BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1.
PENDAHULUAN
5.1.1.
Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam
mengeringkan produk. Masalah yang terjadi di lapang adalah adanya ketidakseragaman kadar air produk hasil pengeringan.
Salah satu penyebab beragamnya kadar air produk adalah distribusi
aliran panas yang tidak merata di dalam ruang pengering selama proses pengeringan, khususnya tipe rak. Untuk memecahkan masalah tersebut perlu dilakukan suatu analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara di dalam ruang pengering.
Distribusi aliran udara dan suhu di dalam
pengering ERK diduga dipengaruhi oleh posisi dan kapasitas kipas sebagai instrumen untuk mengalirkan udara, posisi dan luas hamparan produk di dalam rak, yang merupakan target utama yang akan dikenai udara panas, posisi dan besarnya inlet dan outlet, posisi dan kapasitas penukar panas dan plat absorber sebagai instrumen penting untuk meningkatkan suhu di dalam ruang pengering. Melalui simulasi aliran udara dan suhu posisi penempatan kipas, penukar panas, inlet, outlet dapat diketahui secara tepat sehingga tujuan keseragaman mutu produk dan penghematan energi akan tercapai dan efisiensi pengeringan dapat ditingkatkan. Pemecahan analisis aliran udara dapat dilakukan dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics). Metode CFD menggunakan analisis numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi (Versteeg, dan Malalasekera, 1995). Dengan demikian penyelesaian persamaan untuk benda 2 dimensi atau 3 dimensi lebih cepat dan dapat dilakukan secara simultan. Lokasi-lokasi kipas, inlet dan outlet serta ukuran alat dapat diubah-ubah di dalam program simulasi, untuk melihat distribusi aliran panas yang optimal, sehingga biaya disain konstruksi alat dapat dihemat. Melalui teknik CFD dapat ditentukan disain dengan penempatan kipas, sistem pemanas, sistem penyaluran udara dan wadah produk, pada posisi yang tepat sehingga keseragaman mutu produk dan penghematan energi akan tercapai dan efisiensi pengeringan meningkat. 5.1.2.
Tujuan Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan pola aliran panas dalam ruang
pengering berenergi surya yang seragam menggunakan teknik CFD, melalui simulasi perubahan dan sebaran suhu dan kecepatan angin. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam menentukan disain pengering produk-produk pertanian, untuk skala kecil maupun besar, karena ukuran alat dapat dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan pengguna, dengan keluaran hasil yang mudah dibaca oleh semua orang.
5.2.
TINJAUAN PUSTAKA
5.2.1. Penelitian Pengering ERK Generasi Pertama Pengering efek rumah kaca (ERK) adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan, serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara pengering di dalamnya (Kamaruddin, et al. 1994). Bahan dinding transparan yang dapat digunakan adalah polikarbonat, plastik UV stabilizer, kaca serat dan lain-lain. Pada pengeringan yang menggunakan rak pengering, terdapat masalah yang cukup signifikan pada perbedaan suhu antar tingkat rak. Mursalim (1995) pada pengeringan vanili mendapatkan perbedaan suhu sebesar 10oC, yaitu 40oC dan 50oC masing-masing pada rak bagian tengah dan bawah. Pada pengeringan rumput laut, Sukarmanto (1996) menggambarkan perbedaan sebesar 4oC antara bagian tengah dan atas (31oC dan 35oC), dimana perbedaan yang lebih kecil ini disebabkan oleh rendahnya suhu pengeringan yang digunakan. Pola distribusi aliran udara telah diteliti Karwito (1998), dengan mengubah posisi kipas yang ada menggunakan metode trial and error.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan distribusi aliran di atas pelat dan dalam ruang. Lesmana (2001), menggunakan model pengering ERK skala laboratorium untuk melihat pola aliran udara panas di dalamnya, dengan membandingkan penggunaan satu kipas atau dua kipas dengan daya yang sama. Dua kipas di posisi outlet menghasilkan sebaran yang lebih baik dibandingkan dengan satu kipas. 5.2.2.
Simulasi Pengeringan Hachemi dan Asnoun (1998), melakukan studi perbandingan melalui simulasi dan
eksperimen antara kolektor plat datar dan plat bersirip pada pengeringan dengan kolektor surya plat datar, dan disimpulkan bahwa penggunaan kolektor plat bersirip (lebar sirip 10 cm) yang mempunyai performansi panas lebih tinggi dari pada plat datar sangat menunjang dalam peningkatan performansi pindah panas pada pengeringan. Condori dan Saravia (1998), melakukan studi analitik mengenai laju penguapan menggunakan pada pengering konveksi efek rumah kaca, ruang tunggal dan ruang ganda. Hasil uji simulasi pengeringan cabe merah menunjukkan bahwa tipe ruang ganda meningkatkan produktivitas pengeringan hingga hampir 90 %. Butts dan Vaughan ( 1987), Kamaruddin et al. (1994), Nelwan (1998) dan Dyah (1997) telah mensimulasikan secara quasi-steady state distribusi suhu dan RH pengeringan selama pengeringan berlangsung menggunakan model keseimbangan panas di semua komponen pengering. Validasi hasil simulasi menunjukkan kedekatan terhadap hasil pengukuran.
Ratti, C. dan A.S. Mujumdar (1997) mengembangkan model simulasi pengering surya untuk melihat performansi dengan memasukkan pengaruh pengkerutan produk untuk produk pangan yang memiliki kadar air awal sangat tinggi dan sensitif terhadap suhu tinggi (rusaknya cita rasa, aroma vitamin dan sebagainya).
Dalam model matematis ini digunakan persamaan
keseimbangan massa dan energi dalam padatan dan fase uap.
Dymond dan Kutdcher (1997) mengembangkan model simulasi dengan CFD untuk mendisain kolektor surya yang diletakkan pada sisi dinding bangunan/gedung dan menentukan pola aliran udara di dalamnya. Pada penelitian tersebut digunakan TASflowCFD 2 dimensi. Aliran udara maksimum terjadi pada bagian tengah atas kolektor.
Peningkatan kecepatan aliran udara
meyebabkan suhu rendah tetapi efisiensi kolektor secara keseluruhan meningkat. Hasil simulasi memberikan kedekatan yang baik terhadap hasil pengukuran. 5.2.3.
Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics atau CFD adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran
fluida, pindah panas dan fenomena lain yang seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah dikenal sejak tahun 1960-an untuk mendisain mesin jet dan aircraft. Perkembangan selanjutnya metoda ini digunakan untuk mendisain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaraan bermotor dan aliran udara yang menyelimuti casing mobil. CFD terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: pre-processor, solver dan post-processor.
Pre-processor berupa input yang harus diberikan, berupa bentuk geometri,
pembentukan grid (mesh) penentuan sifat termofisik dan kondisi batas. Solver adalah pemecahan model aliran fluida (model persamaan konservasi massa, momemtum dan energi) menggunakan analisis numerik dengan metoda beda hingga, elemen hingga, spectral atau volume hingga yang merupakan pengembangan dari formulasi beda hingga secara khusus. Post-processor meliputi pengolahan hasil visualisasi dari solver berupa penampilan kecepatan dan suhu fluida 2 atau 3 dimensi dalam bentuk vektor, kontur dan bayangan dengan warna tertentu (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
5.3. PENDEKATAN TEORI Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat Cartesian dan dipecahkan menggunakan teknik CFD tiga dimensi yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode volume hingga. Pemecahan simulasi menggunakan software CFD: FLUENT 5.3 dan pembetukan geometri alat menggunakan software Geomesh 3.4/Gambit. Kode CFD mengandung 3 elemen
utama, yaitu: pre-processor, Malalasekera, 1995). 5.3.1. Pre-processor
solver
dan
post-processor
(Versteeg
dan
Pre-processor terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi: -
Mendefinisaikan geometri daerah yang dikehendaki: perhitungan domain
-
Pembentukan grid pada setiap domain ke dalam jumlah yang lebih kecil, dan subdomain yang tidak saling tumpang tindih: berupa grid/mesh pada sel atau volume kontrol atau elemen.
-
Pemilihan fenomena kimia & fisik yang dibutuhkan untuk dimodelkan.
-
Menentukan sifat-sifat fluida (konduktifitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya)
-
Menentukan kondisi batas yang sesuai pada sel yang merupakan batas domain. Pendefinisian kondisi batas dan kondisi awal berdasarkan bentuk saluran dalam ruang. Pengering digambarkan sebagai balok dalam koordinat Cartesian dengan sumbu terletak pada kiri dalam bawah, dengan dimensi: panjang arah x, tinggi arah y dan lebar arah z. Kondisi batas dinyatakan sebagai berikut: -
Kecepatan udara pada semua dinding dan atap pengering pada arah x, y dan z adalah 0.
