DISAIN KENDALI LAJU ALIRAN UDARA DAN SISTEM PENGUMPAN BAHAN-BAKAR BIOMASSA BERBASIS FUZZY PADA PENGERING JAGUNG ERK-HYBRID
MUH. TAHIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Disain Kendali Laju Aliran Udara dan Sistem Pengumpan Bahan-bakar Biomassa berbasis Fuzzy pada Pengering Jagung ERK-Hybrid adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor,
Agustus 2009
Muh. Tahir NRP F151070011
ABSTRACT Muh. Tahir. Design of the Air Flow Rate and Feeder System of Biomass Fuel Controller base on Fuzzy for Hybrid Greenhouse Effect Corn Dryer. Under direction of I Dewa Made Subrata and Y. Aris Purwanto Spesifically, the term of this drying refers to the removal of relatively small amount of moisture from an agriculture commodities by evaporation. Therefore, drying involves both heat (energy) and mass transfer operations simultaneously. The optimum condition of air (hot, dry and moves) used in this drying could be gained through controlling methods, one of them is Fuzzy Logic Controller (FLC). The FLC has been arranged of four inputs namely temperature error, RH error and each error change. The process of fuzzy yield two outputs and used to control the air flow rate and feeder system of biomass fuel in Hybrid Greenhouse Effect Corn Dryer. Devices such as biomass stove, AC motor driver, DC motor driver feeding for mechanism and microcontroller base measurement system have been designed under this research. The testing of the FLC on Hybrid-Greenhouse Effect dryier with 1526 kg of corn yields average drying air of 46.8 oC with deviation of 3.6 oC to the desired temperature. The average relative humidity of 41,8 % provides deviation of 6.1 % to the desired RH and both parameter needs 10 menit rising time to each desired value (47 oC and 45 %RH). The fuzzy controlling yields air flow rate of 1.25 m/sec and rotation speed of feeder 0.95 RPM. Biomass energy had the greater portion; 85.2% of the total energy consumption and 12.3 kg/hour rate of feeding. Solar and electrical energy consumption had portion of 9.6% and 5.2% respectively. The specific energy consumption (SEC) of this drying was 13.7 MJ/kg with drying efficiency 2.87%. The air drying condition which resulted by fuzzy controlling could increase the drying rate of 1.30 %db/hour as indicator of the drying effectiveness. Keywords: fuzzy logic controller, biomass stove, hybrid-greenhouse effect, dryer, corn.
RINGKASAN Muh.Tahir. Disain Kendali Laju Aliran Udara dan Sistem Pengumpan Bahanbakar Biomassa berbasis Fuzzy pada Pengering Jagung ERK-Hybrid. Dibimbing oleh I Dewa Made Subrata dan Y. Aris Purwanto. Secara khusus pengeringan diartikan sebagai proses pemindahan air dari komoditas hasil pertanian melalui proses penguapan. Pengeringan mencakup proses pindah panas (energi) dan pindah massa dalam operasi yang kontinyu. Kondisi udara pengering yang optimum dapat diperoleh melalui metode pengendalian, salah satu metode pengendalian yang dapat digunakan adalah kendali logika fuzzy (KLF). Kendali logika fuzzy disusun dari empat buah input yaitu error suhu, error RH dan laju errornya masing-masing. Proses fuzzynya menghasilkan dua buah keluaran yang digunakan untuk mengendalikan laju aliran udara dan sistem pengumpan bahan-bakar biomassa pada pengering jagung Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid. Peralatan yang didisain meliputi tungku biomassa, driver motor AC, driver motor DC pengumpan tongkol dan mikrokontroler untuk sistem pengukuran. Pengujian sistem kendali logika fuzzy pada pengeringan dengan beban menghasilkan suhu rata-rata udara pengering 46,8 oC dengan simpangan 3,6 oC dan RH rata-rata udara pengering 41,8 % dengan simpangan 6,1 % serta waktu 10 menit untuk mencapai nilai masing-masing set point. Pengendalian pada nilai masing-masing set point menghasilkan rata-rata laju aliran udara 1,25 m/detik dan rata-rata putaran motor pengumpan 0,95 RPM. Bahan bakar biomassa merupakan konsumsi energi terbesar yakni 85,2% dari total konsumsi energi dengan laju pengumpanan 12,3 kg/jam. Konsumsi energi surya dan listrik masing-masing sebesar 9,6% dan 5,2%. Konsumsi energi spesifik (KES) sebesar 13,7 MJ/kg dengan nilai efisiensi pengeringan sebesar 2,87%. Kondisi udara pengering yang terbentuk melalui pengendalian logika fuzzy mampu meningkatkan laju penurunan kadar air bahan sebesar 1,30 %bk/jam yang merupakan indikator efektifitas pengeringan. Kata kunci: kendali logika fuzzy, tungku biomassa, efek rumah kaca-hybrid, pengering, jagung.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DISAIN KENDALI LAJU ALIRAN UDARA DAN SISTEM PENGUMPAN BAHAN-BAKAR BIOMASSA BERBASIS FUZZY PADA PENGERING JAGUNG ERK-HYBRID
MUH. TAHIR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc.
Judul Tesis
: Disain Kendali Laju Aliran Udara dan Sistem Pengumpan Bahan-bakar Biomassa berbasis Fuzzy pada Pengering Jagung ERK-Hybrid.
Nama NRP
: Muh. Tahir : F151070011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan (TMP)
Dr. Ir. Radite P.A. Setiawan, M.Agr
Tanggal Ujian : 30 Juli 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus : 25 Agustus 2009
PRAKATA Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tulisan ini menyajikan kegiatan dengan judul ”Disain Kendali Suhu dan Kelembaban Relatif Udara berbasis Logika Fuzzy pada Pengering ERK-Hybrid”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku ketua peneliti pada proyek penelitian KKP3T atas bimbingannya yang sangat berharga bagi penulis selama pendidikan dan penelitian, Bapak Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, MAgr selaku ketua komisi pembimbing atas segala koreksi, bimbingan dan motivasinya, Bapak Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan masukan-masukan dalam penyelesaian tesis, Bapak Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis, atas segala masukan dan saran bagi penulisan tesis ini serta Bapak Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr selaku ketua mayor atas segala masukan dan arahan pada ujian tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI melalui Proyek Penelitian KKP3T Tahap II Tahun 2008 yang telah membantu pembiayaan penelitian ini. Tak lupa ungkapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman TEP angkatan tahun 2007 dan teknisi serta laboran Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Fateta IPB yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Pihak lain yang tidak disebutkan satu per satu. ”Semoga karya ilmiah ini bermanfaat” Demikian sekelumit pengantar untuk penelitian ini dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Bogor,
Agustus 2009 Muh. Tahir
i
RIWAYAT HIDUP Muh. Tahir dilahirkan di Distamar Kanjira pada tanggal 14 Nopember 1972, adalah putra bungsu dari tujuh bersaudara dari Bapak Purn (Alm) Zainuddin Rala dan Ibu Siti Bentoeng. Penulis lulus di SMA Negeri I Takalar, Sulawesi Selatan pada tahun 1993 dan melanjutkan pendidikan ke program sarjana IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) 1993. Menyelesaikan pendidikan sarjana pada Program Studi Teknik Pertanian di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian pada tahun 1998. Penulis mengikuti beberapa pelatihan program penjaringan sosial pada rentang tahun 1998 – 2000. Penulis memperoleh kesempatan mengikuti program magang (kensyuusei) di Pusat Koperasi Pertanian dan Hortikultura Ibaraki Jepang tahun 2000 – 2001. Setelah kembali dari Jepang penulis bekerja dalam bidang hortikultura di dataran tinggi Malino Kabupaten Gowa tahun 2001-2004. Pada tahun 2005 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai dosen di program studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Universitas Negeri Gorontalo. Pertengahan Agustus 2007 penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan di Sekolah Pascasarjana IPB dengan sponsor BPPS Ditjen Dikti.
ii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... viii 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 1.5 Lingkup Penelitian ................................................................................
1 1 3 4 4 4 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Jagung ..................................................................................................... 2.2 Sistem Pengeringan ................................................................................ 2.3 Logika Fuzzy ......................................................................................... 2.4 Inferensi Fuzzy ...................................................................................... 2.4.1 Penentuan gugus fuzzy ................................................................. 2.4.2 Penerapan aturan if-then atau Fuzzy Rules ................................... 2.4.3 Penegasan (Defuzzy) .................................................................... 2.5 Sensor Suhu dan Kelembaban .............................................................. 2.6 Pengubah Digital ke Analog (Digital Analog Converter, DAC) ............ 2.6.1 DAC Penjumlahan Resistor ........................................................... 2.6.2 DAC Jaringan R-2R Ladder ........................................................
5 5 6 9 10 10 11 12 12 14 15 15
2.7 Driver Motor AC ................................................................................... 2.8 Tungku Pembakaran ............................................................................. 2.9 Pindah Panas ......................................................................................... 2.10 Perpindahan Gerak .............................................................................
17 18 18 19
3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................ 3.4 Metode Pengendalian ............................................................................. 3.5 Deskripsi Sistem Pengeringan dan Pengendalian ................................... 3.6 Parameter ukur ...................................................................................... 3.7 Perhitungan Performansi Teknis ...........................................................
21 21 21 21 22 24 25 26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 30 4.1 Disain Tungku dan Pengumpan Tongkol Jagung ................................ 30 4.2 Hasil Disain Tungku dan Pengumpan Biomassa .................................... 31
iii
4.3 Disain Driver Motor DC dengan DAC0808 ........................................... 4.4 Disain Driver Motor AC ....................................................................... 4.5 Hasil Disain Sistem Kendali Logika Fuzzy ............................................ 4.5.1 Perangkat Keras ............................................................................. 4.5.2 Perangkat Lunak .......................................................................... 4.6 Skema Disain Kendali Logika Fuzzy pada Pengering ERK-Hybrid ...... 4.7 Uji Kinerja Tungku ................................................................................ 4.8 Uji dan Kalibrasi Sensor SHT75 ........................................................... 4.9 Uji Fungsi Keypad, LCD dan Akuisisi Data........................................... 4.10 Uji Fungsi Driver Motor DC .............................................................. 4.11 Uji Fungsi Driver Motor AC .............................................................. 4.12 Uji Sistem Kendali Logika Fuzzy pada Pengering ERK-Hybrid ......... 4.12.1 Uji sistem kendali logika fuzzy tanpa beban pengeringan ........ 4.12.2 Uji sistem kendali logika fuzzy dengan beban pengeringan .....
32 33 34 34 39 41 43 43 44 46 47 48 48 50
5. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 59 5.1 Simpulan ............................................................................................... 59 5.2 Saran ..................................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61 L A M P I R A N ............................................................................................... 64
iv
DAFTAR TABEL Halaman
1. Nilai koefisien konversi RH .......................................................................... 14 2. Koefisien konversi temperatur berdasarkan SOT ........................................... 14 3. Koefisien konversi temperatur berdasarkan VDD .......................................... 14 4. Konfigurasi pin LMB162A .......................................................................... 36 5. Perubahan suhu outlet dan inlet air dalam bak................................................ 43 6. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung pipilan ................. 55
v
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Fungsi keanggotaan fuzzy; triangular dan trapesium ................................... 11 2. Proses Fuzzifikasi ......................................................................................... 11 3. Proses Evaluasi Aturan ................................................................................ 12 4. Proses Penegasan ......................................................................................... 12 5. Sensor SHT11(a) dan SHT75(b) dan rangkaiannya ...................................... 13 6. DAC Penjumlahan Resistor 4 bit biner ........................................................ 15 7. DAC R-2R Ladder 4 bit biner ....................................................................... 15 8. Skema DAC 0808 (MC1408) ....................................................................... 16 9. Rangkaian output dengan impedansi input yang rendah ................................ 17 10. Pin LM 339 .................................................................................................. 17 11. Rangkaian triac optocoupler ....................................................................... 18 12. Perpindahan titik P, A dan B ....................................................................... 20 13. Translasi gerak P2 dan P4 ............................................................................. 20 14. Algoritma pengendalian dengan logika fuzzy ............................................ 22 15. Tungku pembakaran tongkol jagung ........................................................... 30 16. Disain mekanisme pengumpan tungku ........................................................ 31 17. Unit Tungku dengan Pengumpanan Kincir .................................................. 32 18. Rangkaian khas DAC 0808 dengan Op-Amp ............................................... 33 19. Rangkaian driver motor AC untuk kipas ..................................................... 33 20. Skema teknik delay bentuk gelombang tegangan AC ................................ 34 21. Konfigurasi sensor SHT75 pada DT51 Petrafuz ......................................... 35 22. Konfigurasi LCD pada DT51 Petrafuz ........................................................ 36 23. Konfigurasi Keypad pada DT51 Petrafuz .................................................. 37 24. Konfigurasi driver motor DC pada DT51 Petrafuz ...................................... 37 25. Regulator tegangan 2N3055 dengan pendingin ......................................... 37 26. Rangkaian Zero Crossing Detector tegangan AC ...................................... 38 27. Akuisisi Data DT51 Petrafuz dengan Personal Komputer .......................... 38 28. Antar muka simulasi algoritma fuzzy ........................................................ 40
vi
29. Skema Disain Kendali Logika Fuzzy pada Pengering ERK-Hybrid ........... 42 30. Perbandingan suhu udara ............................................................................. 44 31. Perbandingan RH udara ................................................................................ 44 32. Tampilan mode suhu dan RH dua buah sensor ............................................ 45 33. Tampilan mode input set point suhu dan RH ............................................... 45 34. Tampilan suhu, RH dan set point pada disain antar muka .......................... 45 35. Hubungan nilai digital dengan tegangan DC keluaran ................................ 46 36. Hubungan suhu udara & putaran motor DC ............................................... 46 37. Hubungan nilai digital dengan tegangan AC keluaran ................................ 47 38. Hubungan RH udara dan kecepatan aliran udara ......................................... 48 39. Pola dan sebaran suhu udara pengering tanpa beban ................................... 48 40. Pola putaran motor pengumpan pada pengeringan tanpa beban ................. 49 41. Pola dan sebaran RH udara pengering tanpa beban ................................... 49 42. Pola laju udara keluar pada pengeringan tanpa beban ................................ 50 43. Pola dan sebaran suhu udara pengering dengan beban ................................ 51 44. Pola pengendalian putaran motor pada pengeringan dengan beban ........... 51 45. Pola dan sebaran RH udara pengering dengan beban ................................ 52 46. Pola pengendalian laju aliran udara pada pengeringan dengan beban ........ 53 47. Pola dan sebaran suhu maupun RH udara ruang pengering ....................... 54 48. Penurunan kadar air pada beberapa titik pengukuran ................................ 54 49. Komposisi penggunaan jenis energi pada pengeringan ............................. 55 50. Kemacetan aliran bahan-bakar pada garis ab ............................................... 57
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Perhitungan performansi teknis .................................................................... 65 2. Perintah dalam bahasa Assembly ................................................................. 68 3. Perintah dalam bahasa Delphi 7.0 ................................................................. 84 4. Perintah Assembly Driver motor AC ........................................................... 98 5. Skema titik pengukuran tampak samping ..................................................... 100 6. Skema titik pengukuran tampak atas .............................................................. 101
viii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan tanaman pangan penting selain padi dan gandum. Beberapa daerah di Indonesia menggunakan jagung sebagai makanan pokok dan atau substitusi. Selain digunakan sebagai bahan makanan karena mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, tanaman jagung juga digunakan sebagai pakan ternak (hijauan atau biji), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal istilah tepung jagung atau maizena), bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Pengembangan hasil tanaman jagung sebagai komoditas perdagangan dan industri menyebabkan pentingnya aspek pengeringan sebagai pra pengolahan pada tahap pasca panen menuju pengolahan industri. Rachman (2002) didalam Mulyantara (2008) menyebutkan bahwa kebutuhan jagung cenderung meningkat dengan laju 0,34% per tahun seiring dengan pesatnya permintaan jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak yang membutuhkan kontinuitas pasokan. Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber energi, material, dan teknologi yang dibutuhkan. Oleh karena itu jenis pengering akan sangat bervariasi dan sifatnya khusus terutama dalam kaitannya dengan jenis komoditas atau produk yang akan dikeringkan. Lebih dari 400 jenis pengering telah dilaporkan pada literatur dan lebih dari 100 jenis telah tersedia di pasaran umum (Mujumdar et al., 2001). Jenis alat pengering yang banyak dikembangkan adalah pengering efek rumah kaca (ERK) yang memadukan kolektor panas surya sebagai pembangkit panas udara dengan ruang pengering untuk mengurangi biaya konstruksi (Abdullah, 1993, 2007). ERK dapat dibangun dalam berbagai konfigurasi tergantung pada jenis komoditas yang dikeringkan, luas lahan tersedia, intensitas dan lama penyinaran surya. Sumber pembangkitan panas udara dapat dikombinasikan dengan sumber energi lain sehingga disebut dengan pengering ERK-Hybrid. Pengeringan yang efektif dapat terjadi jika kondisi udara pengering ideal terpenuhi yakni panas, kering dan bergerak. Ketiga kondisi udara tersebut saling
1
berkaitan secara erat dan sangat perlu untuk menjaga masing-masing faktor berada pada kondisi yang tepat. Istilah untuk tingkat kekeringan udara adalah kelembaban, semakin rendah tingkat kelembaban berarti semakin kering udara tersebut. Kelembaban relatif (Relative Humidity, RH) udara merupakan istilah yang paling sering digunakan yang menyatakan rasio antara uap air dalam udara dengan kondisi udara yang jenuh dengan air. Penerapan ketiga kondisi udara yang tepat secara terusmenerus pada proses pengeringan menyebabkan waktu tempuh untuk mencapai suatu tingkat kandungan air bahan yang dikeringkan menjadi lebih singkat. Perbandingan antara perubahan kandungan air bahan dengan waktu yang dibutuhkan disebut dengan istilah laju penurunan kandungan air bahan. Semakin besar nilai laju penurunan kandungan air bahan menunjukkan proses pengeringan yang efektif dan semakin kecil nilai laju pengeringan bahan menunjukkan proses pengeringan yang kurang efektif. Dengan demikian maka laju penurunan kadar (kandungan) air bahan atau disebut juga laju pengeringan merupakan faktor yang dijadikan indikator efektifitas pengeringan. Pengeringan merupakan proses yang dinamis menyangkut penggunaan energi dan kondisi udara yang akan memindahkan sejumlah tertentu kadar air bahan. Penggunaan energi sangat intensif sebagai akibat dari panas laten penguapan yang tinggi dan ketidakefisienan penggunaan udara panas sebagai media pengering (paling umum). Berbagai kajian melaporkan bahwa konsumsi energi nasional untuk operasi pengeringan di industri berkisar dari 10-15% untuk Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Inggris dan hingga 20-25% untuk Denmark dan Jerman. Konsumsi energi dalam pengeringan berkisar dari nilai terendah di bawah 5% untuk industri proses kimiawi dan hingga 35% untuk operasi pembuatan kertas, (Mujumdar et al., 2001). Tungku biomassa dalam pengeringan ditujukan untuk menyediakan panas baik ketika intensitas penyinaran surya berkurang atau tidak tersedia sama sekali. Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi dimaksudkan untuk memanfaatkan bahan bakar yang tersedia secara lokal dan berpotensi sebagai limbah sehingga biaya operasional pengeringan dapat ditekan serendah mungkin. Berbagai sumber yang berpotensi sebagai energi biomassa adalah limbah pertanian (tongkol jagung, sekam, dll.), limbah perkebunan (kayu, sabut & tempurung kelapa, dll), limbah peternakan (kotoran ternak sebagai biogas, dll.) dan limbah beberapa jenis industri, (Abdullah dkk., 1998).
2
Mulyantara (2008) menguji tungku biomassa model silinder dengan tipe pengumpan
sistem
auger
(screw
conveyor)
pada
pengering
ERK-Hybrid.
Pengumpanan kontinyu secara mekanis masih sulit dilakukan dan digantikan dengan cara manual karena rancangannya yang belum sempurna. Konsumsi energi pada pengering ERK-Hybrid selama proses pengeringan berasal dari energi radiasi surya, biomassa dan listrik. Pengeringan kakao dengan rak berputar membutuhkan konsumsi energi spesifik sebesar 7,9 – 9,9 MJ/kg (Nelwan, 2005). Sedangkan Mulyantara (2008) melaporkan pengeringan jagung pipilan dengan silinder berputar membutuhkan konsumsi energi spesifik sebesar 6,03 – 8,01 MJ/kg. Konsumsi energi surya akan sangat tergantung pada kondisi cuaca dan iklim setempat. Persentase konsumsi energi surya pada kedua percobaan pengeringan berlainan komoditas tersebut masing-masing berkisar 10,7 – 16,4% dan 13,78 – 15,01%. Persentase energi biomassa dan listrik oleh Mulyantara (2008) masing-masing berkisar 76,59 – 79,36% dan 6,87 – 8,39%. Serta laju penggunaan tongkol jagung rata-rata sebesar 5,57 kg/jam. Diduga konsumsi energi spesifik masih bisa diperkecil apabila pemasukan energi tambahan (biomassa) dilakukan dengan sistem kendali sesuai kebutuhan. Penggunaan energi pada pengering ERK-Hybrid yang dilakukan tanpa pengendalian dapat mengakibatkan ketidakoptimalan penggunaan energi. Sehingga dipandang perlu menerapkan suatu sistem kendali yang secara pintar dapat mengatur penggunaan energi biomassa dan energi listrik sesuai dengan tingkat kebutuhan proses pengeringan. 1.2 Perumusan Masalah Kondisi udara pengering yang optimum pada sistem pengeringan ERK-Hybrid dapat diperoleh dengan cara: -
mengendalikan pengumpanan bahan bakar biomassa (tongkol jagung) pada sistem tungku sesuai dengan tingkat suhu udara pengeringan yang diharapkan.
-
mengendalikan laju aliran udara yang menyebabkan kondisi RH ruang pengering rendah sehingga proses pengeringan berlangsung efektif.
-
menerapkan metode pengendalian logika fuzzy untuk mengakomodasi kedua point cara memperoleh kondisi udara pengering ideal tersebut secara kontinyu. Studi
3
pustaka menunjukkan bahwa metode binary tidak dapat diterapkan karena memiliki pola pengendalian yang tidak kontinyu. Sementara metode ProporsionalIntegral-Derivatif (PID) sebagai penyempurnaan metode binary (On/Off) untuk kasus kontinyu membutuhkan data respon transien pada metode binary sebagai dasar perhitungan konstanta PID. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Melakukan rancangan dan pengujian sistem kendali logika fuzzy untuk pengeringan jagung pipilan pada pengering jagung ERK-Hybrid. 1.3.2 Tujuan Khusus o Merancang unit tungku dan sistem pengumpanan tongkol jagung secara mekanis. o Merancang perangkat keras kendali laju aliran udara keluar dan sistem pengumpanan bahan bakar biomassa (tongkol jagung). o Merancang perangkat lunak sistem kendali dengan logika fuzzy berbasis komputer dan mikrokontroler. o Melakukan uji performansi sistem pengering secara keseluruhan. 1.4 Manfaat Penelitian o Tersedianya rancangan sistem pengumpan tongkol jagung secara mekanis dan terkendali pada suatu unit tungku. o Proses pengeringan yang lebih efektif dari segi waktu pada pengering jagung ERK-Hybrid dengan adanya kondisi udara pengering yang optimum. o Tersedianya rancangan pengendalian algoritma fuzzy pada pengering ERK-Hybrid skala lapangan. 1.5 Lingkup Penelitian Penelitian mencakup perangkat keras meliputi disain tungku dan sistem pengumpan tongkol jagung, disain sistem mikrokontroler, disain sistem akuisisi data dan perangkat lunak meliputi disain antar muka akuisisi data, pemrograman logika fuzzy, pembacaan sensor, LCD dan keypad. Serta pengujian sistem kendali logika fuzzy pada pengering jagung ERK-Hybrid.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung Jagung (Zea mays L) merupakan tanaman semusim yang termasuk famili rumput-rumputan. Selain jagung, tanaman lain yang termasuk dalam famili yang sama adalah gandum, barley, gandum hitam, dan sorgum (Wallace et al., 1949). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman. Bunga jantan tumbuh dibagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescene) dengan serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Sedangkan bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh dari ruas/buku diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif dan disebut sebagai varietas profilik. Biji jagung kaya akan karbohidrat, yang sebagian besar terdapat pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80 % dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin (Estiningrum, 2007). Kondisi pengeringan biji jagung yang direkomendasikan (Chakraverty & Singh, 2001) diantaranya pemanasan maksimum suhu udara pengering yang akan mengenai bahan untuk benih 43 oC, pangan 54 oC dan pakan 82 oC. Kedalaman bak jagung untuk model pengeringan statis dengan udara yang dipanaskan adalah 40-60 cm. Laju aliran udara minimum yang dibutuhkan pada kadar air 20-30% adalah 2,4-4,0 m3/menit. Serta kadar air jagung saat pemanenan untuk pengeringan jemur sebesar 25% dan untuk pengeringan dengan udara yang dipanaskan sebesar 35%. Dari aspek persyaratan mutu biji jagung untuk pedagangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Sulikah, 2007). Persyaratan kulitatif jagung meliputi: produk harus terbebas dari hama dan penyakit, produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam), produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida, memiliki suhu normal. Sedangkan persyaratan kuantitatif diantaranya kadar air untuk mutu I dan II sebesar 14% , mutu III sebesar 15% dan mutu IV sebesar 17%.
