UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Abstrak
Sebagai salah satu cara untuk memberikan efisiensi energi pada pengkondisian udara adalah dengan cara menambahkan heat pipe sebagai precooling dan humidifier pada sistem pengkondisi udara, juga penambahan heat pipe pada udara inlet pendingin kondensor sistem refrigerasi, dimana tanpa memerlukan energi tambahan dari luar sistem. Pengujian dilakukan dengan memvariasikan laju aliran massa udara, sehingga dapat dilihat unjuk kerja heat pipe dalam menurunan kelembaban udara, meningkatkan efek refrigerasi, dan besarnya energi reheat. Pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting memiliki persentase penurunan kelembaban udara rata-rata sebesar 10,6% peningkatan efek refigerasi rata-rata sebesar 2,7% dibanding dengan sistem yang tidak dilengkapi heat pipe. Sedangkan apabila sistem tersebut dilengkapi dengan penambahan heat pipe pada bagian inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, maka persentase penurunan kelembaban bertambah menjadi rata-rata 16,8%, meningkatkan efek refrigerasi rata-rata sebesar 4,4% dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe. Pemakaian heat pipe pada ducting sebagai precooling dan penambahan heat pipe pada udara inlet sistem refrigerasi terbukti meningkatkan nilai COP. Peningkatan Nilai COP adalah sebesar 2,8 % dengan penambahan heat pipe sebagai precooling udara masuk cooling coil dan 4% jika dilengkapi juga heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe sama sekali. Kata Kunci: Kenyamanan Termal, Pengkondisian Udara, Heat pipe, Dehumidifikasi. Daftar Notasi SHR COP w qs qt Qc Qr QL Wk A
= Sensible Heat Ratio = Coefficient of Performance = Rasio Kelembaban [g/kg] = Kalor Sensibel [kW] = Kalor Total [kW] = Efek Pendinginan [kW] = Reheat [kW] = Efek Refrigerasi [kW] = Kerja Kompresor [kW] = Luas [m2]
v = Kecepatan [m/s] ρudara = Massa Jenis Udara [kg/m3] Qdebit = Laju A;iran Volumetrik udara [m3/s] ṁ = Laju aliran Massa Udara [kg/s] h = Entalpi [kJ/kg] Subscript = Titik 1 1 = Titik 2 2 = Titik 3 3 = Titik 4 4
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
1. Pendahuluan Heat pipe dipakai dalam unit sistem pengkondisi udara adalah untuk memperoleh efisiensi dari sisi energi dalam sistem pengkondisi udara ruangan, terutama jika digunakan di daerah beriklim panas dan lembab, dimana pendinginan dan dehumidifikasi pada udara catu memberikan kontribusi paling banyak dalam pemakain energi dari suatu gedung yang dikondisikan [1]. Kenyamanan termal pada manusia pada suatu ruangan dengan aktifitas yang ringan seperti misalnya ruangan kantor adalah 22oC-25 oC dan RH sebesar 40%-60% [2]. Untuk mencapai kenyamanan termal, suatu sistem pengkondisian udara konvensional menggunakan pemanas elektrik sebagai humidifier, sehingga membutuhkan tambahan energi lain di luar sistem, Sedangkan sistem pengkondisian udara menyumbangkan 60% dari pemakaian energi total gedung. [3] Pada sistem pengkondisi udara konvensional, udara didinginkan pada cooling coil sampai temperatur dew-pointnya sehingga sebagian uap air terkondensasi di cooling coil. Pada kondisi dew-point udara memiliki temperatur yang sangat dingin dan RH yang tinggi sehingga kurang baik untuk kenyaman penghuni gedung juga tidak baik untuk kesehatan. Oleh karena itu diperlukan reheating di udara outlet cooling coil. [4]. Penggunaan heat pipe sebagai reheater bisa dijadikan alternatif penghematan energi pada sistem pengkondisi udara, karena heat pipe tidak membutuhkan energi tambahan dari luar untuk melakukan reheating. Heat pipe sebagai reheater dengan cara memanaskan kembali udara keluar cooling coil yang mempunyai temperatur rendah setelah mengalami kondisi dew-point dengan RH yang tinggi oleh bagian kondensenya, sedangkan pada sisi evaporatornya bisa
berfungsi sebagai precooling udara sebelum masuk cooling coil sehingga dapat memperbesar efek pendinginan. Selain itu heat pipe bisa dipakai sebagai precooling udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, dengan memanfaatkan air dingin hasil pengkondensasian uap air di cooling coil, sehingga unjuk kerja sistem refrigerasi diharapkan naik. 2.