-
Kecepatan udara pada dinding rak pengering pada arah x, y dan z adalah 0.
-
Kecepatan udara pada kipas besarnya ditentukan berdasarkan kebutuhan udara untuk menghilangkan uap air dari sejumlah massa bahan.
-
Suhu udara pengering di semua dinding dan atap pengering pada arah x, y dan z sama dengan suhu lingkungan.
Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, suhu, dan lain-lain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel di dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan. 5.3.2. Solver
Proses solver pada
Fluent 5.3 menggunakan volume hingga. Metoda
volume hingga dikembangkan dari beda hingga khusus.
Algoritma numerik
metode ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: -
Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana
-
Diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya
-
Penyelesaian persamaan aljabar
Algoritma numerik ini digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE di dalam Lampiran V-1. Persamaan atur aliran fluida menyatakan hukum kekekalan fisika dalam bentuk matematis, yaitu terdiri dari persamaan-persamaan: 1) Massa fluida kekal 2) Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton) 3) Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika) Kekekalan Massa 3 Dimensi Steady State Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai: Laju kenaikan massa dalam elemen fluida
=
Laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas
Atau dituliskan dalam bentuk matematis: ∂ (ρu ) ∂ (ρv ) ∂ (ρw ) + + =0 ∂x ∂y ∂z
………
(V-1)
Persamaan (1) disebut sebagai persamaan kontinuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju net massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan Momentum dalam 3 Dimensi Steady State
Persamaan momentum merupakan persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metoda volume hingga: momentum x: ∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u ∂u ∂u ∂u ∂p ρ u + v + w = + µ 2 + 2 + 2 + S Mx ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z ∂x ∂x
………( V-2)
momentum y: ∂ 2 v ∂ 2v ∂ 2v ∂v ∂v ∂v ∂p ρ u + v + w = + µ 2 + 2 + 2 + S My ∂y ∂z ∂y ∂y ∂z ∂x ∂x
………( V-3)
momentum z: ∂ 2w ∂ 2w ∂2w ∂w ∂w ∂w ∂p u v w ρ + + + µ 2 + 2 + 2 + S Mz …… ....(V-4) = ∂y ∂z ∂z ∂y ∂z ∂x ∂x Persamaan Energi dalam 3 Dimensi Steady State Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa: laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Atau dalam persamaan matematis: ∂ 2T ∂ 2T ∂ 2T ∂T ∂u ∂v ∂w ∂T ∂T k ρ u +v + w = p + + + 2 + 2 + 2 + Si ∂y ∂z ∂y ∂z ∂x ∂x ∂y ∂z ∂x ………(V -5) Persamaan State Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel ρ dan p, maka persamaan state untuk p dan i : p = p(ρ, T)
………( V-6)
i = i(ρ, T) Untuk gas ideal:
………( V-7) p=ρRT
………( V-8)
i = Cv T
………( V-9)
5.3.3. Post Processor Seluruh hasil yang dilakukan pada tahap sebelumnya akan ditampilkan dalam post processor yang meliputi: -
Tampilan geometri domain & grid
-
Plot vektor
-
Plot permukaan 2D dan 3D
-
Pergerakan partikel
-
Manipulasi pandangan
-
Output berwarna
5.3.4.
RH Udara Pengering Pemanasan
udara
dalam
proses
pengeringan
dapat
digambarkan
dalam
kurva
o
psychrometric. Suhu udara sebelum dipanaskan dinyatakan dalam tA = 30 C (diasumsikan sama dengan suhu udara lingkungan), setelah mengalami pemanasan, suhu udara menjadi tB = 50oC. Perubahan suhu selama pemanasan, berlangsung pada garis horisontal pada kurva psychrometric (Gambar V-1), pada kondisi tekanan uap tetap dan kelembaban mutlak tetap. Selama pemanasan dianggap tidak terjadi penambahan uap air, artinya jumlah udara kering yang masuk sama dengan jumlah udara kering keluar. Pada kondisi tekanan atmosfir, bila suhu meningkat maka akan terjadi penurunan kelembaban udara seperti nampak pada kurva psychrometric. RH merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu ruangan tersebut.
RH =
Pv Ps
……….
(V-10)
……….
(V-11)
Kelembaban mutlak (H) konstan selama pemanasan. Karena:
H=
0.6219 Pv Patm − Pv
dimana, 255.38 ≤ T ≤ 533.16oK
dan
Pv < Patm
Maka Tekanan uap (Pv) juga konstan selama proses pemanasan.
Jika kelembaban udara
lingkungan (RHa) dan kelembaban udara pengering (RHu), maka
RH r Psa = RH a Psr P A + BT + CT 2 + DT 3 + ET 4 ln s = FT − GT 2 R
………….
(V-12)
………….
(V-13)
273.16 ≤ T ≤ 533.16 K (Dari Keenan dan Keyes, 1936) dalam ASAE Standard 1994) dimana,
R = 22105649.25
D = 0.12558 x 10-3
A = -27405.526
E = -0.48502 x 10-7
B = 97.5413
F = 4.34903
C = - 0.146244
G = 0.39381 x 10-2
A
RHA
RHB
B
H
tA tB Gambar V-1. Proses pemanasan (Garis A – B) pada kurva psychrometric
5.4.
PERCOBAAN
5.4.1.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian dan di Laboratorium Surya, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor dan di Laboratorium Komputer, Pusat Komputer, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok.
Pengambilan data
pengukuran distribusi suhu dan kecepatan udara di dalam ruang pengering pada model pengering efek rumah kaca dilakukan pada bulan Oktober 2002 sampai dengan Maret 2003.
5.4.2.
Bahan dan Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari alat ukur dan model pengering ERK. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel V-1. Tabel V-1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian.
No. 1 2 3 4 5 6
5.4.3.
Jenis alat Thermorecorder Sensor Thermocouple (CA) Anemometer : - Tekanan - Kecepatan - Suhu Model pengering ERK Benang tipis (untuk menandai grid) Satu set komputer
Ketelitian 1oC 0.01 mm air 0.01 m/dt 0.5oC -
Merek Chinorecorder Kanomax
Tahapan Simulasi Dinamika Aliran Fluida pada Pengering ERK
Simulasi berfungsi untuk melihat penyebaran panas berdasarkan distribusi suhu dan aliran udara di dalam ruang pengering. Hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk menghitung kelembaban udara (RH) pengering. Simulasi dilakukan dalam empat tahap, yaitu: 1). Simulasi dinamika fluida steady state pada bangunan pengering ERK skala laboratorium dalam kondisi kosong dengan dimensi bangunan (84 cm x 89 cm x 78 cm). Simulasi ini untuk mendapatkan pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering dalam kondisi kosong tanpa rak ataupun produk di dalam ruang pengering ERK.
Tujuan simulasi CFD pada
pengering ERK skala laboratorium adalah untuk keperluan validasi simulasi menggunakan software FLUENT 5.3. 2). Simulasi dinamika fluida steady state untuk bangunan pengering ERK skala lapang hasil perhitungan optimasi untuk menentukan posisi penempatan inlet dan outlet yang tepat. Simulasi dilakukan tanpa beban produk. 3). Simulasi dinamika fluida steady state untuk bangunan pengering ERK skala lapang untuk mengetahui posisi penempatan kipas dan besarnya daya kipas yang sesuai hingga diperoleh
distribusi suhu, RH dan kecepatan yang seragam. Simulasi ini didasarkan pada disain terbaik yang dihasilkan pada perhitungan simulasi tahap ke-2. 4) Simulasi dinamika fluida steady state untuk bangunan pengering ERK skala lapang apabila dioperasikan pada malam hari.
Karena pengering ERK harus dapat digunakan untuk
mengeringkan produk pada segala kondisi, baik siang maupun malam, bahkan bila hari hujan pun pengering masih dapat dioperasikan dengan baik. Simulasi ini didasarkan pada disain terbaik yang dihasilkan pada perhitungan simulasi tahap ke-2 dan ke-3. 5.4.3.1.
