2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Ekosistem pesisir Ekosistem pesisir adalah suatu sistem lingkungan perairan yang
merupakan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara jasad hidup perairan (komponen biotik) dengan lingkungan fisik perairan (komponen abiotik) termasuk antar komponen biotik itu sendiri. Wilayah daratan lingkungan ini mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut dan wilayah perairan meliputi daerah paparan benua. Daerah pesisir ini memiliki potensi sumberdaya alam daratan yang sangat terbatas, tetapi sebaliknya dikaruniai sumberdaya kelautan dan jasa lingkungan yang sangat melimpah. Hal ini merupakan aset yang strategis untuk dikembangkan sebagai basis kegiatan ekonomi berdasarkan pemanfaatan ekosistem sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungannya (Dahuri, 1998). Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami (natural) atau buatan (man made). Ekosistem alaini yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, pantai berbatu. Ekosistem pesisir tersebut tergenang air secara terus menerus dan juga ada yang hanya sesaat. Ekosistem buatan antara lain adalah tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan peinuhman (Dahuri, 2003).
2.1.1.
Terumbu karang Menurut Nybakken (1992) teruinbu adalah endapan-endapan masf yang
penting dari kalsium karbonat terutama yang dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporia = Scleractinia) dengan sedikit 4
tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Meskipun karang dite~nukandi lautan suluruh dunia, baik di perairan kutub maupun perairan ugahari seperti yang ada di daerah tropik, tetapi hanya di daerah tropik terumbu dapat berkembang. Hal ini disebabkan oleh adanya dua kelompok karang yang berbeda, yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik.
Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan ahermatipik tidak. Karang ahermatipik tersebar di seluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di wilayah tropik. Perbedaan yang mencolok dari karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis (hidup bersama) yang dinamakan zooxanthellae, sedangkan karang ahwmatipik tidak bersimbiosis dengan zooxanlhellae.
Menurut Nybakken (1992) terumbu karang hanya hidup pada perairan yang dibatasi permukaan isoterm 20°C. Perkembangan terumbu karang paling optimal terjadi di perairan dengan suhu rata-rata tahunan berkisar 25-29 "C. Namun terumbu karang dapat mentoleransi suhu sampai selatar 36-40 "C. Tennnbu karang juga dibatasi oleh salinitas. Karang hermatipik adalah organisme karang lautan sejati dan hanya dapat bertahan pada kadar salinitas air laut yang normal (32%0- 35%0). Faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang adalab kedalaman. Terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 meter. Pada umumnya terumbu tumbuh kurang lebih pada kedalaman 25 meter. Alasan untuk pembatasan kedalaman berhubungan dengan kebutuhan karang hermatipik akan cahaya. Cahaya yang cukup hams tersedia
agar proses fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan terumbu karang adalah pada kedalaman antara 3-10 meter, pada kedalaman antara 10-15 meter merupakan daerah transisi. Daerah yang kurang optimal untuk pertumbuhan terumbu karang adalah pada kedalaman antara 15-20 meter. Pada umumnya terumbu karang lebih berkembang pada daerah yang mengalami gelombang besar. Koloni karang dengan kerangka-kerangka yang padat dan massive dari kalsium karbonat (CaCO3) tidak akan rusak oleh gelombang yang kuat. Pada saat yang saina gelombang-gelombang itu memberikan sumber air yang segar, memberikan oksigen dalam air laut d m menghalangi pengendapan pada koloni. Gelombang juga membawa nutrien dan unsur hara serta plankton yang diperlukan oleh koloni karang. Tetapi jika hempasan gelombang terlalu h a t maka akan merusak struktur dari karang itu sendiri. Endapan memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan terumbu karang. Karang hermatipik tidak dapat bertahan dengan adanya endapan yang berat yang menutupi dan menyumbat stnktur pemberian makanannya. Endapan dalam air juga mempunyai akibat sampingan yang negatif yaitu mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya, perkembangan terumbu karang berkurang atau menghilang dari daerah-daerah pengendapannya.
Terumbu karang mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut (Suharsono, 1996): 1. Gudang keanekaragaman hayati laut. 2. Tempat mencari makan weeding ground), berpijah (spawning ground),
daerah asuhan (nursery ground) dan tempat berlindung hewan laut lainnya. 3. Tempat berlangsung siklus biologi kimiawi dan fisik secara global dan
mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi.