5
2.2 Sistem Pengeringan Terdapat banyak jenis mesin pengering yang sering digunakan dalam proses pengeringan untuk berbagai kriteria diantaranya dari aspek modus operasi, jenis masukan panas, keadaan bahan dalam mesin pengering, tekanan operasi, media pengeringan
(konveksi),
suhu
pengeringan,
jumlah
tahapan
dan
lainnya.
Pengelompokan mesin pengering berdasarkan mode masukan energi panas dibedakan atas mesin pengering langsung dan mesin pengering tak-langsung (Mujumdar et al., 2001). Pengering yang banyak dikaji akhir-akhir ini adalah sistem pengeringan yang memanfaatkan efek rumah kaca (ERK) yang menggunakan sumber energi terpadu dari jenis surya, listrik dan biomassa (Hybrid). Pada sistem pengeringan ini, Nelwan (2005) melakukan simulasi penggunaan energi untuk parameter suhu dan kelembaban udara pengering dengan kendali logika fuzzy pada pengering yang perbesar (scale up) hingga kapasitas 500 kg. Skenario yang dihasilkan terdiri atas tiga pilihan yakni (1) pada skenario VI: suhu udara pengeringan 55 oC dan RH 35 %, (2) skenario VII: suhu udara pengeringan 45 oC dan RH 50 % dan (3) skenario VIII: suhu udara pengeringan 40 oC dan RH 70 %. Hasil masing-masing skenario menyebabkan perubahan laju pembakaran tungku dan laju udara pengeringan yang bervariasi. Lama pengeringan untuk skenario VI; 16,5 jam, skenario VII; 26 jam dan skenario VIII; 39 jam. Laju pembakaran untuk skenario VI, VII dan VIII adalah 12, 7 dan 3 kg/jam. Kondisi suhu dan RH udara lingkungan dan ruang pengeringan dalam penelitian Mulyantara (2008) memberikan kisaran suhu lingkungan antara 28,7 – 38,7°C dengan rata-rata suhu sebesar 33,5°C, pengujian II mempunyai suhu antara 31,3 – 37,9°C dengan rata-rata suhu 34,7°C, dan pada pengujian III suhu berlangsung antara 30,7 – 37,4°C, dengan rata-rata suhu adalah 34,9°C. Kelembaban relatif (RH) lingkungan pengujian I berkisar antara 62,1 – 98,1%, pengujian II mempunyai kisaran 65,9 – 82,5% dan pengujian III antara 58,7 – 80,3% dengan rata-rata RH masing-masing berturut-turut adalah 79,4%, 76,1%, dan 69,7% . Omid et al., (2006) melakukan pengeringan gabah dengan model lapisan tipis pada sebuah pengering dengan teknik kontrol suhu dan kelembaban udara. Dengan menggunakan sensor suhu LM35 dan sensor kelembaban kapasitif yang ditempatkan
6
setelah rak bahan, sistem pengontrolan mampu mempertahankan suhu pada tingkat yang digunakan; 30, 40, 50, 60 dan 70 oC. Bahan dengan kadar air awal 27%bk dan tingkat suhu yang digunakan 50, 60, 70 oC, pengeringan berlangsung dalam waktu 100 – 160 menit. Kecepatan udara yang digunakan pada tingkat yang berbeda yakni 0,25, 0,5, 0,75 dan 1 m/detik. Kecepatan udara optimum yang diperoleh pada tingkat 0,75 m/detik menunjukkan korelasi yang kuat antara suhu dengan laju pengeringan. Hendarto (2008) melakukan pengeringan biji jagung pada Instore Drying (ISD) dengan teknik kontrol on/off beralgoritma PID pada blower penghembus udara keluar bin. Kondisi blower on pada saat kadar air kesetimbangan biji jagung (Me) dalam bin yang diasumsikan besarannya sama dengan perhitungan suhu dan kelembaban udara yang terdeteksi melalui sensor SHT75; lebih besar dari kadar air kesetimbangan udara lingkungan.
Dengan memanfaatkan udara lingkungan bersuhu rata-rata 32,8 oC,
jagung dari kadar air 17,6 % dapat dikeringkan hingga kadar air 12,4 % dalam waktu 49 jam. Harital (1999) melakukan kajian pengembangan sistem pengontrolan suhu dengan algoritma PID pada sistem pemeraman buatan (artificial ripening). Terdapat empat tahapan penyusunan program PID sebelum digunakan untuk proses pemeraman yakni program kalibrasi sensor, program respon transien, program pengujian parameter PID dan program pemeraman akhir. Program respon transien disusun berdasarkan data sistem kontrol On/Off sehingga diperoleh data keluaran berupa konstanta (K), waktu integral (Ti), dan waktu diferensial (Td) sebagaimana terlihat pada persamaan dasar aksi kontrol PID berikut.
⎡ de(t ) ⎤ 1 u (t ) = K ⎢e(t ) + ∫ e(t )dt + Td ⎥ Ti dt ⎦ ⎣ dimana u adalah variabel keluaran kontrol, e adalah nilai error parameter kontrol (Set Point-Aktual). Keluaran kontrol sebanding dengan penjumlahan tiga bagian yakni: P (sebanding dengan error), I (sebanding dengan integral error) dan D (sebanding dengan diferensial error). Nizar J.E. (1997) melakukan pengendalian suhu dalam ruang pengering model dengan dan tanpa beban (skala laboratorium). Teknik kontrol logika fuzzy dengan
7
matriks keputusan 3x3, 7x7 dan 11x11 untuk pengeringan tanpa beban menunjukkan bahwa matriks unjuk kerja 11x11 memiliki keluaran yang lebih baik dan halus. Pemberian set point suhu yang berbeda; 45 oC, 50 oC dan 55 oC pada matriks unjuk kerja 11x11 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tiap derajat Celcius pada nilai set point yang lebih tinggi menjadi lebih cepat. Perlakuan beban pengeringan berupa irisan wortel menyebabkan waktu pencapain suhu set point menjadi lebih lama dibandingkan dengan tanpa beban. Senjaya I. (1998) menerapkan sistem kontrol fuzzy untuk mengatur suhu pada ruang pengering model rumah kaca berukuran panjang 36 cm, lebar 36 cm dan tinggi 27 cm. Pengujian dilakukan dengan set point suhu yang berbeda; 40 oC, 50 oC dan 60 o
C serta menghitung RH udara melalui persamaan psychrometric. Hasil menunjukkan
bahwa dari ketiga set point suhu, pengontrolan pada nilai 40 oC memberikan waktu pencapaian yang lebih cepat serta simpangan yang lebih kecil. Kelembaban udara ruang pada set point suhu 40 oC berkisar 58 – 59 %RH, pada suhu 50 oC berkisar 39 – 42 %RH dan pada suhu 60 oC berkisar 30 – 33 %RH. Stawczyk dan Czapnik (2004) mengembangkan sistem kontrol pada pengeringan tipe semprot (spray drying). Sistem kontrol logika fuzzy digunakan sebagai cara praktis untuk mengatasi permasalahan dalam bidang rekayasa khususnya model non linier dan model kompleks tak konsisten (ambiguity). Logika fuzzy mampu memberi solusi pada data diskrit (discrepancies) dan semu (polysemy) ketika pengolahan data real. Logika fuzzy dipandang sebagai suatu metode/alat untuk optimasi parameter operasi pada proses pengeringan. Mansor H., et al., (2008) menerapkan pengontrolan logika fuzzy pada proses pengeringan biji-bijian. Proyek pengering biji-bijian tersebut sebelumnya sulit untuk dikontrol karena panjangnya proses waktu tunda dan karakteristiknya yang non linier. Pengontrolan terdiri atas dua input; error antara kadar air biji-bijian dan set point dan laju perubahan errornya serta satu output fuzzy digunakan untuk menggerakkan laju aliran biji-bijian. Seluruh pengujian menunjukkan hasil yang baik dan kontrol logika fuzzy stabil dan kuat terhadap gangguan (noise) serta respon yang sangat cepat mendekati nilai set point.
8
Lu C., et a.l. (2006) merancang sistem kontrol fuzzy pada alat pengering cepat (microwave) untuk tanaman obat-obatan China. Sistem kontrol juga menggunakan chip prosessor tunggal 8051 dan sensor temperatur model NJL9103. Dengan menerapkan teknik kontrol fuzzy, sistem pengeringan memiliki karakter pintar (intellectualized) dan hanya membutuhkan daya atau energi kecil. Darjat (2008) menerapkan sistem pengendalian suhu dan kelembaban pada mesin pengering kertas dengan logika fuzzy. Sistem kontrol memanfaatkan mikrokontroller Atmega 8535 dengan sensor suhu dan kelembaban SHT11 digunakan untuk memperoleh hasil pengeringan berupa kertas kering ideal dengan suhu 33-35 oC dan kelembaban 41 %. Dengan pengujian 3 nilai set point yang berbeda; 40 oC, 45 oC dan 50 oC, Set point 50 oC memberikan hasil yang bersesuaian dengan suhu kertas 38 o
C dan kelembaban 40,9 %. Sedangkan set point 40 oC dan 45 oC masing-masing
menghasilkan suhu kertas 34,7 oC dan 36,1 oC serta kelembaban 49,2 % dan 43,5 %. 2.3 Logika Fuzzy Sistem fuzzy yang diperkenalkan oleh Prof. L.A. Zadeh di Barkeley pada tahun 1965 adalah teori yang memasukkan seluruh anggota himpunan semesta menjadi anggota suatu himpunan tertentu berdasarkan nilai atau derajat keanggotaan. Berbeda dengan konsep himpunan yang sejak dahulu banyak digunakan, yaitu himpunan crisp yang memiliki batasan yang jelas, himpunan fuzzy tidak memiliki batasan yang jelas (kabur). Himpunan fuzzy (fuzzy sets) merupakan media komunikasi yang berbicara mengenai logika alami dan kompleksitas di antara manusia dan pengetahuan sosial (Marimin, 2002 didalam Nugroho, 2007).
Himpunan fuzzy dan fungsi
keanggotaannya didefenisikan sebagai berikut: “Jika x adalah koleksi dari objek-objek yang dinotasikan sebagai X, maka suatu himpunan fuzzy A dalam x adalah himpunan dari pasangan nilai: A = {(x, µA(x)}|x Є X}, dimana µA(x) disebut sebagai fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy A. Fungsi keanggotaan tersebut memetakan setiap elemen dari x ke sebuah derajat keanggotaan dengan nilai antara 0 dan 1” (Jang et al., 1997 didalam Nugroho, 2007).
9
Logika fuzzy merupakan bagian dari logika boolean, yang digunakan untuk menangani konsep derajat keanggotaan, misalnya derajat keanggotaan bilangan diantara selang 0 dan 1. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan verbal yang disebut label. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses (inferensi fuzzy), yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then, dan penegasan (defuzzy). 2.4 Inferensi fuzzy Sistem inferensi fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy (Marimin, 2002 didalam Nugroho, 2007). Inferensi fuzzy adalah suatu proses perumusan model untuk mendapatkan sebuah keluaran menggunakan logika fuzzy dari suatu masukan.
Model yang ada dapat
dijadikan suatu dasar untuk pengambilan keputusan atau pembedaan pola. Sistem inferensi fuzzy telah berhasil diterapkan pada beberapa bidang seperti kontrol automatis, klasifikasi data, analisis keputusan, sistem pakar dan computer vision. Karena itu, sistem inferensi fuzzy biasa dikenal dengan nama fuzzy-rule-based system, fuzzy expert system, fuzzy modeling, fuzzy associative memory, dan fuzzy logic controllers ([Math works] 2004 didalam Nugroho, 2007). 2.4.1. Penentuan gugus fuzzy Penentuan gugus atau keanggotaan fuzzy melalui suatu fungsi yang memetakan tiap elemen himpunan ke suatu nilai keanggotaan yang besarnya antara 0 dan 1. Beberapa jenis fungsi keanggotaan fuzzy adalah trapezoidal, triangular, gaussian dan sigmoidal.
Jenis trapezoidal adalah fungsi keanggotaan yang
berbentuk trapesium, dan triangular adalah fungsi keanggotaan yang berbentuk segitiga.
Keduanya adalah fungsi keanggotaan yang paling sederhana karena
hanya tersusun dari beberapa garis lurus. Contoh himpunan dan keanggotaan fuzzy; sebuah sistem fuzzy untuk mengukur suhu mempunyai 5 buah membership function dengan label sangat dingin, dingin, hangat, panas dan sangat panas. Nilai yang diperoleh dari crisp input adalah 47 oC maka penentuan gugus fuzzy (fuzzy inputnya) seperti gambar 1 berikut.
10
Gambar 1. Fungsi keanggotaan fuzzy; triangular dan trapesium Dua buah fuzzy input masing-masing adalah dingin (x2) dan hangat (x1) dapat dicari melalui persamaan garis. Kedua nilai berupa x2 dan x1 selanjutnya menjadi fuzzy input bagi proses evaluasi aturan fuzzy atau fuzzy rules. Input Crisp Input Fungsi Keanggotaan
Fussifikasi Input Fuzzy
Gambar 2. Proses Fuzzifikasi 2.4.2. Penerapan aturan if-then atau Fuzzy Rules Fuzzy rules atau banyak dikenal dengan fuzzy if-then rules berbentuk: if ξ is A and ψ is B then γ is C, dimana A, B dan C adalah nilai linguistik yang didefenisikan oleh himpunan fuzzy. “ξ is A” dan “ψ is B” sering disebut sebagai antecendent atau premise, sedangkan “γ is C “ disebut sebagai consequence atau conclusion ([Math Works] 2004 didalam Nugroho, 2007). Proses ini berfungsi untuk mencari suatu nilai fuzzy output dari fuzzy input. Operator yang digunakan dalam penyusunan fuzzy rules dapat berupa AND, OR dan NOT. Operator OR memproses nilai input terbesar dan NOT untuk nilai kebalikan (1- x). Jika operator yang digunakan adalah AND maka input yang diproses adalah input terkecil, misalnya: o If suhu1 is hangat (x1) and suhu2 is dingin (x2) then pengumpan is cepat. Nilai fuzzy output dari pernyataan tersebut adalah x2 karena x2 < x1 pada gambar 1. Ilustrasi proses evaluasi aturan seperti pada gambar 3 berikut ini.
11
Input Fuzzy Aturan
Evaluasi Aturan Output Fuzzy
Gambar 3. Proses Evaluasi Aturan 2.4.3. Penegasan (Defuzzy) Penegasan atau defuzzy merupakan suatu proses pengubahan output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crisp). Terdapat beberapa metode defuzzifikasi, namun yang paling sering digunakan adalah metode centroid dan maksimum (Marimin, 2002 didalam Nugroho, 2007). Ilustrasi penegasan atau defuzzy terlihat pada gambar 4. Fuzzy Output Output Fungsi Keanggotaan
Defuzzifikasi Output Crisp
Gambar 4. Proses Penegasan Rumus yang digunakan dalam proses ini adalah: Crisp Output (Y) =
∑ (fuzzy output ) x (singleton position on x axis ) ∑ ( fuzzy output ) i
i
i
i
..............
(1)
i
2.5 Sensor Suhu dan Kelembaban Sensor yang digunakan adalah SHT11 dan SHT75 yang terdiri atas sensor suhu dan kelembaban yang menyatu dalam satu bentuk fisik (two in one). Sensor SHT11 dan SHT75 adalah sensor digital untuk temperatur sekaligus kelembaban pertama di dunia diproduksi oleh pabrik pembuatnya, Sensirion Corp. Kedua sensor dirancang dengan 2 wire serial antarmuka, output digital dan terkalibrasi penuh.
Sensor SHT11 SHT11 adalah salah satu sensor temperatur dan kelembaban yang dikemas dalam satu chip prosessor dengan spesifikasi sebagai berikut:
12
− Sensor RH dengan selang: 0 – 100% RH, resolusi 0,03%RH, akurasi ± 3,5%RH − Sensor suhu dengan selang: -40 s.d. 123,8oC, resolusi 0,01oC, akurasi ±0,5oC
Sensor SHT75 SHT75 merupakan sensor temperatur dan kelembaban khusus untuk memperoleh kualitas pengukuran yang baik dengan presisi tinggi. Adapun spesifikasi SHT75 ini adalah sebagai berikut: − Sensor RH dengan selang: 0 – 100% RH, resolusi 0,03%RH, akurasi ± 2,0%RH − Sensor suhu dengan selang: -40 s.d. 123,8oC, resolusi 0,01oC, akurasi ±0,4oC Sensor SHT11 dan SHT75 adalah sensor yang terdiri atas 4 pin yakni pin SCK,
pin Data, pin VDD dan pin Ground. Pada modul SHT11 pin SCK berada pada jalur 3, pin Data pada jalur 1, pin VDD pada jalur 8 dan pin Ground pada jalur 4. Sedangkan pada SHT75, Pin SCK berada pada jalur 1, pin Data pada jalur 4, pin VDD pada jalur 2 dan pin Ground pada jalur 3. Pin SCK digunakan untuk serial clock input yang diberi tegangan 5 volt DC yang dihubung seri dengan resistor 10 kΩ. Hal ini sama untuk pin DATA yang merupakan serial data bidirectional. Sedangkan pin VDD dan Ground masing-masing digunakan untuk sumber tegangan dan ground.
Secara
lengkap modul dan rangkaian untuk SHT11 & SHT75 ditunjukkan pada Gambar 5. Untuk mengkonversi nilai output sensor SHT11 dan SHT75 ke nilai RH menggunakan persamaan sebagai berikut, (Sensirion.Corp. 2008): RHlinear = C1 + C2 x SORH + C3 x SORH2
(a)
...........................................................
(2)
(b)
Gambar 5. Sensor SHT11 (a) , SHT75 (b) dan Rangkaiannya
13
Koefisien konversi yang digunakan untuk mengubah nilai output sensor ke nilai RH terdiri atas C1, C2, dan C3. Sedangkan SORH yang digunakan adalah 12 bit seperti terdapat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai koefisien konversi RH, (Sensirion.Corp. 2008). SORH
c1
c2
c3
12 bit
-4
0,0405
-2,8 * 10-6
8 bit
-4
0,648
-7,2 * 10-4
Sedangkan persamaan yang digunakan untuk mengkonversi nilai suhu dari keluaran pembacaan sensor SHT11 dan SHT75 yang berupa digital adalah sebagai berikut: Suhu = d1 + d2 x SOT
............................................................................................
(3)
Koefisien konversi yang digunakan untuk mengubah nilai output sensor ke nilai temperatur terdiri atas d1 dan d2, tabel 3, sedangkan nilai. SOT yang digunakan adalah 12 bit dengan tegangan catu (VDD) adalah 5 Volt seperti pada tabel 2. Tabel 2. Koefisien konversi temperatur berdasarkan SOT, (Sensirion.Corp. 2008) SOT 14 bit 12 bit
d2 (oC) 0,01 0,04
d2 (oF) 0,018 0,072
Tabel 3. Koefisien konversi temperatur berdasarkan VDD, (Sensirion.Corp. 2008) VDD 5V 4V 3,5V 3V 2,5V
d1 (oC) -40,00 -39,75 -39,66 -39,60 -39,66
d1 (oF) -40,00 -39,50 -39,35 -39,28 -39,35
2.6 Pengubah Digital ke Analog (Digital Analog Converter, DAC) Pada sistem kendali dan pengaturan secara digital, data hasil olahan biasanya harus diubah menjadi besaran analog agar dapat menggerakkan peralatan analog seperti motor listrik. Oleh karena itu diperlukan piranti pengubah digital ke analog yang berdasarkan metode konversinya (Dailey, 1989) dapat dibedakan menjadi dua yakni DAC metode penjumlahan resistor dan DAC metode jaringan R-2R Ladder.
14
2.6.1 DAC Penjumlahan Resistor DAC jenis ini menghasilkan sinyal analog berdasarkan penjumlahan nilai resistor (R) secara paralel pada jalur masukan penguat. Ilustrasi rangkaian untuk 4 bit seperti gambar 6 dan tegangan outputnya mengikuti persamaan:
⎛D R D R D R Vo = - VREF ⎜⎜ 1 F + 2 F + .... + n F R2 Rn ⎝ R1
⎞ ⎟⎟ ..................................................... ⎠
(4)
Gambar 6. DAC Penjumlahan Resistor 4 bit (Dailey, 1989) 2.6.2 DAC Jaringan R-2R Ladder DAC jenis ini paling sering digunakan karena hanya membutuhkan dua nilai resistor untuk berbagai masukan biner. Ilustrasi rangkaian seperti gambar 7 berikut.
Gambar 7. DAC R-2R Ladder 4 bit (Dailey, 1989) Persamaan tegangan output (Vo) dari rangkaian pada gambar 7 untuk 4 bit biner adalah:
⎛ R ⎞⎛ D D D D ⎞ Vo = (VREF )⎜⎜1 + F ⎟⎟⎜ 14 + 23 + 32 + 41 ⎟ .................................................... R1 ⎠⎝ 2 2 2 2 ⎠ ⎝ Dimana : R = Resistor dalam Ω D = bit biner VREF = Tegangan referensi dalam volt.
(5)
15
DAC 0808 adalah jenis pengubah digital ke analog jenis R-2R Ladder yakni pemasangan nilai resistor pada jalur inputnya dengan pola R-2R; R = 10 KΩ maka 2R-nya = 20 KΩ.
Pemasangan nilai resistor seperti itu dimaksudkan untuk
mendapatkan Vout yang linier (kenaikan per step nya tetap). Gambar skema dan tampak atas DAC 0808 terlihat pada gambar 8 berikut ini.
IO
Current switches R2-R Ladder
Bias currrent
Gnd
Vref (+) Vcc Reverence Current amplifier
Vref (-)
Compen
NPN Current Source pair
(a.) Diagram blok DAC 0808
(b) Tampak atas
Gambar 8. Skema DAC 0808 (MC1408), (National Semiconductor, 2008) Keluaran arus (Io) dari DAC 0808 (Dailey, 1989) dinyatakan dalam persamaan : IO =
VRe f ⎡ A8 A7 A⎤ + 2 + .... + 81 ⎥ 1 ⎢ R ⎣2 2 2 ⎦
....................................................................
(6)
Pengubah digital ke analog DAC 0808 mengubah data 8-bit arus berkecepatan tinggi menjadi data analog. Dengan menambahkan sebuah rangkaian penguat (Op-amp) ke pin 4 sebagai arus output, keluaran analog dengan impedansi input rendah dapat diperoleh.
Hubungan antara arus output (Io) dengan rangkaian
variabel untuk keluaran penguatan yang positif mengikuti persamaan berikut ini (Basak, 1991).
I O + I O = I FS
...............................................................................................
(7)
16
I ≈− FS
V R
REF
x
REF
255 mA 256
.............................................................................