Bahan Uji Pengering ERK Skala Laboratorium
Bahan uji pengering ERK merupakan bangunan persegi empat berdinding transparan dari jenis plastik mika. Dimensi alat 84 cm x 89 cm dan tinggi 78 cm. Atap berbentuk lengkungan (busur), dengan tinggi busur 8 cm. Pada satu sisi dinding terdapat tiga buah outlet berbentuk segi empat berukuran 3 cm x 5 cm, dan di sisi yang berseberangan terdapat satu buah inlet berukuran 12 cm x 12 cm. Pada lubang inlet dipasangkan kipas aksial 16 W. Penukar panas ditempatkan di depan inlet/kipas berukuran 20 cm x 16 cm x 4 cm. Pengering dijalankan dengan memanaskan air di dalam panci terlebih dahulu menggunakan kompor listrik bertenaga 250 W. Air panas dari panci kemudian dialirkan ke dalam pipa penukar panas. Udara panas dihembuskan oleh kipas menuju ke ruang pengering. Skema model pengering ERK dapat dilihat pada Gambar V-2.
1 2 2
3
Keterangan: 1. Dinding transparan 2. Outlet 3. Penukar panas 4. Kipas (inlet)
4
Gambar V-2. 5.4.3.2.
Pengering ERK skala laboratorium dengan komponen penyusun di dalamnya
Kriteria Disain Pengering ERK Skala Lapang
Prototipe pengering ERK scale up merupakan disain yang telah dihasilkan dari perhitungan optimisasi dengan dimensi 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m. Dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1
m x 1 m, dan dua buah outlet masing-masing berukuran 0.2 m x 0.8 m. Rak berukuran 2.8 m x 2.8 m. diletakkan di tengah-tengah bangunan, terdiri dari 8 rak dengan jarak antar rak sebesar 0.2 m. Rak paling bawah berjarak 0.4 m dari lantai. Penukar panas berukuran 1 m x 1.2 m terletak di depan inlet berjarak 0.2 m dari inlet. Kipas bawah berdiameter 0.2 m dengan daya 120 W diletakkan 0.2 m di depan penukar panas. Kipas tengah berdiameter 0.2 m dengan daya 120 W berada di tengah bangunan pada ketinggian 2 m dari lantai. Pada penelitian ini, simulasi dilakukan dengan mengubah posisi inlet dan outlet dalam pengering ERK dan ukuran disesuaikan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan optimisasi. Hasil yang baik ditentukan dari parameter keseragaman nilai suhu dan kecepatan pada posisi dimana rak ditempatkan. Untuk itu digunakan 2 buah skenario disain yang dibedakan berdasarkan posisi inlet, outlet. Skenario pertama digambarkan secara skematis di bidang XY pada Gambar V-3, dimana inlet terletak di dinding dengan posisi 1 m dari tanah dan outlet di dinding yang berseberangan pada posisi 1.6 m dari lantai pengering. Dua buah kipas digunakan sebagai pengaduk udara pengering. Kipas 1 dengan daya 100 W berada di depan penukar panas dan kipas 2 dengan daya 40 W berfungsi sebagai pengaduk berada di atas rak. Skenario kedua digambarkan pada Gambar V-4, dimana inlet terletak pada ketinggian 1 m dari tanah dan outlet pada ketinggian 1.6 m dari tanah pada sisi berseberangan, dengan jumlah kipas dan posisi kipas yang sama dengan skenario pertama. 5.4.3.3.
Kriteria Disain Pengering ERK Skala Lapang Hasil Modifikasi Berdasarkan disain terpilih pada tahap kedua selanjutnya dilakukan simulasi untuk
menentukan posisi dan besarnya daya kipas yang digunakan agar tercapai keseragaman suhu, RH dan kecepatan udara di dalam ruang pengering. Skenario ketiga digambarkan secara skematis pada Gambar V-5. Disain skenario 2 merupakan disain yang terpilih karena tingkat keseragaman suhu dan kecepatan yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan disain skenario 1.
Selanjutnya disain skenario 3 dimodifikasi dengan
menambahkan kipas atas, berdiameter 0.2 m dengan daya 100 W yang diletakkan di atas penukar panas pada ketinggian 2 m dari lantai pengering.
Kipas bawah dan tengah masing-masing
berdiameter 0.2 m dengan daya masing-masing 100 W dan 40 W.
(a)
5
6
2
Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m
1
4 3
1.6 m
1m
Keterangan: 1. Inlet 2. Penukar panas 3. Kipas bawah 4. Rak 5. Kipas tengah 6. Outlet
3.6 m
y x
(b) Gambar V-3.
Skema pengering ERK skenario 1 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan.
(a)
5 2
1
Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m
6
4 3
0.8 m
1.4 m
Keterangan: 1. Inlet 2. Penukar panas 3. Kipas bawah 4. Rak 5. Kipas tengah 6. Outlet
3.6 m
y x Gambar V-4.
(b) Skema pengering ERK skenario 2 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan
(a)
6 2
1
3
Dimensi: 3.6 m x 3.6 m x 2.4 m
7
5
4 0.8 m
1.4 m
3.6 m
y
Keterangan: 1. Inlet 2. Kipas atas 3. Penukar panas 4. Kipas bawah 5. Rak 6. Kipas tengah 7. Outlet
(b)
x Gambar V-5.
5.4.4.
Skema pengering ERK skenario 3 (a) 3 dimensi, (b) 2 dimensi tampak depan
Asumsi, Kondisi Awal dan Kondisi Batas Dalam Perhitungan Simulasi Aliran Udara
5.4.4.1. Asumsi
5.4.4.1.1.
Pengering ERK Skala Laboratorium
1) Udara tidak termampatkan (incompressible), ρ konstan. 2) Bilangan Prandtl udara konstan (panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan) 3) Udara bergerak dalam kondisi steady. 4) Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi, yaitu pada nilai 30oC. 5) Aliran udara dianggap laminer, didasarkan oleh bilangan Re = 1698. Aliran laminer jika Re < 2000 (Holman, J.P., 1997). Perhitungan aliran laminer ditunjukkan pada Lampiran V-2. 5.4.4.1.2. Pengering ERK Skala Lapang 1) Udara tidak termampatkan (incompressible), ρ konstan. 2) Bilangan Prandtl udara konstan (panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan) 3) Udara bergerak dalam kondisi steady. 4) Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi, yaitu pada nilai 36oC. 5) Kecepatan udara pada kipas dianggap konstan 6) Aliran udara dianggap laminer, didasarkan oleh bilangan Re = 75.5 Perhitungan aliran laminer ditunjukkan pada Lampiran V-3. 5.4.4.2.
Kondisi Awal
Untuk semua disain pengering ERK analisis CFD dilakukan pada kondisi awal sebagai berikut: 1)
Kecepatan aliran udara awal baik pada arah koordinat x, y dan z = 0 m/dt
2)
Suhu dinding = suhu lingkungan
3)
Tekanan udara = 1 atm = 101.325 kPa
5.4.4.3. Kondisi Batas 5.4.4.3.1.
Pengering ERK Skala Laboratorium
Pengering ERK Skala Laboratorium dibatasi oleh dinding yang berbentuk bangunan segiempat dengan atap melengkung (Gambar V-2). Parameter penentu kondisi batas pada analisis ini adalah: 1)
Inlet sekaligus kipas dianggap sebagai velocity inlet dengan kecepatan 2.3 m/dt
2)
Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan 1
3)
Dinding terbuat dari plastik dengan parameter: - Fluks panas = 17.5 W/m2
- Suhu dinding = 30oC - Ketebalan dinding = 0.15 mm - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 1.4 W/m2 K - emisivitas = 0.95 (didekati dengan emisivitas kaca, Holman, 1997) - Laju pembentukan panas = 0 W/m3 Perhitungan koefisien pindah panas konveksi (h) pada dinding: Suhu fluida operasi pada dinding = 30oC = 303 K Sifat Massa jenis Panas Jenis Konduktivitas panas Viskositas dinamik Viskositas kinematik Bilangan Prandtl
Nilai 1.166 kg/m3 1.0065 kJ/kgoC 0.0265 W/m.K 1.86 x 10-5 Pa.dt 1.59 x 10-5 m2/dt 0.7
Koefisien pindah panas konveksi pada dinding dianggap sebagai konveksi bebas. Nilai h ini dinyatakan dalam persamaan yang diberikan Churchill dan Chu dalam Holman (1997):
1 3 9.8 * (1)(0.78) gβTx 303 = = 6.1x107 Gr = 2 2 − 5 ν 1.59 x10 3
(
)
Ra = Gr Pr = 6.1x107 x 0.7 = 4.2 x 107
Nu = 0.68 +
0.67 Ra (1 / 4 )
[1 + (0.492 / Pr )( )]( 9 / 16
0.67 x (4.2 x107 )
(1 / 4 )
4 / 9)
= 0.68 +
[1 + (0.492 / 0.7)( )](
Nu = 0.68 + (53.9/1.305) = 42 Jadi
4)
h=
Nu ⋅ k 42 x 0.0265 = = 1. 4 W / m 2 K x 0.78
Penukar panas sebagai radiator dengan parameter sebagai berikut: - Koefisien kehilangan (k) = 115 - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 14.7 W/m2 K - Suhu penukar panas = 69oC - fluks panas = 536 W/m2 Perhitungan koefisien kehilangan (k) pada penukar panas Suhu fluida operasi pada penukar panas = 44oC Sifat Massa jenis Panas Jenis Konduktivitas panas Viskositas dinamik
Nilai 1.11 kg/m3 1.0073 kJ/kgoC 0.0276 W/m.K 1.92 x 10-5 Pa.dt
9 / 16
4 / 9)
Bilangan Prandtl
0.7
Penurunan tekanan (∆p) dihitung dari daya kipas (P) ∆p = P ç/(vinletAinlet) = 16 x 0.7 /(2.3 x 0.122) = 338 Pa
k=
Jadi
1.