4. Sumber bahan makanan yang dapat dikonsumsi secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. 5. Sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak yang menyebabkan abrasi.
6 . Mempunyai nilai yang penting sebagai pelindung dan penyedia bagi
perikanan pantai termasuk di dalamnya sebagai tempat budidaya hasil laut. 7. Sebagai bahan bangunan dan untuk membuat ornament (hiasan) aquarium.
8. Sebagai kawasan Taman Nasional. 9. Sebagai daerah rekreasi, sarana penelitian dan pendidikan. 2.1.2. Padang lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuiakan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di lingkungan laut, yaitu: 1. Mampu hidup di media air asin.
2. Mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam. 3. Mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik.
4. Mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif daiam keadaan
terbenam @en Hartog, 1970 in Dahuri, 2003) Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (keaweeds). Tanaman lamun memiliki bunga, dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati sampai dengan kedalaman hingga lima meter. Menurut Dahuri (2003) parameter lingkungan utama yang ~nempengaruhi distribusi dan pertumbuhan dan ekosistem padang lamun adalah: 1. Kecerahan: lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. 2. Suhu: kisaran suhu optimal bagi lamun adalah 28-30 "C. Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila suhu perairan berada pada diluar kisaran optimal tersebut. 3. Salinitas: nilai salinitas opti~numuntuk spesies lamun adalah 35 9/00. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang disebabkan oleh berkurangnya suplai air tawar dan sungai.
4. Substrat: padang lamun hidup pada berbagai tipe substrat. Kedalaman substrat berfungsi dalam ~nenjagastabilitas sedimen yang mencakup dua hal, yaitu perlindungan tanaman dari arus air laut, dan tempat pengolahan
serta pemasok nutrien. Kedalanan sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun. 5. Kecepatan arus perairan: produktivitas lamun juga dipengaruhi oleh
kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 mls, jenis
turtle grass (Tlzalassia testudinum) mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.
2.1.3. Hutan rnangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Habitat mangrove memiliki beberapa zonasi, diantaranya adalah daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicenia Spp. Pada u m m y a zona ini berasosiasi dengan Sonneratia Spp. yang tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. Habitat hutan mangrove yang lebih ke arah darat umumnya didominasi oleh Rhizophora Spp. Zona ini juga dapat dijumpai Bruguiera Spp dan
Xilocarpus Spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera Spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan daratan rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa
fiuticans, dan beberapa jenis spesies palem lainnya. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai peredam gelombang, angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan penahan sediinen serta daerah asuhan, daerah mencari makanan, dan daerah pemijahan berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya (Nybakken, 1992).
2.1.4.
Pantai Pantai adalah bagian dari zona intertidal ekosistem pesisir. Zona intertidal
merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudra dunia. Zona ini merupakan pinggiran yang sempit sekali, hanya beberapa meter luasnya, terletak diantara air tinggi dan air rendah. Luas daerah ini sangat terbatas, namun disini terdapat variasi faktor lingkungan yang terbesar dibandingkan dengan daerah bahari lainnya. Variasi ini dapat terjadi pada daerah yang hanya berbeda jarak beberapa sentimeter saja. Pantai merupakan perluasan dari lingkungan bahari dan dihuni oleh organisme yang hampir semuanya merupakan organisme bahari. Tengah waktu daerah ini merupakan daratan, fauna dan flora darat tidak memasuki daerah tersebut, kecuali pada bagian yang paling pinggir (Nybakken, 1992). Menurut Nybakken (1992) pantai terbagi menjadi tiga tipe yaitu pantai berbatu, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Pantai berbatu tersusun dari bahanbahan yang keras, merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Pantai pasir intertidal umum terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal dari pada pantai berbatu karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi. Pantai berpasir tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik Organisme tentu saja tidak tarnpak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Pantai berlumpur merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, memiliki butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi berlumpur.
2.2.
