaust fan) yang tahan ledakan. 2. Terkena Mata Gunakan pelindung mata atau kacamata, penahan yang tahan terhadap percikan. Sediakan air untuk mencuci mata di tempat kerja yang berguna apabila terjadi keadaan yang darurat. 3. Terkena Kulit Gunakan pakaian pelindung bahan kimia yang cocok dan gunakan sarung tangan yang tahan bahan kimia. 4. Tertelan Hindari makan, minum, merokok selama bekerja dan cuci tangan sebelum makan (Artha, 2007). Penanggulangan Formaldehid dalam Makanan Menurut penelitian Aditya (2011) terhadap ayam kemasan yang dijual di beberapa Supermarket Kota Medan, formaldehid dapat diturunkan kadarnya dengan merendam ayam dalam air dingin dan air mendidih. Semua sampel yang dianalisis menunjukkan bahwa ayam mengandung formalin. Perendaman dengan
Universitas Sumatera Utara
49
air mendidih lebih efektif dibandingkan dengan air dingin. Hasil penurunan kadar formalin dalam ayam kemasan yang diperoleh di Supermarket Carrefour dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 62,42%, perendaman dengan air dingin 39,14%. Sedangkan hasil penurunan kadar formalin dalam ayam kemasan yang diperoleh dari Supermarket Hypermart dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 62,30% dan perendaman dalam air dingin 38,99%.
2.7. Ikan Segar 2.7.1. Pengertian Ikan Segar Ikan memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, dengan kadar protein sebesar 18-30%. Ikan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat, dibanding dengan produk lainnya. Ikan memiliki efek yang baik bagi kesehatan, dagingnya relatif lunak, lebih cepat dan mudah diolah serta harganya murah. Ikan laut merupakan salah satu sumber makanan yang kaya akan asam lemak tak jenuh. Senyawa ini telah banyak ditemukan memberikan efek positif bagi kesehatan, seperti menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, arhitis dan lain-lain. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya serta belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ikan segar adalah : 1.
Cara penangkapan ikan
2.
Pelabuhan perikanan
3.
Berbagai faktor lainnya, yaitu mulai dari pelelangan, pengepakan, pengangkutan dan pengolahan (Adawyah, 2008).
Universitas Sumatera Utara
50
2.7.2. Penggolongan Ikan Segar 1. Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol termasuk ikan tuna dan salah satu famili scombridae. Ikan tongkol memiliki badan yang memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk. Ukuran asli ikan tongkol cukup besar, bisa mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata ikan tongkol berukuran sepanjang 50-60 cm dengan kulit yang licin berwarna abu-abu, memiliki daging yang tebal dan warna dagingnya merah tua. Struktur daging ikan tongkol terdiri dari daging yang berwarna merah dan putih. Daging warna merah hanya terdapat di bagian samping dari tubuh ikan di bawah kulit, sedangkan daging warna putih terdapat hampir di semua bagian tubuh ikan. Berdasarkan tempat hidupnya, ikan tongkol termasuk jenis pelagik besar yaitu ikan yang hidup di perairan lepas dasar atau lapisan antara dasar dan permukaan. Makanan ikan tongkol adalah ikan-ikan kecil dan cumi-cumi. Pada bagian atas terdapat warna hitam kebiruan dan putih perak pada bagian bawah, terdapat ban-ban hitam, serong, menggelombang pada bagian atas garis rusuk. Sirip perut dan dada berwarna gelap keunguan. Daerah penyebaran terdapat di seluruh daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia Pasifik
Universitas Sumatera Utara
51
Gambar 2.2 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 2. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (eurhyhaline) dan merupakan ikan yang hidupnya beruaya dari laut ke air payau (katadromous). Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Secara morfologi ikan kakap putih berbentuk pipih dan ramping dengan badan memanjang dan ekor melebar. Kepala menjorong, mulut besar, sirip pectoral pendek dan bulat sedangkan sirip dorsal dan anal memiliki lembaran yang bersisik. Warna dasar tubuh coklat olive di atas dengan sisi samping (Bertiantono, 2011). Kakap putih dapat hidup di daerah laut yang berlumpur, berpasir, serta di ekosistem mangrove selain itu kakap putih juga dapat hidup di air payau.