2∆p 2 x 338 = = 115 2 ρv kipas 1.11x 2.32
Perhitungan koefisien pindah panas konveksi pada penukar panas Suhu air panas masuk = 80oC dan suhu air panas keluar = 58oC THE = (80 + 58)/2 = 69oC Suhu udara di depan HE = 44oC .
m r Cp r (t r − t a ) = h HE A HE (t HE − t r )m .
m r = ñr vinlet Ainlet = 1.1469 (kg/m3) x 2.3 (m/dt) x 0.122 (m2) = 0.038 kg/dt Jadi .
h HE =
m r Cp r (t r − t a )
(t − t ) − (t − t ) ho r A HE hi a t hi − t a ) ( ln (t ho − t r )
=
0.038x1007.3x (44 − 30 ) = 14.7 W / m 2 K (80 − 30 ) − (58 − 44 ) 1.29 x (80 − 30) ln (58 − 44)
5.4.4.3.2. Pengering ERK Skala Lapang Pengering ERK Skala Lapang dibatasi oleh dinding yang berbentuk bangunan segiempat dengan atap melengkung. Untuk disain skenario 1, 2, 3 masing-masing ditunjukkan pada Gambar V-3, V-4 dan V-5. Parameter penentu kondisi batas pada analisis ini adalah: 1) Inlet dianggap sebagai velocity inlet dengan kecepatan 0.24 m/dt 2) Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan 1 3) Kipas bawah (depan penukar panas), dengan parameter sebagai berikut: - Penurunan tekanan = 1458 Pa - Kecepatan minimum = 1 m/dt - Kecepatan maksimum = 2 m/dt 4) Kipas tengah (di atas rak paling atas, di tengah ruang pengering), dengan parameter sebagai berikut: - Penurunan tekanan = 583 Pa - Kecepatan minimum = 0.05 m/dt - Kecepatan maksimum = 0.2 m/dt 5) 5) Kipas atas (di atas penukar panas), dengan parameter sebagai berikut:
- Penurunan tekanan = 1458 Pa - Kecepatan minimum = 1 m/dt - Kecepatan maksimum = 2 m/dt 6) Dinding terbuat dari plastik dengan parameter sebagai berikut: - Fluks panas = 12.5 W/m2 - Suhu dinding = 36oC - Ketebalan dinding = 0 mm - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 1 W/m2 K - Emisivitas = 0.95 (didekati dengan emisivitas kaca, Holman, 1997) - Laju pembentukan panas = 0 W/m3 7) Rak ada 8 buah bertingkat dianggap sebagai porous jump dengan parameter sebagai berikut: - Permeabilitas permukaan (α) = 1.896 x 108 m2 - Tebal rak = 0.01 m - Koefisien porous jump (C2)= 8203.1 (1/m) 8) Penukar panas sebagai radiator dengan parameter sebagai berikut: - Koefisien kehilangan (k) = 1855 - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 35 W/m2 K - Suhu penukar panas = 64oC - Fluks panas = 653.1 W/m2 9) Sumber panas dari surya dianggap dipindahkan pada pelat yang berada di bawah dinding atap, dianggap sebagai radiator dengan parameter sebagai berikut: - Koefisien kehilangan (k) = 26694 - Koefisien pindah panas konveksi (h) = 32 W/m2 K - Suhu penukar panas = 64oC - Fluks panas = 500 W/m2 5.4.4.3.2.
Perhitungan secara Rinci Parameter Kondisi Batas pada Pengering ERK Skala Lapang
Perhitungan secara rinci dari masing-masing parameter kondisi batas pada pengering ERK skala lapang tersebut di atas diuraikan di bawah ini. 1) Perhitungan parameter kondisi batas pada dinding a.
Koefisien pindah panas konveksi (h) pada dinding. Suhu fluida operasi pada dinding
Sifat Massa jenis
= 36oC
Nilai 1.127 kg/m3
1.007 kJ/kgoC 0.0272 W/m.K 1.99 x 10-5 Pa.dt 1.77 x 10-5 0.7
Panas Jenis Konduktivitas panas Viskositas dinamik Viskositas kinematik Bilangan Prandtl
Koefisien pindah panas konveksi pada dinding dianggap sebagai konveksi bebas. Nilai h ini dinyatakan dalam persamaan yang diberikan Churchill dan Chu dalam Holman (1997):
1 3 9.8 * (1)(2.1) gβTx 309 = = 9.4x108 Gr = 2 2 − 5 ν (1.77 x10 ) 3
Ra = Gr Pr = 9.4x108 x 0.7 = 6.6 x 108
Nu = 0.68 +
0.67 Ra (1 / 4 )
[1 + (0.492 / Pr )( )]( 9 / 16
4 / 9)
= 0.68 +
(
0.67 x 6.6 x108
)(
1 / 4)
[1 + (0.492 / 0.7)( )]( 9 / 16
4 / 9)
Nu = 0.68 + (107.4/1.305) = 83
h=
Jadi
2)
Nu ⋅ k 83x 0.0272 = = 1W / m 2 K x 2.1
Perhitungan parameter kondisi batas pada rak. Rak berupa plat berlubang dianggap sebagai porous jump. a.
Permeabilitas permukaan (α) dihitung dengan persamaan (FLUENT ver. 5.3):
D 2p ε 3 0.004 2 0.43 α= = = 1.896 x10−8 m 2 2 2 150 (1 − ε ) 150 (1 − 0.4 ) Dp = diameter produk (cengkeh) = 0.4 cm = 0.004 m Å = porositas tumpukan produk (cengkeh) = 0.4 b.
Koefisien porous jump (C2) dihitung dengan persamaan (FLUENT ver. 5.3):
C2 =
3)
3.5 (1 − ε ) 3.5 (1 − 0.4 ) = = 8203.1(1 / m ) 3 Dp ε 0.004 0.43
Perhitungan parameter kondisi batas pada penukar panas a.
koefisien kehilangan (k) pada penukar panas Suhu fluida operasi pada penukar panas Sifat Massa jenis Panas Jenis Konduktivitas panas Viskositas dinamik
= 48.45oC Nilai 1.092 kg/m3 1.0075 kJ/kgoC 0.028 W/m.K 1.95 x 10-5 Pa.dt
Penurunan tekanan (∆p) dihitung dari daya kipas bawah (P = 100 W) Ainlet = 0.1 m x 1 m x 2 buah = 0.2 m2 ∆p = P ç/(vinletAinlet) = 100 x 0.7 /(0.24 x 0.2) = 1458 Pa Jadi
k=
2∆p 2 x1458 = = 1855 2 ρv kipas 1.092 x1.222
b. Perhitungan koefisien pindah panas konveksi (hHE) pada penukar panas Suhu fluida operasi pada penukar panas
= 48.45oC
.
m r Cp r (t r − t a ) = h HE A HE (t HE − t r ) .
mr
= ñr vinlet Ainlet = 1.092 (kg/m3) x 0.24 (m/dt) x 0.2 (m2) = 0.0524 kg/dt .
Jadi
h HE
m r Cp r (t r − t a ) 0.0524 x1007.5x (48.45 − 36 ) = = = 35W / m 2 K A HE (t HE − t r ) 1.2x (64 − 48.45)
4) Perhitungan parameter kondisi batas pada sumber panas dari surya a.
Perhitungan koefisien kehilangan (k) Radiasi surya diteruskan oleh dinding dan diterima oleh plat yang diletakkan di bawah dinding. Plat dianggap sebagai radiator.