Dampak pencemaran minyak terhadap ekosistem pesisir
Pada umumnya, pencemaran minyak di laut disebabkan oleh tumpahan minyak mentah dari tempat-tempat pengeboran minyak lepas pantai atau berasal dari kecelekaan kapal tangki. Minyak mentah yang ada di laut biasanya terapung walaupun beberapa komponen mungkin tenggelam. Apabila jauh dari daratan, minyak-minyak yang terapung tersebut mungkin sedikit sekali pengaruhnya terhadap sebagian besar jasad hidupplanktonik dan nektonik. Pencemaran minyak juga dapat menyebabkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir. Minyak melapisi wilayah subtidal dan intertidal yang dangkal serta merugikan komunitas didalamnya. Pada mulanya, kerusakan inendekati sempurna, lambat laun akan pulih kembali. Pencemaran minyak di wilayah pesisir berdampak lebih berat dibandingkan dengan pencemaran di laut terbuka. Hal ini disebabkan karena terdapat berbagai macam sumber daya alam seperti ekosistem terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan organisme yang berinteraksi di dalamnya (Nybakken, 1992). Terumbu karang sangat sensitif terhadap tumpahan minyak karena merupakan ekosistem yang dipengaruhi oleh fraksi hidrokarbon yang pecah dan berada di perairan. Kemampuan minyak merusak binatang karang tergantung pada tipe terumbu karang, zonasi dan kegiatan pasang surut (Fakultas Perikanan
IPB, 1994). Minyak adalah racun untuk berbagai spesies hewan dan tumbuhan yang berasosiasi dengan terumbu karang serta mempengaruhi pemulihan kondisi terumbu karang (misalnya Acropora Spp., Montipora Spp., Pollicipora Spp.) yang memakan waktu beberapa tahun (Mathias dan Langham in Dahuri, 2000). Potensi dari dampak negatif tumpahan minyak ini juga mempengaruhi produktivitas
primer terumbu karang, kelimpahan ikan hias, potensi pariwisata dan perlindungan wilayah pesisir dari gelombang. Padang lamun merupakan ekosistem penting sebagai habitat invertebrata, ikan dan beberapa mamalia laut. Walaupun dampak dari tumpahan minyak memiliki pengaruh yang relatif kecil, tetapi pecahan dari fraksi petroleum dapat memberikan pengamh secara langsung pada lamun (Dahuri, 2000). Padang lamun hidup di daerah subtidal yang biasanya tidak dipengaruhi langsung oleh tumpahan minyak. Pencemaran minyak yang terjadi pada padang lamun dapat menggangu kegiatan makan dan bertelur beberapa jenis ikan dan biota laut lainnya yang berhabitat di daerah tersebut. Banyaknya butiran minyak yang tetap tertinggal di padang lamun mempunyai potensi besar bagi terjadinya bioakumulasi minyak dalam jaringan tubuh biota (Fakultas Perikanan IPB, 1994). Pencemaran minyak terhadap hutan mangrove berdampak pada penutupan akar-akar tunjang dan akar nafas (pneumatophor), sehingga menghalangi transfer oksigen dan mematikan pohon. Lentisel, yang terdapat dalampneumatophor, berfungsi dalam pertukaran gas (CO*dan 0 2 ) akan tertutup oleh minyak, sehingga tingkat oksigen dalam ruang akar nafas akan turun hingga 1-2% dalam waktu dua hari (Baker, 1991). Pembentukan benih mangrove dari jenis Bruguiera dan Rhizopora akan terhambat pada substrat dasar, serta sejumlah besar minyak akan tertinggal, mengendap di sedimen dan akan bersifat toksik. Apabila biji atau bibit terlapisi minyak akan menyebabkan rusaknya proses germinasi (Clark, 1986 in Barkey, 2005). Menurut Baker (1991) semai tidak tumbuh sampai hampir 6 bulan di daerah yang terkena minyak. Epifauna seperti tiram dan biota lainnya yang hidup di akar-akar bakau yang terbuka akan binasa dan tidak menetap lagi pada
akar-akar pohon bakau yang mati. Oleh sebab itu pemulihan hutan mangrove membutuhkan waktu puluhan tahun. 2.3.