Heat pipe
Heat pipe bekerja ketika fluida kerja didalam kontainer menguap, sehingga menyerap kalor laten penguapan. Perbedaan tekanan tekanan antara bagian evaporator dengan kondenser menyebabkan fluida kerja yang teruapkan mengalir melalui bagian adiabatik ke kondenser. Di kondenser fluida kerja melepaskan kalor laten pengembunan sehingga terkondensasi membentuk fluida cair. Fluida kerja cair dari kondenser akan kembali kebagian evaporator dengan bantuan gaya gravitasi dan juga tekanan kapilaritas dari wick sehingga membentuk suatu siklus yang berkelanjutan. Heat pipe mempunya tiga bagian yaitu sisi evaporator, sisi adiabatik dan sisi kondenser. Bagian transisi antara sisi evaporator dan kondenser disebut sisi adiabatik, karena pada bagian ini tidak ada kalor yang diserap ataupun yang dilepas [5]
Gambar.1 Penampan Heat pipe
Pada penelitian heat pipe yang dibuat ini dibuat memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
•
Heat pipe pada ducting: do 15,875 mm x di 14 mm x p 500 mm. Heat pipe pada inlet udara konsdensing unit sistem refrigerasi: do 15,875 mm x di 14 mm x p 730 mm. Fluida kerja yang dipakai adalah R134a sebanyak 60% dari volume evaporator heat pipe. Wick yang dipakai adalah screen mesh 200 bermaterial stainless steel 304 berdiamter kawat 56,5 µm sebanyak 6 lapis.
• • •
3.
Metode Pengujian
Untuk mengetahui unjuk kerja pengkondisian udara maka heat pipe disimulasikan berada pada suatu ducting udara catu, dimana evaporator heat pipe ditempatkan pada inlet udara masuk cooling coil sebagai precooling sedangkan bagian kondensor ditempatkan pada udara outlet sebagai reheater dan dehumidifier seperti di tunjukan gambar skematik alat:
13
12
3
6
4
2
5
1
Centrifugal Fan
14
11
Air AC Portable D A Q
9
8
7
10
15
Sedangkan penambahan heat pipe pada bagian inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, dengan bagian kondensor heat pipe mendapat pendinginan dari kondensat air hasil pengembunan dari cooling coil. Pada pengukuran unjuk kerja sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe dalam perannya sebagai dehumidifier parameter yang digunakan adalah Sensible Heat Ratio (SHR). SHR didefinisikan sebagai perbandingan kalor sensibel dengan kalor total. Sehingga dapat di gambarkan semakin kecil nilai SHR maka nilai kalor total pendinginan yang digunakan untuk pendinginan laten atau penurunan kelembaban semakin besar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui besarnya penurunan kelembaban dengan indikator SHR. ݍ௦ ݍ௦ ܵ= = ܴܪ ݍ௧ ݍ௦ + ݍ Selain SHR sebagai parameter penurunan kelembaban dapat pula dilihat selisih penurunan rasio kelembaban, sebagai berikut: ∆ݓ = ݓଵ − ݓସ Pada pengujian ini juga akan dibahas perhitungan efek pendinginan di sisi udara tanpa menggunakan heat pipe ataupun menggunakan heat pipe. Besarnya efek pendinginan pada pengujian ini adalah:
16
Personal Computer
Gambar 2 Gambar Skematik Alat Pengujian Tabel 1 Titik-Titik Pengukuran 1. Inlet duct 2. inlet cooling coil 3. Outlet cooling coil 4. Outler duct 5. Evap. heat pipe ducting 6. Kond. heat pipe ducting 7. Inlet heat pipe CU 8. Inlet CU
9. Outlet CU 10. Evaporator heat pipe CU 11. Kondensor heat pipe CU 12. Water box 13. Inlet cooling coil 14. Outlet cooling coil 15. Inlet Kondensor 16. Outlet Kondensor
ܳ = ሺṁଵ ℎଵ ሻ − ሺṁଷ ℎଷ ሻ Juga besarnya efek energi reheat yang diperoleh dari kondensor heat pipe yang diharapkan sebagai dehumidifier. Besarnya energi reheat adalah sebagai berikut: ܳ = ሺṁସ ℎସ ሻ − ሺṁଷ ℎଷ ሻ Pada penelitian ini laju aliran massa inlet ducting di variasikan dengan cara
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
4. Data dan Analisis
mengatur kecepatan udara inlet duct. Kecepatan putar motor fan sentrifugal divariasikan dengan pengontrolan tegangan listrik oleh voltage regulator, sehingga akan didapatkan kecepatan udara yang berbeda sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Variasi kecepatan udaranya adalah 3,8 m/s, 3,5 m/s, 2,7 m/s, 2,2 m/s.