(8)
Dimana : IFS : arus pada skala (beban) penuh, Amp VREF : Tegangan referensi, Volt RREF : Tahanan resefernsi, Ω
Gambar 9. Rangkaian output dengan impedansi input yang rendah (Basak, 1991) 2.7 Driver Motor AC Driver motor AC adalah rangkaian yang terdiri atas pembanding tegangan (voltage comparator), triac optoisolator dan mikrokontroler. Rangkaian pembanding tegangan menggunakan LM339 dan rangkaian triac optocoupler dengan BTA41 dan MOC3021. LM339 terdiri atas empat pembanding tegangan akurat dan independen dengan spesifikasi tegangan offset rendah sebesar maksimum 2 mV untuk semua komparator. Hal ini dirancang untuk dapat berfungsi pada sumber tegangan tunggal dengan suatu selang tertentu (2 – 36 VDC). 14
13
12
11
10
9
8
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 10. Pin LM 339 (National Semiconductor, 2009) Rangkaian ini ditujukan untuk mendeteksi tegangan nol pada arus yang mengalir (zero crossing detection) sehingga dapat dilakukan teknik kontrol delay.
17
Teknik kontrol (switch) fase tegangan selanjutnya menggunakan triac (BTA/BTB41) yang dirangkai dengan optocoupler (MOC3021) sebagai suplai tegangan bagi motor AC sehingga putarannya dapat divariasikan.
Gambar 11. Rangkaian triac optocoupler (Fairchild Semiconductor Corp. 2003) Jalur ’HOT’ pada rangkaian adalah jalur tegangan yang dikontrol dan beban dihubungkan dengan ’ground’. Tahanan 39 Ω dan kapasitor 0,01 µF sebagai ’snubber’ triac dan tahanan 360 Ω dan kapasitor 0,05 µF sebagai ’snubber’ optocoupler. 2.8 Tungku Pembakaran Tungku dimaksudkan sebagai tempat pembakaran bahan agar energi panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara optimum.
Rancangan tungku sangat
menentukan sempurna tidaknya proses pembakaran berlangsung dan menetukan laju pembakaran bahan. Proses pembakaran sempurna terjadi dari rancangan tungku yang memungkinkan jumlah oksigen tersedia dan kontak dengan partikel karbon pada bahan bakar. Demikian pula pembuangan gas dan sisa hasil pembakaran harus lancar terbuang keluar sistem. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahan tungku dalam kaitannya dengan proses pindah panas baik kedalam sistem yang dikehendaki maupun keluar sistem (lingkungan) yang tidak dikehendaki (Abdullah dkk., 1998). 2.9 Pindah Panas Salah satu aspek penting termodinamika adalah menyangkut kuantitas pindah panas dari sebuah sistem yang berlangsung dalam suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang lainnya. Pertimbangan yang lebih penting dalam fenomena ini adalah laju berlangsungnya pindah panas dalam merancang mesin atau peralatan dimana panas harus dipertukarkan dengan sekitarnya, ukuran peralatan pindah-panas, material
konstruksinya
dan
perlatan
tambahan
yang
dibutuhkan
dalam
pengoperasiannya.
18
Evaluasi-evaluasi yang sering dilakukan meliputi kuantitatif laju-laju dan kuantitas-kuantitas dari panas tersebut dengan tiga mekanisme dasar transfer panas yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Analisis hukum pertama termodinamika pada suatu fluida yang mengalami pindah panas akan menghasilkan (Welty et al., 2004): •
Δq = (m Cp )ΔT ..................................................................................................... dimana
(9)
Δq : laju perpindahan kalor dalam Joule/detik m : laju massa dalam kg/detik Cp : panas jenis fluida dalam J/kgoC ΔT : perbedaan suhu dalam Celcius
Laju pembentukan kalor dari sebuah materi yang mengandung nilai kalor tertentu mengikuti persamaan: •
Δq = m Nk dimana:
...........................................................................................................
(10)
Nk : Nilai kalor materi dalam J/kg
Pembakaran adalah cara yang dikenal paling sederhana dalam proses pemecahan panas (termal) dan merupakan sumber panas secara langsung. Berbagai jenis materi yang dapat melangsungkan proses tersebut dengan cara pembakaran diantaranya biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan dari proses fotositesis baik berupa produk, buangan dan hasil ekskresi. Sebagai sumber energi, biomassa tersedia cukup melimpah dan berkelanjutan terutama pada sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. 2.10 Perpindahan Gerak Kecepatan sudut dari suatu bagian mesin seringkali dinyatakan dalam putaran/menit (disingkat RPM) dan ditulis dengan n. Mengingat setiap putaran sama dengan 2π rad maka,
ω = 2πn
..............................................................................................................
(11)
Karena pergeseran sudut dan kecepatan sudut suatu titik P dalam gambar 12 memenuhi persamaan: ω av =
Δθ .............................................................................................................. Δt
(12)
Dengan bentuk akhir substitusi limitnya adalah
V = Rω
...........................................................................................................
(13)
19
Gambar 12. Perpindahan titik P, A dan B (Martin, 1985). Maka diperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara kecepatan sudut dengan kecepatan linier sebagai berikut (Martin, 1985):
V = 2πRn .............................................................................................................. Dimana
(14)
V : kecepatan linier (m/detik) R : Jari-jari dalam (m) n : kecepatan sudut (RPM)
Mengingat jari-jari dari putaran untuk semua titik dalam sebuah benda yang berputar mempunyai kecepatan sudut yang sama ω, dan dari persamaan 14 bahwa besar dari kecepatan liniernya adalah berbanding langsung dengan jari-jarinya maka titik A dan B memiliki hubungan:
VA RA = VB RB
..............................................................................................................
(15)
Rasio kecepatan sudut yang konstan terbentuk pada kasus perpindahan gerak (transmisi) dari suatu peralatan dengan jari-jari yang berbeda. Kasus pada gambar 13 berikut memberikan persamaan (Martin, 1985):
ω 2 R4 = ω 4 R2
..............................................................................................................
(16)
Gambar 13. Translasi gerak P2 dan P4 (Martin, 1985).
20
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Lab. EEP dan Ergotronika, Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor dan Desa Cijulang Kec. Cikembar Kab. Sukabumi sebagai lokasi pengujian. Waktu penelitian dimulai pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Mei 2009. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian mencakup: 1. Pengering ERK hybrid karya Nelwan dkk (2007) yang dimodifikasi tahun 2008. 2. Bahan uji jagung pipilan diperoleh dari Koperasi BAGUS di Cijangkar Sukabumi. 3. Bahan bakar berupa tongkol jagung dan minyak bakar pemantik. 4. Peralatan untuk aplikasi sistem kendali logika fuzzy meliputi: a. b. c. d. e f. g. h.
Personal Computer (PC) dengan prosesor Intel Pentium IV Mikrokontroler DT-51 MinSys PetraFuz ver 3.3 Rangkaian zero crossing detecor dan triac optocoupler Rangkaian driver motor DC dengan DAC 0808 Sensor SHT11 dan SHT75 Keypad 4x4 dan LCD 16x2 Gear Motor 5A, 24 Volt DC. Kipas/blower dengan daya 250 Watt, AC 220V, 50Hz
5. Peralatan untuk pengambilan data meliputi: a. g. d. e. f. g. h.
Sistem akuisisi dengan alat kendali on/off sensor SHT11 dan SHT75 Chino Recorder dan termokopel tipe CC dan CA Timbangan digital AND Model EK-1200A Anemomaster Kanomax Model 6011 Tongkat sampel jagung Moisture Tester Pyranometer, Klamp meter dan AVO meter
3.3 Prosedur Penelitian Prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah: 1. Merancang unit tungku dan sistem pengumpan tongkol jagung secara mekanis. 2. Merancang sistem kendali yang terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak. 3. Merancang sistem akuisisi data dan simulasi pemrograman logika fuzzy dalam delphi7.
21
4. Pengujian sistem kendali, akuisisi data dan mekanisme drivernya. 5. Kalibrasi sensor SHT11 dan SHT75 6. Penyiapan tongkol jagung sebagai bahan bakar tungku biomassa. 7. Ujicoba sistem kendali logika fuzzy pada ERK-hybrid dan unit tungku biomassa tanpa beban pengeringan. 8. Penyiapan tongkol jagung sebagai bahan bakar dan jagung pipilan sebagai beban uji pengeringan. 9. Ujicoba sistem kendali logika fuzzy pada ERK-hybrid dan unit tungku biomassa dengan beban pengeringan. 3.4 Metode Pengendalian Algoritma pengendalian dan akuisisi data pada sistem kendali logika fuzzy dijabarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 14. Mulai Set Point T, RH
Baca & rekam T, RH
Hitung: Error T & dError T Error RH & dError RH Fuzzifikasi (anggota): μ (Error T & dError T) μ (Error RH & dError RH) φ (matriks T & RH) Aturan Fuzzy: if ξ is A and ψ is B then γ is C
Aksi Kontrol: Blower & Motor Defuzzifikasi (Bobot): γ (matriks T & RH) dari μ Output Fuzzy T & RH
Penyesuaian Nilai: Output Fuzzy dengan Input Peralatan Analog.
Simpan Data: T, RH, Step Aksi
Kadar Air Jagung ≤ 15%bb
Tidak
Ya Selesai
Gambar 14. Algoritma pengendalian dengan logika fuzzy - Error dan dError suhu/RH Error_Suhu/RH = Data_Suhu/RH – Set_point Suhu/RH ................................ (17) dError_Suhu/RH = Error_Suhu/RH(1) – Error_Suhu/RH(0) .......................... (18)
22
- Fuzzifikasi Suhu/RH (Penentuan derajat keanggotaan) Proses ini dilakukan dengan memetakan input suhu dan RH pada selang nilai yang dapat terjadi secara ril (dapat mengacu ke data penelitian sebelumnya tentang selang nilai suhu dan RH udara). Pada rancangan ini universe of discourse nilai suhu yang digunakan adalah 20 – 100 oC dan nilai RH sebesar 15 – 90 %. Sedangkan selang nilai derajat keanggotaan (degree of membership) secara umum ditetapkan sebesar 0 – 1. Keterangan (label) yang digunakan adalah Negatif Besar (NBE), Negatif Sedang (NSE), Negatif Kecil (NKE), Zero (ZE), Positif Kecil (PKE), Positif Sedang (PSE) dan Positif Besar (PBE) yang menggambarkan kondisi suhu dan kelembaban dari kriteria rendah ke kriteria tinggi secara proporsional. Sedangkan bangun yang digunakan untuk merepresentasikan batas scope/domain adalah bentuk segitiga dan trapesium. Bangun trapesium terjadi pada batas bawah dan batas atas domain sedangkan bangun segitiga terjadi diantara kedua bangun trapesium tersebut. Nilai analog (Crisp input) yang digunakan untuk mencari derajat keanggotaan adalah NBE = -0,75 , NSE = -0,50 , NKE = -0,25 , ZE = 0 , PKE = 0,25 , PSE = 0,5 dan PBE = 0,75. Scope domain dalam konsep ini adalah bangun yang dibatasi oleh masingmasing crisp input yakni bangun trapesium pada nilai <= -0,75 atau bangun segitiga pada nilai 0 – 0,25. - Defuzzy (Penegasan) Proses penegasan dilakukan untuk memperoleh nilai analog dari konsep penerapan aturan if then (fuzzy rules) terhadap penentuan derajat keanggotaan dari Error suhu/RH dan dError suhu/RH. Penerapan aturan if then (fuzzy rules) tidak terpisah sebagai sebuah tahapan melainkan digunakan baik pada proses penentuan derajat keanggotaan, penegasan maupun penyesuaian nilai keluaran fuzzy pada input peralatan analog. Penegasan menggunakan metode pembobotan Center of Gravity yakni dengan menggunakan persamaan 1. - Adjusting (Penyesuaian Nilai) Proses ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kecenderungan keluaran fuzzy yang dihasilkan dengan kecenderungan pengendalian yang diinginkan. Nilai keluaran yang diatur terdiri atas tegangan digital motor DC dan tegangan digital blower. Tegangan digital motor DC dari kondisi diam hingga kecepatan putar maksimum rancangan pengumpan diperoleh pada nilai 40 – 85 Volt. Dengan demikian untuk
23
memperoleh empat mode kecepatan motor DC maka selang nilai tegangan tersebut dibagi menjadi nilai 40-53 Volt untuk kondisi diam hingga motor DC mulai berputar, 65 Volt untuk kecepatan lambat, 75 Volt untuk kecepatan sedang dan 85 Volt untuk kecepatan penuh. Hubungan antara tegangan digital dengan kecepatan putar motor DC memiliki korelasi yang positif. Sedangkan tegangan digital blower untuk kondisi kecepatan lambat, sedang dan kecepatan putar penuh sesuai rancangan diperoleh pada nilai 152 – 0 Volt. Nilai tegangan 152 Volt untuk kecepatan putar lambat, 76 Volt untuk kecepatan putar sedang dan 0 Volt untuk kecepatan putar penuh. Hal ini terjadi mengingat hubungan antara tegangan digital dengan kecepatan putar blower memiliki korelasi yang negatif. 3.5 Deskripsi Sistem Pengeringan dan Pengendalian Pengeringan berlangsung dengan memindahkan kandungan air jagung pipilan ke udara dalam ruangan yang dibatasi oleh dinding transparan dengan lingkungan. Perpindahan air dari jagung ke udara dalam sistem ini menyebabkan kelembaban udara relatif (RH) meningkat disamping menyebabkan efek pendinginan udara. Jika kondisi ini terjadi secara terus-menerus maka udara dalam ruangan berubah ke kondisi jenuh sehingga proses penguapan air selanjutnya akan terganggu. Pada kondisi inilah mekanisme pengendalian diterapkan yakni dengan mengatur laju aliran udara keluar ruangan melalui blower. Kecepatan putar blower yang akan mengalirkan udara keluar ruangan diatur sesuai dengan tingkat kelembaban udara ruang pengering. Jika kondisi kelembaban udara pengering tinggi (meningkat) maka kecepatan putar blower akan bertambah cepat dan sebaliknya jika kelembaban udara pengering rendah (menurun) maka kecepatan putar blower akan berkurang. Dengan demikian aksi kecepatan putar blower akan berubah sesuai dengan besarnya uap air yang pindah dari jagung ke udara dalam ruangan (sistem). Perpindahan uap air ke udara disamping meningkatkan kelembaban relatif udara juga menyebabkan efek pendinginan udara. Oleh karena itu pengendalian suhu udara juga dilakukan dengan mengatur banyaknya tongkol jagung yang akan terbakar melalui sistem pengumpan kincir yang digerakkan oleh motor DC. Putaran motor DC pengumpan yang cepat akan menyuplai tongkol jagung ke tungku untuk selanjutnya terbakar dan menghasilkan panas yang akan dipindahkan oleh air ke udara melalui penukar panas. Demikian sebaliknya jika suhu udara dalam ruangan sudah memadai
24
maka kecepatan putar motor DC akan pelan atau bahkan berhenti sehingga tidak terjadi pengumpanan bahan bakar. Pada konteks ini kecepatan konversi kalor bahan bakar menjadi panas sehingga suhu udara pengering meningkat akan diatur melalui mekanisme kecepatan putar motor DC. Kondisi suhu udara pengering yang tinggi dan kelembaban udara yang rendah menjadi faktor yang mempercepat proses penguapan air bahan (pengeringan). 3.6 Parameter Ukur Parameter yang akan diukur pada sistem pengeringan ini meliputi: 1. Suhu udara Titik pengukuran suhu meliputi suhu tungku, suhu udara pengering, suhu bahan pada 2 titik yakni awal mengenai bahan dan saat meninggalkan bahan pada silinder sirkulasi udara baik pada bahan untuk hembusan udara ruas kiri maupun kanan (skema pada lampiran 3 dan 4). Suhu udara bola basah dan kering pada blower udara buangan dan suhu udara bola basah dan kering pada lingkungan. Pengukuran dilakukan dengan termokopel tipe C dan K, sensor SHT11, SHT75 dan termometer alkohol. 2. Kelembaban udara Pengukuran kelembaban udara dilakukan pada titik sebelum masuk ke silinder sirkulasi dan mengenai bahan baik pada hembusan udara ruas kiri maupun kanan (skema pada lampiran 3 dan 4). Kelembaban udara pada blower udara buangan dan kelembaban udara lingkungan. Pengukuran dilakukan dengan sensor SHT11, SHT75, termokopel tipe C dan termometer alkohol untuk bola basah dan bola kering. 3. Kadar air bahan Pengukuran kadar air bahan dilakukan sebelum pengeringan, saat pengeringan dengan interval waktu 30 menit hingga mencapai kadar air akhir yang diinginkan yakni 19 %bk atau 16 %bb. Pengukuran kadar air dilakukan dengan alat moisture tester dan penimbangan berat untuk metode Oven Drying. 4. Massa dan kadar air tongkol jagung Pengukuran massa tongkol jagung sebagai bahan bakar dilakukan sepanjang pengumpanan pada unit tungku dengan pengukuran berat menggunakan timbangan
25
analog berkapasitas 100 kg. Pengukuran kadar air tongkol jagung dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap proses pembakaran pada unit tungku. 5. Tegangan dan arus Pengukuran tegangan dan arus pada motor baik yang menggerakkan blower maupun pengumpan tongkol dengan menggunakan alat Klamp Meter. 6. Kecepatan Udara Kecepatan udara diukur dengan menggunakan anemomaster. Titik pengukuran adalah udara keluar bangunan yakni pada blower udara buangan yang akan dikendalikan dengan logika fuzzy (skema pada lampiran 4 dan 5). 7. Iradiasi Surya Pengukuran data iradiasi surya dilakukan pada lingkungan sekitar alat pengering dengan menggunakan pyranometer. Keluaran dari pyranometer berupa tegangan (mV). Tegangan keluaran dari piranometer sebesar 1 mV setara dengan 1000/7 watt/m2, maka akan diperoleh iradiasi sesaat. 3.7 Perhitungan Performansi Teknis 1. Energi Total Pengeringan Energi total pengeringan merupakan energi yang digunakan dalam penguapan sejumlah massa air dari udara panas selama proses pengeringan.
QTP = QTP qu v h3 h1 t
qu (h3 − h1 ) x3600t ................................................................................... (19) v
= energi total pengeringan (kJ) = Debit udara (m/s) = volume jenis udara (m3/kg) = entalpi akhir (kJ/kg) = entalpi awal (kJ/kg) = lama pengeringan (jam)
2. Energi Total Sistem Energi yang dibutuhkan dalam sistem pengeringan merupakan penjumlahan dari energi biomassa (tongkol jagung), energi surya dan energi listrik dalam persamaan berikut ini: QTS = QB + QS + QL
......................................................................................... (20)
QTS = energi total sistem (kJ) QB = energi biomassa (kJ)
26
QS = energi surya (kJ) QL = energi listrik (kJ) a. Energi Biomassa (tongkol jagung) Energi biomassa (QB) berupa tongkol jagung merupakan sumber panas utama bagi pengeringan jagung yang diperoleh melalui proses pembakaran pada unit tungku. Besarannya dihitung melalui jumlah massa yang terbakar dikali nilai kalor bahan.
QB = mb.Nkb ......................................................................................... (21) Mb = massa tongkol jagung yang digunakan selama pengeringan (kg) Nkb = Nilai kalor bahan (kJ/kg) b. Energi Surya Energi surya dihitung melalui iradiasi sesaat yang dikalikan dengan jumlah jam penyinaran selama proses pengeringan. QS = 3.6 I h A p (σα )t
................................................................................... (22)
Ih = total iradiasi surya harian (Wh/m2) Ap = Luas permukaan pengering (m2) σα = transmisivitas dan absorbsivitas dinding transparan t = lamanya penyinaran surya (jam) Total iradiasi surya harian (Ih) dihitung secara matematis dengan menggunakan metode Simpson (Purcell et al., 1990) didalam Mulyantara (2008). Ih =
[
Δt I i + 4∑ It gl + 2∑ It gp + I f 3
]
........................................................ (23)
Dimana ; Δt = selang pengukuran (jam) Igl = iradiasi selang pengukuran ganjil (W/m2) Igp = iradiasi selang pengukuran genap (W/m2) Ii = iradiasi awal (W/m2) If = iradiasi akhir (W/m2) c. Energi Listrik Energi listrik merupakan sumber penggerak motor baik yang digunakan oleh blower penghembus udara maupun motor pompa air dan pengumpan tongkol jagung. Motor listrik dapat berupa motor satu fase (24) maupun tiga fase (25).
QL = 3.6.V .i.t ............................................................................................... (24) Q L = V .i.t. cos φ 3 ........................................................................................ (25)
V = tegangan terpakai alat (Volt)
27
i = arus rata-rata nominal alat (Amp) t = lama penggunaan alat (jam) 3. Energi Berguna Energi berguna merupakan energi atau panas yang terlibat langsung dalam memanaskan suhu bahan, menguapkan air bahan dan panas yang pindah ke udara pengering. a. Panas yang diterima udara pengering
qu C pu (Tr − Tl ).3600t ....................................................................... (26) vu Cpu = panas jenis udara (kJ/kgoC) Tr = Suhu udara ruang pengering (oC) Tl = Suhu udara lingkungan (oC) QUd =
b. Panas untuk menaikkan suhu bahan QSp = mOj C pj (Tr − T j ) ................................................................................ (27)
Moj Cpj Tr Tj
= massa awal jagung (kg) = panas jenis jagung (kJ/kgoC) = suhu udara ruang pengering (oC) = suhu bahan/jagung (oC)
c. Panas untuk menguapkan air bahan QUap = QTP − (QSp + QUd ) ............................................................................. (28)
d. Panas untuk menaikkan dan menguapkan air bahan Q SpUap = Q Sp + QUap ...................................................................................... (29)
4. Efisiensi Penggunaan Energi Efisiensi termal bangunan merupakan perbandingan antara energi panas yang masuk dalam sistem yang digunakan untuk memanaskan udara pengering (Nelwan, 1997).
ηT =
QTS x100% QS + Q B
................................................................................ (30)
Parameter lain berupa Komsumsi Energi Spesifik (KES) merupakan jumlah energi yang diterima dibandingkan dengan satu satuan massa air bahan yang diuapkan. KES =
QTS muap
............................................................................................... (31)
28
muap = massa air yang diuapkan selama pengeringan (kg). 5. Kadar Air Bahan Perhitungan kadar air bahan (Brooker et al., 1992) dalam kategori basis basah dan basis kering menggunakan persamaan berikut.
Kadar Air (%bb) =
Ww x100% Wo
....................................................................... (32)
Kadar Air (%bk) =
Ww x100% Wd
....................................................................... (33)
6. Efektifitas Proses Pengeringan Laju penurunan kadar air bahan yang menunjukkan efektifitas proses pengeringan menggunakan persamaan berikut.
Laju penurunan kadar air bahan :
dM M − M = dt Δt 1
2
...................................... (34)
29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Disain Tungku dan Pengumpan Tongkol Jagung Unit tungku ditujukan untuk memanaskan air yang akan dimanfaatkan panasnya melalui penukar panas. Bahan bakar yang digunakan adalah tongkol jagung sebagai material limbah pada usaha produksi jagung pipilan. Unit tungku dirancang agar dapat melangsungkan pembakaran tongkol jagung sesuai dengan tingkat suhu udara yang diharapkan terbentuk pada ruang pengering. Bak berisi air yang akan dipanaskan berbentuk silinder (drum) dengan diameter 0,92 meter dan posisinya duduk di atas tungku. Agar nyala api selalu berada pada pusat diameter bak maka ruang pembakaran tongkol jagung didisain mengerucut ke bawah seperti pada gambar 15 berikut ini. 0.92 m
Gambar 15. Tungku pembakaran tongkol jagung Tongkol jagung yang terbakar pada ruang tungku memiliki besar volume yang diatur melalui pengumpan yang digerakkan dengan motor DC 5A 24 Volt dan 150 RPM. Motor dilengkapi dengan reduksi gear box 1 : 24 sehingga keluarannya menjadi 6,25 RPM. Untuk memperoleh putaran kincir maksimum pengumpan sebesar 2 RPM maka digunakan sistem sproket dan rantai dengan bantuan persamaan 16:
ω1 R2 n2 = = ω 2 R1 n1 Dimana: R, n = jari-jari sproket, atau jumlah gigi sproket ke-1 dan ke-2. ω = kecepatan sudut dalam RPM sproket ke-1 dan ke-2. Gerak putar motor pengumpan selanjutnya diformulasikan dalam kendali logika fuzzy dengan menu umpan kecepatan penuh, umpan kecepatan sedang, umpan kecepatan lambat dan tidak mengumpan (diam). Menu kecepatan ini akan
30
berhubungan dengan tingkat suhu udara ruang pengering yang terdeteksi sensor dan set point suhu yang ditetapkan. Kecepatan penuh jika suhu udara pengering berbeda jauh dengan suhu set point dan motor diam jika suhunya mendekati atau sama dengan suhu set point. Disain pengumpan berupa kincir dengan 8 buah sudu-sudu yang berfungsi sebagai pengatur jumlah tongkol yang akan jatuh ke ruang tungku dengan sudut luncur 40o.