Dampak pencemaran minyak terhadap sumber daya perikanan Sloan (1993) mengemukakan bahwa minyak dapat berdampak langsung
terhadap ikan yang berupa pengaruh racun secara langsung Cjangka pendek), pengaruh fisik (mekanis) dan kontaminasi kronis (jangka panjang). Pengaruh akut secara langsung mencakup kematian, menjadi lemah karena adanya gangguan sistem saraf pusat, pengaturan tekanan osmosis tidak berfungsi dan metabolisme terganggu. Gangguan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kematian secara langsung atau mematikan secara tidak langsung. Perubahan tingkah laku yang menyebabkan ikan tidak mampu lagi inenghindar dari predator atau melakukan fhgsi-fungsi vital lainnya. Selain itu minyak dapat memperlambat pertumbuhan, penetasan lebih dini, perubahan pada proses pertumbuhan dan proses genetis. Ikan inuda lebih rentan terhadap minyak karena ikan tersebut hidup lebih dekat dengan permukaan air. Menurut International Organimtion MaritimeIIMO (2000) dampak dari tumpahan minyak terhadap stok ikan aka11terlihat dalam jangka waktu 2 tahun atau lebih. Faktor yang mempengaruhi terperangkapnya ikan di suatu wilayah yang terkena tumpahan minyak meliputi kemampuan ikan dewasa menghindar dari tumpahan minyak, kemampuan ikan dewasa dan juvenil untuk mendiami kembali wilayah yang terkena tumpahan minyak setelah tumpahan minyak hilang, penyebaran dan transport telur ikan serta larva dari area yang berdekatan. Dampak lainnya berkaitan dengan kegiatan perikanan di wilayah yang terkena tumpahan minyak. Pelabuhan perikanan tidak dapat digunakan atau tertutup
untuk mencegah pencemaran tumpahan niinyak. Kapal clan alat tangkap tercemar oleh minyak. Minyak yang terserap atau terdapat pada ikan akan menghilangkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas hasil tangkapan laut dalam waktu yang lama. Pencemaran miny ak juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi nelayan. 2.4.
Pemetaan Indeks Kepekaan Lingkungan (m) di ekosistem pesisir terhadap tumpahan minyak Indeks Kepekaan Lingkungan adalah gambaran nilai-nilai biologi, sosial-
ekonomi dan sosial-budaya pada suatu wilayah pesisir dan laut tertentu yang digunakan sebagai prioritas respon terhadap tumpahan minyak. Perkeinbangan pemetaan IKL untuk ekosistem wilayah pesisir dan laut telah disusun di banyak Negara sejak beberapa tahun, tetapi belum ada suatu metodologi yang baku. Indeks Kepekaan Lingkungan yang telah disusun hanya berdasarkan nilai biologi atau kepekaan ekologi pada habitat pesisir dan laut. Tingkat kepekaan suatu ekosistem pesisir dan laut terhadap tumpahan minyak tidak hanya berpengaruh pada faktor ekologi, tetapi juga sosial-ekonomi, sosial-budaya bahkan politik. Tingkat kerentanan (vulnerability rating) suatu ekosistem terhadap dampak kegiatan pembangunan bergantung pada respon ekosistem tersebut terhadap peluang terjadinya dampak atas ekosistem tersebut. Respon ekosistem pesisir terhadap suatu dampak ada yang sangat peka (sensitive) sampai yang tidak peka, bergantung pada karakteristik biologi dan ekologi dari ekosistem setempat. Peka dalam hal ini artinya jika ekosistem tersebut terkena suatu dampak, maka ekosistem tersebut akan mudah rusak dan sukar untuk kembali pulih seperti keadaan sebelumnya (Barkey, 2005).