Pada pengujian ini harus ditentukan beberapa kondisi pengujian tetap agar data yang diperoleh disetiap variasi pengujian valid untuk dibandingkan. Berikut beberapa kondisi yang dibuat konstan: • Temperatur dan RH udara inlet duct yang akan diproses sebesar 24,5oC±1oC dan RH 74.5%±1% sedangkan temperatur udara inlet pendingin kondenseor sistem udara adalah 29±1oC. • Heat pipe yang dipakai pada ducting sebanyak 8 buah sedangkan yang dipakai pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi sebanyak 15 buah, dengan isi fluida kerja didalam kedua heat pipe sebanyak 60% dari volume evaporator heat pipe. Posisi orientasi heat pipe adalah vertikal.
Akan dilihat pula unjuk kerja sistem pengkondisi udara dengan penambahan heat pipe di inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi yang berfungsi sebagai precooling udara pendingin kondensor. Diharapkan kinerja sistem refrigerasi meningkat. Besarnya COP sistem refigerasi adalah: ℎସ − ℎଵ ܳ = = ܱܲܥ ܹ ℎଶ − ℎଵ Variasi laju aliran massa udara dapat diperoleh dari besarnya debit udara dikalikan dengan massa jenis udara, debit udara didapatkan dari konversi kecepatan udara sebagai berikut: ܳௗ௧ = ܸ ݔ ܣ maka, ṁ = ܳௗ௧ ߩ ݔ௨ௗ Sehingga diperoleh variasi laju aliran massa udara sebagai berikut:
Berikut hasil dan analisis yang telah dilakukan: •
Perbandingan Besarnya Sensible Heat Ratio dengan Menggunakan Heat pipe dan Tanpa Heat pipe dengan Variasi Laju Aliran Massa Udara
Tabel 2 Variasi Laju Aliran Massa Udara
ṁ [kg/s] 0,1768 0,168 0,1296 0.1025
0.61
Tanpa Heat Pipe Dengan HP Duct Dengan HP Complete
0.56 SHR
Pengujian 1 2 3 4
SHR vs Laju Aliran Massa Udara
0.51 0.46 0.41 0.09
Pada pengujian beberapa parameter diukur, seperti temperatur udara dengan menggunakan sensor thermocouple yang dihubungkan ke instrumen data akuisisi (DAQ). Sedangkan pengukuran RH menggunakan RH meter dan kecepatan udara menggunakan Anemometer.
0.14
0.19
Laju Aliran Massa Udara [kg/s] Gambar 3 Grafik Perbandingan Nilai SHR dengan Variasi Laju Aliran Massa.
Dari grafik nilai SHR diatas dapat dilihat kemampuan heat pipe dalam
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
•
Unjuk Kerja Heat pipe dalam Meningkatkan Efek Pendinginan Sistem Pengkondisi Udara Dengan menggunakan heat pipe maka efek pendinginan sistem diharapkan bertambah, karena udara sebelum masuk cooling coil mendapat precooling dari evaporator heat pipe. Sistem dengan menggunakan heat pipe memiliki nilai pendinginan yang lebih besar dibandingkan dengan sistem yang tidak dilengkapi heat pipe, seperti ditunjukkan oleh grafik dibawah ini: Laju Aliran Massa Udara vs Penurunan Selisih Entalpi h1-h3
Penurunan Selisih Entalpi h1-h3 [kJ/kg]
menurunkan kelembaban. Sistem pengkondisi udara yang menggunakan heat pipe pada grafik memiliki nilai SHR yang lebih rendah dari pada sistem yang tidak memakai heat pipe. Pada sistem pengkondisi udara yang memakai dua heat pipe yaitu pada ducting dan pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, memiliki nilai SHR yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe, walaupun terdapat perbedaan yang kecil antara pengkondisi udara yang hanya memakai heat pipe pada ducting dengan sistem pengkondisi udara yang memakai dua heat pipe yaitu dibagian ducting dan pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara. Pada beberapa titik sistem pengkondisi udara yang memakai dua heat pipe yaitu dibagian ducting dan pada bagian inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi memiliki nilai SHR yang lebih rendah walaupun tidak terlalu berarti. Persentase penurunan nilai SHR pada sistem pengkondisi udara dengan memakai heat pipe di ducting rata-rata sebesar 10,6% dari pada sistem pengkondisi udara tanpa memakai heat pipe sebagai humidifier, sedangkan apabila ditambah dengan pemakaian heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara penurunannya sekitar 16,8% dibandingkan dengan dengan sistem pengkondisi udara tanpa memakai heat pipe. Terdapat sedikit kenaikan SHR pada setiap pertambahan laju aliran massa udara, semakin tinggi laju aliran massa udara semakin tinggi juga nilai SHR dimana mengindikasikan penurunan kemampuan heat pipe dalam dehumidifikasi udara, hal ini dikarenakan semakin capat laju udara maka lamanya kontak udara terhadap heat pipe semakin singkat yang mempengaruhi laju perpindahan kalor.