Putaran motor diatur agar memutar kincir ke arah sisi/bidang yang dapat
terdorong dan tarik dengan mekanisme engsel dan per. Rancangan ini dimaksudkan untuk menghindari gaya tolak dinding pada tongkol yang digerakkan oleh kincir sehingga putaran motor tidak berhenti. Skema disain mekanisme pengumpan seperti pada gambar 16 berikut.
Gambar 16. Disain mekanisme pengumpan tungku Untuk menampung sejumlah tongkol yang akan diumpan maka wadah berbentuk silinder dipasang pada bagian atas rumah kincir dengan ukuran tertentu agar pengisian hanya dilakukan sebanyak 2 hingga 3 kali selama 1 batch proses pengeringan. Dimensi tinggi silinder adalah 1,1 meter dan diameter 0,8 meter. 4.2 Hasil Disain Tungku dan Pengumpan Biomassa Unit tungku biomassa didisain untuk proses pembakaran tongkol jagung sehingga menghasilkan panas yang akan dimanfaatkan oleh sistem pengeringan melalui penukar panas tipe fluida. Bak berisi air yang akan dipanaskan ditempatkan diatas tungku dan dihubungkan ke penukar panas melalui selang air dengan sistem pompa bertenaga listrik.
31
Bagian lain dari tungku dan bak air adalah silinder penampung tongkol jagung kering yang dilengkapi dengan kincir pengumpan tongkol ke ruang pembakaran. Kincir pengumpan ini digerakkan dengan motor DC yang selanjutnya dikontrol putarannya melalui driver motor DC yang merupakan bagian dari sistem kontrol beralgoritma fuzzy.
a.
b.
c.
Gambar 17. Unit Tungku dengan Pengumpanan Kincir Pola tongkol jagung pada kincir dapat merupakan tumpukan yang padat (c) sehingga secara relatif dapat memberikan beban berat pada motor penggerak akibat gesekan yang timbul antara kincir yang berputar (bagian dinamis) dengan rumah kincir (bagian statis). Hal ini diatasi dengan menciptakan salah satu sisi dinding rumah kincir yang fleksibel sehingga dapat terdorong keluar dan tertarik masuk oleh per. 4.3 Disain Driver Motor DC dengan DAC 0808 Sumber gerak yang digunakan untuk proses pengumpanan bahan bakar tongkol jagung adalah Motor DC 24 volt, 5 amp. Spesifikasi motor ini memungkinkan terjadinya gerak putar yang beragam kecepatannya pada variasi nilai tegangan antara 0 hingga 24 volt. Proses pengontrolan kecepatan gerak putar motor tersebut dilakukan dengan rangkaian driver yang menggunakan DAC0808 (MC1408) dan Op-Amp LF 353N serta transistor 2N3055. Arus keluar (Iout) selanjutnya dikonversi ke tegangan dengan beban resistif atau Op-Amp yang terisolasi (rf dari Vout ke V- dan V+ ke ground). Dua buah transistor 2N3055 yang disusun paralel dimaksudkan sebagai rangkaian saklar atau regulator tegangan output dari Op-Amp yang bervariasi sebelum diumpankan ke motor DC. Komponen ini digunakan karena disamping memiliki
32
karakteristik kepekaan terhadap penguatan yang tinggi juga memiliki tingkat suhu operasi yang tinggi yakni hingga 200 oC. Untuk meredam panas yang timbul maka dua buah transistor ini diletakkan pada plat dan kipas pendingin.
Gambar 18. Rangkaian khas DAC0808 dengan Op-Amp 4.4 Disain Driver Motor AC Driver motor AC terdiri atas mikrokontroler AT89C51, rangkaian Comparator LM339 yang difungsikan sebagai zero crossing detector dan rangkaian triac optocoupler sebagai teknik kontrol tegangan keluaran yang bervariasi. 1K 1K
5 1K
4 LM 339
3
10 K
12
5
Gambar 19. Rangkaian driver motor AC untuk kipas Rangkaian pembanding tegangan LM339 sebagai pengubah gelombang sinus menjadi gelombang segiempat selanjutnya dibaca oleh mikrokontroler AT89C51 untuk menentukan waktu zero crossing. Setelah zero crossing terdeteksi, maka
33
AT89C51 akan menonaktifkan triac selama 0 – 49 mdetik berdasarkan keluaran fuzzy. Hal ini akan menghentikan aliran arus ke motor sehingga putaran motor akan berkurang. Dengan demikian variasi besaran nilai tunda setelah triac di ”trigger” akan menyebabkan perubahan kecepatan putar pada motor.
Gambar 20. Skema teknik delay bentuk gelombang tegangan AC Pada gambar 20 diberikan bentuk gelombang untuk dua buah kondisi yakni waktu tunda (delay) 20 ms dan 40 ms. Pada kondisi pertama yakni waktu tunda 20 ms siklus positif keluaran tegangan AC adalah 60 % dari input sehingga hanya 60 % arus yang diteruskan ke beban (garis putus-putus pada bentuk gelombang sinus menunjukkan gelombang tegangan AC yang telah dipotong). Gelombang kotak merupakan tegangan keluaran mikrokontroler yang berfungsi sebagai driver dan gelombang sinus merupakan tegangan keluaran rangkaian triac yang sampai ke beban. Pada kondisi kedua yakni waktu tunda (delay) 40 ms, siklus keluaran sebesar 20 % dari input sehingga hanya 20 % arus yang diteruskan ke beban/motor. Perubahan persentase arus inilah yang menyebabkan perubahan putaran pada motor AC. 4.5 Hasil Disain Sistem Kendali Logika Fuzzy 4.5.1. Perangkat Keras Sistem kendali fuzzy didisain dalam satu papan akrilik berukuran 32 x 27 cm dengan 4 buah trafo sebagai sumber catu daya. Trafo 2 Amp sebagai sumber catu daya untuk DT51 Petrafuz ver 3.3, AT89C51 dan modul lain seperti LCD, Keypad dan
34
sensor SHT75. Trafo 5 Amp sebagai sumber catu daya kopel untuk driver motor DC (DAC0808) dan kipas pendingin komponen khususnya regulator tegangan DC. Trafo CT 1 Amp sebagai sumber catu daya yang akan dicacah untuk keperluan motor AC dan trafo CT 10 Amp sebagai sumber catu daya untuk motor DC. Pada sistem ini terdapat DT51 PetraFuz ver 3.3 yang bertindak sebagai mikrokontroler
utama
dan
AT89C51
sebagai
mikrokontroler
pendamping.
Mikrokontroler utama berfungsi sebagai unit distributor data, penulisan dan pembacaan sensor SHT75 secara digital melalui port Control, pembacaan input keypad melalui port C dan peragaan LCD melalui port LCD serta sistem akuisisi data ke komputer personal melalui port serial. Mikrokontroler pendamping berfungsi sebagai driver motor AC yang akan menerima keluaran fuzzy dari parameter kelembaban melalui port 2. Mekanisme ini dirancang untuk menjaga kontinyuitas keluaran AT89C51 ke rangkaian triac melalui optocoupler sambil menunggu update data keluaran fuzzy dalam selang waktu tertentu dari port A DT51 Petrafuz. Keluaran fuzzy dari parameter suhu selanjutnya diubah ke besaran analog oleh DAC0808 melalui port B untuk menggerakkan motor DC. Konfigurasi masing-masing modul pada DT51 Petrafuz diilustrasikan dengan gambar berikut. a. Modul SHT75. Sebuah chip SHT75 memiliki 4 buah pin yakni pin 1: SCK, pin 2: VDD, pin 3: GND dan pin 4: DATA. Pin 1 dan 4 selanjutnya dihubungkan masing-masing dengan port 3.2, 3.4 dan port 3.3, 3.5 DT51 Petrafuz sedangkan pin 2 dan 3 dengan catu daya.
Gambar 21. Konfigurasi sensor SHT75 pada DT51 Petrafuz
35
b. Modul LCD LCD memiliki port tersendiri pada DT51 Petrafuz sehingga pemasangan dapat dilakukan dengan kabel pelangi 10 pin yang ujungnya dilekatkan pada ampenol LCD dan konektor port pada ujung lainnya. Jenis LCD yang digunakan memiliki maksimum 16 karakter dan 2 baris
Gambar 22. Konfigurasi LCD pada DT51 Petrafuz Sebuah LCD tipe LMB162A memiliki konfigurasi 16 pin dengan spesifikasi masing-masing seperti pada tabel 4. Tabel 4. Konfigurasi pin LMB162A Pin No 1 2 3 4 5 6 7 to 14 15 16
Symbol GND Vcc Vo RS R/W E D0 to D7 VB1 VB0
Details Ground Supply Voltage +5V Contrast adjustment 0->Control input, 1-> Data input Read/ Write Enable Data Backlight +5V Backlight ground
c. Modul Keypad Keypad 4x4 dihubungkan dengan kabel pelangi 8 pin ke port C DT51 Petrafuz. Kedua ujung kabel terlebih dahulu dilengkapi dengan konektor ke keypad dan konektor ke port DT51 Petrafuz. Sebuah konektor melayani 2 port yang terdiri atas 16 pin. Pemanfaatan hanya sebuah port yang terdiri atas 8 pin adalah dengan memisahkan atau memotong separuh dari kabel pelangi 16 pin.
36
Gambar 23. Konfigurasi Keypad pada DT51 Petrafuz d. Modul Driver Motor DC Driver motor DC dihubungkan dengan kabel pelangi 8 pin ke DT51 Petrafuz melalui port B. Sedangkan pada modul driver motor DC dihubungkan ke jalur data DAC0808. Keluaran DAC0808 berupa besaran tegangan analog selanjutnya melalui rangkaian penguat Op-Amp LF353N dan rangkaian regulator tegangan atau switching. Driver Motor DC
AT89C51
Driver Motor AC
Gambar 24. Konfigurasi driver motor DC pada DT51 Petrafuz
Gambar 25. Regulator Tegangan 2N3055 dengan pendingin
37
e. Modul Driver Motor AC Seperti halnya driver motor DC, driver motor AC juga dihubungkan dengan kabel pelangi 8 pin ke DT51 Petrafuz melalui port A. Dengan demikian port A dan port B menggunakan sebuah konektor kabel 16 pin yang akan terbagi 2 menjadi 8 pin ke driver motor DC (DAC0808) dan 8 pin ke driver motor AC yakni pin data pada mikrokontroler kedua (AT89C51), (Gambar 24). Zero crossing tegangan disusun dalam mikrokontroler kedua (AT89C51) yang berhubungan dengan rangkaian komparator LM339 dan triac optocoupler untuk selanjutnya menggerakkan motor AC berupa blower.
Gambar 26. Rangkaian Triac dan Zero Crossing Detector tegangan AC f. Akuisisi Data Proses akuisisi data dilakukan dengan menghubungkan DT51 Petrafuz ke personal komputer melalui port serial. DT51 Petrafuz sebagaimana DT51 Minsys lainnya hanya menyediakan jalur data tipe serial untuk keperluan komunikasi dua arah (bidirectional). Pengujian sistem kendali algoritma fuzzy berdasarkan personal komputer dilakukan melalui jalur data ini.
Gambar 27. Akuisisi Data DT51 Petrafuz dengan Personal Komputer
38
4.5.2. Perangkat Lunak a. Assembler Pengaktifan beberapa modul seperti pembacaan sensor SHT75 sebagai sumber data, keypad sebagai sumber data set point, peragaan LCD dan jalur data dua arah pada serial port oleh DT51 Petrafuz dilakukan dengan menyusun perintah dalam bahasa assembler 8051. Perintah disusun dalam file text editor kemudian dikonversi ke file hex melalui assembler 8051. Pemrograman didahului dengan perintah pengaktifan DT51 Petrafuz, pembacaan dua buah sensor SHT75 pada setiap selang waktu 5 detik untuk diolah dan dikirim ke menu tampilan suhu dan RH serta pengiriman data ke serial port. Program pembacaan dan penulisan pada LCD 16x2 serta pembacaan tombol keypad 4x4. Disamping itu terdapat perintah pembacaan output fuzzy dari serial port untuk dilanjutkan ke driver motor DC dan AC. Pada mikrokontroler kedua yakni AT89C51 juga terdapat program assembler khusus untuk driver motor AC yang terdiri atas Zero Crossing Detector dan triac firing. Perintah keseluruhan modul tercantum pada lampiran 1 yang merupakan perintah utuh assembler untuk perangkat keras sistem kendali ini. b. Simulasi Logika Fuzzy Program simulasi dikembangkan untuk memperoleh sebuah algoritma fuzzy yang secara spesifik sesuai dengan disain kendali yang diinginkan sebelum algoritma tersebut dijalankan pada sistem yang sebenarnya. Simulasi ini dilakukan pada sebuah disain antar muka menggunakan program bahasa Delphi 7.0. Disain antar muka mencakup input set point suhu dan kelembaban, tampilan grafik dan tampilan pergerakan suhu, RH dan output fuzzy. Dalam simulasi ini dibangkitkan data yang meniru sensor SHT75 menghasilkan data suhu dan RH yang kemudian diolah melalui algoritma fuzzy. Data hasil pengolahan selanjutnya ditampilkan dalam bentuk pergerakan data dan grafik sehingga memungkinkan untuk dianalisa sesuai dengan sistem pengendalian yang didisain. Pembangkitan data dilakukan dengan memanfaatkan timer dan generator data pada Delphi 7.0 serta selang suhu dan RH mengikuti kondisi ekstrim yang mungkin terjadi secara ril. Disamping itu pula dimungkinkan terjadinya data suhu dan RH yang
39
menurun atau naik dengan selang yang teratur, dan selang suhu yang melonjak serta data yang berubah arah (arah naik berubah turun dan sebaliknya). Data suhu yang demikian dapat memperlihatkan respon fuzzy yang terjadi sehingga semua kemungkinan output fuzzy telah melalui proses analisa yang cermat.
Gambar 28. Antar muka simulasi algoritma fuzzy Program simulasi algoritma fuzzy dieksekusi sehingga menampilkan antar muka yang memungkinkan operator memasukkan nilai set point suhu dan RH. Nilai set point suhu dan RH secara default sendiri diberikan sehingga program dapat langsung melakukan perhitungan dan menampilkan hasil. Nilai default set point suhu sebesar 60
o
C berdasarkan data suhu udara pengering yang direkomendasikan
(Cakraverty & Singh, 2001) dimana pengeringan jagung untuk pangan maksimum 54 o
C dan untuk pakan maksimum 82 oC. Nilai 60 oC berada pada selang nilai suhu udara
pengering untuk pakan yakni 55 – 82 oC disamping pertimbangan kemampuan pembangkitan panas dari sistem tungku berbahan bakar tongkol jagung yang secara alamiah memiliki nilai kalor yang terbatas. Sedangkan nilai default RH sebesar 45 % berdasarkan data referensi pengeringan sebelumnya (Mulyantara, 2008) dimana RH udara dalam ruang pengering minimum yang terjadi sebesar 51,0 %. Dengan demikian nilai default set point RH 45 % mengandung upaya untuk menurunkan lebih dari nilai RH yang terjadi secara alamiah.
40
Selain pengkondisian proses pembangkitan data, juga dilakukan pengkondisian data yang menjadi input peralatan analog pada motor DC dan AC. Hal ini dilakukan agar output fuzzy menjadi data yang sesuai dengan besaran input peralatan yang digunakan yakni dalam bentuk selang tegangan (penyesuaian tegangan). c. Algoritma Fuzzy dengan Data Sensor SHT75 Algoritma fuzzy yang telah disusun dan diuji pada simulasi logika fuzzy selanjutnya digunakan untuk mengolah data suhu dan RH yang dihasilkan oleh sensor SHT75. Keluaran (output) fuzzy juga dihubungkan dengan proses penyesuaian tegangan yang akan menjadi masukan (input) pada peralatan analog yakni motor DC dan motor AC melalui drivernya masing-masing. Algoritma fuzzy disusun dalam pemrograman Delphi 7.0 pada personal komputer sehingga pada tahap awal data sensor diinisialisasi melalui jalur serial (serial port). Data jenis string yang dikirim oleh mikrokontroler utama dibedakan atas 3 jenis yakni data set point suhu dan RH, data suhu dan RH dari sensor 1 dan data suhu dan RH dari sensor 2. Ketiga jenis data tersebut kemudian dikonversi menjadi data jenis integer dan atau jenis real sehingga dapat dilakukan operasi matematika. Data dalam bentuk integer atau real kemudian diubah kembali menjadi data jenis string untuk menampilkannya dalam disain antar muka. Demikian pula data yang diolah dalam algoritma fuzzy sampai ke output fuzzy yang sudah disesuaikan kemudian ditampilkan dan atau dikirim kembali ke mikrokontroler utama untuk diumpankan ke masingmasing driver. 4.6 Skema Disain Kendali logika Fuzzy pada Pengering ERK-Hybrid Secara skematik disain kendali dan alur pengendalian terhadap blower dan motor pengumpan tongkol jagung seperti pada gambar 15. Perangkat kendali logika fuzzy terdiri atas dua buah sensor SHT75, modul DT51 Petrafuz, keypad 4x4, LCD 16x2, driver motor DC dan AC serta personal komputer. Pada sistem pengeringan, perangkat yang dikendalikan meliputi blower udara keluar pada ruang pengering dan motor pengumpan bahan-bakar masuk ke tungku. Dua buah sensor SHT75 yang dimaksudkan untuk mendeteksi suhu dan kelembaban udara pengering ditempatkan pada ruang pengarah (plenum) yang menghubungkan dua buah penukar panas dengan dua buah ruas bak jagung. Panas udara pengering berasal dari kedua penukar panas
41
(HE1 dan HE2) yang dihisap dan dihembuskan oleh masing-masing blower. Penukar panas (Heat Exchanger, HE) berfungsi memindahkan panas dari air ke udara melalui mekanisme pindah panas konduksi. Sirkulasi air panas digerakkan oleh pompa dari bak air yang dipanaskan oleh tungku dengan bahan bakar biomassa (tongkol jagung). Proses pembakaran terjadi dalam tungku dengan mekanisme tongkol jagung yang diumpan dari penampung dengan sistem pengumpan kincir yang digerakkan oleh motor DC.
Blower udara keluar
Driver Motor AC
Ruas 1
Ruas 2
SHT75
SHT75
LCD 16x2
F L C
PC P4
HE1
HE2
Tungku
KPAD
Motor Pengumpan Driver Motor DC
Gambar 29. Skema Disain Kendali Logika Fuzzy pada Pengering ERK-Hybrid
42
4.7 Uji Kinerja tungku Pengujian tungku secara manual dilakukan dengan mengukur suhu air dalam bak yang akan masuk ke selang penukar panas pada bagian bawah bak (outlet). Tabel 5. Perubahan suhu outlet dan inlet air dalam bak Waktu (menit) 0 6 12 18 24 30 36 42 48
Suhu outlet bak (oC) 24 44 64 74 81 81 86 86 84
Suhu inlet bak (oC) 24 35 52 58 63 64 68 70 68
Demikian pula suhu air keluar penukar panas pada ujung selang yakni pada bak bagian atas (inlet). Bahan bakar berupa tongkol jagung dibakar secara manual pada tungku sehingga diperoleh air bak mendidih yang maksimum pada kedua titik pengukuran tersebut dalam waktu tertentu. Hasil uji tungku menunjukkan bahwa pembakaran tongkol jagung secara intensif menyebabkan peningkatan suhu air dalam bak mencapai tingkat maksimum sebesar 86 o
C dalam waktu 36 – 42 menit. Suhu air inilah yang akan dipindahkan sebagai udara
pengering oleh kedua penukar panas. Sedangkan beda suhu antara suhu inlet dan outlet pada bak/penukar panas mencapai 16 oC. 4.8 Uji dan Kalibrasi Sensor SHT75 Berdasarkan datasheet SHT75, sensor ini sebenarnya sudah terkalibrasi penuh (fully calibrated) sehingga tidak perlu lagi dikalibrasi sepanjang menggunakan persamaan-persamaan konversi yang disediakan. Proses kalibrasi sensor SHT75 pernah dilakukan Hendarto (2008) dengan termometer standar pada selang 0 – 50 oC, data yang dihasilkan bersumber dari persamaan datasheet SHT75. Hasil menunjukkan bahwa data suhu menggunakan persamaan datasheet lebih mendekati nilai suhu sebenarnya dibandingkan dengan menggunakan persamaan dari hasil regresi kalibrasi. Dengan demikian dalam penelitian ini proses kalibrasi dilakukan hanya dengan membandingkan data suhu yang dihasilkan sensor SHT75 dengan peralatan ukur suhu
43
dan RH lain yang sudah terkalibrasi. Data suhu dan RH yang tidak berbeda jauh dijadikan dasar bahwa peralatan memiliki validitas untuk mengukur suhu dan RH. 80 75
y1 = 1.002x + 0.006
o
Suhu SHT75 ( C)
70
2
R =1
65 60 55 50
y2 = 1.008x + 0.044
45
2
R = 0.9999
40 35 30 30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
o
Suhu Referensi ( C)
Gambar 30. Perbandingan suhu udara 80
RH Sensor SHT75 (%)
75
y1 = 0.9942x + 0.724 2 R = 0.9993
70 65 60 55 50
y2 = 1.0142x + 1.876 2 R = 0.9983
45 40 35 30 30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
RH Referensi (% )
Gambar 31. Perbandingan RH udara Hasil perbandingan menunjukkan bahwa data suhu yang dihasilkan oleh kedua sensor SHT75 dengan data suhu peralatan ukur yang dijadikan referensi tidak berbeda jauh. Data suhu menunjukkan trend linier yang lebih presisi jika dibandingkan dengan data RH terhadap data referensi masing-masing. 4.9 Uji Fungsi Keypad, LCD dan Akuisisi Data. Keypad berfungsi sebagai tombol input data set point suhu dan RH yang akan menjadi acuan kontrol sistem pengeringan beralgoritma fuzzy. Dalam menu ini LCD membantu memandu pemasukan data tersebut melalui format yang telah disediakan. Setelah memasukkan data tersebut maka algoritma fuzzy menjadikannya set point dan akan tampil pada disain antar muka pada layar monitor.
44
LCD dalam sistem ini memiliki dua menu tampilan yakni menu tampilan suhu dan RH yang terekam pada kedua sensor dan menu tampilan input data set point. Menu tampilan input set point hanya muncul jika melakukan interupsi terhadap menu tampilan suhu dan RH.
Gambar 32. Tampilan menu suhu dan RH dua buah sensor
Gambar 33. Tampilan menu input set point suhu dan RH Dalam kaitannya dengan disain antar muka pada monitor personal komputer, tampilan suhu dan RH serta set point dapat dilihat pada gambar 34. Set point suhu dan RH yang diinput melalui keypad melalui bantuan LCD juga akan masuk dan tampil pada disain antar muka pada monitor.
Gambar 34. Tampilan suhu, RH dan set point pada disain antar muka
45
4.10 Uji Fungsi Driver Motor DC Driver ini berfungsi mengendalikan kecepatan putar motor DC yang bertindak sebagai penggerak kincir pengumpan tongkol jagung pada sistem pengumpanan bahan bakar. Dari hasil pengujian diperoleh hubungan data nilai digital terhadap tegangan DC keluaran driver (gambar 35) dan hubungan data suhu udara pengering dengan kecepatan putaran motor (gambar36).