Perhitungan parameter kondisi batas pada
radiator tersebut adalah: Suhu fluida operasi pada sumber panas tersebut
= 48.45oC
Penurunan tekanan (∆p) dihitung dari daya kipas tengah (P = 40 W) Ainlet = 0.1 m x 1 m x 2 buah = 0.2 m2 ∆p = P ç/(vinletAinlet) = 40 x 0.7/(0.24 x 0.2) = 583 Pa Jadi
b.
k=
2 ∆p 2x 583 = = 26694 2 ρv kipas 1.092 x 0.2 2
Perhitungan koefisien pindah panas konveksi (hR) pada sumber panas dari surya Suhu fluida operasi pada sumber panas tersebut
= 48.45oC
Asumsi: Sumber energi dari matahari dengan intensitas radiasi (I = 500 W/m2) dipindahkan ke plat yang “dianggap” berada di bawah dinding atap bangunan.
IA R = h R A R (t R − t r ) Jadi
hR =
IA R 500 = = 32 W / m 2 K A R (t R − t r ) (64 − 48.45)
5.4.5. Validasi Simulasi Aliran Udara pada Pengering ERK Validasi model simulasi dilakukan dengan membandingkan nilai suhu, RH dan kecepatan udara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran pada pengering ERK skala laboratorium, pada titik-titik tertentu yang diinginkan, yaitu titik-titik di bidang YZ dengan jarak X= 40 cm, dengan jarak antar titik 10 cm. Kriteria hasil validasi dianalisis dengan metoda 'curve -fitting' . 5.4.6.
Parameter Pengukuran Bangunan pengering ERK skala lapboratorium dibagi dalam beberapa grid, dengan dimensi
grid 10 cm x 10 cm menggunakan benang (Lihat Gambar V-6). Parameter yang diukur selama percobaan adalah suhu, RH dan kecepatan angin pada setiap titik pada grid yang terbentuk setelah kondisi steady (konstan).
Pompa untuk mengisap air panas dari radiator
Air panas sbg pemanas tambahan yang dipanaskan oleh kompor listrik
outlet
Penukar panas dan kipas pada inlet Grid dari benang halus
Gambar V-6.
Grid yang dibentuk oleh benang pada pengering ERK skala laboratorium.
5.5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.5.1.
Simulasi Aliran Fluida pada Pengering ERK Skala Laboratorium
5.5.1.1.
Bentuk Grid Hasil Simulasi
Grid dibuat dengan ketentuan minimal terdapat 3 titik (node) pada setiap ruas sisi dari bentuk yang bersangkutan.
Bentuk grid yang dihasilkan dari perhitungan simulasi model
pengering ERK dengan CFD dinyatakan dalam Gambar V-7.
Gamba r V-7. 5.5.1.2.
Distribusi Suhu dan Kecepatan Udara Pengering pada Pengering ERK Skala Laboratorium
Distribusi suhu dan kecepatan udara pengering dalam pengering ERK skala laboratorium masing-masing dinyatakan dalam Gambar V-8 dan Gambar V-9. Udara panas dari penukar panas terdorong ke depan sepanjang inlet dan disebarkan ke seluruh ruang pengering. Suhu yang paling besar berada di depan inlet 44oC dan setelah menyebar ke tengah dan atas ruang pengering suhu mulai berkurang. Namun demikian suhu ruang mempunyai kecenderungan seragam di bagian tengah dan atas bangunan dengan nilai rata-rata 40oC dengan kisaran antara 36oC hingga 44oC, yang ditunjukkan oleh warna biru pada Gambar V-8. Kecepatan aliran udara tinggi terdapat di depan kipas inlet, yaitu pada kisaran 0.96 hingga
1.28 m/dt dan melewati bagian bawah ruang pengering menuju outlet. Selanjutnya kecepatan
Grid pada pengeri
udara di tengah ruang mulai menurun berkisar pada 0.16 m/dt hingga 0.39 m/dt. Di tengah ruangan , udara berbalik arah dari outlet dan akhirnya berbalik kembali akibat hisapan udara di depan kipas.
28 36
33 38 39
42 44
Gambar V-8.
Distribusi suhu udara pengering (oC) di dalam pengering ERK skala laboratorium.
0.32
0.48 0.64
0.8 0.96
1.28
Gambar V-9.
Distribusi kecepatan udara pengering (m/dt) di dalam pengering ERK skala laboratorium.
5.5.1.3.
Distribusi RH Udara Pengering pada Pengering ERK Skala laboratorium
RH ruang pengering ditentukan menggunakan persamaan (32). Pada kondisi suhu lingkungan 30oC dan suhu bola basah 26oC, diperoleh RH sebesar 75%. Hasilnya diperlihatkan pada Lampiran V-4. RH ruang pengering berkisar antara 35 % hingga 79 %. RH terendah berada pada posisi (x, y, z) = ( 40, 10, 40) atau pada posisi 10 cm dari lantai, yaitu sebesar 35 %. Pada ruang bagian tengah dan atas memiliki nilai RH yang hampir seragam yaitu 39 %. 5.5.2.
Validasi Suhu, Kecepatan dan RH Hasil Perhitungan Simulasi Aliran Fluida pada Pengering ERK Skala Laboratorium
Hasil simulasi model aliran dan pindah panas adalah berupa kontur distribusi suhu dan vektor kecepatan yang menunjukkan besar dan arah aliran udara di dalam ruang pengering. Validasi model dilakukan dengan membandingkan data ukur kecepatan udara pada 43 titik pengukuran dengan hasil simulasi. Hasil kuantitatif nilai suhu hasil simulasi dan hasil pengukurannya pada bidang yz pada x = 400 mm, dinyatakan pada Lampiran V-4. Hasil validasi suhu ditunjukkan dengan membandingkan suhu ukur dan suhu simulasi pada Gambar V-10. Perbedaan antara data suhu pengukuran dan suhu hasil perhitungan CFD dinyatakan dalam nilai standar deviasi yaitu sebesar 1oC. Namun secara umum terjadi kecenderungan yang sama. Validasi kecepatan udara diperlihatkan pada Gambar V-11. Kecepatan hasil simulasi mendekati data ukur. Pada beberapa titik, memiliki perbedaan yang agak menyolok, hal ini berkaitan erat dengan penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dan simulasi. Bagian bawah (ketinggian 0 cm hingga 40 cm) perbedaan antara nilai kecepatan ukur dan hitung tampak besar. Namun di bagian atas ruang, perhitungan simulasi mendekati nilai pengukuran. Perbedaan antara kecepatan hasil pengukuran dan kecepatan hasil perhitungan CFD dinyatakan dalam nilai standar deviasi 0.19 m/dt. 60 55
SD = 1oC
45 40 35 30 25
y =10 cm
y =20 cm y =30 cm y =40 cm Koor dina t z (c m )
y =50 cm
80
50
20
60
30
80
50
20
70
80
50
20
70
40
20 10
S uhu (C )
50
y =60 cm T-uk ur T-C F D
Gambar V-10. Validasi suhu udara hasil simulasi (TCFD) terhadap suhu pengukuran (Tukur) di dalam pengering ERK skala laboratorium, pada x=40 cm. 4 K e c e pa ta n (m /dt)
3 .5
SD = 0.19 m/dt
3 2 .5 2 1 .5 1 0 .5
y =10 cm
y =20 cm y =30 cm y =40 cm Koordina t z (c m )
y =50 cm
80
50
20
60
30
80
50
20
70
80
50
20
70
40
10
0
y =60 cm v-uk ur v-C D
Gambar V-11. Validasi kecepatan aliran udara hasil simulasi (v-CFD) terhadap kecepatan pengukuran (vukur) di dalam pengering ERK skala laboratorium, pada x=40 cm. Validasi RH dilakukan dengan membandingkan RH ukur dengan RH hitung yang didasarkan pada suhu hasil simulasi CFD:Fluent 5.3. (Gambar V-12). Secara umum terdapat kecenderungan yang sama antara RH hasil pengukuran dan RH hasil perhitungan CFD. Perbedaan secara umum dinyatakan dalam standar deviasi sebesar 3%.
60 55
SD = 3%
R H (% )
50 45 40 35 30 25
y =10 cm
y =20 cm y =30 cm y =40 cm Koordina t z (c m )
y =50 cm
80
50
20
60
30
80
50
20
70
80
50
20
70
40
10
20
y =60 cm
R H -uk ur R H -hitung
Gambar V-12. Validasi RH udara hasil simulasi (RHCFD) terhadap RH pengukuran (RHukur) di dalam pengering ERK skala laboratorium, pada x=40 cm. 5.5.3.