Universitas Sumatera Utara
52
Gambar 2.3 Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)
2.7.3. Ciri-ciri Ikan Segar Tabel. 2.3. Ciri-ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Membusuk Ikan Segar Kulit - Warna kulit terang dan jernih - Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut - Warna-warna khusus yang masih ada terlihat jelas
Ikan Mulai Busuk -
Sisik - Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas Mata - Mata tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung Insang - Insang berwarna merah sampai merah tua, terang, dan lamella insang terpisah - Insang tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan -
Kulit berwarna suram, pucat, dan berlendir banyak Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang Sisik mudah terlepas dari tubuh Tampak suram, tenggelam, dan berkerut
Insang berwarna coklat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan Lendir insang keruh dan berbau asam menusuk hidung
Universitas Sumatera Utara
53
Daging - Daging kenyal, menandakan rigor mortis masih berlangsung - Daging dan bagian tubuh lain berbau segar - Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan - Daging melekat pada tulang - Daging perut utuh dan kenyal - Warna daging putih
-
Bila ditaruh di dalam air - Ikan segar akan tenggelam
-
Daging lunak menandakan rigor mortis telah selesai Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan Daging mudah lepas dari tulang Daging lembek dan isi perut sering keluar Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air
(Adawhay, 2008) 2.7.4. Pengolahan dan Pengawetan Ikan A. Pengolahan dan Pengawetan Tradisional 1). Penggaraman Penggaraman merupakan proses yang menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau
Universitas Sumatera Utara
54
mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan. 2). Pengeringan Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembapan nisbi udara pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama. Faktor-faktor yang memengaruhi pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. 3). Pengasapan Pembakaran
merupakan
cara
pengolahan
atau
pengawetan
dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap, yang kedua yaitu untuk
Universitas Sumatera Utara
55
memberikan aroma yang khas tanpa peduli kemampuan daya awetnya. Faktor yang mempengaruhi proses pengasapan diantaranya adalah suhu pengasapan dan kelembapan udara, jenis kayu, jumlah asap, ketebalan asap dan kecepatan aliran asap di dalam alat pengasap. Faktor tersebut akan memengaruhi banyaknya asap yang kontak dan menempel pada ikan. 4). Fermentasi Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau diatur. Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Proses fermentasi
ikan
dibedakan
menjadi
empat
golongan,
yaitu
fermentasi
menggunakan kadar garam tinggi, fermentasi dengan asam mineral, dan fermentasi dengan bakteri asam laktat. Cara pengolahan dengan menggunakan prinsip fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. B. Pengolahan dan Pengawetan Modern 1). Pendinginan Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau. Efisiensi pengawetan dengan
Universitas Sumatera Utara
56
pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Pendinginan ikan hingga 0ºC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, serta teknik pemdinginannya. Pendinginan dilakukan dengan beberapa teknik yaitu, pendinginan dengan es, pendinginan dengan es kering dan pendinginan dengan
udara
dingin.
Proses
pendinginan
hanya
mampu
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Jika suhu tubuh ikan kembali naik, aktivitas akan kembal normal. 2). Pembekuan Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Pembekuan harus dilakukan sesuai dengan garis-garis tertentu, sebab jika tidak dilakukan dengan cara semestinya, pembekuan justru akan merusak ikan. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. 3). Pengalengan Ikan Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium. Pengemasan secara hermetis ialah bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa.
Universitas Sumatera Utara
57
Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, daya awetnya lama. Berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui (Adawyah, 2008). 2.7.5. Ciri-ciri Ikan Segar yang Berformalin Ikan segar yang diberi formalin teksturnya akan menjadi lebih kaku dan tegang serta sulit dipotong, sedangkan ikan yang tidak diberi formalin akan kelihatan lemas dan lunglai. Dari segi fisiknya, ikan yang diberi formalin memiliki insang berwarna merah tua bukan merah segar, dan tekstur dagingnya kenyal. Selain itu daging ikan memiliki warna putih bersih. Penggunaan bahan kimia pada ikan juga membuat ikan akan dijauhi lalat. Ikan tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC) dan tidak mudah busuk. Dari segi warna, ikan segar memiliki warna cemerlang, lendir jernih, elastis bila ditekan dengan jari dan mempunyai bau segar. Sedangkan ikan dengan formalin warnanya pucat kusam, lendir tidak ada, keras dan padat bila ditekan dengan jari serta berbau asam (Alfina, 2006).
Universitas Sumatera Utara
58
2.8. Kerangka Konsep Penelitian
Jenis Ikan
Pemeriksaan kandungan kadmium (Cd) dan kandungan timbal (Pb)
Segar : - - Ikan Tongkol - - Ikan Kakap Putih
Pemeriksaan kandungan Formaldehid
Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
SK DIRJEN POM No. 03725/B/SK/ VII/1989
Permenkes RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan
Pemeriksaan Laboratorium
Universitas Sumatera Utara