Teg. keluaran (VDC)
7 6 5 4 3 2 1 0 50
62-63
75
87-88
100
Selang Digital (0-255)
Gambar 35. Hubungan nilai digital dengan tegangan DC keluaran Selang nilai digital dan tegangan ini merupakan penyesuaian terhadap disain kecepatan putar kincir pengumpan pada nilai nominal 1,0 RPM. Penggunaan selang nilai digital dari angka 50 hingga angka 100 berkaitan dengan tegangan keluaran driver yang menyebabkan putaran motor DC dari kondisi diam ke kecepatan 1,75 RPM. Tegangan 2.1 VDC dihasilkan pada nilai digital 50 dan merupakan tegangan yang terjadi sesaat sebelum motor berputar (diam). Sedangkan tegangan 5,8 VDC
Kec. M otor DC (RP M )
dihasilkan dari nilai digital 100 dan menyebabkan putaran motor sebesar 1,75 RPM. 2 1.5 1 0.5 0 30.0
38.0
48.5
59.3
64.0
Suhu (oC)
Gambar 36. Hubungan suhu udara & putaran motor DC Kecepatan putaran motor DC sebagai penggerak kincir pengumpan akan bergantung pada tingkat suhu udara ruang pengering. Suhu udara yang rendah berkisar
46
30 oC akan menyebabkan kecepatan puataran motor pada tingkat tertinggi yakni 1,75 putaran/menit. Sebaliknya jika udara ruang pengering berada pada tingkat suhu 60 oC atau lebih maka motor akan berhenti atau diam. 4.11 Uji Fungsi Driver Motor AC Driver ini berfungsi mengontrol kecepatan putar motor AC yakni blower udara keluar ruangan. Driver akan meningkatkan kecepatan putar blower pada saat RH udara meningkat dalam ruangan dan sebaliknya akan menurunkan kecepatan putar blower jika RH udara menjadi rendah kembali. Hasil pengujian menunjukkan hubungan nilai digital terhadap tegangan AC keluaran rata-rata seperti terlihat pada gambar 37.
Teg. keluaran (Vrms)
250 200 150 100 50 0 33
62-63
91.5
121-122
150
Selang Digital (0-255)
Gambar 37. Hubungan nilai digital dengan tegangan AC keluaran Nilai digital dan tegangan keluaran driver ini memiliki hubungan yang terbalik dimana kecepatan penuh kipas (tegangan penuh) terjadi pada nilai digital 33 – 0. Putaran kipas tidak didisain berhenti (diam) melainkan pada putaran pelan sehingga selang nilai yang bersesuaian adalah 150 – 33 pada nilai digital dan 80,5 – 210,5 Vrms yang menghasilkan kecepatan putar pelan hingga kecepatan putar penuh. Kecepatan putar penuh ini terjadi pada nilai 210,5 Vrms yang merupakan tegangan PLN jatuh atau tereduksi hingga ke rangkaian driver. Pengujian lanjut terhadap hubungan antara nilai RH udara yang terdeteksi sensor dengan kecepatan aliran udara oleh blower menunjukkan bahwa kecepatan udara terendah berkisar 1,0 m/detik pada kondisi kelembaban udara rendah berkisar hingga 45 %RH dan meningkat hingga kecepatan udara 8,0 m/detik pada kelembaban udara tinggi 80 %RH lebih (gambar 38).
47
Kec. aliran udara (m/det)
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
45.0%
65.0%
76.5%
80.0%
Kelembaban udara (%RH)
Gambar 38. Hubungan RH udara dan kecepatan aliran udara 4.12 Uji Sistem Kendali Logika Fuzzy pada pengering ERK-Hybrid Pengujian sistem kendali logika fuzzy pada pengering ERK-Hybrid dilakukan sebanyak dua kali yakni pengujian tanpa beban dan pengujian dengan beban. Pengujian tanpa beban dimaksudkan untuk memperoleh data kinerja khususnya kemampuan sistem tungku menyuplai panas yang dibutuhkan oleh sistem pengeringan melalui acuan suhu dan RH (set point) pada nilai default yakni suhu 60 oC dan kelembaban 45 %RH. Sedangkan pengujian dengan beban ditujukan untuk melihat kinerja sistem kendali logika fuzzy secara ril pada proses pengeringan dengan set point RH yang sama tetapi set point suhu sebesar 47 oC. 4.12.1 Uji sistem kendali logika fuzzy tanpa beban pengeringan Pengujian tanpa beban ini dilakukan dengan memantau pergerakan suhu udara pengering pada kedua ruas dalam waktu tertentu hingga suhu maksimum tercapai. Hasil uji menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara pengering yang dicapai 59,6 oC dengan suhu maksimum 62,8 oC. Pola suhu udara pengering maksimum tercapai pada pukul 13.17 WIB yang juga sangat besar dipengaruhi oleh radiasi surya yang mencapai puncaknya pada siang hari. 70
50 40
Suhu Ruas_1(oC)
30
Suhu Ruas_2(oC)
20 10 1:35:07 AM
1:34:00 AM
1:32:43 AM
1:31:38 AM
1:30:34 AM
1:29:29 AM
1:28:24 AM
1:27:20 AM
1:26:15 AM
1:25:10 AM
1:24:06 AM
1:23:01 AM
1:21:56 AM
1:20:51 AM
1:19:47 AM
1:18:42 AM
1:17:37 AM
1:16:33 AM
1:15:28 AM
1:14:23 AM
1:13:19 AM
1:12:14 AM
1:11:09 AM
1:10:05 AM
1:09:00 AM
1:07:55 AM
1:06:50 AM
1:05:46 AM
1:04:41 AM
1:03:36 AM
1:02:32 AM
1:01:27 AM
12:59:16 AM
12:57:30 AM
12:56:25 AM
12:55:20 AM
12:54:16 AM
12:52:53 AM
12:50:32 AM
12:49:28 AM
12:48:23 AM
0 12:45:12 AM
Suhu (oC)
60
Waktu (Pukul)
Gambar 39. Pola dan sebaran suhu udara pengering tanpa beban
48
1:35:07 AM
1:34:00 AM
1:32:43 AM
1:31:38 AM
1:30:34 AM
1:29:29 AM
1:28:24 AM
1:27:20 AM
1:26:15 AM
1:25:10 AM
1:24:06 AM
1:23:01 AM
1:21:56 AM
1:20:51 AM
1:19:47 AM
1:18:42 AM
1:17:37 AM
1:16:33 AM
1:15:28 AM
1:14:23 AM
1:13:19 AM
1:12:14 AM
1:11:09 AM
1:10:05 AM
1:09:00 AM
1:07:55 AM
1:06:50 AM
1:05:46 AM
1:04:41 AM
1:03:36 AM
1:02:32 AM
1:01:27 AM
12:59:16 AM
12:57:30 AM
12:56:25 AM
12:55:20 AM
12:54:16 AM
12:52:53 AM
12:50:32 AM
12:49:28 AM
12:48:23 AM
12:45:12 AM
Putaran Motor (RPM)
2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
Waktu (Pukul)
Gambar 40. Pola putaran motor pengumpan pada pengeringan tanpa beban Sistem kendali logika fuzzy dalam pengujian ini terlihat pada aspek pencapaian suhu udara pengering sesuai dengan set point sebesar 60 oC. Mekanisme pengendalian putaran motor pengumpan bahan bakar biomassa (tongkol jagung) ditujukan untuk mencapai suhu acuan tersebut. Pengamatan kondisi tungku dan sistem pengumpanan menunjukkan bahwa suhu tersebut adalah suhu maksimum yang dapat dicapai pada kondisi tanpa beban. Laju pembakaran tongkol jagung dari awal terbakar hingga menjadi bara api dan menjadi arang tidak dapat dipercepat lagi. Seiring dengan peningkatan suhu udara maka secara alamiah kelembaban udara relatif akan menurun dan mencapai puncaknya pada jam yang sama dengan nilai terendah 16,4 %RH dan besaran rata-rata 19,1 %. Secara umum kondisi udara yang panas dan kering menyebabkan nilai RH udara lebih rendah dari acuan (set point) sebesar 45 % sebagaimana terlihat pada gambar 41. 30
RH (%)
25 20 15 10
RH Ruas_1(%)
RH Ruas_2(%)
5
1:35:07 AM
1:34:00 AM
1:32:43 AM
1:31:38 AM
1:30:34 AM
1:29:29 AM
1:28:24 AM
1:27:20 AM
1:26:15 AM
1:25:10 AM
1:24:06 AM
1:23:01 AM
1:21:56 AM
1:20:51 AM
1:19:47 AM
1:18:42 AM
1:17:37 AM
1:16:33 AM
1:15:28 AM
1:14:23 AM
1:13:19 AM
1:12:14 AM
1:11:09 AM
1:10:05 AM
1:09:00 AM
1:07:55 AM
1:06:50 AM
1:05:46 AM
1:04:41 AM
1:03:36 AM
1:02:32 AM
1:01:27 AM
12:59:16 AM
12:57:30 AM
12:56:25 AM
12:55:20 AM
12:54:16 AM
12:52:53 AM
12:50:32 AM
12:49:28 AM
12:48:23 AM
12:45:12 AM
0
Waktu (Pukul)
Gambar 41. Pola dan sebaran RH udara pengering tanpa beban Sistem kendali logika fuzzy dalam kasus kondisi RH yang rendah ini akan menyebabkan putaran blower penghembus udara keluar ruangan berputar dengan lambat. Hal ini terjadi mengingat disain pengendalian terhadap laju aliran udara keluar ruangan hanya akan meningkat jika terdapat kondisi dimana udara dalam ruangan
49
memiliki kandungan uap air yang cenderung meningkat. Sedangkan jika kondisi udara dalam ruangan pengering cenderung rendah maka putaran blower akan berkurang sehingga aliran udara keluar ruangan yang akan membuang potensi udara panas menjadi mimimum. Laju aliran udara minimum terjadi pada tingkat 0,95 m/detik dari
Laju Udara (m/detik)
disain laju udara maksimum sebesar 8,0 m/detik seperti pada gambar 42. 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1:35:07 AM
1:34:00 AM
1:32:43 AM
1:31:38 AM
1:30:34 AM
1:29:29 AM
1:28:24 AM
1:27:20 AM
1:26:15 AM
1:25:10 AM
1:24:06 AM
1:23:01 AM
1:21:56 AM
1:20:51 AM
1:19:47 AM
1:18:42 AM
1:17:37 AM
1:16:33 AM
1:15:28 AM
1:14:23 AM
1:13:19 AM
1:12:14 AM
1:11:09 AM
1:10:05 AM
1:09:00 AM
1:07:55 AM
1:06:50 AM
1:05:46 AM
1:04:41 AM
1:03:36 AM
1:02:32 AM
1:01:27 AM
12:59:16 AM
12:57:30 AM
12:56:25 AM
12:55:20 AM
12:54:16 AM
12:52:53 AM
12:50:32 AM
12:49:28 AM
12:48:23 AM
12:45:12 AM
0.00
Waktu (Pukul)
Gambar 42. Pola laju udara keluar pada pengeringan tanpa beban Pergerakan RH udara hanya akan meningkat jika terjadi kondisi dimana pemanasan udara tidak cukup (suhu udara turun maka RH udara akan naik). Kondisi lain yang akan menyebabkan nilai RH udara meningkat adalah adanya obyek yang menyumbang uap air ke udara dalam ruang pengering. Kondisi ini akan terjadi jika ada bahan yang dikeringkan sehingga kandungan air bahan akan pindah ke udara sebagaimana konsepsi pengeringan itu. Kondisi pengeringan yang ideal berdasarkan parameter suhu dan kelembaban udara adalah jika terjadi pemanasan yang akan meningkatkan suhu udara pengering dan kelembaban udara pengering yang rendah sehingga udara memiliki kapasitas menampung uap air yang akan pindah dari bahan yang dikeringkan tersebut. Karakteristik udara dengan suhu yang tinggi dan RH rendah akan menyebabkan tekanan udara rendah dalam ruang pengering sehingga mengakibatkan struktur bahan memiliki tekanan yang lebih tinggi. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya difusi cairan dari pusat bahan ke permukaan dan selanjutnya menguap ke udara sebagai bagian dari konsepsi kesetimbangan tekanan baik pada struktur bahan maupun udara. 4.12.2 Uji sistem kendali logika fuzzy dengan beban pengeringan Pengujian sistem pengering dengan kendali logika fuzzy dilakukan pada beban 1500 kg jagung pipilan dan dikeringkan dari kadar air rata-rata 25,7 %bb hingga kadar air rata-rata 15 %bb (basis basah). Kadar air akhir yang direncanakan sebesar 14 %bb
50
tetapi karena kendala sumber listrik maka pengeringan berhenti pada kadar air 15 %bb tersebut. Berat akhir jagung pipilan pada kadar air tersebut sebesar 1187 kg (biji normal, bii mati dan kotoran) diperoleh setelah pengeringan berlangsung 13 jam. Pengamatan terhadap suhu dan kelembaban udara pengering pada kedua ruas yakni udara plenum yang akan mengenai bahan menunjukkan kisaran suhu 27,6-63.1 o
C dengan rata-rata 46,8 oC. Pola dan sebaran suhu udara pengering pada kedua ruas
tampak pada gambar 43 berikut ini. 70
Suhu (oC)
60 50 40 30 20
Suhu Ruas_1(oC)
10
Suhu Ruas_2(oC)
SP-T
Waktu (Pukul)
10:30:00 AM
10:00:00 AM
9:12:18 AM
9:00:33 AM
8:30:04 AM
8:00:02 AM
7:30:01 AM
7:00:00 AM
6:30:03 AM
6:00:01 AM
5:30:01 AM
5:00:02 AM
4:30:01 AM
4:00:00 AM
3:30:03 AM
3:00:02 AM
2:30:04 AM
1:52:29 AM
1:30:04 AM
1:00:03 AM
12:30:03 AM
12:00:01 AM
11:30:04 PM
11:00:03 PM
10:30:04 PM
10:00:14 PM
9:30:02 PM
9:20:04 PM
0
Gambar 43. Pola dan sebaran suhu udara pengering dengan beban Pola pengendalian terhadap putaran motor pengumpan bahan bakar sebagai upaya mempertahankan tingkat suhu pada nilai set point 47 oC terlihat pada gambar 44 berikut. Putaran motor pengumpan bahan bakar berada pada tingkat rata-rata 0,95
Putaran Motor
2
Tingkat Pengendalian
1.5 1 0.5 10:30:00 AM
10:00:00 AM
9:12:18 AM
9:00:33 AM
8:30:04 AM
8:00:02 AM
7:30:01 AM
7:00:00 AM
6:30:03 AM
6:00:01 AM
5:30:01 AM
5:00:02 AM
4:30:01 AM
4:00:00 AM
3:30:03 AM
3:00:02 AM
2:30:04 AM
1:52:29 AM
1:30:04 AM
1:00:03 AM
12:30:03 AM
12:00:01 AM
11:30:04 PM
11:00:03 PM
10:30:04 PM
10:00:14 PM
9:30:02 PM
0 9:20:04 PM
Putaran Motor (RPM)
RPM untuk mempertahankan suhu set point tersebut.
Waktu (Pukul)
Gambar 44. Pola pengendalian putaran motor pada pengeringan dengan beban Pada gambar 43 terlihat suhu awal sebesar rata-rata 28,5 oC jauh dibawah nilai set point sehingga sistem pengendalian menggerakkan motor dengan putaran 1,75 RPM. Putaran motor ini merupakan kecepatan penuh pengumpanan bahan bakar biomassa yang menyuplai proses pembakaran pada tungku sehingga suhu udara pengering dapat ditingkatkan. Selang 10 menit kemudian terlihat suhu yang terekam pada kedua sensor masing-masing sebesar 35,3 oC dan 51,9 oC dengan nilai rata-rata
51
43,6 oC. Pergerakan suhu yang mendekati nilai set point menyebabkan putaran motor pengumpan berubah ke nilai 1,21 RPM dari putaran sebelumnya 1,75 RPM. Putaran motor pada tingkat pengendalian rata-rata sebesar 0,95 RPM yang bersesuaian dengan nilai set point 47 oC. Proses pembangkitan panas yang berlangsung secara alamiah pada disain tungku biomassa menyebabkan pencapaian suhu set point sebesar 47 oC terjadi setelah sekitar 2 jam pengeringan. Tingginya gangguan (noise) pada sistem pengendalian fuzzy menyebabkan simpangan rata-rata suhu pada nilai set point sebesar 3,6 oC. Simpangan rata-rata ini tidak termasuk simpangan awal sebesar 18,5 o
C yang merupakan selisih antara suhu set point dengan suhu lingkungan yang
selanjutnya dikendalikan secara fuzzy. Pengamatan pada parameter lain yakni RH udara pengering menunjukkan kisaran kelembaban udara 24,4-86,0 %RH dengan rata-rata 41,8 %RH. Pengendalian terhadap aksi blower penghembus udara ke lingkungan dengan nilai set point 45 %RH menghasilkan RH rata-rata udara pengering yang akan mengenai bahan sebesar 41,8 %RH. Kondisi ini menyebabkan udara pengering sifatnya lebih kering sehingga memiliki kapasitas lapang untuk menampung uap air yang akan pindah dari bahan (jagung) untuk selanjutnya dipindahkan ke luar sistem pengeringan (lingkungan). Pola dan sebaran RH udara pengering pada kondisi ada beban dapat dilihat pada gambar
10:30:00 AM
9:12:18 AM
10:00:00 AM
9:00:33 AM
8:30:04 AM
8:00:02 AM
7:30:01 AM
7:00:00 AM
6:30:03 AM
6:00:01 AM
5:30:01 AM
5:00:02 AM
4:30:01 AM
4:00:00 AM
3:30:03 AM
3:00:02 AM
SP-RH
2:30:04 AM
1:52:29 AM
1:30:04 AM
RH Ruas_2(%)
12:30:03 AM
12:00:01 AM
11:30:04 PM
11:00:03 PM
10:30:04 PM
10:00:14 PM
9:30:02 PM
RH Ruas_1(%)
1:00:03 AM
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 9:20:04 PM
RH (%)
berikut ini.
Waktu (Pukul)
Gambar 45. Pola dan sebaran RH udara pengering dengan beban Sedangkan aksi blower yang menghasilkan laju udara buang ke lingkungan menghasilkan nilai rata-rata laju aliran sebesar 1,25 m/detik. Nilai ini merupakan nilai yang dihasilkan oleh aksi blower untuk mempertahankan kelembaban udara pada set point 45 %RH. Pada gambar 45 menunjukkan pergerakan RH udara pengering dari
52
kondisi awal rata-rata sebesar 80,5 %RH kemudian mendekati nilai set point 45 %RH
10:30:00 AM
9:12:18 AM
10:00:00 AM
9:00:33 AM
8:30:04 AM
8:00:02 AM
7:30:01 AM
7:00:00 AM
6:30:03 AM
6:00:01 AM
5:30:01 AM
5:00:02 AM
4:30:01 AM
4:00:00 AM
3:30:03 AM
3:00:02 AM
1:52:29 AM
Tingkat Pengendalian
1:30:04 AM
1:00:03 AM
12:30:03 AM
12:00:01 AM
11:30:04 PM
11:00:03 PM
10:30:04 PM
10:00:14 PM
9:30:02 PM
Laju Udara
2:30:04 AM
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 9:20:04 PM
Laju aliran udara (m/detik)
setelah 10 menit dengan nilai rata-rata kedua sensor 43,7 %RH.
Waktu (Pukul)
Gambar 46. Pola pengendalian laju aliran udara pada pengeringan dengan beban Kondisi kelembaban udara pengering awal yang tinggi yakni rata-rata 80,5 %RH menyebabkan sistem pengendalian merespon dengan laju aliran udara penuh pada skala 8,1 m/detik sebagaimana terlihat pada gambar 46. Setelah 10 menit proses pengendalian berlangsung kemudian nilai set point kelembaban relatif udara pengering terlampaui yakni sebesar rata-rata 43,7 %RH. Laju aliran udara pada tingkat pengendalian rata-rata sebesar 1,25 m/detik yang bersesuaian dengan nilai set point kelembaban relatif udara pengering 45 %RH. Simpangan rata-rata RH udara pengering terhadap nilai set point sebesar 45 %RH mencapai 6,1 %RH selama pengeringan berlangsung. Simpangan rata-rata RH ini tidak termasuk simpangan awal sebesar 35,53 %RH yang merupakan selisih antara RH set point dengan RH lingkungan yang selanjutnya dikendalikan secara fuzzy. Disamping kondisi suhu dan kelembaban udara pengering yang diukur besarannya pada ruang plenum oleh sensor SHT75 sesaat sebelum mengenai bahan, juga terdapat kondisi suhu dan kelembaban udara ruang pengering. Suhu dan kelembaban udara ruang pengering ini adalah kondisi udara yang dideteksi oleh sensor SHT11 sesaat sebelum udara masuk ke penukar panas, mengalami pemanasan dan berubah menjadi udara pengering. Kondisi suhu dan kelembaban udara ruang pengering menunjukkan besaran rata-rata 42,9 oC dan 46,8 %RH untuk kedua ruas. Dengan demikian maka kinerja kedua penukar panas yang digunakan rata-rata menaikkan suhu dari 42,9 oC menjadi 46,8 oC setiap saat atau selisih suhu sebesar 3,9 o
C. Demikian halnya pada parameter kelembaban udara relatif, kedua penukar panas
sebagai akibat peningkatan suhu udara maka nilai RH udara pengering rata-rata turun
53
dari 46,8 %RH menjadi 41,8 %RH atau selisih sebesar 5 %RH. Pola dan sebaran suhu
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
RH (%)
Suhu (oC)
maupun RH pada kedua ruas tersebut seperti terlihat pada gambar 47.