Tanpa HP
19.5 17.5 15.5 13.5 11.5 9.5 7.5
Dengan HP Duct Dengan HP Complete 0.09
0.14
0.19
Laju Aliran Massa Udara [kg/s] Gambar 4 Penurunan Selisih Entalpi di Titik 1 dan Titik 3.
Seiring dengan penambahan laju aliran massa udara maka nilai selisih entalpi di titik 1 dengan titik 3 menurun hal ini dikarenakan bebean pendinginan yang meningkat sehingga pengambilan kalor menurun. Peningkatan beban pendinginan udara berbanding lurus dengan bertambahnya laju aliran massa seperti ditunjukkan grafik dibawah ini:
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
Reheating vs Laju Aliran Massa Udara
Tanpa Heat Pipe Dengan HP Duct
6.75 6.25 5.75 5.25 4.75 4.25 3.75
Reheating [kW]
Efek Pendinginan [kW]
Efek Pendinginan vs Laju Aliran Massa Udara
Dengan HP Complete
0.09
0.14
0.04 0.02 0 0.09
0.14
0.19
0.19 Laju Aliran Massa Udara [kg/s]
Laju Aliran Massa Udara [kg/s] Gambar 5 Efek Pendinginan
Gambar 6 Grafik Efek Reheat.
Pada grafik diatas ditunjukkan bahwa sistem pengkondisi udara tanpa menggunakan heat pipe dengan variasi laju aliran massa nilainya cenderung stabil, dikarenakan tidak adanya efek reheat oleh kondenser heat pipe. Untuk sistem yang diberikan reheat oleh kondenser heat pipe terlihat nilai efek reheat yang cenderung menurun dengan bertambahnya laju aliran massa udaranya, hal ini dikarenakan kontak udara ke kondenser heat pipe terlalu singkat sehingga laju perpindahan kalornya rendah. Untuk sistem yang ditambahkan heat pipe pada inlet udara pendingin sistem refrigerasi pengkondisi udara memiliki efek reheat yang lebih besar, hal ini dikarenakan unjuk kerja sistem refrigerasi lebih baik, sehingga temperatur cooling coil lebih rendah dibandingkan dengan sistem yang tidak dilengkapi heat pipe pada inlet udara pendingin kondenser yang menyebabkan udara keluar cooling coil di titik 3 memiliki perbedaan temperatur lebih besar dengan udara yang telah mengalami reheating di titik 4 sehingga efek reheat terlihat lebih tinggi.
Dari grafik diatas dapat dilihat perannya heat pipe dalam peningkatan efek pendinginan. Besarnya peningkatan efek pendinginan dengan menggunakan heat pipe pada ducting rata-rata sebesar 2,7% dari pada sistem pengkondisi udara konvensional tanpa menggunakan heat pipe, sedangkan pada penggunaan heat pipe pada ducting dan pada inlet udara pendingin kondensor besarnya peningkatan efek pendinginan sebesar 4,5%. Peningkatan efek pendinginan ini disebabkan udara sebelum masuk cooling coil mendapat precooling dari evaporator heat pipe. Nilai peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan dikarenakan desain dari heat pipe yang menggunakan pipa lurus telanjang, akan lebih baik jika menggunakan fin sehingga bidang kontak udara dengan evaporator heat pipe lebih luas dan meningkatkan laju perpindahan panas. •
Tanpa Heat Pipe Dengan HP Duct Dengan HP Complete
0.06
Besarnya Efek Reheat
Heat pipe pada
Pengkondisian Udara Pada pengkondisian udara yang dilengkapi heat pipe sebagai dehumidifier adalah dengan memanfaatkan energi reheat pada bagian kondensor heat pipe. Kalor reheat ini digunakan untuk menaikan temperatur udara setelah mengalami pendinginan oleh cooling coil, sehingga akan menurunkan nilai RH.