Simulasi Aliran Fluida Pengering ERK Skala Lapang
5.5.3.1.
Distribusi Suhu Udara Pengering pada Pengering ERK Skala Lapang
Disain skenario 1. Distribusi suhu udara pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m dinyatakan pada Gambar V-13. Distribusi suhu pada setiap rak dapat dilihat pada Gambar V-13 dan hasil kuantitatif simulasi ditunjukkan pada Tabel V-2. Rata-rata suhu dari ke delapan rak tersebut adalah 44.9oC dan ragam 2.2oC. Udara lingkungan masuk melalui inlet (ketinggian 1 m) kemudian dipanaskan penukar panas dan didistribusikan oleh kipas ke seluruh ruangan. Udara pada rak bagian atas lebih panas dibandingkan dengan udara di bawahnya, karena adanya pengaruh radiasi matahari. Kipas tengah (ketinggian 1.8 m) mendistribusikan udara panas yang berada di rak atas (rak 8) agar lebih tersebar ke rak di bawahnya. Namun karena outlet (ketinggian 1.6 m) berada di dekat rak atas, maka udara panas ini langsung keluar sebelum sempat tersebar ke rak-rak di bawahnya. Rata-rata suhu terbesar terjadi udara pada rak atas (rak 8, pada ketinggian 1.8 m) yaitu 47.5oC dan rata-rata suhu terendah pada rak 4 (ketinggian 1 m), yaitu 43.8oC. Nilai suhu terendah ini dipengaruhi oleh adanya aliran udara lingkungan dari inlet, dimana posisi rak 4 dan inlet berada pada ketinggian yang sama.
Tabel V-2. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 1 Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Rata-rata seluruh rak
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
Suhu rata-rata setiap rak(oC) Standar deviasi setiap rak(oC)
44.1
44.9
44.4
43.6
43.8
44.9
46.0
47.5
44.9
0.5
1.3
2.2
2.5
2.3
1.5
1.8
2.2
2.2
Distribusi pada rak 1 (Gambar V-14) cenderung seragam dengan keragaman dan nilai ratarata suhu udara terendah diantara rak lainnya (standar deviasi 0.5oC dan rata-rata 44.1oC). Kipas bawah meniupkan udara panas ke rak-rak di atasnya. Pengaruh aliran panas ini terjadi pada rak 4 (Gambar V-15), dimana kontur yang terjadi sangat beragam, hingga menghasilkan keragaman terbesar (2.5oC). Akibat adanya radiasi surya yang menimpa rak 8, maka pada rak ini suhu udara yang terjadi lebih besar dibandingkan rak-rak di bawahnya (47.5oC). Pada Gambar V-16, kipas bawah dan kipas tengah belum sepenuhnya dapat menurunkan suhu udara di rak 8, selanjutnya karena outlet berada sejajar dengan rak 8, maka udara panas ini (ditunjukkan oleh warna kuning pada Gambar V-13) langsung bergerak keluar menuju outlet, sebelum sempat mengenai rak-rak di bawahnya
Gambar V-13.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-14.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak 1
Gambar V-15.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak 4
Gambar V-16.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 1, pada rak 8
Disain skenario 2. Gambar V-17 memperlihatkan distribusi suhu udara pengering pada bidang XY pada Z = 1.8 m. Distribusi suhu udara di rak diperlihatkan pada Gambar V-18 hingga V-19 dan hasil kuantitatif suhu udara dinyatakan pada Tabel V-3. Rata-rata suhu udara dari seluruh rak adalah 45.3oC dan nilai ragam 1.91oC. Nilai ragam yang diperoleh dari simulasi disain skenario 2 lebih baik dibandingkan dengan nilai ragam suhu pada skenario 1. Tabel V-3. Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 2 Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
Jarak (mm)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Suhu rata-rata setiap rak(oC) Standar deviasi setiap rak(oC)
43.5
44.8
45.4
45.8
45.6
44.6
45.3
47.5
45.3
0.6
1.0
0.9
1.3
1.7
2.4
1.9
1.9
1.9
Gambar V-17.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Udara lingkungan masuk melalui inlet (ketinggian 1.4 m) bersuhu 30oC, sebagian mengalir ke bawah karena tarikan kipas bawah, dan melewati penukar panas (suhu udara menjadi 59oC). Oleh kipas bawah, udara disebarkan ke rak 1 hingga rak 7. Udara lingkungan yang melewati inlet sebagian lagi ke atas menuju ke rak atas (rak 8). Udara ini dipanaskan oleh adanya radiasi surya. Kipas tengah mendistribusikan udara ke rak-rak di bawahnya, yaitu rak 7, rak 6 dan rak 5 dan akhirnya menuju outlet. Di sini udara panas dari rak atas sebelum keluar melewati outlet, masih dapat dimanfaatkan oleh rak-rak di bawahnya. Rata-rata suhu tertinggi berada di rak atas (rak 8), yaitu 47.5oC akibat pemanasan dari radiasi surya, dan terendah terjadi pada rak bawah (rak 1), yaitu 43.5oC. Dengan merubah posisi ketinggian inlet dan outlet, diperoleh distribusi suhu udara yang lebih seragam pada skenario 2. Suhu udara pada rak 1 (Gambar V-18) memiliki kecenderungan yang seragam, terlihat dari bentuk kontur yang sederhana.
Karena posisi inlet berada pada
ketinggian 1.4 m (sejajar dengan rak 6), maka pada rak 6 udara terdistribusi lebih beragam (Gambar V-19). Namun udara panas pada rak 8 akibat dari radiasi surya dapat lebih menyebar ke bawah akibat dari efek hisapan dari outlet yang berada pada ketinggian 0.8 m (Gambar V-17).
Gambar V-18.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada rak 1
Gambar V-19.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 2, pada rak 6
Berdasarkan kedua skenario disain di atas, ternyata disain skenario 2 memberikan hasil yang terbaik, dengan rata-rata nilai ragam pada seluruh rak sebesar 1.9oC. Selanjutnya disain skenario 2 ini akan dipilih untuk analisis posisi dan jumlah kipas pada skenario 3.
5.5.3.2.
Distribusi Kecepatan Udara Pengering pada Pengering ERK.
Disain skenario 1. Distribusi kecepatan pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m dinyatakan dalam Gambar V-20. Arah aliran udara pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m ditampilkan pada Gambar V-21 dan data kuantitasif hasil simulasi dinyatakan pada Tabel V-4. Rata-rata kecepatan dari seluruh rak adalah 0.048 m/dt dan nilai ragam kecepatan dari seluruh rak adalah 0.026 m/dt. Udara di atas rak 4 (ketinggian 1 m) mempunyai nilai terbesar yaitu 0.072 m/dt, dimana posisinya tepat di depan inlet. Hal ini menyebabkan suhu udara di rak tersebut mempunyai nilai yang rendah.
Kecepatan udara di rak 6 mempunyai nilai terkecil, yaitu 0.027 m/dt, karena
pengaruh posisi outlet bertepatan pada posisi rak 6 (ketinggian 1.6 m). Udara di bagian atas ruang pengering mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan udara di bawahnya, karena daya kipas tengah yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan kipas bawah.
Gambar V-20.
Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-21.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-22.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak 2.
Gambar V-23.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak 6.
Gambar V-24.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 1, pada rak 8.
Pada Gambar V-22, di bagian tengah rak, akibat dorongan kipas bawah, udara bergerak dengan kecepatan besar, kemudian mulai menurun ke bagian tepi rak. Rak 1 hingga rak 4
memiliki pola kontur aliran udara yang hampir sama, dengan nilai ragam kecepatan terbesar pada rak 2. Pada Gambar V-23, pengaruh kipas bawah semakin berkurang, sehingga kecepatan udara di rak 6 cenderung lebih seragam dibandingkan rak-rak lainnya. Pada Gambar V-24, kecepatan udara terpengaruh oleh adanya kipas tengah dan outlet. Udara terputar langsung menuju outlet. Tabel V-4. Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario 1
Ketinggian
Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
0.043
0.049
0.059
0.072
0.081
0.037
0.027
0.034
0.048
0.034
0.038
0.020
0.014
0.015
0.009
0.011
0.019
0.026
(m) Kecepatan rata-rata (m/dt) Standar deviasi ratarata (m/dt) Disain skenario 2 Distribusi kecepatan dan vektor kecepatan pada penampang bidang XY pada Z = 1.8 m masing-masing dinyatakan dalam Gambar V-24 dan Gambar V-25. Kecepatan pada beberapa rak ditampilkan pada Gambar V-26, V-27 dan V-28. Data kuantitasif hasil simulasi dinyatakan pada Tabel V-5. Rata-rata kecepatan dari seluruh rak adalah 0.045 m/dt dan nilai ragam kecepatan dari seluruh rak adalah 0.025 m/dt. Tabel V-5.
Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario 2 Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Kecepatan ratarata (m/dt) Standar deviasi kecepatan (m/dt)
0.041
0.044
0.026
0.023
0.050
0.075
0.062
0.042
0.045
0.032
0.031
0.013
0.007
0.009
0.013
0.010
0.018
0.025
Distribusi kecepatan pada rak 6 (ketinggian 1.4 m), yang tepat berada di depan inlet mempunyai nilai rata-rata kecepatan yang tertinggi. Kecepatan rata-rata terendah terletak pada rak 4, yaitu 0.023 m/dt, hal ini disebabkan oleh adanya pemisahan aliran udara, sebagian ke atas sejajar dengan posisi inlet, dan sebagian lagi ke bawah sejajar dengan posisi kipas bawah. Rak 4 tepat merupakan batas antara keduanya, oleh karena itu mempunyai nilai rata-rata terendah (Gambar
V-25).
Gambar V-25.
Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-26.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-27.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada rak 1.
Gambar V-28.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 2, pada rak 4.
Nilai ragam yang dihasilkan dari simulasi disain skenario 2, juga lebih baik dibandingkan dengan disain skenario 1. Oleh karena itu berdasarkan hasil ini, disain skenario 2 selanjutnya akan digunakan untuk menentukan posisi dan besarnya kipas, yang akan disimulasikan ke dalam disain skenario 3. 5.5.3.3.
Distribusi RH Pengering pada Pengering ERK. RH udara dihitung berdasarkan nilai suhu udara yang dihasilkan dari simulasi CFD.
Rata-rata RH udara pengering pada disain skenario 1 dan 2 serta nilai ragam masing-masing rak diperlihatkan pada Tabel V-6. Keragaman RH udara juga mengikuti pola suhu udara. Disain skenario 2 ternyata memberikan keragaman RH udara pengering yang lebih dibandingkan dengan disain skenario 1. Sehingga selanjutnya disain skenaio 2 dipergunakan untuk menentukan tahap simulasi berikutnya.
Tabel V-6. Rak ke1 2
Nilai ragam RH udara pengering disain skenario 1 dan 2 Ketinggian rak (m) 0.4 0.6
RH (%) disain skenario 1 Rata-rata Nilai ragam 48.8 1.4 46.9 3.0
RH (%) disain skenario 2 Rata-rata Nilai ragam 50.3 1.6 46.9 2.3
3 4 5 6 7 8 Rata-rata dari seluruh rak
5.5.4.
0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8
48.3 50.3 49.8 46.9 44.4 41.1 47.1
5.2 6.2 5.8 3.7 3.9 4.6 5.3
45.5 44.6 45.1 47.9 46.1 41.1 46.0
2.0 2.9 3.7 5.9 4.7 4.3 4.5
Simulasi Aliran Fluida Pengering ERK Skala Lapang Modifikasi
5.5.4.1.
Distribusi Suhu, RH dan Kecepatan Udara Pengering pada Pengering ERK Skala Lapang Modifikasi
Disain skenario 3. Berdasarkan hasil analisis pola aliran udara pada point 5.5.3. dapat disimpulkan bahwa disain skenario 2 memberikan nilai ragam yang lebih kecil dibandingkan dengan disain skenario 1. Oleh karena itu, modifikasi dilakukan pada disain skenario 2, untuk mendapatkan keseragaman suhu dan kecepatan yang lebih baik. Penambahan kipas atas berdiameter 0.2 m dan daya 100 W diberikan, dengan alasan bahwa, suhu udara di rak atas (rak 8) masih terlalu tinggi dibandingkan dengan suhu udara di rak-rak di bawahnya. Dengan meletakkan kipas atas di atas penukar panas di ketinggian 1.8 m sejajar dengan rak 8, maka diharapkan udara panas di rak 8 menjadi turun dan dapat didistribusikan secara merata ke rak-rak di bawahnya. Distribusi suhu dan serta vektor arah kecepatan udara pengering, masing-masing ditampilkan pada Gambar V-29, V-30 dan V-31. Sedangkan hasil kuantitatif suhu, kecepatan dan RH udara pengering dinyatakan pada Tabel V-7, V-8 dan V-9.
Gambar V-29.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-30.
Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-31.
Vektor kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Pada ketiga gambar di atas, dapat dilihat, adanya penurunan suhu udara di rak atas (rak 8) oleh karena tiupan angin dari kipas atas. Suhu udara menjadi semakin seragam dengan rata-rata 45.4oC dan nilai ragam 1.6oC yang lebih kecil dibandingkan dengan skenario 1 dan 2 di atas. Namun dengan penambahan kipas, aliran udara menjadi lebih beragam, yaitu dengan rata-rata 0.05 m/dt dan nilai ragam 0.03 m/dt. Nilai ini lebih besar dibandingkan skenario 1 dan 2. Hal ini diperjelas dengan Gambar V-32 hingga Gambar V-35. Kontur suhu dan kecepatan dengan nilai ragam terkecil masing-masing ditunjukkan pada Gambar V-32 dan Gambar V-34. Sedangkan Kontur suhu dan kecepatan dengan nilai ragam terbesar masing-masing ditunjukkan pada Gambar V-33 dan Gambar V-35.
Gambar V-32.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada rak 1.
Gambar V-33.
Distribusi suhu udara simulasi disain skenario 3, pada rak 8.
Gambar V-34.
Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada rak 4.
Gambar V-35.
Distribusi kecepatan udara simulasi disain skenario 3, pada rak 8.
Tabel V-7.
Nilai ragam suhu udara pengering disain skenario 3
Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Suhu rata-rata (m/dt) Standar deviasi suhu (oC)
44.8
45.6
45.4
45.5
45.9
45.5
44.8
45.9
45.4
0.8
1.6
1.3
1.2
1.5
1.9
1.9
2.15
1.64
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
Tabel V-8.
Rata-rata seluruh rak
Nilai ragam kecepatan udara pengering disain skenario 3 Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Kecepatan ratarata (m/dt) Standar deviasi kecepatan (m/dt)
0.040
0.042
0.026
0.018
0.032
0.060
0.083
0.090
0.049
0.022
0.030
0.013
0.004
0.010
0.017
0.021
0.045
0.034
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
Tabel V-9.
Nilai ragam RH udara pengering disain skenario 3 Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
RH rata-rata (%) Standar deviasi RH (%)
47.0 2.0
45.2 3.4
45.4 2.9
45.4 2.6
44.6 3.2
45.6 4.3
47.1 4.8
44.6 4.7
5.5.4.
45.6 3.7
Simulasi Aliran Fluida Pengering ERK Skala Lapang Modifikasi pada Malam Hari Pada malam hari, dimana tidak ada pengaruh radiasi surya, maka energi pengeringan hanya
mengandalkan pemanasan dari biomass yang dipindahkan ke dalam ruang pengering melalui penukar panas. Suhu udara lingkungan pada malam hari berkisar pada 26oC, hal ini sangat mempengaruhi suhu udara pengering. Sehingga untuk mendapatkan suhu udara pengering yang sama dengan suhu udara pengering pada siang hari yaitu pada kisaran 40oC hingga 45oC, maka diperlukan jumlah biomassa yang lebih banyak dibandingkan penggunaan bimassa pada siang hari. Disain skenario 2 atau 3 dipilih dengan posisi inlet pada ketinggian 1.4 m dan outlet pada ketinggian 0.8 m. Penggunaan kipas pada kondisi ini hanya diperlukan untuk menyebarkan panas dari penukar panas ke seluruh ruangan. Oleh karena itu hanya kipas bawah di depan penukar panas yang digunakan. Kipas atas dan kipas tengah tidak perlu dinyalakan pada malam hari. Penggunaan kipas atas dan kipas tengah justru memperbesar nilai ragam suhu dan nilai ragam kecepatan, yaitu masing-masing 2.5oC dan 0.03 m/dt.
Berdasarkan hasil simulasi CFD,
penggunaan kipas atas dan tengah menyebabkan turunnya suhu pada rak bagian atas.
Distribusi suhu dan vektor arah kecepatan hasil simulasi CFD diperlihatkan pada Gambar V-36 dan Gambar V-37.