20 Truas1
10
Truas2
RHruas1
RHruas2
0
10 0
Waktu
Gambar 47. Pola dan sebaran suhu maupun RH udara ruang pengering Aspek lain menyangkut kadar air bahan yang dikeringkan dapat dilihat pada gambar 48. Pengukuran kadar air bahan dilakukan pada posisi depan bak yakni posisi jagung yang berdekatan dengan blower udara pengering, posisi tengah yang terdiri atas titik sampel yang berdekatan dengan silinder udara masuk (teng_1), titik sampel yang berdekatan dengan silinder udara keluar (teng_3) dan titik sampel yang berada diantara silinder udara masuk dan silinder udara keluar (teng_2). Serta kadar air bahan pada posisi belakang bak yakni yang paling jauh dari blower penghembus udara. 30.0
Kadar air (%bb)
25.0 20.0 15.0 10.0 5.0
Teng_1
Teng_2
Depan
Belakang
Teng_3
0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Waktu (jam)
Gambar 48. Penurunan kadar air pada beberapa titik pengukuran Kadar air yang beragam terutama ditunjukkan pada posisi tengah bak yakni pada titik sampel teng_1, teng_2 dan teng_3 yang merupakan alur udara pengering menembus biji-bijian yang dikeringkan. Perbedaan terbesar nilai kadar air pada lapisan yang berada jauh dari silinder distribusi udara pengering (teng_3) dengan lapisan terdekat silinder sebesar 2,5 %. Nilai ini terjadi pada pengukuran terakhir dimana sampel pada teng_1 berkadar air 15,6 %bb dan sampel pada teng_3 berkadar air 18,1 %bb. Perbedaan nilai kadar air yang lebih besar ini disebabkan karena tidak
54
adanya mekanisme pengadukan sehingga posisi statis tumpukan biji jagung cenderung sulit melepaskan uap air dari bahan. Hal lain yang berpengaruh adalah daya terobos udara pengering oleh mekanisme blower rendah sehingga uap air sulit terbawa oleh udara pengering meninggalkan bahan. Meskipun terdapat perbedaan kadar air yang besar antara lapisan terjauh, secara umum proses pengeringan dengan beban separuh kapasitas ini berlangsung dengan laju 1,30 %bk/jam. Laju pengeringan menunjukkan bahwa sejumlah tertentu beban yang dikeringkan hingga kadar air akhir yang dicapai dalam selang waktu tertentu. Konsumsi dan porsi masing-masing jenis energi berupa listrik, biomassa dan surya pada pengeringan ini disajikan pada tabel 6 dan gambar 49. Energi biomassa berupa bahan bakar tongkol jagung menempati porsi terbesar konsumsi energi sebesar 85,2 % kemudian energi surya 9,6 % dan listrik 5,2 %. Jumlah masing-masing jenis energi jika dibandingkan dengan pengujian pada alat pengering sejenis (ERK-hybrid) berkapasitas 1,5 ton (Mulyantara, 2008) menunjukkan bahwa konsumsi biomassa meningkat 3,5 kali, radiasi surya meningkat 2 kali dan listrik meningkat 2 kali. Hal ini dapat terjadi mengingat rancangan pengering yang digunakan berkapasitas 3,0 ton atau dua kali lipat meskipun beban pengeringan yang diujikan hanya separuh atau 1,5 ton. Tabel 6. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung pipilan Sumber Energi Surya Biomassa Listrik* Total
Jumlah (MJ) 251,79 2 240,50 136,66 2 908,45
Porsi (%) 9,6 85,2 5,2 100,0
* Untuk menggerakkan blower utama, blower outlet dan pompa air. 2,500
85,2%
Energi (MJ)
2,000 1,500 1,000
9,6%
500
5,2%
0 Biomassa
Surya
Listrik
Jenis energi
Gambar 49. Komposisi penggunaan jenis energi pada pengeringan
55
Peningkatan konsumsi energi biomassa pada pengeringan ini jika ditinjau dari aspek kendali logika fuzzy disebabkan oleh tuntutan sistem yang menghendaki suhu udara pengering pada tingkat acuan (set point) nilai tertentu untuk disain ruangan berkapasitas 3.000 kg. Dengan demikian maka pengumpanan tongkol jagung (bahan bakar) pada tungku menjadi lebih besar untuk memenuhi tuntutan sistem memanaskan udara sesuai dengan nilai set point. Penetapan set point suhu sebesar 47 oC berdasarkan penyesuaian terhadap kinerja pembangkitan panas dari sistem tungku, penukar panas hingga menghasilkan besaran suhu udara pengering. Capaian suhu yang mencapai rata-rata 46,8 oC jika dibandingkan dengan suhu yang dapat dicapai pada pengujian tanpa beban yakni rata-rata 59,6 oC menunjukkan bahwa selisih suhu yang terjadi merupakan konsekuensi pembebanan yakni adanya bahan yang menyerap panas udara tersebut. Kendali logika fuzzy pada aspek kelembaban udara (RH), menunjukkan fungsi yang secara ril menggambarkan upaya sistem menjaga kelembaban udara dalam ruangan pada tingkat RH acuan (set point) yakni 45 %. Pergerakan RH udara pengering pada acuan (set point) 45 % tersebut jika dibandingkan dengan pengujian tanpa beban menunjukkan adanya uap air dalam ruangan yang menjadi beban pengeringan. Kemampuan sistem menjaga kelembaban udara pengering dari kadar air awal berkisar 80,5 % dan menekan lebih rendah dari acuan yakni RH rata-rata 41,8 % menunjukkan upaya pengendalian laju aliran udara yang dipindahkan oleh blower dari ruang pengering ke lingkungan. Perhitungan performansi teknis pengeringan menunjukkan bahwa efisiensi termal sistem mencapai 36,40 %. Hal ini menunjukkan nilai konversi energi surya dan biomassa (tongkol jagung) untuk memanaskan udara yang berlangsung dalam ruangan. Adanya keterbatasan sistem dalam konteks efektifitas konversi dari kalor yang terkandung dalam bahan bakar untuk kemudian sampai ke dalam ruangan untuk memanaskan udara menyebabkan besaran efisiensi termal yang terbatas. Kebocorankebocoran panas terjadi pada sistem tungku dan bak air ke lingkungan sekitarnya. Demikian pula keterbatasan efektifitas pindah panas dari ruang tungku ke air dalam bak dan dari air ke udara pengering oleh sistem penukar panas menyebabkan besaran efisiensi termal yang terbatas.
56
Konsumsi energi spesifik (KES) dari proses pengeringan ini mencapai 13.7 MJ/kg yang berarti bahwa jumlah satu satuan massa air bahan yang diuapkan dibandingkan dengan jumlah energi yang diterima oleh sistem masih besar (boros). Secara teoritis kondisi ini disebabkan oleh pengujian sistem yang belum proporsional yakni disain pengering berkapasitas 3.000 kg hanya diuji dengan beban separuhnya yakni 1.526 kg. Dengan demikian panas yang dibangkitkan pada tiap jengkal ruangan tidak termanfaatkan untuk menguapkan air bahan yang hanya menempati separuh dari wadah (bak) yang disediakan. Nilai efisiensi pengeringan yang dicapai sebesar 2,87 % atau energi yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air produk dibandingkan dengan energi untuk memanaskan udara pengering masih kecil. Pengertian lainnya adalah penggunaan panas untuk memindahkan air dari bahan ke udara relatif rendah sehingga hanya sebagian kecil dari panas udara yang telah dibangkitkan termanfaatkan oleh bahan. Sistem pengendalian logika fuzzy mampu meningkatkan laju pengeringan komoditas jagung yang merupakan indikator efektifitas proses menjadi 1,30 %bk/jam dari 1,18 %bk/jam pada pengujian Mulyantara (2008) pada pengering ERK-Hybrid. Kendala yang muncul pada sistem pengumpanan adalah adanya kemacetan aliran bahan bakar pada saluran hingga ke rumah kincir dan memacetkan motor pengumpan. Penanganan secara manual pada kondisi ini masih dilakukan dengan cara mendorong tumpukan tongkol pada saluran masuk tungku. Pengamatan terhadap kemacetan aliran tongkol jagung sebagai bahan bakar diilustrasikan sebagaimana gambar 50 garis ab.
Bak Air
Gambar 50. Kemacetan aliran bahan-bakar pada garis ab.
57
Disain sudut luncur sebesar 40o sebenarnya sudah memadai bagi proses gelinding tongkol jagung tersebut. Masalahnya adalah proses tumpukan tongkol jagung yang terjadi dari garis a ke b menyebabkan saling sanggah sehingga aliran tongkol berhenti dan juga menyebabkan penumpukan pada ujung saluran dekat kincir. Hal tersebut menyebabkan putaran kincir menjadi berat dan memacetkan motor penggerak. Masalah lain yang terjadi adalah lidah api yang menjulur naik ke saluran menyebabkan terbakarnya tongkol pada saluran bahkan sampai ke rumah kincir. Pemanasan kincir yang terdiri atas rumah kincir (statis) dengan bagian kincir yang bergerak (dinamis) menyebabkan pemuaian yang akan memperbesar gesekan dan memperberat beban motor DC penggerak. Kondisi ini juga mengakibatkan motor DC penggerak kincir terpapar panas dari saluran sehingga secara mekanis menurunkan performansi motor dan dengan mudah berhenti berputar atau macet. Solusi terhadap masalah ini dapat dilakukan dengan mengangkat ujung saluran (c) tempat jatuhnya tongkol ke ruang tungku naik ke dasar bak (d) sebagaimana terlihat pada gambar 50. Kondisi ini hanya menghindarkan proses tumpukan tongkol jagung yang saling menyangga sedangkan juluran lidah api masih dapat terjadi. Posisi kincir selanjutnya diangkat lebih tinggi sehingga lidah api tidak mencapainya, demikian pula posisi motor dibuat menjauh dari sumber panas untuk menghindari radiasi panas yang melemahkan performansinya.
58
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Rancangan sistem kendali logika fuzzy pada pengering ERK-Hybrid telah dibuat menggunakan dua parameter penting pengeringan yakni suhu dan kelembaban relatif (RH) udara yang dideteksi melalui sensor SHT75. Empat buah input fuzzy yaitu error suhu, error RH dan laju errornya masing-masing menghasilkan dua buah keluaran yang digunakan untuk mengendalikan laju aliran udara keluar sistem pengeringan dan kecepatan putar motor pengumpan bahan-bakar biomassa. 2. Pengujian sistem kendali logika fuzzy pada pengering ERK-Hybrid untuk parameter suhu dengan set point 47 oC menghasilkan suhu udara pengering ratarata 46,8 oC dengan simpangan sebesar 3,6 oC. Sedangkan parameter kelembaban dengan set point 45 %RH menghasilkan RH udara pengering rata-rata 41,8 % dengan simpangan 6,1 %. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kedua set point dari awal pengendalian adalah sekitar 10 menit. Pengendalian pada nilai set point parameter kelembaban tersebut menghasilkan rata-rata laju aliran udara sebesar 1,25 m/detik Sedangkan pengendalian pada nilai set point suhu menghasilkan ratarata putaran motor pengumpan sebesar 0,95 RPM. 3. Kondisi udara pengering dengan suhu rata-rata 46,8 oC dan kelembaban rata-rata 41,8 %RH menghasilkan laju penurunan kadar air bahan sebesar 1,30 %bk/jam sebagai indikator efektifitas pengeringan. Nilai efisiensi sistem pengeringan pada pengujian ini sebesar 2,87% dan konsumsi energi spesifik (KES) sebesar 13,7 MJ/kg dipengaruhi oleh beberapa aspek, salah satu diantaranya adalah pengujian separuh beban dari disain kapasitas 3.000 kg. 4. Disain unit tungku dan sistem pengumpan bahan bakar masih memerlukan perbaikan terutama pada dimensi tinggi dasar saluran untuk menghindari tumpukan tongkol jagung yang saling menyanggah hingga ke rumah kincir. Hal ini terjadi pada saat mengharapkan volume tongkol jagung yang banyak terbakar pada ruang tungku untuk menaikkan suhu udara pada ruang pengering. 5. Disain perangkat kendali logika fuzzy yang terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak menghasilkan sebuah prototipe yang dapat disempurnakan lebih
59
lanjut. Pembacaan sensor berjalan baik dengan hasil kalibrasi yang memiliki nilai R2 ≥ 0,9999 untuk parameter suhu dan R2 ≥ 0,9983 untuk parameter kelembaban. Fungsi LCD untuk menampilkan menu suhu, kelembaban yang terdeteksi oleh kedua sensor dan menu set point suhu dan kelembaban serta fungsi keypad berjalan dengan baik. Driver motor AC telah menunjukkan fungsi pengendalian putaran kipas maupun laju aliran udara dari ruangan ke lingkungan berdasarkan nilai RH acuan. Driver motor DC juga telah menunjukkan fungsi pengendalian putaran kincir pengumpan bahan bakar yang menghasilkan kondisi udara pengering pada suhu acuan. Disain antar muka dan sistem akuisisi data yang memuat algoritma fuzzy membantu operator dalam pengamatan dan penyediaan data yang akan dianalisa. 5.2 Saran 1. Perbaikan sistem tungku pada aspek saluran pengumpanan sehingga tidak menimbulkan kemacetan aliran bahan bakar dan motor penggerak kincir. 2. Pengujian sistem pengering yang didisain berkapasitas 3,0 ton harus diuji pada beban penuh dengan catatan penyedian daya listrik baik jaringan 1 fase maupun 3 fase terpenuhi di lokasi penempatan alat yang terpencil tersebut.
60
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K., Irwanto, A.K., Siregar, N., Agustina, E., Tambunan, A.H., Yamin, M., Hartulistiyoso, E., Purwanto, Y.A., Wulandani, D., Nelwan, L.O. 1998. Energi dan Listrik Pertanian, JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET:JTA9a(132). Bala, B.K. 1997. Drying and Storage of Cereal Grains, Oxford & IBH Publishing Co. PVT. LTD, New Delhi Calcutta. Basak A., 1991. Analogue electronic circuits and systems. Cambridge University Press. Great Britain. Brooker, D.B., F.W.B. Arkema., and C.W. Hall. 1992. Drying and Storage of Grain and Oilseeds. The AVI Publishing Company, Inc. New York. Cakraverty A., & Singh R.P., 2001. Postharvest Technology; cereals, pulses, fruits and vegetables. Science Publishers, Inc. New Hampshire. Dailey D.J., 1989. Operational Amplifiers and Linier Integrated Circuits. McGraw-Hill, Inc. New York. Darjat, 2008. Sistem Pengendalian Suhu dan Kelembaban pada Mesin Pengering Kertas. Jurnal Teknik Elektro, Jilid 10, Nomor 2, Juni 2008, hlm 82-88 Estiningrum D., 2007. Penentuan Sudut Sirip Pengangkat Tipe-L Pada Pengering Rotari Untuk pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomea batatas L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Fairchild Semiconductor Corp. 2003. 6-Pin Dip Random-Phase Optoisolators Triac Driver Output (250/400 Volt Peak). http://pdf1.alldatasheet.com/ datasheet-df/view/53870/FAIRCHILD/MOC3021.html. Tanggal akses 25 Desember 2008. Harital, 1999. Kajian Pengembangan Sistem Pengontrolan Suhu secara Otomatik menggunakan Algoritma PID dalam Sistem Pemeraman Buatan (Artificial Ripening) Buah-buahan Tropika. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Hendarto D., 2008. Sistem Kendali Pada In Store Dryer (ISD) Untuk Komoditas Jagung. Thesis. Program PS. IPB Bogor. Kamaruddin A., 2007. Teknologi berbasis sumber energi terbarukan untuk pertanian. IPB Press. Bogor. Kusumadewi S., & Purnomo H., 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Lu C., Liao Z., Jia H. And Chai G., 2006. Design of Fuzzy Control System of the Fast Drying Equipment for Chinese Herbs. International Journal of Information technology Vol. 12 No. 5 2006. http://www.icis.ntu.edu.sg/scsijit/1205/. Tanggal akses 15 Desember 2008.
61
Mansor H., et al., 2009. Fuzzy Control of Grain Drying Process. Proceedings of the UKSim 2009: 11th International Conference on Computer Modelling and Simulation - Volume 00. p.9 – 13. Martin G.H., 1985. Kinematika dan dinamika teknik. Penerjemah: Setyobakti. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mujumdar, A.S. dan S. Devahastin. 2001. Pengeringan Industrial. Penerjemah: Armansyah H.T., Dyah W., Edy H., Leopold O.N., IPB Press. Bogor. Mulyantara, FX. T., 2008. Simulasi Proses Pengeringan Jagung Pipilan Dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (Erk)-Hybrid Dengan Wadah Silinder. Thesis. Program PS. IPB Bogor. National Semiconductor. 2008. DAC0808 8-Bit D/A Converter. http://www. national.com/ds/DA/ DAC0808.pdf. Tanggal akses 25 Agustus 2008. National Semiconductor. 2009. LM339 Datasheet - Voltage Comparator Information And Circuits. http://home.cogeco.ca/~rpaisley4/Comparators. html. Tanggal akses 20 Februari 2009. Nizar J.E., 1997. Pengendalian Suhu pada Ruang Pengering Menggunakan PC LabCard 812-PG dengan Logika Fuzzy berbasis PC/AT. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Nugroho, S.A., 2007. Sistem Kontrol Lampu Lalu Lintas Menggunakan Inferensi Fuzzy. Skripsi. Fakultas Matematika dan IPA, IPB. Bogor Nelwan, L.O. 1997. Pengeringan Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca, Thesis, Program PS. IPB Bogor. Nelwan, L.O. 2005. Study On Solar-Assisted Dryer with Rotating Rack for Cocoa Beans, Dissertation, The Graduate School - Bogor Agricultural University Bogor. Omid M., Yadollahinia A.R. dan Rafiee S., 2006. A Thin-Layer Drying Model For Paddy Dryer. Proceedings of International Converence on Innovations in Food and Bioprocess Technologies, AIT Pathumthani. Thailand. Sensirion.Corp. 2008. Datasheet SHT7x (SHT71, SHT75) Humidity and Temperature Sensor Version 4.1. http://www.Sensirion. ch/en/pdf/ product_informa-tion/Datasheet-humidity-sensor-SHT7x.pdf. Tanggal akses 30 September 2008. Senjaya I., 1997. Pengontrolan Suhu dalam Ruang Pengering dengan Sistem Kontrol Fuzzy. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Single phase AC Motor speed controller. http://multyremotes.com/ac-motorspeed-control.htm. Tanggal akses 25 Agustus 2008. Stawczyk J. And Czapnik M., 2004. A Proposed Spray Drying Control System. Proceedings of the 14th International Drying Symposium (IDS 2004). Sao Paulo, Brazil. http://www.feq.unicamp.br/~ids2004/voIB/. Tanggal akses 15 Desember 2008.
62
Sulikah. 2007. Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea Mays L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Wallace, H.A dan E.N. Bressman. 1949. Corn and Corn Growing 5th Edition. John Willey & Sons, Inc. New York. Welty J.R., Wicks C.E., Wilson R.E,. Rorrer G., Dasar-dasar fenomena transport . Edisi keempat terjemahan. Penerbit Erlangga. Jakarta.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1. Perhitungan performansi teknis Pengeringan berlangsung pada kondisi suhu udara lingkungan rata-rata 24,1 o
C, (1) dan sistem menaikkan suhu tersebut menjadi rata-rata 46,8 oC, (2) sebagai
udara pengering. Bahan berupa jagung pipilan dikeringkan pada suhu tersebut sehingga sejumlah massa air menguap ke udara dan menyebabkan pendinginan udara, (3). Dengan bantuan grafik psikrometrik dapat diilustrasikan sebagai berikut:
h2=h3=92,51 kJ/kg 3
H3 = 0,02371 kg/kg.uk
h1=68,98 kJ/kg 2
H1=H2 = 0,017585 kg/kg.uk v=0,93056 m3/kg.uk
1
92.8%
24.1oC
46.8oC
Massa jagung pipilan sebesar 1.526 kg dengan kadar air 25,7 %bb dikeringkan hingga kadar air akhir menjadi 15 %bb. Sejumlah massa air hilang (menguap), dapat diilustrasikan dalam kesetimbangan massa: C? c=100%
A 1.526 kg
B ? kg
Drying a : 25,7%
b : 15%
Eliminasi (1) dan (2): 1.526 = B + C ………..(1) 392,182 = 0.15B + C …….(2) 1.133,8 = 0,85B Î B = 1.333,9 kg
Massa total: A=B+C 1.526 = B + C ………..(1) Massa air: A(a) = B(b) + C(c) 392,182 = 0.15B + C …….(2)
Dari persamaan (1) diperoleh nilai C sebesar 192,1 kg Massa akhir jagung pipilan kering sebanyak 1.333,9 kg dan air yang menguap sebanyak 192,1 kg. Proses sortasi/pembersihan jagung dari kotoran seperti biji mati dan serpihan tongkol serta susut hilang menyisakan jagung pipilan kering jual sebanyak 1.187 kg, (massa biji mati, kotoran dan susut hilang sebanyak 146,9 kg). Jumlah energi yang digunakan pada proses pengeringan sebanyak 933.042 kJ yang dihitung dengan persamaan berikut ini:
65
QTP =
qu (h2 − h1 ) x3.600 xt v
Dimana: QTP qu v h2,3 h1 t
= energi total pengeringan (kJ) ... ( 933.042 kJ ) = debit udara (m3/det) ................. ( 0,79 m3/det ) = volume jenis udara (m3/kg) ......( 0,9306 m3/kg ) = entalpi akhir (kJ/kg) ................ ( 92,51 kJ/kg ) = entalpi awal (kJ/kg) ................ ( 68,98 kJ/kg ) = lama pengeringan (jam) ..........( 13 jam )
Panas yang diterima udara pengering sebagai energi berguna sebesar 906.995 kJ yang dihitung dari persamaan: QUd =
qu C pu (Tr − Tl ) x3.600 xt v
Dimana: Qud qu v Cpu Tr Tl t
= panas yang diterima udara pengering (kJ) ... ( 906.995 kJ ) = debit udara (m3/det) ................ .....................( 0,79 m3/det ) = volume jenis udara (m3/kg) ..........................( 0.9306 m3/kg ) = panas jenis udara (kJ/kgoC) .........................( 1,008 kJ/kgoC ) = suhu udara ruang pengering (oC) ................( 46,8 oC ) = suhu udara lingkungan (oC) ........................( 24,1 oC ) = lama pengeringan (jam) ..............................( 13 jam ) Panas untuk menaikkan suhu bahan sebagai energi berguna sebesar 11.748 kJ
yang dihitung dari persamaan:
QSB = mOj C pj (Tr − T j ) Dimana: QSB Moj Cpj Tr Tj
= Panas untuk menaikkan suhu bahan (kJ) ... ( 11.748 kJ ) = massa awal jagung (kg) ..............................( 1.526 kg ) = panas jenis jagung (kJ/kgoC) .....................( 1,7108 kJ/kgoC ) = suhu udara ruang pengering (oC) ...............( 46,8 oC ) = suhu bahan/jagung (oC) ..............................( 42,3 oC )
Panas untuk menguapkan air bahan sebagai energi berguna sebesar 14.298 kJ yang dihitung dari persamaan: QUap = QTP − (QSp + QUd ) Dimana: QUap QTP QSP Qud
= panas untuk menguapkan air bahan (kJ) ...... ( 14.298 kJ ) = energi total pengeringan (kJ) ....................... ( 933.042 kJ ) = Panas untuk menaikkan suhu bahan (kJ) ..... ( 11.748 kJ ) = panas yang diterima udara pengering (kJ) ... ( 906.995 kJ )
66
Efisiensi penggunaan energi berupa efisiensi termal bangunan sebesar 36,40 % yang dihitung dari persamaan:
ηT =
QUd x100% QS + QB
Dimana: = efisiensi termal bangunan (%) ..................... ( 36,40 % ) = panas yang diterima udara pengering (kJ) ... ( 906.995 kJ ) = energi surya (kJ) .......................................... ( 251.787,2 kJ ) = energi biomassa (kJ) .................................... ( 2.240.000 kJ )
ηT Qud QS QB
Efisiensi pengeringan sebesar 2,87 % yang dihitung dari persamaan berikut ini:
ηP =
QSB + QUap Qud
x100%
Dimana: ηP QSB QUap Qud
= efisiensi pengeringan (%) ............................ ( 2,87 % ) = Panas untuk menaikkan suhu bahan (kJ) ..... ( 11.748 kJ ) = panas untuk menguapkan air bahan (kJ) ...... ( 14.298 kJ ) = panas yang diterima udara pengering (kJ) ... ( 906.995 kJ )
Konsumsi energi spesifik (KES) sebesar 13.681 kJ/kg yang dihitung dari persamaan: KES =
QL + QS + QB muap
Dimana: KES = konsumsi energi spesifik (kJ/kg) ............................... ( 13.681 kJ/kg ) QL = energi listrik (kJ) ....................................................... ( 136.659,8 kJ ) QS = energi surya (kJ) ........................................................ ( 251.787,2 kJ ) QB = energi biomassa (kJ) .................................................. ( 2.240.000 kJ ) muap = massa air yang diuapkan selama pengeringan (kg) ... ( 192,1 kg )
67
Lampiran 2. Perintah dalam bahasa Assembly $mod51 ;Procedure LCD Address Write InitLCD CommandLCD WriteLCD ReadLCD ReadAddrLCD SetDDRAM SetCGRAM ;LCD Command DisplayClear CursorHome DecCursor IncCursor CDDSR ICDSL CursorOff CursorOn DisplayOff CursorBlink ShiftCursorRight ShiftCursorLeft ShiftDisplayRight ShiftDisplayLeft DShiftCursorInc DShiftCursorDec ;ADDRESS PPI PPIA PPIB PPIC PPICW ORG LJMP ;interrupt EX0 ORG mov reti ORG mov reti ;interrupt penerimaan ORG CLR MOV CMMD: CJNE MOV MOV RETI DDTA: CJNE MOV MOV RETI KAWAL: CJNE MOV IXIT: RETI MTROUT: dc: MOV
EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU
0700H 0740H 07B0H 07D0H 07F0H 0820H 0850H 0870H
EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU EQU
01H 02H 04H 06H 05H 07H 0CH 0EH 08H 0FH 14H 10H 1CH 18H 07H 05H
EQU EQU EQU EQU 4000H START
2000H 2001H 2002H 2003H
4003H r6,#67 4013H r6,#67 4023H RI A, SBUF R3,#"K",DDTA R3,#"L" 31H,A
;bersihkan receive flag ;pindah data sbuf ke A
R3,#"L",KAWAL R3,#"Z" 32H,A A,#"M",IXIT R3,#"K" A,31H
68
MOV DPTR,#PPIA MOVX @DPTR,A kipas: MOV A,32H MOV DPTR,#PPIB MOVX @DPTR,A ENS: RET ORG 4100H DELAY: MOV R5,#80 DJNZ R5,$ RET DELST: MOV R5,#40 DJNZ R5,$ RET DELAYF: MOV R7, #2H LUP2: MOV R4, #0FFH LUP1: MOV R5, #0FFH DJNZ R5, $ DJNZ R4, LUP1 DJNZ R7, LUP2 RET ;PROCEDURE PENGAMBILAN DATA PERSATUAN AYO: MOVC A,@A+DPTR MOV R2,A RET ;PROCEDURE TAMPIL LCD1 PLCD: MOVX A,@DPTR CJNE A,#'$',GO2 JMP AD GO2: LCALL WriteLCD INC DPTR LCALL DELAY JMP PLCD AD: CALL DELAY RET ;-------Procedure Keypad KEY: R1: MOV A,#11101111b MOV DPTR,#PPIC MOVX @DPTR,A MOV DPTR,#PPIC movx A,@DPTR ANL A,#00001111B R1C1: CJNE A,#1110B,R1C2 MOV A,#1 JMP AKHIR R1C2: CJNE A,#1101B,R1C3 MOV A,#2 JMP AKHIR R1C3: CJNE A,#1011B,R1C4 MOV A,#3 JMP AKHIR R1C4: CJNE A,#0111B,R2 MOV A,#0 JMP AKHIR R2: MOV A,#11011111b MOV DPTR,#PPIC
69
R2C1: R2C2: R2C3: R2C4: R3:
R3C1: R3C2: R3C3: R3C4: R4:
R4C1: R4C2: R4C3: R4C4: ZERO: AKHIR: CMDB: WritB:
MOVX MOV movx ANL CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP MOV MOV MOVX MOV movx ANL CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP MOV MOV MOVX MOV movx ANL CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP CJNE MOV JMP MOV RET
@DPTR,A DPTR,#PPIC A,@DPTR A,#00001111B A,#1110B,R2C2 A,#4 AKHIR A,#1101B,R2C3 A,#5 AKHIR A,#1011B,R2C4 A,#6 AKHIR A,#0111B,R3 A,#12H AKHIR A,#10111111b DPTR,#PPIC @DPTR,A DPTR,#PPIC A,@DPTR A,#00001111B A,#1110B,R3C2 A,#7 AKHIR A,#1101B,R3C3 A,#8 AKHIR A,#1011B,R3C4 A,#9 AKHIR A,#0111B,R4 A,#13H AKHIR A,#01111111b DPTR,#PPIC @DPTR,A DPTR,#PPIC A,@DPTR A,#00001111B A,#1110B,R4C2 A,#14H AKHIR A,#1101B,R4C3 A,#0 AKHIR A,#1011B,R4C4 A,#15H AKHIR A,#0111B,ZERO A,#16H AKHIR A,#30H
Mov RLC Mov Setb lcall
r3,#8 ; command valid saat sck High & keep until sck down, after down boleh ubah A ; c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 p3.3,C ;sck ___---___---___---___---___---___---___---___---___ p3.5 ;Data ______________________________________-----------__ DELAY
70
nolB:
finB:
clr lcall djnz setb Setb lcall clr setb Mov cjne clr setb Mov cjne clr
p3.5 DELAY r3,WritB p3.3 p3.5 DELAY p3.5 ie.2 R6,#78 r6,#67,nolB ie.2 ie.2 R6,#78 r6,#67,finB ie.2
;
!