Penelitian-penelitian mengenai tingkat kepekaan lingkungan dalam berbagai bidang kajian telah banyak dilakukan, antara lain oleh Ali et a1 (2006) menyusun model spasial untuk diaplikasikan dalam penentuan zona tingkat kerentanan lingkungan. Wilayah studi adalah pulau Pramuka, pulau Panggang dan pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang sering terkena tumpahan minyak. Konsep model spasial yang digunakan adalah proses tumpang susun masingmasing parameter fisik dinamika pesisir dimana setiap data spasial parameter fisiknya diperoleh dari citra SPOTS, peta batimetri dan informasi tinggi dan perioda gelombang. Peringkat setiap parameter fisik ditentukan dari hasil kajian analitik gelombang, arus pasut, batimetri dan arus menyusur pantai. Hasil akhimya adalah peta zonasi tingkat kerentananan lingkungan yang dibagi menjadi tiga kelas yaitu agak rentan, rentan dan sangat rentan. Barkey (2005) memetakan IKL wilayah pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Pemetaan ini dilakukan bersamaan dengan adanya rencana pemasangan jalur pipa darat hingga laut dari lapangan minyak Banyu Urip di Kabupaten Bojonegoro ke fasilitas pantai di Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Daerah pesisir Kabupaten Tuban merupakan daerah yang potensial terkena dampak pencemaran minyak. Pemetaan IKL juga dilakukan di negara-negara maju seperti India, Jepang dan Amerika Serikat. Saxena et a1 (2002) dari Universitas Osmania, Hyderabad, India memetakan IKL melalui integrasi penginderaan jauh dengan SIG di pesisir Barat India. Teluk Kakinada merupakan daerah estuari, memiliki green-belt mangrove yang terdiri dari 15 spesies mangrove, 8 famili dan 10 genus. Sumber data citra yang digunakan adalah citra satelit IRS ID (LISS-111). Gas alam dan
petrolium yang terkandung dalam teluk Kakinada mengakibatkan ancaman yang cukup serius bagi lingkungan. Ancaman terhadap kerusakan lingkungan juga berasal dari aktifitas penduduk seperti pemukiman, industri dan tempat rekreasi di pinggiran teluk Kakinada sehingga diperlukan tindakanpreventifdengan memetakan IKL. Penilaian IKL berdasarkan parameter fenomena pasang surut dan energi gelombang, kemiringan garis pantai, dan produktivitas sumberdaya alam. Beberapa penelititan mengenai IKL sebelumnya, tennasuk juga tiga contoh aplikasi di atas, telah menggabungkan faktor ekologi, biofisik perairan dan faktor sosial. Walaupun demikian, belum dipertimbangkan faktor lain yang mempunyai pengaruh ataupun dampak buruk terhadap adanya pencemaran minyak pada perairan sekitar kawasan pesisir pantai. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik fisik pantai dan tempat-tempat yang bemilai penting bagi manusia.
2.5.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
2.5.1. Definisi SIG Sistein Informasi Geografis adalah sistem komputer untuk memasukkan (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan, data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di pennukaan bumi (Rice, 2000 in Prahasta, 2001). SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG adalah sistem yang dirancang untuk menyimpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana
lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kntis untuk dianalisis (Aronoff, 1989) 2.5.2. Peranan dan manfaat SIG Penggunaan SIG pada pengelolaan sumber daya alam sangat dianjurkan dan telah dikembangkan untuk berbagai tipe sumber daya alam yang ada. Keuntungan pengunaan SIG pada perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam antara lain adalah mampu mengintegrasikan data dari berbagai fonnat data (grafik, teks, digital, dan analog) dari berbagai sumber, kemampuan yang baik ddam pertukaran data diantara berbagai macam disiplin ilmu dan lembaga terkait. Penggunaan SIG juga dapat memproses dan menganalisis data lebih efisien dan efektif dari pada dikerjakkan secara manual. SIG ineinberikan kemudahan dalam permodelan, pengujian dan perbandingan beberapa altematif kegiatan sebeluin dilakukan aplikas (Prahasta, 2001). 2.5.3. Komponen SIG Sistem Informasi Geografis meinbutuhkan beberapa komponen dalam pengoperasian data spasial maupun atribut geografis bumi. Komponen sistein komputer, meliputi perangkat PC dan operating sytem ( 0 s ) yang dapat menjalankan SIG. OSyang digunakan berbasis Windows untuk PC. Perangkat tambahannya adalah monitor dan printer untuk interpretasi peta. Perangkat lunak SIG terdiri dari program-progam yang dapat mengendalikan Hardware dalam mengintegrasikan data. Pada umumnya menu yang digunakan dalam pengolahan SIG adalah menu grafis dan perintah-perintah garis. Perangkat lunak dan perangkat keras hams diimbangi dengan tujuan yang
jelas dalam menggunakan SIG. Untuk itu diperlukan sistem managemen. Managemen ini meliputi sistem managemen data, segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menunjang SIG. Suatu proyek SIG dapat berhasil jika dikelola dengan baik. Managemen ini membutuhkan keahlian, basis data dan struktur organisasi yang bagus (Chang, 2004). 2.5.4. Jenis data SIG
SIG menggunakan dua jenis data, yaitu:
1). Data spasial Jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek keruangan dari fenomena yang bersangkutan. Setiap data spasial dalam SIG mengacu ke dalarn bentuk lapisan data atau bidang data. Setiap lapisan terdiri dari tiga tipe segrnen data (entity) antara lain: titik (point), garis (line), ruang (polygon) (Prahasta, 2001). 2). Data Atribut atau data Non-Spasial Jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya (Prahasta, 2001). Aspek deskriptif ini mencakup items dan properties dari fenomena yang bersangkutan hingga diinensi waktunya. 2.5.5. Struktur data raster dan analisis Cell Base Modelling
Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri termasuk koordinatnya yang unik di sudut grid (pojok), di pusat grid, atau di tempat yang lainnya. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran piksel (grid
cell) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya (Prahasta, 2001). Salah satu analisis spasial dalam SIG yang dapat digunakan untuk memodelkan keadaan di alam adalah Cell Base Modeling (ESRI, 2002 in Pasek, 2007). Ada dua model yang dikenal dalam analisis spasial, yaitu representation
models adalah model yang merepresentasikan objewkenampakan di alam seperti bangunan dan hutan. Process Models adalah model yang menggambarkan interaksi dari objek bumi yang terdapat dalam Representation Models. Beberapa tipe dari process models antara lain : 1). Suitability Modelling, analisis spasial ini bertujuan untuk menentukan lokasi
yang paling optimum.