Rata-rata suhu dan kecepatan serta nilai ragam masing-masing
diperlihatkan pada Tabel V-10 dan Tabel V-11. Tabel V-10.
Nilai ragam suhu udara pengering pada simulasi malam hari Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Suhu rata-rata (m/dt) Standar deviasi suhu (oC)
41.3
42.0
43.4
44.5
44.9
44.3
43.0
42.0
43.2
0.9
1.1
2.2
2.9
0.7
1.9
1.1
0.8
2.2
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
Tabel V-11.
Rata-rata seluruh rak
Nilai ragam kecepatan udara pengering pada simulasi malam hari Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Kecepatan ratarata (m/dt) Standar deviasi kecepatan (m/dt)
0.16
0.16
0.16
0.17
0.16
0.16
0.17
0.17
0.17
0.03
0.02
0.02
0.03
0.02
0.02
0.02
0.0 2
0.02
Rata-rata dari rak 1 hingga rak 8
Tabel V-12.
Nilai ragam RH udara pengering pada simulasi malam hari Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Rak 5
Rak 6
Rak 7
Rak 8
Ketinggian (m)
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
RH rata-rata (%) Standar deviasi RH (%)
33.6 1.0
32.8 1.2
31.4 2.2
30.4 2.7
30.1 2.6
30.5 1.8
31.8 1.1
32.9 0.8
31.7 2.2
Gambar V-36.
Distribusi suhu udara simulasi pengering pada malam hari, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-37.
Vektor kecepatan udara simulasi pengering pada malam hari, pada bidang XY pada Z = 1.8 m.
Gambar V-38.
Distribusi suhu udara simulasi pengering pada malam hari, pada rak 4.
Gambar V-39.
Vektor kecepatan udara simulasi pengering pada malam hari, pada rak 4.
Perhitungan nilai ragam suhu, kecepatan dan RH udara pengering dari seluruh skenario dalam simulasi CFD ini dinyatakan dalam Gambar V-40, V-41 dan V-42.
Nilai ragam suhu (oC)
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Skenario 1
Gambar V-40.
Skenario 2
Skenario 3
Malam
Percobaan lapang
Perbandingan nilai ragam suhu antara disain skenario 1, 2, 3, skenario malam hari dan percobaan lapang (Bab. IV)
Nilai ragam kecepatan (m/dt)
0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 Skenario 1
Gambar V-41.
Skenario 2
Skenario 3
Malam
Perbandingan nilai ragam kecepatan pada skenario 1, 2, 3 dan skenario malam hari.
6
Nilai ragam RH (%)
5 4 3 2 1 0 Skenario 1
Gambar V-42.
Skenario 2
Skenario 3
Malam
Perbandingan nilai ragam RH pada skenario 1, 2, 3 dan skenario malam hari.
Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa disain skenario 3 dipilih karena memiliki keragaman yang lebih baik dibandingkan dengan disain skenario 1 dan 2. Nilai ragam suhu yang diperoleh dari hasil simulasi lebih kecil dibandingkan dengan nilai ragam suhu hasil percobaan (uji lapang) yang telah dilakukan pada Bab 4 dari disertasi ini, yaitu 2.4oC (Gambar V39). 5.6.
KESIMPULAN DAN SARAN Aliran udara, suhu dan RH memegang peranan penting dalam proses pengeringan produk.
Kombinasi nilai optimal dari ketiga parameter di atas akan memberikan performansi pengeringan yang efisien. Pada penelitian ini telah dilakukan simulasi CFD yang menggambarkan distribusi aliran, suhu dan RH udara pengering. Validasi simulasi menggunakan pengering ERK skala laboratorium menunjukkan hasil bahwa model memberikan kecenderungan yang sama dengan kenyataan, baik untuk suhu, kecepatan maupun RH udara di dalam ruang pengering. Hasil simulasi menggambarkan beberapa pola aliran udara dan suhu yang diakibatkan oleh perubahan posisi inlet dan outlet. Simulasi CFD pada prototipe pengering ERK (skala lapang) menunjukkan bahwa disain skenario 3 merupakan disan terpilih, karena memiliki nilai keragaman suhu, kecepatan dan RH terendah dibandingkan kedua skenario disain lainnya. Disain skenario 3 memberikan gambaran aliran udara seperti yang diharapkan, dimana udara selain untuk menghilangkan uap air dari produk juga berfungsi sebagai perata panas. Disarankan bagi para penguna untuk menggunakan disain skenari 3 untuk mengeringkan produk-produk pertanian. Disain skenario 3 adalah pengering berukuran 3.6 x 3.6 x 2.4 m3. Dua buah inlet masing-masing berukuran 0.1 m x 1 m pada ketinggian 1.4 m. Dua buah outlet masing-
masing berukuran 0.2 m x 0.8 m pada ketinggian 0.8 m pada dinding yang berseberangan dengan inlet. Tiga buah kipas dengan diameter masing-masing 0.2 m digunakan sebagai perata udara pengering. Kipas 1 (kipas bawah) terletak 0.2 m di depan penukar panas pada ketinggian 0.4 m dari lantai bangunan dengan daya 100 W. Kipas 2 (kipas tengah) terletak di tengah bangunan di atas rak paling atas dengan daya 40 W. Kipas 3 (kipas atas) terletak di atas penukar panas pada ketinggian 1.8 m sejajar dengan posisi rak paling atas (rak 8) dengan daya 100 W. Penukar panas seluas 1.2 m2 terletak 0.2 m dari dinding pada ketinggian 0.4 m dari lantai pengering. Dengan disain tersebut, dan nilai parameter kondisi awal dan kondisi batas yang sesuai dengan hasil optimisasi maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 45.4oC dengan nilai ragam sebesar 1.6oC, dan nilai rata-rata kecepatan 0.05 m/dt dengan nilai ragam 0.03 m/dt, serta nilai rata-rata RH 45.6 % dan nilai ragam 3.7 %. Pada malam hari disarankan hanya menggunakan kipas bawah untuk meratakan suhu dan kecepatan udara. Kipas tengah dan kipas atas sebaiknya tidak dinyalakan.
Dengan kondisi
o
tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata suhu pada seluruh rak sebesar 43.2 C dengan nilai ragam sebesar 2.2oC, dan nilai rata-rata kecepatan 0.17 m/dt dengan nilai ragam 0.02 m/dt, serta nilai ragam RH 31.7 % dan nilai ragam 2.2. %.
5.7. DAFTAR PUSTAKA Anonim. ASAE Standard. 1994. USA. Butts, C.L. dan D.H. Vaughan. 1987. Modeling solar heat from covered plate attic collectors. Transaction of ASAE, vol. 30(6). USA. Condori, M. dan L. Saravia. 1998. The performance of forced convection greenhouse driers. Renewable Energy, vol. 13, no. 4, pp 453-469. Britain. Dyah W. 1997. Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Dymond, C. dan C. Kutscher. 1997. Development of flow distribution and design model for transpired solar collectors. Solar Energy, vol. 60, no. 5, pp. 291-300. Britain. Holman, J.P. 1997. Perpindahan Kalor. Edisi keenam. Alih Bahasa: Jasjfi, E.. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kamaruddin A., A.H. Tambunan, Thamrin, F. Wenur, dan Dyah W. 1994. Optimisasi dalam perencanaan alat pengering hasil pertanian dengan energi surya. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bogor. Karwito. 1998. Kajian distribusi aliran dan suhu udara dalam model alat pengering. FATETA, IPB, Bogor. Lesmana, I. 2001. Mempelajari keseimbangan energi dan kecepatan aliran udara berdasarkan letak kipas pada model alat pengering. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor. Mursalim. 1995. Uji performansi sistem pengeringan energi surya dan tungku batubara dengan bangunan tembus cahaya sebagai pembangkit panas untuk pengeringan panili (Vanilla Planifolia). FATETA IPB Bogor.
Nelwan, L.O. 1997. Pengeringan kakao dengan energi surya menggunakan rak pengering dengan kolektor tipe efek rumah kaca. Tesis. Program Pascasarjana IPB Bogor. Ratti, C. dan A.S. Mujumdar. 1997. Solar drying of foods: modeling and numerical simulation. Solar Energy, vol.60, no.3/4, pp. 151-157. Elsevier Sc. Ltd. Britain. Sukarmanto. 1996. Uji Penampilan Sistem Efek Rumah Kaca untuk Pengeringan Alkali Treated Cottonii (ATC) Chips dari Rumput Laut. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor. Versteeg, H.K. dan W. Malalasekera. 1995. An introduction to computational fluid dynamics. The finite volume method. Longman Sc. & Technical. Malaysia.