!
!
!
!
!
!
!
; ;
D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0 ready data pulldown by sensor
;CEK ACK
;CEK FINISH MEASUREMENT
;-------Read Data Sensor First Byte------------------ReadB: setb p3.3 ; Read/Data Valid saat sck down keep until sck high, dibaca saat sck down mov r3,#8 ; c15 c14 c13 c12 c11 c10 c9 c8 Read1B: ;sck ___---___---___---___---___---___---___---___---___ setb p3.5 ;data ______============================================ lcall DELST ; ! ! ! ! ! ! ! ! mov c,p3.3 ; D15 D14 D13 D12 D11 D10 D9 D8 lcall DELST clr p3.5 rlc a lcall DELAY djnz r3,Read1B mov r0,a ;------ACK First Byte--------------------------------clr p3.3 ;sck ___---___ setb p3.5 ;data _________ lcall DELST clr p3.5 ;-------Read Data Sensor second Byte------------------setb p3.3 ;Read/Data Valid saat sck down keep until sck high, dibaca saat sck down mov r3,#8 ; c7 c6 c5 c4 c3 c2 c1 c0 Read2B: ;sck ___---___---___---___---___---___---___---___---___ setb p3.5 ;data ______============================================ lcall DELST ; ! ! ! ! ! ! ! ! mov c,p3.3 ; D15 D14 D13 D12 D11 D10 D9 D8 lcall DELST clr p3.5 rlc a lcall DELAY djnz r3,Read2B mov r1,a ;------ACK second Byte--------------------------------setb p3.3 lcall DELST ;sck ___---___ setb p3.5 ;data _________ lcall DELST clr p3.5 lcall DELST ;konf jmp konv ;-------Transmisi Start----------------------------
71
TS:
Clr p3.4 ;sck __--__--__ Setb p3.2 ;Dta ---____--lcall DELAY setb p3.4 lcall DELAY clr p3.2 lcall DELAY clr p3.4 lcall DELAY setb p3.4 lcall DELAY setb p3.2 lcall DELAY clr p3.4 lcall DELAY ret TSB: Clr p3.5 ;sck __--__--__ Setb p3.3 ;Dta ---____--lcall DELAY setb p3.5 lcall DELAY clr p3.3 lcall DELAY clr p3.5 lcall DELAY setb p3.5 lcall DELAY setb p3.3 lcall DELAY clr p3.5 lcall DELAY ret ;-------Write Command---------------------------CMD: Mov r3,#8 ;write/command valid saat sck High & keep until sck down, after down boleh ubah Writ: RLC A ; c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 Mov p3.2,C ;sck ___---___---___---___---___---___---___---___---___ Setb p3.4 ;Data ______________________________________-----------__ lcall DELAY clr p3.4 ; ! ! ! ! ! ! ! ! lcall DELAY djnz r3,Writ ; D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0 setb p3.2 ;ready data pulldown by sensor Setb p3.4 lcall DELAY clr p3.4 setb ie.0 Mov R6,#78 nol: cjne r6,#67,nol ;CEK ACK clr ie.0 setb ie.0 Mov R6,#78 fin: cjne r6,#67,fin ;CEK FINISH MEASUREMENT clr ie.0 ;-------Read Data Sensor First Byte------------------Read: setb p3.2 ;Read/Data Valid saat sck down keep until sck high, dibaca saat sck down mov r3,#8 ; c15 c14 c13 c12 c11 c10 c9 c8 Read1: ;sck ___---___---___---___---___---___---___---___---___ setb p3.4 ;data ______============================================ lcall DELST ; ! ! ! ! ! ! ! !
72
mov c,p3.2 ; D15 D14 D13 D12 D11 D10 D9 D8 lcall DELST clr p3.4 rlc a lcall DELAY djnz r3,Read1 mov r0,a ;------ACK First Byte--------------------------------clr p3.2 ;sck ___---___ setb p3.4 ;data _________ lcall DELST clr p3.4 ;-------Read Data Sensor second Byte------------------setb p3.2 ;Read/Data Valid saat sck down keep until sck high, dibaca saat sck down mov r3,#8 ; c7 c6 c5 c4 c3 c2 c1 c0 Read2: ;sck ___---___---___---___---___---___---___---___---___ setb p3.4 ;data ______============================================ lcall DELST ; ! ! ! ! ! ! ! ! mov c,p3.2 ; D15 D14 D13 D12 D11 D10 D9 D8 lcall DELST clr p3.4 rlc a lcall DELAY djnz r3,Read2 mov r1,a ;------ACK second Byte--------------------------------setb p3.2 lcall DELST ;sck ___---___ setb p3.4 ;data _________ lcall DELST clr p3.4 lcall DELST ;-------Konversi--------------------------------------konv: mov a,r0 mov b,#100 div ab mov 36h,a mov a,b mov b,#10 div ab mov 37h,a mov a,b mov 38h,a
ULL:
mov mov div mov mov mov div mov mov mov RET MOV MOV MOV MOV
a,r1 b,#100 ab 39h,a a,b b,#10 ab 3Ah,a a,b 3Bh,a A,R0 R2,A A,R2 B,#4
73
BB:
CC:
D1:
D2:
D3: DD:
DIV AB MOV R5,A MOV R0,B CLR C MOV A,R2 MOV B,#6 MUL AB MOV R3,A MOV A,B CJNE A,#1,CC INC R0 MOV A,R0 MOV B,#4 DIV AB ADD A,R5 MOV R5,A MOV R0,B CLR C MOV A,R3 SUBB A,#250 JC BB CLR C ADD A,#6 MOV R3,A INC R0 CJNE R0,#4,CC INC R5 MOV R0,#0 JMP CC CLR C MOV A,R3 ADD A,#6 MOV R3,A CJNE R0,#1,D1 MOV R4,#2 MOV R6,#5 MOV R7,#0 JMP DD CJNE R0,#2,D2 MOV R4,#5 MOV R6,#0 MOV R7,#0 JMP DD CJNE R0,#3,D3 MOV R4,#7 MOV R6,#5 MOV R7,#0 JMP DD MOV R4,#0 MOV R6,#0 MOV R7,#0 MOV A,R3 CALL URAI MOV A,R1 CALL URAI MOV A,R7 MOV B,#10 DIV AB MOV R7,B ADD A,R6
; R5 = nilai ribuan ; R0 = SISA PEMBAGIAN @ 250
; r5 = nilai ribuan ; r0 = sisa pembagian @ 250
; R4 = NILAI RATUSAN ; R6 = NILAI PULUHAN ; R7 = NILAI SATUAN
74
MOV B,#10 DIV AB MOV R6,B ADD A,R4 MOV B,#10 DIV AB MOV R4,B ADD A,R5 MOV B,#10 DIV AB MOV R5,B ; R5 = NILAI RIBUAN MOV R3,A ; R3 = NILAI PULUHAN RIBU RET URAI: MOV B,#100 DIV AB ADD A,R4 MOV R4,A MOV A,B MOV B,#10 DIV AB ADD A,R6 MOV R6,A MOV A,B ADD A,R7 MOV R7,A RET ;------------ sub-program menghitung nilai suhu -----------HITSUHU: CLR C MOV A,R5 SUBB A,#4 JC PINJAM MOV R5,A JMP PINJ1 PINJAM: CLR C MOV A,R3 CJNE A,#0,K1 MOV R5,#0 MOV R4,#0 MOV R6,#0 MOV R7,#0 JMP PINJ1 K1: DEC R3 ; R3 = Nilai puluhan ribu MOV A,#10 SUBB A,#4 ADD A,R5 MOV R5,A PINJ1: RET SAVSUHU1: IL1:
IL2:
MOV CJNE JMP MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV
A,R3 A,#0,IL2 IL2 38H,A A,#082H SetDDRAM A,38H A,#30H WriteLCD A,R5 39H,A A,#083H
75
SAVSUHU2: IL3:
IL4:
LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL RET MOV CJNE JMP MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL RET
SetDDRAM A,39H A,#30H WriteLCD A,R4 3AH,A A,#084H SetDDRAM A,3AH A,#30H WriteLCD A,R6 3BH,A A,#086H SetDDRAM A,3BH A,#30H WriteLCD A,R3 A,#0,IL4 IL4 3CH,A A,#0C2H SetDDRAM A,3CH A,#30H WriteLCD A,R5 3DH,A A,#0C3H SetDDRAM A,3DH A,#30H WriteLCD A,R4 3EH,A A,#0C4H SetDDRAM A,3EH A,#30H WriteLCD A,R6 3FH,A A,#0C6H SetDDRAM A,3FH A,#30H WriteLCD
;--------------- sub-program menghitung nilai kelembaban (RH) --LEMBAB: MOV R0,#0 MOV R1,#0 MOV R2,#0 MOV R3,#0 MOV A,R5 CJNE A,#00,CEKL1 MOV R7,#36 CALL KECIL
76
PNJ1:
CEKL1:
CEKL2:
CEKL3:
CEKL4:
CEKL5:
CEKRET: KECIL:
MOV CLR SUBB JC MOV JMP CLR DEC MOV ADD MOV JMP CJNE MOV CALL MOV ADD MOV JMP CJNE MOV CALL MOV ADD MOV JMP CJNE MOV CLR SUBB JC MOV MOV MOV JMP CLR MOV CALL MOV ADD MOV CALL RET MOV MOV MUL MOV CALL MOV MOV MUL CALL MOV MOV MUL MOV CALL MOV MOV MUL
A,R3 C A,#03 PNJ1 R3,A CEKRET C R2 A,R3 A,#7 R3,A CEKRET A,#01,CEKL2 R7,#31 ; GRAFIK SEDANG (RH = 0.031 SO + 3) KECIL A,R3 A,#3 R3,A CEKRET A,#02,CEKL3 R7,#23 ; RH = 0.0233 SO + 18.34 KECIL A,R3 A,#18 R3,A CEKRET A,#03,CEKL4 A,R4 C A,#05 CEKL5 R1,#01 ; R1 = RATUSAN RH R2,#00 ; R2 = PULUHAN RH R3,#00 ; R3 = SATUAN RH CEKRET C R7,#23 ; RH = 0.0233 SO + 18.34 KECIL A,R3 A,#18 R3,A ATURL A,R6 B,R7 AB R0,B PECAH0 A,R0 B,#255 AB PECAH0 A,R4 B,R7 AB R0,B PECAH1 A,R0 B,#255 AB
77
SEDANG: BESAR: ATURL:
PECAH0:
PECAH1:
PECAH2:
SAVRH1:
CALL MOV MOV MUL MOV CALL MOV MOV MUL CALL RET CLR RET CLR RET MOV MOV DIV ADD MOV MOV DIV ADD MOV MOV DIV ADD MOV MOV RET MOV DIV ADD MOV RET MOV DIV ADD MOV MOV MOV DIV ADD MOV RET MOV DIV ADD MOV MOV MOV DIV ADD MOV MOV ADD MOV RET MOV CJNE
PECAH1 A,R5 B,R7 AB R0,B PECAH2 A,R0 B,#255 AB PECAH2 C C A,R3 B,#100 AB A,R1 A,B B,#10 AB A,R2 R3,B B,#10 AB A,R1 R1,A R2,B B,#100 AB A,R3 R3,A B,#100 AB A,R2 R2,A A,B B,#10 AB A,R3 R3,A B,#100 AB A,R1 R1,A A,B B,#10 AB A,R2 R2,A A,B A,R3 R3,A A,R1 A,#0,PE6
78
PE5:
PE6:
SAVRH2: PE7:
PE8:
JMP MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL RET MOV CJNE JMP MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL RET
PE6 40H,A A,#08CH SetDDRAM A,40H A,#30H WriteLCD A,R2 41H,A A,#08DH SetDDRAM A,41H A,#30H WriteLCD A,R3 42H,A A,#08EH SetDDRAM A,42H A,#30H WriteLCD A,R1 A,#0,PE8 PE8 43H,A A,#0CCH SetDDRAM A,43H A,#30H WriteLCD A,R2 44H,A A,#0CDH SetDDRAM A,44H A,#30H WriteLCD A,R3 45H,A A,#0CEH SetDDRAM A,45H A,#30H WriteLCD
KIRIN: add MOV JNB CLR Call RET
a,#30h SBUF, A TI, $ TI DELAY
;kirim A ke SBuf ;tunggu sampai TI habis ;Bersihkan flag trancieve serial ;tunggu
MOV MOV MOV MOV MOV SETB
SCON, #50H TMOD, #20H TL1, #0FDH TH1, #0FDH PCON, #00H TR1
;inisialisasi baud rate (9600 bps) ;Set Timer ; ; ; ;
initseri:
79
RET Reset: ;-------Reset Sensor------------------------------setb p3.2 setb p3.3 clr p3.4 clr p3.5 Mov r7,#9 ;write/command valid saat sck High & keep until sck down, after down boleh ubah rset: Setb p3.4 Setb p3.5 lcall DELAY clr p3.4 Setb p3.5 lcall DELAY djnz r7,rset call TS call TSB ret kdat: MOV A,#27h ;AWAL Data LCALL KIRIN MOV A,40h ;AWAL Data LCALL KIRIN MOV A,36h ;DATA RD MSB Bit 1 LCALL KIRIN MOV A,37H ;DATA RD MSB Bit 2 LCALL KIRIN MOV A,38H ;DATA RD MSB Bit 3 LCALL KIRIN MOV A,39H ;DATA RD LSB Bit 1 LCALL KIRIN MOV A,3AH ;DATA RD LSB Bit 2 LCALL KIRIN MOV A,3Bh ;DATA RD LSB Bit 3 LCALL KIRIN ret START: call initseri ;Panggil prosedur set serial setb ie.7 setb ie.4 Call Reset lcall DELAYF ;------INISIALISASI PPI-----------------------------------MOV A,#10000001b MOV DPTR,#PPICW MOVX @DPTR,A CALL InitLCD AWAL: MOV DPTR,#TXT1 MOV A,#080H LCALL SetDDRAM CALL PLCD MOV DPTR,#TXT2 MOV A,#0C0H LCALL SetDDRAM CALL PLCD IM1: MOV R7,#5 LCALL LUP2 call SAVSUHU1
80
call call call call MOV MOV MOVX mov MOV JNB CLR
SAVSUHU2 LEMBAB SAVRH1 SAVRH2 A,#128 DPTR,#PPIA @DPTR,A a,#"B" SBUF, A TI, $ TI
;kirim A ke SBuf ;tunggu sampai TI habis ;Bersihkan flag trancieve serial
LOOP1:
Lcall Lcall
call TS mov a,#00000101b Call CMD call ULL call LEMBAB call SAVRH1 MOV 40h,#18h LCALL kdat lcall DELAYF call TS mov a,#00000011b Call CMD call ULL call HITSUHU call SAVSUHU1 MOV 40h,#24h LCALL kdat lcall DELAYF call TSB mov a,#00000101b Call CMDB call ULL call LEMBAB call SAVRH2 MOV 40h,#19h LCALL kdat lcall DELAYF call TSB mov a,#00000011b Call CMDB call ULL call HITSUHU call SAVSUHU2 MOV 40H,#25h LCALL kdat lcall DELAYF Call Reset lcall DELAYF LCALL MTROUT call KEY CJNE A,#30H,PRESS Lcall DELAYF Lcall DELAYF Lcall DELAYF Lcall DELAYF DELAYF DELAYF
;AWAL Read
;AWAL Read
;AWAL Read
;AWAL Read
81
LCALL LCALL LCALL LCALL LOOP2: Ljmp LOOP3: CJNE MOV LCALL MOV LCALL MOV LCALL MOV LCALL MOV LCALL MOV LCALL MOV LCALL MOV LCALL MOV MOV LCALL CALL MOV MOV LCALL CALL
DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF LOOP1 A,#13H,LOOP2 A,#27h KIRIN A,#23h KIRIN A,3Ch KIRIN A,3DH KIRIN A,3EH KIRIN A,3FH KIRIN A,40H KIRIN A,41H KIRIN DPTR,#TXT1 A,#080H SetDDRAM PLCD DPTR,#TXT2 A,#0C0H SetDDRAM PLCD
PRESS: CJNE MOV MOV LCALL CALL MOV MOV LCALL CALL LCALL Lcall Lcall Lcall Lcall Lcall Lcall LCALL LCALL LCALL IN1: MOV LCALL call CJNE Ljmp INP1: MOV MOV LCALL MOV ADD
A,#12H,LOOP3 DPTR,#TXT3 A,#080H SetDDRAM PLCD DPTR,#TXT4 A,#0C0H SetDDRAM PLCD DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF R7,#3 LUP2 KEY A,#30H,INP1 IN1 3CH,A A,#089H SetDDRAM A,3CH A,#30H
;AWAL Read ;AWAL Read ;DATA RD MSB Bit 1 ;DATA RD MSB Bit 2 ;DATA RD MSB Bit 3 ;DATA RD LSB Bit 1 ;DATA RD LSB Bit 2 ;DATA RD LSB Bit 3
82
IN2:
INP2:
IN3:
INP3:
IN4:
INP4:
TUN:
LCALL MOV LCALL call CJNE Ljmp MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV LCALL call CJNE Ljmp MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL MOV LCALL call CJNE Ljmp MOV MOV LCALL MOV ADD LCALL CJNE Ljmp LCALL Lcall Lcall Lcall Lcall RET
WriteLCD R7,#2 LUP2 KEY A,#30H,INP2 IN2 3DH,A A,#08AH SetDDRAM A,3DH A,#30H WriteLCD R7,#2 LUP2 KEY A,#30H,INP3 IN3 3EH,A A,#0C9H SetDDRAM A,3EH A,#30H WriteLCD R7,#2 LUP2 KEY A,#30H,INP4 IN4 3FH,A A,#0CAH SetDDRAM A,3FH A,#30H WriteLCD A,#13H,TUN LOOP2 DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF DELAYF
;------DATA YANG AKAN DICETAK------------TXT1: DB 'T: . C RH: %$' TXT2: DB 't: . C rh: %$' TXT3: DB 'SP RH : %RH$' TXT4: DB 'SP T : C $' END ;Penggunaan Memory ;RO :DATA RD MSB ;R1 :DATA RD LSB ;R2 :PROCEDURE PENGAMBILAN DATA PERSATUAN ;R3 ..R7 : ;36h :DATA RD MSB Bit 1 HASIL KONVERSI BAGI ;37H ;DATA RD MSB Bit 2 ;38H ;39H ;3AH..3FH ;40H
83
Lampiran 3. Perintah dalam bahasa Delphi 7.0 private { Private declarations } public { Public declarations } mac, mdc, rrh, rrt: integer; i,jdah,jdat,vmoh,vmot,lama : integer; j,k,SP_T,SP_RH,dT,dH,RHtrue1,RHtrue2,Sutrue1,Sutrue2,Sutruerat,RHrat: real; Ctr,namafile : string; Temp1:array[1..8]of string; Temp2:array[1..8]of string; Temp3:array[1..8]of string; Temp4:array[1..8]of string; Temp5:array[1..8]of string; Humi1:array[1..8]of string; Humi2:array[1..8]of string; Humi3:array[1..8]of string; Humi4:array[1..8]of string; Humi5:array[1..8]of string; Spoin:array[1..8]of string; end; Const valout : array[1..7,1..7] of real = ((-1, -1, -1, -0.75, (-1, -1, -0.75, -0.5, (-1, -0.75, -0.5, -0.25, (-0.75, -0.5, -0.25, 0, (-0.5, -0.25, 0, 0.25, (-0.25, 0, 0.25, 0.5, (0, 0.25, 0.5, 0.75,
-0.5, -0.25, 0, 0.25, 0.5, 0.75, 1,
-0.25, 0, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 1,
0), 0.25), 0.5), 0.75), 1), 1), 1));
Escale=80; //(T:20..100,SPT:30..90) dEscale=15; //(-80..80) Tscale=623; Fscale=90; //(RH:20..90,SPRH:40..60) dFscale=20; //(-70..70) Hscale=300; //Oscale=269;//(0..255) var Form1: TForm1; lama,sh1,penuh,kmode,delaya :integer; zoom, focus, iris, gamma : string; saat,tanggal: tdatetime; Nilai,RH1,RH2,Str,Suhulin1,Suhulin2,SPRH,SPT,NilH1,NilT1,NilH2,NilT2,NilHT: string; RHlin1,RHlin2,RHtr1,RHtr2 : real; Lemb1,Lemb2,Lemb3,Lemb4,Suhu1,Suhu2,Suhu3,Suhu4 : integer; Var//Fuzzy p,q,r,s:integer; E1,E2,Eo1,Eo2,dE,dE2,Et,Et2,dEt,dEt2 : real; F1,F2,dF,dF2,Ft,Ft2,dFt,dFt2 : real; PBE, PSE, PKE, PBdE, PSdE, PKdE,KE,BE,ZO : real; NBE, NSE, NKE, NBdE, NSdE, NKdE,Kde,Bde : real; MudE : array[1..10] of real; MuE : array[1..10] of real; MuOut : array[1..10,1..10] of real; MuCtr, Ctr1,Ctr2,Ctr3,Ctr6,Ctr7,Ctr8,Ctr10,Val1,Val2,val3,val4 : real; kontrol,acuan : longint;
84
implementation {$R *.DFM} Function fngrade(var x,x1,x2 :real) : real; Var Xt : real; begin Xt := (x-x1)/(x2-x1); fngrade := Xt; end; // End of Function fngrade Procedure MaxGrade; Var a,b,c,d,aa,bb,cc,dd : real; begin a:=Valout[p,r]; b:=Valout[p,s]; c:=Valout[q,r]; d:=Valout[q,s]; aa:=Muout[p,r]; bb:=Muout[p,s]; cc:=Muout[q,r]; dd:=Muout[q,s]; if(a=b) then begin if(aa>=bb) then bb:=0 else aa:=0; end; if(a=c) then begin if(aa>=cc) then cc:=0 else aa:=0; end; if(a=d) then begin if(aa>=dd) then dd:=0 else aa:=0; end; if(b=c) then begin if(bb>=cc) then cc:=0 else bb:=0; end; if(b=d) then begin if(bb>=dd) then dd:=0 else bb:=0; end; if(c=d) then begin if(cc>=dd) then dd:=0 else cc:=0; end; MuOut[p,r]:=aa; MuOut[p,s]:=bb; MuOut[q,r]:=cc; MuOut[q,s]:=dd; end; //End of Procedure MaxGrade Procedure Error_Fuzzy_H; Begin Zo:=0;
85
PKE:=0.25; PSE:=2*PKE; PBE:=3*PKE; NBE:=(-1)*PBE; NSE:=(-1)*PSE; NKE:=(-1)*PKE; if(Ft<=NBE) then begin p:= 1; q:= 2; MuE[p]:= 1; MuE[q]:= 0; end; if(Ft>NBE) and (Ft<=NSE) then begin p:= 1; q:= 2; MuE[p]:= fngrade(Ft,NSE,NBE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Ft>NKE) and (Ft<=Zo) then begin p:= 2; q:= 3; MuE[p]:= fngrade(Ft,Zo,NKE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Ft>NKE) and (Ft<=ZO) then begin p:= 3; q:= 4; MuE[p]:= fngrade(Ft,ZO,NKE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Ft>ZO) and (Ft<=PKE) then begin p:= 4; q:= 5; MuE[p]:= fngrade(Ft,PKE,ZO); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Ft>PKE) and (Ft<=PSE) then begin p:= 5; q:= 6; MuE[p]:= fngrade(Ft,PSE,PKE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Ft>PSE) and (Ft<=PBE) then begin p:= 6; q:= 7; MuE[p]:= fngrade(Ft,PBE,PSE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Ft>PBE) then begin p:= 2; q:= 3; MuE[p]:= 0;