2 ) Distance Models, analisis ini bertujuan untuk menentukan jarak yang paling efisien dari suatu lokasi ke lokasi yang lain.
3). Hidrologic Modelling, aplikasi analisis ini adalah untuk menentukan arah aliran air di suatu lokasi.
4). Surface Modelling, salah satu aplikasi analisis ini adalah untuk mengkaji tingkat penyebaran polusi di suatu lokasi. Keseluruhan model tersebut akan lebih efisisen bila dilakukan pada data raster, selanjutnya analisis spasial pada data raster tersebut disebut Cell Base
Modelling karena metode ini bekerja berdasarkan sel atau piksel (ESRI, 2002). 2.6.
Penginderaan jauh
2.6.1. Definisi dan konsep dasar penginderaan jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1998). Lindgren (1985) in Sutanto (1992) penginderaan jauh adalah berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi khususnya radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan Gambar 1 tentang sistem penginderaan jauh, sensor dipasang pada wahana berupa pesawat terbang, satelit, pesawat ulang-alik atau wahana lain. Obyek yang di indera adalah permukaan bumi. Sensor memiliki karakteristik spektral dan karakteristik spasial. Karakteristik spektral berhubungan dengan lehar band dimana suatu sensor mempunyai lebar band yang lebih kecil dari sensor yang lain maka sensor tersebut mempunyai resolusi spektral yang lebih tinggi.
Sumber : Sutanto (1992) Gambar 1. Penginderaanjauh dengan energi elektromegnetik dan alat yang digunakan dalam proses perolehan serta analisis data sumber daya al& (Sutanto, 1992). -
Secara umum proses dan elemen yang terkait di dalam sistem penginderaan jauh sangat berhubungan untuk surnber daya alam. Hal ini meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bwni dan wahana sensor. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial untuk menganalisis data sensor numerik (Sutanto, 1992).
2.6.2. Citra satelit Formosat-2 Satelit Formosat-2 merupakan satelit resolusi tinggi yang diluncurkan pada tanggal 20 Mei 2004 di bawah operasional National Space Organization of Taiwan. Formosat-2 memiliki orbit yang sangat spesifik sehingga dapat merekam citra permukaan bumi setiap hari (Orbit Geosyncrhonous) dengan sistem pencahayaan dari sun-syncrhonous orbit dan sudut penyapuan area1AFOV (angular field of view) yang sama. Resolusi spasial dari Formosat-2 adalah 8 meter untuk kana1 multispektral ( b h , hijau, merah dan infia merah) sedangkan untuk yang monospekhal (panchromatic) memiliki resolusi spasial2 meter dengan luasan cakupan 24 x 24
km2. Satelit ini memiliki resolusi temporal satu hari dan merekam data pada pukul09. 30 waktu setempat setiap harinya (http:l/www. spotiinare. friweblenl2294-~nyljormosat-2). Karakteristik satelit Formosat-2 dapat dilihat
pada Tabel. 1
Tabel 1. Karakteristik satelit Formosat-2
Sumber : httv:ilwww. svotirnage. fdwebieni2294-~nvFormosat-2