•
Perbandingan Penurunan Rasio Kelembaban Rasio kelembaban merupakan perbandingan massa air yang terkandung dalam setiap kilogram udara kering. Pada pengujian ini dapat kita lihat penurunan rasio kelembaban dengan melihat besarnya
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
ini dikarenakan penambahan heat pipe sebagai precooling pada udara yang akan masuk cooling coil terbukti menambah efek refrigearsi. Penambahan heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigearsi juga memperbesar efek refrigerasi sehingga nilai COP naik. Penambahan laju aliran massa udara sedikit mempengaruhi nilai COP untuk turun hal ini dikarenakan beban yang ditangani oleh sistem refrigerasi meningkat. Besarnya COP sistem refrigerasi tanpa dilengkapi heat pipe rata-rata sebesar 3,45 sedangkan jika memakai dilengkapi heat pipe sebagai precooling pada inlet udara cooling coil rata-rata sebesar 3,55 dan pada sistem refrigerasi yang ditambahkan heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor memliki nilai paling tinggi yaitu rata-rata 3,59.
selisih rasio kelembaban di titik 1 yaitu pada udara inlet ducting dimana merupakan udara yang akan dikondisikan dengan udara outlet ducting di titik 4 yang merupakan udara yang telah mengalami pendinginan pada cooling coil sampai pada titik dew-point nya, sehingga uap air yang terkandung dalam udara lembab mengalami pengembunan.
Peurunan Rasio Kelembaban
Penurunan Rasio Kelembaban vs Laju Aliran Massa Udara Tanpa HP
0.005 0.004 0.003 0.002 0.001
Dengan HP Duct 0.09
0.14
0.19
Dengan HP Complete
Laju Aliran Massa Udara [kg/s] Gambar 7 Grafik Penurunan Rasio Kelembaban.
Unjuk Kerja Sistem refrigerasi Untuk mengetahui unjuk kerja sistem refigerasi maka dipakai parameter COP (Coefficient of Performance). Nilai COP didapatkan dari besarnya efek refrigerasi dibagi dengan kerja kompresor, sehingga semakin besar efek refrigerasi semakin besar pula nilai COP.
COP Actual
•
•
COP Actual vs Laju Aliran Massa Udara 3.7 Tanpa HP 3.6 3.5 3.4 3.3
•
Dengan HP Duct Dengan HP Complete
0.09 0.14 0.19 Laju Aliran Massa Udara [kg/s] Gambar 8 Grafik Perbandingan Nilai COP.
Pada grafik diatas sistem pengkondisi udara dengan tidak memakai heat pipe memiliki nilai paling rendah, hal
•
5. Kesimpulan Penurunan kelembaban yang didapatkan berdasarkan nilai SHR pada sistem pengkondisi udara dengan memakai heat pipe sebanyak 10,6% pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting serta penurunan SHR sebesar 16,8 % pada pengkondisi udara yang dilengkapi penambahan heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe sama sekali. Peningkatan Efek pendinginan pada sistem pengkondisi udara mencapai 2,7% pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting, sedangkan penurunan efek refrigerasi pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting dan pada udara inlet pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara adalah sebesar 4,4% dibanding dengan sistem yang tidak memakai heat pipe. Pemakaian heat pipe pada ducting sebagai precooling dan penambahan heat pipe pada udara inlet sistem refrigerasi terbukti
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013
•
meningkatkan nilai COP. Peningkatan Nilai COP adalah sebesar 2,8 % dengan penambahan heat pipe sebagai precooling udara masuk cooling coil dan 4% jika dilengkapi juga heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe sama sekali. Besarnya laju aliran massa udara yang akan dikondisikan pada ducting cukup berpengaruh terhadap .besarnya beban pendinginan. Semakin besar laju aliran massa udara maka nilai beban pendinginan semakin tinggi. 6.
Referensi
[1] Jouhara H. Economic Assesment of the benefit of Wraparound Heat pipe in Ventilation Processes for Hot and Humid Climates. International Journal of Low-Carbon Technologies 2009;4(1):52-60. [2] ASHRAE, (1989). .ASHRAE Standard 62-1989.. Wasington DC: ASHRAE. [3] Sujatmiko, Wahyu. (2006) Penyempurnaan Standar Audit Energi Pada Bangunan Gedung. [4] Moran, M. J., Howard N. Shapiro. (2011). Fundamentals of Engineering Thermodynamics 7th Ed. New Jersey: John Wiley and Sons. [5] Reay, D., Peter Kew. (2006) Heat pipe Theory Design and Applications 5th Ed.. Burlington: Butterworth-Heinemann.
Unjuk kerja..., Sidra Ahmed Muntaha, FT UI, 2013