86
MuE[q]:= 1; end; end; //End of Error_Fuzzyfication Procedure dError_Fuzzy_H; begin Zo:=0; PKdE:=0.5; PSdE:=2*PKdE; PBdE:=3*PKdE; NBdE:=(-1)*PBdE; NSdE:=(-1)*PSdE; NKdE:=(-1)*PKdE; if(dFt<=NBdE) then begin r:= 1; s:= 2; MudE[r]:= 1; MudE[s]:= 0; end; if(dFt>NBdE) and (dFt<=NSdE) then begin r:= 1; s:= 2; MudE[r]:= fngrade(dFt,NKdE,NSdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dFt>NSdE) and (dFt<=NKdE) then begin r:= 2; s:= 3; MudE[r]:= fngrade(dFt,NKdE,NSdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dFt>NKdE) and (dFt<=ZO) then begin r:= 3; s:= 4; MudE[r]:= fngrade(dFt,ZO,NKdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dFt>ZO) and (dFt<=PKdE) then begin r:= 4; s:= 5; MudE[r]:= fngrade(dFt,PKdE,ZO); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dFt>PKdE) and (dFt<=PSdE) then begin r:= 5; s:= 6; MudE[r]:= fngrade(dFt,PSdE,PKdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dFt>PSdE) and (dFt<=PBdE) then begin r:= 6; s:= 7;
87
MudE[r]:= fngrade(dFt,PBdE,PSdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dFt>PBdE) then begin r:= 2; s:= 3; MudE[r]:= 0; MudE[s]:= 1; end; end; //End of dError_Fuzzyfication Procedure Defuzzy_H; begin MuOut[p,r]:=MuE[p]*MudE[r]; MuOut[p,s]:=MuE[p]*MudE[s]; MuOut[q,r]:=MuE[q]*MudE[r]; MuOut[q,s]:=MuE[q]*MudE[s]; MaxGrade; MuCtr:=MuOut[p,r]+MuOut[p,s]+MuOut[q,r]+MuOut[q,s]; val3:=MuOut[p,r]*Valout[p,r]+MuOut[p,s]*Valout[p,s]; val4:=MuOut[q,r]*Valout[q,r]+MuOut[q,s]*Valout[q,s]; Ctr10:=(val3+val4)/MuCtr; Ctr6:=int(Ctr10*Hscale); end; //End of Defuzzyfication Procedure Error_Fuzzy_T; Begin Zo:=0; PKE:=0.25; PSE:=2*PKE; PBE:=3*PKE; NBE:=(-1)*PBE; NSE:=(-1)*PSE; NKE:=(-1)*PKE; if(Et<=NBE) then begin p:= 1; q:= 2; MuE[p]:= 1; MuE[q]:= 0; end; if(Et>NBE) and (Et<=NSE) then begin p:= 1; q:= 2; MuE[p]:= fngrade(Et,NSE,NBE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Et>NSE) and (Et<=NKE) then begin p:= 2; q:= 3; MuE[p]:= fngrade(Et,NKE,NSE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end;
88
if(Et>NKE) and (Et<=ZO) then begin p:= 3; q:= 4; MuE[p]:= fngrade(Et,ZO,NKE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Et>ZO) and (Et<=PKE) then begin p:= 4; q:= 5; MuE[p]:= fngrade(Et,PKE,ZO); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Et>PKE) and (Et<=PSE) then begin p:= 5; q:= 6; MuE[p]:= fngrade(Et,PSE,PKE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Et>PSE) and (Et<=PBE) then begin p:= 6; q:= 7; MuE[p]:= fngrade(Et,PBE,PSE); MuE[q]:= 1-MuE[p]; end; if(Et>PBE) then begin p:= 6; q:= 7; MuE[p]:= 0; MuE[q]:= 1; end; end; //End of Error_Fuzzyfication Procedure dError_Fuzzy_T; begin Zo:=0; PKdE:=0.25; PSdE:=2*PKdE; PBdE:=3*PKdE; NBdE:=(-1)*PBdE; NSdE:=(-1)*PSdE; NKdE:=(-1)*PKdE; if(dEt<=NBdE) then begin r:= 1; s:= 2; MudE[r]:= 1; MudE[s]:= 0; end; if(dEt>NBdE) and (dEt<=NSdE) then begin r:= 1; s:= 2; MudE[r]:= fngrade(dEt,NSdE,NBdE); MudE[s]:= 1-MudE[r];
89
end; if(dEt>NSdE) and (dEt<=NKdE) then begin r:= 2; s:= 3; MudE[r]:= fngrade(dEt,NKdE,NSdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dEt>NKdE) and (dEt<=ZO) then begin r:= 3; s:= 4; MudE[r]:= fngrade(dEt,ZO,NKdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dEt>ZO) and (dEt<=PKdE) then begin r:= 4; s:= 5; MudE[r]:= fngrade(dEt,PKdE,ZO); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dEt>PKdE) and (dEt<=PSdE) then begin r:= 5; s:= 6; MudE[r]:= fngrade(dEt,PSdE,PKdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dEt>PSdE) and (dEt<=PBdE) then begin r:= 6; s:= 7; MudE[r]:= fngrade(dEt,PBdE,PSdE); MudE[s]:= 1-MudE[r]; end; if(dEt>PBdE) then begin r:= 6; s:= 7; MudE[r]:= 0; MudE[s]:= 1; end; end; //End of dError_Fuzzyfication Procedure Defuzzy_T; begin MuOut[p,r]:=MuE[p]*MudE[r]; MuOut[p,s]:=MuE[p]*MudE[s]; MuOut[q,r]:=MuE[q]*MudE[r]; MuOut[q,s]:=MuE[q]*MudE[s]; MaxGrade; MuCtr:=MuOut[p,r]+MuOut[p,s]+MuOut[q,r]+MuOut[q,s]; val1:=MuOut[p,r]*Valout[p,r]+MuOut[p,s]*Valout[p,s]; val2:=MuOut[q,r]*Valout[q,r]+MuOut[q,s]*Valout[q,s]; Ctr1:=(val1+val2)/MuCtr; Ctr2:=int(Ctr1*Tscale);
90
end; //End of Defuzzyfication procedure TForm1.Button_OpenClick(Sender: TObject); ///////// begin If edit1.text = '' then edit1.Text := '60'; if edit2.Text = '' then edit2.Text := '45'; DateSeparator := '-'; ShortDateFormat := 'd/m/yyyy'; Label14.Caption := DateToStr(Date); if ComPort.Connected then ComPort.Close else ComPort.Open; if button_open.Enabled=true then begin timer1.Enabled:=true; timer1.Interval:=100; end else begin timer1.Enabled:=false; end end; procedure TForm1.Button_SettingsClick(Sender: TObject); begin ComPort.ShowSetupDialog; end; procedure TForm1.Button_SendClick(Sender: TObject); var Str: String; begin ComPort.WriteStr(Str); end;
/////////
procedure TForm1.ComPortOpen(Sender: TObject); begin Button_Open.Caption := '&Close'; end; procedure TForm1.ComPortClose(Sender: TObject); begin if Button_Open <> nil then Button_Open.Caption := '&Open'; end; procedure TForm1.ComPortRxChar(Sender: TObject; Count: Integer); begin ComPort.Readstr(Nilai, Count); //cek new set point if Nilai[1]+Nilai[2]='WS' then begin edit2.text:=Nilai[3]+Nilai[4]; edit1.text:=Nilai[5]+Nilai[6]; end;
91
//konversi nilai If Nilai[1]+Nilai[2] = 'WH' then begin Humi1[1]:= Nilai[4]+Nilai[5]; Humi2[1]:= Nilai[6]+Nilai[7]+Nilai[8]; Lemb1:=strtoint(Humi1[1]); Lemb2:=strtoint(Humi2[1]); RHlin1:=-4+(4.05*power(10.00,2)*((Lemb1*256)+Lemb2))+((((Lemb1*256)+Lemb2)*((Lemb1*256)+Lemb2))*(-0.0000028)); RHtrue1:=(int(Sutrue1)-25)*(0.01+int(80*power(10,-5))*((Lemb1*256)+Lemb2))+int(RHlin1); RH1:=floattostr(RHtrue1); SP_RH := strtofloat(Edit2.Text); SPRH := floattostr(SP_RH); NilH1 := Nilai; penuh:=penuh+1; end else If Nilai[1]+Nilai[2]='WI' then begin Humi3[1]:= Nilai[4]+Nilai[5]; Humi4[1]:= Nilai[6]+Nilai[7]+Nilai[8]; Lemb3:=strtoint(Humi3[1]); Lemb4:=strtoint(Humi4[1]); RHlin2:=-4+(4.05*power(10.00,2)*((Lemb3*256)+Lemb4))+((((Lemb3*256)+Lemb4)*((Lemb3*256)+Lemb4))*(-2.80*power(10,-6)));
RHtrue2:=(int(Sutrue2)-25)*(0.01+int(8*power(10,-5))*((Lemb3*256)+Lemb4))+int(RHlin2); RH2:=floattostr(RHtrue2); NilH2 :=Nilai; penuh:=penuh+1; end else If Nilai[1]+Nilai[2]='WT' then begin Temp1[2]:=Nilai[4]+Nilai[5]; Temp2[2]:=Nilai[6]+Nilai[7]+Nilai[8]; Suhu1:=strtoint(Temp1[2]); Suhu2:=strtoint(Temp2[2]); Sutrue1:=0.01*((Suhu1*256)+Suhu2)-40.1; Suhulin1:=floattostr(Sutrue1); SP_T := strtofloat(Edit1.Text); SPT := floattostr(SP_T); NilT1 := Nilai; penuh:=penuh+1; end else If Nilai[1]+Nilai[2]='WU' then Begin Temp3[2]:=Nilai[4]+Nilai[5]; Temp4[2]:=Nilai[6]+Nilai[7]+Nilai[8]; Suhu3:=strtoint(Temp3[2]); Suhu4:=strtoint(Temp4[2]); Sutrue2:=0.01*((Suhu3*256)+Suhu4)-40.1; Suhulin2:=floattostr(Sutrue2); NilT2 :=Nilai; penuh:=penuh+1; end; if penuh = 104 then begin penuh :=100; RHrat:=(RHtrue1+RHtrue2)/2;
92
Sutruerat:=(Sutrue1+Sutrue2)/2; //Fuzzy or manual if kmode=100 then begin vmot:=ScrollBar1.Position; vmoh:=ScrollBar6.Position; end //Fuzzy else if kmode=200 then begin //Hitung Error Suhu E1:=Sutruerat-SP_T; dE:=E1-E2; Et:=E1/Escale; dEt:=dE/dEscale; E2:=E1; //Hitung Error RH F1:=RHrat-SP_RH; dF:=F1-F2; Ft:=F1/Fscale; dFt:=dF/dFscale; F2:=F1; Error_Fuzzy_T; dError_Fuzzy_T; Defuzzy_T; Error_Fuzzy_H; dError_Fuzzy_H; Defuzzy_H; //vmoh if Ctr6>=80 then begin if dE<0 then jdah:=jdah-1; vmoh:=jdah+0; if (dE>=0) and (vmoh>0) then jdah:=jdah+1; vmoh:=jdah+38; if vmoh<=0 then vmoh:=0; end else if (ctr6<80) and (ctr6>=56) then begin if dE<0 then jdah:=jdah-1; vmoh:=jdah+39; if dE>=0 then jdah:=jdah+1; vmoh:=jdah+76; if vmoh<=39 then jdah:=0; if vmoh>=76 then jdah:=0; end else if (Ctr6<56) and (Ctr6>=0) then begin if dE<0 then jdah:=jdah-1;
93
vmoh:=jdah+77; if dE>0 then jdah:=jdah+1; vmoh:=jdah+114; if vmoh<=77 then jdah:=0; if vmoh>=114 then jdah:=0; end else if Ctr6<0 then begin if dE<0 then jdah:= jdah-1; vmoh:=jdah+114; if dE>0 then jdah:= jdah+1; vmoh:=jdah+152; if vmoh<=114 then jdah:=0; if vmoh>=152 then jdah:=0; end; //vmot if (Ctr2<=-150) then begin if dE<0 then jdat:=jdat+1; vmot:=jdat+90; if vmot>=100 then jdat:=0; if dE>=0 then jdat:=jdat-1; vmot:=jdat+90; if vmot<=85 then jdat:=0; end else if (Ctr2>-150) and (Ctr2<=-105) then begin if dE<0 then jdat:=jdat+1; vmot:=jdat+75; if vmot>=85then jdat:=0; if dE>=0 then jdat:=jdat-1; vmot:=jdat+85; if vmot<=75 then jdat:=0; end else if (Ctr2>-105) and (Ctr2<=10) then begin if dE<0 then jdat:=jdat+1; vmot:=jdat+65; if vmot>=75 then jdat:=0; if dE>=0 then jdat:=jdat-1; vmot:=jdat+75; if vmot<=65 then jdat:=0; end else if (Ctr2>10) then begin if dE<0 then jdat:=jdat+1; vmot:=jdat+40; if dE>=0 then jdat:=jdat-1;
94
vmot:=jdat+65; if vmot<40 then jdat:=0; if vmot<40 then vmot:=0; end; Str := 'M'; ComPort.Writestr(Str); ComPort.Write(vmot,1); ComPort.Write(vmoh,1); //--------end; //tampil ke memo Memo.Lines.Add(timetostr(time)+#9+SPT +#9+ Suhulin1+#9+ Suhulin2+#9+ SPRH +#9+ RH1+#9+RH2+#9+inttostr(vmot)+#9+inttostr(vmoh)); //only grafik series1.Add(SP_T,'',clteecolor); series2.Add(Sutruerat,'',clTeeColor); series3.Add(vmot,'',clTeeColor); with chart1.BottomAxis do begin automatic:=false; maximum:=series1.XValues.Last+50; minimum:=maximum-100; end; series4.Add(SP_RH,'',clteecolor); series5.Add(RHrat,'',clTeeColor); series6.Add(vmoh,'',clTeeColor); with chart2.BottomAxis do begin automatic:=false; maximum:=series1.XValues.Last+50; minimum:=maximum-100; end; //simpan otomatis lama:=lama+1; if (lama>=0) and (lama<150) then edit9.Text:=' 0:'; if lama = 150 then begin memo.Lines.SaveToFile('Fuzzy1.xls'); end; if (lama>=150) and (lama<300) then edit9.Text:=' 1:'; if lama = 300 then begin memo.lines.savetofile('Fuzzy2.xls'); memo.Clear; end; if (lama>=300) and (lama<450) then edit9.Text:=' 2:'; if lama = 450 then begin memo.lines.savetofile('Fuzzy3.xls'); end; if (lama>=450) and (lama<600) then edit9.Text:=' 3:'; if lama = 600 then begin memo.lines.savetofile('Fuzzy4.xls'); memo.clear; end;
95
if (lama>=600) and (lama<750) then edit9.Text:=' 4:'; if lama = 750 then begin memo.lines.savetofile('Fuzzy5.xls'); end; if (lama>=750) and (lama<900) then edit9.Text:=' 5:'; if lama = 900 then begin memo.lines.savetofile('Fuzzy6.xls'); memo.clear; edit9.Text:=' 6:'; end; if lama = 900 then lama:=0; edit4.Text:=floattostr(sutruerat); edit6.Text:=floattostr(RHrat); edit7.Text:=inttostr(lama); end; end; procedure TForm1.Bt_LoadClick(Sender: TObject); begin ComPort.LoadSettings(stRegistry, 'HKEY_LOCAL_MACHINE\Software\Dejan'); end; procedure TForm1.Bt_StoreClick(Sender: TObject); begin ComPort.StoreSettings(stRegistry, 'HKEY_LOCAL_MACHINE\Software\Dejan'); end; procedure TForm1.FormCreate(Sender: TObject); begin ComPort.close; kmode:=100; penuh:=100; Memo.Lines.add(DateToStr(Date)); Memo.Lines.Add('Waktu'+#9+'SP-T'+#9+'Tr_1(oC)'+#9+'Tr_2(oC)'+#9+'SPRH'+#9+'RH_1(%)'+#9+'RH_2(%)'+#9+'Vmotor'+#9+'Vblower'); end; procedure TForm1.Button3Click(Sender: TObject);/////// begin memo.Clear; end; procedure TForm1.Button30Click(Sender: TObject); //////// var Str: String; //str1,count : Integer; begin Str := 'M'; ComPort.Writestr(Str); ComPort.Write((ScrollBar1.Position),1); ComPort.Write((ScrollBar6.Position),1); end; procedure TForm1.Button19Click(Sender: TObject); /////// var Str: String;
96
begin Str := 'M'; ComPort.Writestr(Str); Str := 'J'; ComPort.Writestr(Str); ComPort.Write((ScrollBar1.Position),2); end; procedure TForm1.Button1Click(Sender: TObject); var Nama : string; begin if SaveDialog1.Execute then Nama:= SaveDialog1.Filename; Memo.Lines.SaveToFile(Nama+'.xls'); end; procedure TForm1.ScrollBar1Change(Sender: TObject); begin edit3.Text := inttostr(ScrollBar1.Position); end; procedure TForm1.ScrollBar6Change(Sender: TObject); begin edit8.Text := inttostr(ScrollBar6.Position); end; procedure TForm1.Button4Click(Sender: TObject); begin kmode:=200; button30.Enabled:=false; end; procedure TForm1.Button2Click(Sender: TObject); begin kmode:=100; button30.Enabled:=True; end; end.
97
Lampiran 4. Perintah Assembly Driver Motor AC
output_triac equ p3.6 input_zero_cross equ p1.5 tombol_up equ p1.4 status_transisi byk_step cacah_step
equ 40h equ 60h equ 61h
org 0h jmp init_awal org 1bh jmp Lay_int1 org 60h init_awal: mov tmod,#00010000 setb ea setb status_transisi setb et1 mov byk_step,#50 mov cacah_step,byk_step mov th1,#high(-30) mov tl1,#low(-30)
; vektor interupsi timer1 ; timer1 mode 16bit ; aktifkan interupsi global ; tandai status transisi awal ; aktifkan interupsi timer1 ; default setting step ; isi ulang timer
program_utama: mov byk_step,p2 ; baca masukan port mov a,byk_step ; cek step maksimal mov b,#200 clr c subb a,b jnc non_aktif mov a,byk_step cjne a,#0, status_0_1 ; cek step minimal aktif_full: clr output_triac clr tr1 jmp program_utama non_aktif: setb output_triac clr tr1 jmp program_utama status_0_1: jnb status_transisi, status_1_0 jnb input_zero_cross,status_0_1 setb output_triac clr status_transisi setb tr1 jmp program_utama
98
status_1_0: jb status_transisi, status_0_1 jb input_zero_cross,status_1_0 setb output_triac setb status_transisi setb tr1 jmp program_utama ;================== ; layanan interupsi timer1 ;-----------------------------Lay_int1: clr tr1 clr tf1 djnz cacah_step,ke_reti_end mov cacah_step,byk_step clr output_triac call tunda_50us mov th1,#high(-30) mov tl1,#low(-30) reti ke_reti_end: setb tr1 mov th1,#high(-30) mov tl1,#low(-30) reti
; apa waktu tunda telah terpenuhi ; perbaharuhi waktu tunda ; aktifkan triac ; isi ulang timer
; isi ulang timer
;======= ; subrutin ;-----------tunda_50us: loop2: mov r6,#50 loop1: djnz r6,$ ret
99
Lampiran 5. Skema titik pengukuran tampak samping
Irad
Blower udara keluar Vud2
Sensor SHT75 M1
T13, …14
M8, 9
T9, 10, 11, 12 M4, 5 , 6, 7
M2, 3
T7,8 RH3, 4 Vud1
T2,,3,4 RH1, 2 T5,6 T1
T15, 16 Sensor SHT11
Motor Pengumpan
Keterangan : T : Suhu / Temperature T1 = Suhu tungku T2,3,4 = Suhu air masuk dan keluar penukar panas T5,6 = Suhu udara sebelum masuk penukar panas T7,8 = Suhu udara pengering pada kedua ruas T9,10,11,12 = Suhu udara bahan (awal & akhir) pada kedua ruas T13,14 = Suhu udara keluar bahan (bola basah dan bola kering) T15,16 = Suhu udara lingkungan (bola basah dan bola kering) M : Massa dan Kadar air bahan M1 = Massa dan kadar air tongkol jagung M2,3 = Massa dan kadar air jagung pada posisi udara masuk untuk kedua ruas M4,5,6,7 = Massa dan kadar air jagung pada posisi udara masuk dan keluar bahan pada kedua ruas M8,9 = Massa dan kadar air jagung pada posisi udara keluar untuk kedua ruas Kecepatan udara, Kelembaban dan Radiasi surya Vud1,2 = Kecepatan udara masuk bahan dan keluar bangunan RH1,2 = Kelembaban relative udara masuk penukar panas pada kedua ruas RH3,4 = Kelembaban relative udara masuk bahan pada kedua ruas Irad = Iradiasi surya sesaat
100
Lampiran 6. Skema titik pengukuran tampak atas
T15, 16
Blower udara keluar
Vud2 T13, 14 M8
M9
Ruas 1
Ruas 2
T9, 10
T11, 12
M4,5
M6,7
M2
M3
Sensor SHT75 F L C
Sensor SHT11 T7,RH3 T5 RH1 HE1
T6 RH2
T8,RH4 Vud1
HE2
T2,3,4 T1
M1
Motor Pengumpan
Keterangan: FLC : Alat Kendali Logika Fuzzy HE : Penukar panas
101